JST Kesehatan, Juli 2013, Vol.3 No.3 : 264 – 273
ISSN 2252-5416
HUBUNGAN CARE GIVER TERHADAP STATUS GIZI DAN KUALITAS HIDUP LANSIA PADA ETNIS BUGIS Caregivers Relationship on Nutritional Status and Quality of Live of Elderly in Buginese Ethnic Nina Isywara K. Burhan1, Nurpudji A. Taslim2, Burhanuddin Bahar1 1
Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin 2 Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin (E-mail:
[email protected]) ABSTRAK
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbaikan sosio-ekonomi berdampak pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan usia harapan hidup, seiring dengan perubahan demografi pertambahan penduduk lansia secara bermakna akan disertai oleh berbagai masalah dan akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan lansia. Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya pengaruh aktivitas fisik dan care giver pada kelompok lansia terhadap status gizi dan kualitas kehidupan mereka.Desain penelitian ini adalah cross sectional study.Cara yang digunakan untuk pengambilan sampel adalah purpossive sampling dan besar sampel ditentukan dengan menggunakan Tabel Izaac Michael.Sampel diambil dari dua wilayah administrasi kabupaten yaitu kab.barru dan kab.pangkajene kepulauan. Populasi target adalah lansia berusia ≥ 60 tahun dan populasi kontrol berusia 50-59 tahun.Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lansia sudah tidak bekerja, dan diasuh oleh pasangan hidup mereka (suami/istri). Rerata IMT lansia berada dalam status normal, namun lansia dataran tinggi yang beraktivitas lebih banyak cenderung lebih kurus (x:19.31) dibanding lansia dataran rendah (x:20.41), sedangkan asupan zat gizi lansia berada dibawah 80% AKG. Sekalipuan tidak ada perbedaan yang signifikan (p:0.188) pada tiap kelompok care giver terhadap status gizi, namun care giver yang masih memberikan hal positif terhadap status gizi adalah jika lansia diasuh oleh pasangan dan menantu perempuan mereka.Care giver berhubungan positif dengan kualitas hidup lansia (domain fisik) dengan nilai signifikansi p:0.032.Diperoleh kesimpulan bahwa Aktivitas fisik memberikan pengaruh yang tidak signifikan terhadap status gizi dan kualitas hidup, kelompok care giver juga tidak memberikan pengaruh positip terhadap status gizi lansia namun care giver memberikan pengaruh positip pada kualitas hidup (domain fisik). Kata Kunci: Lansia, care giver, status gizi, kualitas hidup ABSTRACT Progress of science and technology and improvement of sosio-economic impact on growing community anf life expectancy, so the number of elderly population also increase, along with the demographics changing, increasing of the elderly population will significantly affect many aspect of elderly lives. The aim of this study was to known the influence of physical activity and caregivers on nutritional status of elderly and the quality of their lives. The study design was cross sectional study. Methods used for sampling is purposive sampling and size of sample was determined by Izaac Michael table.Samples were taken from two administration areas,the target population is the elderly aged ≥ 60 years oled and 50-59 years old as control population. The result showed that most of the elderly are not working anymore and cared by their spouses (husband/wife).BMI of the elderly are in normal status, however the highlander which doing lot of activity likely to be thinner (x:19.31) than the lowland elderly (x:20.41). Most of the nutrient intake of the elderly is below 80 % RDA. Although there was no significant difference (p:0.188) in each group of caregivers on the nutritional status, but husband/wife of elderly and their daughter in law still have a positive effect on their nutritional status. Care giver positively related to the quality of life of the elderly (physical domain) with a significance value of p:0.032. It can be concluded that physical activity does not have a significant influence on the nutritional status and quality of live.Caregivers also did not give a
264
Lansia, care giver, status gizi, kualitas hidup
ISSN 2252-5416
positive effect on the nutritional status of elderly but caregivers give a positive effect on the quality of live specific for physical domain. Kata kunci : Elderly, Care givers, Nutritional Status, Quality of live
Lansia.Dalam perencanaan upaya jangka panjang, pemerintah harus mempertahankan dan menigkatkan kualitas hidup Lansia(Marais, 2007).Arah kebijakan tentang lansia sebenarnya lebih menitikberatkan pada keluarga sebagai penanggung jawab utama terhadap lansia. Dalam hal ini dukungan dari keluarga sebagai care giver diharapkan menjadi kunci utama kebahagiaan lansia (Watanabe et al, 2010). Studi yang dilakukan oleh Kuan et al untuk mengetahui tingkat kualitas hidup pada Lansia dengan menggunakan WHOQOL-BREF, memverifikasi bahwa aktivitas fisik berdampak kuat pada domain kesehatan fisik dan tingkat kualitas hidup Lansia.Penelitian di Iran menunjukkan bahwa status gizi Lansia berpengaruh terhadap kualitas hidup. Dilaporkan bahwa Lansia yang menderita malnutrisi mengalami peningkatan morbiditas, mortalitas dan menurunkan kualitas hidup (Aliabadi, 2008).Studi di Pakistan dengan 526 sampel manula menunjukkan adanya hubungan terbalik antara usia dengan status gizi, makin tinggi usia makin rendah BMI (p=0.002; r=-0.1304) juga penurunan intake seiring bertambahnya usia. Ditemukan obese, gizi lebih, serta gizi kurang pada riset di sana sebesar 13.1, 3.1 dan 10.9% (Paracha,2011). Riset yang dilakukan pada manula di Tanzania menunjukkan pada usia kurang dari 70 tahun ditemukan gangguan inkontinensia urin dan gangguan buang air besar, tetapi pada usia lebih dari 70 tahun ditemukan gangguan berupa inkontinensia urin, BAB, mandi, berpakaian, makan serta bergerak pada mayoritas sampel. Hal ini menunjukkan adanya hubungan kuat antara bertambahnya umur dengan gangguan atas kualitas kehidupan mereka (Dugaan, 2005).
PENDAHULUAN Usia lanjut adalah suatu fenomena alamiah akibat proses penuaan (Mathur, 2010). Oleh karena itu fenomena ini bukanlah suatu penyakit melainkan keadaan yang wajar yang bersifat universal (Waaler, 2007). Proses menua bersifat regresif dan mencakup proses organobiologis, psikologik serta sosiobudaya (Bonnefoy, 2003). Peningkatan penduduk lansia pada dasarnya merupakan dampak positif dari pembangunan. Pembangunan meningkatkan taraf hidup masyarakat, menurunkan angka kematian dan meningkatkan usia harapan hidup. Di sisi lain pembangunan secara tidak langsung juga berdampak negatif melalui perubahan nilai-nilai dalam keluarga yang berpengaruh kurang baik terhadap kesejahteraan lansia (Rusilanti, 2006). Data BPS menunjukkan bahwa Indonesia termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena jumlah penduduk yang berusia 60 tahun atau lebih sekitar 7.18 % atau 14.4 juta jiwa total jumlah penduduk. Pada tahun 2005 jumlah lansia sudah berkisar 19.9 juta jiwa atau (8.48 %) dan meningkat menjadi 24 juta jiwa atau (9.77 %) dari total penduduk pada tahun 2010 dan diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi 29 juta orang atau 11,4 persen (Henniwati, 2008). Banyak hal yang berhubungan dengan kualitas hidup Lansia, aspek interaksi social antar sesama Lansia (Cederholm, 2003).Aktifitas fisik dan aspek psikososial berhubungan pula dengan status gizi Lansia (McAuley et al, 2006), aktifitas fisik berhubungan dengan kekuatan otot, pleksibilitas dan performa dalam kehidupan sehari-hari (Elisabeth et al, 2007).Pada sisi yang lebih hulu, asupan gizi ikut menentukan status gizi 265
Nina Isywara K. Burhan
ISSN 2252-5416
Status kesehatan pada lansia ditentukan oleh kualitas dan kuantitas asupan zat gizi. Kondisi yang tidak sehat, aktivitas fisik dan asupan makanan yang kurang baik adalah faktor utama penyebab gangguan status gizi dan penurunan kualitas hidup. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh aktivitas fisik dan pengasuh serta asupan zat gizi terhadap status gizi dan kualitas hidup lansia pada etnis Bugis.
asupan zat gizi, pola makan dan kualitas hidup lansia. Sedangkan pengukuran antropometri dilakukan untuk mengetahui Indeks Massa Tubuh lansia, yaitu dengan melakukan penimbangan BB dan pengukuran panjang dari tumit ke kemudian hasil pengukuran tinggi lutut dikonversi menjadi TB menggunakan rumus chumlea. Analisis data Data yang diperoleh sebelumnya dilakukan proses editing, untuk meneliti kembali kuesioner apakah data yang di inginkan sudah lengkap, terbaca dengan jelas dan tidak meragukan, coding, tabulasi dan selanjutnya di input kedalam computer melalui program SPSS for windows. Analisis dilakukan dengan simplifikasi univariat, dilanjutkan dengan uji-uji bivariat sesuai skala ukur variable dan tujuan analisis, sedangkan untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen digunakan analisis chi-square dan Nonparametric test. Digunakan alfa 0.05, Hasil yang diperoleh selanjutnya dinarasikan dan diperjelas dengan tampilan grafik dan table.
BAHAN DAN METODE Jenis dan lokasi penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study.Berkaitan dengan tujuan sampel diambil dari dua wilayah yang secara topografis berbeda tanpa merepresentasi wilayah administrasi, untuk itu dipilih wilayah topografi dataran rendah dan wilayah topografi yang memiliki cirri bukan dataran rendah (relative berbukitbukit, dengan isolated area) yaitu Kabupaten Barru dan Kabupaten Pangkajene kepulauan. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah sampel yang ditentukan berdasar besaran yang ditemukan pada desa terpilih yang besarnya ditentukan menggunakan Tabel Izaac Michael menggunaan tehnik purposive sampling.Sampel target adalah Lansia yang berusia ≥ 60tahun, dan sampel kontrol adalah lansia yang berusia < 60 tahun, dapat berkomunikasi dan bersedia atau disetujui oleh perawatnya untuk menjadi peserta penelitian.
HASIL Hasil penelitian ini tidak merepresentasi sampel berdasarkan wilayah administrasi, tapi lebih berdasarkan karakteristik peubah bebas dan peubah tergantungnya. Karakteristik responden Total sampel dalam penelitian ini sebanyak 100 orang yang terdiri dari 34 (34%) laki-laki dan 66 (66%) perempuan. Sebanyak 29 (29%) sampel berada pada kelompok kontrol usia < 60 6ahun dan 71 (71%) sampel berada pada kelompok target ≥ 60 tahun. sebagian besar lansia tidak pernah bersekolah (71%) dan tidak bekerja (64%), sebanyak 55 (55%) lansia diasuh oleh pasangan hidup mereka (suami/istri).
Pengumpulan data Metode pengumpulan data dengan cara wawancara kuesioner karakteristik umum, kuesioner pengasuhan, kuesioner food recall 24 hours dan food frequency, kuesioner pengukuran aktivitas fisik WHOQOL serta pengukuran antropometri. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara digunakan untuk mengetahui karakteristik umum,
266
Lansia, care giver, status gizi, kualitas hidup
ISSN 2252-5416
Tabel 1. QOL Lansia ≥ 60 tahun berdasarkan klasifikasi di dataran tinggi dan dataran rendah Wilayah Variable Domain kesehatan fisik (Q1) Qol buruk Qol baik Total Domain psikologis (Q2) Qol buruk Qol baik Total Domain hubungan social (Q3) Qol buruk Qol baik Total Domain lingkungan (Q4) Qol buruk Qol baik Total Sumber : Data Primer, 2013
Total
n
Dataran tinggi
n
Dataran rendah
18 11 29
62.1 % 37.9 % 100 %
24 17 41
57.1 % 42.9 % 100 %
59.2 % 40.8 % 100%
18 11 29
62.1 % 37.9 % 100 %
16 25 41
40.9 % 59.2 % 100 %
49.3 % 50.7 % 100%
2 27 29
6.9 % 93.1 % 100 %
3 38 41
7.1 % 92.9 % 100 %
7.0 % 93.0 % 100%
15 14 29
51.7 % 48.3 % 100 %
20 21 41
47.6 % 52.4 % 100 %
49.3 % 50.7 % 100%
Tabel 2. Rerata asupan zat gizi lansiadi dataran tinggi dan rendah Zat Gizi Energi Protein Lemak Vit. A Vit. D Vit. E Vit. C Vit. B12 Vit. B1 Vit. B2 Vit. B3 Vit. B6 Asam Folat Ca Fe Zn Sumber : Data Primer, 2013
Dataran Tinggi (X±SD) 842.7±220.9 24.23±12.11 10.54±8.3 405.2±305.7 8.0±4.77 2.4±0.9 25.27±17.9 2.33±1.13 0.31±0.12 0.27±0.86 6.9±2.89 0.66±0.23 57.8±23.0 142.5±173.0 2.56±0.85 2.61±0.75
Dataran Rendah (X±SD) 1036.4±392.2 33.0±17.92 20.38±17.4 621.1±498.2 7.96±5.37 3.2±1.4 27.79±36.4 3.66±3.32 0.39±0.15 0.4±0.22 7.3±3.4 0.77±0.28 78.7±64.4 305.8±512.7 3.52±2.1 3.7±2.0
Tabel 3. Hubungan Status Gizi dan care giver pada Lansia (n:71) Variable
Kurang (n) inggal sendiri 0 Suami/istri 2 Anak laki-laki 2 Anak perempuan 8 Menantu perempuan 0 Keluarga lain 2 Sumber : Data Primer, 2013
% 0% 6.25% 50.0% 40.0% 0% 33.3%
IMT Normal % (n) 3 75.0% 22 68.7% 2 50.0% 10 50.0% 3 75.0% 2 33.3%
267
Lebih (n) 1 8 0 2 1 2
%
n
25.0% 25.0% 0% 10.0% 25.0% 33.3%
4 32 4 20 4 6
Total % 100% 100% 100% 100% 100% 100%
p
0.18 8
Nina Isywara K. Burhan
ISSN 2252-5416
Tabel 4. Hubungan QOL (domain fisik) dan care givers lansia (n:71) QOL
Tinggal sendiri
Domain fisik 1 25.0% Buruk 3 75.0% Baik Total 4 100% Domain psikologis 1 25.0% 3 75.0% Buruk Baik Total 4 100% Domain hubungan sosial 0 0 4 100% Buruk Baik Total 4 100% Domain lingkungan 3 75.0% Buruk 1 25.0% Baik Total 4 100% Sumber : Data Primer, 2013
Suami / Istri
Anak laki
Anak perempuan
Menantu perempuan
Keluarga lain
14 18 32
42.4% 57.6% 100%
2 50.0% 2 50.0% 4 100%
18 2 20
90.0% 10.0% 100%
3 75.0% 1 25.0% 4 100%
4 66.7% 2 33.3% 6 100%
0.032
15 17
46.9% 53.1%
0 0 4 100%
11 9
55.0% 45.0%
4 100% 0 0
3 50.0% 3 50.0%
0.113
32
100%
4 100%
20
100%
4 100%
6 100%
0 32
0 100%
0 0 4 100%
4 16
20.0% 60.0%
0 0 4 100%
1 16.7% 5 83.3%
32
100%
4 100%
20
100%
4 100%
6 100%
14 18 32
43.8% 56.2% 100%
2 50% 2 50% 4 100%
10 10 20
50.0% 50.0% 100%
3 75.0% 1 25.0% 4 100%
3 50.0% 3 50.0% 6 100%
Tabel 5. Hubungan antara Status Gizi dan QOL pada Lansia (n:71) Variable Domain kesehatan fisik Qol buruk Qol baik Total Domain psikologis Qol buruk Qol baik Total Domain hubungan sosial Qol buruk Qol baik Total Domain lingkungan Qol buruk Qol baik Total Sumber : Data Primer, 2013
p
n
Kurang
n
IMT Normal
n
Lebih
Total
p
13 2 15
86.7 % 13.3 % 100 %
24 18 42
57.1 % 42.9 % 100 %
5 9 14
35.7 % 64.3 % 100%
59.2 % 40.8 % 100 %
0.019
7 8 15
46.7 % 53.3 % 100 %
23 19 42
54.8 % 45.2 % 100 %
5 9 14
35.7 % 64.3 % 100%
49.3 % 50.7 % 100 %
0.455
3 12 15
13.3 % 86.7 % 100 %
2 40 42
4.8 % 95.2 % 100 %
1 13 14
7.1 % 92.9 % 100%
7.0 % 93.0 % 100 %
0.538
9 5 15
60.0 % 40.0 % 100 %
23 19 42
54.8 % 45.2 % 100 %
3 11 14
21.4 % 78.6 % 100%
49.3 % 50.7 % 100 %
0.254
kualitas hidup yang lebih baik di setiap domain dibandingkan dengan lansia dataran tinggi kecuali domain hubungan sosial namun perbedaannya tidak jauh berbeda (Tabel 1).
Kualitas hidup lansia Hasil uji tabulasi silang chisquareantara kualitas hidup dan lokasi tempat tinggal sampel menunjukkan bahwa lansia dataran rendah memiliki
268
0.163
0672
Lansia, care giver, status gizi, kualitas hidup
Rerata asupan zat gizi dan Status gizi lansia Tabel 2 menunjukkan rerata asupan zat gizi makronutrien dan mikronutrien pada lansia dataran tinggi dan dataran rendah. Diperoleh hasil bahwa asupan zat gizi makronutrien dan mikronutrien baik lansia dataran tinggi dan lansia dataran rendah berada dibawah standar AKG yang di anjurkan. Lansia yang berstatus gizi normal sebesar 59.2 %, yang berstatus gizi kurang sebesar 21.1% dan yang berstatus gizi lebih 19.7%. Sedangkan berdasarkan pengelompokan umur diketahui lansia yang berada dikelompok umur kontrol (< 60 tahun) memiliki rata-rata IMT 22.28, dan lansia pada kelompok target (≥ 60 tahun) rata rata IMT 19.96.
ISSN 2252-5416
Hubungan kualitas hidup dan status gizi lansia Tabel 5 menyajikan hasil analisis hubungan status gizi dan kualitas hidup menggunakan uji tabulasi silang chisquare. Pada tabel tersebut terlihat bahwa lansia yang kualitas hidupnya buruk sebagian besar adalah lansia yang berstatus gizi kurang dan domain kesehatan fisik adalah satu-satunya domain yang memberikan pengaruh langsung terhadap status gizi (p:0.019). PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar lansia yang bertempat tinggal di dataran rendah memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibanding lansia dataran rendah. Penjelasan yang mungkin adalahwalaupun dihipotesiskan bahwa lansia dataran tinggi yang memiliki aktivitas lebih banyak diharapkan memiliki status gizi dan kualitas hidup lebih baik dibanding lansia dataran rendah, namun kenyataan yang berbeda ditemukan dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan ketika lansia sudah dalam keadaan terikat dengan pengasuhnya, karena aktivitas yang dilakukannya lebih terbatas termasuk untuk menyediakan makanan sangat tergantung pada siapa yang mengasuhnya. Di lain pihak, lansia di dataran rendah memiliki kelebihan dalam mengakses pelayanan kesehatan, lebih mudah mengakses pelayanan kesehatan dan perawatan kesehatan, kemudahan mengakses informasi, begitu pula dengan akses ke sumber pangan sedangkan lansia dataran tinggi mengalami kesulitan akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, informasi yang diterima sangat lambat dan akses ke sumber pangan lebih sulit. Perubahan psikologis yang terjadi pada lansia juga erat kaitannya dengan perubahan fisik, lingkungan tempat tinggal dan hubungan sosial dengan masyarakat. Penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Whiteet al, 2009 mengatakan keterbatasan lansia dalam memenuhi aktivitas sehari-hari
Hubungan status gizi dan care giver Hasil uji hubungan status gizi dan care giver menunjukkan bahwa hubungan care giver terhadap status gizi lansia tidak berbeda secara signifikan di setiap kelompok care giver (p:0.188), Sekalipun tiap kelompok care giver perbedaannya tidak signifikan terhadap status gizi lansia, namun pada tabel dapat dilihat bahwa care giver yang masih memberikan hal positif terhadap status gizi lansia adalah jika lansia diasuh oleh pasangan mereka, menantu perempuan atau lansia yang hidup sendiri (Tabel 3). Hubungan kualitas hidup dan care giver Tabel 4 menyajikan hasil analisis hubungan QOL (domain fisik, domain psikologis, domain hubungan sosial, domain lingkungan). Tabel menunjukkan ada hubungan signifikan antara domain fisik dan kelompok care giver (p:0.032), sedangkan untuk domain kualitas hidup lainnya tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Kelompok care giver seperti pasangan hidup (suami/istri), masih menjadi kelompok yang paling baik pengaruhnya terhadap kualitas hidup lansia. Untuk melihat hubungan antara kualitas hidup dan care giver digunakan uji chi-square. 269
Nina Isywara K. Burhan
ISSN 2252-5416
dapat menjadi salah satu factor penyebab menurunnya kualitas hidup Lansia. Hasil penelitian hubungan status gizi dan care giver menunjukkan bahwa hubungan caregiverterhadap status gizi lansia tidak berbeda secara signifikan di setiap kelompok care giver (p:0.188). Sekalipun tiap kelompok care giver perbedaannya tidak signifikan terhadap status gizi lansia, namun pada tabel dapat dilihat bahwa care giver yang masih memberikan hal positif terhadap status gizi lansia adalah jika lansia diasuh oleh pasangan mereka, menantu perempuan atau lansia yang hidup sendiri sedangkan persentasi lansia yang status gizinya normal lebih kecil pada lansia yang pengasuhnya selain keluarga inti. Penjelasan yang mungkin adalah pengasuh lansia (suami/istri) memiliki pengetahuan yang lebih baik mengenai pasangan mereka, pasangan memiliki informasi lebih mengenai kegemaran atau makanan yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi oleh lansia, informasi terkait dengan makanan yang sehat dalam rumah tangga lebih banyak diketahui oleh pasangan sebagai care giver, dengan demikian care giver yang memiliki pengetahuan tentang gizi yang baik mempunyai kemungkinan yang lebih besar mengasuh lansia secara lebih baik dan memberi dampak status gizi yang lebih baik pada lansia. Hasil pada penelitian ini berbeda dengan hasil dari beberapa riset yang telah dilakukan sebelumnya untuk menilai hubungan status gizi dan pengasuhan pada lansia, diantaranya riset di India yang dilakukan pada 210 orang lansia yang berusia ≥ 60 tahun diamati selama 30 hari. Lansia dibedakan berdasarkan tempat tinggal mereka, sebanyak 108 orang tinggal di pantai wreda dan 102 lansia tinggal di rumah sendiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi dari berbagai tempat tinggal lansia memiliki hasil yang signifikan (p:0.001). Diketahui sebanyak 19 % lansia yang bertempat tinggal di panti menderita malnutrisi dan 57 %
menderita status gizi kurang, dan hanya 23% yang status gizinya normal, sedangkan lansia yang hidup bersama keluarga dirumah mereka sendiri hanya 2% yang menderita malnutrisi, gizi kurang 14% dan yang status gizinya normal sebanyak 83% (Pai, 2011). Domain fisik meliputi kemampuan lansia melakukan aktivitas sehari-hari, fungsi fisik lansia, tidur dan istirahat cukup serta kapasitas kerja yang mampu mereka lakukan masih sesuai dengan yang mereka harapkan (Dugaanet al, 2005). Hal ini lah yang dianggap lansia masih dapat dilakukan dan atau dipenuhi oleh pengasuh/pasangan mereka, sehingga jumlah lansia yang diasuh oleh pasangan memiliki kualitas hidup yang lebih baik sebab bagi lansia adanya orang kedua seperti pasangan hidup menjadi sangat penting bagi kualitas kehidupan mereka, pasangan dianggap orang yang paling mengerti kehidupan mereka.Untuk domain psikologis lansia yang hidup sendiri dan diasuh oleh istri adalah lansia yang kualitas hidupnya lebih baik dibanding persentasi lansia yang diasuh oleh keluarga lain namun kelompok care giver tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap kualitas hidup lansia untuk domain psikologis. Domain psikologis meliputi komponen citra tubuh dan penampilan, perasaan negative dan positive, spiritual-agama, kemampuan berpikir, belajar dan mengingat. Penjelasan yang mungkin adalah kodisi psikologis merupakan keadaan personal lansia, berbagai kemunduran yang dirasakan dalam hidup lansia dan keterbatasan untuk melakukan halhal yang sewaktu muda bisa dilakukan membawa lansia pada keadaan psikologis yang jelek sekalipun lansia berada dalam keluarga yang mendukung mereka, terlebih lagi jika lansia diasuh oleh keluarga batih namun tidak mendapatkan dukungan yang baik. Kelompok Care giver juga tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap kualitas hidup domain hubungan sosial, namun sebagian besar lansia memiliki kualitas hidup baik. 270
Lansia, care giver, status gizi, kualitas hidup
Hal serupa juga berlaku untuk domain lingkungan, namun untuk domain lingkungan, lansia yang tinggal seorang diri memiliki persentasi kualitas hidup buruk yang paling besar. Secara keseluruhan hasil menunjukkan kecenderungan bahwa lansia yang diasuh oleh keluarga inti memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibanding lansia yang diasuh selain keluarga inti. Berbagai faktor yang membuat keluarga inti adalah pengasuh yang paling baik untuk lansia, sebab keluarga menghargai kelanjutan hidup mereka, keluarga lebih memahami kebiasaan dan tingkah laku yang khas pada lansia, keluarga juga lebih memahami latar belakang lansia. Lansia yang diasuh oleh pasangan hidup memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibanding lansia yang diasuh oleh kelompok pengasuh lainnya, juga pasangan hidup memberikan pengaruh positif terhadap status gizi lansia. Pasangan hidup lansia (suami/istri) adalah care giver utama bagi lansia, pasangan lansia sebagai care giver utama sebesar 42% (istri 23% dan suami 19%) selanjutnya adalah anak mereka. Lansia yang masih memiliki pasangan cende-rung sembuh lebih cepat dibanding lansia yang hidup sendiri, memiliki kesehatan mental yang lebih baik, lebih senang bersosialisasi dan umumnya memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibanding lansia yang hidup sendiri (GCN, 2010). Pengasuh lansia diharapkan mampu memenuhi kebutuhan asupan zat gizi yang penting untuk keberlangsungan hidup lansia, menyiapkan makanan, belanja ke pasar, menyediakan obat-obatan, transportasi. Lansia yang diasuh oleh keluarga inti memang diharapkan memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibanding lansia yang diasuh oleh selain keluarga inti(Wilsonet al, 2003). Domainfisik kualitas hidup adalah satu-satunya domain yang berhubungan positip terhadap status gizi lansia. Status gizi bukanlah suatu produk sekejap atau seketika melainkan suatu perjalanan
ISSN 2252-5416
panjang dari defisit primer dan defisit sekunder kemudian bila hal ini berkelanjutan akan terjadi gangguan desaturasi zat-zat gizi secara gradual pada jaringan yang berlanjut pada terjadinya lesi biokimiawi dan pada kondisi akhir lesi anatomis yang memberi tanda (sign of deficiency disease) yang dapat dilihat secara klinis atau secara antropometri. Hubungan antara status gizi (IMT) dengan QOL (domain fisik) secara deduktif analog dengan penjelasan dari Krhel and Hodgestersebut diatas. Kejadian serupa juga terjadi pada lansia. Namun hubungan status gizi terhadap domain kualitas hidup lainnya, selain domain fisik tidak signifikan, hal ini disebabkan karena adanya posisi yang nyaris invarian pada lansia kelompok umur ≥ 60 yang membuat hubungan antara status gizi dan kualitas hidup menjadi tidak signifikan. Salah satu indikator agar kualitas hidup Lansia membaik adalah dengan terpenuhinya semua kebutuhan termasuk kebutuhan akan makanan yang dikonsumsinya. Sebaliknya semakin baik kondisi psikososial semakin baik pula konsumsi makanan lansia. Faktor fisiologi dan psikologi dapat mempengaruhi pemilihan terhadap makanan, selain itu pengetahuan tentang makanan juga dapat mempengaruhi asupan. Faktor sosial juga memiliki pengaruh besar terhadap pemilihan makanan.Budaya, geografi, dan ketersediaan makanan menentukan peningkatan atau pembatasan dalam pemilihan makanan. Status sosial ekonomi, perubahan ekonomi dan dukungan sosial memiliki pengaruh penting dalam membentuk pola makan yang sangat erat kaitannya dengan gizi dan penyakit (Rejeski, 2003). Penelitian di Iran menunjukkan bahwa status gizi lansia berpengaruh terhadap kualitas hidup. Dilaporkan bahwa lansia yang menderita malnutrisi mengalami pening-katan morbiditas, mortalitas dan menu-runkan kualitas hidup (Aliabadi, 2008 ).
271
Nina Isywara K. Burhan
ISSN 2252-5416
GCN Geriatric Centre Nepal. (2010). Status Report on Elderly People (60+) in Nepal on Health, Nutrition and Social Status Focusing on Research Needs. Henniwati.(2008). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Mathur, A. (2010). Nutrition and Aging: A Vital Area of Research.Journal of The Indian Academy of Geriatrics, Vol. 6, No. 1, March, 2010. Marais, Debbi et al. (2007). Assessment of Nutritional Status of Older People in Homes for TheAged in the Somerset West Area. SAJCN 2007, Vol. 20, No. 3 pg 102-108. McAuley E, et al. (2006). Physical Activity and Functional Limitations in Older Women: Influence of SelfEfficacy. J Gerontol B Psychol Sci Soc Sci. 2006; 61 :P270–P277. Rusilanti, Clara M, Ekawati. (2006). Aspek Psikososial, Aktivitas Fisik, dan Konsumsi Makanan Lansia di Masyarakat (Psychosocial Aspect, Physical Activity, and Food Consumption of the Elderly in Community). Jurnal gizi dan pangan, November 2006 1(2): 1-7. Rejeski WJ, Mihalko SL. (2003). Physical activity and quality of life in older adults. J Gerontol A Biol Sci Med Sci. 2001; 56A:23–35 Pai, Kirtana. (2011). Comparative Study of Nutritional Status of Elderly Population Living in the Home for Aged vs Those Living in the Community. Biomedical Research 2011; 22 (1): 120-126. Paraca P, et al. (2011). Relationship Between Anthropometric Variables and Nutrient Intake in Apparently Healthy Male Elderly Individuals: A Study from Pakistan.Nutrition Journal,10(111 doi:10.1186/14752891-10-111)
KESIMPULAN DAN SARAN Aktivitas fisik memberikan pengaruh yang tidak signifikan terhadap status gizi dan kualitas hidup. Kelompok care giver yg memberikan pengaruh positif pada status gizi dan kualitas hidup adalah kelompok pasangan, menantu perempuan dan lansia yg hidup sendiri. Status gizi lansia berhubungan positip terhadap kualitas hidup (domain fisik).Disarankan agar informasi dan pengetahuan pengasuh lansia ditingkatkan mengenai pentingnya asupan yang memadai untuk mempertahankan status gizi dan meningkatkan kualitas hidup lansia. Juga meningkatkan perhatian dan dukungan keluarga dan masyarakat pada kehidupan lansia mengingat lansia mengalami berbagai perubahan dalam hidupnya baik perubahan sosial maupun ekonomi. DAFTAR PUSTAKA Aliabadi, Maliheh et al. (2008). Prevalence of Malnutrition in Free Living Elderly People in Iran: a cross-sectional study. Asia Pac J Clin Nutr 2008;17(2):285-289. Bonnefoy, M, et al. (2003).The effects of exercise and protein–energy supplements on body composition and muscle function in frail elderly individuals: a long-term controlled randomised study. British Journal of Nutrition (2003), 89, 731–738 Cederholm, Tommy. (2003). Psychological effects of generalized nutritional deprivation in the elderly. Scandinavian Journal of Nutrition 2003; 47 (3): 143-146 Dugaan, Paula et al. (2005). Improving the Quality of Life of Elderly People by Co-ordinating Research into Malnutrition of the Elderly.Nutrisenex work-package 5 – d10. Elisabeth, Jonsén et al. (2007). Functional status in elderly people after acute care and quality of life at one-year-followup. Health science journalVol. 56A (Special Issue II):89–94.
272
Lansia, care giver, status gizi, kualitas hidup
Waaler, Nina. (2007). It’s Never Too Late: Physical Activity and Elderly People. Norwegian Knowledge Centre for the Health Services. Watanabe, H et al. (2010). Quality of life, knee function, and physical activity in Japanese elderly women with early stage knee osteoarthritis. Journal of Orthopedic Surgery 2010; 18: 31-4.
ISSN 2252-5416
White, Siobhan et al. (2009). Physical activity and quality of life in community dwelling older adults. Biomed Central. 2009. Health Quality Life Outcomes. 2009; 7. Wilson MMG, Morley JE.(2003). Aging and energy balance. J Appl Physiol 2003; 95: 1728-36).
273