4.1 Alat dan Bahan Penelitian Dalam proses pembuatan membran selulosa asetat 12% mempunyai kendalan dalam proses pencetakan karena alat cetak yang digunakan masih sederhana. Alat cetak yang sederhana ini tidak memungkinkan untuk membuat membran yang sama tipisnya dan pori yang merata dengan rapi. Dari proses penelitian ini menghasilkan air hasil filtrasi yang cukup memenuhi standar untuk konsumsi. Dari proses pembuatan membran tidak mengalami banyak kendala. Mebran yang dihasilkan juga relatif memadahi untuk digunakan dalam proses filtrasi karena produk filtrasi sudah berkurang nilai polutannya. Dari segi alat filtrasi memang masih memiliki keterbatasan. Salah satu keterbatas yang dimiliki ialah dalam pengaturan tekanan, alat ukur tekanan yang kurang akurat karena skalanya terlalu besar. Untuk alat dead-end salah satu kekurangannya ialah adanya lubang atau celah dibagian input alat yang menyebabkan sistem kehilangan tekanan dan bahan sampel yang terus menggucur dari celah tersebut. Untuk alat penelitian yang berupa alat filtrasi sebagai bagian utama masih memiliki banyak kekurangan. Kekurangan yang cukup terlihat ialah pengatur tekanan yang sering macet karena berkarat. Alat pengatur tekanan merupakan bagian vital kerena dalam proses filtrasi ialah pemanfaatan tekanan untuk mencapai hasil optimal. Selang dari pompa ke tempat membran untuk proses filtrasi juga masih perlu pembenahan karena untuk tekanan yang agak tinggi ( diatas 10 psi ) sampel akan keluar, ini menyebabkan turunnya tekanan sistem. Untuk selang penyalur hasil permeat perlu dipendekan agar meningkatkan akurasi pengukuran. Untuk alat dead-end akan lebih baik jika bagian bawah berbentuk kerucut terbalik. Bentuk kerucut terbalik pada alat dead-end akan meningkatkan akurasi data karena tidak ada permeat yang tertahan terlebih dahulu. Seberapapun permeat yang dihasilkan akan langsung jatuh gelas ukur. Kondisi alas sekarang yang berbentuk datar akan ada hambatan bagi permaet untuk jatuh ke gelas ukur. Perlu terkumpul permeat yang cukup banyak terlebih dahulu agak ada permeat yang
jatuh ke gelas ukur. Hal ini yang membuat hasil pengukuran kurang akurat. Pada pembuatan tidak mengalami permasalahan yang berarti. Jika masalah dapat diatasi pada waktu itu juga, sehingga tidak hambatan yang berarti. Hal yang sedikit menjadi kendala ialah dalam proses pencetakan karena masih menggunakan alat yang masih sederhana. Kondisi ketebalan membran dalam hal ini tidak terkontrol, karena gaya yang digunakan untuk menekan membran tidak sama untuk semua permukaan. Masalah lain ialah pori yang tidak merata sama untuk setiap membran yang tercetak. Dalam penelitian ini juga digunakan tiga variasi tekanan baik untuk membran selulosa maupun teflon. untuk membran selulosa digunakan tekanan 2,5, 5, dan 7,5 psi. pemilihan tekanan itu karena SA beroperasi pada kisaran 1-5 Bar untuk mendapatkan debit optimal. Sedangkan untuk teflon dipilih pada tekanan 5 psi untuk mengatasi sifat teflon yang bersifat hidrofobik. Sifat yang hidrofobik ini yang membuat membran teflon perlu energi yang lebih besar dibanding membran selulosa asetat. Untuk itu dicoba dengan tekanan yang lebih rendah untuk mengurangi biaya filtrasi. Untuk karakterisasi dipilih kekeruhan, massa jenis, pH, viskositas, salinitas, dan padatan total tersisa ini merupakan karakterisasi standar untuk air konsumsi. Kekeruhan, salinitas, pH, dan padatan total tersisa ialah karakterisasi harus terkontrol dibawah ambang batas bagi air konsumsi ( khususnya air minum). 4.2 Fluks Pada 4.2.1 Filtrasi Sistem Dead-End Membran Teflon .
Volume ( ml )
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
16 14 12 10 8 6 4 2 0 0
5
10
15
20
25
waktu ( menit )
Gambar 6. Volume Hasil Penyaringan DeadEnd dengan Membran Teflon.
Dari Gambar 6 ada tiga macam variasi tekanan penyaringan mengunakan membran teflon ( PTFE ) dengan metode dead-end. Penyaringan mengunakan membran teflon ini memang membutuhkan tekanan yang jauh lebih besar dari pada membran selulosa asetat. Untuk teflon digunakan tiga variasi tekanan yakni 5,8 , 5,51, dan 5,075 psi Hasil debit paling besar ditunjuk pada tekanan 5,8 psi. Jika dibandingkan dengan membran selulosa asetat debit teflon lebih rendah. Pada tekanan terbesar ini mununjukkan hasil debit yang tinggi dikarenakan faktor membran yang kuat pada tekanan tinggi. Tekanan besar berhubungan dengan gaya dorong terhadap air yang juga besar. Efek lain, energi untuk menerobos membran juga makin besar. Walau sempat ada grafik yang relatif mendatar berarti ini ada sedikit fouling. Energi dorong yang besar berakibat ada paksaan terhadap bahan untuk melewati membran. Setalah bahan pembuat fouling tersapu maka fluks akan kembali normal. Dampak lain dari paksaan tersebut ialah terjadinya pelebaran pori membran. Pada tekanan 5,51 psi juga terjadi hal yang sama. Bedanya debit yang dimiliki tidak secepat pada tekanan 5,8 psi. Pada tekanan 5,075 psi sempat terjadi fouling pada saat mendekati sepuluh menit awal. Kotoran penyumbat pori tersapu karena ada paksaan melewati membran. Setelah kotoran tersapu debitnya kembali normal. Pada 0,8 fluks ( cm/menit )
0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 1
11
21
waktu ( menit )
Gambar 7. Fluks Hasil Penyaringan Dead-End Membran Teflon tekanan 5,075 psi ini memiliki debit yang paling rendah dibandingkan yang lain. Memang wajar jika makin rendah tekanan maka debitnya juga makin rendah. Hal yang membuat sulit dalam penelitian dengan membran PTFE ini sendiri yakni sifat teflon
yang hidrofobik. Hal ini membuat membran sulit basah. Sehingga interaksi membran dengan air menjadi sulit. Sehingga untuk melakukan proses filtrasi perlu energi yang jauh lebih besar. Energi yang besar ini membuat membran PTFE punya keunggulan tersendiri. Dari Gambar 7 fluks di atas terlihat bahwa fluks tinggi dimiliki oleh proses penyaringan teflon dengan tekanan 5,8 psi disusul 5,51 psi dan terkahir 5,075 psi. Dari grafik, kenaikan fluks terjadi secara drastis terjadi pada menit pertama. Menit-menit berikutnya fluksnya berkecenderungan mendatar. Terjadi penurunan nilai fluks setelah memasuki menit kesepuluh. Penurunan fluks tidak begitu nyata atau mencolok. Kemungkinan ini karena adanya penutupan pori membran atau yang lebih dikenal dengan istilah fouling. Fouling memang menjadi penghalang dalam urusan penyaringan dengan membran. Dengan adanya fouling maka fluks air yang melewati membran akan berkurang. Fouling yang terjadi akan bertambah dengan makin lamanya proses penyaringan. Pencucian kotoran memang perlu untuk mengembalikan efektivitas membran. Resiko dengan melakukan pencucian membran ialah membesarnya pori membran. Dari Gambar 7 belum menunjukkan adanya fouling yang berarti. Proses dengan waktu yang lebih lama maka fenomena fouling akan semakin terlihat. Ini memang bagus untuk proses ini karena debit akan terus konstan, jika fouling kecil. Volume akan bertambah dengan konstan tanpa mengalami hambatan yang begitu berarti. Keuntungan lain dari membran teflon ini ialah dapat dioperasikan pada tekanan tinggi dan suhu tinggi. Bila dilihat pada tekanan 5,8 psi fluks turun dari 0,7 cc/cm2.menit menjadi 0,6 cc/cm2.menit. Memang sempat mengalami penurunan fluks tapi menit-menit berikutnya. Fluks kembali stabil pada nilai sekitar 0,6 cc/cm2.menit dari menit ketiga belas sampai dengan menit kedua puluh lima. PTFE ( teflon ) tidak mempunyai gaya tarik yang kuat terhadap air justru cenderung bersifat hidropobik. Sifat hidropobik menjadi kendala tersendiri dalam hal filtrasi air dengan membran teflon. Teflon biasanya digunakan untuk filtrasi udara. Membran teflon sebagai penyaring udara memang sudah terbukti bagus hasilnya dan eropa merupakan daerah yang paling banyak menggunakannya.
Sistem Filtrasi Dead-End Membran Selulosa Asetat
Pada
Pada Gambar 8 menunjukan hasil proses penyaringan dead-end dengan membran selulosa asetat dilakukan tiga macam perlakuan tekanan yakni 2,5 , 5 ,dan 7,5 psi. Jika dilihat dari volume hasil total maka volume terbesar ialah pada tekanan 7,5 psi. Pada selang menit ke 5 sampai 10 volume terbesar diperoleh penyaringan dengan tekanan 5 Psi. Hasil akhir total volume tertinggi tetap diperoleh pada tekanan 7,5 psi dan terendah pada tekanan 2,5 psi. Tapi setelah menit ke-15, volume dari proses penyaringan sistem dead-end dengan tekanan 7,5 psi adalah terbesar. Makin besar tekanan maka debit yang diperoleh juga akan makin besar, sehingga volume akan semakin banyak.
volume ( ml )
10 8 6 4 2 0
0
5 waktu10 15 20 ( menit ) Gambar 8. Volume Hasil Penyaringan Sistem Dead-End dengan Membran Selulosa Asetat. Pada sisi lain ada kelemahan juga jika tekanannya semakin besar, ini berkaitan dengan daya tahan membran dan pemaksaan penerobosan partikel yang melalui pori. Daya tahan membran akan menjadi berkurang. Pemaksaan yang terjadi akan membuat partikel menerobos pori membran. Penerobosan partikel secara paksa tentunya akan mempelebar pori membran. Membran untuk dead-end memang lebih mudah mengalami kerusakan dari pada membran cross-flow. Gaya yang langsung mengenai membran itulah yang menyebabkan membran cepat rusak, dan perlu kehati-hatian dalam melakukan pengaturan tekanan. Pada Gambar 9 menunjukan karakteristik yang agak aneh dan sedikit menyimpang dari kebiasaan yang ada. Pada tekanan 5 dan 7,5 psi terjadi keanehan pada awalnya naik lalu turun dengan tajam kemudian naik dengan pesat kembali.
Hal ini kemungkinan terjadi karena ada fouling secara merata menutupi pori. Adanya paksaan tekanan tinggi maka terjadi pembersihan kotoran. Hal ini memang kurang menguntungkan bagi kualitas air hasil penyaringan karena nilai kekeruhan akan menjadi tinggi. Banyaknya partikel juga akan mempengaruhi massa jenis air dan tingkat keasaman air. Kestabilan fluks mulai terjadi setalah menit ke-15. Dari data diperoleh hasil fluks yang berurutan sesuai dengan tekanan yang ada. Tekanan 7,5 psi mempunyai nilai fluks yang paling besar disusul 5 psi dan nilai fluks terkecil dimiliki tekanan 2,5 psi. Hal itu memang pantas terjadi dengan naiknya tekanan maka nilai fluks juga akan makin naik. Tekanan dapat dinaikan sampai batas tekanan maksimal membran. Jika digunakan tekanan maksimal membran maka membran akan mudah sekali jebol. Keanehan yang terjadi pada tekanan 5 psi pada saat menit ke 5 smapai 10, ini yang memungkinkan terjadinya penerobosan partikel secara besar-besaran. Akibatnya juga dapat dilihat dari hasil kekeruhan yang diperoleh pada tekanan 5 psi. fluks ( cm / menit )
4.2.2
0,11 0,06 0,01 1
11
21
waktu ( menit )
Gambar 9. Fluks Hasil Penyaringan dead-end Membran Selulosa Asetat Nilai kekeruhan pada 5 psi paling buruk karena nilainya sekitar 8,98 NTU. Bila dibandingkan dengan yang lain, maka nilai ini adalah yang buruk. Untuk filtrasi dengan membran selulosa asetat dimungkinkan terjadi swollen yakni penyerapan sebagian fluks yang masuk membran. Pada suatu kondisi air permeat yang masuk membran tertampung pada membran dan pada kondisi dimana kapasitas tampung membran tidak memadai maka air permeat akan dikeluarkan oleh membran sehingga fluks yang dihasilkan menjadi besar. 4.2.3 Sistem Filtrasi Cross-Flow Membran Selulosa Asetat
Pada
Gambar 10 menunjukkan adanya hasil volume yang hampir sama antara debit penyaringan cross-flow dengan tekanan 5 dan
volume ( ml )
40
menit ke-70. Khusus untuk tekanan 5 psi perubahan fluks yang tajam, terlihat dengan jelas. Menit-menit berikutnya terjadi penurunan fluks yang drastis. Setelah itu kotoran kembali tersapu dan fluks kembali naik sekitar menit 30-an. Dan setelah kotoran tersapu, hingga menit 60-an fluksnya relatif konstan. Karakter fluks yang sedikit berbeda diperlihatkan pada tekanan 2,5 psi. Kecenderungan secara umum naik terus walaupun sempat ada fouling pada menit ke-5 sampai menit ke-10. Setelah itu kotoran tersapu dan fluksnya kembali naik. Tapi secara keseluruhan fluks tertinggi dimiliki oleh proses cross-flow dengan tekanan 7,5 psi. 0,025
fluks ( cm/menit )
2,5 psi. Tekanan 7,5 psi memiliki debit yang paling tinggi. Kejadian ini dapat disebabkan karena penyebaran pori pada tekanan 7,5 psi lebih merata dan gaya dorong yang besar. Ukuran pori membran juga menjadi hal mendasar dalam prose filtrasi, dapat dimungkinkan ukuran pori membran 7,5 psi lebih besar. Pori-pori membran dalam proses filtrasi ini memang sangat berpengaruh pada hasil. Baik hasil yang bersifat kuantitas maupun yang bersifat kualitas. Pada tekanan 5 dan 2,5 psi membran yang digunakan kemungkinan porinya lebih sedikit walaupun perbedaannya tidak mencolok dengan pori 7,5 psi. Mungkin juga pada tekanan 5 dan 2,5 psi distribusi pori-pori membrannya kurang lebih merata dan ukuran porinya lebih kecil. Jika dilihat dari grafik hasil tertinggi dalam hal debit dimiliki oleh membran dengan tekanan 7,5 psi. Pada menit ke-5 mulai terlihat bahwa proses cross-flow dengan tekanan 7,5 psi mempunyai debit tertinggi dibandingkan dengan proses cross-flow lainnya.
0,02
0,015 0,01
0,005 0
30 20 10 0
5
25
45
65
waktu ( menit )
Gambar 11. Fluks Hasil Penyaringan CrossFlow Membran Selulosa Asetat 0
20 waktu ( 40 60 menit ) Gambar 10. Volume Hasil Penyaringan Cross-Flow Dengan Membran Selulosa Asetat Jika dilihat dari segi debit memang proses cross-flow tidak tinggi debitnya dibanding dengan dead-end. Jika dilihat dari parameter lain, proses inilah yang menghasilkan air hasil penyaringan dengan kualitas terbaik. Pada proses cross-flow dengan tekanan 5 psi mempunyai nilai kekeruhan 0,22 NTU. Ini merupakan hasil yang bisa dikata luar biasa untuk proses satu kali penyaringan. Ditambah lagi dalam penelitian ini air limbah tanpa perlakuan awal. Nilai 0,22 NTU ini mendekati nilai kekeruhan air mineral yang mempunyai nilai 0,2 NTU. Dari Gambar 11 terlihat pada menit ke-5 nilai fluksnya cukup tinggi. Grafik naik ditunjukan pada tekanan 7,5 psi hingga akhirnya turun pada menit ke-25. Grafik yang menurun menunjukan mulai adanya fouling. Penurunan fluks pada tekanan 7,5 psi terus terjadi hingga
4.3 Kekeruhan ( Turbiditas ) Tabel 5. Data Uji Kekeruhan Jenis air Rataan kekeruhan ( NTU ) Air limbah 10 Cross-flow 7,5 Psi 1,58 Cross-flow 5 Psi 0,22 Cross-flow 2,5 Psi 0,24 Dead-end 7,5 Psi 0,88 Dead-end 5 Psi 8,98 Dead-end 2,5 Psi 3,43 Dead-end teflon 5,8 2,47 Psi Dead-end teflon 1,07 5,51 Psi Dead-end teflon 1,56 5,075 Psi Air mineral 0,20 Untuk pengukuran kekeruhan ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, FMIPA, IPB. Alat yang digunakan
berupa refractometer digital. Dari Tabel 5 pengujian kekeruhan terlihat hasil yang terbaik ialah penyaringan yang mengunakan membran selulosa asetat dengan tekanan 2,5 psi dan 5 psi. Air hasil penyaringan dengan metode cross-flow pada tekanan 5 psi dan 2,5 psi memiliki nilai kekeruhan yang paling rendah. Ini juga mengindikasikan bahwa jumlah partikel yang ada dalam air juga semakin sedikit. Tingkat kekeruhan air sangat dipengaruhi oleh partikel yang terkandung dalam air. Partikel tersebut dapat berupa tanah, liat, dan mungkin juga butiran pasir. Hasil penyaringan mengunakan membran selulosa asetat dengan metode penyaringan dead-end yang mempunyai hasil yang terbaik ialah pada tekanan 7,5 psi. Kekeruhannya ialah antara 0,88-0,89 NTU. Pada tekanan 7,5 psi memiliki tekanan yang paling besar tapi menghasilkan hasil saringan yang terbaik. Kemungkinan besar ini dipengaruhi faktor membran. Membran yang digunakan pada saat dead-end tekanan 7,5 Psi memiliki komposisi yang lebih bagus dari pada dengan mebran yang digunakan pada saat dead-end dengan tekanan 5 dan 2,5 psi. Komposisi lebih bagus dalam hal ini memiliki pori yang lebih kecil yang dimiliki oleh membran pada saat proses deadend dengan tekanan 7,5 psi. Hal tersebut membuat air hasil saringan lebih berkualitas, walaupun ada paksaan tapi tahanan membran terhadap partikel lebih besar. Pada saat penyaringan dead-end dengan tekanan 5 psi mempunyai nilai kekeruhan yang paling tinggi. Hal ini dimungkinkan karena mebran yang relatif tipis dan pori yang relatif besar. Efek yang terjadi dapat terbaca dari nilai kekeruhannya. Pada proses dead-end dengan tekanan 5 Psi nilai paksaan yang terjadi kecil, tapi partikel dalam air limbah dapat lewat. Hal tersebut disebabkan karena nilai tahanannya rendah. Sedang pada mebran teflon yang mengunakan metode dead-end. Hasil yang paling bagus dihasilkan pada tekanan 5,51 psi. Tekanan yang digunakan ialah tekanan tinggi karena dikaitkan dengan sifat teflon sendiri yang hidropobik sehingga perlu paksaan yang besar. Gaya yang besar itu yang mengakibatkan kemungkinan partikel menerobos membran menjadi besar. walaupun ada gaya tolak dari sifat dasar teflon yang besifat hidropobik terhadap air, namun gaya tolak itu tidak berpengaruh besar.
Sedangkan hasil pengukuran kekeruhan yang dilakukan terhadap air mineral menunjukan bahwa nilai kekeruhannya 0,2 NTU. Hasil terkecil dari proses penyaringan ini 0,22 NTU yang dimiliki oleh air hasil penyaringan crossflow dengan tekanan 5 psi. Hasil terkecil berikutnya yang mendekati nilai air mineral juga diperoleh dari hasil penyaringan crossflow dengan tekanan 2,5 psi, dengan rata-rata kekeruhan 0,24 NTU. Jika hanya dilihat dari kekeruhan saja maka air hasil saringan dengan metode cross-flow dengan tekanan 5 dan 2,5 psi menunjukan hasil yang bagus. Hasilnya mendekati air mineral yang berbeda hanya 0,02 dan 0,04 NTU. Walaupun belum diketahui bahan apa saja yang menyebabkan kekeruhan dan kandungan mineral di dalamnya. Secara kasar hasil penyaringan cross-flow dengan tekanan 5 dan 2,5 psi mungkin hasilnya sudah baik. Makin banyak konsentrasi zat terlarut maka nilai kekeruhan juga akan makin tinggi dan makin rendah nilai zat terlarut nilai kekeruhan juga akan rendah pula. Adapun jika dibandingkan kekeruhan sebelum dan sesudah penyaringan maka akan terjadi perbedaan yang cukup mencolok. Peraturan Men.Kes No.1/Birhukmas/1/1975 kekeruhan yang dianjurkan 5 dan maksimumnya 25. Sedang untuk air minum menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/Menkes/Sk/Vii/2002, nilai kekeruhan yang dianjurkan ialah 5 NTU. Jika mengacu pada peraturan tersebut maka ada beberapa hasil saringan yang sudah masuk dalam kriteria air siap minum. 4.4 Tingkat Keasaman ( pH ) pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. pH didefinisikan sebagai logaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut. Koefisien aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur secara eksperimental, sehingga nilainya didasarkan pada perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah skala absolut. Ia bersifat relatif terhadap sekumpulan larutan standar yang pHnya ditentukan berdasarkan persetujuan internasional.16
Pada suatu cairan nilai pH makin rendah maka makin asam, jika pH makin tinggi maka makin basa. Banyaknya konsentrasi ion H+ berakibat pH akan makin rendah atau makin asam. Jika kondisi air terlalu basa atau terlalu asam maka air tersebut sudah tidak layak konsumsi, bahkan untuk mandi cuci kakus saja perlu dipertimbangkan lagi. Jika dilihat dari segi tingkat keasamannya ada variasi yang terjadi setelah penyaringan. Ada dalam satu kasus pH-nya naik ada juga dalam kasus lain pH-nya justru turun. Dilihat dari data Tabel 6 pH yang mendekati 7 ada pada hasil cross-flow dengan tekanan 2,5 psi, karena pH-nya mendekati netral ( pH=7). Hasil pada proses penyaringan cross-flow dengan tekanan 2,5 Tabel 6. Tingkat Keasaman Jenis air Air limbah Hasil cross-flow 7,5 psi Hasil cross-flow 5 psi Hasil cross-flow 2,5 psi Hasil dead-end 7,5 psi Hasil dead-end 5 psi Hasil dead-end 2,5 psi Hasil dead-end teflon 5,8 Psi Hasil dead-end teflon 5,51 Psi Hasil dead-end teflon 5,075 Psi
Tingkat keasaman (pH) 6,79 6,73 6,75 6,92 7,45 7,66 7,55 6,37 7,47 6,60
psi pH-nya 6,92. Dari hasil saringan, derajat keasaman paling tinggi dimiliki oleh hasil saringan dengan sistem dead-end dengan tekanan 5 psi. Nilai keasamannya mencapai 7,66. Nilai keasaman dibawah 8 masih dapat ditolelir untuk air yang akan digunakan untuk konsumsi. Dari hasil saringan sendiri pH paling rendah dimiliki oleh hasil saringan teflon dengan tekanan 5,8 psi dengan nilai keasaman mencapai 6,37. Nilai keasaman ini sendiri masih bisa dikatakan dalam batas normal. Menurut peraturan Men.Kes.No. 01/Birhukmas/1/1975 syarat pH yang diperbolehkan untuk air minum, minimum 6,5 dan maksimum 9,2. Dalam air jika pH-nya terlalu basa biasanya air itu sisa mandi cuci
kakus ( MCK ). Aktivitas MCK banyak mengunakan sabun yang menyebabkan air akan bersifat basa. Dari tabel 6 tentang tingkat keasaman jika mengacu Peratutan Menteri tentang air layak minum semua tingkat keasaman masih memenuhi syarat. Batas tingkat keasaman menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/Menkes/Sk/Vii/2002, kisaran pH yang diperbolehkan antara 6,5-8,5.18 4.5 Massa Jenis Air Dari Tabel 7 dan Gambar 12 massa jenis air limbah (A1) dan hasil penyaringan dapat terlihat variasi massa jenisnya. Dari grafik juga terlihat bahwa massa jenis terkecil dimiliki oleh hasil penyaringan cross-flow dengan tekanan 5 psi dengan kode A3. Hasil penyaringan cross-flow pada tekanan 5 psi dengan massa jenis 1,02606 gr/cc. Ini merupakan nilai paling kecil dibanding yang lain. Tabel 7. Massa Jenis Hasil Perlakuan Air limbah ( sebelum filtrasi )(A1) Cross-flow 7,5 psi (A2) Cross-flow 5 psi (A3) Cross-flow 2,5 psi (A4) Dead-end 7,5 psi (A5) Dead-end 5 psi (A6) Dead-end 2,5 psi (A7) Dead-end teflon 0,4 bar (A8) Dead-end teflon 0,38 bar (A9) Dead-end teflon 0,35 bar (A10) Air mineral (A11)
Massa Jenis ( gr/cc) 1,02622 1,02648 1,02606 1,02683 1,02820 1,02656 1,02620 1,02715 1,02678 1,02682 1,02603
Nilai Massa jenis A3 juga nyaris mendekati 1 gr/cc. Hasil terburuk diperoleh dari hasil penyaringan dengan metode dead-end dengan tekanan 7,5 psi (A5 ). Secara keseluruhan hasil massa jenis dari proses penyaringan tidak begitu jauh dengan massa jenis air murni 1 gr/cm3. Jika dibandingkan dengan air mineral (A11 ) maka hasil penyaringan dengan metode cross-flow dengan tekanan 5 Psi hasilnya paling mendekati massa jenis air mineral. Massa jenis sendiri ialah reprensentasi dari
Massa Jenis ( gr/cc)
kemurnian suatu zat. Zat murni yang ada di alam ini mempunyai massa jenis yang tetap. Apabila suatu dikatakan sama maka harus mempunyai nilai massa jenis yang sama. Suatu zat dapat dilihat kemurniannya dari nilai massa jenisnya. Bila ada perbedaan massa jenis pada air hasil penelitian ini dengan air murni yang bernilai 1gr/cc, berarti air yang ada dalam penelitina ini bukan air murni. Dalam istilah lain air dalam penelitian ini juga mengandung zat atau mineral tertentu yang bukan unsur penyusun air. Dalam dunia kesehatan ini mungkin akan berguna tapi mungkin tidak untuk bidang lain. Hasil penyaringan cross-flow dengan tekanan 5 psi (A5 ) 1,02606 gr/cc dan air mineral ( A11 ) mempunyai nilai 1,02603 gr/cc. Selisih antara duanya 0,00003 gr/cc, ini merupakan selisih yang sangat kecil. Dengan nilai massa jenis yang tidak menyentuh angka 1 mungkin air hasil penyaringan bukan air murni. Kemungkinan ada unsur lain dalam air tersebut. 1,0285 1,028 1,0275 1,027 1,0265 1,026 1,0255 1,025 1,0245 A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11
Jenis Air
Gambar 12. Massa Jenis Air 4.6 Salinitas ( Kadar Garam ) 4.7 Untuk salinitas sendiri pengukurannya digunakan alat refraktometer. Caranya pun mudah untuk melakukan pengukuran salinitas. Pertama membersihkan tempat sampel dengan aquades. Setelah itu melakukan kalibrasi mengunakan aquades. Meneteskan aquades ke dalam tempat sampel dari alat. Lihat kondisi jika skala menunjuk angka nol. Alat sudah benar dan siap pakai. Jika belum putar panel pada ujung alat hingga skala menunjukan angka nol. Untuk pemakaian pengukuran masukan sampel ke tempat sampel. Lihat dengan menerawang skala yang ditunjuk oleh garis biru. Itulah nilai salinitasnya. Dari hasil
pengamatan nilai salinitasnya nol. Hal tersebut membuktikan tidak ada kadar garam dalam air tersebut. Ini mengindikasikan mungkin bahwa batuan dan tanah di DAS tidak mempengaruhi salinitas air dalam sungai. Mungkin yang terkandung didalam air bukan termasuk garam-garaman, dimungkinkan juga logam atau partikel tanah. Konsentrasi garam dikontrol oleh batuan alami yang mengalami pelapukan, tipe tanah, dan komposisi kimia hal yang lain dapat dasar perairan.17 memungkinkan hasil ini ialah kemampuan alat. Dapat dimungkinkan yang dapat diukur alat ialah garam dapur ( NaCl ), sedangkan jenis garam-garaman yang lain tidak terukur. Jenis garam-garaman di alam ini memang banyak tapi garam yang dimaksud dalam kehidupan sehari-hari ialah NaCl. Garam dari unsur lain tidak begitu diperhatikan dalam kehidupan keseharian. 4.7 Padatan Total Tersisa Tabel 8. Persen Massa Padatan Total Tersisa Jenis Air % padatan total tersisa Air limbah (al) 4,135021 Cross-flow 7,5 psi 1,563055 (c7,5) Cross-flow 5 psi 0,358540 (c5) Cross-flow 2,5 psi 2,311482 (c2,5) Dead-end 7,5 psi 3,061615 ( d7,5) Dead-end 5 psi (d5) 1,642628 Dead-end 2,5 psi 2,517255 (d2,5) Dead-end teflon 0,4 6,494096 bar (t0,4) 2,728732 Dead-end teflon 0,38 bar (t0,38) 1,666667 Dead-end teflon 0,35 bar (t0,35
persen berat ( % )
dengan unsur yang sejenis dan memiliki ikatan yang sejenis pula maka akan memiliki titik didih yang sama. 4.8 Viskositas Jika dilihat dari data Tabel 9 dan Gambar 14 viskositas terbaik / paling mendekati air pada suhu ruang yang bernilai sekitar 0,01005 poise dimiliki oleh hasil penyaringan dengan metode dead-end dengan mengunakan membran teflon yang bertekanan 0,4 bar ( V8 ) yakni sekitar 0,012989027 poise. Sedangkan yang lain memang nilainya tidak jauh dari angka 0,012989027 poise, dan masih dalam batas toleransi untuk nilai viskositas pada suhu ruang. Viskositas merupakan nilai kekentalan atau dengan kata lain nilai alir suatu fluida. Makin kecil nilai viskositas maka zat alir tersebut akan makin bebas gerakannya. Makin besar nilai viskositasnya maka akan makin kental dan akan susah untuk mengalir. Untuk nilai viskositas air sendiri akan turun jika suhunya naik. Tabel 9. Viskositas Jenis air Viskositas ( poise )
7 6 5 4 3 2 1 0
Jenis Air
Air limbah (V1) Cross-flow 7,5 psi (V2) Cross-flow 5 psi (V3) Cross-flow 2,5 psi (V4) Dead-end 7,5 psi (V5) Dead-end 5 psi (V6) Dead-end 2,5 psi (V7) Dead-end teflon 0,4 bar (V8) Dead-end teflon 0,38 bar (V9) Dead-end teflon 0,35 bar (V10)
viskositas ( poise )
Gambar 13. Persen Padatan Total Tersisa Padatan total (residu) adalah bahan yang tersisa setelah air sampel mengalami evaporasi dan pengeringan pada suhu tertentu. 20 Dari data Tabel 8 dan Gambar 13 terlihat dengan jelas bahwa persen kadar abu terendah dimiliki oleh air hasil saringan cross-flow dengan tekanan 5 psi ( c5 ). Hal ini sejalan dengan nilai kekeruhan dan massa jenis. Jadi jumlah zat terlarut yang terkandung dalam air hasil saringan dengan metode cross-flow pada tekanan 5 psi (c5) menghasilkan mutu yang terbaik. Dengan persen kadar abu yang hanya menyentuh angka 0,35854 % ini merupakan angka yang bagus untuk air. Bahan terlarut seperti tanah, pasir , dan liat yang ada sangatlah kecil. Sedangkan nilai kadar abu tertinggi didapat pada hasil saringan dengan membran teflon pada tekanan 5,8 Psi yang ditunjukan dengan kode t 0,4 pada Gambar 13 yang nilainya mencapai 6,494096 %. Nilai 6,494096 % memang masih jauh dibawah 10%. Air dengan nilai kadar abu tersebut sudah cukup banyak mengandung bahan terlarut semisal tanah, dan liat.Untuk pengukuran nilai padatan total terlarut ini dilakukan dengan cara pengabuan. Yakni timbang massa air sampel yang akan diukur. Panaskan air sampel hingga menguap seluruhnya. Setelah menguap seluruhnya timbang massa abu yang terbentuk. Untuk mengetahui kadar kadar abu-nya, bagikan antara massa abu per massa air sebelum diuapkan seluruhnya dikalikan 100%. Padatan tersisa juga dapat mengindikasikan bahwa air hasil dan limbah bukan air murni. Air murni akan teruapkan pada suhu 1000 C, bahkan sebelum mencapai nilai tersebut. Makin banyak zat pencampur maka padatan tersisa akan makin banyak. Mineral yang tidak teruapkan dalam suhu 1000 C sangat banyak. Mineral itulah yang tersisa pada proses ini. ini juga menunjukan kemurnian dari zat. Jika zat
0,015790963 0,014895406 0,015166586 0,014907945 0,013833079 0,013442040 0,013580090 0,012989027 0,013339716 0,013592167
0,018 0,016 0,014 0,012 0,01 0,008 0,006 0,004 0,002 0 V1
V2
V3
V4
V5
V6
V7
V8
V9 V10
Jenis Air
Gambar 14. Viskositas Hasil Penyaringan dan Air Limbah