KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA Nomor Sifat Lampiran Perihal
: : : :
B-69/E/EJP/01/2013 Segera Penanganan Perkara Tindak Pidana Terorisme ----------------------------------
Jakarta, 08 Januari 2013 KEPADA YTH : PARA KEPALA KEJAKSAAN TINGGI DI – SELURUH INDONESIA
Berdasarkan hasil pemantauan dan informasi yang diperoleh dari Densus 88/AT Mabes POLRI, terdapat perkara Tindak Pidana Terorisme yang ditangani Kejaksaan Tinggi / Kejaksaan Negeri yang merupakan hasil penyidikan dari Kepolisian Daerah ataupun Kepolisian Resort setempat, namun Kejaksaan Tinggi/Kejaksaan Negeri tidak melaporkan penanganannya kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, melalui mekanisme pelaporan Perkara Penting (PKTING) sebagaimana diatur dalam Instruksi Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: INS-004/JA/3/1994 tanggal 9 Maret 1994, Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor: R-05/E/ES/2/95 tanggal 9 Februari 1995 maupun PERJA Nomor: 036/A/JA/09/2011 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP). Terkait dengan penanganan perkara Tindak Pidana Terorisme, perlu disampaikan bahwa sesuai dengan PERJA Nomor: PER-001/A/JA/09/2005 tanggal 8 September 2005 tentang Pembentukan Satuan Tugas Penanganan Tindak Pidana Terorisme dan Tindak Pidana Lintas Negara, maka penanganan, pengendalian dan administrasi perkara Tindak Pidana Terorisme disentralisasi pada Satuan Tugas Penanganan Perkara Tindak Pidana Terorisme dan Tindak Pidana Lintas Negara di Kejaksaan Agung RI, sehingga apabila ada perkara Tindak Pidana Terorisme yang ditangani oleh Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri, maka dengan ini diberi petunjuk hal-hal sebagai berikut: 1. Bahwa apabila ada perkara Tindak Pidana Terorisme yang penyidikannya dilakukan oleh Reskrim POLDA dan POLRES yang diserahkan, maka Kejaksaan Tinggi maupun Kejaksaan Negeri setempat dapat melaksanakan penuntutan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, dengan Kewajiban Kejaksaan Tinggi/Kejaksaan Negeri setempat melaporkan setiap perkembangannya kepada JAMPIDUM dengan Tembusan Ketua Satgas TP Terorisme dan TP Lintas Negara, dimulai sejak penerimaan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), sesuai dengan mekanisme penanganan dan pelaporan PK. Ting sesuai dengan Instruksi Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: INS-004/JA/3/1994 tanggal 9 Maret 1994, Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor: R-05/E/ES/95 tanggal 9 Februari 1995 dan PERJA Nomor: 036/A/JA/09/2011 tentang Standa Operasional Prosedur (SOP). 2. Dalam hal dipandang perlu dan demi keberhasilan penanganan perkara, dengan memperhatikan kondisi keamanan daerah atau karena adanya bahaya bencana alam di daerah hukum Pengadilan Negeri yang seharusnya mengadiri perkara (menurut Locus Delicti), serta demi kepentingan hukum, maka Kepala Kejaksaan Negeri dapat mengajukanusulan pemindahan tempat persidangan kepada Ketua Mahkamah Agung RI melalui Kepala Kejaksaan Tinggi setempat dengan tembusan kepada Jaksa Agung RI, Penyidik dan Ketua Pengadilan Negeri setempat.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
95
3.
4.
Pengajuan usulan pemindahan tempat persidangan pada angka (2) disertai dengan alasan sebagaimana diatur dalam Hukum Acara Pidana. Tata Cara pengajuan pemindahan persidangan dan administrasinya mengacu kepada Pasal 60 PERJA RI Nomor: PER-036/A/JA/09/2011 tanggal 21 September 2011 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum. Apabila dalam proses pengusulan pemindahan tempat persidangan mengalami keterlambatan terbitnya SK MA (Surat Keputusan Mahkamah Agung), maka Kepala Kejaksaan Tinggi dapat segera memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri setempat untuk melimpahkan perkara tersebut pada Pengadilan Negeri setempat tempat kejadian perkara, untuk menghindari dikeluarkannya terdakwa dari tahanan Rutan demi hukum. Demikian untuk dilaksanakan.
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM
MAHFUD MANNAN
Tembusan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia di Jakarta; (sebagai laporan) Yth. Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia di Jakarta; Yth. Jaksa Agung Muda Intelijen di Jakarta; Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan di Jakarta; Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; Yth. Dir. Kemnegtibum pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; Yth. Kasatgas TP. Terorisme dan TP. Lintas Negara di Jakarta; Arsip -----------------------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
96
NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : Kep-001/E/EJP/02/2013 NOMOR : B/9/II/2013 TENTANG KOORDINASI DALAM PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA TERORISME Pada hari ini Jum’at, tanggal dua puluh dua, bulan Februari, tahun dua ribu tiga belas, yang bertandatangan di bawah ini: 1.
MAHFUD MANNAN, selaku JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, berkedudukan di Jalan Sultan Hasanuddin No. 1 Kebayoran Baru Jakarta Selatan, selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA.
2.
BRIGARDIR JENDERAL POLISI H. MUHAMAD SYAFI’I, SH., selaku KEPALA DETASEMEN KHUSUS 88 ANTI TEROR, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (POLRI), berdasarkan Surat Perintah Kapolri Nomor: Sprin/235/II/2013, tanggal 11 Februari 2013 tentang Penunjukan dan Pendelegasian untuk Penandatanganan Nota Kesepahaman berkedudukan di Jalan Trunojoyo Nomor 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110, selanjutnya disebut PIHAK KEDUA.
PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA, selanjutnya secara bersama-sama disebut PARA PIHAK, terlebih dahulu menerangkan hal-hal sebagai berikut : a.
Bahwa PIHAK PERTAMA melaksanakan tugas dan wewenang Kejaksaan Republik Indonesia di bidang Tindak Pidana Umum, yang dalam hal ini memiliki kewenangan untuk melakukan pra penuntutan, penuntutan dan eksekusi perkara tindak pidana terorisme serta kewenangan lain berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dan
b.
Bahwa PIHAK KEDUA merupakan fungsi dari Kepolisian Republik Indonesia yang memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan perkara Tindak Pidana Terorisme yang termasuk dalam daerah hukum Republik Indonesia berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
97
Dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan sebagai berikut: 1.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
2.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;
3.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang;
4.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia;
5.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantsan Tindak Pidana Pencucian Uang;
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hubungan dan Kerjasama Kepolisian Negara Republik Indonesia;
7.
Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan RI.
8.
Peraturan Presiden Nomor 52 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara RI;
9.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tentang Panduan Penyusunan Perjanjian Kerja Sama;
10.
Peraturan Jaksa Agung Nomor: Per – 001/A/JA/09/2005 tentang Pembentuakan Satuan Tugas Tindak Pidana Terorisme dan Tindak Pidana Lintas Negara;
11.
Peraturan Jaksa Agung Nomor: Per – 009/A/JA/01/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia;
12.
Peraturan Jaksa Agung Nomor : Per–036/A/JA/09/2011 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, PARA PIHAK sepakat untuk mengadakan kerja sama dalam rangka koordinasi dalam penanganan perkara tindak pidana terorisme melalui Nota Kesepahaman, dengan menyatakan beberapa hal sebagai berikut:
BAB I MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 1 (1)
Maksud Nota Kesepahaman ini adalah sebagai pedoman bagi PARA PIHAK untuk melakukan koordinasi dan kerja sama penanganan perkara tindak pidana terorisme;
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
98
(2)
Tujuan Nota Kesepahaman ini adalah terwujudnya kerja sama dan sinergitas PARA PIHAK dalam rangka mempercepat dan memperlancar penanganan perkara tindak pidana terorisme. BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2
Ruang lingkup Nota Kesepahaman ini meliputi: a. b. c. d.
Penangkapan, penahanan dan pra penuntutan; Penuntutan; Pelaksanaan penetapan hakim dalam proses persidangan dan putusan pengadilan; Koordinasi.
BAB III PELAKSANAAN Bagian Pertama Penangkapan, Penahanan dan Pra Penuntutan Pasal 3 (1)
Setiap penangkapan terhadap orang/kelompok orang yang diduga keras melakukan tindak pidana terorisme berdasarkan bukti permulaan yang cukup yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA segera diberitahukan dan dikoordinasikan kepada PIHAK PERTAMA;
(2)
Penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan berdasarkan pada Laporan Intelijen;
(3)
Laporan Intelijen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan oleh Komunitas Intelijen kepada Pengadilan melalui Penyidik guna mendapatkan Penetapan Hakim;
(4)
PIHAK KEDUA dapat berkoordinasi dengan PIHAK PERTAMA dalam rangka memaksimalkan pengunaan alat bukti elektronik pemeriksaan tindak pidana terorisme;
(5)
Penggunaan alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilengkapi dengan Keterangan Ahli yang dituangkan dalam Berita Acara pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik. Pasal 4
Setiap penahanan terhadap orang/kelompok orang yang diduga keras melakukan tindak pidana terorisme berdasarkan bukti yang cukup yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA segera diberitahukan kepada PIHAK PERTAMA.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
99
Pasal 5 PIHAK PERTAMA bersama-sama dengan PIHAK KEDUA melakukan penelitian dan verifikasi terhadap barang bukti yang terlampir dalam Daftar Barang Bukti di berkas perkara dengan barang bukti yang tercantum dalam Penetapan Penyitaan dari Pengadilan Negeri. Pasal 6 Dalam hal adanya barang bukti yang diduga masih terkait dengan tindak pidana lainnya yang sedang diselidiki atai disidik, maka PIHAK KEDUA memberitahukan hal ini kepada PIHAK PERTAMA. Pasal 7 PIHAK KEDUA dalam hal melakukan pemeriksaan terhadap ahli dituangkan pada Berita Acara dengan memuat motode dan cara pengambilan transkrip hardisk data, rekaman, dan informasi untuk kelengkapan pemberkasan. Pasal 8 (1)
Dalam hal terdapat saksi yang keberatan bertatap muka secara langsung dengan terdakwa untuk memberikan keterangan di muka persidangan, maka saksi dapat mengajukan permohonan keberatan kepada PIHAK PERTAMA melalui PIHAK KEDUA dalam tahap penyidikan;
(2)
Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam bentuk Surat Pernyataan Keberatan kepada PIHAK PERTAMA dan dilampirkan dalam Berita Acara Pemeriklsaan;
(3)
Surat Pernyataan Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan oleh PIHAK PERTAMA kepada Majelis Hakim yang memeriksa untuk mendapatkan persetujuan Mahkamah Agung tentang permeriksaan melalui teleconference terhadap saksi yang bersangkutan dalam persidangan;
(4)
Apabila terdapat saksi di luar berkas perkara yang terkait dengan jaringan tindak pidana terorisme, PIHAK KEDUA membantu memanggil dan menghadirkan Saksi tersebut atas permintaan PIHAK PERTAMA demi kepentingan pembuktian di persidangan;
(5)
PIHAK KEDUA dalam hal melakukan Pemeriksaan terhadap Tersangka dan/atau Saksi yang menjadi Tersangka dalam berkas terpisah, dilakukan perekaman audio/visual dengan didampingi Penasihat Hukum. Pasal 9
(1)
Tempat persidangan dapat dipindahkan dari Pengadilan Negeri setempat ke wilayah hukum pengadilan Negeri lain;
(2)
PIHAK KEDUA membantu proses pemindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan kesepakatan PIHAK PERTAMA.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
100
Bagian Kedua Penuntutan Pasal 10 (1)
PARA PIHAK dapat menitipkan penahanan Terdakwa dan Barang Bukti secara tertulis di Rutan Salemba Cabang Mako Brimob Depok;
(2)
PIHAK KEDUA Menerima penitipan penahanan Terdakwa dan Barang Bukti berserta kelengkapan administrasinya dengan tingkat pengamanan tinggi dan dilakukan secara khusus untuk terdakwa dan barang bukti tindak pidana terorisme. Pasal 11
(1)
PIHAK PERTAMA melakukan pemanggilan Saksi di persidangan dengan Surat Panggilan Saksi yang dikirimkan melalui PIHAK KEDUA;
(2)
Surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) segera diserahkan kepada PIHAK KEDUA setelah diketahui/diterima Penetapan Hari Sidang dari Pengadilan Negeri;
(3)
PIHAK KEDUA mengirimkan Surat Panggilan Saksi dan mengupayakan kehadiran Saksi di persidangan;
(4)
Dalam hal saksi yang dipanggil masuk dalam program Perlindungan Saksi oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), maka dalam pemeriksaan Saksi, PARA PIHAK dapat melibatkan LPSK. Bagian Ketiga Pelaksanaan Penetapan Hakim dalam proses persidangan Dan putusan Pengadilan Pasal 12
(1)
PIHAK PERTAMA segera melaksanakan Penetapan Hakim dalam proses persidangan dan Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dengan dibantu oleh PIHAK KEDUA;
(2)
PIHAK PERTAMA mempersiapkan kelengkapan Administrasi untuk melaksanakan Penetapan Hakim dalam proses persidangan dan Putusan Pengadilan dengan dibantu oleh PIHAK KEDUA;
(3)
PARA PIHAK melaksakan pengamanan dan pengawalan terdakwa/terpidana dari Rutan Penitipan sampai dengan ke Lembaga Pemasyarakatan. Pasal 13
PIHAK KEDUA dengan persetujuan Hakim Pengadilan Negeri dapat melakukan penyitaan kembali atas Barang Bukti yang akan dipergunakan untuk perkara lainnya.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
101
Bagian Keempat Koordinasi Pasal 14
(1)
PIHAK KEDUA melakukan pengamanan dan pengawalan terhadap PIHAK PERTAMA dalam proses persidangan berkoordinasi dengan kepolisian wilayah;
(2)
PIHAK KEDUA melakukan pengamanan dan pengawalan terdakwa dan saksi dalam proses persidangan berkoordinasi dengan Kepolisian Wilayah;
(3)
PARA PIHAK dalam pelaksanaan Putusan Pengadilan melakukan koordinasi dengan Direktorat Jendral Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia mengenai penempatan terpidana;
(4)
PARA PIHAK dapat mengadakan pertemuan rutin antara Penegak Hukum untuk menyamakan persepsi terkait penanganan perkara tindak pidana terorisme serta berkoordinasi dengan badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT);
(5)
PARA PIHAK melaksanakan koordinasi dengan penanganan perkara tindak pidana terorisme.
Lembaga/Instansi
terkait
dalam
BAB IV PEMBIAYAAN Pasal 15 Segala biaya yang ditimbulkan sehubungan dengan pelaksaan Nota kesepahaman ini, dibebankan pada anggaran PARA PIHAK secara proposional. BAB V ANALISIS DAN EVALUASI Pasal 16 (1)
PARA PIHAK sepakat melakukan analisis dan evaluasi atas pelaksanaan Nota Kesepahaman ini secara berkala sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam (satu) tahun;
(2)
Analisis dan evaluasi yang dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan. BAB VI TINDAK LANJUT Pasal 17
(1)
Nota Kesepahaman ini akan ditindaklanjuti oleh PARA PIHAK dengan membentuk Tim pelaksana untuk menyusun Pedoman Kerja yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Nota Kesepahaman ini;
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
102
(2)
Tim Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) keanggotaan dari wakil-wakil PARA PIHAK;
(3)
Pedoman Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diselesaikan paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak ditandatanganinya Nota Kesepahaman ini.
BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN Addendum Pasal 18 Hal-hal yang belum diatur dalam Nota Kesepahaman ini akan diatur dan diteiapkan oleh PARA PIHAK dalam adendum Nota Kesepahaman yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Nota Kesepahaman ini. Pasal 19 Apabila dikemudian hari terjadi perbedaan penafsiran dalam pelaksanaan Nota Kesepahaman ini, akan diselesaikan oleh PARA PIHAK secara musyawarah untuk mufakat.
Jangka Waktu Pasal 20 (1)
Nota Kesepahaman ini berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal ditandatangani;
(2)
Nota Kesepakatan ini dapat diubah atau diperpanjang sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kesepakatan PARA PIHAK, dengan terlebih dahulu dilakukan koordinasi selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhir masa berlakunya Nota Kesepahaman ini;
(3)
Nota kesepahaman ini dapat diakhiri sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan ketentuan PIHAK yang dimaksud mengakhiri Nota Kesepahaman wajib memberitahukannya secara tertulis kepada PIHAK lainnya.
BAB VIII PENUTUP Pasal 21 Nota Kesepahaman ini dibuat dan ditandatangani pada hari, tanggal, bulan, dan tahun sebagaimana disebutkan pada awal Nota Kesepahaman ini, dalam rangkap 2 (dua) asli, masing-masing bermaterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang sama, setelah ditandatangani PARA PIHAK.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
103
Demikian Nota Kesepahaman ini dibuat dengan semangat kerja sama yang baik, untuk dipatuhi dan dilaksanakan oleh PARA PIHAK.
PIHAK KEDUA,
PIHAK PERTAMA,
H. MUHAMAD SYAFI’I, SH. BRIGADIR JENDERAL POLISI
MAHFUD MANNAN JAKSA UTAMA
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
104
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA Nomor Sifat Lampiran Perihal
: : : :
B-163/E/EJP/01/2013 Biasa 1 (satu) lembar Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Pra Peradilan berdasarkan Pasal 83 ayat (2) KUHAP
Jakarta, 15 Januari 2013 KEPADA YTH : KEPALA KEJAKSAAN TINGGI SE – INDONESIA
Sehubungan masih adanya ditemukan Kejaksaan Tinggi atau Kejaksaan Negeri di daerah yang melakukan upaya hukum banding terhadap putusan Pra Peradilan berdasarkan padal 83 ayat (2) KUHAP, dengan ini diberi petunjuk sebagai berikut : 1. Berdasarkan putusah Mahkamah Konstitusi Nomor: 65/PUU-IX2011 tanggal 19 April 2012 dalam perkara permohonan Pengujian UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Mahkamah Konstitusi memutuskan sebagai berikut : Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian; Pasal 83 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya; Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya. 2. Dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 65/PUU-IX/2011 tanggal 19 April 2012 yang menyatakan Pasal 83 ayat (2) UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka perlu ditegaskan bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak dapat melakukan upaya hukum Banding terhadap putusan Pra Peradilan berdasarkan pasal 83 ayat (2) KUHAP. 3. Berkenaan dengan butir 1 dan 2 tersebut diatas, agar saudara meneruskan petunjuk ini kepada Kajari dan Kacabjari dalam daerah hukumnya masingmasing. Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan. JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM
MAHFUD MANNAN Tembusan : 1. 2. 3.
4. 5.
Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; Yth. Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia; (1 dan 2 sebagai laporan); Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan; Yth. Sesjampidum Arsip
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
105
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA Nomor Sifat Lampiran Perihal
: : : :
B-230/E/Ejp/01/2013 Segera --Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum Yang Objeknya Berupa Tanah
Jakarta, 22 Januari 2013 Kepada Yth. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI Di SELURUH INDONESIA
Berdasarkan hasil supervisi dan eksaminisi khusus maupun hasil penelitian terhadap laporan pengaduan masyarakat, penanganan perkara tindak pidana umum yang objeknya berupa tanah menunjukkan trend dan eskalasi yang meningkat. Bahwa kasus dengan objek tanah adalah lahan bisnis yang prospektif dan menggiurkan sehingga sangat berpotensi kasus-kasus tanah ditunggangi oleh berbagai kepentingan, baik di kalangan oknum perseorangan, mafia tanah maupun makelar kasus. Terdapat indikasi dimana kasus-kasus tanah yang sejatinya perdata dipaksakan dan direkayasa menjadi perkara pidana dengan menggunakan pasal-pasal 170, 263, 266, 378, 385, 406 KUHP. Terkait dengan hal tersebut diatas, diminta perhatian dan atensi dari para Kajati dan para Kajari hal-hal sebagai berikut : 1.
Bahwa bilamana Kajati dan Kajari menerima SPDP dari penyidik yang objek perkara pidananya berupa tanah, maka hendaknya diatensi secara sungguhsungguh dengan menyikapi secara objektif, profesinal dan proporsional sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh manuver-manuver dari oknum-oknum yang memiliki kepentingan pribadi. Melalui Surat Edaran Jaksa Agung Nomor: SE-013/A/JA/12/2011 tentang Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum, telah mendelegasikan kewenangan kepada para Kajari dalam melakukan pengendalian tuntutan perkara tindak pidana umum sehingga dengan kewenangannya diharapkan para Kajati dan Kajari memiliki kemandirian fungsional, keberanian bersikap dan bertindak selaras dengan rasa tanggung jawab profesi yang tinggi.
2.
Berikan bimbingan dan petunjuk kepada para jaksa di wilayah hukum masingmasing, bilamana menerima SPDP dari penyidik yang objek perkaranya berupa tanah agar jeli memahami anatomi kasusnya dengan menentukan terlebih dahulu status hukum kepemilikan tanah berdasarkan alasan hak yang dimiliki, untuk sampai kepada pendapat bahwa perkara yang bersangkutan adalah perkara pidum atau perkara perdata murni.
3.
Jika sekiranya kasus yang objeknya berupa tanah, dimana status hukum kepemilikan tanah berdasarkan alasan hak yang dimilik, jelas, kuat dan sah menurut ketentuan undang-undang, maka jika ada pihak yang melanggarnya, misalnya berupa penyerobotan tanah, maka kasus tersebut dapat dipidanakan. Namun sebaliknya, jika sekiranya kasus yang objeknya berupa
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
106
tanah yang belum jelas status hukum kepemilikannya, sehingga menjadi objek-sengketa perdata, demikian juga sengketa-sengketa dalam transaksi jual beli tanah dimana status hukum kepemilikan telah dimiliki oleh penjual, selanjutnya terjadi sengketa dalam transaksi jual beli tanah yang bersangkutan, maka kasus tersebut berada dalam ranah perdata dan merupakan perkara perdata murni sehingga tidak selayaknya dipaksakan untuk digiring masuk ke ranah pidum. 4.
Terkait dengan butir 2 dan diatas, maka jaksa peneliti diminta agar dipetakan/identifikasi permasalahan atas objek tanah dimaksud: 4.1. Masalah tanah yang terkait dengan fisik tanah itu sendiri, terdapat beberapa variasi modus operandi, antara lain : a)
Terjadi perebutan suatu lokasi lahan/tanah, dimana lahan/tanah dimaksud belum jelas tentang pihak yang memiliki status kepemilikan berdasarkan atas hak yang kuat dan sah.
b)
Terdapat adanya fakta bahwa suatu lahan/tanah memiliki sertifikat ganda yang dikeluarkan oleh pihak Kantor Pertanahan.
c)
Bisa juga terjadi case, dimana ada 2 (dua) lokasi lahan/tanah yang berdampingan, dimana kedua orang masing-masing pemilik sah atas lahannya. Gambar, luas dan batas lokasi tanah juga jelas, namun salah satu pihak masuk mencaplok dan menggarap lahan/tanah yang berdampingan milik orang lain.
Terhadap permasalahan tersebut huruf a, b, dan c harus dipastikan dulu status kepemilikan atas tanah melalui gugatan perdata/TUN dan terhadap masalah yang dimaksud huruf c dapat dipidanakan dengan menggunakan pasal-pasal 385, 170, 406 KUHP. 4.2. Masalah tanah yang terkait dengan transaksi jual beli atas tanah, dibuktikan pada masalah status kepemilikan atas tanah. Disini diperlukan kejelian jaksa peneliti dalam mengurai :
Ikatan jual beli/perjanjian jual belinya : -
Substansi perjanjian;
-
Kausul di dalam perjanjian;
-
Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian;
-
Wanprestasi;
-
Masa berlakunya perjanjian.
Penelusuran aats item-item perjanjian/ikatan jual beli diatas untuk memastikan bahwa kasus tersebut berada dalam ranah perdata. Namun apabila dalam suatu ikatan/perjanjian jual beli tanah menggunakan dokumen-dokumen palsu atau yang dipalsukan atau pihak pembeli dalam melakukan pembayaran atas harga tanah dengan menggunakan cek kosong, maka contoh kasus seperti ini bisa saja dipidanakan dengan menggunakan pasal-pasal 378, 263, 266 KUHP.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
107
5.
Oleh karena itu di dalam menangani kasus perdata yang objeknya berupa tanah diminta agar tidak serta merta menganggap bahwa perkara tersebut adalah pidana dan tidak tergesa-gesa menerbitkan P-21. Hendaknya sebelum menentukan sikap untuk menerbitkan P-21 terlebih dahulu dilakukan gelar perkara (ekspose) secara internal yang dipimpin oleh Kajati/Aspidum/Kajari.
6.
Jika menangani suatu kasus yang objeknya berupa tanah, dimana terdapat adanya gugatan perdata atas barang (tanah) atau tentang suatu hubungan hukum (jual beli) antara 2 (dua) pihak tertentu, maka perkara pidum yang bersangkutan dapat ditangguhkan/dipending dan menunggu putusan penagdilan dalam perkara perdatanya dengan mempedomani ketentuan:
7.
-
Pasal 81 KUHP
-
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1956
-
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 1980
-
Putusan-putusan Mahkamah Agung Nomor : 413/K/KR/1980 tanggal 26 Agustus 1980 Jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor: 129K/Kr/1979 tanggal 16 April 1980 Jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor : 628K/Pid/1984 tanggal 22 Juli 1985.
Bahwa perkara pidana yang objeknya berupa tanah terdapat atensi dari Pimpinan, sehingga oleh karenanya mekanisme pelaporannya apabila dipandang perlu dapat dimintakan untuk dilakukan ekspose/gelar perkara di Kejaksaan Agung, sebelum berkas perkara dinyatakan P-21 atau sebelum perkara dilimpahkan ke pengadilan.
Demikian untuk menjadi perhatian dan dilaksanakan serta diharapkan agar petunjuk ini diteruskan kepada para Kajari dan Kacabjati dalam daerah hukum masing-masing.
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM
MAHFUD MANNAN
Tembusan : 1. 2.
Yth. Jaksa Agung R.I.; Yth. Wakil Jaksa Agung R.I.; (1 dan 2 sebagai laporan); 3. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan; 4. Yth. Para Direktur pada JAMPIDUM 5. Arsip ---------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
108
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA Nomor Sifat Lampiran Perihal
: : : :
B-534/E/Euh.2/02/2013 Segera 1 (satu) set Penyampaian Salinan Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor: SE-002/A/JA/02/2013 Tanggal 15 Februari 2013
Jakarta, 22 Februari 2013 KEPADA YTH. PARA KEPALA KEJAKSAAN TINGGI DI SELURUH INDONESIA
Bersama ini disampaikan Salinan Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: SE-002/A/JA/2013 tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial, yang ditanda tangani pada tanggal 15 Februari 2013. Berkenaan dengan hal tersebut kami mengharapkan agar Surat Edaran ini diteruskan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri didaerahnya masing-masing untuk dipedomani. Demikian untuk maklum dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM
MAHFUD MANNAN Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung R.I.; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung R.I.; (1 dan 2 sebagai laporan); 3. Yth. Para Jaksa Agung Muda; 4. Arsip --------------------------------------------Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
109
JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA
Jakarta, 15 Februari 2013 SURAT – EDARAN NOMOR: SE-002/A/JA/02/2013
TENTANG PENEMPATAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA KE LEMBAGA REJABILITASI MEDIS DAN REHABILITASI SOSIAL
Menyikapi paradigma baru terkait dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yakni terjadinya perubahan cara pandang Negara terhadap pecandu narkotika dimana pecandu narkotika tidak sebagai pelaku kriminal melainkan dinyatakan sebagai korban, sehingga berdasarkan paradigma baru ini maka pecandu narkotika wajib direhabilitasi sesuai amanat Pasal 54 Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang berbunyi “Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial”. Sehubungan dengan perkembangan dan dinamika lingkungan strategis tersebut diatas, maka disampaikan aharan dan petunjuk kepada para Penuntut Umum sebagai berikut : 1. Implementasi Pasal 54 Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dilaksanakan dengan penerapan diversi bagi pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika, dimana tuntutan pidana dan hukuman yang akan diberikan kepada terdakwa
bukan
pemenjaraan
melainkan
menempatkan
terdakwa
ke
Panti
Rehabiiltasi, untuk menjalani proses pengobatan dan perawatan medis dan sosial. 2. Ketentuan BAB IX Pasal 54, Pasal 55, sampai dengan Pasal 59 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika telah dijabarkan di dalam Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2011 (LN RI No. 5211) yang diatur dalam Pasal 13 dan Pasal 14. -
Pasal 13 ayat (3) menjelaskan bahwa pecandu Narkotika yang sedang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan dalam lembaga Rehabilitasi Medis dan / atau Rehabilitasi Sosial.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
110
-
Pasal 13 ayat (4) memberi kewenangan/diskresi kepada Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim untuk menempatkan resangka dan terdakwa selama proses peradilan, di lembaga Rehabilitasi Medis dan/atau Rehabilitasi Sosial.
3. Dalam menangani perkara narkotika dimana tersangka/terdakwanya adalah pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika yang sedang ditangani pada proses dan tahap Penuntutan, Penuntut Umum dapat : 3.1. Menempatkan tersangka/terdakwa ke Panti Rehabilitasi Medis dan / atau Rehabilitasi Sosial untuk dilakukan rehabilitasi di luar Rumah Tahanan Negara, dengan syarat bahwa tersangka Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika tersebut. 3.2. Mengajukan tuntuttan pidana berupa penempatan terdakwa ke Panti Rehabilitasi Medis dan Sosial, dengan merujuk kepada ketentuan peraturan perundangan serta dengan pertimbangan sosiologis dan filosofis. -
Rujukan Peraturan Perundangan : 1) Pasal 54 sampai dengan Pasal 59 BAB IX, Pasal 103 BAB XII dan Pasal 127 BAB XV Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 2) Pasal 13 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2011. 3) Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor: SE-013/A/JA/02/2012 tanggal 29 Februari 2012 tentang Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum.
-
Pertimbangan Sosiologis dan Filosofis : 1) Kecenderungan meningkatnya penyalahgunaan narkotika dari tahun ke tahun dimana sebagian besar dari tersangka/terdakwa/terpidana dalam kasus narkotika adalah termasuk kategori pemakai bahkan sebagai korban yang secara medis mereka sesungguhnya adalah orang yang menderita sakit, oleh karena itu menggunakan instrumen pemenjaraan bukanlah terapi yang tepat karena telah mengabaikan aspek rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. 2) Kondisi lembaga pemasyarakatan pada saat ini selain sudah mengalami over capacity juga membawa dampak negatif yang dapat semakin memperburuk kondisi kejiawaan dan kesehatan yang diderita para narapidana korban penyalahgunaan narkotika.
4. Terkait dengan penerapan Pasal 54 Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika maupun Pasal 13 ayat (4) P.P. No. 25 Tahun 2011, perlu diantisipasi terhadap kemungkinan untuk memanfaatkan celah P.P. dan Undang-Undang tersebut oleh pihak pengedar atau bandar narkotika. Oleh karena itu penerapan Pasal 54 Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
111
Undang-undang RI No. 35 Tahun 2009 dan Pasal 13 ayat (4) P.P. No. 25 Tahun 2011 perlu dilakukan secara selektif dan pengendalian yang ketat dengan menerapkan syarat-syarat dan klasifikasi terkait dengan barang buktinya. 5. Adapun
syarat-syarat
dan
klasifikasi
tindak
pidana
Narkotika
yang
tersangka/terdakwanya dapat ditempatkan di Panti Rehabilitasi Medis dan/atau Rehabilitasi Sosial pada proses Penuntutan serta terdakwa dapat dituntut dengan tuntutan berupa penempatan terdakwa ke Panti Rehabilitasi Medis dan Sosial, akan diatur lebih lanjut melalui Surat Edaran/Petunjuk Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.
Demikian untuk dipedomani dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA
BASRIEF ARIEF
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
112
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA Nomor Sifat Lampiran Perihal
: : : :
B-550/E/Ejp/02/2013 Segera Tahanan Yang Melarikan Diri ----------------------------------------
Jakarta, 25 Februari 2013 KEPADA YTH : KEPALA KEJAKSAAN TINGGI DI – SELURUH INDONESIA
Mengamati dan mencermati kondisi pengawalan dan pengamanan tahanan dengan kecenderungan adanya beberapa orang tahanan melarikan diri di berbagai tempat, antara lain : tahanan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Kejaksaan Negeri Jakarta Utara dan di wilayah Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, maka sambil menunggu keluarnya Standar Operasional Prosedur (SOP) Pengawalan dan Pengamanan Tahanan yang telah selesai disusun draftnya, maka bersama ini disampaikan petunjuk sebagai berikut : 1.
2.
Tingkatkan kesigapan dan kewaspadaan segenap satuan pengawal dan pengaman tahanan baik di dalam perjalanan pergi/pulang dari RUTAN ke Pengadilan Negeri maupun sebaliknya, serta pengamanan para tahanan selama masih berada dalam gedung Pengadilan Negeri : a.
Alokasikan jumlah personil Kejaksaan ditambah petugas Kepolisian yang cukup untuk mengawal, mengamankan dan mengontrol para tahanan.
b.
Siapkan peralatan berupa borgol yang cukup sesuai jumlah tahanan yang dikawal dalam perjalanan dari RUTAN ke Pengadilan Negeri atau sebaliknya;
c.
Persiapkan kendaraan tahanan dengan baik, lakukan pengecekan seluruh bagian-bagian dari kendaraan tahanan untuk menentukan bahwa kendaraan tahanan tersebut layak operasional;
d.
Lengkapi setiap tahanan dengan baju rompi tahanan.
Cermati titik rawan dimana para tahanan sering memanfaatkan kelengahan petugas untuk melarikan diri, yakni : a.
Pada saat penjemputan di RUTAN/LP, ketika tahanan dikeluarkan dari RUTAN hendak dinaikkan ke mobil tahanan, maupun sebaliknya setelah tahanan dikembalikan ke RUTAN dimana tahanan diturunkan dari mobil tahanan hendak dimasukkan kembali ke RUTAN. Cermati dan waspadai kondisi di sekitar dan disekeliling tahanan, baik terhadap orang-orang yang berada di sekitar itu maupun kendaraan, utamanya sepeda motor yang mendekat di sekitar tahanan;
b.
Disepanjang perjalanan yang dilalui kendaraan tahanan dari RUTAN ke Pengadilan Negeri maupun sebaliknya. Buatkan rute tetap kendaraan tahanan agar dengan cepat dapat diketahui bahwa kendaraan tahanan menyimpang dari rute perjalanan yang ditetapkan;
c.
Di gedung Pengadilan Negeri dan atau di Kejaksaan Negeri, waspadai keluarga-keluarga, teman-teman maupun kuasa hukum tersangka.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
113
3.
Dari pencermatan titik rawan tersebut butir 2 (dua) diatas, diminta agar para petugas pengawal dan pengamanan tahanan tidak memberi toleransi kepada: a.
Tidak memberi toleransi dan kesempatan kepada keluarga, tamu, temanteman para tahanan untuk bertemu dengan tahanan dalam keadaan apapun, baik pada saat selama berada di gedung Pengadilan maupun pada saat diturunkan dari mobil tahanan hendak dimasukkan ke gedung Pengadilan atau ke RUTAN.
b.
Semua tahanan dipastikan dalam kondisi tangan terborgol kecuali pada saat memasuki ruang sidang Pengadilan. Dalam kondisi apapun tidak dibenarkan membuka borgol dari tangan para tahanan dan tidak memberi kesempatan para tahanan bebas mondar mandir dan bertemu dengan keluarga, teman-temannya selama berada di gedung Pengadilan. Pastikan bahwa semua tahanan berada dalam ruang tahanan yang disiapkan;
c.
Tidak dibenarkan petugas memberi kebebasan kepada tahanan untuk meminta ijin membeli makanan, minuman atau keperluan lainnya.
4.
Pengawalan dan pengamanan tahanan mutlak/wajib dilakukan dengan aparat Kepolisian setempat. Hal tersebut menjadi prosedur tetap yang berlaku berdasarkan Instruksi Bersama Kapolri dengan Jaksa Agung RI.
5.
Libatkan aparat intelijen Kejaksaan Negeri setempat untuk memberikan dukungan pengamanan dalam pengawalan dan pengamanan tahanan.
Demikian petunjuk ini untuk diteruskan kepada para Kajari dalam wilayahnya masing-masing.
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM
MAHFUD MANNAN
Tembusan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Yth. Jaksa Agung R.I.; (sebagai laporan) Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan; Yth. Jaksa Agung Muda Intelijen; Yth. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus; Yth. Jaksa Agung Muda Pembinaan; Yth. Para Direktur pada JAMPIDUM; Arsip ----------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
114
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA Nomor Sifat Lampiran Perihal
: : : :
B-601/E/EJP/02/2013 Biasa 1 (satu) eksemplar Penempatan Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial
Jakarta, 28 Februari 2013 KEPADA YTH. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI DI SELURUH INDONESIA
Menyusul dikeluarkannya Surat Edaran Jaksa Agung R.I. Nomor: SE002/A/JA/02/2013, tanggal 15 Februari 2013, tentang penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke lambaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial, maka untuk menyamakan persepsi dalam penerapannya, dipandang perlu mengeluarkan petunjuk teknis untuk melengkapi Surat Edaran Jaksa Agung R.I. dimaksud, sebagai berikut : 1.
Ketentuan BAB IX, pasal 54, pasal 55 sampai dengan pasal 59 UndangUndang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, menegaskan bahwa pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Ketentuan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tersebut, telah dijabarkan di dalam Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2011 (lembaran Negara Nomor : 5211), tentang Pelaksanaan wajib lapor pecandu Narkotika, yang di dalam pasal 13 ayat (3) dan ayat (4) menyatakan : -
Pasal 13 ayat (3), bahwa pecandu Narkotika yang sedang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan dalam lembaga rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial;
-
Pasal 13 ayat (4), memberikan kewenangan/diskresi kepada Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim untuk menempatkan tersangka dan terdakwa selama proses peradilan, di lembaga rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial.
2.
Dengan merujuk kepada Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, tentang Narkotika, dan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2011, tentang Pelaksanaan wajib lapor pecandu Narkotika, sebagaimana disebutkan pada point 1 (satu) di atas, maka pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika dipandang bukan lagi sebagai pelaku criminal, melainkan dipandang sebagai korban. Atas pandangan tersebut, maka pencandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika tidak lagi semata-mata diarahkan kepada bentuk penahanan dalam Rutan dan menjatuhkan hukuman penjara, melainkan wajib menjalani perawatan medis dan/atau sosial dip anti rehabilitasi.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
115
Terkait dengan paradigm tersebut, maka melalui implementasi Diversi (Vide pasal 54 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, tentang Narkotika) maupun pelaksanaan diskresi (Vide pasal 13 ayat (3) dan ayat (4) Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2011, Penuntut Umum dapat menempatkan tersangka/terdakwa pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika dip anti rehabilitasi medis dan/atau sosial, pada proses penuntutan maupun dalam mengajukan tuntutan pidana di dalam persidangan Pengadilan Negeri. 2.1. Penempatan tersangka/terdakwa pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika di lembaga rehabilitasi medis dan/atau sosial, yang perkaranya dalam tahap penuntutan : -
Penuntut Umum dapat menempatkan tersangka/terdakwa pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika dipanti rehabilitasi medis dan/atau sosial, di luar Rumah Tahanan Negara, dengan syarat dan ketentuan : a.
Tersangka/terdakwa adalah pecandu dan korban penyalahgunaan Narkotika, yang dibuktikan dari hasil asesmen dokter bahwa yang bersangkutan pecandu Narkotika baik klasifikasi; coba pakai, teratur pakai, pecandu suntik dan pecandu bukan suntik.
b.
Ada penetapan Pengadilan Negeri. Jika pada tahap penyidikan, dimana penyidik telah mendapatkan persetujuan/penetapan Pengadilan Negeri, maka Penetapan Pengadilan Negeri tersebut dapat dipergunakan untuk kelanjutan pada tahap Penuntutan, sehingga Penuntut Umum tidak perlu meminta penetapan dari Pengadilan Negeri.
c.
Tersangka/terdakwa pecandu dan korban penyalahgunaan Narkotika, yang ditempatkan di panti rehabilitasi medis dan/atau sosial oleh penyidik, ketika proses perkaranya pada tahap penyidikan. Hal ini dimaksudkan agar ada keterpaduan penegak hukum dan proses perawatan medis/sosial di panti rehabilitasi dapat berjalan secara efektif dan kerbesinambungan untuk penyembuhannya.
d.
Dengan mempertimbangkan factor-faktor masih terbatasnya fasilitas panti rehabilitasi medis/sosial, biaya, maupun pelaksanaan peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan, maka penempatan tersangka/terdakwa penyalahgunaan Narkotika pada panti rehabilitasi medis/sosial yang perkaranya dalam proses penuntutan oleh Penuntut Umum, untuk sementara masih dibatasi pelaksanaannya, dan diperkenankan bagi Kejaksaan Tinggi/Kejaksaan Negeri adalah sebagai berikut: 1.
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta : Semua Kejaksaan Negeri di wilayah Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
116
2.
3.
4.
Kejaksaan Tinggi Jawa Barat : Untuk Kejaksaan Negeri : a. Kejaksaan Negeri Sukabumi b. Kejaksaan Negeri Cibinong Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan : Untuk Kejaksaan Negeri : a. Kejaksaan Negeri Makasar b. Kejaksaan Negeri Maros Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur : Untuk Kejaksaan Negeri :
a. Kejaksaan Negeri Samarinda b. Kejaksaan Negeri Tenggarong Pembatasan untuk sementara ini diberlakukan sambil menunggu perkembangan fasilitas panti rehabilitasi yang tersedia mengingat fasilitas panti rehabilitasi medis milik Badan Narkotika Nasional (BNN), masih terbatas keberadaannya di UPT BNN Lido Sukabumi, Baddoka di Makasar dan Tanah Merah di Samarinda. e.
Pelaksanaan penempatan tersangka/terdakwa pecandu dan korban penyalahgunaan Narkotika di panti rehabilitasi medis/sosial pada tahap penuntutan, diminta agar Penuntut Umum berkoordinasi dengan penyidik Badan Narkotika Nasional atau Badan Narkotika Propinsi setempat.
2.2. Tuntutan pidana berupa penempatan terdakwa pecandu dan korban penyalahgunaan Narkotika di panti rehabilitasi medis dan/atau sosial. -
Penuntut Umum dalam tuntutan pidana dapat menuntut berupa penempatan terdakwa pecandu dan korban penyalahgunaan Narkotika ke panti rehabilitasi medis dan sosial, dengan syarat-syarat dan klasifikasi sebagai berikut : a.
Terdakwa pada saat di tangkap oleh penyidik dalam kondisi tertangkap tangan.
b.
Pada saat tertangkap tangan sesuai huruf a di atas, ditemukan barang bukti pemakaian untuk 1 (satu) hari dengan perincian sebagai berikut : 1) 2)
Kelompok metamphetamine (shabu) Kelompok MDMA (ekstasi)
3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)
Kelompok Heroin Kelompok Kokain Kelompok Ganja Daun Koka Meskalin Kelompok Psilosybin Kelompok LSD (d-lysergic acid diethylamide)
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
: 1 gram : 2,4 gram = 8 butir : 1,8 gram : 1,8 gram : 5 gram : 5 gram : 5 gram : 3 gram : 2 gram
117
c.
-
3.
10) Kelompok PCP (phencyclidine) 11) Kelompok Fentanil 12) Kelompok Metadon 13) Kelompok Morfin 14) Kelompok Petidin 15) Kelompok Kodein 16) Kelompok Bufrenorfin Surat Uji Laboratorium berdasarkan permintaan menyatakan positif menggunakan Narkotika.
: 3 gram : 1 gram : 0,5 gram : 1,8 gram : 0,96 gram : 72 gram : 32 mg penyidik yang
d.
Perlu Surat Keterangan dari dokter jiwa/psikiater pemerintah yang ditunjuk oleh Hakim.
e.
Tidak terdapat bukti bahwa yang bersangkutan terlibat dalam peredaran gelap Narkotika.
f.
Bekas residivis kasus Narkotika.
Untuk menuntut berupa lamanya proses rehabilitasi, maka Penuntut Umum harus dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan kondisi/taraf kecanduan terdakwa, sehingga dalam hal ini diperlukan adanya keterangan ahli. Dan sebagai standar dalam proses terapi dan rehabilitasi adalah sebagai berikut : a.
Program Detoksifikasi dan Stabilisasi : lamanya 1 (satu) bulan
b.
Program Primer
: lamanya 6 (enam) bulan
c.
Program Re-Entry
: lamanya 6 (enam) bulan
Syarat-syarat dan klasifikasi yang ditentukan tersebut pada huruf a sampai dengan f di atas, berlaku untuk penempatan tersangka/terdakwa pecandu dan korban penyalahgunaan Narkotika yang perkaranya dalam tahap penuntutan, sebagaimana tersebut pada angka 2.1. maupun untuk tuntutan pidana Jaksa Penuntut Umum, sebagaimana tersebut pada angka 2.2. di atas.
Demikian untuk dipedomani, dan diminta agar petunjuk ini diteruskan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri/Kepala Cabang Kejaksaan Negeri dalam daerah hukum masing-masing. JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM,
MAHFUD MANNAN Tembusan : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; Yth. Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia; (1 dan 2 sebagai laporan) Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan; Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; Yth. Direktur TPUL pada JAM PIDUM; Arsip ------------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
118
JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA
Jakarta, 15 Februari 2013 SURAT – EDARAN NOMOR: SE-002/A/JA/02/2013
TENTANG PENEMPATAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA KE LEMBAGA REJABILITASI MEDIS DAN REHABILITASI SOSIAL
Menyikapi paradigma baru terkait dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yakni terjadinya perubahan cara pandang Negara terhadap pecandu narkotika dimana pecandu narkotika tidak sebagai pelaku kriminal melainkan dinyatakan sebagai korban, sehingga berdasarkan paradigma baru ini maka pecandu narkotika wajib direhabilitasi sesuai amanat Pasal 54 Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang berbunyi “Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial”. Sehubungan dengan perkembangan dan dinamika lingkungan strategis tersebut diatas, maka disampaikan aharan dan petunjuk kepada para Penuntut Umum sebagai berikut : 1. Implementasi Pasal 54 Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dilaksanakan dengan penerapan diversi bagi pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika, dimana tuntutan pidana dan hukuman yang akan diberikan kepada terdakwa
bukan
pemenjaraan
melainkan
menempatkan
terdakwa
ke
Panti
Rehabiiltasi, untuk menjalani proses pengobatan dan perawatan medis dan sosial. 2. Ketentuan BAB IX Pasal 54, Pasal 55, sampai dengan Pasal 59 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika telah dijabarkan di dalam Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2011 (LN RI No. 5211) yang diatur dalam Pasal 13 dan Pasal 14. -
Pasal 13 ayat (3) menjelaskan bahwa pecandu Narkotika yang sedang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan dalam lembaga Rehabilitasi Medis dan / atau Rehabilitasi Sosial.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
119
-
Pasal 13 ayat (4) memberi kewenangan/diskresi kepada Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim untuk menempatkan resangka dan terdakwa selama proses peradilan, di lembaga Rehabilitasi Medis dan/atau Rehabilitasi Sosial.
3. Dalam menangani perkara narkotika dimana tersangka/terdakwanya adalah pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika yang sedang ditangani pada proses dan tahap Penuntutan, Penuntut Umum dapat : 3.1. Menempatkan tersangka/terdakwa ke Panti Rehabilitasi Medis dan / atau Rehabilitasi Sosial untuk dilakukan rehabilitasi di luar Rumah Tahanan Negara, dengan syarat bahwa tersangka Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika tersebut. 3.2. Mengajukan tuntuttan pidana berupa penempatan terdakwa ke Panti Rehabilitasi Medis dan Sosial, dengan merujuk kepada ketentuan peraturan perundangan serta dengan pertimbangan sosiologis dan filosofis. -
Rujukan Peraturan Perundangan : 1) Pasal 54 sampai dengan Pasal 59 BAB IX, Pasal 103 BAB XII dan Pasal 127 BAB XV Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 2) Pasal 13 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2011. 3) Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor: SE-013/A/JA/02/2012 tanggal 29 Februari 2012 tentang Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum.
-
Pertimbangan Sosiologis dan Filosofis : 1) Kecenderungan meningkatnya penyalahgunaan narkotika dari tahun ke tahun dimana sebagian besar dari tersangka/terdakwa/terpidana dalam kasus narkotika adalah termasuk kategori pemakai bahkan sebagai korban yang secara medis mereka sesungguhnya adalah orang yang menderita sakit, oleh karena itu menggunakan instrumen pemenjaraan bukanlah terapi yang tepat karena telah mengabaikan aspek rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. 2) Kondisi lembaga pemasyarakatan pada saat ini selain sudah mengalami over capacity juga membawa dampak negatif yang dapat semakin memperburuk kondisi kejiawaan dan kesehatan yang diderita para narapidana korban penyalahgunaan narkotika.
4. Terkait dengan penerapan Pasal 54 Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika maupun Pasal 13 ayat (4) P.P. No. 25 Tahun 2011, perlu diantisipasi terhadap kemungkinan untuk memanfaatkan celah P.P. dan Undang-Undang tersebut oleh pihak pengedar atau bandar narkotika. Oleh karena itu penerapan Pasal 54 Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
120
Undang-undang RI No. 35 Tahun 2009 dan Pasal 13 ayat (4) P.P. No. 25 Tahun 2011 perlu dilakukan secara selektif dan pengendalian yang ketat dengan menerapkan syarat-syarat dan klasifikasi terkait dengan barang buktinya. 5. Adapun
syarat-syarat
dan
klasifikasi
tindak
pidana
Narkotika
yang
tersangka/terdakwanya dapat ditempatkan di Panti Rehabilitasi Medis dan/atau Rehabilitasi Sosial pada proses Penuntutan serta terdakwa dapat dituntut dengan tuntutan berupa penempatan terdakwa ke Panti Rehabilitasi Medis dan Sosial, akan diatur lebih lanjut melalui Surat Edaran/Petunjuk Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.
Demikian untuk dipedomani dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA
BASRIEF ARIEF
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
121
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA Nomor Sifat Lampiran Perihal
: : : :
B-824/E/Ejp/03/2013 Segera Petunjuk Pengamanan Tahanan ------------------------------------------
Jakarta, 19 Maret 2013 KEPADA YTH : KEPALA KEJAKSAAN TINGGI DI – SELURUH INDONESIA
Menindaklanjuti dikeluarkanyya Peraturan Jaksa Agung RI Nomor: PER-005/A/JA/03/2013 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Pengawalan dan Pengamanan Tahanan, maka untuk meminimalisir celah kerawanan agar tahanan tidak melarikan diri, maka bersama ini disampaikan petunjuk dan penegasan sebagai berikut : 1.
Para Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang akan menyidangkan perkara wajib menyiapkan segala sesuatunya terkait penyidangan perkara sebelum berangkat ke Pengadilan, termasuk di dalamnya sudah menyiapkan berkas perkaranya, barang buktinya maupun tersangkanya, yang akan dikawal oleh petugas pengawal tahanan. a.
JPU tidak diperbolehkan memerintahkan petugas pengawal tahanan untuk mengambilkan dan membawakan berkar perkara yang akan disidangkan, karena tugas pengawal tahanan adalah mengamankan tahanan bukan menjadi asisten JPU;
b.
JPU tidak dibenarkan menitip berkas perkaranya ke panitera atau kepada siapapun di Pengadilan, meskipun perkara yang bersangkutan akan disidangkan setiap hari di Pengadilan Negeri bersangkutan.
2.
Tingkatkan kesigapan dan kewaspadaan segenap satuan pengawal dan pengaman tahanan baik di dalam perjalanan pergi/pulang dari RUTAN ke Pengadilan Negeri maupun sebaliknya, serta pengamanan para tahanan selama masih berada dalam gedung Pengadilan Negeri : a.
Alokasikan jumlah personil Kejaksaan ditambah petugas Kepolisian yang cukup untuk mengawal, mengamankan dan mengontrol para tahanan.
b.
Siapkan peralatan berupa borgol yang cukup sesuai jumlah tahanan yang dikawal dalam perjalanan dari RUTAN ke Pengadilan Negeri atau sebaliknya;
c.
Persiapkan kendaraan tahanan dengan baik, lakukan pengecekan seluruh bagian-bagian dari kendaraan tahanan untuk menentukan bahwa kendaraan tahanan tersebut layak operasional;
d.
Lengkapi setiap tahanan dengan baju rompi tahanan.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
122
3.
Cermati titik rawan dimana para tahanan sering memanfaatkan kelengahan petugas untuk melarikan diri, yakni : a.
Pada saat penjemputan di RUTAN/LP, ketika tahanan dikeluarkan dari RUTAN hendak dinaikkan ke mobil tahanan, maupun sebaliknya setelah tahanan dikembalikan ke RUTAN dimana tahanan diturunkan dari mobil tahanan hendak dimasukkan kembali ke RUTAN. Cermati dan waspadai kondisi di sekitar dan disekeliling tahanan, baik terhadap orang-orang yang berada di sekitar itu maupun kendaraan, utamanya sepeda motor yang mendekat di sekitar tahanan;
b.
Disepanjang perjalanan yang dilalui kendaraan tahanan dari RUTAN ke Pengadilan Negeri maupun sebaliknya. Buatkan rute tetap kendaraan tahanan agar dengan cepat dapat diketahui bahwa kendaraan tahanan menyimpang dari rute perjalanan yang ditetapkan;
c.
Di gedung Pengadilan Negeri dan atau di Kejaksaan Negeri, waspadai keluarga-keluarga, teman-teman maupun kuasa hukum tersangka.
4.
Dari pencermatan titik rawan tersebut butir 2 (dua) diatas, diminta agar para petugas pengawal dan pengamanan tahanan tidak memberi toleransi kepada: a.
Tidak memberi toleransi dan kesempatan kepada keluarga, tamu, temanteman para tahanan untuk bertemu dengan tahanan dalam keadaan apapun, baik pada saat selama berada di gedung Pengadilan maupun pada saat diturunkan dari mobil tahanan hendak dimasukkan ke gedung Pengadilan atau ke RUTAN.
b.
Semua tahanan dipastikan dalam kondisi tangan terborgol kecuali pada saat memasuki ruang sidang Pengadilan. Dalam kondisi apapun tidak dibenarkan membuka borgol dari tangan para tahanan dan tidak memberi kesempatan para tahanan bebas mondar mandir dan bertemu dengan keluarga, teman-temannya selama berada di gedung Pengadilan. Pastikan bahwa semua tahanan berada dalam ruang tahanan yang disiapkan;
c.
Tidak dibenarkan petugas memberi kebebasan kepada tahanan untuk meminta ijin membeli makanan, minuman atau keperluan lainnya.
5.
Pengawalan dan pengamanan tahanan mutlak/wajib dilakukan dengan aparat Kepolisian setempat. Hal tersebut menjadi prosedur tetap yang berlaku berdasarkan Instruksi Bersama Kapolri dengan Jaksa Agung RI.
6.
Libatkan aparat intelijen Kejaksaan Negeri setempat untuk memberikan dukungan pengamanan dalam pengawalan dan pengamanan tahanan.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
123
Demikian petunjuk ini untuk diteruskan kepada para Kajari dalam wilayahnya masing-masing. JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM
MAHFUD MANNAN
Tembusan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Yth. Jaksa Agung R.I.; (sebagai laporan) Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan; Yth. Jaksa Agung Muda Intelijen; Yth. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus; Yth. Jaksa Agung Muda Pembinaan; Yth. Para Direktur pada JAMPIDUM; Arsip -------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
124
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA Nomor
: B-851/E/EJP/03/2013
Jakarta, 21 Maret 2013
Sifat
: Penting
Lampiran
: 1 (satu) eksemplar
Perihal
: Pelaksanaan Instruksi Presiden
KEPADA YTH.
(INPRES) No. 2 Tahun 2013
KEPALA KEJAKSAAN TINGGI SEINDONESIA
Sehubungan dengan keluarnya Instruksi Presiden (INPRES) No. 2 Tahun 2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Bahwa
sebagai
tindak
lanjut
pelaksanaan
Instruksi
Presiden
(INPRES) No. 2 Tahun 2013, dalam rangka menjamin terciptanya kondisi social, dan keamanan nasional, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan sebagai Ketau Tim Terpadu Tingkat Pusat telah mengeluarkan Keputusan No. 12 Tahun 2013 tanggal 05 Pebruari 2013 tentang Pembentukan Tim Terpadu Tingkat Pusat Penanggulangan Gangguan Keamanan Dalam Negeri Tahun 2013 dan telah menyusun rencana aksi terpadu nasional penanggulangan gangguan keamanan dalam negeri dimana Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen sebagai anggota Tim Terpadu Tingkat Pusat; 2. Sesuai Rencana Aksi Tim Terpadu Tingkat Pusat, Kejaksaan RI sebagai penanggung jawab terhadap 3 (tiga) kegiatan yaitu: 2.1. Peningkatan Kesadaran Hukum di Masyarakat (RA : 04) 2.2. Percepatan Proses Penegakan Hukum atas Pelaku terkait Konflik Periode sebelum tahun 2013/Penuntutan (RA : 35) 2.3. Percepatan Proses Penegakan Hukum atas Pelaku Konflik mulai tahun 2013/Penuntutan (RA : 41) 3. Mengingat dalam pelaksanaan Rencana Aksi tersebut terdapat penanganan perkara atas pelaku terkait konflik sosial yang masuk dalam perkara tindak pidana umum, antara lain perkara-perkara kerusuhan, penyerangan antar kampong, pengrusakan tempat ibadah, Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
125
pengikut aliran/faham agama tertentu, konflik karena perebutan lahan dan tawuran antar kelompok yang berpotensi menimbulkan gangguan keamanan. Maka diinstruksikan kepada para Kepala Kejaksaan Tinggi agar meneruskan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri di daerahnya masing-masing untuk : 3.1. Aktif dalam penyusunan Tim Terpadu Tingkat Daerah; 3.2. Berkordinasi dengan instansi terkait dalam rangka mempercepat penyelesaian perkara atas pelaku terkait konflik dengan sebaikbaiknya serta sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Demikian untuk dilaksanakan.
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM,
MAHFUD MANNAN
Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia; (1 dan 2 sebagai laporan) 3. Yth. Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen; 4. Arsip
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
126
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGANAN GANGGUAN KEAMANAN DALAM NEGERI TAHUN 2013 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Dalam rangka menjamin terciptanya kondisi sosial, hukum, dan keamanan dalam negeri yang kondusif dalam mendukung kelancaran pembangunan nasional, dengan ini menginstruksikan: Kepada
: 1. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; 2. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; 3. Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat; 4. Menteri Dalam Negeri; 5. Jaksa Agung; 6. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia; 7. Panglima Tentara Nasional Indonesia; 8. Kepala Badan Pertanahan Nasional; 9. Kepala Badan Intelijen Negara; 10. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme; 11. Kepala Badan Informasi Geospasial; 12. Para Gubernur; dan 13. Para Bupati/Walikota.
Untuk
:
PERTAMA : Meningkatkan efektivitas penanganan gangguan keamanan dalam negeri secara terpadu, sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan. Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
127
KEDUA
: Pelaksanaan kegiatan sebagaimana tersebut pada Diktum PERTAMA dilakukan dengan: 1. Membentuk Tim Terpadu Tingkat Pusat dan Tim Terpadu Tingkat Daerah dengan mengikutsertakan semua unsur terkait, guna menjamin adanya kesatuan komando dan pengendalian serta kejelasan sasaran, rencana aksi, pejabat yang bertanggung jawab pada masing-masing permasalahan, serta target waktu penyelesaiannya. 2. Mengambil langkah-langkah cepat, tepat, dan tegas serta proporsional, untuk menghentikan segala bentuk tindak kekerasan akibat konflik sosial dan terorisme, dengan tetap mengedepankan aspek hukum, menghormati norma dan adat istiadat setempat, serta menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia. 3. Melakukan upaya pemulihan pada pasca konflik yang meliputi penanganan pengungsi, rekonsiliasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi agar masyarakat dapat kembali memperoleh rasa aman dan dapat melakukan aktivitas seperti sediakala. 4. Merespon dengan cepat dan menyelesaikan secara damai semua permasalahan di dalam masyarakat yang berpotensi menimbulkan konflik sosial, guna mencegah lebih dini terjadinya tindak kekerasan.
KETIGA
: Dalam rangka penghentian tindak kekerasan: 1. Dalam keadaan tertentu, sesuai ketentuan peraturan perundangundangan, Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menjalankan tugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dibantu oleh unsur Tentara Nasional Indonesia, unsur Kementerian/Lembaga terkait, dan unsur Pemerintah Daerah. 2. Menyiapkan pos komando dengan memanfaatkan fasilitas instansi pemerintah terdekat, guna mendukung kelancaran pengendalian, kegiatan administrasi dan logistik, serta pusat informasi. 3. Mengikutsertakan lembaga pemerintah lainnya, masyarakat, para tokoh, dan organisasi kemasyarakatan.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
128
KEEMPAT : Anggaran untuk peningkatan efektivitas penanganan gangguan keamanan dalam negeri dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. KELIMA
: Menugaskan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan sebagai Ketua Tim Terpadu Tingkat Pusat untuk : 1. Menyusun rencana aksi terpadu nasional penanganan gangguan keamanan dalam negeri. 2. Mengkoordinasikan, mengarahkan, mengendalikan, dan mengawasi pelaksanaan peningkatan efektivitas penanganan gangguan keamanan dalam negeri. 3. Memberikan penjelasan kepada publik secepatnya tentang terjadinya gangguan keamanan dalam negeri sebagai akibat konflik sosial dan terorisme serta perkembangan penanganannya. 4. Melaporkan pelaksanaannya kepada Presiden.
KEENAM
: Para Gubernur, Bupati, dan Walikota sebagai Ketua Tim Terpadu Tingkat Daerah: 1. Menyusun rencana aksi terpadu penanganan gangguan keamanan dalam negeri di daerahnya dengan berpedoman pada rencana aksi terpadu nasional. 2. Mengkoordinasikan pelaksanaan peningkatan efektivitas penanganan gangguan keamanan dalam negeri di daerahnya. 3. Segera memberikan penjelasan kepada publik mengenai terjadinya gangguan keamanan dalam negeri di daerahnya sebagai akibat konflik sosial dan terorisme serta perkembangan penanganannya. 4. Melaporkan pelaksanaannya kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
KETUJUH
: Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II dan para Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang terkait agar memberikan dukungan sesuai kebutuhan dalam penyelesaian gangguan keamanan sesuai dengan akar permasalahan, sehingga peningkatan efektivitas penanganan gangguan keamanan dalam negeri terlaksana dengan baik.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
129
KEDELAPAN : Melaksanakan Instruksi Presiden ini dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab Presiden ini mulai berlaku pada tanggal dikeluarkan.
Instruksi Presiden ini mulai berlaku pada tanggal dikeluarkan
Dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 28 Januari 2013 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET RI Deputi Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan,
Bistok Simbolon
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
130
MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 2103
TENTANG
PEMBENTUKAN TIM TERPADU TINGKAT PUSAT PENANGANAN GANGGUAN KEAMANAN DALAM NEGERI TAHUN 2013 MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang
:
Bahwa sebagai tindak lanjut Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2013 tentang Penangganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri tahun 2013, dipandang perlu mengeluarkan Keputusan tentang Pembentukan Tim Terpadu Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri Tahun 2013;
Mengingat
:
1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia 2. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menjadi Undang-undang; 3. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional;
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
131
4. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 5. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia; 6. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara; 7. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. 8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2006 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; 9. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri Tahun 2013.
MEMUTUSKAN Mentetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBENTUKAN TIM TERPADU TINGKAT PUSAT PENANGANAN KEAMANAN DALAM NEGERI TAHUN 2013
KESATU
:
GANGGUAN
Tim Terpadu Tingkat Pusat Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri Tahun 2013, dengan susunan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini.
KEDUA
:
Tim Terpadu sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU melaksanakan aksi terpadu nasional penanganan gangguan keamanan dalam negeri tahun 2013, sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Keputusan ini.
KETIGA
:
Tugas Tim Terpadu Tingkat Pusat sebagaimana dimaksud pada Diktum KEDUA : 1. Mengkoordinasikan, mengarahkan, mengendalikan, dan mengawasi pelaksanaan efektivitas penanganan gangguan keamanan dalam negeri; 2. Melakukan pemetaan potensi gangguan keamanan dalam negeri yang disebabkan oleh konflik sosial dan terorisme yang ada di seluruh wilayah Indonesia;
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
132
3. Melakukan pemantauan situasi dan kondisi keamanan dalam negeri secara terus menerus terhadap kemungkinan berbagai gangguan keamanan dengan memperhatikan hasil pemetaan potensi konflik; 4. Merespon dengan cepat setiap informasi yang berkaitan dengan potensi gangguan keamanan dalam negeri yang disebabkan oleh konflik sosial dan terorisme, koordinasi, dam sinkronisasi guna mencegah terjadinya konflik terbuka yang dapat berujung pada tindak kekerasan; 5. Mengambil tindakan cepat, tepat dan tegas dalam mengatasi permasalahan diluar kemampuan dan kewenangan daerah; 6. Membentuk Desk Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri yang diakibatkan konflik sosial yang berkedudukan di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan; 7. Memberikan supervise, asistensi dan dukungan yang diperlukan oleh daerah dalam penanganan gangguan keamanan dalam negeri; 8. Memberikan
penjelasan
kepada
publik
secepatnya
tentang
terjadinya gangguan keamanan dalam negeri sebagai akibat konflik sosial dan terorisme, serta perkembangan penanganannya; 9. Melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Presiden RI secara berkala dan/atau insidential. KEEMPAT
:
Anggaran untuk mendukung pelaksanaan tugas Tim Terpadu Tingkat Pusat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2013.
KELIMA
:
Keputusan ini mulai berlaku sejak ditetapkannya Inpres Nomor 2 Tahun 2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri Tahun 2013 sampai dengan berakhirnya Tahun Anggaran 2013, dengan ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam keputusan ini akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.
SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada : 1. Presiden; 2. Wakil Presiden; 3. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; 4. Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat; 5. Menteri Dalam Negeri; 6. Menteri Keuangan; 7. Jaksa Agung; 8. Kepala Kepolisian Negara Indonesia; Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
133
9. Panglima Tentara Nasional Indonesia; 10. Kepala Badan Pertanahan Nasional; 11. Kepala Badan Intelijen Negara; 12. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme; 13. Kepala Badan Informasi Geospasial; 14. Para Gubernur; dan 15. Para Bupati/Walikota;
PETIKAN Keputusan ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk digunakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 5 Pebruari 2013
MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA
DJOKO SUYANTO
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
134
LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2013 TANGGAL 7 FEBRUARI 2013
SUSUNAN TIM TERPADU TINGKAT PUSAT PENANGANAN GANGGUAN KEAMANAN DALAM NEGERI TAHUN 2013 Ketua
:
Menko Polhukam
Wakil Ketua I
:
Mendagri
Wakil Ketua II
:
Kapolri
Wakil Ketua III
:
Panglima TNI
Sekretaris
:
Sesmenko Polhukam
Sekretaris I
:
Dirjen Kesbangpol, Kemdagri
Sekretaris II
:
Kabaharkam Polri
Sekretaris III
:
Kasum TNI
Anggota
: 1.
Deputi Menko Polhukam Bidkoor Kamnas
2.
Staf Ahli Menko Perekonomian Bidang Persaingan Usaha
3. 4.
Staf Ahli Menko Kesra Bidang Polhukam Staf Ahli Mendagri Bidang Pemerintahan dan Politik
5. 6.
Staf Ahli Menhan Bidang Keamanan Staf Ahli Menkumham Bidang Polsoskam
7.
Staf Ahli Menkominfo Bidang Sosial, Ekonomi dan
8.
Budaya Dirjen Perbendaharaan Negara, Kemkeu
9. Irjen Kem ESDM 10. Dirjen Perkebunan, Kemhan 11. Dirjen PHKA, Kemhut 12. Dirjen Perhubungan Darat, Kemhub 13. Dirjen PHI, Kemnakertrans 14. Dirjen Cipta Karya, Kem PU 15. Sekjen Kemkes 16. Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial, Kemsos 17. Kabalitbang dan Diklat, Kemenag 18. Staf Ahli Mendikbud Bidang Hukum 19. Deputi Men LH Bidang Penaatan Hukum Lingkungan 20. Deputi Perlindungan Perempuan, Kem PP dan PA 21. Sestama Kem BUMN Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
135
22. Staf Ahli Menpera Bidang Tata Ruang, Pertanahan dan Perumahan 23. Staf Ahli Menpora Bidang Sumber Daya 24. Jam Intel, Kejagung 25. Asops Kapolri 26. Asops Panglima TNI 27. Deputi Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan BPN 28. Staf Ahli Ka BIN Bidang Hankam 29. Deputi Bidang Pencegahan, Deradikalisasi BNPT
Perlindungan
dan
30. Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik, Badan Informasi Geospasia.
MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA
DJOKO SUYANTO
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
136
MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA
INSTRUKSI MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA SELAKU KETUA TIM TERPADU TINGKAT PUSAT NOMOR 1 TAHUN 20013 TENTANG PELAKSANAAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGANAN GANGGUAN KEAMANAN DALAM NEGERI TAHUN 2013 MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA SELAKU KETUA TIM TERPADU PUSAT
Dalam rangka pelaksanaan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri Tahun 2013, member instruksi : Kepada
:
Untuk
:
KESATU
:
1. Para Gubernur 2. Para Bupati dan Walikota
Membentuk Tim Terpadu Tingkat Daerah, melalui Keputusan Gubernur untuk tingkat Provinsi dan Keputusan Bupati/Walikota untuk tingkat Kabupaten/Kota, serta menyampaikan laporan kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan selaku Ketua Tim Terpadu Tinmgkat Pusat selambat-lambatnya pada tanggal 21 Februari 2013.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
153
KEDUA
:
Dalam penyusunan organisasi Tim Terpadu Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam dictum KESATU agar mengacu pada Lampiran I dan II Instruksi ini dan/atau dapat disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing.
KETIGA
:
Menetapkan tugas-tugas Tim Terpadu Tingkat Daerah, dengan mempedomani Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri Tahun 2013 dan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Nomor 12 Tahun 2013 tentang Pembentukan Tim Terpadu Tingkat Pusat Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri Tahun 2013 dalam rangka menangani permasalahan gangguan keamanan akibat konflik social dan terorisme di daerah.
KEEMPAT
:
Menyusun rencana aksi terpadu penanganan gangguan keamanan dalam negeri di daerah dengan berpedoman kepada Aksi Terpadu Tingkat Pusat Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri Tahun 2013 sebagaimana tertuang dalam Lampiran Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Nomor 12 Tahun 2013.
KELIMA
:
Mekanisme hubungan kerja Tim Terpadu Tingkat Pusat dan Daerah, dilaksanakan sebagai berikut :
KEENAM
:
1.
Dalam hal Tim Terpadu Tingkat Kabupaten/Kota menghadapi permasalahan di luar kemampuan dan kewenangannya, Bupati/Walikota dapat meminta bantuan kepada Tim Terpadu Tingkat Provinsi;
2.
Dalam hal Tim Terpadu Tingkat Provinsi menghadapi permasalahan di luar kemampuan dan kewenangannya, Gubernur dapat meminta bantuan kepada Tim Terpadu Tingkat Pusat;
3.
Tim Terpadu Tingkat Provinsi memberikan supervise, asistensi dan dukungan yang diperlukan oleh Tim Terpadu Tingkat Kabupaten/Kota.
Menyampaikan laporan pelaksanaan penanganan gangguan keamanan yang berkaitan dengan konflik social dan terorisme di daerahnya secara berkala/insidental kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan selaku Ketua Tim Terpadu Tingkat Pusat secara berjenjang.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
154
SALINAN Instruksi ini disampaikan kepada : 1. Presiden, sebagai laporan; 2. Wakil Presiden; 3. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; 4. Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat; 5. Menteri Dalam Negeri; 6. Menteri Keuangan; 7. Jaksa Agung; 8. Kepala Kepolisian Negara Indonesia; 9. Panglima Tentara Nasional Indonesia; 10. Kepala Badan Pertanahan Nasional; 11. Kepala Badan Intelijen Negara; 12. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme; 13. Kepala Badan Informasi Geospasial; 14. Para Gubernur; dan 15. Para Bupati/Walikota. PETIKAN Instruksi ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk digunakan sebagaimana mestinya.
Dikeluarkan di Jakarta Pada tanggal 6 Februari 2013 MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA SELAKU KETUA TIM TERPADU TINGKAT PUSAT
DJOKO SUYANTO
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
155
LAMPIRAN I INSTRUKSI MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TANGGAL 6 FEBRUARI 2013
MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA
CONTOH SUSUNAN TIM TERPADU TINGKAT PROVINSI PENANGANAN GANGGUAN KEAMANAN DALAM NEGERI TAHUN 2013
Ketua
:
Gubernur
Wakil Ketua I
:
Sekda Provinsi
Wakil Ketua II
:
Kapolda
Wakil Ketua III
:
Pangdam / Danrem
Sekretaris
:
Ka. Badan Kesbangpol Linmas Provinsi
Wakil Sekretaris I
:
Ka. Biro Ops Polda
Wakil Sekretaris II
:
Asops Kodam/Kasrem
Anggota
: 1. Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah Terkait; 2. Pejabat Kejati; 3. Pejabat Polda; 4. Pejabat TNI (AD/AL/AU) 5. Pejabat Badan Pertanahan Nasional; 6. Pejabat dari intansi vertikal terkait.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
156
LAMPIRAN II INSTRUKSI MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TANGGAL 6 FEBRUARI 2013
MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA
CONTOH SUSUNAN TIM TERPADU TINGKAT KABUPATEN/KOTA PENANGANAN GANGGUAN KEAMANAN DALAM NEGERI TAHUN 2013
Ketua
:
Bupati/Walikota
Wakil Ketua I
:
Sekda Kab/Kota
Wakil Ketua II
:
Kapolres/ta/tabes
Wakil Ketua III
:
Dandim
Sekretaris
:
Ka. Badan Kesbangpol Linmas
Wakil Sekretaris I
:
Kabag Ops Polres/ta/tabes
Wakil Sekretaris II
:
Kasi Ops Kodim
Anggota
: 1. Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah Terkait; 2. Pejabat Kejari; 3. Pejabat Polres/ta/tabes; 4. Pejabat TNI (AD/AL/AU) 5. Pejabat Badan Pertanahan Nasional; 6. Pejabat dari intansi vertikal terkait.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
157
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A Nomor
:
B-926/E/EJP/03/2013
Sifat
:
Biasa
Jakarta, 28 Maret 2013
Lampiran :
-
Perihal
Pentetapan Status Benda Sitaan
KEPADA YTH.
Narkotika
PARA KEPALA KEJAKSAAN TINGGI
:
dan
Prekursor
Narkotika untuk dimusnahkan.
Di – SELURUH INDONESIA
Sehubungan dengan masih ditemukannya tumpukan barang bukti berupa Narkotika dibeberapa Kejaksaan Negeri yang telah diputus oleh Pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap, namun Jaksa mengalami kesulitan dalam melaksanakan eksekusi yang menyangkut barang bukti tersebut dimana dalam amar putusan Pengadilan, barang bukti dinyatakan dirampas untuk Negara, sementara kondisi fisik barang bukti berupa Narkotika sudah rusak dan tidak layak lagi digunakan untuk keperluan ilmu pengetahuan umum dan teknologi maupun keperluan pendidikan dan pelatihan, sehingga tidak ada Instansi terkait yang mau menerima barang bukti Narkotika tersebut. Mengingat barang bukti berupa Narkotika adalah zat yang berbahaya dan terlarang untuk diedarkan serta penyimpanan benda tersebut mengandung potensi resiko biaya dan penyalahgunaan. Untuk itu diminta perhatian para Kepala Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia, sebagai berikut : 1. a. Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri di dalam menerbitkan surat ketetapan status barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika, agar dipertimbangkan untuk kepentingan pembuktian perkara dan dimusnahkan, sesuai ketentuan Pasal 91 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Penjabarannya adalah barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika yang telah ditetapkan statusnya, wajib dimusnahkan oleh Penyidik setelah terlebih dahulu disisihkan sebagian kecil untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang Pengadilan (vide Pasal 90 ayat (1), Pasal 91 ayat (2) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo Pasal 45 ayat (1), (3) dan (4) KUHAP). b. Penetapan status barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maupun kepentingan pendidikan dan pelatihan hanya dapat dipertimbangkan bila ada permintaan sebelumnya dari Instansi terkait (Balai POM dan Kesehatan) maupun permintaan dari Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Kepolisian Negara RI (Pasal 91 ayat (6) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika). 2. Terhadap putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkract van gewijsde) dalam perkara Narkotika maupun Psikotropika,jika dalam amar putusan menyatakan agar barang bukti dirampas untuk Negara, sedangkan brang bukti Narkoba tersebut sudah rusak dan tidak dapat digunakan untuk kepentingan Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
158
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ataupun untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan, maka agar Kepala Kejaksaan Negeri setempat melakukan pemusnahan terhadap barang bukti tersebut sesuai dengan ketentuan Undang-Undang. 3. Terhadap barang bukti Psikotropika Golongan III dan IV yang masih diatur dengan Undang-Undang RI No. 05 Tahun 1997 tentang Psikotropika, jika barang buktinya cukup besar, maka agar Kepala Kejaksaan Negeri setempat sedapat mungkin berupaya meminta Penetapan Hakim Pengadilan Negeri setempat untuk dapat memusnahkan terlebih dahulu sebagian besar barang bukti Psikotropika sebelum adanya putusan yang memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dengan mempedomani ketentuan Pasal 45 KUHAP. Demikian untuk dilaksanakan dan diminta agar petunjuk ini diteruskan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri dalam daerah hukum masing-masing.
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM,
MAHFUD MANNAN
Tembusan :
1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia (1 dan 2 sebagai laporan) 3. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan; 4. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 5. Yth. Direktur TPUL pada JAM PIDUM; 6. A r s i p. ----------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
159
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A Nomor
:
B-933/E/EJP/04/2013
Sifat
:
Biasa
Lampiran :
-
Perihal
Kelengkapan
:
Jakarta, 01 April 2013
Dokumen
KEPADA YTH.
Keimigrasian untuk Kepastian
PARA KEPALA KEJAKSAAN TINGGI
Status
Di –
Tersangka
Kewarganegaraan (WNA)
dalam
SELURUH INDONESIA
Perkara Narkoba.
Berdasarkan hasil eksaminasi dan pemantauan yang telah kami lakukan terhadap penanganan perkara Narkoba yang tersangkanya Warga Negara Asing, masih ditemukan adanya kekurang cermatan dan kekurang telitian Penuntut Umum dalam meneliti identitas tersangka terkait kepastian tentang status kewarganegaraan tersangka, yang dapat berakibat terjadinya Error in Persona dan berujung pada dibebaskannya perkara tersebut oleh Pengadilan, maupun menimbulkan kesulitan di dalam menghubungi Kedutaan Besar dari Negara asal tersangka (terkait dengan pelaksanaan eksekusi pidana mati). Setidaknya terdapat adanya 2 (dua) penanganan kasus Narkotika yang memperkuat indikasi tersebut di atas : 1. Perkara Narkotika a.n. terdakwa REGINALDO BOM FIM alias EGNALD OM IM alias PAULO MEDEIRES (Warga Negara Brazil), dengan indikasi : - Terdakwa menggunakan passport dengan Nama orang lain dan dengan foto orang lain, yang dalam tahap penyidikan, terdakwa mengakui dengan Nama tersebut dalam passport. - Di depan persidangan Pengadilan Negeri Tangerang, terdakwa menyangkal bernama dengan foto seperti dalam passport serta menyangkal namanya yang ditulis di dalam Berita Acara Pemeriksaan, dengan menampilkan / memperlihatkan adanya passport (baru) dengan foto dan Nama yang sebenarnya. 2. Perkara Narkotika a.n. terpidana ADAM WILSON (yang baru saja dieksekusi mati), mengakui sebagai Warga Negara Malawi baik di dalam Berita Acara Pemeriksaan, Surat Pernyataan yang dibuatnya maupun dalam putusan Pengadilan Negeri, putusan Pengadilan Tinggi dan Putusan Kasasi (tanpa adanya passport yang disita). Namun menjelang dieksekusi, terpidana ADAM WILSON mengaku sebagai Warga Negara Nigeria dan nampaknya benar terpidana ADAM WILSON berkewarganegaraan Nigeria, dengan adanya surat dari Kedutaan Besar Nigeria, sehingga pesan dan permintaan terpidana mati untuk dipertemukan dengan Kedubesnya tidak terpenuhi, karena yang dikondisikan adalah Kedutaan Besar Malawi (menolak karena tidak memiliki warga yang bernama ADAM WILSON).
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
160
Sehubungan hal tersebut di atas, maka bersama ini disampaikan petunjuk, sebagai berikut : 1. Penuntut Umum dalam meneliti berkas perkara terkait identitas tersangka (status kewarganegaraan tersangka WNA), tidak bisa hanya didasarkan kepada pengakuan tersangka, tetapi kepastian tentang status kewarganegaraan tersangka WNA harus dibuktikan dengan bukti berupa dokumen keimigrasian tersangka. 2. Kelengkapan data keimigrasian yang diperlukan untuk memastikan status kewarganegaraan seorang tersangka WNA, antara lain : - Surat Keterangan dari Imigrasi tentang status keimigrasian yang bersangkutan khususnya berupa List kedatangannya di Indonesia; - Sedapat mungkin dilakukan penyitaan passport, atau melampirkan fotocopy passportnya di dalam berkas perkara; - Mencantumkan nomor passport di dalam identitas tersangka. 3. Untuk keperluan memenuhi butir 1 (satu) dan 2 (dua) di atas, maka Penuntut Umum meminta kepada Penyidik : - Melakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Imigrasi untuk memperoleh dokumen / kelengkapan data keimigrasian tersangka dimaksud; - Melakukan koordinasi dengan Kedutaan Besar Negara asal tersangka untuk memastikan passport yang digunakan dan disita tersebut adalah passport yang dikeluarkan oleh Kedutaan Besar untuk tersangka dengan Nama dan Foto yang tertera di passport dimaksud. Hal ini untuk mengantisipasi adanya penerbitan passport lain (passport baru) oleh Kedutaan Besarnya dengan maksud untuk menghindarkan warganya dari jeratan hukum di Negara Republik Indonesia. 4. Penuntut Umum (JPU Peneliti/P-16) berkoordinasi dengan Penyidik untuk memenuhi kelengkapan sebagaimana tersebut pada butir 1, 2, dan 3 diatas. Demikian untuk dilaksanakan dan diminta agar petunjuk ini diteruskan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri dalam daerah hukum masing-masing.
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM,
MAHFUD MANNAN Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia (1 dan 2 sebagai laporan) 3. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan; 4. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 5. Yth. Direktur TPUL pada JAM PIDUM; 6. A r s i p. ----------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
161
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A Nomor
:
B-1086/E/EJP/04/2013
Sifat
:
Biasa
Lampiran :
1 (satu) eksemplar
Perihal
Nota
:
Kesepakatan
Pengawas
Jakarta, 12 April 2013
Bersama Badan
Pemilihan
Umum
RI,
Kepolisian Negara RI dan Kejaksaan RI.
KEPADA YTH. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI Di – SELURUH INDONESIA
Sehubungan dengan ditandatanganinya Nota Kesepakatan Bersama BAWASLU RI, Kepolisian Negara RI dan Kejaksaan RI, Nomor: 01/NKB/BAWASLU/I/2013; B/02/I/2013; KEP-005/A/JA/01/2013 tanggal 16 Januarai 2013 tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu, sebagai pelaksanaan dari Pasal 267 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD (sebagaimana terlampir), bersama ini disampaikan petunjuk sebagai berikut : 1. Nota Kesepakatan Bersama BAWASLU RI, Kepolisian Negara RI dan Kejaksaan RI tentang Sentra Gakkumdu dimaksudkan sebagai forum koordinasi unsur-unsur BAWASLU, Kepolisian dan Kejaksaan untuk terwujudnya kerjasama dan sinergitas dalam penanganan tindak pidana Pemilu secara cepat, sederhana dan tidak memihak. Inti penekanannya adalah pada koordinasi, dengan tujuan agar penekanan tindak pidana Pemilu dilakukan secara sinergi, mengingat proses penyelesaian penanganan tindak pidana Pemilu dibatasi oleh waktu yang sangat singkat sehingga bila tidak ditangani dengan cepat, dikhawatirkan akan berkembang kea rah yang lebih serius dan berdampak negative atas pelaksanaan Pemilihan Umum sebagai pesta demokrasi. Sehingga oleh karenanya penyelesaian tindak pidana Pemilu wajib dilakukan secara cepat sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku. 2. Untuk menindaklanjuti Nota Kesepakatan Bersama tentang Sentra Penegakan Hukum sebagaimana tersebut pada butir 1 (satu) di atas, maka Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri mempersiapkan langkah koordinasi dan penyiapan tenaga jaksa khusus menangani tindak pidana Pemilu sebagai berikut : A. Melakukan koordinasi dengan BAWASLU Provinsi, BAWASLU Kabupaten/ Kota, di dalam daerah hukum masing-masing dalam rangka pembentukan Sentra Gakkumdu Provinsi, Kabupaten/ Kota, yang susunan/ struktur keanggotaannya sebagai berikut : -
Struktur Keanggotaan Sentra Gakkumdu Provinsi terdiri atas : a. Pembina : 1. Ketua BAWASLU Provinsi 2. Kapolda 3. Kajati
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
162
b. Ketua : 1. Koordinator Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran 2. Direktur Reskrim Umum Polda 3. Aspidum Kejaksaan Tinggi c. Anggota : 1. Pejabat yang menyelenggarakan tugas dan fungsi dibidang hukum dan penindakan pelanggaran. 2. Penyidik pada Dit. Reskrim Umum Polda. 3. Jaksa pada Asisten Bidang Tindak Pidana Umum. d. Sekretariat Sentra Gakkumdu Provinsi berada di Sekretariat BAWASLU Provinsi. -
Struktur Keanggotaan Sentra Gakkumdu Kabupaten/ Kota terdiri atas : a. Pembina : 1. Ketua PANWASLU Kabupaten/ Kota 2. Kapolres/Tabes/Tro 3. Kepala Kejaksaan Negeri b. Ketua : 1. Koordinator Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran 2. Kasat Reskrim Polres/Tabes/Tro 3. Kasi Pidum c. Anggota : 1. Pejabat yang menyelenggarakan tugas dan fungsi dibidang hukum dan penindakan pelanggaran 2. Penyidik pada Satuan Reserse dan Kriminal Polres/Tabes/Tro 3. Jaksa pada Seksi Tindak Pidana Umum d. Sekretariat Sentra Gakkumdu Kabupaten/ Kota berada di Sekretariat PANWASLU Kabupaten/ Kota.
B. Mempersiapkan tenaga khusus menangani tindak pidana Pemilu serta dukungan administrasi khusus : 1. Kepala Kejaksaan Tinggi mempersiapkan, mengangkat dan menetapkan jaksa-jaksa khusus menangani tindak pidana Pemilu melalui Surat Keputusan Kepala Kejaksaan Tinggi dengan mempertimbangkan : a. Kecakapan, profesionalisme dan integritas yang benar-benar mampu mengembangkan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dalam pelaksanaan tugas yang terkait dengan Itegrated Criminal Justice System (ICJS); b. Jumlah Jaksa untuk tiap Sentra Gakkumdu Provinsi, Kabupaten/ Kota masing-masing minimal 2 (dua) orang;
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
163
c. Pada prinsipnya jaksa khusus yang menangani tindak pidana Pemilu untuk sementara waktu tidak ditugaskan menangani perkara dan tugastugas lain, namun dengan pengecualian terhadap Kejaksaan Negeri yang jumlah jaksanya sedikit, sedang perkara yang ditangani cukup banyak; 2. Menunjuk dan menetapkan 1 (satu) atau 2 (dua) orang staf tata usaha untuk memberikan dukungan administrasi penanganan tindak pidana Pemilu. 3. Mempersiapkan sistem administrasi khusus tindak pidana Pemilu yang meliputi : - Naskah surat menyurat - Register - Laporan-laporan Berdasarkan evaluasi terhadap administrasi tindak pidana Pemilu tahun 2009 yang lalu, maka model administrasi khusus penanganan perkara tindak pidana Pemilu tahun 2009 masih layak dipergunakan kembali sebagai model administrasi penanganan perkara tindak pidana Pemilu tahun 2014. 3. Sebagai rujukan dan pedoman dalam penanganan tindak pidana Pemilu, maka sesuai dengan Pasal 8 Nota Kesepakatan Bersama tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu, akan diterbitkan Standar Operasional Prosedur Sentra Gakkumdu (yang sedang dalam finalisasi penyusunannya oleh BAWASLU, POLRI dan Kejaksaan Agung RI). Disamping itu pedoman penanganan perkara tindak pidana Pemilu tahun 2014 yang juga segera menyusul dan dalam waktu dekat akan disampaikan kepada para Kajati, Kajari dan Kacabjari). Demikian disampaikan untuk diteruskan kepada para Kajari dan Kacabjari dalam wilayah masing-masing.
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM,
MAHFUD MANNAN
Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; (sebagai laporan) 2. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan; 3. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 4. Yth. Direktur TPUL pada JAM PIDUM; 5. A r s i p. ----------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
164
NOTA KESEPAKATAN BERSAMA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA, KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR NOMOR NOMOR
: : :
01/NK/BAWASLU/I/2013 B/02/I/2013 KEP-005/A/JA/01/2013
TENTANG SENTRA PENEGAKAN HUKUM TERPADU
Pada hari ini Rabu, tanggal enam belas, bulan Januari, tahun dua ribu tiga belas, yang bertandatangan di bawah ini : 1. Dr. MUHAMMAD, S.IP, M.Si selaku KETUA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA, berkedudukan dan beralamat di Jalan MH. Thamrin Nomor 14 Jakarta Pusat 10330, selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA. 2. JENDERAL POLISI Drs. TIMUR PRADOPO selaku KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, dalam hal ini beritindak untuk dan atas nama KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, berkedudukan dan beralamat di Jalan Trunojoyo Nomor 3 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110, selanjutnya disebut PIHAK KEDUA. 3. BASRIEF ARIEF selaku JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, berkedudukan dan beralamat di Jalan Sultan Hasanudin Nomor 1 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12160, selanjutnya disebut PIHAK KETIGA. PIHAK PERTAMA, PIHAK KEDUA dan PIHAK KETIGA selanjutnya secara bersama-sama disebut PARA PIHAK, terlebih dahulu menerangkan hal-hal sebagai berikut : a. bahwa PIHAK PERTAMA adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. bahwa PIHAK KEDUA merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri; dan c. bahwa PIHAK KETIGA adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan Negara dibidang penentutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.
Dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan sebagai berikut : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 202 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168);
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
165
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 176. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4924); 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembara Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5246); 6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 117. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5316); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 22. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4460) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 92. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4885). Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, PARA PIHAK sepakat untuk mengadakan Kerja Sama dalam rangka Sentra Penegakan Hukum Terpadu Pemilihan Umum melalui Nota Kesepakatan Bersama, dengan menyatakan beberapa hal sebagai berikut :
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Kesepakatan Bersama ini yang dimaksud dengan : 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Sentra Penegakkan Hukum Terpadu yang selanjutnya disebut Sentra Gakkumdu adalah forum yang terdiri dari unsur Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Republik Indonesia yang bertugas menangani Tindak Pidana Pemilu. 3. Tindak Pidana Pemilu adalah tindak Pidana yang terjadi dalam penyelenggaraan Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
166
BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 1 (1) Maksud Nota Kesepakatan Bersama ini adalah sebagai pedoman untuk menyamakan pemahaman dan pola penanganan Tindak Pidana Pemilu secara terpadu dan terkoordinasi bagi PARA PIHAK. (2) Tujuan Nota Kesepakatan Bersama ini untuk terwujudnya kerjasama dan sinergisme PARA PIHAK dalam rangka Sentra Penegakkan Hukum Terpadu Pemilu serta tercapainya Penegakkan Hukum Tindak Pidana Pemilu secara cepat dan sederhana, serta tidak memihak. BAB III RUANG LINGKUP Pasal 3 Ruang Lingkup Nota Kesepakatan Bersama ini meliputi : a. Pembentukkan Sentra Gakkumdu; b. Pola Penanganan Tindak Pidana Pemilu; dan c. Soialisasi BAB IV PELAKSANAAN Bagian Pertama Pembentukkan Sentra Gakkumdu Paragraf 1 Kedudukan Sentra Gakkumdu Pasal 4 (1) Sentra Gakkumdu terdiri atas : a. Sentra Gakkumdu Pusat; b. Sentra Gakkumdu Provinsi; dan c. Sentra Gakkumdu Kabupaten/ Kota. (2) Sentra Gakkumdu Pusat berkedudukan di Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia. (3) Sentra Gakkumdu provinsi berkedudukan di Badan Pengawas Pemilu Provinsi. (4) Sentra Gakkumdu Kabupaten/ Kota berkedudukan di Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/ Kota. Paragraf 2 Struktur Sentra Gakkumdu Pasal 5 (1) Struktur Keanggotaan Sentra Gakkumdu Pusat terdiri atas : a. Pembina : 1. Ketua Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia; 2. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan 3. Jaksa Agung Republik Indonesia. b. Ketua : 1. Koordinator Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran; 2. Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan 3. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum. Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
167
c. Anggota : 1. Pejabat yang menyelenggarakan tugas dan fungsi dibidang hukum dan penindakan pelanggaran; 2. Penyidik pada Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri; dan 3. Jaksa pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum. (2) Struktur Keanggotaan Sentra Gakkumdu Provinsi terdiri atas : a. Pembina : 1. Ketua Badan Pengawas Pemilu Provinsi; 2. Kepala Kepolisian Daerah; dan 3. Kepala Kejaksaan Tinggi. b. Ketua : 1. Koordinator Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran; 2. Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda; dan 3. Asisten Tindak Pidana Umum. c. Anggota : 1. Pejabat yang menyelenggarakan tugas dan fungsi dibidang hukum dan penindakan pelanggaran; 2. Penyidik pada Direktorat Reserse dan Kriminal Umum; dan 3. Jaksa pada Asisten Bidang Tindak Pidana Umum. (3) Struktur Keanggotaan Sentra Gakkumdu Kabupaten/ Kota terdiri atas : a. Pembina : 1. Ketua Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/ Kota; 2. Kepala Kepolisian Resor/ta/tabes/tro; 3. Kepala Kejaksaan Negeri. b. Ketua : 1. Koordinator Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran; 2. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres/ta/tabes/tro; 3. Kepala Seksi Tindak Pidana Umum. c. Anggota : 1. Pejabat yang menyelenggarakan tugas dan fungsi dibidang hukum dan penindakan pelanggaran; 2. Penyidik pada Satuan Reserse dan Kriminal Polres/ta/tabes/tro; dan 3. Jaksa pada Seksi Tindaka Pidana Umum. (4) Sekretariat Sentra Gakkumdu berada di : a. Sekretariat Jenderal Badan Pengawas Pemilu; b. Sekretariat Badan Pengawas Pemilu Provinsi; dan c. Sekretariat Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/ Kota.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
168
Paragraf 3 Tugas Sentra Gakkumdu Pasal 6 (1) Sentra Gakkumdu Pusat melaksanakan tugas sebagai berikut : a. Melakukan koordinasi antara PARA PIHAK dalam proses penanganan Tindak Pidana Pemilu. b. Melakukan koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dalam proses penanganan Tindak Pidana pemilu yang terjadi di luar negeri; c. Melakukan pelatihan serta bimbingan teknis terhadap Sentra Gakkumdu Provinsi dan Kabupaten/ Kota; dan d. Melakukan supervise dan evaluasi terhadap Sentra Gakkumdu Provinsi dan Kabupaten/ Kota. (2) Sentra Gakkumdu Provinsi melaksanakan tugas sebagai berikut : a. Melakukan koordinasi antara PARA PIHAK dalam proses penanganan Tindak Pidana Pemilu; b. Melakukan supervisi dan evaluasi terhadap Sentra Gakkumdu Kabupaten/ Kota; dan c. Menyampaikan laporan pelaksanaan penanganan Tindak Pidana Pemilu kepada Sentra Gakkumdu Pusat. (3) Sentra Gakkumdu Kabupaten/ Kota melaksanakan tugas sebagai berikut: a. Melakukan koordinasi antara PARA PIHAK dalam proses penanganan Tindak Pidana Pemilu; dan b. Menyampaikan laporan pelaksanaan penanganan Tindak Pidana Pemilu kepada Sentra Gakkumdu Provinsi. Paragraf 4 Fungsi Sentra Gakkumdu Pasal 7 Sentra Gakkumdu berfungsi : a. Sebagai forum antara PARA PIHAK dalam proses penanganan Tindak Pidana Pemilu; b. Pelaksanaan pola penanganan Tindak Pidana Pemilu; c. Sebagai pusat data dan informasi Tindak Pidana Pemilu; d. Pertukaran data dan/atau informasi; e. Peningkatan kompetensi dalam penanganan dugaan Tindak Pidana Pemilu; dan f.
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi tindak lanjut penanganan dugaan Tindak Pidana Pemilu. Bagian Kedua Pola Penanganan Tindak Pidana Pemilu Paragraf 1 Penanganan Tindak Pidana Pemilu
Pasal 8 (1) Penanganan Tindak Pidana Pemilu dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam peraturan perundang-undangan di bidang Pemilu. (2) Penanganan Tindak Pidana Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Standar Operasional dan Prosedur Sentra Gakkumdu. Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
169
(3) Dalam penyusunan Standar Operasional dan Prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) keanggotaanya terdiri dari perwakilan yang ditunjuk oleh PARA PIHAK, dan harus diselesaikan paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak ditandatanganinya Nota Kesepakatan Bersama ini. Paragraf 2 Pelaporan Pasal 9 Hasil kegiatan dan data/ informasi berkaitan dengan penanganan Tindak Pidana Pemilu dilaporkan secara berjenjang mulai dari Sentra Gakkumdu Kabupaten/ Kota sampai dengan Sentra Gakkumdu Pusat secara periodik dan/atau insidentil. Bagian Ketiga Sosialisasi Pasal 10 (1) Nota Kesepakatan Bersama ini disosialisasikan oleh PARA PIHAK kepada jajarannya guna diketahui dan dilaksanakan baik di Pusat maupun di daerah. (2) Sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. BAB V PEMBIAYAAN Pasal 11 Segala biaya yang ditimbulkan sehubungan dengan pelaksanaan Nota Kesepakatan Bersama ini, menjadi beban dan tanggung jawab PARA PIHAK secara proporsional. BAB VI KETENTUAN LAIN-LAIN Bagian Kesatu Addendum Pasal 12 Hal-hal yang belum diatur dalam Nota Kesepakatan Bersama ini akan diatur lebih lanjut dan ditetapkan oleh PARA PIHAK dalam addendum Nota Kesepakatan Bersama yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Nota Kesepakatan Bersam ini. Bagian Kedua Perbedaan Penafsiran Pasal 13 Apabila dikemudian hari terjadi perbedaan penafsiran dan permaslahan dalam pelaksanaan Nota Kesepakatan Bersama ini, akan diselesaikan oleh PARA PIHAK secara musyawarah untuk mufakat. Bagian Ketiga Jangka Waktu Pasal 14 (1) Nota Kesepakatan Bersama ini berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal ditanda tangani. (2) Nota Kesepakatan Bersama ini dapat diubah atau diperpanjang sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kesepakatan PARA PIHAK dengan terlebih dahulu dilakukan koordinasi sebelum berakhir masa berlakunya Nota Kesepakatan Bersama ini.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
170
(3) Nota Kesepaktan Bersama ini dapat diakhiri sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan ketentuan pihak yang bermaksud mengakhiri Nota Kesepakatan Bersama ini wajib memberitahukan maksud tersebut secara tertulis kepada pihak lainnya. BAB VII PENUTUP Pasal 15 Nota Kesepakatan Bersama ini mulai berlaku sejak ditandatangani dan dibuat dalam rangkap 3 (tiga), masing-masing bermaterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang sama. Demikian Nota Kesepakatan Bersama ini dibuat dengan semangat kerja sama yang baik, untuk dipatuhi dan dilaksanakan oleh PARA PIHAK.
PIHAK PERTAMA,
PIHAK KEDUA,
PIHAK KETIGA
Dr. MUHAMMAD, S.IP, M.Si
Drs. TIMUR PRADOPO JENDERAL POLISI
BASRIEF ARIEF
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
171
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A Nomor
:
B-1557/E/Euh.2/05/2013
Sifat
:
Segera
Lampiran :
1 (satu) eksemplar
Perihal
Permintaan
:
Data
Jakarta, 23 Mei 2013
Warga
KEPADA YTH.
Negara Asing Khusus Warga
PARA KEPALA KEJAKSAAN TINGGI
Negara
Malaysia
Di –
melakukan
tindak pidana di
yang
Wilayah Indonesia.__________
SELURUH INDONESIA
Menindaklanjuti Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum
Nomor :
B-3885/E.1/Ejp/12/2012 tanggal 12 Desembar 2012 perihal Permintaan Data Laporan Perkara Narkotika dan Psikotropika yang tersangka/ terdakwa/ terpidananya Warga Negara Asing (WNA), diminta para Kepala Kejaksaan Tinggi untuk melaporkan segera Data nama-nama tersangka/ terdakwa/ terpidana khusus Warga Negara Malaysia dengan blanko isian terlampir, paling lambat data tersebut kami terima pada tanggal 5 Juni 2013 dengan menggunakan sarana tercepat/ faximili Direktur TPUL dengan nomor : 0217203512. Demikian untuk dilaksanakan. JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM,
MAHFUD MANNAN Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia (1 dan 2 sebagai laporan) 3. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan; 4. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 5. A r s i p. ----------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
172
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A Nomor
:
B-1602/E.4/Euh.1/05/2013
Sifat
:
Segera
Jakarta, 28 Mei 2013
Lampiran :
1 (satu) eksemplar
Perihal
Data Penanganan Perkara Hak
KEPADA YTH.
Kekayaan Intelektual (HKI).
KEPALA KEJAKSAAN TINGGI
:
Di – SELURUH INDONESIA
Sehubungan dengan disposisi Jaksa Agung Republik Indonesia tanggal 14 MeI 2013 dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum tanggal 23 Mei 2013 pada Surat Nomor B-40 Polhukam/Menko/HK.04.4.20/4/2013 Perihal Laporan Kegiatan TIMNAS PPHKI Semester II Tahun 2012, bersama ini kepada Saudara untuk menyampaikan laporan data Penanganan Perkara Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang berada di wilayah hukum Saudara dengan mengisi formulir (terlampir), adapun perkara tersebut tahun 2012 sampai dengan bulan Mei 2013. Demikian untuk menjadi maklum.
An. JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM Plh. DIREKTUR TINDAK PIDANA UMUM LAINNYA
SUGIYONO, SH., MH. Jaksa Utama Muda NIP. 19580722 198803 1 003
Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 2. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; (1 dan 2 sebagai laporan) 3. A r s i p. -----------------------------------TPUL-----------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
174
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A Nomor Sifat Lampiran Perihal
: : : :
B-1667/E/EJP/06/2013 Biasa Penggunaan Surat Keterangan Pengganti Sementara BPKB dan STNK.
Jakarta, 4 Juni 2013
KEPADA YTH. PARA KEPALA KEJAKSAAN TINGGI Di – SELURUH INDONESIA
Menindaklanjuti surat Wakil Kepala Korps Lalu Lintas Polri Nomor : B/616/V/2013/Korlantas tanggal 24 Mei 2013 perihal Penyampaian Penggunaan Surat Keterangan Pengganti Sementara BPKB dan STNK dan hasil Diskusi POKJA TILANG dan Tim Teknis MAHKEJAKPOL tanggal 22 Mei 2013, bersama ini disampaikan halhal sebagai berikut : 1. Korlantas Polri sejak tanggal 14 Mei 2013 telah menerbitkan Surat Keterangan Pengganti Sementara BPKB dan STNK, sesuai Surat Telegram Kapolri Nomor : STR/72/II/2013 tanggal 14 Mei 2013 tentang Penerbitan Surat Keterangan Pengganti Sementara BPKB dan STNK sebagai bentuk legalitas pertanggungjawaban Polri dalam menerbitkan BPKB dan STNK yang dilakukan dengan memberi cap dibelakang blangko SKPD dan berlaku selama maksimal 6 (enam) bulan terhitung sejak diterbitkan. 2. Pelaksanaan Surat Keterangan Pengganti Sementara BPKB dan STNK telah sesuai dengan ketentuan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta telah dilakukan kajian dan tinjauan secara yuridis dan sosiologis oleh Tim Pokja Tilang. 3. Diminta kepada para Kepala Kejaksaan Tinggi seluruh Indonesia agar menyampaikan kepada jajaran di bawah untuk dapat menerima penggunaan Surat Keterangan Pengganti Sementara BPKB dan STNK tersebut sebagai barang bukti dalam penanganan perkara lalu lintas dan tindak pidana lainnya yang terkait dengan kendaraan bermotor. (Format blangko terlampir) Demikian untuk dilaksanakan. JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM,
MAHFUD MANNAN Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia (1 dan 2 sebagai laporan) 3. Yth. Para Jaksa Agung Muda; 4. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 5. A r s i p. ----------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
176
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MARKAS BESAR Jalan Trunojoyo 3, Kebayoran Baru, Jakarta 12110 Nomor Klasifikasi Lampiran Perihal
: B/616/V/2013/Korlantas : Biasa : 1 (satu) berkas : Penyampaian penggunaan Surat Keterangan Pengganti Sementara BPKB dan STNK______________
Jakarta, 24 Mei 2013
Kepada Yth. JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM KEJAKSAAN AGUNG RI Di Tempat
1. Rujukan : a. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia; b. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; c. Surat Telegram Kapolri Nomor : STR/72/II/2013 tanggal 14 Februari 2013 tentang Penerbitan Surat Keterangan Pengganti Sementara BPKB dan STNK sebagai bentuk legalitas pertanggung jawaban Polri dalam menerbitkan BPKB dan STNK dilakukan dengan memberi cap dibelakang blanko SKPD yang berlaku selama maksimal 6 (enam) bulan terhitung sejak diterbitkan. 2. Sehubungan dengan rujukan tersebut di atas, bersama ini disampaikan kepada Saudara bahwa Polri telah menerbitkan Surat Keterangan Pengganti Sementara BPKB dan STNK. 3. Adapun untuk penggunaan Surat Keterangan Pengganti Sementara STNK dan BPKB tersebut setelah dilaksanakan kajian dan tinjauan secara yuridis dan sosiologis oleh tim Pokja Tilang pada hari Rabu, 22 Mei 2013 bahwa secara hukum surat keterangan yang diterbitkan oleh Polri tersebut adalah sah dan dapat digunakan sebagai Barang Bukti dalam proses penyelesaian perkara pelanggaran, kecelakaan lalu lintas jalan, dan tindak pidana lainnya. 4. Demikian untuk menjadi maklum. a.n. KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KAKORLANTAS u.b. WAKA Drs. AGUNG BUDI MARYOTO, M.Si. BRIGADIR JENDERAL POLISI Tembusan : 1. Kapolri. 2. Irwasum Polri. 3. Kakorlantas Polri.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
177
LAMPIRAN SURAT KAPOLRI NOMOR : B/ /V/2013/KORLANTAS TANGGAL : MEI 2013 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH……………… DIREKTORAT LALU LINTAS Jl…………………………………………………..
SURAT KETERANGAN PENGGANTI SEMENTARA BPKB (SKET-S-BPKB) Nomor : SKET-S-BPKB/ ………………/………/2013 ………………….. 1. Diberikan kepada : a. Nama b. Alamat c. Nomor KTP/TDP
BPKB : : :
SEMENTARA
2. Pemilik Kendaraan Bermotor dengan Identitas sebagai berikut : a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n.
Nomor Registrasi Merek Tipe Jenis Model Tahun Pembuatan Isi Silinder Nomor Rangka/NIK/VIN Nomor Mesin Bahan Bakar Warna Nomor Faktur Nomor Formulir A/B (CBU) Nomor Seri BPKB
: : : : : : : : : : : : : :
3. Bahwa Kendaraan Bermotor tersebut di atas, telah ……………………….. (diisi Ditlantas Polda/ Polres…………).
diregistrasi
pada
unit
pelayanan
BPKB
4. SKET-S-BPKB ini berlaku paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal dikeluarkan, dan setelah masa berlaku habis diganti dengan BPKB asli pada Kantor Pelayanan BPKB setempat. Dikeluarkan di : ………………………………………. Pada Tanggal : ………………………………………. a.n. KEPALA KEPOLISIAN DAERAH …………….. DIRLANTAS / KASUBDIT REGIDENT / KASATLANTAS
Cap/ttd ………………………….. …………………………… Keterangan : 1. Blanko Sket-S-BPKB ini menggunakan kertas warna putih, 80 gram, ukuran A4; 2. Nomor Sket-S-BPKB dibuat buku register/ agenda khusus, dengan menggunakan no urut mulai dari 0001 s.d. 9999 untuk masing unit pelakyanan BPKB Polda/ Res (contoh Nomor : Sket-SBPKB/0001/II/2013/……..(isi Kesatuan ybs (Ditlantas Polda/ Res/ta)); 3. Sket-S-BPKB dibuat rangkap 2, yang asli diserahkan pemilik dan yang paraf untuk arsip.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
178
LAMPIRAN SURAT KAPOLRI NOMOR : B/ /V/2013/KORLANTAS TANGGAL : MEI 2013
CONTOH BENTUK DAN ISI CAP, SEBAGAI PENGGANTI SEMENTARA STNK DENGAN CARA MEMBERIKAN CAP PADA SKPD (SURAT KETETAPAN PAJAK DAERAH) DARI DIPENDA SAMSAT SETEMPAT.
Keterangan : 1. Letak cap berada ditengah-tengah halaman belakang SKPD; 2. Cap disahkan dengan tanda tangan, cap kesatuan pejabat Polri yang berwenang (diisi jabatan, nama, pangkat dan NRP), tanggal dikeluarkan (Ditlantas/Kasubdit Regident/Kasatlantas/Pa yang ditunjuk); 3. Penyerahan SKPD yang sudah diberi cap tersebut dengan buku register penyerahan. 4. Cap dibuat oleh masing Polda/Polres/Samsat setempat. 5. Data dan garis dalam cap menggunakan warna merah, sedang identitas ditulis dengan ballpoint dengan tinta biru tua.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
179
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A Nomor
:
B-1801/E.4/Euh.3/06/2013
Sifat
:
Biasa
Jakarta, 17 Juni 2013
Lampiran :
1 (satu) eksemplar
Perihal
Petunjuk Pelaksanaan Pengamanan
KEPADA YTH.
Tahanan.
KEPALA KEJAKSAAN TINGGI
:
___
Di – SELURUH INDONESIA
Sehubungan dengan beberapa kasus tahanan yang melarikan diri akhir-akhir ini, maka bersama ini diberikan petunjuk sebagai berikut : 1. Agar Saudara melakukan sosialisasi Peraturan Jaksa Agung RI Nomor : PER005/A/JA/2013 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Pengawalan dan Pengamanan Tahanan kepada seluruh petugas pengawal tahanan di wilayah Saudara dan memastikan bahwa Standar Operasional Prosedur (SOP) Pengawalan dan Pengamanan Tahanan tersebut dipahami oleh seluruh petugas pengawal tahanan; 2. Agar dalam pelaksanaan pengawalan dan pengamanan tahanan, petugas pengawal tahanan tugas mempedomi Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor : B-824/E/EJP/03/2013 tanggal 19 Maret 2013 tentang Petunjuk Pengamanan Tahanan; 3. Selanjutnya untuk meminimalisasi potensi larinya tahanan, agar dalam pengawalan dan pengamanan tahanan juga melibatkan seksi intelijen pada Kejaksaan Negeri. Demikian agar dipedomi dan dilaksanakan.
Plh JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM
A.K. BASUNI MASYARIF, SH., MH. Jaksa Utama Madya NIP. 19560717 198509 1 001 Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia; (1 dan 2 sebagai laporan) 3. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan 4. A r s i p ----------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
180
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A Nomor Sifat Lampiran Perihal
: : : :
B-1976/E/Euh.1/07/2013 Segera 1 (satu) eksemplar Nota Kesepakatan Bersama Badan Pengawas Pemilihan Umum RI, Kepolisian Negara RI dan Kejaksaan RI.
Jakarta, 02 Juli 2013 KEPADA YTH. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI Di – SELURUH INDONESIA
Sehubungan dengan Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor : 2284 K/73/MEM/2013 tanggal 14 Mei 2013 Tentang Monitoring dan Evaluasi Pendistribusian Bahan Bakar Minya, disampaikan kepada Saudara hal-hal sebagai berikut : 1. Bahwa Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI telah memutuskan membentuk Tim Monitoring dan Evaluasi Pendistribusian BBM Bersubsidi dimana Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum menjadi anggota dari Tim Monitoring dan Evaluasi Pendistribusian BBM Bersubsidi tersebut, adapun tugas dari Tim tersebut antara lain adalah sebagai berikut : - Melakukan Monitoring dan evaluasi pelaksanaan pendistribusian bahan BBM bersubsidi; - Melakukan koordinasi antar instansi, terkait pelaksanaan pengawasan pendistribusian BBM bersubsidi; - Membantu penegakkan hukum terkait dengan pelaksanaan pendistribusian BBM bersubsidi. 2. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, diminta perhatian saudara : - Bahwa keputusan Pemerintah menaikkan harga jual beli BBM bersubsidi harus diantisipasi gejolak dan perbuatan spekulatif oleh oknum-oknum tertentu didalam meraup keuntungan pribadi, yang diprediksi bisa terjadi sampai ke daerah-daerah pasca pengumuman Pemerintah menaikkan harga jual BBM bersubsidi. - Terkait dengan hal tersebut di atas, perlu langkah koordinasi di tingkat Daerah Provinsi dan Kabupaten untuk mencegah terjadinya perbuatan spekulatif dan melakukan monitoring terhadap pendistribusian BBM bersubsidi di daerah-daerah. - Selain itu para Kajati diminta koordinasi dengan pihak Polda setempat di dalam melakukan penegakkan hukum bila ditemukan pelanggaran-pelanggaran dalam pendistribusian BBM bersubsidi, oleh karena itu agar menugaskan Asintel untuk melakukan koordinasi dalam kegiatan monitoring pendistribusian BBM bersubsidi, serta menugaskan Aspidum untuk menindaklanjuti dari proses penegakkan hukum yang atas penyimpangan dalam pendistribusian BBM bersubsidi serta melakukan koordinasi dengan pihak Polda setempat. - Kegiatan monitoring dan evaluasi atas pendistribusian BBM bersubsidi dilaksanakan selama 6 (enam) bulan terhitung sejak bulan Mei sampai dengan bulan November 2013. - Melaporkan secara berkala hasil pelaksanaanya kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum menjadi bahan rapat di tingkat pusat. Demikian untuk dilaksanakan. JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM,
MAHFUD MANNAN Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; (1 dan 2 sebagai laporan) 2. Yth. Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia; 3. Yth. Jaksa Agung Muda Intelijen; 4. Yth. Direktur TPUL pada JAM PIDUM; 5. A r s i p. ----------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
181
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 2284/K/73/MEM/2013 TENTANG TIM MONITORING DAN EVALUASI PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK BERSUBSIDI MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
:
a. bahwa dalam rangka monitoring dan evaluasi pendistribusian Bahan Bakar Minyak bersubsidi yang lebih tepat sasaran, perlu membentuk Tim Monitoring dan Evaluasi Pendistribusian Bahan Bakar Minyak Bersubsidi; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Tim Monitoring dan Evaluasi Pendistribusian Bahan Bakar Minyak Bersubsidi;
Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4152); 2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746); 3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 228, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5361); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 124, Tambahan Lembaran dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4996); 5. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2005 tanggal 16 November 2005 tentang Penyediaan DAN Pendistribusian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2009 tanggal 23 Oktober 2009; 6. Praturan Presiden Nomor 15 Tahun 2012 tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 41); 7. Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun 2011 tanggal 18 Oktober 2011;
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
182
8. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2010 tentang Operasional dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 552); 9. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 01 Tahun 2013 tentang Pengendalian Penggunaan Bakar Minya (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 3);
MEMUTUSKAN :
Mentepakan
:
KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG TIM MONITORING DAN EVALUASI PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK BERSUBSIDI.
KESATU
:
Membentuk Tim Monitoring dan Evaluasi Pendistribusian Bahan Bakar Minyak Bersubsidi, dengan susunan keanggotaan sebagai berikut : a. Ketua
:
Inspektur Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
b. Wakil Ketua
:
Kepala BPH Migas;
c. Anggota
:
1. Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; 2. Direktur Jenderal Minya dan Gas Bumi; 3. Deputi V Bidang Keamanan Nasional, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan; 4. Jaksa Agung Muda Kejaksaan Agung RI;
Bidang
Pidana
Umum,
5. Kepala Badan Reserse Kriminal, Kepolisian RI; 6. Kepala Badan Pemiliharaan Keamanan, Kepolisian RI; 7. Deputi IV Bidang Intelijen Ekonomi, Badan Intelijen Negara;
KEDUA
:
Tim Monitoring dan Evaluasi Pendistribusian Bahan Bakar Minyak Bersubsidi mempunyai tugas : a. Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pendistribusian Bahan Bakar Minyak bersubsidi; b. Melakukan koordinasi antar instansi, terkait pelaksanaan pengawasan pendistribusian Bahan Bakar Minyak bersubsidi; c. Membantu penegakkan hukum terkait dengan pelaksanaan pendistribusian Bahan Bakar Minyak bersubsidi; d. Menyampaikan laporan atas pelaksanaan tugasnya kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral secara berkala atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.
KETIGA
:
Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas Tim, Ketua Tim Monitoring dan Evaluasi Pendistribusian Bahan Bakar Minyak Bersubsidi dapat membentuk Tim Pelaksaan dan Sekretariat Tim.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
183
KEEMPAT
:
Tim Monitoring dan Evaluasi Pendistribusian Bahan Bakar Minyak Bersubsidi bertanggung jawab kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
KELIMA
:
Masa Kerja Tim Monitoring dan Evaluasi Pendistribusian Bahan Bakar Minyak Bersubsidi adalah selama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal ditetapkan Keputusan Menteri ini,
KEENAM
:
Biaya yang diperlukan Tim Monitoring dan Evaluasi Pendistribusian Bahan Bakar Minya Bersubsidi dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Sumber dana lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
KETUJUH
:
Keputusan Menteri ini meulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta Pada Tanggal, 14 Mei 2013 MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,
JERO WACIK
Tembusan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Menteri Keuangan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jaksa Agung Republik Indonesia Kepala Kepolisian Republik Indonesia Inspektur Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kepala BPH Migas Direktur Utama PT. Pertamina (Persero) Yang bersangkutan.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
184
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A Nomor Sifat Lampiran Perihal
: : : :
B-1978/E/Es.1/07/2013 Segera 1 (satu) Eksemplar Penyampaian data piutang denda Tilang verstek, denda non tilang dan barang sitaan yang mempunyai nilai ekonomis Audited per 2013 Desember 2012. -------------------------------------------------
Jakarta, 2 Juli 2013
KEPADA YTH. PARA KEPALA KEJAKSAAN TINGGI Di – SELURUH INDONESIA
Berdasarkan hasil penyusunan Laporan Keuangan Tahunan Kejaksaan Republik Indonesia Tahun 2012 Audited, bersama ini disampaikan kepada Sadara data piutang denda tilang verstek, denda non tilang dan barang sitaan yang mempunyai nilai ekonomis yang telah disepakati antara Kejaksaan Agung R.I. dan Badan Pemeriksa Keuangan untuk angka Audited dicatat sebagai saldo awal dalam piutang denda tilang dineraca per 1 Januari 2013. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, diminta perhatian kepada Saudara terhadap hal-hal sebagai berikut : 1.
Data piutang denda tilang verstek, denda non tilang dan barang sitaan yang mempunyai nilai ekonomis audited per 31 Desember 2012 untuk Saudara validasi sesuai dengan data sebenarnya pada masing-masing Satuan Kerja. Apabila dalam validasi tesebut terdapat ketidak sesuaian data antara angka satuan kerja, diminta koreksi dilakukan di Tahun 2013 sebagai mutasi tambahan dengan tidak merubah saldo awal audited; (Data sebagaimana terlampir);
2.
Untuk persiapan penyusunan Laporan Keuangan Kejaksaan R.I. Semester I Tahun 2013, perlu adanya piutang denda dan biaya perkara tilang verstek, data denda non tilang, data barang sitaan yang mempunyai nilai ekonomis serta saldo Giro I, Giro II, Giro III. Berkenaan dengan hal tersebut diatas agar Saudara mengirimkan kepada kami data dimaksud dalam bentuk hard copy dan soft copy per tanggal 30 Juni 2013 dengan tembusan kepada Jaksa Agung Muda Pembinaan paling lambat tanggal 8 Juli 2013;
3.
Terhadap pneyelesaian Denda Tilang (verstek), terutama pada Giro III (sisa pembayaran/ titipan yang tidak diambil oleh terdakwa/ pemiliknya), mengacu pada Pasal 268 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dimana waktu 1 (satu) tahun sejak penetapan putusan pengadilan disetorkan ke kas negara dan disamping itu agar Saudara mempedomi Surat Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : B40/A/Cu.2/03/2013 tanggal 6 Maret 2013 tentang Pedoman Penyelesaian dan Kebijakan Akuntansi atas Piutang Negara Denda dan Biaya Perkara Pelanggaran Lalu Lintas/ Tilang yang diputus Verstek (sebagaimana terlampir);
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
185
4.
Penyelesaian denda non tilang, terhadap perkara yang telah inkracht, Jaksa Penuntut Umum segera menanyakan kepada terpidana apakah akan membayar denda atau menjalani hukuman dan apabila bersedia membayar, segera dibuatkan balanko D-3 dan dananya segera disetor ke bendahara khusus untuk disetor ke kas Negara dan apabila terpidana tidak mampu membayar maka segera diminta membuat surat pernyataan;
5.
Perlu ditingkatkan koordinasi dan kerjasama pada satuan kerja untuk mencegah kendala yang timbul seperti ketidak akuratan data dari satuan kerja pada waktu penyusunan laporan keuangan, data yang diadministrasi pada bidang teknis belum didukung dengan bukti-bukti yang memadai, dan keterlambatan secara berjenjang dari satuan kerja daerah ke pusat dalam hal ini Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.
Demikian untuk menjadi perhatian dan dilaksanakan.
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM,
MAHFUD MANNAN
Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia (1 dan 2 sebagai laporan) 3. Yth. Jaksa Agung Pembinaan; 4. Yth. Jaksa Agung Pengawasan; 5. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 6. Yth. Para Direktur pada JAMPIDUM; 7. Yth. Kepala Pusat DASKRIMTI; 8. A r s i p. ----------------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
186
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A Nomor Sifat Lampiran Perihal
: : : :
B-2047/E/EJP/07/2013 Biasa Pokok-Pokok Pengarahan Jaksa Agung Republik Indonesia melalui Media Teleconference._________
Jakarta, 8 Juli 2013
KEPADA YTH. PARA KEPALA KEJAKSAAN TINGGI Di – SELURUH INDONESIA
Menindaklanjuti pengarahan Jaksa Agung Republik Indonesia kepada para Kepala Kejaksaan Tinggi se-Indonesia melalui Media Teleconference, pada hari kamis tanggal 27 Juni 2013, maka dengan ini kami mendeskripsikan beberapa butir pengarahan Jaksa Agung Republik Indonesia yang terkait dengan bidang Tindak Pidana Umum sebagai berikut : 1. TERKAIT DENGAN PEMILU TAHUN 2014 Bahwa tahun 2013 dan tahun 2014 adalah tahun politik, dimana fokus persiapan penyelenggaraan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Sehubungan dengan persiapan Pemilu tersebut, maka diminta perhatian para Kepala Kejaksaan Tinggi secepatnya menunjuk dan menetapkan Jaksa-Jaksa khusus yang akan menangani perkara Tindak Pidana Pemilu sesuai dengan petunjuk yang telah disampaikan melalui : -
Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : SE-012/A/JA/04/2013 tanggal 26 April 2013, tentang Pedoman Penanganan Perkara Tindak Pidana Pemilu Tahun 2014;
-
Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor : B1086/E/EJP/04/2013, tanggal 12 April 2013, tanggal 12 April 2013, perihal Nota Kesepakatan Bersama BAWASLU, POLRI dan Kejaksaan Republik Indonesia tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu.
2. TUDUHAN REKAYASA ATAU KRIMINALISASI KASUS Akhir-akhir ini laporan dan permintaan-permintaan perlindungan hukum dari Masyarakat yang ditujukan kepada Jaksa Agung RI terkait tuduhan rekayasa/ kriminalisasi atas kasus oleh Jaksa Peneliti maupun Jaksa Penuntut Umum, jumlahnya semakin meningkat, terutama deugaan rekayasa/ kriminalisasi atas kasus-kasus Perdata yang digiring menjadi Pidana. Tentu hal ini bila dibiarkan terus akan semakin menjauhkan kepercayaan masyarakat terhadap Kejaksaan. Sehubungan dengan hal tersebut dimnita perhatian yang sungguh-sungguh agar para Kepala Kejaksaan Tinggi dan para Kepala Kejaksaan Negeri mengoptimalkan pengendalian penanganan perkara di dalam lingkup wilayah satuan kerja masingmasing, serta dengan pengawasan melekat terhadap bawahan. Sesungguhnya dengan dikeluarkannya Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : SE-013/A/JA/12/2013 tentang Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum, maka Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri sudah diberikan hak diskresi dengan Kemandirian Fungsional Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
187
untuk menangani dan menyelesaikan perkara-perkara yang ditangani di wilayah masing-masing, namun harus dibarengi tanggung jawab yang melekat atas penggunaan kebijakan diskresi tersebut. 3. Perkara-perkara Pidana Umum yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, namun belum dieksekusi, jumlahnya masih cukup banyak. Sehubungan dengan hal tersebut, diingatkan kembali bahwa tugas dan fungsi eksekusi (Pelaksanaan Putusan Pengadilan) yang telah berkekuatan hukum tetap, menjadi tanggung jawab Jaksa sesuai ketentuan Pasal 270 KUHAP. Oleh karena itu diminta perhatian para Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri untuk menginventarisasi perkara-perkara yang telah berkekuatan hukum tetap serta melaksanakan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, baik terhadap hukuman badan, denda maupun biaya perkara. 4. Akhir-akhir ini masih sering menerima laporan dari daerah tentang Tahanan yang melarikan diri. Sehubungan dengan hal tersebut, saya minta maaf agar Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-005/A/JA/03/2013 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Pengawalan dan Pengamanan Tahanan maupun petunjuk Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum dalam suratnya Nomor : B-824/E/EJP/03/2013 tanggal 19 Maret 2013, disosialisasikan secara mendalam kepada para Pengawal dan Pengamanan Tahanan serta seksi-seksi terkait teknis Intelijen, agar mereka benar-benar memakai substansi tugas, peran dan tanggung jawab masing-masing dalam pengawalan tahanan. Pada prinsipnya para Pengawal Tahanan harus direkrut dari Pegawai Negeri Sipil Tata Usaha Kejaksaan dan tidak dibenarkan pegawai Honorer. Demikian pokok-pokok pengarahan Jaksa Agung Republik Indonesia yang disampaikan melalui Media Teleconference, kami sampaikan untuk dilaksanakan.
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM,
MAHFUD MANNAN Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; (sebagai laporan) 2. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan; 3. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 4. Yth. Para Direktur pada JAMPIDUM; 5. A r s i p. ----------------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
188
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A Nomor Sifat Lampiran Perihal
: : : :
B-2092/E/EJP/07/2013 Biasa Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyelundupan Manusia
Jakarta, 10 Juli 2013
KEPADA YTH. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI Di – SELURUH INDONESIA
Sehubungan dengan masih terjadinya pebedaan tafsir dan persepsi dalam Penanganan Penyelundupan Manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 120 UndangUndang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian terkait status hukum para imigran yang diselundupkan dalam penanganan perkara Tindak Pidana Penyelundupan Manusia, bersama ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : -
Status hukum para imigram yang diselundupkan oleh para Smuggler tidak bisa dijerat dengan ketentuan pasal pelanggaran masuk atau keluar wilayah RI tanpa melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi, atau tidak memiliki Dokumen perjalanan yang sah atau keluar-masuk wilayah RI menggunakan dokumen Perjalanan Palsu ataupun menggunakan dokumen perjalanan orang lain sebagaimana diatur dalam Pasal 136 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian yang berbunyi :
-
“Ketentuan Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113, Pasal 119, Pasal 121 huruf b, Pasal 123 huruf b dan Pasal 126 huruf a dan b diberlakukan terhadap korban perdagangan orang dan penyeludupan mausia”.
-
Di dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tersebut harus dapat dibedakan antar Smuggler dengan korban Penyeleundupan Manusia. Yang dimaksud dengan Smuggler adalah orang yang membawa atau memerintahkan orang lain membawa seseorang ataupun kelompok orang untuk masuk atau keluar wilayah Indonesia dengan tujuan mendapatkan keuntungan secara materil baik untuk dirinya sendiri ataupun orang lain, sedangkan yang dimaksud korban Perdagangan Orang atau Penyelundupan Manusia adalah orang yang diselundupkan secara sadar untuk menyeberang ke Negara lain secara illegal tanpa unsur paksaan dan mengetahui bahwa perbuatan yang dilakukan adalah salah, namun karena kondisi negaranya yang sedang mengalami konflik sehingga menyebabkan orang tersebut bersedia membayar kepada para Smuggler untuk diselundupkan.
-
Dalam Tindak Pidana Imigrasi sebenarnya tidak dikenal istilah korban kejahatan karena yang menjadi korban adalah Negara dan semestinya orang-orang yang diselundupkan dapat dikenakan tindak pidana keimigrasian ataupun turut serta melakukan tindak pidana penyelundupan manusia. Namun dengan telah diratifikasinya “protocol against the smugging of migrants by land, sea and air, supplementing the united nations convention against transitional organized crime” (protocol menentang penyelundupan melalui darat, laut dan udara melengkapi konvensi PBB menentang tindak pidana transisional yang terorganisasi) oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2009 dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2009 dimana dalam Pasal 5 protokol tersebut menyatakan bahwa imigran tidak dapat dikenai tangggung jawab pidana karena mereka adalah objek dari tindak pidana yang ditetapkan dalam protokol ini.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
189
Oleh karena itu diminta perhatian agar : 1. Jaksa dalam melakukan penelitian perkara Tindak Pidana Penyelundupan Manusia (People Smuggling) lebih menitikberatkan terhadap perbuatan para pelaku tindak pidana penyelundupan manusia (Smuggler) berikut jaringannya, sebagaimana dimaksud Pasal 120 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. 2. Bilamana Kajati/ Kajari menerima PDP ataupun berkas perkara Tindak Pidana Penyelundupan Manusia (People Smuggling) dari penyidik, agar dilaporkan dan dikonsultasikan dengan Satgas Tindak Pidana Terorisme dan Tindak Pidana Lintas Negara.
Demikian untuk menjadi maklum.
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM,
MAHFUD MANNAN Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; (sebagai laporan) 2. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan; 3. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 4. Yth. Ketua Satgas TP. Terorisme dan TP. Lintas Negara; 5. A r s i p. ---------------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
190
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A Nomor
:
B-2256/E/EJP/07/2013
Sifat
:
Biasa
Jakarta, 18 Juli 2013
Lampiran :
-
Perihal
Pengelompokan Jenis Perkara
KEPADA YTH.
Tindak Pidana Umum.
PARA KEPALA KEJAKSAAN TINGGI
:
Di – SELURUH INDONESIA
Sehubungan
dengan
beberapa
jenis
tindak
pidana
umum
sesuai
pengelompokan jenis-jenis perkara Tindak Pidana Umum yang diatur dalam Keputusan Jaksa Agung R.I. Nomor : KEP-027/J.A/03/1994 tanggal 5 Maret 1994 sudah mengalami perubahan dan bias menyebabkan terjadinya tumpang tindih dalam penanganan dan pengadministrasiannya yang terjadi baik dalam lingkup Bidang Tindak Pidana Umum maupun Bidang Tindak Pidana Khusus, maka dengan ini diberikan petunjuk sebagai berikut : 1. Bahwa untuk Tindak Pidana Cukai (Undang-Undang Nomor : 11 Tahun 1995) dan Tindak Pidana Kepabean (Undang-Undang Nomor : 17 tahun 2006) sudah tidak lagi menjadi bagian dari kelompok jenis tindak pidana umum pada Direktorat Tindak Pidana Umum Lainnya pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum tetapi sudah menjadi bagian dari kelompok jenis tindak pidana khusus pada lingkup tugas Bidang Tindak Pidana Khusus. 2. Sehubungan dengan hal tersebut maka diminta perhatiannya agar dalam pelaksanaan penerimaan perkara dari penyidik, pengadministrasian dan pelaporan tentang
penanganan
perkara
Tindak
Pidana
Cukai
dan
Tindak
Pidana
Kepabeanan dilaksanakan oleh Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi dan atau Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus pada Kejaksaan Negeri yang bersangkutan, dan administrasi perkara tindak pidana Cukai dan Kepabeanan yang selama ini juga dibuat di bidang Tindak Pidana Umum, diminta kiranya ditiadakan.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
191
3. Bahwa Keputusan Jaksa Agung R.I. Nomor : KEP-027/J.A/03/1994 tanggal 5 Maret 1994 tentang Pengelompokan Jenis-Jenis Perkara Tindak Pidana Umum tetap berlaku dan harus tetap dipedomi dalam pelaksanaan tugas di bidang tindak pidana umum. Demikian untuk dilaksanakan.
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM,
MAHFUD MANNAN
Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia; (1 dan 2 sebagai laporan) 3. Yth. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus; 4. Jaksa Agung Muda Pengawasan; 5. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 6. Yth. Direktur di Lingkungan JAMPIDUM; 7. A r s i p. ----------------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
192
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA J A K A R T A Nomor Sifat Lampiran Perihal
: : : :
B-1996/E/EJP/06/2013 Biasa Penegakan Hukum terkait dengan Pembakaran Hutan dan Pembukaan Lahan Kebun dengan cara bakar.
Jakarta, 28 Juli 2013 KEPADA YTH. 1. KAJATI RIAU 2. KAJATI SUMATERA UTARA 3. KAJATI SUMATERA SELATAN 4. KAJATI JAMBI 5. KAJATI KALIMANTAN BARAT 6. KAJATI KALIMANTAN TENGAH 7. KAJATI KALIMANTAN SELATAN 8. KAJATI KALIMANTAN TIMUR Di – TEMPAT
Bersama ini diingatkan kembali kepada Saudara bahwa peristiwa kebakaran hutan yang membawa bencana kabut asap, setiap tahun terjadi di beberapa Propinsi pada musim Kemarau. Dan tahun ini, kebakaran hutan di mulai di Propinsi Riau dan menyusul Propinsi Jambi serta Propinsi -propinsi lainnya di Sumatera dan Kalimantan. Saat ini upaya penanggulangan kebakaran hutan di Propinsi Riau sedang diintensifkan secara terapadu, sementara langkah-langkah penegakan hukum terkait pembakaran hutan dan lahan perkebunan sedang diproses hukum oleh Pihak Kepolisian Polda Riau. Dalam upaya penanggulangan peristiwa kebakaran hutan termasuk didalamnya penegakan hukum terhadap para pelaku pembakaran hutan, maka sesuai dengan Instruksi Presiden No.16 Tahun 2011 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, ditindaklanjuti dengan Rapat Koordinasi tentang tindak lanjut penanggulangan bencana asap akibat kebkaran hutan dan lahan pada tanggal 27 Juni 2013 di Jakarta yang dipimpin oleh Menko Kesra, menyimpulkan dan merekomendasikan : 1. Prediksi semula bahwa musim kemarau akan dating pada bulan Agustus 2013, ternyata meleset dan musim kemarau datangnya lebih cepat, sehingga langkahlangkah penanggulangan kebakaran hutan dan lahan yang dilakukan oleh Pemerintah terkesan lambat. 2. Bahwa dimusim kemarau saat ini, peristiwa kebakaran hutang sedang melanda Propinsi Riau, dan akan segera menyusul di Propinsi Jambi, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. 3. Upaya penegakan hokum terahadap para pelaku pembakaran hutan dan pembukaan lahan kebun dengan cara dibakar, diserahkan kepada penegak hukum. Terkait dengan penegakan hukum ini, sesuai dengan laporan dari Mabes Polri, bahwa saat ini Kepolisian telah melakukan langakah penyidikan dan telah menetapkan 14 (empat belas) orang sebagai tersangka (baik perorangan maupun berkaitan dengan perusahaan), di Kabupaten Bengkalis, Siak dan Rokan Hilir Propinsi Riau.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
193
Terkait dengan Kesimpulan dan Rekomendasi Rapat Koordinasi tersebut di atas, maka diminta perhatian Saudara, sebagai berikut : a. Agar Kepala Kejaksaan Tinggi Riau dan jajarannya segera mengambil langkahlangkah koordinasi dan konsultasi, baik dengan Pemerintah Daerah setempat maupun kepada Polda setempat dan memberikan dukungan penuh untuk pelaksanaan dan keberhasilan misi penegakan hukum terhadap para pelaku pembakaran hutan dan lahan perkebunan di wilayah Propinsi Riau. Terhadap kasus-kasus pembakaan hutan yang saat ini sedang ditangani Polda Riau, diminta agar Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri memberikan atensi sepenuhnya dalam pengendalian penanganan atas kasus-kasus pembakaran hutan dan lahan perkebunan tersebut, sehingga diharapkan penanganannya tidak berlarut-larut. b. Kepala para Kejaksaan Tinggi Jambi, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, agar secepatnya mempersiapkan langkah antisipasi di daerah masing-masing dalam menyikapi datangnya musim kemarau dan peristiwa kebakaran, melalui koordinasi dengan pihak Kepolisian dan Dinas Kehutanan setempat. Bila dimungkinkan agar diprakarsai pembentukan Tim Koordinasi Yustisi Kebakaran Hutan dan Lahan Perkebunan di dalam daerah hukum masing-masing yang melibatkan unsur Kejaksaan, Kepolisian, Dinas Kehutanan dan Dinas Perkebunan. c. Untuk penanganan perkara pembakaran hutan dan lahan perkebunan secara teknis, sbagai berikut : c.1. Ketentuan Undang-Undang yang dapat dipergunakan : -
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
-
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan PERPU No. 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang.
-
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan.
c.2. Penanganan Perkara Pembakaran Hutan dilakukan secara professional, proposional dan bahati nurani, agar dihindari bentuk-bentuk kriminalisasi ataupun bentuk rekayasa. Terkait dengna hal tersebut diminta agar kepada para Jaksa Penuntut Umum (Peneliti) yang ditunjuk hendaknya bersikap lebih cermat terutama : -
Penetapan Tersangka. Gali secara cermat aspek Mens rea, motivasi dan hubungan/ keterlibatan pemilik perusahaan, pemilik lahan yang kemungkinan menjadi intelektual dader.
-
Teliti dan pisahkan aspek/ unsur kesengajaan dan kelalaian.
-
Teliti bentuk-bentuk penyertaan (delneeming).
-
Teliti mengenai dampak kegiatan akibat pembakaran hutan dan lahan.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
194
d. Susunlah Surat Dakwaan secara cermat, jelas dan lengkap, baik dalam bentuk : subsidiair, alternatif, kumulatif dan hindari bentuh kecerobohan yang dapat mengakibatkan dakwaan kabur (obscuur libelli). e. Tuntutan pidana yang akan diajukan dalam perkara pembakaran hutan dan lahan perkebunan yang terkait dengan pemberatan dan keringanan di minta agar tetap mengacu kepada Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : SE013/A/JA/12/2011 tentang Pedoman Tuntutan Pidanan Perkara Tindak Pidana Umum dengan mempertimbangkan secara komprehensif atas fakta-fakta : mens rea, motivasi, peranan dan dampak perbuatan, sehingga penegakan hukumnya benar-benar proporsional dan berdasar hati nurani. f.
Penanganan atas perkara-perkara pembakaran hutan dan lahan agar dilaporkan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, pada kesempatan pertama sebagai bahan Rapat Koordinasi tingkat Eselon I yang akan datang. Demikian untuk menjadi perhatian dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM,
MAHFUD MANNAN
Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia; (1 dan 2 sebagai laporan) 3. Yth. Para Direktur pada JAMPIDUM; 4. Yth. Para Kepala Kejaksaan Tinggi seluruh Indonesia; (sebagai bahan antisipasi) 5. A r s i p. ------------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
195
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA NOTA – DINAS Kepada Yth. Dari
: :
Nomor
:
Tanggal
:
Sifat Lampiran Perihal
: : :
SEKRETARIS JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM KEPALA BAGIAN PENYUSUNAN PROGRAM LAPORAN PEMANTAUAN DAN PENILAIAN B/E.1.1/Es.1.2/08/2013 Agustus 2013 Biasa 1 (satu) berkas. Evaluasi kegiatan SIMKARI pada Pusat DASKRIMTI Agung R.I periode bulan Juni dan bulan Juli Tahun 2013.
Kejaksaan
Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi terhadap Laporan Bulanan atau Eksekutif Informasi Sistem (EIS) on line dan entry data perkara Pidum pada Pusat DASKRIMTI yang telah dilakukan oleh Bagian Sunproglapnil pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, bersama ini dengan hormat kami laporkan : 1.
Bahwa dari hasil pemantauan atas pelaksanaan Surat Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : B-08/B/WJA/01/2012 tanggal 30 Januari 2012 perihal Penggunaan Aplikasi Laporan Bulanan atau Eksekutif Informasi Sistem (EIS), masih terdapat beberapa Kejaksaan Tinggi beserta Jajarannya didaerah, yang kurang mengindahkan pelaksanaan Laporan Bulanan secara Online.
5.
Bahwa pada bulan Juni 2013 masih terdapat 108 Kejaksaan Negeri yang belum melakukan aktifitas (mengentry data) ke Aplikasi Eksekutif Informasi Sistem SIMKARI sedangkan pada bulan Juli, 187 Kejaksaan Negeri yang belum melakukan aktifitas (mengentry data) ke Aplikasi Eksekutif Informasi Sistem SIMKARI (terlampir).
6.
Berdasarkan Surat dari Kepala Pusat DASKRIMTI Nomor : B-165/M/M.3/07/2013 tanggal 09 Juli 2013 dan perihal Aktifitas SIMKARI bulan Juni 2013, masih terdapat 16 Kejaksaan Negeri yang tidak melakukan Aktifitas Entry data perkara Pidum pada aplikasi SIMKARI, diantaranya ada 4 Kejaksaan Negeri yang belum ada jaringan, dari keempat Kejaksaan Negeri yang belum ada jaringan tersebut ada 1 Kejaksan Negeri yang melakukan aktifitas melalui Kejaksaan Negeri terdekat atau Kejaksaan Tinggi (terlampir). Sedangkan berdasarkan Surat dari Kepala Pusat DASKRIMTI Nomor : B177/M/M.3/08/2013 tanggal 12 Agustus 2013 perihal Aktifitas SIMKARI bulan Juli 2013, ada 11 Kejaksaan Negeri yang tidak melakukan Aktifitas Entry data perkara Pidum pada aplikasi SIMKARI, diantaranya ada 4 Kejaksaan Negeri yang belum ada jaringan, dari keempat Kejaksaan Negeri yang belum ada jaringan tersebut ada 3 Kejaksan Negeri yang melakukan aktifitas melalui Kejaksaan Negeri terdekat atau Kejaksaan Tinggi (terlampir).
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
196
7.
Berdasarkan angka 1 s/d 3 tersebut diatas, menunjukkan bahwa masih rendahnya kepedulian satuan kerja di daerah terkait aktifitas pengentryan data ke Aplikasi SIMKARI, hal mana menunjukkan indikator beberapa Kejaksaan Tinggi yang belum menunjukkan capaian kinerja seperti yang diharapkan / belum tertib dalam mengentry data.
8.
Berkaitan dengan hal tersebut telah dikirim surat kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Seluruh Indonesia dengan Nomor Surat : B-1681/E.1/Es.1/06/2013 tanggal 5 Juni 2013 perihal Evaluasi kegiatan SIMKARI pada Pusat DASKRIMTI Kejaksaan Agung RI periode bulan April tahun 2013 Demikian kami laporkan, selanjutnya mohon petunjuk.
KEPALA BAGIAN PENYUSUNAN PROGRAM LAPORAN DAN PENILAIAN
IMANUEL ZEBUA, SH, MH Jaksa Utama Pratama NIP. 196012261982011001
Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 2. Yth. Para Direktur Pada JAM PIDUM; 3. Arsip.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
197
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA Nomor
: B- 2625 /E/Es.1/09/2013
Sifat
: Biasa
Lampiran : 1 (satu) berkas. Perihal : Rekomendasi Hasil Rapat Kerja Teknis Bidang Tindak Pidana Umum
Jakarta, 2 September 2013
KEPADA YTH : KEPALA KEJAKSAAN TINGGI DI – SELURUH INDONESIA
Berdasarkan Rekomendasi Hasil Rapat Kerja Teknis Bidang Tindak Pidana Umum tanggal 26 s/d 27 Agustus 2013 dan hasil evaluasi terhadap Laporan Bulanan atau Eksekutif Informasi Sistem (EIS) on line serta entry data perkara Tindak Pidana Umum pada Pusat DASKRIMTI yang telah dilakukan oleh Bagian Sunproglapnil pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, bersama ini diminta perhatian Saudara akan hal-hal sebagai berikut : 1. Bahwa dari hasil pemantauan atas pelaksanaan Surat Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : B-08/B/WJA/01/2012 tanggal 30 Januari 2012 perihal Penggunaan Aplikasi Laporan Bulanan atau Eksekutif Informasi Sistem (EIS), masih terdapat beberapa Kejaksaan Tinggi beserta Jajarannya didaerah, yang kurang mengindahkan pelaksanaan Laporan Bulanan secara Online. 2. Bahwa pada bulan Juli 2013 masih terdapat 187 Kejaksaan Negeri yang belum melakukan aktifitas (mengentry data) ke Aplikasi Eksekutif Informasi Sistem SIMKARI (terlampir). 3. Berdasarkan Surat dari Kepala Pusat DASKRIMTI Nomor : B177/M/M.3/08/2013 tanggal 12 Agustus 2013 perihal Aktifitas SIMKARI bulan Juli 2013, masih terdapat 10 Kejaksaan Negeri yang tidak melakukan aktifitas SIMKARI, diantaranya ada 4 Kejaksaan Negeri yang belum ada jaringan, dari keempat Kejaksaan Negeri yang belum ada jaringan tersebut ada 3 Kejaksaan Negeri yang melakukan aktifitas melalui Kejaksaan Negeri terdekat atau Kejaksaan Tinggi (terlampir). 4. Berdasarkan angka 1 s/d 3 tersebut diatas, menunjukkan bahwa masih rendahnya kepedulian satuan kerja di daerah terkait aktifitas pengentryan data ke Aplikasi SIMKARI, hal mana menunjukkan indikator beberapa Kejaksaan Tinggi yang belum menunjukkan capaian kinerja seperti yang diharapkan / belum tertib dalam mengentry data. 5. Untuk itu diminta kepada Para Kepala Kejaksaan Tinggi segera memerintahkan kepada seluruh Satuan Kerja dibawahnya dan melakukan pengecekan terhadap :
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
198
8.1. Pelaksanaan Surat Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : B-08/B/WJA/01/2012 tanggal 30 Januari 2012 perihal Penggunaan Aplikasi Laporan Bulanan atau Eksekutif Informasi Sistem (EIS), yang entry datanya dimulai dari tanggal 1 s/d tanggal 5 pada setiap bulannya. 8.2. Memerintahkan Para Kepala Kejaksaan Negeri, pada setiap tahapan, menerbitkan P.16 sampai dengan Eksekusi agar tembusannya disampaikan kepada petugas entry data untuk dimasukkan ke Aplikasi Tindak Pidana Umum di SIMKARI, termasuk didalamnya surat dakwaan, tidak perlu menunggu sampai dengan perkara tersebut inkracht. 6. Jika ditemui kendala/hambatan teknis dalam pelaksanaan entry data terkait peralatan maupun sistem yang digunakan dalam pelaksanaan Aplikasi SIMKARI, segera membuat laporan secara tertulis kepada Kepala Pusat DASKRIMTI Kejaksaan Agung dengan tembusan Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum. 7. Apabila Saudara tidak melaksanakan optimalisasi penanganan perkara Tindak Pidana Umum sesuai dengan Instruksi Jaksa Agung RI Nomor : INS-009/A/JA/10/2012 tanggal 08 Oktober 2012 tentang Optimalisasi Sistem Informsi Manajemen Kejaksaan RI (SIMKARI), hal tersebut akan mempengaruhi prestasi Saudara dan akan diteruskan kepada Jajaran Pengawasan untuk ditindak lanjuti. Demikian untuk menjadi perhatian dan dilaksanakan. JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM
MAHFUD MANNAN
Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung RepubIik Indonesia; (1 dan 2 sebagai laporan) 3. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan; 4. Yth. Para Direktur pada JAM PIDUM 5. Yth. Kepala Pusat DASKRIMTI; 6 Arsip. Iswi
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
199
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA Nomor Sifat Lampiran Perihal
: : : :
B - 2745 /E/Es.1/09/2013 Segera 1 (satu) eksemplar Penyampaian Hasil Rakernis Bidang Tindak Pidana Umum dan Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Tahun 2013. ----------------------------------------------
Jakarta, 13 September 2013
KEPADA YTH. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI DISELURUH INDONESIA
Sehubungan telah selesainya pelaksanaan Rapat Kerja Teknis Bidang Tindak Pidana Umum dan Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Tahun 2013, pada tanggal 26 sampai dengan 27 Agustus 2013, bersama ini disampaikan hasil Rakernis Bidang Tindak Pidana Umum Tahun 2013 untuk Saudara laksanakan dan pedomani dalam penanganan dan penyelesaian perkara Tindak Pidana Umum secara profesional, proporsional, dan akuntabel yaitu sebagai berikut : 1. PRA PENUNTUTAN 1.1. Agar Jaksa Penuntut Umum yang ditunjuk dalam penelitian berkas perkara (P-16) baik Jaksa ke satu, kedua dan ketiga bertanggungjawab terhadap materi perkara dimaksud dan seluruh Jaksa P-16 harus ikut menandatangani chek list (bukti penelitian berkas perkara) dan juga turut menandatangani Berita Acara Pendapat untuk melaksanakan penahanan maupun tidak melaksanakan penahanan; 1.2. Terhadap perkara yang diekspose di Kejaksaan Agung agar terlebih dahulu di eksepose di Kejaksaan Tinggi, dengan memfoto copy berkas perkara, membuat matrik dan chard yang diterima di Kejaksaan Agung minimal 3 (tiga) hari sebelum ekspose dilaksanakan; 1.3. Terhadap berlakunya Perma Nomor : 02 Tahun 2012 , apabila nilai Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah), penyidik berkonsultasi dengan Jaksa Penuntut Umum sebelum diambil langkah-langkah berikutnya; 1.4. Agar Jaksa (P-16) di dalam menerima SPDP dan berkas perkara Tahap I di dalam meneliti yang obyeknya tanah, menyikapinya secara professional dan proporsional guna tidak terpengaruh oleh oknum yang memiliki kepentingan Pribadi. 1.5
Agar para Jaksa yang menerima berkas perkara Tindak Pidana Umum dari Penyidik, meneliti dengan seksama, jika menurut penilaian Jaksa ada tindak pidana pencucian uang, beri petunjuk kepada Penyidik agar menerapkan Tindak Pidana Pencucian Uang dan dakwaan dibuat secara kumulatif.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
200
1.6. Perlu kehati-hatian dalam menerapkan diversi dalam penanganan perkara Narkoba dan agar mempedomani SE-002/A/JA/02/2013 tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Lembaga Rehabilitasi Sosial dan juga mempedomani Surat JAM PIDUM Nomor: B-601/E/EJP/02/2013. 1.7. Dalam menyongsong Pemilihan Umum Tahun 2014 haris diantipasi segera baik oleh Kejaksaan dengan mengambil peran sedini mungkin dalam penyelenggaraan pesta Demokrasi 2014, demi terciptanya penyelenggaraan pemilu yang berintegritas, mandiri, transparan serta akuntabel. 2. PENUNTUTAN 2.1. Terhadap ancaman pidana denda dalam satu pasal yang tidak mengatur subsidaritas pidana kurungan meskipun dalam ancaman pidana pasal yang dimaksud hanya mengatur denda dan tidak memuat tentang kurungan (misalnya Pasal 198 Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan), dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 30 ayat (2) dan (3) serta pasal 31 ayat (1), (2), (3) KUHP; 2.2. Untuk melaksanakan tuntutan pidana perkata Tindak Pidana Umum, agar Kejaksaan Negeri, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Agung wajib mempedomani SE-013/A/Ja/12/2011 Tanggal 29 Desember 2011 Tentang Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum; 2.3. Terhadap semua hasil hutan dan alat-alat angkut yang dipergunakan untuk kejahatan dan atau pelanggaran dalam tindak pidana kehutanan harus dirampas untuk negara. (mempedomani Pasal 78 ayat (15) Undang-Undang Nomor : 41 tahun 1999) 2.4. Mengenai pembatasan perkara dalam mengajukan kasasi yaitu perkara pidana yang diancam pidana paling lama 1 (satu) tahun dan denda, agar Jaksa Penuntut Umum mempedomani Pasal 45 Ayat (2) Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung R.I., dan Peraturan Jaksa Agung RI Nomor : PER-036/A/JA/09/2011 tanggal 21 September 2011; 2.5. Untuk menentukan tolok ukur tuntutan pidana Narkotika terhadap terdakwa anak-anak, agar berpedoman kepada Undang-Undang Nomor : 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan anak (paling lama ½ dari ancaman bagi orang dewasa)
3. EKSEKUSI DAN EKSAMINASI 3.1. Pemerintah harus tegas untuk memberi batas waktu Peninjauan Kembali dengan cara mengubah undang-undang terutama mengenai pasal-pasal yang terdapat di KUHAP; 3.2. Untuk menghindari barang bukti rusak dan tidak bernilai, khususnya barang bukti berupa kayu, dengan berpedoman pada Pasal 45 ayat (1) KUHAP; Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
201
3.3. Menunggu hasil rapat pimpinan sesuai Surat Nomor B118/A/Cu.3/07/2013 Tanggal 12 Juli 2013 Perihal Terkendalanya Proses Penyusunan PP Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis PNBP Yang Berlaku pada Kejaksaan R.I. ; 3.4. Sesuai hasil Rakernas Tahun 2012 menjadi bahan pertimbangan bahwa pelaksanaan lelang oleh Jaksa Penuntut Umum, sementara penyetoran ke Kas Negara tetap dilakukan oleh Pembinaan.
4. ENTRY DATA SIMKARI 4.1. Kepada Kepala Kejaksaan Tinggi seluruh Indonesia untuk memerintahkan kepada satuan kerja di wilayah hukumnya untuk melakukan entry data penanganan perkara tindak pidana umum mulai dari penerimaan SPDP sampai dengan pelaksanaan eksekusi. dan laporan bulanan online (EIS), mulai dari laporan Bulanan LP-3 sampai dengan hasil dinas (LD); 4.2. Dalam rangka penyempurnaan format entry data penanganan perkara tindak pidana umum dan laporan bulanan EIS, agar segera dibuat surat yang ditujukan kepada Kapusdaskrimti Kejaksaan Agung R.I.; 4.3. Penegakan hukum oleh aparat kejaksaan yang belum berorientasi pada pelayanan publik dan keterbukaan informasi publik sehingga mengurangi arti transparansi dan akuntabilitas penegakan hukum, yang pada akhirnya berujung menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Kejaksaan, agar mempedomani UndangUndang Nomor : 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Demikian untuk dilaksanakan dengan penuh perhatian.
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM
MAHFUD MANNAN Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung RI; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung RI; ( 1 dan 2 sebagai laporan) 3. Yth. Para Jaksa Agung Muda; 4. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 5. A r s i p ------------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
202
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA Nomor Sifat Lampiran Perihal
: : : :
B - 2909/E/Ejp/09/2013 Segera 1 (satu) eksemplar Penghentian Penuntutan dengan alasan cukup bukti setelah berkas perkara dinyatakan lengkap (P-21) -----------------------------------------------
Jakarta, 30 September 2013
KEPADA YTH. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI DISELURUH INDONESIA
Berdasarkan hasil evaluasi, terhadap mekanisme dalam penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana umum baik di tahap pra penuntutan maupun di tahap penuntutan, sering dijumpai permasalahan antara lain : 1. Adanya usulan penghentian penuntutan dengan asalan tidak cukup bukti, setelah berkas perkara pidum dinyatakan lengkap (P-21). Sesuai ketentuan Pasal 140 ayat (2) huruf a KUHAP, penghentian penuntutan suatu perkara pidana didasarkan pada alasan yuridis, yaitu : - Tidak terdapat cukup bukti; - Bukan merupakan tindak pidana; - Perkara ditutup demi hukum. Berdasarkan alasan penghentian penuntutan suatu perkara pidana tersebut diatas, maka logika hukum mengatakan bahwa suatu berkas perkara yang sudah dinyatakan lengkap (P-21) oleh JPU peneliti, tidak dapat dihentikan penuntutannya dengan alasan tidak cukup bukti, karena dari hasil penelitian berkas perkara secara materiil terpenuhi adanya kecukupan alat-alat bukti, maupun kekuatan pembuktiannya terhadap suatu peristiwa pidana yang terjadi, Sehingga berkas perkara yang sudah dinyatakan lengkap (P-21) seharusnya di limpahkan ke Pengadilan Negeri. Apabila perkembangan dalam persidangan perkara yang bersangkutan di Pengadilan, terungkap bahwa ternyata alat bukti dan kekuatan pembuktian yang ditampilkan tidak mendukung dakwaan, maka out putnya adalah dimungkinkan JPU untuk mengajukan tuntutan bebas. Dengan demikian, maka penghentian penuntutan perkara tindak pidana umum yang sah dinyatakan lengkap (P-21) dimungkinkan dalam 2 (dua) alasan : a. Bukan merupakan tindak pidana. Sesuai dengan ketentuan Pasal 139 KUHAP, maka setelah penuntut umum menerima hasil penyidikan yang lengkap (P-21), setelah diteliti kembali ternyata substansi perkara yang bersangkutan adalah perdata, maka perkara yang bersangkutan dimungkinkan untuk dihentikan penuntutannya.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
203
b. Perkara ditutup demi hukum, dengan alasan bahwa hak menuntut hukuman gugur karena : -
Tersangka meninggal dunia (Pasal 77 KUHP); Kadaluwarsa Lewat Waktu ( Pasal 78 KUHP); Ne bis in idem (Pasal 76 KUHP); Pengadu menarik aduannya (dalam delik aduan).
2. Dalam beberapa hasil penelitian berkas perkara, Jaksa Peneliti (P16) didalam melakukan penelitian berkas perkara, tidak menyatakan berkas perkara lengkap (P-21), dengan alasan adanya gugatan perdata didalam perkara pidana yang bersangkutan. Sasaran penelitian suatu berkas perkara adalah meneliti aspek formil dan aspek materiil suatu berkas perkara. Apabila kedua aspek tersebut tidak terpenuhi maka out putnya adalah pengembalian berkas perkara ke penyidik untuk dilengkapi (P-18/P-19), sebaliknya apabila aspek formil maupun materiil terpenuhi, maka berkas perkara harus dinyatakan lengkap (P-21). Terkait dengan adanya gugatan yang menyertai perkara pidana yang bersangkutan, hal tersebut tidak termasuk dalam ranah aspek materiil suatu berkas perkara yang bersangkutan dinyatakan lengkap (P21). Adanya gugatan perdata hanya menjadi pertimbangan/kebijakan Pimpinan untuk menentukan dilimpahkan atau ditangguhkan untuk sementara pelimpahan perkara pidananya ke pengadilan. Hal inipun wajib dicermati secara mendalam, mengingat alasan adanya gugatan perdata umumnya diajukan sebagai keberatan oleh tersangka/penasehat hukumnya, untuk mengulur-ulur waktu penyelesaian perkara. Adanya guggatn perdata dalam suatu perkara pidana yang akhirakhir ini sering diajukan sebagai keberatan oleh tersangka/penasehat hukum tersangka, disampikan petunjuk a. Agar Jaksa Peneliti (P-16) memilliki kemandirian, profesionalisme dan integritas yang kuat, agar tidak mudah menerima apalagi mengambil alih keberatan Penasehat Hukum/Tersangka, dengan membawa ke ranah hasil penelitian berkas perkara untuk menyatakan berkas perkara belum lengkap (P-18/P-19), dengan alas an adanya gugatan perdata. Cermati benar trik-trik Penasehat Hukum/Tersangka akan kemungkinan hanya dengan maksud menghambat proses penanganan perkara pidananya b. Gugatan perdata dalam perkara pidana wajib dicermati dengan sungguh-sungguh, untuk menentukan sikap dapat atau tidaknya dipertimbangkan untuk dilimpahkan perkaranya ke Pengadilan Negeri ataukah untuk sementara ditangguhkan menunggu putusan perkara perdatanya, yakni apakah gugatan perdata dimaksud benar-benar menyatu dengan perkara pidananya, ataukah terkait kepemilikan (yang memang belum jelas status kepemilikan), ataukah substansi gugatan perkara perdata yang bersangkutan terkait dengan perkara pidananya, yang pada dasarnya dalam suatu substansi gugatan perdata, bisa saja terjadi tindak pidana didalamnya (misalnya bias terjadi pemalsuan, penipuan, dan lain-lain).
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
204
c. Adanya ketentuan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor : 1 Tahun 1956 yang sering dijadikan dasar/alasan Penasehat Hukum Tersangka untuk meminta pelimpahan perkara ke Pengadilan ditangguhkan, hal tersebut tidaklah berlaku imperative dan pertimbangan Penuntut Umum untuk melimpahkan atau menunda pelimpahan perkara ke Pengadilan, hanya jika perkara tersebut sudah berada dalam tahap penuntutan. Oleh karena itu maka terhadap berkas perkara yang masih dalam proses tahap Pra Penuntutan, JPU Peneliti tidak dapat meminta kepada Penyidik untuk ditunda penyerahannya kepada Penuntut Umum dengan alas an terdapat gugatan perdata, karena hal itu masih dalam ranah Penyidikan.
Demikian untuk dilaksanakan dengan penuh perhatian.
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM
MAHFUD MANNAN
Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung RI; (sebagai laporan) 2. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan; 3. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 4. Yth. Para Direktur di Lingkungan Jam Pidum 5. A r s i p -------------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
205
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA Nomor Sifat Lampiran Perihal
: : : :
B-2939 /E.4/Euh/10/2013 Biasa 2 (dua) berkas Laporan Penanganan Dan Penyelesaian Perkara Yang Berkaitan Dengan Sumber Daya Alam ------------------------------------------
Jakarta, 2 Oktober 2013 KEPADA YTH. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI DISELURUH INDONESIA
Dalam Rangka mengefektifkan pelaksaan Peraturan Jaksa Agung RI Nomor PER-010/A/JA/06/2013 tanggal 7 Juni 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan Tugas Sumber Daya Lintas Negara serta mengoptimalkan kinerja Satuan Tugas Sumber Daya Alam Lintas Negara yang mempunyai tugas antara lain “Mengolah Data Dan Laporan Dari Kejaksaan di daerah mengenai proses Penanganan Perkara Sumber Daya Alam menjadi data yang siap dipergunakan oleh Pengguna /User “ (Vide Pasal 4 Huruf G PERJA Nomor-010/A/JA/06/2013 tanggal 7 Juni 2013). Berdasarkan hal tersebut diatas diminta kepada Saudara untuk melaporkan penanganan perkara yang berkaitan dengan Sumber Daya Alam yaitu Perkara Lingkungan Hidup, Perkara Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam, Perkara Pertambangan dan Migas (Format Laporan Terlampir) kepada Direktur Tindak Pidana Umum Lainnya, tembusannya ditujukan kepada Ketua Satgas Sumber
Daya
Alam
Lintas
Negara,
dan
dikirim
melalui
email
[email protected], paling lambat tanggal 5 setiap bulannya.
Demikian disampaikan kepada Saudara untuk dilaksanakan. JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM,
MAHFUD MANNAN Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung RI; (1 dan 2 sebagai Laporan); 3.Yth. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 4. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan; 5. A r s i p -------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
206
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA Nomor Sifat Lampiran Perihal
: : : :
B-3001 /E/Es.1/02/2013 Biasa 1 (satu) eksemplar Penanganan Perkara Tindak Pidana Pemilukada -------------------------------------------
Jakarta, 8 Oktober 2013 KEPADA YTH. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI DISELURUH INDONESIA
Sehubungan dengan diterbitkannya Buku “Pedoman Penanganan Tindak Pidana Pemilukada” sebagaimana dalam lampiran surat ini, maka perlu kami sampaikan petunjuk sebagai berikut : 1. Buku “Pedoman Penanganan Tindak Pidana Pemilukada” ini adalah bagian
2.
3.
yang tidak terpisahkan dari buku “Pedoman Penanganan Tindak Pidana Pemilu” yang telah diterbitkan sebelumnya berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : SE-012/A/JA/04/2013 tanggal 26 April 2013. Berbeda dengan Tindak Pidana Pemilu tahun 2014 yang hukum acaranya telah diatur secara tersendiri (lex specialis) dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai acuannya menyimpang dari KUHAP, sedangkan Tindak Pidana Pemilukada tidak diatur secara tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sehingga hukum acaranya tetap mengacu pada ketentuan hukum acara dalam KUHAP. Agar para KAJATI/KAJARI setiap menangani perkara Tindak Pidana Pemilukada (Tindak Pidana Pemilukada Gubernur, Bupati/Walikota), agar segera melaporkan secara berjenjang kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum. Demikian untuk dilaksanakan. JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM,
MAHFUD MANNAN Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; 2. Arsip. ----------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
213
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA Nomor Sifat Lampiran Perihal
: : : :
B - 3210/E/EJP/10/2013 Biasa 1 (satu) lembar Laporan Penanganan Tindak Pidana yang Berkaitan dengan Warga Negara Asing.
Jakarta, 24 Oktober 2013
KEPADA YTH : KEPALA KEJAKSAAN TINGGI DI – SELURUH INDONESIA
Berdasarkan hasil Evaluasi Laporan dari daerah Perihal Penanganan Tindak Pidana yang berkaitan dengan Warga Negara Asing, baik sebagai tersangka maupun korban, belum dilaksanakan sepenuhnya, untuk itu disampaikan petunjuk yang harus disikapi dan menjadi perhatian saudara di seluruh wilayah Kejaksaan, agar : 1.
Bahwa setiap Perkara Tindak Pidana Umum yang berkaitan dengan Warga Negara Asing yang sedang ditangani wajib dilaporkan secara berjenjang yang memuat secara lengkap identitas, status dari tersangka atau korban dengan menyebut asal negaranya, sejak diterima SPDP dan menyebut kasus posisi dan pasal yang disangkakan kepada tersangka atau masalah yang dihadapi saksi (korban) serta proses penanganan penyelesaian secara berkelanjutan hingga pelaporankepada Jaksa Agung RI Cq Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum dan mengisi form yang tersedia (Contoh Formulir Pelaporan Terlampir).
2.
Hal ini dimaksudkan guna menjadi bahan koordinasi dan informasi yang sangat penting untuk diketahui Kementrian Luar Negeri, terutama bila sangat dibutuhkan oleh Kantor Perwakilan Negara Asing yang ada di wilayah NKRI terkait dengan masalah yang dihadapi warganya di Indonesia.
3.
Bahwa sebagaimana teruraikan pada angka 1 (satu) di atas, agar dilakukan Entry Data ke Simkari, sesuai dengan penanganan dan dilaporkan secara berjenjang.
4.
Para Kajati mendistribusikannya ke Kajari dan Cabang Kajari di dalam jajaran masing-masing. Demikian untuk menjadi perhatian dan dilaksanakan. JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM
MAHFUD MANNAN Tembusan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; Yth. Wakil Jaksa Agung Republik Indonesia; (1, & 2 sebagai laporan) Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan; Yth. Sekretaris JAM Tindak Pidana Umum; Yth. Para Direktur di Lingkungan Jam Pidum Yth. Kepala Pusat Daskrimti Arsip.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
214
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA Nomor Sifat Lampiran Perihal
: : : :
B-3218 /E/EJP/10/2013 Biasa 2 (dua) bundel Upaya Penyelsaian Temuan BPK RI terkait Penyelesaian Piutang Denda dan Biaya Tilang Verstek. --------------------------------------------
Jakarta, 28 Oktober 2013 KEPADA YTH. PARA KEPALA KEJAKSAAN TINGGI DISELURUH INDONESIA
Sehubungan dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) atas Laporan Keuangan Kejaksaan RI Tahun 2012, yang salah satunya menyatakan adanya permasalahan terkait piutang denda dan biaya tilang verstek yang harus dilaporkan berdasarkan nilai piutang riil yang dapat direalisasikan (net realizable value) sesusai Standar Akuntansi Pemerintah dan hasil evaluasi terhadap Laporan Keuangan Semester I Tahun 2013, ternyata masih banyak daerah yang belum lengkap melaporkan Piutang Bukan Pajak. Menindaklanjuti hal tersebut, Jaksa Agung Muda Pembinaan telah meminta bantuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan verifikasi dan validasi terhadap piutang bukan pajak kantor Kejaksaan Seluruh Indonesia. Berkaitan dengan pelaksanaan verifikasi dan validasi yang akan dilakukan Badan Pengawasan Keunagan dan Pembangunan (BPKP) tersebut, diminta kepada para Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri Seluruh Indonesia Untuk : 1.
Mempersiapkan data piutang denda dan biaya perkara Tilang verstek per 30 September 2013;
2.
Mengisi formulir Rekapitulasi Penyelesaian Tunggakan Denda dan Biaya Perkara Tilang Verstek sesuai Form 1.a dan 1.b untuk tingkat Kejaksaan Negeri dan Form 2.a dan 2.b untuk tingkat Kejaksaan Tinggi; (Form Terlampir)
3.
Membuat Berita Acara Rekonsiliasi Piutang Denda dan Biaya Perkara Tilang Verstek per 30 September 2013 baik di tingkat Kejaksaan Negeri dan Kejaksaan Tinggi; ( Terlampir)
4.
Aktif berkoordinasi dengan Perwakilan BPKP setempat perihal verifikasi dan validasi Piutang Bukan Pajak;
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
216
5.
Tertib adminitrasi dengan mempedomani Surat Edaran Jaksa Agung R.I. nomor : B-40/A/Cu.2/03/2013 tanggal 6 Maret 2013 perihal Pedoman Penyelesaian dan Kebijakan Akuntansi atas Piutang Negara Denda dan Biaya Perkara Pelanggaran Lalu Lintas/Tilang yang Diputuskan Verstek guna Penyediaan data untuk penyusunan Laporan Keuangan Kejaksaan R.I. setiap tahun. Demikian untuk dilaksanakan. JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM,
MAHFUD MANNAN
Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung Republik Indonesia; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung R.I. (1 & 2 Sebagai Laporan) ; 3. Yth. Para Jaksa Agung Muda ; 4. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum ; 5. A r s i p ---------------------------------------------------------------------------------
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
217
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA Nomor Sifat Lampiran Perihal
: : : :
B- 3256 /E/Ejp/10/2013 Segera 2 (dua) eksemplar Penyampaian Salinan Surat Edaran Jaksa Agung R.I. Nomor : SE-022/A/JA/10/2013
Jakarta, 30 Oktober 2012 KEPADA YTH. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI DiSELURUH INDONESIA
Bersama ini disampaikan Salinan Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : SE-022/A/JA/10/2013 tentang Penyelesaian Hasil Penyidikan, yang merupakan revisi Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : SE001/A/JA/2009 tanggal 26 Februari 2009. Berkenaan dengan hal tersebut diharapkan Surat Edaran ini dipelajari dan dipahami substansi pokok dari Surat Edaran Jaksa Agung dimaksud, untuk ditindaklanjuti dalam implementasi koordinasi dengan pihak Kepolisian Daerah setempat, yang terkhusus ditujukan kepada : 1. Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat; 2. Kepala Kejaksaan Tinggi Banten Untuk mengkoordinasikan dengan Polda Metro Jaya; 3. Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur Untuk mengkoordinasikan dengan Polda Metro Jaya; 4. Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau Untuk dikoordinasikan dengan Polda Kepulauan Riau; Dalam penyerahan SPDP dan Berkas Perkara kepada Kejaksaan Negeri-Kejaksaan Negeri dimaksud. Selanjutnya diminta agar diteruskan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri Demikian untuk menjadi perhatian dan dilaksanakan.
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM
MAHFUD MANNAN Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung R.I; 2. Yth. Wakil Jaksa Agung R.I; (1 dan 2 sebagai laporan) 3. Yth. Jaksa Agung Pembinaan; 4. Yth. Jaksa Agung Pengawasan; 5. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 6. Yth. Para Direktur pada JAM PIDUM; 7. Yth. Kepala Pusat DASKRIMTI; 8. Arsip. ------------------------------------------------------------------Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
218
SURAT EDARAN NOMOR : SE-022/A/JA/10/2013 TENTANG PENYELESAIAN HASIL PENYIDIKAN Berdasarkan hasil Kajian, monitoring dan evaluasi dari pelaksanaan Surat Edaran Nomor : SE- 001/A/JA/2/2009 tanggal 29 Pebruari 2009 tentang Penyelesaian Hasil Penyidikan yang berkaitan dengan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-36/A/JA/09/2011 tanggal 21 September 2011 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum ditemukan kendala koordinatif di tingkat kewilayahan Polda – Kejati, yang disebabkan antara lain di beberapa Provinsi terdapat Kantor Polda yang tidak berada dalam satu wilayah kota dengan Kantor Kejaksaan Tinggi sehingga penerapan Prinsip Kesetaraan secara mutlak akan menyebabkan koordinasi penanganan perkara (Pra Penuntutan) menjadi tidak efisien dan tidak efektif, dan penyelesaian perkara secara cepat, sederhana dan biaya ringan tidak optimal. Berkenaan dengan hal tersebut diatas dan menindaklanjuti Rekomendasi Hasil Rapat Kerja Kejaksaan RI Tahun 2012 yang mengamanatkan adanya evaluasi terhadap asas kesetaraan penanganan perkara tindak pidana umum dalam penyelesaian hasil penyidikan perlu diterbitkan Surat Edaran Jaksa Agung RI tentang penerimaan penyelesaian hasil penyidikan yang disesuaikan dengan jenjang instansi Penyidik dan Penuntut Umum, sebagai berikut : 1.
Penerimaan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) , koordinasi, penyerahan berkas perkara (tahap I) dari penyidik Mabes Polri, BNN, PPNS Tingkat Kementerian atau Lembaga Pemerintah Non Kementerian Tingkat Pusat lainnya, diterima dan diselesaikan penanganannya oleh Kejaksaan Agung RI Cq Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.
2.
Hasil penyidikan dari penyidik Polda, PPNS Kementerian atau Lembaga Pemerintah Non Kementerian Tingkat Provinsi, Badan Narkotika Nasional Propinsi (BNNP) diterima dan diselesaikan penanganannya oleh Kejaksaan Tinggi sesuai daerah hukumnya masing masing.
3.
Hasil Penyidikan dari penyidik tingkat Polres atau jajaran dibawahnya, PPNS Kementerian atau Lembaga Pemerintah Non Kementerian tingkat Kabupaten atau Kota, diterima dan diselesaikan penanganannya oleh Kejaksaan Negeri atau Cabang Kejaksaan Negeri, sesuai daerah hukumnya masing - masing.
4.
Kejaksaan Agung RI, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri yang menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan atau berkas perkara dari Instansi penyidik yang tidak sesuai dengan jenjang prinsip kesetaraan, wajib mengembalikan SPDP dimaksud ke Instansi Penyidik dengan disertai petunjuk untuk diserahkan ke Kejaksaan sesuai dengan jenjang kesetaraan.
5.
Kejaksaan Agung RI dan Kejaksaan Tinggi sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan 2 pada hakekatnya hanya melakukan penyelesaian sampai dengan tahap pra penuntutan.
6.
Pengiriman berkas perkara tahap II (pengiriman tersangka dan barang bukti) dilakukan oleh Penyidik langsung Ke Kejaksaan Negeri tempat terjadinya tindak pidana (locus delicti), dengan terlebih dahulu Penyidik berkordinasi dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana umum
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
219
Kejaksaan Agung atau Kejaksaan Tinggi yang bersangkutan (sesuai dengan jenjang kesetaraan yang menangani berkas perkara yang bersangkutan pada tahap Pra Penuntutan), kemudian Kejaksaan Negeri berkewajiban melaporkan kepada Kejaksaan Tinggi yang bersangkutan, perihal penerimaan berkas perkara tahap II dimaksud. 7.
Bahwa khusus untuk penyerahan SPDP, Berkas Perkara, hasil penyidikan dari Polda tertentu dengan menyimpang dari mekanisme penanganan perkara sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 4, dengan pertimbangan efisiensi dan efektivitas penyelesaian perkara berdasar atas prinsip penyelesaian perkara secara cepat sederhana dan biaya ringan, maka hasil penyidikan tidak secara mutlak dikirim ke Kejaksaan Tinggi setempat, antara lain sbb : a. Hasil Penyidikan Polda Kalimantan Timur, sepanjang Locus Delicti perkara berada di daerah hukum Kejaksaan Negeri Balikpapan, Kejaksaan Negeri Tanah Grogot, dan Kejaksaan Negeri Penajam, maka berkas perkara hasil penyidikan Polda Kalimantan Timur dikirim langsung ke Kejaksaan Negeri yang bersangkutan, dengan tembusan kepada Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur di Samarinda. b. Hasil penyidikan Polda Kepulauan Riau, sepanjang Locus Delicti perkara berada di daerah hukum kejaksaan Negeri Batam, maka berkas perkara hasil penyidikan Polda Kepulauan Riau dikirim langsung ke Kejaksaan Negeri Batam dengan tembusan Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau. c. Hasil penyidikan Polda Metro Jaya, sepanjang locus Delicti perkara berada di daerah hukum Kejaksaan Negeri
Bekasi, Kejaksaan Negeri Depok, Kejaksaan Negeri Bogor,
Kejaksaan Negeri Tangerang dan Kejaksaan Negeri Tigaraksa, maka berkas perkara hasil penyidikan Polda Metro Jaya di kirim langsung ke Kejari - Kejari setempat tersebut diatas, dengan tembusan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat/Kejaksaan Tinggi Banten. 8.
Dengan telah diterbitkannya Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor : SE- 022 /A/JA/10/2013 tanggal 25 Oktober 2013, maka Surat Edaran Jaksa Agung Nomor : SE-001/A/JA/02/2009 tanggal 26 Ferbruari 2009 tentang Penyelesaian Hasil Penyidikan dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.
Demikian untuk dilaksanakan dan dipedomani sebagaimana mestinya
Jakarta, 25 Oktober 2013 JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA
BASRIEF ARIEF
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
220
K E J AK S AAN AG U NG RE P U B LI K I N DO NE S I A JAKARTA Nomor Sifat Lampiran Perihal
: : : :
B – 3358 /E/Ejp/11/2013 Biasa --Pola Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Hak Atas Kekayaan Intelektual / IPR.
Jakarta, 12 Nopember 2013 Kepada Yth. PARA KEPALA KEJAKSAAN TINGGI Di SELURUH INDONESIA
Setelah mempelajari dan menginventarisasi surat-surat petunjuk teknis yang sebelumnya telah dikeluarkan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung R.I. terkait penanganan perkara Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), yaitu antara lain : - B-483/E/8/1994 tanggal 1 Agustus 1994 tentang Penerapan dan Penegakan Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual/IPR; - SE-002/JA/4/1995 tanggal 28 April 1995 tentang Perkara Penting TPUL; - B-190/E/5/1995 tanggal 3 Mei 1995 tentang Pola Penanganan Penyelesaian Perkara HAKI/IPR; - B-58/E/Epl.2/1/96 tanggal 31 Oktober 1996 tentang Perhatian Khusus Terhadap Penanganan Kasus Perkara HAKI; - R-06/E/Epl/3/1998 tanggal 13 Maret 1998 tentang Penanganan dan Penyelesaian Perkara HAKI/IPR; - B-2/E.4/Epl.1/02/2000 tanggal 16 Pebruari 2000 tentang Berlakunya Persetujuan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing The World Trade Organization) pada tanggal 1 Januari 2000; - B-12/E/Ejp/07/2000 tanggal 17 Juli 2000 tentang Penanganan/Penyelesaian Perkara-Perkara HAKI; - B-13/E/Ejp/07/2000 tanggal 17 Juli 2000 tentang Penanganan dan Penyelesaian PerkaraPerkara HAKI; - B-2/I/E/04/2002 tanggal 02 April 2002 tentang Penanganan Kasus Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI); - B-685/E/EJP/10/2006 tanggal 06 Oktober 2006 tentang Mengefektifkan Pengendalian Perkara Penting (PK-Ting); - B-101/E/Euh/02/2006 tentang Jenis-Jenis PK Ting (HAKI : Hak Cipta, Paten dan Merk); Dengan mempertimbangkan adanya perkembangan hukum dan peraturan perundangundangan di sektor HAKI serta dimensi baru Tindak Pidana HAKI, maka untuk mendayagunakan secara optimal surat-surat petunjuk tersebut, agar substansinya selain disesuaikan dengan perkembangan tersebut juga diupayakan secara terintegrasi dalam bentuk pola penanganan dan penyelesaian perkara Hak Atas Kekayaan Intelektual/IPR, dengan catatan bahwa petunjuk tersebut di atas, berlaku secara mutatis mutandis terhadap Pedoman Pola Penanganan Perkara HAKI yang baru ini. Adapun Teknis pola penanganan dan penyelesaian perkara Hak Atas Kekayaan Intelektual, sebagai berikut : 1.
TAHAP PRA PENUNTUTAN a. Penerimaan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Setelah menerima SPDP segera diterbitkan Surat Perintah Penunjukkan Jaksa Penuntut Umum untuk mengikuti perkembangan penyidikan perkara (P-16) dengan ketentuan : 1. Jaksa Penuntut Umum yang ditunjuk minimal 2 (dua) orang. 2. Segera mengintensifkan koordinasi dengan Penyidik sehingga terlaksana penyidikan yang efektif dan efisien serta diperoleh segala data dan fakta yang diperlukan pada tahap penuntutan. b. Penerimaan Berkas Perkara Tahap Pertama 1. Penelitian saksi-saksi : - Dalam meneliti saksi-saksi agar diperhatikan kriteria saksi dan keterangan saksi (Pasal 1 butir 26 dan 27 KUHAP), dan tolok ukur penilaian urgensi, relevansi dan bobotnya didasarkan pada ketentuan Pasal 185 ayat (4 s/d 7) dan hubungan saksi-saksi dengan tersangka. - Aksentuasi penelitian saksi ditekankan pada kuantitas dan kualitas keterangan saksi.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
221
2. Ahli : Ahli yang dimaksud ialah ahli dari Dirjen HAKI pada Kementerian Hukum dan HAM. 3. Penelitian Bukti Surat : Surat-surat yang perlu terlampir pada berkas perkara antara lain : - Surat-surat permohonan pendaftaran HAKI, kecuali atas Hak Cipta. - Keabsahan surat-surat permohonan pendaftaran HAKI perlu diteliti secara cermat dan seksama dengan memperhatikan ketentuan Pasal 184 dan Pasal 187 KUHAP dan Peraturan Perundang-Undangan terkait. 4. Keterangan Tersangka : Diperlukan perhatian ekstra cermat dalam meneliti keterangan tersangka dalam BAP, disamping itu diperlukan pula kemampuan menyusun konstruksi yuridis yang mumpuni dengan menghubungkan keterangan tersangka dengan alat-alat bukti sah lainnya, barang bukti dan segala data serta fakta perbuatan tersangka untuk mengungkapkan fakta yang sesungguhnya, apa benar tersangka merupakan pelaku dari tindak pidana yang telah disangkakan kepada dirinya ? terutama mengingat bahwa tindak pidana Hak Atas Kekayaan Intelektual/IPR dapat dilakukan oleh korporasi. 5. Khusus terhadap tindak pidana HAKI yang obyeknya sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 25 UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, maka alat bukti sah atas perkara tersebut mengalami perluasan, berupa penambahan alat bukti informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya (diatur pada Pasal 5 UU No. 11 tahun 2008). 6. Pasal yang disangkakan : Pasal yang disangkakan didasarkan pada fakta hukum dan alat bukti yang termuat dalam berkas perkara, dan apabila fakta dan alat bukti tersebut mendukung pembuktian bahwa benar tindak pidana dimaksud merupakan tindak pidana HAKI, maka pasal-pasal yang disangkakan cukup pasal-pasal sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan tentang HAKI, kecuali ternyata tersangka melakukan lebih dari satu feit (tindak pidana). c. Pemberitahuan Hasil Penyidikan Belum Lengkap (P-18 dan P-19) Apabila hasil penyidikan ternyata belum lengkap, hal tersebut agar segera disampaikan kepada Penyidik disertai petunjuk. Petunjuk dibuat dengan bahasa yang mudah dimengerti dan berbobot (mengarah pada unsur tindak pidana yang disangkakan) dan harus pula memperhatikan persyaratan dan upaya administratif dalam penyelesaian sengketa HAKI. d. Penerbitan Surat Pemberitahuan Hasil Penyidikan Sudah Lengkap (P-21) 1. Penerbitan P-21 dilaksanakan apabila berkas perkara ternyata sudah lengkap, baik secara formil maupun materiil. 2. Apabila setelah diterbitkan (P-21), kemudian diketahui ternyata berkas perkara belum memenuhi persyaratan untuk dilimpahkan ke Pengadilan, maka untuk melengkapinya dapat dilakukan pemeriksaan tambahan, sepanjang sebelumnya pernah diterbitkan (P-18) dan (P-19). 3. Pelaksanaan pemeriksaan tambahan dimaksud penting dilakukan untuk melengkapi berkas perkara dan kemungkinan untuk melakukan penyitaan barang bukti (Pasal 30 ayat (1) huruf e UU No. 16 tahun 2004). Pelaksanaan Pemeriksaan Tambahan berpedoman pada Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor : B-536/E/E/11/1993 tanggal 1 Nopember 1993 perihal Melengkapi Berkas Perkara dengan Melakukan Pemeriksaan Tambahan. e. Penyerahan Tanggung Jawab Atas Tersangka dan Barang Bukti Penyerahan tersangka dan barang bukti dapat terjadi dalam 2 (dua) pengertian, yaitu penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (3) huruf b KUHAP dan penyerahan tersangka dan barang bukti atas permintaan Jaksa Penuntut Umum (P-22) untuk kepentingan pemeriksaan tambahan. 1. Penelitian Atas tersangka. - Penelitian berkas perkara (tahap pertama) dilakukan secara cermat guna mencegah terjadinya error in persona. Kebenaran bahwa tersangka itulah yang harus bertanggung jawab secara pidana. - Hasil penelitian dituangkan dalam Berita Acara Penerimaan dan Penelitian Tersangka (BA-15). 2. Penelitian Barang Bukti. - Barang bukti dalam perkara HAKI/IPR terdiri dari berbagai dokumen dan barang bukti.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
222
-
Dokumen Penyitaan (Surat Perintah, Berita Acara, Izin/Persetujuan Penyitaan) Kelengkapan dokumen yang disita. Tolok Ukur Kelengkapan adalah Daftar Adanya Barang Bukti dan DokumenDokumen Penyitaan. Hasil penelitian dituangkan ke dalam Berita Acara Penelitian Benda Sitaan (BA-18), kemudian dibuatkan dan ditempel Label Barang Bukti (B-10) dan dilengkapi dengan Kartu Barang Bukti (B-11). Mekanisme penerimaan, pengumpulan dan penataan barang bukti dilaksanakan sesuai dengan Keputusan Jaksa Agung RI Nomor : KEP112/J/A/10/1989 tanggal 13 Oktober 1989.
3. Register Perkara dan Barang Bukti. - Setelah penerimaan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti, berkas perkara dicatat dalam register perkara tahap penuntutan (RP-12). - Barang Bukti dicatat dalam register barang bukti. Kegiatan Pra Penuntutan sebagaimana disebutkan pada bagian a s/d e tersebut diatas dilaksanakan dengan berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung RI Nomor : PER036/A/JA/09/2011 tanggal 21 September 2011 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum. 2. TAHAP PENUNTUTAN a. Penyusunan Surat Dakwaan. 1. Sistematika pembuatan surat dakwaan dan penyusunannya berpedoman pada Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor : SE-004/JA/11/1993 tanggal 22 Nopember 1993 perihal Pembuatan Surat Dakwaan. 2. Perlu diperhatikan, sebelum dilakukan pembuatan surat dakwaan, agar terlebih dahulu disusun matrik dakwaan sesuai lampiran Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum butir 1. 3. Jaksa Penuntut Umum menyusun dakwaan berdasarkan fakta dan alat bukti yang termuat dalam berkas perkara, dan apabila fakta dan alat bukti tersebut mendukung pembuktian bahwa benar tindak pidana dimaksud merupakan tindak pidana HAKI, maka pasal-pasal yang didakwakan cukup pasal-pasal sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan tentang HAKI, kecuali apabila tersangka melakukan lebih dari satu feit (tindak pidana). b. Pembuktian Dakwaan 1. Pemeriksaan Saksi-saksi : - Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan harus difokuskan kepada pembuktian unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan dan harus selalu ditanyakan alasan mengapa saksi dapat menerangkan demikian, hal ini sering dilupakan dalam persidangan. - Sejak tahap pra penuntutan, harus sudah dapat diidentifikasi dan diinventarisasi saksi-saksi yang diperkirakan akan mencabut keterangannya, untuk itu dapat dipedomani Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor : B-254/E/5/93 tanggal 31 Mei 1993 tentang langkah-langkah antisipatif terhadap pencabutan keterangan terdakwa/saksi persidangan. 2. Keterangan Terdakwa : Meskipun dalam penyidikan terdakwa mengakui perbuatannya namun tidak menutup kemungkinan adanya bimbingan serta rekayasa pihak tertentu, sehingga terdakwa mencabut keterangannya saat penyidikan ketika persidangan. Menghadapi hal demikian, perlu upaya antara lain : - Menghadirkan Penyidik dipersidangan guna memberikan keterangan, untuk membuktikan bahwa pemeriksaan terhadap diri terdakwa saat penyidikan telah dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan membuktikan pula bahwa terdakwa mencabut keterangannya tanpa didasari adanya alasan yang patut. - Dalam hal tertangkap tangan, agar penangkap sejak tingkat penyidikan telah diperiksa sebagai saksi. - Mengajukan Berita Acara Pemeriksaan dan Penelitian Tersangka (BA-15), apabila dalam BA-15 terungkap bahwa tersangka membenarkan keterangannya dalam Berita Acara Pemeriksaan selaku Tersangka saat proses penyidikan, sebagai alat bukti surat atau setidak-tidaknya sebagai petunjuk sesuai ketentuan Pasal 197 jo Pasal 188 ayat (2) KUHAP.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
223
c. Pengendalian dan Pedoman Tuntutan Pidana Pengendalian tuntutan pidana berpedoman kepada Surat Edaran Jaksa Agung R.I. Nomor : SE-013/A/JA/12/2011 tanggal 29 Desember 2011 tentang Pedoman Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Umum, dan dalam melakukan penuntutan pidana percobaan atau pidana bersyarat hendaknya memperhatikan konsep perdata dari pada HAKI. 3. SISTEM PELAPORAN a. Laporan tahap demi tahap sebagaimana di atas dilakukan sesuai Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor : R-05/E/ES/2/1995 tanggal 9 Pebruari 1995 perihal Pelaporan Pengendalian Perkara Penting Tindak Pidana Umum dengan catatan bahwa tembusan laporan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum oleh pengendali (Kepala Kejaksaan Negeri atau Kepala Kejaksaan Tinggi yang bersangkutan) dianggap sebagai laporan resmi (tidak perlu membuat laporan tersendiri). -
Bahwa materi yang saat ini diklasifikasi sebagai Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya adalah : - UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta; - UU No. 14 tahun 2001 tentang Paten; - UU No. 15 tahun 2001 tentang Merk; - UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang; - UU No. 31 tahun 2002 tentang Desain Industri; - UU No. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu; - UU No. 29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman; - UU No. 4 tahun 1990 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam; - Pasal 25 UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
-
Bahwa hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan (Notoir feit), dimana dengan Negara Indonesia meratifikasi perjanjian WTO (World Trade Organization) dengan Undang-Undang No. 7 tahun 1994 tanggal 2 Nopember 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), dan di dalam perjanjian Internasional tersebut, termuat pula hal-hal yang berhubungan dengan Hak Kekayaan Intelektual yang dituangkan dalam TRIP’s (Trade Related Aspects on Intellectual Properties), maka berakibat Negara Indonesia wajib untuk menghormati Hak Kekayaan Intelektual yang telah dilindungi ataupun didaftarkan di negara anggota TRIP’s lainnya, maka perlindungan Hak Cipta sebagaimana diatur pada UU No. 19 tahun 2002 berlaku juga bagi semua ciptaan bukan Warga Negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan Badan Hukum Indonesia yang merupakan anggota TRIP’s, dengan merujuk Pasal 76 huruf c ayat (ii) UU No. 19 tahun 2002.
-
Bahwa tindak pidana (delik) HAKI merupakan delik aduan, kecuali Hak Cipta dan Hak Perlindungan Varietas Tanaman.
-
Bahwa Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) diberikan atas permohonan, kecuali HAK CIPTA.
-
Bahwa tindakan penuntutan atas tindak pidana (delik) HAKI tetap dapat dilakukan walaupun telah dilakukan upaya perdata, dengan memperhatikan sifat pidana sebagai Ultimum Remidium.
-
Bahwa HAKI mempunyai tenggang waktu masa berlaku, yaitu : - Cipta : berlaku selama hidup pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung 50 tahun sesudahnya. - Paten : berlaku 20 tahun (sederhana 10 tahun) dan tidak dapat diperpanjang. - Merek : berlaku 10 tahun dan dapat diperpanjang. - Rahasia Dagang : tidak ada daluwarsa, karena karakteristiknya untuk menjaga suatu kerahasiaan. - Desain Industri : berlaku selama 10 tahun. - Sirkuit Terpadu : berlaku 10 tahun. - PVT : berlaku 20 tahun untuk tanaman semusim dan 25 tahun untuk tanaman tahunan.
-
Bahwa yang dikecualikan dari ketentuan UU No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, antara lain : perjanjian yang berkaitan dengan HAKI seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba (sebagaimana diatur pada Pasal 50 huruf b UU No. 5 tahun 1999).
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
224
-
Bahwa dalam penerapan ketentuan tentang hak cipta harus memperhatikan doktrin penggunaan secara wajar (fair use), yaitu sebuah aspek hukum berupa pemberian dispensasi atas penggunaan bahan-bahan yang telah dilindungi hak cipta tanpa perlu meminta izin, dengan syarat-syarat tertentu. Doktrin ini mencoba menyeimbangkan kepentingan pemegang hak cipta individual dengan keuntungan sosial atau kebudayaan yang dapat dihasilkan dari penciptaan dan penyebarluasan karya derivatif tersebut. Didefinisikan sebagai penyebarluasan “kemajuan sains dan seni-seni yang berguna”, yang lebih baik dari penegakan hukum terhadap klaim pelanggaran.
-
Bahwa pengguna akhir (end user) atas suatu program komputer yang penggandaannya tanpa ijin/”bajakan” tidak dapat dipidana, dikarenakan pelaku tidak memperoleh keuntungan komersial atas hasil penggandaan yang dilakukannya, apalagi apabila penggandaan tersebut hanya dipergunakan bagi dirinya sendiri.
-
Mengingat karakteristik rahasia dagang adalah untuk menjaga suatu kerahasiaan, maka atas permintaan para pihak dalam perkara pidana ataupun perkara perdata, hakim dapat memerintahkan agar sidang dilakukan secara tertutup (vide Pasal 18 UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang).
-
Bahwa pemberlakukan surat ini secara otomatis nantinya akan mengadaptasi setiap perubahan ataupun pembaruan atas suatu asas, doktrin, yurisprudensi dan peraturan hukum lainnya yang berlaku terhadap HAKI, yang ada setelah dikeluarkannya surat ini.
Demikian untuk dijadikan pedoman dan diminta agar pola penanganan perkara Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) ini diteruskan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri di dalam jajaran masing-masing.
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM
MAHFUD MANNAN Tembusan : 1. Yth. Jaksa Agung R.I.; (sebagai laporan) 2. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan; 3. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 4. Yth. Direktur TPUL pada JAM PIDUM; 5. Yth. Ketua Tim HAKI pada JAM PIDUM; 6. A r s i p.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
225
KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA Nomor Sifat Lampiran Perihal
: : : :
B – 3360/E/Euh/11/2013 Biasa 1 (satu) eksemplar Petunjuk penanganan perkara Tindak Pidana Umum yang terkait adanya indikasi Tindak Pidana Pencucian Uang.
Jakarta, 12 Nopember 2013
Kepada Yth. PARA KEPALA KEJAKSAAN TINGGI Di SELURUH INDONESIA
Berdasarkan pencermatan dan analisis terhadap perkembangan dinamika lingkugan strategis baik dalam penanganan perkara-perkara Tindak Pidana Umum yang terkait adanya indikasi Tindak Pidana Pencucian Uang, maupun perkembangan hukum dan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan SDA, Perbankan, Narkotika dan Psikotropika, Terorisme dan berbagai tindak pidana hukum lainnya serta Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU No. 8 Tahun 2010), maka diperlukan penguatan pemahaman para Jaksa Penuntut Umum, terkait posisi dan perannya sebagai Jaksa Peneliti, Jaksa Penuntut Umum dan selaku eksekutor dalam memahami konstruksi hukum dalam konteks penanganan-penanganan perkara Tindak Pidana Umum dimana terdapat adanya indikasi Tindak Pidana Pencucian Uang, serta penjabaran dalam mendayagunakan berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dalam suatu perkara Tindak Pidana Umum. Berkenaan dengan hal tersebut di atas, maka perlu disampaikan beberapa butir petunjuk teknis kepada para Jaksa Penuntut Umum, sebagai berikut: 1. Peran Jaksa Penuntut Umum dalam penelitian berkas perkara (pada tahap Pra Penuntutan). - Apabila Jaksa Penuntut Umum (Peneliti), menerima berkas perkara Tindak Pidana Umum (tahap I) dari Penyidik, khususnya berkas perkara : - Tindak Pidana Kehutanan; - Tindak Pidana Lingkungan Hidup; - Tindak Pidana Perbankan; -
Tindak Pidana Terorisme; Tindak Perpajakan; maupun Tindak Pidana Umum Lainnya.
bilamana dalam penelitian berkas perkara tersebut terdapat adanya indikasi Tindak Pidana Pencucian Uang, maka Jaksa Penuntut Umum (peneliti), segera melakukan koordinasi dan memberi petunjuk kepada Penyidik agar indikasi Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut disidik sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
226
Terkait dengan hal tersebut maka Jaksa Penuntut Umum perlu memahami berbagai hal : a. Untuk menyidik dan menuntut terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang, tidak perlu dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya (Predicate Crime). (vide pasal 69 UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang) b. Di dalam penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang, Jaksa Penuntut Umum tidak perlu mensyaratkan adanya terlebih dahulu laporan hasil analisis transaksi keuangan dari PPATK, baru bisa dilakukan penyidikan, namun dalam kegiatan penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut, Penyidik memberitahukan dan berkoordinasi dengan pihak PPATK (pasal 75 UU No. 8 tahun 2010), untuk meminta agar PPATK melakukan pelacakan terhadap transaksi keuangan yang mencurigakan tersebut dengan memberikan laporan hasil analisis transaksi mencurigakan tersebut kepada Penyidik. c. Permintaan keterangan ahli seyogyanya dimintakan melalui pimpinan Instansi/Lembaga dan selanjutnya pimpinan Instansi/Lembaga yang bersangkutan menunjuk ahli untu memberikan keterangan ahli. 2.
Peran jaksa sebagai Penuntut Umum - Jaksa Penuntut Umum yang menyidangkan perkara Tindak Pidana Pencucian Uang, wajib memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Pembalikan beban pembuktian - Di dalam pasal 77 UU No. 8 tahun 2010, dinyatakan bahwa untuk kepentingan pemeriksaan di Sidang Pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil Tindak Pidana. - Dalam kaitan dengan sistem pembuktian terbalik di dalam UU No. 8 tahun 2010 ini, dianut pembalikan beban pembuktian secara seimbang, sehingga Penuntut Umum yang menyidangkan perkara tersebut tetap berkewajiban membuktikan dakwaannya. b. Dalam hal masih terdapat harta kekayaan (asset) yang belum disita dan tidak termasuk dalam daftar barang bukti perkara yang bersangkutan, Penuntut Umum meminta kepada Majelis Hakim agar harta kekayaan (asset) tersebut disita dengan mengeluarkan Penetapan Hakim untuk menyita asset tersebut. Penyitaan tersebut dilakukan melalui Penyidik. (vide pasal 81 UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang)
3.
Peran Jaksa selaku Eksekutor Dengan dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor : 01 tahun 2013 tentang Tata Cara Penyelesaian Harta Kekayaan dalam Tindak Pidana Pencucian Uang atau Tindak Pidana lain, sebagai implementasi pasal 67 UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
227
Pencucian Uang, maka Penuntut Umum berperan sebagai eksekutor atas Putusan Pengadilan dimaksud sesuai : Pasal 10 ayat (5) jo pasal 20 ayat (2) PERMA No. 1 tahun 2013, Salinan Putusan disampaikan kepada Jaksa dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak Putusan diucapkan guna kepentingan eksekusi. Oleh karena permohonan penanganan harta kekayaan ke Pengadilan Negeri diajukan oleh Penyidik, maka : Penyidik dan Jaksa pada Kejaksaan Negeri setempat berkoordinasi sejak adanya pelimpahan ke Pengadilan, sehingga Kepala Kejaksaan Negeri
-
setempat mengetahui adanya permohonan penanganan harta kekayaan yang dilimpahkan ke Pengadilan. Kejaksaan setempat berkoordinasi dengan pihak Pengadilan yang menyidangkan permohonan penanganan harta kekayaan, untuk mendapatkan Salinan Putusan Pengadilan terkait eksekusi oleh Jaksa.
untuk lebih jelasnya disampaikan fotocopy Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor : 01 tahun 2013, sebagaimana terlampir. Demikian untuk dipedomani dan dilaksanakan.
JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM
MAHFUD MANNAN
Tembusan : 7.
Yth. Jaksa Agung R.I.; (sebagai laporan) 8. Yth. Wakil Jaksa Agung R.I.; 9. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan; 10. Yth. Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum; 11. Yth. Para Direktur pada JAMPIDUM; 12. A r s i p.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
228
KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN PERMOHONAN PENANGANAN HARTA KEKAYAAN DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ATAU TINDAK PIDANA LAIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
:
a.
b.
c.
d.
Mengingat
:
1.
2. 3.
bahwa berdasarkan Pasal 32 ayat (4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Mahkamah Agung berwenang memberi petunjuk, teguran, atau peringatan kepada Pengadilan di semua badan peradilan yang berada di bawah kewenangannya; bahwa berdasarkan penjelasan Pasal 79 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Mahkamah Agung berwenang membuat peraturan sebagai pelengkap untuk mengisi kekukrangan atau kekosongan hukum dalam jalannya peradilan; bahwa terdapat kekosongan hukum acara untuk pelaksanaan Pasal 67 UndangUndang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, sehingga perlu dibentuk Peraturan Mahkamah Agung yang mengatur mengenai hukum acara penanganan harta kekayaan; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan Penanganan Harta Kekayaan Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang atau Tindak Pidana Lain; Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4359) dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 3; Tambahan Lembagan Negara Nomor 4985); Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5164); MEMUTUSKAN :
Menetapkan
:
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN PERMOHONAN PENANGANAN HARTA KEKAYAAN DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ATAU TINDAK PIDANA LAIN.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
229
BAB I RUANG LINGKUP Pasal 1 Peraturan ini berlaku terhadap permohonan penanganan harta kekayaan yang diajukan oleh Penyidik dalam hal yang diduga sebagai pelaku tindak pidana tindak ditemukan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencapaian dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. BAB II PERMOHONAN PENANGANAN HARTA KEKAYAAN Pasal 2 (1)
Permohonan penanganan harta kekayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, harus memuat : a. nama dan jenis harta kekayaan; b. jumlah harta kekayaan; c. tempat, hari, dan tanggal penyitaan; d. uraian singkat yang memuat alasa diajukannya permohonan penangan harta kekayaan.
(2)
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dan ditandatangani oleh Penyidik yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Pasal 3
Permohonan penaganan harta kekayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus dilengkapi dengan : a. berita acara penghentian sementara seluruh atau sebagian transaksi terkait hata kekayaan yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana atas permintaan PPATK; b. berkas perkara hasil penyidikan; dan c. berita acara pencarian tersangka. Pasal 4 (1) (2) (3)
(4) (5)
Sebelum pemeriksaan permohonan penanganan harta kekayaan, Ketua Pengadilan Negeri wajib melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan permohonan penanganan harta kekayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3. Ketua Pengadilan Negeri dapat mendelegasikan kepada seorang Hakim untuk melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan permohonan penanganan harta kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Dalam hal ini permohonan penanganan harta kekayaan belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, Ketua Pengadilan Negeri atau Hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memberi petunjuk kepada Penyidik untuk memperbaiki dan melengkapi Permohonan penanganan harta kekayaan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak petunjuk diterima oleh Penyidik. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Penyidik belum melengkapi permohonan penanganan harta kekayaan, Ketua Pengadilan Negeri atau Hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengembalikan permohonan penanganan harta kekayaan kepada Penyidik. Terhadap permohonan yang dikembalikan, dalam jangka waktu paling lama (7) hari kerja Penyidik wajib melengkapi dan menyampaikan kembali permohonan penanganan harta kekayaan. BAB III HUKUM ACARA Bagian Kesatu Wewenang Pengadilan Untuk Mengadili Pasal 5
(1) (2)
Pengadilan Negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutus permohonan penanganan harta kekayaan adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat keberadaan harta kekayaan. Apabila terdapat beberapa harta kekayaan yang dimohonkan untuk dimintakan penanganan harta kekayaan dalam daerah hukum beberapa Pengadilan Negeri, Penyidik dapat memilih salah satu dari Pengadilan Negeri tersebut untuk mengajukan permohonan penanganan harta kekayaan. Pasal 6
Dalam hal keadaan daerah tidak memungkinkan suatu Pengadilan Negeri untuk memeriksa suatu permohonan penanganan harta kekayaan, Mahkamah Agung menetapkan atau menunjuk Pengadilan Negeri lain yang layak untuk memeriksa permohonan dimaksud berdasarkan usul dari pimpinan instansi Penyidik yang bersangkutan.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
230
Pasal 7 Dalam hal harta kekayaan yang dimohonkan untuk dimintakan penanganan harta kekayaan berada di luar negeri, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan penanganan harta kekayaan. Bagian Kedua Pengumuman Permohonan Penanganan Harta Kekayaan Pasal 8 (1) (2) (3) (4)
Setelah permohonan dinyatakan lengkap sesuai dengan prosedur pada Pasal 4, Ketua Pengadilan Negeri segera memerintahkan Panitera untuk mencatat permohonan penanganan harta kekayaan tersebut dalam buku register. Ketua Pengadilan Negeri segera memerintahkan Panitera untuk mengumumkan permohonan penanganan harta kekayaan pada papan pengumuman Pengadilan Negeri dan/atau media lain guna memberikan kesempatan kepada pihak yang merasa berhak atas harta kekayaan untuk mengajukan keberatan. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan selama 30 (tiga puluh) hari kerja. Bentuk pengumuman permohonan penanganan harta kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini. Bagian Ketiga Pemeriksaan Permohonan Penanganan Harta Kekayaan Paragraf 1 Pemeriksaan Permohonan Penanganan Harta Kekayaan Dalam Hal Tidak Terdapat Keberatan Pasal 9
(1) (2)
Dalam hal tidak terdapat keberatan terhadap permohonan penanganan harta kekayaan dalam masa pengumuman sebagaimana dalam Pasal 8 ayat (3), Ketua Pengadilan Negeri menunjuk Hakim Tunggal untuk memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan penanganan harta kekayaan. Hakim yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menetapkan hari siding dan memerintahkan Panitera untuk memanggil Penyidik agar hadir di persidangan. Pasal 10
(1) (2) (3) (4) (5)
Berdasarkan permohonan penanganan harta kekayaan dan alat bukti dan/atau barang bukti yang diajukan oleh Penyidik selaku pemohon penanganan harta kekayaan, Hakim memutus harta kekayaan tersebut sebagai aset negera atau dikembalikan kepada yang berhak. Hakim harus memutus permohonan penanganan harta kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak hari sidang pertama. Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diumumkan pada papan pengumuman Pengadilan Negeri dan/atau media lain guna memberikan kesempatan kepada pihak yang merasa berhak atas harta kekayaan untuk mengajukan keberatan. Petikan putusan disampaikan kepada Penyidik yang mengajukan permohonan penanganan harta kekayaan segera setelah putusan diucapkan. Salinan putusan disampaikan kepada Jaksa pada Kejaksaan Negeri yang berada di daerah hukum Pengadilan Negeri yang memutus permohonan penanganan harta kekayaan atau Kejaksaan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat keberadaan harta kekayaan melalui Kepala Kejaksaan Negeri yang bersangkutan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak putusan diucapkan guna kepentingan eksekusi. Paragraf 2 Keberatan Terhadap Putusan Permohonan Penanganan Harta Kekayaan yang Diajukan Setelah Putusan Diucapkan Pasal 11
(1)
(2) (3)
Terhadap putusan permohonan penanganan harta kekayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), pihak yang merasa berhak atas harta kekayaan dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri yang bersangkutan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah putusan Pengadilan diucapkan. Ketua Pengadilan Negeri menunjuk Majelis Hakim untuk memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan keberatan penanganan harta kekayaan. Majelis Hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) menentukan hari sidang pertama dan memerintahkan Panitera untuk memanggil Penyidik dan Pemohon Keberatan agar hadir di persidangan.
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
231
(4) (5) (6)
Dalam hal Pemohon Keberatan adalah korporasi, panggilan disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor. Salah seorang pengurus korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib menghadap di sidang Pengadilan mewakili korporasi. Pemohon Keberatan harus mengajukan alasan-alasan keberatan disertai dengan alat-alat bukti dan/atau barang bukti yang diperlukan, serta menghadiri sendiri persidangan, baik didampingi atau tidak didampingi oleh kuasa hukumnya. Pasal 12
Pada hari sidang yang telah ditetapkan, Hakim membuka persidangan dan menyatakan sidang terbuka untuk umum. Pasal 13 Hakim memerintahkan Pemohon Keberatan untuk membacakan keberatan terhadap putusan permohonan penanganan harta kekayaan. Pasal 14 Pemohon Keberatan menyampaikan alat bukti dan/atau barang bukti yang mendukung keberatan terhadap putusan permohonan penanganan harta kekayaan dimaksud. Pasal 15 Dalam hal diperlukan, Hakim dapat melakukan pemeriksaan terhadap harta kekayaan di tempat harta kekayaan tersebut berada. Pasal 16 Hakim memerintahkan Pemohon Keberatan untuk membuktikan asal usul bahwa harta kekayaan yang diajukan permohonan penanganan harta kekayaan tersebut bukan merupakan hasil tindak pidana. Pasal 17 Dalam hal diperlukan, Hakim dapat meminta keterangan ahli dan dapat pula meminta agar diajukan bahan baru. Pasal 18 (1) (2)
Hakim mempertimbangkan seluruh dalil-dalil dan alat bukti yang telah diperiksa di persidangan, untuk selanjutnya memutus harta kekayaan tersebut dinyatakan sebagai aset Negara atau dikembalikan kepada yang berhak. Putusan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) bersifat final dan mengikat. Pasal 19
(1) (2)
Dalam hal Permohonan Keberatan tidak menghadiri sendiri persidangan, Hakim menyatakan keberatan tersebut gugur dan putusan yang dimohonkan keberatan tetap berlaku. Dalam hal Permohonan Keberatan tidak mengajukan alasan-alasan dan/atau tanpa disertai alat-alat bukti yang cukup, Hakim menolak keberatan tersebut dan putusan yang dimohonkan keberatan tetap berlaku. Pasal 20
(1) (2)
Petikan putusan disampaikan kepada Penyidik yang mengajukan permohonan penanganan harta kekayaan dan Pemohon Keberatan segera setelah putusan diucapkan. Salinan putusan disampaikan kepada Jaksa pada Kejaksaan Negeri yang berada di daerah hukum Pengadilan Negeri yang memutus permohonan penanganan harta kekayaan atau Kejaksaan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat keberadaan harta kekayaan melalui Kepala Kejaksaan Negeri yang bersangkutan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak putusan diucapkan guna kepentingan eksekusi. Paragraf 3 Pemeriksaan Permohonan Penanganan Harta Kekayaan Dalam Hal Terdapat Keberatan
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
232
Pasal 21 (1) (2)
Dalam hal terdapat keberatan terhadap permohonan penanganan harta kekayaan yang diajukan dalam masa pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3), Ketua Pengadilan Negeri menunjuk Mejelis Hakim untuk memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan penanganan harta kekayaan. Dalam hal terdapat keberatan terhadap penanganan harta kekayaan yang diajukan dalam proses pemeriksaan sidang sebagaimana diamksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 ayat (1), Hakim Tunggal yang memeriksa permohonan penanganan harta kekayaan tersebut melaporkan adanya keberatan tersebut kepada Ketua Pengadilan Negeri, kemudian Ketua Pengadilan Negeri menunjuk Majelis Hakim untuk memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan penangan harta kekayaan. Pasal 22
(1) (2)
Majelis Hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) atau Pasal 21 ayat (2) menentukan hari sidang pertama dan memerintahkan Panitera untuk memanggil Penyidik dan Pemohon Keberatan agar hadir di persidangan. Tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dilaksanakan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (4), Pasal 11 ayat (5), Pasal 11 ayat (6), Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, dan Pasal 18. Pasal 23
Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 dan Pasal 20 berlaku juga terhadap pemeriksaan permohonan penanganan harta kekayaan dalam hal terdapat keberatan. BAB IV KETENTUAN PENUTUP Pasal 24 Ketentuan-ketentuan dalam Hukum Acara Pidana tetap berlaku sepanjang tidak diatur dalam Peraturan ini. Pasal 25 Peraturan Mahkamah Agung ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundang Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan : di Jakarta Pada Tanggal : 14 Mei 2013 KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
MUHAMMAD HATTA ALI Diundangkan di Jakarta Pada Tanggal 17 Mei 2013 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 711
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
233
LAMPIRAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1 TAHUN 2013 TANGGAL : 14 Mei 2013
Bentuk Pengumuman Permohonan Penanganan Harta Kekayaan Pada Papan Pengumuman Pengadilan dan Media Lain PENGUMUMAN PERMOHONAN PENANGANAN HARTA KEKAYAAN No. Register : __________
1. Pada hari _____, tanggal ___ 20____, Pengadilan Negeri __________ menerima permohonan penanganan harta kekayaan yang diajukan oleh ____________ (Instansi Penyidik) _______ berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Nomor Register : ______________ 2. Adapun keterangan mengenai harta kekayaan yang diajukan untuk dimintakan penanganan harta kekayaan adalah sebagai berikut : Nama dan jenis harta kekayaan : Jumlah harta kekayaan : Tempat, Hari dan tanggal penghentian sementara transaksi : Uraian singkat mengenai permohonan penanganan harta kekayaan : 3. Keberatan terhadap permohonan penanganan harta kekayaan sebagaimana dimaksud diajukan dengan mengacu pada ketentuan dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2013 tentang Tata Cara penyelesaian Permohonan Penanganan Harta Kekayaan dalam Tindak Pidana Pencucian Uang atau Tindak Pidana Lain selambat-lambatnya ___ (30 hari kerja setelah tanggal pengumuman) ___ kepaa : Nama : (nama dan jabatan Panitera) Alamat: (alamat Pengadilan Negeri) Nomor telepon:
(tempat & tanggal Panitera)
Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri (________) (alamat)
Himpunan Petunjuk Teknis Penanganan & Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Umum 2012-2013
234