DAFTAR ISI
Edisi 16, Juli 2006
PENGETAHUAN MATEMATIKA
BARISAN YANG “MENJEBAK“ BARISAN YANG “MENJEBAK” (counter-example untuk pendekatan induktif)
*) Sumardyono oleh
sumardyono Ketertarikan penulis mengenai tema di atas, bermula dari rangkaian pengalaman menjumpai masalah yang sama. Pertama, penulis membaca dari buku karya Brian Bolt mengenai suatu masalah berkaitan dengan suatu barisan yang menjebak, namun sayang tanpa ada bukti yang menyertai. Kedua, masalah Ketertarikan penulis tema di Matematika atas, bermula dari rangkaian pengalaman menjumpai yang sama penulis jumpaimengenai di buku Mengajar terjemahan karya Maletsky dan Sobel namun masalah yang sama. Pertama, penulis membaca dari buku karya Brian Bolt mengenai suatu masalah lagi-lagi tanpa ada bukti. Terakhir, juga terdapat pada sebuah makalah (lama) PPPG Matematika, berkaitan dengan yang menjebak, namun sayanglalu tanpa ada bukti yang menyertai. Kedua, namun juga tanpasuatu ada barisan bukti. Berangkat dari hal itu, penulis menjadi penasaran, begitu sulitkah masalah yang samasuku penulis di buku Mengajar Matematika terjemahan karyadengan Maletsky dan bukti untuk rumus ke-njumpai dari barisan tersebut. Masalah ini pernah didiskusikan temanteman namun sejawat.lagi-lagi Tapi, sayang ada masukan bukti.pada Penulis akhirnya berhasil membuat Sobel tanpa belum ada bukti. Terakhir, alternatif juga terdapat sebuah makalah (lama) PPPG bukti sendiri, namun ditambah menariknya serupa, maka ini, penulis ingin Matematika, juga tanpa ada masalah bukti. Berangkat dari dalam hal itu,kesempatan penulis lalukali menjadi penasaran, berbagi pengetahuan dan wawasan mengenai barisan yang menjebak tersebut. begitu sulitkah bukti untuk rumus suku ke-n dari barisan tersebut. Masalah ini pernah didiskusikan
dengan teman-teman sejawat. Tapi, sayang belum ada masukan alternatif bukti. Penulis akhirnya berhasil membuat bukti sendiri, ditambah menariknya masalah serupa, maka dalam kesempatan kali ini, penulis ingin berbagi pengetahuan dan wawasan mengenai barisan yang menjebak tersebut. Mengapa penulis sebut sebagai barisan yang menjebak? Bila dilihat dari beberapa suku awal maka barisan tersebut tampak mengarah pada suatu pola tertentu, namun ternyata suku-suku selanjutnya bertentangan dengan pola yang diduga tersebut. Contohnya untuk empat suku pertama, suatu barisan: 2, 5, 8, 11, .... Tentu saja kita (dan kebanyakan siswa) akan menduga bahwa barisan tersebut adalah barisan aritmetik yang ditentukan oleh Un = 3n 1. Namun, bila kita terus menemukan suku berikutnya ternyata suku kelima bukan bilangan 14. Katakan, misal bilangan 17. Nah, karena itu kita merasa “dijebak” oleh soal tersebut.
MASALAH PEMBAGIAN DAERAH LINGKARAN Ini adalah masalah favorit penulis. Masalah ini pula yang penulis sharing kepada teman-teman sejawat. Masalah ini dikenal dengan nama Cutting Circle Problem atau Dissection Circle Problem. Belakangan penulis mendapati bahwa masalah ini pernah dikemukakan oleh Leo Moser pada tahun 1950. Karena itu, pada beberapa literatur disebut Moser’s Circle (atau Spot) Problem.
x
x
1
1
x
x
1 4
x
2
3
2
x
Bila banyak titik pada lingkaran berturut-turut 1, 2, atau 3 maka maksimum banyak daerah adalah 1, 2 dan 4. Untuk 4 dan 5 titik, berapa masing-masing maksimum daerah yang terbentuk? Sekarang, bila ada n buah titik pada lingkaran, maksimum berapa buah daerah yang terbentuk? Kebanyakan orang akan mencoba menemukan maksimum banyak daerah untuk 4 dan 5 titik. Jika teliti, berturut-turut akan diperoleh maksimum 8 dan 16 daerah yang terbentuk. Lihat gambar di bawah.
x
x
x
x
x x
x
x
x
Masalah 1: Pandang sebuah lingkaran. Dari sejumlah titik yang ditentukan pada lingkaran tersebut, ditarik semua tali busur yang mungkin. Maksimum banyaknya daerah dalam lingkaran yang dapat terbentuk ditunjukkan oleh gambar di bawah ini.
Dengan melihat hasil-hasil untuk jumlah titik dari 1 hingga 5 maka kebanyakan orang akan menduga bahwa maksimum banyak daerah yang terbentuk merupakan suatu barisan geometrik. Banyak titik (n) Maksimum banyak daerah (Un) Dugaan pola (Un)
: 1 , 2 , 3 , 4, 5, ...... : 1 , 2 , 4 , 8, 16, ..... : 20, 21, 22, 23, 24, ....
PENGETAHUAN MATEMATIKA
Dengan demikian, kebanyakan orang menduga bahwa untuk n buah titik pada lingkaran maka maksimum ada 2n – 1 buah daerah yang dapat terbentuk. Benarkah demikian? Perlu dicamkan, hasil ini tetap saja merupakan dugaan semata. Kenyataannya rumus di atas tidak berlaku untuk n = 6. Gambar di bawah ini menjadi bukti bahwa hasil dugaan di atas salah.
x
x
CARA MENEMUKAN RUMUS SUKU KE-N Berikut ini cara yang penulis temukan sendiri (26 Juni 2005). Cara tersebut memuat penggunaan konsep topologi dan aritmetika. Pandang n buah titik pada lingkaran. (sebagai ilustrasi n = 5)
x
x x x x x x
x
x
CUT-THE-KNOT. Tetapi sayangnya penulis tidak memiliki akses ke web matematika tersebut.
x
x
x
Dengan demikian, barisan yang benar untuk maksimal banyak daerah yang terbentuk berdasarkan banyak titik pada lingkaran adalah: 1, 2, 4, 8, 16, 31, ....
Nah, inilah salah satu barisan yang menjebak. Barisan seperti ini yang memuat beberapa suku awal mengarah kepada pola barisan yang telah dikenal siswa secara tradisional, menjadi contoh bahwa tidak setiap barisan yang diketahui beberapa sukunya dapat diduga dengan tepat. Dengan cara yang teliti, kita dapat menemukan bahwa untuk n = 7 titik maka maksimum daerah yang terbentuk adalah 57 (lagi-lagi bukan 64-seperti dugaan semula). Dapat Anda periksa pada gambar di samping ini.
x x
x
Oleh karena gambar pola perpotongan tali busur pada masalah kita ini merupakan bentuk planar graph maka berlaku rumus khusus Euler, yaitu banyak vertex ditambah banyak face sama dengan banyak edge ditambah 2.
vf=e2 Banyak verteks keseluruhan pada dan dalam lingkaran adalah banyaknya titik pada lingkaran ditambah banyaknya titik sebagai hasil perpotongan tiap pasang tali busur. Setiap pasang tali busur ditentukan oleh 4 buah titik pada lingkaran. Dan oleh karena untuk setiap pasang tali busur tersebut menentukan tepat satu buah titik potong, maka banyak titik dalam lingkaran adalah kombinasi 4 titik dari n buah titik pada lingkaran.
§n·
Sehingga v = n ¨¨ ¸¸ 4 Selanjutnya, banyaknya face adalah banyaknya daerah pada lingkaran ditambah satu daerah luar lingkaran.
x x
Bagaimana kita mencari rumus suku ke-n untuk barisan tersebut? Sesungguhnya, rumus suku ke-n untuk masalah di atas telah banyak penulis jumpai (seperti telah diutarakan pada pendahuluan di atas). Namun sedikit sekali yang memberi bukti deduktifnya. Hingga tulisan ini dibuat (28 Februari 2006), penulis belum menjumpai bukti deduktifnya, kecuali yang penulis temukan sendiri. Lewat web STUMPER dari Kummel penulis mendapat informasi bahwa bukti deduktif diberikan pada web
Edisi 16, Juli 2006
x
© ¹
x
x
x
Misalkan, banyak daerah pada lingkaran = Dn (inilah rumus suku ke-n yang akan kita cari) Sehingga f = Dn 1 Terakhir, banyaknya edge sama dengan banyak busur (terpisah) pada lingkaran ditambah banyak sisi poligon segi-n terbesar ditambah banyak ruas garis dalam poligon segi-n terbesar. Misalkan, banyak ruas garis dalam poligon segin terbesar = En Sehingga e = n n En = 2n En
PENGETAHUAN MATEMATIKA
Dengan menerapkan ketiga hasil di atas pada rumus khusus Euler, maka diperoleh sebagai berikut: vf = e2
§n· n ¨¨ ¸¸ Dn 1 © 4¹ atau,
= 2n En 2
§n·
Dn = 1 n En ¨¨ ¸¸ ©4¹
..............(*)
Untuk menghitung harga En kita akan menghitung terlebih dahulu banyak ruas diagonal.
xB
x
x x x x x x
x
3 , .....
(1, 2),
(2, 3),
(3, 4), ....
(n, 1)
dengan i = 1, 2, ..., (n 3) Jelas pula bahwa 6d0 = 6dn-2 = n (tetapi ini bukan diagonal melainkan sisi poligon yang menyinggung lingkaran). Jelas bahwa di = dn-i-2. Juga oleh karena n ganjil maka banyaknya di yang berbeda adalah
n3 . 2
C
Misalkan d1 = diagonal yang memisahkan tepat 1 titik (pada lingkaran).
Lalu, setiap di memisahkan n – 2 titik lain menjadi i dan n – i – 2. Karena itu setiap di terpotong menjadi i u (n – i – 2) 1 ruas garis. Lihat ilustrasi pada n = 5 di bawah ini.
Pada gambar di samping, diagonal AC adalah d1 sebab memisahkan sebuah titik yaitu titik B.
x
Untuk i = 1 maka 6d1 = n, sebab setiap d1 memisahkan tepat sebuah titik yang berbeda. Banyak titik yang berbeda adalah n. Jadi ada relasi satu-satu antara himpunan d1 dengan himpunan titik (pada lingkaran).
x
n
6di = n untuk setiap i ,
Kasus I: n ganjil
x
2,
Dengan menerapkan relasi setiap titik dengan setiap pasangan i buah titik berurutan seperti di atas, maka jelas bahwa:
Berikutnya kita akan menghitung harga En .
A
1,
x
x
x
i=1
x
di
x
x n–i–2=5–1–2=2
x
Berelasi
Dengan demikian En dapat dihitung sebagai berikut:
x
k
En
=
¦ (6d )[i.(n i 2) 1] i
1
Untuk i = 2 maka juga 6d2 = n, sebab setiap d2 memiliki pasangan 2 titik berdekatan dan banyak pasangan 2 titik berdekatan yang berbeda adalah n. Misal titik-titik yang berurutan pada lingkaran adalah 1, 2, 3, ..., n maka relasi titik-titik itu dengan pasangan 2 titik berurutan yang berbeda adalah sebagai berikut:
dengan k =
n3 2
k
= n
¦[(n 2)i i
2
1]
1
k
= n(n – 2)
¦i 1
k
–n
¦i
k
2
1
1 = n(n – 2) k (k 1) – 2 1 n k (k 1)(2k 1) nk 6
n
¦1 1
PENGETAHUAN MATEMATIKA
1 n3 n3 ( )( 1) – 2 2 2 n3 1 n3 n3 )( 1)[2( ) 1] n ( 6 2 2 2 n3 ) n( 2 1 1 n(n – 1)(n 2)(n 3) n (n – 3) = 12 2 n § · 1 = 2 ¨¨ ¸¸ n (n – 3) © 4¹ 2 = n(n – 2)
Kasus II: n genap
n2 n maka 6di = . 2 2
Khusus untuk i =
Perhatikan ilustrasi untuk n = 6 di bawah ini.
F
x
x
=
akhirnya diperoleh:
1 1 n(n – 1)(n 2)(n 3) n (n – 3) 12 2 §n· 1 = 2 ¨¨ ¸¸ n (n – 3) © 4¹ 2 =
Ternyata hasilnya sama dengan En untuk n ganjil. Dengan begitu, untuk n (ganjil maupun genap) maka:
§n·
§n·
= 1 n En ¨¨ ¸¸ © 4¹
Dn
xB x
x
§n· © 4¹
1 n (n – 3) 2 §n· 1 = 1 n n (n – 3) ¨¨ ¸¸ 2 © 4¹ §n· 1 = 1 n (n – 1) ¨¨ ¸¸ 2 © 4¹ §n· §n· = 1 ¨¨ ¸¸ ¨¨ ¸¸ © 2¹ © 4¹
C
6 = 3, yaitu AD, BE, dan CF. 2
Dengan mengingat bahwa di = dn-i-2 maka k
En
= {
¦ (6di )[i.(n i 2) 1] } 1
n n2 [k(n – k – 2) 1] dengan k = 2 2 1 1 = n(n–2) k (k 1) – n k (k 1)(2k 1) 2 6 n nk [k(n – k – 2) 1] 2 1 n2 n2 )( 1) – = n (n – 2) ( 2 2 2 n2 1 n2 n2 )( 1)(2 1) n ( 6 2 2 2 n2 n n2 n2 [ (n – – 2) 1] n 2 2 2 2 1 1 2 n (n – 2)(n – 1) = n2(n – 2)2 8 24 1 1 1 n(n – 2) n(n – 2)2 n 2 8 2
Edisi 16, Juli 2006
..............(*)
= 1 n 2 ¨¨ ¸¸
D Pada n = 6, 6d2 =
1
En = 2 ¨¨ ¸¸ n (n – 3) © 4¹ 2 Kembali ke persamaan (*)
A
Ex
1 1 n(n – 2) [n(n – 2) n(n – 1) 8 3 1 (n – 2) ] n(n – 2 – 1) 2
Dn
§n· ¨¨ ¸¸ © 4¹
§n·
n!
Dengan menggunakan definisi ¨¨ ¸¸ = , © r ¹ r!(n r )! selanjutnya mudah ditunjukkan rumus bentuk polinomialnya sebagai berikut: Dn
=
1 [n4 6n3 23n2 18n 24] 24
Dalam analisis di atas kita mengasumsikan n t 4. Bagaimana dengan n = 1, 2, dan 3? Anda dapat memeriksa bahwa rumus-rumus di atas tetap berlaku untuk n = 1, 2, dan 3. Jadi, rumus yang benar adalah:
1 [n4 6n3 23n2 18n 24] bukannya 2n-1 . 24 Berikut ini grafik perbandingan kedua rumus tersebut.
PENGETAHUAN MATEMATIKA
menemukan rumus suku-ke-n (ini pun dengan asumsi bahwa barisan itu berbentuk polinomial, bukan?). Walau pun demikian, sebagai salah satu cara, patut untuk kita coba. Apalagi dalam hal ini, tampak jelas bahwa barisan selisih ke-i (dari bawah) menunjukkan pola berbentuk polinomial berderajat (i – 1). Karena itu, ini menunjukkan bahwa rumus suku ke-n berbentuk polinomial dengan derajat 4: an4 . (Hal ini dapat dikaitkan bn3 cn2 dn e dengan barisan konstan yang terjadi pada barisan ke-4, barisan mula-mula tidak dihitung).
Dikutip dari halaman web Treebeard’s Homepage dari Marc Kummel
Terlihat untuk nilai di atas n = 6, kedua fungsi berbeda semakin jauh. CARA YANG LAIN Bukti berikut ini telah penulis temukan sebelum bukti (yang lebih melegakan) di atas. Namun masih memikirkannya hanya sebagai cara induktif, artinya tanpa kita ketahui rumus sesungguhnya dari barisan tersebut maka kita tetap tidak memiliki keyakinan keumuman hasil dari cara ini. Bukti serupa juga penulis temukan pada kebanyakan web internet, salah satunya web Treebeard’s Homepage di halaman STUMPER dari Marc Kummel. Hanya saja menurut penulis, Kummel keliru ketika menyatakan bahwa bukti atau cara yang menggunakan barisan selisih ini bersifat umum, “the method of finite differences is a useful general way to find a formula to fit a sequence”. Penulis sendiri telah menulis secara mandiri mengenai ide “barisan selisih” yang disebut dengan Metode Tabel Selisih (Difference Table) ini sejak 7 atau 8 tahun yang lalu. Misal, kita telah mendapatkan barisan dalam 7 suku: 1, 2, 4, 8, 16, 31, 57, ..... Carilah barisan selisihnya, lalu dari barisan baru ini cari barisan selisih, begitu seterusnya. Kita berharap akan sampai pada barisan konstan. 1
2 1
4
57 ..... 26 ..... 1 2 4 7 11 ..... 1 2 3 4 ..... 1 1 1 ..... 2
8
4
16
8
31
15
Apakah kita cukup yakin bahwa barisan terakhir itu adalah barisan konstan? Di sinilah penulis masih meragukan cara ini sebagai cara ampuh
Selanjutnya dengan mengsubstitusi berturutturut untuk n = 1, 2, 3, 4, dan 5 kita akan memperoleh sebuah sistem persamaan. 1 = a b c de 2 = 16a 8b 4c 2d e 4 = 81a 27b 9c 3d e 8 = 256a 64b 16c 4d e 16 = 625a 125b 25c 5d e Dengan sedikit manipulasi aljabar, yaitu ambil selisih polinomial berurutan secara berturut-turut, akan kita dapatkan: e = 1, lalu d = b=
18 23 , lalu c = , lalu 24 24
6 1 , dan a = 24 24
Dengan demikian, diperoleh: Dn
=
1 4 (n 6n3 23n2 18n 24) 24
Ini cocok dengan apa yang telah kita peroleh pada cara sebelumnya. CARA YANG LAIN LAGI Cara berikut ini penulis buat berdasarkan diskusi dengan teman-teman sejawat di PPPG Matematika. Syukur hasil ini masih dapat menyusul tulisan ini yang sedianya akan segera diterbitkan. Terima kasih kepada Bp. Untung TS yang telah memberikan semacam gambaran bukti lain (beliau pernah membaca di sebuah buku, tetapi lupa bagaiman detailnya). Dengan ide-ide dari diskusi tsb, penulis berhasil menuntaskan menjadi sebuah bukti baru berikut ini. Andai dari n buah titik pada lingkaran, telah dibuat semua tali busur yang mungkin yang membentuk susunan dengan banyak daerah maksimum pada lingkaran. Pertama, misalkan t adalah banyak tali busur minimal yang dapat diambil dari susunan tadi sedemikian hingga tali busur-tali busur yang tersisa
PENGETAHUAN MATEMATIKA
tidak ada yang berpotongan pada daerah dalam (interior) lingkaran. Contoh di bawah ini untuk n = 5 maka t = 3.
x
x
x
x x
x
x
x
(i)
§n· ¨¨ ¸¸ + t = 1 + © 4¹
§n· §n· ¨¨ ¸¸ + ¨¨ ¸¸ (q.e.d) © 4¹ © 2¹
BEBERAPA KAITAN MENARIK DENGAN SEGITIGA PASCAL
x
x
Diambil 3 tali busur
§n· ¨¨ ¸¸ – t + 1 + © 2¹
Terdapat hubungan antara tiap baris pada segitiga pascal dan banyak maksimum daerah potongan lingkaran. Lihat tabel di bawah ini. n
(ii)
Perhatikan bahwa, banyak daerah pada interior lingkaran dengan tali busur yang tersisa adalah (banyak tali busur yang tersisa) + 1.
§n·
Karena banyak tali busur dari n titik adalah ¨¨ ¸¸ © 2¹
1 2 3 4 5 6 7
Rumus suku ke-n 1 2 4 8 16 31 57
Jumlah tiap baris 1 1 1 1 2 1 2 1 4 1 3 3 1 8 1 4 6 4 1 16 1 5 10 10 5 1 32 6 15 20 15 6 1 64 Segitiga pascal
1
§n·
maka banyak tali busur yang tersisa adalah ¨¨ ¸¸ – t 2
© ¹
sehingga banyak daerah pada interior lingkaran
§n·
dengan tali busur sisa tersebut adalah: ¨¨ ¸¸ – t + 1 2
© ¹
Sekarang, perhatikan bahwa bila kita memasang kembali sebuah tali busur maka banyak daerah pada interior lingkaran yang terbentuk bertambah sebanyak: (banyak titik potong pada interior lingkaran yang terbentuk) + 1. Perhatikan contoh di bawah ini.
x
x
x
x
Nah, semua titik potong pada interior lingkaran
§n·
yang mungkin adalah ¨¨ ¸¸ , sedang setiap kali © 4¹ menambah sebuah tali busur bertambah satu daerah di luar pertambahan berkenaan dengan titik potong interior. Karena itu, pertambahan daerah (interior) akibat diletakkan kembali seluruh tali
§n·
busur yang diambil tadi adalah: ¨¨ ¸¸ + t . Dengan © 4¹ demikian, banyak maksimum daerah (interior) yang terbentuk adalah:
Edisi 16, Juli 2006
Oleh karena bilangan 1 pada baris pertama segitiga pascal berkenaan dengan perpangkatan nol, sedang bilangan itu bersesuaian dengan n = 1, maka kita dapat menghubungkan n pada rumus suku ke-n barisan menjebak dengan binomial pangkat (n – 1) pada bilangan-bilangan segitiga pascal.
Dengan demikian kita dapatkan rumus suku ken: = C(n – 1, 0) C(n – 1, 1) C(n – 1, 2) C(n – 1, 3) C(n – 1, 4) Titik potong (interior) (n 1)! (n 1)! (n 1)! yang terbentuk = 1.(n 1)! 1!.(n 2)! 2!.(n 3)!
x Pertambahan daerah
Terlihat pada tabel di atas, ada hubungan antara rumus suku ke-n dengan jumlah 5 suku pertama tiap baris segitiga pascal.
(n 1)! (n 1)! 3!.(n 4)! 4!.(n 5)! (n 1)(n 2) = 1 (n – 1) 2 (n 1)(n 2)(n 3) 6 (n 1)(n 2)(n 3)(n 4) 24 Bila diuraikan lebih lanjut, maka akan diperoleh bentuk yang telah diperoleh sebelumnya:
1 4 (n 6n3 23n2 18n 24) 24 Kaitan yang lebih menakjubkan lagi adalah antara banyak titik, garis, dan bangun datar pada lingkaran dengan segitiga pascal.
PENGETAHUAN MATEMATIKA
Perhatikan gambar dan tabel di bawah ini.
Gbr 1 Gbr 1
Gbr 2 Gbr 2
Gbr 5
Gbr 3 Gbr 3
Gbr 6
Gbr 5
Gbr 6
Gbr 4 Gbr 4
Gbr 7
Gbr 1 2 3 4 5 6 7
garis segitiga segiempat segilima segienam segitujuh 1 3 6 10 15 21
1 4 10 20 35
1 5 15 35
1 6 21
1 7
1
Bacaan Penunjang: www.rain.org/mkummel/stumpers/01nov02a.html http://mathworld.wolfram.com/Plane Division by Circles.html http://mathworld.wolfram.com/Cylinder Cutting.html
Gbr 7
---vvv--10
titik 1 2 3 4 5 6 7
PENGETAHUAN MATEMATIKA
PEMBUKTIAN TAK LANGSUNG dengan KONTRADIKSI Fadjar Shadiq, M.App.Sc *)
Kurikulum 2004, mata pelajaran Matematika SMA dan MA (Depdiknas, 2003:9) menyatakan bahwa Standar Kompetensi (SK) 1 adalah menggunakan operasi dan sifat logika matematika. Jabaran SK 1 tersebut adalah dalam bentuk Kompetensi Dasar atau KD (Depdiknas, 2003:13) berikut: ”Menggunakan sifat dan prinsip logika untuk penarikan kesimpulan dan pembuktian sifat matematika.” Sedangkan salah satu indikator keberhasilannya adalah: Membuktikan sifat matematika dengan pembuktian tak langsung (kontraposisi dan kontradiksi). Dengan demikian jelaslah bahwa paling tidak ada dua cara pembuktian tak langsung, yaitu pembuktian tak langsung dengan kontraposisi dan pembuktian tak langsung dengan kontradiksi. Namun, naskah berikut ini hanya akan membahas pembuktian sifat matematika secara tak langsung dengan kontradiksi.
Berikut ini adalah contoh pembuktian yang dikenal sebagai pembuktian langsung. Pembuktian ini dilakukan untuk meyakinkan orang lain tentang kebenaran suatu pernyataan. Pembuktian langsung biasanya menggunakan silogisme berbentuk p q, q r, r s, … , y z sehingga disimpulkan p z. Contohnya adalah pembuktian di bawah ini, dimana dari bentuk aljabar a + c = b + c dapat dibuktikan bahwa a = b. Buktinya adalah sebagai berikut:
Peran Penting Pembuktian
a
Matematika dikenal sebagai mata pelajaran yang bersifat deduktif aksiomatis. Hal ini berarti bahwa suatu pengetahuan baru merupakan akibat dari pernyataan lain yang telah diterima kebenarannya. Pernyataan lain tersebut misalnya postulat, aksioma maupun teorema lain yang telah dibuktikan kebenarannya seperti dalil atau rumus. Akibatnya, peran pembuktian pada pelajaran menjadi sangat penting dalam matematika. Bukti (proof) adalah argumen dari suatu premis ke suatu kesimpulan yang dapat meyakinkan orang lain agar dapat menerima kesimpulan baru tersebut. Pembuktian dalam matematika harus didasarkan pada dua hal yang sangat penting. Yang pertama pembuktian itu harus didasarkan pada pernyataan serta definisi yang jelas. Yang kedua, pembuktian tersebut harus didasarkan pada prosedur penarikan kesimpulan yang valid. Dikenal dua prosedur pembuktian, yaitu pembuktian langsung (direct proof) dan pembuktian tak langsung (indirect proof).
Edisi 16, Juli 2006
[diketahui]
a+c
= b+c
(a + c) + (– c)
= (b + c) + (– c) Æ [menambah kedua
Æ
ruas dengan –c] [a + {c + (– c)}] = [b + {c + (– c)}] Æ [sifat assosiatif] a+0
=b+0 Æ
[c adalah invers –a dan sebaliknya]
=b
Æ
[identitas penjumlahan]
Pembuktian langsung di atas menunjukkan bahwa dimulai dari yang diketahui, yaitu a + c = b + c dan dengan langkah yang valid atau sahih, dan juga sesuai dengan aksioma ataupun rumus yang ada, pada akhirnya akan didapat a = b. Hal tersebut menunjukkan juga bahwa dari suatu pernyataan dapat dibuktikan pernyataan lain yang jika pernyataan awalnya (a + c = b + c) bernilai benar akan didapat pernyataan lain (a = b) yang tidak mungkin bernilai salah. Teorema atau dalil tersebut dapat digunakan untuk membentuk pernyataan, rumus, teorema atau dalil lainnya. Pembuktian di atas merupakan contoh pembuktian langsung. Lalu, bagaimana dengan pembuktian tidak langsungnya?
Pentingnya Pembuktian Tak Langsung Sejatinya, di dalam kehidupan nyata sehari-hari, penggunaan pembuktian tak langsung (indirect proof) sering digunakan meskipun tidak disadari sebagai pembuktian tak langsung. Sebagai contoh ketika Anda sedang asyik membaca lalu tiba-tiba
11
PENGETAHUAN MATEMATIKA
saja listrik di kamar Anda mati. Jika Anda ingin menentukan sumber matinya listrik tersebut, apa yang akan Anda lakukan? Mungkin yang Anda lakukan adalah dengan melihat ke luar jendela. Ternyata, listrik di rumah-rumah yang ada di sekitar rumah Anda masih hidup. Apa yang dapat Anda simpulkan? Mungkin Anda akan menyimpulkan bahwa listrik yang mati hanya di rumah Anda. Namun bagaimana cara Anda membuktikan bahwa kesimpulan tersebut sahih atau valid adanya secara deduktif? Salah satu alternatifnya adalah dengan memisalkan negasi dari pernyataan yang akan dibuktikan, yaitu dengan memisalkan bahwa tidak benar listrik yang mati hanya di rumah Anda. Berarti pemadaman listrik terjadi di seluruh kota. Sebagai akibat dari pemisalan tersebut, listrik di seluruh kota akan padam, termasuk di rumah-rumah di dekat rumah Anda. Namun ternyata rumah-rumah yang ada di sekitar rumah Anda listriknya masih hidup. Keadaan inilah yang disebut dengan kontradiksi. Artinya, di satu sisi dengan pemisalan tadi akan mengakibatkan seluruh listrik akan padam, namun di sisi lain, pada kenyataannya, listriknya tidak padam. Kesimpulannya, pemisalan tadi tidak benar karena telah mengakibatkan suatu keadaan yang kontradiktif sehingga harus diingkari.. Menurut Cooney, Davis, dan Henderson (1975:313), pembuktian tak langsung adalah strategi yang sangat hebat karena penalaran tersebut dapat digunakan untuk membuktikan kebenaran hampir semua pernyataan. Ketiganya menyatakan: “A special form of indirect proof is reductio ad absurdum”. Borrowski dan Borwein (1989:289) menyatakan bahwa : “Indirect proof is a common mathematical term for reductio ad absurdum”. Bentuk reductio ad absordum ini dikenal juga sebagai penalaran melalui kontradiksi. Secara umum, pada pembuktian tak langsung dengan kontradiksi, untuk membuktikan kebenaran pernyataan p, maka dimisalkan negasi atau ingkaran dari p yaitu ~p. Lalu dibuktikan bahwa ~p ini mengarah kepada suatu kontradiksi, sesuatu yang absurd, sesuatu yang tidak masuk akal. Karena ~p mengarah kesuatu keadaan yang kontradiksi, maka pemisalan ~p dianggap salah. Jadi, kesimpulan bahwa p benar seperti yang akan dibuktikan.
Contoh-contoh pembuktian tak langsung. Berikut ini adalah beberapa contoh pembuktian tak langsung dengan kontradiksi. Perhatikan langkah-langkahnya, yaitu: (1) Memisalkan pernyataan ~p jika yang akan dibuktikan p. (2) Menunjukkan bahwa pemisalan ~p tersebut mengarah ke keadaan yang kontradiksi atau bertentangan. (3) Mengingkari pernyataan ~p atau
12
menyimpulkan bahwa pemisalan salah.
tadi bernilai
1. Buktikan I A Bukti: Misalkan I A. Langkah ini memisalkan ingkaran atau negasi yang akan dibuktikan, sehingga disebut pembuktian tak langsung. Pernyataan I A, mengandung arti bahwa ada anggota himpunan kosong I yang tidak menjadi anggota himpunan A. Suatu keadaan yang tidak mungkin terjadi, karena I tidak mempunyai anggota. Dengan keadaan yang kontradiksi ini, dapat disimpulkan bahwa pemisalan tadi bernilai salah. Artinya pernyataan I A bernilai salah, yang benar adalah I A. 2. Buktikan 2 bukan bilangan rasional Bukti: Misalkan 2 adalah bilangan rasional. Dengan demikian 2 =
p . sebagai akibatnya baik p q
maupun q merupakan bilangan asli dan keduanya tidak memiliki faktor persekutuan selain 1. Dengan mengkuadratkan 2 =
2=
p2 q2
p didapat q
p2 =2q2
Karena 2q2 adalah bilangan genap, maka p2 juga genap. Karena p telah dinyatakan sebagai bilangan asli maka didapat p sebagai bilangan asli genap. Dengan demikian, p memiliki faktor 2. Jika sekarang dimisalkan p = 2r (2r)2 = 2q2 4r2 = 2q2 q2 = 2r2 Dengan argumen yang sama dengan yang diatas tadi dapatlah disimpulkan bahwa q adalah bilangan asli genap, yang memiliki faktor 2 juga seperti p. Suatu keadaan yang tidak masuk di akal sehat kita. Suatu keadaan yang kontradiksi. Alasannya, p dan q pada tahap awal pembuktian dinyatakan tidak memiliki faktor persekutuan selain 1, namun pada akhir pembuktian p dan q dinyatakan sama-sama memiliki faktor persekutuan 2. Keadaan yang tidak masuk akal ini pada akhirnya menunjukkan tentang salahnya pemisalan 2 sebagai bilangan rasional. Kesimpulannya 2 bukan bilangan rasional atau 2 merupakan bilangan irrasional. Dengan contoh di atas, jelaslah kiranya bahwa pembuktian tak langsung dengan kontradiksi adalah pembuktian dengan pemisalan ingkaran
PENGETAHUAN MATEMATIKA
pernyataan yang akan dibuktikan tadi sebagai hal yang benar, namun dengan langkah-langkah yang logis, pemisalan ini mengarah ke suatu keadaan yang kontradiksi, sehingga pemisalan tersebut dinyatakan sebagai hal yang salah. Artinya negasi dari negasi pernyataan tersebut sebagai hal yang benar. Kesimpulan akhirnya, pernyataan yang akan dibuktikan tersebut merupakan pernyataan yang benar. 3. Dengan mengandaikan bahwa siswa sudah tahu kebenaran teorema Pythagoras; buktikan kebenaran kebalikan teorema Pythagoras, yaitu jika a, b, dan c merupakan ukuran sisi-sisi suatu segitiga ABC yang memenuhi BC2 + AC2 = AB2, maka segitiga ABC tersebut adalah segitiga sikusiku di C. Bukti: Dimisalkan segitiga ABC tersebut bukan segitiga siku-siku di C. Dengan demikian, ∠C < 90o (Gambar 1(i)) atau ∠C > 90o (Gambar 1(ii)).
A
A
C
B
C
(i)
B (ii)
Gambar 1 Tarik segmen garis CD = CA dan CD ⊥ CB seperti terlihat pada Gambar 2 di bawah ini.
D
C
A
(i)
A
B Gambar 2
D
C
B (ii)
Karena CD ⊥ CB, berdasar terorema Pythagoras, akan didapat: BC2 + CD2 = BD2. Padahal diketahui bahwa CD = CA sehingga BC2 + CD2 = BC2 + CA2 = BA2. Dengan demikian diperoleh BD = BA. *)
Dengan kata lain terdapat dua segitiga yang samakaki, yaitu ∆ACD dan ∆ABD. Akibatnya: ∠CDA = ∠CAD ... 1) ∠BDA = ∠DAB ... 2) Pernyataan 1) dan 2) saling bertentangan karena jika dilihat pada Gambar 2(i) di atas, yaitu ∠CDA = ∠CAD. Sementara itu ∠BDA < ∠CDA, ∠DAB = ∠DAC + ∠CAB padahal ∠CDA = ∠DAC sehingga tidaklah mungkin ∠BDA = ∠DAB. Berdasarkan Gambar 2(ii) yaitu ∠CDA = ∠CAD. Sementara itu ∠BDA > ∠CDA, ∠DAB < ∠CAD, padahal ∠CDA = ∠DAC sehingga ∠DAB < ∠CDA < ∠BDA. Akibatnya tidaklah mungkin ∠BDA = ∠DAB seperti dinyatakan pada pernyataan 2). Kesimpulan akhirnya, pemisalan bahwa segitiga ABC bukan segitiga siku-siku di C adalah salah, sehingga didapat segitiga ABC merupakan segitiga siku-siku di C. Demikian sedikit gambaran mengenai pembuktian tak langsung dengan kontradiksi beserta bedanya dengan pembuktian langsung yang sudah dikenal para guru. Kegiatan pembuktian ini, terutama pembuktian yang mendasar seperti pembuktian langsung, tak langsung, dan induksi matematika, sangat penting diketahui dan dikuasai para siswa mengingat lemahnya kemampuan bernalar para siswa kita. Kadang-kadang hanya dengan beberapa contoh saja, siswa lalu menyimpulkan kebenaran suatu teorema. Sejatinya, dengan kegiatan pembuktian ini diharapkan akan adanya penataan kemampuan bernalar para siswa kita. Namun di sisi lain, pengetahuan prasyarat yang sangat diperlukan pada kegiatan pembuktian ini harus dibenahi lebih dahulu, sehingga ketika para siswa sampai pada kegiatan memanipulasi, para siswa tidak akan mengalami kesulitan ketika mempelajarinya. Mudah-mudahan artikel ini dapat membantu para guru, khususnya guru matematika SMA yang mengajar di kelas 1. Daftar Pustaka Cooney, T.J., Davis, E.J., Henderson, K.B. (1975). Dynamics of Teaching Secondary School Mathematics. Boston: Houghton Mifflin Company. Depdiknas (2003). Kurikulum 2004. Standar Kompetensi mata Pelajaran Matematika SMA dan MA. Jakarta: Depdiknas
Widyaiswara Matematika PPPG Matematika
Edisi 16, Juli 2006
13
PENGETAHUAN MATEMATIKA
Pengubinan dengan Poligon Beraturan oleh : Al Krismanto *)
Pengantar Sebuah poligon disebut poligon beraturan (teratur) bila semua sisinya sama panjang dan semua sudutnya sama besar. Jenis pengubinan dengan ubin poligon beraturan tergantung dari jenis dan banyak serta urutan penempatan poligonnya. Pada tulisan ini, semua sisi dari semua jenis poligon yang digunakan adalah sama panjang. Untuk menandai jenis pengubinannya digunakan angka-angka yang menunjukkan jenis poligon atau segi-n nya yang bersekutu pada setiap titik sudut. Misalnya pengubinan yang dinotasikan dengan “(3, 3, 3, 4, 4)” merepresentasikan pengubinan menggunakan urutan: segitiga samasisi, segitiga samasisi, segitiga samasisi, persegi, dan persegi di sekeliling setiap titik sudut persekutuannya, dengan setiap pasang sisi poligon berdekatan bersekutu. Karena mengelilingi sebuah titik, titik tersebut merupakan titik persekutuan lima titik sudut poligon dan urutannya bersifat siklis, Misalnya
14
“(3, 3, 3, 4, 4)” sama artinya dengan “(3, 3, 4, 4, 3)” atau “(3, 4, 4, 3, 3)”. Banyaknya dan jenis model pengubinan dengan poligon beraturan dapat dianalisis menggunakan matematika, khususnya besar sudut suatu poligon beraturan yang mengubin di sekeliling sebuah titik. Landasan dasarnya adalah ”rumus” besar sebuah sudut poligon beraturan bersisi n (yaitu
n 2 u 180 o ) dan jumlah semua sudut poligon n yang bersekutu pada sebuah titik untuk pengubinan adalah 360o. Dengan analisis tersebut maka pengubinan dengan poligon beraturan dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yaitu: 1. Pengubinan beraturan (regular tesselation). 2. Pengubinan setengah beraturan (semiregular tesselation). 3. Pengubinan setengah beraturan campuran (demi-regular tesselation).
PENGETAHUAN MATEMATIKA
1. Pengubinan beraturan (regular tesselation). Yang dimaksud dengan pengubinan beraturan adalah pengubinan dengan satu macam ubin (poligon) beraturan yang semuanya kongruen. Ada tiga macam pengubinan yang termasuk dalam kelompok ini, yang dinotasikan dengan: a.
(3, 3, 3, 3, 3, 3)
6 segitiga samasisi
(3, 3, 3, 3, 3, 3)
Gambar 1
b.
(4, 4, 4, 4) 4 persegi
(4, 4, 4)
Gambar 2
c. (6, 6, 6)
3 segienam beraturan
(6, 6, 6)
Gambar 3
Ketiga pengubinan gambar di atas masingmasing terjadi dari kelompok sudut (60o, 60o, 60o, 60o, 60o, 60o), (90o, 90o, 90o), dan (120o, 120o, 120o). (Lihat Gambar 4)
Edisi 16, Juli 2006
60o 60o
60o
60o
60o
90o 90o
60o
90o
90o 4 Gambar
120o 120o 120o
Gambar 2 Tidak ada jenis poligon beraturan lain yang dapat mengubin dengan satu macam poligon kongruen selain ketiga poligon di atas. (Mengapa?)
2. Pengubinan Setengah Beraturan (Semi-regular tesselation) Seperti pada pengubinan beraturan, pengubinan ini juga menggunakan ubin poligon beraturan. Pada pengubinan ini setiap titik sudutnya: • bersekutu tiga atau lebih poligon beraturan • ada dua atau lebih jenis poligon yang setiap jenisnya kongruen • panjang sisi semua poligon sama • urutan siklis jenis poligon yang bersekutu di setiap titik persekutuan, sama. Ada 8 (delapan) macam pengubinan semireguler. Berikut ini kedelapan macam pengubinan tersebut, angka-angka menunjukkan jenis poligon beraturannya, dan urutannya merupakan urutan siklis. a. (3, 3, 3, 3, 6) : empat segitiga sama sisi dan sebuah segi-6 beraturan. (Gambar 6) b. (3, 3, 3, 4, 4) : tiga segitiga sama sisi dan dua buah persegi. (Gambar 7) c. (3, 3, 4, 3, 4) : dua segitiga samasisi, sebuah persegi, sebuah segitiga samasisi, sebuah persegi. (Gambar 8) d. (3, 4, 6, 4) : sebuah segitiga samasisi, sebuah persegi, sebuah segi-6 beraturan, sebuah persegi. (Gambar 9) e. (4, 8, 8) : sebuah persegi dan dua octagon beraturan. ( G a m b a r 10) f. (3, 6, 3, 6) : sebuah segitiga samasisi, sebuah segi-6 (heptagon) beraturan, sebuah segitiga samasisi, sebuah segi-6 beraturan. (Gambar 11) g. (3, 12, 12) : sebuah segitiga samasisi, 15
PENGETAHUAN MATEMATIKA
dan dua buah segi-12 beraturan. (Gambar 12) h. (4, 6, 12) : sebuah persegi, sebuah heptagon beraturan, sebuah segi-12 beraturan. ( G a m b a r 13) Perhatikan Gambar 7 dan 8 yang mempunyai unsur sama: (3, 3, 3, 4, 4) dan (3, 3, 4, 3, 4) yang berarti 3 buah segitiga samasisi dan dua buah persegi. Karena urutannya berbeda, maka model hasil pengubinannya pun berbeda pula.
Gambar 11
Gambar 12 Gambar 6
Gambar 13 Gambar 7
Gambar 8
Tidak semua tripel poligon yang dapat mengubin di sekitar sebuah titik jika diperluas juga dapat mengubin bidang datar. Misalnya dua buah pentagon (segi-5) beraturan dan sebuah decagon (segi-10) beraturan yang tiga titiknya bersekutu dan sisi-sisinya semua sama panjang bersekutu pada sebuah titik: (5, 5, 10). Ketiganya tepat dapat mengubin di sekitar titik persekutuan sebab jumlah sudut-sudutnya = 108o + 108o + 144o = 360o. Namun jika pengubinan diperluas tidak dapat mengubin seluruh bidang datar. Ada bagian kosong pada pertemuan tiga pentagon yaitu di titik A. Jumlah sudut di titik tersebut 3 x 108o = 324o. Perhatikan Gambar 14. kosong
Gambar 9 T10
T1 T2
T4
T9 T8
A1 T3
T7 T6
T5
A2
kosong
Gambar 10
16
Gambar 14
PENGETAHUAN MATEMATIKA
Hal serupa juga terjadi pada tripel poligon beraturan lainnya dengan rangkaian (3, 10, 15), (3, 7, 42). (3, 8, 24), (3, 9, 18), dan (4, 5, 20).
3. Pengubinan setengah beraturan campuran (demi-regular tesselation) Pada kedua jenis pengubinan dengan ubin beraturan terdahulu, terdapat kelompok poligon yang sama di setiap titik persekutuannya. Artinya, jika di suatu titik sudut A terdapat kelompok poligon (3, 4, 6, 4), demikian pula yang terjadi di titik B dan titik-titik sudut persekutuan lainnya. Pada pengubinan demi-reguler, jika pada suatu titik sudut persekutuan terdapat kelompok poligon tertentu, maka pada titik sudut lainnya terdapat juga kelompok yang sama, tetapi di samping itu ada juga titik sudut lain yang kelompok poligonnya berbeda dari model pertama.. Jadi dalam pengubinan sebuah bidang datar dengan demi-reguler ada lebih dari satu model kelompok poligon beraturan di titik-titik sudut persekutuan yang berbeda. Perhatikan salah satu contohnya pada Gambar 15.
12 12 3 12 3 4 3 12 12 3 12 12 3 3 4 12 3
12 12 3 3 4 12 3 12 12 3
12 3 4 3 12 12 3
12 12 3 3 4 12 3
1. 2. 3. 4.
(3, 3, 3, 3, 3, 3)/(3, 3, 4, 12) (Gambar 16) (3, 3, 3, 3, 3, 3)/(3, 3, 4, 12)/(3, 3, 4, 3, 4) (Gambar 17) (3, 3, 3, 3, 3, 3)/(3, 3, 4, 3, 4) (1) (Gambar 18) (3, 3, 3, 3, 3, 3)/(3, 3, 4, 3, 4) (2) (Gambar 19) 5. (3, 3, 3, 3, 3, 3)/(3, 3, 3, 4, 4)/(3, 3, 4, 3, 4) (1) (Gambar 20) 6. (3, 3, 3, 3, 3, 3)/(3, 3, 3, 4, 4)/(3, 3, 4, 3, 4)(2) (Gambar 21) 7. (3, 4, 6, 4)/(3, 4, 4, 6) (Gambar 22) 8. (3, 3, 3, 4, 4)/(3, 4, 6, 4) (Gambar 23) 9. (3, 3, 4, 3, 4)/(3, 4, 6, 4) (Gambar 24) 10. (3, 4, 3, 12)/(3, 12, 12) (Gambar 25) 11. (3, 3, 4, 3, 4)/(3, 3, 4, 12)/(3, 4, 3, 12) (Gambar 26) 12. (3, 4, 6, 4)/(4, 6, 12) (Gambar 27) 13. (3, 3, 3, 4, 4)/(3, 3, 4, 3, 4)/(3, 4, 6, 4) (Gambar 28) 14. (3, 6, 3, 6)/(3, 3, 6, 6) (Gambar 29)
12 12 3 3 4 12 3
Gambar 15
Pada Gambar 15 tersebut terdapat dua macam kelompok poligon yaitu kelompok (3, 12, 12) dan kelompok (3, 4, 3, 12), yang jika pengubinannya dikembangkan dapat menutup seluruh bidang datar.
Gambar 16
Pengubinan demi-reguler pada Gambar 15 dilambangkan dengan (3, 4, 3, 12) / (3, 12, 12). Ada 12 (duabelas) macam pengubinan demireguler, yang di antaranya ada dua pasang yang masing-masing memiliki dua macam tampilan hasil pengubinan bidang yang berbeda, sehingga hasil model pengubinan bidangnya ada 14 macam. Pengubinannya adalah sebagai berikut:
Edisi 16, Juli 2006
Gambar 17
17
PENGETAHUAN MATEMATIKA
Gambar 18
Gambar 22
Gambar 19 Gambar 23
Gambar 20 Gambar 24
Gambar 21
18
Gambar 25
PENGETAHUAN MATEMATIKA
Gambar 29
Gambar 26
Gambar 27
Catatan 1. Dengan menggunakan pewarnaan yang bervariasi, dapat diperoleh bahwa sebuah model (gambar tertentu dari model pengubinan di atas) memberikan kesan pengubinan berbeda. 2. Berbagai strategi pembelajaran baik yang mengarah pada transformasi (rotasi, refleksi dan translasi) maupun yang bersifat kreatif, rekreatif dan aplikatif (dan juga ”seni”) dapat dikembangkan melalui pengubinan dengan poligon beraturan. Semoga bermanfaat. (Petikan dari naskah ”Pengubinan” )
Gambar 28 *)
Daftar Pustaka Bezuszka, S., Kenney, M, & Silvey, L. (1977). Tessellations: The Geometry of Patterns. Palo Alto, California: Creative Publications, Inc.
Widyaiswara PPPG Matematika Yogyakarta
Edisi 16, Juli 2006
19
PENGETAHUAN MATEMATIKA
MANUSIA TAK ADA YANG SEMPURNA MANUSIA TAK ADA YANG SEMPURNA (Oleh: Muhammad Danuri)
Widyaiswara PPPG Matematika Yogyakarta
Muhammad Danuri
*)
Ujian Nasional SMA tahun 2006 baru saja berakhir. Tiga jenis mata pelajaran yang telah ditetapkan untuk diujikan secara nasional adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Matematika. Kita semua khususnya para guru SMA/MA berharap semoga hasil ujian itu dapat mencerminkan kecerdasan, kecakapan serta ketrampilan siswa dalam menguasai /memiliki bidang keahlian yang merupakan mata uji pada Ujian Nasional tersebut dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari serta dapat digunakan sebagai bekal untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Kalau kita menengok sejenak Ujian Nasional tahun lalu (2004/2005), untuk mata palajaran Matematika (D10) Program Studi IPA (UTAMA) yang sudah menerapkan Kurikulum 2004 (KBK), disana kita dapat jumpai satu soal, yang berkode D10-P11-2004/2005, no. 28 selengkapnya sebagai berikut. Diketahui kubus ABCD.EFGH dengan rusuk 4 cm. Titik P dan Q masing-masing terletak pada pertengahan CG dan HG. Sudut antara BD dan bidang BPQE adalah D , nilai tan D = ….
20
a.
3 2 8
b.
3 2 4
c.
2
d.
3 2 2
e.
2 2
Kalau kita cermati, maka kunci jawaban yang disediakan tidak satupun yang benar. Saya berasumsi bahwa didalam menjawab soal, si penyusun soal (tim) menjawabnya adalah sebagai berikut.
PENGETAHUAN MATEMATIKA
H O
Q •
G Q •
H
G
F
E
F
E
•P •P
D
C
D
K A
B
Hubungkan HF dan EQ maka akan berpotongan di titik O. Maka BO adalah p royeksi BD pada bidang BPQE, dan DBO = KBO = D
' HOQ ~ ' FOE , sehingga OF : OH = EF : QH = 1 : 2.
D
C
K A
B
Perhatikan limas dengan puncak titik D dan alasnya bidang BPQE. Dari limas tersebut semua rusuknya dapat dicari panjangnya dengan menggunakan teorema Pythagoras. Alas limas berbentuk trapesium samakaki, dengan panjang sisi-sisinya masing-masing
HF = 4 2
BE = 4 2 ; BP = EQ = 2 5 dan PQ = 2 2 OF =
2 2 8 HF = u 4 2 = 3 3 3
OF = KB = Tan D =
8 3
OK KB
2
2
4 8 2 3
3 2 4
Jadi jawabnya adalah b Padahal kenyataannya bidang BDO tidak tegaklurus dengan bidang BPQE, sehingga BO bukan proyeksi dari BD terhadap bidang BPQE, KBO yang berakibat sudut D bukanlah
Sedangkan panjang rusuk-rusuk tegaknya adalah DB = DE = 4 2 dan DP = DQ = 2 5 (gunakan teorema Pythagoras) Dari ukuran-ukuran itu, maka dapat dibuat sketsa limas D. BPQE dalam posisi yang berbeda sebagai berikut Sekarang kita mulai menghitung bagian-bagian dari limas tersebut. Sudat antara BD dan bidang BPQE = sudut antara ED dengan bidang BPQE (karena limas D. BPQE terbagi dua yang simetri oleh bidang DMN. Proyeksi ED pada bidang BPQE adalah EO dan sudut antara ED dan bidang BPQE= DEO = D .
Yang tegaklurus terhadap bidang BDO adalah bidang ACGE. Alternatif jawab yang benar adalah sebagai berikut.
Edisi 16, Juli 2006
21
PENGETAHUAN MATEMATIKA
( DN ) 2 ( NO ) 2 ½° ¾ ( MD) 2 ( MO) 2 °¿
( DO) 2
D
( DO) 2
(DN)2 – (NO)2
= (MD)2 – (MO)2
( 3 2 )2 – (NO)2 = ( 2 6 )2 – (MN – NO)2
B S M
D
R
E
18 – (NO)2 (NO)2
= 24 – (MN)2 + 2 (MN)(NO) –
18 – (NO)2
= 24 – ( 3 2 )2 + 2. ( 3 2 )(NO) – (NO)2
P O
N
Q
18 – (NO)2
= 24 – 18 + 6 2 (NO) –(NO)2
36 – 24
= 6 2 (NO)
NO
= (12) : ( 6 2 ) =
MO = MN – NO = 3 2 Perhatikan Limas D. BPQE di atas, semua panjang rusuknya dapat dicari dengan teorema Pythagoras.
DN
(DO)2 = (DM)2 – (MO)2 = ( 2 6 )2 – ( 2 2 )2 = 24 – 8 = 16
= (DP)2 – (NP)2 = (2 5 )2 – ( 2 )2
DO
= 20 – 2
Dalam ' DEO, siku-siku di O, maka berlaku
= 18
(EO)2 = (DE)2 – (DO)2
=4
= ( 4 2 )2 – (4)2
= 3 2
= 32 – 16 = 16
Dalam ' DEM siku-siku di M, maka berlaku EO
(DM)2 = (DE)2 – (EM)2 = ( 4 2 )2 – ( 2 2 )2 = 32 – 8 = 24 DM
= 2 6
Dalam ' QRE, siku-siku di R, maka berlaku (QR)2
= (QE)2 – (ER)2 = (2 5 )2 – ( 2 )2 = 20 – 2 = 18
QR
=3 2
QR = MN = 3 2
Tan
=4
D = (DO) : (EO) =4:4=1
Jadi penyelesaian yang benar adalah nilai tan
D = 1.
Menurut pendapat saya, soal ini terlalu sulit jika dimunculkan dalam bentuk pilihan ganda, yang apabila diselesaikan biasa perlu waktu sekitar 15 – 20 menit. Padahal untuk soal pilihan ganda ratarata waktu hanya 3 menit untuk tiap butir soal. Meskipun ini soal Ujian Nasional yang menyusun tentunya juga para ahli di bidang pembelajaran metematika, namun yang namanya manusia tentu saja wajar jika terdapat kekurangan atau kekeliruan dalam menyusun soal Ujian Nasional. Inilah salah satu sifat manusia, tak ada yang sempurna. Sekian dan terima kasih.
*) Widyaiswara PPPG Matematika Yogyakarta
22
2 =2 2
Dalam ' DMO, siku-siku di O, maka berlaku
Dalam ' DNP siku-siku di N, maka berlaku (DN)2
2
PENGETAHUAN MATEMATIKA
KONSTANTA AJAIB dari PERSEGI yang AJAIB Guntur Sumilih, M.App.Sc *)
ABSTRAK Terdapat rumus umum untuk Persegi Ajaib derajat-n, n t 3 . Jumlah yang sama dari semua bilangan pada tiap baris, tiap kolom, dan tiap diagonal utama; dinamakan Konstanta Ajaib dari Persegi Ajaib.
Lebih lanjut, Rochmad (2000) menguraikan bahwa menurut kamus tersebut terdapat tiga bentuk dasar PA, yaitu:
Kata Kunci: Persegi Ajaib, rumus umum, Konstanta Ajaib, Tiga Bentuk Dasar, Tiga Pola Standar.
2
9
4
7
5
3
6
1
8
PENGANTAR
Gambar 1
Mungkin pembaca sudah memperoleh informasi tentang Persegi Ajaib (PA), namun Anda tetap harus memperhatikan uraian tentang PA yang satu ini. Apakah keistimewaannya? Silakan menikmati artikel ini. SEJARAH PA Upaya mempelajari PA (Magic Square) telah dilakukan manusia mulai berabad-abad yang lalu. Penyelidikan tentang PA, dilakukan pertama kali oleh bangsa China sekitar 4000 tahun yang lalu.
12
7
9
6
13
2
16
3
8
11
5
10
1
14
4
15
Gambar 2
DEFINISI PA Definisi PA menurut kamus Matematika yang disusun oleh T. Alarie Milington dan William Millington tahun 1971, yang dikutip oleh Rochmad (2000) adalah: Magic Square is a square array of n rows and n columns, developed from integer 1,2,3,4,…,n2. n being of order of magic square. The defining property of such square is the sum of the elemens in any rows, columns, or diagonal is the same.
9
2
25
18
11
3
21
19
12
10
22
20
13
6
4
16
14
7
5
23
15
8
1
24
17
Gambar 3
Edisi 16, Juli 2006
23
PENGETAHUAN MATEMATIKA
Pada gambar 1 dinamakan PA derajat-3, sebab terdiri dari tiga-kali-tiga susunan bilangan. Pada gambar 2 dan gambar 3 berturut-turut dinamakan PA derajat-4, dan PA derajat-5. Konfigurasi bilangan-bilangan pada gambar 1, gambar 2, dan gambar 3 dapat diatur lagi, sedemikian rupa sehingga tetap terjadi PA. Hingga saat ini terdapat hanya 1 tipe PA derajat-3, 880 PA derajat-4, dan belum diketahui berapa banyak PA derajat-5.
Dua PA dikatakan memiliki pola sama, jika cara menyusun bilangan-bilangan dalam PA itu sama, tidak bergantung pada banyak baris atau kolom dari dua persegi tersebut. Sebagai contoh, PA gambar 6 memiliki pola sama dengan PA gambar 7 tetapi memiliki pola berbeda dengan PA gambar 8.
Rochmad (2000) juga menguraikan definisi PA dari kamus Matematika yang disusun James tahun 1976 sebagai berikut. Magic Square is a square array of integers such that sum of the number in each rows, each columns, and each diagonal are all the same; such that
8
1
6
3
5
7
4
9
2
Gambar 6
21
28
3
10
19
17
3
13
27
7
9
16
20
7
11
15
6
8
15
24
26
9
19
5
12
14
23
25
5
13
22
29
4
11
Gambar 1
and
Gambar 7
1
15
14
4
12
6
7
9
8
10
11
5
13
3
2
16
Gambar 5
Jadi, berdasar dua kamus Matematika di atas, PA (Magic Square) adalah susunan bilanganbilangan bulat (integer numbers) dalam bentuk persegi yang terdiri dari n baris dan n kolom, sedemikian rupa sehingga jumlah semua bilanganbilangan pada setiap baris, setiap kolom, dan setiap diagonal semuanya sama. Jumlah yang sama dari semua bilangan pada tiap baris, tiap kolom, dan tiap diagonal utama disebut Konstanta Ajaib dari PA (Rade, 1984:13).Ternyata sekarang untuk menyusun PA tidak harus menggunakan bilangan Bulat, tetapi dapat diperluas ke bilangan Real. DEFINISI POLA PA Rochmad (2000) menguraikan: Pola (pattern) PA adalah cara penyusunan bilangan-bilangan untuk membentuk PA berdasar urutan Barisan Bilangan Aritmatika.
6
1
8
7
5
3
2
9
4
Gambar 8
Terdapat tiga pola standar untuk menyusun sebuah PA, sebagai contoh x
x
Pola-1 8
1
6
3
5
7
4
9
2
Gambar 9
Pola-2 1
15
14
4
12
6
7
9
8
10
11
5
13
3
2
16
Gambar 10
24
PENGETAHUAN MATEMATIKA
x
Pola-3 29
7
4
33
12
26
2
36
10
27
31
5
22
20
19
3
23
24
15
17
34
18
14
13
32
6
28
9
1
35
11
25
16
21
30
8
Gambar 11
LATIHAN 1.a). Tunjukkan bahwa konfigurasi bilangan pada gambar 12 adalah PA. (Anda harus menunjukkan bahwa jumlah semua bilangan pada tiap baris, tiap kolom, dan tiap diagonal utama adalah sama). b). Tentukan konstanta ajaibnya.
1
12
7
14
8
13
2
11
10
3
16
5
15
6
9
4
71
64
69
8
1
6
53
46
51
66
68
70
3
5
7
48
50
52
67
72
65
4
9
2
49
54
47
26
19
24
44
37
42
62
55
60
21
23
25
39
41
43
57
59
61
22
27
20
40
45
38
58
63
56
35
28
33
80
73
78
17
10
15
30
32
34
75
77
79
12
14
16
31
36
29
76
81
74
13
18
11
Gambar 14
4.a). Tunjukkan bahwa konfigurasi pada gambar 15 terdiri dari 4 PA, satu PA berada di dalam PA yang lain. b). Tentukan masing-masing Konstanta Ajaib PA derajat-3, derajat-5, derajat-7 dan derajat-9.
Gambar 12
2.a). Tunjukkan bahwa konfigurasi bilangan pada gambar 13 adalah PA. b). Tentukan Konstanta Ajaibnya.
11
24
7
20
3
4
12
25
8
16
17
5
13
21
9
10
18
1
14
22
23
6
19
2
15
Gambar 13
3.a). Tunjukkan bahwa konfigurasi bilangan pada gambar 14 merupakan PA derajat-9. Lebih lanjut tunjukkan bahwa masing-masing dari sembilan persegi yang menyusun PA derajat-9 itu juga merupakan PA derajat-3. b). Tentukan Konstanta Ajaib PA derajat-9, dan Konstanta Ajaib masing-masing sembilan PA derajat-3.
16
81
79
78
77
13
12
11
2
76
28
65
62
61
26
27
18
6
75
23
36
53
51
35
30
59
7
74
24
50
40
45
38
32
58
8
9
25
33
39
41
43
49
57
73
10
60
34
44
37
42
48
22
72
14
63
52
29
31
47
46
19
68
15
64
17
20
21
56
55
54
67
80
1
3
4
5
69
70
71
66
Gambar 15
Edisi 16, Juli 2006
25
PENGETAHUAN MATEMATIKA
5.a). Tunjukkan bahwa persegi pada gambar 16 tidak hanya PA, tetapi juga AJAIB GANDA (bi-magic), artinya jika Anda membuat konfigurasi baru yang tiap entrinya merupakan kuadrat dari entri yang tempatnya sesuai pada gambar 16, maka konfigurasi baru itu juga merupakan PA. b). Tentukan Konstanta Ajaib PA semula, dan Konstanta Ajaib PA yang terjadi setelah masing-masing entri dikuadratkan. 7
53
41
27
2
52
48
30
12
58
38
24
13
63
35
17
51
1
29
47
54
8
28
42
64
14
18
36
57
11
23
37
6. Sifat istimewa apakah yang terdapat pada gambar 17 berikut? 1
48
31
50
33
16
63
18
30
51
46
3
62
19
14
35
47
2
49
32
15
34
17
64
52
29
4
45
20
61
36
13
5
44
25
56
9
40
21
60
28
53
8
41
24
57
12
37
43
6
55
26
39
10
59
22
54
27
42
7
58
21
38
11
25
43
55
5
32
46
50
4
22
40
60
10
19
33
61
15
PENUTUP
45
31
3
49
44
26
6
56
34
20
16
62
39
21
9
59
PA telah memukau para matematikawan professional maupun penggemar Matematika. Para penggemar Matematika lebih banyak menemukan dan membuat PA baru daripada matematikawan professional. Anda dapat juga menyusun PA baru yang sejenis dengan PA pada Gambar 12 sampai dengan Gambar 16.
Gambar 16
Gambar 17 (Sumilih, 2000:58)
DAFTAR BACAAN Rade, L. & Kaufman, B.A., 1984, Adventures with Your Pocket Calculator, New York, Penguin Books Ltd. Rochmad, 2000, Norm dan Metric pada Ruang Bujur Sangkar Ajaib: Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pengajaran Matematika Sekolah Menengah, Malang: Panitia Seminar Jurusan Matematika Fakultas MIPA Universitas Negeri Malang. Sumilih, Guntur, 2000, Matematika Rekreasi, Mojokerto: Galang Sarana Pustaka. *)
26
Widyaiswara Matematika LPMP Jawa Timur
PENGETAHUAN MATEMATIKA
KARTU BERLUBANG
Menyusun Kartu dengan Menggunakan Korespondensi Satu-satu antara Sistem bilangan Biner dan Desimal Agus Budi Hartono *)
A. Pengantar Alat peraga diharapkan dapat menjadi jembatan bagi peserta didik agar mampu berpikir abstrak. Alat peraga adakalanya mengantarkan peserta didik untuk belajar sambil bermain. Pada materi-materi tertentu alat peraga didesain agar ketika peserta didik membuatnya berarti mereka telah belajar suatu materi tertentu. Tulisan ini memaparkan salah satu contohnya. Pengalaman yang penulis temukan di lapangan, ketika para peserta didik menerima pembelajaran dari guru tentang sistem bilangan yang terjadi adalah mereka tidak segera menangkap bahwa materi ini penting dan menarik, bahkan sebagian dari mereka mengatakan “Wah, ini lebih susah pak dibandingkan dengan sistem bilangan yang sehari-hari kita pakai,(maksudnya sistem bilangan desimal)”. Selanjutnya ada yang mengatakan mengapa mempelajari yang terang lebih merepotkan?. Motivasi adalah daya penggerak yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu dengan tujuan tertentu. (Materi Pelatihan Terintegrasi Buku 3, h:16). Andai pembelajaran sistem bilangan biner diawali dengan penugasan kepada siswa untuk menyusun kartu bernomor yang terlanjur acak sehingga mengikuti urutan naik atau turun, maka akan ditemui sebuah kondisi kelas yang asyik dan menyenangkan karena para peserta didik merasakan tengah bermain. Akan muncul semangat untuk berkompetisi, semangat untuk bekerjasama, akan terjadi masyarakat belajar (learning community) dan bahkan akan bertanya bagaimana cara membuat alat ini?
Edisi 16, Juli 2006
Materi yang disajikan adalah sistem bilangan yaitu sistem bilangan biner dan desimal. Alat peraga yang akan dibuat, kami beri nama Kartu Berlubang. Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran adalah menemukan aplikasi atau penerapan sistem bilangan tersebut dalam kehidupan sehari-hari, istilah yang sekarang populer disebut sebagai pembelajaran yang kontekstual. Dengan membuat dan menggunakan alat peraga ini, peserta didik diharapkan untuk mengetahui bahwa matematika bermakna bagi penyelesaian permasalahan yang ditemukan dalam kehidupan bermasyarakat. Alat peraga ini dapat bermanfaat bagi karyawan administrasi, pustakawan, dan karyawan lain yang berurusan dengan menyusun atau mengurutkan kembali kartu yang telah terlanjur acak urutannya. Cara kerja alat peraga ini bertalian dengan relasi satu-satu antara sistem bilangan desimal dengan sistem bilangan biner. B. Sistem Bilangan Biner dan Desimal Bilangan yang sehari-hari kita kenal disebut sistem bilangan desimal. Sistem bilangan desimal adalah sistem bilangan yang menggunakan sepuluh lambang bilangan antara lain 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Pada sistem ini bilangan dikelompokkan dalam satuan, sepuluhan, seratusan, seribuan, sepuluhribuan, seratusribuan, sejutaan, dan seterusnya. Contoh : a. 1.234.567 = 1 x 106 + 2 x 105 + 3 x 104 + 4 x 103 + 5 x 102 + 6 x 10 + 7 x 100 b. 890 = 8 x 102 + 9 x 101 + 0 x 100
27
PENGETAHUAN MATEMATIKA
Selain sistem bilangan di atas dikenal pula sistem bilangan biner. Sistem bilangan biner adalah sistem bilangan yang hanya menggunakan dua lambang bilangan yaitu 0 dan 1. Pada sistem ini bilangan dikelompokkan dalam satuan, duaan, empatan, delapanan, enambelasan, tigapuluhduaan, dan seterusnya.
bilangan biner harus dikupas, sedangkan lubang yang bersesuaian dengan nilai tempat angka 0 dibiarkan. Sebagai contoh kita ambil kartu bernomor 21. Bila ditulis dalam sistem biner 21 = 101012. Maka yang harus dikupas adalah lubang 2, 4 dan lubang 6.
Contoh : a. 1012 = 1 x 22 + 0 x 2 + 1 x 20 b. 110112 = 1 x 24 + 1 x 23 + 0 x 22 + 1 x 2 + 1 x 20
dikupas
Sistem bilangan biner disebut-sebut sebagai yang mendasari diciptakannya alat-alat komputasi (alat hitung) modern seperti kalkulator dan komputer. Jadi amatlah penting mempelajari sistem bilangan ini bagi kepentingan penguasaan sejumlah pengetahuan tentang bilangan yang pada gilirannya dipakai oleh peserta didik untuk mengenal kemajuan teknologi informasi.
C. Alat Peraga Kartu Berlubang 1. Cara Pembuatan Berikut ini langkah-langkah pembuatan kartu berlubang untuk 29 buah kartu. a. Setiap kartu diberi nomor 1, 2, 3, 4, 5, …,29. Tentu saja ini menggunakan sistem bilangan desimal. 5 masing6 b. Nomor-nomor pada kartu4tersebut masing direlasikan/dikawankan satusatu dengan angka pada sistem bilangan biner yang nilainya sama. Selanjutnya perhatikan : 1 = 12; 2 = 102; 3 = 112; 4 = 1002; 5 = 1012; …; 29 = 111012 c. Setiap kartu diberi lubang berderet SMP MUHAMMADIYAH 1 SURAKARTA menurut baris. Banyaknya lubang pada setiap kartu harus sama dan sesuai dengan banyaknya angka pada nomor kartu terbesar pada contoh ini adalah 29. Dan 29 bila ditulis dalam bilangan biner adalah 111012 terdiri atas 5 digit maka banyaknya lubang pada setiap kartu adalah 5 + 1 = 6 buah. d. Lubang paling kiri (1) dipakai agar tusukan terakhir semua kartu tidak jatuh. Untuk lubang selanjutnya, bila dibaca dari kanan ke kiri , lubang paling kanan adalah 20, 21, 22, 23, dan 24 e. Setiap lubang yang bersesuaian dengan nilai tempat angka satu pada sistem
21
28
1
2
3
4
5
6
21 PPPG MATEMATIKA YOGYAKARTA
SMP MUHAMMADIYAH 1 SURAKARTA
Sebelum dikupas
21 PPPG MATEMATIKA YOGYAKARTA
SMP MUHAMMADIYAH 1 SURAKARTA
Setelah dikupas 2. Cara Pemakaian Agar lebih jelas cara penggunaannya berikut disampaikan langkah-langkah menyusun Kartu Berlubang tersebut. Ada 2 kemungkinan yang dapat dilakukan yaitu : a. Andai kartu dikehendaki berurutan naik maka: 1) Bereskan kartu tersebut sehingga semua kartu nomornya menghadap penyusun. 2) Tusuklah lubang satu dengan penusuk yang telah tersedia. Kartu yang jatuh
PENGETAHUAN MATEMATIKA
susunlah sesuai dengan urutan jatuhnya dan simpan di belakang kartu yang tak jatuh. 3) Bereskan kembali kartu tersebut dan tusuklah lubang 2. Kartu yang jatuh urutkan sesuai dengan urutan jatuhnya dan simpan di belakang kartu yang tak jatuh. 4) Lakukan hingga lubang keenam, jika sudah sampai lubang keenam maka semua kartu setelah ditusuk dan diangkat pastilah tak ada yang jatuh. Ini berarti kartu telah terurutkan naik. b. Andai kartu dikehendaki berurutan turun maka: 1) Bereskan kartu tersebut sehingga semua kartu nomornya menghadap penyusun. 2) Tusuklah lubang satu dengan penusuk yang telah tersedia. Kartu yang jatuh susunlah sesuai dengan urutan jatuhnya dan simpan di depan kartu yang tak jatuh. 3) Bereskan kembali kartu tersebut dan tusuklah lubang 2. Kartu yang jatuh urutkan sesuai dengan urutan jatuhnya dan simpan di depan kartu yang tak jatuh. 4) Lakukan hingga lubang keenam, jika sampai lubang keenam maka semua kartu setelah ditusuk dan diangkat pastilah tak ada yang jatuh. Ini berarti kartu telah terurutkan turun.
D. Penutup Ketika alat peraga ini dipakai sebagai alat bantu pembelajaran ditemukan kecenderungan bahwa : alat peraga mampu memberi daya bagi (1) tumbuhnya motivasi, (2)tersampaikannya pesan komunikasi yang jelas, (3) tumbuhnya semangat berkompetisi,(4) tumbuhnya masyarakat belajar, dan (5) rasa ingin tahu yang lebih dalam ini berarti tepat jika memilih alat peraga sebagai alat komunikasi pembelajaran yang representative dan kondusif. Apalagi jika praktek membuat dan memperagakan alat peraga menyusun kartu diskenariokan diawal pembelajaran, sesuai dengan yang direkomendasikan oleh pendekatan pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Leraning) Direkomendasikan kepada para guru matematika SMP agar menugaskan kepada para peserta didik untuk membuat kemudian mencoba mengurutkan kartu yang telah terbuat. Ini cocok diterapkan kepada para peserta didik sebab ada unsur bermain sesuai dengan tarap perkembangan mental mereka dan ada sejumlah pengetahuan, ketrampilan dan nilai–nilai luhur yang perlu dibiasakan kepada para siswa, misalnya kompetisi, kerjasama, dan masyarakat belajar. Bukankah ini sesuai dengan pembelajaran yang direkomendasikan oleh kurikulum berbasis kompetensi? Semoga bermanfaat!
Daftar Pustaka Darhim (1992). Work Shop Matematika. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Departemen Pendidikan Nasional (2005). Materi Pelatihan Terintegrasi Buku 3. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional. Mungin Eddy Wibowo (2006). Go Global atau Tertinggal : Pendekatan Teknologi Informasi sebagai Strategi Keunggulan di Sekolah. Semarang : Makalah dalam National Congres & Business Forum 2006. Sayling Wen (2003). Future Of Education. Batam : Lucky Pubhlishers.
*)
Guru Matematika SMP Muhammadiyah 1 Simpon Kota Surakarta Pengurus MGMP Matematika SMP Kota Surakarta
Edisi 16, Juli 2006
29
PENGETAHUAN MATEMATIKA
Bagaimana Menyelesaikan
Rubik's cube? Sigit Tri Guntoro *)
Pengantar Rubik’s cube atau Kubus Rubik adalah sebuah teka-teki mekanik ditemukan pada tahun 1974 oleh pemahat sekaligus profesor arsitektur Hungaria bernama Ernő Rubik. Kubus ini terdiri dari 26 kubus kecil yang berputar pada suatu poros. Namun ada sementara orang yang menganggap bahwa kubus ini terdiri dari 27 kubus. Meskipun sebenarnya bagian tengah bukanlah suatu kubus melainkan hanya sebuah poros saja. Setiap sisi kubus ini memiliki sembilan permukaan dengan enam warna berbeda. Jika dilakukan perputaran maka akan terjadi suatu kombinasi warna pada sisi-sisinya. Kombinasi warna yang dihasilkan sebanyak 43.252.003.274.489.586.000. Dari sekian banyak kombinasi ini hanya ada tepat satu kombinasi yang merupakan solusi Kubus Rubik yakni masing-masing sisi kubus mempunyai warna yang sama. Pada tahun 1980 Kubus Rubik mulai dipasarkan di dunia barat, dan menjadi permainan paling banyak terjual di dunia. Jadilah Kubus Rubik sebagai permainan yang mendunia. Perkembangan selanjutnya orang ingin berpacu dalam menyelesaikan Kubus Rubik ini, sehingga pada tanggal 5 Juni 1982 diadakan kompetisi untuk pertama kali dalam adu cepat menyelesaikan Kubus Rubik di Budapest ibukota Hungaria. Pada kompetisi ini Minh Thai dari Vietnam berhasil menjuarai kompetisi dengan waktu tercepat yaitu 22,95 detik. Kemudian diadakan kompetisi serupa 30
setiap tahunnya. Untuk tahun 2006 tepatnya pada tanggal 14 Januari kompetisi diselenggarakan di Amerika Serikat dan dimenangkan oleh Leyan Lo mahasiswa California Institute of Technology yang memerlukan waktu 11,13 detik dan menjadi pemegang rekor dunia. Namun pada US National Competition yang diadakan tanggal 6 Agustus 2006, peserta dari Amerika Serikat keturunan Taiwan bernama Toby Mao berhasil mencatat waktu 10,48 detik sekaligus menjadi pemegang rekor dunia baru. Berikut ini akan disajikan salah satu solusi dari Kubus Rubik. Penulis sengaja menyajikan solusi tahap demi tahap dengan meninggalkan shortcut. Jelas bahwa cara ini kurang efisien. Karena tujuannya bukan “adu cepat” maka bukan masalah jika waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan kubus rubik lebih lama.
Penyelesaian Rubik’s cube Terdapat berbagai metode untuk menyelesaikan Rubik’s cube. Tiga diantaranya metode “layer”, metode “Petrus” dan metode “X”. Dua dari tiga metoda tersebut memerlukan gerakan rumit dan membutuhkan banyak shortcut, yakni metode layer dan metode Petrus, sedangkan metode “X” lebih sederhana dalam langkah-langkahnya dan lebih mudah dipahami. Namun ada kelemahan dalam metode ini, yaitu proses penyelesaiannya membutuhkan waktu yang relatif lama dari dua
PENGETAHUAN MATEMATIKA
metode lainnya terutama langkahnya yang terlalu panjang. Beberapa diketahui:
pengertian
awal
yang
perlu
Jika diberikan Rubik’s cube
Notasi: L
= Left Slice
V = Vertical-Center Slice R = Right Slice T = Top Slice H = Horizontal-Center Slice D = Down Slice F = Front Slice M = Middle Slice B = Back Slice Rotasi 90o searah jarum jam ditandai dengan huruf besar.
maka pengertian di bawah ini perlu diketahui:
Rotasi 90o berlawanan arah jarum jam ditandai dengan huruf besar didampingi tanda apostrop (‘). Rotasi 180o ditandai didampingi angka dua.
dengan
huruf
besar
Contoh: R’LF2 artinya Right Slice diputar 90o berlawanan arah jarum jam kemudian Left Slice diputar 90o searah jarum jam dilanjutkan Front Slice diputar 180o.
Untuk menyelesaikan Rubik’s cube diperlukan 5 tahap.
TAHAP I Menyusun suatu bentuk “X” pada salah satu sisi, seperti gambar di bawah ini
Karena kita tidak memperhatikan warna pada Horizontal-Center Slice dan Down Slice maka pengerjaan bentuk “X” awal ini tidak terlalu sukar.
TAHAP II Putar kubus 180o sehingga bentuk “X” yang pertama berada pada posisi Down Slice. Kemudian bentuklah “X”. Caranya, perhatikan apakah telah terbentuk posisi warna seperti ini:
Edisi 16, Juli 2006
31
PENGETAHUAN MATEMATIKA
TAHAP IV
Tahap ini adalah mengisi warna pada Top Slice dan Down Slice. a. Mengisi warna pada Top Slice: Putar Horizontal-center Slice sampai ketemu warna yang cocok untuk diisikan. Jika posisi warna yang cocok tersebut manghadap TAHAP IV kita (pada posisi front slice) maka lakukan Jika sudah tersusun bentuk diagonal seperti gerakan gambar di atas, lakukan langkah Tahap ini adalah mengisi warna pada Top Slice dan Down Slice. HR’H’R. . a. Mengisi warna pada Top Slice: F’ T F T R T’ R’ ………… (*) Jika posisi warna Putar Horizontal-center Slice yang sampaicocok ketemutersebut warna yang cocok untu berlawanan arah dengan kita (pada manghadap posisi diisikan. Jika posisi warna yang cocok tersebut kita (pada pos Perhatikan langkah itu dan selidiki mengapa slice) makagerakan lakukan gerakan front slice)back maka lakukan langkah tersebut dapat menjadikan bentuk H’RHR’ . “X” pada sisinya. Jika belum tersusun bentuk HR’H’R. . diagonal, ulangi langkah (*) di atas sampai Jika pada Horizontal-center Slice belum ditemukan warna yang cocok untuk diisikan, tersusun bentuk diagonal dan lakukan sekali lagi Jika posisi warnapada yangTop cocok berlawanan arah dengan kita (pa carilah Slicetersebut atau Down Slice pasti maka akan terbentuk “X”. Kemudian dilanjutkan posisi backketemu. slice) maka lakukan gerakan Selanjutnya pindah warna tersebut TAHAP III. ke posisi Right Slice dan lakukan gerakan H’RHR’ . TAHAP III R’H2R Dari sini kita sudah mempunyai 2 bentuk ”X” maka warna yang cocok tadi akan berada pada Jika pada Horizontal-center Slice belum ditemukan warna yang cocok untu yaitu sisi atas dan sisi bawah. Abaikan warnaHorizontal-center Slice.atau Down Slice pasti ketemu. Selanjutn diisikan, carilah pada Top Slice warna pada Horizontal-Center Slice. Kemudian Ulangi langkah-langkah di Slice atas sampai Top gerakan pindah warna tersebut ke posisi Right dan lakukan hitunglah banyak pasangan warna yang sama Slice terisi warna yang cocok kecuali pada pada Top Slice dan Down Slice. satu yang harus dikosongkan, dinamakan R’H2R kotak kunci. Kotak kunci ini akan digunakan bersamaan pengisian pada Down maka warna yang cocokdengan tadi akan berada pada Horizontal-center Slice. Slice. Ulangi langkah-langkah di atas sampai Top Slice terisi warna yang coco Pasangan warna sama Mengisi pada Down Slice dinamakan kotak kunci. Kot kecualib. pada satu warna yang harus dikosongkan, kunci ini digunakan bersamaan dengan pengisian pada Down Slice. akan Proses pengisian sama persis dengan proses nomer a.) di atas dengan memperhatikan Pasangan warnab.sama Mengisi warna pada Down Slice R atau R’ posisi kotak bahwa pada gerakan Proses pengisian sama persis proses nomer a.) di atas deng kunci harus pada posisidengan Right Slice. memperhatikan bahwa pada gerakan atau R’ posisi kotak kunci harus pa c. Mengisi warna pada kotak R kunci Pasangan warna sama Pasangan warna sama posisi Right Slice. Lakukan langkah atau gerakan persis seperti pengisian Top Slice di atas sedemikian hingga c. Mengisi warna pada kotak kunci Banyak pasangan warna sama akan berjumlah terbentuk susunan seperti di bawah ini Lakukan langkah atau gerakan persis seperti pengisian Top Slice di at 0,1,2,4,5 atau 8. Jika ada 0 atau 1 pasangan warna sama lakukan gerakan sedemikian hingga terbentuk susunan seperti di bawah ini R2 F2 R2 maka diperoleh 2,4, atau 5 pasangan warna sama. Posisikan warna yang sama tersebut (sebarang warna yang sama) pada Front Slice. Kemudian lakukan gerakan
Kotak kunci
R2 F2 T sebanyak lima kali maka akan diperoleh 8 pasangan warna yang sama.
32
Perhatikan susunan warna hitam (Top Slice) dan warna pada lubang kunc Jika telah sesuai seperti gambar di atas, isikan warna yang cocok pada Dow Slice. Dengan sendirinya kotak kunci pada Top Slice akan terisi warna yan cocok (dalam hal ini hitam). Dari sini diperoleh dua slice sudah selesai yaitu Top Slice dan Down Slice.
PENGETAHUAN MATEMATIKA
Perhatikan susunan warna hitam (Top Slice) dan warna pada lubang kunci. Jika telah sesuai seperti gambar di atas, isikan warna yang cocok pada Down Slice. Dengan sendirinya kotak kunci pada Top Slice akan terisi warna yang cocok (dalam hal ini hitam). Dari sini diperoleh dua slice sudah selesai yaitu Top Slice dan Down Slice.
-
Kasus 2 : Kotak tersebut warnanya sesuai tetapi posisi terbalik. Putar kubus dan bawa kotak tersebut ke posisi Right Slice – Top Slice kemudian lakukan gerakan R’ H R2 H2 R’ T2 R H2 R2 H’ R T2 Abbrakkadabbra…. Maka diperoleh kasus 1. Lakukan penyelesaiannya seperti kasus 1 di atas
Seperti pada gambar bawah di ini.bawah ini. Seperti padadigambar
dan akhirnya Abbrakkadabbra….
Berarti tinggal tahap lagisatu yaitu penyelesaian Berartisatutinggal tahap lagi Rubik’s yaitu cube. penyelesaian Rubik’s cube.
TAHAP V
Referensi:
http://www.rubiks.com TAHAP V http://home.earthlink.net/~edanlewis/rcube/ Tahap ini adalah tahap penyelesaian Rubik’s Tahap ini adalah tahap penyelesaian Rubik’s cube. cube. Lihat Horizontal-center Slice sambil diputar-putar. Apakah sudah ada kotak yang diputarmenempati posisiLihat pas? Horizontal-center Maksud posisi pas Slice adalahsambil warnanya sesuai dan pada tempatnya putar. Apakah sudah kotak yang gerakan menempati atau warna sesuai tapi terbalik. Jika ada belum lakukan posisi pas? Maksud posisi pas adalah warnanya sesuai dan pada tempatnya atau warna sesuai tapi H’R2HR2 terbalik. Jika belum lakukan gerakan
maka pasti akanH’R2HR2 ditemukan kotak yang menempati posisi pas. Selanjutnya, putar kubus secara maka horisontal bawa kotak tersebut ke posisi Left Slice - Front Slice. pastidan akan ditemukan kotak yang menempati posisi pas. Selanjutnya, putar kubus secara
- Kasus 1horisontal : Kotak tersebut warnanya sesuai dan tempatnya. dan bawa kotak tersebut kepada posisi Left Lakukan gerakan Slice - Front Slice. -
Kasus 1 : Kotak tersebut warnanya sesuai dan
HR2H’R2 pada tempatnya.
Lakukan gerakan maka (jika anda beruntung) anda telah selesai, SELAMAT. maka HR2H’R2 Jika belum akan ditemukan dua kotak pada posisi pas namun warnanya maka (jika anda beruntung) anda telah selesai, terbalik. Lakukan gerakan SELAMAT. H R2 H2 R'maka T2 Rakan H2 R2 H' R T2 dua kotak R'Jika belum ditemukan pada posisi pas namun warnanya terbalik. Referensi: maka SELAMAT, BERHASIL. LakukanANDA gerakan http://www.rubiks.com R’ H R2 H2 R’ T2 R H2 R2 H’ R T2 http://home.earthlink.net/~edanlewis/rcube/ - Kasus 2 : Kotak tersebut warnanya sesuai tetapi posisi terbalik. maka SELAMAT, ANDA BERHASIL.
Putar kubus dan bawa kotak tersebut ke posisi Right Slice – Top Slice kemudian lakukan*)gerakan Unit Lab Matematika PPPG Matematika Yogyakarta R' H R2 H2 R' T2 R H2 R2 H' R T2 Maka diperoleh kasus 1. Lakukan penyelesaiannya seperti kasus 1 di atas Edisi 16, Juli 2006
dan akhirnya
33
PENGETAHUAN MATEMATIKA
MEMAKNAI HIDUP MELALUI KONJUNGSI MATEMATIKA Dra. Ani Taruastuti
*)
1. PENDAHULUAN Seperti kita ketahui bersama, guru memiliki tiga peran utama yaitu sebagai pengajar, pelatih, dan pendidik. Sebagai pengajar, guru bertugas menyiapkan rencana pembelajaran, menyajikan program sampai dengan melakukan evaluasi ketuntasan program pengajaran. Sekiranya ketuntasan itu belum tercapai, maka guru wajib melakukan remedial. Sebagai pelatih, guru wajib membekali siswanya dengan ketrampilanketrampilan yang akan mendukung kemampuan kognitif siswa untuk menunjang masa depannya kelak. Dan sebagai pendidik, guru berkewajiban membekali siswanya dengan nilai dan sikap tingkah laku yang sesuai dengan norma agama dan hukum negara. Tugas mendidik sesuai norma agama tentu tidak harus menjadi tugas guru agama saja, tetapi semua guru bidang studi apapun memiliki kewajiban yang sama dalam hal ini. Dalam tulisan ini akan diuraikan bahwa untuk mendidik sesuai norma agama dapat dilakukan melalui pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika selama ini masih dianggap sebagai pembelajaran yang sulit karena penggunaan simbol dan lambang yang dimaknai sebagai hafalan rumus. Pembelajaran matematika juga terlalu dipengaruhi pandangan bahwa matematika merupakan alat yang siap pakai. Pandangan ini mendorong guru bersikap cenderung memberi tahu konsep/sifat/teorema 34
dan cara menggunakannya. menjadi terpusat pada guru.
Pembelajaran
Menurut Freudenthal, matematika merupakan kegiatan manusia yang lebih menekankan aktifitas siswa untuk mencari, menemukan, dan membangun sendiri pengetahuan yang diperlukan. Pembalajaran menjadi terpusat pada siswa. Pembelajaran matematika itu sendiri pada dasarnya: • Menggunakan permasalahan kontekstual (nyata bagi siswa). • Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan. • Mengembangkan kreatifitas yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan melalui pemikiran divergen, orisinal, membuat prediksi, dan mencoba-coba (trial-anderror). • Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah (problem-solving) dan komunikasi. • Menggunakan model (modeling). • Penemuan kembali (reinvention) konsep/ rumus/definisi/prosedur dengan bimbingasn guru.
2. KONJUNGSI MATEMATIKA Pembahasan konjungsi matematika adalah pembahasan mengenai pernyataan majemuk yang disusun dari pernyataan tunggal dengan
PENGETAHUAN MATEMATIKA
menggunakan kata hubung “dan”. Kebenaran konjungsi ditentukan oleh kebenaran pernyataan tunggal yang menyusunnya. Konjungsi akan bernilai benar jika kedua pernyataan tunggal penyusunnya benar. Disajikan di sini tabel kebenaran konjungsi: Nilai Pernyataan 1
Pernyataan 2
kebenaran
Benar
Benar
Benar
Benar
Salah
Salah
Salah
Benar
Salah
Salah
Salah
Salah
Konjungsi
Pengetahuan (Q.S. Thaha 20:114) Demikian pula Sunnah Rasul: • Bukankah obat kejahilan/kebodohan itu bertanya? (HR Hakim, Abu Dawud, Ibnu Majah) • Barang siapa menempuh suatu perjalanan dalam menuntut ilmu, maka Allah akan melapangkan jalannya ke surga. (HR. Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud). Barangsiapa menghendaki kesuksesan dunia, maka wajib baginya mencarinya dengan ilmu. Jika menghendaki keberhasilan akherat, wajib baginya dengan ilmu. Jika menghendaki keduanya, wajib baginya mencari dengan ilmu.
3.1. MEMAHAMI SURAT AL ASHR AYAT 3 MELALUI KONJUNGSI MATEMATIKA Sebagai contoh: Pernyataan 1: Indonesia terletak di Asia Tenggara (benar) Pernyataan 2: Indonesia beribukota di Jakarta (benar) Maka konjungsi: ”Indonesia terletak di Asia Tenggara dan beribukota di Jakarta”. Konjungsi ini bernilai benar karena pernyataan tunggalnya (pernyataan 1 dan pernyataan 2) keduanya benar. Jika pernyataan 2 berbunyi: Indonesia beribukota di Semarang (salah) Maka konjungsinya: “Indonesia terletak di Asia tenggara dan beribukota di Semarang”. Konjungsi ini bernilai salah.
3. MEMAHAMI AYAT AL QUR’AN MELALUI KONJUNGSI MATEMATIKA Pendidikan adalah ibadah tertinggi dalam Islam, dengan alam sebagai tempat belajar, manusia sebagai subyek belajar, dan hidup beriman sebagai tujuan belajar (lihat Drs. Hery Noer Aly dalam bukunya Watak Pendidikan Islam). Ini dapat dilihat dari ayat pertama yang diturunkan Allah, yaitu perintah untuk belajar (Surat Al Alaq). Juga ada di beberapa Surat yang lain. Diantaranya: • Ketahuilah (ilmuilah), bahwa tidak ada Illah selain Allah (QS. Muhammad 47:19) • Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku Ilmu
Edisi 16, Juli 2006
Terkait dengan proses pendidikan (segi afektif), maka matematika harus lebih banyak diarahkan pada permasalahan kontekstual (nyata bagi anak), sehingga anak merasa sangat perlu untuk mempelajari matematika. Dengan konjungsi matematika, guru dapat menyampaikan firman Allah untuk lebih menekankan pemahaman anak. Sebagai contoh, mari kita lihat Surat AL Ashr ayat 3: “Sesungguhnya manusia dalam kerugian kecuali, mereka yang beriman dan beramal shalih…” Dapat dikaji sebagai berikut::”kita tidak dalam kerugian jika beriman dan beramal shalih”. Sesuai hokum konjungsi, kedua hal itu harus dilakukan. Jika hanya beriman saja tanpa beramal shalih maka kita dalam kerugian. Atau sebaliknya, jika kita beramal shalih saja tanpa beriman, maka kita pun tetap dalam kerugian. Apalagi kalau kita tidak melakukan keduanya, maka kita jelas-jelas dalam kerugian besar. Keimanan adalah keyakinan besar, sedangkan beramal shalih adalah tindakan nyata dalam keimanan itu. Menurut ensiklopedi Islam Indonesia, Iman berfungsi dsalam memberikan pengaruh positif dalam menunaikan kewajiaban yang berhubungan dengan harta benda, mengakui kesalahan dan bersedia menerima hukuman, menegakkan hukum dan memelihara amanah, Pemerintah dan keadilan, perniagaan dan hubungan sehari-hari serta dalam menolong dan mengutamakan kawan. Sementara amal shalih hampir selalu ditempatkan pada urutan
35
PENGETAHUAN MATEMATIKA
ke dua setelah kata beriman. Amal shalih adalah perbuatan yang dianggap baik oleh manusia, sesuai dengan fitrahnya untuk membedakan yang baik dan yang buruk. Demikian pula menurut Al Baqarah ayat 277 disebutkan bahwa amal shalih adalah perbuatan yang sesuai dengan panggilan jiwa, seperti memenuhi segala kebutuhan secara wajar dan kasih sayang. Amal shalih harus didasarkan pada keimanan, atau dapat dikatakan bahwa amal shalih adalah manifestasi keimanan itu sendiri.
3.2. MEMAHAMI SURAT ALI IMRAN 112 MELALUI KONJUNGSI MATEMATIKA Firman Allah yang lain juga tepat sebagai contoh konjungsi matematika terdapat pada Surat Ali Imran 112 yang intinya:” manusia berada dalam kehinaan kecuali jika menjaga hubungan dengan Allah dan hubungan dengan sesama manusia ( Hablum Minallah dan Hablum Minannas)”. Di sini ada dua dimensi yang harus dipenuhi, yaitu hubungan vertikal dengan Tuhan pencipta *)
36
Guru Matematika SMA N 1 Ungaran
alam, menaati aturan dan menjauhi larangannya. Namun demikian, harus pula dikembangkan hubungan horizontal kepada sesama makhluk yang lain, menaati peraturan dan UndangUndang Negara. Dalam hal ini, pada diskusi yang dikembangkan di kelas, siswa menyepakati menolak bentuk-bentuk anarkhisme yang berkembang di masyarakat, meskipun dengan dalih untuk kemaslahatan umat. Demo anti demografi pornoaksi maupun penolakan majalah playboy yang disertai perusakan dan ancaman sangat tidak sesuai dengan hukum konjungsi matematika yang berlaku pada Surat Ali Imran 122 di atas, karena hubungan baik degan sesama manusia tidak dipenuhi di sini. PENUTUP Pemahaman keagamaan dapat dilakukan pada bidang pelajaran manapun termasuk juga pada pembelajaran Matematika. Dengan demikian pembelajaran tidak hanya sekedar mentransfer ilmu duniawi, namun juga diharapkan dapat meningkatkan keimanan peserta didik.
PENGETAHUAN MATEMATIKA
PROSES VERSUS PRODUK DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA Solichan Abdullah
*)
PENDAHULUAN Salah satu masalah yang dihadapi bangsa Indonesia dalam bidang pendidikan saat ini adalah masih rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenis dan jenjang sekolah. Di sisi lain, penyelenggaraan sekolah dituntut harus dilakukan secara bertanggung jawab dan harus berperan aktif dalam merealisasikan kebijakan pendidikan nasional. Agar lulusan pendidikan nasional memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai standar mutu nasional dan juga internasional, maka seluruh program/ kegiatan peningkatan mutu pendidikan perlu dikembangkan dengan pendekatan berbasis kompetensi. Hal ini harus dilaksanakan agar sistem pendidikan nasional dapat merespon secara proaktif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, serta tuntutan desentralisasi. Kualitas proses dan produk pendidikan kita sekarang ini dianggap masih jauh dari memadai, lebih-lebih kalau dikaitkan dengan upaya mempersiapkan manusia Indonensia
Edisi 16, Juli 2006
di abad global. Banyak hasil penelitian akhirakhir yang menunjukkan hal tersebut yang tidak perlu dikupas lagi karena kita terlalu sering mendengarkannya. Hasil yang kurang memuaskan ini mungkin sebagian terjadi karena kekurangpahaman kita menyelenggarakan proses pembelajaran yang memenuhi persyaratan, sebagian lagi mungkin karena kekeliruan cara pandang kita terhadap proses pendidikan. Pada saat ini proses pendidikan sebagian besar dilakukan melalui penyampaian informasi, bukan pemrosesan informasi yang mengacu ke arah pemecahan masalah. Di sekolah, guru masih tetap merupakan sumber informasi yang paling dominan, padahal sumber informasi lain demikian melimpah yang menuntut untuk dimanfaatkan. Proses pendidikan sebagian besar masih berpusat pada kegiatan mendengarkan dan menghafalkan, bukan memberikan interpretrasi dan makna terhadap apa yang dipelajari dalam upaya untuk membangun pengetahuan sendiri. Dalam mengimplementasikan kemampuan dan keterampilannya di kelas, seringkali guru dihadapkan pada dua masalah yang klasik, yaitu 37
PENGETAHUAN MATEMATIKA
mengajar yang berorientasi pada hasil belajar, lebih khusus lagi prestasi belajar (produk) peserta didik dan mengajar yang menekankan pada proses pembelajaran. Mengajar yang berorientasi pada produk dalam hal ini diartikan pendekatan pembelajaran yang cenderung pada kegiatan mengajar guru (teacher centered) karena guru merasa dikejar oleh target penyelesaian kurikulum, walaupun kesulitan siswa dalam menerapkan konsep matematika tidak hanya disebabkan dari diri siswa tetapi juga dari luar siswa. Di lain pihak mengajar yang menekankan pada proses dalam hal ini diartikan pembelajaran yang cenderung pada kegiatan pembelajaran siswa (student centered). Pada tahun ajaran 2005/2006 pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional membuat suatu kebijakan baru tentang ujian nasional (UNAS), yaitu aturan kelulusan peserta didik. Peserta didik SMP/MTs atau SMA/MA/SMK yang mengikuti ujian dinyatakan lulus jika nilai ujian yang diperolehnya minimal 4,26 dan nilai rata-rata semua mata uji adalah lebih dari 4,50. Bagi yang tidak dapat memenuhi syarat tersebut dinyatakan tidak lulus dan harus mengulang tahun ajaran mendatang. Jika mau, mereka diberi kesempatan untuk mengikuti ujian KEJAR PAKET B atau C. UNAS untuk peserta didik SD/MI/SLB mulai dilaksanakan 3(tiga) tahun sejak tahun ditetapkannya Peraturan Pemerintah RI No.19 Tahun 2005. Kebijakan tersebut ditanggapi beraneka ragam, ada yang setuju dan ada pula yang kurang setuju, walaupun akhirnya semua satuan pendidikan harus mengikuti UNAS. Untuk mengantisipasi hal itu mereka harus membuat persiapan semaksimal mungkin dan berusaha dengan serius karena tidak mau disalahkan apabila peserta didiknya ada yang tidak lulus. Langsung atau tidak langsung kebijakan tersebut membawa dampak pada masalah proses pembelajaran di kelas. Ada guru yang memfokuskan pada kegiatan pembelajaran yang mengutamakan pada hasil belajar (produk), di lain pihak ada guru yang menekankan pada proses dalam pembelajaran.
MENGAPA PRODUK? Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian guru masih menggunakan paradigma lama dalam mengajar. Dalam pembelajaran matematika, guru memulai sajian dengan mengajar teori/definisi/ teorema, diberikan contoh, dan terakhir diberikan 38
latihan soal-soal. Pendekatan pembelajaran seperti ini disebut ‘mekanistik’, tidak ada ‘matematisasi horisontal’ maupun ‘matematisasi vertikal’ (Suryanto, 2001) dan struktur pembelajaran seperti ini hampir selalu dilakukan setiap pertemuan. Pada waktu membahas teori, peserta didik cukup memahaminya melalui penjelasan guru walaupun kadang-kadang tidak memahami apa yang mereka kerjakan sedangkan teorema tidak perlu dibuktikan karena sebagian peserta didik merasa tidak tertarik karena cukup rumit dan menghabiskan banyak waktu. Dalam kenyataannya, bukti tidak pernah ditanyakan dalam ujian apapun sehingga waktu yang digunakan untuk membahas bukti dapat dimanfaatkan untuk membahas latihan soal, terutama yang sering muncul dalam ujian. Masalah penalaran, diharapkan dalam masa pertumbuhan peserta didik akan muncul dengan sendirinya. Dalam skenario pembelajaran ini memang guru agak mendominasi kegiatan pembelajaran karena mengajar adalah menyampaikan pengetahuan dan belajar adalah memahami apa yang disampaikan oleh guru sehingga peserta didik harus melaksanakan perintah guru berlatih mengerjakan soal. Agar waktu yang tersedia dapat digunakan sebaikbaiknya maka guru harus mengatur dan menentukan bahan pelajaran, sedangkan peserta didik tidak turut serta merancang, menentukan langkah-langkah, dan menilai hasil belajar sehingga peserta didik terfokus pada tugasnya yaitu belajar. Memang, pada pembelajaran seperti di atas, peserta didik belajar secara prosedural dan algoritmik, dan cara-cara inilah yang diangggap oleh sebagian guru paling praktis, efektif dan menurut pengalaman mereka selama ini cukup berhasil dalam menyiapkan peserta didik untuk menghadapi ujian. Terbukti, sebagian peserta didik maupun orang tuanya selalu menginginkan untuk mengikuti les privat yang metodenya hanya membahas cara-cara penyelesaian soal atau mengutamakan latihan dan menghafal faktafakta yang diharapkan akan keluar pada ujian. Peserta didik memburu tempat belajar yang dapat memberikan kepuasan dalam mengerjakan soal yaitu mencari trik-trik pengerjaan soal, mencari ‘jalan tol’ sehingga dalam ujian mampu bersaing dengan temannya. Guru mempertahankan caracara ini yang digunakan dalam pembelajaran karena alasan ‘terpaksa karena ujian’, jadi teaching for the test. Dengan strategi tersebut,
PENGETAHUAN MATEMATIKA
guru dapat mengontrol kelas, mengarahkan kegiatan pembelajaran sehingga target materi yang ditetapkan kurikulum dapat dicapai. Sebagian guru lebih suka menggunakan cara-cara seperti itu, sebab dalam kenyataannya soal-soal yang ditanyakan dalam ujian nasional (UNAS) hanya menguji ranah kognitif peserta didik dan instrumennya adalah tes tertulis bentuk pilihan ganda. Begitu pula dengan peserta didik yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi, mereka cukup mempersiapkan diri dengan mengikuti les baik yang diadakan oleh sekolah maupun lembaga bimbingan belajar atau les privat. Tujuannya adalah supaya mereka dapat lulus dan mendapat nilai baik dan dalam kenyataannya banyak peserta didik yang berhasil dengan cara seperti ini. Dengan cara-cara seperti itu ternyata dapat mencetak banyak pemimpin bangsa termasuk ahli pendidikan saat ini.
serta menginginkan sesuatu yang aman bagi dirinya. Strategi apapun yang ditawarkan oleh para inovator pembelajaran yang mengajak untuk memperhatikan proses pembelajaran dianggap membuang-buang waktu sehingga tidak akan mengubah persepsi guru dalam mengajar selama ini. Pembelajaran dikatakan efektif apabila nilai ulangan/ujian peserta didik memuaskan sehingga mereka lulus ujian karena memenuhi passing grade yang ditetapkan walaupun dengan metode yang didominasi oleh ceramah. Masyarakat awam seolah tidak mau tahu pada masalah proses pembelajaran dan mereka hanya mengharapkan nilai ujian anaknya baik, lulus, dan dapat masuk sekolah favoritnya. Dengan demikian seolah terjadi ‘kolusi’ antara peserta didik, orang tua, dan guru.
Prestise dan prestasi sekolah dipertaruhkan pada waktu peserta didik mengikuti ujian karena nilai ujian sangat mempengaruhi ‘nasib’ peserta didik maupun sekolah di masa depan. Sistem penilaian seperti inilah yang memprihatinkan pihak sekolah dalam hal ini guru, sehingga guru perlu membuat langkah-langkah strategis untuk menyikapinya. Salah satu ciri manusia adalah melakukan sesuatu yang tidak merepotkan dirinya
Misalkan kita berada di terminal bus setelah pulang dari luar kota, kemudian kita akan pulang ke rumah. Ada bermacam-macam cara kita untuk pulang antara lain dengan naik taksi, naik becak, atau naik kendaraan lain. Jika dibandingkan dengan naik taksi maka naik becak akan membutuhkan waktu yang lebih lama, tetapi pengalaman orang yang naik becak kemungkinan akan lebih banyak dari yang naik taksi, antara
Edisi 16, Juli 2006
MENGAPA PROSES?
39
PENGETAHUAN MATEMATIKA
lain dapat menikmati perjalanan dengan santai, menikmati pemandangan alam atau memandang gedung-gedung dengan jelas dan lebih lama, dapat bertemu dan bertegur sapa dengan teman atau orang lain dengan mudah karena jalannya becak pelan. Uraian di atas adalah salah satu gambaran dalam pembelajaran yang menekankan proses daripada produk. Walaupun time is consuming atau akan menyita banyak waktu tetapi peserta didik diharapkan mendapat banyak pengalaman dalam belajar. Menurut Kolb (984), salah satu karakteristik belajar melalui pengalaman adalah belajar lebih dipersepsikan sebagai proses, bukan sebagai hasil. Peserta didik adalah sosok makhluk hidup yang mempunyai potensi diri yang dapat dikembangkan, sehingga harus diberdayakan bukan diperdaya. Suatu proses pembelajaran yang efektif dan bermakna (Ausubel dalam Hudoyo, 1988:112) akan berlangsung apabila memberikan keberhasilan dan kepuasan baik bagi guru maupun peserta didiknya. Dalam rangka menuju ke pembelajaran bermakna itu maka telah dikembangkan strategi, pendekatan, metode pembelajaran yang mengaktifkan peserta didik, antara lain dikenal dengan istilah cara belajar siswa aktif (CBSA), pembelajaran aktif inovatif kreatif dan menyenangkan (PAIKEM), contextual teaching and learning (CTL) atau pembelajaran kontekstual, dalam pendidikan matematika dikenal realistic mathematics education (RME) atau pendidikan matematika realistik Indonesia (PMRI). Menurut Nasution (1986: 11) pengetahuan adalah salah satu aspek dari tujuan pendidikan, sedangkan yang dituju adalah pembentukan seluruh pribadi peserta didik. Pengetahuan bukanlah tujuan pendidikan, melainkan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Cara mengajar dengan menyuruh peserta didik menghafal ini mengabaikan minat peserta didik, hubungan dengan kehidupannya, serta menimbulkan bahaya verbalisme. Menurut ahli pendidikan klasik John Dewey, peserta didik akan belajar dengan baik apabila apa yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika peserta didik terlibat aktif dalam proses pembelajaran di sekolah. Berakar pada filsafat pragmatisme yang menekankan pada pengembangan minat dan pengalaman peserta didik yang digagas oleh John Dewey pada awal abad ke-20 yang
40
lalu, muncullah paham konstruktivisme yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal. Peserta didik harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Pengetahuan tidak dapat dipisahpisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan. Konstruktivisme merupakan salah satu komponen pendekatan CTL, sedangkan komponen lainnya adalah ada unsur bertanya, pengetahuan dan pengalaman diperoleh dari kegiatan menemukan, terbentuk masyarakat belajar, ada model yang ditiru (pemodelan), dan dilakukan penilaian sebenarnya (Nurhadi, dkk, 2003: 119). Dalam matematika ada pendekatan PMRI yang mirip dengan CTL. Karakteristik dari PMRI adalah (1) menggunakan masalah kontekstual, (2)menggunakan model, (3)menggunakan kontribusi siswa, (4)interaktivitas, dan (5)terintegrasi dengan topik lain (Yuwono, 2001). Pendidikan matematika realistik berpotensi meningkatkan pemahaman matematika dan kemampuan memecahkan masalah serta melibatkan berpikir tingkat tinggi (Resnick dalam Nurhadi dkk, 2003), antara lain nonalgoritmik yaitu alur tindakan yang tidak sepenuhnya dapat ditetapkan sebelumnya. Kemampuan berpikir logis, kritis sangat didambakan di zaman informasi dewasa ini. Kemampuan itu harus diwujudkan dalam pembelajaran matematika khususnya maupun pembelajaran mata pelajaran lainnya. Berpikir kritis dan kreatif memungkinkan peserta didik mengkaji masalah-masalah secara sistematis, ditantang untuk mencari cara-cara yang terorganisasi dengan baik dalam memecahkan suatu masalah, dapat merumuskan pertanyaanpertanyaan yang inovatif, dan dapat merancang pemecahan masalah secara tepat. Berpikir kritis membantu peserta didik memahami bagaimana mereka melihat diri mereka sendiri, bagaimana mereka melihat dunia yang seluas ini, dan bagaimana mereka berhubungan dengan orang lain. Berpikir kritis membantu peserta didik menguji sikap mereka sendiri dan menghargai nilai-nilai yang harus mereka pelajari. Siswa perlu dilatih agar mampu membedakan mana yang disebut berpikir baik dan tidak baik, mana yang benar dan mana yang salah. Kemampuan tersebut di atas tidak dapat diterapkan hanya dengan metode ceramah, maupun melalui langkah-langkah terstruktur
PENGETAHUAN MATEMATIKA
yang ada atau secara prosedural. Alternatif pembelajarannya adalah pemecahan masalah dan kekuatan-kekuatan proses pemecahan masalah terletak pada kemampuan siswa mengambil bagian secara aktif, dengan syarat masalah yang disajikan itu adalah harus bermakna. Strategi pembelajaran yang dipilih harus memberikan rangsangan dan dorongan bagi peserta didik untuk berbuat secara aktif. Penilaian pembelajarannya disarankan agar menggunakan penilaian alternatif antara lain penilaian kinerja, portofolio, proyek (tugas), produk (hasil karya), atau jurnal, di samping penilaian tertulis.
PROSES DAN PRODUK Dua aliran psikologi yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dewasa ini adalah aliran behavioristik dan kognitif (konstruktivistik). Aliran behavioristik menekankan pada terbentuknya perilaku yang nampak sebagai hasil belajar, sedangkan aliran konstruktivistik lebih menekankan pada pembentukan perilaku internal yang sangat mempengaruhi perilaku yang nampak tersebut. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dapat dibentuk karena dikondisikan dengan cara tertentu dengan metode drill (pembiasaan) semata dan teori ini hingga sekarang merajai praktek pembelajaran. Aliran konstruktivistik berupaya mendiskripsikan apa yang terjadi dalam diri seseorang ketika ia belajar. Teori ini lebih menaruh perhatian pada peristiwa-peristiwa internal. Belajar lebih banyak ditentukan karena adanya karsa individu. Keaktifan peserta didik menjadi unsur yang sangat penting dalam menentukan kesuksesan belajar. Teori ini diakui memiliki kekuatan yang dapat melengkapi kelemahan dari teori behavioristik bila diterapkan dalam pembelajaran. Penyimpangan rancangan dan pelaksanaan program pembelajaran yang antara lain muncul dalam bentuk pengebirian pesan menjadi pemberian informasi semata sehingga guru hanya berfungsi sebagai penyampai informasi, perlu diubah sebagai mediator antara informasi dan peserta didik, fasilitator yang memberi kemudahan kepada peserta didik untuk belajar. Dengan demikian, masalah proses pembelajaran yang mengacu kepada pembelajaran bermakna perlu diperhatikan. Namun, apabila hanya Edisi 16, Juli 2006
menekankan proses tanpa memperhatikan produk, ibaratnya seperti bermain sepakbola yang hanya menekankan seni menggiring bola daripada seni mencetak gol. Dalam kenyataannya kedua kutub tersebut menghasilkan kekuatan tarik-menarik yang dinamis yang menjanjikan peluang untuk kemajuan. Kita sering dihadapkan untuk memilih antara memahami secara mendalam konsep yang dibicarakan tetapi hanya sedikit konsep yang dibahas dibandingkan dengan konsep yang tidak perlu dipahami mendalam tetapi banyak konsep yang dibahas. Dengan kata lain, peserta didik tuntas dalam mencapai kompetensi tertentu tetapi sedikit kompetensi yang dicapai, dengan banyak kompetensi yang dicapai tetapi kurang ketuntasannya dalam mencapai kompetensi tersebut. Idealnya, kita tidak akan memilih salah satu dari dua pilihan tersebut. Yang diharapkan adalah baik proses maupun produk harus berjalan beriringan, dengan pertimbangan bahwa apabila prosesnya bagus maka diharapkan produknya juga bagus, artinya proses pembelajaran yang baik akan berdampak pada produk yang baik pula. Jadi, antara waktu dan isi selalu menjadi titik permasalahan, yaitu untuk menekankan isi atau proses perlu waktu cukup, sebaliknya waktu yang dibutuhkan sedikit tetapi isi atau proses kurang mendalam. Untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan masalah waktu yang dibutuhkan untuk membuat pembelajaran bermakna, maka salah satu cara diantaranya adalah pada waktu guru menganalisis kurikulum guru perlu membuat pemetaan konsep/ kompetensi yang dapat memberi kesempatan menggabung beberapa kompetensi atau indikator dalam sebuah kegiatan pembelajaran. Apabila sebelumnya kita memperhatikan masalah sekuensi, misalnya membahas masalah operasi penjumlahan baru dibahas operasi pengurangan, maka kita dapat membahas keduanya dalam satu kesempatan. Jadi guru perlu merevisi apa yang telah dilakukannya selama ini yaitu selalu mengurutkan topik atau bahasan satu-persatu dalam kegiatan pembelajaran. Sebagai contoh, peserta didik diberi permasalahan seperti berikut. Adik memiliki 3 butir kelereng. Kemudian Adik diberi Ayah 6 butir kelereng. Dua kelereng diberikan Adik kepada temannya. Berapa banyak kelereng Adik sekarang?
41
PENGETAHUAN MATEMATIKA
Permasalahan ini diberikan pada kelompok peserta didik untuk didiskusikan, dan diharapkan dengan ‘matematisasi horisontal’ peserta didik dapat memecahkan masalah tersebut dengan cara mereka masing-masing karena yang didiskusikan adalah masalah dalam kehidupan nyata. Dalam hal ini peserta didik mempelajari matematika informal (Yuwono, 2001), karena peserta didik bekerja dengan intuisi, mencoba-coba, membuat model matematika yaitu mengubah bahasa sehari-hari menjadi bahasa matematika. Dengan bimbingan guru, secara individual atau secara kelompok, menggunakan ‘matematisasi vertikal’ diharapkan mereka memahami sekaligus dua operasi yaitu penjumlahan dan pengurangan. Pada tahap terakhir ini, guru membimbing peserta didik untuk meningkatkan taraf materi matematika yang tadinya informal menjadi formal. Dalam rangka menghadapi UNAS diperlukan waktu khusus dan ekstra untuk melatih peserta didik agar mengenal berbagai jenis tipe tes yang ditanyakan. Hampir semua satuan pendidikan melakukan kegiatan tersebut. Waktu tersebut dapat dilakukan misalnya pada bulan-bulan terakhir menjelang ujian.
pengalaman belajar sehingga akan berdampak pada kreatifitas siswa dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Oleh sebab itu, pembelajaran PAIKEM perlu diwujudkan oleh guru agar siswa dapat mencapai standar kompetensi matematika yang diharapkan. Agar PAIKEM dapat terwujud, guru perlu dibekali dengan berbagai strategi dan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan perubahan jaman, serta pemahaman materi dan media yang mendukung. Proses dan produk, keduanya tidak perlu dipertentangkan karena keduanya menjadi tujuan pendidikan yang diidam-idamkan. Adalah sangat bijaksana apabila guru menekankan kedua hal tersebut, termasuk dalam penilaiannya menerapkan penilaian yang autentik dengan menyeimbangkan antara penilaian terhadap penerapan pengetahuan maupun cara pikir siswa dan penilaian terhadap hafalan informasi aktual. Untuk mengakomodasi keduanya, maka diharapkan sistem penilaian untuk menentukan kelulusan peserta didik tidak hanya ditentukan oleh nilai hasil UNAS tetapi juga memperhatikan penilaian proses yang dilakukan oleh guru di kelas. Tentu, diperlukan kesungguhan dan keobyektifan semua pihak agar mutu pendidikan meningkat secara nyata, tidak semu.
PENUTUP Guru yang profesional sangat dituntut untuk membangun proses pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa serta keefektifan pembelajaran. Efektif artinya semua kompetensi yang telah ditetapkan pada kurikulum dapat dituntaskan oleh peserta didik dengan melalui proses pembelajaran yang bermakna. Guru harus memberikan fasilitas dan pengkondisian siswa yang sesuai dengan kompetensi yang diharapkan. Siswa harus diberdayakan secara manusiawi untuk mau dan mampu berbuat dalam rangka merubah pengalaman belajarnya dengan meningkatkan interaksi terhadap lingkungan. Untuk mendukung aktifitas belajar siswa, peran guru di depan kelas sangatlah penting. Untuk meningkatkan motivasi siswa terhadap mata pelajaran matematika diperlukan strategi pembelajaran matematika yang menyenangkan, realistis dengan kehidupan sehari-hari, mengaktifkan siswa dan memberikan pengalaman-
*)
42
DAFTAR RUJUKAN Hudoyo, H. (1988). Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di Depan Kelas. Surabaya: Usaha Nasional. Nasution, S. (1986). Didaktik Asas-Asas Mengajar. Bandung: Jemmars. Nurhadi, Yasin, B, dan Senduk, A.G. (2003). Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang. Peraturan Pemerintah RI No.19 Tahun 2005. tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Asa Mandiri. Suryanto. (2001). Pendidikan Matematika Realistik. Makalah Lokakarya Widyaiswara BPG se-Indonesia tanggal 27 Maret – 9 April 2001 di PPPG Matematika Yogyakarta. Yuwono. (2001). Realistic Mathematics Education dan Hasil Studi Awal Implementasi di SLTP. Makalah UNESA Surabaya.
Widyaiswara pada Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Jawa Timur
PENGETAHUAN MATEMATIKA
MENGAPA LUAS SEGITIGA ITU SETENGAH ALAS KALI TINGGI? Drs. Suparlan, M.Ed.
*)
Seorang guru matematika di sebuah SMP kelihatan mempunyai wajah agak seram. Sebenarnya bukan karena sikap dan pribadinya, tetapi lebih karena misainya. Suara sepatunya yang beradu dengan lantai ubin sekolah menjadikan para siswa hafal bahwa suara itu adalah suara sepatu Pak Guru Matematika, sebut saja Pak Fulan. “Selamat pagi anak-anak”, sapa Pak Fulan mengucapkan salam kepada para siswa kelas satu. “Selamat pagi Pak Guru”, balas anak-anak, sambil mengeluarkan buku pelajaran dan buku PR dari dalam tasnya. Beberapa orang berbisik tentang PR yang belum dikerjakan. Janganjangan Pak Fulan akan menanyakan tentang PRnya, bisiknya dalam hati. “Buka buku kalian halaman 20”, perintah Pak Fulan kepada siswanya. “Siapa yang telah membaca tentang geometri datar itu?”, tanya Pak Fulan, tanpa mempedulikan apakah anakanak telah membuka halaman 20 pada buku pelajarannya itu. Para siswa tidak ada yang menjawab. Pikirannya kacau antara PR yang belum dikerjakan dengan pertanyaan Pak Fulan tentang geometri datar barusan. Karena itu,
Edisi 16, Juli 2006
dipilihlah sikap diam seribu bahasa. Tetapi sikap diam itupun sama sekali tidak mengurangi Pak Guru Matematika untuk memperoleh kejelasan tentang jawaban siswa tentang pertanyaannya . “Siapa yang belum membaca bab itu?”, Pak Guru sekali lagi bertanya. “Coba angkat tangan, siapa yang belum membaca”, tandas Pak Fulan. Akhirnya, satu-dua orang anak ada yang terpaksa mengangkat tangannya dengan agak gemetar, karena menunggu hukuman apa yang harus diterima sebagai akibat belum membaca bab itu. “Mengapa kau belum membacanya?”, pertanyaan Pak Fulan menjurus ke arah siswa yang mengangkat tangan, yang mengaku belum membaca bab itu. Siswa yang lain berbisik-bisik, “Untung saya tidak angkat tangan”. “Untung juga Pak Fulan tidak menanyakan tentang PR yang juga belum saya kerjakan”, bisik siswa yang lainnya lagi. Babak proses pembelajaran ini sengaja dipenggal sampai di sini. Satu appersepsi atau set induction (membuka pelajaran) dalam lesson sycle yang sedikit menegangkan bagi siswa. Cara seperti itu sudah tentu tidak bagus dijadikan contoh bagi guru matematika yang lain. Karena cara seperti itu hanya akan memberikan satu
43
PENGETAHUAN MATEMATIKA
pembenaran bahwa mata pelajaran matematika adalah memang mata pelajaran momok yang menakutkan. Padahal sebenarnya mata pelajaran matematika sama dengan mata pelajaran lain. Soal suka atau kurang suka terhadap mata pelajaran tertentu memang hak masing-masing individu sesuai dengan tipe kecerdasannya. Tapi janganlah sampai para siswa kita telah merasa takut lebih dahulu sebelum mempelajarinya dengan sungguh-sungguh. Mata pelajaran matematika sangat penting untuk kehidupan. Oleh karena itu, mempelajari matematika menjadi keniscayaan. Untuk mengetahui berapa jumlah uang kembalian yang harus diterima ketika membeli sesuatu di pasar, setidaknya kita harus tahu tentang operasi penjumlahan dan pengurangan. Cobalah kita bandingkan dengan proses pembelajaran yang satu ini. Pak Guru, sebut saja Pak Ahmad, masuk kelas dengan senyum yang lebar. Pak Guru ini mengucapkan salam hangat kepada para siswa sebelum siswanya mengucapkan salam. Meski sepatunya kebetulan juga berbunyi keras ketika masuk kelas, tetapi senyumnya lebih dahulu datang sebelum suara keras sepatunya. “Kemana Amin, kok tidak ada sekarang?”. Apa dia jadi izin pergi neneknya di kampung, seperti yang kemarin kepada saya?”, pertanyaan matematika ini penuh dengan keakraban.
kelihatan ke rumah dikatakan Pak Guru semangat
“Coba Husin, jelaskan tentang temanmu Amin, kenapa pada hari ini tidak masuk sekolah. Kam, kan teman yang paling dekat dengannya?” Setelah memperoleh penjelasan seperlunya tentang Amin, siswanya yang paling suka dengan matematika, maka Pak Ahmad pun mulai dengan appersepsinya. “Anak-anak, ada beberapa macam bentuk geometri datar yang kita kenal. Coba nyatakan kepada Bapak, bentuk geometri apa yang paling kaliah suka, dan mengapa kalian suka terhadap bentuk geometri datar itu”, Pak Ahmaad mulai membuka pelajaran dengan mengajukan pertanyaan. Tidak seorang pun siswa yang boleh bersuara sebelum dia mengacungkan tangan, dan kemudian dia ditunjuk oleh Pak Guru untuk berbicara. Ini telah menjadi kontrak antara semua siswa dengan Pak Ahmad. Ada lebih dari tiga siswa yang kelihatan mengacungkan tangannya.
44
“Ya, kamu Udin”, Pak Ahmad meminta kepada Udin untuk berbicara. “Persegi, Pak. Karena di rumah saya semua lantainya mempunyai bentuk geometri datar ini”, jawab Udin dengan semangat. “Huuuu”, sorak teman yang lain kepada si Udin. “Sudah, ya itu benar sekali Udin”, jawab Pak Guru untuk menenangkan suasana kelas. Siswa yang lain pun akhirnya mulai siap untuk menjawab pertanyaan Pak Guru. “Kau, Anto, bentuk geometri datar apakah yang paling kau suka, dan mengapa kau suka bentuk itu?”, tanya Pak Guru mengulangi lagi pertanyaan yang sama. “Persegi panjang, karena banyak sekali bentuk geometi ini ada di sekitar kita, seperti meja tempat kita menulis, daun pintu kita, sawah tempat kita menanam padi, dan masih banyak yang lain”, jawab Anto dengan percaya diri. “Ya, semua itu benar. Sekarang ini kita akan mempelajari satu bentuk geometri datar yang bernama segitiga. Hal itu dijelaskan dalam buku kalian. Cobalah buka, dan marilah kita pelajari bersama. Dalam buku itu disebutkan bahwa luas segitiga, apapun bentuk segitiganya, adalah setengah alas kali tinggi”, jelas Pak Ahmad dengan nada yang datar. “Coba buka bukumu, benar kan?”, jelas Pak Ahmad sekali lagi. “Mengapa setengah alas Pak?”, tanya seorang siswa secara spontan. “Nah itu dia. Itulah yang akan kalian pelajari bersama-sama”, jawab Pak Guru, yang telah merasa pancingannya betul-betul kena. Satu babak proses pembelajaran sengaja dipotong di sini. Pak Ahmad membagi-bagikan kertas berbagai ukuran. Pak Ahmad ingin siswanya dapat mengadakan eksplorasi sendiri untuk menemukan jawaban sendiri tentang pertanyaan siswa, mengapa luas segitiga itu ternyata setengah alas kali tinggi. Pak Ahmad tidak merasa pintar sendiri dengan cara menjawab sendiri pertanyaan siswanya. Kertas persegi panjang dengan berbagai ukuran itu dipersiapkan di rumah. Kelas dibagi menjadi lima kelompok, dan masing-masing anggota kelompok terdiri atas enam orang anggota. Kertas itu diminta untuk menjadi alat untuk membuktikan bahwa
PENGETAHUAN MATEMATIKA
luas segitiga memang setengah alas kali tinggi. Pak Ahmad merasa yakin bahwa siswa-siswanya pasti ada yang bisa menjadi Einstein yunior. Para siswa pun bergerak untuk menentukan kelompoknya, dan setelah itu mereka cukup ramai mengadakan diskusi sesama anggota kelompok. Pak Ahmad hanya mengawasi agar jangan sampai ada siswa yang tidak mengambil bagian secara aktif dan kreatif dalam kegiatan kelompok ini. Pak Ahmad juga menyediakan gunting kecil, jika sekiranya ada siswa yang membutuhkannya. Beberapa kelompok masih menimang-nimang kertas yang diberikan gurunya. Ada kelompok lain yang sedang melipat-lipat kertas itu. Bahkan ada yang sudah mulai mengguntingnya. Ada pula siswa yang merebut kertas itu, karena sejak tadi hanya dipegang-pegang saja. Batas waktu diskusi yang diberikan hanya lima belas menit saja. Tiba-tiba ada kelompok yang besorak kegirangan. “Eureka-eureka” atau saya menemukan,..menemukan, seperti yang pernah dilakukan oleh si Archimedes pada saat menemukan Rumus Archimedes. Kelompok lannya ada yang menyusul telah menemukannya. Tetapi ada kelompok yang masih tetap melipatlipat kertasnya, belum diketemukan jawabannya. Akhirnya waktu diskusi telah usai. Sampailah saatnya kini masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusi kelompoknya. Kelompok yang paling cepat menyelesaikan tugasnya diminta Pak Ahmad untuk melaporkan hasil kegiatan diskusinya. Dengan tegas seorang siswa yang dipilih untuk menjadi ketua kelompok, segera maju ke depan kelas dengan membawa catatan hasil diskusi dan kertas yang digunakan sebagai alat peraga untuk membuktikan bahwa luas segitiga adalah setengah alas kali tinggi. “Pak Guru dan kawan-kawan, saya akan menyampaikan laporan hasil diskusi kelompok kami”, ketua kelompok itu mulai melaporkan hasil diskusinya. “Kertas persegi panjang yang diberikan oleh Pak Guru tadi kami gunting dengan arah diagonal seperti ini”, sang ketua kelompok menunjukkan kertas persegi panjang yang telah digunting itu.
baru dibentuk itu. Nah, dengan demikian, lebar persegi panjang itu kini menjadi tinggi segitiga, dan kedua panjangnya kini menjadi alas segitiga yang baru”, dengan mantapnya ketua kelompok menunjukkan mana tinggi segitiga, dan mana alas segitiga. “Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa luas segitiga adalah setengah alas (yakni panjang pada bentuk geometri persegi panjang) kali tinggi (yakni lebar pada bentuk geometri persegi panjang)”, ketua kelompok mengakhiri laporannya. Pak Ahmad dan semua siswa memberikan tepuk tangan yang meriah kepada kelompok pertama yang telah selesai menyampaikan laporan hasil kerja kelompoknya. Pak Ahmad kelihatan mengangguk-anggukkan kepala tanda puas terhadap pekerjaan para siswanya. Laporan kelompok diteruskan sampai selesai. Ada dua kelompok lagi yang ternyata sama dalam menyampaikan laporannya, meskipun dengan menggunakan bentuk geometri datar yang berbeda, yakni persegi (bujur sangkar), dan persegi panjang dengan ukuran yang lebih besar dari kelompok yang pertama. Sementara yang lainnya merasa puas setelah mengikuti laporan kelompok yang lain, meskipun kelompoknya sendiri belum dapat menemukan jawabannya dengan benar. Akhirnya, Pak Ahmad mengakhiri pelajaran matemaika pada hari ini dengan lega, karena diskusi di kelas itu telah berjalan dengan lancar. Pak Ahmad memberikan tugas kepada para siswa untuk mengerjakan soal-soal latihan untuk dikerjakan di rumah. Para siswa berjanji untuk mengerjakan PR itu dengan sungguhsungguh. Ternyata mata pelajaran matematika itu sebenarnya membuat para siswa dapat berfikir kritis dengan cara memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Ini merupakan salah satu nilai (value) yang harus dicapai dalam proses pembelajaran matematika di sekolah. Pak guru yang satu ini sengaja mencoba mengajarkan matematika di sekolah dengan metode diskusi, bukan hanya dengan metode “halo-halo perhatian” atau ceramah.
“Kalau kedua lebar persegi panjang tadi dijadikan satu (berimpit), maka kedua panjang persegi tersebut menjadi alas segitiga yang
Edisi 16, Juli 2006
45
SOLUSI
MENYELESAIKAN SOAL
“SUSUL-MENYUSUL” Paini, A. Ma. Pd
*)
Ada pendapat dari beberapa rekan guru Sekolah Dasar bahwa peristiwa susul menyusul dalam matematika merupakan pengembangan dari materi KPK, sehingga mereka langsung menyelesaikannya dengan cara mencari KPK dari kecepatan kedua pelaku. Padahal hal itu tidak selalu benar, ada kalanya memang KPKnya, namun kadang juga 2 x KPK, ½ x KPK dan sebagainya. Berikut ini disajikan 3 contoh soal untuk menunjukkan hal tersebut: Soal 1 Andi berangkat dari Trenggalek menuju Surabaya pukul 06.00 dengan kecepatan 20 km/jam. Sedangkan Budi menyusul Andi berangkat pukul 07.00 dengan kecepatan 30 km/jam. Pukul berapa Andi tersusul Budi? Untuk menjawab soal tersebut kita perhatikan tabel dan diagram berikut: Waktu berangkat pukul
Yang disusul berada pada km ke
Yang menyusul berada pada km ke
Waktu untuk menyusul (jam)
06.00 07.00 08.00 09.00
0 20 40 60
0 0 30 60
1 2
Andi Trenggalek Budi
06.00
0
07.00
10
20
09.00
08.00
30
40
50
08.00
07.00 1 jam
60
70
80
90
100
110
120
130
140
150
09.00 2 jam Tersusul
Tampak bahwa Andi tersusul oleh Budi pada pukul 09.00. Soal tersebut jika diselesaikan menggunakan KPK adalah sebagai berikut. Jika Andi berangkat pukul 06.00 dengan kecepatan 20 km/jam Budi berangkat pukul 07.00 dengan kecepatan 30 km/jam,
46
SOLUSI
maka
:
KPK dari 20 dan 30 adalah 60. Andi tersusul Budi pada km ke 60
60 x 1 jam = 2 jam 30
Waktu untuk menyusul
=
Andi tersusul Budi
= pukul 07.00 + 2 jam = pukul 09.00
(Hasil Benar)
Soal 2 Iwan berangkat dari Trenggalek menuju Yogyakarta pukul 06.00 dengan kecepatan 30 km/jam. Sedangkan Anto menyusul Iwan berangkat pukul 08.00 dengan kecepatan 40 km/jam. Pukul berapa Iwan tersusul Anto ? Untuk menjawab soal tersebut perhatikan tabel dan diagram berikut.
Iwan
Yang disusul berada pada km ke
Yang menyusul berada pada km ke
Waktu untuk menyusul (jam)
06.00 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00
0 30 60 90 120 150 180 210 240
0 0 0 40 80 120 160 200 240
1 2 3 4 5 6
07.00
06.00
Trenggalek Anto
Waktu berangkat pukul
0
10
20
08.00
08.00
30
40
50
60
09.00 1 jam
09.00 70
80
11.00
12.00
13.00
14.00
90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 250
10.00 2 jam
10.00
12.00
11.00 3 jam
4 jam
13.00 5 jam
14.00 6 jam Tersusul
Tampak bahwa Iwan tersusul Anto pada pukul 14.00 Soal tersebut jika dikerjakan dengan menggunakan KPK adalah sebagai berikut. Jika Iwan berangkat pukul 06.00 dengan kecepatan 30 km/jam. Anto berangkat pukul 08.00 dengan kecepatan 40 km/jam, maka : KPK dari 30 dan 40 adalah 120. Iwan tersusul Anto pada km ke 120 Waktu untuk menyusul
=
120 x 1 jam 40
= 3 jam Iwan tersusul Anto
= pukul 08.00 + 3 jam = 11.00 (Hasil Salah)
Edisi 16, Juli 2006
47
SOLUSI
Soal 3 Totok berangkat dari Trenggalek menuju Wonogiri pukul 06.00 dengan kecepatan 30 km/jam. Sedangkan Rian menyusul Totok berangkat pukul 07.00 dengan kecepatan 50 km/jam. Pukul berapa Totok tersusul Rian ? Untuk menjawab soal tersebut perhatikan tabel dan diagram berikut. Waktu berangkat pukul
Yang disusul berada pada km ke
Yang menyusul berada pada km ke
Waktu untuk menyusul (jam)
0 30 60 o 90 120 150
0 0 50 o 100 150 180
1 o 2 3 4
06.00 07.00 08.00 o 08.30 09.00 10.00 11.00
75
75
08.00
07.00
09.00
10.00
06.00
Totok Trenggalek 0 07.00 Rian
10
20
30
40
50
60
70
80
1½
90 100 110 120 09.00
08.00
Tersusul
Tampak bahwa Totok tersusul Rian pada pukul 08.30 Soal tersebut jika dikerjakan dengan menggunakan KPK adalah sebagai berikut. Jika Totok berangkat pukul 06.00 dengan kecepatan 30 km/jam Rian berangkat pukul 07.00 dengan kecepatan 50 km/jam. maka
:
KPK dari 30 dan 50 adalah 150 Totok tersusul Rian pada km ke 150 Waktu untuk menyusul
=
150 x 1 jam 50
= 3 jam Totok tersusul Rian
= pukul 07.00 + 3 jam = pukul 10.00
(Hasil Salah)
Untuk memudahkan siswa memahami peristiwa susul-menyusul ini kami merancang alat peraga seperti yang tampak pada gambar. Alat peraga tersebut kami beri nama ALAT PERAGA SULPASPATRENG (Susul Menyusul dan Berpapasan Paini Trenggalek)
48
SOLUSI
ALAT PERAGA SULPASPATRENG
Tampak belakang
Tampak depan
Alat peraga tersebut kami pergunakan untuk menjelaskan kepada siswa, bahwa: 1.
Jika kecepatan yang menyusul lebih lambat daripada kecepatan yang disusul, maka tidak akan terjadi peristiwa susul menyusul, melainkan yang menyusul dari waktu ke waktu semakin tertinggal jauh. Boleh dikatakan selisih jarak yang telah ditempuh akan semakin jauh dengan bertambahnya waktu.
2. Jika kecepatan yang menyusul sama dengan kecepatan yang disusul, maka tidak akan terjadi peristiwa susul menyusul. Dengan bertambahnya waktu, selisih jarak keduanya akan tetap. 3. Jika kecepatan yang menyusul lebih cepat daripada kecepatan yang disusul, maka disinilah akan terjadi peristiwa menyusul. Selisih jarak diantara keduanya akan semakin kecil atau akan semakin dekat. Jadi waktu yang dipergunakan untuk menyusul adalah perbandingan antara selisih jarak yang sudah ditempuh antara yang disusul dengan yang akan menyusul dan selisih kecepatan mereka berdua sampai terjadinya peristiwa tersusul
Wt
Sj Sk
(1)
dimana: Wt = Waktu yang digunakan untuk menyusul Sj = Selisih Jarak Sk = Selisih Kecepatan
Selisih jarak (Sj) adalah hasil kali dari selisih waktu keberangkatan mereka berdua (Sb) dengan Kecepatan yang disusul (Kd). Sj = Sb × Kd (2) Maka dari (1) dan (2) didapatkan Wt
SbxKd (3) Sk
Jika Wbm adalah waktu berangkat yang menyusul dan Wbd adalah waktu berangkat yang disusul maka Sb = Wbm – Wbd (4) Jika Km adalah kecepatan Kecepatan yang menyusul dan Kd adalah kecepatan yang disusul maka Sk = Km – Kd (5) Dari (3), (4) dan (5) didapatkan
Wt
(Wbm Wbd ) xKd jam(6) Km Kd
Untuk menentukan pukul berapa orang yang lebih dulu berangkat akan tersusul (Pt) maka waktu berangkat yang menyusul (Wbm) ditambahkan dengan waktu tempuh (Wt)
Pt Wbm
Edisi 16, Juli 2006
(Wbm Wbd ) xKd (7) Km Kd
49
IPTEK
Untuk mengetahui jarak dari tempat keberangkatan dengan tempat tersusul (Jt) maka waktu tempuh (Wt) dikalikan dengan kecepatan orang yang menyusul (Km)
Jt
(Wbm Wbd ) xKd xKm Km Kd
Penyelesaian 3 soal di atas dengan menggunakan rumus Soal 1 Jika :
Wbd
= pk 06.00
dan
Kd = 20 km/jam
Wbm
= pk 07.00
dan
Km = 30 km/jam
Maka :
(Wbm Wbd ) xKd Km Kd
Wt =
Jadi :
(7 6) x 20 30 20
= 2 jam Jam berangkat pukul 06.00 dan waktu yang digunakan untuk menyusul 2 jam maka tersusul pada pukul 09.00.
Soal 2 Jika :
Wbd
= pk 06.00
dan
Kd
= 30 km/jam
Wbm
= pk 08.00
dan
Km
= 40 km/jam
Maka :
Wt
(Wbm Wbd ) xKd Km Kd =
Jadi :
= 6 jam Jam berangkat pukul 06.00 dan waktu yang digunakan untuk menyusul 6 jam maka tersusul pada pukul 14.00.
Soal 3 Jika :
Wbd Wbm Maka :
= pk 06.00 = pk 07.00
Wt = = Jadi :
(8 6) x 30 40 30
dan dan
Kd Km
= 30 km/jam = 50 km/jam
(Wbm Wbd ) xKd Km Kd (7 6) x 30 50 30
1,5 jam
Jam berangkat pukul 06.00 dan waktu yang digunakan untuk menyusul 1,5 jam maka tersusul pada pukul 08.30.
Bagi pembaca yang ingin mengetahui lebih lanjut tentang cara membuat alat peraga SULPASPATRENG dapat membaca makalah kami dengan judul Inovasi Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Alat Peraga Sulpaspatreng. *)
Guru SDN Karangan Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur ---vvv---
50
IPTEK
Implementasi
IMS Learner Information Package Pada Pendataan Tenaga Kependidikan di DEPDIKNAS DR.Ir. Kuspriyanto *) Muh. Tamimuddin H. **) Sri Widayati ***)
Abstrak Perkembangan teknologi telah menyebabkan berkembangnya pemanfaatan e-learning yang semakin beragam dan heterogen yang dibangun oleh komponen-komponen yang tidak saling interoperable serta tidak reuseable antar sistem yang berbeda. Kenyataan ini menyebabkan perlu adanya standarisasi dalam perancangan dan pengembangan komponen-komponen e-learning. Sebagai salah satu upaya standarisasi e-learning di Indonesia, paper ini akan mengusulkan implementasi spesifikasi IMS Learner Information Package (IMS LIP) pada komponen Learner Profile dengan studi kasus pendataan tenaga kependidikan di lingkungan Lembaga Diklat tenaga kependidikan di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional dalam rangka menuju kepada pengembangan sistem e-learning berstandar internasional.
Kata kunci : e-learning, IMS LIP, Learner Profile 1. Pendahuluan Perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi telah memberikan kontribusi terhadap perkembangan e-learning secara signifikan dan mendorong munculnya sistem e-learning yang heterogen yang umumnya bergantung pada konteks kebutuhan dan platform tertentu (platform-dependent). Kenyataan ini menyebabkan tumbuhnya aplikasi-aplikasi e-learning yang komponen-komponen antara sistem yang berbeda ini saling tidak kompatibel satu dengan yang lain. Komponen e-learning yang telah dikembangkan oleh pihak tertentu akan sulit atau bahkan tidak dapat digunakan oleh aplikasi lain dikarenakan aplikasi yang dikembangkan menggunakan platform, format dan mengacu kepada kebutuhan yang berbeda. Hal ini menyebabkan penggunaan sumber daya yang ada tidak maksimal, kesulitan dalam berbagi data, serta pengembangannya tidak scalable. Sebagai Edisi 15, Desember 2005
contoh, sebuah modul belajar yang dirancang oleh aplikasi tertentu barangkali secara material sebenarnya dapat digunakan oleh aplikasi lain, namun karena adanya perbedaan platform atau format maka modul tersebut tidak kompatibel dan tidak dapat dimanfaatkan ulang sehingga modul untuk aplikasi ini harus dibuat-ulang. Dengan rancangan yang mempertimbangkan inter-operabilitas masalah ini dapat dihindari (Gambar 1). Hal serupa berlaku pula untuk komponen-komponen e-learning lain. Dengan situasi demikian, pengembangan sistem dan sumberdaya serta kebutuhan standarisasi menjadi jelas. Standar dibutuhkan dalam pengembangan aplikasi e-learning dalam rangka menjamin adanya reusabilitas dan interoperabilitas antar sistem software yang heterogen [1]. Ketika standar ini diimplementasikan pada produk-produk vendor maka pengguna dapat memanfaatkan serta memilih konten dan komponen sistem dari
51
IPTEK
berbagai vendor berdasar kepada kualitas dan kesesuaian dengan jaminan kepastian bahwa konten dan komponen tersebut akan dapat digunakan dengan efektif [2].
Gambar 2. Model fungsional e-learning.
Gambar 1. Perbedaan komponen dengan rancangan tanpa interoperabilitas dan menggunakan interoperabilitas
2. Dasar Teori 2.1. IMS (Instructional Management System) IMS Global Learning Consortium didirikan oleh EduCom (sekarang EduCause) tahun 1997. Pada mulanya IMS berfokus pada pendidikan tinggi namun dalam perkembangannya IMS juga mengembangkan inisiatif berkaitan dengan standar e-learning. IMS terdiri dari beberapa sub-komite dan sub-proyek pengembangan spesifikasi/standar e-learning. Beberapa spesifikasi yang diajukan IMS antara lain: IMS Metadata, IMS Content Packaging, IMS Learner Information Package, IMS Learning Design, IMS Enterprise Data Exchange, IMS ePortfolio, IMS Question and Test Interoperability dan IMS Simple Sequencing [3]. 2.2 IMS Learner Information Package E-learning terdiri dari beberapa komponen yang saling komplemen satu dengan lainnya. Secara umum, model fungsional e-learning ditunjukkan oleh Gambar 2 [4]. Learner profile merupakan salah satu komponen yang cukup vital dalam e-learning. Learner profile berisi informasi mengenai learner seperti performansi, preferensi serta informasi terkait lainnya. Informasi learner ini dapat berupa informasi masa lalu (misalnya, riwayat pendidikan, prestasi), sekarang (misalnya, pekerjaan, jabatan), dan akan datang (misalnya, rencana, tujuan) [5].
52
Meskipun Learner Profile hanya merupakan satu bagian dari sistem e-learning, akan tetapi komponen ini dapat diimplementasikan secara independen, artinya komponen Learner Profile ini dapat diimplementasikan dalam pengembangan sebuah aplikasi (misalnya Learner Information System) tanpa harus mengimplementasikan komponen e-learning lain secara lengkap. Keuntungannya, selain dapat dijalankan secara independen, aplikasi ini nantinya dapat ditambah dengan komponen lain atau dicangkokkan dalam sistem e-learning lain dengan tanpa akan banyak kesulitan karena komponen Learner Profile yang telah ada sudah kompatibel dengan komponen lain bahkan meskipun dengan platform pengembangan yang berbeda. Dengan demikian, data learner yang sudah ada sebelumnya tidak akan ‘hangus’ dan dapat dimanfaatkan dalam pengembangan atau implementasi aplikasi elearning yang baru atau diintegrasikan dengan sistem e-learning lain. IMS mengajukan spesifikasi IMS LIP (Learner Information Package) untuk standar bagi learner profile [5]. Spesifikasi IMS LIP mendefinisikan model data berbasis XML yang mendeskripsikan karakteristik dari learner yang dimaksudkan untuk menangani hal-hal berikut. • Menyimpan dan mengelola data riwayat (history), tujuan (goal) dan pencapaian (accomplishment) learner berkait dengan pembelajaran. • Mengantarkan learner pada sebuah pengalaman belajar (learning experience). • Menggali dan menemukan peluang-peluang bagi learner. Spesifikasi IMS LIP juga dirancang untuk memenuhi beberapa kebutuhan berikut [5]. • Informasi Terdistribusi. Learner informastion system (LIS) dapat terdiri dari beberapa sistem terdistribusi yang saling berbagi informasi
IPTEK
tentang learner. • Skalabilitas. Sebagai dukungan bagi sistem berskala besar dibutuhkan adanya kemudahan mekanisme pertukaran dan perangkaian kembali potongan-potongan data sebagaimana transfer data dalam ukuran besar. • Proteksi dan Privasi Data. LIS harus mampu mengimplementasikan proteksi dan privasi serta menjamin integritas data. • Fleksibilitas dan Referensi Eksternal. LIS dapat dibentuk dalam berbagai konstruk yang fleksibel dan tidak kaku sehingga dalam prakteknya konteks yang berbeda dapat direpresentasikan dengan struktur yang berbeda pula.
3. Urgensi Standarisasi Sistem Pendataan Tenaga Kependidikan di Depdiknas Dalam menjalankan tugas dan mengembangkan karir, Guru dan Tenaga kependidikan (dalam pembahasan selanjutnya istilah guru dianggap ekuivalen dengan tenaga kependidikan dan sebaliknya) harus selalu terus meningkatkan pengetahuan dan keahlian sesuai dengan bidang yang digeluti sehingga mutu pengajaran lebih baik dan pada gilirannya akan memberi imbas bagi kualitas pendidikan secara umum. Dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan ini, Depdiknas Pusat melakukan berbagai penataran yang dilakukan oleh beberapa lembaga diklat yang telah ditunjuk diantaranya pada tingkat provinsi dilakukan oleh LPMP (Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan), sedangkan untuk tingkat nasional dan bidang studi tertentu dilakukan oleh PPPG (Pusat Pengembangan dan Penataran Guru). Pada konteks ini, bisa dikatakan bahwa guru dapat dipandang sebagai learner. Selain melaksanakan penataran, lembaga-lembaga seperti PPPG dan LPMP juga memiliki tugas dalam kaitannya dengan penjaminan mutu pendidikan. Hal ini menuntut adanya data yang lengkap dan akurat, tidak saja mengenai data tenaga kependidikan yang telah melakukan penataran saja, akan tetapi juga data tenaga kependidikan secara keseluruhan sehingga proyeksi kebijakan ke depan dapat ditentukan secara lebih tepat sasaran [6].
instansi memiliki data guru dengan format dan kuantitasnya sendiri-sendiri dan kebanyakan memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Sebagai contoh, LPMP dan PPPG tertentu menggunakan aplikasi pendataan peserta diklat menggunakan aplikasi VB/MS-Access yang dapat dikatakan sebagai sistem yang propietary, sedangkan beberapa lembaga lain ternyata menggunakan sistem yang berbeda. Keadaan ini dapat memicu duplikasi dan inkonsistensi data sehingga dapat menurunkan tingkat akurasi data. Selain itu, isu legalitas software kemungkinan nantinya dapat menyebabkan migrasi platform ke arah platform open source membutuhkan data yang interoperable sehingga masih akan dapat terus digunakan meskipun platform software yang baru ini berbeda dengan platform yang selama ini dipakai. Berangkat dari beberapa kenyatan tersebut maka diperlukan adanya upaya standarisasi data tenaga kependidikan ini sehingga data tenaga kependidikan dapat dibangun dengan mekanisme dan format yang seragam serta dapat dengan mudah diakses dan diperbarui secara bersama-sama sehingga dapat dihasilkan data yang valid, up to date dan akurat. Standarisasi ini juga diperlukan dengan pertimbangan bahwa ketika nantinya e-learning telah diimplementasikan secara lebih luas, maka data tenaga kependidikan ini akan lebih mudah untuk dipakai kembali (reusable).
4. Standarisasi Data Tenaga Kependidikan dengan Spesifikasi IMS LIP IMS LIP memberikan spesifikasi tentang model data learner yang dapat digambarkan sebagai schema tree (Gambar 4). Selain itu, IMS LIP juga menyertakan spesifikasi LIP informational model berbasis XML yang menggunakan XML binding [7]. Kelebihan penyimpanan data dengan format XML adalah karena XML bebas platform dan bebas diinterpretasi sehingga datanya dapat ditata serta dimanfaatkan secara lebih fleksibel. XML memungkinkan data dipisahkan dari cara menampilkannya sehingga data tidak perlu ditulis ulang jika akan ditampilkan dengan format atau alat (device) yang berbeda [8].
Dalam prakteknya, data tenaga kependidikan memiliki bentuk dan format yang beragam. Di lingkungan Depdiknas sendiri hampir setiap Edisi 15, Desember 2005
53
IPTEK
proefesional; • Accessibility: Aksesibilitas umum bagi informasi learner yang didefinisikan melalui kapabilitas bahasa, disabilitas, eligibilitas dan preferensi pembelajaran termasuk preferensi kognitif, fisik dan teknologi.; • Securitykey: Password dan security key yang menghubungkan antara learner dengan sistem dan layanan informasi learner untuk melakukan proses transaksi; • Relationship: Keterkaitan antar komponenkomponen inti.
Gambar 3. Schema tree untuk core model data dari spesifikasi IMS LIP.
Schema tree untuk model data learner memiliki beberapa elemen, antara lain [5]: • Comment: Elemen ini berisi komentar yang relevan terhadap struktur secara keseluruhan. • Contentype: Deskripsi meta-data dari konten berkaitan dengan indeks data, hak akses serta timestamp. • Identification: Data biografis dan demografis yang relevan dengan pembelajaran; • Goal: Pembelajaran, karir dan tujuan serta aspirasi lain; • Qualifications, Certifications and Licenses (qcl): Kualifikasi, sertifikasi dan lisensi yang diberikan oleh lembaga yang memiliki otoritas; • Activity: Aktifitas yang berkaitan dengan pembelajaran; • Transcript: Rekaman yang digunakan untuk menyimpan data hasil pencapaian akademis. • Interest: Informasi yang mendeskripsikan hobi dan aktifitas rekreasional; • Competency: Keahlian, pengetahuan dan kemampuan yang diperoleh dalam ranah kognitif, afektif dan/atau psikomotorik; • Affiliation: Keanggotaan dari organisasi
54
Setiap elemen tersebut dapat dipecah lagi menjadi elemen-elemen yang lebih detil dan hierarkis. Sebagai contoh, elemen identification dapat dipecah menjadi sub-elemen formname, name, address, contactinfo, demographics dan agent. Setiap sub-elemen tersebut dipecah lagi menjadi sel-sel yang lebih detil lagi (Gambar 6).
Gambar 4. Schema Tree untuk elemen identification.
Implementasi standarisasi data guru dapat dibuat dengan mengacu kepada spesifikasi IMS LIP tersebut. Sebagai ilustrasi, perhatikan potongan data pribadi guru berikut (Gambar 7).
BIODATA Nama Alamat
: :
Tgl Lahir
:
Drs. Bagong Gung Haryanto Jl. ambon 34, Banyumanik, Semarang 50243 23 Februari 1963
Gambar 5. Contoh data pribadi guru.
Data guru tersebut dipetakan ke dalam format XML sesuai spesifikasi IMS LIP sehingga akan menjadi seperti berikut :
IPTEK
Contoh Data Guru <sourcedid> <source>IMS_LIP_Example BagongGungHaryanto
. . . <partname>
Data yang telah sesuai standar IMS LIP dapat secara fleksibel dikelola dan dimanfaatkan baik dalam format penyimpanan dan tampilan (XML, HTML, PDF, barcode), kebutuhan pencarian (berdasar nama, NIP, kategori), previsualisasi (dengan format style customized HTML) serta ekspor dan impor (dari dan ke format XML). Sebagai contoh, aplikasi tertentu dibuat dengan fasilitas yang dapat menampilkan data semua guru di daerah tertentu yang akan pensiun dalam 5 tahun ke depan. Contoh lain, aplikasi berbasis handheld (seperti misalnya WAP) ingin menampilkan data guru dengan format WML yang dapat diakses melalui telepon seluler. Konsekuensi dari standarisasi ini adalah dalam setiap pengembangan aplikasi baru (atau modifikasi aplikasi yang telah ada) maka rancangannya harus mengacu ke format standar ini.
First
Data Tanaga Kependidikan (IMS LIP compliant) HTML
Bagong . . .
Raw Data Tenaga Kependidikan
Aplikasi
WML/W PDF
. . . .
Bar Code <street> <streetnumber>34
Gambar 6. Pemanfaatan data tenaga kependidikan yang telah sesuai spesifikasi
IMS LIP.
<streetname>Jl. Ambon Banyumanik Semarang <postcode>50243
. . . .
Edisi 15, Desember 2005
5. Skenario Penyimpanan dan Pengaksesan Data Setelah data disesuaikan dengan standar IMS LIP, langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah mekanisme pengelolaan data. Ada dua skenario pengelolaan yang diusulkan paper ini. • Skenario 1. Data learner secara lengkap disimpan terpusat di satu tempat. Tiaptiap instansi memiliki aplikasi pengelolaan data tenaga kependidikan dengan standar IMS LIP tersimpan di database lokal, secara rutin dan periodik instansi-instansi tersebut mengirimkan/update data ke server pusat. Setelah melalui mekanisme tertentu untuk
55
IPTEK
autentikasi, validasi dan sinkronisasi, data tersebut kemudian disimpan di server pusat. Ini dilakukan terutama untuk menjaga integritas dan konsistensi data. Sebuah aplikasi dapat dibuat dengan data yang mengacu ke server pusat tadi. Jadi, data tenaga kependidikan ini dikelola secara bersama-sama oleh beberapa instansi sekaligus. • Skenario 2. Data learner disimpan secara terdistribusi di mana data tetap disimpan di server lokal tiap instansi. Akan tetapi instansi tersebut membuka data ini untuk diakses dari luar melalui mekanisme tertentu. Sebuah aplikasi dapat dibuat dengan melakukan remote access ke server di mana data berada. Di antara server-server juga diatur mengenai kesepakatan mekanisme referensial dalam berbagi data.
Dalam skenario penyimpanan ini perlu dipertimbangkan pula penerapan teknologi pengaksesan data yang dapat menjamin interoperabilitas, misalnya SOAP[8] atau XMLRPC[9] yang juga telah memakai XML dalam proses messaging-nya.
6. Kesimpulan Standarisasi sangat diperlukan dalam rangka menjamin adanya interoperabilitas, reusabilitas dan skalabilitas serta untuk menjaga akurasi dan konsistensi data. Data tenaga kependidikan yang ada di lembaga-lembaga diklat di lingkungan Depdiknas sekarang ini masih belum memiliki format acuan yang seragam sehingga sulit bahkan tidak bisa dioperasikan di sistem berbeda dan tidak reusable sehingga diperlukan adanya standarisasi. Spesifikasi IMS LIP dapat diimplementasikan sebagai standar bagi pengembangan aplikasi pengelolaan data tenaga kependidikan. Setiap aplikasi pengelolaan data tenaga kependidikan seharusnya mengacu ke data yang telah distandarisasi ini. Ada beberapa skenario yang dapat dilakukan dalam penyimpanan data tenaga kependidikan yang telah IMS LIP compliant tersebut sehingga memungkinkan pemanfaatan data secara maksimal. Skenario yang diusulkan paper ini adalah skenario pengelolaan data secara terpusat (centralized) dan terdistribusi (distributed).
Gambar 7. Skema penyimpanan data terdistribusi.
Dengan adanya standarisasi, akses data tenaga kependidikan akan lebih mudah dan fleksibel serta mampu menyajikan data yang valid, akurat dan up-to-date.
Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung PPPG Matematika Yogyakarta ***) PPPG Matematika Yogyakarta *)
**)
---vvv--56
IPTEK
Edisi 15, Desember 2005
57
IPTEK
58