IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK Pada umumnya sumber pangan asal ternak dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) macam, yaitu berupa daging (terdiri dari berbagai spesies hewan yang lazim dimanfaatkan untuk menghasilkan daging), telur (yang juga terdiri dari berbagai spesies jenis unggas yang menghasilkan telur), dan susu (umumnya terdiri dari susu asal sapi perah dan kambing tipe perah). Masing-masing macam sumber pangan asal ternak tersebut akan diuraikan secara lebih detail, sedangkan data produksi daging (keseluruhan daging dari berbagai spesies hewan yang biasa dikonsumsi di Indonesia), telur (keseluruhan dari telur ayam ras, ayam kampung dan itik) dan susu (hanya yang berasal dari sapi perah) selama 5 tahun (2008-2012) di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data produksi daging, telur dan susu di Indonesia selama lima tahun dari 2008-2012 Macam pangan asal ternak
Produksi daging, telur dan susu (000 ton/tahun) 2008
2009
2010
2011
2012
Daging
2.137
2.205
2.366
2.552
2.689
Telur
1.324
1.307
1.366
1.466
1.548
Susu
647
827
910
975
1.018
Sumber: Ditjen PKH (2012)
Berdasarkan buku Statistik Peternakan tahun 2012, bahwa data keragaan produksi daging total pada tahun 2012 adalah 2,69 juta ton yang berasal dari: (1) daging unggas (ayam ras, buras, dan itik) sekitar 1,8 juta ton (66,8%); (2) daging sapi dan kerbau sekitar 540,8 ribu ton (20,1%); (3) daging babi sekitar 234,7 ribu ton (8,7%); dan (4) daging kambing dan domba sebesar 115,1 ribu ton (4,3%), dan sisanya dari daging lainnya. Dari 66,8% daging unggas tersebut ternyata 83% berasal dari daging broiler dan layer afkir (Ditjen PKH 2012). 23
Keamanan Pangan Asal Ternak
A. Daging Daging merupakan jenis protein hewani yang dapat diperoleh dari hampir semua ternak antara lain sapi, kerbau, babi, kambing, domba, ayam dan itik. Situasi dan data struktur produksi daging di Indonesia dan dunia dapat dilihat pada Tabel 2. Pada Tabel tersebut terlihat bahwa pada tahun 1970 struktur produksi daging sapi dunia jauh lebih banyak (38,5%) dibandingkan dengan produksi daging unggas/ayam (15,2%), demikian juga dengan di Indonesia struktur produksi daging sapi pada tahun 1970 mencapai 53,5% sedangkan struktur produksi daging unggas hanya 12,4%. Tetapi secara bertahap struktur produksi daging unggas terutama ayam broiler terus meningkat dari tahun ke tahun baik di Indonesia maupun situasi dunia sehingga pada tahun 2006 struktur produksi daging sapi dunia menurun menjadi (22,3%), dan struktur produksi daging unggas meningkat menjadi 31,2%. Sedangkan untuk kondisi Indonesia struktur produksi daging sapi pada tahun 2006 menurun menjadi 19,2% dan struktur produksi daging unggas meningkat menjadi 62,3%. Bila melihat data struktur produksi daging sapi di Indonesia tahun 2012 adalah 20,01% (540,8 ribu ton), sedangkan produksi daging unggas pada tahun 2012 adalah 66,8% (1.797,5 ribu ton). Untuk daging babi dan daging lainnya perubahannya tidak sebesar kedua komoditas tersebut. Situasi perubahan struktur produksi daging sapi dan daging unggas menjadi sangat menarik karena terjadi kebalikannya antara kedua komoditas tersebut dari situasi tahun 1970 dengan situasi tahun 2006 (setelah hampir 40 tahun kemudian). Keadaan demikian terjadi baik di Indonesia maupun di dunia internasional (di berbagai negara lainnya). Hal ini disebabkan terjadinya revolusi ayam ras pedaging seiring dengan keberhasilan teknologi pemuliaan dalam menciptakan galur ayam pedaging yang cepat pertumbuhannya sehingga bila pada tahun 1960 untuk mencapai bobot badan ayam pedaging 1,8 kg diperlukan waktu 84 hari dengan konversi pakan 3,25, maka 24
Macam dan Sumber Pangan Asal Ternak
melalui serangkaian penelitian (teknologi), pada tahun 2010 telah dihasilkan galur ayam pedaging yang untuk mencapai bobot yang sama (1,8 kg) hanya diperlukan 34 hari dengan konversi pakan 1,54 (Utomo 2011). Data produksi daging di Indonesia selama lima tahun terahir dari tahun 2008 sampai dengan 2012 dapat dilihat pada Tabel 3. Data ini terdiri dari 9 jenis atau spesies hewan ternak utama yang menjadi sumber daging utama di Indonesia. Daging ayam broiler merupakan yang paling banyak, diikuti dengan daging sapi potong, daging ayam buras dan daging babi. Kemudian daging kambing, daging ayam ras petelur afkir, daging domba serta daging kerbau, sedangkan daging itik berada di urutan yang kesembilan. Selain kesembilan jenis ternak tersebut masih tercatat 3 (tiga) spesies ternak lainnya yang juga menghasilkan daging, yaitu kelinci, burung puyuh dan burung dara, tetapi jumlahnya sangat kecil. Dari aspek keamanan pangan, daging relatif lebih tahan lama bila disimpan dalam suhu kamar dibandingkan dengan susu, sedangkan dibandingkan dengan telur, daya simpan daging lebih cepat rusak. Dari aspek penggunaan energi yang dibutuhkan untuk memasak daging dibandingkan dengan memasak telur dan susu, maka energi memasak daging dibutuhkan jauh lebih besar. Dari aspek kontaminasi daging segar yang dipanen di RPH/RPU dapat terkontaminasi mikroba patogen seperti Salmonella dan E. Coli yang berasal dari saluran pencernaan atau air yang digunakan. Dari aspek pengemasan, penyimpanan dan distribusi dalam bentuk segar, daging dapat terkontaminasi mikroba patogen, senyawa beracunan yang berasal dari kemasan atau wadah yang tidak bersih.
25
Keamanan Pangan Asal Ternak
Tahun
Daging sapi (%)
Daging unggas (%)
Daging babi (%)
Daging lain (%)
Indonesia
Dunia
Indonesia
Dunia
Indonesia
Dunia
Indonesia
Dunia
1970
53,5
38,5
12,4
15,2
11,1
35,9
23,0
10,4
1980
38,6
33,5
30,2
19,2
10,0
38,7
21,2
8,5
1990
25,2
29,7
49,5
23,1
12,1
38,9
13,2
8,3
2000
23,5
24,2
56,6
29,7
11,2
38,3
8,7
7,8
2006
19,2
22,3
62,3
31,2
9,5
38,7
9,0
7,8
2007*
16,3
21,7
52,8
30,4
23,3
40,4
7,6
7,6
Sumber: Ilham (2009) dalam Daryanto (2011); *FAO (2009) (diolah)
26
Keamanan Pangan Asal Ternak
26
Tabel 2. Struktur produksi daging dunia dan Indonesia dari tahun 1970 sampai tahun 2007
Macam dan Sumber Pangan Asal Ternak
Tabel 3. Produksi daging dari beberapa spesies ternak utama dalam 5 tahun dari 2008-2012 (dalam ribuan/000 ton) Jenis/spesies ternak
Tahun 2008
2009
2010
2011
2012
Sapi potong
392,5
409,3
436,5
485,3
505,5
Kerbau
39,0
34,6
35,9
35,3
35,3
Kambing
66,0
73,8
68,8
66,3
68,6
Domba
47,0
54,3
44,9
46,8
46,5
Babi
209,8
200,1
212,0
224,8
234,7
Ayam buras
273,5
247,7
267,6
264,8
274,2
Ayam ras petelur
57,3
55,1
57,7
62,1
63,7
1.018,7
1.101,8
1.214,3
1.337,9
1.428,8
31,0
25,8
26,0
28,2
30,8
2.136,6
2.204,9
2.366,2
2.554,2
2.690,9
Ayam ras pedaging Itik Daging total
Sumber: Ditjen PKH (2012)
Daging diproduksi dari hewan hidup yang dipelihara selama proses budidaya di peternakan rakyat (small holder farm) atau di farm komersial selama periode tertentu sesuai dengan spesies ternaknya dengan mengikuti ketentuan yang berlaku seperti pedoman Budidaya Ternak yang Baik maupun bimbingan petugas lapangan dari dinas terkait. Cara budidaya yang baik ini dimaksudkan agar daging yang dihasilkan sehat dan aman untuk dikonsumsi. Selanjutnya (menurut Bahri et al. 2002), setelah ternak siap untuk dipasarkan atau dipanen dagingnya, maka ternak tersebut akan menjalani proses transportasi dari peternak atau farm ke pasar hewan, sampai di rumah pemotongan hewan. Beberapa tahapan kegiatan yang perlu dilakukan pada proses pascaproduksi daging, antara lain: (a) Pemeriksaan ante mortem, pada masa pemulihan kondisi atau masa istirahat minimal 12 jam sebelum dipotong; (b) Proses pemotongan atau penyembelihan
27
Keamanan Pangan Asal Ternak
yang dilakukan menurut tata cara Islam sesuai dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia; (c) Proses pelepasan kulit, pengeluaran jeroan, pembelahan karkas, yang diikuti dengan pemeriksaan post mortem terhadap daging dan bagian-bagian lainnya secara utuh yang dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium bila diperlukan; (d) Kemudian daging dilayukan dengan meniriskannya selama 8 jam. Setelah pelayuan dan penirisan selesai, maka dilanjutkan dengan dua alternatif tahapan kegiatan, yaitu: (1) Proses pengangkutan karkas dengan kendaraan yang memenuhi persyaratan, dilanjutkan dengan peredaran atau penjualan daging di tempat yang memenuhi syarat dan telah ditentukan, dan akhirnya sampai kepada konsumen; (2) Proses pelepasan tulang (deboning) yang dilanjutkan dengan pengepakan daging, pendinginan dan dilanjutkan dengan pengangkutan mempergunakan kendaraan yang memenuhi syarat, dan terakhir daging diedarkan atau dipasarkan pada konsumen di tempat yang memenuhi syarat dan telah ditentukan. Apabila setiap tahapan kegiatan dalam proses pascaproduksi daging tersebut dilakukan secara terkontrol sehingga persyaratan yang ditentukan selalu terpenuhi, maka akan diperoleh daging yang bermutu baik dan aman untuk dikonsumsi. Seperti halnya pada pemrosesan daging sapi, maka proses pemotongan ayam di Rumah Pemotongan Unggas (RPU) atau Tempat Pemotongan Ayam (TPA) juga harus mengikuti prosedur standar yang telah dibakukan mulai dari pemeriksaan ante mortum, pemotongan secara halal, pemeriksaan post mortum sampai dengan pengepakan, penyimpanan dan pendistribusiannya. RPU sebaiknya mengikuti ketentuan SNI tentang RPU, yaitu SNI 01-66160-1999. Bagan rantai penyediaan daging dari peternak sampai ke konsumen dapat dilihat pada Gambar 1.
28
Macam dan Sumber Pangan Asal Ternak
Produsen/peternak/farm/ proses budidaya Pre harvest food safety program Transportasi/pasar hewan Proses pemotongan/RPH Distributor Pengecer Konsumen
Harvest food safety program
Post Harvest food safety program Pre harvest food safety program Post
harvest food Gambar 1. Bagan rantai penyediaan daging mulaisafety dari peternak program sampai ke konsumen (faktor-faktor yang mempengaruhi keamanan pangan ada pada setiap mata rantai tersebut, dan panah dua arah berguna untuk penelusuran ulang)
B. Telur Telur merupakan macam protein hewani yang dihasilkan oleh ternak unggas seperti ayam, itik dan burung puyuh. Daya simpan telur pada suhu kamar relatif lebih lama dibandingkan dengan daging dan susu. Hal ini disebabkan telur memiliki kulit pembungkus yang dapat melindungi isinya dari kontaminasi mikroba atau senyawa beracun lain. Walaupun demikian daya simpan telur juga ada batasnya. Menurut hasil penelitian, biaya untuk memproduksi protein hewani telur per satuan berat/volume lebih murah dari pada biaya untuk memproduksi protein hewani asal daging maupun susu per satuan ukuran yang sama. Produksi telur unggas di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat, apalagi bila dibandingkan dengan sebelum tahun 1970 dimana produksi telur hanya mengandalkan ayam kampung dan
29
Keamanan Pangan Asal Ternak
itik. Data produksi telur selama lima tahun (2008-2012) di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4. Pada Tabel tersebut terlihat bahwa telur ayam ras merupakan yang terbanyak, diikuti telur itik, ayam kampung dan burung puyuh. Keadaan ini juga terjadi karena adanya revolusi ayam ras petelur (layer) yang dihasilkan dari serangkaian penelitian pemuliaan ayam ras petelur dengan kemajuan yang sangat pesat. Pada penelitian galur ayam petelur sudah dihasilkan galur yang dapat meningkatkan produksi telur sebanyak 330 butir per tahun (dengan konversi pakan 2,0) jauh lebih banyak dibandingkan dengan galur ayam petelur yang digunakan pada tahun tujuhpuluhan (McKay 2008; Hunton 1990). Demikian juga dengan itik Mojosari-Alabio/MA telah mampu meningkatkan produksi telur itik dalam periode waktu produksinya (Ketaren dan Prasetyo 2000; Prasetyo et al. 2003), merupakan kontribusi dari peranan teknologi dalam meningkatkan produktivitas sumberdaya genetik itik lokal. Tabel 4. Data produksi telur ayam ras petelur, ayam kampung dan itik pada tahun 2008-2012 Jenis telur
Produksi telur (000 ton) pada
Tahun
2008
2009
2010
2011
2012
Ayam ras layer
956,0
909,5
945,6
1.027,8
1.059,3
Ayam kampung
166,6
160,9
175,5
172,2
205,3
Itik
201,0
236,4
245,0
256,2
276,2
Sumber: Ditjen PKH (2012)
Dalam proses budidaya unggas untuk menghasilkan atau memproduksi telur yang aman bagi konsumen, penggunaan obat perlu diperhatikan dan harus digunakan secara rasional. Selain itu, pakan yang diberikan harus bebas kontaminan bahan toksik (cemaran pestisida, logam berat, mikotoksin), serta bahan-bahan toksik lainnya. Pada umumnya mutu dan keamanan telur ayam
30
Macam dan Sumber Pangan Asal Ternak
untuk dikonsumsi sangat ditentukan pada saat proses praproduksi. Cemaran Salmonella pada telur dapat terjadi pada proses pascaproduksi apabila higienis di peternakan dan pada saat pengumpulan dan penyimpanan kurang diperhatikan. Oleh karena itu, kebersihan telur dan penyimpanannya perlu diperhatikan dengan baik agar tidak terinfeksi oleh mikroba maupun oleh berbagai jenis kapang/jamur. Gambaran bagan rantai penyediaan telur dari peternak sampai ke konsumen dapat dilihat pada Gambar 2. Produsen/peternak/farm/ unggas petelur Pengumpulan/ penanganan telur
Prosesor/pengepakan/ penyimpanan
Pre harvest food safety program
Harvest program
Post harvest food safety program
Distributor
Pengecer
Konsumen
Gambar 2. Bagan rantai penyediaan telur mulai dari peternak sampai kepada konsumen (faktor-faktor penentu keamanan pangan ada di setiap rantai tersebut, dan panah dua arah terkait dengan penelusuran ulang)
31
Keamanan Pangan Asal Ternak
C. Susu Susu merupakan macam protein hewani lain yang dihasilkan oleh hewan mamalia seperti sapi perah, sapi potong, kerbau, kambing dan domba. Sumber ternak penghasil susu utama adalah sapi perah yang memang diciptakan untuk memproduksi susu dalam jumlah besar untuk kebutuhan manusia. Susu dihasilkan dari ternak ruminansia yang sedang menyusui anaknya atau laktasi. Jadi untuk menghasilkan susu, ternak tersebut harus mengalami bunting dan melahirkan anak. Keamanan susu dimulai pada proses budidaya/manajemen pemeliharaan terutama sangat tergantung pada pakan yang diberikan selama proses budidaya pada masa laktasi. Apabila pakan yang diberikan terkontaminasi atau mengandung senyawa toksik seperti mikotoksin, pestisida atau senyawa kimia lain termasuk obat-obatan, maka dapat dipastikan susu yang dihasilkan juga kemungkinan besar akan mengandung senyawa-senyawa tersebut. Demikian juga dengan kesehatan ternaknya, apabila ternak menderita mastitis atau terserang penyakit infeksius seperti tuberkulosis, maka susu yang dihasilkan akan mengandung kuman/mikroba infeksius tersebut. Oleh karena itu, untuk memperoleh produk susu yang baik, maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kesehatan ternak dan juga kesehatan lingkungannya termasuk kualitas pakannya. Selanjutnya pada tahap pemerahan perlu diperhatikan higienis pekerja, peralatan yang akan digunakan, penampung susu dan sanitasi tempat pemerahan terutama kandang. Penanganan yang perlu diperhatikan pada pascaproduksi susu ini terutama pada saat transportasi, pengumpulan susu yang higienis dan melakukan uji mutu susu dengan pengukuran berat jenis susu, total kandungan protein dan lemak, serta pengukuran jumlah kuman. Perlu juga mendeteksi kandungan residu obat hewan dan senyawa kimia lainnya. Sebagai pembanding harus mengacu kepada SNI No. 01-6366-2000 tentang keberadaan cemaran mikroba dan Batas Maksimum Residu (BMR) pada produk ternak termasuk susu. Bagan rantai penyediaan susu 32
Macam dan Sumber Pangan Asal Ternak
mulai dari peternak sampai kepada konsumen dapat dilihat pada Gambar 3.
Produsen/peternak/farm
Pre-harvest food safety program
Pemerahan/milking Harvest food safety program Pengumpul/cooling unit/ transportasi Pabrik/pengolahan/ pengemasan/penyimpanan
Post-harvest food safety program
Distributor Pengecer Konsumen
Gambar 3. Bagan rantai penyediaan susu mulai dari peternak sampai konsumen (faktor-faktor penentu keamanan pangan ada pada setiap rantai tersebut, dan panah dua arah untuk penelusuran ulang)
33