Edisi : I/Januari 2011
JADIKAN PEKERJAAN KITA SEBAGAI “SOULMATE”
Oleh: Miyosi Ariefiansyah Redaksi Newsletter KAP Syarief Basir & Rekan
“ Lembur terus setiap hari!!” “Capek, setiap hari masuk!!” “Pusing, kerjaan numpuk!!” “Sabtu-Sabtu masuk!! Huhh!!” “Hari libur juga kerja!!” Dan kalimat-kalimat keluhan yang serupa. Saya, Anda, dan kita semua, mungkin sering menjumpai kalimat-kalimat bernada keluhan seperti di atas. Kenyataannya, memang hampir sebagian besar dari kita merasa tidak nyaman dengan pekerjaan yang sedang kita lakukan sekarang. Lalu mengapa kita masih tetap bertahan?? Beberapa alasan mengapa kita tetap menggeluti pekerjaan kita yang sekarang, di antaranya: 1. Butuh Faktor terbesar mengapa kita tetap mempertahankan pekerjaan kita sekarang adalah karena kita merasa harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sementara di sisi lain, kita mungkin belum menemukan atau tak menemukan pekerjaan yang cocok. Kita tetap memilih bekerja tentunya karena hal tersebut merupakan pilihan yang terbaik untuk saat ini. Bekerja (apapun itu &
1 Newsletter KAP Syarief Basir dan Rekan, Edisi : I/Januari 2011
setidaknyaman apapun kondisinya) dianggap sebagai pilihan yang terbaik dibandingkan dengan tidak bekerja dan tidak mendapatkan apa-apa. 2. Prestise Bisa jadi kita tidak nyaman dengan pekerjaan yang sekarang sedang kita jalani, namun karena pekerjaan tersebut mengandung prestise di mata sosial, maka kita terpaksa mempertahankan pekerjaan tersebut demi sebuah harga diri. 3. Tekanan Eksternal Tekanan dari pihak luar yakni tekanan yang berasal dari orang-orang di sekitar kita, yaitu: orang tua, saudara, suami, istri, anak, atau teman. Sedikit banyak mereka akan mempengaruhi keputusan kita termasuk dalam bekerja. Misalnya, seseorang ingin memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya karena ingin berwiraswasta, namun ternyata rencana tersebut gagal ia realisasikan karena banyak faktor yang kurang mendukung, di antaranya: istri yang tidak siap dengan penghasilan suami yang tidak pasti, teman yang menyalahkannya karena menganggapnya menyia-nyiakan sesuatu yang sudah nyaman “comfort zone”, kebutuhan anak-anak yang meningkat dan membutuhkan banyak dana, anggapan tetangga bila ia keluar dari pekerjaan dianggap karena sesuatu yang tidak baik terjadi, kredit rumah yang masih menumpuk, dll. Hal-hal eksternal semacam itu kadang-kadang memang membuat kita berpikir jutaan kali untuk keluar dari pekerjaan kita dan memilih bertahan dengan ketidaknyamanan tersebut. 4. Impian Terakhir adalah karena kita mencintai pekerjaan yang sedang kita lakukan sekarang ini. Kita sangat menikmatii apa yang kita kerjakan, sekalipun kita menghadapi banyak masalah seperti: senioritas, perilaku bos atau pimpinan perusahaan yang kurang berkenan, banyak hal-hal baru yang masih harus kita pelajari, dll. Namun semua itu bukanlah penghalang bagi kita yang sudah terlanjut mencintai pekerjaan tersebut. Malah sebaliknya, semua hambatan-hambatan tersebut dianggap sebagai tantangan. Dan biasanya, kita memang mencintai tantangan dan merasa puas bila kita sudah berhasil menaklukkan tantangan tersebut. Prosentase kelompok orang-orang yang benar-benar mencintai pekerjaan mereka ternyata sangat sedikit. Hal tersebut bisa dengan mudah kita jumpai di manapun kita berada. Lihat saja, kita mungkin sering menjumpai teman kita mengeluh hal-hal seperti yang sudah ditulis di awal. Atau mungkin kita sendiri yang sering mengeluh, menganggap bahwa pekerjaan teman kita lebih baik, lebih menarik, dan lebih berprospek dibandingkan dengan pekerjaan yang sedang kita jalani. Coba saja, apakah sering kita jumpai pekerja yang merasa sangat bahagia ketika ia harus merelakan waktu tidur dan istirahatnya untuk bekerja. Apakah kita sering menjumpai orang-orang yang merasa sangat dibutuhkan sehingga ia rela tidak tidur untuk mengerjakan tugas-tugas yang belum terselesaikan. Jawabannya adalah TIDAK. Sebaliknya, yang paling sering kita jumpai adalah orang-orang yang selalu mengeluh dengan apa yang mereka kerjakan. Mari kita lihat bersama, apakah kita termasuk salah satu orang yang mencintai pekerjaan kita. Bila kita mencintai pekerjaan kita, maka mungkin kita memiliki ciri-ciri di bawah ini, yaitu: 2 Newsletter KAP Syarief Basir dan Rekan, Edisi : I/Januari 2011
1. Bila kita diberi tugas banyak yang sesuai dengan kemampuan dan bidang kita oleh atasan, kita merasa sangat bahagia karena itu artinya kita berguna dan dipercaya. 2. Bila kita diberi kesempatan untuk belajar hal-hal yang mungkin bukan hal yang kita geluti, kita menerimanya dengan senang hati, dan menganggap itu adalah ilmu baru dan sebuah tantangan yang harus kita takhlukkan. 3. Bila kita menganggap pekerjaan kita sebagai sebuah “mainan semasa kecil” yang akan selalu kita rindukan bila kita berpisah dengannya. 4. Bila kita rela untuk menghabiskan hari-hari libur kita untuk mengerjakan pekerjaan yang belum selesai. 5. Bila menurut orang lain pekerjaan tersebut dianggap membosankan, tapi menurut kita menyenangkan. 6. Bila menurut orang lain pekerjaan tersebut mengandung tekanan, tapi menurut kita adalah tantangan. 7. Bila setelah selesai mengerjakan, kita tertantang untuk mengerjakan hal-hal yang lebih rumit lagi dari pekerjaan sebelumnya. Pada intinya, kita bisa dikatakan mencintai pekerjaan kita, bila kita menganggap pekerjaan kita tersebut sebagai “soulmate”. Bagaimana? Apakah kita termasuk ke dalam salah satunya? Termasuk ke dalam orang-orang yang mencintai pekerjaannya dengan sepenuh hati? Kita semua pasti pernah jatuh cinta. Apa yang kita rasakan ketika sedang jatuh cinta? Pasti kita semua akan menjawab, rela melakukan apapun demi orang yang kita cintai. Sama seperti pekerjaan, bila kita sudah mencintai dunia yang kita geluti, maka kita tak akan pernah mengeluh tentang pekerjaan yang sekarang ini kita jalani. Kita menganggap semuanya sebagai tantangan dan rekreasi jiwa. Kita bisa melihat para ilmuwan yang dalam kesehariannya hanya berkutat dengan laboratorium dan benda-benda serta alat-alat yang berada di sekelilingnya. Kita juga bisa melihat para arkeolog yang setiap hari harus berkutat dengan tulang-tulang manusia yang sudah terkubur selama berjuta-juta tahun yang lalu. Atau mungkin kita bisa melihat seorang ahli biologi yang setiap hari hanya melihat hutan, tanaman, laut, hewan, dan tumbuhan. Sekilas, mungkin kita merasa bosan dengan kegiatan yang mereka lakukan. Bayangkan, tak hanya satu jam dua jam mereka melakukan kegiatan yang sama, namun berjam-jam, berhari-hari, dan bahkan mungkin bertahun-tahun. Namun, apa yang terjadi? Nyatanya mereka sama sekali tak terusik dengan kata-kata “bosan”. Mereka justru semakin asyik dan penasaran dengan apa yang mereka tekuni. Alhasil, saat mereka berhasil menemukan sesuatu yang berguna untuk umat manusia mereka bisa dengan puas melihat hasil kerja keras mereka. Sungguh indah bukan. Bandingkan dengan seorang karyawan yang tidak menikmati pekerjaannya. Setiap hari ia mengeluh karena harus berangkat pagi dan pulang sore bahkan malam. Di kantor ia mengeluh tentang banyaknya pekerjaan yang harus ia lakukan. Saat istirahat dia juga mengeluh karena waktu istirahat kurang. Saat pulang ia masih mengeluh karena merasa tereksploitasi. Dan saat libur tibapun mereka masih mengeluh karena hari libur yang pendek. Sungguh ironi!! Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah kita termasuk orang yang seperti itu? Bila “iya” maka tak ada masalah yang berarti . yang harus kita lakukan selanjutnya adalah menjaga agar kecintaan dan semangat kerja kita tidak pudar. Lalu, bilamana bila ternyata kita bukan termasuk orang yang mencintai pekerjaan kita?
3 Newsletter KAP Syarief Basir dan Rekan, Edisi : I/Januari 2011
Sungguh tersiksa rasanya, melakukan sesuatu yang sama sekali tidak kita cintai. Sama halnya dengan menikah dengan orang yang sama sekali tidak kita cintai. Pasti kita tidak akan pernah merasakan yang namanya kebahagiaan. Satu jam terasa seperti berbulan-bulan, menghadapi pekerjaan yang setiap hari menumpuk seperti menghadapi kematian yang sebentar lagi akan datang, melihat teman kita yang mungkin bersenangsenang dengan pekerjaan yang mereka lakukan akan timbul rasa iri dan kurang percaya diri, membanding-bandingkan, dan akhirnya kitapun tak akan pernah merasakan kebahagiaan. Bagai efek domino, apa yang kita rasakan tersebut, akan mempengaruhi kondisi mental dan psikologis kita. Bagaimana solusinya. Katanya, cinta bisa dipelajari, bukankah ada pepatah yang mengatakan bahwa “Tuhan bisa karena berkuasa, sedangkan manusia bisa karena terbiasa”. Ya, mengapa kita tidak mencoba cara tersebut. Hal-hal yang bisa kita lakukan agar nyaman dengan pekerjaan yang sekarang ini kita jalani adalah: 1. Bersyukur Hal pertama yang wajib kita lakukan memang “bersyukur”. Tak ada kata lain. Bersyukurlah karena hari ini kita masih memiliki pekerjaan. Bersyukurlah karena hari ini kita masih berguna. Bersyukurlah karena masih ada orang-orang yang membutuhkan tenaga kita. Bersyukurlah karena kita bisa berkontribusi sekecil apapun kontribusi yang bisa kita berikan. Bersyukurlah, karena dengan bersyukur hati kita akan tenang dan aliran darah menuju otak juga akan lebih lancar, sehingga kita bisa berpikir dengan bijak. Bayangkan bila saat ini kita sama sekali tak punya pekerjaan. Bayangkan bila tak seorangpun yang percaya dengan apa yang kita kerjakan. Bayangkan bila tak seorangpun membutuhkan tenaga kita. Bayangkan. 2. Cobalah untuk membuka hati dan pikiran Bila ternyata pekerjaan yang sedang kita jalankan tersebut adalah pekerjaan impian kita sejak kecil, maka kita wajib bersyukur. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, itu artinya tak ada masalah yang berarti selain tetap terus mempertakankan semangat yang ada dalam diri. Namun, bagaimana misalnya kita terjun ke dunia yang sama sekali tak kita inginkan. Karena pada kenyataannya, lebih banyak orang terjun di dunia (pekerjaan) yang ternyata sama sekali bukan impian mereka sejak kecil. Namun itu bukan berarti kita menyerah. Kita tak boleh menyalahkan keadaan dan mencari pembenaran terhadap apa yang kita lakukan sekarang. Cobalah untuk membuka hati dan pikiran, itulah yang harus kita lakukan. Selama pekerjaan tersebut bernilai positif, mengapa kita tak mencoba membuka “hati” untuknya. Berikanlah hati kita kesempatan untuk mempelajari hal-hal positif yang bisa kita dapatkan dari pekerjaan yang sedang kita lakukan sekarang. “Pasti ada!” itulah yang harus kita tanamkan dalam hati kita. Memang, pasti ada hal-hal positif yang kita temukan ditengah begitu banyak “kebencian” yang mungkin kita rasakan terhadap pekerjaan yang kita lakukan sekarang. Teruslah gali yang positif tersebut dan minimalisir yang negatif. 3. Berdamailah dengan keadaan Berdamailah dengan keadaan di sekitar kita, termasuk ruang lingkup pekerjaan kita. Konon, manusia merupakan makhluk yang paling mudah untuk beradaptasi. Dalam salah satu novel Midnight Sun karangan Stephanie Meyer disebutkan 4 Newsletter KAP Syarief Basir dan Rekan, Edisi : I/Januari 2011
bahwa, manusia adalah makhluk yang lemah, tapi manusia memiliki intuisi yang kuat, dan manusia adalah makhluk yang bisa melindungi diri mereka sendiri ketika mereka berada di tempat yang mereka rasa tidak aman. Mengapa kita tidak mencoba mempraktekkannya. Ada sebuah cerita bijak yang bisa kita ambil hikmah, yaitu tentang seseorang yang dalam keadaan normal tidak bisa meloncati pagar setinggi 3 meter. Namun suatu ketika saat ia dikejar-kejar oleh seekor singa dan tak menemukan jalan lain selain melompati pagar setinggi 3 meter tersebut, ternyata ia bisa melakukannya. Memang, di saat-saat genting, kemampuan kita bisa meningkat berlipat-lipat. Mengapa kita tidak mencoba mempraktekkannya? Perlawanan hati dengan terus mengeluh dan mengeluh terhadap pekerjaan yang kita lakukan sekarang, hanya akan membuat kita semakin sakit. Menurut penelitian, mengeluh memang membuat kita menjadi kurang sehat. Lalu, mengapa kita mengeluh bila itu merugikan kita. Mulai sekarang, nikmatilah apa yang sedang kita kerjakan dan lakukan. Lakukanlah dengan sepenuh hati. Percayalah, semua itu pasti akan ada manfaatnya di masa yang akan datang. Bila suatu ketika kita sudah tidak melakukan pekerjaan serupa, maka kita bisa mengenangnya sebagai salah satu kenangan terindah yang pernah kita lakukan. Yakinlah, apa yang sedang kita kerjakan hari ini sesungguhnya akan menjadi tabungan pengalaman yang akan berguna di kemudian hari.***
5 Newsletter KAP Syarief Basir dan Rekan, Edisi : I/Januari 2011