JUDUL : TEKNIK PENYUSUNAN MENU MAKAN ORANG BANYAK BERBASIS SUMBER PANGAN LOKAL (PP Nurul Islam Antirogo-Kabupaten Jember) BAB 1. PENDAHULUAN A. Analisis Situasi Pondok Pesantren di Jember sebagai lembaga pendidikan alternatif yang hidup di tengah masyarakat pedesaan, walaupun kini menjamur di daerah perkotaan. Pesantren yang tumbuh di pedesaan sebagai tujuan pendidikan alternatif masyarakat pedesaan dengan berlatar belakang ekonomi kelas menengah ke bawah. Bahkan sebagaian besar berasal dari latar belakang pendidikan orang tua yang rendah. Namun demikian, Pondok pesantren, khususnya di daerah Jember Jawa Timur memiliki kontribusi yang begitu besar dalam pembangunan sumber
daya manusia (Haryono, 2006). Oleh karena itu, dalam proses
pembangunan bangsa, terutama yang berhubungan dengan pembangunan sumber daya manusia, kita tidak dapat meninggalkan peran pesantren yang begitu besar kontribusinya dalam dunia pendidikan. Pesantren akan memiliki kontribusi yang lebih besar dalam mencetak Sumber daya manusia (SDM), jika ditopang dengan penyelenggaraan makan dan gizi yang memadai. Penyelenggaraan makan untuk orang banyak tentu memerlukan manajemen yang sesuai dengan rambu-rambu yang telah diatur dalam manajemen penyelenggaraan makan orang banyak. Sementara yang terjadi di pesantren penyelenggaraan makan belum sesuai dengan harapan. Sumber gizi tidak harus berasal dari makanan yang bernilai komersial tinggi, tetapi bisa dari pangan lokal yang bisa di dapat di lingkungan sekitar pesantren. Dengan demikian pesantren dapat membangun SDM yang lebih sehat dan berkualitas sebagaimana pepatah ‘Di dalam badan yang sehat terdapat jiwa yang sehat’. Pondok Pesantren Nurul Islam (NURIS) terletak di Kelurahan Antirogo, Kecamatan Sumbersari, Kabupaten Jember. Kelurahan Antirogo memiliki luas pemukiman 128.218 m2, luas pekamanan 6.620 m2, luas pekarangan 612.052 m2, luas perkantoran 0.244 m2 dan luas prasaranan umum 782.300 m2 dengan jumlah penduduk 9.074 orang. Kelurahan ini ini memiliki satu bantara sungai dan tidak rawan banjir. Selain itu juga memiliki kualitas mata air, sumur gali, sumur pompa, hidran umum yang baik. Namun sungai pada umumnya berada dalam keadaan tercemar. Sedangkan udara cukup sehat. Pondok pesantren yang didirikan tahun 1981 oleh KH. Muhiyddin Abdusshomad ini telah meluluskan ratusan alumninya. Saat ini kurang lebih ada 1200 orang satri dan 850 orang santriwati yang bermukim di pondok pesantren NURIS. Usia santri berkisar antara 12 tahun 1
sampai 18 tahun. Pondok pesantren NURIS menerapkan penyelenggaraan makanan untuk santri dan santriwatinya secara konvensional atau dilakukan sendiri tanpa melibatkan katering atau unit jasa boga. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan kelompok peneliti lemlit UNEJ tentang pengembangan potensi pesantren di Kabupaten Jember didapatkan hasil penyelenggaraan makanan di pondok pesantren belum optimal. Penanggung jawab kegiatan penyelenggaraan makanan di pondok pesantren masih memiliki pengetahuan gizi yang rendah, hal ini terbukti dari belum sesuainya porsi yang disajikan dengan kebutuhan gizi santri yang masih dalam masa pertumbuhan. Jika hal ini tidak diperhatikan dengan baik maka akan berdampak pada status gizi para santri yang juga akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia yang akan dihasilkan. Beberapa keadaan yang menggambarkan belum optimalnya penyelenggaraan makanan yang ada di PP NURIS antara lain : Pertama, belum adanya perencanaan yang baik, hal ini terlihat dari menu masakan yang akan dimasak besok hari baru dipikirkan pada saat itu juga. Hal ini terjadi karena belum adanya siklus menu yang diterapkan oleh pesantren. Kedua, tempat penyimpanan bahan mentah dan makanan yang matang belum terpisah sehingga memperbesar adanya kontaminasi pada makanan yang sudah matang. Ketiga, penyimpanan bahan habis pakai dan bahan kering sudah baik, namun mereka masih belum mengenal sistem FIFO (first in first out) untuk penyimpanan bahan makanan sehingga bahan makanan yang kadaluarsa tidak bisa dikontrol. Keempat, higienis petugas penyedia makanan juga masih disangsikan karena kebiasaan cuci tangan sebelum memasak masih seringkali diabaikan. Kelima, belum adanya evaluasi terhadap penyelenggaraan makanan yang telah dilaksanakan sehingga tidak pernah diketahui daya terima dan kepuasan santriwati terhadap penyelenggaraan makanan yang telah ada. Pengetahuan manajemen penyelenggaraan makan menjadi solusi masalah ini sehingga ketersediaan sarana bisa dimanfaatkan dengan baik untuk menyediakan makanan yang bergizi untuk santriwati. Santriwati yang ada di PP putri NURIS adalah remaja putri dengan rata-rata usia 1618 tahun. Santriwati ini adalah calon ibu yang akan melahirkan generasi muda harapan bangsa. Dengan demikian mereka harus mempunyai kecukupan gizi yang baik. Masalah gizi yang mengancam remaja putri dengan tingkat konsumsi berkualitas rendah adalah anemia dan kurang energi protein yang akan berkembang menjadi kurang energi kronis saat mereaka menjadi ibu hamil. Anemia dan kurang energi protein menjadi faktor risiko menurunnya kualitas hidup remaja putri. Sebagai seorang pelajar, anemia dan kurang energi protein akan mempengaruhi tingkat konsentrasi dan prestasi di sekolah selain itu sebagai dampak jangka 2
panjang akan mempengaruhi kualitas masa kehamilan mereka sebagai calon ibu di masa mendatang. Anemia dan kurang energi kronis adalah faktor risiko abortus dan berat bayi lahir rendah yang dapat membahayakan ibu dan bayi sekaligus. Hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan pada santriwati sebanyak 50 orang, didapatkan hasil 52% termasuk dalam kategori underweight (IMT<18,5), 40% termasuk dalam kategori normal (IMT= 18,5-22,99) dan 8% termasuk dalam kategori overweight (IMT=23-27,49) berdasarkan
WHO,
2004 klasifikasi untuk orang Asia. Hal ini perlu mendapatkan perhatian karena sebagian besar santriwati memiliki status gizi kurus dan berisiko terhadap penyakit infeksi.
B. Permasalahan Mitra Permasalahan
yang
dihadapi
oleh
PP
NURIS
adalah
belum
optimalnya
penyelenggaraan makanan yang dilaksanakan di pondok pesantren. Masalah yang lain adalah status gizi santri dan santriwati yang bermukim di pondok pesantren masih rendah. Kedua masalah ini saling berkaitan karena status gizi merupakan manifestasi konsumsi makanan dan status kesehatan individu. Dari kedua permasalahan tersebut terdapat peluang untuk melakukan pelatihan dan pendampingan PP untuk dapat melaksanakan penyelenggaraan makanan yang baik, sehat dan bergizi. Ada beberapa alasan mengapa perbaikan penyelenggaraan makanan di PP menjadi prioritas, antara lain : yang pertama penyelenggaraan makanan yang baik akan berimbas pada peningkatan status gizi yang berarti juga memperbaiki kualitas sumber daya manusia. Kedua, pelatihan dan pendampingan penyelenggaraan makanan juga akan meningkatkan pengetahuan gizi dan kesehatan para petugas penyedia makanan dan penanggung jawab penyelenggara makanan, sehingga dalam jangka waktu panjang menjamin ketersediaan makanan sehat di pesantren yang sesuai dengan kebutuhan gizi satri/santriwati.
BAB 2. TARGET DAN LUARAN Target dan luaran yang diharapkan dari pelatihan dan pendampingan penyelenggaraan makanan di pondok pesantren adalah : 1.
Peserta dapat menerapkan pengetahuan tentang manajemen penyelenggaraan makanan meliputi: perencanaan, proses dan evaluasi di skala pondok pesantren.
2.
Peserta dapat menyusun siklus menu untuk diterapkan dalam penyelenggaraan makanan di pesantren.
3.
Peserta dapat menghitung porsi dalam penyelenggaraan makanan sesuai dengan kebutuhan gizi sasaran. 3
4.
Peserta dapat bertindak sebagai kader untuk menyebarluaskan informasi tentang manajemen penyelenggaraan makanan untuk petugas penyelenggaraan yang ada di pesantren.
5.
Diharapkan dari kegiatan ini akan didapatkan model penyelenggaraan makanan pesantren yang dapat diduplikasi dan diterapkan oleh pesantren yang lain yang ada di Jember yang dituangkan dalam sebuah modul penyelenggaraan makanan di pesantren.
BAB 3. METODE PELAKSANAAN Dari kedua permasalahan yang ada di PP NURIS tersebut terdapat peluang untuk mengadakan pelatihan dan pendampingan manajemen penyelenggaraan makanan di pesantren. Pengusul akan melakukan pelatihan dan pendampingan kepada petugas penyedia makanan dan penanggung jawab penyelenggaraan makanan yang ada di PP NURIS yang akan diwakili oleh 10 orang dari kedua dapur di PP NURIS yang melayani 850 santriwati. Peserta diharapkan keaktifannya dalam mengikuti kegiatan ini sehingga diharapkan nantinya akan menghasilkan model penyelenggaraan makanan di pesantren dan siklus menu 10 hari yang bisa diterapkan dan diaplikasikan di pesantren yang ada di Kabupaten Jember. Beberapa fokus materi yang akan disampaikan selama kegiatan pelatihan dan pendampingan akan dibahas dibawah ini : a. Rancangan siklus menu untuk meningkatkan kualitas konsumsi santriwati berbasis pangan lokal Variasi makanan tiap hari sangat dibutuhkan untuk menjamin tercukupinya kebutuhan zat gizi bagi tubuh kita, karena tidak ada makanan tunggal yang mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan tubuh kita. Nantinya pengurus dan petugas penyelenggara makanan akan diberikan keterampilan dan pengetahuan tentang kandungan zat gizi dan padu padannya sehingga tercipta menu harian yang sesuai dengan kebutuhan gizi santriwati. Pengurus dan petugas penyelengggara makanan akan dibantu untuk menyusun siklus menu 5 hari dan 7 hari yang bisa diaplikasikan dalam penyediaan makanan untuk santriwati. Petugas penyelenggara makanan juga akan diberikan keterampilan untuk memanfaatkan pangan lokal Jember dalam rangka menyediakan bahan makanan yang berkualitas untuk para santri. Pesantren selalu menyajikan tahu tempe namun pengolahannya sebatas di bumbu kuning atau balado saja. Dengan modifikasi, tahu dan tempe bisa dimanfaatkan untuk pembuatan nugget bersama dengan daun 4
singkong sebagai sumber serat. Nugget home made ini tidak hanya menyediakan protein nabati semata namun juga serat dan sumber vitamin A, beta karoten karena kedelai dikombinasikan dengan daun singkong.
b. Optimalisasi penyelenggaraan makanan dengan Manajemen penyelenggaraan makanan Pengurus dan petugas penyelenggara makanan akan diberikan pengetahuan tentang manajemen penyelenggaraan makanan. Mereka akan dibekali pengetahuan tahapan penyelenggaraan mulai dari persiapan bahan makanan, berupa perencanaan dan pembelanjaan bahan makanan. Tahapan pengolahan bahan makanan berupa persiapan bahan mentah sampai menjadi makanan jadi dan siap santap. Tahap penyajian bahan makanan meliputi penyiapan bahan makanan untuk didistribusikan dan disajikan pada santriwati. Selain itu juga akan diajarkan cara penyimpangan bahan makanan dengan metode FIFO sehingga keamanan bahan makanan yang disediakan oleh pesantren putri terjamin. Petugas penyelenggara makanan juga akan dibekali dengan perilaku hidup bersih dan sehat karena penyedia bahan makanan juga berkontribusi terhadap keamanan makanan yang disediakan oleh pesantren putri.
c. Penyediaan makanan sesuai dengan angka kecukupan zat gizi yang dibutuhkan santriwati Peningkatan status gizi santriwati menjadi perhatian tim pelaksana karena santriwati yang akan mendapat imbas dari program ini adalah remaja putri yang termasuk dalam kategori usia yang membutuhkan asupan gizi yang mencukupi karena perannya di masa mendatang sebagai calon ibu. Petugas penyelenggara makanan akan diberikan pengetahuan tentang penyediaan bahan makanan sesuai dengan angka kebutuhan gizi. Harapannya makanan yang akan disediakan nantinya jumlahnya sesuai dengan kebutuhan gizi yang dibutuhkan santriwati. Jumlah yang sesuai artinya, kalori, protein, dan lemaknya sesuai dengan angka kecukupan gizi remaja putri.
BAB 4. KELAYAKAN TIM PELAKSANA Ketua tim pelaksana merupakan dosen peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Ketua tim pelaksana mulai terlibat aktif dalam penelitian dan pengabdian mulai tahun 2005. Kegiatan pengabdian tersebut melibatkan 5
masyarakat umum. Biasanya pengabdian tersebut dilakukan berkelompok, baik dengan sesama dosen peminatan gizi atau dengan dosen peminatan lainnya dalam satu Fakultas Kesehatan Masyarakat. Materi dari pengabdian dapat berhubungan langsung dengan masalah gizi ataupun pengembangan Ipteks gizi yang dapat diterapkan di masyarakat. Sehubungan dengan pengabdian yang akan dilakukan sekarang mengenai penyelenggaraan makanan di pondok pesantren, ketua tim pelaksana mengampu mata kuliah manajemen gizi institusi yang didalamnya ada bahasan penyelenggaraan makanan institusi social salah satunya adalah pondok pesantren. Selain itu ketua tim pelaksana juga melakukan penelitian tentang pengolahan umbi dan daun singkong yang baik sehingga turun kadar sianida dan aman dikonsumsi (2013), mengingat singkong adalah salah satu pangan lokal yang bisa dimanfaatkan dalam penyelenggaraan makanan di pesantren. Anggota pelaksana dengan dasar ilmu epidemiologi dan kedokteran-kesehatan masyarakat mempunyai keahlian memotret tren kejadian penyakit infeksi yang ada di pesantren. Selain itu juga untuk memberikan pengetahuan tentang hygiene personal dan makanan kepada petugas penyedia makanan. Dengan demikian makanan yang disediakan dalam penyelenggaraan makanan di pesantren terjamin kebersihan dan kesehatannya.
BAB 5. PELAKSANAAN KEGIATAN A. Realisasi Penyelesaian Masalah Kegiatan Pengabdian kepada masyarakat ini dilaksanakan selama tiga (3) hari yaitu mulai tanggal 9-11 Nopember 2015 bertempat di PP Nurul Islam Antirogo Sumbersaari Kabupaten Jember. Pelaksanaan kegiatan pengabdian ini dilakukan dengan cara memberikan pengetahuan tentang manajemen penyelenggaraan makanan melalui pelatihan dan pendampingan penyusunan menu makanan untuk orang banyak. Hal ini bertujuan untuk menambah ilmu pengetahuan tentang manajemen penyelenggaraan makanan untuk orang banyak dan hal-hal yang terkait dengan hal ini untuk menjadi bekal diaplikasikan di pondok pesantren tempat mereka menimba ilmu.
B. Khalayak Sasaran Khalayak sasaran yang mengikuti kegiatan pengabdian ini adalah para penjamah makanan di dapur pondok pesantren tempat mereka menimba ilmu. Ada 8 pondok pesantren yang diundang pada pelaksanaan kegiatan ini dengan perwakilan setiap dapur sekitar 2-3 orang penjamah makanan. Jumlah penjamah makanan pada kegiatan ini adalah 20 orang. 6
C. Metode Penyelesaian Masalaaah yang Digunakan Tim pelaksana yang berasal dari gabungan Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Fakultas Kedokteran Universitas Jember melakukan serangkaian kegiatan dalam melakukan kegiatan pengabdian masyarakat yang terangkum dalam tabel berikut ini:
Hari/Tanggal
Kegiatan
Senin, 9 Nopember 2015
Selasa, 10 Nopember
Keterangan Dr. Farida Wahyu N, M.Kes
09.00 – 10.00 WIB Pembukaan 10.00-10.30 WIB Coffee Break 10.30 -11.30 WIB Materi manajemen penyelenggaraan makanan untuk orang banyak 11.30-12.00 WIB ISHOMA 12-00 – 14.00 WIB Review Tim pelaksanaan penyelenggaraan makanan di pondok pesantren masingmasing. Materi : food borne disease dan sanitasi makanan dan minuman
2015 09.00 – 11.00 WIB materi food borne dr. Ida Srisurani Wiji Astuti, disease M.Kes 11.00 – 12.00 WIB ISHOMA 12.00 – 14.00 WIB materi sanitasi Irma Prasetyowati, SKM, Mkes makanan dan minuman Rabu, 11 Nopember
Penyusunan Menu untuk orang banyak Tim berbasis sumber pangan lokal.
2015
Materi pada kegiatan ini diberikan melalui media powerpoint yang dibuat secara sederhana sehingga mudah dipahami dan disertakan juga gambar sehingga tampilan lebih menarik. Penyampaian materi dengan metode ceramah dan dibuka diskusi dua arah sehingga jika ada pertanyaan langsung segera mendapatkan penjelasan. Selain itu ada praktik penyusunan menu dan review penyelenggaraan makanan yang dilaksanakan oleh pondok pesantren saat ini sehingga bisa diketahui kelemahan dan kesalahannya.
7
D. Hambatan yang dihadapi dan Cara Penyelesaiannya Hambatan yang dihadapi pada saat melaksanakan kegiatan pengabdian ini terkait penetapan tanggal waktu pelaksanaan kegiatan yang berubah-ubah dikarenakan banyaknya kegiatan yang diselenggarakan oleh pondok pesantren, namun masalah dapat diselesaikan dengan ditetapkannya tanggal pelaksanaan kegiatan mulai tanggal 9-11 November 2015. Selama pelaksanaan kegiatan tidak ada hambatan yang berarti, kegiatan berjalan dengan lancar dan baik. BAB 6. HASIL KEGIATAN A. Ketercapaian Tujuan Kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang diselenggarakan di pondok pesantren ini mempunyai 3 tujuan utama. Tujuan pertama dilakukannya pengabdian masyarakat ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan para penjaman makanan di pondok pesantren tentang manajemen penyelenggaraan makanan karena selama ini pelaksanaannya hanya sebatas rutinitas dan seadanya saja. Dari hasil pendidikan dan pendampingan yang tim lakukan menunjukkan respon yang positif. Selama proses pendidikan dan pendampingan para peserta sangat antusias dan menyimak materi dengan baik. Ada beberapa pertanyaan yang diajukan seputar penyakit yang bisa disebabkan oleh makanan. Hal ini menunjukkan peserta menyimak materi dan ingin tahu lebih banyak tentang materi yang diberikan. Pertanyaan lainnya adalah perihal tentang penyimpanan bahan makanan yang baik dan benar. Dengan peningkatan pengetahuan ini diharapkan akan ada perubahan dari penyelenggaraan makanan di pondok pesantren ke arah yang lebih baik, mulai dari perencanaan sampai dengan evaluasi. Selain tujuan di atas, kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini juga bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan peserta tentang penghitungan konsumsi makanan sesuai dengan kebutuhan para santri sebagai sasaran penyelenggaraan makanan di pondok pesantren. Selama ini tidak pernah ada penghitungan jumlah konsumsi makanan sesuai dengan kebutuhan
para
santri,
mereka
menyediakan
makanan
secara
umum
tanpa
mempertimbangkan kebutuhan para santri yang termasuk dalam kategori anak usia sekolah dan remaja yang membutuhkan tambahan energi untuk pertumbuhan. Pada kegiatan ini dikenalkan Daftar Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan untuk mengetahui kebutuhan energi dan zat gizi yang lain sesuai dengan kelompok dan jenis kelamin tertentu. Selain itu juga ada pengenalan daftar penukar bahan makanan, untuk menghitung jumlah kalori dan kandungan zat gizi lainnya pada bahan makanan tertentu dan bahan makanan penukarnya. 8
Dengan kedua daftar ini diharapkan menjadi acuan dan alat bantu untuk mempermudah dalam penyusunan menu untuk santri sesuai dengan kebutuhan gizinya. Semua peserta yang sebelumnya tidak pernah mengenal kedua tabel/ daftar ini akhirnya menjadi tahu dan paham kegunaan kedua tabel tersebut. Tujuan yang lain adalah pengenalan siklus menu 10 hari yang bisa digunakan dalam perencanaan penyelenggaraan makanan di pondok pesantren. Selama ini pondok pesantren tidak mempunyai siklus menu meskipun ada pergantian menu tiap harinya. Sejauh ini tidak ada masalah, namun terkadang ada kebingungan akan memasak menu untuk hari selanjutnya. Dan terkadang memanfaatkan sisa sayuran yang telah dibeli pada hari sebelumnya sehingga tidak ada variasi jenis makanan, hanya pengolahannya saja yang berubah. Namun dengan pengenalan siklus menu 10 hari ini diharapkan akan ada variasi tidak hanya pada cara pengolahan namun juga pada jenis bahan makanan, karena untuk mendapatkan semua zat gizi kita tidak bisa hanya mengonsumsi satu jenis makanan saja. Pada kegiatan ini, para peserta diminta untuk membuat siklus menu 10 hari yang nantinya bisa diterapkan di pondok pesantren.
B. Indikator Keberhasilan Indikator keberhasilan pelaksanaan pengabdian masyarakat ini adalah sebagai berikut: a. 80% peserta pelatihan dapat menyusun siklus menu 10 hari. b. 80% peserta tahu dan paham penggunaan daftar AKG yang dianjurkan dan Daftar penukar bahan makanan.
C. Luaran Kegiatan Luaran kegiatan pengabdian ini meliputi dua hal. Luaran yang pertama yaitu pedoman penyusunan menu makanan untuk orang banyak berbasis sumber pangan lokal. Yang kedua adalah metode penyelenggaraan makanan yang bisa diaplikasikan di pondok pesantren.
BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah diuraikan pada Bab 6, maka kesimpulan dari kegiatan pendidikan dan pelatihan penyusunan menu orang banyak berbasis sumber pangan lokal di PP NURIS Jember ini dapat dikemukakan sebagai berikut : 1) Peserta pendidikan dan pelatihan memiliki peningkatan pemahaman tentang manajemen penyelenggaraan makanan di pondok pesantren. 9
2) Peserta pendidikan dan pelatihan memiliki kemampuan untuk menyusun siklus menu 10 hari untuk perencaaan penyelenggaraan makanan di pondok pesantren. 3) Peserta pendidikan dan pelatihan memiki pemahaman tentang cara penghitungan kebutuhan konsumsi sesuai kebutuhan gizi yang dianjurkan dan penggunaan tabel penukar bahan makanan. B. Saran 1) Perlu dilakukan pelatihan terkait penggunaan software untuk menghitung kebutuhan konsumsi makanan. 2) Perlu dilakukan pendampingan dalam mereview dan pendampingan penyelenggaraan makanan di pondok pesantren setelah pendidikan dan pelatihan.
Daftar Pustaka 1. Haryono, A. 2009. Perilaku Kewirausahaan Lulusan Pesantren Salaf (Sebagai Upaya Mendesain Kurikulum Pesantren Salaf Berbasis Budaya dan Berorientasi Kewirausahaan). Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian. Universitas Jember. 2. Giovannini M et al. 2008. Breakfast: a good habit, not a repetitive custom. The Journal of International Medical Research, 36, 613—624. 3. Muchtar M, Julia, M & Indria LG. 2011. Sarapan dan jajan berhubungan dengan kemampuan konsentrasi pada remaja. Jurnal Gizi Klinik, 8(1), 28—35. 4. Rampersaud GC, Pereira MA, Girard BL, Adams J, & Metzl JD. 2005. Breakfast habits, nutritional status, body weight, and academic performance in children and adolescents. Journal of the American Dietetic Association, 105(5), 743—760. 5. Anonim. 2000. Selayang pandang Pondok Pesantren Nurul Islam (NURIS) Jember. http://puanamalhayati.or.id/archives/1051 6. Depkes RI. 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010. Jakarta : Depkes RI 7. Depkes RI. 2007. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit Edisi Revisi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. 8. Kemenkes RI. 2013. Peraturan menteri kesehatan RI no 75 tahun 2013 tentang angka kecukupan gizi yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 9. Badan Ketahanan Pangan. 2011. Daftar Penukar Bahan Makanan. Jakarta 10. Mukrie, N.A.,et al.1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi. Depkes RI Jakarta. 11. Purwaningtiyas, S. 2013. “Gambaran Penyelenggaraan Makan Di Pondok Pesantren Al-Qodiri Kabupaten Jember”. Tidak Dipublikasikan. Skripsi. Jember. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember. 12. Moehyi S. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta: Bhratara; 1992. 13. www. anekaresepmasakan.info 14. Badan Ketahanan Pangan, 2011. Daftar Bahan Makanan Penukar URT 15. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/Menkes/Per/VI/2011 Tentang Sanitasi Jasaboga 16. WHO. 2015. Food Borne Disease. www.who.int.foodbornedisease. 17. Pujiasih, E. 2012. Blogspot.Com. Kumpulan Pengetahuan Ilmu Kesehatan Masyarakat. 10
Lampiran 1. Biodata Ketua dan anggota Tim Pelaksana 1. BIODATA KETUA TIM PELAKSANA A. Identitas Diri 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nama Lengkap (dengan gelar) Jenis Kelamin Jabatan Fungsional NIP/NIK NIDN Tempat dan Tanggal Lahir E-mail No Telepon/HP Alamat Kantor Nomor Telepon/Faks Lulusan yang Telah dihasilkan Mata Kuliah yang Diampu
Dr. Farida Wahyu Ningtyias, S.KM.,M.Kes Perempuan Lektor 198010092005012002 0009108002 Pamekasan, 9 Oktober 1980 farida
[email protected] 08123293964 Jl. Kalimantan 1/93 Jember 0331-322995 200 orang 1. Gizi masyarakat 2. Penentuan Status gizi 3. Ekologi pangan dan gizi
B. Riwayat Pendidikan Nama Perguruan Tinggi Bidang Ilmu Tahun Masuk-Lulus Judul Skripsi/Tesis/Disertasi
Nama Pembimbing/Promotor
S1 Universitas Airlangga Ilmu Kesehatan Masyarakat 1999-2003 Pemberian diet dan konseling gizi pada pasien Diabetes Mellitus rawat inap
Merryana Adriani,S.KM., M.Kes
S2 Universitas Airlangga Ilmu Kesehatan Masyarakat
S3 Universitas Gadjah Mada Ilmu Kedokteran dan Kesehatan
2005-2007 Hubungan Kadar Yodium, Tiosianat, Nitrat Dan Selenium Dengan Kejadian Gondok Pada Anak Usia Sekolah Di Daerah Endemik Dan Non Endemik Gondok Di Kabupaten Jembet - Prof.dr.bambang Wirjatmadi MS.,MCN.,PhD.,SpGK - Benny Soegianto.,dr.,M.PH
2011- 2015 Kearifan Lokal Masyarakat Jember Mereduksi Kadar Sianogenik Untuk Menurunkan Kadar Tiosuanat Urin
Prof. dr. Ahmad Husain Asdie, Sp.PD.KE Prof. dr. Madarina Julia, MPH.,Ph.D., Sp.A(K) Dra. RR. Yayi Suryo Prabandari,M.Si.,Ph.D
C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir NO
Tahun
1
2006
2
2007
3
2007
4
2008
5
2008
6
2009
Judul penelitian Hubungan pola pemberian asi eksklusif dan mp asi dengan status gizi balita Kajian sosio budaya gizi kaitan dengan pola pemberian makan balita pada etnis jawa dan madura (studi kasus di kabupaten jember) Faktor-faktor yang mempengaruhi Kejadian gondok pada anak sekolah dasar Di daerah endemik dan non endemik gondok Di kabupaten jember Peran pola konsumsi tiosianat terhadap kejadian gondok pada siswa sekolah dasar di daerah endemik dan non-endemik gondok di kabupaten jember Pengembangan produk garam fungsional sehat Metode reduksi kadar sianogenik untuk menurunkan Prevalensi kejadian gondok di
Sumber Mandiri
Pendanaan Jumlah (Juta-Rp) 10
DIPA Unej
10
DIPA Unej
35
DP2M Dirjen Dikti Depdiknas
40
PT Garam
150
DIPA Univ Jember
40
11
NO
Tahun
7
2010
8
2014
Judul penelitian
Sumber
kabupaten jember Metode reduksi kadar sianogenik untuk menurunkan Prevalensi kejadian gondok di kabupaten jember Kearifan lokal masyarakat Jember mereduksi kadar sianogenik untuk menurunkan kadar tiosianat urin
Pendanaan Jumlah (Juta-Rp)
DIPA Univ Jember
30
BOPTN Univ Jember
32
D. Publikasi Artikel Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir No 1
2
3
Judul Artikel Ilmiah Faktor yang Mempengaruhi Kejadian KEP pada anak Balita Non Gakin di Daerah Perkotaan di Wilayah Kerja Puskesmas Sobo Kecamatan Banyuwangi Kabupaten Banyuwangi Eksplorasi kearifan lokal masyarakat dalam mengonsumsi pangan sumber goitrogenik terhadap GAKY
Nama Jurnal Jurnal Sainstek
Volume Nomor/Tahun Vol 9 No 1 Juni 2010 Hal 73-84 ISSN : 1412-8136 Penulis Utama
Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional
Kajian Gangguan Akibat Kekurangan Yodium Di Kabupaten Jember
Jurnal Kedokteran Indonesia
Vol 8 No 7 Februari 2014 Hal 306-313 Penulis Utama Vol 6 no 2 tahun 2014
E. Pemakalah Seminar Ilmiah (oral Presentation) dalam 5 Tahun terakhir No 1
Nama Pertemuan Seminar Nasional Perubahan Iklim dama Perspektif Kesehatan Masyarakat
2
Seminar Nasional Pengembangan Industri Pengolahan Singkong Terpadu tahun 2010
Judul Artikel Pengaruh Konsumsi Tiosianat dengan Kejadian Gondok Di Daerah Endemik dan Non Endemik Gondok Di Kabupaten Jember Metode Reduksi Kadar Sianogenik Singkong untuk Menurunkan Prevalensi Gondok di Kabupaten Jember
Tempat dan waktu Jember-16 oktober 2010
Semarang, 21 juli 2010 Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Tegah
F. KARYA BUKU DALAM 5 TAHUN TERAKHIR Judul Buku Penentuan Status Gizi
Tahun 2010
Jumlah halaman 150
Penerbit Universitas Jember Press
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi. Dalam biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan proposal pengabdian masyarakat LPM UNEJ dana BOPTN Jember, 16 Desember 2015
Farida Wahyu Ningtyias NIP. 19801009 2005 01 2002
12
2. BIODATA ANGGOTA 1 A. Identitas Diri 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
12
Nama lengkap Jenis kelamin Jabatan fungsional NIP NIDN Tempat dan Tanggal lahir E-mail Nomor telepon/HP Alamat kantor Nomor telepon/fax Lulusan yang telah dihasilkan
Mata Kuliah yang Diampu
Irma Prasetyowati, S.KM.,M.Kes. Perempuan Lektor Kepala 198005162003122002 0016058001 Bondowoso, 16 Mei 1980
[email protected] 081330403092 Jl. Kalimantan I/93 Kampus Tegal Boto, Jember (0331) 322995 S1 = 50 orang 1. Dasar Epidemiologi 2. Epidemiologi Penyakit Menular 3. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular 4. Kesehatan Reproduksi I 5. Metode penelitian kesehatan 6. Surveilans Epidemiologi 7. Epidemiologi Bencana dan Kedaruratan 8. Epidemiologi Degeneratif 9. Praktikum Epidemiologi 10. Epidemiologi Kesehatan Reproduksi 11. Metode Penelitian Epidemiologi
B. Riwayat Pendidikan Nama Perguruan Tinggi Bidang Ilmu
S1
S2
Universitas Airlangga
Universitas Airlangga
Ilmu Kesehatan Masyarakat
Ilmu Kesehatan Masyarakat, Minat Epidemiologi 2006 – 2008
Tahun Masuk-Lulus
1999 – 2003
Judul Skripsi/Tesis
Hubungan antara Tingkat Konsumsi (Energi dan Protein) dan Tingkat Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Lebih pada Siswa SD dengan Sistem Full Day School (Studi Di Yayasan Pendidikan Al Muslim Sidoarjo)
Pengaruh Kontak Penderita TB dan Lingkungan Fisik Rumah terhadap terjadinya Infeksi TB (TB Infection) Anak SD di Wilayah Kota Kabupaten Jember
Nama Pembimbing
1. Inong Retno Gunanti, S.KM.,M.Si
1. Dr. Chatarina Umbul Wahyuni, dr.,M.S.,M.P.H 2. Fariani Syahrul, S.KM.,M.Kes
C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir Pendanaan No.
Tahun
Judul Penelitian
Sumber
Jml (Juta Rp.)
1
2014
Partisipasi Komunitas Dalam Meningkatkan Kepatuhan Berobat Pasien TB resistan Obat di Kabupaten Jember
GF Komponen TB
200
2
2014
Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana Di Puskesmas (Studi Kasus Di Puskesmas Sumberjambe Kab.Jember)
Hibah Dosen Pemula
8
13
Pendanaan No.
Tahun
Judul Penelitian
3
2013
Riset Vaksin TB (anggota)
4
2012
5
2012
Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) Kabupaten Bondowoso tahun 2012. Skrining Risiko Kardiovaskuler pada dosen dan staf administrasi FKM Univ Jember (ketua)
6
2011
7
2010
8
2009
Sumber
Jml (Juta Rp.)
Balitbangkes RI
50
Mandiri
0,5
Bagian Epid FKMUnej
2
Survei Surveilans perilaku Berisiko Tertular HIV pada remaja jalanan tahun 2011(anggota)
Bagian Epid FKMUnej
2
Pengaruh perilaku douching terhadap kejadian kanker leher rahim di RSD. dr. Soebandi Jember (anggota) Mapping and factors Affecting the drop out of patient with lung TB in Situbondo 2009 (ketua)
Mandiri
0,5
Mandiri
0,5
D. Pengalaman Pengabdian Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir Pendanaan No.
Tahun
1
2014
2
2014
3
Judul Pengabdian Kepada Masyarakat
Sumber
Jml (Juta Rp.)
Mandiri
0,5
Penyuluhan Optimalisasi Kegiatan MOS dalam mencegah HIV AIDS pada remaja
Mandiri
0,5
2104
Sosialisasi Makanan Berbahaya
Mandiri
0,5
4
2013
Pencegahan HIV AIDS. Kotakan Situbondo.
Mandiri
0,5
5
2012
Penyuluhan Penyakit Degeneratif (Masalah Kanker, Klinis pengobatan dan pencegahan kanker, masalah sosial dan pemeriksaan payudara sendiri/ Sadari). Di Pondok Pesantren
Bagian Epid FKM-Unej
1
6
2012
Kesehatan Reproduksi Remaja
Mandiri
0,5
7
2011
Pembekalan Teknis Survey PHBS
Dinkes Lumajang
1
8
2010
IbM Paguyuban TB Sayang Paru Sumberjambe
Dp2M Dikti
49
9
2010
Hipertensi
Mandiri
0,5
10
2009
Pengolahan Sampah dan Pembuatan kompos
Mandiri
0,5
Sosialisasi HIV dan AIDS pada Toga/Toma
Publikasi Artikel Ilmiah No 1
Tahun 2012
Judul Artikel Ilmiah Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) Kabupaten Bondowoso tahun 2012.
2
2012
3
2012
Survei Surveilans Perilaku Berisiko Tertular HIV pada Remaja Jalanan Tahun 2011 Determinan terjadi kegagalan pengobatan tuberkulosis kategori 2 pada penderita
Volume/Nomor/Tahun Jurnal Warta Litbang (Buletin Berkala), Vol 8, No 2, Tahun 2012, ISSN: 0216-7840d. Penerbit:Bappeda Kabupaten Bondowoso. halaman: 8 – 14 Jurnal IKESMA, Vol 8, No;2, September 2012, ISSN: 1829-7773 JOURNAL (The Indonesian Journal of Health Science), Vol 2, No 2, Juni
14
4
2011
5
2010
6
2009
tuberkulosis paru di RSP Jember Pengaruh perilaku Douching terhadap kejadian kanker leher rahim di RSD. dr. Soebandi Jember Hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan tindakan pencegahan penularan tuberkulosis Ketowan Arjasa Situbondo Hubungan antara pencahayaan rumah, kepadatan penghuni dan kelembaban dengan risiko terjadi infeksi TB anak SD kab Jember
2012, ISSN:2087-5053 Jurnal IKESMA, Vol 7, No;1, Maret 2011, ISSN: 1829-7773 Jurnal Penelitian Kesehatan dan farmasi/ Spirulina, Vol 5, No:2, Juni 2010, ISSN: 1907-2171 Jurnal Kedokteran Indonesia, Vol 1, No: 1, Januari 2009, ISSN: 2086-5171
E. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) Dalam 5 Tahun Terakhir No 1
2
3
Nama Pertemuan Ilmiah/Seminar Seminar dengan Tema “The Impacts of Regulations on Tobacco Control (Review of Health, Economic, Social, and Cultural Aspects)”. The 1st International Symp on Health Research & Development and The 3rd Western Pacific Association 2011 in Sanur Bali Indonesia, Kemenkes RI, WFPHA, IAKMI Seminar Nasional Fikes Universitas Jendral Soedirman
Judul Artikel Ilmiah The effects of smoking habits and exposure to ultraviolet light of senile cataract occurrence (a case study on opthalmology poly of RSD. dr. Soebandi Jember. Mapping and Factors affecting the drop out of patient with lung TB in Situbondo in 2009 (Poster)
Hubungan Karakteristik Petugas dan sarana laboratorium dengan hasil pemeriksaan dahak tuberkulosis di PRM Jember 2009
Waktu dan Tempat November 2012, Universitas Jember
17-18 Nov 2011, Sanur Bali Indonesia
Purwokerto, 23-24 September 2011
16 Desember 2015
15
3. BIODATA ANGGOTA 2
A. Identitas 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nama Lengkap (dengan gelar) Jabatan Fungsional Jabatan Struktural NIP NIDN Tempat dan tanggal lahir Alamat Rumah No. Telp./Fax/HP Alamat Kantor
: : : : : : : : :
10 11
No. Telp./Fax Alamat e-mail
12
Mata Kuliah yang Diampu
: : 1 2 3 4 5 6
dr. Ida Srisurani Wiji Astuti, M.Kes Dosen Kepala Bagian IKM 19820901 200812 2 001 0001098204 Banyuwangi, 1 September 1982 Perum Taman Kampus A1-11A Jember (0331)325114/081357484568 Fakultas Kedokteran, Jl. Kalimantan, 37 Kampus Tegalboto Jember (0331) 337877, 324446/Fax. (0331) 337877, 324445
[email protected] Kardiovaskular Endokrin, Metabolisme & Nutrisi Agromedis & Penyakit Tropis Strategi Belajar & Humaniora Humaniora & Masalah Kesehatan Daur Hidup
B. Riwayat Pendidikan Jenjang Pendidikan Nama Perguruan Tinggi Bidang Ilmu/Spesialisasi Tahun Masuk-Lulus Judul Skripsi/Thesis/Disertasi
Nama Pembimbing
S1 UNEJ Kedokteran 2001-2005 Pengaruh Asupan Makanan Terhadap Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Trimester Tiga Yang Berkunjung Ke Puskesmas Sumbersari Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember Bulan Oktober-Desember Tahun 2004 - Hj. Sri Utami, SKM, MM - Sulistiyani, SKM
S1 Profesi UNEJ Kedokteran 2005-2008
S2 UNS Kedokteran Keluarga 2012-2014 Perbedaan Kualitas Pelayanan, Angka Rujukan, Waktu Tunggu, dan Waktu Konsultasi Pada Dokter Dengan Pembayaran Kapitasi dan Fee For Service - Prof. Bhisma Murti, dr. M.PH, M.Sc, Ph.D - dr. Ari Natalia Probandari, M.PH, Ph.D
C. Pengalaman Penelitian Pendanaan No
Tahun
1
2011
Judul Penelitian Gambaran Faktor Kenakalan Remaja SMPN 1 Puger Tahun 2010-2011
Sumber Mandiri
Jumlah (Juta Rp) 0,5
D. Pengalaman Pengabdian No
Tahun
Judul Pengabdian Kepada Masyarakat
1
2009
2
2009
3
2010
Penyuluhan Tentang Penyakit Degeneratif di Perum Pondok Gede Kabupaten Jember Penyuluhan Tentang Gangguan Lambung di BTPN Cabang Jember Pemeriksaan dan Pengobatan Gratis Bagi Masyarakat Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember
Sumber Dana
Jumlah (Juta Rp)
Mandiri
0,5
Mandiri
0,5
Mandiri
1,3
16
4
2014
5
2014
Bakti Sosial Pengobatan Massal Gratis Bagi Masyarakat Desa Kemuningsari Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember Bakti Sosial Penyuluhan Faktor Risiko Tinggi Pada Kehamilan Sebagai Upaya Penurunan Angka Kematian Ibu di Puskesmas Gumukmas Kabupaten Jember
Mandiri
1,3
Mandiri
1,35
F.Pengalaman Penyampaian Makalah Secara Oral pada Pertemuan/Seminar Ilmiah No. 1.
Nama Pertemuan ilmiah/seminar Seminar Internasional The Challenge of Social Determinant of Health and Healthcare Quality to Achieve Health Equity Throughout Indonesia
Judul Artikel Ilmiah “The Effect of Capitation Payment Method for Family Physicians Compared with Fee-for-service on the Quality of Care and Length of Consultation”.
Waktu & Tempat 21-23 April 2014 di Universitas Airlangga Surabaya
K. Pengalaman Lain 1. Peserta dalam Kegiatan Pelatihan Program Peningkatan Keterampilan Dasar Teknik Instruksional (PEKERTI) pada tanggal 4-6 Juni dan 12-13 Juni 2009, P3AI UNEJ; 2. Peserta dalam Pelatihan Dokter Keluarga Paket A dan B pada tanggal 5-7 Oktober 2012; 3. Peserta Dalam Seminar Sehari Dan Rapat Pleno Diperluas IDI Cabang Jember Pada Tanggal 31 Mei 2014; 4. Peserta Dalam Workshop Badan Penjaminan Mutu Peningkatan Kapabilitas Manajemen Mutu Akademik Internal Bidang Sistem Manajemen Mutu Dan Akreditasi pada tanggal 9-11 Mei 2014; 5. Wakil Ketua Tim Penyusun Borang Akreditasi FKUJ Tahun 2014; 6. Anggota Senat Fakultas Kedokteran Universitas Jember tahun 2014 s/d sekarang 7. Panitia Ad Hoc Ujian Ketrampilan Medik Pemeriksaan Fisik Dasar Dan BLS (Semester 2) tanggal 5 Juni 2014; 8. Panitia Ad Hoc UK-OSCE Nasional di FKUJ 24 Mei 2014; 9. Pelatihan ’AA’ (Aplied Approach), Penyelenggara P3AI Universitas Jember, Tahun 2014; 10. Peserta Workshop Penelitian & Pengabdian Masyarakat Berbasis Agromedicine pada tanggal 29 Oktober 2014; 11. Anggota Program Continuing Medical Education Dalam Majalah Cermin Dunia Kedokteran (CDK) edisi 215/Vo. 41 No. 4 Th. 2014 dan 217/Vol. 41 No. 6 Th. 2014; 12. Anggota Tim Komisi Fakultas Kedokteran Universitas Jember Tahun 2014-sekarang
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam C.V. ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya. Jember, 16 Dsember 2015
dr. Ida Srisurani Wiji Astuti, M.Kes NIP. 19820901 2001812 2 001
17
Lampiran 2. Alur Kegiatan
Masalah PP NURIS : penyelenggaraan makanan belum optimal dan status gizi santri banyak yang underweight
Tim Pengmas UNEJ
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN para penjamah makanan tentang penyelenggaraan makanan untuk orang banyak berbasis sumber pangan lokal
Manajemen penyelenggaraan makanan untuk orang banyak
Penyusunan siklus menu 10 hari
Penyusunan menu sesuai Angka Kecukupan Gizi
Penyelenggaraan makanan di pondok pesantren lebih baik dengan adanya perbaikan : - Adanya siklus menu - Pemahaman para penjamah makanan tentang manajemen penyelanggaraan makanan - Pemahaman tentang penghitungan konsumsi makanan sesuai denfan angka kecukupan gizi
18
Lampiran 3. Surat Tugas untuk Melaksanakan Kegiatan
19
Lampiran 4. Materi Pelatihan
PENYELENGGARAAN MAKANAN INSTITUSI/ORANG BANYAK Oleh : Dr. Farida Wahyu Ningtyias, M.Kes Penyelengaraan makanan institusi merupakan suatu proses menyelenggarakan makanan bagi kelompok individu yang biasanya diselenggarakan di perusahaan, industri, sekolah, universitas, asrama, rumah sakit, akademi keperawatan, panti jompo, institusi khusus (lembaga permasyarakatan, asrama atlet, dan asrama haji), children care, dan akademi militer. Penyelenggaraan makanan institusi dilaksanakan dalam jumlah besar, 50 porsi atau lebih. Penyelenggaraan makanan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen, dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian diet yang tepat (Moehyi, 2). Salah satu instansi yang menyelenggarakan makan adalah pondok pesantren. Pondok pesantren adalah salah satu institusi yang harus mendapatkan perhatian penuh karena pada institusi inilah santri usia remaja yang ada di dalamnya memerlukan perlindungan kesejahteraan dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya. Faktor yang dapat membantu proses pencapaian pertumbuhan dan perkembangan yang optimal pada anak-anak asuh tersebut diantaranya adalah adanya kecukupan konsumsi zat gizi yang seimbang yang harus dikonsumsi setiap hari. Santri usia remaja di pondok pesantren merupakan sasaran strategis dalam upaya perbaikan gizi masyarakat. Selain itu pondok pesantren merupakan salah satu tempat untuk mendidik agar santri-santri menjadi orang berakhlak mulia dan memiliki kecerdasan yang tinggi. Santri-santri yang berada di pondok pesantren merupakan anak didik yang pada dasarnya sama saja dengan anak didik di sekolahsekolah umum yang harus berkembang dan merupakan sumber daya yang menjadi generasi penerus pembangunan yang perlu mendapat perhatian khusus terutama kesehatan dan pertumbuhannya. Salah satu aspek yang mendukung hal tersebut adalah pemenuhan kebutuhan gizi bagi para santri. Salah satu upaya untuk mempertahankan status gizi santri tersebut agar tetap baik, perlu kiranya pondok pesantren memepertahankan dan meningkatkan konsumsinya agar tetap adekuat pada proses penyelenggaraan makanannya. Dalam rangka pelaksanaan upaya ini tentunya setiap pondok pesantren memiliki cara pengaturan dan penyelenggaraan makanan yang disesuaikan dengan kemampuan dan keadaan masing-masing. Setiap pondok pesantren 20
menyediakan pelayanan makanan bagi santrinya dengan cara yang berbeda. Ada yang hanya menyediakan kantin dan ada juga yang menyediakan fasilitas katering bagi santrinya. Masing-masing metode pelayanan makanan di pondok pesantren memiliki kelebihan dan kekurangan namun hal utama yang harus diperhatikan adalah kecukupan gizi dan jumlah makanan yang disediakan, sehingga setiap pondok pesantren memerlukan suatu manajemen penyelenggaraan makan untuk mengelola penyediaan makan bagi santri khususnya. Secara garis besar pengelolaan makanan mencakup perencanaan menu, pembelian, penerimaan, dan persiapan pengolahan bahan makanan, pengolahan bahan makanan, pendistribusian/penyajian makanan dan pencatatan serta pelaporan (Mukrie dalam Purwaningtiyas, 2013:6). Bentuk penyelenggaraan makan ada sistem swakelola, sistem outsourcing dan kombinasi. Penyelenggaraan makanan sebagai suatu sub sistem terdiri dari 3 komponen yaitu input (masukan) proses (kegiatan) dan output (luaran). Input dari kegiatan penyelenggaraan makanan adalah tenaga, dana, fasilitas bahan makanan, metode dan pasar /konsumen. Proses penyelenggaraan makanan meliputi penyusunan standar gizi, penyusunan anggaran, perencanaan menu, penyusunan kebutuhan bahan makanan, pembelian, penerimaan dan penyimpanan bahan makanan, penditribusian bahan makanan, persiapan, pengolahan dan distribusi makanan, pengawasan penyelenggaraan makanan, pencatatan dan pelaporan serta evaluasi. Sedangkan output penyelenggaraan makanan meliputi syarat gizi, cita rasa dan selera, standar sanitasi dan aman dikonsumsi serat pelayanan yang layak, tepat dan cepat (Depkes 2003). Bentuk Kegiatan Penyelenggaraan Makanan 1. Perencanaan Anggaran Belanja Perencanaan
anggaran
bahan
makanan
adalah
rangkaian
kegiatan
penghitungan anggaran berdasarkan laporan penggunaan anggaran bahan makanan tahun sebelumnya dengan mempertimbangkan fluktuasi harga, fluktuasi konsumen. Adanya rencana anggaran belanja berfungsi untuk mengetahui perkiraan jumlah anggaran bahan makanan yang dibutuhkan selama periode tertentu (1 bulan, 6 bulan, 1 tahun, dsb) (Depkes RI, 2007). Beberapa langkah dalam membuat perencanaan anggaran belanja :
Kumpulkan data macam dan jumlah konsumen.
Survei pasar, tentukan harga rata-rata.
Pedoman berat bersih BAHAN MAKANAN yg digunakan dan dikonversikan ke dalam berat kotor.
21
Hitung harga makanan per orang per hari dengan mengalikan berat kotor BAHAN MAKANAN dengan harga satuan sesuai konsumen.
Hitung anggaran BAHAN MAKANAN setahun (jumlah konsumen yang dilayani dalam 1 tahun dikalikan indeks harga makanan. (Jumlah Klien x Berat Kotor BAHAN MAKANAN x Banyak Pemakaian)
Contoh: Dalam 1 siklus menu penggunaan daging 3x dengan standar porsi rata-rata 50 gr. Rata2 jumlah konsumen yang mendapat daging 70 org/hr. Kebutuhan untuk siklus menu 10 hari adalah : 3x50 gr daging x 70 0rg = 10,5 kg. Dalam 1 bulan ada 3x pengulangan siklus menu 10,5 kg x 3 = 31,5 kg Kebutuhan1 tahun (12 bl) = 31,5 kg x 12= 378 kg Contoh lain: Setengah porsi ayam 50 gr. Berat kotor ayam bdd 56% = 89 gr. Jumlah pasien 70 0rg. Kebutuhan ayam : 70 org x 89 gr = 62,30 kg 2. Perencanaan Menu Menu adalah rangkaian dari beberapa macam hidangan atau masakan yang disajikan atau dihidangkan untuk seseorang atau kelompok orang untuk setiap kali makan, yaitu dapat berupa susunan hidangan pagi, hidangan siang, atau hidangan malam. Perencanaan menu adalah serangkaian kegiatan menyusun hidangan dalam variasi yang serasi untuk manajemen penyelenggaraan makanan di institusi (Depkes RI 1993). Kegiatan ini sangat penting dalam sistem pengelolaan makanan, karena menu sangat berhubungan dengan kebutuhan dan penggunaan sumberdaya lainnya dalam sistem tersebut seperti anggaran belanja, perencanaan menu harus disesuaikan dengan anggaran yang ada dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi dan aspek kepadatan makanan dan varisi bahan makanan. Menu seimbang perlu untuk kesehatan, namun agar menu yang disediakan dapat dihabiskan, maka perlu disusun variasi menu yang baik, aspek komposisi, warna, rasa, rupa, dan kombinasi masakan yang serasi (Mukrie dalam Purwaningtiyas, 2013:8). 3. Pengadaan Bahan Makanan Menurut Mukrie (dalam Purwaningtiyas, 2013:8), pengadaan bahan makanan merupakan usaha atau proses dalam penyediaan bahan makanan. Dalam proses ini dapat
berupa
upaya
penyediaan
bahan
makanan saja,
ataupun sekaligus
melaksanakannya dalam proses pembelian bahan makanan. Petugas pembelian bahan 22
makanan harus memiliki pengetahuan tentang prioritas kebutuhan, cara membeli, tempat membeli dan bagaimanaa bahan makanan tersebut ditangani setelah dibeli. Marotz, et al (2005) menyebutkan sebelum melakukan pembelian bahan makanan penting untuk mencatat nama produk, satuan, dan jumlah produk yang akan dibeli. Standart resep sebaiknya dibuat untuk mencegah pembelian bahan makanan yang berlebihan. Pembelian makanan beku sebaiknya dilakukan di akhir pembelian untuk mencegah kerusakan karena terlalu lama berada disuhu biasa. 4. Pembelian Bahan Makanan Pembelian bahan makanan adalah serangkaian kegiatan penyediaan macam, jumlah spesifikasi/ kualitas bahan makanan sesuai ketentuan/policy yang berlaku di institusi yang bersangkutan. Pembelian bahan makanan merupakan prosedur penting untuk memperoleh bahan makanan, biasanya terkait dengan produk yang benar, jumlah yang tepat, waktu yang tepat dan harga yang benar. Dalam pembelian bahan makanandapat diterapkan berbagai prosedur tergantung dari policy, kondisi, besar/kecilnya intitusi serta kemampuan sumber daya institusi yang bersangkutan (Depkes RI, 2007). 5. Penerimaan Bahan Makanan Menurut Mukrie (dalam Purwaningtiyas, 2013:10) penerimaan bahan makan adalah rangkaian kegiatan meneliti, memeriksa, mencatat dan melaporkan bahan makanan yang diperiksa sesuai spesifikasi yang telah ditetapkan dalam kontrak (surat perjanjian jual beli). Bentuk atau cara menerima bahan makanan secara umum ada dua macam yaitu: 1. Blind receiving atau cara buta, yaitu dimana petugas penerimaan bahan makanan tidak menerima spesifikasi bahan makanan serta faktur pembelian dari penjualan/vendor. Petugas penerimaan langsung mengecek, menimbang dan menghitung bahan makanan yang datang di ruang penerimaan kemudian mencatat di buku laporan atau formulir yang telah dilengkapi dengan jumlah, berat dan spesifikasi lain jika diperlukan. Pihak vendor mengirim faktur pengiriman bahan makanan langsung ke bagian pembayaran dan bagian penerimaan mengirim lembar formulir bahan makanan yang diterima untuk dicocokkan oleh bagian pembelian/pembayaran. 2. Convention atau konvensional, yaitu dimana petugas penerimaan bahan makanan menerima faktur dan spesifikasi satuan dan jumlah bahan makanan yang dipesan. Jika jumlah dan mutu tidak sesuai, petugas penerima berhak mengembalikannya. 23
Namun petugas penerima harus mencatat semua bahan makanan yang diterima dan bahan makanan yang dikembalikan untuk dilaporkan kepada bagian pembelian atau pembayaran. Prosedur pengembalian bahan makanan sebaiknya petugas pengiriman bahan makanan ikut mengakui adanya ketidakcocokan pesanan dengan pengiriman yang ditandai dengan membubuhkan tanda tangan diformulir pengembalian bahan makanan. Disamping itu perlu diberi catatan bahwa makanan yang dikembalikan tersebut harus segera diganti atau mengubah isi faktur pengiriman. Terdapat tiga prinsip utamaa dalam penerimaan bahan makanan yaitu jumlah yang diterima harus sesuai dengan yang tercantum dalam faktur pembeliaan, mutu bahan makanan yang diterima harus sesuai dengan spesifikasi bahan makanan yang diminta, dan harga bahan makanan harus sesuai dengan kesepakatan awal. 6. Penyimpanan Bahan Makanan Penyimpanan bahan makanan adalah proses kegiatan yang menyangkut pemasukan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, serta penyaluran bahan makanan sesuai dengan permintaan untuk persiapan pemasakan bahan makanan. Fungsi dari penyimpanan bahan makanan adalah menyelenggarakan pengurusan bahan makanan agar setiap waktu diperlukan dapat melayani dengan tepat, cepat dan aman digunakan dengan cara yang efisien. Prinsip dasar dalam penyimpanan bahan makanan adalah tepat tempat, tepat waktu, tepat mutu, tepat jumlah dan tepat nilai (Mukrie dalam Purwaningtiyas, 2013:11). Sesuai jenis bahan makanan gudang operasional dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Gudang bahan makanan kering, yaitu merupakan tempat penyimpanan bahan makanan kering yang tahan lama seperti beras, gula, tepung-tepungan, kacang hijau, minyak, kecap, makanan dalam kaleng dan lain-lain. Syarat utama untuk menyimpan bahan makanan kering adalah ruangan khusus kering, tidak lembab, pencahayaan cukup, ventilasi dan sirkulasi udara baik, serta bebas dari serangga dan binatang pengerat lainnya. 2. Gudang bahan makanan segar, yaitu merupakan tempat menyimpan bahan makanan yang masih segar seperti daging, ikan unggas, sayuran dan buah. Bahan makanan tersebut umumnya merupakan bahan makann yang mudah rusak, sehingga perlu dilakukan tindakan untuk memperlambat kerusakan terutama
24
disebabkan oleh mikroba. Secara umum setiap jenis bahan makanan segar memiliki suhu penyimpanan tertentu yang optimal untuk menjaga kualitas. 7. Persiapan Bahan Makanan Persiapan bahan makanan adalah suatu proses kegiatan yang spesifik dalam rangka menyiapkan bahan makanan dan bumbu-bumbu sebelum dilakukan pemasakan. Tujuan persiapan bahan makanan adalah: 1. Tersedianya racikan yang tepat dari berbagai macam bahan makanan untuk berbagai hidangan dalam jumlah yang sesuai dengan menu yang berlaku, standar porsi dan jumlah konsumen. 2. Tersedianya racikan bumbu sesuai dengan standar bumbu atau standar resep yang berlaku, menu dan jumlah konsumen. 8. Pengolahan Bahan Makanan Pengolahan bahan makanan merupakan suatu kegiatan terhadap bahan makanan yang telah dipersiapkan menurut prosedur yang ditentukan dengan menambahkan bumbu standar menurut resep, jumlah klien, serta perlakuan spesial yaitu pemasakan dengan air, lemak, pemanasan dalam rangka mewujudkan masakan dengan cita rasa yang tinggi. Tujuan pengolahan bahan makanan adalah: 1. Mengurangi resiko kehilangan zat gizi bahan makanan 2. Meningkatkan nilai cerna 3. Meningkatkan dan mempertahankan warna, rasa, keempukan dan penampilan makanan (kualitas makanan) 4. Bebas dari bahan potensial dan zat yang berbahaya bagi tubuh Waktu yang digunakan untuk menyelesaikan tugas mengolah makanan sangat tergantung dari keadaan tempat, alat, tenaga, ketersediaan bahan yang akan diolah, serta cara kerja dan keterampilan pegawai. Biasanya waktu yang digunakan ibu-ibu untuk memasak setiap hari sekitar 2-4 jam, tergantung dari jumlah dan jenis masakan yang diproduksi, tenaga, dan alat yang digunakan. 9. Pendistribusian Makanan Pendistribusian makanan adalah serangkaian kegiatan penyaluran makanan sesuai dengan jumlah porsi dan jenis makanan konsumen yang dilayani. Macam-macam distribusi makanan: 1. Sentralisasi, yaitu suatu cara mengirim hidangan makanan dimana telah diporsi untuk setiap konsumen. Hidangan-hidangan telah diporsi di dapur pusat. 25
2. Desentralisasi, yaitu pengiriman hidangan dengan menggunakan alat-alat yang ditentukan dalam jumlah porsi lebih dari satu, kemudian di ruang distribusi disajikan untuk setiap konsumen. Sistem desentralisasi mempunyai syarat yaitu adanya pantry yang mempunyai alat-alat pendingin, pemanas dan alat-alat makan.
SIKLUS MENU Menu berasal dari bahasa Perancis Le Menu yang berarti daftar makanan yang disajikan kepada tamu di ruang makan. Dalam lingkungan rumah tangga, menu diartikan sebagai susunan makanan atau hidangan tertentu. Susunan menu bisa 5,7, 10 atau 30 hari. Penyusunan menu ini bertujuan untuk : 1. Menghindari kebosanan 2. Makanan menjadi lebih bervariasi 3. Belanja/pembelian bahan makanan menjadi lebih efisien dan praktis 4. Menghindari bahan makanan menumpuk di dapur dan rudak karena terlalu lama untuk dipakai. DAFTAR PUSTAKA -
Depkes RI. 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010. Jakarta : Depkes RI Depkes RI. 2007. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit Edisi Revisi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Kemenkes RI. 2013. Peraturan menteri kesehatan RI no 75 tahun 2013 tentang angka kecukupan gizi yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Badan Ketahanan Pangan. 2011. Daftar Penukar Bahan Makanan. Jakarta Mukrie, N.A.,et al.1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi. Depkes RI Jakarta. Purwaningtiyas, S. 2013. “Gambaran Penyelenggaraan Makan Di Pondok Pesantren Al-Qodiri Kabupaten Jember”. Tidak Dipublikasikan. Skripsi. Jember. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember. Moehyi S. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta: Bhratara; 1992. www. anekaresepmasakan.info Badan Ketahanan Pangan, 2011. Daftar Bahan Makanan Penukar URT
26
HIGIENE SANITASI MAKANAN - JASABOGA Oleh: Irma Prasetyowati, S.KM.,M.Kes PENGERTIAN 1. Jasaboga adalah usaha pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan yang dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha. 2. Pengelolaan makanan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penerimaan bahan mentah atau makanan terolah, pembuatan, pengubahan bentuk, pengemasan, pewadahan, pengangkutan dan penyajian. 3. Bahan makanan adalah semua bahan baik terolah maupun tidak yang digunakan dalam pengolahan makanan, termasuk bahan tambahan makanan. 4. Higiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor risiko terjadinya kontaminasi terhadap makanan, baik yang berasal dari bahan makanan, orang, tempat dan peralatan agar aman dikonsumsi. 5. Penjamah Makanan adalah orang yang secara langsung mengelola makanan. PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI A. BANGUNAN 1. Lokasi Lokasi jasaboga tidak berdekatan dengan sumber pencemaran seperti tempat sampah umum, WC umum, pabrik cat dan sumber pencemaran lainnya. a. Halaman 1) Terpampang papan nama perusahaan dan nomor Izin Usaha serta nomor Sertifikat Laik Higiene Sanitasi. 2) Halaman bersih, tidak bersemak, tidak banyak lalat dan tersedia tempat sampah yang bersih dan bertutup, tidak terdapat tumpukan barang-barang yang dapat menjadi sarang tikus. 3) Pembuangan air limbah (air limbah dapur dan kamar mandi) tidak menimbulkan sarang serangga, jalan masuknya tikus dan dipelihara kebersihannya. 4) Pembuangan air hujan lancar, tidak terdapat genangan air. b. Konstruksi Konstruksi bangunan untuk kegiatan jasaboga harus kokoh dan aman. Konstruksi selain kuat juga selalu dalam keadaan bersih secara fisik dan bebas dari barangbarang sisa atau bekas yang ditempatkan sembarangan. c. Lantai Kedap air, rata, tidak retak, tidak licin, kemiringan/kelandaian cukup dan mudah dibersihkan. d. Dinding Permukaan dinding sebelah dalam rata, tidak lembab, mudah dibersihkan dan berwarna terang. Permukaan dinding yang selalu kena percikan air, dilapisi bahan kedap air setinggi 2 (dua) meter dari lantai dengan permukaan halus, tidak menahan debu dan berwarna terang. Sudut dinding dengan lantai berbentuk lengkung (conus) agar mudah dibersihkan dan tidak menyimpan debu/kotoran. 2. Langit-langit a. Bidang langit-langit harus menutupi seluruh atap bangunan, terbuat dari bahan yang permukaannya rata, mudah dibersihkan, tidak menyerap air dan berwarna terang. b. Tinggi langit-langit minimal 2,4 meter di atas lantai.
27
3. Pintu dan jendela a. Pintu ruang tempat pengolahan makanan dibuat membuka ke arah luar dan dapat menutup sendiri (self closing), dilengkapi peralatan anti serangga/lalat seperti kassa, tirai, pintu rangkap dan lain-lain. b. Pintu dan jendela ruang tempat pengolahan makanan dilengkapi peralatan anti serangga/lalat seperti kassa, tirai, pintu rangkap dan lain-lain yang dapat dibuka dan dipasang untuk dibersihkan. 4. Pencahayaan a. Intensitas pencahayaan harus cukup untuk dapat melakukan pemeriksaan dan pembersihan serta melakukan pekerjaan-pekerjaan secara efektif. b. Setiap ruang tempat pengolahan makanan dan tempat cuci tangan intensitas pencahayaan sedikitnya 20 foot candle/fc (200 lux) pada titik 90 cm dari lantai. c. Semua pencahayaan tidak boleh menimbulkan silau dan distribusinya sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan bayangan. 5. Ventilasi/penghawaan/lubang angin a. Bangunan atau ruangan tempat pengolahan makanan harus dilengkapi dengan ventilasi sehingga terjadi sirkulasi/peredaran udara. b. Luas ventilasi 20% dari luas lantai, untuk : 1) Mencegah udara dalam ruangan panas atau menjaga kenyamanan dalam ruangan. 2) Mencegah terjadinya kondensasi/pendinginan uap air atau lemak dan menetes pada lantai, dinding dan langit-langit. 3) Membuang bau, asap dan pencemaran lain dari ruangan. 6. Ruang pengolahan makanan a. Luas tempat pengolahan makanan harus sesuai dengan jumlah karyawan yang bekerja dan peralatan yang ada di ruang pengolahan. b. Luas lantai dapur yang bebas dari peralatan minimal dua meter persegi (2 m2) untuk setiap orang pekerja. Contoh : Luas ruang dapur (dengan peralatan kerja) 4 m x 5 m = 20 m2. c. Ruang pengolahan makanan tidak boleh berhubungan langsung dengan toilet/jamban, peturasan dan kamar mandi. d. Peralatan di ruang pengolahan makanan minimal harus ada meja kerja, lemari/ tempat penyimpanan bahan dan makanan jadi yang terlindung dari gangguan serangga, tikus dan hewan lainnya. B. FASILITAS SANITASI 1. Tempat cuci tangan a. Tersedia tempat cuci tangan yang terpisah dari tempat cuci peralatan maupun bahan makanan dilengkapi dengan air mengalir dan sabun, saluran pembuangan tertutup, bak penampungan air dan alat pengering. b. Tempat cuci tangan diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau dan dekat dengan tempat bekerja. c. Jumlah tempat cuci tangan disesuaikan dengan jumlah karyawan dengan perbandingan sebagai berikut : Jumlah karyawan 1 - 10 orang : 1 buah tempat cuci tangan. 2. Air bersih a. Air bersih harus tersedia cukup untuk seluruh kegiatan penyelenggaraan jasaboga. b. Kualitas air bersih harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan yang berlaku. 3. Jamban dan peturasan (urinoir) 28
a. Jasaboga harus mempunyai jamban dan peturasan yang memenuhi syarat higiene sanitasi. b. Jumlah jamban harus cukup, dengan perbandingan sebagai berikut : Jumlah karyawan : 1 - 10 orang : 1 buah , Jumlah peturasan harus cukup, dengan perbandingan sebagai berikut : Jumlah karyawan : 1 - 30 orang : 1 buah 4. Kamar mandi a. Jasaboga harus mempunyai fasilitas kamar mandi yang dilengkapi dengan air mengalir dan saluran pembuangan air limbah yang memenuhi persyaratan kesehatan. b. Jumlah kamar mandi harus mencukupi kebutuhan, paling sedikit tersedia : Jumlah karyawan : 1 - 30 orang : 1 buah 5. Tempat sampah a. Tempat sampah harus terpisah antara sampah basah (organik) dan sampah kering (an organik). b. Tempat sampah harus bertutup, tersedia dalam jumlah yang cukup dan diletakkan sedekat mungkin dengan sumber produksi sampah, namun dapat menghindari kemungkinan tercemarnya makanan oleh sampah. C. PERALATAN Tempat pencucian peralatan dan bahan makanan a. Tersedia tempat pencucian peralatan, jika memungkinkan terpisah dari tempat pencucian bahan pangan. b. Pencucian peralatan harus menggunakan bahan pembersih/deterjen. c. Pencucian bahan makanan yang tidak dimasak atau dimakan mentah harus dicuci dengan menggunakan larutan Kalium Permanganat (KMnO4) dengan konsentrasi 0,02% selama 2 menit atau larutan kaporit dengan konsentrasi 70% selama 2 menit atau dicelupkan ke dalam air mendidih (suhu 80°C -100°C) selama 1 – 5 detik. d. Peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan disimpan dalam tempat yang terlindung dari pencemaran serangga, tikus dan hewan lainnya. D. KETENAGAAN Tenaga/karyawan pengolah makanan 1. Memiliki sertifikat kursus higiene sanitasi makanan. 2. Berbadan sehat yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter. 3. Tidak mengidap penyakit menular seperti tipus, kolera, TBC, hepatitis dan lainlain atau pembawa kuman (carrier). 4. Setiap karyawan harus memiliki buku pemeriksaan kesehatan yang berlaku. 5. Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh. 6. Perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan dengan menggunakan alat : a. Sarung tangan plastik sekali pakai (disposal) b. Penjepit makanan c. Sendok garpu 7. Untuk melindungi pencemaran terhadap makanan menggunakan : a. Celemek/apron b. Tutup rambut c. Sepatu kedap air 8. Perilaku selama bekerja/mengelola makanan: a. Tidak merokok 29
b. c. d. e. f. g. h. i.
Tidak makan atau mengunyah Tidak memakai perhiasan, kecuali cincin kawin yang tidak berhias (polos) Tidak menggunakan peralatan dan fasilitas yang bukan untuk keperluannya Selalu mencuci tangan sebelum bekerja, setelah bekerja dan setelah keluar dari toilet/jamban Selalu memakai pakaian kerja dan pakaian pelindung dengan benar Selalu memakai pakaian kerja yang bersih yang tidak dipakai di luar tempat jasaboga Tidak banyak berbicara dan selalu menutup mulut pada saat batuk atau bersin dengan menjauhi makanan atau keluar dari ruangan Tidak menyisir rambut di dekat makanan yang akan dan telah diolah
E. MAKANAN Makanan yang dikonsumsi harus higienis, sehat dan aman yaitu bebas dari cemaran fisik, kimia dan bakteri. 1. Cemaran fisik seperti pecahan kaca, kerikil, potongan lidi, rambut, isi staples, dan sebagainya Dengan penglihatan secara seksama atau secara kasat mata 2. Cemaran kimia seperti Timah Hitam, Arsenicum, Cadmium, Seng, Tembaga, Pestisida dan sebagainya Melalui pemeriksaan laboratorium dan hasil pemeriksaan negatif 3. Cemaran bakteri seperti Eschericia coli (E.coli) dan sebagainya Melalui pemeriksaan laboratorium dan hasil pemeriksaan menunjukkan angka kuman E.coli 0 (nol) Sumber : PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1096/MENKES/PER/VI/2011
30
FOOD BORNE DISEASE Oleh :
dr. Ida Srisurani Wiji Astuti, M.Kes
Penyakit yang ditularkan melalui makanan meliputi pembahasan yang luas di bidang ilmu kesehatan masyarakat dan spektrum penyakit. Terdapat ungkapan menarik dalam bahasa Inggris ‘ from field to fork ‘, atau berarti dari ladang ke garpu. Secara luas dapat bermakna dari lingkungan dan berpengaruh terhadap makanan yang dihidangkan. Kontaminasi kuman dengan kata lain dapat terjadi pada setiap tahap proses penyediaan makanan. Selain itu, kualitas lingkungan yang buruk seperti polusi udara dan pencemaran air turut menyumbang terjadia penyakit ini (WHO, 2015). Jenis penyakit ini menular ke manusia lain melalui mulut. Sehingga perlu diketahui bagaimana cara penularan dan penyebaran penyakit ini. Ilmu pencegahan
maupun
penanggulangan penyakit penting dilakukan oleh seorang epidemiolog dan tenaga kesehatan karena sesuai pepatah yang mengatakan “mencegah lebih baik daripada mengobati”. Makanan yang terkontaminasi oleh kuman penyakit dapat menjadi perantara penularan penyakit yang banyak dijumpai di masyarakat dan sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Di antara penyakit yang sering menimbulkan wabah/KLB tersebut adalah : Cholera Kolera disebabkan enterotoksin yang dikeluarkan Vibrio cholerae atau Vibrio comma. Penyakit ini ditandai dengan berak cair secara berlebihan (diare). Cairan berwarna putih seperti cucian beras dan berbau amis, tidak disertai lendir dan darah. Penderita dapat mengalami episode dehidrasi dalam waktu singkat karena pengeluaran cairan tubuh secara masif, sehingga penyakit ini dapat menimbulkan kematian apabila dehidrasi tidak segera ditangani.
Penderita meninggal bukan karena infeksi mikroorganisme yang masuk,
melainkan karena kehilangan cairan tubuh secara terus-menerus dan mendadak. Diare bersifat akut dan sangat menular. Penting diketahui pola penyebaran dan cara menularnya penyakit ini. Pandemi kolera berawal di Indonesia terjadi pada tahun 1961. Penyakit menyebar dari daerah endemik di Sulawesi selanjutnya ke 23 negara di dunia. Komunitas atau koloni masyarakat rentan menjadi korban penyakit ini, karena menular saat berkumpulnya banyak orang. Penularan sendiri melalui muntahan atau tinja penderita yang tertelan secara langsung oleh orang lain. Serangga semisal lalat juga dapat menjadi vektor biologi yang setelah hinggap ke muntahan atau tinja penderita, lalu hinggap ke makanan dan dimakan orang lain. 31
Pertolongan yang harus segera diberikan kepada penderita berupa isolasi di ruang khusus. Selanjutnya penderita diobati dengan antibiotik dan obat simtomatik lain. Bendabenda yang tercemar muntahan dan tinja penderita harus disterilkan. Sumber air minum harus dijaga higienitasnya, sebelum dikonsumsi harus dimasak sampai mendidih. Demikian juga dengan makanan, dimasak dengan benar sehingga kuman mati dan ditutupi dengan baik agar vektor – vektor serangga tidak menghinggapi. Kebersihan lingkungan harus selalu dijaga. Demam Tifoid Kuman Salmonella thypi adalah penyebab timbulnya demam tifoid. Penyakit ini secara epidemiologi serupa dengan kolera karena menular melalui fekal oral dengan makanan yang tercemar kuman. Pencegahan dilakukan terhadap lingkungan yang kurang terjaga kebersihannya sehingga vektor dapat diberantas dengan baik. Selain itu pembuangan sampah yang terorganisir dengan baik dan penambahan klorin ke dalam air minum. Gejala penyakit tifoid ditunjukkan dengan demam subfebris, atau demam yang tidak terlalu tinggi. Iritasi saluran pencernaan yang ditandai mual, muntah, diare, bahkan susah buang air besar. Apabila tidak segera ditangani, penderita jatuh ke dalam fase akut seperti gangguan kesadaran, kejang-kejang hingga kematian akibat kuman sudah menginfeksi selaput otak. Penderita tifoid yang sudah sembuh masih berpeluang menularkan demam tifoid dikarenakan penderita karir berpotensi menyebarkan kuman tifoid yang masih bersarang di usus halusnya. Oleh karena itu, eradikasi secara total susah dilakukan karena setiap penderita yang sembuh akan kembali kambuh dan berpotensi menjadi agen penyebab timbulnya demam tifoid. Penangan yang murah dan mudah adalah dengan menjaga kebersihan lingkungan.
Botulisme Penyakit keracunan makanan yang disebabkan kuman Clostridium botulinum, sering ditimbulkan akibat makanan berpengawet/kalengan. Toksin kuman tersebut hidup di usus hewan dan tersebar luas di alam. Toksin ini sulit dilumpuhkan karena baru mati setelah pemanasan 100 derajat celsius selama 5 jam. Masa inkubasi saat pertama kali menginfeksi selama 4 jam sampai 4 hari. Kuman akan mati apabila lingkungan asam dan tinggi garam. Toksin botulinum dapat ditemukan dalam sisa makanan (muntahan) dan tinja penderita. Racun bersifat neurotoksik, meracuni otot sehingga dapat terjadi kelumpuhan yang pada akhirnya menimbulkan
32
kematian. Sumber penularan utama adalah daging dan makanan kaleng yang bisa tahan berbulan-bulan. Gejala yang ditunjukkan adalah terjadi kelumpuhan otot-otot gerak tangan dan kaki, gangguan penglihatan, gangguan menelan, dan kesulitan berbicara. Kematian terjadi akibat toksin sudah menginfeksi otot jantung dan pernapasan, sehingga penderita meninggal karena terjadi gagal napas. Pencegahan adalah dengan memanaskan makanan yang disimpan di dalam kulkas, dan yang terpenting adalah jangan sering mengonsumsi makanan kalengan. Apabila akan mengonsumsi makanan kalengan, hendaknya dipanaskan secara adekuat untuk mematikan kuman. Hindari makanan kalengan yang sudah kadaluarsa atau terjadi kerusakan kemasan(menggelembung, terkoyak, dll). Hal lain yang dapat dilakukan setiap membeli apapun bahan makanan harus selalu memperhatikan tanggal pembuatan dan kadaluarsanya (Pujiasih, 2012).
Daftar Pustaka WHO. 2015. Food Borne Disease. www.who.int.foodbornedisease.
Pujiasih, endah. 2012. blogspot.com. kumpulan pengetahuan ilmu kesehatan masyarakat.
33
Lampiran 5. Daftar Hadir Pada Saat Kegiatan
34
35
36
Lampiran 6. Dokumentasi Kegiatan
Kegiatan mereview pelaksanaan penyelenggaraan makanan di pondok pesantren
37
Sesi penyampaian materi
2
Kegiatan praktik penyusunan siklus menu
3
Kegiatan pendidikan dan pelatihan penyelenggaraan makanan di pondok pesantren Peserta mengikuti kegiatan dengan baik dan antusias.
4
Penyerahan secara simbolis buku pedoman penyelenggaraan makanan di Pondok Pesaantren dan cidera mata untuk para peserta.
5