IV. METODOLOGI PEELITIA
4.1
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan, mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Mei 2012 di laboratorium kimia departemen Quality Control (QC) PT Frisian Flag Indonesia, Jakarta. PT Frisian Flag Indonesia (FFI) pusat berlokasi di Jalan Raya Bogor Km 5, kelurahan Gedong, Cijantung, Jakarta Timur.
4.2
Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan antara lain susu bubuk jenis FF2 dan susu bubuk merk X (sebagai sampel acuan untuk validasi), asam metafosfat, asam asetat glasial, Na2-EDTA (Tritriplex III Merck 8418), 2,6 dichlorophenol-indophenol, asam askorbat (JT Baker L-ascorbic acid dengan kemurnian 100%), laktosa dan air destilata. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain timbangan analitik dengan akurasi 0.001 dan 0.0001 gr, labu ukur 1000 ml, gelas beaker 100 ml, pipet 1-10 ml, kertas saring diameter 27 cm (Whatman 595 ½ REF. No. 10211652), stirer magnetik, alat titrasi potensiometer (Metrohm 702 SM) yang ditunjukkan pada Gambar 5 dan elektroda emas (Metrohm 6. 9903. 044).
Gambar 6. Alat potensiometer Metrohm 702 SM
4.3
Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan terdiri atas penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan dengan standarisasi 2,6 dichlorophenol-indophenol (DPIP). Penelitian utama terdiri dari serangkaian proses validasi yang meliputi penetapan beberapa parameter antara lain kecermatan (akurasi), keseksamaan (presisi), linearitas, batas deteksi (limit of detection), dan batas kuantitasi (limit of quantification). Setelah proses validasi selesai, maka dilakukan penelitian tambahan mengenai aplikasi Statistical Process Control (SPC) dengan membuat control chart.
19
4.3.1
Standarisasi 2,6 dichlorophenol-indophenol
Standarisasi DPIP dilakukan dengan cara menimbang 30 mg asam askorbat dengan ketelitian 0.1 mg. Kemudian ditambahkan 50 ml campuran asam metafosfat/asam asetat (60 gr asam metafosfat dan 160 ml asam asetat glasial dalam 1L larutan) dan larutan EDTA hingga volume 100 ml lalu larutkan hingga larut. Selanjutnya, pipet 2 ml dari larutan tersebut lalu ditambahkan 30 ml aquades, 10 ml asam metafosfat/asam asetat dan 10 ml EDTA. Ukur konsentrasi asam askorbat tersebut dengan potensiometer dan lakukan sebanyak 3 kali (triplo). Standar deviasi dari penentuan ini tidak boleh lebih dari 0.008 gr/L. Jika standar deviasi lebih besar dari 0.008 gr/L, maka prosedur diulangi dari awal. Rumus konsentrasi 2,6 dichlorophenol-indophenol:
c=
m * 1000 gr asam askorbat per liter 50 * (V − Vb)
keterangan: c : konsentrasi 2,6 dichlorophenol-indophenol dalam gr/L. m : berat vitamin C yang ditimbang dalam gr 50 : faktor pengenceran (2 ml dari 100 ml) V : volume 2,6 dichlorophenol-indophenol yang diperlukan dalam ml Vb : 2,6 dichlorophenol-indophenol yang diperlukan blanko dalam ml (diasumsikan Vb= 0 ml)
4.3.2
Perhitungan Kadar Vitamin C Sampel
Kadar vitamin C diukur dengan cara menimbang 1 gr sampel susu bubuk dengan ketelitian 0.001 gr pada gelas beaker. Lalu ditambahkan 30 ml aquades dan dilarutkan hingga benar-benar larut. Selanjutnya ditambahkan 10 ml campuran asam meta-fosfat/asam asetat dan 10 ml larutan EDTA pada larutan sampel. Stirer larutan dan mulai untuk titrasi dengan menggunakan metode VITCFAST pada alat potensiometer Metrohm untuk penentuan vitamin C. Diagram alir pengukuran kadar vitamin C dapat dilihat pada Gambar 7. Rumus vitamin C dalam produk (mg/Kg):
VitC (mg / Kg ) =
(V − Vbl ) × c × 1000 m
keterangan : c : konsentrasi 2,6 dichlorophenol-indophenol dalam gr/L. m : berat vitamin C yang ditimbang dalam gr V : volume 2,6 dichlorophenol-indophenol yang diperlukan dalam ml Vb : 2,6 dichlorophenol-indophenol yang diperlukan blanko dalam ml (diasumsikan Vb=0 ml)
20
Timbang 1 gr sampel bubuk ke dalam beaker gelas 100 ml
Tambahkan 30 ml air destilata dan larutkan hingga benar-benar larut
Tambahkan 10 ml campuran asam meta-fosfat dan asam asetat glasial
Tambahkan 10 ml larutan EDTA
Stirer larutan dan mulai untuk titrasi
Gunakan metode VITCFAST pada alat Potensiometer Metrohm
Bacalah kadar vitamin C yang tertera pada alat dan jumlah 2,6 dichlorophenol-indophenol (ml) yang digunakan. Gambar 7. Diagram alir pengukuran sampel
4.3.3
Kecermatan (akurasi)
Uji akurasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan menyatakan persen perolehan kembali (recovery) dan menghitung akurasi dan persen galat dengan menggunakan sampel susu bubuk acuan yang sudah diketahui nilai benar-nya sehingga dapat dilihat selisih penyimpangannya. Uji akurasi dengan persen perolehan kembali (recovery) dilakukan dengan membuat larutan standar dengan konsentrasi 1000 mg/Kg menggunakan asam askorbat murni. Selanjutnya, larutan standar ini diukur kadar konsentrasi vitamin C-nya dengan menggunakan alat potensiometer sebanyak enam kali ulangan. Kemudian dihitung nilai recovery larutan standar dengan menggunakan rumus berikut: Konsentrasi sampel hasil percobaan x 100% % = Kadar sampel teoritis
21
Hasil akurasi dengan persen perolehan kembali (recovery) dapat diterima apabila kriteria penerimaan hasil recovery sebesar 100% ± 2% atau 98%-102% (EURACHEM, 1998). Uji akurasi dengan sampel acuan menggunakan sampel susu bubuk merk X, dilakukan dengan cara mengukur sampel tersebut sebanyak minimal enam kali ulangan dan dihitung akurasi dan persen galat dengan menggunakan rumus sebagai berikut: &'(') *%+ =
,-./- 012/3 4/25627/2 /2/.-8 5/./9 :/9;1. /<6/2=4/5/3 >/:-. ;130//2 ,-./- 012/3 4/25627/2 /2/.-8 5/./9 :/9;1. /<6/2
x 100%
@AB'CD *%+ = 100% − &'(') *%+ Hasil akurasi dengan sampel acuan memiliki hasil yang semakin baik apabila nilai persen galat yang dihasilkan semakin mendekati nilai 0.
4.3.4
Keseksamaan (presisi)
Uji keseksamaan atau presisi yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan dengan mengukur keterulangan (repeatibility) dan ketertiruan (reproducibility). Uji ini dilakukan dengan mengukur kadar vitamin C dengan potensiometer menggunakan sampel susu bubuk merk X sebanyak paling sedikit enam kali ulangan. Kemudian dihitung SD, RSD dan RSD Horwitz dari masing-masing parameter tersebut. Penetapan keseksamaan suatu metode dengan parameter keterulangan harus memenuhi syarat bahwa RSD analisis metode tersebut lebih kecil daripada 0.67 kali RSD Horwitz dan parameter ketertiruan harus memenuhi syarat bahwa RSD analisis metode tersebut lebih kecil daripada RSD Horwitz (Harmita, 2004). Perhitungan SD, RSD dan RSD Horwitz dapat dihitung menggunakan rumus berikut:
SD =
Σ(Χ − Χ ) 2 n −1
RSD =
SD x 100 X
RSD Horwitz = 2*M = N.P Q RST U+ keterangan: SD = standar deviasi RSD = standar deviasi relatif X= kadar vitamin C susu bubuk merk X tiap ulangan X= rata-rata kadar vitamin C susu bubuk merk X n = jumlah ulangan c = rata-rata konsentrasi vitamin C
4.3.5
Linearitas
Uji linearitas yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan dengan membuat larutan standar menggunakan asam askorbat murni yang dibuat pada konsentrasi berbeda antara lain konsentrasi 500 mg/Kg, 1000 mg/Kg, 1500 mg/Kg, 2000 mg/Kg, dan 2500 mg/Kg. Linearitas diukur dengan nilai R2 dari kurva hubungan antara volume 2,6 dicholorophenol-indophenol yang dikeluarkan alat (sebagai
22
sumbu y) dan konsentrasi larutan standar (sebagai sumbu x) dengan konsentrasi dalam mg/Kg. Linearitas yang baik memiliki R2 yang lebih dari 0.99.
4.3.6
Batas deteksi (Limit of Detection)
Batas deteksi (LOD) ditentukan dengan cara menambahkan asam askorbat murni pada laktosa bubuk yang tidak memiliki kadar vitamin C. Setelah itu campuran tersebut di ukur kadar vitamin C nya dengan potensiometer sebanyak paling sedikit enam kali ulangan. Penentuan konsentrasi yang ditambahkan dilakukan dengan cara trial and error dimulai dari konsentrasi yang paling rendah. Konsentrasi terendah yang masih dapat dideteksi dihitung rata-rata, SD, RSD dan RSD Horwitz. Perhitungan SD, RSD dan RSD Horwitz dapat dihitung menggunakan rumus berikut:
SD =
Σ(Χ − Χ ) 2 n −1
RSD =
SD x 100 X
RSD Horwitz = 2*M = N.P Q RST U+ Perhitungan LOD secara teoritis dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut: = + 3 keterangan: SD = standar deviasi RSD = standar deviasi relatif X= kadar vitamin C susu bubuk merk X tiap ulangan X= rata-rata kadar vitamin C susu bubuk merk X n = jumlah ulangan c = rata-rata konsentrasi vitamin C
4.3.7
Batas Kuantitasi (Limit of Quantification)
Batas kuantitasi (LOQ) ditentukan dengan menggunakan susu bubuk merk X yang dicampur dengan gula yang tidak memiliki kadar vitamin C dan dibuat pada konsentrasi berbeda. Kemudian sampel tersebut di ukur dengan potensiometer sebanyak minimal enam kali ulangan. LOQ ditentukan dengan menghitung SD, RSD, rata-rata sampel, dan RSD Horwitz. Data LOQ dapat diterima apabila data tersebut memiliki kriteria akurasi dan presisi yang dapat diterima. Kriteria akurasi dihitung dengan membandingkan nilai hasil percobaan dan nilai teoritis. Akurasi dapat diterima apabila data tersebut memiliki recovery 95% (±5%). Kriteria presisi dapat diterima apabila memenuhi syarat presisi keterulangan, yaitu nilai RSD lebih kecil dibandingkan 0.67 kali nilai RSD Horwitz. Perhitungan SD, RSD dan RSD Horwitz dapat dihitung menggunakan rumus berikut:
SD =
Σ(Χ − Χ ) 2 n −1
23
RSD =
SD x 100 X
RSD Horwitz = 2*M = N.P Q RST U+ Perhitungan LOQ secara teoritis dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut: = 10 keterangan: SD = standar deviasi RSD = standar deviasi relatif X= kadar vitamin C susu bubuk merk X tiap ulangan X= rata-rata kadar vitamin C susu bubuk merk X n = jumlah ulangan c = rata-rata konsentrasi vitamin C
4.3.8
Aplikasi Statistical Process Control (SPC)
Analisis statistical process control (SPC) dapat dilakukan dengan membuat control chart. Pembuatan control chart kadar vitamin C pada produk susu bubuk FF2 dengan alat potensiometer dilakukan setelah proses validasi metode selesai. Pengambilan sampel pada produk FF 2 dilakukan selama satu siklus produksi. Pengambilan sampel dilakukan satu kali penarikan/ batch. Dari sampel tersebut dianalisis vitamin C dengan potensiometer produk susu bubuk tersebut secara duplo. Setelah data diperoleh, maka data tersebut akan dianalisis dengan menggunakan X bar-R control chart dan dianalisis kapabilitas prosesnya.
4.3.8.1 Pembuatan control chart X-bar R Parameter control chart untuk X-bar terdiri dari central line yaitu nilai tengah (rataan), batas atas USL dan batas bawah LSL. Nilai batas atas dan batas bawah ini biasanya berpatokan pada nilai simpangan baku atau standar deviasi yaitu ± 3 x σ. Langkah-langkah untuk membangun Control chart X-Bar adalah : a. b. c. d. e.
Tentukan ukuran contoh. Kumpulkan sejumlah set contoh. Hitung nilai rata-rata (X-Bar) dari setiap set contoh. Hitung nilai rata-rata dari semua X-Bar, yaitu X-Double Bar yang merupakan garis tengah (central line) dari Control chart X-Bar. Hitung batas-batas kontrol 3-sigma dari Control chart X-Bar. Cara perhitungan: Garis pusat CL (Control line) = X-bar=V9 -YM
WX 9
Batas kendali atas USL (Upper Spec Limit) = X-bar + A. R-bar Batas kendali bawah LSL (Lower Spec Limit) = X-bar – A. R-bar f.
Buatkan Control chart X-Bar dengan menggunakan batas-batas control 3-sigma di atas.
24
g.
Apabila proses berada dalam pengendalian statistical (proses stabil), hitung indeks kapabilitas proses (Cp), dan indeks performansi Kane (CpK). h. Gunakan Control chart terkendali dari X-Bar untuk memantau proses yang sedang berlangsung dari waktu ke waktu. Sedangkan langkah-langkah pembuatan bagan kendali R adalah : a. Kumpulkan data. Data dan cara pengambilannya harus sama dengan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang. b. Masukkan data ke dalam subgrup. Subgrup dapat sesuai dengan pengukuran atau urutan lot dan masing-masing harus terdiri dari dua sampai lima sampel.Data tersebut harus dibagi ke dalam subgrup dengan kondisi: 1. Data diperoleh dengan kondisi teknik yang sama harus membentuk satu subgrup. 2. Sebuah subgrup tidak boleh memasukkan data dari lot atau sifat yang berbeda. c. Cari kisaran R (selisih terbesar dan terkecil). d. Hitung harga rata-rata R yaitu jumlah R seluruh subgroup dibagi dengan k. e. Hitung batas-batas pengendalian. Bagan kendali R : Garis pusat CL (Control Limit) = R Batas kendali atas UCL (Upper Control Limit) = D4 R Batas kendali bawah LCL (Lower Control Limit) = D3 R Angka-angka koefisien A2, D3 dan D4 yang digunakan dapat dilihat pada tabel. f. Susun bagan kendali. g. Gambar titik-titik R untuk setiap subgrup pada garis vertikal yang sama. h. Tulis informasi yang diperlukan.
4.3.8.2 Perhitungan Kapabilitas Proses Kapabilitas proses dihitung dengan menggunakan rumus untuk menghitung Cp dan CpK yang dihasilkan. Perhitungan Cp dan CpK dapat dihitung menggunakan rumus berikut:
∁[ =
\ − 6^
^=
_ =
_ `a *2+
V,YM 8YM |*) = 1+ − *)+ c−1
d[e = min*df, df\+
df =
h_ − 3^
25
df\ =
\ − h_ 3^
keterangan: Cp : Kapabilitas proses (Capability Index) CpK : Indeks performansi Kane (Kane Performance Index) USL : Batas spesifikasi atas ( Upper Spesification Limit) LSL : Batas spesifikasi bawah (Low Spesification Limit) CPL : Indeks performansi bawah (Lower Performance Index) CPU : Indeks performansi atas (Upper Performance Index) 6σ : Enam simpangan baku populasi R : Range : Koefisien untuk menduga simpangan baku yang besarnya tergantung dari d2 subgrup N : Jumlah data Menurut Gasperz (1998), kriteria yang digunakan untuk penilaian kapabilitas proses adalah sebagai berikut : 1. Cp > 1.33 ; maka proses memiliki kapasitas baik, 2. 1.00 < Cp < 1.33, maka proses dianggap baik namun perlu pengendalian apabila Cp telah mendekati 1.00, 3. Cp < 1.00, maka proses dianggap tidak baik. Sedangkan kriteria yang digunakan untuk penilaian CpK : 1. CpK > 1.33, maka proses masih mampu memenuhi batas spesifikasi bawah atau atas, 2. 1.00 < CpK < 1.33, maka proses masih mampu memenuhi batas spesifikasi bawah atau atas, 3. CpK < 1.00, maka proses tidak mampu memenuhi batas spesifikasi bawah atau atas.
26