IV. BAHAN DAN METODE 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di TN Alas Purwo, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur. Penelitian dan pengolahan data dilaksanakan selama 6 bulan yaitu pada bulan Maret sampai Agustus 2012.
4.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Alat tulis, gunting, jam tangan, kamera digital, kompas, peta kawasan, tally sheet, teropong binokuler, populasi banteng, perangkat lunak Microsoft Excel 2007 dan Wolfram Mathematica 8.
4.3 Metode Pengumpulan Data 4.3.1 Pengumpulan Data Demografi Banteng Data demografi banteng yang diperlukan meliputi: ukuran populasi, kelas umur, seks rasio, peluang hidup, fekunditas, dan usia kawin. Data yang dikumpulkan di lapangan berupa ukuran populasi, kelas umur dan seks rasio. Peluang hidup dan fekunditas didapatkan dari hasil analisis data lapangan sedangkan usia kawin didapatkan dari hasil studi pustaka. Pengambilan data menggunakan metode terkonsentrasi. Pengamatan di Padang Penggembalaan dilakukan dengan cara menghitung semua individu banteng di areal padang penggembalaan. Pengamatan dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada pagi hari (05.00-08.00) dan sore hari (15.00-18.00) selama 9 hari atau 18 kali ulangan. Data yang dicatat meliputi jumlah individu pada setiap kelas umur dan jenis kelamin. Sehubungan sulitnya mengetahui secara pasti umur banteng di lapangan, maka penentuan umur banteng didasarkan pada morfologinya, kemudian dikategorikan menjadi kelas umur anak, remaja dan dewasa. Ciri-ciri morfologi dan perilaku pada setiap kelas umur di sajikan pada Tabel 2.
28
Tabel 2 Banteng berdasarkan kelas umur dan jenis kelamin Kelas umur
Jenis kelamin Jantan
Individu anak memiliki warna coklat baik pada jantan maupun betina dengan tinggi badan sekitar ¼ dewasa
Anak
Individu remaja, mempunyai ukuran tubuh sedikit lebih besar dari pada individu anak, tanduk pada jantan sudah terlihat bentuk garpu sedangkan pada betina paralel
Remaja
Individu dewasa memiliki ukuran tubuh yang besar. Warna pada jantan hitam, sedangkan betina coklat dengan bentuk tanduk yang sudah sempurna
Dewasa
4.3.2
Keterangan
Betina
Pendugaan Produktivitas Rumput Data produktivitas rumput yang dipakai dalam penelitian ini adalah data
sekunder produktivitas rumput hasil pengukuran selama dua tahun pada musim hujan dan kemarau, yaitu tahun 2009 dan 2010 oleh Garsetiasih (2012). Pengukuran masing-masing dilakukan 3 kali ulangan setiap musim pada setiap tahun, masing-masing plot berjumlah 20 dengan ukuran 1m x 1m.
29
4.4 Analisis Data 4.4.1
Ukuran Populasi Ukuran populasi banteng di padang penggembalaan merupakan jumlah
tertinggi pada saat pengamatan dengan kelas umur anak, remaja, dan dewasa dengan jenis kelamin jantan dan betina, kecuali anak yang belum dapat dibedakan jantan dan betinanya.
4.4.2
Struktur Umur dan Seks rasio Jumlah individu pada setiap kelas umur disusun dalam piramida populasi.
namun untuk mendapatkan gambaran pola pertumbuhan populasi yang sebenarnya, jumlah individu dalam kelas umur dibagi selang umurnya. Seks rasio didapatkan dari perbandingan jumlah individu jantan dan betina pada tiap kelas umur. Untuk kelas umur anak seks rasio yang digunakan adalah seks rasio kelas umur satu tingkat di atasnya yaitu kelas umur remaja. Seks rasio merupakan perbandingan antara jumlah jantan dan betina. Seks rasio dihitung dengan rumus berikut ini: Seks rasio
Y X
Dimana: Y = Jumlah individu jantan; X = Jumlah individu betina
4.4.3
Peluang Hidup Peluang hidup dihitung pada setiap kelas umur. Data peluang hidup
didapatkan dari jumlah individu yang hidup pada kelas umur x+1 dibagi dengan jumlah individu pada kelas umur dibawahnya (x). Peluang hidup dapat dihitung dengan rumus berikut ini: px =
Di mana :
Px
Lx +1 Lx
= Peluang hidup kelas umur x
Lx+1 = Jumlah individu yang hidup pada KU X+1 Lx = Jumlah individu yang hidup pada KUx
30
4.4.4
Fekunditas dan Usia Kawin Fekunditas merupakan jumlah bayi yang mampu dilahirkan oleh seekor
induk pada satu tahun. Usia kawin banteng didapatkan dari studi literatur dari berbagai penelitian terdahulu. Fekunditas dalam penelitian ini dihitung dengan rumus berikut ini:
Dimana :
F = Fekunditas x = jumlah anak B = jumlah betina produktif
4.4.5
Daya Dukung Untuk mengetahui daya dukung habitat banteng dihitung dengan rumus
berikut ini: K = P/C x A Di mana :
K = Daya dukung habitat P = produktivitas hijauan (kg/ha/th) A = luas seluruh areal (ha) C = kebutuhan makan banteng (kg/ekor/tahun)
4.4.6
Ukuran Populasi Minimum Lestari Kelestarian dicapai ketika setidaknya populasi akhir sama dengan populasi
awal atau mengalami peningkatan dan tidak mengalami penurunan. Pada penelitian ini populasi awal adalah populasi pada saat dilakukan penelitian. Dengan kata lain: N0 = N1 =N2 = Nt Di mana : N0 = jumlah individu anak (A0) + jumlah individu remaja (R0) + Jumlah Individu Dewasa (D0) N1 = jumlah individu anak (A1) + jumlah individu remaja (R1) + Jumlah Individu Dewasa (D1)
31
N2 = jumlah individu anak (A2) + jumlah individu remaja (R2) + Jumlah Individu Dewasa (D2) Jumlah individu pada setiap kelas umur ditentukan berdasarkan matriks Leslie yang telah dimodifikasi (Priyono 1998) sebagai berikut : A1 R1 D1
=
δA
Fm
Fd
p1
δR
0
0
P2
δD
A0 X
R0 D0
Di mana : Fx = fecunditas kelas umur Px = peluang hidup bagi individu kelas umur x untuk melangsungkan kehidupan pada kelas umur berikutnya (age specific survival) δx = proporsi anggota populasi yang tidak mengalami peningkatan kelas umur Dari matriks Leslie tersebut, dibangun persamaan aljabar linear. Ukuran populasi minimum lestari ditentukan dengan metode eliminasi pada persamaan tersebut. Persamaan yang dibangun adalah: N0 = A + R + D
…………………………………………………………..(1)
N1 = {(F.R+F.D+(δA + {(A.P1)+( δR)}+ {(1-δR N2 = [F. {(A.P1)+( δR )}+F. {(1-δR [{P1. (F.R+F.D+(δA
.P2)+ δDD}……...............(2)
.P2)+ δDD}+ δA F. R
F. D
δA
]+
}+ δR{(A.P1)+( δRR)}] +
[P2. (1-δR {(A.P1)+( δR )}+ δD{(1-δR
.P2)+ δDD}]…...................................(3)
Keterangan : notasi δ didapatkan dari selang umur pada setiap kelas umur.
4.4.7
Penentuan Laju Pertumbuhan Finit Laju pertumbuhan finite (λ) dihitung dengan menggunakan perkalian
matriks transisi B= H x M x H-1. Dari matriks tersebut akan terlihat unsur-unsur matriksnya yang selanjutnya ditentukan akar ciri dari matriks tersebut yag merupakan nilai Eigen (λ) dari matrik tersebut. Penentuan Eigenvalues ini dibantu
32
dengan Software Wolfram Mathematic 8. Nilai Eigen (λ) yang digunakan adalah yang bernilai paling besar dan positif, karena akar ciri yang bernilai negatif dan imajiner tidak bermakna dalam biologi, khususnya model pertumbuhan spesies.
4.4.8
Ukuran Populasi Optimum Lestari Populasi awal diproyeksikan pertahun dengan menggunakan matriks
Leslie terpaut kepadatan (Density Dependent) sehingga dapat dilihat pertumbuhan populasinya. Populasi optimum lestari adalah ukuran populasi pada tahun ke-t dimana selisih antara Nt dengan Nt+1 merupakan selisih terbesar di antara tahuntahun lainnya. Waktu yang digunakan pada proyeksi populasi ini adalah 200 tahun, hal ini dilakukan karena proyeksi pertumbuhan dilakukan untuk mendapatkan pertumbuhan populasi atau r=0, di mana tidak ada lagi pertumbuhan atau populasi mendekati daya dukungnya. Populasi yang digunakan sebagai populasi awal dalam proyeksi matriks Leslie ini hanya populasi jenis kelamin betina. Ukuran populasi pada jantan akan didapatkan dari perbandingan seks rasio. Persamaan matrik Leslie terpaut kepadatan yang digunakan adalah sebagai berikut:
,
0 0
Dimana:
0 0
, ,
1/ 0 0
Fx = Fekunditas setiap kelas umur Px = Peluang hidup Nt = Jumlah populasi pada setiap kelas umur Q = Faktor pembatas pertumbuhan qt = 1 + α. Nt α = (λ-1)/ K λ = Akar ciri matriks M K = Daya dukung
0 1/ 0
0 0 1/
33
Dalam menyusun matriks Leslie, selang waktu antar kelas umur haruslah sama. Karena sulitnya menentukan umur satwa di lapangan maka dalam penelitian ini populasi awal pada setiap kelas umur dibagi oleh selang waktu pada masing-masing kelas umur. Sehingga didapatkan selang waktu yang seragam yakni 1 tahun. Perkalian matriks dibantu dengan Microsoft Excel 2007. Contoh perkalian matriks dapat dilihat pada Lampiran 1. Penggunaan matriks Leslie di atas dilakukan dengan asumsi sebagai berikut : a). Peluang hidup yang digunakan ada dua yaitu peluang hidup antar kelas umur (anak ke remaja dan remaja ke dewasa) dan peluang hidup di dalam kelas umur. Hal ini dilakukan karena tidak semua individu dalam kelas umur tersebut berpindah kelas umur pada tahun berikutnya; b). Kelahiran bayi berasal dari kelompok umur muda dan dewasa umur 3-17 tahun (Hoogerwerf (1970) menyatakan bahwa usia 3 tahun pada betina sudah mampu bereproduksi; banteng bisa mencapai umur 21-25 tahun, sehingga seekor banteng betina dalam hidupnya dapat menurunkan anak sebanyak 21 kali); c). Umur banteng di alam adalah 17 tahun (Prayurasiddhi, 1997); d). Jumlah anak pada setiap kelahiran adalah satu ekor. Mengingat data tentang umur secara pasti sulit diperoleh dari pengamatan di alam, maka dalam menyusun matriks populasi digunakan kriteria kelas umur sebagai berikut : a). Kelas umur anak : berumur antara 0-12 bulan (sejak bayi lahir sampai selesainya laktasi); b). Kelas umur remaja : berumur 1-5 tahun (pada umur ini sudah terlihat perbedaan warna pada tubuh banteng jantan dan betina, di mana banteng jantan berwarna keabu-abuan; pada kelas umur ini betina memasuki masa kematangan seksual pada umur 3 tahun; pertumbuhan maksimal banteng mencapai usia lima sampai enam tahun); c). Kelas umur dewasa : berumur 5-17 tahun.