IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa
1. Perubahan Kadar Air terhadap Waktu Pengeringan buah mahkota dewa dimulai dari kadar air awal bahan sampai mendekati kadar air keseimbangan. Pada Lampiran 17 disajikan gambar mahkota dewa setelah dikeringkan. Data kadar air awal dan kadar air akhir bahan hasil dari penelitian ini pada berbagai tingkat suhu dan kecepatan udara disajikan pada Tabel 2, Tabel 3, Tabel 4, dan Tabel 5 berikut ini.
Tabel 2. Kadar air awal (M0) dan kadar air akhir buah mahkota dewa pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 1.4 m/dt No Suhu RH Kadar Air Kadar Air Lama (°C)
(%)
(%bb)
(%bk)
Pengeringan
Awal
Akhir
Awal
Akhir
(menit)
1.
50
34
86.06
12.69
626.77
14.73
280
2.
45
48
85.92
12.69
610.66
14.54
340
3.
40
52
85.42
12.89
585.70
14.79
320
4.
35
65
85.85
13.06
606.69
15.03
420
Tabel 3. Kadar air awal (M0) dan kadar air akhir buah mahkota dewa pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 1 m/dt No Suhu RH Kadar Air Kadar Air Lama (°C)
(%)
(%bb)
(%bk)
Pengeringan
Awal
Akhir
Awal
Akhir
(menit)
1.
50
34
88.94
11.64
804.17
13.14
200
2.
45
48
89.50
11.45
852.35
12.94
200
3.
40
54
88.78
10.98
791.23
12.30
230
4.
35
65
88.72
11.71
786.30
13.23
290
23
Tabel 4. Kadar air awal (M0) dan kadar air akhir buah mahkota dewa pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 0.5 m/dt No Suhu RH Kadar Air Kadar Air Lama (°C)
(%)
(%bb)
(%bk)
Pengeringan
Awal
Akhir
Awal
Akhir
(menit)
1.
50
38
85.59
12.70
594.01
14.53
300
2.
45
46
84.87
12.12
560.67
13.76
330
3.
40
53
84.83
12.35
559.59
14.09
350
4.
35
65
84.63
12.59
557.86
15.63
540
Tabel 5. Kadar air awal (M0) dan kadar air akhir buah mahkota dewa pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 0.1 m/dt No Suhu RH Kadar Air Kadar Air Lama (°C)
(%)
(%bb)
(%bk)
Pengeringan
Awal
Akhir
Awal
Akhir
(menit)
1.
50
32
86.09
12.47
627.04
14.41
320
2.
45
42
86.29
12.43
629.40
14.19
330
3.
40
55
86.18
12.30
623.44
13.99
420
4.
35
65
86.21
12.62
624.88
14.44
520
Berdasarkan Tabel 2 sampai dengan Tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa pada kondisi pengeringan dengan suhu dan tingkat RH yang berbeda menghasilkan penurunan kadar air yang berbeda pula. Parameter yang mempengaruhi proses pengeringan ini adalah suhu pengering, RH pengering, kadar air awal bahan, kadar air akhir bahan, dan kecepatan udara pengering (Brooker, 1974). Kemampuan bahan untuk melepaskan air dari bagian permukaan semakin besar dengan meningkatnya suhu udara pengering yang digunakan. Dari Tabel 2 sampai dengan 5 di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu udara pengering, maka semakin cepat pula pengeringan yang dilakukan. Begitu pula dengan nilai RH, jika RH yang terukur rendah maka pengeringan yang dilakukan lebih cepat dan juga jika nilai RH yang terukur tinggi maka pengeringan yang dilakukan berlangsung lebih lambat.
24
Pada percobaan kali ini terjadi sedikit penyimpangan, yaitu pada beberapa kondisi buah mahkota dewa terjadi proses pengeringan yang lebih cepat. Pada Tabel 2, perlakuan suhu 45 °C proses pengeringan terjadi sedikit lebih lambat dibandingkan dengan perlakuan suhu 40 °C. Kemudian pada Tabel 3, perlakuan suhu 50 °C waktu pengeringan yang terjadi cenderung sama dibandingkan dengan perlakuan suhu 45 °C. Hal ini disebabkan oleh kadar air awal, kualitas bahan, dan tingkat kematangan buah mahkota dewa yang dipetik tidak dapat diprediksi secara tepat memiliki kondisi yang sama. Data lengkap hasil pengukuran dan perhitungan penelitian ini disajikan pada Lampiran 1 sampai dengan Lampiran 16. Pada Gambar 7 sampai dengan Gambar 10 berikut ini disajikan kurva penurunan kadar air terhadap waktu pada berbagai tingkat suhu dan kecepatan udara pengering.
T = 50 °C T = 45 °C T = 40 °C T = 35 °C
Kadar Air (%bb)
100 80 60 40 20 0 0
100
200
300
400
500
600
Waktu (menit)
Gambar 7. Kurva penurunan kadar air terhadap waktu pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 1.4 m/dt.
25
T = 50 °C
Kadar Air (%bb)
100
T = 45 °C
80
T = 40 °C
60
T = 35 °C
40 20 0 0
100
200
300
400
500
600
Waktu (menit)
Kadar Air (% bb)
Gambar 8. Kurva penurunan kadar air terhadap waktu pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 1 m/dt.
T = 50 °C T = 45 °C
100 80 60 40 20 0
T = 40 °C T = 35 °C
0
100
200
300
400
500
600
Waktu (menit)
Gambar 9. Kurva penurunan kadar air terhadap waktu pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 0.5 m/dt.
26
Kadar Air (% bb)
T = 50 °C T = 45 °C
100 80 60 40 20 0
T = 40 °C T = 35 °C
0
100
200
300
400
500
600
Waktu (menit)
Gambar 10. Kurva penurunan kadar air terhadap waktu pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 0.1 m/dt. Berdasarkan Gambar 7 sampai dengan Gambar 10 dapat dilihat bahwa penurunan kadar air (%bb) berlangsung setahap demi setahap hingga mencapai keadaan setimbang. Dari grafik di atas dapat kita lihat pula bahwa pada awal proses pengeringan cenderung mengalami penurunan kadar air (%bb) lebih cepat dan pada menjelang akhir proses pengeringan kadar air (%bb) cenderung semakin lambat. Dari grafik tersebut juga bisa kita analisis bahwa jika suhu pengeringan semakin tinggi diberikan maka semakin cepat pula buah mahkota dewa yang dikeringkan untuk mencapai keadaan seimbang. Seperti terlihat pada Gambar
7,
durasi
waktu
pengeringan
cenderung
lebih
lambat
dibandingkan dengan durasi waktu pengeringan yang terlihat pada Gambar 8. Hal ini dikarenakan kualitas bahan dan tingkat kematangan buah mahkota dewa yang dipetik tidak dapat diprediksi secara tepat memiliki kondisi yang sama.
2. Laju Pengeringan terhadap Waktu Laju pengeringan dalam proses pengeringan suatu bahan memiliki arti penting, dimana laju pengeringan akan menggambarkan cepat atau lambatnya suatu proses pengeringan. Penguapan massa air dari permukaan bahan akan bertambah cepat dengan adanya kenaikan suhu dalam proses
27
pengeringan. Data laju pengeringan rata-rata selama proses pengeringan buah mahkota dewa dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini. Tabel 6. Laju pengeringan rata-rata buah mahkota dewa pada berbagai tingkat suhu dengan berbagai kecepatan udara Kecepatan Udara Laju Pengeringan No
(m/dt)
Suhu (°C)
RH (%)
Rata – rata (%bk/menit)
1.
1.4
2.
1
3.
0.5
4.
0.1
50
34
3.1971
45
48
2.5332
40
52
2.2394
35
65
1.6872
50
34
4.1389
45
48
4.1426
40
54
3.8946
35
65
3.4404
50
38
3.2367
45
46
2.8717
40
53
1.9282
35
65
1.3310
50
32
2.5314
45
42
2.0890
40
55
2.6231
35
65
1.5859
Dari data laju pengeringan di atas dapat dilihat bahwa jika semakin tinggi suhu udara pengeringan, maka semakin naik laju rata-rata pengeringan yang terjadi. Hal ini disebabkan karena penguapan air akan berlangsung
semakin
cepat
seiring
dengan
bertambahnya
suhu.
Berdasarkan data Tabel 6 di atas dapat dianalisis bahwa suhu pengeringan berbanding lurus dengan laju pengeringan rata-rata. Pada Gambar 11 sampai dengan Gambar 14 disajikan kurva laju pengeringan terhadap waktu pada berbagai tingkat suhu dengan berbagai kecepatan udara pengering.
28
Laju Pengeringan (%bk/menit)
T = 50 °C T = 45 °C T = 40 °C T = 35 °C
10 8 6 4 2 0 0
100
200
300
400
500
600
Waktu (menit)
Laju Pengeringan (%bk/menit)
Gambar 11. Kurva laju pengeringan terhadap waktu pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 1.4 m/dt.
T = 50 °C
12 10 8 6 4 2 0
T = 45 °C T = 40 °C T = 35 °C
0
100
200
300
400
500
600
Waktu (menit)
Gambar 12. Kurva laju pengeringan terhadap waktu pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 1 m/dt.
29
Laju Pengeringan (%bk/menit)
T = 50 °C T = 45 °C
10 8
T = 40 °C
6
T = 35 °C
4 2 0 0
100
200
300
400
500
600
Waktu (menit)
Laju Pengeringan (%bk/menit)
Gambar 13. Kurva laju pengeringan terhadap waktu pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 0.5 m/dt.
T = 50 °C
10
T = 45 °C
8
T = 40 °C
6 4
T = 35 °C
2 0 0
100
200
300
400
500
600
Waktu (menit)
Gambar 14. Kurva laju pengeringan terhadap waktu pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 0.1 m/dt. Berdasarkan Gambar 11 sampai dengan Gambar 14 dapat dilihat bahwa laju pengeringan menjadi tinggi jika suhu pengeringan juga tinggi. Pada awal-awal proses pengeringan laju pengeringan yang terjadi cenderung cepat kemudian mendekati keseimbangan laju pengeringan menjadi lambat. Laju pengeringan menjadi semakin rendah bila kadar air bahan mendekati kadar air keseimbangan. Menurut Hall (1957), bahwa suatu bahan dapat dikatakan kering jika laju air yang keluar dari bahan sama
30
dengan udara sekelilingnya. Pada proses pengeringan ini pada laju pengeringan terjadi sedikit penyimpangan. Pada Gambar 11 laju pengeringan dengan menggunakan perlakuan suhu 40 °C terjadi sedikit lebih cepat pada awal proses dibandingkan dengan perlakuan suhu 45 °C. Kemudian pada Gambar 12 laju pengeringan pada awal proses dengan menggunakan perlakuan suhu 45 °C sedikit lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan suhu 50 °C. Begitu pula yang terjadi pada Gambar 12, laju pengeringan pada awal proses dengan menggunakan perlakuan suhu 35 °C terjadi sedikit lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan suhu 40 °C. Hal ini dikarenakan kualitas bahan dan tingkat kematangan buah mahkota dewa yang dipetik tidak dapat diprediksi secara tepat memiliki kondisi yang sama. Pada Gambar 15 sampai dengan Gambar 18 berikut ini disajikan kurva laju pengeringan mahkota dewa terhadap kadar air pada berbagai
Laju Pengeringan (%bk/menit)
tingkat suhu dan berbagai kecepatan udara.
T = 50 °C
12 10
T = 45 °C T = 40 °C
8 6 4
T = 35 °C
2 0 0
20
40
60
80
100
Kadar Air (% bb)
Gambar 15. Kurva laju pengeringan terhadap kadar air pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 1.4 m/dt.
31
Laju Pengeringan (%bk/menit)
T = 50 °C
16 14 12 10 8 6 4 2 0
T = 45 °C T = 40 °C T = 35 °C
0
20
40
60
80
100
Kadar Air (% bb)
Laju Pengeringan (%bk/menit)
Gambar 16. Kurva laju pengeringan terhadap kadar air pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 1 m/dt.
T = 50 °C T = 45 °C T = 40 °C T = 35 °C
10 8 6 4 2 0 0
20
40
60
80
100
Kadar Air (% bb)
Gambar 17. Kurva laju pengeringan terhadap kadar air pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 0.5 m/dt.
32
Laju Pengeringan (%bk/menit)
10
T = 50 °C
8
T = 45 °C T = 40 °C
6
T = 35 °C
4 2 0 0
20
40
60
80
100
Kadar Air (% bb)
Gambar 18. Kurva laju pengeringan terhadap kadar air pada berbagai tingkat suhu dengan kecepatan udara pengering 0.1 m/dt. B.
Kadar Air Keseimbangan dan Konstanta Pengeringan Buah Mahkota Dewa
1. Kadar Air Keseimbangan (Me) Buah Mahkota Dewa Kadar air keseimbangan adalah kadar air yang pada prosesnya tidak terjadi perpindahan uap dari dan ke dalam. Pada proses pengeringan, kadar air keseimbangan memiliki arti penting karena dapat menentukan kadar air terendah yang dapat dicapai pada proses tersebut. Pada penyimpanan, kadar air keseimbangan berguna untuk menjaga agar produk tidak mengalami adsorpsi uap air selama penyimpanan berlangsung. Kadar air keseimbangan berhubungan erat dengan tekanan uap dalam buah mahkota dewa. Pada kadar air tertentu tiap bahan mempunyai karakteristik tekanan uap pula. Bila tekanan uap di dalam bahan lebih besar daripada tekanan uap udara lingkungannya, akan terjadi desorpsi uap ke udara. Bila tekanan uap di bahan lebih kecil, akan terjadi desorpsi uap air di udara ke dalam bahan. Kadar air keseimbangan akan tercapai bila tekanan uap di dalam dan di luar bahan sama besarnya. Nilai kadar air keseimbangan (Me) buah mahkota dewa dari tiaptiap perlakuan disajikan dalam Tabel 7 berikut ini.
33
Tabel 7. Kadar air keseimbangan (Me) buah mahkota dewa pada berbagai tingkat suhu dengan berbagai kecepatan udara No Kecepatan Udara (m/dt) Suhu (°C) RH (%) Me (%bk)
1.
2.
3.
4.
1.4
1
0.5
0.1
50
34
7
45
48
7.5
40
52
8
35
65
9
50
34
7
45
48
7.5
40
54
8
35
65
8.5
50
38
8.5
45
46
9
40
53
9.5
35
65
10
50
32
8
45
42
8.5
40
55
9
35
65
9.5
Nilai Me yang ditetapkan pada Tabel 7 di atas merupakan hasil koefisien determinasi (R2) terbaik. Dari data yang disajikan dalam bentuk Tabel 7 di atas dapat dilihat bahwa jika semakin tinggi suhu udara pengeringan, maka semakin rendah nilai kadar air keseimbangan (Me) yang diperoleh. Nilai Me yang diperoleh hanya dipengaruhi oleh RH pengering, sedangkan perbedaan kadar air tidak berpengaruh. Berdasarkan Tabel 7 di atas, jika RH yang diperoleh semakin tinggi maka semakin tinggi pula nilai Me yang diperoleh. Pada Tabel 8 berikut ini adalah pemodelan Me setelah dilakukan analisis menggunakan persamaan Henderson dan Perry. Lampiran 18 sampai dengan Lampiran 21 disajikan nilai uji Me berdasarkan pemodelan pada Tabel 8
dengan berbagai
kondisi suhu, RH, dan kecepatan udara pengering.
34
Tabel 8. Pendugaan pemodelan Me menggunakan persamaan Henderson dan Perry Kecepatan No Pemodelan Me Udara (m/dt) 1
1.4
Me = 17.707 [-ln (1-RH)/T]0.1972
2
1
Me = 14.594 [-ln (1-RH)/T]0.1544
3
0.5
Me = 16.626 [-ln (1-RH)/T]0.1433
4
0.1
Me = 14.720 [-ln (1-RH)/T]0.1251
2. Konstanta Pengeringan (k) Buah Mahkota Dewa Konstanta pengeringan merupakan koefisien yang berkaitan dengan nilai difusivitas (D) dan faktor geometris bahan (A), sehingga nilai konstanta pengeringan berbeda untuk setiap model pengeringan lapisan tipis. Nilai konstanta pengeringan diperoleh bersamaan dengan nilai kadar air keseimbangan menggunakan metode grafik. Pada Tabel 9 berikut ini disajikan nilai konstanta pengeringan (k) buah mahkota dewa pada berbagai tingkat suhu dengan berbagai kecepatan udara. Hasil regresi linear untuk mencari nilai k dan A pada berbagai kecepatan udara pengering disajikan pada Lampiran 22 sampai dengan Lampiran 25.
35
Tabel 9. Konstanta pengeringan (k) buah mahkota dewa pada berbagai tingkat suhu dengan berbagai kecepatan udara Kecepatan Udara No Suhu (°C) RH (%) k (m/dt)
1.
2.
3.
4.
1.4
1
0.5
0.1
50
34
0.2255
45
48
0.2159
40
52
0.2260
35
65
0.2050
50
34
0.3166
45
48
0.3330
40
54
0.3044
35
65
0.2751
50
38
0.2405
45
46
0.2325
40
53
0.2551
35
65
0.1800
50
32
0.2147
45
42
0.2392
40
55
0.1981
35
65
0.1854
Berdasarkan data Tabel 9 di atas dapat dianalisis bahwa jika nilai k hanya dipengaruhi oleh suhu udara pengering. Jika suhu udara pengering semakin tinggi, maka nilai k yang diperoleh juga semakin tinggi. Pada Tabel 10 berikut ini adalah pemodelan k setelah dilakukan analisis menggunakan persamaan Arrhenius.
36
Tabel 10. Pendugaan pemodelan k menggunakan persamaan Arrhenius No
Kecepatan
Pemodelan k
Udara (m/dt)
1
1.4
k = exp [(0.024/T)-1.464]
2
1
k = exp [(0.051/T)-1.055]
3
0.5
k = exp [(0.103/T)-1.262]
4
0.1
k = exp [(0.063/T)-1.411]
C. Uji Ketepatan Model Pengujian model nilai Me dan nilai k dilakukan dengan menggunakan metode uji error pada pemodelan tersebut. Jika error yang diperoleh kecil, maka pemodelan tersebut bisa digunakan untuk menduga nilai Me dan k buah mahkota dewa. Pada Tabel 11 dan Tabel 12 berikut ini disajikan perbandingan nilai Me antara hasil percobaan dengan hasil pendugaan berikut nilai error - nya. Tabel 11. Perbandingan nilai Me antara hasil percobaan dengan hasil pendugaan berikut nilai error – nya Kecepatan Suhu RH Me Me Error No Udara (m/dt) (°C) (%) Percobaan Pendugaan 50 34 7 6.88 0.02 45 48 7.5 7.68 0.02 1. 1.4 40 52 8 8.05 0.01 35 65 9 8.87 0.01 50 34 7 6.96 0.01 45 48 7.5 7.59 0.01 2. 1 40 54 8 7.94 0.01 35 65 8.5 8.49 0.001 50 38 8.5 8.54 0.005 45 46 9 8.99 0.001 3. 0.5 40 53 9.5 9.41 0.01 35 65 10 10.05 0.01 50 32 8 8.01 0.001 45 42 8.5 8.47 0.004 4. 0.1 40 55 9 9.02 0.002 35 65 9.5 9.49 0.001
37
Tabel 12. Perbandingan nilai k antara hasil percobaan dengan hasil pendugaan berikut nilai error – nya Kecepatan Suhu RH k k Error No Udara (m/dt) (°C) (%) Percobaan Pendugaan
1.
2.
3.
4.
1.4
1
0.5
0.1
50
34
0.2255
0.23142
0.0256
45
48
0.2159
0.23142
0.0671
40
52
0.2260
0.23144
0.0235
35
65
0.2050
0.23147
0.1144
50
34
0.3166
0.34854
0.0916
45
48
0.3330
0.34857
0.0447
40
54
0.3044
0.34864
0.1269
35
65
0.2751
0.34871
0.2111
50
38
0.2405
0.28368
0.1522
45
46
0.2325
0.28374
0.1806
40
53
0.2551
0.28382
0.1410
35
65
0.1800
0.28390
0.3660
50
32
0.2147
0.24422
0.1209
45
42
0.2392
0.24424
0.0206
40
55
0.1981
0.24428
0.1890
35
65
0.1854
0.24433
0.2412
Berdasarkan Tabel 11 dan Tabel 12 di atas dapat dilihat bahwa nilai error pada pengujian nilai Me dan k cenderung bernilai kecil. Dalam hal ini berarti model persamaan semi teoritis Henderson dan Perry dan juga persamaan Arrhenius dapat diterima serta dapat digunakan untuk menduga nilai penurunan kadar air buah mahkota dewa.
38