IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada industri tekstil PT. UNITEX, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor dan masyarakat Kelurahan Tajur khususnya RT 01 RW 06, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), karena PT. UNITEX sebagai polluter penghasil limbah cair dan merupakan satu-satunya industri tekstil yang masih aktif berproduksi di Kota Bogor. Masyarakat Kelurahan Tajur khususnya RT 01 RW 06 tersebut sebagai pollution sufferer yaitu masyarakat yang merasakan dampak dari pencemaran air Sungai Cibudig yang merupakan badan penerima dari pembuangan air limbah PT. UNITEX. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Februari - September 2008.
4.2 Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel masyarakat di Kelurahan Tajur dilakukan dengan teknik purposive sampling. Pada teknik purposive sampling, sampel yang diambil harus memenuhi penilaian atau kriteria tertentu sesuai dengan masalah yang dikaji dalam penelitian. Responden yang diambil dalam penelitian ini adalah warga yang bertempat tinggal di sempadan Sungai Cibudig, memiliki ketergantungan kepada jasa lingkungan yang disediakan oleh Sungai Cibudig, dan tidak memiliki hubungan kerja dengan PT. UNITEX.
Metode pengambilan data dilakukan dengan mengambil secara acak 41 orang dari 70 warga yang memenuhi kriteria sebagai responden di Kelurahan Tajur. Jumlah responden diperoleh dari perhitungan rumus Slovin (Umar, 2005):
n=
N 1 + Ne 2
dimana: n = Ukuran sampel N = Ukuran populasi e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan. Dalam penelitian ini, jumlah populasi kepala keluarga di Kelurahan Tajur RT 01 RW 06 sejumlah 70 orang dan menggunakan 10 persen kelonggaran ketidaktelitian dengan pertimbangan bahwa penelitian ini termasuk sosial ekonomi sehingga error maksimum, yaitu 20 persen. Dengan demikian, jumlah sampel adalah sebesar 41 orang dengan perhitungan sebagai berikut :
n=
70
1 + 70(0,102 ) = 41,17 ≈ 41 orang 4.3 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara secara langsung dengan masyarakat yang bertempat tinggal di sempadan Sungai Cibudig dan berpedoman pada kuesioner. Data primer yang digunakan meliputi karakteristik seluruh responden dan respon responden mengenai seberapa besar nilai WTA terhadap dampak negatif dari pencemaran air sungai yang disebabkan pembuangan limbah cair PT. UNITEX. Data sekunder meliputi data-data dari instansi terkait dan data lainnya yang relevan dengan tujuan dalam penelitian ini.
4.4 Metode Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif untuk mengkaji karakteristik sosial ekonomi masyarakat Kelurahan Tajur. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan pendekatan biaya rata-rata, pendekatan CVM, regresi linier berganda, dan pendekatan persamaan garis linier dua titik. Pengolahan dan analisis data menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel dan Eviews 4.1. Pada Tabel 4 ditampilkan matriks metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian ini. Tabel 4. Matriks Metode Analisis Data No Tujuan Penelitian Sumber Data 1. Mengestimasi tambahan biaya Data sekunder yang diperoleh yang dikeluarkan perusahaan dari perusahaan PT. UNITEX untuk mengurangi satu-satuan konsentrasi parameter limbah cair (MAC/Marginal Abatement Cost). 2. Mengestimasi tambahan biaya Wawancara dengan penduduk kerusakan yang diterima yang menjadi responden masyarakat akibat pencemaran dalam penelitian masyarakat air sungai (MD/Marginal (menggunakan kuesioner) dan Damage) tingkat pencemaran air sungai diperoleh dari uji analisa laboratorium 3. Mengestimasi nilai penetapan Data sekunder yang diperoleh pajak lingkungan yang dari perusahaan PT. UNITEX optimal terhadap pencemaran dan wawancara dengan limbah cair industri tekstil penduduk yang menjadi berdasarkan polluter pays responden dalam penelitian principle. masyarakat (menggunakan kuesioner)
Analisis Data Pendekatan Biaya Rata-Rata (Average Cost Pricing)
Pendekatan CVM (Contingent Valuation Method)
Persamaan Garis Linier Dua Titik
4.4.1 Estimasi Nilai Marginal Abatement Cost (MAC) Untuk mengestimasi nilai MAC yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan pendekatan biaya rata-rata (average cost pricing). Pendekatan biaya rata-rata dilakukan dengan melihat perbandingan persentase pengurangan konsentrasi parameter limbah cair (BOD, COD) sebelum dan sesudah IPAL (inlet-outlet) terhadap total biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam memproses air limbah setiap bulannya (Total Abatement Cost/TAC). Dari hasil perhitungan ini dapat diketahui nilai rata-rata MAC setiap 1 mg/l untuk masing-masing parameter. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Menghitung Rataan Konsentrasi Parameter Setelah data mengenai konsentrasi parameter limbah cair yang terdiri dari BOD dan COD didapatkan. Konsentrasi parameter limbah cair tersebut kemudian dikelompokkan menjadi dua yaitu konsentrasi parameter sebelum diolah dengan IPAL (inlet) dan setelah diolah dengan IPAL (outlet). Rataan untuk setiap parameter limbah diperoleh dengan cara menjumlahkan masing-masing parameter limbah, kemudian dibagi dengan banyaknya jumlah bulan yang diketahui. Untuk mengetahui rataan konsentrasi parameter limbah cair sebelum diolah dengan IPAL (inlet) dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: ∑ Bi Parameter BOD : Bi = n dimana: = Rataan BOD inlet (mg/l) Bi = Konsentrasi BOD inlet setiap bulan (mg/l) Bi n = Jumlah bulan yang diketahui ∑ = Jumlah
Parameter COD : Ci =
∑ Ci n
dimana: = Rataan COD inlet (mg/l) Ci = Konsentrasi COD inlet setiap bulan (mg/l) Ci n = Jumlah bulan yang diketahui ∑ = Jumlah Sementara itu, untuk mengetahui rataan konsentrasi parameter limbah cair setelah diolah dengan IPAL (outlet) dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
Parameter BOD : Bo =
∑ Bo n
dimana:
Bo Bo n ∑
= Rataan BOD outlet (mg/l) = Konsentrasi BOD outlet setiap bulan (mg/l) = Jumlah bulan yang diketahui = Jumlah
Parameter COD: Co =
∑ Co n
dimana:
Co Co n ∑
= Rataan COD inlet (mg/l) = Konsentrasi COD inlet setiap bulan (mg/l) = Jumlah bulan yang diketahui = Jumlah
Tahap selanjutnya yaitu perhitungan rataan pengurangan konsentrasi inlet dengan outlet untuk masing-masing parameter, menggunakan rumus sebagai berikut:
Parameter BOD : Bi-o =
∑ Bi-o n
dimana:
Bi-o Bi-o n ∑
= Rataan BOD inlet-outlet (mg/l) = Konsentrasi BOD inlet-outlet setiap bulan (mg/l) = Jumlah bulan yang diketahui = Jumlah
Parameter COD: Ci-o =
∑ Ci-o n
dimana: = Rataan COD inlet-outlet (mg/l) = Konsentrasi COD inlet-outlet setiap bulan (mg/l) = Jumlah bulan yang diketahui = Jumlah
Ci-o Ci-o n ∑
2. Menghitung Persentase Pengurangan Konsentrasi Parameter Inlet dengan Outlet Setelah pengurangan konsentrasi inlet-outlet untuk masing-masing parameter dihitung. Tahap selanjutnya yaitu perhitungan persentase pengurangan konsentrasi inlet-outlet untuk masing-masing parameter dengan rumus sebagai berikut:
Parameter BOD : % Bi − o =
Bi-o x 100 % ∑ BCi-o
dimana: % Bi − o
= Persentase pengurangan konsentrasi BOD inlet-outlet (%)
Bi-o
= Rataan BOD inlet-outlet (mg/l)
BCi-o ∑
= Rataan BOD inlet-outlet dan COD inlet-outlet = Jumlah
Parameter COD : % Ci − o =
Ci-o
∑ BCi-o
x 100 %
dimana: % Ci − o
= Persentase pengurangan konsentrasi COD inlet-outlet (%)
Ci-o
= Rataan COD inlet-outlet (mg/l)
BCi-o ∑
= Rataan BOD inlet-outlet dan COD inlet-outlet = Jumlah
3. Memperoleh Nilai Marginal Abatement Cost (MAC) Sebelum memperoleh nilai rataan MAC per 1 mg/l, terlebih dahulu harus diketahui MAC per 1 mg/l setiap bulannya berdasarkan pengurangan konsentrasi inlet-outlet dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Untuk parameter BOD : MAC dimana: MACBOD % Bi − o Bi-o TAC
BOD
% Bi − o x TAC Bi-o
= Marginal Abatement Cost BOD per 1 mg/l (rupiah) = Persentase pengurangan konsentrasi BOD inlet-outlet (%) = Konsentrasi BOD inlet-outlet setiap bulan (mg/l) = Total Abatement Cost yaitu biaya total yang dikeluarkan perusahaan dalam proses air limbah (rupiah/bulan)
Untuk parameter COD : MAC COD = dimana: MACCOD % Ci − o Ci-o TAC
=
% Ci − o x TAC Ci-o
= Marginal Abatement Cost COD per 1 mg/l (rupiah) = Persentase pengurangan konsentrasi COD inlet-outlet (%) = Konsentrasi COD inlet-outlet setiap bulan (mg/l) = Total Abatement Cost yaitu biaya total yang dikeluarkan perusahaan dalam proses air limbah (rupiah/bulan)
Setelah diketahui nilai MAC per 1 mg/l setiap bulan, kemudian dapat diperoleh rataan nilai MAC per 1 mg/l dengan menggunakan rumus sebagai berikut: MAC =
dimana: MAC MAC n ∑
∑ MAC n
= Rataan MAC (rupiah) = Marginal Abatement Cost setiap 1 mg/l (rupiah) = Jumlah bulan yang diketahui = Jumlah
4.4.2 Estimasi Persamaan dan Kurva Marginal Abatement Cost (MAC) Secara umum MAC merupakan turunan dari TAC (Total Abatement Cost), adalah sebagai berikut: d Total Abatement Cost d Konsentrasi Limbah Cair
MAC =
TAC adalah total biaya perusahaan untuk mengurangi konsentrasi parameter limbah (mg/l) yang dibuang ke lingkungan. Dalam penelitian ini, persamaan MAC diperoleh dengan menggunakan persamaan garis linier dua titik. Persamaan garis linier dua titik diperoleh melalui rumus sebagai berikut: Y − Y1 X − X1 = Y 2 − Y1 X 2 − X1
Kurva MAC merupakan titik yang menggambarkan hubungan antara tingkat pencemaran maksimum dengan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan (rupiah). Kurva MAC berslope negatif yang dimulai dari tingkat pencemaran maksimum, seiring pengurangan konsentrasi parameter yang semakin besar maka biaya tambahan (marginal cost) untuk mencapai pengurangan selanjutnya akan meningkat. Kurva MAC dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini. Rupiah MAC
Gambar 6. Kurva MAC
konsentrasi parameter limbah cair (mg/l)
4.4.3 Estimasi Nilai Marginal Damage (MD) Estimasi nilai MD didekati menggunakan nilai total WTA masyarakat. Untuk mengetahui nilai WTA masyarakat digunakan pendekatan CVM dengan enam tahapan pekerjaan (Hanley dan Spash, 1993) yaitu: 1. Membangun Pasar Hipotesis (Setting Up The Hypothetical Market) Langkah pertama dalam menjalankan CVM adalah membangun pasar hipotesis dan pertanyaan mengenai nilai barang/jasa lingkungan. Pasar hipotesis tersebut membangun suatu alasan mengapa masyarakat seharusnya menerima kompensasi dari dipergunakannya jasa lingkungan oleh pihak lain dimana tidak terdapat nilai dalam mata uang berapa harga barang/jasa lingkungan. Pasar hipotesis dalam penelitian ini dibentuk atas dasar tingkat pencemaran. Besar kecilnya tingkat pencemaran dapat dilihat dari konsentrasi parameter pencemar yang terkandung dalam air sungai seperti BOD, COD. Terjadinya pencemaran air sungai mengakibatkan penurunan terhadap kualitas air sehingga berkurangnya manfaat jasa lingkungan yang dapat digunakan oleh masyarakat. Informasi yang diberikan kepada responden yaitu mengenai kondisi air sungai sebelum ada pencemaran, kondisi aktual Sungai Cibudig sebelum dan setelah
terkontaminasi
pembuangan
air
limbah
PT.
UNITEX
beserta
kerugian/dampak negatif yang harus ditanggung oleh masyarakat khususnya pengguna sungai. Dengan penjelasan tersebut diharapkan responden dapat membandingkan nilai WTA sesuai dengan kerugiannya. Besarnya dana kompensasi mempresentasikan kerugian akibat menurunnya jasa lingkungan yang seharusnya dapat dinikmati masyarakat.
Berdasarkan pasar hipotesis tersebut, selanjutnya dibuat skenario sebagai berikut: Untuk dapat menilai kerugian lingkungan akibat pencemaran air yang disebabkan oleh pembuangan air limbah, maka responden dihadapkan pada dua kondisi, yaitu: Kondisi I: Responden diberikan penjelasan mengenai kondisi air sungai di bagian hulu sebelum terjadi pencemaran dengan konsentrasi ambang untuk parameter BOD sebesar 2 mg/l dan COD sebesar 10 mg/l. Konsentrasi tersebut termasuk dalam kriteria klasifikasi mutu air sungai kelas satu dalam PP RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yang menunjukkan air sungai masih bisa dimanfaatkan untuk seluruh keperluan rumah tangga termasuk keperluan air baku air minum artinya jasa air sungai seluruhnya masih bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Penjelasan selanjutnya yang diberikan yaitu mengenai kondisi aktual Sungai Cibudig sebelum terkontaminasi pembuangan air limbah PT. UNITEX. Pengambilan data ini dilakukan pada musim kemarau (11 Juli 2008). Hasil analisis
laboratorium
terhadap
dua
parameter
lingkungan
menunjukkan
konsentrasi BOD sebesar 6,6356 mg/l dan COD sebesar 13,5028 mg/l. Dalam penelitian ini, untuk menentukan klasifikasi kelas mutu air terhadap kondisi Sungai Cibudig sebelum dan setelah terkontaminasi pembuangan air limbah PT. UNITEX didasarkan pada konsentrasi parameter COD. Hal ini dikarenakan konsentrasi COD dapat melihat seluruh kandungan senyawa organik dalam air sungai baik senyawa organik terurai maupun senyawa organik sulit terurai.
Dengan demikian kondisi di atas berdasarkan konsentrasi COD termasuk ke dalam klasifikasi mutu air kelas dua dalam PP RI 82/2001. Klasifikasi ini menunjukkan bahwa air sungai sudah tidak layak lagi digunakan untuk air baku air minum artinya telah mengalami perubahan berupa penurunan kualitas air sungai yang berarti masyarakat telah mengalami kerugian apabila dibandingkan dengan kondisi air di hulu. Kondisi II: Menggambarkan keadaan Sungai Cibudig yang sudah tercemar oleh pembuangan air limbah PT. UNITEX. Kondisi ini didukung dengan hasil analisis terhadap parameter BOD dan COD yang hasilnya BOD sebesar 11,8130 mg/l dan COD sebesar 191,5 mg/l. Nilai-nilai tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil analisis terhadap sampel air Sungai Cibudig sebelum pembuangan air limbah UNITEX. Berdasarkan kandungan konsentrasi COD tersebut maka kondisi air Sungai Cibudig tersebut menurut PP RI 82/2001 termasuk klasifikasi mutu air kelas empat. Klasifikasi ini menunjukkan air sungai sudah tidak dapat dimanfaatkan untuk seluruh keperluan rumah tangga (mandi, mencuci, masak) terkecuali masih bisa digunakan untuk mengairi pertanaman serta kondisi ini dapat menimbulkan berbagai penyakit bagi manusia. Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa semakin tingginya konsentrasi parameter pencemar maka tingkat pencemaran air semakin tinggi sehingga semakin bertambah kerugian yang harus dirasakan oleh masyarakat. Untuk mengetahui nilai kerugian masyarakat akibat pembuangan air limbah PT. UNITEX ke sungai, dapat diketahui dengan menanyakan berapa besar kompensasi/ganti rugi per bulan yang
bersedia diterima oleh masyarakat sebagai pengganti dari jasa lingkungan yang hilang?
2. Memperoleh Nilai Penawaran WTA (Obtaining Bids) Setelah kedua kondisi di atas jelas dan responden untuk kedua kondisi tersebut telah ditentukan. Langkah selanjutnya adalah upaya untuk mendapatkan nilai WTA melalui survei langsung. Kegiatan survei dirancang untuk wawancara langsung dengan responden yang dipandu oleh kuesioner. Tujuan dari survei yaitu untuk memperoleh nilai minimum kesediaan menerima (WTA) dari responden terhadap kehilangan jasa lingkungan. Dalam wawancara dipersiapkan sedemikian rupa sehingga terjadi mekanisme tawar-menawar (bidding game) mengenai besaran dana kompensasi atas kerugian jasa lingkungan. Tawar menawar dimulai dari tawaran tertinggi kemudian menurun secara pasti hingga tercapai batas maksimal menurut responden, atau sebaliknya pewawancara memulai dengan nilai rendah kemudian naik perlahan hingga diketahui nilai yang tepat menurut responden. Pada kasus bidding game, kuesioner menyarankan penawaran pertama (nilai awal dari penawaran) dan responden setuju atau tidak setuju jumlah yang akan mereka mereka terima setiap bulan/setiap tahunnya. Selanjutnya, nilai awal (the starting point price) diturunkan/dinaikkan untuk melihat apakah responden masih mau menerima hal tersebut dan seterusnya sampai responden menyatakan bahwa tidak mau menerima lagi dalam penawaran yang terus diajukan. Penawaran terakhir yang disetujui oleh responden merupakan nilai minimum dari WTA mereka.
3. Menghitung Dugaan Nilai Rataan WTA (Estimating Mean WTA/EWTA) Setelah data mengenai nilai WTA didapatkan, tahap selanjutnya adalah penghitungan nilai rata-rata (mean) dari WTA tersebut. Dugaan rataan WTA dihitung dengan rumus (Jordan dan Elnagheeb dalam Arianti, 1999): n EWTA = ∑ WTA Pf i i =1 dimana: EWTA WTA Pfi n i
= Dugaan rataan WTA = WTA individu = Frekuensi relatif kelas yang bersangkutan = Jumlah kelas = Kelas ke i
4. Menduga Kurva Penawaran WTA (Estimating Bid Curve) Pendugaan kurva penawaran WTA dilakukan dengan menggunakan nilai WTA sebagai variabel dependen (Y) dan tingkat konsentrasi parameter limbah cair di sungai sebagai variabel independen (X). Dengan perubahan tingkat konsentrasi dapat dilihat seberapa besar kompensasi yang diinginkan oleh masyarakat.
5. Menjumlahkan Data (Agregating The Data) Penjumlahan data merupakan proses dimana nilai rataan sampel dikonversikan terhadap total populasi secara keseluruhan. Salah satu cara untuk mengkonversi ini adalah mengalikan rataan sampel dengan jumlah rumah tangga dalam populasi (Fauzi, 2004).
6. Mengevaluasi Penggunaan CVM (Evaluating the CVM Exercise) Hal ini merupakan penilaian sejauh mana penggunaan CVM telah berhasil. Pada tahap ini memerlukan pendekatan seberapa besar tingkat keberhasilan dalam pengaplikasian CVM. Untuk mengevaluasi pelaksanaan model CVM dapat dilihat tingkat keandalan (reliability) fungsi WTA untuk mengetahui apakah CVM yang dilakukan dapat memberikan gambaran yang sebenarnya. Uji yang dapat dilakukan dengan Uji Keandalan adalah melihat R2 dari model OLS (Ordinary Least Square) WTA. Pada penelitian ini, nilai MD didekati menggunakan nilai WTA. Oleh karena itu, untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi WTA masyarakat di Kelurahan Tajur terhadap peningkatan kesejahteraan melalui penerimaan kompensasi karena adanya pencemaran air sungai digunakan model regresi linier berganda. Persamaan regresi dalam penelitian ini sebagai berikut :
WTAi = β0 + β1 X1i + β2 X2i + β3 X3i – β4 X4i + β5 X5i - β6 X6i +β7 X7i + εi dimana : WTA β0 β1,…,β7 X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 i ε
= WTA responden = Konstanta = Koefisien regresi = Tingkat pendidikan (tahun) = Lama tinggal (tahun) = Jumlah tanggungan (orang) = Jarak tempat tinggal dengan sungai (meter) = Jenis kelamin (bernilai 1 untuk “laki-laki” dan bernilai 0 untuk “perempuan”) = Tingkat pendapatan (rupiah/bulan) = Pengetahuan mengenai dampak negatif limbah (bernilai satu jika ”tahu dan bernilai nol jika ”tidak tahu”) = Responden ke i yang bersedia menerima dana kompensasi (i=1,2, …,41) = Galat
Variabel-variabel tersebut dipilih berdasarkan teori-teori, penelitian terdahulu, dan observasi di lokasi penelitian. Variabel bebas yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTA adalah tingkat pendidikan, lama tinggal, jumlah tanggungan, jarak tempat tinggal ke sungai, jenis kelamin, pendapatan dan pengetahuan mengenai dampak negatif limbah. Tingkat pendidikan diduga akan berbanding lurus dengan nilai WTA artinya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin besar nilai WTA karena semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka pola pikir serta pengetahuan responden mengenai dampak negatif dari bahaya pembuangan limbah bagi kehidupan akan semakin baik. Variabel lama tinggal diduga akan berpengaruh positif terhadap nilai WTA. Semakin lama responden tinggal, maka responden semakin menyadari dampak negatif pembuangan air limbah yang telah menyebabkan penurunan kualitas lingkungan sehingga nilai WTA yang diinginkan semakin besar. Hal di atas juga terjadi dengan variabel jumlah tanggungan dinilai akan memiliki hubungan positif terhadap nilai WTA karena jumlah tanggungan akan terkait dengan banyaknya anggota keluarga yang harus menanggung dampak negatif dari bahaya pembuangan air limbah sehingga nilai WTA yang diinginkan semakin tinggi. Jarak tempat tinggal dengan sungai dipilih sebagai variabel yang mempengaruhi nilai WTA atas pertimbangan jarak tempat tinggal responden dengan sungai akan menentukan seberapa besar dampak yang harus ditanggung responden. Variabel jarak rumah ke sungai dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana responden memiliki ketergantungan dengan sungai. Variabel ini diduga akan berpengaruh negatif karena semakin dekat jarak tempat tinggal
dengan sungai maka responden semakin merasakan langsung dampak negatif akibat pembuangan limbah terutama dampak bau, kekeruhan air dan juga responden semakin memiliki ketergantungan dengan sungai sehingga nilai WTA yang diminta akan semakin tinggi. Semakin jauh jarak tempat tinggal dengan sungai diduga responden kurang begitu mengetahui dan merasakan dampak negatif pencemaran air akibat pembuangan limbah ke sungai dan semakin tidak memiliki ketergantungan dengan sungai sehingga nilai WTA yang diinginkan semakin kecil. Variabel jenis kelamin dipilih dengan pertimbangan bahwa perbedaan jenis kelamin responden akan memberikan penilaian yang berbeda-beda terhadap besarnya dana kompensasi yang diinginkan. Variabel jenis kelamin laki-laki diduga akan berhubungan positif dengan nilai WTA responden. Responden lakilaki yang umumnya berfungsi sebagai kepala keluarga dianggap dapat mewakili dan mengetahui kondisi rumah tangga serta lingkungan tempat tinggalnya. Responden laki-laki diduga akan memberikan nilai WTA yang lebih tinggi daripada perempuan. Variabel tingkat pendapatan dipilih dengan pertimbangan bahwa tingkat pendapatan yang diperoleh akan menentukan besar kecilnya kesediaan menerima dana kompensasi yang diinginkan akibat penurunan kualitas lingkungan. Variabel tingkat pendapatan diduga akan berhubungan negatif dengan nilai WTA responden, artinya semakin besar pendapatan responden maka semakin rendah nilai WTA. Semakin besar pendapatan maka responden semakin tidak membutuhkan dana kompensasi yang tinggi karena pendapatan yang diperoleh dianggap dapat memenuhi biaya kebutuhan hidup. Sebaliknya, jika tingkat
pendapatan responden lebih rendah diduga akan memberikan nilai WTA yang lebih tinggi. Variabel pengetahuan mengenai pencemaran berbeda dengan tingkat pendidikan. Pada variabel ini menjelaskan tentang tingkat pengetahuan responden mengenai dampak negatif dari limbah. Variabel tingkat pengetahuan responden mengenai dampak negatif limbah termasuk variabel dummy, dimana apabila responden tahu maka akan diberi nilai satu, sedangkan jika tidak tahu, maka diberi nilai nol. Variabel ini diduga berbanding lurus dengan nilai WTA yang diinginkan responden. Hal ini berarti jika responden mengetahui pencemaran dari pembuangan limbah maka responden menginginkan nilai WTA yang semakin tinggi dan sebaliknya.
4.4.4 Estimasi Persamaan dan Kurva Marginal Damage (MD) Secara umum MD merupakan turunan dari TD (Total Damage) adalah sebagai berikut: MD =
d Total Damage d Konsentrasi Limbah Cair
Dalam penelitian ini, nilai MD didekati melalui pendekatan nilai WTA. Dalam penelitian ini, persamaan MD diperoleh dengan menggunakan persamaan garis linier dua titik. Persamaan garis linier dua titik didapatkan melalui rumus sebagai berikut: Y − Y1 X − X1 = Y 2 − Y1 X 2 − X1
Kurva MD merupakan titik-titik yang menggambarkan hubungan antara konsentrasi parameter limbah cair dengan kerusakan yang ditimbulkan (rupiah).
Kurva MD berslope positif menunjukkan semakin tinggi konsentrasi parameter limbah yang dilepaskan ke lingkungan, maka kerusakan akibat pencemaran air yang ditimbulkan juga akan semakin besar atau sebaliknya. Kurva MD dapat dilihat pada Gambar 7 di bawah ini. Rupiah
MD
Gambar 7. Kurva MD
konsentrasi parameter limbah cair (mg/l)
4.4.5 Penetapan Nilai Pajak Lingkungan Pajak lingkungan yang optimal ditentukan berdasarkan pertemuan antara persamaan MAC dan MD. Persamaan MAC dan MD diperoleh melalui rumus persamaan garis linier dua titik. Setelah diperoleh nilai pajak lingkungan yang optimal berdasarkan perpotongan MAC dan MD, dapat diduga nilai pajak lingkungan per 1 mg/l untuk masing-masing parameter limbah cair, dihitung dengan cara membagi antara nilai pajak lingkungan dari hasil perpotongan MAC dan MD dengan konsentrasi limbahnya. Hal ini dapat ditunjukkan sebagai berikut: =
Nilai pajak lingkungan dari hasil perpotongan MAC = MD Konsentrasi limbah cair
Melalui nilai pajak lingkungan per 1 mg/l dapat diketahui pajak yang harus dibayarkan berdasarkan outlet perusahaan dengan cara mengalikan antara pajak per 1 mg/l dengan rata-rata outlet limbah cair. Dengan demikian nilai pajak yang
harus dibayarkan oleh perusahaan dihitung dengan cara menjumlahkan nilai pajak dari masing-masing parameter adalah sebagai berikut:
∑ Pajak = Pajak Parameter BOD + Pajak paramater COD
4.5 Teori Regresi Berganda Model regresi berganda yaitu suatu model dimana variabel terikat (Y) tergantung pada dua atau lebih variabel yang bebas (X). Beberapa asumsi yang digunakan dalam model regresi berganda adalah (Firdaus, 2004): 1. E (∈) = 0 untuk setiap i. Artinya nilai yang diharapkan bersyarat (conditional expected value) dari ∈i tergantung pada Xi tertentu adalah nol. 2. Tidak adanya korelasi berurutan atau tidak ada autokorelasi. Artinya Xi tertentu simpangan setiap Y yang mana pun dari nilai rata-ratanya tidak menunjukkan adanya korelasi, baik secara positif maupun negatif. 3. Varians bersyarat dari (∈) adalah konstan. Asumsi ini dikenal sebagai asumsi homoskedastisitas. 4. Variabel bebas adalah nonstokastik (yaitu tetap dalam penyampelan berulang), atau jika stokastik, didistribusikan secara independen dari gangguan ∈. 5. Tidak ada multikolinearitas di antara variabel bebas satu dengan yang lain. 6. ∈ didistribusikan secara normal dengan rata-rata dan varians yang diberikan oleh asumsi 1 dan 2. Apabila semua asumsi yang mendasari model tersebut terpenuhi, maka suatu fungsi regresi yang diperoleh dari hasil perhitungan pendugaan dengan metode OLS dari koefisien regresi adalah penduga tak bias liner terbaik (best linear unbiased-BLUE). Sebaliknya, jika ada asumsi dalam model regresi yang
tidak dipenuhi oleh fungsi regresi yang diperoleh, maka kebenaran pendugaan model tersebut dan atau pengujian hipotesis untuk pengambilan keputusan dapat diragukan. Jika terdapat asumsi yang tidak dapat terpenuhi dalam fungsi regresi yang diperoleh, biasanya dikatakan sebagai penyimpangan asumsi. Penyimpangan asumsi 2, 3 dan 5 memiliki pengaruh yang serius, sedangkan asumsi 1, 4 dan 6 tidak.
4.6 Pengujian Parameter Untuk mengetahui kebaikan suatu model yang telah dibuat, perlu dilakukan pengujian secara statistik. Uji statistik yang dilakukan adalah: 1. Uji Stastistik t Uji t digunakan untuk menguji apakah koefisien regresi yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan metode OLS berbeda secara signifikan dengan nilai parameter tertentu atau tidak (Firdaus, 2004). Prosedur pengujiannya sebagai berikut: H0 : βi = 0 artinya variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya (Yi). H1 : βi ≠ 0 artinya variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya (Yi). Rumus untuk mencari t hitung sebagai berikut:
t
hitung
=
b−B Sb
Jika thitung
ttabel, maka tolak H0 artinya variabel (Xi) berpengaruh nyata terhadap (Yi).
Pengujian dapat diketahui dari nilai probability (P) masing-masing variabel yang merupakan hasil output. Jika nilai probability lebih kecil dari nilai α yang digunakan, maka variabel independen tersebut berpengaruh nyata secara individu terhadap variabel dependennya.
2. Uji Statistik F Uji F merupakan suatu pengujian untuk mengetahui mengenai bagaimana pengaruh sekelompok variabel bebas (Xi) secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebas (Yi) (Firdaus, 2004). Hipotesis yang diajukan untuk uji F ini sebagai berikut: H0 : β1 = β2 = β3 = …= βn = 0 H1 : β1 = β2 = β3 = …= βn ≠ 0 Fhitung =
JKK / (k - 1) JGK / k(n - 1)
dimana: JKK = Jumlah Kuadrat untuk Nilai Tengah Kolom JKG = Jumlah Kuadrat Galat n = Jumlah sampel k = Jumlah variabel Jika Fhitung < Ftabel, maka diterima H0 dan tolak H1, artinya variabel (Xi) secara serentak tidak berpengaruh nyata terhadap (Yi). Jika Fhitung > Ftabel, maka ditolak H0 dan terima H1, artinya variabel (Xi) secara serentak berpengaruh nyata terhadap (Yi). Pengujian juga dapat melihat dari output komputer nilai P-value dari model (seluruh variabel independen secara bersama). Jika P-value lebih kecil dari nilai α yang digunakan, maka H0 ditolak yang artinya variabel independen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependennya.
3. Uji Keandalan (Goodness of Fit/ R2) Uji ini dilakukan dalam evaluasi pelaksanan CVM. Berhasil tidaknya pelaksanaan CVM dilihat dengan nilai koefisien determinasi (R2) dari OLS WTA. R2 menunjukkan sejauh mana keragaman variabel terikat (Y) dapat diterangkan oleh variabel bebasnya (X). Secara matematis rumus untuk menghitun R2 sebagai berikut: 2 R =
Jumlah kuadrat dari regresi (JKR) Jumlah kuadrat total (JKT)
R2 nilainya antara nol dan satu : 0 ≤ R2 ≤1. Apabila nilai R2 semakin mendekati satu, maka semakin besar keragaman variabel tidak bebas yang dapat diterangkan variabel tidak bebasnya.
4. Uji Multikolinearitas (Multicollinearity) Multikolinearitas (kolinearitas ganda) artinya adanya lebih dari satu hubungan linear yang sempurna di antara variabel-variabel bebas (X) dalam model regresi (Firdaus, 2004). Untuk mendeteksi ada tdaknya multikolinearitas maka dapat dilihat dari output komputer, dengan melihat koefisien korelasi antar variabel bebas. Jika korelasi kurang dari 0,8 (rule of tumbs 0,8) maka dapat dikatakan tidak ada multikolinearitas.
5. Uji Heterokedastisitas (Heteroscedasticity) Apabila variasi dari faktor pengganggu selalu sama pada data pengamatan yang satu ke data pengamatan yang lain. Jika ciri ini dipenuhi, berarti variasi faktor pengganggu pada kelompok data tersebut bersifat homoskedastisitas atau
var (∈i2) = σ2. Jika asumsi tersebut dilanggar berarti terjadi penyimpangan terhadap faktor pengganggu yang disebut heteroskedastisitas (heteroscedasticity). Untuk mendeteksi adanya masalah heteroskedatisitas maka dilakukan uji heteroskedatisitas. Langkah-langkah pengujian heteroskedatisitas dengan uji
White heteroscedasdicity sebagai berikut: H0 : Tidak ada heteroskedatisitas H1 : ada masalah heteroskedatisitas Tolak H0 jika obs* R-square > χ 2df − 2 atau probability obs* R-square.
6. Uji Normalitas Uji normalitas diperlukan untuk menguji apakah error term dari data observasi mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah. Uji yang dapat dilakukan adalah uji Jarque Bera dengan prosedur sebagai berikut: Ho : error term terdistribusi normal H1: error term tidak terdistribusi normal Terima H0 jika statistik J-B < χ 2df − 2 atau nilai probabilitasnya lebih besar dari α .
4.7 Batasan Definisi Operasional Penelitian Batasan definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini: 1. Limbah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah limbah cair, yaitu limbah air buangan yang berasal dari proses produksi tekstil PT. UNITEX, contoh limbah yang berasal dari proses pencelupan kain, pewarnaan kain. 2. Obyek penelitian adalah industri tekstil yaitu PT. UNITEX dan masyarakat di Kelurahan Tajur yang berada di sempadan Sungai Cibudig yaitu RW 06 RT 01. 3. WTA adalah sejumlah dana kompensasi yang dikehendaki oleh masyarakat karena terjadi penurunan kualitas lingkungan (pencemaran air). 4. CVM digunakan untuk menampung preferensi/penilaian responden pada kondisi tertentu guna mengetahui kesediaan untuk menerima dana kompensasi. 5. MAC yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tambahan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan pada proses air limbah PT. UNITEX untuk mengurangi satuan unit (mg/l) konsentrasi parameter pencemar limbah. 6. MD adalah tambahan biaya kerusakan karena tambahan satuan unit (mg/l) konsentrasi parameter limbah cair. 7. Tingkat pendapatan responden yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendapatan rata-rata yang diperoleh responden yang berasal dari pekerjaan pokok atau pekerjaan sampingan ataupun pekerjaan lain (yang berasal dari istri atau suami yang juga bekerja) selama satu bulan.