Judul Kajian:
PENYUSUNAN STRATEGIC DEVELOPMENT REGIONS (SDR) Nama Unit Pelaksana : Direktorat Pengembangan Wilayah dan Transmigrasi Deputi Bidang Otda dan Pengembangan Regional
Email :
[email protected]
ABSTRAK Pendekatan pembangunan daerah yang selama ini dilaksanakan terlalu menekankan pada batas-batas administratif yang sering tidak mengakomodasikan keragaman potensi, permasalahan dan keterkaitan antar daerah. Wilayah-wilayah yang memerlukan penanganan atau intervensi pemerintah untuk dapat dikembangkan meliputi kawasan yang sangat luas, sementara sumberdaya yang dimiliki untuk mengelolanya relatif terbatas. Hal ini menyebabkan pemerintah perlu untuk melakukan efisiensi dalam penggunaan sumberdaya yang tersedia dan melakukan penajaman prioritas pembangunan. Di samping itu, pendekatan pengembangan wilayah yang dikembangkan saat ini, baik oleh pemerintah nasional maupun daerah lebih bersifat inward looking dan memperhatikan supply side. Dalam kaitan tersebut, diperlukan kebijakan pemerintah yang melibatkan semua pihak yang berkepentingan yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi di semua wilayah sebagai sebuah kesatuan pembangunan yang strategis bagi kepentingan nasional. Daerah– daerah yang berpotensi untuk dikembangkan harus diidentifikasi dan keterkaitan antar daerah harus diperkuat agar dapat diwujudkan mata rantai pembangunan ekonomi, sosial dan budaya secara berkelanjutan dan berkeadilan. Untuk itu diperlukan suatu gambaran atau peta pembagian wilayah yang dapat melukiskan wilayah-wilayah mana yang diperkirakan dapat dikembangkan secara strategis. Pemetaan yang dimaksud disebut sebagai Strategic Development Region (Wilayah Pengembangan Strategis / SDR). Dalam pemetaan SDR tersebut, satu wilayah pengembangan diharapkan mempunyai unsur-unsur strategis antara lain berupa sumber daya alam, sumberdaya manusia dan infrastruktur yang saling berkaitan dan melengkapi sehingga dapat dikembangkan secara sinergis dan optimal. Selain itu penentuan batasbatas wilayah pengembangan tersebut tidak harus selalu didasarkan atas batasanbatasan administrasi seperti yang berlaku sekarang ini, namun didasarkan pada suatu wilayah ekonomi (economic region). Hasil analisis SDR pada studi ini dibagi dalam dua bagian besar, yaitu analisis SDR Sumatera dan analisis SDR Luar Sumatera. Perbedaan yang mendasar pada ke dua bagian analisis adalah pada analisis input-output. Analisis Sumatera menitikberatkan analisis pada individual input-output daerah dan hubungan antar daerah dilakukan dengan analisis gravitasi dengan metoda ekonometrik. Analisis Luar Sumatera menggunakan input-output antar propinsi yang tidak memerlukan analisis gravitasi.
PENYUSUNAN STRATEGIC DEVELOPMENT REGIONS (SDR) Latar Belakang Mengacu pada kerangka acuan, latar belakang dari studi ini ialah diperlukannya dukungan kebijakan (policy support) dari pemerintah, dalam hal ini Bappenas, untuk mengembangkan kawasan-kawasan strategis. Hal ini diperlukan akibat adanya kecenderungan bahwa pendekatan pembangunan daerah yang selama ini dilaksanakan terlalu menekankan pada batas-batas administratif yang sering tidak dapat mengakomodasikan keberagaman potensi, permasalahan lokal, adanya saling keterkaitan antar daerah, serta bentuk dukungan (support) lain yang dibutuhkan. Selain itu, wilayahwilayah yang memerlukan penanganan/intervensi pemerintah untuk dikembangkan meliputi kawasan yang sangat luas, sementara sumberdaya dana dan manusia yang dimiliki relatif terbatas, sehingga mengharuskan pemerintah pusat maupun daerah melakukan efisiensi penggunaan sumberdaya dan penajaman prioritas pembangunan. Kesadaran nasional akan pentingnya meningkatkan partisipasi daerah dalam upaya keluar dari krisis dan akan krusialnya upaya menekan kesenjangan kesejahteraan antar daerah tampak dengan jelas dengan diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Hasil kekayaan alam daerah yang sebelumnya sebagian besar selalu ditarik ke Jakarta, secara proporsional dikembalikan ke daerah asalnya untuk pembangunan daerah itu sendiri. Dengan diberlakukannya kedua undang-undang tersebut, telah terlihat bahwa Pemerintahan daerah sekarang memiliki kewenangan dan ruang gerak yang lebih luas dalam mengelola daerahnya. Namun demikian, pengelolaan tersebut masih memiliki banyak kendala seperti keterbatasan dana yang dimiliki pemerintahan daerah serta keterbatasan sumberdaya manusia dengan kualitas tinggi. Pola pembangunan dan pengembangan daerah akan sulit serta memakan waktu yang sangat lama jika pemerintah daerah hanya bergantung pada kekuatan daerah itu sendiri serta bantuan dari pusat. Di sisi lain, tantangan serta peluang globalisasi yang akan dihadapi daerah semakin dekat. Oleh sebab itu, manajemen sumber daya dan waktu merupakan critical points bagi daerah untuk terus bertahan dalam globalisasi ekonomi. Mempertimbangkan keterbatasan-keterbatasan serta peluang tersebut, diperlukan dukungan kebijakan pemerintah yang melibatkan semua pihak yang berkepentingan, yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi di semua wilayah sebagai sebuah kesatuan pembangunan yang strategis bagi pembangunan nasional. Daerah-daerah yang berpotensi untuk dikembangkan harus ditemukenali dan keterkaitan antar daerah harus diperkuat agar dapat mewujudkan mata rantai pembangunan ekonomi, sosial dan budaya secara berkelanjutan dan berkeadilan. Untuk itu diperlukan suatu gambaran atau peta pembagian wilayah yang dapat melukiskan wilayah-wilayah mana yang dapat dikembangkan secara strategis. Pemetaan yang dimaksud disebut sebagai Kawasan Srategis atau Strategic Development Region (SDR).
1
Dalam pemetaan SDR, satu wilayah pengembangan diharapkan mempunyai unsur-unsur strategis antara lain berupa sumber daya alam, sumber daya manusia dan infrastruktur yang saling berkaitan dan melengkapi sehingga dapat dikembangkan secara optimal dengan memperhatikan sifat sinergisme di antaranya. Selain itu, penentuan batas-batas wilayah pengembangan tersebut tidak harus selalu didasarkan atas batasanbatasan administratif seperti yang berlaku sekarang seperti propinsi, kota atau kabupaten. Satu wilayah pengembangan dapat terdiri dari beberapa kabupaten dalam satu propinsi atau dari propinsi yang berbeda, atau terdiri dari beberapa propinsi yang berbeda. Dalam hal ini, pengembangan SDR dimaksudkan untuk memfasilitasi tumbuhnya kegiatan ekonomi yang mengolah potensi-potensi yang tersedia di dalam wilayah dengan penyediaan sarana dan prasarana dasar yang memadai. Mengingat pemilihan SDR dikaitkan juga dengan kriteria keterkaitan yang erat dengan daerah hulu maupun daerah hilirnya, maka pengembangan SDR sekaligus dimaksudkan juga untuk dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap perkembangan ekonomi di kedua daerah tersebut (backward and fordward linkages). Dengan demikian, SDR diharapkan dapat memberikan efek ganda (multiplier effects) yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi dalam wilayah pengembangan yang pada akhirnya dapat memberikan peningkatan kesejahteraan masyarakat, tidak saja di pusat-pusat pertumbuhan (growth centre) namun juga di kawasan-kawasan pinggirannya (hinterland). Atas dasar empat kriteria dalam penentuan kawasan strategis - SDR, yaitu lokasi geografis, potensi sumberdaya, ketersediaan infrastruktur dan keterkaitan antar wilayah, maka telah ditetapkan 17 lokasi SDR, yaitu : 1. SDR Lhoksumawe dan sekitarnya 2. SDR Medan dan sekitarnya 3. SDR Batam dan sekitarnya 4. SDR Padang Pariaman dan sekitarnya 5. SDR Bandar Lampung, Metro dan sekitarnya. 6. SDR Jakarat dan sekitarnya 7. SDR Semarang dan sekitarnya 8. SDR Surabaya dan sekitarnya 9. SDR Denpasar dan sekitarnya 10. SDR Pontianak dan sekitarnya 11. SDR Banjarmasin dan sekitarnya 12. SDR Samarinda dan sekitarnya 13. SDR Makassar dan sekitarnya 14. SDR Manado-Bitung dan sekitarnya 15. SDR Biak dan sekitarnya 16. SDR Kupang dan sekitarnya 17. SDR Timika dan sekitarnya. Agar dapat dikembangkan secara optimal, maka pengembangan SDR harus didasarkan kepada potensi yang dimilikinya. Dengan demikian, perlu dilakukan identifikasi potensi di setiap kawasan strategis – SDR tersebut sebagai bahan untuk analisis pengembangan kawasan strategis selanjutnya.
2
Tujuan Kajian Secara terperinci tujuan penyusunan Identifikasi Potensi Pengembangan Kawasan Strategis adalah : 1. Memberikan gambaran kembali tentang potensi 17 kawasan strategis dari berbagai aspek seperti keunggulan daerah dan perdagangan antar daerah 2. Merekomendasikan pengembangan wilayah di masing-masing kawasan 3. Memberikan hasil analisis tentang potensi kekuatan dan kelemahan daerah terhadap peluang dan tantangan yang dihadapinya. Ruang Lingkup Keluaran dari kegiatan penyusunan Identifikasi Potensi Pengembangan Kawasan Strategis dibagi dalam dua analisis yaitu analisis kawasan di Pulau Sumatera dan analisis kawasan di luar Sumatera. Keluarannya meliputi : 1. Hasil analisis potensi masing-masing lima kawasan strategis di Pulau Sumatera dari berbagai aspek seperti sumber daya alam, sosial budaya, teknologi, demografi, geografi, infrastruktur dan lain-lain, 2. Peta yang menggambarkan potensi dan karaterisktik masing-masing wilayah strategis beserta hasil rekomendasi untuk pengembangan wilayah di masingmasing kawasan strategis, 3. Hasil analisis potensi dan perdagangan antar daerah untuk daerah-daerah di luar Sumatera, 4. Rekomendasi dan usulan terhadap kebijakan umum, strategis dan sasaran-sasaran untuk meningkatkan daya saing daerah secara jangka panjang serta sasaran tahunannya.
Kerangka Teoritis Pendekatan Studi Perencanaan pengembangan kawasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah cenderung bersifat terbatas dalam konteks di dalam batas-batas wilayah administratif daerah tersebut (konsep unit administrasi). Perencanaan pengembangan kawasan dengan konsep ini memudahkan perencana dan analis bekerja sebab data tersedia sesuai dengan wilayah administratif, namun kesulitannya adalah fungsi tertentu dari suatu kawasan cukup sering melintasi batas-batas wilayah-wilayah administratif. Hal ini menyebabkan tidak memungkinkannya atau sulitnya menelaah hubungan keterkaitan antar daerah. Sebagai alternatifnya ialah melakukan perencanaan yang memandang kawasan dengan kriteria homogenitas. Dengan pendekatan ini, kawasan dipandang berdasarkan berbagai kesamaannya dalam elemen-elemen ekonomi wilayah, seperti pendapatan perkapita, sektor atau aktivitas yang berfungsi sebagai motor penggerak pertumbuhan (engine of growth), kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia, keberlimpahan sumberdaya alam, ketersediaan sarana/prasarana ekonomi, dan/atau dalam elemen-elemen sosial-politik, seperti kesamaan adat/budaya, latar belakang sejarah, dan lain-lain. Sifat homogenitas ini memudahkan Pemda dalam penentuan program pembangunan dan swasta dalam 3
penentuan komoditas yang akan diusahakan, namun agak cukup menyulitkan jika program/komoditas yang akan dikembangkan tersebut mensyaratkan adanya keterpaduan (integrasi) secara vertikal sebab sektor hilirnya bisa jadi terdapat di luar kawasan tersebut. Mempertimbangkan kelemahan-kelemahan di atas, maka analisis perencanaan untuk SDR-SDR yang akan ditelaah memandang setiap kawawan tersebut menurut konsep nodalitas. Konsep ini menekankan pada perbedaan stuktur tataruang di dalam suatu kawasan, dimana antar sub-kawasan atau antar sektor-sektor dalam kawasan tersebut terdapat ketergantungan secara fungsional. Implikasinya, program pembangunan dan pengusahaan komoditas akan terpicu untuk "memanfaatkan" saling ketergantungan tersebut sehingga terbentuklah integrasi baik secara vertikal maupun horisontal. Hasilhasil produksi bahan mentah di sub-kawasan terbelakang (hinterland) akan berkumpul pada "pusat" yang memiliki kegiatan/industri pengolahan produk-produk tersebut dan kegiatan distribusinya. Dalam konteks SDR, tiap kawasan akan memiliki satu atau beberapa kota besar sebagai pusat pertumbuhan (growth centre) yang perkembangannya secara fungsional akan menarik perkembangan kawasan-kawasan di sekitarnya. Berdasarkan pendekatan wilayah/kawasan nodalitas, jelaslah bahwa untuk setiap SDR perlu terlebih dahulu diidentifikasi pusat-pusat pertumbuhannya dan daerah-daerah hinterland yang akan dipengaruhinya. Keterkaitan antara pusat-pusat pertumbuhan dan hinterland tersebut selanjutnya ditelaah bentuk dan karakteristiknya, misalnya dengan mengkaitkannya dengan komoditas-komoditas potensial yang diunggulkan untuk SDR tersebut dengan memperhatikan sumberdaya alam, manusia, dan teknologi. Jika di SDR tersebut belum terdapat komoditas yang diunggulkan, maka pada kajian ini akan diidentifikasi komoditas-komoditas yang potensial untuk diunggulkan dengan bantuan analisis location quotient (LQ). Analisis-analisis ini akan memungkinkan disusunnya peta karateristik masing-masing kawasan strategis (SDR) dengan batas-batas yang menunjukkan adanya perbedaan karakteristik tersebut.
Hasil Pengumpulan Data Jenis dan Sumber Data Pengumpulan data terdiri dari dua kegiatan yaitu pengumpulan data primer yang merupakan hasil wawancara di lapangan dan pengumpulan data sekunder yang merupakan data dasar atau data olahan dari instansi terkait. Data primer akan dikumpulkan dengan bantuan kuesioner yang bersifat terbuka terhadap pejabat di tingkat I dan tingkat II serta dari tokoh masyarakat mengenai opini mereka tentang pengembangan kawasan. Beberapa data dan informasi juga akan dikumpulan dalam kegiatan lokakarya yang direncanakan akan diadakan dengan mengundang para stake holders dari daerah-daerah yang ditentukan sebagai SDR. Adapun data sekunder yang berupa hasil publikasi dalam bentuk buku, laporan dan makalah-makalah yang terdapat di instansi-instansi terkait di daerah tingkat II, tingkat I, maupun di pusat. Adapun data yang dikumpulkan antara lain ialah: 1. Luas, produksi, produktivitas berbagai komoditas pertanian dalam arti luas 2. Jenis, volume, dan nilai output industri menurut komoditas 4
3. Tenaga kerja serta kapital masing-masing secara total dan berdasarkan sektor atau jenis usaha utama 4. Kapasitas dan utilitas prasarana transportasi (darat, laut dan udara), energi, telekomunikasi 5. Sarana perekonomian khususnya pasar dan lembaga perkreditan 6. Investasi swasta baik domestik maupun asing 7. Ekspor dan impor menurut komoditas (SITC) dan daerah tujuan/asal 8. Data fisik-sosial-ekonomi lain yang dianggap perlu dan relevan dengan studi ini. 9. Tabel Input-Output Antar Propinsi Indonesia Tahun 1995
Hasil Analisis Analisis Data Studi ini akan menggunakan berbagai jenis analisis, yakni akan bermuara pada analisis SWOT. Analisis pertama ialah analisis deskriptif yang akan dilakukan dalam bentuk tabulasi searah maupun tabulasi silang terhadap beberapa variabel penelitian, antara lain luas, produksi, dan produktivitas berbagai output sektor pertanian yang diunggulkan (potensial untuk diunggulkan), jenis, volume dan nilai output industri yang berkembang, kapasitas dan utilitas prasarana transportasi darat, laut dan udara, energi dan telekomunikasi, kapasitas dan utilitas sarana perekonomian seperti pasar serta lembaga keuangan, investasi swasta dalam maupun luar negeri, ekspor dan impor menurut daerah tujuan/asal, berbagai bentuk peraturan yang diterapkan Pemda setelah mulai diimplementasikannya UU 22/1999 dan UU25/1999, misalnya jenis-jenis dan besaran retribusi/pungutan untuk perdagangan antar daerah. Secara spesifik analisis data yang dilakukan menggunakan berbagai metode sesuai dengan tujuan yang akan dicapai sebagai berikut: 1. Analisis Input-Output Analisis yang dilakukan ini menggunakan data sekunder, yakni Tabel InputOutput yang merupakan tabel transaksi domestik atas dasar harga produsen yang diterbitkan oleh Kantor Statistik bersama BAPEDDA bekerjasama dengan Biro Pusat Statistik Propinsi. Analisis Input-Output memungkinkan untuk melihat peranan sektor perekonomian dalam pembentukan output, nilai tambah bruto, permintaan antara dan permintaan akhir secara langsung. Sedangkan untuk mengetahui peranan sektor ekonomi baik sebagai sektor penyedia input maupun sebagai sektor pemakai input serta dampak yang ditimbulkan sektor tersebut terhadap perekonomian wilayah dapat dikaji berdasarkan analisis multiplier dan keterkaitan. Persamaan dasar yang digunakan yaitu: x11 x 21
+ x12 + x 22
+ ... + ...
+ x1n + x 2n
+ F1 + F2
⋅ ⋅ ⋅ xn1
= X1 = X2 ⋅ ⋅
+ xn 2
+ ...
+ xnn
+ Fn
⋅ = Xn .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .(1)
5
Jika diketahui matrik koefisien input:
a
ij
=
x ..................................................................................................................................(2) x ij j
Dan jika persamaan (2) disubstitusikan ke dalam persamaan (1) akan didapat persamaan (3) sebagai berikut: x11X 1
+ x12 X 2
+...
+ x1nXn
+ F1
= X1
x 21X 1
+ x 22 X 2
+ ...
+ x 2nXn
+ F2
= X2
⋅
⋅
⋅
⋅
⋅ xn1X 1
.
⋅ + xn2 X 2
+ ...
+ xnnXn
+ Fn
= Xn ...........................................(3)
a11 a12 ⋅ ⋅ ⋅ a1n x1 F1 x1 a 21 a 22 ⋅ ⋅ ⋅ a 2n x 2 F 2 x 2 + = ⋅⋅⋅ ⋅⋅⋅ ⋅⋅⋅ ⋅⋅⋅ ⋅⋅⋅ an1 an 2 ⋅ ⋅ ⋅ ann xn Fn xn
A
X + F = X
AX + F = X atau (I-A)X = F atau X = (1-A)-1F……………………………………..(4) di mana: I = matrik identitas yang elemennya memuat angka satu pada diagonalnya dan nol pada selainnya. F = permintaan akhir X = jumlah output (I-A) = matrik Leontief (1-A)-1 = matrik kebalikan Leontief Dari persamaan (4) ini terlihat output setiap sektor memiliki hubungan fungsional terhadap permintaan akhir, dengan (1-A)-1 sebagai koefisien antaranya. Matrik kebalikan ini mempunyai peranan penting sebagai alat analisis ekonomi karena menunjukkan adanya saling keterkaitan antara tingkat permintaan akhir terhadap tingkat produksi. Dengan memasukkan berbagai nilai F, maka besarnya X (jumlah output) dapat ditentukan, yang pada akhirnya memungkinkan untuk dilakukan analisis lanjutan. Untuk mengkaji keterkaitan antar sektor dapat digunakan indeks dan koefisien keterkaitan ke depan (forward linkage) dan keterkaitan ke belakang (backward linkage). Koefisien keterkaitan (langsung dan tidak langsung) ke depan menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output sektor tersebut per unit kenaikan permintaan total. Rumus dan keterkaitan tipe ini adalah:
6
n
KDLT = ∑ a ………………………………………………………………….(5) i
ij
i= j
KDLTi = koefisien keterkaitan (langsung dan tidak langsung) ke depan sektor i aij = unsur matrik kebalikan Leontief model terbuka Koefisien keterkaitan (langsung tak langsung) ke belakang menunjukkan akibat suatu sektor yang diteliti terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut per unit kenaikan permintaan total. Keterkaitan tipe ini dirumuskan dengan: n
KBLT
∑ a …………………………………………………………………(6)
= j
ij
i =1
KBLTj = koefisien keterkaitan (langsung dan tidak langsung) ke belakang sektor j. Koefisien keterkaitan (langsung dan tidak langsung) baik ke depan maupun ke belakang tidak dapat diperbandingkan antar sektor karena peranan perrnintaan akhir setiap sektor tidak sama. Oleh karena itu kedua koefisien tersebut haruslah dinormalkan dengan cara membandingkan rata-rata dampak yang ditimbulkan oleh sektor tersebut dengan rata-rata dampak seluruh sektor. Analisis ini disebut dampak penyebaran yang terbagi dua yaitu indeks daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan. Indeks daya penyebaran (backward linkages index) berguna untuk mengetahui distribusi rnanfaat dan pengembangan sekton-sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input. Konsep ini juga sering diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan kemampuan industri hulunya. Sektor yang dikatakan mempunyai kaitan ke belakang yang tinggi jika Pdj mempunyai nilai lebih besar dan satu, sebaliknya jika nilai Pdj lebih kecil dari satu. Rumus indeks daya penyebaran adalah: n
n
Pd
= j
∑α
ij
……………………………………………………………………(7)
i =1
n
n
i =1
j =1
∑ ∑α
ij
Indeks derajat kepekaan (forward linkages index) bermanfaat untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Konsep ini sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor lain yang memakai input dan sektor ini. Sektor i dikatakan mempunyai penyebaran yang tinggi apabila nilai Sdi lebih besar dan satu, sebaliknya jika nilai Sdi lebih kecil dan satu. Indeks derajat kepekaan dirumuskan dengan: n
n
Sd
= i
∑α
ij
…………………………………………………………………….(8)
j =1
n
n
i =1
j =1
∑ ∑α
ij
Berdasarkan matrik kebalikan Leontief, dapat ditentukan nilai multiplier output maupun tenaga kerja. Besarnya koefisien multiplier output merupakan nilai diagonal utama dari matriks kebalikan Leontief. 7
Analisis Input-Output dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak komputer program Grimps 7.7. . a.
Agroindustri
Sebagai sub sektor industri pengolahan adalah industri sekunder yang rnerupakan lanjutan dan pertanian sebagai industri primer yaitu industri yang mengolah hasil-hasil pertanian. Dengan demikian pengembangan agroindustri sangat tergantung pada efisiensi dan produktivitas sektor pertanian. b.
Output
Output dalam pengertian Tabel Input-Output adalah output domestik, yaitu nilai dan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi di wilayah dalam negeri (domestik), tanpa membedakan asal usul pelaku produksinya. Dalam hal ini pelaku produksi dapat berupa perusahaan dan perorangan dan dalam negeri atau perusahaan dan perorangan asing. Bagi unit usaha yang produksinya berupa barang, maka output merupakan basil perkalian kuantitas produksi barang yang bersangkutan dengan harga produsen per unit barang tersebut. Sedangkan bagi unit usaha yang bergerak di bidang jasa, maka outputnya merupakan nilai penerimaan dan jasa yang diberikan ke pihak lain. c.
Transaksi Antara
Transaksi antara adalah transaksi yang terjadi antara sektor yang berperan sebagai konsumen dan produsen. Sektor yang berperan sebagai produsen atau sektor produksi merupakan sektor pada masing-masing baris, sedangkan sektor sebagai konsumen ditunjukkan oleh sektor pada masing-masing kolom. Transaksi yang dicakup dalam transaksi antara hanya transaksi barang dan jasa yang terjadi dalam hubungannya dengan proses produksi. Isian sepanjang bans pada transaksi antara memperlihatkan alokasi output suatu sektor dalam memenuhi kebutuhan input sektor-sektor lain untuk keperluan produksi dan disebut sebagai permintaan antara. Sedangkan isian sepanjang kolomnya menunjukkan input barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi suatu sektor (input antara). d.
Permintaan Akhir dan Impor
Permintaan akhir adalah permintaan atas barang dan jasa untuk keperluan konsumsi, bukan untuk proses produksi. Permintaan akhir terdiri dan pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor. i. Pengeluaran konsumsi rumah tangga Pengeluaran konsumsi rurnah tangga adalah pengeluaran yang dilakukan rumah tangga untuk semua pembelian barang dan jasa dikurangi dengan penjualan netto barang bekas. Barang dan jasa dalam hal ini mencakup barang tahan lama dan barang tidak tahan lama kecuali pembelian rumah tempat tinggal. Pengeluaran konsumsi rumah tangga rnencakup konsumsi yang dilakukan di dalam dan di luar negeri. Untuk menjaga konsistensi data, maka konsumsi penduduk suatu negara yang dilakukan di luar negeri diperlakukan sebagai impor, sebaliknya konsumsi oleh penduduk asing di wilayah negara tersebut diperlakukan sebagai ekspor.
8
ii. Pengeluaran konsumsi pemerintah Pengeluaran konsumsi pemerintah mencakup semua pengeluaran barang dan jasa untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan administrasi pemerintahan dan pertahanan, balk yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. iii. Pembentukan modal tetap Pembentukan modal tetap meliputi pengadaan, pembuatan atau pembelian barang-barang modal baru baik dan dalam maupun impor, termasuk barang modal bekas dan luar daerah. iv. Perubahan stok Perubahan stok merupakan selisih antara nilai stok barang pada akhir tahun dengan nilai stok barang pada awal tahun. Perubahan stok dapat digolongkan menjadi; (1) perubahan stok barang jadi dan setengah jadi yang disimpan oleh produsen, termasuk perubahan jumlah ternak dan unggas serta barang-barang strategis yang merupakan cadangan nasional, (2) perubahan stok barang mentah dan bahan baku yang belum digunakan oleh produsen, (3) perubahan stok di sektor perdagangan, yang terdiri dan barang-barang dagangan yang belum terjual. v. Ekspor dan impor Berbeda dengan pengertian ekspor dan impor pada umumnya, pada Tabel InputOutput regional yang dimaksud dengan ekspor dan impor barang dan jasa adalah meliputi transaksi barang dan jasa antara penduduk suatu negara/daerah dengan penduduk negara/daerah lain. Transaksi tersebut terdiri dan ekspor dan impor untuk barang dagangan, jasa pengangkutan, komunikasi, asuransi dan berbagai jasa lainnya. Transaksi ekspor barang ke luar negeri dinyatakan dengan nilai free on board (f.o.b) yaitu suatu nilai yang mencakup juga semua biaya angkutan di negeri pengekspor, bea ekspor dan biaya pemuatan barang sampai ke kapal yang akan mengangkutnya. Sedangkan transaksi impor dan luar negeri dinyatakan atas dasar biaya pendaratan (landed cost) yang terdiri dan nilai cost, insurance and freight (c.i.f) ditambah dengan bea masuk dan pajak penjualan impor. e.
Input Primer
Input primer adalah balas jasa atas pemakaian faktor-faktor produksi yang terdiri dan tenaga kerja, tanah, modal dan kewiraswastaan. Input primer disebut juga nilai tambah bruto dan merupakan selisih antara output derigan input antara. i. upah dan gaji Upah dan gaji mencakup semua balas jasa dalam bentuk uang maupun barang dan jasa kepada tenaga kerja yang ikut dalam kegiatan produksi selain pekerja keluarga yang tidak dibayar. ii. surplus usaha Surplus usaha adalah balas jasa atas kewiraswastaan dan pendapatan atas pemilikan modal. Surplus usaha antara lain terdiri dan keuntungan sebelum dipotong pajak penghasilan, bunga atas modal, sewa tanah dan pendapatan atas hak kepemilikan lainnya. Besarnya nilai surplus usaha adalah sama dengan nilai 9
tambah bruto dikurangi dengan upah/gaji, penyusutan dan pajak tak langsung netto. iii. penyusutan penyusutan yang dimaksud adalah penyusutan barang-barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi. Penyusutan merupakan nilai pengganti terhadap penurunan nilai barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi. iv. pajak tak langsung netto pajak tak langsung netto adalah selisih antara pajak tak langsung dengan subsidi. Pajak tak langsung mencakup pajak impor, pajak ekspor, bea masuk, pajak pertambahan nilai, cukai dan sebagainya. Subsidi adalah bantuan yang diberikan pemerintah kepada produsen. Subsidi pada dasarnya adalah tambahan pendapatan bagi produsen. Oleh karena itu disebut juga sebagai pajak tak langsung negatif. 2. Analisis LQ dan Shift Share Analisis Input-Output di atas dapat diperkaya dengan analisis ekonomi basis (economic base analysis), yang dapat membantu mengindentifikasi komoditas/kegiatankegiatan yang potensial untuk diunggulkan pada suatu kawasan. Inti dari analisis ekonomi basis ialah bahwa arah dan pertumbuhan suatu kawasan ditentukan oleh ekspor barang/jasa yang dihasilkan di kawasan tersebut, sehingga identifikasi barang/jasa tersebut merupakan langkah yang krusial dalam perencanaan pengembangan wilayah. Hal ini dapat dilakukan dengan analisis LQ untuk setiap barang/jasa yang perhitungannya dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: LQi =
v i / vt ……………………………………………………………………… (9) Vi / Vt
dimana vi ialah output sektor-i pada tingkat kawasan, vt ialah output total (PDRB) kawasan tersebut, Vi ialah output sektor-i untuk wilayah yang lebih luas (misalnya propinsi, jika kawasan yang ditelaah adalah Daerah Tingkat II), dan Vt adalah output total (PDRB) wilayah yang lebih luas tersebut (wilayah referensi). Jika nilai LQi≥1 maka barang/jasa-i merupakan barang/jasa basis (yang dapat diekspor, sehingga potensial untuk diunggulkan) bagi kawasan tersebut. Sebaliknya bila LQi<1 maka barang/jasa-i disebut non-basis, yang produksinya untuk kebutuhan lokal. Metode analisis lainnya yang akan digunakan dalam studi ini ialah analisis shift share. Analisis ini diperlukan untuk menelaah perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja pada dua titik waktu di suatu wilayah. Dari analisis ini akan diketahui perkembangan suatu sektor di suatu wilayah jika dibandingkan secara relatif dengan sektor lain—apakah pertumbuhannya terbilang cepat atau tergolong lamban. Analisis ini juga dapat menunjukkan bagaimana perkembangan suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Dalam analisis ini diasumsikan perubahan tenaga kerja/produksi di suatu wilayah antara tahun dasar dengan tahun akhir analisis dibagi menjadi tiga komponen pertumbuhan, yakni pertumbuhan komponen regional (Sumatera)
10
disingkat PN, komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan pertumbuhan komponen pangsa wilayah (PPW). Komponen pertumbuhan regional merupakan perubahan perubahan produksi suatu wilayah secara umum, perubahan kebijakan ekonomi regional, atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi semua sektor dan wilayah; misalnya devaluasi, kecenderungan inflasi, pengangguran, dan kebijakan perpajakan. Bila diasumsikan tidak terdapat perbedaan karakteristik ekonomi antar sektor dan antar wilayah, maka akibat perubahan ini pada berbagai sektor dan wilayah kurang lebih sama dan setiap sektor dalam wilayah akan berubah dan tumbuh dengan laju yang hampir sama dengan perubahan regional. Pada kenyataannya, beberapa sektor akan tumbuh lebih cepat dibanding sektor lainnya, dan beberapa wilayah lebih maju ketimbang wilayah lainnya. Oleh karenanya, perlu diidentifikasi penyebabnya dan mengukur perbedaan yang timbul dengan memisahkan komponen pertumbuhan nasional dengan pertumbuhan proporsional dan pertumbuhan pangsa wilayah. Komponen pertumbuhan proporsional tumbuh karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri (misalnya kebijakan perpajakan, subsidi, dan price support) dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar. Komponen pertumbuhan pangsa wilayah timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB dalam suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan suatu wilayah dibanding wilayah lain ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses ke pasar, dukungan kelembagaan, prasarana ekonomi dan sosial serta kebijakan ekonomi regional di wilayah tersebut (Lucas dan Primms, 1979). Analisis shift share masih dalam proses pengolahan. Metode analisis lainnya yang akan digunakan dalam studi ini ialah SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman) untuk setiap SDR. Pada dasarnya, analisis SWOT mengacu kepada analisis faktor internal dan eksternal kawasan. Faktor-fakor internal adalah faktor-faktor yang diperkirakan dapat menjadi kekuatan daan kelemahan daerah. Faktor-faktor ini antara lain sumberdaya alam dan lokasi, sumberdaya manusia, institusi keterkaitan antar industri dan kondisi prasarana. Faktor eksternal adalah faktorfaktor yang diperkirakan dapat menjadi hambatan atau ancaman dan peluang bagi pengembangan daerah. Faktor-faktor ini antara lain seperti kondisi pasar internasional, tuntutan akan sustainable development, dan kondisi daerah lain yang diperkirakan dapat menjadi kompetitor atau mitra dalam pengembangan daerah. Di dalam analisis SWOT akan dilakukan analisis untuk mengidentifikasi potensi kekuatan dan kelemahan daerah. Hal ini ditunjang dengan beberapa analisis yang mencakup: analisis lokasi (LQ seperti dicantumkan terdahuhlu dan indeks spesialisasi), dan analisis daya saing dengan memperhatikan produktivitas faktor produksi (produktivitas tenaga kerja, produktivitas kapital, dan total produktivitas). Analisis indeks spesialisasi dapat dilakukan berdasarkan rumus sebagai berikut: p X ij X tj − SI i = 0.5∑ X X tt j =1 it
11
di mana Xij ialah luas lahan untuk suatu aktivitas tertentu pada kawasan tertentu, Xit jumlah seluruh luas lahan di kawasan tersebut, Xtj ialah jumlah luas lahan untuk aktivitas tertentu di wilayah referensi, dan Xtt adalah total luas lahan di wilayah referensi. Jika SIi mendekati 0 maka kawasan yang diamati tidak memiliki kekhasan (tidak berspesialisasi) secara relatif menonjol dalam menghasilkan barang/jasa-i dibandingkan dengan wilayah referensi. Sedangkan jika SIi mendekati satu berarti kawasan yang diamati berspesialisasi untuk menghasilkan barang/jasa-i dibandingkan wilayah referensi. Jika data yang diperlukan tersedia untuk setiap kawasan yang ditelaah, analisis daya saing akan dilengkapi dengan perhitungan biaya sumberdaya domestik (BSD) yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: m
BSD j =
∑ fs V j
(U
2
j
s
− m j − rj )
dan Koefisien BSD =
BSD Vi
di mana BSDj adalah biaya sumberdaya domestik untuk kegiatan-j, fsj jumlah total faktor produksi domestik-s yang digunakan dalam kegiatan-j, Vs ialah harga bayangan tiap satuan faktor-faktor produksi primer (dalam rupiah), Uj ialah nilai total output dari kegiatan-j pada nilai harga pasar dunia (dalam US$), mj ialah nilai total input antara yang diimpor langsung maupun tidak langsung yang digunakan dalam kegiatan-j (dalam US$), rj nilai total penerimaan pemilik faktor-faktor produksi luar negeri yang digunakan dalam kegiatan j baik langsung maupun tak langsung (dalam US$), dan Vi ialah harga bayangan kurs. Di samping itu juga akan dilakukan analisis hubungan antar dan intra kawasan (inter dan intra regional trade) dengan menggunakan analisis input-output (jika tabel input-output telah tersedia untuk kawasan tersebut) dan analisis gravitasi. Analisis inputoutput (model Leontief) akan memungkinkan dilakukannya analisis dampak pengganda setiap sektor/barang/jasa sebagaimana yang terkandung di dalam tabel input-output di kawasan yang bersangkutan serta analisis keterkaitan antar sektor-sektor tersebut. Analisis ini memungkinkan untuk diketahuinya sektor-sektor yang memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang yang relatif tinggi. Adapun analisis gravitasi akan memungkinkan ditelaahnya keterkaitan antar subkawasan-subkawasan maupun antar kawasan-kawasan, yang dapat dilakukan baik berdasarkan arus barang maupun arus migrasi penduduk (tergantung data yang tersedia). Pada dasarnya, analisis gravitasi menjelaskan aliran perdagangan “agregat” antar negara dan bukannya “komposisi komoditas” perdagangan, di mana biasanya “komposisi komoditas” perdagangan digunakan oleh teori keunggulan komparatif. Menurut Siebert (1997), teori gravitasi bersandar pada asumsi bahwa jarak geografis dan ukuran pasar sebagai faktor massal yang penentu penting untuk memprediksi volume perdagangan. Tak hanya itu, faktor-faktor lain yang turut menentukan aliran perdagangan antara negara adalah income, populasi penduduk, dan ukuran-ukuran kedekatan ekonomi antara kedua negara pengeksport dan pengimport. Ketiga faktor ini ditemukan oleh Hamilton dan Winters (1992) yang ternyata mampu menerangkan 70 persen variasi dalam perdagangan antar 76 negara antara tahun 1984-1986. Dengan menggunakan model gravitasi (sebagaimana dispesifikasikan dalam
12
regresi Box-Cox), Hoftyzer (1984) mendapatkan bahwa perdagangan internasional mungkin saja semakin meningkat diantara negara yang sama, akan tetapi hal ini dapat diterangkan pertama oleh kenyataan bahwa mereka anggota asosiasi perdagangan atau tetangga. Terlepas dari aplikasi yang menjanjikan dalam penelitian empiris, Learner (1994) mengkritik model gravitasi ini, khususnya apa yang diterapkan oleh Hoftyzer, sebagai tidak memiliki landasan ilmu ekonomi. Hine (1994) juga mengkritik model gravitasi, yang diapliksikan untuk mengukur dampak integrasi aliran perdagangan lantaran tidak memberikan hasil yang konsisten kala diaplikasikan pada data yang berbeda. Hal ini kemudian mengarah pada saran agar fluktuasi siklus bisnis turut diperhitungkan dalam model gravitasi.
Kesimpulan dan Rekomendasi Kesimpulan
Penentuan wilayah SDR harus dikaitkan dengan kriteria keterkaitan yang erat dengan daerah hulu maupun daerah hilirnya, sehingga pengembangan SDR sekaligus dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap perkembangan ekonomi di daerah tersebut dan sekitarnya (backward and fordward linkages). Penentuan wilayah SDR dapat berpotensi untuk memberikan efek ganda (multiplier effects) yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi dalam wilayah pengembangan yang pada akhirnya dapat memberikan peningkatan kesejahteraan masyarakat, tidak saja di pusat-pusat pertumbuhan (growth centre) namun juga di kawasan-kawasan pinggirannya (hinterland). Hasil analisis SDR dibagi dalam dua bagian besar, yaitu analisis SDR Sumatera dan analisis SDR Luar Sumatera. Perbedaan yang mendasar pada ke dua bagian analisis adalah pada analisis input-output. Analisis Sumatera menitikberatkan analisis pada individual input-output daerah dan hubungan antar daerah dilakukan dengan analisis gravitasi dengan metoda ekonometrik. Analisis Luar Sumatera menggunakan inputoutput antar propinsi yang tidak memerlukan analisis gravitasi. Berdasarkan analisis yang dilakukan untuk criteria potensi sumberdaya (terutama ekonomi), ketersediaan infrastruktrur dan keterkaitan antar wilayah beberapa daerah di Sumatera dan Luar Sumatera memang berpotensi untuk menjadi kawasan strategis yang diharapkan dapat berkembang sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah sekitarnya. Beberapa hal penting telah didapat berdasarkan analisis L/Q yang telah dilakukan. Secara sektoral, pertanian merupakan kegiatan basis di Provinsi Sumatera Utara. Pertambangan merupakan sektor basis di Provinsi Riau. Namun demikian industri pengolahan dapat juga dianggap sebagai sektor basis baik di Provinsi Sumatera Utara dan Riau. Selanjutnya listrik, gas, dan air bersih merupakan sektor basis di seluruh provinsi. Sektor bangunan merupakan sektor basis di semua provinsi kecuali Jambi dan Bengkulu. Perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor basis di Sumatera Utara
13
dan Sumatera Selatan. Pengangkutan dan komunikasi bersifat basis pada semua provinsi kecuali di Jambi dan Bengkulu. Keuangan/perbankan merupakan sektor basis di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau dan Sumatera Selatan. Sedangkan jasa-jasa merupakan sektor basis di semua provinsi kecuali Jambi dan Bengkulu. Dari analisis di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Jambi dan Bengkulu merupakan dua provinsi yang memiliki sedikit sektor basis. Sedangkan yang terbanyak ialah Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Selatan. Sumatera Barat berada di pertengahan dari kedua kelompok provinsi ini. Dari lima kawasan strategis yang telah ditetapkan, semuanya dapat dipertahankan kecuali SDR Bandar Lampung dan sekitarnya yang ternyata memiliki interaksi lebih banyak ke pulau Jawa tanpa banyak terkait dengan kawasan-kawasan di pulau Sumatera. SDR Medan serta SDR Batam dapat dipandang sebagai dua kawasan sentral yang perkembangannya dapat menarik dan mendorong perkembangan di kawasan-kawasan lain di pulau Sumatera. Kawasan Palembang dan sekitarnya disarankan menjadi kawasan SDR baru. Kawasan ini diperkirakan dapat mendorong dan menarik kawasan-kawasan di sekitarnya termasuk provinsi baru Bangka-Belitung dan provinsi Jambi. Untuk Luar Sumatera, penentuan SDR ditentukan dengan melihat keterkaitan ekonomi antar daerah yang letaknya dekat secara geografis mengakibatkan adanya perubahan cakupan SDR. Penentuan sektor unggulan ditentukan dengan melihat sisi demand dan supplai. Rekomendasi
Berdasarkan hasil analisis baik terhadap studi yang telah dilaksanakan sebelumnya maupun hasil analisis data yang dilakukan, dapat disampaikan beberapa rekomendasi sementara sebagai berikut: Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, provinsi Nangroe Aceh, Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Barat dan Jambi berpotensi untuk dijadikan kawasan strategis. Dari lima kawasan strategis yang telah ditetapkan, semuanya dapat dipertahankan kecuali SDR Bandar Lampung dan sekitarnya yang ternyata memiliki interaksi lebih banyak ke pulau Jawa tanpa banyak terkait dengan kawasan-kawasan di pulau Sumatera. Provinsi Lampung yang merupakan pintu gerbang transportasi Sumatera dan Pulau Jawa mempunyai keunggulan tersendiri dalam hal posisi geografis karena kedekatannya dengan Pulau Jawa, oleh karena itu perlu kajian lebih lanjut dan lebih mendalam dalam hal penetapan provinsi Lampung yang diajukan sebagai kawasan strategis di Pulau Sumatera. Walaupun provinsi Nangroe Aceh berdasarkan hasil analisis memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai kawasan strategis, perlu dilakukan pertimbangan khusus sehubungan dengan situasi politik dan keamanan. Perlu secepatnya dilakukan sosialisai hasil kajian dengan “stakeholders” daerah untuk mensosialisasikan hasil kajian sekaligus mempertajam hasil analisis yang telah dilakukan.
14
Untuk Luar Sumatera, kawasan-kawasan SDR yang direkomendasi mengalami perubahan terutama dalam hal cakupan wilayahnya, yaitu SDR Denpasar tidak memasukkan Mataram yang masuk ke dalam SDR Kupang. SDR Samarinda memasukkan Palangkaraya, SDR Manado-Belitung memasukkan Palu, dan SDR Biak memasukkan Maluku Utara. Keseluruhan rekomendasi Strategic Development Regions pada tahun 2003 dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Strategic Development Regions 2002 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Lhoksumawe dsk. (Nangroe Aceh Darussalam) Medan dsk. (Sumatera Utara) Batam dsk. (Riau) Padang Pariaman dsk. (Sumatera Barat) Palembang dsk. (Sumatera Selatan) Jakarta dsk (DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat) Semarang dsk (Jawa Tengah dan Yogyakarta) Surabaya dsk (Jawa Timur) Denpasar dsk (Bali) Pontianak dsk (Kalimantan Barat) Banjarmasin dsk (Kalimantan Selatan) Samarinda dsk (Kalimantan Timur dan Tengah) Makasar dsk (Sul.Selatan dan Tenggara dan Maluku) Manado-Belitung dsk (Sul Utara & Tengah, Gorontalo) Biak dsk (Papua dan Maluku Utara) Kupang dsk (NTT dan NTB) Timika dsk (Papua)
15