KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA
JAKARTA
Nomor Sifat Lampiran Perihal
: 8-2267 tF lFjpl 09 1201 0 : Biasa : 1 (satu) Eksemplar : Permohonan Fatwa ttqKrrrr---
Jakarta, 24 September 2010 KEPADA YTH. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI Dt-
SELURUH INDONESIA
Menindaklanjuti surat Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia yang ditujukan kepada Kepala Staf Angkatan Darat Markas Besar Angkatan Darat di Jakarta Nomor 1Z7lKMNVllll2O1A tanggat 25 Agustus 2010
:
perihal sebagaimana tersebut di atas, bersama ini disampaikan Fatwa/Pendapat Hukum Nomor 038/KMA/IV/2009 tanggat 2 April 2009 untuk dipedomani :
dalam pelaksanaan tugas. Demikian untuk menjadi perhatian. JAKSA AGUNG MUDA TINDAK
9USUS,
H. MOH
Tembusan: 1. Yth. Jaksa Agung Republik lndonesia; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung Republik lndonesia; (1 &2 sebagai laporan); 3. Yth. Para Jaksa Agung Muda; 4. Yth. Sekretaris JAM Pidsus; 5. Yth. Para Direktur pada JAM Pidsus; 6. A-r-s-!-p:r------
Jakarta, 25 Agustus 2010
KETUA TilAHKAIIAH AGUNG REPUBLIK INDOHESIA
: : Perihal : Nomor
127lKMNVllU20't0
Lampiran
1 (satu) surat Permohonan Fatwa Hukum
Kepada Yth : Kepala Staf Angkatan Darat Markas Besar Angkatan Darat di Jakarta
Sehubungan dengan surat Kepala Staf Angkatan Darat tertanggal 9 Agustus 2010 No. B/16$Mlll201O, perihal seperti tersebut di dalam pokok surat, setelah Mahkamah Agung mempelajari secara seksarna maksud surat beserta seluruh lampirannya bersama ini dengan hormat disampaikan pendapat hukum sebagai berikut: 1. Pelaksanaan putusan Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi maupun Mahkamah Agung dalam perkara pidana yang telah berkekuatan hukum tetap dalam kaitannya dengan amar putusan nperampasan" harta benda/
kekayaan dalam tindak pidana yang bermotif ekonomi seperti Korupsi, Pencucian Uang, dilakukan oleh lnstitusi Kejaksaan selaku eksekutor, dengan cara melakukan pelelangan obyek perampasan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan hasil pelelangan kemudian disetorkan ke kas Negara;
2.
Dalam praktek ternyata beberapa kasus tertentu harta bendakekayaan yang dildang dan hasil blangnya disetorkan
ke kas Negara, sebagian atau seluruhnya dari aspek hukum perdata adalah milik badan hukum/korporasi baik milik Negara maupun Swasta, lalu mengalami kesulitan untuk menarik kembali kepemilikannya itu.
Sedangkan oleh lnstitusi Kejaksaan hasil pelelangan tersebut telah disetorkan ke kas Negara, lalu timbul
kesulitan Juridis prosedural bagaimana pemilik hasil pelelangan yang berasal dari harta benda hasit tindak pidana yang dirampas untuk Negara, agar dapat dikembalikan kepada korban (pemilik harta benda a quo);
3. Atas
permintaan Menteri Keuangan Mahkamah Agung telah mengeluarkan Fatwa/Pendapat Hukum tertanggal 2 April 2009 No. 038/KMA/IVtZ0O9 (terlampir) guna mengatasi kesulitan tersebut kiranya fatwa dapat dijadikan rujukan dalam penyelesaian kasus-kasus serupa, yang dialami oleh Badan Hukum/Korporasi Milik Negara maupun milik Swasta;
4.
lmplementasinya terhadap pendapat hukum tersebut bertitik berat pada Menteri Keuangan untuk mengeluarkan peraturan tata cara penyerahan hasil pelelangan tersebut,
sementara lnstitusi Kejaksaan sebagai eksekutor juga dapat merujuk pada pendapat hukum tersebut di dalam tuntutannya, apabila di persidangan telah terbukti nyatanyata bukan milik Negara, sehingga di dalam amar putusan Hakim dapat menyesuaikan misalnya berbunyi "dirampas untuk Negara/dikembalikan kepada pemiliknya" Demikian untuk dimaklumi adanya.
H AGUNG R.I
Tembusan: 1. Wakil Ketua Mahkamah Agung Rl Bidang yudisial 2. MenteriKeuangan Rl 3. Jaksa Agung Rl 4. Arsip.
Jakarta, 2 April2009
I(ETUA $n}$(AffiH AGU}IG REPUBUK INI}ONESIA
: 038lKMA/lV/2009 KePada Yth Sdr. ffiilTEf;H I(EUA*GAU l-ampiran : 1 (satu) surat di Fatwa Perihal : Permohonan Jakarta Hukum Nomor
:
R.l
Sehubungan dengan surat Saudara tertanggal 12 Januari 2009 No S.19/MK.06/2009, perihal sebagaimana tersebut pada pokok surat (copy terlampir). Setelah mempelajari secara seksama isi surat beserta seluruh lampirannya bersama ini dengan hormat disampaikan pendapat hukum sebagai berikut :
1. Bafrwa ketentuan "perampasan" bendalharta milik Terdakwa diatur di dalam Pasal 39 KUHP (buku I aturan Umum KUHP) adalah merupakan salah satu bentuk pidana tambahan menurut Pasal 10 KUHP: a. Dalam tindak pidana korupsi ditentukan dalam Pasal 18 ayat (1), (2), (3) io Pasal 18 UndangUndang No. 31 Tahun 1999 jo Pasal 38A ayat (1, 2,3, 4,5, 6) Undang-Undang No. 30 Tahun 2041. b. Dalam tindak pidana pencucian.uang diatur dalam Pasal 37 Undang-Undang No. 15 Tahun 2AO2io Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. yang pada asasnya harta kekayaan Terdakwa yang telah disita dirampas untuk negara, jika Terdakwa dinyatakan bersalah baik sebagian maupun seluruhnya.
2
Pelaksanaan putusan Pengadilan Negeri / Pengadilan Tinggi atau putusan Mahkamah Agung terhadap amar putusan perampasan harta kekayaan dalam perkara Tipikor (Tindak Pidana Korupsi), Pencucian Uang dilakukan oleh Kejaksaan dengan cara melelang objek perampasan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan hasil lelang disetorkan ke kas negara.
3.
Dalam tindak pidana tersebut di atas tidak jarang "harta" yang yang dilelang dan hasil lelangnya disetorkan ke
kas negara, ternyata sebagian atau seluruhnya milik BUMN (Badan Usaha Milik Negara), BUMD (Badan Usaha Milik Daerah), sehingga korban yang menderita kerugian adalah korporasi yang sesuai dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas merupakan kekayaan Perseroan (BUMNIBU MD). 4.
Dalam tindak pidana Tipikor terdapat beberapa komponen yang wajib disetor ke kas negara sebagai akibat dari amar putusan pemidanaan yaitu a. Pidana denda adalah menjadi "hak negara" b. Pidana tambahan "pembayaran uang pengganti" sepatutnya dikembalikan kepada korban (Negara, BUMN, BUMD, atau badan hukum perbankan pemerintah) sebagai pihak yang menderita kerugian. c. Hasil pelelangan atas harta benda yang dirampas untuk negara, namun jika yang menjadi korban akibat tindak pidana korupsi adalah negara menjadi hak negara. d. Hasil pelelangan atas harta kekayaan yang dirampas untuk negara akan tetapi pihak korban adalah BUMN/ BUMD atau badan hukum milik negara maka hasil pelelangan disetorkan ke kas negara dan kemudian oleh negara dikembalikan ke badan hukum milik negara yang menjadi korban perbuatan pidana :
korupsi tersebut; 5. Sesuai dengan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang "Keuangan Negara" jo Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 1 tahun 2004 serta Undang-Undang tentang Perbendaharaan Negara. Menteri Keuangan adalah Bendahara Umum Negara", seluruh hasil pelelangan harta benda hasil rampasan, dalam konteks pelaksanaan putusan perkara pidana korupsi, pencucian uang dan lainlain, adalah menjadi wewenang dari Menteri Keuangan;
6. Dengan dernikian maka uang hasil pelelangan harta benda rampasan yang terbukti asal-usulnya adalah milik badan hukum milik negara (BUMN/BUMD) dan pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana Tipikor maka tata cara pengembatiannya kepada BUMN/BUMD sebagai korban tindak pidana korupsi atas hasil pelelangan a quo ditentukan oleh Menteri
Keuangan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan Yang ada.
Demikian pendapat hukum Mahkamah Agung untuk rnenjadi maklum.