33
WACANA Jangan Jadi Dosen “Pohon Pisang” Wara Sinuhaji Staf Pengajar Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Sastra USU Kalau kita buka lembaran sejarah perkembangan pers di Indonesia, sejak zaman Belanda sampai Indonesia merdeka maka daerah Sumatera Utara banyak melahirkan wartawan kawakan. Salah satu dari sekian banyak wartawan tersebut adalah H. Mohammad Said, pendiri harian Waspada pada 11 Januari 1947 silam. Ketika beliau masih hidup, selain mendapat julukan sebagai seorang wartawan kawakan “tiga zaman”, beliau juga adalah seorang penulis sejarah yang produktif sekaligus seorang nasionalis sejati yang komit terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sampai akhir hayatnya. Ketika masih kuliah di jurusan sejarah dan jadi aktivis mahasiswa di Universitas Sumatera Utara (USU), almarhum sering kami undang ke Fakultas Sastra untuk melakukan ceramah dan kuliah umum tentang sejarah dan jurnalistik. Selain sering membawa beliau ke kampus, penulis sering juga berkunjung ke rumahnya di Sei Buluh (Deli Serdang) hanya sekedar berdiskusi tentang sejarah dan pengalaman almarhum. Sulit rasanya mengatakan kalau saya tidak punya ikatan batin dengan almarhum, karena beliaulah yang memberi saya semangat agar meneruskan menyelesaikan studi di jurusan sejarah yang sebenarnya sudah ingin penulis tinggalkan ketika itu. Satu wejangan yang beliau katakan yang masih terngiang di telinga penulis ketika sudah menjadi dosen muda di USU, “Sinuhaji, kalau kamu sudah jadi dosen jangan kamu seperti “pohon pisang” katanya. Apa artinya Pak Haji, tanya saya. Kamu lihat pohon pisang, sekali berbuah mati. Jangan hanya nulis saat buat skripsi, tetapi teruskan menulis buku. Kata-kata inilah mungkin memicu kenapa sampai saat ini penulis memberanikan diri menulis beberapa buku. Satu lagi wejangan beliau yang tidak bisa penulis lupakan, “Jika engkau menjadi
HISTORISME
seorang wartawan jangan sekali-sekali meninggalkan tempat engkau meliput berita sebelum acara selesai. Sebab jika tempat itu engkau tinggalkan, bisa saja sebuah asbes jatuh menimpa kepala narasumbermu. Sehingga peristiwa ini sesungguhnya yang lebih layak dan menarik untuk dijadikan sebagai bahan berita utama yang terbit di surat kabar tempatmu bekerja,” kata almarhum pula. Harian Waspada adalah karya monumental pasangan H Mohammad Said dan Hj. Ani Idrus, sebagai pengamat, tak salah kiranya saya katakan dengan demikian. Sebab hanya terbilang jari jumlahnya surat kabar di persada tanah air tetap dicintai para pembacanya seperti harian Waspada. Banyak memang surat kabar terbit sejak Indonesia merdeka, namun hanya segelintir yang dapat bertahan seperti Waspada. Hanya tinggal berbilang bulan, sebentar lagi Waspada akan genap merayakan hari jadinya yang keenam puluh di bawah kepemimpinan generasi kedua almarhum H. Mohammad Said, yaitu Prabudi Said. Sebelumnya, sepeninggal almarhum H. Mohammad Said banyak orang pesimis harian Waspada akan padam dan paling tidak akan beralih tangan ke pihak lain. Ternyata sikap pesimis tersebut secara empirik sudah tidak terbukti, malahan pepatah yang mengatakan “ buah jatuh tak jauh dari pohonya” menjadi kenyataan. Dalam rangka merayakan hari ulang tahunnya yang ke-60, H. Prabudi Said telah menyunting menjadi sebuah buku Berita Peristiwa Enam Puluh Tahun Waspada. Buku tersebut telah beredar di masyarakat. Buku tersebut sangat sarat untuk dijadikan sebagai referensi awal untuk mengkaji lebih dalam berita peristiwa yang ada sebagai fakta sejarah. (Tulisan ini juga telah dimuat oleh harian Waspada pada hari Minggu, 26 November 2006.)
WARA SINUHAJI Edisi No. 23/Tahun XI/Januari 2007 Universitas Sumatera Utara
34
RAGAM Memaknai Sejarah Timbun Ritonga Staf Pengajar Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Sastra USU Bila kita baca berbagai buku sejarah, pada umumnya cerita buku sejarah tersebut adalah rangkaian pertumbuhan, perkembangan keruntuhan suatu kerajaan, negara maupun institusi dengan berbagai latar belakangnya. Seolah-olah sejarah itu hanya menceritakan kerajaan, peperangan dan lain sebagainya, serta akibat-akibat yang ditimbulkannya. Padahal tidak demikian halnya. Cakupan ilmu sejarah itu sangat luas yaitu segala aspek kehidupan manusia di dalam masyarakat yang terikat dalam ruang dan waktu.
Pendahuluan Ada suatu dugaan, terutama di kalangan masyarakat secara luas bahwa mempelajari sejarah adalah suatu pekerjaan yang tidak berarti, pemborosan waktu dan lain-lain. Pandangan ini disebabkan mempelajari sejarah berarti mempelajari kejadian-kejadian masa lampau yang sudah jelas tidak akan kembali lagi. Bahkan bila dikenang banyak yang menyayat hati dan menakutkan. Karena hal-hal yang selalu teringat hanyalah pertentangan-pertentangan, pergolakan-pergolakan. Kesemuanya itu bertentangan dengan kehendak hati dan eksistensi manusia. Dugaan seperti itu tidak seluruhnya salah, tetapi ada juga benarnya. Namun di balik itu semua masih tersimpan berbagai masalah yang perlu mendapat perhatian untuk ditelaah secara luas agar kita tidak keliru dalam memberikan suatu keputusan tentang masa lampau itu. Seperti sebabsebab terjadinya, bagaimana perkembangan serta akibat-akibat yang ditimbulkannya sebagai suatu pengetahuan, agar kita lebih berhati-hati untuk menjalani hidup ke masa depan. Harapannya adalah peristiwa yang sama tidak akan terulang kembali di masamasa yang akan datang. Atau kita dapat memperkecil dampak buruk dari peristiwa itu. Demikianlah salah satu contoh kegunaan mempelajari sejarah. Lalu sejarah dapat dijadikan sebagai pengalaman, sementara kita ketahui bahwa pengalaman adalah guru yang paling baik. Peristiwaperistiwa masa lampau dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menjalankan aktivitas kehidupan kita sehari-hari. Begitu
HISTORISME
pula masa depan adalah merupakan kelanjutan hari ini. Dengan perkataan lain bahwa tidak ada hari esok tanpa hari ini dan hari ini merupakan kelanjutan masa lampau. Begitu besar kegunaan mempelajari sejarah, karena peristiwa yang dialami manusia memiliki hubungan yang kausalitas. Artinya setiap peristiwa berhubungan dengan peristiwa yang lain. Demikian peristiwa itu berkelanjutan secara terusmenerus tidak pernah terputus. Kesemuanya itu mempengaruhi kejiwaan, kepribadian, sikap dan tingkah laku serta pandangan hidup manusia itu sendiri. Namun demikian tulisan ini tidaklah bertujuan untuk menelaah tentang kegunaan mempelajari sejarah semata-mata, melainkan hal-hal yang berhubungan dengan kegunaan mempelajari sejarah. Adapun tujuan sebenarnya adalah mengungkapkan tentang kearifan sejarah. Tetapi karena hubungan antara kegunaan sejarah dengan kearifan sejarah sangat erat maka tidak dapat dipungkiri bila dalam penelaahan ini sering tumpang tindih di antara keduannya. Tulisan ini dibuat bertujuan untuk memberi pemahaman, betapa dengan banyak mempelajari sejarah seseorang akan lebih bijaksana dalam menyikapi kondisi yang sedang berkembang.
Kenyataan Sejarah Bila kita baca berbagai buku sejarah, pada umumnya cerita buku sejarah tersebut adalah rangkaian pertumbuhan, perkembangan keruntuhan suatu kerajaan, negara maupun institusi dengan berbagai
Timbun Ritonga Edisi No. 23/Tahun XI/Januari 2007 Universitas Sumatera Utara
35
ragam latar belakangnya. Seolah-olah sejarah itu hanya menceritakan kerajaan, peperangan dan lain sebagainya, serta akibat-akibat yang ditimbulkannya. Padahal tidak demikian halnya. Cakupan ilmu sejarah itu sangat luas yaitu segala aspek kehidupan manusia di dalam masyarakat yang terikat dalam ruang dan waktu. Kalaupun pengisahan itu selalu bertumpu pada masalah pertumbuhan, perkembangan, dan keruntuhan suatu kerajaan maupun institusi, bukan berarti sejarah itu hanya cerita perang, keruntuhan dan lain sebagainya, melainkan hanya landasan pengkajian. Paling penting dalam pengkajian sejarah adalah adanya perubahan, selain itu perubahan tersebut berpengaruh pada kehidupan masyarakat serta terikat pada norma atau kaidah kesejarahan. Memang dalam kehidupan seharihari secara global, ada suatu peristiwa atau keadaan yang tidak sejalan dengan konsep kenyataan sejarah. Secara umum apabila masyarakatnya tentram, geografis wilayahnya strategis serta kekayaan alam mendukung, akan muncul kehidupan yang makmur dan peradaban yang tinggi. Tetapi sebaliknya apabila masyarakat miskin, geografis wilayahnya kurang mendukung serta kekayaan alam kurang maka kehidupan dan peradaban tidak akan berkembang. Kenyataan seperti di atas tidak selamanya benar siapa yang menyangka bila peradaban lembah sungai Huang Ho di Cina akan menurun, peradaban Mesir, kebesaran Romawi, dan lain-lain. Selanjutnya Arabia yang sangat tandus, geografis yang kurang strategis tetapi justru melahirkan suatu peradaban baru yang menghantarkan dunia ke dalam peradaban modern. Kesemuanya itu berada di luar konsep kenyataan sejarah, akibatnya manusia dalam memprediksi hal-hal yang akan terjadi atau berkembang. Perkembangan keadaan di atas dapat menjadikan suasana menjadi chaos atau pertentangan-pertentangan tersebut baru berakhir apabila perubahan tersebut dapat diterima atau sistem tradisi digantikan dengan hal-hal baru. Namun itulah kenyataan sejarah. Suatu peristiwa yang kadang kala berawal HISTORISME
dari ketidaknyataan menjadi kenyataan sejarah. Dengan perkataan lain, selain kenyataan sejarah terdapat kenisbian sejarah. Jika demikian halnya mengapa pengkajian sejarah pada umumnya di sekolah-sekolah hanya cerita perang, kerajaan, keruntuhan, dan lain sebagainya? Pertanyaan di atas dapat dijawab dengan mengungkap beberapa alasan antara lain: 1. Cakupan cerita sejarah yang sangat luas. Luasnya kajian sejarah, sejarah tidak bisa diajarkan secara menyeluruh. Oleh karena itu sejarah yang disajikan hanyalah bersifat khusus. 2. Fungsi dan kedudukan sejarah bagi objek, sesuai dengan tingkat pendidikannya. Bagi siswa mulai dari SD hingga SMA/sederajat fungsi dan kedudukan sejarah difokuskan kepada kepentingan nasionalisme. Materi yang disajikan pun diprioritaskan kepada sifat kepahlawanan dan penderitaan, kebanggaan sebagai bangsa dan lain-lain. 3. Kemampuan dan keterbatasan penulis. Maksudnya adalah kemampuan penulis dalam menelaah sejarah sesuai dengan konteks waktu. Begitu pula dengan keterbatasan pengetahuan, bahwa manusia memiliki keterbatasan, kelemahan. Tidak semuanya para ahli dapat merangkai peristiwa yang sejaman secara relevan. Pasti banyak hal yang terlupakan dan terabaikan karena faktor keterbatasan tersebut 4. Kepentingan dan tujuan (misi) penulisan sejarah oleh penulis. Dalam setiap karangan pasti ada misi di dalamnya. Hal ini sesuai dengan kepentingan penulis. Ada penulis untuk mencari kebenaran ada pula untuk pembenaran. Ada yang mengharapkan pengembangan dengan menggelapkan hal-hal tertentu sesuai demi kepentingan politik tertentu adapula hanya sebagai wacana dan lain-lain. 5. Keterbatasan waktu. 6. Keterbatasan sumber. 7. Keterbatasan modal (biaya). 8. Kondisi politik yang sedang berjalan. TIMBUN RITONGA Edisi No. 23/Tahun XI/Januari 2007 Universitas Sumatera Utara
36
RAGAM Luasnya kajian sejarah dan terbatasnya kemampuan manusia dalam mengkaji dan memahami sejarah mengakibatkan penulisan sejarah selalu dibatasi dan diarahkan sesuai dengan aspekaspek yang diinginkan. Prinsipnya dalam menulis atau mengkaji sejarah harus diakui bahwa segala segi dalam kehidupan, masalah yang terjadi, mempunyai hubungan yang kausal serta kompleks antara satu dan yang lainnya.
Makna Mempelajari Sejarah Luasnya cakupan yang dikaji oleh ilmu sejarah mengakibatkan penulisan dan pengungkapan sejarah sangat jauh dari kesempurnaan. Apalagi penulisan itu tidak diberikan pembatasan yang jelas. Itulah sebabnya para ahli dalam menulis sejarah memberikan batasan-batasan agar hasil karyanya mendekati kebenaran yang diharapkan. Sejalan dengan luasnya kajian sejarah berarti banyak pula hal-hal yang perlu diketahui menjadi sumber-sumber. Semakin luas bahasan yang dilakukan dalam ilmu sejarah, maka semakin jelas pula pokok permasalahan yang dikajinya. Berarti semakin nyata pula faktor-faktor penyebab serta akibat yang ditimbulkannya. Karena bagaimanapun sejarah yang ditulis merupakan rangkaian aktivitas manusia demi menjaga, meningkatkan taraf hidupnya dalam kontek ruang dan waktu. Sebagai contoh dapat kita berikan dalam sejarah nasional Indonesia melalui pembelajaran sejarah nasional Indonesia kita dapat mengetahui asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia. Begitu pula dalam hal kebudayaan dan kepercayaan. Melalui interaksi manusia di dalam konteks kebudayaan dan kepercayaan serta waktu yang demikian lama akan membentuk kepribadiannya. Berarti kita telah memiliki modal untuk membandingkan corak kehidupan nenek moyang kita mulai dari zaman purba, Hindu-Islam, kolonialisme hingga saat ini. Begitu pula dapat dibandingkan dan dibedakan dengan corak kehidupan dengan negara lain. Atas dasar perbandingan itu kita dapat mengetahui adanya pergeseran nilai, HISTORISME
apakah dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, agama, maupun politik. Dari sekian pergeseran itu muncul pertanyaan apa yang menyebabkan pergeseran nilai-nilai, pertentangan nilai, dan penyesuaian nilai itu? Masih banyak pertanyaan sesuai dengan kasus di atas. Untuk dapat menjawab pertanyaan yang demikian kita dituntut untuk banyak belajar sejarah. Dengan mengetahui perjalanan sejarah kita tidak akan terkejut terhadap berbagai kemungkinan yang bakal terjadi. Dengan perkataan lain wawasan akan semakin luas. Kita tidak akan mudah terombang-ambing dengan berbagai falsafah. Selain itu yang terpenting adalah mengetahui perubahan dari waktu ke waktu. Apakah perubahan itu menuju arah kemajuan atau sebaliknya. Perubahan perkembangan dari waktu ke waktu akan memberi kesadaran pada kita apa yang akan terjadi atau sesuatu keadaan itu mesti terjadi. Bila sesuatu yang terjadi itu membawa kerusakan, pastilah manusia yang paling merasakannya, demikian pula sebaliknya. Hal ini disebabkan manusialah sebagai pelaku manusia yang memiliki keinginan dan harapan. Sementara manusia memiliki kemampuan yang terbatas. Terpenting buat kita adalah setiap perubahan yang ditimbulkan oleh peristiwa meninggalkan kesan, apakah kesan itu baik begitu pula sebaliknya. Kesadaran seperti di atas akan menuntun kita untuk tidak mudah menghakimi masa lampau. Bahkan akan mendorong kita untuk selalu bersyukur, bersikap hati-hati, lebih kritis untuk mencari solusi yang terbaik demi menata kehidupan menuju masa depan. Dari pengungkapan di atas dapat disimpulkan bahwa mempelajari sejarah mengandung makna menjadikan kita untuk lebih berkesadaran dalam mengisi kehidupan. Begitu besar persoalan-persoalan yang dikaji oleh sejarah, mulai dari pertentangan sampai pada penyelesaian, dari sebab-sebab sampai akibat-akibatnya kiranya dapat memperluas cakrawala pemikiran, memberikan nilai-nilai sekaligus membentuk kepribadian kita. Dengan
TIMBUN RITONGA Edisi No. 23/Tahun XI/Januari 2007 Universitas Sumatera Utara
37
ragam demikian kita dapat menentukan sikap di antara berbagai persoalan tersebut. Pusat perhatian sejarah adalah berbagai peristiwa masa lampau. Melalui pengungkapan masa lampau itu maka kita dapat merekonstruksi kejadian tersebut saat ini. Tetapi di balik semua itu, hal yang paling pokok adalah jiwa dan semangat yang terkandung dalam peristiwa tersebut sebagai cikal-bakal terciptanya sejarah. Jiwa dan semangat tersebut dapat kita jadikan sebagai sumber inspirasi sekaligus alat kontrol dalam perjalanan sejarah sampai kepada masa-masa yang akan datang. Melalui pembelajaran sejarah dapat diketahui berbagai penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dari tujuan sebelumnya. Di sini kembali sejarah memberikan sumbangannya yang besar untuk mengadakan koreksi terhadap penyimpangan-penyimpangan itu. Itulah sebabnya sejarah dapat pula sebagai alat kontrol.
Kajian Sejarah Sesuai dengan luasnya kajian sejarah maka peranan sejarah pun sangat luas pula. Di atas telah diungkapkan betapa luasnya kajian sejarah secara umum. Namun dengan pemahaman-pemahaman yang demikian ringkas tentang arti dan fungsi peranan sejarah diharapkan akan menambah perbendaharaan pengetahuan kita untuk menempuh hari-hari yang akan datang. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa dengan mempelajari sejarah tantangan-tantangan pada masa yang akan datang tidak ada lagi. Tantangan itu tetap ada sepanjang hidup manusia. Namun dengan banyak mempelajari sejarah akan
HISTORISME
memberikan kearifan kepada kita. Kearifan sejarah itu muncul setelah kita mensikapi, memperbandingkan dari sekian banyak permasalahan. Dalam mengkaji berbagai perbedaan dan perbandingan tersebut dituntut kearifan sejarah, sebab dalam mengkaji sumbersumber sebagai pendukung kejadian masih dituntut ketelitian. Maksudnya apakah data yang dipergunakan memiliki keabsahan. Apabila data-data telah diperoleh barulah dikaitkan dengan kondisi-kondisi yang berlangsung di tengah-tengah masyarakat (berdasarkan ruang dan waktu). Relevansi antara data dan kondisi yang sedang berlaku dapat memberikan pemahaman baru terhadap apa yang sedang terjadi. Berdasarkan pemahaman itu kita memiliki kebijaksanaan untuk mengatasinya.
Daftar Pustaka Ankersmith, F.R. Refleksi tentang Sejarah: Pendapat-Pendapat Modern tentang Filsafat Sejarah. Jakarta, PT Garmedia ,tanpa tahun. Brinton, Craul. Pembentukan Pemikiran Modern: Jakarta (diterjemahkan oleh Samikto Pia Alisyahbana): Jakarta Mutiara. 1981. Gotchalk, Louis. Mengerti Sejarah (diterjemahkan oleh Nugroho Notosusanto). Jakarta. Yayasan Penerbit Universitas Indonesia. 1975. Kartodirjo, Sartono. Pemikiran dan Perkembangan Historiogarfi Indonesia: Suatu Alternatif. Jakarta: PT Gramedia 1982. Sutrasno. Sejarah dalam Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Pradya Paramita. 1975.
TIMBUN RITONGA Edisi No. 23/Tahun XI/Januari 2007 Universitas Sumatera Utara