Jurusan Arsitektur FTSP - Universitas Trisakti
OPTIMALISASI PEMANFAATAN RAIN WATER HARVESTING PADA RUMAH SUSUN SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN EKO EKO-ARSITEKTUR STUDI KASUS RUMAH SUSUN DI YOGYAKARTA (The Optimazing Used of Rainwater Harvesting on Flats as an Effort to Reveal Eco Eco-Architecture) Jarwa Prasetya S. Handoko Jurusan Arsitektur FTSP Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta e-mail:
[email protected] Abstrak Pemenuhan kebutuhan air bersih bagi penduduk perkotaan sangat penting. Isu krisis suplai air bersih bagi kota besar di Indonesia merupakan isu yang mengemuka seiring dengan perkembangan kota yang semakin maju. Hal ini juga dirasakan di Yogyakarta. Pembangunan fasilitas baik itu permukiman maupun fungsi lain harus memperhatikan ketersediaan air bersih bagi kelangsungan fungsi bangunan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan ketika sebuah bangunan dengan kapasitas penghuni ni yang besar adalah ketersediaan air bersih bagi penghuninya. Sehingga bangunan yang berpotensi membutuhkan air bersih dalam jumlah besar harus mempertimbangkan aspek pemakaian air untuk ikut memberikan solusi permasalahan krisis air perkotaan. Konsep rai rain water harvesting merupakan salah satu konsep yang ditujukan sebagai upaya penghematan penggunaan dan pengelolaan air untuk memenuhi kebutuhan air bersih pada bangunan. Konsep ini memberikan alternatif sumber air bersih untuk kegiatan tertentu pada bangunan an memanfaatkan air hujan. Yogyakarta merupakan salah satu kota besar di Indonesia dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi. Hal ini membawa konsekuensi bertambahnya kebutuhan permukiman bagi masyarakatnya. Upaya pemenuhan kebutuhan permukiman penduduk perkotaan otaan secara terus terus-menerus dilaksanakan oleh pemerintah Yogyakarta. Rumah susun merupakan salah satu bentuk permukiman penduduk perkotaan yang saat ini sedang dikembangkan oleh pemerintah. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu kajian yang mengevaluasi tingkat efektifitas pemanfaatan rain water harvesting pada bangunan rumah susun terhadap pengurangan kebutuhan air bersih bangunan rumah susun yang dikaji. Kajian ini merupakan studi komparatif dengan metode eksploratif yang dilaksanakan terkait dengan desain bangunan rumah susun dan kebutuhan air bersih rumah susun. Kajian ini mengambil studi kasus 2 (dua) rumah susun yang ada di Yogyakarta. Dengan makalah ini diharapkan dapat diperoleh gambaran umum tentang besarnya potensi pemanfaatan konsep rain water harvesting pada bangunan rumah susun dalam mengurangi kebutuhan air bersih suatu bangunan rumah susun. Dari kajian ini dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan potensi penggunaan air hujan (rain water harvesting)) pada bangunan rumah susun dapat mengurangi kebutuhan n air bersih yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup penghuninya. Hal ini akan mengurangi kebutuhan energi dalam pengadaan air bersih pada bangunan rumah susun. Rekomendasi dari kajian ini adalah bahwa perancangan bangunan rumah susun sebaiknya dapa dapat mengoptimalkan integrasi konsep rain water harvesting dalam desainnya. Hal ini dapat diterapkan pada bangunan rumah susun sebagai upaya mewujudkan eko arsitektur.
Seminar Nasional Keberlanjutan Ruang Huni Masa Depan EKO-ARSITEKTUR ARSITEKTUR
52
Kata Kunci : Kebutuhan Air Bersih, Rainwater Harvesting, Rumah Susun, EkoArsitektur Abstract Clean water supply for urban residents is very important. The issues related to clean water are raising in line with the development of cities as it is happened in Yogyakarta. Yogyakarta is one of the major cities with high population growthin Indonesia. This leads to the increased demand of community housing. The Government of Yogyakarta is continiously addressing the needs of urban settelements by building flats as one of the many ways to solve the related problems. The construction of settlement facilities should consider the availability of clean water. Thus, it is mandatory for the building contructors to provide a large available capacity of clean water for the residents to solve urban water crisis problems. The concept of rainwater harvesting is a concept intending to save the use and the management of water supply to meet the needs of the building. This concept provides an alternative source of clean water by utilizing rainwater. Therefore, it is necessary to evaluate the effectiveness of rainwater harvesting used in flats building towards the reduction of clean water needs. This is an explorative comparative study on flats building design and flats clean water needs of two flats in Yogyakarta. This study is to provide a general description of the potential use of the concept of rainwater harvesting in building flats to reduce clean water requirements of a building. It is concluded that the potential use of rainwater (rainwater harvesting) on building flats could reduce the need for cleanwater of its inhabitants. This will reduce the energy requirements in the provision of cleanwater in the buildings. It is also recommended that the design of the buildings should integrate the concept of rainwater harvesting as a way in developing an eco architecture building. Keywords: Clean water needs, Rain-water harvesting, Flats, Eco-architecture PENDAHULUAN Pesatnya pertumbuhan penduduk yang diikuti oleh industrialisasi, urbanisasi, peningkatan pertanian dan pola penggunaan air bersih mengakibatkan terjadinya krisis air (UNEP, 2001). Dalam kondisi semakin tingginya kebutuhan air bersih maka alternatif sumber air seperti pemanfaatan air hujan perlu dipertimbangkan sebagai pilihan menarik yang murah, sehingga dapat mengurangi konsumsi air bersih. Pemenuhan kebutuhan air bersih bagi penduduk perkotaan sangat penting. Isu krisis suplai air bersih bagi kota besar di Indonesia merupakan isu yang mengemuka seiring dengan perkembangan kota yang semakin maju. Hal ini juga dirasakan di Yogyakarta. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi permasalahan pemenuhan kebutuhan air bersih penduduk perkotaan di Indonesia. Kekurangan air dipicu naiknya permintaan seiring peningkatan populasi, tidak meratanya distribusi air, meningkatnya polusi air, dan pemakaian air yang tidak efisien.(Chiras, 2009) Pemanenan air hujan dengan memanfaatkan atap bangunan umumnya merupakan alternatif dalam memperoleh sumber air bersih yang membutuhkan sedikit pengolahan sebelum digunakan untuk keperluan manusia (Zhang et.al., 2009). Untuk kawasan tropis, penggunaan energi bahan bakar minyak dan listrik umumnya lebih rendah dibandingkan dengan negara di kawasan sub-tropis yang dapat mencapai 60% dari total konsumsi energi. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan pemanas ruang di sebagian besar bangunan saat musim dingin. Sementara di kawasan tropis, pendingin ruangan (AC) hanya digunakan pada sebagian kecil bangunan. Sehingga di Indonesia seperti di negara tropis lain Seminar Nasional Keberlanjutan Ruang Huni Masa Depan EKO-ARSITEKTUR
53
Jurusan Arsitektur FTSP - Universitas Trisakti mengkonsumsi BBM dalam bentuk energi listrik sekitar 30 30-60% dari total konsumsi BBM seluruhnya. Walaupun demikian, penghematan energi di sektor bangunan di wilayah tropis seperti Indonesia tetap harus dilakukan dan dapaat memberikan kontribusi besar terhadap penurunan konsumsi energi secara nasional. Pembangunan fasilitas baik itu permukiman rmukiman maupun fungsi lain harus memperhatikan ketersediaan air bersih bagi kelangsungan fungsi bangunan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan ketika sebuah bangunan dengan kapasitas penghuni yang besar adalah ketersediaan air bersih bagi penghuninya. Sehingga bangunan yang berpotensi membutuhkan air bersih dalam jumlah besar harus mempertimbangkan aspek pemakaian air untuk ikut memberikan solusi permasalahan krisis air perkotaan. Konsep rain water harvesting merupakan salah satu konsep yang ditujukan se sebagai upaya penghematan penggunaan dan pengelolaan air untuk memenuhi kebutuhan air bersih pada bangunan. Konsep ini memberikan alternatif sumber air bersih untuk kegiatan tertentu pada bangunan memanfaatkan air hujan. Yogyakarta merupakan salah satu kota besar di Indonesia dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi. Hal ini membawa konsekuensi bertambahnya kebutuhan permukiman bagi masyarakatnya. Upaya pemenuhan kebutuhan permukiman penduduk perkotaan secara terus-menerus menerus dilaksanakan oleh pemerintah Yogyakar Yogyakarta. Rumah susun merupakan salah satu bentuk permukiman penduduk perkotaan yang saat ini sedang dikembangkan oleh pemerintah. Di Kota Yogyakarta terdapat 2 (dua) lokasi bangunan rumah susun yang dibangun pemerintah, yaitu rumah susun sewa Cokrodirjan di Kel Kelurahan Suryatmajan yang dibangun tahun 2003 dan Rusunawa Juminahan di Kelurahan Tegalpanggung yang dibangun tahun 2008. Kedua lokasi tersebut berada di Wilayah Kecamatan Danurejan Kota Yogyakarta. Kebijakan Pemerintah Kota Yogyakarta membangun rusunawa ini memang cukup berhasil dilihat dari tingkat hunian rumah susun. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu kajian yang mengestimasi tingkat efektifitas pemanfaatan rain water harvesting pada bangunan rumah susun terhadap pengurangan kebutuhan air bersih bangunan n rumah susun yang dikaji. Kajian ini merupakan studi evaluasi purna huni aspek teknis level evaluatif yang dilaksanakan terkait dengan desain bangunan rumah susun dan kebutuhan air bersih rumah susun. Kajian ini mengambil studi kasus 2 (dua) rumah susun yang ang ada di Yogyakarta. Dengan makalah ini diharapkan dapat diperoleh gambaran umum tentang besarnya potensi pemanfaatan konsep rain water harvesting pada bangunan rumah susun dalam mengurangi kebutuhan air bersih suatu bangunan rumah susun. TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Air Bersih Badan dunia UNESCO menetapkan hak dasar manusia atas air yaitu sebesar 60 liter/orang/hari. Berdasarkan pada peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif air minum pada Perusahaan Daerah Air Minum BAB 1 Ketentuan umum pasal 1 ayat 8 menyatakan bahwa Standart Kebutuhan pokok air minum adalah kebutuhan air sebesar 10 m3/ kepala keluarga/bulan atau 60 liter/orang/ hari. Rainwater Harvesting Air limbah adalah air buangan (air ir bekas pakai /air kotor) dari air bersih yang sudah dipakai. Air limbah dibagi menurut pencemarannya : Air Hujan ((rain water), air sabun (grey water), ), air tinja (air limbah manusia), air limbah Industri. Air hujan dapat ditampung sebagai sarana air bersih h atau dikembalikan ke tanah sedekat mungkin dengan menggunakan sumur
Seminar Nasional Keberlanjutan Ruang Huni Masa Depan EKO-ARSITEKTUR ARSITEKTUR
54
resapan. Air hujan yang disalurkan ke saluran umum kota akan menambah bahaya banjir di daerah yang lebih rendah pada saat hujan deras. Tabel 1. Intensitas Air Hujan dalam Menit Peristiwa Terjadi setiap saat
Lamanya hujan dalam menit(‘) dengan intensitas liter/menit-m2 5’
1 Tahun 1.92 2 Tahun 2.34 5 Tahun 2.76 Sumber : Frick, 2006.
10’
20’
40’
60’
80’
100’
120’
1.80 2.16 2.52
1.53 1.86 2.10
1.17 1.44 1.62
0.75 1.14 1.35
0.75 0.90 1.11
0.63 0.78 0.93
0.72 0.66 0.84
Pemanenan air hujan merupakan metode atau teknologi yang digunakan untuk mengumpulkan air hujan yang berasal dari atap bangunan, permukaan tanah, jalan atau perbukitan batu dan dimanfaatkan sebagai salah satu sumber suplai air bersih.(UNEP, 2001; Abdulla et.al., 2009). Berdasarkan UNEP (2001), beberapa keuntungan dan keterbatasan penggunaan air hujan sebagai salah satu alternatif sumber air bersih adalah : Tabel 2. Kelebihan dan Kekurangan Rainwater Harvesting Keuntungan (1) meminimalisasi dampak lingkungan: penggunaan instrumen yang sudah ada (atap rumah, tempat parkir) dapat menghemat pengadaan instrumen baru dan meminimalisasi dampak lingkungan. (2) Lebih bersih: air hujan yang dikumpulkan relatif lebih bersih dan kualitasnya memenuhi syarat sebagai air baku air bersih dengan atau tanpa pengolahan lebih lanjut. (3) Kondisi darurat : Air hujan sebagai cadangan air bersih sangat penting penggunaannya pada saat darurat atau terdapat gangguan sistem penyediaan air bersih, terutama pada saat bencana alam. (4) Sebagai cadangan air bersih: pemanenan air hujan dapat mengurangi ketergantungan terhadap sistem penyediaan air bersih. (5) Sebagai salah satu upaya konservasi.
(6) Pemanenan air hujan merupakan teknologi yang mudah dan fleksible. Dapat dibangun sesuai dengan kebutuha. Pembangunan, operational dan perawatan tidak membutuhkan tenaga kerja dengan keahlian tertentu.
Keterbatasan (1) luas daerah tangkapan hujan dan kapasitas penyimpanan seringkali berukuran kecil atau terbatas, dan pada saat musim kering yang panjang tempat penyimpanan air mengalami kekeringan. (2) Pemeliharaan sistem pemanenan air hujan lebih sulit dan jika sistem tidak dirawat dengan baik dapat berdampak buruk pada kualitas air hujan yang terkumpul. (3) pengembangan sistem pemanenan air hujan yang lebih luas sebagai salah satu aternatif penyediaan air bersih dapat mengurangi pendapatan perusahaan air minum. (4) Sistem pemanenan air hujan biasanya bukan merupakan bagian dari pembangunan gedung dan tidak ada pedoman yang jelas bagi pengembang. (5) Pemerintah belum memasukan konsep pemanenan air hujan dalam kebijakan pengelolaan sumber daya air dan masyarakat belum terlalu membutuhkan instrumen pemanenan air hujan dilingkungan tempat tinggalnya. (6) Tangki penyimpanan air hujan berpotensi menjadi tempat berkembangnya serangga seperti nyamuk.
Seminar Nasional Keberlanjutan Ruang Huni Masa Depan EKO-ARSITEKTUR
55
Jurusan Arsitektur FTSP - Universitas Trisakti Keuntungan
Sumber : UNEP, 2001.
Keterbatasan (7) Curah Hujan merupakan faktor yang penting dalam operasional sistem pemanenan air hujan. Wilayah dengan musim kering yang lebih panjang atau curah hujan tinggi membutuhkan tampungan yang relatif lebih besar.
Komponen Sistem Rainwater Harvesting Sistem pemanenan air hujan terdiri dari beberapa system yaitu : tempat menangkap hujan (collection area), ), saluran air hujan yang mengalirkan air huj hujan dari tempat menangkap hujan ke tangki penyimpanan (conveyance conveyance), filter, reservoir (storage tank), saluran pembuangan dan pompa. (Song et. al.,2009; UNEP, 2001). Area penangkapan air hujan (collection collection area ) merupakan tempat penangkapan air hujan dan bahan an yang digunakan dalam konstruksi permukaan tempat penangkapan air hujan mempengaruhi efisiensi pengumpulan dan kualitas air hujan. Bahan Bahan- bahan yang digunakan untuk permukaan tangkapan hujan harus tidak beracun dan tidak mengandung bahan bahan-bahan yang dapat menurunkan kualitas air hujan. (UNEP, 2001). Sistem pengaliran air hujan (conveyance conveyance system system) biasanya terdiri dari saluran pengumpul atau pipa yang mengalirkan air hujan yang turun di atap ke tangki penyimpanan ((cistern or tanks). Saluran pengumpul atau pipa ipa mempunyai ukuran, kemiringan dan dipasang sedemikian rupa agar kuantitas air hujan dapat tertampung semaksimal mungkin (Abdulla et.al., 2009). Filter dibutuhkan untuk menyaring sampah (daun, plastic,ranting,dll) yang ikut bersama air hujan dalam saluran an penampung sehingga kualitas air hujan terjaga. Tangki ((cistern atau tank)) alami dan tangki buatan merupakan tempat untuk menyimpan air hujan. Tangki penyimpanan air hujan dapata berupa tangki di atas tanah atau dibawah tanah ((ground tank). First flush device : apabila kualitas air hujan merupakan prioritas, saluran pembuang air hujan yang tertampung pada menit-menit menit awal harus dibuang. Tujuan fasilitas ini adalah untuk meminimalkan polutan yang ikut bersama air hujan. Pompa (pump) dibutuhkan apabila tangki ki penampung air hujan berada di bawah tanah. Tipe Sistem Pemanenan Air Hujan Menurut UNEP (2001), beberapa system pemanenan air hujan yang dapat diterapkan dibagi menjadi dua kategori dilihat dari ruang lingkup implementasinya, yaitu : Teknik pemanenan air ir hujan dengan atap bangunan ((roof top rainwater harvesting). Ruang lingkup implementasinya adalah pada skala individu bangunan rumah dalam suatu wilayah permukiman ataupun perkotaan. Untuk residential lebih tepat menggunakan teknik yang pertama, yaitu teknik knik pemanenan air hujan dengan atap bangunan. Air yang terkumpul tidak signifikan, namun apabila diterapkan secara missal maka air yang terkumpul sangat melimpah. Dengan komponen utama konstruksi tampungan air hujan : atap, saluran pengumpul (collector channel), ), filter, bak penampung air hujan. Teknik pemanenan air hujan dan aliran permukaan dengan bangunan reservoir, seperti dam parit, embung, kolam, situ,waduk dan sebagainya. Sistem ini disebut juga system permukaan tanah (land surface catchment areas) menggunakan enggunakan permukaan tanah merupakan metode yang sangat sederhana untuk mengumpulkan air hujan. Dibandingkan PAH system atap, system kedua ini lebih banyak mengumpulkan air hujan dari daerah tangkapan yang lebih luas. Air hujan yang terkumpul dengan system ini lebih cocok digunakan untuk pertanian, karena kualitas air yang rendah. Ruang lingkup implementasinya dalam skala yang lebih luas, biasanya untuk suatu lahan pertanian dalam suatu wilayah DAS ataupun sub DAS. Seminar Nasional Keberlanjutan Ruang Huni Masa Depan EKO-ARSITEKTUR ARSITEKTUR
56
Kuantitas Pemanenan Air Hujan Untuk mengetahui kebutuhan air secara total, harus ditentukan kuantitas air yang diperlukan untuk keperluan outdoor seperti ; irigasi, reservoir (liter/hari) dan indoor seperti : mandi, cuci, toilet, kebocoran (liter/hari). Untuk menentukan ukuran air hujan yang dibutuhkan, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan antara lain volume air yang dibutuhkan per hari, ukuran tangkapan air, tinggi rendahnya curah hujan, kegunaan air hujan sebagai alternative air bersih dan tempat yang tersedia. Jika volume air yang diperlukan sudah ditentukan, maka volume air hujan yang dapat dipanen akan menentukan system PAH yang digunakan. Cara sederhana yang dapat digunakan untuk menghitung volume air hujan yang diperoleh adalah menggunakan curah hujan tahunan dikalikan dengan luasan tangkapan air hujan, dengan rumus di bawah ini : Total air hujan yang ditangkap (m3) = tinggi curah hujan tahunan (mm) x luas tangkapan hujan (m2) Efisiensi air hujan yang ditangkap ditentukan oleh koefisien tangkapan air hujan, dimana koefisien ini merupakan prosentase air hujan yang ditangkap dari system PAH yang memperhitungkan kehilangan air. Koefisien ini bergantung pada desain system PAH dan pemanfaatan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air. Untuk kebutuhan indoor koefisien efisiensi sebesar 75-90%, sedangkan untuk kebutuhan outdoor sebesar 50% (UNEP, 2001). Dengan mempertimbangkan beberapa faktor diatas, maka perhitungan air hujan yang dapat dikumpulkan secara realistis adalah : Air hujan yang terkumpulkan (run-off)= A x (curah hujan-B) x luas tangkapan air hujan. Dimana : Run-off = air hujan yang terkumpulkan(liter), A= efisiensi pengumpulan air, B = Faktor penyerapan (mm/th) curah hujan (mm/th), luas tangkapan air hujan (m2). Flats Rumah susun merupakan bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagianyang distrukturkan secara fungsional dalam arah horisontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terisah terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama, dengan sistem pengelolaan yang menganut konsep kebersamaan. (UURS RI No. 16 Tahun 1985). Pembangunan rumah susun adalah suatu cara untuk memacahkan masalah kebutuhan dari permukiman dan perumahan pada lokasi yang padat, terutama daerah perkotaan yang jumlah penduduknya selalu meningkat, sedangkan tanag semakin terbatas. Rumah Susun Sederhana Sewa atau Rusunawa adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam satu lingkungan, dengan cara membayar sewa tiap bulannya kepada pengembang atau pemerintah. Satuan rumah susun sedehana Sewa, yang selanjutnya disebut rusunawa adalah unit hunian pada rusunawa yang dapat digunakan secara perorangan berdasarkan ketentuan persewaan dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.4 Tahun 1988 Tentang Penyelenggaraan Rumah Susun, Rumah susun dapat dibagi beberapa macam yaitu Rumah Susun Umum, Rumah Susun Khusus, Rumah Susun Negara, Rumah Susun Dinas dan Rumah Susun Komersial. Selain itu terdapat beberapa ragam Rumah Susun yang ada di Indonesia, yaitu : Rumah Susun Sewa (Rusuna), Rumah Susun Menengah (Apartemen) dan Rumah Susun Mewah (Condominium).
Seminar Nasional Keberlanjutan Ruang Huni Masa Depan EKO-ARSITEKTUR
57
Jurusan Arsitektur FTSP - Universitas Trisakti
EKO- ARSITEKTUR Eko Arsitektur merupakan wujud dari penjabaran sustainable yang lebih mempertimbangkan perencanaan bangunan secara holistik atau memiliki hubungan yang ramah dengan lingkungan alam atau dengan sistem secara keseluruhan. Artinya bahwa penyesuaian perencanaan ncanaan bangunan dengan tetap menjaga dan ikut melestarikan lingkungan alam menjaga dari polusi. Eko arsitektur merupakan suatu konsep dalam bidang arsitektur yang mendukung konsep berkelanjutan dan memiliki integrasi antara bangunan dan lingkungan sekitar,, yaitu mengkaitkan antara bangunan dengan lingkungan ekologis yang mempengaruhi, seperti sistem iklim, pola sirkulasi air, vegetasi dan tentu saja arsitektur yang menyatu dengan alam. Berbagai konsep dalam arsitektur yang mendukung arsitektur Eko Arsitektur, ur, antara lain dalam efisiensi penggunaan energi (penghawaaan alami), tata letak bangunan dan pemanfaatan yang berhubungan dengan pendekatan ramah lingkungan. Prinsip eko-arsitektur yaitu : 1. Mengupayakan terpeliharanya sumber daya alam dan mengurangi dampa dampak yang lebih parah dari pemanasan global melalui pemahaman perilaku alam. 2. Mengelola tanah, air dan udara untuk menjamin kelestarian ekosistem melalui sikap ramah terhadap alam dengan pemikiran secara holistik dan kontekstual. 3. Perancangan dilakukan secara teknis eknis dan ilmiah untuk menciptakan kenyamanan bagi penghuni secara fisik, sosial dan ekonomi melalu sistem bangunan. 4. Penggunaan Sistem Pasive yang selaras dengan iklim setempat. 5. Penggunaan material yang ekologis, setempat dan sesuai iklim, menggunakan ene energi yang hemat mulai pengambilan dari alam sampai penggunaan pada bangunan dan kemungkinan daur ulang. 6. Menuju pada suatu perancangan bangunan yang berkelanjutan ((sustainable). METODE Kajian ini merupakan studi komparatif dengan metode eksploratif menggu menggunakan pustaka yang ada dilengkapi dengan studi kasus kondisi riil bangunan rumah susun. Kajian ini dilaksanakan terkait dengan desain bangunan rumah susun dan kebutuhan air bersih rumah susun. Kajian ini mengambil studi kasus 2 (dua) rumah susun yang ada d di Yogyakarta. Dengan makalah ini diharapkan dapat diperoleh gambaran umum tentang besarnya potensi pemanfaatan konsep rain water harvesting pada bangunan rumah susun dalam mengurangi kebutuhan air bersih suatu bangunan rumah susun. HASIL DAN PEMBAHASAN Rumah umah Susun Sewa (Rusunawa) Juminahan Rumah susun ini berlokasi di Kelurahan Tegalpanggung yang dibangun tahun 2008. Kedua lokasi tersebut berada di Wilayah Kecamatan Danurejan Kota Yogyakarta. Bangunan rumah susun sewa (Rusunawa) Juminahan merupakan salah satu rusunawa yang dibangun di wilayah kota yogyakarta. Rusunawa Juminahan terdiri dari 5 (lima) lantai terbagi dalam 74 (tujuh puluh empat unit) dengan luasan masing masing-masing unit 21 (dua puluh satu) m2. Rumah susun ini desain atapnya terbagi menjadi 2 bag bagian sehingga memiliki luasan atap mencapai 620 meter persegi.
Seminar Nasional Keberlanjutan Ruang Huni Masa Depan EKO-ARSITEKTUR ARSITEKTUR
58
Gambar 1. Siteplan Rumah Susun Juminahan, Yogyakarta. Sumber : Dokumentasi Penulis, 2015
Bangunan ini berdiri sejak tahun 2010 dan terletak dipinggir kali code di tengah kota yogyakarta. Lokasi tersebut berada di pinggiran Sungai Code yang membelah Kota Yogyakarta dan berada dalam lingkungan permukiman padat sepanjang Sungai Code.
Gambar 2. Fasade depan Rumah Susun Juminahan, Yogyakarta. Sumber : Dokumentasi Penulis, 2015.
Bangunan ini digunakan sebagai hunian bagi keluarga tidak mampu yang belum memiliki rumah tinggal. Dan diprioritaskan dihuni oleh masyarakat sekitar rusunawa. Penentuan lokasi pembangunan rusunawa berdasarkan pada ketersediaan lahan dan kondisi sosial ekonomi daerah tersebut. Awal perancangan pembangunan rusunawa didasarkan pada kondisi kepadatan penduduk dan lingkungan permukiman Code yang memprihatinkan serta keterbatasan lahan di perkotaan. Penyediaan rumah susun tersebut dapat disewa dengan harga terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah serta meningkatkan kualitas hidup di perkotaan, sehingga di kemudian hari dapat memiliki rumah yang sehat dan layak di tempat lain.
Seminar Nasional Keberlanjutan Ruang Huni Masa Depan EKO-ARSITEKTUR
59
Jurusan Arsitektur FTSP - Universitas Trisakti
Gambar 3. Tampak Utara Rumah Susun Juminahan, Yogyakarta. Sumber : Dokumentasi Penulis, 20 2015.
Rumah Susun Cokrodirjan, Yogyakarta. Rusunawa ini berlokasi di Cokrodirjan Kelurahan Suryatmajan Kecamatan Danurejan Kota Yogyakarta sebanyak 1 twin blok dengan 72 unit yang dibangun tahun 2004/2005. Dengan luas atap keseluran 350 meter persegi yang d diestimasikan dapat dimanfaatkan untuk Rainwater Harvesting System pada bangunan ini.
Gambar 4. Tampak Depan Rumah Susun Cokrodirjan, Yogyakarta. Sumber : Dokumentasi Penulis, 2015.
Gambar 5.. Denah Rumah Susun Cokrodirjan, Yogyakarta. Sumber : Dokume Dokumentasi Penulis, 2015.
Seminar Nasional Keberlanjutan Ruang Huni Masa Depan EKO-ARSITEKTUR ARSITEKTUR
60
Gambar 6. Tampak Samping Rumah Susun Cokrodirjan, Yogyakarta Sumber : Dokumentasi Penulis, 2015.
Gambar 7. Potongan Rumah Susun Cokrodirjan, Yogyakarta Sumber : Dokumentasi Penulis, 2015.
Jumlah Estimasi Kebutuhan Air Bersih Rumah Susun Juminahan dan Rumah Susun Cokrodirjan. Rumah Susun Juminahan memiliki 74 unit dengan estimasi dihuni oleh 3 orang per unit. Maka rumah susun ini dihuni oleh 222 orang. Berdasarkan pada peraturan Menteri dalam negeri Nomor 23 Tahun 2006 menyebutkan bahwa standart kebutuhan Pokok air minum adalah kebutuhan air sebesar 10 meter kubik/ kepala keluarga/bulan atau 60 liter/orang/ hari. Maka hasil perhitungan total volume air hujan yang tertampung diatap rumah susun Juminahan dengan total kebutuhan air bersih setiap orang penghuni 180 liter/hari, maka kebutuhan air 1 tahun adalah = 60 liter X 222 orang X 365hari = 4.861.800 liter. Sedangkan untuk Rumah Susun Cokrodirjan memiliki 72 unit dengan estimasi dihuni oleh 3 orang per unit. Maka rumah susun ini dihuni oleh 216 orang. Berdasarkan pada peraaturan Menteri dalam negeri Nomor 23 Tahun 2006 menyebutkan bahwa standart Seminar Nasional Keberlanjutan Ruang Huni Masa Depan EKO-ARSITEKTUR
61
Jurusan Arsitektur FTSP - Universitas Trisakti kebutuhan Pokok air minum adalah kebutuhan air sebesar 10 meter kubik/ kepala keluarga/bulan atau 60 liter/orang/ hari. Maka hasil p perhitungan total volume air hujan yang tertampung diatap rumah susun Juminahan dengan total kebutuhan air bersih setiap orang penghuni 180 liter/hari, maka kebutuhan air 1 tahun adalah = 60 liter X 216 orang X 365hari = 4.730.400 liter. Jumlah Estimasi Airr Hujan Yang Potensial Dipanen Potensi jumlah air yang dapat dipanen ((the water harvesting potential) dari suatu bangunan atap dapat diketahui dengan perhitungan sebagai berikut : Untuk Rumah Susun Juminahan diestimasikan menggunakan sistem roof top rainwater harvesting. Rumah susun ini memiliki areal tangkapan hujan seluas 620 m2, curah hujan tahunan 1500 mm, maka jumlah air yang dapat dipanen ditetapkan sebagai berikut : Dengan luas area 620 m2 dan jumlah curah hujan tahunan 1500 mm, serta koefisien run off atap 0.90, maka volume air hujan yang jatuh di area tersebut = 62.000 dm2 x 15 m x 0,900 = 837.000 liter/ tahun. Dengan asumsi hanya 90% dari total air hujan yang dapat dipanen sisanya tidak bisa dipanen karena evaporasi atau kebocoran), maka volume yang dapat dipanen = 837.000 liter/ tahun x 0,9 = 753.300 liter /tahun. Untuk Rumah Susun Cokrodirjan menggunakan sistem roof top rainwater harvesting. Rumah susun ini memiliki areal tangkapan hujan seluas 350 m2, curah hujan tahunan 1500 mm, maka jumlah air yang dapat dipanen ditetapkan sebagai berikut : Dengan luas area 350 m2 dan jumlah curah hujan tahunan 1500 mm, serta koefisien run off atap 0.90, maka volume air hujan yang jatuh di area tersebut = 35.000 dm2 x 15 m x 0,900 = 472.500 liter/ tahun. Dengan ngan asumsi hanya 90% dari total air hujan yang dapat dipanen sisanya tidak bisa dipanen karena evaporasi atau kebocoran), maka volume yang dapat dipanen = 472.500 liter/ tahun x 0,9 = 425.250 liter /tahun. Studi Komparasi Prosentase Pemenuhan Kebutuhan A Air Bersih pada Rumah Susun dari Rainwater Harvesting Jika hasil perhitungan total volume air hujan yang tertampung di atap rumah susun Juminahan dengan total kebutuhan air bersih setiap orang penghuni 60 liter/hari, maka kebutuhan air 1 tahun = 4.861.800 Liter. iter. Dari hal tersebut maka prosentase hasil pemanenan air hujan dibandingkan dengan kebutuhan air seluruhnya adalah =(753.300/4.861.800) X 100% = 15,4%. Volume air sebanyak 753.300 liter per tahun atau sekitar 15,4 % dari total kebutuhan air bersih yang dibutuhkan. Sedangkan untuk Rumah Susun Cokrodirjan dengan total kebutuhan air bersih setiap orang penghuni 60 liter/hari, maka kebutuhan air 1 tahun = = 4.730.400 liter. Sehingga prosentase hasil pemanenan air hujan dibandingkan dengan kebutuhan air selu seluruhnya adalah =(425.250/4.730.400) X 100% = 8,9 %. Volume air sebanyak 425.250 liter per tahun atau sekitar 8,9 % dari total kebutuhan air bersih yang dibutuhkan. Optimalisasi Pemanfaatan Rain Water Harvesting pada Rumah Susun sebagai Upaya Mewujudkan Eko Arsitektur Pemanfaatan air bersih hasil rainwater harvesting pada dua rumah susun dapat disusun dalam bentuk tabel berikut ini :
Seminar Nasional Keberlanjutan Ruang Huni Masa Depan EKO-ARSITEKTUR ARSITEKTUR
62
Tabel 3. Komparasi Pemanfaatan Rainwater Harvesting pada Rumah Susun No.
Uraian
1 2 3 4 5
Jumlah Unit Estimasi Jumlah Penghuni Luasan Atap tangkapan air hujan Curah Hujan Tahunan Analisa Kebutuhan Air Bersih Penghuni Rumah Susun 6 Analisa Estimasi Hasil Air Bersih Proses Rainwater Harvesting 7 Prosentase air bersih hasil Rainwater Harvesting dengan kebutuhan keseluruhan air bersih Rumah Susun. Sumber : Analisa Penulis, 2015
Rumah Susun Juminahan 74 unit 222 orang 620m2 1500 mm 4.861.800 liter/ tahun 753.300 liter/tahun
Rumah Susun Cokrodirjan 72 unit 216orang 350m2 1500 mm 4.730.400 liter/ tahun 425.250 liter/ tahun
15,4%
8,9%
Dari tabel komparasi diatas terlihat bahwa apabila rainwater harvesting system diterapkan pada Rumah Susun Juminahan akan mampu memenuhi 15,4% kebutuhan air bersih seluruh penghuni rumah susun. Atau dapat memenuhi kebutuhan air siram WC dan tanaman. Sedangkan untuk Rumah Susun Cokrodirjan mampu memenuhi 8,9% dari seluruh kebutuhan air bersih penghuninya. Kondisi tipe unit dan estimasi jumlah penghuni untuk 2(dua) rumah susun ini relatit sama, sehingga perbedaan prosentase manfaat dari air hujan ini lebih disebabkan perbedaan luas atap penangkap air hujan, dimana design atap Rumah Susun Juminahan memiliki luasan yang lebih besar dibandingkan dengan luasan atap Rumah Susun Cokrodirjan. Hal ini membawa dampak prosentase Rumah Susun Juminahan lebih besar dibandingkan dengan Rumah susun Cokrodirjan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa optimalisasi pemanfaatan Rainwater Harvesting pada bangunan rumah susun dapat dilakukan dengan merancang rumah susun yang memiliki luasan atap memadai sebagai komponen pemanen air hujan. Hal ini sesuai dengan prinsip eko arsitektur , mengupayakan terpeliharanya sumber daya alam dan mengelola air untuk menjamin kelestarian ekosistem melalui sikap ramah terhadap alam dengan pemikiran secara holistik dan kontekstual. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dari kajian ini dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan potensi penggunaan air hujan (rain water harvesting) pada bangunan rumah susun dapat mengurangi kebutuhan air bersih yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup penghuninya. Hal ini akan mengurangi kebutuhan energi dalam pengadaan air bersih pada bangunan rumah susun dan merupakan upaya memanfaatkan sumber daya air alami dari alam. Sehingga optimalisasi pemanfaatan konsep Rain Water Harvesting pada Rumah Susun dapat menjadi salah satu upaya mewujudkan eko-arsitektur. Hal ini dapat dilakukan dengan merancang rumah susun yang memiliki luasan atap memadai sebagai komponen pemanen air hujan. Rekomendasi dari kajian ini adalah bahwa perancangan bangunan rumah susun sebaiknya dapat mengoptimalkan integrasi konsep rain water harvesting dalam desainnya sebagai salah satu upaya mewujudkan eko-arsitektur.
Seminar Nasional Keberlanjutan Ruang Huni Masa Depan EKO-ARSITEKTUR
63
Jurusan Arsitektur FTSP - Universitas Trisakti
Daftar Pustaka Abdulla Fayez A, AW Al Shareef,2009, Roof Rainwater harvesting system for household water supply in Jordan.Desalination 243:195 243:195-207. Chiras, Daniel D., 2009, Environmental Science, 8th Edition, Sudbury, Massachusetts: Jones and Bartlett Publisher. UNEP International Technology Centre, 2001, Rainwater Harvesting, Murdoch University of Western Australia. Undang-Undang RI No. 16 tahun 1985 Tentang Rumah Susun. Zhang Yan, Donghui Chen, Liang Chen dan Stephanie Ashbolt, 2009, Potential for Rainwater use in high Rise Buildings in Australia Cities, Journal of Environmental Management 91: 222-226. Ekologis- Konsep Arsitektur Ekologis Di Iklim Tropis, Frick, Heinz, dk.2006. Arsitektur Ekologis Penghijauan Kota dan Kota Ekologis, Serta Energi terbarukan. Yogyakarta: Soegijapranata University Press. Peraturan Pemerintah No.4 Tahun 1988 Tentang Penyelenggaraan Rumah Susun
Seminar Nasional Keberlanjutan Ruang Huni Masa Depan EKO-ARSITEKTUR ARSITEKTUR
64