MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 1, APRIL 2009: 1-8
1
PENGEMBANGAN METODE BARU PENENTUAN CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) BERBASIS SEL FOTOELEKTROKIMIA: KARAKTERISASI ELEKTRODA KERJA LAPIS TIPIS TiO2/ITO M. Nurdin1, W. Wibowo2, Supriyono2, M. B. Febrian2, H. Surahman2, Y.K. Krisnandi2, dan J. Gunlazuardi2*) 1. Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Haluoleo, Kendari 93232, Indonesia 2. Departemen Kimia, FMIPA, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia *)
E-mail:
[email protected]
Abstrak Telah dilakukan preparasi lapisan tipis TiO2 berukuran nano, yang dilekatkan pada substrat gelas berlapis ITO (Indium Tin Oxide). Preparasi lapisan tipis (film) TiO2 dilakukan dengan cara dip coating ke dalam sol-gel yang disiapkan dengan cara refluks hidrotermal dan kemudian dikalsinasi pada 450° C. Terhadap film tersebut dilakukan karakterisasi dengan XRD, AFM, dan pengukuran elektrokimia. Hasil pengukuran XRD menunjukkan bahwa film yang dihasilkan didominasi oleh TiO2 dalam bentuk anatase dan mempunyai ukuran crystallite size sebesar 9,64 nm. Sedangkan hasil karakterisasi dengan AFM memberikan profile tiga dimensi film yang memiliki kekasaran dengan ketinggian partikel sebesar 9,8 nm. Sementara itu uji BET menunjukkan bahwa luas permukaan partikel TiO2 adalah sebesar 58,21 m2/g. Uji fotoelektrokimia, dengan menempatkan film TiO2 sebagai elektroda kerja menghasilkan arus cahaya yang besarnya proporsionil terhadap konsentrasi zat organik dalam larutan. Integrasi arus cahaya menghasilkan nilai muatan (Q) sebagai representasi mineralisasi sempurna zat organik pada permukaan TiO2 dan dapat dimanfaatkan untuk menentukan nilai COD sampel air. Sistem ini dapat dikembangkan menjadi sensor COD yang berguna untuk menentukan COD dengan cara yang belum pernah ada sebelumnya.
Abstract Development of A Novel Methode for COD (Chemical Oxygen Demand) Measurement based on Photoelectrochemical Cell: Characterization of TiO2/ITO Film Working Electrode. Nanosize TiO2 film, immobilized on an ITO (Indium Tin Oxide) glass, was successfully fabricated. The film was prepared by a dip coating technique in a hydrothermal sol-gel system and subjected to a heat treatment at 100°C up to 450°C. Characterization of the film by XRD, AFM, BET methods revealed the occurrence of anatase form and 9.64 nm in crystallite size; having three dimensional profile and roughness with height of typically 9.8 nm; and surface area of 58.21 m2/g. The film then was employed as a working electrode in a photo electrochemical system (PES). This PES generated a photocurrent that proportional to the organic chemical concentration in the water sample. Integration of the photocurrent versus time gives a charge (Q) that represent the event of complete mineralization of organic chemical in the TiO2 surface and can be correlated to the Chemical Oxygen Demand (COD) of measured water. This system has a potential to be developed for a novel COD sensor. Keywords: photoelectro catalysis, titanium dioxide, Chemical Oxygen Demand, COD
adanya keterlibatan bahan-bahan berbahaya dan beracun dalam proses analisisnya. Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencari metoda alternatif yang lebih baik dan ramah lingkungan.
1. Pendahuluan Metoda standar penentuan kebutuhan oksigen kimiawi atau Chemical Oxygen Demand (COD) yang digunakan saat ini adalah metoda yang melibatkan penggunaan oksidator kuat kalium bikromat, asam sulfat pekat, dan perak sulfat sebagai katalis [1]. Kepedulian akan aspek kesehatan lingkungan mendorong perlunya peninjauan kritis metoda standar penentuan COD tersebut, karena
Perkembangan metoda-metoda penentuan COD dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori. Pertama, metoda yang didasarkan pada prinsip oksidasi kimia secara konvensional dan sederhana dalam proses analisisnya.
1
2
MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 1, APRIL 2009: 1-8
Kedua, metoda yang berdasarkan pada oksidasi elektrokatalitik pada bahan organik dan disertai pengukuran secara elektrokimia [2]. Pendekatan secara elektrokimia mengundang perhatian karena lebih sederhana, cepat, dan mudah diotomatisasi. Instrumen analisis COD secara elektrokimia biasanya menggunakan elektroda kerja PbO2, CuO, atau komposit Ag2O dan CuO, telah sukses diimplementasikan pada sistem monitoring on-line secara otomatis. Akan tetapi hasil pengukurannya selalu memberikan nilai COD yang lebih kecil jika dibandingkan dengan metode standar, karena hanya fraksi kecil zat organik yang dapat dimineralisasi oleh sistem oksidasi secara elektrokimia. Ada beberapa masalah penting yang ditemukan pada pengukuran COD secara elektrokimia sebagaimana dijelaskan di atas. Pertama, besarnya gangguan sinyal yang diakibatkan oleh oksidasi air atau elektrolit dalam matrik sampel air yang seringkali menutupi sinyal analit. Kedua, karena kemampuan oksidasi yang terbatas, hampir tidak mungkin memperoleh hasil pengukuran COD yang sempurna. Kedua hal tersebut berpengaruh besar terhadap sensitivitas, resolusi, reprodusibilitas dan akurasi dari hasil pengukuran. Kemampuan oksidasi dari sistem fotokatalisis lebih menjanjikan bila dibandingkan dengan metode degradasi elektrokatalitik, khususnya yang melibatkan nanopartikel semikonduktor TiO2. Kim et al. melaporkan sistem pengukuran COD yang melibatkan oksidasi fotokatalitik dan pengukuran deplesi konsentrasi oksigen di dekat permukaan fotokatalis digunakan untuk menghitung nilai COD [3]. Namun, pendekatan tersebut masih mempunyai kendala, yakni (i) masih belum sempurnanya fraksi analit yang terdegradasi, yang akan mengakibatkan rendahnya akurasi hasil pengukuran, (ii) kurangnya sensitifitas dan daerah kerja linier yang disebabkan oleh karena rentang perubahan yang kecil pada konsentrasi oksigen selama degradasi dan rendahnya kelarutan oksigen dalam air, dan (iv) kerumitan mengontrol suhu eksperimen selama pengukuran oksigen oleh elektroda oksigen yang sangat tergantung pada temperatur. Semua kendala tadi berakibat kepada hasil pengukuran yang tidak sensitif dan tidak reprodusibel. Sementara itu, Zhao et al. telah melaporkan metode baru sebagai metoda alternatif pengukuran COD [4]. Metoda yang diusulkan ini berbasis gabungan fotokatalisis dan elektrokimia, dengan pendekatan yang sama sekali baru. Mereka menggunakan film TiO2 yang dilapiskan pada substrat gelas berlapis ITO (Indium Tin Oxide), yang difungsikan sebagai anoda pada sistem fotoelektrokimia. Arus cahaya yang timbul saat sistem fotoelektrokimia dijalankan telah dievaluasi dan digunakan sebagai besaran yang dapat dikorelasikan
dengan nilai COD. Namun daerah kerja metoda tersebut masih sempit yakni pada rentang nilai COD sampai 60 mg/L O2. Disamping itu desain elektroda dimana arah datangnya foton untuk mengaktifkan fotoelektrokatalis dari arah yang harus melewati badan contoh air mengundang kerawanan akan gangguan serapan yang tinggi oleh matrik contoh air (UV-kromofor, partikel tersuspensi, dan padatan yang melayang). Salah satu hal penting yang harus diperbaiki dari sistem fotoelektrokimia untuk penentuan COD (Photo Electrocatalytic Chemical Oxygen Demand, PECOD) yang dikembangkan oleh Zhao et al adalah (i) aspek kinerja fotokatalis TiO2 dalam kemampuannya mendegradasi berbagai jenis zat organik dan (ii) kapasitas permukaan TiO2 mengadsorbsi zat organik. Fotokatalis dengan kinerja yang efektif akan menyebabkan sistim oksidasi ini mampu memineralisasi dengan sempurna semua jenis polutan organik yang mendekat ke permukaannya. Sementara itu kapasitas adsorpsi yang tinggi dari fotokatalis akan menghasilkan daerah linieritas pengukuran COD yang lebih luas. Kedua faktor tersebut di atas sangat erat kaitannya dengan sifat dan perilaku permukaan fotokatalis TiO2 yang digunakan. Banyak laporan penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan partikel berukuran nano akan menghasilkan fotokatalis yang lebih aktif dan mempunyai luas permukaan yang tinggi [5]. Film TiO2 yang memiliki ukuran partikel pada orde dibawah 10 nm dilaporkan dapat difabrikasi dengan cara sol-gel, dengan menggunakan prekursor titanium alkoksida [6]. Kelompok penelitian kami telah lama mengadopsi beberapa cara sol-gel yang ada dalam literatur dan cukup sukses menetapkan beberapa formula yang sederhana dan reliable, serta dapat menghasilkan film TiO2 di atas substrat gelas yang memiliki rentang ukuran partikel dibawah 10 nm dengan aktifitas fotokatalisis yang sangat baik. Penelitian ini merupakan rangkaian usaha mengatasi persoalan yang ada dalam metoda penentuan COD berbasis fotoelektrokatalisis. Kami akan mengelaborasi sistem reaktor fotokatalis berbasis film TiO2 yang dilapiskan pada bagian dalam kolom gelas, yang telah kami kembangkan, sehingga memungkinkan penyinaran untuk mengaktifkan fotokatalis dari arah luar tanpa melalui badan larutan. Untuk keperluan tersebut digunakan tabung reaktor yang salah satu sisinya berupa gelas ITO yang transparan dan konduktif, sebagai syarat absolut dalam sistem yang kami kembangkan. Sisi dinding tabung gelas yang bagian dalamnya berlapis ITO ini lalu dilapisi film TiO2 dan difungsikan sebagai sel fotoelektrokatalisis. Salah satu titik krusial dalam pengembangan sistem sel fotoelektrokimia tersebut di atas adalah preparasi film TiO2 yang berukuran nano agar diperoleh film anoda
MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 1, APRIL 2009: 1-8
3
yang mempunyai luas permukaan besar dan sangat aktif. Metoda sol-gel dan kalsinasi digunakan untuk mendapatkan film TiO2 sesuai yang diinginkan. Paper ini akan melaporkan hasil karakterisasi film TiO2 yang dihasilkan dan digunakan sebagai elektroda kerja dalam pengembangan metoda baru penentuan COD berbasis fotoelektrokimia.
sebagai sumber foton dengan arah penyinaran dari luar tabung sel. Bagan dan foto sistem sensor COD diperlihatkan pada Gambar 1., dimana sel fotoelektrokimia ditempatkan didalam kotak yang dilapisi aluminium foil, berisi 10 lampu UV masingmasing 4 watt yang dipasang disebelah kanan dan kiri tempat tabung sel fotoelektrokimia.
2. Metode Penelitian
Material dan Bahan Kimia. Gelas ITO (Indium Tin Oxide) yang dilapisi oleh TiO2 nanopartikel digunakan sebagai sel fotoelektrokimia. Titanium tetra isopropoksida (97%, Aldrich), asam nitrat (p.a.), glukosa, isopropanol. Semua bahan kimia adalah dari Merck, kecuali disebut lain. Air dengan kemurnian tinggi dan bebas ion (aqua bides and demineralized) telah digunakan dalam hampir semua penyiapan larutan.
Pengembangan metoda penentuan COD model baru berbasis fotoelektrokatalisis ini dimulai dari fabrikasi film TiO2 sebagai elektroda kerja dalam sensor COD. Sistem yang dikembangkan adalah berupa tabung quartz, salah satu sisi dinding dalamnya diganti dengan gelas ITO berlapis film TiO2, berisi elektroda counter berupa anyaman kawat Pt, dan elektroda pembanding Ag/AgCl. Sedangkan lampu UV black light difungsikan
Gambar 1. [A] Bagan, dan [B] Foto Sel Fotoelektrokimia; serta [C] Foto dari Reaktor UV yang Digunakan
Gambar 2. Pola Difraksi Sinar-X dari TiO2 yang Disiapkan dengan cara Sol-Gel Hidrotermal dari Prekusor TTIP yang Dikalsinasi pada Suhu 450°C
4
MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 1, APRIL 2009: 1-8
Gambar 3. Profile AFM: Topografi Tiga Dimensi (Scan Range 1,0x1,0μm2, Vertical Scale: 20 nm) dari Lapisan Tipis TiO2 yang Dipreparasi dengan Cara Refluks Hidrotermal dan Dikalsinasi pada 450oC
Sintesis TiO2 Secara Sol-Gel Hidrotermal dan Prosedur Imobilisasi. Sebanyak 15 mL larutan titanium isopropoksida dalam isopropanol ditambahkan secara perlahan ke dalam 150 mL aquabides yang mengandung 1mL asam nitrat pada temperatur kamar dan disertai pengadukan rata. Hidrolisis ion titanium terjadi secara cepat, membentuk nonstoichiometric titanium oksida dan hidroksida. Setelah hidrolisis serbuk dipanaskan hingga 80°C dan diaduk selama 3 x 24 jam untuk destruksi dari aglomerat dan redispersi ke dalam partikel primer sebagai sistem sol-gel. Selanjutnya dilakukan imobilisasi dengan metode dipcoating ke dalam sistem sol-gel dan dilanjutkan dengan perlakuan panas pada 100° C sampai kering dan 450° C selama beberapa waktu sampai film TiO2 anatase terbentuk. Proses ini diulangi beberapa kali sampai diperoleh film TiO2 dengan ketebalan yang diinginkan [7]. Karakterisasi Film TiO2. Film TiO2 yang diperoleh dikaraterisasi dengan X-Ray Difraction (XRD PHILIPS PW 1710), untuk konfirmasi bentuk kristal dan ukuran crystallite size; Analisis Atomic Force Microscopy (AFM, Nanoscope III, Digital Instrument, Veeco, Metrology Group) digunakan untuk memperoleh profile tiga dimensi dan kekasaran (roughness); Analisis BET (Autosorb-6, Quantachrome Corp) dilakukan untuk memperoleh data luas permukaan. Sedangkan perilaku fotoelektrokimia dipelajari dengan sistem sel berisi tiga elektroda dengan lampu UV black light sebagai sumber foton dan potensiostat (PAR-VersaStat II) digunakan untuk memperoleh data dinamika arus cahaya.
3. Hasil dan Pembahasan Karakterisasi dengan XRD. Karakterisasi dengan alat XRD dilakukan untuk mendapatkan informasi struktur kristal TiO2 hasil sintesis yang digunakan. Hasil analisis XRD katalis TiO2 ditampilkan pada Gambar 2. Dapat dilihat bahwa pola difraksi sinar-X tersebut memberikan tiga puncak dengan difraksi pada 2Ө dengan pola difraksi (25,42°, 38,02°, dan 48,21°) yang mengindikasikan bahwa TiO2 yang diukur didominasi oleh kristal anatase. Dari puncak difraktogram yang diperoleh dan dengan bantuan persamaan Scherrer dihitung ukuran atau crystalite size kristalnya adalah sebesar 9,64 nm. Karakterisasi dengan AFM (Atomic Force Microscopy). Gambar 3 menunjukkan profile lapisan tipis TiO2 yang dibuat melalui pengukuran AFM. Gambar tersebut merupakan tampilan tiga dimensi dari roughness analysis. Struktur nano dari lapisan tipis TiO2 yang dipreparasi dapat diobservasi melalui foto AFM tersebut dari nilai beberapa parameter, seperti surface raughness analysis, root mean square (RMS), mean roughness (Ra), height of particle (Rmax), surface area (Tabel 1.). Dari Gambar 3 dan Tabel 1 dapat diindikasikan bahwa film TiO2 yang dipreparasi memiliki struktur nano dengan karakteristik permukaan yang tidak merata. Hasil analisis ukuran ketinggian partikel rata-rata adalah sebesar 9,8 nm. Pendekatan Konseptual Pengukuran COD Secara Foto Elektrokimia. Elektroda kerja film TiO2 bila dikenai sinar UV akan memberikan pasangan elektron
5
MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 1, APRIL 2009: 1-8
dan positive hole (h+). Positive hole akan menginisiasi reaksi oksidasi pada permukaan TiO2, sedangkan elektron dialirkan melalui back contact ke elektroda counter dan ditransfer ke penangkap elektron yang ada dalam larutan (utamanya oksigen). Aliran elektron dapat diamati sebagai arus-cahaya dan besarnya proporsional dengan kandungan zat organik dalam larutan contoh yang diuji. Pemisahan electron-hole ini akan meningkat dengan pemberian potensial bias positif pada TiO2 yang tercelup di dalam larutan, sebagai akibat terbentuknya medan listrik di dekat antarmuka, sehingga permukaan TiO2 bersifat anodik. Dalam situasi ini rekombinasi elektron dan hole dicegah karena elektron akan dijauhkan dari hole dengan cara memindahkannya ke larutan melalui elektroda bantu yang bersifat katodik. Dengan cara demikian potensial bias akan meningkatkan pemisahan muatan sehingga efisiensi pembentukan radikal·OH makin tinggi. Fenomena ini disebut efek pengayaan medan listrik (electric field enhancement effect) [8]. Gambar 4 merupakan ilustrasi pendekatan konseptual, fenomena dan perolehan sinyal analisis dalam penelitian ini, dan menampilkan bagan susunan sel fotoelektrokimia yang memperlihatkan elektroda kerja film TiO2, counter elektroda Pt; dan potentiostat sebagai pengatur bias potensial dan pengambil data arus cahaya. Pada awalnya, analit dalam larutan akan teradsorpsi oleh permukaan aktif TiO2 sehingga konsentrasi analit di sekitar permukaan TiO2 lebih pekat dibandingkan konsentrasi analit di dalam larutan bulknya. Selanjutnya pada saat permukaan TiO2 diiluminasi dengan sinar UV maka akan berlangsung proses fotokatalisis yang diawali dari pembentukan pasangan elektron dan hole positif. Dalam sistem fotoelektrokimia, elektron yang dihasilkan akan dibawa dari material bulk TiO2 melalui ITO menuju ke elektroda bantu. Sebaliknya hole yang dihasilkan akan dibawa ke permukaan TiO2 menginisiasi pembentukan radikal •OH untuk mengoksidasi senyawa organik pada larutan, sehingga analit pada film TiO2 didegradasi menjadi molekul kecil dan akan terdesorpsi dari permukaan katalis. Proses oksidasi yang diawali oleh hole maupun radikal •OH pada permukaan TiO2 akan menghasilkan aruscahaya awal (initial photocurrent). Selanjutnya aruscahaya tersebut akan turun ketika senyawa organik yang
berada dipermukaan telah habis dioksidasi, sehingga terjadilah proses difusi, untuk mengisi kekosongan. Arus-cahaya akan terus menurun sampai akhirnya laju oksidasi setara dengan laju difusi sehingga tercapai nilai arus-cahaya yang mendatar (steady state photocurrent, Gambar 4.B.) dan turun menjadi nol saat lampu dimatikan, karena tidak ada proses oksidasi fotokatalisis. Fenomena ini menunjukan adanya evolusi arus-cahaya yang muncul karena adanya fotokatalisis dan proses yang terjadi pada permukaan. Konsep ini merupakan dasar perhitungan nilai muatan (Q) untuk penentuan COD. Pengukuran Arus-Cahaya dan Muatan (Q). Aspek fundamental fotoelektrokimia dan fotokatalisis pada titanium dioksida telah didokumentasikan dengan baik [9-11]. Banyak studi dari proses-proses oksidasi fotokatalitik pada permukaan TiO2 untuk aplikasi yang bervariasi juga telah dilaporkan [12-14]. Pada studi ini, dilakukan pendekatan yang unik, dimana arus-cahaya dari sampel diukur pada elektroda TiO2 nanopartikel, menggunakan sistem sel fotoelektrokimia. Gambar 5. menunjukkan satu set tipe profil arus-cahaya terhadap waktu yang diperoleh selama degradasi senyawa organik pada lapis tipis sel fotoelektrokimia. Kronologi terbentuknya initial photocurrent (aruscahaya awal) dan steady state photocurrent dapat dilihat pada gambar tersebut yang sejalan dengan penjelasan pendekatan konseptual sebelumnya. Pada detik ke-0 saat lampu UV masih mati hanya terjadi proses adsorbsi sehingga tidak terlihat adanya arus listrik. Pada detik ke 10, lampu UV dihidupkan dan terjadi oksidasi senyawa organik pada lapisan permukaan TiO2, maka timbullah arus-cahaya awal yang tinggi. Arus cahaya lalu menurun sejalan dengan habis teroksidasinya zat organik pada permukaan TiO2. Selanjutnya terjadi difusi zat organik dari larutan bulknya, yang juga akan segera teroksidasi kembali, dimana arus difusi akan menjaga besarnya arus cahaya (steady state). Untuk blanko (kurva a) arus-cahaya yang dihasilkan murni dari oksidasi elektrolit dalam air, sementara arus-cahaya yang diamati dari larutan sampel mengandung senyawa organik (kurva b) terdiri dari dua komponen arus, satu dari oksidasi fotoelektrokatalitik dari zat organik dan yang lain dari oksidasi elektrolit lain dalam air. Ketika semua bahan organik dalam sampel dikonsumsi, aruscahaya dari larutan sampel drop ke tingkat yang sama dengan blanko.
Tabel 1. Roughness dan Section Analysis dari Permukaan TiO2
Parameter Roughness TiO2 [ Sol-Gel Refluks Hidrothermal]
RMS (nm)
Ra (nm)
Rmax (nm)
Surf. Area (um2)
Surf. Area. Diff(%)
Particle height (nm)
1,596
1,524
14,.493
1,036
3,628
9,8
6
MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 1, APRIL 2009: 1-8
Untuk periode waktu yang diberikan, muatan (Q) dapat ditentukan dengan integrasi dari arus-cahaya pada selang waktu tertentu. Muatan Qnet berasal dari oksidasi organik dapat diperoleh dengan mengurangkan muatan blanko terhadap muatan sampel, yang ditunjukkan sebagai area yang kosong (perbedaan kurva a dan kurva b). Karena kemampuan oksidasi yang kuat dari fotohole, oksidasi fotoelektrokatalitik dari senyawa organik pada elektroda TiO2 akan menghasilkan stoikiometri reaksi oksidasi dari senyawa organik seperti berikut: CyHmOjNkXq + (2y-j)H2O →
Gambar 4. [A] Diagram Pendekatan Konseptual Proses dan Fotoelektrokatalitik untuk Sensor COD: (1) Eksitasi Elektron dari VB (Pita Valensi) ke CB (Pita Konduksi); (2) Rekombinasi Elektron-Hole; (3) Oksidasi dan Pembentukan •OH; (4) Elektron ke Eksternal Sirkuit (Diamati sebagai Arus Cahaya; (5) Transfer Elektron ke Larutan dan Pembentukan •O2. [B] Hasil Linier Scan NaNO3 0,1M dengan Elektroda Kerja TiO2, Elektroda Bantu Pt dan Elektroda Referens Ag/AgCl, Scan Rate 0,5 V/jam, Potensi 0.10 – 0.11 V.
Gambar 5. Profile Respon Arus Cahaya terhadap Waktu dari Lapisan Tipis TiO2 Sol-gel. (a=NaNO2 0,1M; dan b= NaNO2 0,1M + Senyawa Organik)
yCO2+qX-+kNH3+(4y-2j+m-3k)H++(4y-2j+m-3k-q)e (1) Dimana N dan X masing-masing sebagai atom Nitrogen dan atom Halogen. Jumlah dari atom karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan halogen pada senyawa organik di representasikan sebagai y, m, j, k, dan q. Maka jumlah elektron terlibat dapat dihitung sbb: n =4y-2j+m-3k-q (2) Sementara itu jumlah mol ekivalen zat yang teroksidasi dapat ditentukan dari nilai muatan (Q), yang merupakan hasil integrasi evolusi arus-cahaya dalam rentang waktu tertentu (dari waktu awal munculnya arus cahaya sampai arusnya steady state), mengikuti rumus berikut: ∫Idt = Q = nFVC (3) dimana n adalah jumlah elektron yang ditransfer selama degradasi fotoelektrokatalitik, (lihat persamaan 1 dan 2); I adalah arus-cahaya dari oksidasi senyawa organik; F adalah konstanta Faraday; V dan C adalah masingmasing volume virtual (kapasitas adsorpsi TiO2) dan konsentrasi dari senyawa organik. Profile evolusi arus cahaya yang diperoleh dari larutan glukosa pada berbagai konsentrasi diperlihatkan dalam Gambar 6. Dapat dilihat bahwa besarnya arus cahaya dan nilai integrasi kurva arus cahaya (Q) proporsional dengan besarnya konsentrasi glukosa. Plot nilai Q terhadap konsentrasi glukosa memberikan kurva dengan kelinieran yang tinggi dan slope dari kurva ini merupakan nilai empiris nFV (termasuk faktor kerja dari sistem). Oleh karena itu sekali tetapan tersebut ditetapkan, dengan mengukur zat yang absolut jumlah molnya diketahui, maka nilai Q dapat digunakan untuk memprediksi jumlah mole zat organik yang diukur.
Gambar 6. [A] Profile Kurva Arus Cahaya Terhadap Waktu Untuk Berbagai Konsentrasi Glukosa (1~500 µM). [B] Nilai Q (Hasil Integrasi Arus pada Selang Waktu Tertentu) terhadap Konsentrasi Zat Organik
MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 1, APRIL 2009: 1-8
7
standar glukosa. Dari Gambar 7 tampak bahwa nilai Q naik secara proporsional terhadap nilai COD sampai batas tertentu (~ 150 ppm O2). Namun nilai Q, relatif tidak berubah bahkan cenderung menurun jika nilai COD lebih besar dari 200 ppm O2. Dengan kondisi operasional seperti yang dilaporkan, pada saat ini sistem sensor COD yang kami kembangkan baru memiliki daerah kerja linier sampai dengan nilai COD sebesar 150 ppm O2. Nampaknya permukaan film TiO2 yang digunakan hanya memiliki volume virtual (kemampuan adsorpsi maksimum yang setimbang dengan bulk larutan) sebesar nilai tersebut.
4. Kesimpulan
Gambar 7. [A] Hubungan antara Nilai Q yang Diperoleh dari Pengukuran terhadap Nilai COD Teoritis Dihitung dari Konsentrasi Zat Organik yang Digunakan, [B] Daerah Kerja Linier yang Diperoleh
Muatan Q yang dihitung merupakan ukuran langsung dari jumlah total elektron yang ditransfer sebagai hasil dari degradasi sempurna dari semua senyawa dalam sampel. Jika senyawa organik mengalami mineralisasi sempurna, maka oksidasi senyawa organik tersebut memenuhi persamaan (1) seperti dijelaskan di atas dan jumlah elektron yang ditransfer nya adalah sesuai persamaan (2). Sementara itu, hubungan kuantitatif antara muatan bersih dengan konsentrasi substrat mengikuti hukum Faraday,Q = nFVC = (4y-2j+m-3kq)FVC = kC (4) Pada degradasi sempurna, Q merupakan ukuran jumlah total elektron yang dihasilkan dari mineralisasi sempurna seluruh senyawa dalam sampel. Karena 1 molekul oksigen equivalen dengan 4 elektron (e) yang ditransfer, O2 + 4H+ + 4e- Æ 2H2O (5) maka Q dapat dengan mudah dikonversi menjadi konsentrasi oksigen sehingga nilai COD menjadi; COD (mg/L O2) = Q/4FV x 32000 (6) Persamaan ini dapat digunakan untuk mengkuantifikasi nilai COD dari sampel selama muatan (Q) dapat diperoleh secara eksperimen sesuai dengan sel fotoelektrokimia yang digunakan, dan volume (V) adalah volume virtual yang merupakan ukuran kapasitas adsorpsi permukaan TiO2. Daerah kerja linier respon dari sistem fotoelektrokimia dievaluasi dengan mencobakan sistem sensor COD terhadap standard yang diketahui nilainya secara pasti. Untuk keperluan tersebut telah digunakan larutan
Elektroda kerja film TiO2 nanopartikel, yang dilekatkan di atas gelas ITO, telah berhasil dipreparasi dan dikarakterisasi. Film tersebut didominasi oleh TiO2 anatase berstruktur nano dan aktif sebagai elektrofotokatalis dalam sistem sel fotoelektrokimia yang dapat difungsikan sebagai sensor untuk mengukur COD sampel air. Elektroda kerja film TiO2 tersebut menghasilkan profil arus cahaya terhadap waktu yang hasil integrasi I vs t nya memberikan nilai Q, dan proportional dengan konsentrasi zat organik dalam larutan. Nilai Q tersebut dapat digunakan untuk menghitung nilai kebutuhan kimiawi atau Chemical Oxygen Demand (COD) sampel air. Metode baru analisis COD ini dapat menjadi alternative potensial sebagai pengganti metoda konvensional, karena, cepat, langsung, ramah lingkungan dan absolute.
Ucapan Terima Kasih DP2M-DIKTI, atas dana penelitian yang diberikan (2006-2008). Prof. Atsushi Ikai, Dynamic and Chemical Resources Laboratories, Tokyo Institute of Technology, and Japan Student Support Organisation, yang memberi kesempatan kepada M.N untuk melakukan riset, khususnya pada pengukuran AFM.
Daftar Acuan [1] APHA, Standard Methods for the Examination of Water & Wastewater, 18th Ed., Washington, 1992, 4.18-4.31. [2] Y.C. Kim, S. Sasaki, K. Yano, K. Ikebukuro, K. Hashimoto, I. Karube, Analyst 125 (2000) 19151918. [3] Y.C Kim, S. Sasaki, K. Yano, K. Ikebukuro, K. Hashimoto, I. Karube, Anal. Chem. 74 (2002) 3858-3864. [4] H. Zhao, D. Jiang, S. Zhang, K. Catterall, R. John, Anal. Chem. 76 (2004) 155-160. [5] U. Diebold, Surface Science Report 48 (2003) 53229.
8
MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 1, APRIL 2009: 1-8
[6] S. Fazio, J. Guzm´an, M.T. Colomer, A. Salomoni, R. Moreno, Journal of the European Ceramic Society 28 (2008) 2171–2176. [7] R.T. Triandi, J. Gunlazuardi, Makara Seri Sains 5/2 (2001) 81-91. [8] J.C. Harper, P.A. Christensen, T.A. Egerton, T.P. Curtis, J. Gunlazuardi, Journal of Applied Electrochemistry 31 (2001) 623-628. [9] K. Rajeshwar, N.R. de Tacconi, C.R. Chenthamarakshan, Chem. Mater. 13 (2001) 27652782.
[10] M. Zanoni, J. Sene, H. Selcuk, M. A. Anderson, Environ. Sci. Technol. 38 (2004) 3203-3208. [11] M.C. Blount, D.H. Kim, J.L. Falconer, Environ. Sci. Technol. 35 (2001) 2988-2994. [12] A.V. Emeline, V.K. Ryabchuk, N. Serpone, J. Phys. Chem. B. 109 (2005) 18515-18521. [13] J.C. Harper, P.A. Christensen, T.A. Egerton, K. Scott, J. App. Electrochem. 31 (2001) 267-273. [14] S.M.A. Jorge, J.J. Sene, A.O. Florentino, Journal of Photochemistry and Photobiology A: Chemistry 174 (2005) 71–75.