IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
A. Kesimpulan
1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas jagung dengan periodisasi tiga musim tanam jagung per tahun (subround) memiliki perbedaan trend setiap daerah, dan ada perubahan trend setiap dekade. Perkembangan produktivitas jagung terus meningkat dalam tiga dekade. Trend luas panen jagung memiliki perkembangan yang relatif stagnan, akibat kapasitas lahan yang terbatas dan sangat berfluktuasi, serta puncak luas panen hanya terjadi pada musim hujan. a. Perkembangan jagung di Jawa Timur memiliki potensi yang paling tinggi (rata-rata jangka panjang luas panen, produksi dan produktivitas). b. Lampung dalam jangka panjang (tiga dekade) memiliki perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas jagung yang relatif meningkat. c. Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan memiliki perkembangan luas panen dan produksi jagung yang relatif stagnan, tetapi pada dekade terakhir perkembangan produksi jagung mengalami peningkatan. d. Sulawesi Selatan mempunyai perkembangan luas panen jagung meningkat tajam pada dekade terakhir. 2. Pada daerah sentra produksi utama, secara umum luas panen dan produktivitas jagung dipengaruhi oleh perubahan harga. Namun demikian, perubahan harga terhadap penawaran jagung tersebut yang paling lama direspons oleh petani
222
yaitu luas panen (selang waktu enam musim tanam jagung), sedangkan produktivitas lebih cepat direspons (selang waktu tiga musim tanam jagung). Upaya peningkatan produktivitas jagung, petani jagung di Jawa Tengah paling responsif terhadap perubahan harga, sebaliknya petani jagung di Sulawesi Selatan kurang responsif. a. Kenaikan harga jagung impor dan harga pakan berpengaruh terhadap peningkatan luas panen jagung. Di Sulawesi Selatan, kenaikan harga kedelai dan upah buruh tani berpengaruh terhadap peningkatan luas panen jagung. Petani jagung di Lampung paling responsif pada kenaikan harga pakan, sehingga dapat berpengaruh terhadap peningkatan luas panen jagung. Secara umum, kenaikan harga jagung mempengaruhi peningkatan produktivitas jagung. Respons petani akibat kenaikan harga benih jagung dan harga pupuk TSP tidak menurunkan produktivitas jagung. b. Kenaikan harga beras dan harga ubi kayu berpengaruh pada penurunan luas panen jagung. Peningkatan harga pupuk urea dapat menurunkan produktivitas jagung. Walaupun harga jagung turun dari harga maksimum sebelumnya, maka respons petani pada rencana meningkatkan penawaran tidak menurunkan produktivitas jagung. 3. Pada daerah sentra produksi utama, secara umum penawaran jagung dipengaruhi oleh faktor non harga yaitu penawaran jagung periode sebelumnya, anomali iklim El Niño, dan kebijakan Bantuan Langsung Pupuk dan Benih (BLPB). Faktor non harga tersebut lebih cepat direspons oleh petani pada produktivitas jagung di Jawa Tengah.
223
a. Secara umum peningkatan penawaran jagung periode sebelumnya dapat berpengaruh terhadap rencana petani untuk peningkatan penawaran jagung periode selanjutnya. Adanya kebijakan BLPB dapat mempengaruhi peningkatan produktivitas jagung. Semakin panjang periode musim hujan, maka
semakin
meningkatkan
produktivitas
jagung
di
Lampung.
Peningkatan luas lahan irigasi berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas jagung di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lampung. b. Secara umum, terjadinya anomali iklim El Niño berpengaruh terhadap penurunan luas panen jagung, khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur sangat berpengaruh. 4. Pada daerah sentra produksi utama, secara umum elastisitas penawaran jagung yang didasarkan pada periode analisis (subround) adalah kurang elastis (inelastis) terhadap harga jagung. Namun dalam jangka panjang, elastisitas penawaran jagung adalah lebih elastis terhadap harga jagung, karena terjadi penyesuaian respons petani dari penawaran jagung periode sebelumnya. Akibat perubahan harga jagung dalam jangka pendek dan jangka panjang, perilaku petani jagung di Indonesia lebih elastis produktivitasnya daripada luas panennya. Di Sulawesi Selatan, elastisitas penawaran jagung adalah paling elastis terhadap harga jagung, tetapi respons penawarannya paling lama. Sebaliknya di Jawa Tengah, elastisitas penawaran jagung kurang elastis terhadap harga jagung, tetapi respons penawarannya paling cepat (selang waktu dua musim tanam jagung).
224
B. Implikasi Kebijakan
1. Berdasarkan tingkat respons penawaran jagung akibat faktor-faktor harga dan non harga, maka kebijakan untuk menstimulasi respons petani dalam upaya peningkatan produksi jagung di Indonesia diprioritaskan pada kebijakan harga. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui stimulus berupa subsidi benih unggul dan pupuk, peningkatan tarif impor jagung, serta dukungan terhadap industri pakan. Insentif tarif impor ini diharapkan dapat dialihkan pada subsidi benih dan pupuk, yang bermuara kepada peningkatan kesejahteraan petani. Petani jagung lebih responsif terhadap harga pakan daripada harga jagung impor, sehingga dukungan terhadap industri pakan selayaknya dapat lebih diprioritaskan. 2. Hasil analisis elastisitas penawaran jagung terhadap harga jagung, yang lebih elastis adalah produktivitas jagung. Dari enam model lag, produktivitas jagung dapat direspons secara lebih cepat oleh petani. Upaya peningkatan produksi jagung diprioritaskan melalui intensifikasi, terutama untuk meningkatkan produktivitas jagung. Instrumen kebijakan yang mengarah pada intensifikasi dapat berupa pemberian bantuan sarana produksi pertanian yang berpihak pada kesejahteraan petani jagung. Dengan demikian, adanya kebijakan Bantuan Langsung Pupuk dan Benih Unggul (BLPB) yang telah berlangsung, perlu untuk dilanjutkan, karena kebijakan ini terbukti sangat direspons positif oleh petani dalam rangka peningkatan produktivitas jagung.
225
3. Elastisitas penawaran jagung terhadap harga jagung, dalam jangka panjang lebih elastis daripada jangka pendek. Elastisitas ini merupakan kondisi penyesuaian dari kebiasaan petani pada umumnya terhadap ekspektasi harga dan rencana petani, akibat perubahan harga jagung serta penawaran sebelumnya. Penawaran sebelumnya adalah kebiasaan petani yang hanya bergantung pada pengalaman dan pengetahuan petani dalam agribisnis jagung. Edukasi agribisnis melalui penyuluhan pertanian adalah penting untuk mengakselerasi respons petani jagung. Di sisi lain, dukungan kelembagaan keuangan, lembaga penjamin, resi gudang, ataupun asuransi pertanian diharapkan dapat mempercepat peningkatan produksi jagung nasional. Karena melalui dukungan kelembagaan tersebut maka petani dapat lebih ringan dalam menanggung risiko kerugian, sehingga mampu memperkuat posisi tawarnya. 4. Anomali iklim El Niño secara signifikan dapat mempengaruhi penurunan luas panen jagung, sehingga lebih berisiko gagal panen dan dapat mengancam ketahanan pangan. Iklim El Niño dapat mengakibatkan kekeringan luar biasa, oleh karena itu upaya peningkatan produksi jagung memerlukan strategi antisipasi, mitigasi, dan adaptasi terhadap dampak anomali iklim, agar risiko gagal panen dapat dicegah. Antisipasi diupayakan untuk strategi persiapan menghadapi anomali iklim. Mitigasi diupayakan untuk mengurangi dampak anomali iklim dan pemanasan global akibat emisi karbon (gas rumah kaca). Adaptasi diupayakan untuk penyesuaian teknologi, manajemen dan kebijakan pertanian terhadap anomali iklim.
226
5. Usahatani padi dan ubikayu dalam penggunaan lahan sangat kompetitif dengan usahatani jagung, secara signifikan berkorelasi negatif luas panen jagung dengan harga beras dan harga ubikayu, maka diperlukan informasi pasar dan peran penyuluhan. Informasi pasar akan membantu petani untuk memutuskan jenis komoditi yang diusahakan agar lebih menguntungkan dan tidak over supply. Peran penyuluhan tanaman pangan untuk menata pola pertanaman pangan yang sesuai dengan potensi lahan pada lahan kering, dan pada sawah ada pola rotasi tanam yang sesuai dengan ketersediaan air irigasi. 6. Komoditi
kedelai
berkorelasi
positif
secara
signifikan
terhadap
luas panen jagung, maka usahatani jagung dan kedelai dapat diupayakan secara serentak dalam penggunaan lahan. 7. Perkembangan luas panen jagung relatif stagnan, sehingga upaya peningkatan produksi jagung perlu dilakukan melalui ekstensifikasi terutama pada daerahdaerah pengembangan produksi jagung dan pemanfaatan lahan-lahan potensial yang mengacu pada strategi tata guna lahan.
227