TRAINING HAK ASASI MANUSIA BAGI PENGAJAR HUKUM DAN HAM Makassar, 3 - 6 Agustus 2010
MAKALAH
Isu Terkini Perempuan dan Hukum: Perspektif Hak Asasi Manusia Oleh: Sulistyowati Irianto
Isu Terkini Perempuan dan Hukum: Perspektif Hak Asasi Manusia Sulistyowati Irianto
Mengapa Perempuan ?
Keterbatasan akses kepada keadilan Empat milyar orang di seluruh dunia hidup dalam kemiskinan karena mereka terabaikan dari negara hukum dan akses keadilan (CLEP, 2008). Sebagian besar orang miskin adalah perempuan
Perempuan yang mana ?
Apakah semua perempuan mengalami ketidakadilan ? Apakah seksualitas perempuan sbg penyebab struktur yang tidak adil ? Atau persoalan identitas, multi identitas ?
1. Access to Justice
UNDP defines access to justice as ‘ the
ability of people from disadvantaged groups to prevent and overcome human poverty, through formal or informal institutions of justice, by seeking and obtaining a remedy for grievances in accordance with human rights standards
(UNDP 2008)
Isu penting dlm Access to Justice (A2J) 1.
Normative Legal Framework: melihat hukum dr
perspektif peremp ? (feminist legal theory) Bagaimana perempuan diproyeksikan oleh hukum? apakah pengalaman dan realitas mereka diperhitungkan oleh hukum ? Bagaimana hal tsb mempengaruhi perempuan dalam hal aksesnya terhadap keadilan ?
…A2J 2. Legal knowledge (Pengetahuan hukum): seberapa jauh perempuan, penegak hukum dan masyarakat luas mengetahui adanya hukum yang melindungi perempuan ?
3. Legal awareness, legal understanding
(pemahaman hukum): seberapa jauh mereka paham terhadap esensi/subtansi dari hukum yg melindungi peremp ?
….A2J 4. Legal identity (KTP, akta lahir, surat kawin, dokumen kepemilikan, dll): seberapa jauh akses mrk thdp identitas hukum ? 5. Legal Aid : seberapa jauh akses mereka terhadap bantuan & layanan hukum (formal & informal)
2. Hak konstitusional, politik peremp & legislasi Hak asasi Peremp adalah HAM, dijamin oleh: Berbagai Konvensi Internasional a.l. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Konvensi CEDAW), ratifikasi mell uu no.7/1984) Konstitusi UUD 1945, pasal 27: menjamin kesetaraan bagi setiap warganegara di muka hukum (dan amandemen nya) UU No. 39/1999 tentang HAM, khususnya pasal 45 yang berbunyi: “Hak wanita dalam Undang-Undang ini adalah hak asasi manusia”. UU no.23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Kepres no 9/2000 ttg gender mainstreaming UU Kewarganegaraan 11 Juli 2006 UU Pemilu, UU Parpol
Bgm implementasinya ?
Hak politik perempuan Implikasi pada proses legislasi dan perumusan kebijakan
Gender budgeting
3. Gendered Migration & Globalisation
-
-
Fenomena globalisasi: dulu dan sekarang (dimensi waktu dan ruang) Globalisasi: borderless state, borderless law Ekonomi: transnational trade Politik: wacana pakta pertahanan, adanya identitas global & “musuh” global Æ pertukaran kerjasama bilateral, multilateral Budaya: munculnya mass culture Hukum: standart human rights, women’s rights, transnational justice
Migrasi
-
Isu Migrasi: global market, industrialiasi, kapitalisasi, pengungsian politik Di Eropa: asylum Isu multikulturalisme (religius & sosiologis) Bagaimana dampaknya terhadap perempuan ?
Migrasi
-
Asia (Thailand, Indonesia, Filipina, bangsa2 Asia Selatan) Migrant worker Trafficking: prostitusi, narkotika, penjualan organ tubuh
Gambaran Umum A2J bagi TKW Inds
Tidak cukup pendidikan & ketrampilan & informasi: 8 dari 50 TKW di shelter A Dhabi buta huruf Akses terbatas thdp A2J: ketiadaan pengetahuan hukum, pemahaman hukum, identitas hukum dan bantuan/layanan hukum Ketiadaan pengetahuan ttg budaya Arab (Ækonteks socio-kultural Arab, termasuk posisi peremp & PRT)
Pengalaman TKW di shelter KBRI di UAE
Jam kerja panjang, kurang istirahat Gaji tidak dibayar atau dibayar murah atau dipotong Tidak cukup makan, dipaksa makan makanan basi Pembatasan komunikasi (tidak boleh punya hp) Kekerasan (dilakukan oleh majikan laki2 & peremp) Stigmatisasi: tidak bermoral krn suka memiliki pacar, magic dan mencuri Hukuman yang dipaksakan: didakwa melakukan kriminal krn memiliki pacar, menculik, membakar rumah majikan, mengasuh anak tidak baik.
Legal Problem
Tidak ada UU yg mengatur & melindungi, ditempatkan di Kementrian Dalam Negeri, Kantor Imigrasi Hukum yg berlaku adl: in-house regulation Kontrak berlapis: ditdtangan di Inds (UU 39/2004), di UAE (KBRI & imgr office), kontrak tertulis antara pjtka & majikan (besar gaji & 3 bln percobaan)
…legal problem
“Run away”/kabur: illegal (& bgm implikasinya ? ?) Absconding/ takmim: majikan melepaskan kewajibannya thdp TKW sec resmi di kantor imigrasi Mendekam di penjara: didakwa dg kasus2 a-susila (punya relasi dng laki2) 80% dan selebihnya (20%) didakwa dng aborsi, pembunuhan bayi, pencurian, salah pengasuhan anak, penculikan anak, dll
4. Kebangsaan Indonesia dan Gerakan Perempuan
Pergerakan Perempuan: A. masa penjajahan abad 19-20 B. Masa pendudukan Jepang C. Masa Orde Baru D. Masa transisi
Gerakan perempuan: masa kolonialisme
Nama2 besar dalam peperangan Diilhami ibu Kartini: pendidikan dan nasionalisme 1915: mosi persamaan hak di muka hukum: Poetri Mahardika 1928: Kongres Perempuan I: semangat persatuan nasional; federasi organisasi wanita dalam PPI 1941: Mosi hak pilih untuk menjadi dewan kota
lanjutan
Dasar Federasi Meningkatkan kedudukan perempuan dengan dasar: persatuan antara organisasi wanita, kebangsaan dalam arti cinta tanah air, dan kenetralan terhadap semua agama
Gerakan perempuan: masa pendudukan Jepang
Ikut dalam Fujinkai Perjuangan melalui PUTERA
Gerakan perempuan: masa kemerdekaan dan sesudahnya Melalui WANI ikut bertempur melawan sekutu: membentuk laskar2 wanita, diprakarsai oleh mereka yang berketrampilan menembak, menyusup wilayah musuh dan pekerjaan palang merah
lanjutan
Ikut bertempur ke Irian Barat Terbentuknya KOWAD(61), KOWAL (63), WARA (63), POLWAN (48) Ikut PEMILU 1955: 0.7 % atau 17 orang di antara 225 anggota parlemen
Masa Orde Baru
Politisasi G 30 S PKI: Gerwani Munculnya berbagai instrumen hukum yang menjamin keadilan dan kesetaraan spt ratifikasi Konvensi CEDAW melalui UU no.7/1984
Masa Transisi- Reformasi
Tumbuh suburnya gerakan perempuan sebagai bagian dari gerakan civil society Lahirnya banyak instrumen hukum yang menjamin keadilan bagi perempuan dan laki2
Refleksi:
Bgm perempuan diproyeksikan oleh hukum ? Seksualitasnya, identitasnya ? Apakah pengalaman perempuan diabaikan atau diperhitungkan ? Apakah hukum menerapkan standar ganda atau menguntungkan/merugikan perempuan ? Dengan
terimakasih
Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) 1
Disebut juga “Konvensi Wanita” –
Women’s Convention sekarang lebih dikenal sebagai Konvensi CEDAW Indonesia Meratifikasi Konvensi CEDAW dengan UU No. 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita 2
Makna Ratifikasi Konvensi Dengan UU
Suatu perjanjian antar negara (Treaty) yang menciptakan kewajiban dan akuntabilitas Negara yang meratifikasinya Ratifikasi oleh Pemerintah dengan persetujuan DPR menjadikan Konvensi sebagai hukum formal – bagian dari hukum Nasional 3
U.U No 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia Pasal 7 ayat 2 (2) Ketentuan hukum internasional yang telah diterima Negara Republik Indonesia yang menyangkut hak azasi manusia menjadi hukum nasional
4
Konsekuensi Ratifikasi Konvensi Negara mengikatkan diri menjamin melalui peraturan perundangundangan, kebijakan, program dan tindakan khusus sementara sehingga terwujud kesetaraan dan keadilan antara laki-laki dan perempuan – terhapusnya segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan 5
UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia Pasal 71: Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakan, dan memajukan hak azasi manusia yang diatur dalam undang - undang ini, peraturan perundang - undangan lain, dan hukum internasional tentang hak azasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia. 6
Pasal 72: Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 71, meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara, dan bidang lain.
7
Mengapa Indonesia meratifikasi Konvensi Bagian “Menimbang” a. Bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan sehingga segala bentuk diskrimnasi terhadap wanita harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
8
b. Bahwa ketentuan - ketentuan di dalam konvensi tersebut diatas pada dasarnya tidak bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945 dan peraturan perundang - undangan Republik Indonesia.
9
Konvensi CEDAW: 30 Pasal Pasal 1 – 16 Substantif
: Ketentuan
Pasal 17 – 30 : Struktur kelembagaan – prosedur dan mekanisme pelaporan ratifikasi 10
Prinsip-Prinsip Konvensi Prinsip Persamaan Substantif Prinsip Non – Diskriminasi Prinsip Kewajiban Negara
11
Prinsip Persamaan Substantif Kesempatan yang sama – menikmati manfaat dan hasil yang sama Perlakuan yang sama – mendapat akses dan manfaat yang sama – melalui penciptaan lingkungan yang kondusif – tindakan khusus sementara (temporary special measures) Hak yang sama dalam: keluarga, kerja, upah, waris, pemilikan, kewarganegaraan, perwakilan, pengambilan keputusan, partisipasi POLEKSOSBUD. 12
Prinsip non - diskriminasi Pasal 1 Konvensi:
“Setiap pembedaan, pengucilan, pembatasan, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapus pengakuan, penikmatan, penggunaan hak - hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya, oleh wanita, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara pria dan wanita 13
Yang tidak dianggap diskriminasi: Langkah tindak khusus sementara (Ps 4(1) Perlindungan kehamilan – kehamilan sebagai fungsi sosial (Ps 4(2) 14
Prinsip Kewajiban Negara Menjamin hak-hak wanita melalui hukum dan kebijakan – menjamin hasilnya Menjamin pelaksanaan praktis hakhak itu – aturan khusus sementara – menciptakan kondisi khusus – menciptakan akses wanita 15
Negara tidak saja menjamin – tetapi juga merealisasi hak-hak wanita Tidak saja menjamin de-jure – juga defacto Mengatur – tidak saja di sektor publik – juga thd perorangan – lembaga – di sektor privat (keluarga) dan swasta
16
Pasal 2 Konvensi CEDAW Negara wajib: Mengutuk diskriminasi – melarang segala bentuk diskriminasi thd wanita – melalui perat. perundangundang-an – kebijakan – pelaksanaan 17
Menegakan perlindungan hukum – melalui peradilan nasional yang kompeten – dan badan pemerintah – memberikan perlindungan efektif dari setiap tindakan diskriminasi Mencabut semua aturan dan kebijakan – kebiasaan dan praktek yang diskriminatif thd wanita 18
Pasal 3 Konvensi CEDAW Menetapkan kewajiban negara untuk: Melakukan langkah proaktif di semua bidang – khususnya: politik – ekonomi – sosial – budaya Menciptakan lingkungan dan kondisi – menjamin pengembangan dan kemajuan wanita
19
Pasal 4 Konvensi CEDAW Negara wajib melakukan langkah tindak khusus sementara untuk: Mempercepat persamaan de-facto Mencapai perlakuan dan kesempatan sama bagi wanita dan pria (dikenal sebagai temporary special measures) 20
Pasal 5 Konvensi CEDAW Merubah pola tingkah laku sosial budaya pria dan wanita – menghapus prasangka dan kebiasaan dan segala praktek lainnya – yg didasarkan atas inferioritas atau superioritas salah satu jenis kelamin – peran stereotipe pria dan wanita 21
Kehamilan sebagai fungsi sosial dan tanggung jawab bersama pria dan wanita dalam membesarkan anak – anak adalah pertimbangan utama dalam segala hal
22
Pasal 6 Konvensi CEDAW Negara wajib: Melakukan langkah tindak tepat – termasuk membuat peraturan perundang-undangan – memberantas segala bentuk perdagangan wanita dan eksploitasi pelacuran
23
Substansi Konvensi CEDAW 1. Konvensi menetapkan bahwa wanita
2. 3.
memiliki hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya, yang harus dinikmati oleh wanita atas dasar persamaan (kesetaraan dan keadilan) dengan pria terlepas dari status perkawinan (Pasal 1) Konvensi menegaskan bahwa diskriminasi terhadap wanita merupakan pelanggaran hak asasi manusia Konvensi mewajibkan Negara untuk melindungi, memajukan, dan memenuhi hak asasi wanita (Pasal 2)
24
Pasal 2: Memasukan prinsip kesetaraan antara pria dan wanita dalam sistem hukum. Menegakan peradilan dan institusi publik lainnya untuk menjamin perlindungan yang efektif pada wanita dari setiap tindak diskriminasi Menjamin penghapusan segala perlakuan diskriminatif terhadap wanita yang dilakukan oleh orang, organisasi, dan perusahaan. Mencabut semua aturan dan kebijakan, kebiasaan dan praktek yang diskriminatif terhadap wanita. 25
4. Konvensi mewajibkan Negara melakukan langkah-tindak proaktif di semua bidang, khususnya di bidang politik, sosial, ekonomi dan budaya, serta menciptakan lingkungan dan kondisi yang menjamin pengembangan dan kemajuan wanita (Pasal 3) 5. Konvensi mewajibkan Negara untuk melakukan langkah-tindak khusus sementara untuk mempercepat persamaan perlakuan dan kesempatan antara wanita dan pria. (Pasal 4) 6. Konvensi mewajibkan Negara menghapus pola tingkah laku sosial dan budaya berdasarkan inferioritas atau superioritas salah satu jenis kelamin (Pasal 5(1) 26
7. Konvensi menegaskan bahwa kehamilan merupakan fungsi sosial dan pengasuhan anak sebagai tugas bersama pria dan wanita (Pasal 5(2) 8. Konvensi mewajibkan Negara untuk menghapus perdagangan wanita dan eksploitasi pelacuran (Pasal 6) 9. Konvensi mewajibkan Negara mewujudkan persamaan substantif (kesetaraan dan keadilan) antara wanita dan pria dalam bidang-bidang: 27
Kehidupan politik dan publik (Pasal 7) Mewakili negara di tingkat internasional dan turut serta dalam pekerjaan organisasi internasional (Pasal 8) Kewarganegaraan bagi wanita dan anak-anak mereka (Pasal 9) Pendidikan, termasuk hak untuk turut serta dalam kurikulum dan ujian yang sama, serta staf pengajar, gedung dan peralatan sekolah dengan mutu yang sama (Pasal 10)
28
Pekerjaan, termasuk hak atas kesempatan kerja yang sama, secara bebas memilih profesi dan pekerjaan, upah yang sama termasuk tunjangan, dan perlakuan yang sama sehubungan dengan pekerjaan yang sama nilainya, maupun hak atas jaminan sosial, perlindungan atas kesehatan dan keselamatan kerja dan perlindungan fungsi reproduksi (Pasal 11) Pemeliharaan kesehatan, termasuk hak untuk mendapatkan pelayanan yang berkaitan dengan keluarga berencana, kehamilan dan menyusui. (Pasal 12) 29
Hak atas tunjangan keluarga, pinjaman bank dan bentuk-bentuk lain kredit permodalan, kegiatan rekreasi, olah raga dan lain-lain (Pasal 13) Perkawinan dan hubungan keluarga, termasuk hak untuk memasuki jenjang perkawinan, memilih pasangan, serta hak dan kewajiban yang sama sebagai orang-tua dalam urusan yang terkait dengan anak-anak mereka. (Pasal 16)
30
Konvensi memberikan perhatian pada masalah-masalah khusus yang dihadapi oleh wanita perdesaan dan menghapus diskriminasi terhadap wanita di daerah perdesaan sehingga mereka dapat turut serta dalam, dan menikmati manfaat dari pembangunan desa (Pasal 14) Menjamin persamaan hak wanita dan pria di muka hukum, kecakapan hukum yang sama, dan menghormati mobilitas orang-orang serta pilihan tempat tinggal dan domisili (Pasal 15) 31
Kewajiban negara memberikan laporan (kepada Sekretaris Jenderal PBB-Komite CEDAW) mengenai langkah-tindak legislatif, yudikatif, administratif atau langkah-langkah lain yang telah diambil untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dari Konvensi dan laporan mengenai kemajuan yang dicapai. Setiap empat tahun dan selanjutnya sewaktuwaktu sesuai permintaan Komite CEDAW
32
Hambatan utama pelaksanaan Konvensi CEDAW Belum/tidak paham standar hak asasi manusia – dan cara melaksanakan dan mencapainya Hak asasi wanita belum bagian institusional dalam hukum – proses peradilan – keputusan pengadilan – kebijakan, program, anggaran, dan pelaksaannya 33
Kurangnya keahlian – metodologi – kemampuan menerapkan standar HAM dalam analisis masalah sosial dan cara mengatasinya
34
Ada hambatan struktural: Budaya tidak ingin memenuhi HAM Kesulitan meraih keadilan – kurang cara menghapus diskriminasi Norma budaya dan praktek stereotipe – bentuk seksisme lainnya 35
Wanita sendiri tidak menyadari hak asasi mereka – cara menuntut hak – dan cara mengatasinya
36
Langkah Tindak Mewujudkan Kesetaran dan Keadilan Gender Substansi hukum dan kebijakan: Integrasi prinsip persamaan dalam sistem hukum Menghapus perat. UU yg diskriminatif – menetapkan aturan baru melarang diskriminasi thd wanita 37
Menerapkan norma dan standar Konvensi CEDAW – dalam menyusun kebijakan – perencanaan – pelaksanaan – pemantauan – tingkat nasional dan lokal – untk melindungi – meningkatkan – memenuhi hak asasi wanita 38
Struktur dan proses institusional Mengembangkan kapasitas lembaga yang menegakan dan melaksanakan peraturan perund.undangan Menetapkan mekanisme kelembagaan – memantau perkembangan pemenuhan HAM wanita – dan memberikan laporan publik
39
Faktor Budaya Meningkatkan kesadaran dan komitmen eksekutif – yudikatif – legislatif – seluruh masyarakat – persamaan hak asasi pria dan wanita – seperti ditetapkan dan dijamin dalam Konvensi CEDAW
40
Efektivitas Pelaksanaan Konvensi CEDAW 1. Meningkatkan pemahaman dan kesadaraan akan hak-hak wanita. Hak wanita adalah hak asasi manusia. Hak-hak wanita dan pria sama sebagai hak asasi manusia. Dilakukan melalui pelatihan, lokakarya, seminar dsb. 2. Mengembangkan dan membentuk kepekaan gender untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dikalangan penegak hukum. 3. Semua pengemban kepentingan (stakeholder) bersama-sama dan secara berkelanjutan melakukan upaya dan langkah tindak menghapus pola tingkah laku sosial budaya berdasarkan inferioritas atau superioritas salah satu jenis kelamin. 41
4. Mengembangkan kapasitas kelembagaan (institutional capacity building) untuk menerapkan norma dan standar yang ditetapkan Konvensi CEDAW dalam menyusun perencanaan, melaksanakan dan memantau kebijakan ditingkat nasional dan lokal untuk melindungi, meningkatkan, dan memenuhi hak asasi wanita. 5. Menyusun rencana aksi pelaksanaan Konvensi CEDAW. Melaksanakan langkah tindak yang terencana mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender.
42
Cth: ambivalensi UUP 1/’74 • Pasal 1: Perkawinan ialah ikatan lahir batin atr seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke Tuhanan Yang Maha Esa
Pasal 3 • (1) Pada asasnya dalam suatu perkawinan
•
seorang pria hanya boleh mempunya seorang istri, seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami (2)Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan
Pasal 4 • (1) Dlm hal seorg suami akan beristri lebih dari
• • • •
seorang, sebgm tsb dlm psl 3 (2) UU ini, maka ia wajib m’ajukan permohonan kpd pengadilan di daerah tempat tinggalnya (2) Pengadilan dimaksud dlm ayat (1) psl ini hanya memberi izin kpd seorg suami yg akan beristri lebih dr seorg apabila: (a)istri tdk dpt m’jalankan kewajiban sbg istri (b) istri mdpt cacat badan atau penyakit yg tidak dapat disembuhkan (c)istri tidak dapat melahirkan keturunan
Pasal 5 ayat 1 • (1) utk dpt m’ajukan p’mohonan kpd p’adilan, • • •
sbgm dimaksud dlm psl 4 ayat (1) UU ini, hrs dipenuhi syarat2 sbb: a. adanya persetujuan dari istri/istri b. adanya kepastian bahwa suami mampu m’jamin keperluan2 hdp istri2 dan anak2 mrk c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka
Pasal 5 ayat 2 • (2) persetujuan yg dimaksud pd ayat (1) huruf
a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila istri/istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya, dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari istrinya selama sekurang-kurangnya dua tahun atau karena sebab-sebab lain yang perlu mendapat penilaian dari hakim pengadilan.