Ajat Sudrajat, Jerusalem: Kota Dalam Sengketa
15
JERUSALEM: KOTA DALAM SENGKETA Ajat Sudrajat Jurusan Sejarah FISE Universitas Negeri Yogyakarta
Abstract: This research is itended to trace the roots of conflict causes at city of Jerrusalem. The four steps taken of this research method are heuristic, source critique, interpretation and historiography. The findings of this research are (1) in fact, Jerusalem is a city always involved in conflict. There are several nations that have involved conflicts at this city, namely The Kan’an, Philistine, Jew, Babylonian, Asyyrian, Persia, Greece, Roman, Arabian-Islamic, and RomanChristian; (2) In the contemporary era, Jerussalem is still the source of conflict between Palestine (Islam) and Jew; (3) The United Nations Organization declares that Jerrusalem is in international under control as corpus separatum. Key Words: Jerussalem, city, conflict, religion
Jerusalem (Yahudi: Yerushalayim; Arab: Al Quds), merupakan kota yang terletak di persimpangan Israel dan West Bank. Lokasinya berada di antara Laut Mediterania dan Laut Mati, kira-kira 50 km (kurang lebih 30 mil) sebelah tenggara ibu kota Israel, Tel Aviv. Wilayah kota ini luasnya kira-kira 123 km persegi, tetapi batas-batasnya seringkali diperselisihkan, terutama sejak pengambil alihan oleh Israel. Sementara itu, wilayah-wilayah yang berbatasan dengan Jerusalem oleh orang-orang Palestina dipandang sebagai bagian dari wilayah West Bank. Komposisi Jerusalem dibagi menjadi dua bagian, yaitu Jerusalem Barat dan Jerusalem Timur. Jerusalem Barat, hampir semua penduduknya adalah orang-orang Yahudi, yang merupakan bagian dari Israel sejak didirikan pada tahun 1948. Jerusalem Timur, sebagian besar penduduknya adalah orang-orang Arab Palestina, yang pada akhir-akhir ini direkonstruksi
menjadi wilayah Yahudi. Jerusalem Timur dikuasai oleh Jordania antara 1949 dan Perang Enam-Hari tahun 1967. Selama masa peperangan, Jerusalem Timur dapat diduduki Israel, dan kemudian diklaim sebagai bagian dari wilayahnya. Israel menyatakan bahwa Jerusalem merupakan ibu kotanya, tetapi orang-orang Palestina membantah pernyataan itu dan PBB pun tidak mengakuinya. Orang-orang Yahudi, Kristen, dan kaum Muslimin, yang merupakan bagian dari Abrahamic religions, mengklaim bahwa Jerusalem merupakan kota suci mereka. Kota Jerusalem memang memiliki situs-situs suci yang berhubungan dengan agama-agama tersebut. Sampai sekarang pun, Jerusalem masih menyimpan artifakartifak sejarah ketiga agama tersebut. Adapun konsentrasi terbesar dari situs keagamaan dan sejarah ini berada atau terletak di Kota Tua, yang merupakan bagian dari wilayah Jerusalem Timur.
16
SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kedua, Nomor 2, Desember 2009
Kenyataan yang menunjukkan bahwa Jerusalem telah diklaim sebagai kota suci bagi tiga agama, Yahudi, Kristen, dan Islam, ternyata telah membawa konsekuensi terhadap keberadaannya. Jerusalem telah menjadi ajang persengketaan yang tidak pernah selesai. Entah kapan akan menjelma kehidupan bersama secara damai dan harmonis di kota ini. Oleh karena adanya persengketaan yang berkepanjangan atas kota ini, penelitian ini akan mencoba menelusuri lebih jauh akar-akar penyebab terjadinya konflik. Dengan penelitian ini diharapkan akan terungkap sejumlah persoalan yang menjadi penyebab terjadinya konflik berkepanjangan tersebut. Berangkat dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: (1) bagaimanakah sejarah berdirinya kota Jerusalem?, dan (2) bagaimanakah sejarah perkembangan kota Jerusalem sejak beridirinya sampai sekarang? Metode Penelitian Penelitian ini, seperti terlihat dari judulnya, adalah bercorak kesejarahan. Oleh karena itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah kritis. Metode yang bercorak kesejarahan menurut Lucey (1958; 2728) adalah suatu prosedur untuk mengumpulkan saksi atau bukti dari suatu masa atau peristiwa, mengevaluasi saksi atau bukti tersebut, kemudian melakukan penafsiran atasnya, dan akhirnya menghadirkan atau menyajikannya dalam suatu uraian yang bersifat ilmiah.
Ada empat tahap yang dilalui dalam metode sejarah kritis ini, yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan penyajian. Pertama, heuristik atau sumber sejarah. Pada tahap ini, yang dilakukan adalah mencari dan mengumpulkan secara seksama semua data yang berkaitan dengan sejarah konflik di kota Jerusalem. Sumbersumber itu secara langsung dan tidak langsung memberikan informasi mengenai Jerusalem Tahap kedua adalah kritik sumber, yaitu berkaitan dengan otentisitas dan kredibilitas suatu sumber. Dalam penelitian ini, peneliti hanya melakukan kritik intern, yaitu yang berkaitan dengan kredibilitas suatu sumber, dalam hal ini adalah isi yang dikandung di dalamnya. Atas pertimbangan tersebut, maka sumber itu kemudian dijadikan rujukan dalam penelitian ini. Tahap ketiga adalah interpretasi atau penafsiran, yaitu penafsiran atas sumber-sumber yang diperoleh. Interpretasi di sini berfungsi untuk mensintesiskan informasi-informasi yang diperoleh dari berbagai sumber sejarah. Penafsiran historis yang demikian merupakan bagian dari konstruktivisme, yaitu suatu usaha dalam rangka merekonstruksi atas apa yang terjadi. Tahap keempat yang merupakan tahap terakhir adalah historiografi atau penulisan sejarah. Seperti telah disebutkan di atas, historiografi atau penulisan sejarah merupakan rekonstruksi yang imajinatif dari masa lampau berdasarkan tiga langkah yang mendahuluinya. Pada tahap ini, peneliti mengorganisasikan dan mengemukakan
Ajat Sudrajat, Jerusalem: Kota Dalam Sengketa
penemuan-penemuannya dalam bentuk karya sejarah. Hasil Dan Pembahasan 1. Asal-usul Nama Jerusalem Ada sejumlah versi mengenai asal-usul nama kota Jeruslem. Menurut sementara ahli dari Barat maupun Arab, nama Jerusalem berasal dari kata Jebus dan Salem. Jebus adalah salah satu nama suku dari rumpun bangsa Kanan, dan Salem adalah nama Tuhan yang paling tinggi yang disembah oleh suku tersebut (Talal, 1980: 6). Namun demikian tidak ada penjelasan lebih jauh bagaimana proses pembentukan dari dua kata tersebut sehingga membentuk menjadi kata Jerusalem. Informasi lain mengenai nama Jerusalem adalah berasal dari dua catatan Mesir. Catatan yang berasal dari kira-kira 1900-1800 tahun sebelum masehi dan 1400 sebelum masehi itu mengatakan adanya dua puluh negeri dan tiga puluh pangeran. Di antara kota-kota itu disebut nama kota Urusalim dan dua orang pangeran yang berkuasa di kota itu, yaitu Yaqir-‘ammu dan Saz’anu. Dalam hal ini, nama Salem, Salim, atau Shalem, dikaitkan dengan nama dewa, sedangkan kata Uru kemungkinan berarti ditemukan (has faunded). Nama ini kemungkinan besar berasal dari bangsa Amorite ( Franken, 1989: 18). Pada zaman pertengahan Abad Perunggu, Jerusalem diperkirakan dihuni oleh bangsa Amorite. Kesimpulan ini didasarkan pada dua nama orang pangeran yang berkuasa di kota ini seperti disebutkan di atas. Di Mesopotamia orang-orang ini disebut Amurru (Akkadia) dan Martu di Sumeria.
17
Pada waktu itu tanah air mereka adalah Syria dengan pusatnya di lembah Orontes. Meskipun mereka telah memiliki kerajaan-kerajaan, tetapi sebagian dari mereka memiliki bentuk kehidupan yang tidak menetap. Bangsa Amorite ini telah mejadi ancaman bagi raja-raja Mesopotamia dan pada tahun 2000 sebelum masehi melakukan invasi ke Sumeria yang dipimpin oleh Raja Mari. Dalam perkembangannya nama kota itu menjadi Jerushalayim, yang berarti Kota Perdamaian. Sedangkan dalam bahasa Arab, Jerusalem dikenal dengan sebutan Bait al-Muqaddas atau al-Quds, yang berarti Kota Suci (Shalem, 2006). 2. Sejarah Konflik di Kota Jerusalem Hasil riset arkeologi tentang Jerusalem menunjukkan bahwa kota itu telah dihuni oleh manusia sejak 40.000 tahun yang lalu. Pada kira-kira 9000 tahun sebelum masehi diketahui telah terjadi perpindahan orang-orang Arab ke daerah yang sekarang disebut Jericho. Selanjutnya, pada kira-kira 4000 tahun sebelum masehi, orang-orang dari suku Jebus, salah satu dari rumpun Kanan, mendirikan sebuah kota yang bernama Jebus, pada sebagian wilayah yang sekarang masuk dalam wilayah kota Jerusalem. Jerusalem sesungguhnya sudah ditempati sejak Zaman Batu, tetapi penduduk asli kota ini terusir kira-kira pada periode antara 5000-4000 tahun sebelum masehi. Mereka terusir karena didesak oleh suatu suku bangsa ketika memasuki Zaman Perungggu. Menurut Bibel, bangsa yang melakukan invasi tersebut adalah bangsa Kanan, yang
18
SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kedua, Nomor 2, Desember 2009
merupakan suatu bangsa campuran, tetapi yang dominan di antara mereka adalah bangsa Jebusit. Bangsa ini dalam Bibel dibedakan dengan bangsa Amorite, yang menghuni kota Jeruselem pada Pertengahan Abad Perunggu. Kehadiran bangsa Jebusit di kota Jerusalem adalah pada awal Abad Besi. Bangsa Jebusit tidak hanya menduduki kota Jerusalem, tetapi juga menguasai wilayah sekitarnya ( Franken, 1989:24). a. Konflik antara Kanan, Filistin, dan Israel. Seperti yang juga dikatakan Bibel, terdapat adanya sejumlah penduduk yang tinggal di Palestina. Tetapi, dari penduduk-penduduk tersebut, hanya ada tiga kelompok penduduk yang telah memainkan peran dominan di wilayah itu. Ketiga kelompok penduduk ini telah meninggalkan bekas yang tidak terhapuskan, yaitu penduduk Kanan, Filistin dan Israel. Penduduk Palestina adalah keturunan dari bangsa Filistin. Dari tiga kelimpok penduduk di atas, orang-orang Kanan merupakan kelompok pertama yang tinggal di Palestina, yaitu sekitar 3000 tahun yang lalu. Bangsa Kanan muncul pada masa pemerintahan Mesir pada abad ke-15 sebelum masehi, yaitu ketika terjadi penaklukan oleh Raja Thutmose III. Mereka tinggal di kota-kota dan terlibat dalam kegiatn-kegiatan baik pertanian maupun komersial. Kota-kota tersebut diperintah oleh raja-raja, yang sekaligus juga berperan sebagai pendeta. Nama Kanan itu sendiri adalah menunjukkan wilayah di mana mereka tinggal. Selanjutnya, penduduk Filistine menempati wilayah Kanan hampir
bersamaan dengan orang-orang Israel, yaitu pada 1300 tahun sebelum masehi. Mereka diyakini telah melakukan migrasi dari Elyria dan tinggal di sepanjang bagian pantai Mediterania yang terbentang dari Jaffa sampai Gaza. Pada tahun 1175 sebelum masehi, wilayah ini merupakan bagian dari tanah Kanan. Orang-orang Filistin menguasai wilayah ini sampai beberapa abad. Lama kelamaan wilayah tersebut dikenal dengan sebutan Pilistia. Sedangkan nama Palestina merupakan nama setelah Filistin. Para sejarawan meragukan telah terjadinya penyerbuan yang dilakukan oleh orang-orang Filistin atas penduduk Kanan. Sebaliknya, mereka mengatakan bahwa penduduk Kanan dan Palestina telah hidup bersama secara damai, bahkan telah terjadi percampuran di antara kedua belah pihak. Pada kira-kira 1250 tahun sebelum masehi, bangsa Yahudi dari Mesir mulai melakukan penaklukan mereka ke tanah Kanan sampai ke wilayah sebelah barat Sungai Jordan, yang kemudian dikenal dengan sebutan Palestina. Untuk menghindari serbuan bangsa Yahaudi ini, kota yang diperkuat pertahanannya adalah Jerusalem, dan dapat bertahan sampai 200 tahun kemudian. Tetapi pada tahun 1000 sebelum masehi, beberapa tahun setelah naiknya Raja Israel, Daud, akhirnya kota ini dapat ditaklukkan. Bangsa Israel, merujuk keterangan yang terdapat dalam Perjanjian Lama, merupakan suku pengelana yang bermigrasi dari Mesir. Bangsa ini telah mengambil dan menempati wilayah bagian timur dari tanah Kanan. Berbeda dengan orang-
Ajat Sudrajat, Jerusalem: Kota Dalam Sengketa
orang Palestina yang bisa hidup berdampingan dengan penduduk Kanan, penduduk Israel dan Palestina memperlihatkan sikap yang antagonis satu sama lain, dan mereka sering terlibat dalam peperangan. Karena adanya pertentangan dan penentangan yang dilakukan oleh orang-orang Palestina, pada tahun 1039 sebelum masehi ke dua belas suku yang memiliki afiliasi dengan Israel bergabung menjadi satu di bawah kepemimpinan Saul. Saul terbunuh dalam suatu peperangan dengan orang-orang Filistin dan kemudian digantikan oleh Daud. Daud dapat menghancurkan bangsa Jebusit dan kemudian menaklukkan Jerusalem, serta menjadikannya sebagai ibukota kerajaan. Pada masa pemerintahannya, Daud memperluas wilayah kerajaan dan melembagakan administrasi pemerintahannya dengan meniru model Mesir. Akan tetapi, Daud tidak mampu menaklukan dan menggabungkan bangsa Filistin ke dalam kerajannya, padahal ia telah menguasai seluruh wilayah bangsa tersebut. Sejumlah dataran dan wilayah pantai tidak pernah berada dalam pengaruh Daud, antara lain di Acre (Acco) dan Jaffa (Japho). Sepeninggal Daud, yang berkuasan adalah anaknya, yaitu Sulaeman. Pemerintahan pada masa Sulaeman ditandai oleh kemakmuran dan ia dikenal sebagai seorang raja yang bijaksana. Dengan kekayaan yang dimilikinya, Sulaeman membangun kuil yang megah di Jerusalem. Tetapi pada akhir masa pemerintahannya terjadi perpecahan internal dan tidak lama setelah kematiannya muncul
19
pemberontakan-pemberontakan dari suku-suku bangsa Israel. Dengan demikian, pemberontakan tersebut telah menghancurkan monarki bersatu yang telah dilembagakan oleh Daud. Pemberontakan itu telah menyebabkan kerajaan Israel terbagi menjadi dua, yaitu kerajaan Isreal di utara dan kerajaan Judah di selatan. Kerajaan-kerajaan ini kemudian satu persatu mengalami kemunduran. b. Konflik Israel dengan Assyria, Babilonia, dan Yunani Dua kerajaan yang telah tepecah ini dalam sejarahnya memiliki hubungan dengan kerajaan lain, terutama sekali kerajaan Assyria di sebelah utara dan timur serta Mesir di sebelah barat dan selatan. Untuk bisa bertahan dalam situasi masing-masing, para raja Israel dan Judah telah berusaha untuk memperoleh dukungan dan mencari cara untuk memperebutkan pengaruh masingmasing. Para raja dari masing-masing kerajaan nampaknya telah berusaha keras dan melakukannya dengan baik. Meskipun telah berusaha untuk melakukan hubungan dengan baik, tetapi kerajaan Assyria kemudian menaklukkan kerajaan Israel pada kira-kira 720 sebelum masehi. Banyak di antara elitelit Israel yang kemudian dibuang ke Mesopotamia dan mereka harus berbaur dengan penduduk lokal. Sementara itu Kerajaan Judah dapat bertahan dari penaklukan Assyria dan melanjutkan kebudayaan keagamaan mereka di sekitar Kuil di Jerusalem. Pada tahun 612 sebelum masehi, Assyria menyerah kepada penguasa Babilonia. Delapan tahun kemudian,
20
SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kedua, Nomor 2, Desember 2009
Jerusalem juga dijarah dan rajanya dideportasi ke Babilonia. Pada tahun 586 sebelum masehi, ketika bangsa Babilonia di bawah kekuasaan Nebuchadrezzar melakukan invasi ke Kerajaan Israel, Kuil Sulaeman dihancurkan dan orangorang Yahudi diasingkan. Masa pengasingan elit-elit Yahudi ini menandai periode pendudukan oleh bangsa Babilonia. Dengan pengasingan ini, maka dimulailah masa diaspora atau penyebaran bangsa Yahudi. Meskipun bangsa Yahudi telah diasingkan, selama beberapa abad tanah Israel tetap menjadi pusat kehidupan bangsa Yahudi. Penaklukan yang dilakukan oleh bangsa Babilonia atas bangsa Yahudi menurut Bibel tidak dilihat sebagai sebuah penaklukan yang bercorak politik, tetapi merupakan isyarat dari Tuhan bahwa kerajaan Yudea sudah banyak melakukan penyimpangan. Pengasingan ditafsirkan sebagai suatu hukuman karena dosa-dosa yang telah mereka perbuat. Dengan demikian, mereka harus memperbaiki kehidupan mereka dengan cara harus bertobat. Bangsa Yahudi harus mengabdi kepada Tuhan di mana pun mereka berada. Ketika pada tahun 539 sebelum masehi Babilonia ditaklukkan oleh bangsa Persia (Cyrus II the Great), bangsa Yahudi dengan dipimpin oleh Zerubbadel (dari keluarga Daud) diizinkan untuk kembali Jerusalem. Pada masa itulah, kira-kira pada tahun 515 sebelum masehi, di atas puing-puing reruntuhan kuil yang lama, dilakukan kembali pembangunan kuil yang baru. Kota Jerusalem kembali menjadi pusat dari pemerintahan yang baru dan posisinya diperkuat ketika pada tahun
444 sebelum masehi, Nehemiah memperbaiki benteng-benteng yang ada di kota itu. Bangsa Persia menguasai dan memerintah di Jerusalem melalui sistem vassal, yaitu dengan mengijinkan penduduk taklukan untuk membangun pemerintahan sendiri. Meskipun demikian, kerangka pemerintahan didasarkan pada hukum imperial Persia. Beberapa bagian dari Bibel disusun selama dua abad kekuasaan bangsa Persia, oleh karena itu muatan yang terdapat di dalamnya terpengaruh oleh kebudayaan Persia (Jay M. Harris, 2006). Selanjutnya, pada tahun 333 sebelum masehi, Jeruselem ditaklukkan oleh Alexander the Great dari Mecedonia. Paling tidak selama dua abad bangsa Yahudi diperintah oleh Alexander dan keturunannya. Periode ini, yaitu antara penaklukan Alexander atas Kerajaan Persia dan berdirinya kekuasaan bangsa Romawi di Mediterania Timur pada tahun 31 sebelum masehi, dikenal dengan sebutan Abad Hellenistik. Selama periode ini, kebudayaan Yunani mendominasi wilayah Mediterania Timur dan Timur Dekat. Selama masa ini pula bangsa Yahudi memperoleh otonomi, memerintah sendiri, yaitu di propinsi Judea. Selama Abad Hellenistik ini beberapa bagian dari Bibel ditulis dan mencapai bentuk finalnya. Kemudian setelah kematian Alexander, Jerusalem berada dalam kekuasaan bangsa Mesir dan selanjutnya beralih ke tangan bangsa Siria. Penguasa Siria, Antiochus IV, pada tahun 168 sebelum masehi berusaha menghapuskan agama Yahudi dengan cara menghancurkan sebagian besar kota
Ajat Sudrajat, Jerusalem: Kota Dalam Sengketa
Jerusalem. Apa yang dilakukan oleh Antiochus IV ini kemudian menyulut terjadinya pemberontakan. Pemberontakan orang-orang Yahudi ini dipimpin oleh Judas Maccabeus, seorang anggota dari keluarga penguasa, yaitu keluarga Hasmonaean. Ia berhasil membebaskan Jerusalem dari tangan bangsa Siria pada tahun 165 sebelum masehi. Selanjutnya, ia memperluas kekuasaan Hasmonean yang meliputi sebagian besar Judea. Setelah itu, Jerusalem menjadi tempat tujuan ziarah tahunan bagi orang-orang Yahudi yang berada di luar wilayah itu (Harris 2006). c. Konflik antara Yahudi, Kristen, dan Romawi Selama masa pemerintahan Hasmonea dan dinasti-dinasti Romawi, bermunculan kelompok-kelompok dan sekte-sekte Yahudi. Masing-masing dari sekte ini memiliki Tuhan sendiri. Di antara sekte-sekte yang paling terkenal adalah sekte Parisi, Sadusi, dan kemudian Kristen. Kristen, yang pada mulanya dipandang sebagai sekte dari Yahudi menyatakan bahwa kerajaan Tuhan telah datang. Dalam perkembangannya, Jesus menolak ajaran yang dikembangkan oleh sekte Parisi, yang menekankan hukumhukumYahudi yang ketat. Setelah penyaliban Jesus, murid-muridnya untuk sementara waktu tetap menjadi bagian dari komunitas Yahudi, sampai akhirnya membentuk sebagai kelompok agama yang berbeda. Kekuasaan di Jerusalem mengalami kemunduran bersamaan dengan ditaklukkannya kota itu oleh Pompey dari Romawi pada tahun 63 sebelum masehi. Untuk sementara waktu
21
perselisihan dapat dihindari berkat kepemimpinan Herod the Great. Pada tahun 40 sebelum masehi, yang ketika itu menjadi gubernur Galilea, Herod diangkat sebagai raja Judea oleh Senat Romawi. Herod memerintah selama 36 tahun. Selama pemerintahannya, yang berakhir pada tahun 4 sebelum masehi, Herod telah membangun kembali kuil, membangun benteng, dan menambah unsur-unsur kota yang lain. Pemeliharaan benteng yang dibangun oleh Herod untuk mempertahankan keberadaan Temple Mount sekarang adalah Tembok Barat. Pada tahun 4 sebelum masehi Herod meninggal dan digantikan oleh puteranya yang bernama Archelaus. Tetapi pada tahun 6 masehi, Archelaus dipecat dari kedudukannya. Sejak saat itu Jerusalem diperintah oleh serangkaian pejabat Romawi, sejumlah gubernur Romawi berkuasa di kota ini. Antara tahun 26-36 masehi, yang berkuasa di kota ini adalah Pontius Pilate, orang yang memvonis Jesus untuk disalib karena alasan pengkhianatan. Karena semakin meningkatnya tekanan dari pemerintah Romawi, banyak orang-orang Yahudi yang merasa dendam dan marah. Oleh karena itu pada tahun 66 masehi terjadilah pemberontakan yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi. Akan tetapi pada tahun 73 masehi, pemerintah Romawi berhasil menghancurkan pemberontakan itu, dengan menaklukkan benteng Mesada, yang merupakan benteng terakhir orang-orang Yahudi. Selama perang yang terjadi pada tahun 70 masehi, bangsa Romawi menghancurkan Kuil di Jerusalem. Peristiwa ini mengingatkan mereka kepada
22
SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kedua, Nomor 2, Desember 2009
penghancuran kuil yang yang dilakukan oleh bangsa Babilonia. Mereka memperingati penghancuran kuil tersebut dengan melakukan ibadah puasa dan sembahyang di Tishah b’Ab. Kuil dan wilayah di sekitarnya dirampas dan dibakar. Tentara Roma mengambil banyak jarahan. Pasukan Titus merayakan kemenangannya dengan mengarak para tawanan dan hasil barang rampasan di sepanjang jalan Roma. Bangunan lengkung Titus di dalam kota Roma melukiskan pawai kemenangan ini (Shalem,2006). Jumlah penduduk Yahudi Jerusalem digantikan oleh tentara Roma, keluarga-keluarga mereka, dan beberapa warganegara Hellenis dari Syria dan di tempat lain. Vespasian, yang telah membawa kemenangan angkatan perangnya, ditetapkan sebagai kaisar. Ia dan puteranya Titus menandai kemenangannya dengan mencetak suatu koin yang inkkripsinya berbunyi "Judea telah ditaklukkan". Sampai masa yang kemudian, orang-orang Yahudi wajib membayar pajak khusus untuk mendukung kuil Roma. Di bawah kaisar Romawi, Hadrian, pada tahun 129-139 masehi kota Jerusalem dibangun kembali sebagai kota pagan, dan namanya diubah menjadi Aelia Capitolina. Aelia adalah nama dari saudara raja Hadrian dan Capitolina adalah karena dewa-dewa Capitoline, yaitu Jupiter, Juno, dan Minerva, ditunjuk sebagai dewa-dewa yang melindungi kota baru tersebut. Kuil-kuil untuk melakukan pemujaan kepada dewa-dewa itu dibangun di Temple Mout. Hadrian juga menghidupkan kembali negeri Palestina, dengan tujuan
untuk menghapus semua memori yang berhubungan dengan Yahudi, Judea, dan Jerusalem. Kota Jerusalem mengalami kehancuran yang hampir total selama terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Simon Bar Kokba antara tahun 132135 M. Akibat dari pemberontakan tersebut, orang-orang Yahudi diusir dari kota tersebut. Pada masa-masa yang kemudian, Jerusalem kambali memperoleh kedudukan yang tinggi baik dalam hubungannya dengan term keagamaan, administrasi maupun politik. Di bawah pemerintahan Romawi, Jerusalem menjadi tempat tujuan ziarah orangorang Kristen, dan Gereja Holy Sepulchure dibangun pada masa kekuasaan Konstantin the Great (303337 M). Dukungan pemerintahan Romawi terhadap gereja dan lembagalembaga keagamaan telah mejadikan kota Jerusalem semakin memiliki tempat yang tinggi di mata orang-orang Kristen. d. Konflik antara Yahudi, Kristen, dan Islam Seperti telah disebutkan sebelumnya, Jerusalem merupakan kota yang selalu diperebutkan oleh tiga agama, yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam. Ketika kota Jerusalem dikuasai oleh orang-orang Kristen, orang-orang Yahudi dilarang sama sekali untuk tinggal di kota tersebut. Setelah kota itu jatuh ke dalam kekuasaan kaum Muslimin, secara berangsur sekalipun tidak banyak, kaum Muslimin mulai tinggal di kota itu. Pada masa ini pula, orang-orang Yahudi mulai diizinkan untuk menetap di sana, setelah dilarang selama lima abad sebelumnya (Mircea Eliade, 1987:12).
Ajat Sudrajat, Jerusalem: Kota Dalam Sengketa
Terdapat adanya catatan yang berbeda mengenai kapan tepatnya penaklukan kota ini oleh kaum Muslimin. Tetapi kebanyakan catatan mengatakan bahwa peristiwa penyerahan secara damai (sulh) atas kota itu kepada Khalifah ‘Umar ibn al-Khattab terjadi pada tahun 638 (K.J. Asali, 1989:118). Hal terpenting, selain penyerahan secara damai, adalah penyerahan kekuasaan sebagian dari kota itu kepada kaum Kristen, meskipun secara prinsip tetap berada di bawah kekuasaan gubernur Muslim untuk kota tesebut, yaitu ‘Amr ibn ‘Ash (Mahmudunnasir, 1988:173-4). Penyerahan kekuasaan ini menunjukkan bahwa kaum Muslimin memiliki rasa hormat dan tidak menaruh permusuhan terhadap umat Kristen. Di bawah pemerintahan kaum Muslimin, gereja dan penduduk yang beragama Kristen tidak pernah diganggu, demikian dikatakan Esposito. Tempattempat suci dan peninggalan-peninggalan Kristen menjadi tempat yang selalu dikunjungi oleh orang-orang Kristen. Orang-orang Yahudi yang sejak lama dilarang tinggal di Jerusalem oleh pemerintahan Kristen, kini diperbolehkan kembali tinggal dan menetap serta beribadah di kota Nabi Sulaeman dan Nabi Daud ini. Kurang lebih lima abad, kaum Muslimin dan umat Kristen, begitu juga dengan orang-orang Yahudi, hidup berdampingan secara damai (Esposito, 1994: 51). Secara sosial Jerusalem terbuka bagi bagi para peziarah dan tiada hari tanpa orang asing di kota ini. Banyak di antara kaum Muslimin yang datang ke kota Jerusalem dengan tujuan untuk belajar. Sementara itu, sebagian lainnya
23
ada yang datang untuk memulai ihram haji, terutama orang-orang dari daerah Maghribi. Selain itu, pengunjung dan peziarah yang datang ke kota ini banyak juga yang melakukan aktivitas perdagangan. Maqdisi mengatakan bahwa pasar-pasar di kota ini bersih, kaya dengan barang-barang, dan banyak tersedia barang kerajinan. Interaksi sosial yang terjadi antara kaum Muslimin dengan umat Kristen berjalan dengan baik. Maqdisi, seperti dikutip Hamilton mengatakan, bahwa kaum Muslimin juga terlibat dalam perayaan-perayaan yang dilakukan umat Kristen. Akan tetapi, pada masa Dinasti Fatimiyah, kebijakan mereka terhadap orang-orang Kristen dan Yahudi sangat buruk. Puncaknya adalah pada masa alHakim (996-1021 M), ketika ia menyuruh kaum Muslimin menghancurkan Makam Suci pada tahun 1009 M, dan pada empat tahun kemudian memerintahkan untuk menghancurkan semua gereja di seluruh wilayah kerajaan. Tetapi, Makam Suci ini kemudian dibangun kembali oleh khalifah Fatimiyah berikutnya, yaitu Khalifah alZahir pada tahun 1027 M. e. Konflik Islam dan Kristen (Perang Salib) Setelah Paus Urbanus II memropagandakan dilakukannnya Perang Salib pada tahun 1095 M, Jerusalaem dapat direbut oleh Tentara Salib dari kekuasaan kaum Muslimin pada tahun 1099 M. Kota Jerusalem pun selanjutnya dijadikan sebagai ibu kota Kerajaan Latin Jerusalem. Selama kurun waktu berlangsungnya Perang Salib antara tahun
24
SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kedua, Nomor 2, Desember 2009
1096, tahun dimulainya gerakan Perang Salib, sampai tahun 1291, tahun ketika Tentara Salib harus terusir dari Acre, kota yang menjadi pertahanan terakhir Tentara Salib, Jerusalem tidak sepenuhnya berada dalam kekuasaan Pasukan Salib. Tercatat pada tahun 1187 M, Jerusalem kembali berada dalam pangkuan kekuasaan kaum Muslimin, tepatnya Sultan Shalahuddin al-Ayyubi. Perang Salib Ketiga yang dkomandai oleh tiga raja besar dari Eropa, yaitu Richard si Hati Singa dari Inggris, raja Philip Agustus dari Prancis, dan raja Frederick Barbarossa dari Jerman, ternyata juga gagal untuk merebut Jerusalem. Disebutkan bahwa raja Frederick Barbarosa tidak sampai ke Jerusalem, karena ia meninggal dunia di perjalanan. Pada tanggal 10 Juni 1190 M, ketika rombongan besar Frederick Barbarossa berada di dataran Seleucia dan bersiap untuk menyeberangi sungai Calycadnus untuk memasuki kota, tibatiba terjadi sesuatu yang benar-benar di luar dugaan. Sang Kaisar melompat dari kudanya dan terjun ke dalam air sungai yang dingin dengan arusnya yang deras. Sang Kaisar pun tenggelam dan akhirnya tidak tertolong (Runciman, 1965: 15). Pada tahun 1229 M, yaitu pada masa Perang Salib Keenam, Frederick II berhasil mengambil alih Jerusalem. Ia berhasil mengambil alih Jerusalem melalui diplomasi yang dilakukannya dengan Sultan al-Kamil. Frederick II berhasil memperoleh sebuah hasil yang tidak dapat dicapai oleh Tentara Salib yang berusaha keras dengan kekuatannya untuk membebaskan Jerusalem. Melalui kesepakatan damai ini, akan ada gencatan senjata selama sepuluh tahun antara umat
Kristen dan kaum Muslimin. Meskipun Frederick II dan al-Kamil telah menawarkan sebuah solusi berupa hidup bersama secara damai, namun usahanya tersebut mendapat protes baik dari Dunia Islam maupun Kristen (Armstrong, 1998: 318). Usaha diplomatik Frederick II bahkan telah menjadi bahan tertawaan di Eropa karena memperoleh Jerusalem tanpa menggunakan pedang. Tahun 1244 M, Dunia Kristen Eropa dikejutkan kembali dengan kabar buruk mengenai lepasnya Jerusalem ke tangan kaum Muslimin. Pengganti kedua al-Kamil, yaitu al-Malik al-Shalih (12401249 M), bersama orang-orang Turki Khawarizm berhasil merebut kembali Jerusalem dari Tentara Salib serta mengusirnya dari kota tersebut (Dahmus, 1970: 352). Tahun ini menandai tahun terakhir penguasaan Jerusalem oleh Tentara Salib. Setelah itu dan selanjutnya, Jerusalem berada dalam kekuasaan para penguasa Muslim. Pada tahun 1517 M, Jerusalem berada dalam kekuasaan Turki Usmani, dan berlangsung sampai abad ke-20. Selama berada dalam kekuasaan kaum Muslimin, Jerusalem senantiasa menjadi bagian dari wilayah kekuasaan yang lebih luas. Meskipun merupakan bagian dari kota suci Islam, secara politik Jerusalem berada dalam posisi marginal. Karena posisinya yang demikian, kehidupan ekonomi di Jerusalem kurang mendapat perhatian kalau bukan terabaikan. Pertumbuhan penduduk kota Jerusalem tergolong lamban. Pada permulaan abad ke-19, penduduk Jerusalem kurang dari 10.000 orang. Pertumbuhan yang cepat terjadi di
Ajat Sudrajat, Jerusalem: Kota Dalam Sengketa
kalangan para peziarah Yahudi yang tinggal di kota itu. Sudah sejak pertengahan abad ke-19, penduduk Yahudi merupakan jumlah mayoritas. Karena semakin meningkatnya jumlah penduduk dan kemampuan daya tampung perumahan di Kota Tua, orang-orang Yahudi mulai membangun rumah mereka di sisi luar Tembok Kota Tua, dekat dengan perkampungan Arab. f. Status Akhir Jerusalem Pada akhir dari Perang Dunia I, yang berlangsung antara tahun 19141918, sekutu Eropa berhasil memenangkan peperangan. Dengan kemenangan tersebut, pihak yang kalah harus melepaskan wilayah-wilayah yang berada dalam kekuasaannya. Selanjutnya, pada tahun 1922, Inggris menjadi penguasa yang sah atas Jerusalem di bawah mandat Perserikatan BangsaBangsa. Inilah masa awal Palestina berada di bawah mandat Inggris (The British Mandate of Palestina). Peiode Mandat ini berlangsung selama 26 tahun, yaitu antara tahun 1922 sampai tahun 1948. Selama periode Mandat tidak ada status khusus atas kota Jerusalem. Selama periode ini tak hentihentinya terjadi kerusuhan antara kelompok-kelompok Yahudi dan Arab. Di antara penyebab terjadinya konfrontasi antara Yahudi dan Palestina (Islam) adalah semakin meningkatnya angka imigrasi orang-orang Yahudi ke Palestina sebagaimana yang termaktub dalam Deklarasi Balfour. Pada tahun 1940, jumlah penduduk Palestina tercatat 1.529.559, dan penduduk Yahudi sudah mencapai 456.743 orang atau sekitar 31 %.
25
Naiknya jumlah penduduk Yahudi ini semakin mengundang terjadinya kerusuhan-kerusuhan di Palestina. Pada tahun 1936 terjadi kerusuhan antara penduduk Yahudi dan Arab. Akibat peristiwa ini, dibentuklah Komisi Peel pada bulan Agustus 1936. Pada bulan Juli tahun 1937, Komisi Peel mengeluarkan laporan, yang isinya antara lain mengusulkan agar di Palestina dibentuk satu Negera Arab dan satu Negara Yahudi, masing-masing di daerah yang penduduknya meliputi Yahudi atau Arab. Sedangkan Jerusalem akan tetap berada di bawah pemerintahan Inggris. Karena adanya penentangan dari berbagai pihak, rencana Komisi itu tidak membuahkan hasil apa pun. Ketika pecah perang pada taun 1939, tidak satu pun rencana yang telah dimufakati bersama dapat direalisasikan. Periode perang antara tahun 1939 sampai tahun 1945 ( PD II) ditandai oleh menurunya kekerasan di antara penduduk Arab dan Yahudi. Kekerasan antara Arab dan Yahudi meledak kembali dan mencapai puncaknya pada tahun 1946 dan 1947. Ledakan kekerasan yang terjadi pada tahun tersebut telah menyebabkan pemerintahan Mandat menjadi kalang kabut. Pada tanggal 29 Nopember 1947, PBB dalam Sidang Umumnya menetapkan pemisahan atas Palestina dalam dua negara, yaitu negara Yahudi dan Arab. Sedangkan Jerusalem akan dilepaskan dari kedua negara ini, dan akan ditempatkan di bawah Dewan Perwakilan PBB sebagai suatu corpus separatum atau sebagai kota internasional. Kedua negara yang akan dibentuk tersebut akan dikaitkan satu
26
SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kedua, Nomor 2, Desember 2009
sama lain oleh suatu Unit Ekonomi. Sementara itu pemerintahan Mandataris berencana akan mengundurkan diri mulai tanggal 1 Agustus 1948. Pada hari pemerintahan Mandataris mengundurkan diri, Dewan Nasional Yahudi Sementara langsung memprolamasikan berdirinya Negara Yahudi di Tel Aviv. Peristiwa ini langsung mengundang reaksi keras dari kalangan Arab, yang disusul dengan terjadi perang di antara kedua belah pihak. Ketika terjadi Perang Arab-Israel yang pertama pada tahun 1948-1949, orang-orang Israel menyebutnya sebagai Perang Kemerdekaan, sementara orangorang Arab Palestina menyebutnya sebagai al-naqba atau malapetaka. Sesudah berakhirnya peperangan, pada bulan April 1950, suatu perundangundangan ditetapkan dalam Dewan Perwakilan Jordania, yang mengatur kesatuan Jordania dengan bagian Palestina yang berada di bawah kontrol Jordania. Undan-undang itu menetapkan adanya suatu kesatuan Kota Tua Jerusalem dan wilayah Tepi Barat dengan Kerajaan Jordania. Sebelum penetapan undang-undang tersebut, Jordania telah melakukan plebisit di antara penduduk yang mendiami wilayah yang berada di bawah kekuasaannya, dan penduduk di wilayah tersebut menyetujui penyatuan itu dengan suara bulat (Hasan Talal, 1980: 28). Selanjutnya, pada bulan April 1950, Kerajaan Inggris memberikan pengakuan de jure secara resmi atas penyatuan ini, namun dengan mengecualikan bagian daerah yang ditetapkan dalam resolusi Sidang Umum PBB, Desember 1949, yaitu Kota Tua
dari Jerusalem, yang merupakan wilayah internasional. Terhadap daerah ini, Inggris memberikan pengakuan bahwa Jordania hanya menjalankan kekuasaan de facto di bagian yang didudukinya. Pada waktu bersamaan, Inggris juga memberikan pengakuan terhadap kedaulatan teritorial Israel atas bagian Jerusalem yang diduduki Israel. Kerajaan Inggris pun mengakui bahwa Israel hanya menjalankan kekuasaan de facto di sana. Perbatasan kedua negara yang diakui Inggris adalah sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Persetujuan Gencatan Senjata, April 1949. Melalui suatu resolusi Sidang Umum PBB tertanggal 9 Desember 1949, sidang memutuskan untuk menyatakan kembali bahwa Jerusalem harus ditempatkan di bawah suatu rejim internasional permanen yang akan mengatur jaminan yang layak bagi perlindungan tempat-tempat suci baik di dalam maupun di luar Jerusalem. Resolusi juga memperkuat secara tegas beberapa ketentuan dari resolusi Pemisahan tahun 1947, yaitu: 1. Kota Jerusalem akan ditegakkan sebagai suatu corpus separatum di bawah suatu rejim internasional; 2. Dewan Perwakilan akan ditetapkan untuk menjalankan tanggung jawab pemerintahan; dan 3. Ke dalam kota Jerusalem akan dimasukkan kotapraja Jerusalem, yaitu desa-desa dan kota-kota yang mengelilinginya (Talal, 1980:29). Pertempuran terjadi lagi antara Jordania dan Israel di Jerusalem yang dimulai pada tanggal 5 Juni 1967. Pertempuran ini berlangsung di sepanjang garis demarkasi Kota-kota Timur dan Barat. Awalnya, dalam Perang
Ajat Sudrajat, Jerusalem: Kota Dalam Sengketa
Enam-Hari ini, pasukan Jordania yang ada di Jerusalem mulai menembaki kota yang dikuasai Yahudi. Tetapi, dalam peperangan yang berikutnya, pasukan Israel berhasil menguasai semua wilayah Jerusalem dan wilayah yang berbatasan dengan West Bank. Batas-batas kota Jerusalem berkembang mencapai lebih 200 persen, dan pada tahun 1980 pemerintahan Israel meloloskan suatu hukum yang menyatakan kesatuan Jerusalem menjadi ibukota abadi Israel. Batas yang berhubungan dengan kota baru ini meliputi sejumlah pedesaan Palestina dan pelabuhan udara Atarot. Penduduk Palestina yang ada di kota itu diberi kewarganegaraan Israel, tetapi kebanyakan dari mereka menolaknya. Sebagian dari orang-orang Palestina tetap menggunakan kewarganegaraan Jordania. Jerusalem, dengan demikian berada dalam realitas politik yang baru, yaitu adanya hak suara yang sama atas orang-orang Palestina dan Israel dalam kaitannya dengan pemilihan yang berhubungan dengan kota, tetapi berbeda ketika berkaitan dengan pemilihan nasional (Jordania dan Israel). Secara fungsional, kota Jerusalem dioperasikan sebagai suatu unit, dengan infrastruktur, pelayanan, dan pajak bersama. Namun demikian, tetap terjadi pembagian sosial yang tajam. Setelah Perang Enam-Hari, perkembangan urban Jerusalem ditandai dengan dipromosikannya pertetanggaan etnik yang homogin, yang disangga dengan pemisahan antara orang-orang Arab dan Yahudi. Pola ini menjadi rumit karena tetangga-tetangga baru orangorang Israel yang dikonstruksi di wilayah-wilayah sebelum tahun 1967
27
banyak didominasi oleh orang-orang Arab. Sejak tahun 1990an Jerusalem Barat tetap secara eksklusif didominasi oleh orang-orang Yahudi, dan Jerusalem Timur mendekati keseimbangan antara orang-orang Arab dan Yahudi. Adapun Kota Tua tetap dimiliki oleh mayoritas non-Israel, meskipun keadaan Yahudi terus diperbaiki dan berkembang. Dengan cepat Kota Tua berkembang menjadi tujuan utama para wisatawan dan tempat kegiatan kebudayaan. Karena sektor-sektor perumahan dan bisnis Israel berada di luar Kota Tua, maka daerah itu menjadi target pengembangan yang mendapat dukungan dari pemerintah. Perbedaan antara perkembangan wilayah Arab dan Yahudi tetap sangat kelihatan. Secara politik, kota Jerusalem tetap menjadi sumber perselisihan. Israel mengklaim bahwa mereka memiliki kedaulatan atas semua wilayah Jerusalem, sementatra orang-orang Palestina mengatakan setidak-tidaknya separoh dari bagian timur adalah miliknya, termasuk Kota Tua dan semua situs sucinya. Kompleksitas historis dan keagamaan Jerusalem telah menimbulkan tuntutan yang lebih luas mengenai perlu adanya negosiasi untuk menentukan status politiknya ke depan. Pemulangan kembali kota Jerusalem atau pemerintahan bersama Palestina dan Israel merupakan di antara pilihan, dan persoalan Jerusalem sekali lagi bergantung pada negosiasi dan pembicaraan damai antra Palestina dan Israel. Sepanjang kekerasan masih mewabah di Jerusalem, kota terus tumbuh dan mengalami modernisasi, kemudian terjadi pergeseran dari yang
28
SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kedua, Nomor 2, Desember 2009
lama ke yang baru, semakin membutuhkan perlunya stabilitas politik di kota ini ( Cohen, 2006). Rangkaian resolusi yang diterima oleh Dewan Keamanan dan Sidang Umum PBB sepanjang antara tahun 1969 sampai mengungkapkan bahwa masyarakat internasional tidak bersedia mengakui kedaulatan teritorial Israel atas Kota Tua Jerusalem dan sekelilingnya. Mengenai klaim kedaulatan Kota Baru, PBB tidak memberikan pengakuan, baik secara terang-terangan maupun diamdiam. PBB menyerukan pembatalan semua tindakan Israel yang akan mengarah pada perubahan status hukum Jerusalem (Talal, 1980: 45). Prinsip-prinsip dari Deklarasi Israel-Palestina (Declaration of Principles (DoP) yang ditandatangani pada tanggal 13 September 1993 membiarkan status terbuka atas kota Jerusalem. Dalam artikel V dikatakan bahwa Jerusalem merupakan salah satu persoalan yang harus didiskusikan dalam status negosiasi permanen. Kesepakatan juga menyebutkan, yang isinya menetapkan mengenai Jerusalem, bahwa juridiksi Dewan Palestina tidak meluas sampai ke kota tersebut. Perdana Menteri Yitzak Rabin mengatakan bahwa Jerusalem tidak akan pernah termasuk ke dalam setiap kesepakatan dengan Palestina, Jerusalem akan tetap berada dalam kedaulatan Israel. Kesepakatan juga mengatakan bahwa status final akan didasarkan pada Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 242 dan 338, yang tidak pernah menyebut Jerusalem. Duta Besar Amerika yang membantu menyusun draft Resolusi 242, Arthur Goldberg,
mengatakan bahwa di dalamnya tidak ada cara yang menunjuk pada Jerusalem, dan kelalaian ini nampaknya disengaja... Jerusalem merupakan sebuah persoalan yang harus dilihat dengan sangat hatihati, yang tidak terkait dengan West Bank. Selain kesepakatan untuk mendiskusikan Jerusalem selama periode negosiasi final ini, Israel juga tidak mau mengakui dan menyerahkan sedikitpun mengenai status kota Jerusalem selama masa periode sementara. Israel tetap mengklaim memiliki hak untuk membangun di mana pun yang dikehendakinya di Jerusalem dan terus menegaskan kedaulatannya atas seluruh kota. Dalam kesepakatan antara Israel dan Otoritas Palestina (The Palestinian Authority) ini tidak dicapai kemajuan lebih jauh yang dapat merubah keadaan. Sementara itu PLO bersikeras bahwa Jerusalem harus menjadi ibukota dari sebuah negara yang merdeka. Yaser Arafat mengatakan bahwa siapa pun orang yang membiarkan meskipun hanya satu inci dari tanah Jerusalem berarti ia bukan orang Arab dan bukan seorang Muslim. Ia menyatakan hal itu sebelum penandatanganan kesepakatan dengan Israel di Aljier pada tanggal 2 September 1993. Pada hari penandatanganan bahkan Arafat menyatakan bahwa bendera Palestina akan berkibar di seluruh tembok Jerusalem, gereja-gereja, dan masjid-masjid di Jerusalem (diberitakan oleh TV Jordania pada tanggal 13 September 1993).
Ajat Sudrajat, Jerusalem: Kota Dalam Sengketa
PENUTUP Berdasarkan uraian pembahasan di atas dapat diberikan kesimpulan sebagai berikut: 1. Nama kota Jerusalem berasal dari nama sebuah suku bangsa yang pernah mendiami kota tersebut, yaitu suku Jebus. Informasi paling awal mengenai kota ini berasal dari catatan Mesir yang berasal dari abad ke-19 dan ke-14 sebelum masehi. Dalam perkembangannya nama kota itu menjadi Jerushalayim, yang berarti Kota Perdamaian. Sedangkan dalam bahasa Arab, Jerusalem dikenal dengan sebutan Bait al-Muqaddas atau al-Quds, yang berarti Kota Suci. 2. Dalam perjalanan sejarahnya, kota Jerusalem ternyata senantiasa diliputi oleh sengketa. Dari sejumlah suku bangsa yang pernah terlibat dalam persengketaan atas kota ini sejak periode yang paling awal adalah suku bangsa Kan’an, di dalamnya termasuk suku bangsa Jebus, bangsa Filistin, bangsa Yahudi, bangsa Asyyria, bangsa Babilonia, bangsa Persia, bangsa Yunani, bangsa Romawi, bangsa Arab Islam, dan Romawi-Kristen. 3. Sampai masa modern, masa yang paling akhir dewasa ini, Jerusalem masih tetap menjadi bahan sengketa, terutama antara bangsa Palestina (Islam) dengan bangsa Yahudi. Bangsa Palestina menghendaki agar Jerusalem menjadi ibukota bagi negara yang akan mereka didirikan, sementara itu Israel sudah mengklaim lebih dahulu, yaitu sejak tahun 1980, yang menyatakan secara sepihak
29
bahwa Jerusalem merupakan ibukota abadi bagi Negara Israel. 4. Meskipun ada keinginan dari masingmasing pihak untuk membagi wilayah Jerusalem menjadi dua bagian, seperti yang pernah terjadi, yaitu Jerusalem Timur untuk bangsa Palaestina dan Jerusalem Barat untuk bangsa Yahudi, Perserikatan BangsaBangsa masih mempertahankan pendapatnya agar Jerusalem berada dalam pengawasan Internasional. Jerusalem oleh PBB ditempatkan sebagai corpus separatum. Apa yang ditetapkan PBB ternyata belum menyelesaikan masalah, sehingga sampai sekarang Jerusalem masih tetap berada dalam status negosiasi permanen, suatu masalah yang terus dirundingkan.
Daftar Pustaka Armstrong,. 1998. Holy War. London: Macmillan London Limited. Asali, K. J (ed.). 1989. Jerusalem in History. Victoria: Scorpion Publisihing LTD. Bachtiar, T. A.. 2006. Hamas Kenapa dibenci Amerika. Jakarta: Hikmah. Carson, T. dkk., (eds.). 2003. “Jerusalem”, dalam The New Catholic Encyclopedia, Volume 7. Washington: Thomson Gale bekerjasama dengan The Catholic University od America. Cohen, S. 2006. “Jerusalem”. Dalam Microsoft Encarta 2006.
30
SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kedua, Nomor 2, Desember 2009
Microsoft Corporation. All rights reserved. 1993-2005. Dahmus, J. 1970. The Middle Ages: A Popular History. New York: Doubleday & Company, Inc. Eliade, M. 1987. The Encyclopedia of Religion, Volume 4. New York: Macmillan Publishing Company. Esposito, J. L. 1994. Ancaman Islam: Mitos atau Realitas? Terj. Alwiyah Abdurrahman dan MISSI. Bandung: Mizan. Franken, H. J. 1989. “Jerusalem in the Bronze Age 3000-1000 BC”. Dalam K J Asali (ed.). Jerusalem in History. Victoria: Scorpion Publishing Ltd. Gottschalk, L. 1985. Mengerti Sejarah. Terj. Nugroho Notosusanto. Jakarta: UI Press. Hamilton, B. 1994. “The Impact of Crusader Jerusalem on Western Christendom”. dalam The Catholic Historical Review. Vol. LXXX. No. 4. Harris, J. M.. 2006. “Jews” Dalam Microsoft Encarta 2006. Microsoft Corporation. All rights reserved. 1993-2005 Talal, H.b. 1980. Tentang Jerusalem. Terj. Joebaar Ajoeb. Jakarta: Inkultra Foundation Inc.
Hermawati . 2005. Sejarah Agama dan Bangsa Yahudi. Jakatrta: Rajawali Pers. Huntington, S. P. (2002). Benturan Antarperadaban dan Masa Depan Politik Dunia. Terj. M. Sadat Imail. Yogyakarta: Qalam. Kuntowijoyo.1994. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana. Lucey, W. L.1958. History: Methods and Interpretation. Chicago: Layola University Press. Muhammadunnasir. 1993. Syed, Islam: Konsepsi dan Sejarahnya. Terj. Adang Affandi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Renier, G. J. 1982. History: Its Purpose and Method. London: Mercer University Press. Rosenthal, J. T. 2005. “Crusade”. Dalam Microsoft Encarta Reference Library 2005. Microsoft Corporation. All rights reserved. 1993-2004. Watt, W. M. 1990. Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis. Terj. Hartono Hadikusumo. Yogyakarta: Tiara Wacana. Shalem, Y 2006. “History of Jerusalem from Its Beginning to David”. Internet Educational Activities <
[email protected]>. Diakses dari Internet, tanggal 10 Februari 2006.