IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut: 4.1.1
Pemeriksaan bahan baku Hasil pemeriksan bahan baku ibuprofen, Xanthan Gum,Na CMC, sesuai dengan pesyaratan yang tercantum dalam Farmakope Indonesia Edisi III, Farmakope Indonesia Edisi IV dan Handbook of Pharmaceutical Excpient. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2 tabel IV.1.
4.1.2
Penentuan panjang gelombang serapan maksimum ibuprofen Hasil pengukuran dari panjang gelombang serapan maksimum ibuprofen dalam dapar fosfat pH 7,2 diperoleh panjang gelombang 264,4 nm. Selengkapnya pada lampiran 5, gambar IV.3.
4.1.3
Pembuatan kurva kalibrasi ibuprofen Kurva kalibrasi serapan ibuprofen dalam dapar fosfat pH 7,2 pada panjang gelombang 264,4 nm dengan persamaan y = 0.001x-0.047 dan r = 0,9996 dapat dilihat pada lampiran 5 tabel IV.18 dan gambar IV.4.
4.1.4
Pembuatan granul Gambar granul dapat dilihat pada lampiran 3 gambar IV.1.
4.1.5
Evaluasi Granul Hasil evaluasi dapat dilihat pada lampiran 3 tabel IV.2 dimana terlihat bahwa granul dari tablet ibuprofen semua formula memenuhi persyaratan kecuali
35
kandungan airnya yang kecil dari persyaratan yang ditetapkan, dan hasil distribusi ukuran partikel dapat dilihat pada tabel IV. 4.1.6
Pencetakan tablet Hasil pencetakan tablet dari tiap-tiap formula dapat dilihat pada lampiran 4 gambar IV.2.
4.1.7
Evaluasi tablet a. Evaluasi terhadap tablet memberikan hasil yang memenuhi persyaratan, hasil pemeriksaan dapat dilihat pada lampiran 4 tabel IV.7. b. Hasil evaluasi keseragaman bobot dapat dilihat pada tabel IV.8 – IV.11. c. Hasil pemeriksaan keseragamaan ukuran dapat dilihat pada tabel IV.12. d. Hasil pemeriksaan kekerasan terdapat pada tabel IV.13. e. Hasil pemeriksaan kerapuhan pada tabel IV.14. f. Hasil pemeriksaan kadar zat aktif pada tabel IV.16.
4.1.8
Uji disolusi
a. Uji disolusi yang telah dilakukan dapat dilihat data hasil pemeriksaan persentase kadar zat terdisolusi pada lampiran 6 tabel IV.19 , dan profil disolusi dapat dilihat pada gambar IV.5. b. Profil zat terdisolusi dari formula tablet lepas lambat ibuprofen menurut persamaan orde 0, orde 1, Higuchi, Korsmeyer Peppas dan Langenbucher dapat dilihat pada tabel lampiran 7 dan gambar IV.6 – IV.10 . c. Efisiensi disolusi dari semua formula data dilihat pada tabel IV.24 .
36
4.1.9
Uji statistik Hasil analisis data persen terdisolusi ibuprofen dengan menggunakan uji Anova satu arah dan dilanjutkan dengan uji Duncan menggunakan program SPSS seri 17 dapat dilihat pada lampiran 8.
4.1.10 Contoh perhitungan Contoh perhitungan dapat dilihat pada lampiran 9.
37
4.2 Pembahasan Sebelum dilakukan pembuatan tablet lepas lambat ibuprofen terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan terhadap bahan baku yang digunakan. Dari hasil pemeriksaan ibuprofen, didapatkan hasil yang sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam Farmakope Indonesia edisi III dan IV, yang meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi dan jarak lebur, serta persyaratan sesuai dengan sertifikat CA. Pada pemeriksaan bahan tambahan lainnya pada Xanthan gum, Na CMC, Avicel PH 101, Magnesium Stearat dan Talkum, didapatkan hasil yang sesuai dengan persyaratan yang tercantum pada British Pharmacopoeia, dan pada Handbook of pharmaceutical exipient 6th edition, dimana pengujiannya meliputi pemerian, kelarutan, dan jarak lebur. Pemeriksaan granul pada semua formula memperlihatkan hasil yang memenuhi persyaratan. Pemeriksaan distribusi ukuran partikel dari granul menggunakan ayakan vibrasi didapatkan distribusi partikel granul antara 125 µm1000 µm. Untuk sudut longsor, didapatkan hasil dalam rentang 20o-35o, serta kecepatan alir antara 9 gram/detik-13 gram/detik ini menandakan bahwa granul mempunyai sifat aliran yang baik sehingga pada waktu pencetakan dapat mengalir secara bebas dari hopper ke die (Ben,2008). Kandungan air suatu granul dapat mempengaruhi sifat alir granul tersebut dan akan mempengaruhi keseragaman bobot tablet. Dimana kadar air yang tinggi akan cenderung membentuk agregat sehingga sifat alir granul tidak bagus. Hal ini dapat menyebabkan bobot tablet yang tidak seragam. Pada pemeriksaan kadar air dari tiap
38
formula didapatkan hasil antara 3,0 %-5,0 %. Dimana hasil yang didapatkan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan yaitu 3-5 %. Kompresibilitas serbuk adalah kemampuan untuk mendapatkan suatu massa yang stabil dan kompak bila diberi tekanan. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa granul formula 1, 2, dan 3 termasuk ke dalam tipe kompresibilitas baik, sedangkan granul formula 4 termasuk ke dalam tipe kompresibilitas cukup. Untuk nilai Faktor Hausner didapatkan hasil yang memenuhi syarat yaitu < 1,25 (Lachman, Lieberman, Kanig 1994). Tablet dicetak dengan berat 600 mg dengan menggunakan Avicel PH 101 sebagai pengisi, Na CMC sebagai pengikat. Sebagai matriks lepas lambat digunakan Xanthan gum, sedangkan untuk bahan pelincir digunakan magnesium stearat dan talkum. Sebagai kontrol kualitas dari tablet maka dilakukan evaluasi terhadap tablet yang dihasilkan meliputi; keseragaman ukuran dan bobot tablet, kekerasan tablet, kerapuhan tablet, dan disolusi tablet. Hasil evaluasi keseragaman bobot tablet, didapatkan persentase penyimpangan dari bobot rata-rata tablet memenuhi persyaratan yang ditetapkan, untuk zat dengan bobot lebih dari 300 mg, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari 5%, dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang dari bobot rataratanya lebih dari 10%. Dari hasil yang didapatkan, terlihat bahwa tablet dari semua formula memenuhi persyaratan yang ditetapkan Farmakope edisi III. Keseragaman
39
bobot tablet ini akan mempengaruhi kandungan tablet. Variasi dari bobot tablet akan mempengaruhi kandungan zat aktif pada tablet (Depkes RI, 1979). Hasil evaluasi keseragaman ukuran tablet, didapatkan hasil yang memenuhi persyaratan. Syarat yang ditetapkan adalah diameter tablet tidak boleh lebih dari 3x tebal tablet, dan tidak boleh kurang dari 1 1/3 tebal tablet. Dari hasil yang didapatkan, tablet dari semua formula memiliki diameter tablet yang tidak lebih dari 3x tebalnya, dan tidak kurang dari 1 1/3 tebal. Keseragaman ukuran tablet dapat mempengaruhi penampilan dari tablet tersebut yang nantinya akan mempengaruhi penerimaan pasien (Depkes RI, 1979). Dari hasil uji kekerasan tablet didapatkan hasil berkisar antara 6-9 kg/cm2. Tablet harus mempunyai kekuatan dan kekerasan tertentu serta dapat bertahan terhadap berbagai goncangan mekanik pada saat pembuatan, pengepakan dan transportasi (Banker and Anderson, 1986). Pada umumnya kriteria kekerasan tablet adalah 4-8 kg/cm2. Hal ini tidak mutlak, artinya kekerasan tablet bisa lebih kecil dari 4 dan bisa lebih dari 8 kg/cm2. Kekerasan tablet kurang dari 4 kg masih dapat diterima asalkan kerapuhannya tidak melebihi batas yang ditetapkan. Kekerasan tablet lebih dari 8 kg/cm2 masih bisa diterima, asalkan masih memenuhi persyaratan waktu hancur yang dipersyaratkan (Sulaiman,2007). Apabila tablet memiliki kekerasan terlalu kecil tablet akan lebih mudah pecah sehingga kerapuhan dari tablet akan jelek, sedangkan apabila tablet memiliki kekerasan terlalu besar maka tablet akan memiliki waktu hancur yang lebih lama.
40
Pemeriksaan terhadap kerapuhan tablet, didapatkan hasil yang memenuhi persyaratan, persyaratan yang ditetapkan adalah kehilangan yang diperbolehkan adalah kurang dari 0,8%. Dari hasil evaluasi yang dilakukan didapatkan hasil berkisar 0,05-0,15%. Hasil ini sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan (Lachman et al., 1986). Pemeriksaan waktu hancur tablet, didapatkan hasil yang tidak baik dikarenakan pada formula tidak ada penghancur luar. Hal tersebut mempengaruhi waktu hancur dari sediaan tablet yang dibuat. Penetapan perolehan kembali kadar zat aktif dalam tablet lepas lambat ibuprofen menggunakan spektrofotometer UV dengan medium dapar fosfat pH 7,2. Sebelum dilakukan penetapan kadar, terlebih dahulu dilakukan penentuan panjang gelombang serapan maksimum ibuprofen dalam medium dapar fosfat pH 7,2. Larutan yang dibuat adalah 240 µg/mL dan panjang gelombang serapan maksimum yang didapat adalah 264,4 nm. Kurva kalibrasi diperoleh dengan cara membuat larutan ibuprofen dengan konsentrasi 200, 220, 240, 260, 280 dan 300 µg/mL dan diukur serapannya pada panjang gelombang serapan maksimum. Persamaan garis yang didapat adalah y = 0,001x – 0,047 dengan nilai koefisien regresi 0,9996. Dari pengujian penetapan perolehan kembali kadar zat aktif dapat dilihat pada lampiran 4 tabel IV.16 – IV.18 . Penetapan kadar zat aktif dari tablet dilakukan dengan metode Spektrofotometer UV. Disolusi dari tablet lepas lambat ibuprofen menggunakan medium dapar fosfat pH 7,2 selama 6 jam (United states of pharmacopoeia (30th ed.). Pengambilan 41
cuplikan dilakukan sebanyak 11 kali yaitu pada menit ke 10, 20, 30, 60, 90, 120, 150, 180, 240, 300 dan 360. Intrepretasi terhadap data disolusi (Lampiran 6) dapat dilakukan dengan mengamati profil disolusi ibuprofen dalam medium dapar fosfat pada masing-masing formula. Profil disolusi dibuat dengan memplotkan persen zat ibuprofen yang terdisolusi dengan waktu dalam menit. Profil disolusi tersebut memperlihatkan adanya perlambatan pelepasan ibuprofen. Pelepasan ibuprofen pada 6 jam untuk formula I, II, III, dan IV berturut adalah 102,833 ± 1,451 ; 99,657 ± 2,104 ; 106,104 ± 3,192 ; 94,486 ± 0,572 %. Dari hasil disolusi didapatkan kesimpulan bahwa tablet yang menggunakan xanthan gum sebagai matriks yang semakin tinggi kadarnya memiliki pelepasan obat semakin lambat. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan
matriks xanthan gum akan
mempengaruhi sifat permeabelitasnya (Rowe, et al., 2006). Penetapan model kinetika pelepasan ibuprofen telah dilakukan berdasarkan persamaan orde nol, orde satu, Higuchi, Korsmeyer Peppas dan Langenbucher Berdasarkan hasil disolusi dapat diketahui model kinetika pelepasan zat aktif. Pada Formula 1 mengikuti model kinetika pelepasan zat aktif Higuchi dengan koefisien regresi 0,986. Formula 2
mengikuti model kinetika Korsmeyer peppas dengan
koefisien regresi 0,973. Formula 3 dan formula 4 mengikuti model kinetika orde 0 dengan koefisien regresi berturut – turut 0,981 dan 0,977. Persamaan orde 0 yaitu persamaan garis lurus antara jumlah obat yang terdisolusi versus waktu. Persamaan orde 1 yaitu persamaan garis lurus antara log 42
jumlah obat yang terdisolusi versus waktu. Persamaan Higuchi yaitu persamaan garis lurus antara jumlah obat yang terdisolusi versus akar waktu (Higuchi, 1963). Lapidus dan Lordi (1968) menyatakan hubungan antara jumlah obat yang terdisolusi dan waktu linear bila pelepasan obat dikontrol oleh erosi matriks sedangkan hubungan antara jumlah obat yang terdisolusi dan akar waktu adalah linier bila pelepasan obat dikontrol oleh difusi obat melalui matriks. Mekanisme pelepasan obat pada persamaan Korsmeyer-Peppas juga ditinjau dari nilai n yang diperoleh dari nilai eksponensial difusi. Nilai n yang diperoleh pada formula 2 yaitu 0,541. Bila nilai n < 0,45 berarti mekanisme pelepasan obat itu mengikuti difusi Fick. Pada formula 2 memiliki nilai n yang berada dalam range 0,45 < n < 0,89, berarti formula tersebut mengikuti mekanisme transpor difusi non Fickian (anomalous diffusion) yang mana merupakan kombinasi mekanisme difusi dan erosi (Costa & Lobo, 2001). Parameter lain yang digunakan untuk evaluasi disolusi talet adalah efisiensi disolusi (ED) (Abdou, 1989). Nilai efisiensi disolusi merupakan nilai AUC (area under the curve) dari jumlah obat yang terdisolusi per satuan waktu, seperti dalam studi
bioavailabilitas / bioekivalensi nilai ini dapat
dipedomani untuk
membandingkan jumlah dan laju disolusi obat secara umum. Perhitungan rata-rata efisiensi disolusi talet ibuprofen diperoleh dari luas daerah di bawah kurva. Hasil pada Lampiran 6 tabel IV.24 menunjukkan nilai efisiensi disolusi untuk formula I, II, III, dan IV masing-masing adalah 75,3382 ± 0,7185; 67,8113 ± 0,3231; 64,0146 ±
43
1,3587; dan 59,6649 ± 0,7474 %. Data ini memperlihatkan bahwa formula I memiliki efisiensi disolusi terbesar dibandingkan keempat formula yang lain. Analisa statistik anova satu arah antara perbandingan keempat formula tablet lepas lambat ibuprofen dengan persen efisiensi disolusi yang terlampir pada Lampiran 8. Pada analisa statistik dari efisiensi disolusi tablet lepas lambat ibuprofen menggunakan uji anova satu arah dengan menggunakan program SPSS 17, pada uji homogenitas varian dengan Levene Statistics = 2,411 dengan nilai signifikansi = 0,142 (> 0,05), yang berarti bahwa Ho diterima atau variansi dari efisiensi disolusi sama, sehingga uji ANOVA dengan menggunakan uji F bisa dilakukan. Hasil perhitungan ANOVA menunjukkan bahwa nilai F hitung = 175,021 dengan nilai signifikansi = 0,000 (< 0,05), yang berarti Ho ditolak, yang menunjukkan bahwa efisiensi dari keempat formula memberikan hasil yang berbeda nyata. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa terdapat lima kelompok yang berbeda nyata, masingmasing kelompok terdiri dari satu formula. Dari data yang diperoleh terlihat bahwa F4 memiliki hasil yang lebih baik dari F3, F2, dan F1.
44
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan 1. Tablet yang dicetak tidak memenuhi persyaratan lepas lambat ibuprofen menurut kriteria Banakar. 2. Tablet Formula I mengikuti model kinetika Higuchi, formula II mengikuti model kinetika Korsmeyer-Peppas, sedangkan formula III dan IV mengikuti model kinetika orde 0. 3. Dari hasil pengujian Anova satu arah untuk efisensi disolusi dari keempat formula memperlihatkan hasil yang berbeda nyata dimana signifikansi dari uji anovanya kecil dari 0,05 (P<0,05). 4. Dari pengujian Duncan terlihat F4 memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan dengan formula lainnya. 5.2 Saran Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar membuat sediaan lepas lambat dengan campuran matriks pada konsentrasi yang berbeda, agar didapatkan formulasi tablet ibuprofen yang optimum sesuai dengan syarat tablet lepas lambat yang sesuai.
45