SIARAN PERS Jakarta, 28 Agustus 2016 Evaluasi Implementasi Parlemen Modern: Komitmen Transparansi DPR Patut Diragukan DPR menetapkan konsep parlemen modern dalam rencana strategisnya. Salah satu indikatornya adalah penguatan transparansi dan penggunaan teknologi informasi. Tampaknya, parlemen modern masih sebatas jargon. Implementasinya diragukan. Dalam rangka memperingati Ulang Tahun DPR ke 71 tanggal 29Agustus 2016, Koalisi Masyarakat Sipil untuk UU MD3 mengevaluasi transparansi DPR dengan melihat (1) implementasi UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik di DPR; (2) tracking proactive disclosure (informasi yang wajib diumumkan oleh DPR) dalam legislasi 1 (3) keterbukaan potensi konflik kepentingan. Temuan 1 - Tata Kelola Data dan Informasi DPR belum Mampu Mendukung Permintaan Publik terhadap Informasi Pada 2010 DPR mengesahkan Peraturan DPR No 1 Tahun 2010 mengenai Keterbukaan Informasi Publik di DPR. Pada implementasinya, pelayanan informasi publik belum mampu menjawab kebutuhan masyarakat. Informasi dari media lebih mudah diakses masyarakat dibanding informasi-informasi yang dirilis DPR. Mandat UU KIP Pembentukan PPID Daftar Informasi Publik
Implementasi Tersedia, tetapi tidak kompatible Tidak tersedia dan tidak terupdate Mekanisme pengecualian informasi Tidak tersedia Mekanisme pelayanan Tidah tersedia secara tertulis Mekanisme keberatan terhadap pelayanan Tidak tersedia Tabel 1. Hasil Evaluasi Implementasi UU KIP di DPR (Sumber: IPC 2016) Dalam menjalankan UU KIP, DPR wajib memiliki Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi yang bertugas untuk mengelola dan melayani informasi. Akan tetapi, struktur PPID DPR yang ada sekarang tidak kompatibel dengan struktur organisasi DPR. PPID yang diharapkan menjadi sentral pelayanan dan pengelolaan informasi publik, pada kenyataannya masih sulit untuk mengakses informasi diantara mereka sendiri. Sementara itu, kebutuhan publik terhadap informasi yang berkaitan dengan pembuatan kebijakan di DPR sangat tinggi. Terutama terkait dokumen-
1
RUU yang dinilai: (1) RUU Informasi dan Transaksi Elektronik, (2) RUU Pengampunan Pajak, (3) RUU Sistem Perbukuan, (4) RUU Kebudayaan, (5) RUU Larangan Minuman Beralkohol, (6) RUU Pemilihan Kepala Daerah, (7) RUU Paten, (8) RUU Merek, (9) RUU Revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. (10) RUU Migas (11) RUU Minerba.
dokumen pembahasan Rancangan Undang-Undang. Bisa untuk kepentingan advokasi, penelitian maupun publikasi lebih luas. Kondisi PPID yang demikian pada akhirnya menyulitkan akses publik terhadap informasi yang dinilai strategis bagi masyarakat. Temuan 2 - Proses Legislasi Minim Proactive Disclosure. Proactive disclosure merupakan informasi yang wajib diumumkan oleh DPR tanpa harus diminta oleh publik karena informasi tersebut terdapat kepentingan publik yang tinggi. Informasi yang berkaitan dengan legislasi terdapat kepentingan publik yang luas di dalamnya. Berdasarkan pemantauan Indonesian Parliamentery Center terhadap 11 RUU yang dibahas pada Masa Sidang V 2016 menemukan, tidak banyak informasi yang dipublikasikan secara proaktif. Hanya 6 jenis informasi yang dipublikasikan secara proaktif dari 29 jenis informasi yang seharusnya diumumkan (Tabel 2.). NO
JENIS INFORMASI PROACTIVE DISCLOSURE DOKUMEN RUU/RUU APBN 1 Draf RUU/RUU APBN
Diumumk an
Jumla h
√
5
2
Naskah Akademik/Nota Keuangan Tahun Berjalan
√
5
3
UU yang sudah disahkan
√
3
DOKUMEN HASIL PEMBAHASAN 1 Risalah Rapat
√
11
Ket RUU Pilkada, RUU Migas, RUU Paten, RUU Merk, RUU Larangan Minol RUU Pilkada, RUU Migas, RUU Paten, RUU Merk, RUU Larangan Minol RUU Pengampunan Pajak, RUU Pilkada, RUU Paten RUU Paten dan RUU Merek RUU Pengampunan Pajak, RUU Paten, RUU Merek, RUU ITE, RUU Perbukuan, RUU Kebudayaan
2
Laporan singkat persidangan
√
43
3 4 5 6 7
Pendapat mini fraksi Pendapat akhir fraksi Laporan kunjungan kerja Daftar Inventaris Masalah Laporan RDPU
√ √
1
RUU Pengampunan Pajak
28
RUU Pengampunan Pajak, RUU Paten, RUU Merek dan RUU ITE
8 Laporan studi banding 9 Laporan kunjungan kerja 10 Laporan/pendapat pemerintah INFORMASI AGENDA/KEGIATAN PEMBAHASAN RUU 1 Riwayat perkembangan pembahasan RUU 2 Jadwal persidangan komisi/pansus/panja/timsin 3 Jadwal rapat paripurna pengusulan dan persetujuan RUU 4 Jadwal RDPU 5 Jadwal studi banding 6 Jadwal kunjungan kerja -
7
Sifat rapat a. Terbuka b. Tertutup 8 Alasan rapat tertutup INFORMASI MENGENAI PERAN-SERTA MASYARAKAT 1 Tata cara partisipasi dalam pembahasan RUU a. Secara langsung b. Secara tidak langsung 2 Dokumen masukan/aspirasi masyarakat dalam pembahasan RUU ANGGARAN PEMBAHASAN RUU 1 Dokumen anggaran pembahasan RUU 2 Alokasi anggaran untuk pembahasan RUU 3 Laporan realisasi anggaran pembahasan RUU 4 Kontrak kerjasama dengan pihak ketiga dalam pembahasan RUU INFORMASI TENTANG TIM PELAKSANA PEMBAHASA RUU 1 Nama AKD/Pansus dan daftar anggota 2 Daftar tim Ahli/Tim Pendukung/Tim Perancang Tabel 2. Hasil Tracking Web DPR tentang informasi yang wajib diumumkan oleh DPR berdasarkan UU KIP (sumber: IPC 2016)
Dampak dari minimnya proactive disclosure adalah timbulnya kebingungan dari masyarakat, apa yang bisa disampaikan dan bagaimana cara menyampaikannya dan kepada siapa menyampaikannya. 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Seharusnya Nyatanya
Grafik 1. Perbandingan antara kewajiban proactive disclosure dan implementasinya (IPC 2016)
Temuan 3 - Keterbukaan Konflik Kepentingan Anggota Tidak Tertangani Terungkapnya dua Anggota DPR dari Komisi XI: Arilangga Hartanto dan Johnny Gerard Plate seharusya menjadi catatan penting dan mendorong DPR untuk membuat aturan baru mengenai keterbukaan potensi konflik kepentingan oleh Anggota DPR. Kajian Indonesian Coruuption Watch (ICW) mengenai konflik kepentingan anggota DPR menemukan fakta bahwa terdapat 32 perusahaan yang berpotensi konflik kepentingan langsung dengan jabatan, wewenang dan tugas Angoota DPR yang bersangkutan. 32 perusahaan itu dimiliki oleh 25 anggota DPR yang berasal dari Komisi I, Komisi III, Komisi IV, Komisi VI, Komisi VII dan Komisi IX. Komisi Komisi I (bidang pertahanan, luar negeri, komunikasi dan informatika, intelijen) Komisi III (bidang hukum, HAM dan keamanan) Komisi IV (bidang pertaninan, maritim, pangan dan kehutanan) Komisi V (bidang infrastruktur, perhubungan) Komisi VI (bidang perdagangan, perindustrian, investasi, koperasi, UKM & BUMN, standarisasi nasional) Komisi VII (bidang energu sumber daya mineral, risat dan teknologi, lingkungan hidup) Komisi IX
Potensi Konflik Kepentingan 1
Temuan Tracking
1
Usaha jasa hukum
6
Usaha bidang pertanian, perkebunan Usaha kontraktor, jasa konstruksi perindustrian, terkait dengan pengolahan tambang maupun kayu pertambangan batubara, minyak
7 9 7 1
Stasiun radio
Jasa tenaga kerja
Peta potensi konflik kepentingan di DPR (Sumber: ICW 2015) Tuntutan Berdasarkan situasi di atas, kami Koalisi Masyarakat Sipil untuk UU MD3 menyampaikan tuntutan Kepada Pimpinan DPR, Pimpinan Badan Legislasi, Pimpinan MKD untuk: 1. Menerapkan UU KIP secara konsekuen dan komprehensif. Terlbih UU ini merupakan inisiatif DPR. 2. Umumkan dengan cepat (minimal 1 hari) seluruh informasi yang wajib diumumkan (proactive disclosure) dalam proses legislasi di website DPR. 3. Revisi Kode Etik DPR RI dengan memuat aturan yang lebih rinci mengenai konflik kepentingan.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk UU MD3 Indonesian Parliamentary Center (IPC), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Komite Pemantau Legislatif (KOPEL), Indonesia Budget Center (IBC), Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA), Indonesia Corruption Watch (ICW), Transparency International Indonesia (TII), Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), Perhimpunan Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Kontak Person Ahmad Hanafi (IPC) - 0811-995-2737 Syamsudin Alimsyah (KOPEL) - 0813-4278-5687 Ronald Rofiandri (PSHK) - 0818-747-776 Hendrik Rosdinar (YAPPIKA) - 0811-1463-983 Almas Syafrina (ICW) - 0812-5901-4045 Ibeth Koesrini (IBC) - 0813-8469-7372 Apung Widadi (FITRA) - 0852-9393-9999 Fadli Ramadhanil (PERLUDEM) - 0852-7207-9894 Erik Kurniawan (SPD) - 0819-3293-0908