HAK ASASI MANUSIA DALAM PERSPEKTIF ISLAM Oleh : Dr. H. Abd. Salam, SH. MH. Wakil Ketua Pengadilan Agama Sidoarjo Pendahuluan Kata melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), telah menjadi kata yang amat populer di tengah masyarakat, bahkan tidak mengenal strata, dari kalangan terpelajar sampai tukang becak dan petani thothok (jawa) tidak merasa asing mendengar kata tersebut. Akan tetapi jika mereka ditanya apa maksud dari kata tersebut,
maka
merekapun
akan
menjawab
sekenanya
sesuia
dengan
pengetahuan mereka. Tetapi secara umum jawaban mereka masih samar-samar dari pengertian yang tepat dan benar; Bahkan jika terjadi seseorang tanpa sengaja melakukan perbuatan sepele tetapi dirasa mencederai perasaannya, merekapun tidak segan-segan mengatakan bahwa orang tersebut telah melanggaran HAM; terinjak kakinya oleh seseorang dikatakan melanggar HAM, nyerobot antrian dikatakan melanggar HAM dan lain-lain. Pengertian Hak Asasi Manusia Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada manuasia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau negara. Oleh karenanya tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya tanpa alasan yang sepadan. Di dunia Barat HAM semula dikenal dengan istilah “natural right” kemudian diganti dengan istilah “right of man”. Karena ternyata dari kata tersebut tidak secara langsung mengakomodasi pengertian yang mencakup “right of women” maka istilah “right of man” diganti dengan “human right”. Dalam Islam padanan dari kata HAM adalah kata “huquq al-insan adh-
dharuriyyah”
dan
“huququllah”.
Huquq
al-insan
adh-dharuriyyah
dan
“huququllah” tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Inilah yang membedakan HAM konsep Barat tentang HAM dengan konsep Islam. Hakekat Hak Asasi Manusia Hakekat HAM adalah menjaga keselamatan dam eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan, yaitu keseimbangan hak dan kewajiban, serta keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga antara menghormati melindungi dan menjunjung tinggi HAM, menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama antara individu, pemerintah (aparatur pemerintah baik sipil maupun militer) dan negara. Dalam memenuhi kepentingan perseorangan tidak boleh merusak kepentingan
orang
banyak,
karena
itu
pemenuhan,
perlindungan
dan
penghormatan terhadap HAM harus diikuti dengan pemenuhan terhadap Kewajiban Asasi Manusia (KAM) dan Tanggung Jawab Asasi Manusia (TAM) dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat dan bernegara. Karena itu hakikat HAM adalah keterpaduan antara HAM, KAM dan TAM yang berlangsung secara sinergis dan seimbang, bila tidak akan timbul feodalisme, anarkisme dan kesewenang-wenangan dalam tata kehidupan manusia. Ciri Pokok Hakikat Hak Asasi Manusia 1. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi, HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis; 2. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa; 3. HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempnyai HAM walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM.
Perkembangan Pemikiran tentang HAM Keberadan HAM dalam sejarah hukum tidak terlepas dari pemikiaran adanya natural law (hukum alam) yaitu ajaran yang muatannya mengandung prinsip-prinsip umum dan system keadilan abadi yang berlaku untuk seluruh umat manusia (natural right). Orang Barat berpendapat bahwa lahirnya HAM di Eropah dimulai dengan lahirnya “Magna Charta”, yaitu sebuah garakan yang ber tujuan menghilangkan hak absolut raja. Semula raja-raja mempunyai kekuasaan yang absolute. Raja yang membuat hokum, tetapi ia tidak terikat dengan hukum. Kekuasaan seperti ini tidak sesuai dengan rasa keadilan, karenanya raja harus dibatasi kekuasannya dan harus dimintai pertanggung-jawabannya di muka hukum. Sejak itu mjulai dipraktekkan kalau raja melanggar hukum harus diadili dan mempertanggung jawabkan kebijakan pemerintahannya kepada parlemen. Lahirnya Magna Charta ini kemudian diikuti dengan lahirnya “Bill of Right” di Inggris pada tahun 1689, lahirlah adagium “equality befor the law”, karena kebebasan baru terwujud jikalau ada kesamaan. Untuk mewujudkan semua itu lahir teori kontrak sosial (J.J. Rosseau), trias politika (Mountesque), Hukum
kodrati (John Locke), Hak-hak dasar, kebebasan dan persamaan (Thomas Jefferson). Selanjutnya
muncul
“The
American Declaration
of Independent”,
berpandangan bahwa manusia adalah merdeka sejak didalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir ia harus dibelenggu, di tahun 1789, lahirlah “The French Declaration” (Deklarasi perancis). Hak Asasi Manusia Dalam Islam Islam sebagai agama dengan ajarannya yang universal dan konprehensif meliputi akidah, ibadah, mu‟ammalah dan akhlak yang masing-masing memuat ajaran tentang keimanan; dimensi ibadah memuat ajaran tenang mekanisme pengabdian manusia kepada Allah dengan memuat ajaran tentang hubungan manusia dengan sesama manusia maupun dengan alam sekitar. Kesemua
dimensi ajaran tersebut dilandasi oleh ketentuan-ketentuan yang disebut dengan istilah syari‟at atau fikih. Dalam konteks syari‟at dan fikih itulah terdapat ajaran tentang hak asasi manusia (HAM). Adanya ajaran tentang HAM dalam Islam menunjukkan bahwa Islam sebagai agama telah menempatkan manusia sebagai mahluk terhormat dan mulia. Karena itu perlindungan dan penghormatan terhadap manusia merupakan tuntutan dan ajaran Islam itu sendiri yang wajib dilaksanakan oleh ummatnya terhadap sesama manusia tanpa kecuali. Menurut
Abul
A‟la
Al-Maududi,
HAM
adalah
hak
kodrati
yang
dianugerahkan Allah SWT. kepada setiap manusia dan tidak dapat dicabut atau dikurangi oleh kekauasaan atau badan apapun. Hak-hak yang diberikan Allah itu bersifat permanen, kekal dan abadi, tidak boleh diubah atau dimodifikasi. (Abul A‟la Al-Maududi 1998). Dalam Islam terdapat dua konsep tentang hak, yakni hak manusia (haq
al-insan) dan hak Allah (haqullah). Setiap hak itu saling melandasi satu sama lain. Hak Allah melandasi hak manusia dan juga sebaliknya. Dalam aplikasinya, tidak ada satupun hak yang terlepas dari kedua hak tersebut, misalnya, shalat, manusia tidak perlu campur tangan untuk memaksakan seseorang mau shalat atau tidak, karena shalat merupakan hak Allah, maka tidak ada kekuatan duniawi apakah itu negara, organisasi ataupun teman yang berhak mendesak seseorang untuk melakukan shalat. Shalat merupakan urusan pribadi yang bersangkutan dengan Allah, meskipun demikian dalam shalat itu ada hak individu manusia yaitu berbuat kedamaian antar sesamanya. Sementara itu dalam hak al-insan seperti hak kepemilikan, setiap manusia berhak untuk mmengelola harta yang dimikinya, namun demikian pada hak manusia itu tetap ada hak Allah yang mendasarinya. Konsekwensinya adalah bahwa meskipun seseorang berhak memanfaatkan benda miliknya, tetapi tidak boleh menggunakan harta miliknya itu untuk tujuan yang bertentangan dengan ajaran Allah. Jadi sebagai pemilik hak, diakui dan dilindungi dalam penggunaan haknya, namun tidak boleh melanggar hak mutlak (hak Allah). Kepemilikan hak
pada manusia bersifat relatif, sementara pemilik hak yang absolut hanyalah Allah. Konsep Islam mengenai kehidupan manusia didasarkan pada pendekatan theo-sentris (theocentries) atau yang menempatkan Allah melalui ketentuan syari‟atnya sebagai tolok ukur tentang baik-buruk tatanan kehidupan manusia baik sebagi pribadi amupun sebagai warga masyarakat atau warga bangsa. Dengan demikian konsep Islam tentang HAM berpijak pada ajaran tauhid. Konsep tauhid mengandung ide persamaan dan persaudaraan manusia. Konsep tauhid juga mencakup ide parsamaan dan persatuan semua mahluq yang oleh Harun Nasution dan Bakhtiar Efendi disebut dengan ide peri kemahlukan. Peri kemahlukan memuat nilai-nilai kemanusiaan dalam
arti sempit. Ide Peri
Kemahlukan mengandung makna bahwa manusia tidak bole sewenang-wenang terhadap sesama mahluk termasuk juga pada binatang dan alam sekitar. HAM dalam Islam sebenarnya bukan barang asing, kerena wacana tentang HAM dalam Islam lebih awal dibandingkan dengan konsep atau ajaran lainnya. Dengan kata lain Islam datang secara inhern membawa ajaran entang HAM. Bahwa ajaran tentang HAM yang terkandung dalam Piagam Magna Carta tercipta 600 tahun setelah kedatangan Islam. Selain itu juga diperkuat oleh pandangan Weeramantry bahwa pemikiran Islam mengenai hak-hak dibidang sosial, ekonomi dan budaya telah jauh mendahului pemikiran barat (Bambang Cipto, dkk, 2002). Ajaran Islam tentang HAM dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran Islam yaitu Al-Qur-an dan Al-Hadits, yang merupakan sumber ajaran normative, juga terdapat dalam praktek kehidupan umat Islam. Tonggak sejarah keberpihakan Islam terhadap HAM, yaitu pada pendeklarasian “Piagam Madinah” yang dilanjutkan dengan deklarasi Kairo (Cairo Declaration). Dalam Piagam Madinah, paling tidak ada dua ajaran pokok yaitu : Semua pemeluk Islam adalah satu ummat walupun mereka berbeda suku bangsa dan
hubungan antara komunitas muslim dengan non muslim didasarkan pada prinsip: a. Berinteraksi dengan baik dengan sesama tetangga; b. Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama; c. Membela mereka yang teraniaya; d. Saling menasehati; e. Menghormati kebebasan beragama; (Ahmad Sukarja: Piagam Madinah) Ketentuan HAM yang terdapat dalam Deklarasi Kairo semuanya merujuk pada ayat-ayat Al-Quran sigkat sebagai berikut : 1. Hak persamaan dan kebebasan (Al-Isra‟ : 70; An-Nisa‟ : 58, 105, 107, 135; Al-Mumtahanah ; 8 ); 2. Hak hidup (Al-Maidah : 45; Al-Isra‟ : 33); 3. Hak perlindungan diri (Al-Balad : 12-17; At-Taubah : 6); 4. Hak kehormatan pribadi (At-Taubah : 6); 5. Hak berkeluarga (Al-Baqoroh : 221; Ar-Rum : 21; An-Nasa‟ : 1; At-Tahrim : 6); 6. Hak kesetaraan wanita dengan pria (Al-Baqoroh : 228; Al-Hujurat : 13); 7. Hak anak dari orang tua (Al-Baqarah : 233; Al-Isra‟ : 23-24); 8. Hak mendapatkan pendidikan ( Surat At-Taubah : 122; Al-„Alaq : 1-5) 9. Hak kebebasan beragama (Al-Kafirun : 1-6; Al-Baqoroh : 156; Al-Kahfi : 29) 10. Hak kebebasan mencari suaka (An-Nisa‟ : 97; Al-Mumtahanah : 90; 11. Hak memperoleh pekerjaan (At-Taubah : 105; Al-Baqoroh : 286, Al-Mulk : 15); 12. Hak memperoleh perlakuan sama (Al-Baqoroh : 275-278; An-Nisa‟ : 161; Ali Imran : 130); 13. Hak kepemilikan (Al-Baqoroh : 29; An-Nisa‟ : 29); 14. Hak tahanan (Al-Mumanah : 8); Dilihat dari tingkatannya, ada 3 (tiga) bentuk hak asasi manusia dalam Islam.
Pertama : Hak primer/dasar (dharuryah); Sesuatu dianggap hak dasar apabila hak tersebut dilanggar, bukan hanya membuat manusa sengsara tetapi juga hilang eksistensinya, bahkan hilang harkat kemanusiannya. Sebagai missal, bila hak hidup seseorang dilanggar, maka berarti orang itu mati.
Kedua : Hak sekunder (hajjiyah), yakni hak hak yang bila tidak dipenuhi akan berakibat pada hilangnya hak-hak elementer, misalnya, hak seseorang untuk memperoleh sandang pangan yang layak, maka akan mengakibatkan hilangnya hak hidup.
Ketiga : hak tersier ( tahsiniyah), yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak primer dan sekunder (Mashdar F. Masudi).
Wallahu a‟lam bis shawaab