8 Laporan UTAMA Menjadikan Indonesia Sebagai Penghubung Logistik Asia Pasifik
ISSN 2502-7700
31 REPORTASE
50 SEJARAH
Bea Cukai Bandung Tegah Marijuana dan Hashish Dalam Operasi Bersinar Lodaya 2016
Awal Berdirinya Armada Kapal Patroli DJBC
Jokowi Resmikan PLB
9 7725D2
77DDD2
Volume 48, Nomor 4, April 2016
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
1
Keluarga Besar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Mengucapkan
2 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
Dari Redaksi
S
ejarah mencatat bahwa 13 abad yang lalu kerajaan Sriwijaya dan Majapahit pernah menjadi hub logistik nusantara maupun manca negara. Bukan hanya itu, Sriwijaya dan Majapahit juga tercatat pernah menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara. Namun kejayaan yang pernah dialami oleh kedua kerajaan di bumi nusantara ini ternyata bertolak belakang dengan kondisi logistik di Indonesia saat ini. Kondisi dwelling time di pelabuhan masih tinggi, yaitu 4,3 hari, sementara negara lain hanya 1 hari. Biaya logistik juga mencapai 24% dari total PDB atau Rp 1.820 triliun per tahun menjadikan biaya logistik Indonesia paling tinggi di dunia, hal ini menyebabkan industri tidak kompetitif. Di samping itu sistem logistik yang tidak memberikan kemudahan bagi Industri Kecil dan Menengah (IKM) serta belum mendukung adanya bursa komoditi ekspor. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memberikan terobosan baru dengan menawarkan kebijakan berupa Pusat Logistik Berikat (disingkat PLB). PLB merupakan salah satu solusi untuk menurunkan biaya logistik di Indonesia, sehingga produkproduk Indonesia bisa bersaing dengan produk negara lain. PLB juga diproyeksikan untuk memenuhi kebutuhan industri dengan tepat sasaran, memberikan akses pemenuhan bahan baku impor dan akses impor pada industri termasuk IKM, menjadikan Indonesia sebagai pusat distribusi logistik nasional/internasional serta mendukung distribusi logistik yang murah dan efisien. PLB diyakini dapat mendukung pertumbuhan industri dalam negeri dan menarik investasi. Presiden Joko Widodo secara langsung meresmikan 11 perusahaan yang telah diberikan fasilitas PLB oleh Bea Cukai pada Kamis, 10 Maret 2016 di Cakung Jakarta Utara. Secara khusus redaksi mengulas tentang Peresmian PLB oleh Presiden di rubrik Laporan Khusus serta bahasan PLB dengan Direktorat Fasilitas Kepabeanan dan pengusaha penerima PLB dalam rubrik Laporan Utama kali ini. Menyambut Hari Kartini 2016, redaksi menampilkan sosok pegawai perempuan Bea Cukai nan berprestasi, Bonita Cinintya Putri. Gadis cantik ini meyakini bahwa kesetaraan yang diperjuangkan Kartini bukan hanya untuk mendapatkan kesetaraan atau kesejajaran hak dengan pria, tetapi lebih kepada bagaimana hasil karya dan kerja perempuan dihargai. Simak kisah dan inspirasinya dalam rubrik Sisi Pegawai. Rubrik Profil Kantor kali ini mengangkat kantor Bea Cukai di timur Pulau Jawa, yaitu Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Pratama Probolinggo. Kantor dengan kegiatan yang didominasi oleh pelayanan cukai, dimana mereka mengawasi dan mengawasi sebanyak 20 perusahaan hasil tembakau dan distributor Etil Alkohol. Dalam perjalanan meliput kantor Bea Cukai Probolinggo, tim redaksi menyempatkan wisata bahari di kota tersebut. Mereka menyebutnya sebagai tempat yang mirip dengan wahana Ancol di Jakarta, ikuti perjalanan tim redaksi di rubrik Travel Notes. Sementara rubrik Opini kali ini akan menampilkan pengetahuan tentang suku bunga, di mana ternyata suku bunga bukan hanya ditentukan oleh pihak kreditur, akan tetapi debitur juga memiliki kemampuan untuk menentukan suku bunga selain bank sentral. Masih banyak informasi menarik lainnya yang kami kemas dalam berbagai rubrik. Sumbangan ide dan kritik yang membangun kami tunggu untuk kemajuan Majalah Warta Bea Cukai. Selamat membaca!
Terbit Sejak 1968 Izin Direktur Perkembangan Pers No. 332/Dir.PK/II tanggal 25 April 1968 dan diperbaharui dengan Keputusan Menteri Penerangan Nomor 01331/SK/ DIRDJEN-PG/SIT/1972 tanggal 20 Juni 1972
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI Heru Pambudi, S.E., LLM PENASEHAT SEKRETARIS DITJEN BEA DAN CUKAI Drs. Kushari Suprianto, M.M., M.E DIREKTUR TEKNIS KEPABEANAN Oza Olavia, S.Si., Apt., M.Si. DIREKTUR FASILITAS KEPABEANAN Robi Toni, S.E., M.M. DIREKTUR TEKNIS DAN FASILITAS CUKAI Drs. Marisi Zainudin Sihotang, SH, M.M. DIREKTUR KEBERATAN BANDING DAN PERATURAN Ir. Rahmat Subagio, M.A. DIREKTUR INFORMASI KEPABEANAN DAN CUKAI Ir. B. Wijayanta Bekti Mukarta, M.A DIREKTUR KEPATUHAN INTERNAL Hendra Prasmono, S.H., M.IH DIREKTUR AUDIT KEPABEANAN DAN CUKAI Muhammad Sigit, Ak, MBA DIREKTUR PENINDAKAN DAN PENYIDIKAN Ir. Harry Mulya, M.Si DIREKTUR PENERIMAAN DAN PERENCANAAN STRATEGIS Sugeng Apriyanto, S.Sos., M.Si. TENAGA PENGKAJI BIDANG PELAYANAN DAN PENERIMAAN KEPABEANAN DAN CUKAI Dwijo Muryono TENAGA PENGKAJI BIDANG PENGAWASAN DAN PENEGAKAN HUKUM KEPABEANAN DAN CUKAI Dwi Teguh Wibowo, S.E. TENAGA PENGKAJI BIDANG PENGEMBANGAN KAPASITAS KINERJA ORGANISASI KEPABEANAN DAN CUKAI M. Agus Rofiudin, S. Kom., M.M. KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BEA DAN CUKAI Ir. Agus Hermawan , MA PENGARAH DIREKTUR KEPABEANAN INTERNASIONAL DAN ANTAR LEMBAGA DR. Robert Leonard Marbun,SIP, MPA PEMIMPIN REDAKSI KASUBDIT KOMUNIKASI DAN PUBLIKASI Deni Surjantoro WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Muchamad Ardani, Imam Sarjono, Sudiro, Devid Yohannis Muhammad
Pimpinan Redaksi Deni Surjantoro Majalah Warta Bea dan Cukai diterbitkan oleh Subdirektorat Komunikasi dan Publikasi Direktorat Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai – K ementerian Keuangan Republik Indonesia
REDAKTUR Isro’ah Laeli Rahmawati, Intania Riza Febrianti, Wahyuddin, Yella Meisha Indika, Dara Rahmania, Sumardian Wahyudiati, Muparrih, Jiwo Narendro P, Zulfaturrahmi
Redaksi menerima kiriman foto, artikel dan surat untuk keperluan konten majalah ini. Setiap pengiriman dialamatkan melalui surat elektronik ke
[email protected] dan majalah_
[email protected] dengan disertai identitas lengkap pengirim dan nomor telepon yang dapat dihubungi. Agar menuliskan nama kolom dalam subyek surat elektronik.
FOTOGRAFER Abdur Razaq Aghni, Wahyu Valti Raja Monang, Deo Agung Sembada, Rahmad Pratomo Digdo, Dovan Wida Perwira, Irfan Nur Ilman
ALAMAT REDAKSI
Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jl. Jend. Ahmad Yani (By Pass) Jakarta Timur Telp: (021) 478 60504, (021) 478 65608, (021) 489 0308 ext. 820-821-822 e-Mail :
[email protected] dan
[email protected]. Follow: @Warta_BeaCukai WartaBeaCukai
REPORTER Piter Pasaribu, Aris Suryantini, Desi Andari Prawitasari, Supomo, Andi Tria Saputra, Kitty Hutabarat, Syahroni, Supriyadi Widjaya. SEKRETARIAT Indah Widaryati, Rudi Andrian
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
3
Daftar Isi April 2016 Laporan Khusus 6 Resmikan PLB, Presiden Jokowi Atasi Kendala Logistik
Laporan Utama 8 Menjadikan Indonesia Sebagai Penghubung L ogistik Asia Pasifik 13 Peran Bea Cukai Sebagai Regulator Utama PLB 17 “PLB Bisa Terus Berkembang di Beberapa Daerah di Seluruh Indonesia”
Opini 21 Memahami Suku Bunga Negatif oleh: Yudhi Dharma Nauly
Galeri Foto 24 Tari Topeng Cirebon
Reportase 29 FOCUS GROUP DISCUSSION AUDIT KEPABEANAN DAN CUKAI 30 Kunjungan Delegasi Pemerintah Mesir ke Indonesia National Single Window (INSW) 31 BEA CUKAI BANDUNG TEGAH MARIJUANA DAN HASHISH DALAM OPERASI BERSINAR LODAYA 2016
Profil Kantor 26
KPPBC Tipe Pratama Probolinggo Siap Menyambut Kemajuan Wilayah Tapal Kuda dengan Pelabuhan Baru
4 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
Sisi Pegawai 32 Mewujudkan Cita-citanya Menjadi Pengacara di DJBC
Bonita Cinintya Putri
Peraturan 40 Thailand dan Vietnam Masuk dalam Sistem Self Certification Pengenaan Tarif Bea Masuk dalam Skema ATIGA
41 Kicauan 42 Infografis 44 Event 46 Berbagi Pengetahuan 35 Bea Cukai Menjawab 36 Ruang Kesehatan
Travel Notes 37 BeeJay Bakau Resort (BJBR) Mengubah Sampah Menjadi Emas
Hobi dan Komunitas 48 Tournament Billiard Customs Day Cup
Sejarah 50 Awal Berdirinya Armada Kapal Patroli DJBC
Feature 52 “Aduh, Diaudit Bea Cukai!”
Kebijakan 58 Terminal 3 Ultimate Bandara Soekarno-Hatta Terminal Bintang 5 Pertama di Indonesia
ENGLISH PAGE Spesial Report 62 Inauguration of BLC, President Jokowi Overcomes Logistics Obstacles The Main Report 64 Making Indonesia as the Logistics Hubs in Asia Pacific 68 Customs Role as Top Regulator BLC 72 Interview: Robi Toni, Director of Customs Facilities “BLC can grow in some regions throughout Indonesia”
policy 74 Terminal 3 Ultimate of Soekarno-Hatta International Airport The First 5-star Terminal in Indonesia
reportage 78 FOCUS GROUP DISCUSSION AUDIT KEPABEANAN DAN CUKAI Feature 79 Facilitating Orders with Online Excise Stamps Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
5
Laporan khusus
Presiden Jokowi berikan sambutan dalam peresmian PLB di KBN Cakung Jakarta.
Resmikan PLB, Presiden Jokowi Atasi Kendala Logistik Kinerja Logistik Indonesia sesuai Logistic Performance Index 2014, masih tertinggal dari negara-negara lain, bahkan dengan negara di kawasan Asia Tenggara.
B
eragam kendala membayangi kondisi logistik nasional. Dwelling time di pelabuhan yang masih tinggi, yaitu 4,3 hari, sementara negara lain hanya 1 hari. Biaya logistik yang mencapai 24% dari total PDB atau Rp 1.820 triliun per tahun menjadikan biaya logistik Indonesia paling tinggi di dunia sebabkan industri tidak kompetitif. Juga sistem logistik yang tidak
6 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
memberikan kemudahan bagi Industri Kecil dan Menengah (IKM) serta belum mendukung adanya bursa komoditi ekspor. Mengatasi beragam kendala tersebut, Presiden Joko Widowo mengimplementasikan Paket Kebijakan Ekonomi Jilid II, September 2015, dengan meresmikan Pusat Logistik Berikat (PLB), Kamis (10/3/2016) di Cakung Jakarta. “Pusat Logistik Berikat akan
Laporan Utama menjadi tempat penimbunan barang-barang impor yang diperlukan untuk industri dan juga menjadi tempat penimbunan barang-barang ekspor, dengan diberikan penundaan pembayaran pungutan impor serta penundaan pemenuhan ketentuan pembatasan impor. Pada prinsipnya apapun yang bisa dilakukan di gudang penimbunan di luar negeri harus bisa dilakukan di Pusat Logistik Berikat, termasuk pemeriksaan surveyor,” ungkap Joko Widodo dalam peresmian PLB di Kawasan Berikat Nusantara Cakung. Keberadaan PLB diharapkan dapat menurunkan biaya logistik nasional, menurunkan dwelling time di pelabuhan, menarik investasi untuk pertumbuhan ekonomi nasional, serta akan menjadi Hub Logistik Asia Pasifik.
Prosesi peresmian PLB.
Presiden Jokowi berikan keterangan pers.
Jadikan Indonesia Hub Logistik Asia Pasifik Pemerintah berkomitmen menjadikan Indonesia sebagai hub logistik tidak hanya nasional tetapi juga menjadi hub logistik regional melalui Pusat Logistik Berikat. Hal ini juga tercanang dalam Paket Kebijakan Ekonomi Jilid II, September 2015. “Keberadaan Pusat Logistik Berikat diharapkan dapat menurunkan biaya logistik nasional, menurunkan dwelling time di pelabuhan, menarik investasi untuk pertumbuhan ekonomi nasional, serta akan menjadi Hub logistik Asia Pasifik,” ungkap Joko Widodo. Pembangunan PLB, menurut Joko Widodo, juga bertujuan untuk mewujudkan kembali kemasyhuran bangsa ini dalam
bidang logistik dan perdagangan yang telah lama hilang. “Tiga belas abad yang lalu, sejarah mencatat kerajaan Sriwijaya dan Majapahit telah menjadi hub logistik Nusantara maupun ke manca negara, juga pusat perdagangan Asia Tenggara. Namun, kondisi tersebut sangat bertolak belakang dengan kondisi logistik nasional saat ini. Dengan PLB, kita kembalikan kemahsyuran Indonesia,” tegasnya. Sebelas Perusahaan Resmi Jadi Pusat Logistik Berikat Terdapat 11 perusahaan yang menjadi PLB dengan lokasi tersebar di berbagai daerah dan menimbun jenis barang yang beragam. Menteri Keuangan RI Bambang P. S. Brodjonegoro dalam acara peresmian PLB tersebut menyampaikan ucapan selamat dan harapan kepada 11 perusahaan PLB. “Selamat kepada perusahaan yang telah diberikan fasilitas Pusat Logistik Berikat, semoga dapat dioptimalkan oleh pelaku usaha agar dapat mewujudkan keinginan pemerintah dalam menurunkan biaya logistik nasional,” ungkap Bambang. Bambang juga berharap fasilitas PLB yang digagas Kementerian Keuangan melalui Bea Cukai ini dapat dioptimalkan bagi perusahaan untuk mengembangkan usahanya dan memperluas jaringan pasokannya sehingga cita-cita besar PLB sebagai Hub Logistik di Asia Pasifik dapat terwujud. “Pemberian izin PLB kepada 11 perusahaan saat ini baru dalam tahap pertama, kedepan tentunya izin PLB akan diberikan kepada perusahaan-perusahaan logistik lain yang memenuhi syarat di seluruh wilayah Indonesia,” pungkas Bambang. (MPR, Yella)
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
7
Laporan Utama
Menjadikan Indonesia Sebagai Penghubung Logistik Asia Pasifik Pendirian Pusat Logistik Berikat (PLB) diyakini bisa mengurangi biaya logistik yang selama ini cukup tinggi di Indonesia. PLB merupakan menu fasilitas baru kepada dunia usaha perdagangan dan industri sebagai upaya penyelenggara negara untuk menurunkan biaya logistik, menurunkan dwelling time di pelabuhan, dan sekaligus menarik investasi ke dalam negeri.
Menkeu Bambang P.S. berikan sambutan didampingi para pejabat Bea Cukai dan Setjen Kemenkeu.
R
encana pemerintah membangun sejumlah PLB untuk menyaingi Singapura dan negara-negara lain di Asean mulai terlaksana. Saat ini sebanyak 16 perusahaan investor sedang mengurus izin menjadi PLB menyusul sebelas PLB yang sudah mulai beroperasi. Untuk menarik minat investor menanamkan modalnya di PLB, sejumlah insentif
dikucurkan. Mengutip Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2015 yang merevisi PP 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat, setidaknya ada lima jenis insentif yang disediakan pemerintah bagi perusahaan pengguna PLB. Pertama, perusahaan yang menyimpan barang ke dalam PLB dari tempat lain di luar daerah pabean dalam jangka waktu tertentu berhak mendapat
8 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
Laporan Utama penangguhan bea masuk. Kedua, perusahaan tersebut tidak dipungut pajak dalam rangka impor (PDRI). Ketiga, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan diminta membebaskan cukai bagi perusahaan yang ingin masuk ke kawasan PLB. Keempat, barang yang dipindahkan dari kawasan PLB satu ke PLB lainnya juga berhak mendapatkan fasilitas serupa ditambah pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Petambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Kelima, dalam pasal 42B ayat 5 PP tersebut juga menyatakan barang yang dimasukkan dari tempat lain dalam daerah pabean maupun dari Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Bebas, atau Kawasan ekonomi lainnya ke kawasan PLB yang ditujukan untuk ekspor, tidak akan dipungut PPN dan PPnBM. “Namun barang yang mendapat fasilitas tersebut bukan merupakan barang untuk dikonsumsi di kawasan PLB yang bersangkutan,” bunyi aturan tersebut. Presiden Joko Widodo menjelaskan, diberikannya lima fasilitas fiskal dalam PLB itu bertujuan untuk menurunkan harga produksi pabrik yang tinggi di Indonesia. Sekaligus untuk memperlancar arus barang secara efektif dan efisien guna menjamin kebutuhan bahan baku bagi industri dalam negeri. PLB merupakan fasilitas yang diberikan pemerintah untuk menarik kegiatan penumpukan barang (inventory) yang selama ini berpusat di luar negeri, seperti Singapura dan Malaysia. Dengan adanya PLB diharapkan perusahaan-perusahaan asing dapat mendirikan perusahaan atau membuka perwakilan perusahaannya di Indonesia sehingga ada potensi penerimaan negara dari sektor perpajakan dan
Stakeholders di pelabuhan
mengurangi beban penimbunan barang, dan juga dapat menurunkan angka dwelling time di Pelabuhan. Dengan demikian pelaku usaha juga diharapkan dapat memanfaatkan fasilitas tersebut untuk menimbun barang sehingga tidak menumpuk barang di pelabuhan. Dengan berkurangnya penumpukan barang di pelabuhan dapat juga mengurangi dwelling time karena barang dapat langsung keluar pelabuhan ke PLB dan barang tidak perlu di timbun dengan jangka waktu yang lama di pelabuhan. Dalam sambutannya ketika meresmikan operasional PLB di Cakung Jakarta Timur, 10 Maret 2016, Presiden Joko Widodo menekankan kepada dunia usaha dalam negeri untuk berani bersaing. Presiden mengingatkan bahwa iklim usaha global saat ini dirasakan semakin ekstrem, kompleks, dan cepat. Kompetisi dan persaingan bisnis sekarang menjadi realitas sehari-hari. Bukan hanya individu-individu, bukan hanya perusahaan dengan perusahaan, kota dengan kota, provinsi dengan provinsi, tetapi
sudah negara dengan negara. Itulah realitas kompetisi itu saat ini. “Setiap detik, setiap menit, setiap jam kompetisi itu kita hadapi dan kita tidak bisa keluar lagi dan mengatakan tidak dengan kompetisi. Sudah tidak ada waktu lagi. Semuanya harus dihadapi. Dihadapi dengan apa, dihadapi dengan kerja keras. Dihadapi dengan membangun sistem yang lebih efisien, termasuk pada hari ini yang berkaitan dengan PLB. Kenapa kita harus merubah semuanya dengan cepat. Karena kalau tidak, saya pastikan kita akan ditinggal. Kita akan menjadi negara yang tertinggal, ditinggal dan tertinggal,” ujar Presiden. Presiden menambahkan, jika perizinan usaha dalam negeri masih bertele-tele, memakan waktu lama, dari meja ke meja, dari kementerian ke kementerian, dan itu masih dijalankan, jangan harap Indonesia berjaya di era persaingan sekarang ini. Artinya, jika tidak dihadapi dengan serius dengan perubahan sistem kecepatan pelayanan, maka kita akan terus tertinggal. “PDB negara ASEAN itu 45 persen ada di Indonesia.
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
9
Laporan Utama PDB-nya juga 45 persen paling besar kita di Indonesia. Konsumsi juga kita yang paling gede, cuma belum 45 persen. Tapi coba, kita mau beli kapas saja harus pergi ke negara lain. Saya bilang tidak. Produksinya di sini, gudangnya ada di negara lain. Tidak bisa. Saya tanya ke Menteri Keuangan saat itu, ke Dirjen Bea Cukai, enggak bisa diterus-teruskan seperti itu. Kita akan kehabisan ongkos. Dan, memang bener, biaya logistik kita, biaya transportasi kita ini yang memberatkan negara ini, 2 sampai 2,5 kali lipat dari Singapura dan Malaysia. Harus stop itu,” ujar Presiden, dikutip dari siaran pers Humas-SETKAB yang diposkan pada 10 Maret lalu. Kemudian Presiden mengungkapkan alasan mengapa dirinya fokus pada insfrastruktur. Presiden ingin biaya logistik dan biaya transportasi semuanya sama, mendekati negara-negara tetangga. Menurut Presiden, jika hal kecil seperti ini diabaikan maka mimpi Indonesia untuk memenangkan persaingan usaha akan sulit terwujud. “Kalau hal kecil ini tidak diuruskan jangan bermimpi kita bisa bersaing. Jangan bermimpi kita bisa kompetisi. Tidak logis. Produksi ada di sini, kegiatan ada di sini, tekstil produksi ada di sini, jelas ada di sini, ngambil kapasnya ke sana. Loh, mau diteruskan, kalau saya ditanya, tidak. Lakukan apapun, bawa logistik-logistik ke negara kita sehingga PLB seperti di Cakung harus ada di semua pulau, ada di semua provinsi, ada di semua daerah. Sehingga kita menjadi semakin efisien,” tambah Presiden. “Dan saya gembira saat ini telah siap, untuk sementara sebelas PLB ada di Balikpapan, di Cakung, di Denpasar, dan kotakota yang lain, di Karawang, di Cikarang. Saya berharap para pengusaha PLB segera dan mampu melakukan kegiatan penimbunan barang impor maupun
Presiden Jokowi berikan keterangan pers terkait peresmian PLB
ekspor yang semula dilakukan di luar Indonesia. Segera tarik ke sini. Yang kedua, menurunkan dwelling time di pelabuhan. Kemudian memangkas biaya-biaya penimbunan di luar negeri dan trip cost harus dilakukan. Kemudian memangkas biaya penelusuran teknis di luar negeri dan mendekatkan bahan baku dengan industri,” pungkas Presiden. PLB Tingkatkan Kinerja Ekspor Jika dibandingkan dengan fasilitas sebelumnya yakni Gudang Berikat (GB) aturan di PLB tidak ada pembatasan suplai barang, karena dipastikan kapasitasnya besar dan difungsikan untuk kebutuhan industri di dalam negeri. Sedangkan di GB ada pembatasan sesuai jenis komoditi melalui penyesuaian izin awal. Bahasa awamnya adalah PLB berfungsi sebagai Supermarket
10 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
atau toko serba ada di bidang industri. Fasilitas GB lebih spesifik merujuk Peraturan Menteri Keuangan No.143/PMK.04/2011 tentang Gudang Berikat, pengusaha gudang berikat atau pengusaha di gudang berikat merangkap penyelenggara di gudang berikat (PDGB) dilarang memasukkan barang impor yang tidak sesuai dengan izin gudang berikat, serta mengeluarkan barang dengan tujuan yang berbeda dengan tujuan yang tercantum dalam izin itu. Sementara di PLB sendiri variasi jenis barang akan sangat beragam. Pembatasan penimbunan barang di PLB berlaku selama 3 tahun dan dapat diperpanjang, sedangkan pada GB masa penimbunannya hanya 1 tahun. Dari sisi regulasi impor, instansi Bea Cukai hanya akan menyediakan fasilitas berupa pembebasan bea masuk atau
Laporan Utama
pajak dalam rangka impor bagi barang yang ditimbun sebelum dikeluarkan dari PLB. Sedangkan pembangunan PLB ini akan diserahkan kepada pihak swasta karena berhubungan langsung dengan peluang bisnis. Manfaat PLB yang lain adalah akses yang luas bagi pengusaha UMKM untuk mendapatkan suplai barang. Seperti diketahui pengusaha UMKM kebutuhan komponennya tidak sebesar pengusaha yang bergerak di production manufacture. Jadi mereka pengusaha UMKM mendapatkan komponen dengan mudah walaupun keperluanya sedikit. Supaya ketersediaan barang itu bisa diakses, dipenuhi setiap saat dengan cepat dan murah. Dengan adanya fasilitas yang cukup longgar tersebut, nantinya pengusaha-pengusaha kecil juga bisa mampu mendapatkan akses suplai. Selama ini pengusaha
kecil seperti UMKM masih tekendala dari sisi suplai karena mengandalkan pengusaha besar yang terkoneksi dan memiliki GB. Tak hanya memperlonggar kebijakan tersebut, pemerintah juga memperluas jenis barang yang bisa ditimbun dalam PLB. Selain barang impor dengan batasan penimbunan satu tahun seperti payung hukum saat ini, barang produksi industri nasional yang akan dieskpor pun dapat ditimbun di PLB. PLB bisa difungsikan juga sebagai tempat pameran yang multifungsi. Jika ada yang ingin melihat-lihat bisa ada display-nya dahulu sebelum dieskpor. Menurut Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi, semakin banyak PLB di Indonesia, maka biaya logistik semakin murah. Ini karena industri dalam negeri yang membutuhkan bahan baku dan barang modal, tidak perlu impor. Untuk penempatan lokasi, pemerintah tidak bisa memaksakan kehendak. Hal yang bisa dilakukan adalah memberikan stimulus untuk pendirian PLB di sejumlah daerah di luar Jawa. PLB adalah kawasan penimbunan barang untuk keperluan industri. Fasilitas yang diperoleh berupa penagguhan bea masuk, pembebasan cukai, dan pajak impor tidak dipungut. Ketika barang keluar dari PLB maka bea masuk dan pajak dikenakan. Ketentuan fasilitas ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 272 Tahun 2015 tentang PLB. Latar belakang penerbitan ketentuan ini adalah bahan baku, barang modal, dan bahan penolong yang dibutuhkan industri dalam negeri umumnya diimpor dari gudang penimbunan di Singapura dan Malaysia. Hal ini tentu menyebabkan inefisiensi dalam hal biaya dan waktu. Oleh karena itu, gagasan utama kebijakan PLB adalah menempatkan gudang penimbunan barang ekspor-
impor di dalam negeri. Dengan demikian, industri dalam negeri tidak perlu mengimpor lagi saat membutuhkan bahan baku, barang modal, dan bahan penolong. Semua kegiatan itu diarahkan pada cita-cita Indonesia sebagai negara penghubung logistik di Asia Pasifik. Pendirian PLB disiapkan menyusul penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2015 tanggal 25 November 2015. PLB tersebut diharapkan mengefisienkan produksi, meningkatkan daya saing, dan memperlancar ekspor. “Kementerian Keuangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian sekuat tenaga merealisasikan perintah Presiden terkait pendirian pusat logistik berikat,” ujar Heru. Heru mengatakan, PLB tersebut bertujuan memberi wadah bagi ketersediaan bahan baku, bahan penolong, dan mesin yang nanti bisa dipakai oleh industriindustri di dalam negeri. Bahan baku yang nanti akan ditampung di PLB tersebut diharapkan bisa mendekatkan pasokan. “Tadinya harus diambil atau diimpor dari luar negeri, nanti cukup dibeli di gudang berikat,” ujar Heru. Menurut Heru, sudah banyak masukan atau minat pengusaha untuk membuat PLB sehingga diharapkan bisa segera terealisasikan. Suplai bahan baku, penolong, dan barang modal bagi industri diharapkan kian lancar. “Skema yang ditawarkan adalah fasilitas pemberian pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak impor atas pemasukan barang-barang bahan baku, penolong, dan mesin yang nanti ditimbun di PLB,” tuturnya. Heru mencontohkan, jika saat ini ada mesin-mesin tekstil yang harus diambil satu per satu dari Tiongkok, ke depan hal
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
11
Laporan Utama itu tidak perlu lagi. Pengusaha di bidang permesinan tinggal mengimpor dalam partai besar dan menaruhnya di PLB. “Misalnya di Ungaran atau Jababeka, nanti bea masuk baru akan dibayar kalau industri-industri di sekitarnya akan memakai. Industri tadi bisa membeli sesuai keperluan, tidak perlu harus dalam partai besar,” katanya. Kemenkeu berharap industriindustri di dalam negeri bisa memanfaatkan keberadaan PLB untuk mengambil bahan baku, bahan penolong, dan mesin. Mereka bisa berproduksi lebih efisien, daya saing naik, dan ekspor lebih lancar. PLB juga bisa sebagai tempat konsolidator kalau eksportirnya tidak ingin melakukan ekspor langsung. “Terutama ini nanti untuk mendorong devisa ekspor dari UKM yang sulit ekspor langsung karena keterbatasan pengetahuan, administrasi, dan pemasaran,” ujar Heru. Sementara itu, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani seperti dikutip Harian Kompas (5/3), mengungkapkan, selama ini
Tadinya harus diambil atau diimpor dari luar negeri, nanti cukup dibeli di gudang berikat. Heru Pambudi Direktur Jenderal Bea dan Cukai
proses ekspor-impor di Indonesia membutuhkan waktu lebih lama dan biaya lebih mahal dibandingkan dengan Singapura dan Vietnam. Menurutnya, proses ekspor-impor di Indonesia memakan waktu 3,5 hari, sedangkan di Singapura 2 hari dan Vietnam sehari. Biaya di Indonesia 573 dolar AS, padahal di Singapura
Menkeu Bambang berikan sertifikat pada 11 perusahaan PLB.
12 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
hanya separuhnya dan di Vietnam 45 dolar AS. Mengacu pada Laporan Kemudahan Berbisnis 2015 yang diterbitkan Bank Dunia, Indonesia berada di peringkat ke-7 di antara negara-negara Asean dalam hal kinerja ekspor-impor. Atas konteks persoalan itu, Franky menekankan penerapan PLB merupakan hal krusial. “Dengan PLB, pemerintah menjadikan Indonesia sebagai pusat distribusi logistik kawasan yang murah dan efisien sekaligus mendukung pertumbuhan industri dalam negeri,” kata Franky. Dalam praktiknya, semua pengurusan permohonan dan perizinan PLB langsung kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Sementara urusan BKPM hanya menyangkut perizinan investasi, yang sebatas berlaku pada investor asing. Pendirian PLB, menurut Franky adalah bentuk penanaman modal langsung. Dengan demikian, pendirian PLB memberikan sumbangan positif terhadap pencapaian target investasi yang menjadi tanggung jawab BKPM tahun ini senilai Rp 594,8 triliun. (pomo)
Laporan Utama
Peran Bea Cukai Sebagai Regulator Utama PLB Sebagai otoritas pemegang aturan PLB, DJBC memiliki peran yang sangat penting guna memastikan kelancaran arus barang dalam implementasi PLB.
D
irektorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) sejak akhir tahun 2014 telah melakukan perubahan paradigma dengan mengubah misinya yang mengedepankan peran fasilitasi perdagangan dan industri menjadi misi utama. Misi lainnya adalah melindungi perbatasan dan masyarakat Indonesia dari penyelundupan dan perdagangan ilegal. Kemudian, misi lainnya adalah mengoptimalkan penerimaan negara di sektor kepabeanan dan cukai. Dalam upaya memfasilitasi perdagangan dan industri, DJBC dihadapkan pada beberapa isu utama yang harus segera diantisipasi dalam perumusan kebijakan itu. Ada tiga isu utama yang melatarbelakangi lahirnya fasilitas Pusat Logistik Berikat (PLB). Ketiga isu utama itu antara lain kinerja logistik Indonesia yang rendah, semakin berkembangnya model bisnis, dan akses eksporimpor bagi industri kecil dan menengah (IKM) yang masih terbatas. Berdasarkan data Logistic Performance Index tahun 2014 yang dirilis Bank Dunia, kinerja logistik Indonesia berada di ranking 53, masih kalah jauh dengan Singapura (5) dan Malaysia (25), bahkan dengan Thailand (35) dan Vietnam (48). Dengan kinerja dan daya saing logistik tersebut,
PT Dahana (Persero) di Subang Jawa Barat, sebagai BUMN pertama penyedia PLB
Indonesia hanya menjadi spoke logistik, sementara negara-negara tetangga yang menjadi hub atau pusatnya. Dewasa ini model bisnis terkait logistik semakin berkembang pesat. Diantaranya adalah bisnis dengan kepemilikan yang bersifat barang titipan, konsinyasi, vendor management inventory, dan model bisnis pasar komoditas. Model bisnis tersebut selama ini belum dapat tertampung dalam skema fasilitas kepabeanan, dan hal ini memicu keengganan dunia usaha untuk menimbun barang di gudang Indonesia. Sementara itu, IKM memberikan kontribusi yang signifikan dalam GDP nasional dan dalam membuka lapangan
kerja. Data dari Kemenperin dan BPS menunjukkan bahwa selama 2012 IKM memberikan kontribusi kepada GDP sekitar 59,08 persen (setara IDR 4.869 triliun), dan total lapangan kerja sekitar 97,16 persen (setara 107.657.509 orang). IKM juga berkontribusi dalam mendukung kinerja ekspor nasional. Misalnya tahun 2011 menyumbang ekspor senilai 16,44 persen atau setara IDR 187.441,82 miliar (The Comcec Trade Working Group, 2013). Ekspor yang dilakukan IKM selama ini dirasa belum optimal karena IKM menghadapi kendala baik internal maupun eksternal. Kendala eksternal yang dihadapinya antara lain adalah ketidakstabilan suplai dan harga
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
13
Laporan Utama
Suasana di gudang PLB PT Dahana di Subang Jawa Barat.
bahan baku. IKM masih sulit untuk mendapatkan bahan baku asal impor, serta keterbatasan akses pasar maupun akses untuk melakukan proses ekspor. Ketiga permasalahan utama tersebut belum dapat diatasi melalui ketentuan fasilitas Tempat Penimbunan Berikat (TPB) yang ditawarkan Bea Cukai sebelumnya. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka DJBC mengambil langkah konkret dengan menginisiasi jenis fasilitas baru yakni dengan menggulirkan PLB. Fasilitas PLB sangat diperlukan dunia industri karena memiliki beberapa fleksibilitas, antara lain fleksibilitas kepemilikan barang, asal dan tujuan barang, dan masa timbun. Menurut Direktur Fasilitas Kepabeanan DJBC, Robi Toni, saat ini ada 16 investor baru yang tengah menjajaki mendirikan PLB. Bidang usahanya antara lain pertambangan, alat berat, dan bahan kimia. Sebelumnya sudah ada 11 PLB yang telah diresmikan Presiden Joko Widodo pada 10 Maret lalu. Kesebelas PLB itu adalah PT Toyota Motor Manufacturing, PT Pelabuhan Panajam Banua Taka, PT Cipta Krida Bahari, PT Cikarang Dry Port, PT Petrosea, PT Khrisna Bali International Cargo, PT Agility
International, PT Dunia Express Transindo, PT Vopak Terminal Merak, PT Dahana, dan PT Kamadjaja Logistics. “Untuk tahap pertama sudah ada 11 perusahaan yang telah ditetapkan sebagai PLB. Dan saat ini sudah ada beberapa perusahaan, lebih 16 perusahaan yang berkonsultasi dan berminat menjadi PLB. Ini menunjukkan suatu hal yang positif. Sesuai dengan amanat Presiden, PLB bisa terus berkembang di beberapa daerah di seluruh Indonesia,” ujar Robi. Sementara itu, Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pertekstilan Indonesia Benny Soetrisno mengatakan, dalam praktiknya, PLB akan memudahkan pelaku usaha mengelola arus kas. “Artinya, pusat logistik berikat ini memberi kepastian bagi pemasok bahwa ada pembeli. Di sisi lain, si pembeli juga memiliki kepastian bahwa barang yang dibutuhkan pun ada,” kata Benny. Menurut Benny, PLB juga membantu menciptakan efisiensi, termasuk di aspek keuangan, karena memungkinkan membeli barang dalam jumlah sesuai dengan kebutuhan. “Misalnya dulu harus beli kapas untuk stok satu atau dua bulan, sekarang cukup dua minggu,” kata Benny. Terkait dengan upaya mendorong kinerja ekspor, Benny
14 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
Untuk tahap pertama sudah ada 11 perusahaan yang telah ditetapkan sebagai PLB. Robi Toni Direktur Fasilitas Kepabeanan DJBC
mengatakan, biaya logistik merupakan salah satu faktor yang perlu dibenahi agar daya saing meningkat. “Terkait ekspor, ada tiga hal yang perlu mendapat perhatian. Pertama adalah daya saing di sisi internal, termasuk pekerja, produktivitas, dan biaya logistik,” ujar Benny. Selain itu, juga preferensi atau pilihan selera dari konsumen terhadap produk yang perubahannya bisa cepat. “Hal yang ketiga adalah menyangkut pakta perdagangan, apakah itu TPP, kerja sama dengan Uni Eropa, atau Masyarakat Ekonomi ASEAN,” katanya. Benny mengungkapkan jika ketiga hal tersebut saling memengaruhi. Sering dikatakan,
Laporan Utama sumber tenaga kerja di Indonesia sangat banyak karena jumlah pencari kerja lebih besar daripada kesempatan kerja. Namun, Benny menegaskan, tantangan yang dihadapi saat ini adalah peningkatan produktivitas. Bisa Menghemat Rp 10 Miliar Per Tahun Menaggapi mekanisme kontrol terhadap PLB yang dirasa longgar, Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Purwakarta, Siswa Murwono mengatakan sekarang sudah saatnya kita merubah paradigma dalam menyikapi tantangan persaingan global seperti saat ini. Semua lini, terutama pihaknya sebagai penyedia jasa kepabeanan dan cukai tidak cukup memiliki visi out of the box, tetapi mesti memiliki prinsip leap frog atau lompatan katak dalam menjalankan tugas. “Kita sudah tidak mungkin lagi untuk mengawasi semua kegiatan industri yang banyak itu walau menambah orang berapapun. Makanya, pengawasan saat ini lebih cocok menggunakan keunggulan teknologi informasi (IT). Tinggal kita membenahi persyaratan dan sistemnya, semua itu by system,” ujar Siswa, yang membawahi wilayah industri Purwakarta, Subang, dan Karawang.
Diagram Misi DJBC
Siswa menambahkan bahwa kita membutuhkan perubahan mental dan cara berpikir. Jika PLB itu membuat semuanya berjalan lancar dengan aturan yang lebih longgar, maka kita harus ambil risiko itu. “Kita kasih ramburambu, jika ada penyimpangan itu sejauh mana dibandingkan dengan kelancaran proses bisnisnya. Setelah itu kita adakan targeting. Tetapi semua kegiatan itu mesti didasarkan pada manajemen risiko,” ujarnya. Kemudian Siswa memandang penting prinsip clean and clear. Hal ini untuk menunjukkan betapa transparan dan serius pihaknya dalam menjalankan tugas. Harapannya tentu trust masyarakat kepada petugas Bea Cukai semakin meningkat. “Saat ini kepercayaan masyarakat kepada Bea Cukai terus meningkat. Proses bisnis berjalan baik. Kegiatan ekspor-impor meningkat. Imbas dwelling time turun mereka (para pengusaha) di kawasan berikat wilayah kami minta lembur SabtuMinggu hingga jam 10 malam,” ujar Siswa. Sementara itu, ditemui WBC di kantornya di Subang Jawa Barat, Humas PT Dahana, Juli Jajuli, mengungkapkan rasa bangganya karena perusahaannya termasuk sebagai pioneer PLB. Hal ini dirasakannya sebuah prestasi karena dari 11 PLB yang telah diresmikan Presiden pada Maret lalu hanya Dahana yang langsung bisa beroperasi. Dahana pun merupakan BUMN pertama yang menjadi penyedia PLB. “Peresmian PLB oleh Presiden Joko Widodo, Kamis 10 Maret, dan hari Minggunya pada 13 Maret barang sudah ada yang datang 12 kontainer ke PLB kami,” ujar Juli. Juli menambahkan, secara operasional PLB ini sangat membantu. Perhitungan pihaknya, operasional bisa berhemat biaya logistik sekitar Rp 10 miliar per tahun. “Menurut kalkulasi, kami
Peresmian PLB oleh Presiden Joko Widodo, Kamis 10 Maret, dan hari Minggunya pada 13 Maret barang sudah ada yang datang 12 kontainer ke PLB kami. Juli Jajuli Humas PT Dahana
bisa menghemat Rp 10 miliar per tahun. Sebelumnya kami ambil bahan baku di Pulau Momoi dekat Batam. Dengan posisi PLB di Subang yang strategis di tengah Jawa dengan akses tol yang cukup baik ini maka para konsumen akan diuntungkan. Pertimbangan pertama adalah jarak. Kebanyakan para konsumen kami dekat ke Subang dibandingkan Pulau Momoi. Kemudian keamanan, karena produk-produk yang disimpan kategori yang terbatas, berbahaya, dan memerlukan penanganan khusus. Fasilitas gudang kami sangat memadai, dan dari sisi keamanan kami sangat terjamin,” terang Juli. Dahana sendiri merupakan BUMN (Persero) yang bergerak di bidang industri strategis yang memberikan layanan bahan peledak terpadu untuk sektor migas, pertambangan umum, kauri dan konstruksi serta sektor pertahanan dan keamanan. Di 2012, Dahana menyelesaikan pembangunan fasilitas pengembangan dan manufaktur terbesar di ASEAN yang dinamakan Energetic Material Center (EMC) berlokasi di
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
15
Laporan Utama Subang, Jawa Barat. Perusahaan ini memiliki tiga lini bisnis diantaranya, drilling and blasting services, explosive manufacturing, dan related services termasuk jasa pergudangan dan mobilisasi bahan peledak. Semula lokasi gudangnya di Pulau Momoi, terutama untuk bahan-bahan peledak untuk sektor industri migas dan pertahanan. Senada dengan Juli, Manajer Persediaan dan Pergudangan PT Dahana, Ahmad, yang bersinggungan langsung dengan operasional PLB, mengungkapkan jika pihaknya merasakan efisiensi di perusahaannya. Berbeda ketika pihaknya harus mengimpor bahan baku dari Singapura atau Pulau Momoi. “Para konsumen kami kebanyakan berada di Kalimantan sedangkan Momoi kan di Barat,
jadi biaya transportasi terlalu mahal. Kemudian penggunaan SKA (Surat Keterangan Asal) di fasilitas PLB bisa digunakan berkali-kali hal ini tentu memudahkan kami dalam perizinan. Jadi dalam waktu dekat kami akan promosikan PLB ini ke konsumen. Posisi kami lebih dekat dan strategis sehingga prosesnya lebih cepat dan mudah,” ujar Ahmad. Ahmad menuturkan, di PLB ini konsumen berhak menggunakan masterlist, hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen khususnya sektor migas. Sementara ketika berstatus Gudang Berikat penggunaan masterlist tidak dimungkinkan. “Penerapan masterlist itu menjadi nilai jual tersendiri bagi kami. Pokoknya, dengan PLB tidak
serumit dulu. PLB ini manfaatnya maksimal, ongkos logistik jadi murah, dan peningkatan penjualan. Pelayanan PLB juga dirasakan mudah karena bisa diaplikasikan dimana saja dengan menggunakan ponsel android.” Namun demikian, dalam proses pengiriman barang pihak Dahana kesulitan mencari vendor electronic seal atau segel elektronik yang dipersyaratkan Bea Cukai. “Semoga itu tidak menjadi penghambat untuk proses impor kami. Kami juga meminta dispensasi ke Bea Cukai untuk dapat menggunakan segel manual untuk sementara waktu, sambil menunggu kami mendapatkan penyedia alat ini,” ujar Ahmad. (Supomo)
Perbedaan Gudang Berikat dengan PLB NO.
KONSEP
Gudang Berikat
Pusat Logistik Berikat
1.
Definisi
Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan/ pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan (kitting), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang-barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
TPB untuk menimbun barang asal luar daerah pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
2.
Kepemilikan Barang
Kepemilikan Sendiri
Kepemilikan sendiri, Konsinyasi, atau Titipan
3.
Masa Timbun
1 Tahun
3 Tahun ++
4.
Kegiatan
Penimbunan dan Kegiatan sederhana
Penimbunan dan Kegiatan sederhana ++
5.
Nilai Pabean
Digunakan NP saat pemasukan.
Digunakan NP saat pengeluaran.
6.
Asal & Tujuan Barang
Asal: Luar Negeri Tujuan: Fleksibel “One to One”
ln: Fleksibel “One to many, many to one many to many”
7.
Ketentuan Pembatasan
Belum diberlakukan saat pemasukan
Belum diberlakukan saat pemasukan
8.
Certificate of Origin
Diterima dan satu kali pengeluaran
Diterima & bisa pengeluaran parsial
9.
Penyelesaian fasilitas masterlist
-
Penyelesaian sewa BOP Migas – Cost Recovery
10.
Pengenaan fiskal saat pengeluaran
Bea Masuk- Pajak Impor - PPN penyerahan (lokal)
Bea Masuk- Pajak Impor
11.
Jangka. Waktu Izin
Penyelenggara < 5 tahun Pengusaha < 3 tahun
Seumur hidup, sampai dicabut
12.
Satu izin u/ bbrp lokasi
-
Dimiliki badan hukum sama
13.
Bentuk Skep
Standard
Customized, Tematik, KPI
14.
Pembayaran Bea Masuk
Langsung diberlakukan
Dokumen berkala dan Pembayaran ditunda *) Sumber: Direktorat Fasilitas Kepabeanan DJBC, 2016
16 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
Wawancara Laporan Utama
“PLB Bisa Terus Berkembang di Beberapa Daerah di Seluruh Indonesia” Robi Toni, Direktur Fasilitas Kepabeanan
PLB diciptakan sebagai upaya pemerintah memberikan berbagai pilihan fasilitas kepada dunia perdagangan dan industri sesuai dengan kebutuhannya. Beda bisnis tentu beda pula kebutuhannya. Untuk membahas seluk beluk tentang fasilitas PLB dalam mendongkrak ekspor nasional itu, berikut petikan wawancara WBC dengan Direktur Fasilitas Kepabenan DJBC, Robi Toni;
Sebenarnya apa maksud dan tujuan fasilitas Pusat Logistik Berikat atau PLB? Tujuan utama adalah untuk menurunkan biaya logistik sehingga produk-produk Indonesia bisa kompetitif dengan negara lain. Disamping itu dengan adanya PLB maka pemenuhan kebutuhan industri dapat tepat sasaran, memberikan akses pemenuhan bahan baku impor dan akses impor pada industri termasuk IKM, menjadikan Indonesia sebagai pusat distribusi logistik nasional/ internasional untuk mendukung distribusi logistik yang murah dan efisien. PLB mendukung pertumbuhan industri dalam negeri dan menarik investasi.
Bagaimana sejarah dan gambaran umum tentang PLB? Setelah dilakukan kajian dan analisa terhadap lalu lintas barang dan sistem logistik ditemukan fakta-fakta bahwa hampir seluruh barang keperluan industri di Indonesia yang diimpor dari berbagai negara ditimbun di gudang negara tetangga. Biaya logistik yang tinggi karena adanya biaya tambahan berupa penimbunan di Singapura dan Malaysia dan ketidakefisienan pengangkutan. Sarana dan prasarana pelabuhan yang ada sudah tidak dapat menampung arus barang impor yang semakin tinggi. Angka dwelling time di pelabuhan kita
yang sangat tinggi dibandingkan dengan negara tetangga. Kemudian akses ekspor-impor pelaku usaha IKM di dalam negeri yang terbatas. Banyak komoditas ekspor Indonesia yang menunggu dibeli oleh pembelinya ditimbun di pasar komoditi yang ada di gudang negara tetangga. Beragamnya skema bisnis dalam perdagangan internasional yang tidak dapat diimbangi dengan regulasi yang ada sehingga terjadi hambatan. Hal-hal tersebut di atas menyebabkan biaya logistik tidak efisien dan menurunkan daya saing produk-produk Indonesia. Untuk itu perlu adanya perubahan kebijakan sistem logistik sekaligus memindahkan gudang penimbunan
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
17
Laporan Utama Wawancara
18 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
Wawancara Laporan Utama
barang impor tujuan Indonesia dan barang ekspor asal Indonesia di luar negeri ke PLB di wilayah Republik Indonesia. Sudah saatnya menjadikan Indonesia sebagai Hub atau pusat Logistik tidak hanya bagi dirinya sendiri, tetapi juga Hub Logistik bagi seluruh negara Asia Pasifik. Apa saja pokok kebijakan PLB? Fleksibilitas pemasukan barang. Barang yang dimasukkan ke PLB bisa dari luar negeri, dalam negeri, TPB, kawasan bebas, KEK, dan kawasan khusus lainnya. Kemudian fleksibilitas kegiatan yang dilakukan. Di dalam PLB dapat dilakukan kegiatan penimbunan selama 3 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 3 tahun. Selain melakukan penimbunan, di PLB juga diperbolehkan melakukan pekerjaan sederhana seperti pengemasan, pemotongan dan kegiatan sederhana lainnya sepanjang bukan kegiatan manufacture (produksi). Selanjutnya ada fleksibilitas kepemilikan barang. Barang yang ditimbun di PLB tidak harus dimiliki pengusaha PLB, namun bisa juga barang milik supplier di luar negeri, barang yang dititipkan dari pemilik barang di dalam negeri maupun pemilik barang di luar negeri. Serta, fleksibiltas fasilitas perpajakan dan kepabeanan. Barang yang dimasukkan dari luar negeri ke PLB belum dipungut bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Bea masuk dan pajak dalam rangka impor dibayar oleh importir pada saat mengeluarkan barang dari PLB ke dalam negeri untuk diimpor untuk dipakai. Atas pengeluaran barang dari PLB kepada importir di dalam negeri tidak dikenakan PPN dalam negeri. Apa saja syarat dari perusahaan untuk menjadi pengelola PLB? Memenuhi syarat fisik yang
telah diatur seperti terletak di lokasi yang dapat dilalui sarana pengangkut, mempunyai batasbatas yang jelas, mempunyai tempat pemeriksaan fisik, penimbunan, pemuatan, pembongkaran, pemasukan dan pengeluaran barang, area transit dan lain sebagainya. Kemudian memenuhi syarat administrasi antara lain surat izin usaha, kepemilikan/penguasaan lokasi dan sebagainya. Memiliki SPI yang handal. Memiliki IT Inventory yang bisa diakses oleh Bea Cukai dan Pajak. Memiliki CCTV yang bisa diakses oleh Pejabat Bea dan Cukai, dan merupakan perusahaan AEO, TBK, BUMN, atau memiliki luas lokasi 10.000 m2 (satu hektar). Sejauh mana komunikasi dilakukan dalam proses lahirnya kebijakan PLB ini? Berawal dari identifikasi masalah logistik nasional kemudian menjaring masukanmasukan melalui public hearing dan diskusi dengan asosiasi pengusaha logistik dan pelaku usaha yang bergerak di bidang logistik dan industri seta IKM sehingga dapat dibuat perumusan konstruksi masalah terkait logistik nasional dan perkembangan dinamika model bisnis perdagangan internasional. Kemudian dibuat kebijakan dan disusun peraturan yang dapat menjawab permasalahan tersebut dan insentif-insentif pemerintah untuk menstimulasi industri nasional baik berupa insentif fiskal maupun non fiskal/prosedural, dan penerapan manajemen risiko dalam rangka percepatan dan keakuratan pelayanan yang dibutuhkan oleh stakeholder. Sejauh mana sosialisasi PLB ini dilakukan oleh Direktorat Fasilitas Kepabeanan? Sosialisasi akan dilakukan baik kepada internal maupun pihak eksternal. Bekerjasama
dengan Direktorat PPKC/ Humas dan Direktorat IKC kami merencanakan sosialisasi di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Malang, Makasar, Balikpapan, Medan dan Palembang. Sosialisasi akan dikonsentrasikan pada kantor-kantor wilayah dengan mengundang juga pihak eksternal yaitu perusahaan-perusahaan PLB atau berpotensi menjadi PLB dan perusahaan-perusahaan yang berpotensi melakukan pemasukan bahan baku dari PLB atau ekspor melalui PLB. Apa saja stimulus fiskal selain PLB untuk meningkatkan industri nasional? Beberapa Paket Kebijakan Ekonomi Pemerintah yang diterjemahkan dalam Kebijakan di Bidang Fasilitas Kepabeanan untuk Kepentingan industri dan pelaku usaha meliputi Paket Kebijakan Ekonomi II, dengan telah diterbitkan Peraturan dan KEP pemberian Fasilitas PLB kepada 11 perusahaan. Paket Kebijakan Ekonomi IV, berupa fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk IKM dimana RPMK-nya telah diajukan ke Direktorat PPKC untuk legal drafting. Kemudian Paket Kebijakan Ekonomi V berupa fasilitas untuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dimanan RPMK-nya telah disampaikan ke BKF. Inpres 13 tahun 2015 tentang Kebijakan Fasilitas Perdagangan Bebas Di Dalam Negeri (Inland FTA) dimana RPMK-nya sedang dalam proses penyusunan. Apa saja kendala bagi DJBC dalam menerapkan fasilitas PLB ini? Secara umum tidak ada kendala yang signifikan. Tentu sebagai kebijakan yang baru, PLB belum terinformasikan secara luas dan adanya beberapa aturan dari instansi teknis yang bersinggungan dengan kegiatan ekspor-impor yang perlu diselaraskan dengan
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
19
Laporan Utama Wawancara semangat PLB untuk menjadikan Indonesia sebagai hub logistik Asia Pasifik. Bagaimana DJBC mengatasi kendala tersebut? Perlu sosialisasi baik internal maupun eksternal. Sosialisasi internal untuk menyamakan langkah dan menjaga PLB sesuai tujuannya. Sosialisasi ke eksternal untuk bersama-sama memajukan industri dalam negeri. Dan perlu koordinasi lebih lanjut terkait dengan peraturan-peraturan dari beberapa instansi yang bersinggungan dengan kegiatan ekspor-impor yang berpotensi dapat menghambat implementasi PLB. Bagaimana pandangan bapak mengenai antusiasme para pelaku usaha dalam merespon PLB ini? Untuk tahap pertama sudah ada 11 perusahaan yang telah ditetapkan sebagai PLB. Dan saat ini sudah ada beberapa perusahaan, lebih 16 perusahaan yang berkonsultasi dan berminat menjadi PLB. Ini menunjukkan suatu hal yang positif. Sesuai dengan amanat Presiden, PLB bisa terus berkembang di beberapa daerah di seluruh Indonesia. Aturan PLB cukup longgar, bagaimana DJBC mengantisipasi risiko pelanggaran para pelaku usaha pemakai fasilitas PLB? Pendirian PLB dirancang sedemikian rupa, mulai dari seleksi perusahaan calon PLB adalah perusahaan yang modern, luas dan otomasi. Dalam proses pengajuannya ada salah satu proses yang belum pernah dilakukan pada perizinan di TPB. Yang dimaksudkan adalah perusahaan diwajibkan melakukan presentasi pada sidang panel yang dipimpin Direktur fasilitas Kepabeanan untuk memberikan
gambaran profil perusahaan, sistem pengendalian yang ada, visi dan misi serta business plan perusahaan. Pada sidang ini yang akan menentukan kelayakan perusahaan penerima fasilitas PLB. Dan, apabila perusahaan mendapatkan fasilitas PLB, dalam beroperasinya akan dibawah bimbingan seorang Agen Fasilitas
20 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
yang ditunjuk. Agen Fasilitas berfungsi untuk melakukan bimbingan, konsultasi, profilling serta melakukan monitoring terhadap PLB tersebut. Selain itu ada mekanisme kontrol lainnya seperti pemeriksaan sewaktuwaktu (spot check), monitoring dan evaluasi, audit dan pengawasan lainnya oleh unit Penindakan dan Penyidikan (P2). (*)
opini
Memahami Suku Bunga Negatif Oleh : Yudhi Dharma Nauly, Kepala Sub Bagian Tatalaksana I, Sekretariat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
S
uku bunga (interest rate) merupakan hal yang lazim dalam kehidupan sehari-hari. Saat manusia mulai mengenal transaksi finansal, sejak saat itu juga manusia mengenal suku bunga. Suku bunga umumnya diartikan sebagai besarnya imbal jasa yang diberikan peminjam uang (debitur) kepada pemberi pinjaman (kreditur). Dengan pinjaman ini, debitur dapat mewujudkan konsumsi atau investasi yang sebelumnya di luar kemampuan ekonominya. Pinjaman merupakan transfer kapital yang menguntungkan debitur maupun kreditur. Transaksi finansial ini
juga menguntungkan ekonomi secara keseluruhan dengan berkurangnya idle capital. Atas manfaat tersebut sangat wajar debitur memberi imbal jasa kepada kreditur. Suku bunga juga dikenal sebagai biaya kapital (cost of capital), yaitu biaya yang dikeluarkan debitur untuk menggunakan tambahan kapital. Dengan kata lain, suku bunga adalah harga atas jasa peminjaman kapital. Debitur kemudian memasukkan biaya kapital ke dalam harga pokok produksi (cost of goods sold) yang selanjutnya dibebankan kepada kosumen. Jika debitur memiliki brand capital yang kuat, ia dapat membebankan seluruh biaya kapital kepada konsumen. Bila tidak, debitur harus menanggung sebagian biaya kapital dengan mengurangi tingkat laba (profit margin). Suku bunga sering dipandang secara negatif. Suku bunga dipersepsikan sebagai beban yang sangat memberatkan dan debitur dipaksa untuk menerimanya. Sebenarnya hal ini hanya terjadi di pasar finansial yang tidak bekerja dengan baik. Di pasar finansial seperti ini terjadi kesenjangan
informasi (information asymmetry) yang memungkinkan kreditur untuk mendikte debitur. Tak heran, di pasar finansial seperti ini debitur seringkali tidak berdaya dan harus menerima suku bunga tinggi yang ditentukan kreditur. Jika pasar finansial berjalan baik, tingkat suku bunga ditentukan oleh permintaan debitur dan penawaran kreditur. Kedua belah pihak memiliki kemampuan dan kesempatan yang adil dalam menentukan tingkat suku bunga. Pasar finansial memang tidak dikecualikan dari hukum penawaran dan permintaan (the law of supply and demand). Jika permintaan untuk meminjam dana meningkat, ceteris paribus, harga dalam bentuk suku bunga meningkat. Sebaliknya, jika penawaran dana untuk dipinjamkan meningkat, suku bunga turun. Di pasar finansial yang ideal, kedua kepentingan selalu mendorong suku bunga ke titik kesetimbangan. Selain penawaran dan permintaan, tingkat suku bunga ditentukan kebijakan bank sentral. Bahkan, kebijakan bank sentral lebih besar pengaruhnya dibandingkan penawaran dan
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
21
opini permintaan di pasar fiinansial. Bank sentral di seluruh dunia, termasuk Indonesia memiliki satu tujuan utama, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai mata uang yang menjadi tanggung jawabnya. Kestabilan nilai mata uang ini dilihat dari dua perspektif, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap nilai barang dan jasa yang ditandai inflasi, serta kestabilan mata uang terhadap mata uang lainnya yang ditandai nilai tukar. Tujuan utama bank sentral mencapai dan memelihara kestabilan mata uang atau liquidity management dilaksanakan dengan menentukan suku bunga acuan (key rate) yang mencerminkan sikap (stance) kebijakan moneter bank sentral. Di Indonesia, suku bunga acuan ini dikenal sebagai BI Rate. BI Rate ditetapkan Dewan Gubernur BI setiap rapat bulanan dan kemudian diumumkan kepada publik. Dewan Gubernur BI menetapkan kenaikan BI Rate bila inflasi ke depan diperkirakan melampaui target inflasi yang ditetapkan dan/ atau nilai tukar Rupiah ke depan diperkirakan di bawah target nilai tukar yang ditetapkan. Sebaliknya, Dewan Gubernur BI menetapkan penurunan BI Rate bila inflasi ke depan diperkirakan di bawah target inflasi yang ditetapkan dan/atau nilai tukar Rupiah ke depan diperkirakan melampaui target nilai tukar yang ditetapkan. BI Rate selanjutnya diimplementasikan pada operasi moneter melalui liquidity management berupa operasi pasar terbuka (misalnya, lelang SBI) dan standing facilities (fasilitas penyediaan dana rupiah oleh BI atau penempatan dana rupiah di BI). Operasi moneter ini diharapkan dapat mengarahkan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N) yang pada gilirannya akan mengarahkan suku bunga
tabungan dan suku bunga pinjaman. Selain tujuan utama tersebut, suku bunga juga sering digunakan untuk mendorong aktivitas ekonomi yang mengalami perlambatan (stagnation) melalui expansionary monetary policy. Dengan mengarahkan penurunan suku bunga tabungan, bank sentral mengurangi insentif untuk konsumsi masa depan sehingga masyarakat didorong untuk mewujudkan konsumsinya saat ini. Konsumsi masyarakat saat ini akan mendorong para pengusaha untuk meningkatkan produksi. Di lain pihak, dengan mengarahkan penurunan suku bunga kredit, bank sentral mendorong para pengusaha untuk melakukan ekspansi. Gabungan antara penurunan suku bunga tabungan dan suku bunga pinjaman akan menggairahkan kegiatan ekonomi yang melambat. Disamping itu suku bunga juga sering digunakan untuk menahan laju penguatan nilai mata uang yang berlebihan. Bila mata uang asing masuk terus menerus, nilai mata uang domestik mengalami penguatan yang berlebihan. Hal ini akan mengurangi daya saing barang ekspor di luar negeri. Juga, hal ini akan memicu konsumsi barang impor yang berlebihan. Akibatnya, terjadi defisit perdagangan luar negeri. Dengan mengarahkan penurunan suku bunga, bank sentral menurunkan daya tarik investasi portfolio dari luar negeri sehingga laju penguatan nilai mata uang bisa ditahan. Upaya bank sentral mengarahkan penurunan suku bunga retail tabungan dan pinjaman tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan. Walaupun suku bunga tabungan dan pinjaman turun, masyarakat tidak meningkatkan konsumsi dan para pengusaha tidak melakukan ekspansi. Hal ini terjadi ketika ketidakpastian
22 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
menghantui prospek ekonomi ke depan. Investor luar negeri pun terus mengalirkan dananya untuk menangguk keuntungan jangka pendek saat suku bunga domestik lebih tinggi. Untuk menggairahkan perekonomian yang melambat dan/atau menahan laju penguatan mata uang, bank sentral mengarahkan suku bunga tabungan dan pinjaman ke tingkat yang lebih rendah. Hal ini bisa terjadi berulang-ulang, hingga suatu ketika suku bunga acuan menembus titik nol (zero lower bound) dan berada pada teritori negatif. Inilah anomali yang sedang ramai diperbincangkan dengan sebutan suku bunga negatif atau sub-zero rate. Suku bunga negatif yang menjadi pusat perhatian bukanlah suku bunga riil, melainkan suku bunga nominal. Suku bunga riil adalah suku bunga nominal yang telah dibersihkan dari pengaruh inflasi. Dalam hal tingkat inflasi lebih tinggi dari suku bunga nominal diperoleh suku bunga rill negatif walaupun suku bunga nominal dan tingkat inflasi keduanya positif. Bila ini terjadi, kreditur menerima pengembalian dengan nilai nominal yang sama tetapi nilai riilnya lebih kecil. Dalam hal suku bunga nominal negatif, suku bunga riil pasti juga negatif dengan nilai yang lebih kecil. Bila ini terjadi, kreditur menerima pengembalian dengan nilai nominal dan nilai riil yang lebih kecil. Pada tataran normal, suku bunga adalah imbal jasa yang diberikan debitur kepada kreditur atas pinjaman yang diterima. Semakin besar suku bunga, semakin tinggi kesediaan kreditur meminjamkan uangnya. Sebaliknya, semakin kecil suku bunga, semakin rendah pula kesediaan kreditur. Pada anomali suku bunga negatif, kreditur lah yang memberikan imbal jasa kepada debitur atas pinjaman
opini
yang diberikannya. Saat pelunasan kreditur akan menerima kembali uangnya dalam lebih sedikit dari yang dipinjamkannya. Dengan kata lain kreditur mengalami kerugian. Maukah kreditur menanggung kerugian ini? Mungkinkah suku bunga negatif terjadi dalam kehidupan sehari-hari? Kenyataannya, suku bunga negatif sudah diberlakukan oleh beberapa bank sentral. European Central Bank (ECB), Danmarks Nationalbank (Danish National Bank, DNB), Sveriges Riksbank (Bank of Sweden), dan Swiss National Bank (SNB) pada 2014 kembali menurunkan suku bunga hingga menembus zero lower bound. ECB dan Riksbank menerapkan sub-zero rate untuk mendorong kegiatan ekonomi dan meningkatkan inflasi. Sedangkan, DNB dan SNB menerapkannya untuk menahan penguatan nilai mata uang yang berlebihan. Mengekor bank-bank sentral di Eropa, Nippon Ginko (Bank of Japan) mengambil kebijakan serupa di awal tahun ini, setelah quantitative easing dinilai tidak efektif. Setelah itu kemungkinan the Fed akan menempuh jalan yang sama. Janet Yellen, gubernur the Fed, menyatakan pihaknya sedang mengkaji implementasi sub-zero rate jika ekonomi Amerika
memburuk. Sub-zero rate dahulu hanya dianggap fenomena teoritis semata, sehingga tak banyak ekonom yang mendalaminya. Kini setelah subzero rate benar-benar diterapkan, tak ada yang tahu bagaimana kelanjutannya. Tak ada yang bisa memastikan apakah sub-zero rate hanya akan diterapkan di Pasar Uang Antar Bank atau juga akan diturunkan ke suku bunga retail tabungan dan pinjaman. Bila ini terjadi, orang akan mengalihkan uangnya ke cara penyimpanan lain, dengan menyimpan logam mulia atau investasi properti misalnya. Atau, sekedar menyimpannya di bawah kasur. Hal ini akan mengganggu profitabilitas bank. Dan selanjutnya, akan menghambat peran bank dalam transfer kapital. Selain itu, tak ada yang bisa memperkirakan berapa lama suku bunga negatif akan diterapkan. Pengalaman SNB menunjukkan bahwa suku bunga negatif pernah diterapkan sekitar 6 tahun (1972-1978). Parahnya, tak ada yang tahu sampai serendah apa suku bunga akan turun. Di tahun 1978 SNB menerapkan suku bunga hingga minus 40 persen. Beberapa ekonom memperkirakan sub-zero rate hanya akan mencapai minus 1 persen. Namun, Mario Draghi, Presiden ECB menegaskan
bahwa tidak ada batas untuk apa yang akan ia lakukan untuk melaksanakan mandatnya. Para ekonom menggambarkan sub-zero rate sebagai upaya putus asa. Para pemimpin bank sentral di Eropa menyadari kebijakan-kebijakan moneter tradisional terbukti tidak efektif, sehingga zero lower bound akhirnya diterobos untuk mengeksplorasi kemungkinankemungkinan baru. Belum dapat dipastikan apakah penerapan sub-zero rate memberikan hasil yang diharapkan. Masyarakat Eropa masih menahan konsumsi dan investasi karena tidak Ada keyakinan akan prospek ekonomi mendatang. Alih-alih menggairahkan kegiatan ekonomi dengan peningkatan konsumsi dan investasi, masyarakat Eropa mengalihkan kapitalnya ke Asia yang masih menawarkan suku bunga tinggi. Para pemimpin bank sentral di Eropa masih terus berjuang untuk mengatasi pelemahan ekonomi Eropa dan menghindari deflasi. Pelemahan ekonomi global sudah dirasakan di Indonesia, tercermin dari menurunnya ekspor dan derasnya arus investasi portfolio. Untuk menjaga kinerja ekonomi dan mengendalikan nilai Rupiah, BI di bulan Januari dan Februari lalu memangkas BI Rate masing-masing 25 basis poin hingga menjadi 7%. BI akan terus menurunkan BI Rate sampai target kebijakan moneter tercapai. Diharapkan fenomena suku bunga negatif tidak menular ke Indonesia. Untuk itu, pemerintah harus menjaga optimisme masyarakat akan prospek ekonomi ke depan. Selain itu, diperlukan peran masyarakat untuk terus meningkatkan konsumsi dan investasi. Dengan kerja sama pemerintah dan masyarakat, Bangsa Indonesia akan mampu menjaga momentum pembangunan yang berkelanjutan. (*)
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
23
GALERI FOTO Tari Topeng Cirebon
S
alah satu dampak dari kemajuan teknologi adalah generasi muda mulai meninggalkan budaya tanah air, lebih mengenal budaya asing. Saat pergi ke Cirebon dan melihat sebuah sanggar yang mengajarkan tari topeng saya tertarik untuk mengabadikan moment yang sangat langka tersebut, kagum dengan semangat generasi muda yang masih mau mempelajari budaya asli Indonesia. Fotografer: Muchamad Ardani
24 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
25
Profil Kantor KPPBC Tipe Pratama Probolinggo
KPPBC Tipe Pratama Probolinggo. Dengan jumlah pengguna jasa yang relatif sedikit namun beban target yang dicapai cukup besar.
Siap Menyambut Kemajuan Wilayah Tapal Kuda dengan Pelabuhan Baru
P
robolinggo adalah salah satu kota di Jawa Timur yang merupakan kota keempat terbesar setelah, Surabaya, Malang, dan Kediri. Sebagai kota yang terletak di daerah Tapal Kuda, Probolinggo juga menjadi jalur utama pantai utara yang menghubungkan Jawa dengan Bali. Maka tak heran kalau Probolinggo juga dijadikan kota transit bagi mereka yang hendak menuju Bali. Meski termasuk wilayah perkotaan, pola penggunaan tanah di Kota Probolinggo ternyata terdapat lahan sawah seluas 1.967,70 hektare (21 %), lahan bukan sawah seluas 3.699,00 hektare (39,5 %). Lahan bukan sawah terbagi atas lahan kering 3.595,00 hektare (38,4 %) dan lahan lainnya (tambak) seluas 104 hektare (1,11%).Melihat potensi dan pemanfaatan
Kami masih memerlukan sarana pengawasan yang lebih efektif. Eko Nugroho Banowo Kepala KPPBC Tipe Pratama Probolinggo
wilayah demikian itu, banyak alternatif yang bisa dipilih untuk mengoptimalkan pemanfaatan dan pemberdayaan potensi daerah kota, guna mewujudkan visi Kota Probolinggo sebagai kota tujuan
26 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
investasi yang perspektif, kondusif dan partisipatif. Selain itu, Probolinggo juga didukung oleh pelabuhan yang cukup besar. Bahkan kini telah selesai dibangun pelabuhan Tanjung Tembaga yang dapat menampung kegiatan ekspor impor secara langsung, sehingga dapat mendukung kelancaran arus barang dari kawasan industri yang ada disekitar Pasuruan dan Probolinggo. Tidak hanya itu, dengan beroperasinya pelabuhan tersebut juga akan memecah kepadatan dari pelabuhan Tanjung Perak dan yang lebih utama lagi, barang impor dan ekspor dapat langsung dilakukan melalui pelabuhan terdekat tanpa harus ke Surabaya. Namun demikian, pelabuhan yang sebenarnya sudah diresmikan tersebut, hingga kini belum dapat beroperasi karena untuk ijin kawasan pabean belum
Profil Kantor ada pihak-pihak yang mengajukan permohonan izin Kawasan Pabean kepada KPPBC Tipe Pratama Probolinggo, selain itu kedalaman kolam yang tidak mencukupi kapal besar sandar, sehingga pelabuhan tersebut masih belum banyak dimanfaatkan. Jika dukungan sarana dan prasarana sudah siap beroperasi, lalu bagaimana dengan kesiapan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang diwakili oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Pratama Probolinggo selaku intansi pemerintah yang mengawasai sekaligus melayani kegiatan ekspor dan impor, juga cukai? Menurut Kepala KPPBC Tipe Pratama Probolinggo, Eko Nugroho Bawono, untuk wilayah pengawasan dari kantor bea cukai Probolinggo meliputi Kota Probolinggo, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten Lumajang. Dari ketiga daerah tersebut umumnya pelayanan dan pengawasan yang diberikan lebih banyak kepada perusahaan hasil tembakau, sedangkan untuk pelayanan fasilitas kawasan berikat hanya ada dua perusahaan saja. “Kegiatan yang paling dominan di kantor kami adalah pelayanan dokumen cukai, dimana saat ini untuk perusahaan hasil tembakau ada 20 perusahaan dan distributor etil alkohol ada satu perusahaan. Selain itu ada juga dua perusahaan berikat, satu perusahaan eksportir kayu, dan satu perusahaan kimia. Dari 20 perusahaan hasil tembakau tersebut, ada dua perusahaan besar yaitu Sampoerna dan Gudang Garam,” ujar Eko. Sementara itu terkait pengawasan yang dilakukannya Eko mengatakan, saat ini sumber daya yang ada di KPPBC Probolinggo memang kurang, karena dari luas wilayah yang ada harus dijaga dan dilayani oleh 20
orang pegawai dan 5 OJT (on job training). Namun demikian tidak menyurutkan semangat pegawai untuk bekerja. Dengan melakukan operasi pasar, komunikasi dengan pihak perusahaan, dan sosialisasi peraturan yang ada, membuat pengguna jasa di wilayah Probolinggo menjadi patuh dan taat menjalani aturan yang ada. Namun tidak berarti tidak ada pelanggaran yang ditemukan pada wilayah kerja KPPBC Probolinggo. Menurut Eko, umumnya tegahan yang didapat adalah hasil tembakau dan itu pun berasal dari luar wilayah pengawasan KPPBC Tipe Pratama Probolinggo.”Untuk tahun 2014 ditemukan 8 kasus, 2015ada 6 kasus, dan untuk 2016 hingga Maret ada 1 kasus,” tutur Eko. Khusus pengawasan, Eko mengakui hingga kini belum banyak mendapatkan kesulitan, namun demikian sarana pendukung pengawasan saat ini perlu juga mendapat perbaikan. Misalnya, untuk pengawasan hasil tembakau yang umumnya berada di daerah pelosok sangat tidak memungkinkan jika menggunakan mobil rangger yang ada seperti sekarang, karena jalannya yang kecil juga sempit membuat
kendaraan tidak dapat masuk. Untuk saat ini kegiatan tersebut disiasati dengan menggunakan kendaraan lain sehingga bisa menjangkau pengawasan hingga pelosok. Melihat kondisi perusahaan hasil tembakau yang cukup menyebar di beberapa daerah yang cukup jauh dari KPPBC Probolinggo, ada keinginan dari KPPBC Probolinggo untuk menyediakan mobil layanan seperti yang sudah ada di beberapa KPPBC lainnya, yang memiliki fungsi menerima laporan bulanan dari pengguna jasa di daerah tertentu yang dapat dijangkau lebih dekat oleh beberapa pabrik rokok, sehingga untuk pelaporan tidak harus datang ke kantor pelayanan. Kegiatan jemput bola ini sudah jauh-jauh hari direncanakan, namun hingga kini belum mendapat realisasi untuk pengadaan mobil tersebut. Sebenarnya mobil layanan tersebut tidak hanya digunakan untuk menerima laporan saja, tapi juga dapat digunakan sebagai mobil sosialisasi kepada masyarakat akan kegunaan pita cukai dalam produk hasil tembakau agar pelanggaran dapat dicegah dan
Pelabuhan Baru Probolinggo. Siap menyambut kelancara arus barang di wilayah Probolinggo dan Pasuruan.
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
27
Profil Kantor masyarakat memiliki peran aktif dalam memerangi rokok ilegal. Kalau pengawasan sudah dijalankan dengan maksimal, lalu bagaimana dengan target penerimaan yang dibebankan pada KPPBC Probolinggo. Menurut Eko, untuk target penerimaan tahun lalu terpenuhi hingga 108, 93 persen. Dimana target dibebankan sebesar Rp.772.661.767.000 dan terealisasi sebesar Rp.841.619.527.838. Adapun perincian beban target tahun 2015 adalah sebagai berikut, bea masuk Rp. 2.638.638.000 terealisasi Rp.196.055.638. Cukai hasil tembakau Rp.769.140.204.000 terealisasi Rp. 841.411.672.200. Dan cukai etil alkohol Rp.832.925.000 terealisasi Rp.11.800.000. sedangkan untuk bea keluar tidak ada beban target. “Untuk target penerimaan tahun 2016 ini sedikit mengalami kenaikan, yaitu sebesar Rp.798.988.768.000 dengan perincian, untuk bea masuk sebesar Rp.250.000.000. Cukai hasil tembakau Rp.798.726.768.000, dan cukai etil alkohol sebesar Rp.12.000.000. dari target tersebut hingga Maret 2016 baru terealisasi sebesar Rp.55.832.644.829,” papar Eko. Pemenuhan target tersebut tentunya tidak lepas dari semangat kerja seluruh pegawai yang tidak mengenal lelah dan dukungan pengguna jasa yang selalu dilakukan komunikasi agar semua kesulitan dan kendala yang ada dapat diselesaikan dengan segera. Tidak hanya itu, untuk para pegawai juga selalu diberikan penyegaran akan peraturanperaturan yang ada sehingga mereka dapat menyelesaikan persoalan jika ada pengguna jasa yang menanyakan di lapangan. “Selain rutin melaksanakan Penyegaran akan pemahaman peraturan, kami juga melakukan capacity building yang dimaksudkan untuk
Foto Bersama. Bekerja sepenuh hati menjadi kunci keberhasilan pelayanan dan pengawasan.
menumbuhkan kembali semangat kerja dan integritas pegawai yang ditunjukan dengan kekompakan dan kerjasama tim yang solid. Sedangkan untuk pengguna jasa kami juga sering melakukan sosialisasi dan coffe morning baik dengan instansi terkait di pelabuhan maupun pengguna jasa kepabeanan dan cukai sehingga kami dapat menjalin komunikasi dan kerjasama antar intansi,” kata Eko. Kendati letak KPPBC Probolinggo berada di pelabuhan, namun untuk pengawasan kegiatan ekspor impor tidak ada, karena pelabuhan hanya untuk perdagangan antar pulau dan nelayan. Tetapi semua itu tetap dilakukan pengawasan jika memang ada informasi akan barang yang dicurigai. Selain itu, pengawasan di pelabuhan juga dilakukan karena dalam satu tahun ada beberapa kapal pesiar yang sandar di pelabuhan Probolinggo yang membawa turis ke Gunung Bromo.”Kendati kami tidak dilengkapi dengan kapal patroli, namun untuk pengawasan dipelabuhan tetap kami optimalkan baik untuk pemeriksaan barang masuk
28 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
maupun kapal pesiar,” ungkap Eko. Terkait dengan kondisi kantor yang ada saat ini, ada satu hal yang diinginkan oleh KPPBC Probolinggo.”Sebenarnya kami berharap kantor dapat dipindahkan ke tengah kota dimana kita memiliki lahan yang cukup luas untuk dibangun sebuah kantor yang saat ini dijadikan rumah dinas kepala kantor. Karena untuk tetap disini sewa lahan pertahun cukup mahal sehingga jika kita memiliki kantor sendiri akan jauh lebih baik. Namun sejauh ini belum dapat direalisasikan dan mudahmudahan di tahun mendatang dapat terealisasikan,” tandas Eko. Dengan pelayanan dan pengawasan yang diberikan saat ini, para pengguna jasa merasa sudah cukup terlayani dengan baik, namun demikian KPPBC Probolinggo tidak terlena dengan kesan yang diberikan pengguna jasa, dengan memegang teguh motto mereka yaitu “Alakoh Kalaben Ateh” mereka akan terus meningkatkan pelayanan dan pengawasan sehingga kegiatan cukai dan ekspor impor dapat berjalan lancar di Probolinggo. (Supriyadi)
reportase
FOCUS GROUP DISCUSSION AUDIT KEPABEANAN DAN CUKAI
D
irektorat Audit mengadakan pertemuan berupa Focus Group Discussion (FGD) dengan praktisi akuntansi dari Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI), Institut Akuntansi Publik Indonesia (IAPI) dan Institute of Internal Auditor Indonesia (IIA) dan pengguna jasa kepabeanan dan cukai di Kantor Pusat Bea Cukai, Selasa (8/3/2016). Para praktisi akuntansi didatangkan untuk memberikan pemahaman tentang prinsipprinsip akuntansi yang berlaku secara umum di Indonesia, khususnya mengenai konsep standar akuntansi kepabeanan dan cukai yang ideal dan mudah diterapkan oleh pengguna jasa kepabeanan dan cukai. Menurut Sekretaris Bea Cukai Kushari Suprianto dalam sambutannya, hal ini diperlukan karena selama ini, audit kepabeanan dan cukai sering disamakan dengan audit perpajakan oleh para akuntan publik, padahal keduanya berbeda. Kushari juga menyampaikan bahwa terdapat 25.000 auditee Bea Cukai yang aktif, bila dibandingkan dengan kapasitas auditor Bea Cukai yang ada, maka tidak akan mencukupi untuk melakukan semua pelaksanaan pelayanan audit satu per satu. Atas hal tersebut, Direktorat Audit berusaha untuk memetakan prioritas audit, yang diharapkan dapat menjamin jalannya risk management yang dilakukan Bea Cukai. Di sisi lain, pelaku usaha juga ada kepastian dapat melaksanakan semua prosedur kepabeanan dengan benar dan melaksanakan pencatatan dengan benar serta mendapat jaminan proses audit berjalan lancar. Lebih mendalam Direktur
Suasana FGD Audit Kepabeanan dan Cukai.
Audit Kepabeanan dan Cukai Muhammad Sigit mengatakan bahwa sering tidak terlihat adanya kehadiran akuntan publik atau internal audit suatu perusahaan dalam penyajian laporan keuangannya. Hal ini dapat disimpulkan dari banyaknya temuan audit pada perusahaan yang mendapat fasilitas kepabeanan dan cukai selama ini. Bahkan ada salah satu perusahaan penanaman modal asing (PMA) dalam kacamata audit kepabeanan dan cukai termasuk kategori unaudited (tidak teraudit). Konsekuensi dari ketidakpatuhan terhadap peratura perundang-undangan bahkan sanksinya bisa berdampak 1.000%. Oleh karena itu dalam proses audit, ada perusahan yang karena diaudit menjadi kolaps. Ada perusahaan yang harus membayar mahal, dan tidak sedikit perusahaan yang karena penemuan audit dengan bukti yang kuat melakukan hal tidak benar sehingga terpaksa tidak bisa dilanjutkan pemberian fasilitasnya.
“Secara makro sebenarnya Bea Cukai merasa rugi, kita tidak ingin hal itu terjadi,” ujar Sigit. Dari latar belakang itulah, Sigit mengajak para peserta FGD untuk melihat dari sisi masing-masing, baik sebagai regulator, pengguna jasa kepabeanan dan cukai, maupun akuntan publik (auditor) demi perbaikan bersama di masa mendatang. Pada kesempatan itu juga Sigit menyampaikan potret sepuluh temuan terbesar dalam audit yang dilakukan Bea Cukai selama ini terhadap perusahaan jalur prioritas, perusahaan yang menerima fasilitas, dan perusahaan di bidang cukai. Temuan audit yang paling banyak atau sering ditemukan adalah salah dalam melaporkan besaran tarif dan nilai pabean, kemudian kesalahan terhadap jumlah dan jenis barang yang dilaporkan. Sedangkan perbandingan jumlah objek yang diaudit dengan total keseluruhan objek audit hanya sekitar 2,3% atau sekitar 655 perusahaan dari 28.603 objek audit yang ada. (*)
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
29
reportase
Kunjungan Delegasi Pemerintah Mesir ke Indonesia National Single Window (INSW)
S
ebanyak 14 orang delegasi Pemerintah Mesir mengadakan kunjungan kerja ke Indonesia untuk mempelajari dan bertukar pikiran tentang pengalaman Indonesia dalam membagun sistem Indonesia National Single Window (INSW). Kunjungan ini dijadwalkan selama sepekan pada 14-18 Maret 2016. Delegasi Pemerintah Mesir terdiri dari beberapa kementerian antara lain Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan dan Industri, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Pertanian. Delegasi dipimpin oleh General Eng. Mohamed Alaa Abdel-Karim sebagai Deputy Minster of Trade and Industry/Chairman of the General Organization for Import and Export Control (GOEIC). Di hari pertama kunjungan, delegasi bertemu pimpinan Bea Cukai dan Pengelola Portal (PP)-INSW. Pertemuan tersebut difokuskan pada penjelasan mengenai bagaimana sistem INSW dioperasikan untuk mengintegrasikan pelayanan perijinan Kementerian/Lembaga (K/L) secara elektronik, termasuk juga inhouse system Bea Cukai (CEISA). Hal ini dirasa penting dalam rangka percepatan proses penyelesaian kepabeanan (customs clearance). Selain itu, pertemuan juga membahas concern delegasi mengenai pengalaman Indonesia dalam mengatasi masalah ilegal ekspor/impor (penyelundupan) termasuk juga mengenai peran sistem teknologi informasi seperti INSW dan CEISA dalam mencegah ilegal ekspor/impor yang dimaksud. Selama di Indonesia, dengan dikoordinasikan PP-INSW, delegasi negara piramid itu akan
Foto bersama Pejabat Bea Cukai, INSW, dan Delegasi Mesir.
mengadakan pertemuan dengan beberapa pejabat dari berbagai K/L yang pelayanan perizinannya telah terintegrasi dengan sistem INSW seperti Bea Cukai, BPOM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan, Badan Karantina Pertanian, dan Kemenko Perekonomian selaku Dewan Pengarah PP-INSW. “Mesir merupakan negara pertama yang mengajukan permintaan untuk belajar INSW ke Indonesia, berikutnya ada negara Rusia dan Kolombia,” ujar PP-INSW Djadmiko. Kunjungan delegasi Pemerintah Mesir ke INSW kali ini menunjukkan perluasan hubungan kedua negara ke bidang fasilitasi perdagangan. Dalam bidang single window, Indonesia relatif lebih maju dari Mesir. Oleh karena itu, pemerintah Mesir berkepentingan untuk bertukar pengalaman dengan Indonesia mengenai upaya pengembangan sistem INSW dalam rangka meningkatkan fasilitasi dan efektivitas pegawasan ekspor impor di negaranya. Sistem INSW sendiri saat ini
30 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
telah mengintegrasikan pelayanan perizinan secara elektronik dari 18 instansi penerbit perizinan pada 15 K/L. Sistem INSW telah diimplementasikan pada 21 pelabuhan/bandara utama di Indonesia dan mencakup lebih dari 92% dari total transaksi ekspor impor nasional. Tujuan utama penerapan sistem INSW adalah untuk mempercepat layanan yang terkait dengan ekspor impor dan untuk meminimalkan waktu dan biaya yang dibutuhkan dalam melakukan kegiatan ekspor impor. Selain itu, sistem INSW juga dapat meningkatkan validitas dan akurasi data yang terkait dengan ekspor impor. Dalam kunjungan kali ini, delegasi juga dijadwalkan melakukan kunjungan lapangan ke beberapa fasilitas ekspor impor yang ada di Jakarta dan sekitarnya seperti fasilitas Bea Cukai di Pelabuhan Tanjung Priok, fasilitas Karantina di Bandara SukarnoHatta, fasilitas Dryport Cikarang, dan data center INSW yang dikelola oleh PT Electronic Data Interchange Indonesia. (*)
reportase
BEA CUKAI BANDUNG TEGAH MARIJUANA DAN HASHISH DALAM OPERASI BERSINAR LODAYA 2016
P
etugas Bea Cukai Bandung berhasil menggagalkan upaya penyelundupan marijuana dan hashish melalui Bandara Husein Sastranegara. Penggagalan ini merupakan bentuk dukungan dan kerja sama Bea Cukai dalam operasi BERSINAR LODAYA - 2016 bersama BNN Provinsi Jawa Barat dan Kota Bandung, Polda Jawa Barat, serta Polrestabes Bandung. Keberhasilan penggagalan penyelundupan ini berawal dari hasil analisis pra kedatangan dan profil history penerbangan oleh analis intelijen Bea Cukai di mana diketahui bahwa terdapat penerbangan yang masuk dalam kategori Very High Risk, yaitu Pesawat Air Asia dengan rute Phnom Penh - Kuala Lumpur, dan Kuala Lumpur – Bandung. Pada penerbangan dimaksud petugas Bea Cukai mengamankan penumpang atas nama Cajmav, Warga Negara Perancis yang diketahui merupakan pelaku penyelundupan narkotika. “Penumpang tersebut menampakkan kegelisihan dan
Press Release Operasi Bersinar Lodaya 2016.
tidak fokus ketika diwawancara petugas. Berangkat dari kecurigaan tersebut, kami lakukan pemeriksaan mendalam terhadap badan dan seluruh barang bawaannya. Setelah di-rontgen kami dapatkan citraan benda asing di dalam tubuh, tepatnya di wilayah sternum/dubur,” ungkap Kepala Kantor Bea Cukai Bandung Onny Yuar Hanantyoko dalam Press Release yang digelar pada Rabu (23/03/2016). Pemeriksaan badan dan barang bawaan penumpang menghasilkan sejumlah barang bukti 10,40 gram marijuana/ ganja kering dan 1,20 gram hashish dalam bentuk pasta yang dikemas jadi satu dalam bungkusan plastic wrap dan dimasukkan ke dalam dubur, 413,53 gram hashish cair dimasukkan ke dalam botol shampoo kemasan 320ml di dalam koper dan 0,66 gram hashish dalam bentuk pasta disembunyikan dalam lipatan celana panjang di tas punggung. Pelaku dan barang bukti diserahkan petugas Bea Cukai kepada BNNP Provinsi Jawa Barat
untuk proses lebih lanjut. BEA CUKAI TEGAH SABU DI PELABUHAN FERI TANJUNG BALAI KARIMUN Rabu 23 Maret 2016 petugas Bea dan Cukai Tanjung Balai Karimun melakukan penegahan sabu di Terminal Feri Kedatangan Internasional. Sabu dibawa oleh Penumpang kapal ferry MV. TUAH II berinisal “MK” warga negara Indonesia kelahiran Tanjung Medang / 04 Agustus 1994 (22 th) yang berangkat dari pelabuhan Kukup Malaysia. Pada awalnya petugas Bea dan Cukai mencurigai tingkah laku salah satu penumpang ketika melewati X-Ray, selanjutnya petugas melakukan pemeriksaan terhadap “MK” namun “MK” menolak untuk diperiksa sehingga dilakukan pemeriksaan menyeluruh dan ditemukan bungkusan berisikan serbuk putih di dalam celana dalam yang diduga Narkotika Golongan I jenis Methamphetamine (Sabu) seberat kurang lebih 138.46 gram. Selanjutnya petugas membawa “MK” ke Bea Cukai Tanjung Balai Karimun untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Berdasarkan pengakuan “MK”, barang tersebut diberikan oleh seorang yang beretnis tionghoa di Malaysia dan “MK” diperintahkan untuk membawa barang tersebut ke Riau. Atas perbuatannya, “MK” melanggar Pasal 102 huruf e Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan yaitu menyembunyikan barang impor berupa sabu secara melawan hukum (penyelundupan) dan mengimpor Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud Pasal 113 ayat (1) Undang Undang No. 35 tahun 2009 Tentang Narkotika. Kasus ini kemudian dilimpahkan kepada Polres Karimun untuk dilakukan proses penyidikan. (*)
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
31
Me
sisi pegawai
Mewujudkan Cita-citanya Menjadi Pengacara di DJBC Bonita Cinintya Putri Bagi Bonita, makna dari emansipasi wanita adalah dapat mensejajarkan diri dengan kaum pria dalam berbagai bidang kehidupan, baik di bidang politik, ekonomi maupun sosial.
32 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
sisi pegawai
S
aat ini sudah banyak perempuan menduduki posisi-posisi penting di bidang birokrasi. Perempuan juga sudah dapat berkiprah di bidang politik. Selain itu, perempuan juga sudah banyak yang sukses di bidang sosial dan ekonomi. “Kalau selama ini Kartini mengibaratkan persamaan itu adalah untuk mendapatkan kesetaraan atau kesejajaran hak dengan pria, menurut saya itu ada benarnya, tetapi lebih kepada bagaimana perempuan hasil karya dan kerjanya dihargai. Karena selama ini jika ada bidang pekerjaan tertentu, sosok perempuan masih dipandang sebelah mata, padahal banyak juga perempuan yang terjun ke bidang pekerjaan yang banyak mengandung risiko dan bahaya yang selama ini dilakoni laki-laki,” ungkap Bonita yang menurutnya beberapa pegawai Bea Cukai perempuan kini sudah ada di tempatkan di bidang-bidang dengan risiko tinggi seperti sarana operasi. Artinya jenis pekerjaan yang selama ini mayoritas dikerjakan laki-laki juga bisa dilakukan perempuan , bahkan mungkin bisa lebih hebat dari laki-laki. “Sama halnya dengan laki-laki, perempuan juga dapat berperan di berbagai bidang, karenanya perempuan harus Lebih bisa meningkatkan skill-nya sendiri, khususnya kepada pegawai perempuan Bea Cukai jangan ragu dan enggan untuk mengikuti pelatihan, apapun itu, karena akan bisa mengembangkan kemampuan diri dalam bekerja dan berkarya di lingkungan Kantor Bea dan Cukai. Jadi dengan mengikuti kegiatan, baik diklat maupun workshop ataupun pelatihan akan meningkatkan pengetahuan. “Kita sebagai perempuan juga memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam hal pekerjaan, yang penting tetap bisa menyeimbangkan antara kepentingan pekerjaan
dan keluarga, bisa mem-balance kehidupannya sendiri karena itu sudah menjadi kewajiban perempuan mengikuti kodratnya,” ungkap dara kelahiran Jakarta, 28 April 1992. Menjadi Lawyer Di Bea Cukai Meniti karir di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sejak tahun 2014, jujur diakui Bonita awalnya ia bercita-cita ingin menjadi seorang lawyer atau pengacara. Ia mengaku ketika itu tidak terlalu berminat untuk menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS), mengingat yang dilihatnya dari seorang PNS adalah hidupnya selalu berpindah-pindah karena mengikuti penempatan tugas. Karena itu pada saat melanjutkan pendidikan dan diterima pada Universitas Pajajaran Angkatan Tahun 2009, ia memutuskan untuk melanjutkan ke Fakultas Hukum Program Kekhususan Hukum Perdata dengan membawa asa dan cita-cita agar kelak bisa menjadi seorang lawyer. “Lulus kuliah bulan Agustus 2013, tetapi takdir berkata lain, di waktu yang bersamaan ada pembukaan lowongan untuk PNS, sebagai sarjana yang baru lulus sambil menunggu kesempatan lain, saya coba-coba untuk mendaftar, dan mengikuti test. Hasilnya saya dinyatakan lulus. Ya akhirnya saya jalani tahap demi tahap sampai akhirnya menjadi CCPNS, CPNS dan diangkat menjadi PNS,” kenang pegwai bea cukai yang pertama kali ditempatkan di Direktorat Keberatan Banding dan Peraturan (dulu bernama Dit. PPKC. Red) pada Subdit Bantuan Hukum hingga saat ini. Meski tidak kesampaian menjadi pengacara, namun Bonita mengaku sangat senang dengan bidang pekerjaannya yang sekarang, sebab tidak jauh beda dari angannya yang ingin menjadi pengacara. “Jadi Alhamdulilah bidang pekerjaan saya bisa sesuai dengan minat saya dan benar-benar
satu passion. Bisa banyak belajar juga bahwa ternyata kehidupan di kampus dulu bisa dipraktekkan di bea cukai juga terutama di bantuan hukum. Dan semua teori yang saya pelajari di bangku kuliah bisa diaplikasikan dan dipraktekan di bantuan hukum ini. Tidak harus mengulang lagi dari awal tinggal aplikasinya saja. ternyata permasalahan di Bea dan Cukai cukup kompleks tetapi asyik juga jika kita menyelaminya.” Bonita saat ini adalah pelaksana pada Subdit Bantuan Hukum, suatu bidang pekerjaan yang tidak jauh berbeda seperti pengacara yaitu sebagai anggota tim Bantuan Hukum DJBC. Sudah banyak kasus yang tanganinya, baik bersama tim Bantuan Hukum DJBC, maupun secara perseorangan dirinya bersama teman seniornya. Ia mengaku walau ada beberapa kasus yang hasilnya kadang tidak sesuai dengan yang diharapkan tetapi dari kasus-kasus yang dihadapinya itu bisa banyak belajar dan memetik pengalaman untuk perbaikan di waktu selanjutnya. Bagi Bonita, sulit atau tidaknya suatu kasus yang dihadapi sebenarnya itu relatif, tetapi yang berkesan itu bukan sulit tidaknya menghadapi suatu kasus tetapi bagaimana memilah kata-kata dan meyakinkan hakim melalui argumentasi bahwa kenyataan sesungguhnya tidak seperti yang dituntut oleh si penggugat. Dan berusaha meyakinkan hakim memang sebenarnya tidak ada kesalahan. “Kami ingin meyakinkan hakim melalui argumentasi kami untuk membuktikan bahwa Bea Cukai mengeluarkan peraturan tidak salah sebab hal itu sudah melalui proses sesuai dengan SOP yang telah ditentukan oleh pimpinan. Itulah nikmatnya seni berargumentasi untuk kami menyampaikan suatu hal yang ril,” imbuh pegawai golongan III/A ini. Ada tantangan tersendiri selama bertugas di bidang bantuan hukum
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
33
sisi pegawai
yang dirasakan Bonita, terutama pada saat menyusun jawaban atas suatu gugatan. Jadi prosedurnya setelah gugatan datang kemudian diinventarisir untuk mengetahui maksud dari surat gugatan yang masuk dan semua dokumen yang terkait dengan perkara tersebut dikumpulkan. “Yang kami rasakan adalah dokumen terkait dengan perkara seringkali ada yang tidak lengkap, dossier-nya berantakan, bahkan sudah hilang, ada yang kasusnya sudah lama dan orangnya sudah pindah, tidak bisa lagi dihubungi. Jadi kesulitan-kesulitannya kadang ada di pembukuan dokumen-dokumen pelengkap untuk menyampaikan jawaban di persidangan, karena hal-hal itu sebagai bagian dari pembuktian. Untuk kerjasama tim, kami tidak menemui kesulitan, kita kerja tim dan timnya solid. Sering diadakan diskusikan dengan senior jika menemui kesulitan menangani suatu kasus yang rumit. Setelah pecah permasalahannya langsung kita susun konsepnya,” ujar penghobi masak dan jogging ini. Ada satu obsesinya yang ingin ia wujudkan dan diterapkan segera terutama di bidang pekerjaan yang ia geluti selama ini. Bonita ingin ada semacam Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) khusus di Bea dan Cukai. Jadi ada semacam diklat khusus untuk penangan perkara yang menangani perkara di Bea dan Cukai. Dan bidang
tempatnya bertugas saat ini sedang menyusun rencana diklat bantuan hukum. Bersamaan dengan itu juga sedang disusun Perdirjen tentang Tatalaksana Upaya Bantuan Hukum di Bea Cukai. Diharapkan dengan adanya kegiatan ini, semua Kepala Seksi Bantuan Hukum di Kanwil DJBC bisa menguasai teknik beracara di persidangan dan intinya semua bisa mandiri. Kegiatan ini tujuannya adalah untuk meningkatkan skill, baik dalam menangani perkaranya, untuk pejabat maupun pegawainya. “Jika diibaratkan sebagai kantor pengacara atau law firm, maka Bantuan Hukum ini Lawyernya Bea dan Cukai. Sebagai penanganan perkara, tentu bisa dibilang kami membela bea cukai pada saat di persidangan, karenanya ingin sekali ada semacam diklat untuk bantuan hukum di Bea Cukai yang selama ini belum ada,” ungkap Bonita yang untuk rencana diklat ini telah dibuat nota dinas pengajuan diklat dan telah disusun jumlah jam latihannya, jenis mata kuliahnya yang jika disetujui oleh Direktur untuk tahap selanjutnya bisa dibuat semacam pengajuan diklat bekerjasama dengan bidang Pengembangan pegawai. “Ini masih start awal dalam pengajuan diklat bantuan hukum dan Alhamdulillah sudah di acc pimpinan tinggal menunggu arahan
34 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
kasubdit. Kalau ini berhasil dan bisa lanjut mungkin bisa dibuat diklat di Pusdiklat Bea Cukai tentang beracara di persidangan. Jadi semua ini kerja tim dan sejak dulu kami kepinginnya ada diklat Bantuan Hukum. Mudah-mudahan tahun ini sudah bisa dilaksanakan,” ujar anak pertama dari dua bersaudara ini. Menurut pegawai yang setiap akhir pekan pulang ke tempat tinggalnya di kota Bandung ini, kesempatan yang diberikan untuk pegawai perempuan terutama pegawai di DJBC saat ini sudah cukup luas. Meski eselon II di DJBC baru ada satu tetapi sudah banyak pegawai perempuan yang menduduki jabatan eselon III. Jadi di DJBC benar-benar tidak memandang gender untuk memegang posisi jabatan struktural sepanjang dianggap bisa dan mampu untuk mengambil keputusan. “Kesempatan bagi wanita Indonesia saat ini sangat luas, terbukti banyak pimpinan di Indonesia ini yang perempuan apalagi presiden Indonesia juga dulu pernah dijabat oleh seorang perempuan, hal itu sepertinya tersebut kita patut disyukuri,” ujar Bonita yang bermottokan hidup hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan hari ini tidak boleh mengulangi kesalahan yang kemarin, serta harus terus mengkoreksi diri sendiri. (Ariessuryantini)
BEA CUKAI MENJAWAB
Sinkronisasi Data Portal Pengguna Jasa Pertanyaan: Perkenalkan, saya Sugeng dari perusahaan manufaktur di Surabaya. Saya mau menanyakan bagaimana cara melakukan sinkronisasi terkait perubahan data seperti NPWP, Nama dan Alamat Perusahaan. Terima kasih atas jawabannya.
Jawaban: Terima kasih atas pertanyaan Sdr Sugeng. Sinkronisasi data portal pengguna jasa dapat dilakukan oleh user portal. Untuk melakukan sinkronisasi terkait perubahan data seperti NPWP, Nama dan Alamat Perusahaan Anda dapat mengikuti langkah-langkahnya sebagai berikut: 1. Buka web browser (Mozilla Firefox). 2. Akses Portal Pengguna Jasa melalui alamat web https://customer.beacukai.go.id atau melalui alamat web site http://www.beacukai.go.id dan klik Portal Pengguna Jasa. 3. Isikan username dan password pada form Sign In. Lalu klik tombol Sign In untuk masuk pada Portal Pengguna Jasa. User Name diisi sesuai dengan data akun Portal Pengguna Jasa sedangkan password diisi password sesuai dengan data akun Portal Pengguna Jasa. 4. Apabila pada halaman home terdapat informasi tambahan ‘Update Data Perusahaan’. Maka terdapat perbedaan data NPWP dan Alamat yang ada pada halaman home tersebut dengan data di NIK. Lakukan sinkronisasi data dengan klik pada tombol ‘Update Data Perusahaan’.
5. Secara otomatis sistem akan melakukan update data perusahaan sesuai dengan data NIK. Apabila yang melakukan update data merupakan user admin induk, maka perubahan data NPWP dan Alamat di-update secara menyeluruh pada perusahaan sepanjang NPWP (9 Digit) pertamanya sama. Namun apabila yang melakukan update data merupakan user operasional, maka perubahan data NPWP dan Alamat hanya berlaku pada user operasional tersebut saja. 6. Apabila proses update berhasil dilakukan, maka akan muncul dialog box yang memberitahukan bahwa proses update berhasil. Kemudian perubahan data setelah dilakukan update dapat dilihat pada halaman Home. 7. User admin induk dapat melakukan perubahan data user operasional. Klik pada ‘Administrasi User’ untuk melakukan perubahan data user operasional. 8. Form administrasi user digunakan untuk melakukan penambahan dan perubahan data user pada portal pengguna jasa. Dalam hal terdapat perubahan / penambahan NPWP dalam satu grup perusahaan sepanjang 9 digit pertama atas NPWP sama, maka user admin induk perusahaan dapat menambahkan user baru yang mengacu pada alamat dan NPWP baru. 9. Untuk melakukan penambahan user baru. Klik pada tombol ‘Tambah’. Pastikan untuk pengisian username dan email tersebut belum pernah dipergunakan sebelumnya pada portal pengguna jasa. Lakukan proses ‘Select’ pada user operasional yang akan dilakukan perubahan data, lalu klik tombol ‘Edit’. 10. Lakukan perubahan data pada user operasional tesebut. Perubahan data NPWP hanya dapat dilakukan pada NPWP (6 Digit) terakhir dan perubahan email dapat dilakukan sepanjang email tersebut belum pernah didaftarkan pada portal pengguna jasa. 11. Setelah selesai melakukan perubahan data silahkan klik tombol ‘Update’. Secara otomatis data user tersebut akan berubah sesuai perubahan datanya. Anda dapat membaca langsung tutorial lengkapnya melalui alamat https://goo.gl/Jb4ODX atau menonton langsung video tutorialnya di DJBC Channel dengan alamat https://goo.gl/eogcrV. Demikian disampaikan untuk informasi lebih lanjut segera hubungi kami di BRAVO BEA CUKAI 1500225. Salam, Subdit Penyuluhan dan Layanan Informasi Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
35
Ruang Kesehatan
PENYAKIT HANSEN
P
enyakit ini termasuk salah satu penyakit tertua di dunia. Biasanya disebut sebagai penyakit lepra/kusta. Merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh kuman Mycobactrium Leprae. Gangguannya timbul pada kulit dan persyarafan. Penyakit ini tidak mudah menular. Dari populasi orang sehat yang punya kontak lama dengan orang yang terinfeksi ternyata hanya 5% saja yang beresiko lanjut. Sedangkan yang 95% akan tetap sehat. Dari 5% yang beresiko (indeterminate) hanya 30% yang akan bermanifestasi klinis menjadi determinate. Sedangkan 70% akan sembuh. Penyakit ini berkembang sangat lambat, masa inkubasinya yaitu masa dari masuknya kuman sampai member gejala berkisar 40 hari sampai dengan 40 tahun ke depan. Jadi selain resiko tertularnya sangat kecil dan berkembangnya kuman dalam tubuh sangat lambat, maka PENYAKIT INI TIDAK PERLU DITAKUTI. Beberapa faktor yang mempengaruhi berkembangnya penyakit ini adalah sumber penularannya, daya tahan tubuh, sosial ekonomi dan iklim. Yang dimaksud dengan sumber penularannya adalah apakah kuman itu mempunyai daya penularan atau tidak. Jenis kuman yang utuh (solid) yang berasal dari pasien kusta yang belum diobati atau tidak teratur berobat, mempunyai daya penularan yang tinggi. Sedangkan kuman yang sudah tidak utuh (fragmented) daya penularannya sudah tidak ada. Utuh atau tidaknya kuman tersebut digunakan juga untuk mengevaluasi hasil pengobatan. Karena itu akan lebih beresiko
Dr. Maya C.L.M
bila kita kontak dengan orang yang terinfeksi tetapi yang bersangkutan tidak mengerti dan belum diobati, dibandingkan kontak dengan orang yang sudah mengerti dan sedang atau sudah selesai pengobatan. Perkembangan kuman ini dalam tubuh bergantung pada kerentanan atau derajat sistim imunitas seseorang. Karena itu penyakit Kusta ini disebut sebagai penyakit imunologi. Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena bedanya respon imunitas tiap orang. Manifestasi klinis penyakit ini dimulai dari kerusakan syaraf terutama syaraf tepi yang menyebabkan hilangnya rasa di kulit muka, tangan dan kaki. Dapat terjadi penebalan syaraf tepi berupa nodul, kulit yang terkana kadang lebih menebal dan berubah warna kulit. Juga kehilangan rambut tubuh yaitu rambut kepala, alis atau bulu mata. Kerusakan syaraf karena penyakit ini kadang mengakibatkan adanya ulserasi atau luka yang dalam dan tidak dirasakan oleh penderita sehingga
36 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
menyebabkan hilangnya jaringan tersebut. Dampak lain yaitu terjadi kelemahan otot sampai kelumpuhan atau deformitas dimana bentuk tulang bengkok atau kaku. Gangguan ini dapat menimbulkan masalah social, psikologis dan ekonomi. Penderita Hansen ini bukan menderita karena penyakitnya saja tetapi juga psikis karena penolakan masyarakat yang kurang mengerti. Jaman dahulu penyakit ini terkenal sebagai penyakit yang paling ditakuti karena deformitas atau kecacatan tubuh yang terjadi dan belum ditemukan pengobatannya. Tapi sejak diakhir tahun 1940 pengobatan untuk kusta sudah ditemukan. Di awal tahun 1980 ditemukan pengobatan dengan sistim multiobat yang lebih efektif. Sejak 1995 WHO memberikan paket terapi secara gratis pada negara-negara endemic. Pengobatan multiobat ini efektif dan pasien tidak lagi terinfeksi pada pemakaian bulan pertama. Penyakit ini dapat disembuhkan tanpa cacat bila berobat secara dini dan teratur. (*)
Travel Notes
BeeJay Bakau Resort (BJBR) Mengubah Sampah Menjadi Emas
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
37
Travel Notes
W
isata hutan mangrove BJBR Probolinggo kini menjadi objek wisata yang sedang trend. Jika Probolinggo selama ini terkenal dengan wisata Gunung Bromo dan beberapa air terjun, perlu diketahui bahwa kota mangga dan anggur ini juga memiliki wisata bahari yang sangat menakjubkan. Wisata bahari yang diresmikan pada tahun 2013 lalu itu banyak dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah karena keindahan pemandagannya yang unik dan menarik. Lokasi BJBR sangat mudah dijangkau, karena berada di pesisir pelabuhan pantai Mayangan sebelah utara alun-alun kota Probolinggo, Jawa Timur. Mungkin tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa wisata bahari BJBR ini cikal bakal wisata yang lengkap dan trend di pinggiran kota Probolinggo seperti layaknya Wahana Ancol di Jakarta. Karena pemiliknya masih terus berinovasi untuk melakukan pembangunan wahana ini seiring dengan waktu dan kebutuhan yang diperlukan para pengunjung. Awal mula berdirinya BJBR adalah tiga serangkai bernama Benjamin Mangitung, Tan Justinus dan Juda Mangintung yang tergerak hatinya untuk mengubah pinggiran pantai yang penuh dengan tumpukan sampah menjadi emas. Sebuah mimpi yang berani untuk mewujudkan, bahkan dianggap suatu kegilaan pada waktu itu. Hanya dengan tekad baja dan kemauan kuat serta dilandasi keyakinan bahwa ini bisa dilaksanakan. Berbekal ijin hak pengelolaan lahan dari Pemerintah Kota Probolinggo, yang kala itu dipimpin oleh H.M. Buchori, tiga serangkai ini menggerakkan orang-orang untuk membersihkan sampah yang ada di muara Kali Banger dan di
pantai pasang surut tempat untuk merajut mimpi. Semua dibiayai sendiri oleh tiga sekawan itu tanpa bantuan dari pihak lain. Yang penting bagaimana sampah bisa dikurangi. Dengan tenaga 100% manusia demi tetap menjaga kelestarian alam, ditentukan titik mewujudkan impian, ditancapkan tiang harapan di atas lumpur. Karena mereka yakin saatnya pasti datang, menuju sebuah perubahan pantai pasang surut yang penuh kenangan yang takkan terlupakan sampai akhir zaman. Acungan jempol, pantas diberikan kepada tiga serangkai yang telah mengubah wajah hutan bakau Muara Kali Banger, dari yang semula berbau busuk penuh sampah menjadi ladang “emas” yang bermanfaat bagi sekitarnya. Hal ini merupakan potret nyata bagaimana bisnis dapat berdampingan seiring dengan terjaganya ekosistem. Tidak heran bila BJBR telah mendapat dua piagam penghargaan dari Gubernur Jawa Timur yaitu Piagam Penghargaan sebagai Pemenang Terbaik II Kategori Daya Tarik Wisata Alam dalam rangka Anugerah Wisata Jawa Timur Tahun 2013
38 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
serta Piagam Hotel Award atau Anugerah Wisata Jawa Timur Bidang Usaha Hotel Tahun 2015 sebagai The Cleanest Hotel (Kelas hotel non bintang-kecil). Bila anda mengunjungi wisata bahari BJBR, selain melihat indahnya pantai lepas, rimbun dan hijaunya hutan mangrove, juga akan dapat menikmati sarana dan prasarana lainnya seperti : Jembatan Papan Perlu diketahui bahwa untuk membangun jembatan papan ini tiga serangkai mendatangkan kayu kelapa dari Makassar. Kayu pohon kelapa yang tidak produktif dengan ketinggian 20-25 meter, berumur 70-80 tahun, diolah kemudian diangkut dengan peti kemas. Papan demi papan disusun di atas tiang dan palang beton yang telah disambung. Sejengkal demi sejengkal papan terhubung mengarah pada impian yang tak berujung, seperti semangat tiga serangkai yang terus membumbung. Kini panjang jembatan sudah mencapai 700 meter dan masih terus dikerjakan untuk menyambung hingga ratusan meter lagi sampai mencapai titik akhir impian. Tak perduli pasang atau surut, teriknya siang atau dinginnya
Travel Notes malam yang larut, pembangunan terus bergerak bahkan kadang harus merangkak. Lintah-lintah lumpur tak pernah tidur menemani para pekerja yang lebih sering lembur, sering kali menggigit badan sekujur, namun mereka tetap maju terus dan pantang mundur. Rest-O-Tent Pada sebuah titik yang terbuka, bebas dari tanaman bakau, tiga serkangkai ingin bangun sesuatu tempat yang lapang dan lebar. Dipancang tiang, papan ditata hingga mencapai sebuah tempat impian. Sejenak mempertimbangkan akan dibuat apa ini gerangan ? Restoran ? Ya, restoran tapi yang seperti apa ? Punya ciri khas apa ? Lalu teringat di masa kecil, pertunjukan sirkus lengkap dengan tenda spektakulernya. Ya… restoran sari laut dengan konsep beratapkan tenda sirkus. Unik dan megah, dengan empat puncak kubah, bakalan membuat setiap orang terperangah. Impian awal akhirnya tercipta sudah. “RestO-Tent” yang bermakna Rest = beristirahat, O = di suatu dan Tent = tenda atau bisa berarti “Restoran di bawah tenda.” Pengunjung akan dimanjakan dengan masakan ala Eropa di restoran unik ini. Café Jonggrang Mayangan Cafe Jonggrang Mayangan dengan icon sebuah kapal nelayan jenis Jonggrang (Purse Seine), café ini terletak di atas pantai pasang surut. Siapa sangka dahulu di sekitar anjungan ini yang ada hanya kotor dan bau. Kini, pemandangan laut lepas dari dinding kaca siap menemani kebersamaan anda yang ingin menghabiskan waktu dengan obrolan. Berbagai jenis minuman dan makanan ringan ala pribumi dapat dipesan di café ini. Di tempat ini, pengunjung akan dimanjakan dengan asyiknya menikmati keindahan alam dengan
secangkir kopi dan jajanan. Penginapan Bungalow Bungalow yang nyaman bagi keluarga. Bila ingin berlibur santai bersama keluarga sembari merasakan alam secara langsung, BJBR menawarkan tempat singgah yang nyaman dan unik. Dibuat dari 90% kayu pohon kelapa, rasakan sensasi alamnya. Saat pagi hari, langit dan laut merona tersipu matahari yang malumalu hendak terbit. Saat air laut pasang, anda akan merasakan seperti sedang berlayar dengan kapal pesiar, dan bila surut anda bisa melihat burung-burung pantai pasang surut berebut berburu mangsa. BJBR menyediakan dua tipe bungalow junior suite dan executive dengan harga terjangkau. Jay Sabha Samudera Bee BJBR sedang melengkapi sarana dan prasarana yang ada, dengan membangun gedung pertemuan yang diberi nama Bee Jay Sabha Samudra. Gedung ini akan mampu menampung 100 orang peserta. Dengan berdirinya gedung ini, BJBR akan dapat melayani paket meeting terpadu, lengkap dengan penginapan dan restoan serta arena kebersamaan di pinggir pantai pasir putih buatan. Paket meeting yang biasanya dilaksanakan di pegunungan atau di tepi laut biru, akan mempunyai pilihan alternatif yaitu di pinggir pantai pasang surut, tempat memikirkan ide kreatif tanpa batas. Majengan Bakau Beach Dari tanah kosong, BJBR menimbun pasir yang dibentuk menjadi pantai buatan berpasir putih, tempat anak-anak dan keluarga bermain, juga sangat cocok untuk acara kebersamaan kelompok. Aneka permainan air disediakan seperti, sepeda air, waterboom, flaying fox, globe, permainan pasir dan saungsaung keluarga. Air laut siap
menampung keinginan anda untuk berenang di sana, lampu hias beraneka ragam bentuknya menambah semaraknya suasana malam hari di Majengan Bakau Beach. Sangat cocok untuk resepsi pernikahan bernuansa alam dengan suasana pantai pasir putih. BJBR (BeeJay Bakau Resort) Sebuah tulisan besar terbuat dari kayu yang merupakan titik pertemuan pengunjung untuk berfoto dan selfie bersama. Anda bisa berfoto diatas tulisan ini karena memang terbuat dari bahan yang kuat dengan berlatar belakang tepi pantai yang ditanami bakau dan mangrove. Boleh dikatakan bahwa tulisan besar BJBR ini merupakan icon dari BJBR itu sendiri. Selama ini sudah banyak berbagai acara dan kunjungan yang dilakukan para pejabat di wisata bahari BJBR. Seperti studi lingkungan yang dilakukan anak-anak sekolah. Apalah artinya negeri ini tanpa generasi yang peduli ? BJBR tanamkan cinta lingkungan sejak dini dengan mengajak anak-anak memahami sebab-akibat ulah manusia terhadap lingkungan. BJBR mengajak anak-anak menggambar, bercerita tentang lingkungan, mengamati flora dan fauna pantai pasang surut, mengenalkan berbagai panganan olahan buah mangrove, serta mengajak mereka belajar memasak. Kunjungan Istimewa pernah dilakukan Menteri Lingkungan Hidup Kabinet Indonesia Bersatu Balthasar Kamuaya bersama deputi-deputinya serta Walikota Probolinggo yang tertarik akan keunikan, keindahan dan kelezatan bersantap siang bersama di Rest-O-Tent yang berada di kawasan wahana ekowisata bakau BJBR. Para finalis Kang dan Yuk Kota Probolinggo juga memilih BJBR sebagai salah satu tujuan pengenalan lingkungan. (Piter/Supriyadi/Dadan)
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
39
peraturan
Thailand dan Vietnam Masuk dalam Sistem Self Certification Pengenaan Tarif Bea Masuk dalam Skema ATIGA
P
ada 23 Juni 2015, Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai menetapkan peraturan tentang tata cara pengenaan tarif bea masuk dalam skema Asean Trade In Goods Agreement (ATIGA) dengan menggunakan sistem sertifikasi mandiri (Self Certification) Nomor PER-10/ BC/2015. Peraturan tersebut merupakan tindak lanjut dari ketentuan pasal 8 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan nomor 178/PMK.04/2013 tanggal 9 Desember 2013 dan merubah peraturan Dirjen sebelumnya nomor 02/BC/2014. Garis besar peraturan Dirjen tersebut adalah bahwa pemerintah Thailand dan Vietnam telah menyatakan kesiapan dan keinginan untuk turut serta dalam proyek percontohan kedua dalam pelaksanaan sistem sertifikasi mandiri. Kemudian perwakilan Senior Economic Officials Meeting dari Indonesia, Laos dan Filipina telah memberikan persetujuan atas bergabungnya kedua negara
tersebut sebagai peserta proyek percontohan kedua melalui letter of acceptance. ATIGA adalah persetujuan mengenai pembentukan kawasan perdagangan bebas untuk perdagangan barang antara negara anggota ASEAN. Setiap negara ASEAN yang tergabung dalam proyek ini dapat dikenakan tarif preferensi sepanjang memenuhi asal barang dan adanya penyerahan invoice declaration pada saat pengajuan pemberitahuan impor. Besarnya tarif preferensi dikenakan berdasarkan peraturan Menteri Keuangan mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka ATIGA. Invoice declaration diterbitkan oleh eksportir bersertifikat di negara peserta proyek dengan cara sertifikasi mandiri untuk barang jenis tertentu yang tercantum dalam daftar barang yang diproduksi oleh eksportir bersertifikat. Sedangkan data-data mengenai eksportir bersertifikat dari
Catatan: • Self Certification atau sertifikasi mandiri adalah sistem penerbitan pernyataan asal barang yang dilakukan secara mandiri oleh eksportir bersertifikat. • Eksportir bersertifikat adalah eksportir produsen atau manufacturer yang memenuhi kriteria tertentu yang diberikan kewenangan oleh instansi yang berwenang memberikan sertifikasi untuk membuat invoice declaration atas barang yang diekspornya.
40 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
negara ASEAN diperoleh dari ASEAN Secretariat, yaitu: nama perusahaan yang memperoleh status eksportir bersertifikat, alamat perusahaan, daftar nama penandatangan invoice declaration dan specimen tanda tangannya dengan jumlah paling banyak 3 orang setiap perusahaan, nomor otorisasi eksportir bersertifikat dan daftar jenis barang yang dihasilkan oleh eksportir bersertifikat. Data-data dimaksud beserta perubahannya mulai berlaku 7 hari kerja setelah tanggal pengiriman oleh ASEAN Secretariat ke masingmasing negara anggota peserta proyek dan diteruskan kepada seluruh kantor pabean dalam bentuk softcopy maupun hardcopy. Untuk lebih jelasnya silahkan Anda unduh peraturan Dirjen tersebut di Direktori Peraturan www.peraturan.beacukai.go.id. (Subdit Peraturan)
kicauan
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
41
infografis
42 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
infografis
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
43
EVENT WBC 496 - april 2016 UNIVERSITAS TADULAKO GOES TO BEA CUKAI PANTOLOAN PANTOLOAN – Empat puluh lima orang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Tadulako berkunjung ke Kantor Pangkalan Sarana Operasi Bea Cukai Pantoloan dalam rangka Sosialisasi Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai, Rabu (16/3/2016). Kegiatan ini dilaksanakan untuk memperkenalkan Bea Cukai kepada para mahasiwa terutama menyangkut hukum materil dan formil dalam KUHP yang terdapat dalam isi Undang-Undang Kepabeanan Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 menyangkut pelanggaran dan kejahatan. Acara diisi dengan pemaparan tugas dan fungsi Bea Cukai oleh Kakantor BC Pantoloan Trimulyo Cahyono, serta tugas dan fungsi pangsarops BC oleh Kasubag Umum Wahid. Materi inti acara ini dipaparkan oleh Kasubsi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan Force Hanker. Salah seorang dosen Dr. Muztahida. SH. MH mengharapkan agar mahasiswa mampu membandingkan antara tugas dan fungsi Bea Cukai dalam menjalankan tugas sesuai Undang-Undang Kepabean dan Cukai yang berlaku dengan KUHP sebagai pokok hukum pidana peraturan umum yang tidak bisa dilanggar oleh pidana-pidana khusus.
16/3
PERESMIAN GEDUNG KANTOR BEA CUKAI DENPASAR DENPASAR - Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi meresmikan pemakaian gedung Kantor Bea Cukai Denpasar pada Kamis (24/3/2016). Kantor yang berlokasi di Jalan Raya Tukad Badung, Renon, Denpasar ini merupakan peleburan dari kantor Bea Cukai Benoa. Kantor ini memiliki layanan khas antara lain cruise dan yacht, karena sebagai daerah tujuan wisata andalan, banyak kapal pesiaryang sengaja singgah di pelabuhan internasional Benoa untuk memuaskan wisatawan berlibur di pulau Bali. Bea Cukai khususnya Bea Cukai Denpasar melayani segala keperluan yang terkait dengan kepabeanan. Tercatat melalui Pelabuhan Internasional Benoa pada tahun 2015 masuk 51 kapal pesiar dan 2016 sebanyak 14 kapal pesiar. Dan untuk jenis Yacht pada tahun 2015 sebanyak 135 dan tahun 2016 sebanyak 8 yacht. Untuk crew 2015-2016 sebanyak 788 orang dan penumpang cruise sebanyak 81.357 orang. Rangkaian hiburan seni mengisi acara peresmian tersebut, terutama hiburan dari karawitan musik Bali yang terdiri dari para pegawai, termasuk tarian Bali dan hiburan musik.
24/3
44 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
SHARING SESSION RETURNABLE PACKAGES BEA CUKAI BELAWAN BELAWAN – Bea Cukai Belawan menyelenggarakan sosialisasi dan sharing session returnable packages (kemasan yang dipakai berulang-ulang) pada Selasa (22/3/2016), dengan menghadirkan narasumber Kepala Seksi Administrasi Manifes Gunawan Tambunan. Acara ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dan menambah pemahaman pengguna jasa atas peraturan kepabeanan tentang returnable packages, dengan dasar hukum Undang Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP- 07/ BC/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor khususnya Pasal 45 dan Lampiran VIII huruf I. Beberapa tema yang didiskusikan ialah pentingnya pencantuman nomor Surat Keputusan (SKEP) Ijin returnable packages (yang berisi komoditas) di Pemberitahuan Impor/Ekspor Barang guna memantau arus keluar/masuk serta saldonya; pentingnya memperhatikan masa berlaku ijin returnable packages; memastikan kuota returnable packages dalam SKEP ijin mencukupi kebutuhan ekspor/impor; kendala-kendala terkait importasi/eksportasi returnable packages; perlunya pelaporan pemasukan/ pengeluaran returnable packages di luar kantor pabean penerbit ijin baik kepada kantor pabean penerbit ijin maupun kepada kantor pabean pemasukan/ pengeluaran; dan returnable packages yang diimpor harus ada inward manifest /BC 1.1 terlebih dahulu untuk kepentingan crosscheck dokumen.
22/3
WBC 496 - april 2016 EVENT
PENANDATANGANAN MOU BEA CUKAI INDONESIA DAN CUSTOMS ADMINISTRATION OF NETHERLAND AMSTERDAM – Bertolak dari eratnya hubungan Bea Cukai dan Customs Administration of Netherland (CAN) dan keinginan untuk meningkatkan kerja sama, dari yang sebelumnya hanya dalam bentuk sharing knowledge menjadi on the job training (OJT), Bea Cukai dan CAN melaksanakan penandatanganan MoU dalam bidang capacity building dan pertukaran informasi. Bertajuk "MoU between Directorate General of Customs and Excise (DGCE) and Customs Administration of the Netherlands (CAN) on Capacity Building and Exchange of Information" acara penandatanganan MoU ini dilaksanakan di Tax and Customs Musium Rotterdam, Jumat (11/3/2016). Dalam bidang capacity building, kerja sama Bea Cukai Indonesia dan CAN meliputi pelatihan anjing pelacak narkotik (K-9) serta OJT di bidang teknik audit kepabeanan, ekstensifikasi cukai, postal and courier package, IPR best practices, fasilitas kepabeanan, sumber daya manusia, AEO, dan kehumasan. Sedangkan kerja sama dalam bidang pertukaran informasi lebih difokuskan pada pertukaran data reputable traders (importir/eksportir) kedua negara. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi, dalam sambutannya mengungkapkan bahwa pelaksanaan penandatanganan MoU ini pada dasarnya untuk meningkatkan hubungan kerja sama dan pertukaran informasi antar kedua institusi kepabeanan.
11/3
PATROLI LAUT BEA CUKAI KEPRI TEGAH RIBUAN BAREL CRUDE OIL KARIMUN – Bea Cukai Kepulauan Riau (Kepri) melakukan penegahan terhadap MT. Tabonganen 19 dengan muatan ±1.115 Kiloliter atau 7.012,28 barel Crude Oil senilai Rp 4 Miliar dari Palembang dengan tujuan West OPL yang tidak dilengkapi dokumen pelindung yang sah, pada Selasa (22/3/2016). Pada penegahan ini turut diamankan tiga orang tersangka yaitu nahkoda kapal berinisial MA (WNI), mualim kapal berinsial AMJ (WNI), dan seorang broker berkewarganegaraan asing dengan inisial MFJ. Ketiga tersangka diduga melanggar Pasal 102A huruf a dan/atau Pasal 102A huruf c dan/atau Pasal 102A huruf e Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, dengan hukuman maksimal pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 5 miliar. Selanjutnya guna pemeriksaan lebih lanjut, kapal dan muatan diamankan di Kantor Wilayah Bea Cukai Kepri, dan para tersangka ditahan di Rumah Tahanan Tanjung Balai Karimun.
22/3
PISAH SAMBUT KETUA DHARMA WANITA BEA CUKAI JATIM II MALANG – Para pegawai perempuan dan istri-istri pegawai Bea Cukai yang tergabung dalam Dharma Wanita Persatuan (DWP) di Lingkungan Kantor Wilayah DJBC Jawa Timur II Malang, yang terdiri dari 8 Kantor Pelayanan dan Pengawasan, menggelar acara Pisah Sambut dan Serah Terima Jabatan Ketua DWP, pada Selasa (10/3/2016). Acara yang digelar di Media Center Lantai II KanWil DJBC Jatim II ini bertajuk “Melepas dengan Kenangan Indah, Menyambut dengan Semangat dan Harapan Baru”. Para anggota DWP yang datang mengenakan seragam Dharma Wanita Nasional berwarna peach tampak hanyut dalam suasana akrab saat melepas Ketua DWP Riri Indriani.
10/3
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
45
Berbagi Pengetahuan
App Traveller Guide untuk Travelling yang Nyaman ravelling sudah menjadi kebutuhan yang sudah dapat disandingkan dengan kebutuhan seperti makan, minum bahkan bekerja. Mengapa demikian? Karena Travelling menjadi sebuah penyeimbang diantara rutinitas. Banyak blogger yang membagikan alasan bahkan tips untuk travelling dengan biaya minimum. Atrasina Adlina misalnya. Seorang traveller dan juga blogger ini, pernah membagikan alasannya mengapa harus melakukan Travelling. Gadis lulusan universitas Hasanuddin ini pernah mengemukakan 14 alasan mengapa harus Travelling saat muda, yang menarik diantaranya: belajar untuk lebih memahami manusia, tidak akan pernah merasa sendirian, menerjemahkan kata “rumah” tanpa harus menuju rumah, menikmati waktu sendiri, menikmati waktu kebersamaan, mengasah insting dan bahkan bertemu jodoh. Namun, travelling tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Betul sekali. Itulah mengapa Indra Prasetya Nugraha membagikan tips untuk melakukan perjalanan yang hemat biaya pada blognya. Indra membagi tips dalam mencari tiket murah, bagaimana cara mendapatkan penginapan murah beserta link terkait, penggunaan transportasi dalam kota dan bagaimana mengatur pola makan hemat. Blogger, traveller dan penulis buku mengenai travelling ini juga siap memandu anda untuk berkeliling Eropa dengan tulisan-tulisannya pada blog http://www.indratravelholic. com/ bahkan buku-bukunya. Setelah menemukan alasan untuk travelling, tips bagaimana
T
melakukan travelling dengan biaya minimum, pergi mengelilingi dunia, maka jangan lupa membawa oleh-oleh atau buah tangan yang sesuai dengan ketentuan barang bawaan impor. Repot? NO! App Traveller Guide akan memandu anda bagaimana pulang ke Indonesia dengan nyaman. Dengan menggunakan aplikasi ini para traveller bisa mempersiapkan segala sesuatunya sebelum mereka pulang ke Indonesia. Tentu tidak nyaman, jika pulang ke Indonesia namun terhambat di Bandara bukan? Contoh kecil, anda membawa minuman mengandung etil alkohol hanya sebagai koleksi di rumah tanpa mengetahui bagaimana ketentuan barang bawaan. Ternyata, anda terhambat dibandara hanya karena membawa lebih dari 1 liter. Tentu anda tidak nyaman. Maka aplikasi ini hadir untuk memberi anda pengetahuan mengenai ketentuan yang berlaku
46 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
di Indonesia seperti pembawaan alkohol, tembakau, barang dagangan atau lainnya. Aplikasi yang dibangun oleh Tim Publikasi Subdit Humas dan Penyuluhan Bea Cukai ini, memang sengaja dibangun untuk mempublikasikan bagaimana ketentuan barang bawaan impor. Pada dasarnya, aplikasi ini memang menargetkan para pelancong/wisatawan juga masyarakat umum untuk mendapatkan fasilitas kenyamanan dalam berwisata ke Indonesia maupun pulang ke Indonesia. Dengan menggunakan pemrograman html5 dan javascript yang dibangun dengan intel xdk, aplikasi ini sudah launching pada tanggal 8 maret 2016 dengan rate sebesar 4.6 dan range download sebanyak 50-100. Aplikasi ini juga disediakan dalam 2 bahasa, yaitu: Indonesia dan Inggris dengan 4 step yang dapat anda ikuti. Berikut
Berbagi Pengetahuan
adalah step-step yang yang dapat anda ikuti: 1. Welcome: menu ini digunakan untuk memasukkan data nama dan pilihan apakah anda Penumpang atau Awak sarana pengangkut. 2. Goods: menu ini akan meminta konfirmasi mengenai apakah anda datang sendiri atau bersama keluarga. Selanjutnya, konfirmasi mengenai bawaan anda dari luar negeri, seperti: Hewan, Narkotika, Senjata, Mata Uang, Rokok, Alkohol, Barang Dagangan dan barang yang dibeli atau diperoleh dari luar negeri. 3. Notice: menu ini akan memberikan pemberitahuan mengenai peraturan yang
berlaku atas daftar barang bawaan yang telah anda input lewat menu Goods. 4. Contact Us: menu ini berisi pengenalan tugas dan fungsi Bea Cukai Indonesia agar masyarakat memiliki pengetahuan mengenai keberadaan bea dan cukai. Step-step tersebut amat sangat mudah anda ikuti, bukan?. Sebagai contoh, anda dapat meilhat hasil dari penggunaan dari aplikasi ini pada gambar kedua. MUDAH? YES!. Selain mudah, dengan adanya aplikasi ini, anda akan mendapatkan kenyamanan travelling meskipun sendiri maupun berkeluarga dengan membawa barang bawaan jenis apapun dan berapapun banyaknya.
Tunggu apalagi? Anda hanya butuh android dengan versi 5.0 keatas untuk mendapatkan layanan kami hanya dengan mengunjungi Google Play. Maka anda akan dilayani agen bea cukai sedekat handphone ditangan anda. Selamat bertravelling yang nyaman dengan Traveler Guide!. (Eva Maulina Aritonang, Pelaksana pada Direktorat IKC) sumber: http://www.adlienerz. com/2015/02/14-alasan-kenapaharus-travelling-saat.html http://www.indratravelholic.com/ https://play.google.com/store/ apps/details?id=djbc.humas. travelerguide
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
47
hobi dan komunitas
Tournament Billiard Customs Day Cup
Pembukaan oleh Kanwil DJBC Banten, Hary Budi Wicaksono.
Ketua Bapors menyerahkan stik biliar sebagai simbol pertandingan diserahkan kepada Juri dari POBSI.
“Taaar..!!” Suara bola putih saat memecah formasi segitiga bola warna warni bernomor 1 hingga 15 hingga melaju menuju lubang-lubang di pinggiran meja permainan. Ya, itu adalah permainan biliar atau bola sodok, akan mendapatkan nilai apabila memsukkan bola nomor tertentu.
P
ada 7-11 Maret lalu, pertama kalinya diadakan turnamen biliard bea cukai atau Tournament Billiard Customs Day Cup di salah satu tempat biliar yang terletak di pertokoan WTC Matahari, Tangerang. Turnamen dibuka oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Kanwil DJBC) Banten, Hary Budi Wicaksono atau akrab dipanggil Wicak. Dalam pembukaannya, Wicak mengingatkan peserta melalui semangat olahraga ini agar selalu meningkatkan rasa kebersamaan, sportifitas, menjunjung tinggi fair play, memperkokoh persatuan dan kesatuan. Juga bisa jadi semangat ke pekerjaan dan menjadi turnamen berkelanjutan tidak
hanya internal tetapi juga kelas open. Wicak juga menerangkan tujuan diadakannya turnamen diantaranya untuk menyalurkan bakat olahraga biliar, mempererat tali persaudaraan sesama pegawi DJBC, membangun motivasi para pemain untuk bersaing dalam kompetisi. Diingatkan juga oleh Wicak kegiatan positif ini jangan sampai menyita pekerjaan tetapi mendukung pekerjaan dengan menjalin komunikasi, silaturahmi dan bertukar informasi. “Kedepannya diharapkan ada turnamen kelanjutan, jika sekarang hanya untuk internal berikutnya siapa saja bisa ikut berpartisipasi dan bisa menjalin hubungan yang baik antara pegawai DJBC,
48 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
pengguna jasa, dan instansi pemerintah penggemar olahraga biliar.” Walaupun baru pertama kali diadakan turnamen, antusias pegawai yang ingin berpartisipasi cukup tinggi. Permainan menyodok bola dengan menggunakan tongkat ini ternyata cukup digemari di kalangan pegawai bea cukai. Ketua Badan Olahraga dan Seni (Bapors) Kanwil DJBC Banten, Sutikno, bercerita bagaimana awal mula diadakannya turnamen ini karena sebelumnya di Kemnterian Keuangan pernah ada beberapa kali pertandingan tetapi kemudian berhenti. Biasanya permainan yang dilakukan pegawai ini untuk mengisi waktu luang atau
hobi dan komunitas mengkhususkan waktu setelah jam kantor. Dari obrolan ringan antar pegawai bea cukai peminat biliar kemudian mengusulkan kepada Bapors bagaimana jika ada diadakan pertandingan. Usulan tersebut disambut baik dan Bapors Kanwil DJBC Banten melihat hal itu akan lebih menarik apabila diadakan pertandingan sehingga lebih terarah, memiliki tujuan dan menjadi wadah untuk menambah kemampuan bagi para peminat biliar. “Sebenarnya beberapa kantor bea cukai sudah klub punya tapi wadah turnamennya belum ada untuk penggemarpenggemarnya itu. Biasanya hanya main-main saja sekarang jadi ada arah dan tergetnya. Saya rasa kantor-kantor sudah punya klubnya seperti CUBIC (Customs Biliard Club),” ucap Sutikno Turnamen ini menjadi realisasi salah satu Program Kerja Bapors DJBC Kanwil Banten. “Turnamen ini bisa sebagai wadah penggemar biliar di lingkungan bea cukai, pengguna jasa dan juga di lingkungan Kementerian Keuangan, juga sebagai ajang silaturahim pemain biliar. Selain untuk bermain dan berlatih, adanya pertandingan ini juga untuk meningkatkan prestasi dan kemampuan”. Melihat antusiasnya bahkan kedepannya akan ada turnamen dengan kelas internal dan open non profesional. Turnamen ini merupakan turnamen awal untuk belajar dulu bagaimana menyelenggarakan turnamen biliar. “Peminat billiard ini banyak bisa saja diantaranya yang bisa berprestasi di ajang nasional bahkan di Internasional. Sayang kalau bibit-bibitnya itu dibiarkan.” Walaupun masih untuk internal karena berniat serius, juri pertandingan pun diminta dari POBSI (Persatuan Olahraga Biliar Seluruh Indonesia). Pertandingan dilakukan dengan sistem setengah kompetisi, yaitu pada babak penyisihan dibagi menjadi dua
Pemenang I-CUBIC Jabar.
Pemenang II-cubic tg priok.
pool, masing-masing pool teridiri dari lima tim, kelima tim ini saling bertanding untuk memperebutkan dua tempat terbaik yang kemudian dua terbaik ini saling berhadapan secara silang untuk menjadi finalis untuk mencari juara I, II, III, dan IV. Sutikno bercerita saat mendengar akan ada turnamen Biliar ada pegawai dari Pajak Wilayah Banten dan pengguna jasa yang ingin berpartisipasi tetapi ditolak karena baru mengadakan untuk lingkunagn internal pegawai bea cukai saja. Turnamen yang diikuti oleh 10 tim dari berbagai Kanwil dan KPU ini kedepannya akan ada dua kategori, internal dan open. “Siapa saja bisa ikutan. Open yang ada kelas-kelasnya. Ada kelas elit/dunia, kelas pemerintahan kelas pegawai. Kita juga mensupport pemerintah mendorong bibit-bibit yang mungkin ada. Dengan adanya turnamen untuk melatih dan menambah skill dan
mental pemain,” tambahnya. Event kali ini dibarengkan dalam rangka Hari Pabean Internasional (HPI). Berikutnya antara Hari Oeang atau HPI. “Kalau kita siap di hari Oeang ya kita adakan lagi kalau mau lebih baik lagi persiapannya, kami adakan di HPI. Bahkan mungkin kalau ada perayaan Hari Bea Cukai kita akan adakan pada saat itu.” Walaupun pertandingan diselenggarakan oleh bea cukai tetapi, Sutikno menjelaskan bahwa tidak menggunakan dana anggaran bea cukai tetapi dari hasil partisipasi peserta dan kedepannya akan menggunakan sponsorship. Untuk tempat akan terus disesuaikan. Pertandingan yang berlangsung selama 4 hari itu dimenangkan oleh tim Bea Cukai Jabar I. tempat kedua dari Bea Cukai Tg Priok disusul Tim Bea Cukai Jabar 2 dan tim Bea Cukai Tangerang. (*)
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
49
Sejarah
Awal Berdirinya Armada Kapal Patroli DJBC
T
ahukah anda Direktorat Sarana Perhubungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) sebelumnya bernama Direktorat Perkapalan Dan Penerbangan. Kemudian berubah menjadi Direktorat Penindakan dan Penyidikan, dengan salah satu bidangnya adalah Bidang Sarana Operasi (SAR OP). Sejak permulaan tahun 1951 oleh para pejabat Bea Dan Cukai di Kantor Besar (Kantor Pusat DJBC), diputuskan untuk mendirikan Kantor Bea Dan Cukai di Tanjung Balai Karimun. Pulau Karimun terdiri dari Pulau Karimun dan Karimun anak, terletak di Selat Malaka, memisahkan Kepulauan Riau (Indonesia) dan Semenanjung Tanah Melayu (Malaysia) yang jaraknya sekitar 8 (delapan) mil laut (1 mil laut = 1.852 meter.) Tugas dan kewajiban Kantor Bea Dan Cukai ini mulanya hanya mengadakan pungutan terhadap retribusi karet rakyat yang diekspor ke Singapura dan Malaysia. Dalam melaksanakan tugasnya, ternyata Kantor ini tidak dapat mencapai hasil yang optimal. Pada waktu itu Kantor Bea Dan Cukai Tanjung Balai Karimun hanya ada seorang Kepala Kantor dan seorang pembantu. Tindakan polisionil dan pemeriksaan di laut oleh kedua petugas tersebut secara bergilir, menggunakan kapal kecil jenis/ seri AC, AE yang panjangnya (kurang lebih) 3,5 meter, pinjaman dari Syahbandar secara menyewa. Berdasarkan kondisi tersebut, para pejabat di Kantor Besar bermaksud memiliki kapal patroli sendiri. Pada pertengahan tahun 1951 dikirimlah beberapa Pengawas Pabean ke Amerika Serikat untuk menjajaki kemungkinan
pengadaannya. Pada tahun itu juga dapat dibeli 10 buah kapal eks PD II milik Amerika jenis MTB (Motor Torpedo Boat) yang berada di Philipina. Salah satu diantaranya pernah dikomandoi oleh Letnan John F. Kennedy dari US Navy yang kemudian menjadi Presiden Amerika Serikat. Sambil menunggu kedatangan Kapal-kapal tersebut, pada akhir tahun 1951 diadakan penerimaan tenaga perkapalan / pelaut di tiga tempat: 1. Di Kantor Daerah IV/I Belawan 2. Di Kantor Besar Jakarta 3. Di Kantor Bea Dan Cukai Tanjung Balai Karimun. Hasil penerimaan tersebut segera dikirim ke Tanjung Balai Karimun. Sementara kapal-kapal yang dibeli belum tiba, pegawai baru tersebut dimanfaatkan untuk ronda laut, menggunakan kapal KOTAK (istilah untuk kapal eks tangkapan). Kapal-kapal KOTAK ini aslinya dikenal masyarakat dengan sebutan boat PONG PONG yang dimodifikasi , dibuatkan super structure dan dilengkapi dengan 3 – 4 tempat tidur. Untuk manouvre, Nakhoda sambil memegang kemudi, cukup mengetok Dek dengan kayu, satu kali berarti minta maju, 2 kali artinya stop mesin, 3 kali minta mundur, ketok berulang ulang artinya minta maju dengan kecepatan penuh antara 3 – 5 knot/mil per jam dan juru motor tinggal mendengarkan dan melaksanakannya.Bila terjadi salah pengertian kecepatan, kapalkapal Kotak diberikan seri BT 03, 04, 07, 09 dan seterusnya. Pertama terbentuk Bagian Perkapalan di daerah Istimewa Tanjung Balai Karimun yang belum banyak diketahui adalah : bahwa perkapalan pada waktu itu adalah werk park / overall warna biru tua tanpa tanda pangkat.
50 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
Malah ada beberapa pegawai yang masih memakai tanda pangkat Jawatan Pelayaran. Pada tahun 50-an beberapa Nahkoda BT adalah orangorang setempat dari sekitar Tanjung Balai Karimun yang berpengalaman, mengenal dengan baik perairan Kepulauan Riau. Namun beberapa orang tersebut buta huruf, diantaranya yang menjadi kepercayaan Kepala Daerah Istimewa Tanjung Balai Karimun I.K. Pendrang, R.E. Djajadiningrat sampai H.T. Setiadi adalah Ramli Dubut dan Said Abdullah. Setiap laporannya hanya lisan, kemudiam dicatat oleh Pejabat Dinas Luar di Kantor Daerah. Karena belum mempunyai fasilitas yang memadai, perbaikan/ perawatan bagian dibawah garis air/docking, cukup mengkandaskan kapal dipantai pada waktu air laut pasang naik, kapal ditopang dengan kayu bloti agar tetap tegak pada waktu air laut pasang surut. Pada pertengahan tahun 1952 Kantor Bea Dan Cukai Tanjung Balai Karimun ditingkatkan menjadi Kantor Daerah Istimewa, diluar daerah Pabean. Pada bulan April 1953 kapal-kapal yang dibeli telah tiba di Singapura dan segera dibawa ke Tanjung Balai Karimun, masing-masing BT.01, 02, 03 yang menggunakan BBM Bansol dan BT 04, 05, 06, 07, 08, 09 dan 10 menggunakan BBM Gas Oil. Kapal-kapal ini digerakkan 3 buah motor Induk buatan pabrik CADILAC dengan kecepatan 40 knot. BT 07, 08, 09 dan 10 dihibahkan kepada Korps. AIRUD Polri. Untuk tempat berlabuh dan perawatan kapal-kapal patroli dipilih Teluk MERAL yang terletak di pantai barat P. Karimun Besar, 4 km dari kota Tanjung Balai, yang terlindungi oleh P. Merak. Fasilitas perawatan/docking dilaksanakan
Sejarah
di Singapura, karena di Tanjung Balai Karimun belum memiliki fasilitas untuk itu. Dalam tahun 1954 Bagian Perkapalan dibuatkan bangunan kantor semi permanen, dermaga kayu panjang 30 meter, bengkel yang dilengkapi dengan gen set, mesin bubut, mesin bor, mesin gergaji, dapur kempa dan alat las karbit. Seperti diketahui, badan kapal BT terbuat dari kayu. Dalam melaksanakan tugas patroli Pemberantasan Penyuludupan, sering terjadi kandas, yang perbaikannyapun banyak menghabiskan devisa. Masalah perbaikan dan docking kapal-kapal eks MTB di Singapura menjadi persoalan besaar, karena 90% kapal tersebut rusak karena usia dan 50% kapalkapal tersebut berada di Singapura, bersama awak kapalnya, yang juga menghabiskan lebih banyak devisa. Beberapa kapal terpaksa tetap berada di Singapura, karena tidak ada suku cadang. Karena kapal eks Perang Dunia II ini sudah, dianggap cukup tua dan berkecepatan tinggi (kurang lebih) 40 knots (mil/jam) yang mampu mengoperasikan hanya eks Nakhoda Basoeki Rahardjo dan eks KKM Tasdim (Pak Liem) saja. `Akhirnya kedua kapal dikandaskan dan tenggelam di pantai P. Merak. Oleh sebab itu, pimpinan Jawatan Bea Dan Cukai mulai meremajakan Armada, dengan membeli dari Negeri Belanda. Pesanan itu diberi Seri BT 100 sebanyak 5 buah, seri 200 sebanyak 6 buah, seri 300 sebanyak 9 buah. Techincal Data kapal BT seri 100, 200, 300 yang penting adalah : Pabrik pembuatan : Zamdam, Belanda Badan kapal : Kayu Jati dan Mahogeni Panjang L.O.A. : 26 meter Lebar : 4 meter
Syarat haluan / buritan Motor Induk
: 0.8 meter / 1.75 meter : Mercedez Benz MB 560 Twin @ 750 HP Kecepatan Terendah : 5.5 Knot Kecepatan jelajah : 12 Knot Kecepatan tertinggi : 14.5 Knot Akomodasi : 12 Awak Kapal Kemudian ditambah 2 tempat tidur untuk Kopat dan pembantunya Kemudian kapal-kapal tu dibagi ke daerah yang dianggap memerlukan : BT 303 dipindahkan ke Palembang, BT 302 dipindahkan ke Pontianak, BT 105 dipindahkan dari Surabaya ke Banjarmasin, BT 307 dipindahkan dari Surabaya ke Makasar, BT 309 dipindahkan dari Makasar ke Manado, BT 308 dipindahkan dari Surabaya ke Kupang, kemudian ditarik lagi ke Surabaya dan BT 206 dipindahkan dari Tanjung Balai Karimun ke Jakarta Setelah kapal Patroli generasi II tiba dari Negeri Belanda, maka pada setiap kapal patroli ditempatkan seorang Venitik Pabean sebagai Komandan Patroli (KOPAT) dibantu dua orang Juru Pabean sebagai anggota Opsporing. Karena Kopat berpangkat Teknik Pabean/ E.II maka penerimaan calon Nakhoda ditetapkan Pangkat Tertinggi Pengantar/gol DD II/III, sekalipun sewaktu di Jawatan Pelayaran berpangkat E II. karena kedudukan Nakhoda dianggap dibawah Komandan Patroli. Dan begitulah adanya. Namun hal demikian diterima semata-mata karena menerima gaji dalam Dollar Singapura, 80% dari gaji yang diterima dalam Rupiah. Misalnya Rp. 1.000,- = S$ 800,- maka turun pangkat pun diterima saja. (Ariessuryantini- Sumber KenaliDia.Com)
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
51
feature
Rapat evaluasi auditor.
I
“Aduh, Diaudit Bea Cukai!”
tulah ekspresi yang muncul saat mendapatkan surat dari Direktorat Audit DJBC yang memberitahukan bahwa perusahaan akan diaudit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pertama kalinya. Seperti pengalaman Zaky yang bekerja di perusahaan asing yang memproduksi bahan-bahan kimia. Zaky pun berpikir, ‘Wah salah apa ya? Kenapa perusahaan ini diaudit? Pasti ada yang ditagih bea cukai’. Sebagai Manager Keuangan di perusahaan memang bukan tugasnya sehari-hari untuk berhubungan dengan petugas bea cukai tapi saat rapat direksi Zaky diminta oleh pimpinannya untuk mengurus hal tersebut karena hanya ada pegawai eksim (eksporimpor) yang biasa mengurus
dokumen kepabeanan. Zaky ditugaskan karena beberapa waktu sebelumnya kantornya juga telah diaudit oleh akuntan publik dan dirasa oleh atasannya tidak akan berbeda jauh. Dalam surat pemberitahuan disebutkan bahwa sebelum diaudit perusahaan tempat Zaky bekerja diundang ke kantor bea cukai untuk diberikan pengarahan dari pihak bea cukai. Selain itu perusahaan juga diminta untuk menjelaskan company profile dan seluruh kegiatan yang dilakukan. Karena sama sekali belum ada bayangan, dewan direksi meminta Zaky mempersiapkan bahan-bahan dan memperhatikan pengarahan dari bea cukai nantinya. Sesampainya di kantor bea cukai, Zaky beserta rekan-rekannya
52 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
disambut dan diarahkan ke ruang meeting yang ada dan dimulainya paparan dari pihaknya maupun bea cukai. Setelah selesai pemaparan kemudian lanjut dengan sesi tanya jawab , Zaky mulai sedikit paham alasan dan tujuan perusahaannya diaudit. Memang saat mendapatkan fasilitas Kawasan Berikat salah satu persyaratannya adalah bersedia diaudit. Karena perusahaannya melakukan self assessment saat melakukan proses impor/ekspor sehingga untuk menguji kepatuhan, bea cukai perlu mengaudit sebagai bagian dari tugas pengawasan. Sedangkan tujuan audit ini adalah untuk menentukan tingkat kepatuhan perusahaan sebagai importir, eksportir, badan hukum, yang memperoleh fasilitas dan
feature lainnya terhadap undang - undang kepabeanan dan peraturan pelaksanaannya serta peraturan perundang-undangan lainnya. Secara spesifik adalah untuk mengawasi Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang diberitahukan atas nama perusahaan mengenai pengklasifikasian, jumlah, jenis barang maupun kebenaran nilai transaksinya sebagai nilai pabean guna mengamankan hak - hak negara berupa penerimaan bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Dari penjelasan itu kemudian Zaky bertanya kepada salah satu petugas bea cukai yang hadir pada meeting awal ini, “Apakah perusahaan saya ini sudah ditarget untuk terkena tagihan, berarti perusahaan lain juga harus diaudit donk?” Petugas bea cukai bernama Ani pun menjelaskan bahwa diaudit itu bukan berarti harus ada tagihan tetapi untuk memastikan bahwa barang yang diimpor sesuai atau fasilitas yang diberikan tidak disalahgunakan. Ani juga menjelaskan bahwa bea cukai berhak mengaudit seluruh objek audit tetapi karena keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) maka bea cukai memilahmilah mana objek yang akan diaudit berdasarkan manajemen resiko. Dan alasan dilakukan pengecekan belakangan (audit) karena apabila dilakukan dari awal (saat pengimporan) maka akan menghambat proses bisnis perusahaan sebagai fasilias Kawasan Berikat. objek audit itu sendiri adalah perusahaan yang berkitan dengan kegiatan ekspor-impor, seperti importir, eksportir, pengusaha tempat penimbunan berikat, pengusaha tempat penimbunan sementara, pengusaha gudang berikat, perusahaan pengangkutan, kawasan industri terpadu, perusahaan yang menikmati fasilitas insentif (otomotif, elektronika, alat-alat berat), toko
bebas bea, impor sementara, pengusaha hasil tembakau, dan pengusaha minuman mengandung alkohol. Dalam pelaksanaan audit, pada dasarnya tim audit berwenang meminta data apapun selama tim audit mampu menunjukkan korelasi data yang diminta dengan pengujian yang dilakukan. Dalam peraturan diatur kewenangan tim audit sebagai berikut: 1. Meminta data audit termasuk didalamnya seperti laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan; 2. Meminta keterangan lisan dan/ atau tertulis dari auditee dan/ atau pihak lain yang terkait; 3. Memasuki bangunan kegiatan usaha, ruangan tempat untuk menyimpan data audit termasuk sarana/media penyimpan data elektronik, pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya, sediaan barang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan kegiatan usaha dan/ atau tempat lain yang dianggap penting, serta melakukan pemeriksaan di tempat tersebut; 4. Melakukan tindakan pengaman yang dipandang perlu terhadap tempat atau ruangan penyimpanan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan dan/atau cukai. Ani berharap agar proses audit berjalan dengan lancer oleh karenanya diperlukan sikap saling terbuka dari kedua belah pihak. “Akan kami jelaskan semua dasar penagihan jika ada dan sebaliknya pihak saudara juga kami harap memberikan data atau keterangan sedetail-detailnya jika diminta agar tidak terjadi miskomunikasi yang merugikan kedua belah pihak
sehingga hak negara terjamin dan usaha tetap berjalan lancar,” Selesai meeting lalu Zaky beserta rekan-rekannya yang hadir diperkenalkan kepada tim audit yang akan mengaudit perusahaannya. Susunan keanggotaan Tim Audit terdiri dari : a. PMA (Pengawas Mutu Audit); adalah auditor yang telah memperoleh sertifikat keahlian sebagai PMA Bea dan Cukai. b. PTA (Pengendali Teknis Audit); adalah auditor yang telah memperoleh sertifikat keahlian sebagai PTA Bea dan Cukai. c. Ketua Auditor; adalah auditor yang telah memperoleh sertifikat keahlian sebagai Ketua Auditor Bea dan Cukai. d. Seorang atau lebih Auditor; adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang telah memperoleh sertifikat keahlian sebagai auditor yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan audit. Selesai perkenalan entry meeting atau pertemuan awal selesai dan Zaky diminta untuk memperisapkan data-data sembari menunggu kedatangan tim audit ke perusahaannya beberapa hari kemudian. Tim auditor bea cukai pun datang dan sebagaimana telas dijelaskan sebelumnya saat pertemuan awal pelaksanaan audit meliputi Pekerjaan Lapangan dan Pekerjaan Kantor. Pekerjaan Lapangan terbagi dalam 2 kegiatan yaitu penyampaian surat tugas/ surat perintah dan observasi, dan pengumpulan data dan informasi. Dalam tahap penyampaian surat tugas/surat perintah dan observasi Tim Audit harus melaksanakan hal-hal sebagai berikut: 1. Menyerahkan surat tugas/surat perintah, memperlihatkan tanda pengenal, dan menjelaskan tujuan pelaksanaan audit kepada Auditee atau yang mewakili.
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
53
feature
2. Bersama-sama dengan Auditee melakukan penandatangan Pakta Integritas 3. Meminta Auditee atau yang mewakili untuk memberikan penjelasan tentang Struktur Pengendalian Internal (SPI) Auditee. 4. Melakukan pengujian terhadap pelaksanaan SPI untuk penyempurnaan Rencana Kerja Audit dan Program Audit Pada tahap pengumpulan data dan informasi Tim Audit meminta Auditee atau yang mewakili dalam hal ini Zaky sebagai penanggung jawab untuk menyerahkan data
sesuai ruang lingkup audit. Pada tahap ini, tim Audit dapat melakukan pencacahan fisik sediaan barang dengan keharusan memberitahukan rencana pelaksanaannya. Auditee wajib menyediakan peralatan dan tenaga ahli dalam hal memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus. Hasil pelaksanaan pencacahan fisik sediaan barang ini dituangkan dalam Berita Acara. Untuk kepentingan pelaksanaan audit, Auditee wajib: a. Menyerahkan data audit dan menunjukkan sediaan barangnya untuk diperiksa; b. Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis; dan c. Menyediakan tenaga dan/ atau peralatan atas biaya Auditee apabila penggunaan
54 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
data elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus; Zaky juga diberitahukan apabila ia tidak berada di tempat atau berhalangan, kewajiban beralih kepada yang mewakilinya dan jika tidak dilaksanakan maka terhadap Auditee dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundangundangan dibidang kepabeanan dan/atau cukai. Data audit wajib diserahkan secara lengkap dengan ketentuan harus dilakukan dalam
feature
jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterimanya permintaan data audit dan dapat diperpanjang atas permohonan Auditee sebelum jangka waktu penyerahan data audit berakhir untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja. Data-data yang diminta tim audit bukan seperti perkiraan Zaky sebelumnya yang hanya menyediakan laporan saat transaksi kegiatan impor barang saja tetapi data-data ‘perjalanan’ barang dari mulai dipesan hingga diolah harus lengkap sebagaimana contohnya adalah pencatatan kode PIB, laporan penerimaan barang, jumlah barang yang diolah, sisa bahan baku yang tidak terolah, hingga produk yang dihasilkan dan pelaporan pengeksporannya. Setelah Zaky mengetahui datadata apa saja yang diminta oleh tim audit ternyata apa yang sudah dipersiapkan masih ada yang kurang sehingga Zaky meminta permohonan perpanjangan. Permohonan diajukan secara tertulis kepada Pengawas Mutu Audit sebelum jangka waktu penyerahan data audit berakhir dan dapat diberikan paling lama 3 (tiga) hari kerja. Data audit dapat berupa salinan, foto copy, dan/atau data elektronik dengan ketentuan Auditee membuat surat pernyataan yang ditandatangani di atas materai bahwa yang diserahkan kepada Tim Audit adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal itu benar-benar harus
diperhatikan oleh Zaky karena jika Auditee tidak bersedia atau tidak menyerahkan data audit secara lengkap sesuai batas waktu penyerahan data audit, Auditee diberikan Surat Peringatan I, dan apabila Auditee tidak bersedia atau tidak menyerahkan setelah 3 hari kerja sejak Surat Peringatan I, kepada Auditee diberikan surat peringatan II dan apabila masih tidak bersedia atau tidak menyerahkan dalam 3 (tiga) hari kerja sehingga menyebabkan Pejabat Bea dan Cukai tidak dapat menjalankan kewenangan melakukan audit, Auditee dianggap menolak membantu kelancaran audit. Pimpinan Auditee atau yang mewakili menolak untuk membantu kelancaran audit harus menandatangani surat pernyataan penolakan diaudit. Dalam hal pimpinan Auditee atau yang mewakili menolak untuk menandatangani surat pernyataan penolakan, Tim Audit harus membuat Berita Acara dan Tim Audit menyusun LHA berdasarkan data yang diperoleh dengan melakukan tindakan pengamanan dan/atau penindakan sesuai dengan ketentuan perundangundangan di bidang kepabenanan
dan/atau cukai berupa penegahan alat angkut; dan/atau penyegelan barang dan/atau alat angkut, yang diduga terkait dengan tindak pidana Kepabeanan dan/atau Cukai. Tentu jika itu dilakukan akan sangat merugikan perusahaan tempat Zaky bekerja. Berdasarkan data dan informasi yang diterima dari Auditee, Tim Audit melakukan pengujian berdasarkan program audit yang disusun sebelumnya, dengan menggunakan Teknik Audit Sampling. Semua proses dan hasil dari pengujian data dan informasi yang diterima dari Auditee, kemudian tim audit membuat Kertas Kerja Audit yang selanjutnya disingkat KKA yakni catatan yang dibuat oleh Tim Audit mengenai prosedur yang digunakan, pengujian yang dilakukan, informasi yang diperoleh, dan kesimpulan yang didapatkan selama penugasan. KKA menjadi dasar Tim Audit untuk menyusun Daftar Temuan Sementara yang selanjutnya disingkat DTS yakni daftar yang memuat temuan dan kesimpulan sementara atas hasil pelaksanaan audit. DTS disampaikan kepada Auditee dengan menggunakan Surat Pengantar yang ditandatangani oleh Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama dengan disertai Lembar Pernyataan Persetujuan DTS. Auditee harus menanggapi DTS secara tertulis dengan cara mengisi dan menandatangani pada kolom yang telah disediakan serta mengirimkan kembali kepada Tim Audit selambat-lambatnya 7 hari kerja terhitung sejak diterimanya Surat Pengantar dan apabila diperlukan, sebelum memberikan tanggapan Auditee dapat meminta penjelasan secara tertulis atas DTS. Sebelum batas waktu terlewati, Auditee dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
55
feature waktu penyampaian tanggapan secara tertulis kepada Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama. Permohonan Auditee dapat diberikan perpanjangan waktu penyampaian tanggapan dan hanya diberikan 1 kali untuk jangka waktu paling lama 7 hari kerja sejak berakhirnya jangka waktu yang telah ditetapkan. Tanggapan DTS dapat berupa menerima seluruh temuan, menolak sebagian temuan, atau menolak seluruh temuan dalam DTS. Apabila batas waktu terlewati, Auditee tetap tidak menyampaikan tanggapan, maka Auditee dianggap menyetujui seluruh DTS dan atas DTS dijadikan dasar pembuatan Berita Acara Hasil Audit (BAHA) yakni berita acara yang dibuat oleh Tim Audit atas hasil pembahasan akhir hasil audit. Dalam hal Auditee menerima seluruh temuan hasil audit dalam DTS Auditee menandatangani Lembar Persetujuan DTS dan dijadikan dasar pembuatan BAHA. Apabila Auditee menolak sebagian temuan dalam DTS atau menolak seluruh temuan dalam DTS, Tim Audit dan Auditee melakukan pembahasan akhir yang dilaksanakan selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah tanggal diterimanya tanggapan Auditee. Penerbit DTS mengundang Auditee untuk melakukan Pembahasan Akhir yang waktu pelaksanaan pembahasan akhir atas permohonan Auditee dapat dirubah 1 kali untuk jangka waktu paling lama 7 hari kerja sejak berakhirnya jangka waktu. Proses pembahasan akhir dituangkan dalam risalah pembahasan akhir dirangkum dalam Hasil Pembahasan Akhir dan ditutup dengan BAHA. Auditee dianggap menerima seluruh temuan audit dalam DTS dan dijadikan dasar pembuatan BAHA, apabila a. Auditee tidak menghadiri Pembahasan Akhir;
b. Auditee hadir tetapi tidak melaksanakan Pembahasan Akhir; atau c. Auditee melaksanakan Pembahasan Akhir tetapi tidak menandatangani Hasil Pembahasan Akhir. Bisa saja dalam hal audit terdapat perbedaan pendapat antara Tim Audit dengan Auditee dalam Risalah Pembahasan Akhir yang terkait penafsiran peraturan kepabeanan dan/atau cukai, PMA mengajukan permohonan penelaahan kepada Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama dalam waktu 3 hari kerja sejak tanggal Risalah Pembahasan Akhir dan dapat menolak atau menyetujui permohonan penelaahan. Apabila ditolak, maka Tim Audit membuat hasil pembahasan akhir berdasarkan Risalah Pembahasan Akhir. Jika disetujui, maka bea cukai akan membentuk Tim Penelaahan dan harus mulai melakukan penelaahan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal pembentukan tim penelaahan dan hasilnya harus dituangkan dalam Risalah Penelaahan. Pelaporan hasil audit kepabeanan dan cukai dilakukan dengan ketentuan Audit Umum dan Audit Khusus, LHA disusun berdasarkan Berita Acara Penghentian Audit (BAPA) atau Berita Acara Hasil Audit (BAHA). LHA dan KKA disampaikan secara hardcopy dan/atau data elektronik kepada pejabat Bea Cukai dan/ atau Auditee. LHA ini digunakan sebagai dasar untuk penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai; penetapan Pejabat Bea dan Cukai; penerbitan surat tindak lanjut; dan/ atau penerbitan surat tindak lanjut hasil audit cukai. Penetapan Direktur Jenderal dituangkan dalam bentuk Surat Penetapan Kembali Tarif dan/ atau Nilai Pabean (SPKTNP), jika
56 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
terdapat kekurangan dan/atau kelebihan pembayaran bea masuk, cukai, pajak dalam rangka impor, dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang diakibatkan karena kesalahan tarif dan/atau nilai pabean. Bisa juga Surat Penetapan Kembali Perhitungan Bea Keluar (SPKPBK), apabila terdapat kekurangan atau kelebihan pembayaran bea keluar dan/atau sanksi administrasi berupa denda. Sedangkan penetapan Pejabat Bea dan Cukai dituangkan dalam Surat Penetapan Pabean (SPP) bila terdapat kekurangan pembayaran bea masuk, cukai, pajak dalam rangka impor, dan/ atau sanksi administrasi berupa denda; atau Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA), dalam hal terdapat pengenaan sanksi administrasi berupa denda. Untuk Penerbitan Surat tindak lanjut dilakukan dalam hal tidak terdapat kekurangan pembayaran bea masuk, cukai, pajak dalam rangka impor, dan/ atau sanksi administrasi berupa denda; Nilai Pabean tidak dapat diterima berdasarkan Nilai Transaksi dan diajukan penelitian ulang untuk penetapan kembali nilai pabean kepada Direktur Teknis Kepabeanan untuk audit yang dilakukan Direktorat Audit; Nilai Pabean tidak dapat diterima berdasarkan Nilai Transaksi dan diajukan penelitian ulang untuk penetapan kembali nilai pabean kepada unit yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama untuk audit yang dilakukan Kantor Wilayah dan/atau Kantor Pelayanan Utama; Terdapat perbedaan penafsiran tentang tarif dan diajukan penelitian ulang untuk penetapan kembali tarif kepada Direktur Teknis Kepabeanan untuk audit yang dilakukan oleh Direktorat Audit; dan/atau terdapat perbedaan penafsiran tentang tarif dan
feature diajukan penelitian ulang untuk penetapan kembali tarif kepada unit yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama untuk audit yang dilakukan oleh Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama; dan/ atau terdapat rekomendasi yang harus ditindaklanjuti oleh pihakpihak yang terkait sesuai ketentuan yang berlaku. Apabila hasil penetapan kembali nilai pabean dan/atau tarif mengakibatkan kekurangan dan/ atau kelebihan pembayaran bea masuk dan/atau PDRI, Direktorat Teknis Kepabeanan, Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama menindaklanjuti dengan menerbitkan SPKTNP. Selain itu apabila hasil penetapan kembali tarif bea keluar mengakibatkan kekurangan atau kelebihan pembayaran bea keluar dan/ atau sanksi administrasi berupa denda, Direktorat Teknis, Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama menindaklanjuti dengan menerbitkan Surat Penetapan Kembali Perhitungan Bea Keluar (SPKPBK). Sedangkan Surat tindak lanjut hasil audit cukai penerbitannya berdasarkan LHA, disampaikan kepada unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan dan perundangundangan di bidang kepabeanan dan/ atau cukai. Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP) dan Surat Penetapan Kembali Perhitungan Bea Keluar (SPKPBK) ditandatangani oleh Direktur Audit atas nama Direktur Jenderal dalam hal audit dilaksanakan oleh Direktorat Audit, Kepala Kantor Wilayah atas nama Direktur Jenderal dalam hal audit dilaksanakan oleh Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Direktur Jenderal dalam hal audit dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Utama.
Surat Penetapan Pabean (SPP) dan Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA) ditandatangani oleh Direktur Audit dalam hal audit dilaksanakan oleh Direktorat Audit; Kepala Kantor Wilayah dalam hal audit dilaksanakan oleh Kantor Wilayah; atau Kepala Kantor Pelayanan Utama dalam hal audit dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Utama. Setelah beberapa hari menemani tim audit dari bea cukai, Zaky mulai paham mengenai alur pengauditan yang dilakukan bea cukai. Ternyata diaudit bea cukai itu cukup melelahkan apabila data-data yang dibutuhkan belum lengkap dan harus diminta ke divisi lain yang terkadang tidak langsung ada. Belum lagi mengecek KKA apabila ada ketidaksesuaian dari yang ia ketahui dan harus menambahkan data-datanya padahal data yang diminta hanya kegiatan selama 2 tahun kebelakang. Sebelumnya Zaky tidak pernah terpikirkan bahwa pembukaan 1 liter bahan baku kimia yang dipergunakan untuk produksi perusahaannya sebegitu berharganya dan harus dicatatkan. Karena kehilangan beberapa tetes atau beberapa cc saja tetap terhitung. Seperti saat dijelaskan oleh petugas bea cukai karena barangnya termasuk barang fasilitas yang ditangguhkan pembayarannya sehingga penggunaannya pun harus tercatat dengan baik. Zaky ingat betul saat petugas bea cukai mengumpamakan “Apabila bapak dipinjami sebuah mobil, wajar bukan kalau ditanya oleh pemiliknya ‘masih aman kan mobilnya, digunain untuk apa saja, tidak untuk disalahgunakan atau tidak ada yang rusak bukan’”. Dari situ ia mengerti mengapa bea cukai perlu mengaudit perusahaannya. Daftar Temuan Sementara yang diajukan oleh tim audit sudah pun ia tanggapi.
Walaupun pada awalnya Zaky terkejut dengan temuan tim bea cukai yang mana ada kekurangan tagihan hingga puluhan juta yang disebabkan oleh kesalahan memasukkan pos tarif, dimana seharusnya bahan baku yang perusahaannya beli terkena BM 2,5% tetapi menjadi kurang karena salah menentukan pos tarif yang hanya terkena BM 1,5 % sehingga harus dibayarkan kekurangannya. Selesai tugas tim audit Zaky menerima LHA yang kemudian disampaikan ke dewan direksi dan meminta penjelasan dari tim Audit. Zaky juga jadi mengetahui bahwa ada ketidaksesuaian di bagian produksi karena ada ‘permainan’ pegawai yang ternyata merugikan perusahaan. Hal tersebut pun diketahui dewan direksi saat tim audit menyampaikan LHA-nya. “Wah ternyata bagi perusahaan ada manfaat-manfaat lain. Kedepannya kami diaudit lagi ya,” ujar Zaky sembari tertawa. Ani pun menanggapi, “Kalau sering-sering sepertinya tidak mungkin tapi saya harap kedepannya perusahaan bapak sudah patuh ya, atu paling tidak tagihannya berkurang.” Puas dengan penjelasan tim audit mengenai asal temuan yang didapatkan di kantornya, Perusahaan Zaky pun menerima hasilnya dan menunggu surat tagihan yang akan disampaikan kantor bea cukai setempat. Dan atas setiap penyampaian Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP), Surat Penetapan Kembali Perhitungan Bea Keluar (SPKPBK), Surat Penetapan Pabean (SPP), Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA), dan/atau surat tindak lanjut hasil audit cukai, Kepala Bidang yang menangani penagihan pada Kantor Pelayanan Utama dan/ atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan harus melakukan pemantauan atas pelaksanaan penagihan. (*)
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
57
Kebijakan
Terminal 3 Ultimate Bandara Soekarno-Hatta Terminal Bintang 5 Pertama di Indonesia Indonesia segera memiliki terminal bandara terbesar di Indonesia, bahkan termegah dan moderen dengan menerapkan teknologi yang mumpuni. Kemegahan dan kecanggihan terminal yang memiliki panjang sekitar 1 kilometer dan luas bangunan 422.804 meter persegi ini diklaim bakal menyaingi Bandara Internasional Changi di Singapura. Terminal yang dimaksud adalah Terminal 3 Ultimate Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng Tangerang, Banten. Rencananya, T3 Ultimate ini akan mulai beroperasi pada Mei 2016, dimana dalam tahap awal baru digunakan untuk penerbangan domestik dengan maskapai Garuda Indonesia. Nantinya bertahap hingga akhir tahun, seluruh penerbangan internasional akan dipindahkan ke terminal ini.
Terminal 3 Ultimate didesain dan dibangun konsep terminal modern yang ramah lingkungan dengan menambahkan unsur-unsur kearifan lokal khas Indonesia.
S
eperti dikemukakan Haerul Anwar, Public Relations Manager PT Angkasa Pura II (Persero), penamaan Terminal 3 Ultimate muncul karena Terminal 3 yang existed saat ini masih merupakan bagian kecil dari bentuk dan kapasitas Terminal 3 yang sesungguhnya. “Dengan kata-kata Ultimate itu sendiri kami ingin menegaskan serta memberikan perspektif kepada pengguna jasa bandara bahwa project pengembangan terminal ini merupakan jawaban dari harapan seluruh pengguna jasa yang mendambakan sebuah bandara yang memiliki kapasitas
besar, lebih nyaman, disertai dengan pelayanan yang lebih baik dan penyediaan fasilitas-fasilitas baru bagi para pengguna jasa.” Lebih lanjut Haerul menjelaskan, Terminal 3 Ultimate didesain dan dibangun konsep terminal modern yang ramah lingkungan dengan menambahkan unsur-unsur kearifan lokal khas Indonesia. Hal tersebut jelas menjadi Competitive Advantage untuk dapat menyaingi bandarabandara lainnya di kawasan Asia Tenggara seperti Changi Singapura dan Suvarnabhumi Thailand. “Competitive advantage kami adalah implementasi unsurunsur kearifan lokal Indonesia
58 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
yang diterapkan pada interior bangunan terminal sehingga ‘rasa’ Indonesia akan sangat terasa, dapat dikatakan untuk di Terminal 3 Ultimate Bandara Internasional Soekarno-Hatta kami menyebutnya Art & Culture Airport. Terminal 3 Ultimate di design dengan konsep Art & Culture Airport. Nantinya akan banyak unsur-unsur seni asli dan kontemporer dari berbagai macam kebudayaan di Indonesia seperti, ornament kain-kain batik, patung garuda, lukisan-lukisan, serta hasil karya seni kontemporer lainnya,”ungkapnya. Selain itu, lanjutnya, Terminal 3 Ultimate akan memiliki Baggage Handling System (BHS) yang
Kebijakan merupakan sistem penanganan bagasi otomatis yang canggih, penyediaan fasilitas Automated People Mover System (APMS) yaitu kereta tanpa awak yang bergerak otomatis untuk memindahkan penumpang ke terminal lainnya secara kontinyu , dan terintegrasi ke stasiun kereta bandara,” ungkap Haerul. Dalam pembangunan proyek Terminal 3 Ultimate ini, pihakpihak yang terlibat dalam pembangunan Terminal 3 Ultimate merupakan kerjasama konsorsium beberapa perusahaan dalam dan luar negeri yaitu diantaranya Waskita Karya, Wika, Pembangunan Perumahaan (PP), Jaya Teknik, Indulexco, GMDI, Atelier 6 Arsitek, Woodhead and Aecum, dan Kontraktor Hyundai. “Terminal 3 Ultimate nantinya akan mampu melayani pengguna jasa bandara dengan kapasitas 25 juta penumpang,” ungkap Haerul yang juga menyatakan, Terminal 3 Ultimate direncanakan nantinya hanya untuk melayani airlines dan penumpang dengan penerbangan internasional. Konsep Pelayanan dan Pengawasan Terminal 3 Ultimate, tambah Haerul, nantinya akan melayani penerbangan internasional dan juga akan menjadi Hub utama Garuda Indonesia yang beraliansi dengan SkyTeam di kawasan Asia Pasifik, oleh karena itu konsep pelayanan akan mengacu pada aspekaspek SkyTrax (sebuah lembaga internasional yang melakukan riset dan pemeringkatan mengenai maskapai penerbangan dan bandar udara di seluruh dunia) sehingga akan jauh lebih baik dari pelayanan-pelayanan sebelumnya. “Hal ini juga merupakan ambisi kami untuk menjadikan Terminal 3 Ultimate Bandara Internasional Soekarno-Hatta menjadi Terminal Bintang 5 pertama di Indonesia.”
Kemudian dalam hal pengawasan, Angkasa Pura II memastikan bahwa aspek-aspek safety and security merupakan hal mandatory yang mengacu pada regulasi , International Civil Aviation Organization (ICAO) dan Kementerian Perhubungan Direktorat Jendral Perhubungan Udara. Terkait dengan fasilitas yang berhubungan dengan Custom, Immigration, & Quarantine (CIQ), Angkasa Pura II tentunya akan menyediakan fasilitas infrastruktur demi mendukung kegiatan operasional CIQ di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Namun terkait dengan pemasangan peralatan dan aplikasi teknologi yang akan digunakan di terminal tentunya disiapkan sendiri oleh masing-masing instansi tersebut menyesuaikan dengan master plan dari Angkasa Pura II. Bea Cukai Soekarno-Hatta Siap Menyongsong Pengoperasian Terminal 3 Ultimate Bagi anda yang sering bepergian atau mengirim barang keluar negeri, pasti sudah tak asing dengan keberadaan Bea Cukai di bandara. Ibarat sebagai penerima tamu, keberadaan Bea Cukai terdapat di berbagai pintu masuk menuju tanah air, baik itu bandar udara (bandara), pelabuhan laut maupun di wilayah perbatasan. Demikian juga yang dilakukan Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tipe C Soekarno Hatta yang berperan sebagai garda terdepan dalam menangkal masuknya barang – barang ilegal ke Indonesia, khususnya melalui Bandara international Soekarno Hatta. Tak hanya itu saja, Kantor Bea Cukai Soekarno Hatta juga dituntut untuk memberikan pelayanan terbaik mengenai kegiatan impor dan ekspor barang, baik yang dilakukan oleh perusahaan jasa titipan (PJT) , seperti DHL, Fedex
Menyongsong pengoperasian Terminal 3 Ultimate, KPU Bea Cukai Soekarno Hatta telah melakukan program peningkatan kemampuan dalam upaya penyempurnaan proses bisnis pengawasan di terminal. Erwin Situmorang Kepala KPU Bea dan Cukai Tipe C Soekarno-Hatta
dan PJT lainnya maupun melalui Kantor Pos Udara. Lantas sejauhmana kesiapan Kantor Bea Cukai di Bandara Soekarno-Hatta menyongsong pengoperasian Terminal 3 Ultimate ? Untuk mengetahui hal itu, Kepala KPU Bea dan Cukai Tipe C Soekarno-Hatta, Erwin Situmorang menyampaikan penjelasannya kepada WBC. Menurutnya, dalam menyongsong pengoperasian .Terminal 3 Ultimate, KPU Bea Cukai Soekarno Hatta telah melakukan program peningkatan kemampuan dalam upaya penyempurnaan proses bisnis pengawasan di terminal. Program-program tersebut meliputi : Pertama, program pelatihan X-ray untuk anggota baru di unit pengawasan. Kegiatan ini bertujuan untuk pengenalan pola kerja sekaligus cara analisa image X-ray dalam rangka kegiatan pengawasan yang dilaksanakan oleh Bidang Penindakan dan Penyidikan. Kedua, program pelatihan X-ray tingkat advanced untuk anggota senior bidang pengawasan. Kegiatan ini
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
59
Kebijakan bertujuan untuk meningkatkan tingkat analisa image X-ray dan updating data tentang modusmodus penyelundupan baru dan kemungkinan modus-modus yang diperkirakan dapat dipergunakan oleh penyelundup. Ketiga, Program pelatihan Passenger Behaviour Detection and Risk Assestment Officer. Program pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan anggota dalam melakukan kegiatan profiling penumpang. Keempat, program kakak asuh, program ini bertujuan untuk monitoring peningkatan kemampuan anggota baru dimana satu anggota baru akan dipantau perkembangan kemampuannya baik dalam analisa image X-ray maupun kemampuan profiling oleh satu orang kakak asuh. Terminal 3 Ultimate akan menjadi terminal bandara terbesar di Indonesia , hal ini membawa konsekuensi logis bahwa dibutuhkan jumlah personil yang memadai, mengenai hal itu Erwin menegaskan tidak serta merta harus menambah jumlah personil yang ada, melainkan dengan mengoptimalkan jumlah personil yang ada demi tercapainya efektifitas dan efisiensi kerja. “Dengan pola kerja baru yang kita siapkan untuk menghadapi tantangan beroperasinya Terminal 3 Ultimate ini, jumlah personel yang kita siapkan sekarang sudah cukup untuk menghadapi tantangan tersebut.” Lebih lanjut Erwin menjelaskan, Bandara Internasional Soekarno-Hatta terdiri dari 3 terminal (existing) yaitu Terminal 1 untuk kedatangan dan keberangkatan domestik. Terminal 2, untuk kedatangan dan keberangkatan internasional sekaligus domestik. Begitu pula dengan Terminal 3, yaitu untuk kedatangan dan keberangkatan internasional sekaligus domestik. Adapun perbedaan Terminal 3
Ultimate dengan terminal yang lain adalah proses bisnis yang mengacu kepada kelancaran arus penumpang dan barang bawaaannya tanpa mengurangi tingkat pengawasan. Penerapan jalur Red dan Green Channel akan sepenuhnya diimplementasikan pada T3 Ultimate. Adapun kedepannya terminal 2 kedatangan internasional juga sepenuhnya akan mengimplementasikan Red dan Green Channel. Erwin menambahkan, T3 Ultimate mengusung konsep modern dan menerapkan high technology untuk mendukung dunia bisnis dan industry pariwisata di dalam negeri. Konsep ini menuntut pola kerja yang cepat dan tepat dalam penanganan barang impor khususnya terhadap barang bawaan penumpang dan awak sarana pengangkut, “Sebagai contoh, misalnya penanganan barang penumpang pada terminal keberangkatan dilakukan secara otomatis sehingga campur tangan manusia sangat sedikit dalam system tersebut. Itulah yang membedakan Terminal 3 Ultimate dengan terminal lainnya di Bandara Internasional Soekarno Hatta,” imbuh Erwin. Konsep baru Terminal 3 Ultimate yang memiliki banyak kelebihan dibandingkan dibandingkan dengan terminal sebelumnya tentukan memberikan kemudahan dalam hal pelayanan dan pengawasan barang. Sebagai contoh misalnya customs hall yang akan steril dari pihak-pihak yang tidak berkepentingan akan memudahkan petugas untuk melakukan pengawasan. Selain itu design layout dari ruang pelayanan oleh Petugas Dokumen Tingkat Terampil (PDTT) yang nyaman akan menambah pelayanan terhadap barang penumpang dan awak sarana pengangkut secara prima. “Kelebihan yang dirasakan
60 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
petugas di lapangan adalah sarana dan prasarananya lebih mendukung serta situasinya lebih kondusif karena lebih steril sehingga kegiatan pengawasan menjai lebih optimal. Layout yang luas dan teratur lebih memudahkan petugas lapangan dalam melakukan kegiatan pengawasan dan pelayanan,” papar Erwin. Antisipasi Pengawasan Sebagai antisipasi dari beroperasinya Terminal 3 Ultimate maka KPU Soekarno-Hatta telah menyiapkan pola pengawasan baru dalam rangka optimalisasi sumber daya manusia dan efektifitas proses bisnis. Seperti yang disampaikan Erwin, pola pengawasan yang baru tersebut apabila kita perbandingkan dengan alur sebelumnya memiliki perbedaan yang signifikan yaitu pada mulanya mengedepankan pengawasan dengan konsep man to man menjadi konsep yang lebih smooth dengan mengandalkan kemampuan profiling dan intelijen. Dari yang pada mulanya default pelayanannya adalah jalur merah, sekarang default pelayanannya menjadi jalur hijau. “KPU Soekarno-Hatta tengah mengembangkan sistim pelayanan dan pengawasan baru. Adapun sistim pelayanan dan pengawasan yang berbasis pada Passanger Risk Management,” ujar Erwin yang menjabarkan, sistim baru ini didasarkan pada PMK No. 1888/PMK.04/2010 tentang Impor Barang yang dibawa oleh penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas dan Barang kiriman dimana tersebut dalam peraturan tersebut mengenai Penerapan Reda dan Green Channel. Layout Terminal 3 Ultimate yang luas dan teratur memudahkan petugas untuk melakukan kegiatan pengawasan. Akan tetapi, luasnya layout
Kebijakan terminal juga mempengaruhi waktu dan proses pengawasan. Ada beberapa lokasi yang berpotensi terjadi kerawanan penyelundupan diantara yaitu lift pekerja (jalan keluar masuk terminal) yang berdekatan dengan Arrival Lounge dan jalur evakuasi (emergency exit). Selain itu Terminal 3 Ultimate ini menggabungkan terminal internasional dan domestik, titik-titik perbatasan antara terminal internasional dan domestik inilah yang menjadi titik rawan. Sebagai antisipasinya harus ada pembatas yang jelas antara T3 Ultimate dan penjagaan oleh petugas Bea dan Cukai. Jadi tantangan-tantangan yang telah diprediksi dengan adanya terminal ini menurut
Erwin, terutama adalah luasnya area pengawasan dan adanya terminal domestik di terminal ini sehingga menyulitkan dalam hal pengawasan. Dengan adanya perubahan sistim pelayanan dan pengawasan maka diperlukan waktu adaptasi untuk mencapai tingkat pengawasan yang optimal dengan sistim baru. Selain itu dari waktu yang dibutuhkan, luasnya layout terminal ini membuat personil lapangan dituntut memiliki kemampuan fisik yang lebih dalam mobilitas di Terminal 3 Ultimate. Koordinasi Solid Unsur Terkait Diakui Erwin terkait mengenai rencana pengoperasian Terminal 3 Ultimate, koordinasi yang
Penerapan jalur Red dan Green Channel akan sepenuhnya diimplementasikan pada T3 Ultimate. Adapun kedepannya terminal 2 kedatangan internasional juga sepenuhnya akan mengimplementasikan Red dan Green Channel. (gambar Jalur Hijau di Terminal 2 D)
dilakukan antara unsur-unsur terkait di Bandara yaitu Angkasa Pura dan para user-nya dalam hal ini Bea dan Cukai, Imigrasi dan Karantina (CIQ) terjalin secara erat dan lancar. Bahkan telah dilakukan konsinyering yang berlangsung pada 10-12 Februari 2016 untuk kegiatan Konsinyering Tim Persiapan Pengoperasian Terminal 3 Ultimate di Bogor yang diprakarsai oleh Angkasa Pura 2, dimana dalam kegiatan tersebut dihadiri oleh user (CIQ) untuk melakukan pembahasan secara detail mengenai persiapan pengoperasian T3 Ultimate. Kerjasama yang solid juga terlihat pada proses pembentukan lay out Terminal 3 Ultimate, pihak Angkasa Pura 2 melibatkan pihak CIQ secara kontinyu dan berkesinambungan. Layout yang diajukan oleh pihak Bea dan Cukai Soekarno-Hatta diterima seluruhnya tanpa adanya perubahan ataupun penyesuaian. Dalam proses pembentukan layout Terminal 3 Ultimate, pihak KPU Bea Cukai Soekarno-Hatta mengajukan layout gedung dan ruangan Customs Area. Usulan itu diterima oleh pihak Angkasa Pura 2. Mengenai masukan yang terkait dengan layout Terminal 3 Ultimate, KPU SoekarnoHatta menyoroti permasalahan keselamatan pegawai bea cukai dalam melakukan tugasnya serta pengadaan warung murah untuk pekerja bandara. “Beberapa masukan yang disampaikan itu antara lain adalah mengenai pintu keluar customs hall ke public area hanya satu pintu keluar, kemudian agar tidak ada kegiatan komersil di customs hall area, termasuk adanya dinding pembatas antara domestik dan internasional, dan dinding itu dibuat sedemikian rupa sehingga kegiatan di customs hall tidak terlihat di public area,” pungkas Erwin. (Ariessuryantini)
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
61
ENGLISH PAGE Special report
The Inauguration of The BLC.
Inauguration of BLC, President Jokowi Overcomes Logistics Obstacles 62 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
Special report
P
erformance of Indonesia Logistics according to Logistics Performance Index 2014 is still lags behind other countries, even with countries in Southeast Asia. Various obstacles are overshadowing national logistics conditions. Dwelling time at the port which is still high at 4.3 days, while other countries only 1 day. Logistics costs which reach 24% of total GDP, or Rp 1,820 trillion per year makes the cost of Indonesia logistics become the highest in the world and also the logistics system that does not provide facilities for Small and Medium Industries (SMI) that cause the uncompetitive industry. In order to overcome those obstacles, President Joko Widowo implemented Economic Policy Package Volume II, September 2015, by inaugurating Bonded Logistics Center (BLC), Thursday (10/03/2016) in Cakung, Jakarta. “BLC would be the storage of imported goods needed for industry and also the storage of exported goods, with deferment of import duty and deferment of compliance of import restrictions. In principle, anything that can be done in storage warehouse in abroad should also be able to do in BLC, including a
surveyor checks, “said Joko Widodo in the inauguration of BLC in the Nusantara Bonded Zone, Cakung. The existence of BLC is expected to lower the national logistics costs, lower dwelling time at port, attract investment for national economic growth, and will be the Asia Pacific Logistics Hub. Make Indonesia be the Asia Pacific Logistics Hub The Government is committed to make Indonesia as a logistics hub not only nationwide but also become a regional logistics hub through BLC. It is also declared in Economic Policy Package Volume II, September 2015. “The existence of BLC is expected to lower the national logistics costs, lower dwelling time at ports, attract investment for national economic growth, and will be the Asia Pacific logistics hub,” said Joko Widodo. BLC development, according to Joko Widodo, also aims to bring back this nation’s renown in the field of logistics and trade that has long disappeared. “Thirteen centuries ago, the kingdom of Sriwijaya and Majapahit had become archipelagic logistics hubs as well as to foreign countries, also trading centers of Southeast Asia. However, the condition is contrary to
ENGLISH PAGE
the condition of the national logistics nowadays. With BLC, we bring back the fame of Indonesia , “he said. Eleven Companies Officially became Bonded Logistics Center There are 11 companies that became BLC with locations scattered in various areas and stockpiling variety of goods. Minister of Finance Bambang P.S Brodjonegoro conveyed congratulations to the 11 BLC companies in the inauguration of the BLC. “Congratulations to the companies that had been provided with BLC facility, I wish it would realize the government’s desire to reduce costs of national logistics,” said Bambang. Bambang also hoped BLC facility that initiated by the Ministry of Finance through Directorate General of Customs and Excise can be optimized by companies to develop their business and expand its supply network so that the ideals of BLC as a logistics hub in Asia Pacific can be realized. “The granting of BLC licenses to 11 companies is currently only in the first stage, in future BLC the license will be given to other eligible logistics companies in the whole of Indonesia,” said Bambang. (Jiwo, Zulva)
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
63
ENGLISH PAGE The Main Report
Making Indonesia as the Logistics Hubs in Asia Pacific Establishment of Bonded Logistics Center (BLC) is believed to reduce logistics cost which is quite high in Indonesia. BLC is a new facility menu to the business world of trade and industry and as an attempt to lower logistics costs, lower dwelling time at the port, and at the same time attracting investment into the country.
T
he government’s plan to build a number of BLC to compete with Singapore and other countries in ASEAN is begun to materialize. Currently, as many as 16 investor companies working on the permits to become BLC following the eleven BLC that already started operating. To attract
investors to invest in the BLC, a number of incentives disbursed. Citing the Government Regulation (PP) No. 85 Year 2015 which revised PP No. 32 of 2009 concerning Bonded Storage, there are at least five types of incentives provided by the government for the BLC user companies. First, the company that store
64 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
the goods into the BLC from other places outside the customs area in a given time period is entitled to the suspension of import duties. Second, the company is free of import related tax (PDRI). Third, the Directorate General of Customs and Excise, Ministry of Finance should exempt excise for companies who want to enter BLC. Fourth, the goods
The Main Report
transferred from one BLC to other BLC are also entitled to a similar facility plus exemption of Value Added Tax (VAT) or VAT and Luxury Sales Tax (LST). Fifth, in Article 42B paragraph 5 of the regulation also stated that the goods entered from elsewhere in the customs area nor from the Special Economic Zone (SEZ), free zone, or area other economic area to BLC intended for export, will not be charged VAT and LST. “But the goods that get the facility are not goods to be consumed in the BLC area”. President Joko Widodo explained, giving five fiscal facilities to BLC were aimed to reduce the high price of factory production in Indonesia as well as to facilitate the flow of goods in order to ensure the needs of raw materials for the domestic industry. BLC is a facility provided by the government to attract stockpiling activity (inventory) which is based in abroad so far, such as Singapore and Malaysia. With the existence of BLC, it is expected that foreign companies can establish a company or open a representative company in Indonesia so that there is potential state revenue from the tax sector and reduce the
burden of stockpiling, and also can reduce the number of dwelling time at the Port. Thus, entrepreneurs are also expected to utilize the facility to store goods in BLC and not in the port. The reduction of the storing of goods at the port can also reduce the dwelling time because the goods can directly be released from port to BLC. In his speech while inaugurating the BLC in Cakung, East Jakarta, March 10, 2016, President Joko Widodo stressed to the business community in the country to dare to compete. The President warned that the current global business climate is more extreme, complex, and fast. Competition and business rivalry now become reality. Not only individuals, not just company to company, city to city, province to province, but already from country to country. That’s the reality of the competition. “We must face every second, every minute, every hour of the competition and we cannot say no to the competition. There is no time anymore. Everything has to be faced with hard work and build more efficient systems, including BLC. Why do we have to change everything
ENGLISH PAGE
quickly? Because if not, I am sure we will be left behind and abandoned, “said the President. The President added that, if the business licensing in the country is still rambling, time consuming, never expect Indonesia thrives in today’s competitive era. If we do not take it seriously by changing the system, then we will continue to lag. “45 percent of ASEAN countries GDP are in Indonesia. Our consumption is also the biggest. But look, when we want to buy cotton, we must go to another country. I say no. Production is in here but the warehouse is in another country. I asked the Minister of Finance at that time, to the Director General of Customs and Excise, we cannot go on like that. We will run out of costs. And, indeed, our logistics costs and transportation costs are aggravating this state, 2 to 2.5 times that of Singapore and Malaysia. We have to stop it, “said the President, quoted from the press release of Public Relation-Cabinet Secretariat posted on March 10. Then the President revealed the reason why he had to focus on infrastructure. The President wanted the cost of logistics and transportation costs are all the same, approaching the neighboring countries. According to the President, if a little thing like this is ignored then the dream of Indonesia to win the competition will be difficult to achieve. “If it is not obtained, do not dream we can compete.it is illogical. The textile production and the activities are in here, but we still take cotton there (abroad). Do we want to continue this? I will obviously say no. Do anything; take logistics to our country so that the BLC like in Cakung must exist in all islands, all provinces, in all areas so that we become more efficient, “added the President. “And now I am glad, for now we have eleven BLCs in Balikpapan, Cakung, Denpasar, Karachi, and Cikarang. I hope the BLC entrepreneurs can immediately
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
65
ENGLISH PAGE The Main Report
Minister of Finance gave speech in the inauguration of the BLC.
conduct storage activities on imported and exported goods which previously performed outside Indonesia. Second, lower dwelling time at the port, then cut the trip costs and bring the raw materials closer to to the industry, “concluded the President. BLC Increases Export Performance If we compare with the previous facility, Bonded Warehouse (BW) rules on PLB have no restrictions on the supply of goods, because it ensures a large capacity and is functioned for the needs of the domestic industry. While in GB, there are restrictions according to the type of commodity through the adjustment of the initial permit. BLC is functioned as a supermarket or department store in industrial field. BW Facility refers to the Minister of Finance Regulation 143/ PMK.04/2011 on Bonded Warehouse. Bonded warehouse operator or entrepreneur in Bonded Warehouse
Minister of Finance conveyed congratulations to the 11 BLC Companies.
is prohibited from entering the imported goods that do not correspond to the bonded warehouse permit, while in BLC, the type of goods is very various. Restriction of storage period in BLC is valid for 3
66 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
years and can be extended, whereas in BW the storage period is only for 1 year. In terms of import regulations, Customs authorities will only provide facilities in the form of exemption from import duty or import related
The Main Report
tax on imported goods stored prior to release from BLC. The development of the PLB will be handed over to the private sector because it relates directly to business opportunities. The other benefit of BLC is a broad access for SME to get supply of goods. The SME’s components need is not as big as entrepreneurs engaged in manufacturing production, so they can get the components easily, fast and cheap even though in small scale. With those facilities, small entrepreneur will also be able to gain access to supply. So far, small entrepreneur such as SME is still constrained by supply because it relies on large entrepreneurs that have BW. The government is also expanding the types of goods that can be stored in BLC. In addition, the goods that will be exported can be stored in the BLC. BLC can also be functioned as a multifunctional exhibition. According to the Director General of Customs and Excise, Heru Pambudi, the growth of BLC in Indonesia makes the logistics cost is getting cheaper. This is because the domestic industry does not need to import raw materials and capital goods. For placement of BLC locations, the government cannot impose its will but to provide a stimulus for the establishment of BLC outside Java. BLC is storing area for industrial purposes. The facilities are given in the form of suspension of import duty, excise exemption and import related tax is not levied. When the goods are released out of the BLC, then the import duties and taxes are levied. The provision of this facility is regulated in Minister of Finance Regulation (PMK) Number 272 Year 2015 about BLC. The background of the issuance of this provision is that the raw materials, capital goods, and auxiliary materials needed by domestic industry are generally imported from storage warehouses in Singapore
and Malaysia. This is of course led to inefficiencies in terms of cost and time. Therefore, the main idea of BLC is to place the storage warehouse of imported and exported goods in the country. Thus, the domestic industry does not need to import again when in need of raw materials, capital goods, and supporting materials. All of these activities are directed to the ideals of Indonesia as logistics hubs in Asia Pacific. Establishment of BLC is following the issuance of Government Regulation No. 85 Year 2015 on November 25, 2015. The BLC is expected to streamline production, improve competitiveness, and facilitate exports. “The Ministry of Finance, the Investment Coordinating Board, the Coordinating Ministry for the Economy, the Ministry of Trade, and Ministry of Industry exert every effort to realize the President’s order related to the establishment of BLC,” said Heru. Heru said the BLC aims as a place to provide raw materials, auxiliary materials, and machines which can later be used by industries in the country. It is expected to bring supplies closer to industry. “Previously, it had to be imported from abroad, next it is enough to purchase in BLC,” said Heru. According to Heru, there are so many inputs or interests from entrepreneurs to establish BLC that are expected to soon be realized. The supply of raw materials, auxiliary and capital goods for industry are set to become smooth. “The facilities are granted in form of exemption of import duties and import related taxes are not levied on importation of raw materials, auxiliary, and a machine that later stored in BLC,” he said. Heru pointed out, if currently textile machines must be taken one by one from China, in the future it is no longer necessary. Entrepreneur in machinery field can import them in bulk and put them in the PLB. “For example in Ungaran or Jababeka, later the import duty will be paid if
ENGLISH PAGE
industries around it will utilize them. Those Industries are able to buy as necessary, not necessarily in bulk, “he said. Ministry of Finance hopes industries in the country could take advantage of the presence of BLC to take raw materials, auxiliary materials, and machinery. They can produce more efficient, competitive, and exports more smoothly. BLC can also be as a consolidator if exporters do not want to do direct export. Meanwhile, Head of the Investment Coordinating Board (BKPM) Franky Sibarani as quoted by Kompas (5/3), revealed, so far the import-export process in Indonesia took longer and cost more expensive than Singapore and Vietnam. According to him, the export-import process in Indonesia takes 3.5 days, whereas in Singapore is two days and one day in Vietnam. It costs 573 US dollars in Indonesia, while Singapore is only half and in Vietnam is only 45 dollars. Referring to the Ease of Doing Business Report in 2015 issued by the World Bank, Indonesia was ranked 7th among ASEAN countries in terms of the performance of exportimport. Based on that report, Franky emphasized the implementation of BLC is crucial. “With BLC, the government makes Indonesia as a regional logistics distribution center which is cheap and efficient as well as supporting the growth of domestic industry,” said Franky. In practice, all handling applications and licensing of BLC are directly to the Directorate General of Customs and Excise. While BKPM only concerns with the investment license, which limited effect on foreign investors. BLC establishment, according to Franky is a form of direct investments. Thus, the establishment of BLC makes a positive contribution to the achievement of investment targets that become the responsibility of BKPM this year worth Rp 594.8 trillion. (Jiwo, Zulva)
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
67
ENGLISH PAGE The Main Report
Front view of PT Dahana office building .
Customs Role as Top Regulator BLC
S
ince the end of 2014, Directorate General of Customs and Excise (DGCE) has been making a paradigm change by changing its missions that emphasizes the role of trade facilitation and industrial core mission, to protect the borders and people of Indonesia on smuggling and illegal trade, and to optimize the state revenue in customs and excise sector. In facilitating trade and industry, DGCE faces several major issues that must be anticipated in the
formulation of the policy. There are three main issues behind the establishment of BLC facility, namely: Indonesia’s low logistics performance, growth of business model, and limited access of importexport for small and medium enterprises (SMEs). Based on the Logistics Performance Index data in 2014 released by the World Bank, Indonesia’s logistics performance was on rank 53, still far behind Singapore (5) and Malaysia (25), even with Thailand (35) and Vietnam (48). With the performance and
68 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
DGCE has a very important role in order to ensure the smooth flow of goods in the implementation of Bonded Logistics Center (BLC).
competitiveness of the logistics, Indonesia only became logistics spoke, while neighboring countries became hubs or centers. Today, logistics-related business is growing rapidly, such as consignment, vendor management inventory, and business models of commodity markets. Those business models have not been accommodated in the customs facility scheme, and this triggers the business world’s reluctance to store goods in Indonesia warehouse. Meanwhile, SMEs make a significant contribution to the
The Main Report
ENGLISH PAGE
The Differences between Bonded Warehouse and BLC NO.
Concept
Bonded Warehouse
BLC
1.
Definition
Bonded Storage to store imported goods, can be accompanied by one (1) or more activities in the form of packing/repacking, sorting, kitting, adjustments, cutting, on certain goods within a specified period to be released.
2.
Goods Ownership
Private ownership
Bonded Storage to store goods from outside the customs area and/ or goods originating elsewhere in the customs area, can be accompanied by one (1) or more modest activity in a given period of time to be released Private ownership, consignment, or
3.
Storage Period
1 Year
3 Year ++
4.
Activities
Storage and modest activities
Storage and modest activities ++
5.
Customs Valuation
Use the Customs Valuation when the admission of goods
Use the Customs Valuation when the release of goods
Origin: abroad
Origin and destination: Flexible
6.
Origin & Destination of Goods
Destination: Flexible
“One to many, many to one
“One to One”
many to many”
Courier
7.
Restriction Provisions
Not yet in force when the admission of goods
Not yet in force when the admission of goods
8.
Certificate of Origin
Accepted and for single release
Accepted& can be used for partial release
9.
Masterlist Facility
-
available
10.
Fiscal Imposition when the release of goods
Import Duty- Import Related Tax
Import Duty- Import Related Tax
11.
Period of License
12. 13. 14.
One license for several locations Form of Letter of Decision Import Duty Payment
VAT operator < 5 tahun entrepreneur < 3 tahun
lifetime, until the revocation
-
Owned by the same legal entity
Standard
Customized, thematic, KPI
Effect immediately
Periodic document and deferment of payment *)
Source: Directorate of Customs Facility of DGCE, 2016
national GDP and in employment. Data from the Ministry of Industry and Central Bureau of Statistics (BPS) showed that during 2012 the SME contribution to GDP of about 59.08 percent (IDR 4.869 trillion) and total employment of about 97.16 percent (107.657.509 people). SMEs also contribute in supporting the national export performance, for example in 2011 their exports worth 16.44
percent or equal with IDR 187,441.82 billion (The Comcec Trade Working Group, 2013). Export by SMEs is not optimal for SMEs face both internal and external constraints. External constraints include the instability of supply and prices of raw materials. SMEs are still difficult to obtain imported raw materials, as well as limited market access nor access to the export process.
Considering that those three major problems are not yet to be addressed through the Bonded Storage facility provision, DGCE takes concrete steps by initiating new type of facility that is by establishing BLC. BLC facility is necessary for industrial world because it has some flexibility, including flexibility of ownership of the goods, the origin and destination of goods, and storage period.
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
69
ENGLISH PAGE The Main Report According to the Director of Customs Facilities of DGCE, Robi Toni, there are currently 16 new investors (mining, heavy equipment, and chemicals fields) that interest to establish BLC. Previously there were 11 BLCs inaugurated by President Joko Widodo on March 10. Those Eleven BLCs are PT Toyota Motor Manufacturing, PT Pelabuhan Panajam Banua Taka, PT Cipta Krida Bahari, PT Cikarang Dry Port, PT Petrosea, PT Krishna Bali International Cargo, PT Agility International, PT Dunia Express Transindo, PT Vopak Terminal Merak, PT Dahana and PT Kamadjaja Logistics. “For the first phase, we had 11 companies that have been designated as BLCs. And now there are 16 companies that consult and interested in becoming BLC. It shows a positive thing. In accordance with the mandate of the President, BLC can continue to grow in several areas throughout Indonesia, “said Robi. Meanwhile, Chairman of the Board of Trustees of the Indonesian Textile Association (API) Benny Soetrisno said that, in practice, BLC will allow businesses to manage cash flow. “This BLC provides certainty for suppliers that there are buyers. On the other hand, the buyers also have the assurance that the goods they need are provided, “said Benny. According to Benny, BLC also help to create efficiency, including the financial aspect, as it allows buyers to buy goods according to their need. To promote export performance, Benny said, the logistics cost is one factor that needs to be addressed in order to increase competitiveness. “With regard to exports, there are three things that need attention. The first is competitiveness on the internal side, including workers, productivity, and logistics costs, “said Benny. In addition, also the preference tastes of consumers towards products that change rapidly. “The third point is related to the trade pact, whether it is TPP, cooperation with the European Union, or the
ASEAN Economic Community,” he said. Benny revealed that three things affect each other. It is often said, labor resource in Indonesia is very large because of the number of job seeker is bigger than employment. However, Benny asserted, the challenge now is to increase productivity. Saving Rp 10 Billion per Year Regarding the BLC control mechanisms, Head of Customs Service Office of Purwakarta, Siswa Murwono said that it’s time to change the paradigm in addressing the challenges of global competition. “We’re no longer possible to monitor all activities of the industries even if we add more customs officers. Therefore, the current supervision that is more appropriate to use is by utilizing information technology (IT). All we have to do is to fix the terms and the system,” said Siswa, who oversees industrial region in Purwakarta, Subang and Karawang. Siswa added that we need
70 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
For the first phase, we had 11 companies that have been designated as BLCs. Robi Toni Director of Customs Facilities of DGCE
a change of mental and way of thinking. If BLC makes everything run smoothly with more lenient rules, then we have to take that chance. “We give sign. If there is a deviation, we must compare it with the smoothness of business processes. After that we do targeting. But all these activities should be based on risk management, “he said.
The Main Report
Siswa took seriously the principles of clean and clear. This is to show seriousness and transparency of duty. He hoped the trust of society to the Customs officers would increase. “Currently, public trust to Customs continues to increase. Business process runs well. Importexport activities are increased. After the dwelling time declined, they (employers) in the bonded zone in our area ask us to work overtime on Saturday and Sunday until 10 pm, “said the Siswa. Meanwhile, WBC met the Public Relations representative of PT Dahana, Juli Jajuli in his office in Subang, West Java. He expressed his pride for his company that included as a pioneer of BLC. Among 11 BLCs which were inaugurated by President in March, Dahana was the only BLC that could directly operate. Dahana was the first State Owned Enterprise (SOE) as BLC. “The inauguration of BLC by President Joko Widodo was on Thursday, March 10, and on the
following Sunday on March 13, we directly had 12 containers came to our BLC,” said Juli. Juli added that operationally, BLC is very helpful. Company is able to save operational logistics costs for about USD 10 billion per year. “According to calculations, we could save Rp 10 billion per year. Previously we took raw materials in Momoi Island near Batam, and now with BLC location in Subang with highway access, then consumers will be benefited. The first consideration is the distance. Most of our customers close to Subang compared to Momoi Island. The second is security, because the stored products are limited category, dangerous and requires special handling. Our warehouse facility is very adequate with guaranteed security,” said July. Dahana itself is a SOE (Persero) engaged in strategic industries that provide services on integrated explosives for oil and gas, mining, kauri and construction as well as defense and security sectors. In 2012, Dahana completed the construction of the largest development and manufacturing facility in ASEAN, called Energetic Material Center (EMC) which is located in Subang, West Java. The company has three business cores including: drilling and blasting services, explosive manufacturing, and related services including warehousing and mobilization of explosives. The original location of the warehouse was in Momoi Island, especially for explosives for the oil and gas industry and the defense sector. In line with Juli, Inventory and Warehousing Manager of PT Dahana, Ahmad, who interacts directly with BLC operations, revealed the efficiency in his company unlike when he had to import raw materials from Singapore or Momoi Island. “Our customers are mostly located in Kalimantan while Momoi Island is right in the West, so the transportation costs are too expensive. Then the use of CoO
ENGLISH PAGE
The inauguration of BLC by President Joko Widodo was on Thursday, March 10, and on the following Sunday on March 13, we directly had 12 containers came to our BLC. Juli Jajuli Public Relations representative of PT Dahana
(Certificate of Origin) in BLC facility can be used many times, it is certainly easier for us in licensing. So, in the near future we will promote this BLC to consumers. Our position is closer and strategic so that the process is faster and easier, “said Ahmad. Ahmad said, in this BLC, consumer has the right to use master list, this has become the main attraction for consumers, especially oil and gas sector. Meanwhile, when the status of company was Bonded Warehouse, the use of master list was not possible. “The implementation of the master list becomes the selling points for us. Anyway, the BLC is not complicated. BLC provides maximum benefits, low logistics costs, and increased sales. BLC services are also easy because it can be applied anywhere using android phone. “ However, in the process of delivery of the goods, Dahana finds difficulty to find a vendor of electronic seal required by Customs. “Hopefully it does not become an obstacle to the process of our imports. We also asked for a dispensation to the Customs to be able to use the manual seal for a while, while waiting to get this tool provider, “said Ahmad. (Jiwo, Zulva)
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
71
ENGLISH PAGE Interview
B
LC was created as the government’s effort to provide wide choice of facilities to the world of trade and industry in accordance with their needs. To discuss the ins and outs of BLC facilities in boosting the national’s exports, following an interview between WBC with the Director of Customs Facilities, Robi Toni;
"BLC can grow in some regions throughout Indonesia" Robi Toni, Director of Customs Facilities
Actually, what are the purposes and goals of BLC? The main objective is to reduce logistics costs so that Indonesian products can be competitive with other countries. Besides, with the BLC, the fulfillment of the needs of industry can be precisely targeted, giving access to the imported raw material and import access to the industry including SMEs, making Indonesia as the national/international logistics distribution hub to support the low cost distribution and efficient logistics. BLC supports the growth of the domestic industry and attract investment. How are the history and the general idea of BLC? A study and analysis of the traffic of goods and logistics systems discovered facts that almost all goods for industrial needs in Indonesia are imported from various countries that stored in warehouses in neighboring countries. Logistics costs are high because of the additional costs in form of storing in Singapore and Malaysia and inefficiency of transportation. Facilities and infrastructure of existing port is not able to accommodate the higher flow of imported goods. Dwelling time at the port are very high compared to neighboring countries. Accesses to the export-import business operators of SMEs in the country are limited. Many of Indonesia’s export commodities purchased by buyers are stored in the warehouse of neighboring countries. The diversity of the business schemes in international trade that cannot
be accommodated by the existing regulations. The things mentioned above led to inefficient logistics costs and reduce the competitiveness of Indonesian products. For that, we need a change in policy at the same time move the logistics warehouse from abroad to BLC in Indonesia. It is time to make Indonesia as a hub or logistics center for the entire Asia-Pacific countries. What are the BLC Policies? Importation flexibility. Goods that enter into BLC may come from abroad, domestic, Bonded Storage, free zone, Special Economic Zone, and other special areas. Then the
72 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
flexibility of the undertaken activities. Goods can be stored in for 3 years and can be extended for maximum of 3 years. In BLC, we can also undertake simple activities such as packaging, cutting and other simple activities instead of manufacture activities (production). Then there is a flexibility of ownership of the goods. Goods stored in BLC are not always owned only by BLC operator, but can also be the property of the supplier from abroad. The flexibility of taxation and customs facilities. The import duties and import related tax of goods entered from abroad to the BLC is not yet levied. Import duties and import related tax
Interview
are paid by the importer at the time of release of goods from BLC to be imported into the country for use. The expenditures for the clearance of goods from BLC to the domestic importer are not subject to domestic VAT. What are the requirements to become a BLC operator? Meet the physical qualification, such as: located in a location that can be passed by means of transport, having clear boundaries, having a physical examination place, storage, loading, unloading, import and export of goods, transit areas and so forth. Then meet the administrative requirements including business licenses, ownership/control of the location and so on. Has an adequate Internal Control System. Having IT Inventory that can be accessed by Customs and Directorate General of Tax. Has CCTV which can be accessed by Customs and Excise officials. Included as the AEO company, Limited Liability Company, State Owned Enterprise, or has area of 10,000 m2 (one hectare). How is the process of the establishment of BLC? Starting from the national logistics problem identification and then solicited input through public hearings and discussions with employers’ and logistics businesses’ associations engaged in the logistics and industrial including SMEs to formulate the national construction and logistical issues related to the dynamic development of the international trade business model. Then the policy and regulations are prepared to answer those problems and government incentives to stimulate the national industry in form of fiscal and non-fiscal incentives/procedural, and the implementation of risk management for acceleration and accuracy of the services needed by stakeholders. How is the socialization conducted by Directorate of Customs Facilities? Socialization will be conducted
both to internal and external. In collaboration with the Public Relations of DGCE and Directorate of Information of Customs and Excise we are planned the socialization in Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Malang, Makassar, Balikpapan, Medan and Palembang. Socialization will be concentrated on the regional offices by inviting external parties (BLC operator, or companies that potential to become BLC and the companies that potentially import raw materials or export goods via BLC). Is there any fiscal stimulus in addition to the BLC to improve the national industry? Economic Policy Package II that embodied into Policy in Customs Facilities Field for Industrial and Business Interests, the regulation has been issued and decision to grant BLC facilities to 11 companies. Economic Policy Package IV that embodied into Import Facility for Export Purpose for SMEs where its draft of Ministry of Finance Regulation is in legal drafting process. Then the Economic Policy Package V that embodied into facilities for Special Economic Zones (SEZ) where its draft of Ministry of Finance Regulation had been delivered to Fiscal Policy Agency. Presidential Decree number 13 year 2015 on the Inland Free Trade Facilities Policies which its Ministry of Finance Regulation is still in drafting process. Are there any obstacles faced by DGCE in implementing BLC? In general, no significant constraints faced by DGCE. Of course as the new policy, BLC has not been informed extensively and there are some rules from technical institutions regarding export-import activities that need to be harmonized with the spirit of BLC to make Indonesia as Asia Pacific logistics hub. How does DGCE overcome these obstacles? It needs socialization both internal and external. Internal socialization is to create internal harmonization and
ENGLISH PAGE
to keep the BLC on purpose. External socialization is aimed to jointly promote the domestic industry. And further coordination is needed related to the rules of several institutions relating export-import activities that could potentially hinder the implementation of the BLC. How do you see the enthusiasm of business sectors in responding to BLC? For the first phase, there are already 11 companies that have been designated as BLC. And now there are a few companies, over 16 companies that consult and interested in becoming BLC. It shows a positive thing. In accordance with the mandate of the President, BLC can continue to grow in several areas throughout Indonesia. How to anticipate the risk of infringement that may be committed by BLC facility users? Establishment of BLC is started with the selection of candidates of BLC operator. The BLC operator candidate must be coming from modern and automated company. In the process of filing there is one process that has never been done on Bonded Storage licensing. The company is required to make a presentation at the hearing by a panel led by the Director of Customs Facilities to provide a profile of the company, the existing control system, vision and mission and business plan of the company. This hearing will determine the feasibility of the company to receive BLC facilities. And, if the company gets BLC facilities, the operation will be under the guidance of a designated Facilities Agent. Facility Agent functions to perform guidance, consulting, profiling, and the monitoring of the BLC. In addition, there are other control mechanisms such as sudden examination (spot check), monitoring and evaluation, audit and other control/supervision by the Enforcement and Investigation Unit (P2). (Jiwo, Zulva)
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
73
ENGLISH PAGE Policy
Terminal 3 Ultimate of Soekarno-Hatta International Airport The First 5-star Terminal in Indonesia Indonesia will soon have the largest airport terminal in Indonesia and supported with the state of the art technology. The grandeur and the sophistication of the terminal which has a length of about 1 kilometer and a building area of 422.804 square meters are claimed to be the rival of Changi International Airport in Singapore. That said terminal is Terminal 3 Ultimate of Soekarno-Hatta International Airport, Cengkareng, Tangerang, Banten. According to the plan, in early stage of operation, Terminal 3 Ultimate will start operating for domestic flights by Garuda Indonesia in May 2016, and by the end of the year, all international flights will be transferred to this terminal.
A
s stated by Haerul Anwar, Public Relations Manager - PT Angkasa Pura II (Persero), “With the word Ultimate itself, we want to emphasize and give perspective to users of airport services that the project development of this terminal is the answer to the expectations of all service users who crave an airport that has a large capacity, more comfortable, along with better services and new facilities.” Furthermore, Haerul explained, Terminal 3 Ultimate is designed and built with the concept of modern environment-friendly terminal by adding the elements of a typical Indonesian local wisdom. This is clearly a Competitive Advantage in order to compete with other airports in the region such as Singapore Changi and Suvarnabhumi Thailand. “Our Competitive advantage is the implementation of elements of the Indonesian local wisdom applied to the interior of the terminal building so that the ‘taste’ of Indonesia will be felt. Terminal 3 Ultimate is designed with the concept of Art & Culture Airport. There will be many elements of the original and contemporary art from diverse cultures in Indonesia such as, batik ornament, garuda sculpture, paintings, and other works of contemporary art, “he said.
Toward the operation of Terminal 3 Ultimate, Soekarno Hatta Customs has conducted a capacity building program in an effort to control the business process improvements in the terminal. Erwin Situmorang Director of the Prime Customs Office Type C of Soekarno-Hatta
Besides, he added, Terminal 3 Ultimate will have the Baggage Handling System (BHS), which is a highly automated baggage handling system, and Automated People Mover System (APMS) which is an unmanned train that automatically move the passengers to other terminals continuously, and integrated into airport train station, “said Haerul. In the project development of Terminal 3 Ultimate, the parties involved in the construction of Terminal 3 Ultimate is a joint venture
74 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
consortium of several domestic and foreign companies, namely Waskita, Wika, Pembangunan Perusahaan (PP), Jaya Teknik, Indulexco, GMDI, Atelier 6 Arsitek, Woodhead and Aecum and Hyundai Contractor. “Terminal 3 Ultimate will be able to serve the airport users with a capacity of 25 million passengers,” said Haerul which also stated that Terminal 3 Ultimate will later only to serve international flights airlines and passengers. Concepts and Supervision Services Terminal 3 Ultimate, added Haerul, will serve international flights and will also be the main hub of Garuda Indonesia in alliance with SkyTeam in the Asia Pacific region, and therefore the concept of service will refer to Skytrax aspects (an international organization that conducts research and ratings towards the airlines and airports around the world) so it will be much better than previous services. “It is also our ambition to make Terminal 3 Ultimate of Soekarno-Hatta International Airport becomes the first 5-star Terminal in Indonesia.” In terms of supervision, Angkasa Pura II ensures that the safety and security aspects are mandatory that refers to the regulations of the International Civil Aviation Organization (ICAO) and the
Policy
ENGLISH PAGE
Terminal 3 Ultimate is designed and built with the concept of modern environment-friendly terminal by adding the elements of a typical Indonesian local wisdom.
Directorate General of Civil Aviation, Ministry of Transportation. Related with the with the Customs, Immigration, and Quarantine (CIQ) facilities, Angkasa Pura II will certainly provide infrastructure facilities to support the operational activities of CIQ at Soekarno-Hatta International Airport. However, related to the installation of equipment and technology applications that will be used in the terminal, they must be prepared by each of those institutions to adjust the master plan of Angkasa Pura II. Soekarno-Hatta Customs is ready to welcome Terminal 3 Ultimate operation For you who frequently travel or
send the goods out of the country, must have been familiar with the existence of the Customs at the airport. Customs are located at various entrances to Indonesia, be it airports, seaports and border areas, including Prime Customs Office Type C of Soekarno-Hatta that becomes the frontline in preventing the illegal goods importation to Indonesia, in particular through the international airport of Soekarno-Hatta. SoekarnoHatta Customs Office is also required to provide the best services on the activities of import and export of goods, whether by Courier Service, such as DHL, Fedex and other Courier Services and through Airport Post Office. How is the readiness of the Customs Office at Soekarno-Hatta to
welcome the operation of Terminal 3 Ultimate? Director of the Prime Customs Office Type C of SoekarnoHatta, Erwin Situmorang delivered his explanation to the WBC, that according to him, Soekarno Hatta Customs has conducted a capacity building program in an effort to control the business process improvements in the terminal. Such programs include: Firstly, the X-ray training program for new officers in the monitoring unit. This activity aims to introduce the work pattern as well as X-ray image analysis within the framework of control/surveillance function conducted by the Enforcement and Investigation Division. Secondly, the advanced X-ray training program for senior-level
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
75
ENGLISH PAGE Policy the departure terminal on Terminal 3 is done automatically by less human intervention system. That is the difference, “said Erwin. Customs hall shall also be sterile from the parties who are not involved in customs process so that it will be easier for officers to conduct control/surveillance, and also the layout design of the service room for the Intermediate Level Document Officers (Petugas Dokumen Tingkat Terampil/ PDTT) must be comfortable in order to give excellent service for passengers and aircraft crews..
officers in control/surveillance field. This activity aims to increase the level of X-ray image analysis and updating data on new modes of smuggling which are expected to be used by smugglers. Thirdly, the Passenger Behavior Detection and Risk Assessment Officer training programs. The training program aims to enhance the members’ ability to perform activities of passenger profiling. Fourthly, program that aims to monitor the increase of new officer’s capability by one senior officer, either in analyzing X-ray image nor profiling passengers. Terminal 3 Ultimate will be the largest terminal airport in Indonesia, it does bring a logical consequence that the adequate number of personnel is required. Erwin stated that to increase the number of available personnel is not necessary, it is better to optimize the number of available personnel for the achievement of effectiveness and efficiency of work. “With the new working patterns that we prepared, the number of personnel is now sufficient to
face the operation of Terminal 3 Ultimate.” Furthermore, Erwin explained that Soekarno-Hatta International Airport consists of three terminals (existing) where Terminal 1 is for domestic arrivals and departures; Terminal 2 is for the arrival and departure of domestic as well as international. Similarly, Terminal 3, which is for arrival and departure of domestic as well as international. The difference between Terminal 3 Ultimate with other terminals is a business process that refers to the smooth flow of passengers and their goods without reducing the level of control. Red and Green Channel will be fully implemented on T3 Ultimate as well as on Terminal 2 (international arrivals) for the future. Erwin added that T3 Ultimate brings modern concept and applying high technology to support the business and tourism industry in the country. This concept requires fast and accurate working patterns in handling the imported goods, especially the luggage of passengers and crew members. “For example, a goods handling at
76 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
Surveillance & Anticipation In anticipation of the operation of Terminal 3 Ultimate, the Prime Customs Office of Soekarno-Hatta has set up a new monitoring pattern in order to optimize the effectiveness of human resources and business processes. As stated by Erwin, the new monitoring pattern is different from the previous concept of surveillance that emphasized man to man becomes smoother concept by relying on profiling and intelligence capabilities. “KPU Soekarno-Hatta is developing new services and surveillance systems. As for services and surveillance systems are based on Passenger Risk Management, “said Erwin elucidating, the new system is based on PMK No. 1888/PMK.04/2010 on Import of Goods Carried by Passengers, Crew of Carriers, Cross Border and Consignment Goods which contains the regulations concerning the Application of Red and Green Channel. Layout Terminal 3 Ultimate eases the officers to conduct surveillance activities. However, the wide terminal layout also affects the timing and monitoring process. There are several locations that are vulnerable to trafficking, such as workers elevator which is closed to the Arrival Lounge and emergency exit. Additionally Terminal 3 Ultimate combines
Policy
international and domestic terminals, border crossing points between the international and domestic terminal that is the vulnerable point. As the anticipation, there must be a clear border within T3 Ultimate and control by Customs officers. So the challenges that have been predicted, according to Erwin, is the
wide area of control and surveillance and the existence of domestic terminal in the T3 Ultimate also creates difficulty to conduct control and surveillance. With the change of system of services and control, it will require adaptation time to reach the optimal level of control with the new system. Besides the time required,
Application of Red and Green Channel will be fully implemented on T3 Ultimate. As for the future of international arrival terminal 2 will also fully implement the Red and Green Channel. (Picture on the Green Channel Terminal 2 D)
ENGLISH PAGE
the extent of this terminal layout makes personnel are required to have more physical ability in mobility in Terminal 3 Ultimate. Coordination Solid with Related Elements Erwin recognized that related to the plan of operation of Terminal 3 Ultimate, coordination between related elements that are Angkasa Pura and its users in this case are Customs, Immigration and Quarantine (CIQ) is intertwined closely and smoothly. It has also held the FGD on Preparation of the Operationalization of Terminal 3 Ultimate Team on 10-12 February 2016 in Bogor initiated by Angkasa Pura 2. That event was attended by the users (CIQ) to conduct detailed discussions on the preparations for the operation of T3 Ultimate, Solid cooperation is also seen in the process of forming the layout of Terminal 3 Ultimate, Angkasa Pura 2 is involving CIQ continuously and sustainably. Layout submitted by the Soekarno-Hatta Customs was received fully without any changes or adjustments. In the process of the formation of the layout of Terminal 3 Ultimate, Soekarno-Hatta Customs submitted layout of buildings and Customs Area Room. The proposal was accepted by Angkasa Pura 2. Concerning the inputs associated with the layout of Terminal 3 Ultimate, Soekarno-Hatta Customs highlighted the concerns on customs official’s safety in performing their duties and procurement of low cost stalls for airport workers. “Some of the suggestions that submitted are regarding the exit door of customs hall to the public area is only one exit door, then to eliminate any commercial activities in the customs hall area, including the building of dividing wall between the domestic and international, and the wall is built so that activities in the customs hall are not visible in the public area, “said Erwin. (Jiwo, Zulva)
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
77
ENGLISH PAGE reportage
FOCUS GROUP DISCUSSION OF CUSTOMS AND EXCISE AUDIT
I
n order to improve compliance with the legislation on customs and excise, Directorate of Audit held a meeting in form of a Focus Group Discussion (FGD) with accounting practitioners of the Indonesian Institute of Accountants (IAI), the Institute of Public Accountancy of Indonesia (IAPI) and the Institute of Internal Auditors Indonesia (IIA) and service users of customs and excise at Customs Headquarters, Tuesday (08/03/2016). The accounting practitioners were brought in to provide an understanding of accounting principles that generally accepted in Indonesia, particularly in the standard concept of customs and excise accounting that ideal and easily applied by customs and excise service users. According to the Executive Secretary of Directorate General of Customs and Excise (DGCE), Kushari Suprianto in his speech, it is necessary for all this time, customs and excise audit tax is often equated with the tax audit
by public accountants, but they are different. Kushari also said that there are 25,000 active Customs auditee, when it compared to the capacity of the existing Customs auditors, it will not be sufficient to conduct all of the implementation of audit services. Therefore, the Directorate of Audit attempted to map the audit priorities, which are expected to ensure the course of risk management undertaken by Customs. On the other hand, businesses also have the certainty to carry out all customs procedures correctly and execute properly recording and receive assurance of smooth audit process. Director of Audit of Customs and Excise, Muhammad Sigit said that sometimes the public accounting or internal audit of a company do not presence in its financial statement presentation. It can be inferred from the many findings of the audit on companies that have facilities for customs and excise. In fact, there is
78 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
one of the foreign direct investments (FDI) includes in unaudited category. “We see that unauditable company is not solely because of the desire to not obey the laws of customs and excise. But perhaps because what had discussed there was the tax accounting, “said Sigit. Sigit explained that “taxation” is compulsory especially when we are talking about the value of goods, while when talking about the customs, the basis is the good itself. The goods are very varied and not all goods may be imported. There are goods that are prohibited and restricted goods to be imported. The consequences of noncompliance with legislation could have an impact of 1,000% for the sanctions. Therefore, in the audit process, there is a company that collapses since audited. There are companies that have to pay expensive, and few companies could not continue the facilities provided by Customs. “In macro, Customs actually feels loss, we do not want that to happen,” said Sigit. From that background, Sigit invited participants of FGD to see from each side, either as regulators, customs and excise service users, as well as public accountant (auditor) for the sake of better business process implementations. “I hope that this meeting is not the first and last meeting, but can be further followed up by the initiative of individual, association, and we as a regulator,” please Sigit. On that occasion, Sigit delivered ten biggest findings in the Customs audit toward the Priority Lane Companies, the companies that receive the facilities and exciseoriented companies. It is frequently caused by miss reporting the tariffs, customs valuation, the amount, and types of goods that reported. While the ratio of the number of objects to be audited by the total audit object is only about 2.3% or about 655 companies from 28.603 of existing audit objects. (Jiwo, Zulva)
feature ENGLISH PAGE
Facilitating Orders with Online Excise Stamps
Class III Cigarette Manufacture, One month, a ream of excise stamps order.
M
r. Sanusi’s face looked tense and anxious, as the date on the calendar has already shown the number 28 at the end of the month. Occasionally papers on his desk opened and examined with wrinkled forehead while he was busy counting with a calculator in front of him. Several times a cigarette in his hand was smoked deeply to simply remove his stress so that cigarette smoke
filled the room that is not equipped with the air conditioning. However, suddenly his seriousness disappeared when his eldest son who had come home from college admonished him. “What’s the matter, Dad? It seemed that you looked tense. Was there any wrong at the document that we have made? “asked Tono”, the eldest son who helped Sanusi every day to prepare documents and other necessities in his company. “If the conditions continue like
this we can stop the production of Ton. Try to imagine, this has been almost a month we are growing cigarette orders. However, the stock of excise stamps is almost gone, while the money from the sale of this month is not a lot that goes into our account, “said Sanusi explained his anxiety, because the billing delay the sale of cigarettes that can not be booked excise stamps immediately. Then, Tono was trying to see documents on his father desk, with
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
79
ENGLISH PAGE feature full of seriousness he opened and inspected any existing entries. Billing documents cigarette sales production at the end of last month felt already sent so the results can be received by the middle of this month. So as expected, the production of cigarettes can meet orders from distributors in other regions in Sumatra. Tono could not do much because the results of document inspection had already been correct. Now, it turned Tono who looked tense, frowning, in his mind flashed that their cigarette company stopped operating because the excise stamp order had come late. In fact, he became even tenser when looking into the manufacture where all employees had not get salaries for a few days because of this delay. “Then we have to how to pack? What we just go Customs office to ask if we could get dispensation for payment of excise stamps reservation ?, “ Tono posed the questions to his father who still smoked cigarettes. “No, in accordance with existing regulations, delays in payment can only be given to the plant, while class III class I can not,” said Sanusi explained to her and entertain her being nervous. Complaints of the Sanusi may not he experienced, many tobacco companies are often small financial hit for reservations excise stamps in order to meet orders from the area of marketing. Due to financial constraints, they can not be immediately booked excise stamp consequently their production can not be immediately sold. Seeing his father condition, which was quite stressful with this delay, Tono’s heart was touched and raised compassion. In his mind, he pretty much wanted that he could run his father Cigarette Company. However, because he was still considered less experienced, he did not have trust from his father to carry on the business. Sanusi was the owner and manager of the favourite cigarette
company (PR) with brand Kembang Kantil with group III B and the maximum production of 50 million stems per year, which was in Kudus. Kudus is a district in Central Java, which most of the population work in the field of tobacco products. So, no wonder that the area is known as Kudus, the City of Kretek, although it does not have a tobacco plantation. Sanusi himself has run the company for ten years, after about 30 years of working on one of the largest cigarette manufacturers in Kudus, with having knowledge and work experience that, he decided to retire early and try his luck with establishing his cigarette company. Establishing a cigarette company today is not as easy as it used to be, now many requirements and
statements that must be filled and owned by people who want to establish a cigarette manufacturer. For this reason, Sanusi asked his son help to take care of any licensing documents starting from establishing the company up to now regularly every month for the care of ordering excise stamps for his cigarette manufacturer. In the early days of their firm stand, Sanusi together with Tono regularly visited Customs Office of Kudus to ask guidance related to either the manufacturer permitting process until taught manually and online about how to order excise stamps. Now, after their company has been running for 10 years with a variety of obstacles and challenges, the company can continue to exist
Excise Warehouse, for class III most excise stamps orders taken according to the number of cigarette production orders.
80 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
feature ENGLISH PAGE
facing the tight competition with the increase excise tax. It does not feel Ton, ten years the company has established and we still can produce. I remembered before how to teach you to take care of ordering the excise stamps at the customs office of Kudus “said Sanusi” while remembering their struggle in establishing the company. “Yes sir, hopefully, this cigarette manufacture is still ongoing and hang on,” said Tono. “You remember Ton, the first time we’d like to order excise stamps, I just cannot believe that we could order expensive excise stamps and served friendly by Customs officials.” Said Sanusi”. Remember Dad, we initially got a difficulty but now it felt easy nowadays moreover it was already online and could be provided at the office” said Tono. The order process of excise stamps are often considered as a difficult thing to most of people, especially for the class III cigarette factories that generally do not provide computer equipment in the office. Indeed, the class III cigarette factories condition nowadays is different from the existing condition of which before the rules that adjust size and location for a cigarette manufacturer defined. Currently, the class III cigarette manufacturer has already looked big; it does not seem like before where the class III is dominated by houses that became a cigarette manufacturer, so the cigarette manufacturer is more like home industries. It is not only for the computer equipment but also for the whole of manufacture equipment are is still relying on traditional equipment, so it is very difficult to order excise stamps online. In fact, with online ordering, the company can do it in the manufacture without going to Customs office, as well as to view the stock and the arrival of the excise stamps. Then, how exactly the cigarette company makes an order of excise stamps? Order of excise stamps is not different from either for Class
I, II, and III, as stipulated in the Regulation of the Director General of Customs and Excise No. Per-08/ BC/2014 concerning on the second amendment of the Regulation of the Director General of Customs and Excise No. Per-49/BC/2011 concerning on the Provision and Order of Excise Stamps. Before ordering the excise stamps, the cigarette manufacturer must first fill out a P3C form (Request for Supply Excise Stamp) Tobacco Products (HT) were sent to the head of the local Customs Office. For filing this P3C, manufacturers can do this either online or manually (writing on the form). From this P3C, the Customs Office will apply to the Head Office of Customs, both online if the company has implemented a SAC (System Application Excise), or manually if it does not implement the SAC system. For initial submission of P3C to the Customs office can be conducted at the end of the month to meet the needs of the next month. The initial submission of P3C can only be conducted one time in the first period of supply for each type of excise stamps with the number of submissions at most 100 percent of the monthly average. A number of excise stamps were ordered by CK-1 within three months prior to the initial submission of P3C, with due regard to the manufacture production limits group. In terms of supply of excise stamps based on the initial submission of P3C, which is insufficient, the manufacturer may apply additional P3C by the number of at most 50 percent of the initial P3C that has been applying in the same period. Deadline for the submission of additional P3C is no later than the 20th of the month of filing CK-1. In terms of supply of excise, stamps are based on the initial submission of P3C and the insufficient additional. The manufacturers may file the additional P3C if they have got a permission
from the Director General who is now delegated to the Head of Customs Office by making a written request that states the reasons and the average data monthly of CK-1 in the last 6 months. Deadline for the submission of additional P3C is no later than the 25th of the CK-1 submission month. Then, rounding off excise stamps amount that applied with P3C done with rounding off the amount down and it must be in multiples of 10. Manufacturers who have applied P3C can apply CK1 to the Head of Customs Office to obtain excise stamps. Then, what is CK-1? CK-1 is the application document of excise stamps. The manufacturers of tobacco products may apply this document if they have had a number of excisable goods company (NPPBKC) and not in a frozen state. They also must not have a customs debt or administrative sanctions such as fines are not paid until the maturity date, or it has paid the cost of providing replacement excise stamps within the stipulated time. Has Already finished of excise stamps ordering process? It is apparently no. After all, filing is done, then it is time to manufacturers of tobacco products file CK-1 documents as follow: first, manufacturers must fill tobacco products CK-1 document completely and correctly. Second, apply CK-1 documents to the Head Office or the recipient of the document, at least, four copies. Third, if CK-1 document has been received, the CK-1 document, which has been renumbered, is returned to be conducted a payment of the excise tax and other state levies to a bank or postal perception (if paid in cash). Fourth, if the manufacturers of tobacco products have been paid, it is required to apply two pieces of CK-1, which has been launched by a bank or postal perception, and Slip Customs, Excise and Taxation (SSPCP) to the Head Office or the recipient of the document as
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
81
ENGLISH PAGE feature evidence has paid taxes and levies of other countries. Fifth, applying the letter of cancellation request of CK-1 to the office of attn. Services Section of Customs and Excise in the case of CK-1 filed that canceled. Sixth, in the case of excise stamps, are provided at the Head Office, the Head of Office will forward CK-1 to the Head Office. Lastly, accept and sign CK-1 on the second page on the strip II as evidence that you had received the full excise stamps. Then how long manufacturer’s tobacco products can apply CK-1? As promised of services, CK-1 application process only takes 45 minutes after receiving the complete application. However, this policy may change more quickly in accordance with the promise of services given by local Customs Office. It is so easy to order excise stamps, but sometimes there are often obstacles for most manufacturers’ tobacco products, especially for class III. Like Sanusi, when he wanted to order excise stamps for the first time, he looked confused because he did not know the documents required and how to fill it. Meanwhile, he thought that ordering excise stamps can be done without documents and conducted orally. However, now ordering excise stamps can be done more easily, so that the manufacturers of tobacco products do not find the difficulty to fill out the require documents. As at the customs office of Kudus, for excise stamps order can be conducted online either at the office or at the customs office, which has been providing self-service. If the manufacturer of tobacco products are still difficult to use a computer or still confused with how to fill, then the officers of Counseling Section and Information Services (PLI) are ready to help to fill out the documents or just exemplifies how to fill it. For the class III manufactur, it does not make too many orders of
excise stamps each month. Like Sanusi, as manufacturer of cigarettes hand rolled (SKT), he can only order a ream of excise stamp with a value of Rp64 million in one month. With the considerable value, sometimes he also cannot buy directly a ream yet to be repaid within a few dozen or hundred pieces only. Especially now with the increase of excise which makes ordering of excise stamps must be repaid and can be bought a lot if a request from an agent is quite high. This is because the excise stamps order for class III must be paid in cash, while the new loan payment can be done by the manufactures of class II and I that indeed the order of excise stamps are much more. Unlike the manufacture owned Sanusi, nowadays, product orders from agencies in Sumatra, which is the location of the main ordering of clove cigarettes, have many requests earlier in this year. But to fulfill the order itself constrained by payments from cigarette sales so that he can not order excise band in accordance with an existing order, due to the excise bands bookings must be paid in cash, can not be done on credit payment. “Now you’re already good at and understood fill order document Ton excise bands, maybe you should look for a solution that is more striking in order to anticipate if these conditions occur again at any time in the company of us,” said Sanusi who asked Tono to immediately find a way so their production of tobacco could continue to run so that the workers did not need have holiday too long to wait for the arrival of excise stamps. “Yes sir, Tono also again thinkthink how ya how to manage your finances good company”. “Ton, the important thing that you should be able to maintain the continuity of the company, If the order of excise stamps were late for the printing process, it was not a problem. Take a good look every time you fill out a P3C and CK-1 form. Don’t make mistakes, because once
82 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016
you do, there are a lot of documents that need to be created and it required a long time, “said Sanusi that hoped his son could run his company later and always cautious in ordering excise stamps. Mistakes are often occurs when filling the P3C application, this is not other because of the carelessness of the user in filling out the documents. Therefore, if the manufacturers of tobacco products have any doubts about how to fill the column or whatever is required, it is worth contacting your local authority or go directly to the PLI desk clerk for getting guidance and ways of filling P3C or CK-1 documents wll and completely. This case always emphasized by Sanusi to his son, because the tobacco company that he managed must be hand overed to Tono and this requires a maturation process so that the continuity of the cigarette company is able to stand up and face the unhealthy rivalries. Now the process of maturity of Tono to run his father’s company getting heavier, except he must understand and follow all policies on taxes, he also must be good in order to survive his cigarette products not to lose customers in the middle of the conditions mentioned above. If he is already quite adept in the excise stamps order process, Tono can raise his company so the order of excise stamps is no longer restricted to just 50 million stems. Tono has still long struggle to achieve the ideals expected by his father, and he still needs more experience in order to make his company of tobacco products can develop even promote to next grade until it becomes a class I manufacture. One thing that he concerns that he must be able to manage the company finances better in order not to stop production just because of the delay in payment from the sale of cigarettes. (Jiwo, Zulva)
Volume 48, Nomor 4 April 2016 - Warta Bea Cukai |
83
84 | Warta Bea Cukai - Volume 48, Nomor 4, April 2016