ISBN No. 978-602-98559-1-3
Prosiding SNSMAIP III-2012
TINGKAT PERTUMBUHAN SPESIFIK DAN SINTASAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus Linn.) MELALUI PEMBERIAN PAKAN PELET BERCAMPUR BAGAS YANG DIFERMENTASI DENGAN ISOLAT JAMUR 1*
1
1
Yan Angga Fauzi , C.N Ekowati , G. Nugroho Susanto , dan Mucharomah Prayuwidayati 1
2
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung 2 Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Jl. Soemantri Brojonegoro No.01 Bandar Lampung 35145 Telp. (0721) 704625 Fax. (0721) 701609 *E-mail:
[email protected] ABSTRAK
Bagas merupakan salah satu komponen nabati yang mengandung serat kasar sebesar 46,5% dan kandungan protein sebesar 1,6% serta kecernaannya yang sangat rendah. Kandungan serat pada bagas dapat diuraikan oleh jamur selulolitik melalui proses fermentasi. Hasil dari fermentasi bagas tersebut dapat digunakan sebagai bahan campuran pakan ikan. Akan tetapi, jamur dapat menghasilkan berbagai mikotoksin. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui laju pertumbuhan dan sintasan ikan nila (Oreochromis niloticus Linn.) melalui pemberian pakan pelet bercampur bagas yang difermentasi dengan isolat jamur. Bagas yang digunakan sebagai pakan merupakan bagas yang difermentasi dengan isolat jamur Aspergillus spp.2 dan Penicillium spp.1. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok disusun secara faktorial. Analisis data menggunakan Analisis Ragam (Anara) dan apabila terdapat perbedaan, maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pertumbuhan spesifik dan panjang ikan perlakuan 10%, 20%, 30% dan 40% pada pemberian pakan pelet bercampur isolat jamur Aspergillus spp.2 dan Penicillium spp.1 berbeda nyata bila dibandingkan dengan kontrol (0%). Sintasan yang diperoleh dari penelitian ini tergolong cukup tinggi, yaitu berkisar antara 90% hingga 100%. Hal ini menunjukkan bahwa pakan pelet bercampur bagas yang difermentasi dengan isolat jamur tidak bersifat toksik sehingga aman dijadikan pakan pelet ikan. Kata kunci: Pertumbuhan Spesifik Ikan Nila, Sintasan Ikan Nila, Ampas Tebu (Bagas), Fermentasi, Isolat Jamur.
1. PENDAHULUAN Untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pertumbuhannya, maka ikan harus diberi pakan (Watanabe, 1988). Pakan merupakan bahan makanan yang mengandung nutrisi lengkap yang terdiri dari sumber protein, lemak dan karbohidrat. Sumber pakan dapat berasal dari bahan nabati atau hewani. Kandungan protein dalam pakan yang baik sebesar 20-40% dan kandungan lemak sebesar 5-14%, serta kandungan karbohidrat sebesar 9% (Mudjiman, 2000). Untuk memenuhi pakan yang baik, perlu dicari alternatif lain agar ikan secara langsung atau tidak langsung memperoleh nutrisi yang sesuai dan mencukupi kebutuhan ikan untuk tumbuh dan berbiak. Berbagai usaha telah dilakukan dengan memanfaatkan komponen nabati sebagai bahan pakan, salah satunya adalah bagas.
Bagas merupakan limbah padat dalam industri gula yang terdiri dari kumpulan serat batang tebu setelah niranya diperas (Sulistianingsih, 2006). Bagas mengandung air sebesar 48-52%, gula rata-rata 3,3% dan serat rata-rata 47,7%. Bagas memiliki kandungan polisakarida lebih dari 70% meliputi selulosa 50-55% dan hemiselulosa 15-20% serta kandungan lignin berkisar 2030% (Pan et all., 2004). Bagas mempunyai faktor pembatas, yaitu kandungan serat kasar sebesar 46,5% dan kandungan protein sebesar 1,6% serta kecernaannya yang sangat rendah (Ensminger et all., 1990). Namun, kandungan serat yang tinggi pada bagas dapat diuraikan oleh jamur dengan menggunakan sistem enzim selulolitik melalui proses fermentasi (Maemunah dkk., 2005). Enzim selulase merupakan kompleks enzim yang dapat mengkatalisis penguraian selulosa (Onsori dkk., 2005). Melalui proses tersebut, polisakarida akan 327
ISBN No. 978-602-98559-1-3
diuraikan menjadi komponen gula yang lebih sederhana sehingga dapat menurunkan kadar serat kasar dalam bagas (Maemunah dkk., 2005). Hasil dari fermentasi bagas tersebut dapat digunakan sebagai bahan campuran pakan ikan (Wolayan, 1998). Akan tetapi, jamur dapat menghasilkan berbagai jenis toksin sebagai hasil metabolit sekunder dalam proses metabolismenya yaitu mikotoksin (Betina, 1989). Mikotoksin merupakan toksin yang dapat menyebabkan gangguan fisiologis bahkan kematian pada hewan, manusia maupun tumbuhan. Untuk mengetahui efek toksisitas isolat jamur pada fermentasi bagas, perlu dilakukan uji toksisitas dengan cara pemberian pakan secara oral terhadap hewan uji yaitu ikan nila (Oreochromis niloticus Linn.). Kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan dapat dilihat dari sintasan dan pertumbuhan spesifik ikan setelah dilakukan pemberian pakan pada ikan. 2.
METODE PENELITIAN
2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Biologi Akuatik Gedung MIPA Terpadu Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2011 hingga Oktober 2011. 2.2 Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: akuarium dengan volume air 100 liter sebanyak 15 buah, aerator, timbangan neraca Ohauss, serok ikan, pH meter, DO meter, termometer, ember dan selang, alas tumbukan, suntikan, kaca dengan panjang 100 x 50 cm, batu penumbuk dan gunting 2.3 Bahan Penelitian Bahan- bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: bagas yang difermentasikan dengan isolat jamur yaitu isolat F2 yang mengandung jamur Aspergillus spp.2, dan F7 yang mengandung jamur Penicillium spp.1, hewan uji ikan nila (Oreochromis niloticus), pelet/pakan ikan komersil, pelet/pakan ikan yang sudah dicampurkan dengan bagas dan air.
Prosiding SNSMAIP III-2012
2.4 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) disusun secara faktorial. Faktor pertama adalah isolat jamur F2 (Aspergillus spp.2) dan isolat jamur F7 (Penicillium spp.1). Faktor kedua adalah konsentrasi 0%, 10%, 20%, 30% dan 40%. 2.5 Prosedur Kerja 2.5.1 Aklimatisasi Aklimatisasi terhadap hewan uji dilakukan selama 1 hari, dengan ukuran berat ikan rata-rata 2-6 gram dengan jumlah hewan uji sebanyak 150 ekor dan hewan uji cadangan disiapkan sebanyak 15 ekor. Hewan uji yang di aklimatisasi diberi aerasi untuk mempertahankan kadar oksigen terlarut. Sifonisasi (pembersihan kotoran) dan pergantian air sebanyak 25 % dilakukan setiap hari selama proses aklimatisasi berlangsung. 2.5.2 Pembuatan Pakan Ikan Bagas yang difermentasi dengan isolat jamur yaitu F2 (Aspergillus spp.2) dan F7 (Penicillium spp.1) masing-masing ditimbang dengan berat yang sama yaitu 160 g dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 10%, 20%, 30% dan 40%, kemudian ditambahkan air dengan masing-masing volume air sebesar 240 mL, 220 mL, 200 mL dan 180 mL. Kedua bahan lalu dicampurkan dan ditumbuk dengan batu penumbuk diatas alas tumbukan, selanjutnya bahan dimasukkan kedalam suntikan dan dibuat cetakan memanjang diatas kaca kemudian keringkan selama 2 jam dibawah sinar matahari, lalu gunting dengan panjang 1-3 mm. 2.5.3 Uji Hayati Hewan uji dipuasakan selama 1 hari. Air diisi sebanyak 30 liter kedalam akuarium sebanyak 15 buah, lalu hewan uji dimasukkan kedalam masing-masing akuarium sebanyak 10 ekor. Akuarium yang telah berisi hewan uji tersebut diberi aerasi secukupnya. Ikan dipelihara selama 30 hari dan diberi pakan setiap pagi dan sore hari sampai kenyang. Hanya pada akuarium kontrol saja yang diberikan pakan komersil, sedangkan untuk akuarium yang lain diberikan pakan yang telah bercampur bagas F2 dan F7. Sifonisasi (pembersihan kotoran), pergantian air dan pengukuran DO, pH dan suhu dilakukan setiap hari. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk mengetahui apakah ada ikan yang mati atau tidak, kemudian ikan yang masih hidup 328
ISBN No. 978-602-98559-1-3
selama 30 hari dihitung lalu beratnya ditimbang dan panjangnya juga diukur, lalu hasilnya dicatat. 2.6 Parameter Penelitian Parameter uji utama dalam penelitian ini adalah pertumbuhan spesifik ikan, panjang ikan dan sintasan/kelulushidupan ikan. Pertumbuhan spesifik ikan nila yang diukur adalah berat, dengan menggunakan rumus Asmawi (1983): ( Ln Wt Ln Wo ) SGR x 100 % t Keterangan: SGR : Laju pertumbuhan spesifik Wo : Berat ikan pada hari ke-0 (g) Wt : Berat ikan pada hari ke-t (g), t : Lama pemeliharaan ikan (hari)
Pertumbuhan panjang total ikan dihitung dengan menggunakan rumus Effendie (1997): L Lt Lo Keterangan: ∆L : Pertambahan panjang (cm) Lt : Panjang ikan pada akhir penelitian (cm) Lo : Panjang ikan pada awal penelitian (cm)
Prosiding SNSMAIP III-2012
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR) Ikan Nila (Oreochromis niloticus Linn.) Pada Pemberian Pakan Pelet F2 (Aspergillus spp.2) dan F7 (Penicillium spp.1)
Gambar 1. Tingkat pertumbuhan spesifik ikan nila (Oreochromis niloticus Linn.). Huruf yang sama pada bar menunjukkan tidak berbeda nyata pada α = 0,05.
3.2 Laju Pertumbuhan Panjang Ikan Nila (Oreochromis niloticus Linn.) Pada Pemberian Pakan Pelet F2 (Aspergillus spp.2) dan F7 (Penicillium spp.1)
Sintasan/kelulushidupan ikan dihitung dengan menggunakan rumus Wirabakti (2006): Nt SR x 100 % No Keterangan: SR : Survival Rate/ Sintasan Nt : Jumlah ikan yang hidup selama pemeliharaan, dalam waktu t = 30 hari No : Jumlah awal penebaran, t = 0
Parameter uji penunjang dalam penelitian ini adalah kualitas air yaitu: suhu, pH dan DO (oksigen terlarut).
Gambar 2. Tingkat pertumbuhan panjang ikan nila (Oreochromis niloticus Linn.). Huruf sama pada bar menunjukkan tidak berbeda nyata pada α = 0,05.
3.3 Sintasan (SR)/Kelulushidupan Ikan Nila (Oreochromis niloticus Linn.) Pada Pemberian Pakan Pelet F2 (Aspergillus spp.2) dan F7 (Penicillium spp.1)
Gambar 3. Persentase sintasan (SR) ikan nila (Oreochromis niloticus Linn.). Huruf yang sama pada bar menunjukkan tidak berbeda nyata pada α = 0,05.
329
ISBN No. 978-602-98559-1-3
Berdasarkan rata-rata hasil pengukuran laju pertumbuhan spesifik (SGR) dan panjang ikan pada pemberian pakan pelet F2 (Aspergillus spp.2) dan F7 (Penicillium spp.1) menunjukkan bahwa laju pertumbuhan spesifik dan panjang ikan perlakuan 10%, 20%, 30%, 40% pada kedua jenis pelet tersebut berbeda nyata bila dibandingkan dengan kontrol (0%) sejak hari ke-1 hingga hari ke-30. Dengan semakin bertambahnya konsentrasi bagas yang difermentasi dengan isolat jamur F2 (Aspergillus spp.2) dan F7 (Penicillium spp.1) dalam pakan komersil, ternyata ratarata nilai laju pertumbuhan spesifik dan panjang ikan lebih rendah jika dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pakan pelet bercampur bagas yang difermentasi dengan isolat jamur masih dapat dicerna oleh ikan, hal ini terlihat dari pertambahan bobot dan panjang ikan pada kedua jenis isolat jamur F2 (Aspergillus spp.2) dan F7 (Penicillium spp.1), tetapi hasilnya rendah. Makanan yang berserat akan menyebabkan bertambahnya energi yang dibutuhkan dalam proses pencernaan (Ranjhan, 1993). Diperkirakan pada ikan yang diberi pelet dengan konsentrasi 10%, 20%, 30% dan 40%, energi yang seharusnya dapat digunakan untuk menambah jaringan tubuh, dikeluarkan untuk proses mencerna pakan yang berserat. Dilaporkan bahwa serat tidak memiliki nilai nutrisi dan kandungan serat yang tinggi pada pakan ikan dapat menurunkan laju tumbuh (Lovell, 1989). Serat yang terkandung dalam pakan bercampur bagas secara langsung akan meningkatkan kadar selulosa dalam pakan. Menurut Mudjiman (2000), batasan serat yang terkandung dalam pakan ikan adalah 8%. Dalam penelitian ini, pakan pelet yang diberikan masih memenuhi kebutuhan energi dasar karena masih menunjukkan peningkatan SGR dan panjang ikan. Namun, dengan penambahan bagas yang difermentasi dengan isolat jamur pada pakan komersil, tidak dapat meningkatkan laju pertumbuhan spesifik dan panjang ikan karena hasil fermentasi oleh jamur tersebut tidak dapat dicerna seutuhnya. Selain dapat mempengaruhi laju pertumbuhan spesifik dan panjang ikan, ternyata pakan pelet bercampur bagas yang difermentasi dengan isolat jamur juga
Prosiding SNSMAIP III-2012
dapat mempengaruhi sintasan. Rata-rata nilai sintasan (SR) pada pemberian pakan pelet F2 (Aspergillus spp.2) dan F7 (Penicillium spp.1) memiliki kesamaan nilai yang tinggi, yaitu berkisar antara 90% sampai 100%. Hal ini menunjukkan bahwa pakan pelet bercampur bagas yang difermentasi dengan isolat jamur tidak bersifat toksik sehingga aman untuk dijadikan pakan pelet ikan. Toksin yang dihasilkan jamur adalah Aflatoksin dan Okratoksin. Toksin ini bersifat toksigenik, mutagenik, teratogenik, dan karsinogenik (Makfoeld, 1993). Selama penelitian paramenter uji penunjang seperti suhu, pH dan DO masih pada kondisi yang baik untuk kehidupan ikan. Suhu air pada pemberian pakan pelet F2 (Aspergillus spp.2) dan F7 (Penicillium spp.1) berkisar antara 27° - 29° C. Kisaran pH air selama penelitian antara 6-7, sedangkan konsentrasi oksigen terlarut (DO) dalam penelitian ini berkisar antara 34 mg/L. 4. SIMPULAN Bagas yang difermentasi dengan isolat jamur dapat meningkatkan laju pertumbuhan ikan, tetapi hasilnya rendah. Dari data sintasan menunjukkan bahwa pada pemberian pakan pelet F2 (Aspergillus spp.2) dan F7 (Penicillium spp.1) pada konsentrasi 10%, 20%, 30% dan 40% hasilnya tidak berbeda nyata dengan kontrol (0%) dan tergolong tinggi. Pakan pelet yang difermentasi dengan isolat jamur tidak mengandung toksin dan aman dijadikan pakan ikan. Kualitas air pada penelitian ini secara umum menggambarkan kisaran yang masih berada dalam batas toleransi yang baik untuk kehidupan ikan dan tidak membahayakan bagi pertumbuhan ikan. UCAPAN TERIMAKASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. C.N. Ekowati M.Si. selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Nugroho Susanto M.Sc. selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan waktunya kepada penulis selama penelitian, terima kasih kepada Bapak Dr. Tugiyono selaku pembahas atas saran, ide dan kritiknya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan 330
ISBN No. 978-602-98559-1-3
penelitian ini, serta terima kasih kepada Ibu Mucharomah Prayuwidayati, S.Pt, M.T.A yang telah memberikan bantuan dana melalui hibah penelitian kompetensi tahun 2009-2010. PUSTAKA Asmawi, S. 1983. Pemeliharaan Ikan Dalam Keramba. Ed. 1. Erlangga. Jakarta. Betina,V. 1989. Mycotoxins Chemical, Biological and Environmental Aspect. Amsterdam: Elsevier. Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta, hlm. 92-100. Ensminger, M.E., J.E. Oldfield and W.W. Heinemann. 1990. Feed and Nutrition. The Ensminger Publ. Co. California. Lovell, T. 1989. Nutrition and Feeding of Fish. Van Nostrand Reinhold, New York. Hlm. 106-108. Maemunah, Hidanah, Sri. 2005. Isolasi Bakteri dan Jamur Selulolitik dari Feses Jerapah sebagai Inokulum Untuk Meningkatkan Kualitas Jerami Padi dan Produktivitas Domba. Universitas Airlangga. http://library.unair.ac.id/go.php?id=vbpt itbpp-gdl-s2-1989-himmimarsi-1836. Makfoeld , D. 1993. Mikotoksin Pangan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Mudjiman, Ahmad. 2000. Makanan Ikan. Cetakan XI. Jakarta: Penebar Swadaya. Onsori. H., M.R. Zamani, M. Motallebi. 2005. Identification of Over Producer Strain of endo-β-1,4-gluconase in Aspergillus Species ; Characterization of Crude Carboxymethyl Cellulose. African Journal of Biotechnology Vol. 41(1) 2005: 26-30.
Prosiding SNSMAIP III-2012
Pan, X., Arato, C., Gilkes, N., Gregg, D., Mabee, W., Pye, K., Xiao, Z., Zhang, X., Saddler, J. 2004. Biorefiningop Sofwoods Using Etanol Organosolv Pulping : Preliminary Evaluation Of Process Streams for Manufacture Of Fuel-Grade Etanol And C0-Products. Biotechnol. Bioeng. 90, 473-478. Ranjhan, S.K., 1993. “Animal Nutrition and Feeding Practices“. Vikas Publishing House PVT LTD. India. Sulistianingsih. 2006. Teknik Pengomposan Limbah Padat Industri Gula dan Aplikasinya pada Lahan Pertanaman Tebu di PT. GMP. Lampung Tengah. Laporan PU. Unila. Bandar Lampung. Watanebe, T. 1988. Fish Nutrition and Marine Culture, JICA Text Book the General Aquaculture. Course Department of Aquatic Broscience. Tokyo University of Fisheries, 233 p. Wirabakti, C.M. 2006. Laju Pertumbuhan Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus L) Yang Dipelihara pada Perairan Rawa dengan Sistem Keramba dan Kolam. http://google.com./jurnal.upr.ac.id. Diakses tanggal 1 Januari 2012 pukul 14.22 wib. Wolayan, F.R. 1998. Pengaruh Fermentasi Bungkil Kelapa Menggunakan Trichoderma viride terhadap Komposisi Kimia dan Kecernaan Protein pada Ayam Broiler. Tesis. Program Pascasarjana Unpad. Bandung.
331