Departemen Pendidikan Nasional RI Fakultas Ekonomi Universitas Lampung Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No.1 Gedong Meneng Bandar Lampung
PENGARUH KONDISI KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN PERUSAHAAN PADA SEKTOR PROPERTY DAN REAL ESTATE TERHADAP UNQUALIFIED OPINION WITH EXPLANATORY LANGUAGE (Skripsi)
Oleh : Nama : Ratna Kartika Dewi NPM : 0411031105 Jurusan : Akuntansi Pembimbing I : Dr. Einde Evana, SE., M.Si, Akt Pembimbing II : Komaruddin, SE., M.Si, Akt
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS LAMPUNG 2009
ABSTRAK Pengaruh Kondisi Keuangan Dan Pertumbuhan Perusahaan Pada Sektor Property Dan Real Estate Terhadap Unqualified Opinion With Explanatory Language Oleh Ratna Kartika Dewi
Unqualified Opinion with Explanatory Language issued if any special conditions that make auditor have to add explanatory paragraph in independent auditors’ report, altough uninfluence in Unqualified Opinion that auditors issued. The goals of this research are to predicting the influence of financial conditions and company growth in property and real estate sector with the chance of receiving Unqualified Opinion with Explanatory Language. This research use Property and Real Estate Company that listed in Indonesian Stock Exchange between 2001 to 2005. The method that been used to analyses the correlation between variable are binary logistic regression of SPSS 13.0 program with parcial and simultant test. Parcially, the result indicate there’s no factors are significant. Financial conditions for liquidity and solvability have the negative correlation but positive correlation for profitability and company’s sales growth with the possibility of receiving Unqualified Opinion with Explanatory Language. Keywords : current ratio, total debt to equty ratio, return on assets, growth ratio, unqualified opinion with explanatory language.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketika krisis moneter menerjang kawasan Asia yang dimulai dari Thailand, Indonesia merupakan negara yang paling parah terkena dampaknya dibandingkan dengan negara lain seperti Thailand, Malaysia dan Korea Selatan. Hal tersebut membawa dampak buruk bagi kelangsungan hidup entitas bisnis. Dan sektor properti Indonesia terperosok paling dalam ke kubangan krisis, di samping sektor keuangan dan perbankan. Lingkungan resiko yang merupakan dampak dari memburuknya kondisi ekonomi mengakibatkan makin meningkatnya opini Qualified Going Concern dan Disclaimer untuk penugasan tahun 1998. Auditor tidak bisa lagi hanya menerima pandangan manajemen bahwa segala sesuatunya baik. Penilaian going concern lebih didasarkan pada kemampuan perusahaan untuk melanjutkan operasinya dalam jangka waktu 12 bulan ke depan. Untuk sampai pada kesimpulan apakah perusahaan akan memiliki going concern atau tidak, auditor harus melakukan evaluasi secara kritis terhadap rencanarencana manajemen.
Ketika kondisi ekonomi merupakan sesuatu yang tidak pasti, para investor mengharapkan auditor memberikan early warning akan kegagalan keuangan perusahaan (Chen dan Church 1996 dalam Januarti 2007). Oleh karena itu, auditor
sangat diandalkan dalam memberikan informasi yang baik bagi investor (Levitt, 1998 dalam Fanny dan Saputra, 2005).
Auditor juga bertanggungjawab untuk menilai apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern) dalam periode waktu tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan audit (SPAP seksi 341, 2001). Saat ini, auditor harus mengemukakan secara eksplisit apakah perusahaan klien akan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya sampai setahun kemudian setelah pelaporan (AICPA, 1988 dalam Januarti (2007)).
Penentuan berinvestasi bagi investor didasari oleh pengetahuan investor tentang going concern perusahaan dan seorang auditor diuji independensi dalam pengambilan keputusan untuk mengeluarkan opini audit suatu perusahaan perlu memberikan pernyataan mengenai kemampuan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaannya (going concern).
Auditor mempunyai peranan penting dalam menjembatani antara kepentingan investor dan kepentingan perusahaan sebagai pemakai dan penyedia laporan keuangan. Data-data perusahaan akan lebih mudah dipercaya oleh investor dan pemakai laporan keuangan lainnya apabila laporan keuangan yang mencerminkan kinerja dan kondisi keuangan perusahaan telah mendapat pernyataan wajar dari auditor. Pernyataan auditor diungkapkan melalui opini audit, opini wajar tanpa pengecualian dari auditor menjamin angka-angka akuntansi dalam laporan keuangan yang telah diaudit bebas dari salah saji material. Peran auditor diperlukan untuk mencegah diterbitkannya laporan keuangan yang menyesatkan.
Dengan menggunakan laporan keuangan yang telah diaudit, para pemakai laporan keuangan dapat mengambil keputusan dengan benar sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya.
Berdasarkan teori agensi yang mengasumsikan bahwa manusia itu selalu selfinterest maka kehadiran pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan antara prinsipal dan agen sangat diperlukan, dalam hal ini adalah auditor independen. Investor akan lebih cenderung pada data akuntansi yang dihasilkan dari kualitas audit yang tinggi (Praptitorini dan Januarti, 2007).
Pertumbuhan aset perusahaan menunjukkan pertumbuhan kekuatan perusahaan dalam industri dan mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan perusahaannya. Perusahaan dengan negative growth mengindikasikan kecenderungan yang lebih besar ke arah kebangkrutan.
Penelitian-penelitian tentang opini going concern (unqualified opinion with explanatory language) yang dilakukan di Indonesia antara lain dilakukan oleh Hani dkk (2003) yang memberikan bukti bahwa rasio profitabilitas dan rasio likuiditas berhubungan negatif terhadap penerbitan opini audit going concern. Petronela (2004) dalam Setyarno, Januarti dan Faisal (2006) memberikan bukti bahwa profitabilitas berhubungan negatif dan berpengaruh signifikan terhadap penerbitan opini audit going concern.
Penelitian oleh Komalasari (2004) memberikan bukti bahwa profitabilitas perusahaan mempunyai koefisien negatif yang menunjukkan bahwa semakin
rendah ROA semakin tinggi profitabilitas perusahaan untuk mendapat opini selain Unqualified Opinion.
Penelitian Setyarno, Januarti dan Faisal (2006) tentang pengaruh kualitas audit, kondisi keuangan perusahaan, opini audit tahun sebelumnya dan pertumbuhan perusahaan dalam pengambilan keputusan going concern, menunjukkan bahwa kondisi keuangan perusahaan dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern (unqualified opinion with explanatory language). Berdasarkan uraian diatas penulis bermaksud untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh kondisi keuangan dan pertumbuhan perusahaan pada sektor property dan real estate terhadap unqualified opinion with explanatory language”
B. Permasalahan
1. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, permasalahan dirumuskan dalam penelitian ini adalah “apakah kondisi keuangan dan pertumbuhan perusahaan pada sektor property dan real estate berpengaruh terhadap penerimaan unqualified opinion with explanatory language”
2. Batasan Masalah Dalam memfokuskan penelitian agar masalah yang diteliti memiliki ruang lingkup dan arah yang jelas, maka peneliti memberikan batasan masalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini hanya menggunakan 4 variabel keuangan, pertumbuhan penjualan dan rasio likuiditas, solvabilitas dan profitabilitas sebagai ukuran kondisi keuangan perusahaan. 2. Perusahaan yang dipilih sebagai sampel adalah perusahaan sektor property dan real estate yang menerbitkan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit selama periode pengamatan, yaitu tahun 2001 sampai dengan 2005.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kondisi keuangan perusahaan dan pertumbuhan perusahaan sektor property dan real estate terhadap penerimaan unqualified opinion with explanatory language.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengaruh kondisi keuangan perusahaan dan pertumbuhan perusahaan sektor property dan real estate terhadap penerimaan unqualified opinion with explanatory language. 2. Sebagai tambahan pengetahuan bagi penulis untuk mendalami bidang studi akuntansi yang berkaitan dengan penelitian ini. 3. Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.
II. KERANGKA TEORITIS DAN BANGUNAN HIPOTESIS
A. Perusahaan Real Estate
Real Estate menurut PSAK no. 44 Aktivitas pengembangan real estat adalah kegiatan perolehan tanah untuk kemudian dibangun perumahan dan atau bangunan komersial dan atau bangunan industri. Bangunan tersebut dimaksudkan untuk dijual atau disewakan, sebagai satu kesatuan atau secara eceran (retail). Aktivitas pengembangan real estat juga mencakup perolehan kapling tanah untuk dijual tanpa bangunan.
Unit real estat mencakup (1) unit properti perumahan dan atau komersial dan atau industri beserta kapling tanahnya, dan (2) kapling tanah tanpa bangunan.
Penyajian Laporan Keuangan Perusahaan Real Estate menurut PSAK no. 44
Penyajian 56. Dalam penyajian neraca perusahaan yang aktivitas utamanya adalah aktivitas pengembangan real estat, aktiva dan kewajiban tidak dikelompokkan menurut lancar dan tidak lancar (unclassified). 57. Dalam penyajian neraca perusahaan yang melakukan aktivitas pengembangan real estat tetapi aktivitas pengembangan real estat tersebut bukan aktivitas utama perusahaan, aktiva real estat disajikan sebagai bagian dari aktiva tidak lancar.
58. Berikut ini adalah jenis aktiva real estat yang diungkapkan secara terpisah dalam catatan atas laporan keuangan: a) Tanah dan Bangunan, b) Bangunan yang Sedang Dikonstruksi, c) Tanah yang Sedang Dikembangkan, dan d) Tanah yang Belum Dikembangkan.
59. Aktiva real estat yang dikembangkan disajikan terpisah dari aktiva real estat yang digunakan oleh perusahaan itu sendiri, yang dilaporkan sebagai aktiva tetap.
60. Siklus operasi normal perusahaan pengembang pada umumnya lebih dari satu tahun dan dipengaruhi oleh faktor ketidakpastian yang cukup tinggi. Penentuan siklus operasi normal perusahaan pengembang seringkali merupakan proses yang sangat rumit. Oleh karena itu, keharusan penyajian neraca dengan metode classified bagi perusahaan yang aktivitas utamanya adalah aktivitas pengembangan real estat menjadi tidak layak.
61. Untuk perusahaan yang aktivitas utamanya bukan aktivitas pengembangan real estat, penyajian neraca dengan metode classified mungkin tidak terhindarkan. Dalam keadaan ini pun, faktor ketidakpastian yang mempengaruhi penentuan siklus operasi normal aktivitas pengembangan real estat tetap ada, oleh karena itu, untuk perusahaan yang aktivitas utamanya bukan aktivitas pengembangan real estat, Pernyataan ini mengharuskan aktiva real estat disajikan sebagai bagian dari aktiva tidak lancar.
Pengungkapan 62 Di samping pengungkapan yang diatur dalam standar akuntansi yang berlaku umum, hal-hal berikut wajib diungkapkan: a) kebijakan akuntansi mengenai pengakuan pendapatan, yaitu mencakup: i. metode pengakuan pendapatan yang digunakan termasuk alasan dan kriteria penggunaan metode tersebut, dengan menyertakan kriteria apa saja yang tidak memungkinkan pendapatan penjualan unit real estat diakui dengan metode akrual penuh (untuk penjualan bangunan rumah, ruko dan bangunan sejenis lainnya beserta kapling tanahnya dan untuk penjualan kapling tanah tanpa bangunan); atau metode persentase penyelesaian (untuk penjualan bangunan kondominium, apartemen, perkantoran, pusat perbelanjaan dan bangunan sejenis lainnya); ii. apabila pendapatan diakui dengan metode persentase penyelesaian maka metode penentuan tingkat penyelesaian aktivitas pengembangan real estat diungkapkan; dan iii. saat pengakuan penjualan dan pendapatan yang berasal dari penjualan real estat. b) kebijakan akuntansi mengenai kapitalisasi dan metode alokasi biaya proyek pengembangan real estat; c) apabila transaksi penjualan real estat tidak memenuhi kriteria pengakuan penjualan maka pengungkapan mencakup: i. sifat transaksi; ii. jumlah kontrak yang tidak diakui sebagai penjualan dan piutang pembeli yang tidak diakui.
d) jumlah biaya perolehan aktiva real estat yang pengikatan jual belinya telah berlaku namun penjualannya belum diakui, termasuk jumlah hutang terkait yang akan dialihkan, bila ada.
B. Opini Audit
Dalam melakukan penugasan umum, auditor ditugasi memberikan opini atas laporan keuangan peusahaan. Opini yang diberikan merupakan pernyataan kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum (SPAP, 1994, alenia 1). Pendapat atau opini audit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan audit. Laporan audit penting sekali dalam suatu audit atau proses atestasi lainnya karena laporan tersebut menginformasikan pemakai informasi tentang apa yang dilakukan auditor dan kesimpulan yang diperolehnya. Opini audit diberikan oleh auditor melalui beberapa tahap audit sehingga auditor dapat memberikan kesimpulan atas opini yang harus diberikan atas laporan keuangan yang diauditnya. Arens (1996) mengemukakan bahwa laporan audit adalah langkah terakhir dari seluruh proses audit. Dengan demikian, auditor dalam memberikan opini sudah didasarkan pada keyakinan profesionalnya. Menurut PSA No. 01, Standar Pelaporan No. 4, “Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor
harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor”. Pada akhir pemeriksaannya, dalam suatu pemeriksaan umum (general audit), KAP akan memberikan suatu laporan akuntan yang terdiri dari Lembaran Opini dan Laporan Keuangan (Neraca, Laporan Laba-Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, Catatan Atas Laporan Keuangan dan Informasi tambahan).
1. Jenis-jenis Pendapat Akuntan Lembaran Opini memuat pendapat akuntan yang merupakan bagian terpenting dari laporan audit. Menurut SPAP 2001 (PSA 29 SA Sexy 508), ada lima jenis pendapat akuntan, yaitu : a. Pendapat wajar tanpa pengecualian (Unqualified Opinion) Auditor menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus kas suatu entitas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. b. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan yang ditambahkan dalam laporan audit bentuk baku (Unqualified opinion with explanatory language) Pendapat ini diberikan jika terdapat keadaan tertentu yang mengharuskan auditor menambahkan paragraf penjelasan dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian yang dinyatakan auditor. Keadaan tersebut meliputi : •
Pendapat wajar sebagian didasarkan atas laporan auditor independen lain
•
Untuk mencegah agar laporan keuangan tidak menyesatkan karena keadaan-keadaan yang luar biasa, laporan keuangan disajikan menyimpang dari suatu prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
•
Jika terdapat kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan auditor yakin tentang adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup entitas namun setelah mempertimbangkan rencana manajemen auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen tersebut dapat secara efektif dilaksanakan dan pengungkapan mengenai hal itu telah memadai.
•
Diantara dua periode akuntansi terdapat suatu perubahan material dalam penggunaan prinsip akuntansi atau dalam metode penerapannya.
•
Keadaan tertentu yang berhubungan dengan laporan audit atas laporan keuangan komparatif.
•
Data keuangan kuartalan tertentu yang diharuskan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) namun tidak disajikan atau tidak direview.
•
Informasi tambahan yang diharuskan oleh Ikatan Akuntan IndonesiaDewan Standar Akuntansi Keuangan telah dihilangkan, yang penyajiannya menyimpang jauh dari pedoman yang dikeluarkan oleh Dewan tersebut, dan auditor tidak dapat melengkapi prosedur audit yang berkaitan dengan informasi tersebut, atau auditor tidak dapat menghilangkan keraguan yang besar apakah informasi tambahan tersebut sesuai dengan panduan yang dikeluarkan oleh Dewan tersebut.
•
Informasi lain dalam suatu dokumen yang berisi laporan keungan yang diaudit secara material tidak konsisten dengan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.
c. Pendapat wajar dengan pengecualian (Qualified Opinion) Pendapat wajar dengan pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus kas suatu entitas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal yang berkaitan dengan yang dikecualikan. Pendapat ini dinyatakan bilamana : •
Ketiadaan bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit yang mengakibatkan auditor berkesimpulan bahwa ia tidak dapat menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian dan ia berkesimpulan tidak menyatakan tidak memberikan pendapat.
•
Auditor yakin, atas dasar auditnya, bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, yang berdampak material, dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar.
•
Jika auditor menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian, ia harus menjelaskan semua alasan yang menguatkan dalam satu atau lebih paragraf terpisah yang dicantumkan sebelum paragraf pendapat. Ia harus juga mencantumkan bahasa pengecualian yang sesuai dan menunjuk ke paragraf penjelasan di dalam paragraf pendapat.
d. Pendapat tidak wajar (Adverse Opinion) Pendapat ini dinyatakan bila menurut pertimbangan auditor, laporan keuangan secara keseluruhan tidak disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. e. Pernyataan tidak memberikan pendapat (Disclaimer Opinion) Auditor dapat tidak menyatakan suatu pendapat bilamana ia tidak dapat merumuskan atau tidak merumuskan suatu pendapat tentang kewajaran laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. 2. Jenis-jenis Laporan Akuntan 1. Laporan Auditor Bentuk Baku Laporan auditor bentuk baku harus menyebutkan laporan keuangan yang diaudit dalam paragraf pengantar, menggambarkan sifat audit dalam paragraf lingkup audit dan menyatakan pendapat auditor dalam paragraf pendapat. Unsur pokok laporan auditor bentuk baku adalah sebagai berikut : 1) Suatu judul yang memuat kata independen 2) Suatu pernyataan bahwa laporan keuangan yang disebutkan dalam laporan auditor telah diaudit oleh auditor 3) Suatu pernyataan bahwa laporan keuangan adalah tanggung jawab manajemen perusahaan dan tanggung jawab auditor terletak pada pernyataaan pendapat atas laporan keuangan berdasarkan auditnya. 4) Suatu pernyataan bahwa audit dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia.
5) Suatu pernyataan bahwa standar auditing tersebut mengaharuskan auditor merencanakan dan melaksanakan auditnya agar memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material. 6) Suatu pernyataan bahwa audit meliputi : 1. Pemeriksaan (examination), atas dasar pengujian, bukti-bukti yang mendukung jumlah-jumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan. 2. Penentuan prinsip akuntansi yang digunakan dan estimsi-estimasi signifikan yang dibuat manajemen. 3. Penilaian penyajian laporan keuangan secara keseluruhan. 7) Suatu pernyataan bahwa auditor yakin bahwa audit yang dilaksanakan memberikan dasar memadai untuk memberikan pendapat. 8) Suatu pendapat mengenai apakah laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan perusahaan pada tanggal neraca dan hasil usaha dan arus kas untuk periode yang berakhir pada tanggal tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. 9) Tanda tangan, nama rekan, nomor izin akuntan publik, nomor izin usaha kantor akuntan publik. 10) Tanggal laporan auditor. 2. Laporan Auditor Independen Tentang Dampak Memburuknya Kondisi Ekonomi Indonesia Terhadap Kelangsungan Hidup Entitas
Komite Standar Profesional Akuntan Publik, di bulan Maret 1998 telah mengeluarkan Interpretasi Pernyataan Standar Auditing (IPSA) No. 30.01 yang berjudul “Laporan Auditor Independen Tentang Dampak Memburuknya Kondisi Ekonomi Indonesia Terhadap Kelangsungan Hidup Entitas” yang berlaku efektif untuk laporan audit yang diterbitkan setelah tanggal 2 Maret 1998. Memburuknya kondisi ekonomi Indonesia dan wilayah regional Asia Pasifik pada umumnya yang terjadi sejak pertengahan 1997 sebagai akibat terjadinya depresiasi mata uang di negara-negara tersebut, berdampak signifikan terhadap laporan keuangan perusahaan di Indonesia pada umumnya untuk tahun buku 1997. Dampak tersebut perlu dipertimbangkan oleh auditor dalam penuyusunan laporan auditnya, sehingga pengguna laporan auditor dapat mengetahui dampak tersebut terhadap laporan keuangan dan kelangsungan hidup perusahaan.
Dalam hal ini auditor perlu mempertimbangkan tiga hal : •
Kewajiban auditor untuk memberikan saran bagi kliennya dalam mengungkapkan dampak kondisi ekonomi tersebut (jika ada) terhadap kemampuan entitas di dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya,
•
Pengungkapan peristiwa kemudian yang mungkin timbul sebagai akibat dari kondisi ekonomi tersebut berdampak terhadap kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya,
•
Modifikasi laporan auditor bentuk baku jika memburuknya kondisi ekonomi tersebut berdampak terhadap kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Informasi yang perlu diungkapkan oleh manajemen terdiri dari empat komponen berikut ini : 1. Gambaran umum memburuknya kondisi ekonomi Indonesia dan wilayah regional Asia Pasifik pada umumnya. 2. Uraian tentang tindakan manajemen dalam memberikan respon atas memburuknya kondisi ekonomi tersebut. 3. Uraian tentang rencana tindakan manajemen yang belum diimplementasikan. 4. Pernyataan manajemen bahwa penyelesaian memburuknya kondisi ekonomi tersebut tergantung atas kebijakan ekonomi dan moneter yang akan diambil oleh pemerintah Indonesia, yang berada diluar kendali perusahaan.
C. Kondisi Keuangan
Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisa berupa rasio ini akan dapat menjelaskan atau memberi gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya kondisi atau posisi keuangan suatu perusahaan. Menurut Bambang Riyanto (1990 : 264), analisis rasio adalah : Suatu metode analisis hubungan dari berbagai pos-pos tertentu dalam laporan keuangan baik itu neraca, laporan laba-rugi secara individu atau kombinasi dari keduanya tersebut, yang dinyatakan dalam prosentase. Pada dasarnya angka-angka rasio dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu berdasarkan sumber datanya dan berdasarkan tujuan penganalisa.
Berdasarkan sumber datanya, angka rasio dapat dibedakan menjadi : 1.
Rasio-rasio neraca (Balance Sheet Ratios), yaitu semua rasio yang datanya bersumber dari neraca.
2.
Rasio-rasio laporan rugi laba (Income Statement Ratios), yaitu semua rasio yang datanya bersumber pada laporan rugi laba.
3.
Rasio-rasio antar laporan (Interstatement Ratios), yaitu semua rasio yamg datanya bersumber dari neraca dan laporan rugi laba.
Analisis rasio memiliki keunggulan dibandingkan teknik analisis lainnya. Keunggulan tersebut adalah:
1. Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan ditafsirkan; 2. Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit; 3. Mengetahui posisi perusahaan ditengah industri lain; 4. Sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model pengambilan keputusan dan model prediksi (Z-score); 5. Menstandarisir size perusahaan; 6. Lebih mudah melihat tren perusahaan serta melakukan prediksi dimasa yang akan datang.
Disamping keunggulan yang dimiliki rasio, teknik ini juga memiliki beberapa keterbatasan yang harus disadari sewaktu penggunaannya agar tidak salah dalam penggunaannya. Adapun keterbatasan tersebut adalah:
1. Kesulitan dalam memilih rasio yang tepat yang dapat digunakan untuk kepentingan pemakainya. 2. Keterbatasan yang dimiliki akuntansi atau laporan keuangan juga menjadi keterbatasan teknik ini seperti:
a) Bahan perhitungan rasio atau laporan keuangan itu banyak mengandung taksiran dan judgement yang dapat dinilai bias atau subyektif; b) Nilai yang terkandung dalam laporan keuangan dan rasio adalah nilai perolehan (cost) bukan harga pasar; c) Metode pencatatan yang tergambar dalam standar akuntansi bisa diterapkan berbeda oleh perusahaan yang berbeda.
3. Jika data untuk menghitung rasio tidak tersedia, akan menimbulkan kesulitan menghitung rasio. 4. Sulit jika data yang tersedia tidak singkron. 5. Dua perusahaan dibandingkan bisa saja teknik dan standar akuntansi yang dipakai tidak sama. Oleh karenanya jika dilakukan perbandingan bisa menimbulkan kesalahan (Harahap, 2004).
Adapun kondisi keuangan perusahaan dihitung dengan 3 cara :
1. Likuiditas perusahaan
Likuiditas perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya atau menganalisa dan menginterpretasikan posisi keuangan jangka pendek perusahaan. Tingkat
likuiditas perusahaan dapat diukur melalui current ratio. Current ratio dihitung dengan cara aktiva lancar dibagi hutang lancar. Rasio ini menunjukkan sejauh mana aktiva lancar dengan hutang lancar menutupi kewajiban-kewajiban lancar. Semakin besar perbandingan aktiva lancar dengan hutang lancar semakin tinggi kemampuan perusahaan menutupi kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini dapat dibuat dalam bentuk berapa kali atau dalam bentuk persentasi. Apabila rasio lancar ini 1:1 atau 100% ini berarti bahwa aktiva lancar dapat menutupi semua hutang lancar. Rasio lancar yang lebih aman adalah jika berada diatas 1 atau diatas 100%. Artinya aktiva lancar harus jauh diatas jumlah hutang lancar.
2. Solvabilitas perusahaan
Solvabilitas perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendek maupun jangka panjangnya. Tingkat solvabilitas perusahaan dapat diukur dengan Debt to equito ratio. Debt to equito ratio adalah perbandingan jumlah utang dengan modal sendiri yang mengukur persentase penggunaan dana yang berasal dari kreditur. Rasio utang atas modal atau sering disebut rasio Leverage menggambarkan struktur modal yang dimiliki oleh perusahaan, dengan demikian dapat dilihat struktur tidak tertagihnya hutang. Semakin kecil angka rasio ini semakin baik, yang dapat dihitung dengan rumus : total hutang / total ekuitas. Besarnya hutang yang terdapat dalam struktur modal perusahaan sangat penting untuk memahami perimbangan antara resiko dan laba yang didapat.
3. Profitabilitas perusahaan
Rasio profitabilitas merupakan salah satu alat untuk mengukur kondisi keuangan perusahaan. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri (Sartono, 1998). Profitabilitas dianggap sebagai alat yang valid dalam mengukur hasil pelaksanaan operasi perusahaan, karena profitabilitas merupakan alat pembanding pada berbagai alternatif investasi yang sesuai dengan tingkat risiko.
Jumlah laba bersih seringkali dibandingkan dengan ukuran kegiatan atau kondisi keuangan lainnya seperti penjualan, aktiva, ekuitas pemegang saham untuk menilai kinerja sebagai suatu persentase dari beberapa tingkat aktivitas atau investasi. Perbandingan ini disebut rasio profitabilitas (profitability ratio). Rasio profitabilitas dapat diukur dari dua pendekatan yakni pendekatan penjualan dan pendekatan investasi. Rasio profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah return on assets.
Return on assets menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan. Dengan mengetahui rasio ini, akan dapat diketahui apakah perusahaan efisien dalam memanfaatkan aktivanya dalam kegiatan operasional perusahaan. Rasio ini juga memberikan ukuran yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan karena menunjukkan efektifitas manajemen dalam menggunakan aktiva untuk memperoleh pendapatan.
Analisa return on assets dalam analisa keuangan mempunyai arti yang sangat penting sebagai salah satu teknik analisa keuangan yang bersifat menyeluruh/komprehensif.
Return on assets adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Dengan mengetahui rasio ini, akan dapat diketahui apakah perusahaan efisien dalam memanfaatkan aktivanya dalam kegiatan operasional perusahaan (Munawir, 2001). Analisis rasio keuangan perusahaan pada dasarnya dapat dilakukan dengan dua macam cara perbandingan, yaitu : a. Membandingkan rasio satu tahun dengan rasio-rasio tahun sebelumnya (rasio historis) atau dengan rasio-rasio yang diperkirakan untuk tahun-tahun yang akan datang dari perusahaan yang sama b. Membandingkan rasio-rasio dari suatu perusahaan (rasio perusahaan) dengan rasio-rasio yang sama dari rata-rata industri (Abdul Halim, 1989 : 51).
D. Pertumbuhan Perusahaan
Pertumbuhan menggambarkan tingkat kinerja suatu perusahaan dalam tiap posposnya dari tahun ke tahun. Pertumbuhan perusahaan dapat diproksikan dengan rasio pertumbuhan penjualan. Rasio ini mengukur seberapa baik perusahaan mempertahankan posisi ekonominya, baik dalam industrinya maupun dalam
kegiatan ekonomi secara keseluruhan (Weston dan Copeland, 1992 dalam Setyarno, Januarti, dan Faisal (2006)).
Penjualan merupakan kegiatan operasi utama auditee. Auditee yang mempunyai rasio pertumbuhan penjualan yang positif mengindikasikan bahwa auditee dapat mempertahankan posisi ekonominya dan lebih dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern). Penjualan yang terus meningkat dari tahun ke tahun akan memberi peluang auditee untuk memperoleh peningkatan.laba. Semakin tinggi rasio pertumbuhan penjualan auditee, akan semakin kecil kemungkinan auditor untuk menerbitkan opini audit going concern. Rasio pertumbuhan penjualan dapat dihitung dengan cara penjualan tahun t dikurangi penjualan tahun t-1 dibagi penjualan tahun t-1. E. Unqualified Opinion with Explanatory Language Pendapat wajar dengan pengecualian (Unqualified Opinion with Explanatory Language) menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus kas suatu entitas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal yang berkaitan dengan yang dikecualikan. Pendapat ini dinyatakan bilamana : •
Ketiadaan bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit yang mengakibatkan auditor berkesimpulan bahwa ia tidak dapat menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian dan ia berkesimpulan tidak menyatakan tidak memberikan pendapat.
•
Auditor yakin, atas dasar auditnya, bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, yang berdampak material, dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar.
Jika auditor menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian, ia harus menjelaskan semua alasan yang menguatkan dalam satu atau lebih paragraf terpisah yang dicantumkan sebelum paragraf pendapat. Ia harus juga mencantumkan bahasa pengecualian yang sesuai dan menunjuk ke paragraf penjelasan di dalam paragraf pendapat.
Auditor mempunyai tanggungjawab untuk menilai apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu pantas. Pada saat auditor menetapkan bahwa ada keraguan yang pasti terhadap kemampuan klien untuk melanjutkan usahanya sebagai going concern, auditor diizinkan untuk memilih apakah akan mengeluarkan unqaulified opinion with explanatory language atau disclaimer opini.
PSA 29 paragraf 11 huruf d, menyatakan bahwa, keraguan yang besar tentang kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern) merupakan keadaan yang mengharuskan auditor menambah paragraf penjelasan (atau bahasa penjelasan lain) dalam laporan auditor bentuk baku, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian, yang dinyatakan oleh auditor. Istilah bahasa digunakan untuk mencakup paragraf,
kalimat, frasa dan kata yang digunakan oleh akuntan publik untuk mengkomunikasikan hasil auditnya kepada pemakai laporan. Keadaan tersebut meliputi : a) Pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan auditor independent lain. b) Untuk mencegah agar laporan keuangan tidak menyesatkan karena keadaan-keadaan yang luar biasa, laporan keuangan disajikan menyimpang dari suatu prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. c) Jika terdapat kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan auditor yakin tentang adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup entitas, namun setelah mempertimbangangkan rencana manajemen, auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen tersebut dapat secara efektif dilaksanakan dan pengungkapan mengenai hal itu telah memadai. d) Di antara periode akuntansi terdapat suatu perubahan material dalam penggunaan prinsip akuntansi atau dalam metode penerapannya. e) Keadaan tertentu yang berhubungan dengan laporan auditor atas laporan keuangan komparatif. f) Data kuartalan tertentu yang diharuskan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) namun tidak disajikan atau tidak di-review. g) Informasi tambahan yang diharuskan oleh Ikatan Akuntan IndonesiaDewan Standar Akuntansi Keuangan telah dihilangkan, yang penyajiannya menyimpang jauh dari panduan yang dikeluarkan oleh Dewan tersebut, dan auditor tidak dapat melengkapi prosedur audit yang berkaitan dengan
informasi tersebut, atau auditor tidak dapat menghilangkan keragu-raguan yang besar apakah informasi tambahan tersebut sesuai dengan panduan yang dikeluarkan oleh Dewan tersebut. h) Informasi lain dalam suatu dokumen yang berisi laporan keuangan auditan secara material tidak konsisten dengan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Going Concern adalah kelangsungan hidup suatu entitas. Dengan adanya going concern maka suatu entitas dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang, tidak akan dilikuidasi dalam jangka waktu pendek. Laporan audit dengan modifikasi mengenai going concern merupakan suatu indikasi bahwa dalam penilaian auditor terdapat risiko auditee tidak dapat bertahan dalam bisnis. Dari sudut pandang auditor, keputusan tersebut melibatkan beberapa tahap analisis. Auditor harus mempertimbangkan hasil dari operasi, kondisi ekonomi yang mempengaruhi perusahaan, kemampuan membayar hutang dan kebutuhan likuiditas di masa yang akan datang. Menurut standar profesional akuntan publik SA Seksi 110, tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Laporan auditor merupakan sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya atau apabila keadaan mengharuskan untuk menyatakan tidak memberikan pendapat, sebagai pihak yang independen, auditor tidak dibenarkan untuk memihak kepentingan siapapun dan untuk tidak
mudah dipengaruhi, serta harus bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak memiliki suatu kepentingan dengan kliennya.
Going concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal berlawanan (contrary information). Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi kelangsungan hidup satuan usaha adalah berhubungan dengan ketidakmampuan satuan usaha dalam memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar melalui bisnis biasa, restrukturisasi utang, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar dan kegiatan serupa yang lain (PSA No. 30). Chen dan Church (1992), Chen dan Church melakukan penelitian tentang pengaruh pemeringkatan obligasi yang gagal bayar (default) dengan penerimaan opini audit going concern pada perusahaan penerbit obligasi tersebut. Hasil penelitian Chen dan Church memberikan bukti empiris bahwa adanya suatu asosiasi yang kuat antara pemeringkatan obligasi yang gagal bayar dengan penerimaan audit going concern oleh perusahaan penerbit obligasi tersebut. Penelitian mereka juga membuktikan bahwa rasio-rasio keuangan merupakan indikator yang penting untuk memprediksi penerimaan opini audit going concern. Penelitian Setyarno (2006) menguji bagaimana pengaruh rasio-rasio keuangan auditee, ukuran auditee, skala auditor dan opini audit tahun sebelumnya terhadap opini audit going concern. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa dari kelima rasio keuangan yang diuji, hanya rasio likuiditas yang signifikan terhadap opini
going concern. Hasil lainnya menunjukkan bahwa opini audit tahun sebelumnya signifikan dan berhubungan positif dengan opini going concern. Opini audit going concern merupakan opini audit modifikasi yang dalam pertimbangan auditor terdapat ketidakmampuan atau ketidakpastian signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan operasinya (SPAP, 2001). Saat auditor menetapkan bahwa ada keraguan yang pasti terhadap kemampuan klien untuk melanjutkan usahanya sebagai going concern, auditor diijinkan untuk memilih apakah akan mengeluarkan unqualified modified report atau disclaimer opinion (Komalasari, 2004). Bagaimanapun juga, hampir tidak ada panduan yang jelas atau penelitian yang sudah ada yang dapat dijadikan acuan pemilihan tipe going concern report yang harus dipilih (LaSalle & Anandarajan dalam Komalasari, 2004), karena pemberian status going concern bukanlah suatu tugas yang mudah (Koh & Tan dalam Komalasari, 2004).
F. Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian tentang opini going concern (unqualified opinion with explanatory language) yang dilakukan di Indonesia antara lain dilakukan oleh Hani dkk. (2003) yang memberikan bukti bahwa rasio profitabilitas dan rasio likuiditas berhubungan negatif terhadap penerbitan opini audit going concern. Petronela (2004) dalam Setyarno, Januarti, dan Faisal (2006) memberikan bukti bahwa profitabilitas berhubungan negatif dan berpengaruh signifikan terhadap
penerbitan opini audit going concern (unqualified opinion with explanatory language).
Penelitian oleh Komalasari (2004) memberikan bukti bahwa profitabilitas perusahaan mempunyai koefisien negatif yang menunjukkan bahwa semakin rendah ROA semakin tinggi profitabilitas perusahaan untuk mendapat opini selain Unqualified Opinion.
Penelitian Setyarno, Januarti dan Faisal (2006) tentang pengaruh kualitas audit, kondisi keuangan perusahaan, opini audit tahun sebelumnya, dan pertumbuhan perusahaan dalam pengambilan keputusan going concern, menunjukkan bahwa kondisi keuangan perusahaan dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern.
Sedangkan penelitian Fanny dan Saputra (2005) menunjukkan bahwa pertumbuhan tidak berpengaruh terhadap pemberian opini audit. Hal ini terjadi karena pertumbuhan aset perusahaan tidak diikuti dengan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba serta meningkatkan saldo labanya, sehingga dari survei yang dilakukan terhadap 93 perusahaan manufaktur banyak ditemukan perusahaan yang walaupun memiliki nilai total aset yang meningkat setiap tahunnya namun tetap saja mengalami rugi ataupun memiliki saldo laba yang negative. Berdasarkan hasil yang diperoleh perbandingan jumlah perusahaan yang mengalami pertumbuhan positif dengan opini audit going concern dengan non going concern tidak terlalu berbeda jauh. Demikian pula halnya untuk perusahaan yang mengalami pertumbuhan negative, perbandingan jumlah perusahaan dengan opini audit going concern dengan non going concern sebesar 6 : 7. Nilai
pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap pemberian opini audit going concern.
Penelitian tersebut konsisten dengan Sharma dan Sidhu (2001) dalam Fanny dan Saputra (2005). Hasil penelitian tersebut mengemukakan bahwa reputasi sebuah Kantor Akuntan Publik mencerminkan kualitas dari jaminan yang diberikannya, besar kecilnya sebuah KAP tidak mempengaruhi besar kecilnya kemungkinan KAP tersebut untuk mengeluarkan opini audit going concern. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Barnes dan Huan (1993) dalam Fanny dan Saputra (2005) bahwa reputasi Kantor Akuntan Publik tidak berpengaruh terhadap opini audit, hal ini dikarenakan ketika sebuah Kantor Akuntan Publik sudah memiliki reputasi yang baik maka ia akan berusaha mempertahankan reputasinya itu dan menghindarkan diri dari hal-hal yang bias merusak reputasinya tersebut, sehingga mereka akan selalu bersikap obyektif terhadap pekerjaannya, apabila memang perusahaan tersebut mengalami keraguan akan kelangsungan hidupnya maka opini yang akan diterimanya adalah opini audit going concern, tanpa memandang apakah auditornya tergolong dalam big four firms atau bukan.
Ramadhany (2004) dalam Praptitorini dan Januarti 2007 menunjukkan bahwa variabel debt default, kondisi keuangan, dan opini audit tahun sebelumnya signifikan berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Chen dan Church (1992), Mutchler et al (1997) dan Carcello dan Neal (2000). Dimana dalam penelitian Chen dan Church (1992) menemukan bukti yang kuat antara pemberian status debt default dengan masalah going concern.
Hasil pengujian Praptitorini dan Januarti 2007 menunjukkan bahwa variabel kualitas audit yang diproksi dengan auditor industry specialization tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Variabel debt default berhasil membuktikan bahwa debt default berpengaruh positif signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Berdasarkan analisis dengan metode penelitian Lennox (2002), didapatkan hasil bahwa perusahaan di Indonesia cenderung mendapatkan opini non going concern ketika tidak melakukan pergantian auditor (auditor switching). Ini menunjukkan indikasi kurangnya tingkat independensi auditor di Indonesia.
G. Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ha1: Kondisi keuangan perusahaan berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan penerimaan unqualified opinion with explanatory language Ha2: Pertumbuhan perusahaan berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan penerimaan unqualified opinion with explanatory language
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
Populasi merupakan sekelompok orang atau sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu yang ingin diteliti oleh peneliti (Indrantoro dan Suporno, 1999). Penelitian ini menggunakan populasi perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penulis menentukan target populasi adalah perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia periode 2001 sampai dengan 2005. Adapun sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor property dan real estate yang mengeluarkan laporan keuangan tahunan dari tahun 2001 sampai dengan 2005.
Sampel merupakan beberapa anggota (elemen) dari populasi yang digunakan dalam penelitian (Indrantoro dan Suporno, 1999). Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini adalah dengan metode purposive judgement sampling. Metode ini adalah metode tipe pemilihan sampel secara tidak acak (non probabilitas) yang informasinya diperoleh dengan menggunakan kriteria tertentu (Indrianto dan Supomo, 1999:131).
Kriteria yang harus dipenuhi oleh sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Perusahaan property dan real estate yang terdaftar di BEI dan mempublikasikan laporan keuangan auditan secara konsisten dari tahun 2001-2005. b. Perusahaan property dan real estate yang tidak keluar (delisting) dari BEI selama periode penelitian (2001-2005). c. Periode laporan keuangan perusahaan berakhir setiap 31 Desember.
Daftar perusahaan yang menjadi sampel penelitian ini disajikan pada tabel berikut. Tabel 1. Daftar nama perusahaan sampel penelitian No.
Nama Perusahaan
1.
ELTY
PT Bakrieland Development Tbk.
2.
BMSR
PT Bintang Mitra Semestaraya Tbk.
3.
BKSL
PT Bukit Sentul Tbk.
4.
CKRA
PT Ciptojaya Kontrindoreksa Tbk.
5.
CTRA
PT Ciputra Development Tbk.
6.
CTRS
PT Ciputra Surya Tbk.
7.
DART
PT Duta Anggada Realty Tbk.
8.
GMMTD
PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk.
9.
OMRE
PT Indonesia Prima Property Tbk.
10.
JRPT
PT Jaya Real Property Tbk.
11.
KIJA
PT Kawasan Industri Jababeka Tbk.
12.
KPIG
PT Kridaperdana Indahgraha Tbk.
13.
LPCK
PT Lippo Cikarang Tbk.
14.
LPKR
PT Lippo Karawaci Tbk.
15.
MDLN
PT Modernland Realty Tbk.
16.
MLND
PT Mulialand Tbk.
17.
PWON
PT Pakuwon Jati Tbk.
18.
RBMS
PT Ristia Bintang Mahkotasejati Tbk.
19.
SMRA
PT Summarecon Agung Tbk.
20.
SIIP
PT Suryainti Permata Tbk.
21.
SMDM
PT Suryamas Dutamakmur Tbk.
22.
KARK
PT Karka Yasa Profilia Tbk.
23.
RODA
PT Roda Panggon Harapan Tbk.
Sumber : Lampiran
B. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Sumber data sekunder adalah sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara, yang dapat berupa bukti, catatan, atau laporan histories yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter), baik yang dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan (Indriantoro dan Supomo, 2002). Sumber data dalam penelitian ini adalah data laporan keuangan tahunan perusahaan-perusahaan yang dikategorikan ke dalam emiten sektor property dan real estate yang listing selama periode 2001-2005, yang diperoleh dari Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) di Bursa Efek Indonesia.
C. Operasional Variabel Penelitian a. Variabel Dependen (Y) Variabel dependen (variabel tidak bebas), yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah variabel dummy. Dimana kategori 1 untuk auditee yang menerima unqualified opinion
with explanatory language (opini audit going concern) dan kategori 0 untuk auditee yang menerima unqualified opinion (opini audit non going concern). b. Variabel Independen (X) Variabel independen (variabel bebas), adalah variabel yang mempengaruhi variabel tidak bebas. Sehubungan dengan hipotesis diatas, yang menjadi variabel independen dalam penelitian ini kondisi keuangan perusahaan dan pertumbuhan perusahaan. Definisi operasional variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kondisi Keuangan Perusahaan Kondisi keuangan perusahaan diukur melalui skala rasio keuangan. Rasiorasio tersebut sebagai berikut :
a) Rasio untuk menilai Likuiditas (Short-term Likuidity Ratios), Current Ratio yaitu untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini menunjukkan bahwa nilai kekayaan lancar (yang segera dapat dijadikan uang) ada sekian kalinya hutang jangka pendek. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
CurrentRatio =
AktivaLancar Hu tan gLancar
b) Rasio untuk menilai Solvabilitas (Long-term Solvency Ratios), yaitu untuk menilai kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutangnya dari aktiva yang dimiliki perusahaan. Rasio ini menunjukkan efektivitas perusahaan dalam penggunaan modal baik yang berasal dari pinjaman atau
yang berasal dari pemilik. Dalam hal ini digunakan Total Debt to Equity Ratio, yaitu bagian dari modal sendiri yang dijaminkan untuk hutang. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
TotalDebtToEquityRatio =
Hu tan gLancar + Hu tan gJangkaPanjang ModalSendiri
c) Rasio untuk menilai Profitabilitas (Profitability Ratios), yaitu rasio yang mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri (Sartono, 1998). Rasio profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return On Assets, yang dirumuskan sebagai berikut :
ROA =
LabaSetelahPajak TotalAsset
2. Pertumbuhan Perusahaan
Pertumbuhan perusahaan diproksikan dengan rasio pertumbuhan penjualan. Rasio ini mengukur seberapa baik perusahaan mempertahankan posisi ekonominya, baik dalam industrinya maupun dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut : PertumbuhanPenjualan =
PenjualanTahunt − PenjualanTahunt −1 PenjualanTahunt −1
D. Alat Analisis 1. Analisis Data Alat analisis yang digunakan untuk membuktikan hipotesis adalah regresi logistik
(Logistic Regression) yang variabel dependennya berupa variabel dummy (binary
dependen variable) atau bersifat dikotomi. Analisis regresi bertujuan untuk mencari adanya hubungan antara variabel dependen dengan satu atau lebih variabel independen.
Model yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
Ln
GC = α + β1(X1it) + β2(X2it) + β3(X3it) + ε 1 − GC
Ln
GC = Dummy variabel opini audit (kategori 1 untuk auditee dengan 1 − GC unqualified opinion with explanatory language (opini audit going cocern (GCAO)) dan 0 untuk auditee dengan non unqualified opinion with explanatory language (opini audit non going concern (NGCAO)).
α
= Konstanta
X1
= QR (Quick Ratio)
X2
= Total Debt to Equity Ratio
X3
= Return On Assets
X4
= Pertumbuhan Penjualan
ε
= Kesalahan Residual
2. Uji Asumsi Klasik
Dalam melakukan penelitian terhadap model analisis regresi logistik harus dipenuhi asumsi-asumsi yang mendasari model regresi. Seperti halnya model regresi, penelitian dengan menggunakan model logistic regression membutuhkan beberapa pengujian asumsi klasik. Pengujian asumsi klasik yang harus dipenuhi
meliputi tidak adanya autokorelasi, multikolinearitas dan mengabaikan asumsi normalitas dan heterokedastisitas untuk pengujian regresi logistik. Hal ini dilakukan agar penelitian yang dilakukan efisien dan kesimpulan yang dihasilkan mengandung kebenaran. Pengujian data dilakukan dengan menggunakan komputer melalui penggunaan SPSS (Statistical Package for Social Science).
Untuk itu akan dilakukan pengujian asumsi klasik yang terdiri dari :
a. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas dilakukan untuk melihat adanya keterkaitan antar variabel independen. Untuk melihat apakah ada kolinearitas dalam penelitian ini, maka akan dilihat dari nilai Variance Inflation Factor multikolinearitas (VIF). Nilai VIF yang diperkenankan adalah 10, jika nilai VIF lebih dari 10 maka dapat dikatakan terjadi multikolinearitas, yaitu terjadi hubungan yang cukup besar antara variabelvariabel bebas, dan angka tolerance mempunyai angka > 0,10, maka variabel tersebut tidak mempunyai masalah multikolinearitas dengan variabel bebas lainnya, koefisien variabel independent harus lemah (dibawah 0,5). Jika korelasi kuat, maka terjadi masalah multikolinearitas (Santoso, 2000).
b. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah terjadi korelasi (hubungan) diantara anggota-anggota sampel penelitian yang diurutkan berdasarkan waktu. Menurut Santoso (2000), Autokorelasi adalah kondisi dimana kesalahan pengganggu saling korelasi. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas
dari autokorelasi. Untuk mengetahui apakah terjadi autokorelasi dalam suatu model regresi, digunakan uji Durbin Watson (Uji DW) dengan ketentuan : a) DW kurang dari 1.10, artinya ada korelasi b) DW antara 1.10 – 1.54, artinya tidak ada kesimpulan c) DW antara 1.55 – 2.56, artinya tidak ada autokorelasi d) DW antara 2.57 – 2.90, artinya tidak ada kesimpulan e) DW lebih dari 2.90, artinya ada autokorelasi.
3. Menilai Kelayakan Model Regresi
Kelayakan model regresi dinai dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test lebih besar daripada 0,05 maka hipotesis nol tidak dapat ditolak dan berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena sesuai dengan data observasinya (Ghozali, 2005).
4.Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji persial dan uji simultan pada tingkat keyakinan 95% dan kesalahan dalam analisis 5%. Penjelasan pengujian hipotesis sebagai berikut :
1. Uji Secara Parsial Pengujian hipotesis terhadap koefisien regresi secara parsial menggunakan uji-t pada tingkat keyakinan 95% dan tingkat kesalahan dalam analisis (α) 5%, hasil uji-t dibandingkan dengan nilai t-tabel dengan ketentuan df = n-k, dimana n adalah besarnya sampel dan k adalah jumlah variabel. Dengan keputusan berdasarkan probabilitas sebagai berikut :
Jika p-value > 0,05 maka Ha ditolak. Jika p-value < 0,05 maka Ha diterima. Atau apabila : t-hitung < t-tabel, maka Ha ditolak t-hitung > t-tabel, maka Ha diterima Kriteria ini berlaku untuk pengujian hipotesis yang mempunyai arah yang positif.
2. Uji Secara Simultan Selain uji secara parsial dalam penelitian ini dilakukan juga pengujian secara simultan. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel independen secara simultan (bersama-sama) berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Pengujian ini dilakukan dengan uji-F atau uji ANOVA pada tingkat keyakinan 95% dan tingkat kesalahan dalam analisis (α) 5%. Dengan keputusan berdasarkan probabilitas sebagai berikut : Jika p-value > 0,05 maka Ha ditolak. Jika p-value < 0,05 maka Ha diterima.
3. Hubungan Kontribusi Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen Selain dilakukan analisis regresi untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap veriabel dependen, dilakukan pula analisis korelasi untuk mengetahui besarnya hubungan variabel independen dan variabel dependen. Besarnya hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial dapat diketahui melalui koefisien korelasi parsial (r) variabel independen, sedangkan kontribusinya dapat diketahui dengan mengkuadratkan koefisien korelasi parsial (r2) variabel independen. Penafsiran hubungan yang terjadi antara
variabel independen terhadap variabel dependen dari koefisien korelasi parsial diperlukan suatu batasan. Sugiyono (1999) memberikan pedoman dalam memberikan interpretasi terhadap koefisien korelasi yang menunjukkan hubungan antar variabel seperti yang tercantum pada tabel dibawah ini.
Interpretasi Koefisien Korelasi Interval Koefisien 0.00 – 0.19 0.20 – 0.39 0.40 – 0.59 0.60 – 0.79 0.80 – 1.00
Tingkat Hubungan Sangat Rendah Rendah Sedang Kuat Sangat Kuat
Kontribusi variabel independen terhadap variabel dependen menunjukkan seberapa besar variasi variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen. Untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan atau secara bersama-sama dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi (R2). Namun untuk model regresi lebih dari dua variabel independen digunakan adjusted R2 sebagai koefisien determinasi simultan. Hal ini dimaksudkan dari kenaikan bias atau kesalahan karena kenaikan dari jumlah variabel independen dan kenaikan dan jumlah sampel.
IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Obyek Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dipilih secara purposive sampling, sehingga sampel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan representasi dari populasi sampel yang ada serta sesuai dengan tujuan dari penelitian. Proses seleksi sampel berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan ditampilkan dalam tabel berikut ini : Tabel Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria No.
1.
Kriteria
Jumlah
Akumulasi
Total perusahaan sektor property dan real estate
30
yang terdaftar di BEI tahun 2001-2005 2.
Delisting selama periode pengamatan (2001-2005)
2
28
3.
Data tidak tersedia
5
23
Jumlah Sampel Total Selama Periode Penelitian
115
Sumber : Lampiran Berdasarkan kriteria sampel yang telah ditetapkan maka diperoleh sebanyak 115 auditee sektor property dan real estate yang digunakan sebagai sampel dan dikelompokkan ke dalam dua kelompok atau kategori berdasarkan atas jenis opini audit yang diterimanya, yaitu kelompok auditee dengan unqualified opinion with explanatory language (opini audit going concern (GCAO)) dan auditee dengan
non unqualified opinion with explanatory language (opini audit non going concern (NGCAO)). Distribusi auditee sektor property dan real estate berdasarkan opini yang diterima ditampilkan dalam tabel berikut ini : Tabel Distribusi Auditee Berdasarkan Opini Audit
2001
2002
2003
2004
2005
Total
GCAO
NGCAO
Total
Auditee
21
2
23
%
91.3%
8.7%
100%
Auditee
21
2
23
%
91.3%
8.7%
100%
Auditee
12
11
23
%
52.2%
47.8%
100%
Auditee
9
14
23
%
39.1%
60.9%
100%
Auditee
8
15
23
%
34.8%
65.2%
100%
Auditee
71
44
115
%
61.8%
38.2%
100%
Sumber : Lampiran
B. Pengujian Asumsi Klasik
1. Uji Multikolinearitas Dalam suatu model regresi terdapat multikolinearitas jika terdapat interkorelasi antara variable independen. Untuk mendeteksi apakah terdapat gejala multikolinearitas dalam suatu model regresi berganda adalah dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor). Model regresi linier berganda tidak terdapat multikolinearitas apabila nilai VIF tidak lebih dari 10.
Tabel Hasil Uji Multikolinearitas Variabel
VIF
Current Ratio
1.009
Total Debt to Equity
1.012
Growth
1.006
Return On Assets
1.001
Sumber : Lampiran Pada tabel dapat dilihat bahwa nilai VIF seluruh variabel independen lebih kecil dari 10 sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi layak digunakan.
2. Uji Autokorelasi Untuk mengetahui apakah dalam model regresi linier berganda yang dihasilkan terjadi autokorelasi atau tidak, dapat dilakukan uji Durbin-Watson (DW-Test) dengan ketentuan : f) DW kurang dari 1.10, artinya ada korelasi g) DW antara 1.10 – 1.54, artinya tidak ada kesimpulan h) DW antara 1.55 – 2.56, artinya tidak ada autokorelasi i) DW antara 2.57 – 2.90, artinya tidak ada kesimpulan j) DW lebih dari 2.90, artinya ada autokorelasi. Berikut ini hasil pengujian autokorelasi dengan melihat DW : Tabel Hasil Uji Autokorelasi dengan SPSS Model Summary(b)
Model 1
R .226(a)
R Square .051
Adjusted R Square .016
a Predictors: (Constant), ROA, growth, CR, TDTE b Dependent Variable: opinion
Std. Error of the Estimate .48413
Durbin-Watson 1.732
Berdasarkan tabel, terlihat nilai DW sebesar 1.732 yaitu berada diantara nilai 1.55 – 2.56, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi bebas dari autokorelasi.
C. Menguji Kelayakan Model Regresi
Analisis yang dilakukan adalah menilai kelayakan modelregresi logistik yang akan digunakan. Pengujian kelayakan model regresi logistic dilakukan dengan menggunakan Goodness of fit test yang diukur dengan nilai Chi-Square pada bagian bawah uji Hosmer and Lemeshow. Tabel Hosmer and Lemeshow Test Hosmer and Lemeshow Test Step 1
Chi-square 5.584
df
Sig. 8
.694
Sumber : Lampiran
Tabel menunjukkan hasil pengujian Hosmer and Lemeshow. Dengan probabilitas signifikansi menunjukkan angka 0,694, nilai signifikansi yang diperoleh lebih besar dari pada 0,05. Hal ini berarti model regresi layak untuk digunakan dalam analisis selanjutnya, karena tidak ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati. D. Matrik Klasifikasi
Matrik klasifikasi akan menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan penerimaan unqualified opinion with explanatory language pada auditee.
Tabel Matrik Klasifikasi Classification Tablea Predicted
Step 1
Observed opinion
NGCAO GCAO
opinion NGCAO GCAO 11 33 5 66
Overall Percentage
Percentage Correct 25.0 93.0 67.0
a. The cut value is .500
Sumber : Lampiran
Tabel menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan penerimaan unqualified opinion with explanatory language (opini audit going concern) pada auditee adalah sebesar 93,0 persen. Hal ini berarti bahwa dengan menggunakan model regresi yang diajukan, ada 66 auditee (93,0 persen) yang diprediksi akan menerima opini audit going concern (GCAO) dari total 71 auditee yang menerima opini audit going concern. Kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi kemungkinan penerimaan non unqualified opinion with explanatory language (opini audit non going concern) pada auditee adalah sebesar 25,0 persen yang berarti bahwa dengan model regresi yang diujukan ada 11 auditee (25,0 persen) yang diprediksi akan menerima opini audit non going concern (NGCAO) dari total 44 auditee yang menerima opini audit non going concern.
E. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan
•
Pengujian Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ha1: Kondisi keuangan perusahaan berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan penerimaan unqualified opinion with explanatory language Ha2: Pertumbuhan perusahaan berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan penerimaan unqualified opinion with explanatory language
1. Pengujian Regresi Secara Parsial (Uji-t)
Pengujian hipotesis yang dilakukan secara parsial bertujuan untuk mengetahui pengaruh signifikansi dari masing-masing veriabel independen terhadap variabel dependen. Pengujian hipotesis terhadap koefisien regresi secara parsial menggunakan uji-t pada tingkat keyakinan 95% dan tingkat kesalahan dalam analisis 5%. Jika p-value > 0,05 maka Ha ditolak. Jika p-value < 0,05 maka Ha diterima. Atau apabila : t-hitung < t-tabel, maka Ha ditolak t-hitung > t-tabel, maka Ha diterima Kriteria ini berlaku untuk pengujian hipotesis yang mempunyai arah yang positif.
Tabel Hasil Perhitungan Uji-t dengan SPSS Coefficientsa
Model 1
(Constant) CR TDTE growth ROA
Unstandardized Coefficients B Std. Error .637 .051 -.004 .004 -.008 .009 .000 .000 .015 .020
Standardized Coefficients Beta -.098 -.086 -.166 .068
t 12.524 -1.053 -.926 -1.783 .734
Sig. .000 .295 .357 .077 .464
a. Dependent Variable: opinion
Ha1 : Kondisi keuangan perusahaan berpengaruh signifikan terhadap
kemungkinan penerimaan unqualified opinion with explanatory language. Hasil pengujian terhadap hipotesis ini menunjukkan nilai koefisien regresi (b) -0,004 untuk Current Ratio, -0,008 untuk Total Debt to Equity Ratio dan 0,015 untuk Return On Assets. Hal ini berarti bahwa setiap penurunan Current Ratio sebesar 1 maka probabilitas untuk mendapatkan unqualified opinion with explanatory language semakin tinggi sebesar 0,4 persen dan setiap penurunan Total Debt to Equity Ratio sebesar 1 probabilitas mendapatkan unqualified opinion with explanatory language semakin tinggi sebesar 0,8 persen. Sedangkan untuk Return On Assets setiap kenaikan sebesar 1 probabilitas mendapatkan unqualified opinion with explanatory language semakin rendah sebesar 1,5 persen.
Kondisi keuangan dalam hipotesis ini diukur melalui Current Ratio, Total Debt To Equity Ratio dan Return On Assets. Hasil pengujian yang telah dilakukan untuk X1 (Current Ratio), X2 (Total Debt to Equity Ratio) dan X3 (Return On Assets) menunjukkan Sig. (Significance) sebesar 0,295, 0,357 dan 0,464 atau pvalue > 0,05, maka hipotesis pertama (Ha1) ditolak. Hal ini berarti secara parsial
kondisi keuangan perusahaan yang diukur melalui rasio likuiditas, rasio solvabilitas dan rasio probabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan penerimaan unqualified opinion with explanatory language. Rasio likuiditas dan solvabilitas perusahaan mempunyai pengaruh yang negatif artinya semakin rendah rasio likuiditas maka semakin tinggi kemungkinan perusahaan untuk mendapatkan unqualified opinion with explanatory language sedangkan untuk rasio solvabilitas semakin rendah rasio solvabilitas maka semakin tinggi kemungkinan perusahaan untuk mendapatkan unqualified opinion with explanatory language, dan untuk rasio profitabilitas mempunyai pengaruh positif yang artinya semakin tinggi rasio profitabilitas maka semakin rendah kemungkinan perusahaan untuk mendapatkan unqualified opinion with explanatory language. Hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Setyarno (2006) yang menyatakan bahwa rasio likuiditas berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern (unqualified opinion with explanatory language), namun sesuai dengan penelitian Nahararinta (2009) bahwa rasio likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern. Semakin tinggi Current Ratio suatu perusahaan menunjukkan bahwa jumlah aktiva lancar semakin jauh diatas jumlah hutang lancar yang artinya jumlah aktiva lancar dapat menutupi kewajiban-kewajiban lancar perusahaan atau tingkat likuiditas perusahaan tinggi sehingga kemungkinan perusahaan dalam kondisi bermasalah semakin rendah maka semakin rendah pula kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern.
Untuk profitabilitas perusahaan berbeda dengan hasil penelitian Komalasari (2004), rasio profitabilitas mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap kemungkinan perusahaan menerima opini audit selain unqualified opinion dan penelitian Nahararinta (2009), rasio profitabilitas mempunyai pengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern.
Ha2 : Pertumbuhan perusahaan berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan
penerimaan unqualified opinion with explanatory language. Pengujian terhadap hipotesis ini menunjukkan nilai koefisien regresi (b) 0,000 yang berarti setiap kenaikan pertumbuhan perusahaan sebesar 1 probabilitas mendapatkan unqualified opinion with explanatory language (opini audit going concern) semakin tinggi sebesar 0 persen. Hasil pengujian untuk variabel X3 yaitu pertumbuhan perusahaan menunjukkan nilai Sig. 0,077 atau p-value > 0,05 maka hipotesis kedua (Ha2) dalam penelitian ini ditolak. Secara parsial, pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan penerimaan unqualified opinion with explanatory language. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Setyarno (2006) yang menyatakan bahwa pertumbuhan perusahaan tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern (unqualified opinion with explanatory language) dan penelitian Fanny dan Saputra (2005) bahwa pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap pemberian opini audit. Pertumbuhan penjualan perusahaan menunjukkan seberapa baik perusahaan mempertahankan posisi ekonominya, baik dalam industrinya maupun dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan (Weston dan Copeland, 1992 dalam Setyarno 2006). Namun peningkatan dalam penjualan
bersih tidak menjamin peningkatan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba serta meningkatkan saldo labanya.
2. Pengujian Regresi Secara Simultan (Uji-F)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel independent yang diamati secara simultan atau bersama-sama mempunyai pengaruh (hubungan) yang signifikan terhadap variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji-F atau uji ANOVA pada tingkat keyakinan 95% dan tingkat kesalahan analisis 5%. Dengan keputusan berdasarkan probabilitas sebagai berikut : Jika p-value > 0,05 maka Ha ditolak. Jika p-value < 0,05 maka Ha diterima. Untuk melihat apakah semua variabel independen secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen, dapat dilihat pada uji F dengan SPSS sebagai berikut : Tabel Hasil Perhitungan Uji F dengan SPSS ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 1.383 25.782 27.165
df 4 110 114
Mean Square .346 .234
F 1.475
Sig. .215a
a. Predictors: (Constant), ROA, growth, CR, TDTE b. Dependent Variable: opinion
Sumber : Lampiran Dari tabel diatas dapat dilihat tingkat signifikansi untuk variabel Current Ratio, Total Debt to Equity Ratio, Return On Assets dan Pertumbuhan Penjualan perusahaan tahun 2001-2005 memiliki nilai signifikansi sebesar 0,215. Hal ini
menunjukkan terjadinya penolakan Ha yang berarti secara serentak variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
•
Kontribusi dan Hubungan Variabel Independent terhadap Variabel Dependen
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel Hasil Korelasi KET
Koefisien Korelasi (r) 0,098
Tingkat Hubungan Sangat Rendah
0,010
Total Debt to Equity Ratio Return On Assets
0,103
Sangat Rendah
0,011
0,066
Sangat Rendah
0,004
Pertumbuhan Penjualan Perusahaan Sumber : Lampiran
0,168
Sangat Rendah
0,028
Current Ratio
Kontribusi (r2)
1. Kontribusi dan Hubungan variabel secara parsial a. Current Ratio Hubungan antara likuiditas perusahaan yang diprediksi melalui Current Ratio dengan kemungkinan penerimaan unqualified opinion with explanatory language yang dikeluarkan auditor pada periode penelitian yaitu tahun 2001-2005 sangat rendah. Hal ini terlihat dari koefisien korelasi (r) yang menunjukkan nilai 0,098, sedangkan nilai r2 sebesar 0,010 menunjukkan bahwa kontribusi Current Ratio terhadap kemungkinan penerimaan unqualified opinion with explanatory language yang dikeluarkan auditor adalah sebesar 1%.
b. Total Debt to Equity Ratio Hubungan antara solvabilitas perusahaan yang diprediksi melalui Total Debt to Equity Ratio dengan kemungkinan penerimaan unqualified opinion with explanatory language yang dikeluarkan auditor pada periode penelitian yaitu tahun 2001-2005 sangat rendah. Hal ini terlihat dari koefisien korelasi (r) yang menunjukkan nilai 0,103, sedangkan nilai r2 sebesar 0,011 menunjukkan bahwa kontribusi Total Debt to Equity Ratio terhadap kemungkinan penerimaan unqualified opinion with explanatory language yang dikeluarkan auditor adalah sebesar 1,1%.
c. Return On Assets Hubungan antara solvabilitas perusahaan yang diprediksi melalui Return On Assets dengan kemungkinan penerimaan unqualified opinion with explanatory language yang dikeluarkan auditor pada periode penelitian yaitu tahun 2001-2005 sangat rendah. Hal ini terlihat dari koefisien korelasi (r) yang menunjukkan nilai 0,066, sedangkan nilai r2 sebesar 0,004 menunjukkan bahwa kontribusi Return On Assets terhadap kemungkinan penerimaan unqualified opinion with explanatory language yang dikeluarkan auditor adalah sebesar 0,4%.
d. Pertumbuhan Penjualan Perusahaan Hubungan antara pertumbuhan penjualan perusahaan dengan kemungkinan penerimaan unqualified opinion with explanatory language yang dikeluarkan auditor pada periode penelitian yaitu tahun 2001-2005 sangat rendah. Hal ini terlihat dari koefisien korelasi (r) yang menunjukkan nilai 0,168, sedangkan nilai r2 sebesar 0,028 menunjukkan bahwa kontribusi pertumbuhan penjualan terhadap
kemungkinan penerimaan unqualified opinion with explanatory language yang dikeluarkan auditor adalah sebesar 2,8%.
2. Kontribusi dan Hubungan variabel secara simultan (serentak) Hubungan variabel independent terhadap variabel dependen secara bersama-sama (simultan) menunjukkan nilai Adjusted R2 sebesar 0,016 hal ini menunjukkan bahwa variabel independent yang terdiri dari Current Ratio, Total Debt to Equity Ratio, dan Pertumbuhan Penjualan hanya mampu menjelaskan variabel dependen (unqualified opinion with explanatory language) sebesar 1,6% sedangkan sisanya sebesar 98,4% dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel lain diluar model regresi ini.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang pengaruh rasio – rasio keuangan yang menunjukkan kondisi keuangan dan pertumbuhan perusahaan sektor property dan real estate di Indonesia selama periode 5 tahun pasca krisis moneter yaitu tahun 2001 sampai dengan 2005 terhadap kemungkinan penerimaan unqualified opinion with explanatory language yang dikeluarkan auditor, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1.Hipotesis pertama yang menyatakan bahwa kondisi keuangan perusahaan berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan penerimaan unqualified opinion with explanatory language yang diukur melalui current ratio, total debt to equity ratio dan return on assets tidak dapat diterima, dengan demikian kemungkinan penerimaan unqualified opinion with explanatory language yang dikeluarkan auditor tahun 2001-2005 tidak dipengaruhi oleh kondisi keuangan perusahaan dalam penelitian ini likuiditas perusahaan yang diukur melalui current ratio dan solvabilitas perusahaan melalui total debt to equity ratio. Hal ini dapat terlihat dari hubungan yang sangat rendah dari kedua variabel kondisi keuangan yang diteliti. current ratio memberikan kontribusi sebesar 1%, total debt to equity ratio 1,1% dan return on assets 0,4% terhadap kemungkinan penerimaan unqualified opinion with explanatory language yang dikeluarkan auditor.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Setyarno (2006) yang menyatakan bahwa rasio likuiditas berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern (unqualified opinion with explanatory language), namun sesuai dengan penelitian Nahararinta (2009) bahwa rasio likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern. Dan untuk hasil penelitian variabel solvabilitas perusahaan berbeda dengan penelitian Nahararinta (2009) yang menyatakan bahwa rasio permodalan tidak berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern. Sedangkan untuk profitabilitas perusahaan berbeda dengan hasil penelitian Hani dkk (2003), Patronela (2004) dan Komalasari (2004), rasio profitabilitas signifikan terhadap kemungkinan perusahaan menerima opini audit selain unqualified opinion dan penelitian Nahararinta (2009), rasio profitabilitas mempunyai pengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern.
2. Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa pertumbuhan perusahaan berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan penerimaan unqualified opinion with explanatory language tidak dapat diterima, dengan demikian kemungkinan penerimaan opini audit going concern tahun 2001-2005 dipengaruhi oleh pertumbuhan perusahaan. Hal ini terlihat dari hubungan yang sangat rendah antara rasio pertumbuhan penjualan perusahaan terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern yang dikeluarkan auditor dengan konstribusi sebesar 2,8%.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Setyarno (2006) yang menyatakan bahwa pertumbuhan perusahaan tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern (unqualified opinion with explanatory language) dan penelitian Fanny dan Saputra (2005) bahwa pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap pemberian opini audit.
Hasil penelitian ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2007), berdasarkan penelitiannya yang berjudul Assessing Going Concern Opinion : A Study Based On Financial And Non-Financial Informations menyatakan bahwa variabel keuangan yang diukur melalui likuiditas, profitabilitas, dan solvabilitas tidak efektif untuk memprediksi dikeluarkannya opini going concern. Statistik deskriptif dan regresi logistik variabel keuangan yang diteliti menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Hasil penelitian ini tidak signifikan juga dapat disebabkan faktor global dalam periode sampel penelitian yaitu kondisi perekonomian dalam tahap pemulihan pasca krisis moneter yang melanda Indonesia mulai pertengahan tahun 1997.
B. Saran
1. Bagi para pemakai laporan keuangan, untuk menilai going concern suatu perusahaan tidak cukup hanya dengan melihat melalui analisis-analisis kinerja keuangan perusahaan saja, kondisi perekonomian pun menjadi faktor yang harus dipertimbangkan. 2. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan menambah variabel yang diteliti seperti debt default, opinion shopping, dan ukuran-ukuran kinerja keuangan perusahaan yang lain serta perluasan tahun penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Sukrisno. 2004. Auditing (Pemeriksaan Akuntan) Oleh Kantor Akuntan Publik. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Fanny, Margaretta dan Saputra, S. 2005. “Opini Audit Going Concern : Kajian Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan, Dan Reputasi Kantor Akuntan Publik (Studi Pada Emiten Bursa Efek Jakarta)”. Simposium Nasional Akuntansi VIII. 966-978 Ghozali, Imam. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang : BPFE Undip Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Salemba Empat Ikatan Akuntan Indonesia. 2004. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 1999. Metodelogi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE Komalasari, Agrianti. 2004. ”Analisis Pengaruh Kualitas Auditor Dan Proxi Going Concern Terhadap Opini Auditor”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Lampung: Universitas Lampung Munawir. 1999. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty Praptitorini, Mirna Dyah dan Indira Januarti. 2007. ”Analisis Pengaruh Kualitas Audit, Debt Default Dan Opinion Shopping Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern”. Simposium Nasional Akuntansi X Rahayu. 2007.”Assessing Going Concern Opinion: a Study Based On Financial and Non-Financial Information”. Simposium Nasional Akuntansi X Santoso, Singgih. 2002. Mengatasi Berbagai Masalah Statistik dengan SPSS v.12. Jakarta : PT Elex Media Komputindo
Setyarno, Eko Budi, Indira Januarti, dan Faisal. 2006. “Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi Keuangan Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Opini Audit Going Concern” Simposium Nasional Akuntansi IX Suartana, I Wayan. 2007. ”Upaya Meningkatkan Kualitas Pertimbangan Audit Melalui Self Review : Kasus Going Concern Perusahaan”. Simposium Nasional Akuntansi X ------------, 2006. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Lampung: Penerbit Universitas Lampung www.bei.co.id www.google.com