ISSN 2252 - 4487 Volume.5 | No.1 | Maret - Mei 2016
1. Studi Efek Antihipertensi Tumbuhan Tali Putri (Cassytha Filiformis L.) pada Tikus Hipertensi yang Diinduksi Prednison dan Garam Rosa Laila Sari Murti ……………………………………………………………………………………………
1-8
2. Uji Toksisitas Subkronis Ekstrak Etanol Daun Tumbuhan Sala (Cynometra Ramiflora Linn.) Dengan Parameter Kimia Urin dan Hisopatologi Organ Ginjal pada Tikus Galur Wistar Rizka Dwi Mulyani ……………………………………………………………………………………………….
9-20
3. Efek Antidiare Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea Indica L.) Terhadap Mencit Jantan Yang Diinduksi Bakteri Salmonella Thypimurium Fahma Shufyani …………………………………………………………………………………………………..
21-31
4. Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Pemenuhan Istirahat Tidur Pada Pasien Pre Operasi Sectio Caesarea Di Rsud Deli Serdang Kec. Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang Tahun 2016 Desideria Yosepha Ginting …………………………………………………………………………....................... 32-46 5. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Pus Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Intra Uterine Device Di Desa Kebun Kelapa Kecamatan Berigin Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016 Raisha Octavarini……………………………………………………………………………………...................... 47-67 6. Hubungan Kualitas Pelayanan Dengan Kepatuhan Ibu Datang Ke Posyandu Di Desa Firdaus Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2016 Basyariah Lubis ……………………………………………………………………............................................... 68-79 7. Pengaruh Terapi Meditasi Terhadap Penurunan Stress Fisik Dan Psikososial Pada Pasien Rawat Inap Yang Kooperatif Di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2016 Tahan Adrianus Manalu ……………………………………………………………………………...................... 80-94 8. Pengaruh Terapi Musik Klasik Mozart Terhadap Penurunan Nyeri Anak Prasekolah (3-6 Tahun) Yang Menjalani Penusukan Intravena Untuk Pemasangan Infus Di Ruang Kenanga Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Tahun 2016 Tati Murni Karokaro ……………………………………………………………………………………………... 95-111 9. Pengaruh Minuman Jahe Terhadap Kurangnya Emesis Gravidarum Pada Ibu Hamil Trimester I Di Klinik Nining Pelawati Amkeb Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016 Juni Mariati ……………………………………………………………………………………………….…….. 112 - 125 10. Hubungan Tehnik Pemasangan Infus Dan Sikap Perawat Dalam Perawatan Infus Dengan Kejadian Phlebitis Di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2016 Rahmad Gurusinga…………………………………………………………………………………………….. 126 – 145
ISSN :2252-4487
NERSTRA-NEWS JURNAL ILMIAH KEPERAWATAN STIKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Volume : 5, No : 1
Maret – Mei 2016
DAFTAR ISI 1. Studi Efek Antihipertensi Tumbuhan Tali Putri (Cassytha Filiformis L.) pada Tikus Hipertensi yang Diinduksi Prednison dan Garam Rosa Laila Sari Murti ……………………………………………………………………………………………
1-8
2. Uji Toksisitas Subkronis Ekstrak Etanol Daun Tumbuhan Sala (Cynometra Ramiflora Linn.) Dengan Parameter Kimia Urin dan Hisopatologi Organ Ginjal pada Tikus Galur Wistar Rizka Dwi Mulyani ……………………………………………………………………………………………….
9-20
3. Efek Antidiare Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea Indica L.) Terhadap Mencit Jantan Yang Diinduksi Bakteri Salmonella Thypimurium Fahma Shufyani …………………………………………………………………………………………………..
21-31
4. Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Pemenuhan Istirahat Tidur Pada Pasien Pre Operasi Sectio Caesarea Di Rsud Deli Serdang Kec. Lubuk Pakam Kab. Deli Serdang Tahun 2016 Desideria Yosepha Ginting …………………………………………………………………………....................... 32-46 5. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Pus Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Intra Uterine Device Di Desa Kebun Kelapa Kecamatan Berigin Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016 Raisha Octavarini……………………………………………………………………………………...................... 47-67 6. Hubungan Kualitas Pelayanan Dengan Kepatuhan Ibu Datang Ke Posyandu Di Desa Firdaus Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2016 Basyariah Lubis ……………………………………………………………………............................................... 68-79 7. Pengaruh Terapi Meditasi Terhadap Penurunan Stress Fisik Dan Psikososial Pada Pasien Rawat Inap Yang Kooperatif Di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2016 Tahan Adrianus Manalu ……………………………………………………………………………...................... 80-94 8. Pengaruh Terapi Musik Klasik Mozart Terhadap Penurunan Nyeri Anak Prasekolah (3-6 Tahun) Yang Menjalani Penusukan Intravena Untuk Pemasangan Infus Di Ruang Kenanga Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Tahun 2016 Tati Murni Karokaro ……………………………………………………………………………………………... 95-111 9. Pengaruh Minuman Jahe Terhadap Kurangnya Emesis Gravidarum Pada Ibu Hamil Trimester I Di Klinik Nining Pelawati Amkeb Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016 Juni Mariati ……………………………………………………………………………………………….…….. 112 - 125 10. Hubungan Tehnik Pemasangan Infus Dan Sikap Perawat Dalam Perawatan Infus Dengan Kejadian Phlebitis Di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2016 Rahmad Gurusinga…………………………………………………………………………………………….. 126 – 145
PENGANTAR REDAKSI Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan ridhoNya telah terbit Jurnal Ilmiah Keperawatan STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam dengan nama NERSTRA-NEWS yang merupakan majalah ilmiah yang diterbitkan berkala setiap Tiga bulanan, yaitu periode Januari–Juni dan Juli – Desember. Kami mengharapkan untuk terbitan periode berikutnya para Peneliti / Dosen dapat meningkatkan kualitas maupun mutu dari tulisan ini, sehingga memungkinkan sebagai bahan rujukan dalam melakukan kegiatan penelitian. Dalam kesempatan ini Redaksi mengucapkan terimakasih kepada para Peneliti / Dosen dan semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penerbitan jurnal ilmiah ini. Semoga Keperawatan STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam, sukses dan maju.
Salam,
Redaksi
PENGURUS Pelindung
: 1. Drs. Johannes Sembiring, M.Pd Ketua Yayasan MEDISTRA Lubuk Pakam 2. Drs. David Ginting, M.Pd Ketua STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam
Penanggungjawab
: Rosita Ginting, SH BAA Akper MEDISTRA LubukPakam
Pimpinan Redaksi
: Kuat Sitepu, S.Kep, Ns, M.Kes
Sekretaris Redaksi
: Desideria Yosepha Ginting, S.Si.T, M.Kes
Redaktur Ahli
: 1. 2. 3. 4. 5.
Tahan Adrianus Manalu, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.MB Jul Asdar Putra Samura, SST, M.Kes Efendi Selamat Nainggolan, SKM, M.Kes Christine Vita Gloria Purba, SKM, M.Kes Grace Erlyn Damayanti Sitohang, S.Kep, Ns, M.Kep
Koordinator Editor
: 1. 2. 3. 4. 5.
Basyariah Lubis, SST, M.Kes Dameria, SKM, M.Kes Rahmad Gurusinga, S.Kep, Ns,M.Kep Fadlilah Widyaningsih, SKM Luci Riani Br. Ginting, SKM, M.Kes
Sekretariat
: 1. Tati Murni Karo-Karo, S.Kep, Ns, M.Kep 2. Sri Wulan, SKM 3. Raisha Octavariny, SKM, M.Kes
Distributor
: 1. Layari Tarigan, SKM 2. Arfah May Syara, S.Kep, Ns
Penerbit
: STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam Jl. Sudirman No. 38 Lubuk Pakam, K0de Pos : 20512 Telp. (061) 7952262, Fax (061) 7952234 e-mail :
[email protected] Website: medistra.ac.id
Diterbitkan2 (Dua) kali setahun, Bulan Januari - Juni dan Juli – Desember.
STUDI EFEK ANTIHIPERTENSI TUMBUHAN TALI PUTRI (Cassytha filiformis L.) PADA TIKUS HIPERTENSI YANG DIINDUKSI PREDNISON DAN GARAM
Rosa Laila Sari Murti Program Studi Farmasi Stikes Medistra Lubuk Pakam
ABSTRACT A study of the antihypertensive effect of Cassytha filiformis L. defatted extract on the hypertensive rats has been carried out. The study was conducted on 30 male Sprague-Dawley rats induced by Prednisone-NaCl for 14 days to obtain hypertensive rats. All rats were anesthetized to perform direct blood pressure measurement and divided into control group, extract-treated groups (5, 10 and 20 mg/kg), and tempol group. Each rat received three repetitive doses administered intravenously in one hour interval. During each dose interval, the systolic blood pressure (SBP), diastolic blood pressure (DBP), mean arterial pressure (MAP), and heart rate (HR) were measured. All cardiovascular data were presented as mean of percentage change ± SEM. The data were analyzed by three-way ANOVA and Tukey’s HSD. The significance level was taken at P<0.05. The study showed that the defatted extract of C. filiformis decreased SBP, DBP, MAP, and HR significantly. The extract at the dose of 5 mg/kg and tempol 100 µmol/kg showed insignificant difference in lowering blood pressure. Keywords: cassytha filiformis, tali putri, antihypertensive, blood pressure, heart rate
1
PENDAHULUAN Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskuler yang paling umum terjadi dan menjangkiti 20-50% populasi dewasa pada negara-negara berkembang (Kearney, 2004). Peningkatan tekanan darah merupakan faktor resiko terhadap penyakit kardiovaskuler seperti gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal (Mancia, 2008). Salah satu etiologi hipertensi adalah ketidakseimbangan antara Reactive Oxigen Species (ROS) dengan nitrogen monoksida (NO) pada pembuluh darah. Produksi ROS yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi endotel (Sainani et al., 2004) dan hal ini ditemukan pada beberapa kondisi patologis seperti aterosklerosis, diabetes, kerusakan ginjal, dan hipertensi (Prabha et al., 1990). Peningkatan kadar ROS berkontribusi dalam terjadinya hipertensi. Hal ini diperkuat dengan tingginya kadar ROS pada beberapa model hipertensi pada hewan percobaan, yakninya pada model hipertensi Angiotensin II, L-NAME (Attia et
al., 2001), Dahl (Meng et al., 2003), SHR (Chabrashvili et al., 2002), dan model DOCA-Salt (Jin et al., 2006). Tumbuhan tali putri (Cassytha filiformis L.) yang dikenal sebagai parasit ini merupakan tumbuhan yang mengandung komponen fenol, alkaloid, flavonoid, dan saponin (Vimal et al., 2009). Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa tumbuhan ini bersifat vasorelaksan terhadap pembuluh darah (Tsai et al., 2008); dapat meningkatkan waktu pendarahan pada mencit (Armenia, 2007); menurunkan berat badan pada kondisi diet tinggi lemak (Armenia, 2010); dan mempunyai efek antidiabetes pada penggunaan jangka panjang. Penggunaan ekstrak tumbuhan ini menunjukkan toksisitas yang rendah (Babayi et al., 2007). Evaluasi terhadap efek antioksidan tumbuhan ini memperlihatkan potensi terapetik yang menjanjikan dan dapat dipertimbangkan untuk tujuan pengembangan obat (Mythili et al., 2011).
2
METODE PENELITIAN Bahan Tumbuhan Herba tali putri dikoleksi dari kota Padang, Sumatera Barat. Herba yang sudah dikeringanginkan diekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol 96%. Ekstrak bebas lemak diperoleh melalui fraksinasi dengan pelarut heksan. Hewan Percobaan Sebanyak 15 ekor tikus jantan galur SpragueDawley dengan berat ±250 g dan umur 3-4 bulan diberikan kombinasi prednison 1,5 mg/kg dan larutan garam 2% selama 14 hari Pengukuran Parameter Kardiovaskular Semua tikus dianestesi untuk pengukuran tekanan darah dan laju jantung secara langsung melalui arteri karotis (Biopac MP150 Data Acquisition System). Setiap
kelompok hewan diberikan 5 dosis yang berbeda: kontrol; ekstrak 5, 10, dan 20 mg/kg; dan tempol 100 µmol/kg. Sampel uji disuspensikan dengan bantuan polisorbat 80 dan diberikan kepada hewan melalui rute intravena 0,1% v/b. Setiap hewan menerima 3 kali pengulangan dosis dengan interval waktu 1 jam. Analisis Data Data tekanan darah dan laju jantung disajikan sebagai rata-rata persen perubahan ± SEM. Data dianalisis dengan menggunakan Three Way ANOVA (Analysis of Variance) dan dilanjutkan dengan Tukey’s HSD (Honestly Significant Difference) dengan tingkat kebermaknaan 95%.
HASIL DAN DISKUSI Hasil Proses induksi tekanan kelompok hipertensi
darah pada menyebabkan
terjadinya hipertensi pada kedua kelompok tikus. (Lihat Tabel 1).
Tabel 1. Nilai tekanan darah, laju jantung, dan konsentrasi NO plasma proses induksi hipertensi dan hipertensi stres oksidasi
setelah dilakukan
TDS (mmHg)
TDD (mmHg)
TAR (mmHg)
LJ (bpm)
192,3 ± 3,40
162,6 ± 4,07
177,5 ± 3,54
319,5 ± 10,65
Keterangan: Data dinyatakan sebagai rata-rata ± SEM. Tekanan Darah Sistol (TDS) Respons perubahan TDS akibat pemberian dosis yang berbeda menunjukkan perbedaan yang bermakna (P<0,05). Penurunan TDS yang paling besar diberikan oleh ekstrak 5 mg/kg dan tempol 100 µmol/kg (P>0,1), yaitu sebesar -13,9±2,28 dan -12,6±3,36%. Penurunan tersebut menunjukkan perbedaan yang bermakna dibandingkan dengan kontrol (P<0,05),
dimana kelompok kontrol menyebabkan perubahan TDS sebesar 0,2±1,13%. Ekstrak pada dosis 10 dan 20 mg/kg menyebabkan penurunan TDS yang lebih kecil dibandingkan dengan ekstrak 5 mg/kg (P<0,05), namun penurunan tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dibandingkan dengan kontrol (P>0,1) yaitu sebesar -4,5±1,49 dan -4,8 ±1,83%.
3
Perubahan TDS (%)
5
0 Kontrol Ekstrak 5 mg/kg
-5
Ekstrak 10 mg/kg Ekstrak 20 mg/kg
-10
Tempol 100 µmol/kg -15
1
Gambar 1.
2 Pemberian Dosis
3
Penurunan TDS oleh ekstrak tali putri pada hewan hipertensi
Pengulangan dosis tidak menyebabkan pengaruh yang bermakna terhadap penurunan TDS (P>0,1). Meskipun demikian, tempol 100 µmol/kg menyebabkan penurunan TDS yang semakin besar akibat pengulangan dosis (Gambar 1). Tekanan Darah Diastol (TDD) Respons perubahan TDD akibat pemberian dosis yang berbeda menunjukkan perbedaan yang bermakna (P<0,05). Penurunan TDD yang paling besar diberikan oleh ekstrak 5 mg/kg dan tempol 100
µmol/kg (P>0,1), yaitu sebesar -16,3±2,80 dan -12,8±3,49%. Penurunan tersebut menunjukkan perbedaan yang bermakna dibandingkan dengan kontrol (P<0,05), dimana kelompok kontrol menyebabkan peningkatan TDD sebesar 2,2±1,48%. Ekstrak pada dosis 10 dan 20 mg/kg menyebabkan penurunan TDD yang lebih kecil dibandingkan dengan ekstrak 5 mg/kg (P<0,05), dimana penurunan tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dibandingkan dengan kontrol (P>0,1) yaitu sebesar -5,7±1,80 dan -1,8±1,93%.
10
Perubahan TDD (%)
5 0
Kontrol Ekstrak 5 mg/kg
-5
Ekstrak 10 mg/kg
-10
Ekstrak 20 mg/kg
-15 -20
Gambar 2.
Tempol 100 µmol/kg
1
2 Pemberian Dosis
3
Penurunan TDD oleh ekstrak tali putri pada hewan hipertensi 4
Pengulangan dosis tidak menyebabkan pengaruh yang bermakna terhadap penurunan TDD. Meskipun demikian, tempol 100 µmol/kg menyebabkan penurunan TDD yang semakin besar akibat pengulangan dosis (Gambar 2). Tekanan Arteri Rata-rata (TAR) Respons perubahan TAR akibat pemberian dosis yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat bermakna (P<0,01). Penurunan TAR yang paling besar diberikan
oleh ekstrak 5 mg/kg dan tempol 100 µmol/kg, yaitu sebesar -14,9±2,51 dan 13,0±3,52% (P>0,1). Penurunan tersebut menunjukkan perbedaan yang bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol yang menyebabkan perubahan TAR sebesar -1,2±1,26% (P<0,05). Ekstrak 10 dan 20 mg/kg menyebabkan penurunan TAR sebesar -4,8±1,55 dan 3,1±1,79% (P>0,1), dimana efek penurunan tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dibandingkan dengan kontrol (P>0,1).
10
Perubahan TAR (%)
5 0
Kontrol Ekstrak 5 mg/kg Ekstrak 10 mg/kg
-5
Ekstrak 20 mg/kg Tempol 100 µmol/kg
-10 -15
Gambar 3.
1
2 Pemberian Dosis
3
Penurunan TAR oleh ekstrak tali putri pada hewan hipertensi
Pengulangan dosis tidak menyebabkan pengaruh yang bermakna terhadap penurunan TAR (P>0,1). Meskipun demikian, tempol 100 µmol/kg menyebabkan penurunan TAR yang semakin besar akibat pengulangan dosis. (Gambar 3). Laju Jantung (LJ) Respons perubahan LJ akibat pemberian dosis yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat bermakna (P<0,01). Penurunan LJ yang paling besar diberikan oleh tempol 100 µmol/kg, yaitu sebesar -11,8 ±2,72%. Penurunan tersebut menunjukkan perbedaan yang sangat bermakna dibandingkan dengan
ekstrak 20 mg/kg yang menyebabkan peningkatan LJ sebesar 2,4±3,17% (P<0,01). Ekstrak 5 dan 10 mg/kg menyebabkan penurunan LJ sebesar -5,6±1,82 dan 3,1±2,52% (P>0,1), dimana penurunan tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna jika dibandingkan dengan kontrol yang menyebabkan penurunan LJ sebesar 5,4±2,30% (P>0,1). Pengulangan dosis tidak menyebabkan pengaruh yang bermakna terhadap penurunan LJ (P>0,1). Meskipun demikian, tempol dosis 100 µmol/kg dan kontrol menyebabkan penurunan LJ yang semakin besar akibat pengulangan dosis. (Gambar 4).
5
10
Perubahan LJ (%)
5 Kontrol
0
Ekstrak 5 mg/kg Ekstrak 10 mg/kg
-5
Ekstrak 20 mg/kg Tempol 100 µmol/kg
-10 -15
Gambar 4.
1
2 Pemberian Dosis
3
Penurunan LJ oleh ekstrak tali putri pada hewan hipertensi
Pembahasan Penelitian ini dilakukan untuk menginvestigasi efek antihipertensi dari tumbuhan tali putri (Cassytha filiformis L.). Beberapa efek farmakologis sudah berhasil diungkap dari tumbuhan ini dimana beberapa di antaranya merupakan efek farmakologis yang berkaitan erat dengan fungsi kardiovaskular, yaitu vasorelaksan (Tsai et al., 2008); antiplatelet (Armenia, 2007); diuretik dan secara tradisional juga digunakan untuk mengatasi hipertensi (Chuakul et al., 2000). Dalam penelitian ini, pemberian kombinasi prednison dengan garam selama 14 hari menyebabkan peningkatan tekanan darah rata-rata menjadi 177,7±2,86 mmHg. Proses induksi hipertensi dengan metode yang sama oleh penelitian terdahulu menyebabkan peningkatan tekanan darah rata-rata menjadi 148±10,69 mmHg (Yuliandra et al., 2007); 170±4 mmHg (Gusmelia et al., 2011); dan 191 mmHg (Charissa et al., 2012). Hasil studi ini menunjukkan bahwa ekstrak bebas lemak dari tumbuhan tersebut
dapat menurunkan tekanan darah (TDS, TDD dan TAR) dan laju jantung (LJ) pada kedua kelompok hewan dan pada semua dosis yang diujikan. Penelitian terdahulu terhadap tali putri telah menunjukkan bahwa tumbuhan ini mempunyai beberapa efek farmakologis terhadap sistem kardiovaskular, terutama khasiatnya sebagai vasorelaksan yang berkaitan sangat erat dengan proses penurunan tekanan darah (Tsai et al., 2008). Berdasarkan kajian terhadap hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa ekstrak tali putri sebagai tumbuhan dengan kandungan antioksidan tinggi dapat menurunkan tekanan darah pada tikus hipertensi. Hal ini juga sesuai dengan penelitian terdahulu yang menyimpulkan bahwa terapi antioksidan dapat menurunkan tekanan darah (Vaziri et al., 2000; Kizhakekuttu & Widlansky, 2010). Hal ini meingindikasikan bahwa efek antihipertensi ekstrak tali putri sangat berkaitan erat dengan khasiat antioksidan dari tumbuhan tersebut, dimana respon penurunan tekanan darah
6
KESIMPULAN Ekstrak tali putri (Cassytha filiformis L.) mempunyai efek antihipertensi yang dapat menurunkan tekanan darah sistol, tekanan darah diastol, tekanan arteri rata-rata, dan laju jantung pada tikus hipertensi terkait stres oksidasi. Ekstrak tali putri pada dosis 5 mg/kg mempunyai potensi antihipertensi
yang tidak berbeda signifikan dengan pembanding tempol 100 µmol/kg (18 mg/kg). Efek antihipertensi dari ekstrak tali putri terjadi melalui mekanisme yang diduga berkaitan dengan aktivitas antioksidan dari tumbuhan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Armenia, A. S. Munavvar, N. A. Abdullah, and H. Arifin. 2004. The contribution of adrenoceptor subtype(s) in the renal vasculature of diabetic spontaneously hypertensive rats. Br J of Pharmacology. 142: 719-726. Armenia, Welmidayani, Y. Yuliandra, dan Rusdi. 2007. Daun tanaman akar mambu (Connarus grandis Jack.) sebagai obat antihipertensi: efektivitas ekstrak etanolnya pada tikus hipertensi 2K1C Goldblatt. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi. 12 (2): 100-107. Armenia. 2007. Efek ekstrak butanol tali putri sebagai antikoagulan pada mencit putih jantan. Padang: Universitas Andalas (Unpublished). Attia, D. M., A. M. Verhagen, and E. S. Stroes. 2001. Vitamin E alleviates renal injury, but not hypertension, during chronic nitric oxide synthase inhibition in rats. J Am Soc Nephrol. 12: 2585-2593. Babayi, H. M., Joseph, J. I. Udeme, J. A. Abalaka, J. I. Okogun, O. A. Salawu, D. D. Akumka, Adamu, S. S. Zarma, B. B. Adzu, S. S. Abdulmumuni, K. Ibrahim, B B. Elisha, S. S. Zakariys, U. S. Inyang. 2007. Effect of oral administration
of aqueous whole extract of Cassytha filiformis on haematograms and plasma biochemical parameters in rats. Journal of Medical Toxicology. 3 (4): 146-151. Biancardi, V. C., C.T. Bergamaschi, O. U. Lopes, and R. R. Campos. 2007. Sympathetic activation in rats with L-NAME-induced hypertension. Braz J Med Biol Res. 40: 401-408. Chabrashvili, T., A. Tojo, and M. L. Onozato. 2002. Expression and cellular localization of classic NADPH oxidase subunits in the spontaneously hypertensive rat kidney. Hypertension. 39: 269-274. Charissa, N., Armenia, dan A. Bakhtiar. 2012. Pengaruh gambir terstandardisasi terhadap tekanan darah, laju jantung dan volume urin tikus hipertensi. Skripsi Sarjana Farmasi, Universitas Andalas. Padang. Chuakul, W., P. Saralamp, and S. Prathanturarug. 2000. Thai herbal encyclopedia vol 2. Mahidol University, Bangkok: Amarin Printing and Publishing Public Company Limited. p 51(a), p 165(b), p 22(c), p 184 (d).
7
Gusmelia, R., Armenia, dan Rusdi. 2011. Hubungan efek penurunan tekanan darah dengan efek diuretic dari fraksi air daun tanaman akar mambu (Connarus grandis Jack.) terhadap tikus hipertensi. Skripsi Sarjana Farmasi, Universitas Andalas. Padang. Kizhakekuttu T. J. and Widlansky M. E. 2010. Natural Antioxidants and Hypertension: Promise and Challenges. Cardiovasc Ther. 28 (4): 20-32. Mancia, G., G. Grassi, and S. E. Kjeldsen. 2008. Manual of hypertension of the European Society of Hypertension. Informa Healthcare. London. Meng, S., G. W. Cason, A. W. Gannon, L. C. Racusen, and R. D. Manning. 2003. Oxidative Stress in Dahl SaltSensitive Hypertension. Hypertension. 41: 1346-1352 Mythili S., A. Sathiavelu, and T.B. Sridharan. 2011. Evaluation of antioxidant activity of Cassytha filiformis. IJABPT. 2 (2): 380-385. Prabha, P. S., U. N. Das, R. Koratkar, P. S. Sagar, dan G. Ramesh. 1990. Free radical generation, lipid peroxidation and essential fatty acids in uncontrolled essential hypertension. Prostaglandins Leukot Essent Fatty Acids. 41:2733. Sainani, G. S. and V. G. Maru. 2004. Role of endothelial cell dysfunction in
essential hypertension. JAPI. 52: 966-969. Tsai, T. H., Wang G. J., and Lin L. C. 2008. Vasorelaxing alkaloids and flavonoids from Cassytha filiformis. J Nat Prod. 71: 289-291. Vaziri, N. D., Ni Z., F. Oveisi, and D. L. Trnavsky-Hobbs. 2000. Effect of antioxidant therapy on blood pressure and no synthase expression in hypertensive rats. Hypertension. 36: 957-964. Vaziri, N. D., X. Q. Wang, F. Oveisi, and B. Rad. 2000. Induction of oxidative stress by glutathione depletion causes severe hypertension in normal rats. Hypertension. 36: 142-146. Vimal, K., B. J. Gogoi1, M. K. Meghvansi, L. Singh, R. B. Srivastava, and D. C. Deka. 2009. Determining the antioxidant activity of certain medicinal plants of Sonitpur, (Assam), India using DPPH assay. J Phytol. 1 (1): 49-56. Zhou, X. J., N. D. Vaziri, X. Q. Wang, F. G. Silva, and Z. Laszik. 2002. Nitric oxide synthase expression in hypertension induced by inhibition of glutathione synthase. JPET. 300: 762-767. Zou, A. P., N. Li, and A. W. Cowley Jr. 2001. Production and actions of superoxide in the renal medulla. Hypertension. 37: 547-553.
8
UJI TOKSISITAS SUBKRONIS EKSTRAK ETANOL DAUN TUMBUHAN SALA (Cynometra ramiflora Linn.) DENGAN PARAMETER KIMIA URIN DAN HISTOPATOLOGI ORGAN GINJAL PADA TIKUS GALUR WISTAR
Rizka Dwi Mulyani Program Studi Farmasi Stikes Medistra Lubuk Pakam ABSTRACT Sala plant (Cynometra ramiflora Linn.) is one of mangroves plants, which has several medical benefits such as antioxidants, antihiperglycemic and antiinflammatory. Subchronic toxicity test is used to determine the toxicity of a compound for 90 days. The purpose of this research is to evaluate the effect of the ethanol extract of Sala leaves towards chemical parameters of urine and renal histopathology. This study was an experimental research with Post Test Controlled Design Group, that aimed to evaluate the changes of rat after being treated with ethanol extract of Sala leave. The sample of this study consisted of 20 male rats were divided into 4 groups. The first group was a control group which was given CMC-Na (Sodium Carboxy Methyl Cellulose), second, third, and fourth groups were given ethanol extract of Sala leaves with dose of 500, 1000, and 1500 mg/ kgBW. Chemical parameters of urine and kidney histopathology of control and treatment groups were observed Urine chemical parameters were evaluated on morning urine on 0, 45, and 90 day using strips reagent and all dose of treatment for 90 days influenced on parameters of protein, glucose, ketones, bilirubin and urobilinogen level, but did not affect the pH and nitrite levels. Histopathological evalution showed that there was an inflammation on the rat kidney which were given ethanol extract of Sala leaves with 1000 and 1500 mg/ kgBW. Keywords : Cynometra ramiflora Linn., subchonic toxicity, chemical urin
9
PENDAHULUAN Indonesia memiliki tanaman obat Yang beragam. Jenis tanaman yang termasuk tanaman obat mencapai lebih dari 1000 jenis, salah satunya yaitu tumbuhan Sala (Sastroamidjojo, 1997). Sala (Cynometra ramiflora Linn.) merupakan salah satu tumbuhan laut (mangrove) (Tiwari et al., 2008). Sala memiliki beberapa manfaat antara lain dapat menginduksi reduksi dari kuinon, menghambat peroksidasi dari lemak, antioksi dan (Bunyapraphastara et al., 2003), antihiperglikemia (Tiwari et al., 2008; Saravanamuttu & saponin, tannin, gum, gula pereduksi, dan flavonoid (Khan et al., 2006 ; Siraj et al.,Sudarsanam, 2012), dan antiinflamasi (Siraj et al., 2013). Kandungan kimia Sala adalah 2013). Flavonoid, saponin, dan tannin dari Sala diduga memiliki aktivitas hipoglikemik. Saponin bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin (Bhushan et al., 2009). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan secara in vivo ekstrak etanol daun Sala 250 mg/kgBB memiliki potensi kuat menurunkan kadar gula darah yang signifikan pada tikus jantan albino galur wistar. Metode yang digunakan pada percobaan tersebut adalah pembebanan glukosa dengan gum acasia 0,1% sebagai kontrol (Tiwari et al., 2008). Penelitian lain yang dilakukan oleh Humairah (2014), menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun Sala dengan dosis 250, 500, 1000 mg/kgBB selama tujuh dan sepuluh hari menunjukkan aktivitas penurunan kadar glukosa yang bermakna (p<0,05) pada tikus yang diinduksi aloksan. Uji toksisitas merupakan salah satu uji yang digunakan untuk mengetahui keamanan suatu obat yang akan dijadikan produk obat. Uji toksisitas subkronik adalah uji yang digunakan untuk mengetahui toksisitas suatu senyawa yang dilakukan pada umumnya dalam jangka waktu 90 hari (Murtini et al., 2007). Uji toksisitas subkronis perlu dilakukan pada daun Sala, untuk mengetahui apakah senyawa yang terkandung di dalam daun memberikan
pengaruh toksik atau tidak terhadap parameter kimia urin dan histopatologi organ. Ginjal berperan dalam mengatur keseimbangan tubuh, mempertahankan cairan tubuh, dan mengatur pembuangan sisa metabolisme serta zat-zat yang bersifat toksik seperti urea, asam urat, amonia, kreatinin, garam anorganik, dan senyawa obat-obatan yang tidak diperlukan oleh tubuh (Campbel et al., 2003). Pemeriksaan kimia urin merupakan pemeriksaan urin dengan menggunakan reagen kimia. Urin merupakan hasil metabolism tubuh yang dikeluarkan melalui ginjal. Pemeriksaan urin meliputi dua jenis, yaitu pemeriksaan urin rutin dan lengkap. Pemeriksaan urin rutin merupakan pemeriksaan makroskopik dan kimia urin yang meliputi pemeriksaan protein dan glukosa. Pemeriksaan urin lengkap merupakan pemeriksaan urin rutin yang dilengkapi dengan pemeriksaan benda keton, urobilin, urobilinogen, dan nitrit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan ekstrak etanol daun Sala dalam jangka waktu 90 hari terhadap fungsi ginjal yang dapat diketahui melalui perameter kimia urin dan pemeriksaan histopatologi ginjal.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental Post Test Controlled Group Design, yaitu melihat adanya perubahan pada tikus setelah pemberian perlakuan. Parameter kimia urin dievaluasi dengan menggunakan reagen strip. Pengujian tersebut untuk mengetahui spektrum efek toksik dari ekstrak etanol daun Sala berdasarkan parameter kimia urin dan histopatologi ginjal yang melibatkan perlakuan dan kontrol. Variabel yang termasuk dalam penelitian adalah : a) Variabel bebas dalam penelitian ini seri dosis ekstrak etanol daun tumbuhan Sala. b) Variabel tergantung dalam penelitian ini data kimia urin pada tikus dan histopatologi ginjal pada tikus. c) Variabel terkendali dalam penelitian ini : 1. Variabel subjek penelitian 10
Subjek penelitian berupa tikus putih jantan dari galur yang sama dan umurnya 2-3 bulan dengan berat badan 200-300 g yang telah diaklimatisasi selama 1 minggu. 2. Variabel perawatan Jenis kualitas dan kuantitas makanan, minuman, temperature ruang, dan kelembaban setiap hewan diusahakan sama. A. Alat: Alat-alat gelas (Pyrex), kandang tikus, tempat minum tikus, timbangan tikus, jarum suntik, seperangkat alat bedah, reagen strip, dan metabolit cage. B. Bahan: Daun Sala, etanol 96%, hewan uji (tikus putih jantan galur wistar dengan berat badan 200-300 g), aquadest, dan CMC-Na (Carboxy Methyl Cellulose). C. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboraturium farmasi program studi farmasi STIKes Medistra Lubuk Pakam.
D. Jalannya Penelitian 1. Penyiapan Bahan Daun tumbuhan Sala diperoleh dari Keraton Kasunanan Surakarta, Jawa Tengah. Sortasi basah dilakukan terhadap daun yang diperoleh kemudian dikeringkan dengan cara dioven pada suhu 40°C selama 24 jam, lalu dihaluskan dengan blender dan diayak sampai diperoleh serbuk kering. 2.
Pembuatan Ekstrak Tumbuhan Sala
Etanol
Daun
Ekstraksi eatanol 96% daun tumbuhan Sala dibuat dengan metode maserasi. Maserasi dilakukan dengan merendam 2 kg
serbuk kering daun tumbuhan Sala dalam etanol 96% dimaserasi selama 24 jam. Maserat dipisahkan dengan cara disaring dan proses maserasi diulang 2 kali dengan jumlah dan pelarut yang sama. Setelah maserasi hasilnya dimasukkan kedalam cawan porselin lalu diletakkan di atas waterbath untuk diuapkan agar didapatkan ekstrak yang lebih kental. 3. Uji Perlakuan Percobaan dilakukan menggunakan 20 tikus putih jantan dengan galur wistar. Hewan coba diaklimatisasi dalam laboratorium hewan selama 1 minggu sebelum percobaan dengan kondisi laboratorium yang bersih. Tikus diberi makanan dan minuman seperti saat perlakuan selama masa aklimatisasi. Selama penelitian, dilakukan penimbangan dan pengukuran untuk asupan makanan dan minuman yang diberikan. Selain asupan makan dan minum dilihat juga perkembangan kenaikan berat badan yang terjadi selama perlakuan dengan cara melakukan penimbangan setiap minggu. Hal ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh ekstrak etanol daun Sala terhadap kenaikan berat badan tikus. Pembagian kelompok hewan coba terdiri dari satu kelompok kontrol (CMC- Na) dan tiga kelompok yang diberi perlakuan dengan tingkat dosis berbeda. Perlakuan dilakukan setiap hari selama 90 hari. Berdasarkan penetapan dosis ekstrak etanol daun Sala yang dilakukan oleh Humairah (2014). Satu kelompok terdiri dari lima tikus. 1)
Kelompok 1: sebagai kontrol negatif diberi 2,5 mL/200 kgBB larutan CMC 0,5% secara peroral (Irawati, 2014). 2) Kelompok II: diberi ekstrak etanol daun tumbuhan Sala dengan dosis 500 mg/kgBB secara peroral. 3) Kelompok III : diberi ekstrak etanol daun tumbuhan Sala dengan dosis 1000 mg/kgBB secara peroral. 4) Kelompok IV : diberi ekstrak etanol daun tumbuhan Sala dengan dosis 1500 mg/kgBB secara peroral.
11
4. Pemeriksaan Kimia Urin Untuk pemeriksaan kimia urin, urin ditampung pada hari ke 0, 45, dan 90 setiap pagi hari. 5. Histopatologi Organ Ginjal Histopatologi ginjal bertujuan untuk melihat efek toksik ekstrak etanol daun Sala terhadap ginjal selama penelitian. Tikus dimasukkan ke dalam wadah kedap udara yang telah diberi eter sampai mati pada hari ke-90. Setiap kelompok diambil tiga tikus untuk diambil tiga ginjal bagian kanan kemudian difiksasi dalam buffer formalin 10 % untuk dilakukan uji histopatologi. Pemeriksaan histopatologi dilakukan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penetapan Kimia Urin Urin merupakan hasil metabolisme tubuh yang dikeluarkan melalui ginjal. Pemeriksaan urin sebagai salah satu cara untuk menetapkan diagnosis berbagai penyakit. Metode pemeriksaan urin dilakukan dengan reagen strip untuk mengetahui dan mengukur (kualitatif) beberapa golongan senyawa dalam urin. Pengumpulan sampel urin perlu diperhatikan untuk kebersihan wadah penampung dan waktu pengambilan, karena akan mempengaruhi hasil. Urin yang digunakan merupakan urin yang dikumpulkan selama 24 jam, karena mempunyai susunan yang hampir sama dari susunan urin 24 jam berikutnya. Sampel urin yang diambil pada waktu tertentu dapat memberikan susunan urin yang berbeda. Analisis urin menggunakan reagen strip yang meliputi: a. pH Hasil pemeriksaan pH urin pada kelompok kontrol dan perlakuan hari
ke-0, 45, dan 90 menunjukkan hasil yang tidak normal. pH urin normal pada tikus 5-7 (Quesenberry & Carpenter, 2012). pH urin tergantung pada kebiasaan makanan juga tergantung pada keseimbangan metabolik setiap individu, penyakit serta obat-obatan. Hasil tidak normal disebabkan kondisi tikus yang mengalami kelaparan dan ketosis sehingga meningkatkan kebasaan urin. Urin yang bersifat basa terjadi pada kondisi tertentu seperti alkalosis dan adanya bakteri dalam urin yang menghasilkan amonia (Hukins, 2005). b. Protein Hasil pengukuran protein pada kelompok kontrol hari ke-0 terdapat 4 tikus yang nilainya normal, pada hari ke-45 terdapat 5 tikus yang nilainya normal, dan hari ke-90 terdapat 5 tikus yang nilainya normal. Pada kelompok perlakuan hari ke-0 terdapat 11 tikus yang nilainya tidak normal, sedangkan 4 tikus nilainya normal, pada hari ke-45 terdapat 6 tikus yang nilainya tidak normal dan 9 tikus nilainya normal, pada hari ke-90 menunjukkan hasil yang normal. Protein pada urin tikus secara normal < 30 mg/dL (300 g/L) (Harkness et al, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun Sala mempengaruhi nilai protein. Proteinuria merupakan kondisi ditemukannya protein di dalam urin. Proteinuria menjadi penanda adanya luka pada membran glomerulus sehingga lolosnya molekul protein ke dalam urin. Jumlah proteinuria dalam 24 jam digunakan sebagai indikator untuk menilai fungsi ginjal (Kee, 2007). c. Glukosa Hasil pemeriksaan glukosa tikus pada kelompok kontrol pada hari ke-0, 45 dan 90 menunjukkan hasil tidak normal, sedangkan pada kelompok perlakuan pada hari ke-0, 45 dan 90 menunjukkan hasil normal (negatif).
12
Glukosa secara normal tidak terdapat pada urin tikus (negatif) (Quesenberry & Carpenter, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun Sala mempengaruhi nilai glukosa dengan cara menurunkan nilai glukosa. Pemeriksaan glukosa umumnya dilakukan untuk menduga adanya penyakit diabetes. Pemeriksaan dapat dilakukan secara kimiawi atau enzimatis (Kee, 2007). Peningkatan kadar gula dalam darah kemungkinan bisa disebabkan adanya faktor yang menghambat kerja insulin (Sacher & Mc Pherson, 2004). d. Keton Hasil pemeriksaan keton pada tikus untuk kelompok kontrol hari ke-0 dan 45 menunjukkan tidak normal, sedangkan pada hari ke-90 terdapat 3 tikus tidak normal dan 2 tikus normal. Pada kelompok perlakuan hari ke-0 dan 45 menunjukkan normal, sedangkan pada hari ke-90 terdapat 7 tikus tidak normal dan 8 tikus normal. Keton secara normal tidak ditemukan pada urin tikus (negatif) (Quesenberry & Carpenter, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun Sala mempengaruhi nilai keton dengan cara menurunkan nilai keton terutama pada pemberian perlakuan dengan dosis 1500 mg/ kgBB. Hasil positif palsu bisa didapatkan jika urin mengandung bromsulphthalein, metabolit levodopa, dan pengawet 8-hidroksi-quinoline yang berlebihan. Metode yang paling lazim digunakan untuk mendeteksi senyawa keton dalam urin berdasar pada reaksi antara natrium nitroprusida dan asetoasetat dalam suasana basa, hasilnya senyawa akan berwarna merah muda keunguan (American Association of Diabetes Educators, 2007).
e. Bilirubin H a s i l pemeriksaan bilirubin pada tikus untuk kelompok kontrol pada hari ke-0 dan 45 menunjukkan tidak normal, sedangkan pada hari ke-90 menunjukkan normal. Pada kelompok perlakuan hari ke-0 dan 45 menunjukkan nilai tidak normal, sedangkan pada hari ke-90 menunjukkan normal. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun Sala mempengaruhi nilai bilirubin dengan cara menurunkan nilai bilirubin. Bilirubin secara normal tidak terdapat pada urin tikus (negatif) (Quesenberry & Carpenter, 2012). Terbentuknya bilirubin akibat adanya penguraian hemoglobin ditranspor menuju hati dan diekskresikan dalam bentuk empedu. Bilirubin ada dua, yaitu bilirubin terkonjugasi (direct) dan tidak terkonjugasi (indirect). Bilirubin yang ditranspor ke hati berupa bilirubin tidak terkonjugasi yang melekat pada albumin. Setelah berada di dalam hati ikatan bilirubin tidak terkonjugasi dilepas, kemudian berikatan dengan asam glukoronat dan membentuk bilirubin terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi larut dalam air sehingga bilirubin dapat muncul pada urin (Helms et al., 2006). Timbulnya bilirubin dalam urin mengindikasikan adanya gangguan hepar. Urin yang mengandung bilirubin yang tinggi tampak berwarna kuning pekat dan jika digoncang-goncangkan akan timbul busa (Mohammed et al., 2012). f. Urobilinogen Hasil pemeriksaan urobilinogen pada tikus untuk kelompok kontrol pada hari ke-0, 45, dan 90 menunjukkan tidak normal. Pada kelompok perlakuan hari ke-0 dan 45 menunjukkan tidak normal, sedangkan pada hari ke-90 terdapat
13
13 tikus tidak normal dan 7 tikus normal. Nilai normal urobilinogen urin <4 mg/ 24 jam (Wallach, 2006). Hal ini berarti pemberian ekstrak etanol daun Sala mempengaruhi nilai urobilinogen dengan cara menurunkan nilai urobilinogen. Urobilinogen dihasilkan dari bilirubin yang mengalami konjugasi di area duodenum dengan bantuan bakteri usus. Sebagian besar urobilinogen dikembalikan ke hati melewati aliran darah untuk selanjutnya diproses menjadi empedu dan 1% akan diekskresikan lewat ginjal berbentuk urin. Keadaan patologis yang terkait saat urobilinogen meningkat adalah destruksi hemoglobin berlebihan (Wahyono et al., 2007).
g. Nitrit Hasil pemeriksaan nitrit pada tikus untuk kelompok kontrol dan perlakuan pada hari ke-0, 45, dan 90 menunjukkan negatif. Nitrit secara normal tidak ditemukan pada urin tikus (negatif). Nitrit merupakan hasil metabolisme dari siklus nitrogen. Bentuk pertengahan dari nitrifikasi dan denitrifikasi. Di alam nitrat sudah diubah menjadi bentuk nitrit atau bentuk lainnya. Pada kondisi yang normal, baik nitrat maupun nitrit adalah komponen yang stabil, tetapi pada suhu tinggi tidak stabil (Parrot, 2002).
Tabel 1. Hasil penetapan kimia urin pada hari ke-0
14
Hasil parameter kimia urin yang dianalisis terdapat perbedaan antar pemeriksaan hari ke-0, 45 dan 90. Pemberian ekstrak etanol daun Sala selama 90 hari berpengaruh terhadap fungsi ginjal yang bisa dilihat dari parameter kimia urin. Parameter lain yang diamati dalam uji toksisitas subkronis yaitu pengaruh pemberian ekstrak etanol daun Sala terhadap perkembangan berat badan dari tikus, meliputi asupan makanan dan minuman. Selama proses uji berlangsung asupan makanan dan minuman perlu
diperhatikan. Perkembangan berat badan pada tikus selama 90 hari yang dipengaruhi oleh asupan makanan dan minuman dianalisis dengan menggunakan software SPSS 17 dengan metode One Way Anova. Hasil analisis tersebut menunjukkan hasil yang signifikan dengan nilai akhir p ≤ 0,05 yang berarti terdapat perbedaan pada kelompok yang diberi perlakuan dan tidak diberi perlakuan. Perbedaan berat badan pada tikus dapat mempengaruhi hasil yang didapatkan.
Tabel 3.Hasil penetapan kimia urin pada hari ke-90 Uji pH
K 8 (n=3) 9 (n=2)
D1 8 (n=5)
Protein
10(0,1) (n=2) 100(1) (n=3) 100(5,5) (n=2)
100(1) (n=3) 10(0,1)(n=2)
negatif (n=5)
negatif (n=5)
Glukosa
negatif (n=3)
negatif (n=5)
negatif (n=5)
negatif (n=5)
10(1) (n=1) 5(0,5) (n=2) negatif (n=2)
5(0,5) (n=1) negatif (n=4)
negatif
negatif
0,1(1,7) (n=2 1(17) (n=2) negatif (n=1)
1(17) (n=3) negatif (n=2)
Keton
Bilirubin Urobilinogen
Nitrit
negatif
D2 8 (n=1) 9 (n=4)
5(0,5) (n=2) negatif (n=3) negatif 0,1(1,7) (n=1) negatif (n=4)
negatif
negatif
D3 9 (n=5)
5(0,5) (n=4) negatif (n=1)
negatif 1(17) (n=4) 0,1(1,7) (n=1)
negatif
D2 : Dosis 2 1000 mg/kgBB
Keterangan: K : Kontrol 2,5 mL/200 kgBB D1 : Dosis 1 500 mg/kgBB
D3 : Dosis 3 1500 mg/kgBB
15
2. Hasil Histopatologi Ginjal
dipengaruhi oleh kepekaan suatu organ, juga tingginya kadar senyawa atau metabolitnya di organ sasaran. Hasil ini selain bergantung pada dosis yang diberikan juga pada derajat absorbsi, distribusi, pengikatan, dan ekskresi (Schnellmann, 2008).
Pada akhir pengujian hewan uji dikorbankan dan diperiksa histopatologi ginjal, pemeriksaan ini akan menghasilkan informasi toksisitas senyawa uji dalam kaitannya dengan efek pada organ sasaran. Toksikan tidak mempengaruhi semua organ secara merata karena
Tabel 2.Hasil penetapan kimia urin pada hari ke-45 Uji pH
8 (n=4) 9 (n=1)
D1 8 (n=2) 9 (n=3)
D2 9 (n=5)
D3 9 (n=5)
Protein
10(0,1) (n=1) 300(0,3) (n=1) 100(1) (n=3)
100(1) (n=4) 300(3) (n=1)
100(1) (n=3) 300(3) (n=1) 1000(10) (n=1)
1000(10) (n=5)
Glukosa
100(5,5) (n=5)
negatif (n=4) 100(5,5) (1)
negatif (n=5)
negatif (n=5)
Keton
5(0,5) (n=4) 10(1) (n=1)
10(1) (n=3) 5(0,5) (n=2)
5(0,5) (n=3) negatif (n=2)
5(0,5) (n=3) 10(1) (n=2)
Bilirubin
0,5(9) (n=4) 1,0(17) (n=1
0,5(9) (n=4) 1,0(17) (n=1)
0,5(9) (n=4) negatif 1
0,5(9) (n=4) 1,0(17) (n=1)
Urobilinogen
0,1(1,7) (n=1) 1(17) (n=3) 4(70) (n=1)
0,1(1,7) (n=1) 1(17) (n=3) 4(70) (n=1)
0,1(1,7) (n=2) 1(17) (n=3)
1(17) (n=4) negatif (n=1)
Nitrit
negatif
negatif
negatif
negatif
16
Senyawa uji yang diberikan secara oral diabsorbsi di saluran cerna. Setelah senyawa tersebut diserap dan memasuki darah maka akan didistribusikan dengan cepat ke seluruh tubuh. Kadar dalam organ tergantung mudah atau tidaknya senyawa melewati dinding kapiler dan membran sel, serta afinitas komponen organ terhadap senyawa tersebut. memiliki kapasitas yang lebih tinggi untuk mengikat senyawa asing (Murtini, 2007).Ginjal Pada pemeriksaan histopatologi untuk mengetahui hubungan
antara gejala yang terjadi dengan struktur organ yang mengalami paparan senyawa uji. Pada percobaan ini organ yang diperiksa secara histopatologi yaitu ginjal. Ginjal merupakan organ sasaran utama dari efek toksik selain hati. Urin digunakan untuk pemeriksaan fungsi ginjal dan fungsi hati. Perubahan histopatologi ginjal yang diamati adalah terjadinya peradangan. Pemeriksaan histopatologi ginjal dapat mengungkapkan tempat, luas dan sifat morfologik lesi ginjal (Guyton & Hall, 2008).
A
B
C Gambar 1. Histopatologi organ ginjal. (A) Dosis 1500 mg/kgBB ; (B) Dosis 1000 mg/kgBB ; (C) Kontrol Keterangan: P : peradangan, perbesaran gambar 400x Tabel 4. Hasil pemeriksaan histopatologi Kelompok Hasil Pemeriksaan TTP D1 TTP D2 TP D3 TP Keterangan: TTP: Tidak terjadi peradangan
K : Kontrol 2,5 mL/200 kgBB mg/kgBB D1 : Dosis 1 500 mg/kgBB
TP : Terjadi peradangan
D2 : Dosis 2 1000 D3 : Dosis 3 1500 mg/kgBB
Peradangan merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cidera atau kerusakan yang berfungsi menghancurkan, mengurangi atau mengurung agen pencedera maupun jaringan yang cedera (Guyton & Hall,
2008). Hasil pemeriksaan histopatologi antara kelompok kontrol dan diberi perlakuan menunjukkan adanya perbedaan. Pada kelompok kontrol dengan dosis 2,5 mL/ 200 kgBB menunjukkan tidak terjadi peradangan terhadap ginjal (gambar c).
17
Pemberian perlakuan dengan dosis 500 mg/kgBB menunjukkan tidak adanya peradangan pada ginjal. Gambar a dan b menunjukkan ginjal mengalami peradangan. Peradangan tersebut diakibatkan pemberian ekstrak etanol daun Sala dengan dosis 1000 mg/kgBB (gambar b) dan 1500 mg/kgBB (gambar a). Ginjal yang sehat ditandai dengan memiliki fungsi yang baik, ukurannya normal dan protein yang dikeluarkan melalui urin lebih rendah (Argalawa, 2005). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pemberian ekstrak etanol daun Sala pada tikus untuk kelompok kontrol dan perlakuan selama 90 hari memberikan pengaruh pada parameter protein, glukosa, keton, bilirubin, urobilinogen terhadap fungsi ginjal, namun tidak mempengaruhi pH dan nitrit. 2. Pemeriksaan histopatologi organ ginjal setelah pemberian ekstrak etanol daun Sala selama 90 hari memberikan pengaruh terhadap ginjal. Hasil pemeriksaan menunjukkan terjadi suatu peradangan pada daerah sekitar pembuluh darah, terdapat pada tikus dengan pemberian dosis 1000 mg/kgBB dan dosis 1500 mg/kgBB.
Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang hematologi terhadap penggunaan ekstrak etanol daun Sala untuk mengetahui kelainan dari kuantitas dan kualitas sel darah merah, sel darah putih dan trombosit. 2. Perlu dilakukan pemeriksaan histopatologi untuk organ lain terhadap pemberian ekstrak etanol daun Sala.
DAFTAR PUSTAKA Argalawa, G.C., 2005, Short Texbook of Physiology. Academa. Newkarta. American Association of Diabetes Educators, 2007, Ketones Testing, American Association of Diabetes Educators :1-8 A m e r i c a n Kidney Found, 2009, “Facts About Kidney Disease” [online], (http://www.kindeyfound.org, diakses tanggal 14 Maret 2014). Backer, C.A., & Vander, B.B., 1965, of Java (Spermatophytes Only), N.V.P.Noordhoff-Groningen, The Netherlans. Bunyapraphatsara, N., Jutiviboonsuk, A., Sornlek, P., Therathanathorn, W., Aksornkaew, S., Fong, H.H.S., 2003, Pharmacological studies of plants in mangrove forest, Thai Journal of Phytopharmacy, 10(2) Campbell, N.A., J.B. Reece & L. G Mitchell., 2003, Edisi ke-5, jilid 3, Erlangga, Jakarta. Donatus, I.A., 2001, Toksikologi Dasar, Yogyakarta, Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, 36. Guyton, A.C., & Hall, J.E., 2008, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi II, Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 325-343. Harkness, J. E., Turner, P. V., Wounde, S.V., & Wheler, C.L., 2010, Biology and Medicine of Rabbits and Rodent, Fifth Edition, United States of America, WileyBlackwell Helms, A., Quan, J., Herfindal, T., Gourley, R., Zeind, S., Hudson, Q., et al, 2006, th Drug and Disease Management 8 , United States of America, Lippincot Williams & Wilkins Hukins,
D.W.L.,
2005,
Preventing
18
Encrustation in Indwelling Urethral Chatheters, Medical Device Technologi, 25- 7 Humairah, 2014, Efek Pemberian Ekstrak Etanol Daun Tumbuhan Sala (Cynometra ramiflora Linn.) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Tikus Jantan Galur Wistar yang Diinduksi Aloksan, Naskah Publikasi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. H o d g s o n , E., 2010, A Text book of modern th toxicology 4 edition, A John wiley, North California, 65. Irawati, E., 2014, Efek Hepatoprotetekstif Estrak Daun Kemuning (Rhodomyrtus tomentosa [Aiton] Hassk.) Terhadap Hepatotosisitas Yang Diinduksi Parasetamol, Naskah Publikasi, Universitas TanjungPura; Pontianak
Shingra (Cynometra rumiflora Linn, Family : Leguminoseae) bark based on its traditional uses, Departement of Pharmacy Southem University. Lu, F.C., 2009, Basic Toxicology : Fundamentals, Target Organs, and Risk Assesment 5th edition, Informa Healtcare USA, New York : Informa Healtcare USA, Inc., 85. Mohammed, F., Dinna, J.M., Rasha, K.M., 2012, Detection The Ratio of Bilirubin in Human Body Using Laser Technology, International Journal of Modern Engineering Research (IJMER), Vol 2 Murtini, J.T., Priyanto, N., & Siregar, S.T., 2007, Toksisitas Subkronik Alginat pada Histopatologi Hati, Ginjal dan Lambung Mencit, Jurnal Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Vol.5, No 2.
Katzung, B.G., 2002, Farmakologi Dasar dan Klinik (Basic &Pharmacology), diterjemahkan oleh Sjabana, D.,(Eds)., Edisi 8. Penerbit Salemba Medika: Jakarta.
Orisakwe, O.E., Onyenmechi, J.A., Mary, A.C., Ejeatuluchukwu, O., & Chudi E.D., 2003, Subchronic Toxicity Studies of the Aqueous Extract of Boerhavia diffusa Leaves, Journal of Healty Science, 49
Kavlekar, D.P., Chandra, M.D., Untawale, A.G., & Kulkami, V., 1998, CDROM on Mangroves of Indian [NIO’S Database on Marine life of India (NIODMLI)] [CDROM] Bioinformatics Center, National Institute of Oceanography, Dona Paula, GOA 403 004, Indian Module 3 Ver 1.0.
Parrot, K., Woodard J., Ross B., Household Water Quality, 2002, “Nitrates in Household Water”, Virginia polytechnic institute and state university, Virginia State University from: info.ag.uidaho.edu/pdf/CIS/CIS1099.pdf. Access on: Juni, 2014.
Kee, J.L.F., 2007, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik. Edisi 6. Jakarta : EGC.
Quesenberry, K.E. & Carpenter, J. W., 2012, Ferrets, Rabbits, and Rodents: Clinical Medicine and Surgery, Third Edition, United States of America, Elsevier saunders
Kenneth, I.M., 2001, Clinical Laboratory Medicine. China: McClatchy. Khan, M.A.A., Prasanta, P., & Mohammed, T.I., 2006, Phytochemical and Pharmacological Screening of
Saravanamuttu, S., & D. Sudarsanam, 2012, “Antidiabetic Plants and Their Active Ingredients: a review”. IJPSR, Vol. 3(10): 3639-3650. Sastroamidjojo, S., 1997, Obat Asli 19
Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta, Hal 182183. Schnellmann, R., 2008, Toxic Respons of the th Kidney 7 ed. C. & D. Klaassen C.D, ed., New York: Mc. Graw Hill. Siraj, M.D., Afjalus, Malik, S., Emrul, H., Sanjana, S., 2013, Evaluation Of Neuropharmacological, Antibakterial, and Antinociceptive Activity Of Methanolic Extract The Bark Of Cynometra ramiflora Linn. (Leguminosae), International Journal Of Research In Ayurveda & Pharmacy. Sherwood, L., 2001, Fisiologi Manusia dari sel ke sistem, Terjemahan dari Human Physiology : from cells to system, Alih Bahas : Braham U. Pendit, Jakarta, Penerbit buku kedokteran EGC, 568-570 Syaifudin, 2 0 1 2 , Anatomi Fisiologi Edisi 4, 446-453, Jakarta, Buku Kedokteran EGC, 446-453. Tiwari, P., R a h u j a N., Kumar, R., Lakshmi, V., Srivastava, M.N, Agarwal, S.C, Raghubir, R & Srivastava, A.K., 2008, Search For Antihyperglycemic Activity in Few Marine Flora and Fauna. Indian Journal of Science and Technology. 1 (5), p.1-5. Wahyono, J., Hakim, A.R, Nugroho, A.E., 2007, Profil Farmakokinetika Sulfasetamid pada Tikus Gagal Ginjal Karena Diinduksi Uranil Nitrat. Majalah Farmasi Indonesia, 18(3), 117 – 123. Wallach, J.B., 2006, Interpretation of th Diagnostic Tests 8 ed., Lippincot: Walter Kluwer. WHO, 1993, Research Guidelines for Evaluation the Safety and Efficacy of Herbal Medicinal. Manila.
20
EFEK ANTIDIARE EKSTRAK DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L.) TERHADAP MENCIT JANTAN YANG DIINDUKSI BAKTERI Salmonella Thypimurium Fahma Syufyani Program Studi Farmasi Stikes Medistra Lubuk Pakam
ABSTRACT Diarrhea is infectious intestinal disease a public health problem in developing countries. Treatment using chemical drugs can cause side effects. Herbal alternative medicine needs to be done. Beluntas leaf is plant that is used as a medicine for diarrhea, the active compounds were identified, namely phenols, tannins, alkaloids, steroids and essential oils, as well as having antibacterial cause diarrhea. The purpose of research to determine the effectiveness of beluntas leaf extract as an antidiarrheal. Starting with the manufacture of the extract using a nested design. Followed by in vivo observations using CRD with 6 treatment groups. Diarrhea induced by Salmonella typhimurium, with loperamide drug control treatment administered orally. Observation data showed levels of tannins, total phenols and yield of 80329.58 ppm, 5104.08 ppm, and 12.89%. The results showed Extract beluntas antidiarrheal effects doses of 150 and 300 mg/kg, dose of 600 mg/kg bw provide comparable effects with loperamide. Keywords: Antidiarrheal, Leaf extracts beluntas, Salmonella typhimurium
21
PENDAHULUAN Diare merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi di Indonesia, dengan kejadian penyakit 400 per 1000 penduduk. Diare adalah buang air besar dengan feses yang tidak berbentuk atau cair dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam [1]. Diare dapat disebabkan oleh bakteri yang mengkontaminasi makanan dan minuman atau oleh racun yang dihasilkan oleh bakteri-bakteri tersebut yang berhubungan erat dengan sanitasi dan higienis individu maupun masyarakat, juga dapat disebabkan oleh kelainan psikosomatik, alergi terhadap makanan atau obat-obatan tertentu, kelainan pada sistem endokrin dan metabolisme, kekurangan vitamin. Diare yang hebat dapat menyebabkan dehidrasi karena tubuh kekurangan cairan, kekurangan kalium, dan elektrolit dalam jumlah yang banyak. Dehidrasi berat akan menimbulkan kelemahan, shock bahkan kematian terutama pada anak-anak dan bayi [2]. Pengobatan dalam menanggulangi diare perlu diperhatikan terjadinya dehidrasi pada penderita, sehingga diperlukan pengganti cairan [3]. Pengobatan diare dapat menggunakan obat-obat kimia seperti loperamid, akan tetapi dapat menimbulkan efek samping seperti nyeri abdominal, mual, muntah, mulut kering, mengantuk, dan pusing. Adanya efek samping tersebut menyebabkan masyarakat lebih memilih tanaman obat berkhasiat sebagai alternatif pengobatan. Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai obat tradisional adalah daun beluntas (Pluchea indica L). Golongan senyawa aktif yang teridentifikasi dalam daun beluntas antara lain fenol hidrokuinon, tanin, alkaloid, steroid dan minyak atsiri [4]. Senyawa tanin bersifat sebagai astringent, mekanisme tanin sebagai astringen adalah dengan menciutkan permukaan usus atau zat
yang bersifat proteksi terhadap mukosa usus dan dapat menggumpalkan protein. Oleh Karena itu senyawa tanin dapat membantu menghentikan diare [5]. Daun beluntas juga mempunyai aktivitas farmakologi daya antiseptik terhadap bakteri penyebab diare yaitu Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Salmonella typhimurium [6]. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa daun beluntas diduga dapat berperan sebagai antidiare. Pada penelitian ini dilakukan ekstraksi daun beluntas dengan menggunakan metode ekstraksi yang berbeda yaitu maserasi dengan pelarut etanol dan infusa dengan pelarut air. Hal ini, bertujuan untuk mengetahui pelarut yang sesuai untuk mengekstrak senyawa fitokimia khususnya tanin yang terdapat pada daun beluntas agar didapatkan hasil yang optimal. Pengujian efek antidiare dilakukan secara in vivo pada mencit jantan yang diinduksi bakteri Salmonella typhimurium. Pembuatan ekstrak daun beluntas sebagai antidiare diharapkan mampu memberikan alternatif pengobatan diare secara alami dan tanpa efek samping bagi semua usia serta dapat mengangkat potensi daun beluntas sebagai obat herbal yang ekonomis METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam pembuatan ekstrak adalah daun beluntas yang didapat dari daerah Dieng Malang, akuades dan etanol 96% teknis. Bahan yang digunakan dalam analisis ekstrak adalah akuades, kertas saring, folin ciocalteu, sodium carbonate, asam galat, FeCl3, K3Fe(CN6). Bahan yang digunakan dalam uji antidiare secara in vivo yaitu mencit jantan dengan berat badan 25-30 gram, CMC 1%, obat diare (tablet lopamid®), bakteri Salmonella typhimurium, dan pakan susu pap. Alat yang digunakan dalam pembuatan ekstrak yaitu timbangan analitik, blender, spatula, rotary evaporator,
22
gelas ukur, beaker glass, corong, kertas saring, alumunium foil, panci, kompor listrik dan termometer. Alat yang digunakan dalam analisis yaitu timbangan analitik, gelas arloji, pipet ukur, gelas ukur, labu ukur, bola hisap, kertas saring halus, spektrofotometer, vortex, colour reader, oven vacuum, desikator, tabung reaksi, sentrifuge, kompor listrik. Alat yang digunakan dalam uji antidiare secara in vivo yaitu kertas saring, jarum sonde mencit, jarum suntik skala 1 ml (One med). Metode penelitian di bagi menjadi 2 tahap. Tahap pertama yaitu proses ekstraksi daun beluntas menggunakan Rancangan Tersarang (Nested Design) yang terdiri dari dua faktor. Faktor 1 adalah metode ekstraksi yang terdiri dari 2 level yaitu maserasi dan infusa. Faktor 2 adalah rasio bahan dengan pelarut yang terdiri dari 3 level yaitu 1:5 (b/v), 1:7.5 (b/v) 1:10 (b/v). Masing-masing diulang sebanyak 3 kali ulangan. Tahap kedua yaitu penelitian in vivo menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 1 faktor yang terdiri dari 6 kelompok, masing-masing kelompok terdapat 4 ekor mencit. Kelompok 1 (K-) mencit normal tidak mengalami diare, kelompok 2 (K+) diare tanpa perlakuan, kelompok 3 (kontrol obat) diare dengan perlakuan obat loperamid, kelompok 4 diare dengan perlakuan dosis 150 mg/kg bb, kelompok 5 diare dengan perlakuan dosis 300 mg/kg bb, dan kelompok 6 diare dengan perlakuan dosis 600 mg/kg bb. Tahapan Penelitian Proses ekstraksi diawali dengan pencucian daun beluntas. Dikengeringan dengan pengering kabinet suhu 60 0C selama ± 2 jam. Penghalusan dengan blender kering sampai menjadi serbuk. Proses ekstraksi dengan 2 metode, metode maserasi dengan pelarut etanol yaitu direndam pada suhu 27 0C selama 3 x 24 jam, metode infusa dengan pelarut air yaitu direbus pada suhu 80-90 0 C selama 15 menit. Penyaringan dengan
menggunakan kertas saring halus. Penguapan pelarut dengan menggunakan rotary evaporator suhu 40 0C. Pada pelarut etanol menggunakan tekanan 175 mBar, pada pelarut air menggunakan tekanan 73 mBar. Masing-masing diuapkan selama ± 30 menit. Tahapan penelitian in vivo yaitu mencit diadaptasi lingkungan selama 1 minggu. Mencit dipuasakan selama 60 menit sebelum penelitian, lalu dikelompokkan menjadi 6 kelompok masing-masing 4 ekor mencit Semua mencit di berikan Salmonella typhimurium dosis 108 cfu/ml secara oral sebanyak 0.4 ml/ekor mencit, kecuali kontrol negatif. 30 menit setelah pemberian Salmonella typhimurium, masing-masing kelompok diberi perlakuan, yaitu kelompok 1 diberikan akuades sebanyak 0.4 ml sebagai kontrol positif. Kelompok 2 diberikan Salmonella typhimurium dosis 108 cfu/ml sebanyak 0.4 ml sebagai kontrol positif. Kelompok 3 diberikan Salmonella typhimurium dosis 108 cfu/ml dan loperamid HCl 0.0102 mg/kg bb masing-masing sebanyak 0.4 ml sebagai control obat. Kelompok 4, 5, dan 6 diberikan dosis 1, 2, dan 3 yaitu 150 mg/kg bb, 300 mg/kg bb, 600 mg/kg bb masing-masing sebanyak 0.4 ml, semua perlakuan diberikan secara oral. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis statistik dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) kemudian dilakukan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) taraf 5%. Uji antidiare menggunakan One Way Anova SPSS Versi 17.0. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Baku Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah daun beluntas yang dikeringkan kemudian digiling sampai menjadi bubuk. Analisis yang dilakukan terhadap bahan baku antara lain kadar tanin dan total fenol. Analisis rendemen dilakukan pada daun beluntas
23
yang masing basah. Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa kadar tanin bubuk daun beluntas sebagai bahan baku yaitu sebesar 20180.04. Total fenol bubuk daun beluntas sebagai bahan baku yaitu sebesar 2124.48 ppm GAE, senyawa fenol merupakan kelompok senyawa kimia yang ditemukan sangat luas pada tanaman. Tinggi rendahnya total fenol pada bahan baku dapat dipengaruhi oleh tingkat umur daun, kondisi tanah, dan pengaruh lingkungan baik secara fisik, biologi maupun kimiawi. Rendemen bubuk daun beluntas sebesar 26.47% rendemen bubuk daun beluntas diperoleh dari perbandingan berat bubuk daun beluntas dengan berat daun beluntas segar. Selama proses pengeringan sampai dengan penyerbukan terjadi penurunan berat daun beluntas. Penurunan berat dikarenakan adanya proses pengeringan yang dapat menghilangkan sebagian air yang terdapat dalam daun beluntas. Parameter
Hasil Analisis
Tanin
20180.04 ppm
Fenol
2124.48 ppm GAE
Rendemen
26.47 %
Analisis Ekstrak Daun Beluntas 1. Kadar Tanin Tanin merupakan senyawa golongan polifenol yang bersifat polar. Metode uji kuantitatif tanin menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 620 nm [7]. Tabel 2 dapat diketahui bahwa kadar tanin ekstrak daun beluntas pada perlakuan metode maserasi dan infusa semakin meningkat dengan meningkatnya rasio pelarut yang digunakan. Kadar tanin tertinggi menggunakan metode maserasi dan metode infusa dengan rasio bahan dengan pelarut 1:10 (b/v). Pelarut polar
hanya akan melarutkan solut yang polar dan pelarut non polar akan melarutkan solut yang non polar atau disebut like dissove like [8]. Semua jenis tanin dapat larut dalam air, kelarutannya akan bertambah besar apabila dilarutkan dalam air panas. Begitu juga tanin akan larut dalam pelarut organik, seperti metanol, etanol, aseton dan pelarut organik lainnya. Rerata kadar tanin ekstrak daun beluntas metode maserasi lebih besar daripada metode infusa diduga karena pada metode infusa menggunakan pelarut air dan pada metode maserasi menggunakan pelarut etanol, massa dan tingkat kepolaran dari dua pelarut tersebut berbeda. Tanin mempunyai kelarutan dalam air yang lebih kecil dari etanol, kelarutan tanin dalam air 0.65 gram per 1 mL (suhu 70 0 C), pada temperatur yang sama kelarutan tanin dalam etanol 0.82 gram per 1 mL [9]. 2. Total Fenol Senyawa fenol adalah kelompok metabolit sekunder yang ditemukan dalam jaringan tanaman. Pengukuran total fenol menggunakan metode pewarnaan dengan reagen Folin Ciocalteu yang didasarkan pada kekuatan reduksi gugus hidroksil aromatik dengan komplek fosfomolibdat dari reagen Folin Ciocalteu [10]. Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa total fenol ekstrak daun beluntas pada perlakuan metode maserasi dan infusa semakin meningkat dengan meningkatnya rasio pelarut yang digunakan. Total fenol tertinggi pada ekstrak daun beluntas menggunakan metode maserasi dan metode infusa dengan rasio bahan dengan pelarut 1:10 (b/v). Rerata total fenol ekstrak daun beluntas dengan metode maserasi lebih besar daripada metode infusa karena pada metode maserasi menggunakan pelarut etanol dan pada metode infusa menggunakan pelarut air. Pada proses ekstraksi infusa dilakukan dengan proses 24
pemanasan yang mana suhu sangat berpengaruh terhadap senyawa fenol. Total fenol menurun seiring lamanya waktu pemanasan meskipun dengan suhu yang lebih rendah [11].
Tabel 4 menunjukkan bahwa kecenderungan nilai rendemen ekstrak daun beluntas pada perlakuan metode maserasi dan infusa semakin meningkat dengan meningkatnya rasio pelarut. Tabel 3. Rerata Pengaruh Nilai rendemen tertinggi pada ekstrak Perlakuan Metode Ekstraksi Serta Rasio Bahan dengan Pelarut Terhadap daun beluntas menggunakan metode Total Fenol Ekstrak Daun Beluntas maserasi dan metode infusa dengan rasio bahan dan pelarut 1:10 (b/v). Semakin tinggi rasio pelarut dalam ekstraksi Rasio Bahan maka akan memiliki yield yang makin dengan Jenis Total Fenol banyak. Tepung (ppm GAE) BNT 5% Hal ini disebabkan karena kontak antara matriks bahan dan pelarut Pelarut (b/v) akan lebih besar ketika volume pelarut 1:5 4717.90 ± 40.41 a 4899.02 ± 18.58 yang lebih besar digunakan, sehingga memudahkan pelarut untuk melakukan Maserasi 1:7.5 b 64.72 penetrasi kedalam sel matriks bahan dan 1:10 5104.08 ± 18.39 c melarutkan senyawa target [13]. 1:5 3135.65 ± 37.15 a 3306.50 ± 12.52 Rendemen hasil ekstraksi akan terus meningkat hingga larutan menjadi jenuh. Infusa 1:7.5 b 64.72 Rasio bahan dengan pelarut 1:10 (b/v) 3541.86 ± 63.91 c 1:10 adalah rasio yang optimal, sedangkan Keterangan: Angka didampingi huruf pada rasio bahan dengan pelarut 1:5 yang tidak sama menunjukkan berbeda (b/v) yang memiliki volume pelarut nyata (α=0.05) yang lebih sedikit menyebabkan kontak Rendemen ekstrak dihitung dengan antara bahan dengan pelarut belum membagi berat (gram) ekstrak yang maksimal sehingga rendemen yang diperoleh dengan berat (gram) bahan dihasilkan lebih rendah. Rerata kering yang di ekstrak dikalikan 100% rendemen ekstrak daun beluntas dengan [12]. metode infusa lebih besar daripada metode maserasi karena pada metode Tabel 4. Rerata Pengaruh infusa menggunakan pelarut air dan Perlakuan Metode Ekstraksi Serta pada metode maserasi menggunakan Rasio Bahan dengan Pelarut pelarut etanol. Terhadap Rendemen Ekstrak Daun Beluntas Pemilihan Perlakuan Terbaik Pemilihan perlakuan terbaik Rasio Bahan dengan parameter ditentukan melalui multiple Jenis Tepung Rendemen attribute [14]. Hasil perlakuan terbaik (%) BNT 5% Pelarut (b/v) adalah pada perlakuan metode ekstraksi maserasi menggunakan pelarut etanol 1:5 7.56 ± 0.30 a dengan rasio bahan pelarut 1:10 (b/v). Maser Perlakuan terbaik analisis kadar tanin asi 1:7.5 9.21 ± 0.20 b 0.69 sebesar 800329.58 ppm, total fenol 12.19 ± 0.20 c 1:10 sebesar 5104.08 ppm GAE, dan 1:5 14.18 ± 0.61a rendemen sebesar 12.89%. Infusa 1:7.5 16.05 ± 0.26 b 0.69 18.55 ± 0.52 c 1:10
25
Uji Antibakteri Uji antibakteri dilakukan untuk mengetahui penghambatan terhadap bakteri patogen, bakteri patogen yang digunakan adalah Salmonella typhimurium. Metode yang digunakan dalam uji antibakteri ekstrak daun beluntas ini adalah metode difusi cakram. Pengujian aktivitas antibakteri dikatakan positif bila di sekitar kertas cakram terdapat zona bening yang bebas dari pertumbuhan bakteri. Uji antibakteri dilakukan pada ekstrak dari hasil pemilihan perlakuan terbaik dengan multiple attribute. Tabel 5. Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Salmonella typhimurium Daun Beluntas Perlakuan (mm) Kontrol (-) Kontrol (+) Amoxilin 1% 13.15 Ekstrak 5 % 6.85 Ekstrak 10 % 7.55 Ekstrak 15 % 9.45
Dari Tabel 5 menunjukkan bahwa semua konsentrasi menunjukkan diameter zona bening yang berbeda. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak, maka memiliki zona bening yang paling lebar. Diameter zona hambat ekstrak menunjukkan aktivitas antibakteri ekstrak daun beluntas pada masingmasing konsentrasi. Kontrol positif memiliki diameter zona hambat terbesar yaitu 13.15 mm, karena amoxilin merupakan antibiotik yang efektif untuk berbagai jenis infeksi. Hasil dari pengujian didapatkan bahwa ekstrak daun beluntas dapat menghambat pertumbuhan Salmonella typhimurium. Terbentuknya zona hambat ini dikarenakan adanya zat antibakteri dalam ekstrak. Daun beluntas secara signifikan dapat menghambat pertumbuhan Salmonella typhi secara in
vitro [15]. Senyawa antibakteri yang berperan sebagai antibakteri adalah tanin, efek tanin sebagai antibakteri disebabkan oleh kemampuan tanin untuk mengaktifkan enzim adhesion, enzim dan protein transport cell envelope. Tanin juga membentuk kompleks polisakarida yang dapat merusak dinding sel. bakteri. Sebagai akibatnya, metabolisme bakteri terganggu dan menyebabkan kematian bakteri [16]. Efek menghambat pertumbuhan bakteri dari ekstrak daun beluntas diduga juga berkaitan dengan senyawa fenol yang dikandungnya. Golongan fenol mampu merusak membran sel, menginaktifkan enzim dan mendenaturasi protein sehingga dinding sel mengalami kerusakan karena penurunan permeabilitas. Perubahan permeabilitas membran sitoplasma memungkinkan terganggunya transportasi ion-ion organik yang penting ke dalam sel sehingga berakibat terhambatnya pertumbuhan bahkan hingga kematian sel [17]. Pengujian Efek Antidiare Secara In vivo Pengamatan in vivo dimulai dengan melihat saat mulai terjadinya diare dengan melihat konsistensi feses mencit yang berlendir/berair berwarna kuning. Masing-masing kelompok diinduksi bakteri Salmonella typhimurium. Saat mulai terjadinya diare pada masing-masing kelompok perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 menunjukkan pengaruh dari bakteri Salmonella typhimurium terhadap respon diare pada mencit. Setiap mencit memiliki waktu diare yang berbeda yaitu sekitar 81.25-87.5 menit. Diduga karena masing-masing mencit masih memiliki cadangan makanan di dalam tubuh yang berbeda-beda, serta memiliki sistem imun yang berbeda. Kelompok kontrol negatif berbeda nyata dengan kelompok lainnya yang diinduksi Salmonella typhimurium. Sedangkan 26
kontrol positif, kontrol obat dan perlakuan dosis menunjukkan tidak berbeda nyata karena semua perlakuan tersebut dilakukan induksi Salmonella typhimurium. Induksi bakteri Salmonella typhimurium mengakibatkan mencit menjadi diare, karena Salmonella typhimurium merupakan bakteri patogen penyebab gastroentritis yaitu infeksi pada setelah masuknya organisme. Penyakit ini ditandai dengan mual, muntah, diare, demam, dan nyeri abdomen. Tinja biasanya tidak berdarah dengan volume moderat, kadang-kadang disertai dengan nyeri perut kuadran kanan seperti usus buntu [18]. Tahapan terjadinya diare karena infeksi bakteri yaitu dengan mekanisme sebagai berikut. Bakteri masuk dalam traktus digestif, kemudian berkembang biak dan mengelouarkan toxic (enterotoxic) yang akan merangsang epitel usus sehingga terjadi peningkatan aktivitas enzim adenil siklase. Akibat peningkatan aktivitas enzim, maka akan terjadi peningkatan CAMP. Akumulasi CAMP akan menyebabkan sekresi klorida, natrium dan air dari lumen usus kedalam sel. Kemudian akan terjadi hiperperistaltik, usus untuk mengeluarkan cairan yang berlebih dari lumen usus halus ke usus besar. Bila kemampuan penyerapan kolon berkurang atau sekresi cairan melebihi penyerapan kolon maka terjadi diare [19]. Penentuan Konsistensi Feses Dalam penentuan konsistensi feses dilakukan dengan melihat bentuk feses yang terjadi, dapat dikategorikan menjadi 3 kelompok, yaitu konsistensi feses berlendir atau berair, konsistensi feses lembek, dan konsistensi feses normal. 1. Konsistensi Feses Berlendir atau Berair Parameter yang dilihat dari kategori ini yaitu lama terjadinya diare,
diameter serapan air, dan berat feses. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 7. Penentuan Konsistensi Feses Dalam penentuan konsistensi feses dilakukan dengan melihat bentuk feses yang terjadi, dapat dikategorikan menjadi 3 kelompok, yaitu konsistensi feses berlendir atau berair, konsistensi feses lembek, dan konsistensi feses normal. 1. Konsistensi Feses Berlendir atau Berair Parameter yang dilihat dari kategori ini yaitu lama terjadinya diare, diameter serapan air, dan berat feses. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan pengaruh ekstrak daun beluntas terhadap waktu lama terjadinya diare konsistensi feses berlendir atau berair. Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan perbedaan yang nyata. P1 dan kontrol positif memiliki waktu paling lama yaitu 230 dan 232 menit. Kontrol obat memiliki waktu paling cepat yaitu 190 menit. Pada P3 dan P2 memiliki watu 212 dan 232 menit. Mencit yang mengalami diare ditandai dengan feses yang banyak mengandung cairan hingga encer. Mencit dalam keadaan diare akan mengalami dehidrasi, sehingga pada kontrol positif dan P1 menunjukkan waktu paling lama. Pada P1 diduga tanin yang berperan sebagai antidiare masih kurang bekerja karena kandungan dosis yang dimiliki masih rendah. Kontrol obat dengan loperamid diduga bekerja sebagai penyeimbang untuk menormalkan resorpsi sekresi dari selsel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam kondisi hipersekresi ke keadaan resorpsi normal [20]. Pada P3 dan P2 menunjukkan waktu diare yang berbeda pula, waktu yang paling cepat adalah pada P3. Diduga tanin yang 27
terdapat pada P3 merupakan yang paling mampu bekerja sebagai astringent. Tanin memiliki efek antidiare yang bekerja sebagai pembeku protein atau astringent yaitu zat yang berikatan pada mukosa kulit atau jaringan yang berfungsi membekukan protein. Sehingga membran mukosa menjadi kering dan membentuk pembatas (thight junction) yang bersifat resisten terhadap inflamasi dari mikroorganisme, selain itu tanin dapat menghambat sekresi dari klorida melalui ikatan antara protein tannate yang berada di usus dengan tanin [21]. Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara kontrol negatif dengan perlakuan terhadap diameter serapan air dan berat feses. Konsistensi feses berlendir atau berair apabila kadar air feses melewati 80% dimana feses akan lunak dan muddy [22]. Hal ini karena bakteri Salmonella typhimurium telah menginfeksi saluran pencernaan pada mencit, sehingga konsistensi feses mencit menjadi lunak dan memiliki volume yang besar.
besar efek antidiare yang dihasilkan oleh dosis ekstrak tersebut. Terbukti dengan P3 yang memiliki waktu paling cepat, diduga tanin yang terdapat pada P3 merupakan yang paling mampu bekerja sebagai antidiare karena infeksi bakteri Salmonella typhimurium, tanin yang terdapat dalam daun beluntas juga bersifat antibakteri yang telah ditunjukkan pada analisis antibakteri terhadap bakteri Salmonella typhimurium. Efek tanin sebagai antibakteri disebabkan oleh kemampuan tanin untuk mengaktifkan enzim adhesion, enzim dan protein transport cell envelope. Tanin juga membentuk kompleks polisakarida yang dapat merusak dinding sel bakteri. Sebagai akibatnya, metabolisme bakteri terganggu dan menyebabkan kematian bakteri [16]. Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara kontrol negatif dengan perlakuan terhadap diameter serapan air dan berat feses. Feses yang lembek memiliki massa yang lebih berat dibandingkan dengan feses normal.
2. Konsistensi Feses Lembek Parameter yang dilihat dari kategori ini yaitu lama terjadinya diare, diameter serapan air, dan berat feses. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 menunjukkan pengaruh ekstrak daun beluntas terhadap konsistensi lembek. Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan perbedaan yang nyata. Kontrol positif memiliki waktu paling lama yaitu 577 menit dan yang memiliki waktu paling cepat yaitu kontrol obat dan P3 yaitu 325 dan 321 menit. Sedangkan pada P1 dan P2 memiliki waktu 402 dan 321 menit. Pada tiga perlakuan dosis yang berbeda menunjukkan waktu diare yang berbeda. Disebabkan karena jumlah dosis yang diberikan berbeda sehingga mempengaruhi kekuatan bahan uji dalam menekan diare. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka semakin
3. Konsistensi Feses Normal Parameter yang dilihat dari kategori ini yaitu lama terjadinya diare, diameter serapan air, dan berat feses. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 menunjukkan pengaruh ekstrak daun beluntas terhadap waktu terjadinya feses kembali normal. Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan perbedaan yang nyata. Kontrol positif memiliki waktu paling lama yaitu 853 menit dan yang memiliki paling cepat yaitu kontrol obat dan P3 yaitu 433 dan 435 menit. Sedangkan pada P1 dan P2 memiliki watu 520 dan 490 menit. Kontrol positif menunjukkan waktu yang paling lama diduga karena akuades yang diberikan tidak dapat bekerja untuk mengkondisikan dehidrasi dan mengembalikan keseimbangan elektrolit dalam usus. Pada tiga perlakuan dosis yang berbeda
28
menunjukkan waktu diare dengan konsistensi feses kembali normal yang berbeda. Terbukti dengan P3 memiliki waktu paling cepat. Pada P3 menunjukkan perbedaan yang tidak berbeda nyata dengan kontrol obat, artinya memberikan efek antidiare yang setara dengan loperamid. P1 dan P2 dibandingkan dengan kontrol normal menunjukkan perbedaan yang nyata, artinya sudah menunjukkan efek antidiare meskipun masih berbeda nyata dengan kontrol obat. Pada pemberian P1 dan P2 efek antidiare lebih lemah, sedangkan P3 sebanding dengan kontrol obat. Pada konsistensi feses kembali normal, cara kerja tanin dalam menekan diare karena infeksi bakteri Salmonella typhimurium sudah optimal dengan mengkelat dan protektif dimana tanin akan mengendap pada mukosa sepanjang dinding saluran pencernaan dan secara tidak langsung menciutkan usus saat terjadi diare sehingga menekan gerakan peristaltik usus dan mengurangi rangsang terhadap aktivitas peristaltik yang meningkat [23]. Daun beluntas memiliki kandungan minyak atsiri, tanin, fenol. Senyawa tanin yang terkandung dalam beluntas diduga bekerja sebagai astringens yaitu dapat menciutkan selaput lendir usus sehingga dapat menekan terjadinya diare dan meringankan keadaan diare yang non spesifik pada mencit [20]. Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata terhadap berat feses, karena semua berat feses kembali ke fase awal yaitu fase kembali normal. Rentang Waktu Diare Rentang waktu diare untuk mengetahui berapa lama diare terjadi setalah penginduksian bakteri Salmonella typhimurium sampai feses kembali normal. Dalam mengamati rentang waktu diare, dihitung pada waktu terbentuknya feses kembali
normal dikurangi waktu saat mulai terjadinya diare. Tabel 10 menunjukkan pengaruh ekstrak daun beluntas terhadap rentang waktu diare. Kontrol positif memiliki waktu paling lama yaitu 772 menit dan yang memiliki paling cepat yaitu kontrol obat dan P3 yaitu 351 dan 353 menit. Sedangkan pada P1 dan P2 memiliki waktu 437 dan 402 menit. Semakin cepat rentang waktu diare, maka semakin kuat efek antidiare. Disebabkan karena jumlah dosis yang diberikan berbeda-beda sehingga mempengaruhi kekuatan bahan uji dalam menekan diare. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka semakin besar efek antidiare yang dihasilkan oleh dosis ekstrak tersebut. P3 menunjukkan hasil yang sebanding dengan kontrol obat loperamid. Sedangkan P1 dan P2 memiliki efek yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol obat, akan tetapi masih terlihat efeknya jika dibandingkan dengan kontrol positif. Diduga karena senyawa tanin yang terdapat pada P1 dan P2 masih kurang bisa memaksimalkan kerja usus. Kontrol positif menunjukkan diare dengan waktu yang paling lama karena pada saat diare usus mengalami kehilangan banyak elektrolit sehingga air yang berada pada usus tidak mampu terserap oleh usus. Kelompok perlakuan maupun kontrol obat mempunyai efek dalam mempersingkat waktu diare. Tanin di klasifikasikan menjadi dua kategori yaitu hydrolyzed tannin dan condense tannin. Hydrolyzed tannin memiliki kemampuan astringent lebih besar terhadap diare yang disebabkan infeksi. Protein tannat yang dipecah akan berikatan dengan hydrolyzed tannin yang melewati intestine dan menurunkan sekresi dari usus kecil sehingga menyebabkan konstipasi [21]. Condense tannin mempunyai efek sebagai proteksi. Tanin merupakan astringent yang dapat berikatan dengan membran mukosa, kulit dan jaringan lain sehingga dapat berikatan dengan 29
protein yang dapat membentuk pembatas yang resisten terhadap reaksi mikroba, sehingga condense tannin dapat digunakan untuk pengobatan diare karena mengurangi jumlah cairan yang hilang dari saluran cerna [24]. Condense tannin juga dapat membantu mengembalikan keseimbangan flora di usus dengan menginduksi gamma-delta T sel yang berekspansi ke sel usus yang dapat menstimulasi sistem imun dari mukosa jaringan untuk menghambat bakteri patogen. Condense tannin mengurangi degradasi protein di lumen intestine dengan cara berikatan dengan protein pada pH 7.5-3.5 dan akan melepas protein pada saat pH kurang dari 3,5 sehingga dapat memudahkan asam amino untuk diserap oleh tubuh, selain itu protein tannate yang berada pada saluran dipecah kemudian akan berikatan dengan tanin melewati usus sehingga dapat menurunkan sekresi cairan dari usus halus yang menimbulkan efek konstipasi [24]. KESIMPULAN Metode ekstraksi yang sesuai untuk ekstraksi senyawa tanin adalah metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96% dengan rasio bahan dengan pelarut 1:10 (b/v). Ekstrak daun beluntas memiliki efek antibakteri terhadap bakteri Salmonella typhimurium dengan zona penghambatan konsentrasi minimal 5% dan mempunyai daya hambat paling baik yaitu dengan konsentrasi 15%. Perlakuan dosis 3 (dosis 600 mg/kg bb) merupakan dosis ekstrak daun beluntas yang mempunyai efek sebanding dengan loperamid HCl. DAFTAR PUSTAKA 1)
Zein, U., Sagala, K.H dan Ginting, J. 2012. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Bagian Ilmu Penyakit. Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi
2)
Ganong, W.F. 1999. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 17. EGC. Jakarta 3) Sujono, H. 1999. Gastroentrologi. Penerbit Alumni. Jakarta 4) Ardiansyah, L., Nuraida dan Andarwulan. 2002. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea indica Less.). Prosiding Seminar Tahunan PATPI. Malang 5) Adnyana., Yulinah., Sigit., Fisheri and Insanu. 2004. Efek Ekstrak Daun Jambu Biji Daging Buah Putih dan Merah Sebagai Antidiare. Departemen Farmasi. ITB. Acta Pharmaceutica Indonesia. 29 : 1927 6) Ismi, R., Ratnawati, D.M and Yudi, R. 2010. Uji Aktifitas Antibakteri Fraksi Aktif Ekstrak Etanolik Daun Beluntas (Pluchea indica L.) dengan Metode Maserasi dan Soxhletasi Terhadap Salmonella typhi atcc 13311 Secara Dilusi. Jurnal Fakultas Farmasi. Universitas Setia Budi. Surakarta 7) Gupta and Rohit. 2011. Visual Estimation and Spectrophotometric S Determination of Tannin Content and Antioxidant Activity of Three Common Vegetable. Department of Chemistry, Bundelkhand University, Jhansi (UP) India. Vol. 2 : 175-182 8) Shriner, R.L., R.C. Fuson., D.Y Curtin., C.K.F Herman and Morili. 1980. The Systematic Identificatin of Organic Compounds. 6nd Edition. John Willey and Sons Inc. Singapore 9) Ismail. 1010. Flowsheet Pra Rancangan Pembuatan Tanin dari Biji Pinang Kapasitas Produksi 27.775 Ton/Tahun. Laporan Tugas Akhir. Departemen Teknik Kimia. Universitas Sumatera Utara. Medan 10) Sharma, G.N. 2011. Phytochemical Screening and Estimation of Total Phenolic Content in Aegle marmelos Seeds. International Journal of
30
Pharmaceutical and Clinical Research. 2:27-29 11) Susilowati. 2010. Pemanfaatan Kulit Buah Kakao dari Limbah Perkebunan Kakao Sebagai Bahan Baku Pulp dengan Proses Organosolv. Ilmiah Teknik Lingkungan. 2 : 80-8 12) Yuwono, S.S dan Susanto, T. 1998. Pengujian Fisik Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya Malang 13) Zhang., Yang and Wang. 2011. Microwave Assisted Extraction of Secondary Metabolites from Plants: Current Status and Future Directions. Trends in Food Science & Technology. 22 : 672–688 14) Zeleny, M. 1982. Multiple Criteria Decision Making. Mc.Graw-Hill Book. New York 15) Virgayanti, P. 2005. Efek Dekok Daun Beluntas (Pluchea indica) sebagai Antimikroba terhadap Salmonella typhi Secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Malang 16) Dewi, F.K. 2010. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda citrifolia Linn) Terhadap Bakteri Pembusuk Daging Segar. Jurusan Biologi MIPA Universitas Sebelas Maret. Surakarta 17) Damayanti, E. dan T.B. Suparjana. 2007. Efek penghambatan beberapa fraksi ekstrak buah mengkudu terhadap Shigella dysenteriae. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan. Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto 18) Dzen., Roekistiningsih., Santoso, S., dan Winarsih, S. 2010. Bakteriologi Medik. Putra Media Nusantara. Malang 19) Zein, U. 2004. Diare Akut Infeksius pada Dewasa. http://library.usu.ac.id.download/fk/ penydalam-umar.pdf. Tanggal akses : 05/12/2013
20) Tjay, H.T dan Rahardja, K. 2002. Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya. Edisi 5. Cetakan pertama. Gramedia. Jakarta 21) Clinton, C. 2009. Plant Tannins A Novel Approach to the Treatment of Ulcerative Colitis. USA. Natural Medicine Journal. Vol 2. P 1-3 22) Spehlmann, M.E., Dann S.M., Hruz, P., Hanson, E., Mc.Cole D.F and Eckmann. 2009. CXCR2Dependent Mucosal Neutrophil Infl ux Protects Against ColitisAssociated Diarrhea Caused by an Aching/Effi Cacing LesionForming Bacterial Pathogen. Journal Immunology 183 : 33333343 23) Enda, W. 2010. Uji Efek Antidiare Ekstrak Etanol Kulit Batang Salam Terhadap Mencit Jantan. Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Medan 24) Eilif A. 2007. A Practitioners Perspectives Traditional Tannin Treatment Against Intestinal Parasites in Sheep and Cattle. www.ethnobotanyjournal.org/vol1/i 1547-3465-01-031.pdf. Tanggal akses : 12/06/2014
31
HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN PEMENUHAN ISTIRAHAT TIDUR PADA PASIEN PRE OPERASI SECTIO CAESAREA DI RSUD DELI SERDANG KEC. LUBUK PAKAM KAB. DELI SERDANG TAHUN 2016
DESIDERIA YOSEPHA GINTING PSKeb D.III AKBID MEDISTRA Lubuk Pakam
ABSTRACT Surgery was an act that makes people experience anxiety, until now most people think that surgery was a very frightening experience, both for the health of themselves and the general public, especially if the surgery was done included in the category of doing soon in operation. The research was conducted in RSUD Deli SerdangLubukPakam in March 2016 through June 2016. Type of research was an analytical survey. The study population was all patients in the inpatient unit class III Melur RSUD Deli SerdangLubukPakam. Sampling technique used accidental sampling that way sampling was done by coincidence met. In this case the sample was found as many as 20 people. Test used in this study was the Spearman Rank Correlation (Rho). The results showed that there was a relationship of anxiety level to the fulfillment of bed rest in patients with preoperative sectio Caesarea in RSUD Deli SerdangLubukPakam (P value = 0.02 <α = 0,05). It was recommended to patients who would undergo surgery especially surgery sectio Caesarea, to calmly deal with the operation and find out more about the operations sectio Caesarea in order not anxious in the face. Keywords
: Anxiety, Sleep Rest Fulfillment, SectioCaesaria
32
memperkecil resiko operasi karena hasil akhir suatu pembedahan sangat tergantung pada penelitian keadaan penderita dan persiapan pre operasi (Carpenito, 2009). Menurut World Health Organization (WHO), standar ratarata persalinan dengan setio caesarea di sebuah negara adalah sekitar 515%. Di rumah sakit pemerintah sekitar 25%, sementara di rumah sakit swasta sekitar 19%. Tahun 2009 angka kejadian sectio caesarea di Inggris sekitar 20% dan 29,1% sedangkan pada tahun 2010 di Kanada 22,5%. Permintaan sectio caesarea di negara berkembang melonjat pesat. Pada tahun 70an permintaan sectio caesarea 15%, kini lebih dari 50% ibu hamil menginginkan operasi sectio caesarea (NIA, 2011). Angka persalinandengan sectio caesarea cukup tinggi di Indonesia menurut survey yang di lakukan oleh Prof. Dr. Gulardi dan Dr. A. Basalamah terdapat 64 rumah sakit di jakarta hasilnya 17.665 kelahiran yang di kutip dari majalah ayahbunda no 3/febuari 2007. Dari angka kelahiran tersebut sebanyak 35,7%-55,3% mealhirkan dengan tindakan sectio caesarea (Kasdu, 2009). Berdasarkan data yang ada di RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta tahun 2008, menyebutkan bahwa dari jumlah persalinan sebanyak 507 per bulan 40% di antaranya merupakan sectio caesarea. Berdasarkan presentase sectio caesarea tersebut 13,7% di sebabkan oleh gawat janin, dan 2,4% oleh kareana ukuran janin terlalu besar sehingga tidak dapat melewati
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan adalah masyarakat sehat secara mandiri dan berkeadilan yang di tandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia yang dapat di ukur melalui indikator mortalitas, morbiditas dan status gizi. Indikator mortalitas mencakup angka kematian bayi, kematian balita, angka kematian ibu melahirkan, angka harapan hidup waktu lahir dan angka kematian ibu melahirkan (Depkes RI, 2009). Untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu di kembangkan pelayanan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat, baik di rumah maupun di rumah sakit. Di rumah yaitu memberikan pelayanan, pengobatan, perawatan, misalnya perawatan gawat darurat, perawatan pada penyakit menular yang harus di berikan penanganan khusus (isolasi), perawatan bedah, salah satunya pasien yang akan menjalani operasi sectio caesarea. Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka bagian tubuh yang akan di tangani. Sebelum di lakukan pembedahan ada beberapa hal yang penting yang harus di persiapkan yaitu pre operasi (persiapan fisik dan mental). Hal tersebut membantu
33
panggul ibu, sisanya sekitar 13,9% sectio caesarea di lakukan tanpa pertimbangan medis (Sarmana, 2009). Di Indonesia terdapat 373.000.000 orang ibu hamil, yang mengalami kecemasan dalam menghadapi persalinan sectio caesarea ada sebanyak 107.000.000 orang (28,7%) (Depkes RI, 2009). Data profil kesehatan Lampung 113.976 ibu hamil yang mengalami kecemasan dalam menghadapi persalinan secara sectio caesarea 9.897 orang (8,68%). Sedangkan seluruh populasi di pulau Sumatera terdapat 679.765 ibu hamil yang mengalami kecemasan dalam menghadapi persalinan sectio caesarea 355.873 orang (53,2%) (Depkes RI, 2009). Pembedahan merupakan tindakan yang membuat orang mengalami kecemasan, sampai saat ini sebagian besar orang menganggap bahwa pembedahan merupakan pengalaman yang sangat menakutkan, baik bagi orang kesehatan sendiri maupun masyarakat umum terutama jika pembedahan yang di lakukan termasuk dalam kategori segera di lakukan operasi. Reaksi cemas ini akan berlanjut bila pasien tidak pernah atau kurang mendapat informasi yang berhubungan dengan penyakit, termasuk tindakan yang di lakukan terhadap dirinya. Tindakan pembedahan merupakan ancaman aktual seseorang yang dapat mengakibatkan reaksi stres dan salah satu respon psikologi adalah kecemasan. Kecemasan merupakan gejala klinik yangterlihat jelas pada pasien dengan penatalaksanaan medis.
Carpenito 2009 mengatakan 90% pasien pre operasi mengalami kecemasan. Menghadapi pembedahan menyebabkan seseorang bertanya dan sering takut tentang apa yang terjadi pada dirinya dan bagaimana pula akibatnya nanti. Saat-saat itu merupakan saat yang menggelisahkan bagi pasien, lepas dari persoalan apakah ia membicarakan tentang hal tersebut atau tidak. Dalam keadaan seperti itu wajarlah kalau orang merasa kuatir dan sikap petugas yang terlibat dalam usaha mempersiapkan dirinya menghadapi pembedahan itu sangatlah mempengaruhinya (Depkes RI, 2009). Prevalensi sindrom cemas di perkirakan dalam masyarakat sekitar 2% sampai 4% dari populasi yang datang ke institusi pelayanan umum, baik yang rawat jalan maupun yang rawat inap, terdapat sekitar 19% sampai 32% menunjukan adanya rasa cemas (Long, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Makmur tentang tingkat kecemasan pre operasi sectio caesarea bahwa dari 40 orang responden dalam tingkat kecemasan berat 7 orang ( 17,5%), 16 orang ( 40% ) yang memiliki tingkat kecemasan sedang, 15 orang ( 37,5% ) kecemasan ringan dan responden yang merasa panik 2 orang ( 5% ). Hasil dari penelitian di Rumah Sakit Prof Dr. R. Soeharso tahun 2008 (Makmur, 2008). Pengidentifikasian dan penanganan gangguan pola tidur pasien adalah tujuan penting perawat. Untuk membantu pasien mendapatkan kebutuhan istirahat dan tidur, maka perawat harus memahami sifat alamiah dari tidur,
33
faktor yang mempengaruhi, dan kebiasaan tidur, pasien membutuhkan pendekatan individual berdasarkan pada kebiasaan pribadi mereka dan pola tidur serta masalah khusus yang mempengaruhi tidur mereka. Intervensi keperawatan dapat menjadi efektif dalam mengatasi gangguan tidur jangka pendek dan jangka panjang. Keadaan pasien yang cemas akan mempengaruhi kebutuhan tidur dan istirahat. Istirahat dan tidur yang sesuai adalah sama pentingnya bagi kesehatan yang baik dengan nutrisi yang baik dan olahraga yang cukup. Tiap individu membutuhkan jumlah yang berbeda untuk istirahat dan tidur. Kesehatan fisik dan emosi tergantung pada kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Tanpa jumlah istirahat dan tidur yang cukup, kemampuan untuk berkonsentrasi membuat keputusan dan berpartisipasi dalam aktivitas harian akan menurunkan dan meningkatkan iritabilitas (Potter, 2006). Memperoleh kualitas tidur terbaik penting untuk peningkatan kesehatan yang baik dan pemulihan individu yang sakit. Perawat memperhatikan pasien yang sering kali mengalami gangguan tidur yang ada sebelumnya dan pasien yang mengalami masalah tidur karena penyakit. Kadang-kadang pasien mencari pelayanan kesehatan karena mereka mempunyai masalah tidur yang mungkin telah hilang tanpa di sadari. Pasien sering kali membutuhkan lebih banyak tidur dan istirahat. Akan tetapi, sifat alamiah dari penyakit yang mencegah pasien untuk mendapatkan istirahat dan tidur yang cukup .
Ketika orang sedang beristirahat, biasanya mereka merasa rileks secara mental, bebas dari kecemasan,dan tenang secara fisik. Istirahat tidak berarti tanpa aktivitas, meskipin setiap orang sering berfikir tentang hal itu seperti duduk di kursi yang nyaman dan berbaring di tempat tidur. Hampir semua orang pernah mengalami gangguan tidur selama masa kehidupannya. Di perkirakan setiap tahun 20-40% orang dewasa mengalami kesukaran tidur dan 17% di antaranya mengalami masalah serius. Prevalensi gangguan tidur setiap tahun cenderung meningkat,hal ini juga sesuai dengan peningkatan usia dan berbagai penyebabnya, kurang lebih 40-50% dari populasi orang dewasa menderita gangguan tidur (Iskandar, 2010). Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada pasien di Rumah Sakit Prof Dr. R. Soeharso di dapatkan bahwa 3 dari 5 pasien pre operasi sectio caesarea mengalami gangguan kualitas tidur. Hasil ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa, keluasan perubahan tidur bergantung pada status fisiologis, psikologis dan lingkungan fisik klien. Dari hasil survey awal yang di lakukan oleh peneliti di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam terdapat persalinan sectio caesarea pada tahun 2011 sebanyak 390 orang dan pada tahun 2012 sebanyak 431 orang. Tahun 2016, pada bulan Januari sampai bulan April terdapat persalinan sectio caesarea sebanyak 25 orang. Pada saat survey awal 3 orang yang di jumpai pada saat mau operasi sectio caesarea di katakan
34
pasien mengalami kecemasan atau takut dalam menghadapi pembedahan. Hal tersebut membuat pasien pre operasi sectio caesarea tersebut sulit tidur maupun istirahat karena memikirkan bagaimana proses pembedahan yang akan di laluinya. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk meneliti hubungan tingkat kecemasan dengan pemenuhan istirahat tidur pada pasien pre operasi sectio caesarea di RSUD Deli Serdang Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.
b. Untuk mengetahui pemenuhan istirahat dan tidur pasien pre operasi sectio caesarea di RSUD Deli Serdang Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pasien Di harapkan mampu menurunkan frekuensi tingkat kecemasan dalam menghadapi tindakan pre operasi sectio caesarea. 2. Bagi RSUD Deli Serdang Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Dapat memberi motivasi agar prosedur tetap pre operasi di jalankan sesuai acuan sehingga ke depannya dapat melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar asuhan keperawatan dan sebagai bahan masukan yang di gunakan oleh perawat sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. 3. Bagi Institusi Pendidikan Untuk menambah bahan informasi atau data-data bagi mahasiswa mahasiswi dalam pengembangan program penelitian selanjutnya dan sebagai sumber kepustakaan untuk perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan MEDISTRA Lubuk Pakam. 4. Bagi Peneliti Sebagai pengaplikasian ilmu yang telah di dapatkan selama perkuliahan khususnya mengenai asuhan keperawatan pasien pre operasi sectio caesarea.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan tingkat kecemasan dengan pemenuhan istirahat tidur pada pasien pre operasi sectio caesarea di RSUD Deli Serdang Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang C.Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan tingkat kecemasan dengan pemenuhan istirahat tidur pada pasien pre operasi sectio caesarea di RSUD Deli Serdang Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien pre operasi sectio caesarea di RSUD Deli Serdang Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.
35
proses pembedahan yang akan di laluinya.
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah survei analitik yaitu rancangan yang digunakan untuk menyediakan informasi yang berhubngan dengan prevalensi, dan hubungan antarvariabel dalam suatu populasi ( Nursalam, 2011). Penelitian ini dengan menggunakan cross sectional yaitu yang melakukan pengumpulan data yang menyangkut variable bebas dan variable terikat pada suatu saat yang bersamaan kemudian melakukan pengujian hipotesa. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini di lakukan di RSUD Deli Serdang Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. Alasan peneliti memilih lokasi : a. Di lokasi ini belum pernah di lakukan penelitian tentang hubungan tingkat kecemasan dengan pemenuhan istirahat tidur pada pasien pre operasi sectio caesarea. b. Data yang di peroleh pada saat survey awal 3 orang pasien yang di jumpai pada saat menghadapi pembedahan menerangkan bahwa pasien mengalami kecemasan. Hal tersebut membuat pasien pre operasi sectio caesarea tersebut sulit tidur dan beristirahat karena memikirkan bagaimana
2. Waktu Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 - Januari 2016. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas; obyek / subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008). Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah pasien pre operasi section caesarea di RSUD Deli Serdang Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. 2. Sampel penelitian Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh poplasi tersebut. Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah pasien pre operasi sectio caesarea di RSUD Deli Serdang Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli serdang. Teknik pengambilan sampel penelitian ini adalah Non Probability Sampling dengan Aksidental Sampling yaitu cara pengambilan sampel yang dilakukan dengan kebetulan bertemu. Dilakukan kriteria pemilihan sampel penelitian secara umum yaitu bersedia menjadi responden
36
penelitian dan menandatanganin lembar persetujuan menjadi responden. Jumlah sampel diperoleh selama 1 minggu penelitian yaitu sebanyak 20 orang. D. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data yang di lakukan peneliti ini adalah sebagai berikut: 1. Data Primer Data primer merupakan data yang di dapat dari sumber pertama, baik dari individu atau perseorangan seperti hasil pengisian kuesioner yang biasa di lakukan peneliti. Teknik pengumpulan data yang diilakukan dalam N o
Variabel
Defenisi
penelitian ini menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada pasien pre operasi sectio caesarea. 2. Data Sekunder Data sekunder sering di sebut juga metode penggunaan bahan dokumen, karena dalam hal ini peneliti tidak secara langsung mengambil data sendiri tetapi meneliti dan memanfaatkan data atau dokumen yang di hasilkan oleh pihak RSUD Deli Serdang Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. E. Defenisi Operasional Tabel 3. 2 defenisi operasional adalah sebagai berikut :
Indikator
Alat ukur
Skala ukur
1
Variabel Independen Tingkat Kecemasan
Tingkat respon terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal samarsamar
Kecemasan Kuesioner berdasarkan mekanisme koping, teori dan proses terjadinya
Ordinal
2
Pemenuhan istirahat tidur pada pasien pre operasi sectio
Suatu keadaan pasien di mana akan menjalani operasi sectio caesarea menyebabkan
Berdasarkan kuesioner perubahan tubuh, tahapan dan pola tidur
Ordinal
37
Skor
a. Tidak ada kecemasan : Bila jawaban ≤ 7 point b. Kecemasan ringan : Bila jawaban 8 - 13 point c. Kecemasan sedang : Bila jawaban 14 - 18 point d. Kecemasan berat : Bila jawaban 19 - 29 point e. Panik : Bila jawaban 30 – 44 point 1. Tidak terganggu: 0-6 2. Terganggu : 7-12
caesarea
kuantitas dan kualitar tidur dan istirahat berkurang minimal 12x0=0, intervalnya adalah :
F. Metode Pengukuran 1. Tingkat Kecemasan Pengukuran kecemasan dengan menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan mengenai tandatanda kecemasan sebanyak 44 pertanyaan. Indikator jawaban terdiri dari jawaban ya diberi nilai 1, jawaban tidak diberi nilai 0. Kemudian hasil dikategorikan menjadi menggunakan rentang respon kecemasan : Rentang Respon Kecemasan
jadi
Berdasarkan rumus di atas di tetapkan interval yang di gunakan adalah sebagai berikut : Tabel 3.4 Interval Jawaban Indikator Lebar Interval Tidak 0-6 terganggu Terganggu 7-12
G. Pengolahan Data Data yang sudah di kumpul di olah dengan langkah-langkah berikut ini: 1. Editing Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul. 2. Coding Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer. Biasanya satu buku (code book) untuk menudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel.
2. Pemenuhan Istirahat dan tidur Peneliti menggunakan skala Guttman. Kuesioner berisi 12 pertanyaan dengan nilai skor bila jawaban ya =1 dan skor jawaban tidak =0. Upaya untuk mempermudah melakukan interval kelas dari jawaban yang masuk melalui kuesioner, maka gunakan rumus yaitu :
Keterangan : Range : Skor tertinggi-Skor terendah i :Lebar interval kelas kuesioner berisi 12 pertanyaan di mana nilai satu buah jawaban benar di beri skor 1 dan nilai jawaban tidak 0, maka skor maksimal 12x1=12 dan skor
38
3. Entri Data Data entri adalah kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan kedalam master table, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana bias juga dengan membuat table kontingen. 4. Melakukan Teknik Analisis Dalam melakukan analisis, khususnya terhadap data penelitian akan menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak dianalisis. Apabila penelitiannya deskriptif, maka akan menggunakan statistik deskriptif. Sedangkan analisis analitik akan menggunakan statistika inferensial.
tingkat kecemasan (variabel independen) dengan pemenuhan istirahat tidur (variabel dependen). Dari hasil analisi akan di ketahui variabel independen yang bermakna secara statistik dengan variabel dependen. Data analisis untuk perhitungan bivariat pada penelitian ini menggunakan chi-square dengan derajat kepercayaan sebesar 95%. Suatu variabel dikatakan berhubungan ketika nilai p ≤ α (0,05). Pengujian ini dilakukan untuk membuktikan hipotesa hubungan tingkat kecemasan dengan pemenuhan istirahat tidur pada pasien pre operasi sectio caesarea.
H. Analisa Data Dalam melakukan analisis, data terlebih dahulu harus diolah dengan tujuan mengubah data menjadi informasi. Dalam statistik, informasi yang diperoleh dipergunakan untuk proses pengambilan keputusan, terutama dalam pengujian hipotesis. 1. Analisa Univariat Analisa ini di gunakan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi atau besrnya proporsi berdasarkan variabel yang di teliti yaitu variabel independen (tingkat kecemasan) dan variabel dependen (pemenuhan istirahat tidur pada pasien pre operasi sectio caesarea). 2. Analisa Bivariat Analisa bivariat di lakukan untuk mengetahui hubungan
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN I. Hasil Penelitian A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Deli Serdang Lubuk Pakam didirikan pada tahun 1958, pertama sebagai rumah sakit pembantu, pada tahun 1979 menjadi Rumah Sakit Umum Kelas D sesuai dengan SK Menteri Kesehatan RI. No. 51/Menkes/SK/II/1979, pada tahun 1987 menjadi Rumah Sakit Umum Kelas C sesuai dengan SK Menteri Kesehatan RI. No. 303/Menkes/SK/IV/1987, tahun 2002 menjadi Lembaga Teknis Daerah berbentuk Badan berdasarkan Keputusan Bupati Deli Serdang No. 264 tanggal 01 Mei 2002, dan tahun 2008 menjadi Rumah Sakit Umum Kelas B Non Pendidikan sesuai
39
dengan Keputusan Menkes RI. No. 405/Menkes/SK/IV/2008 tanggal 25 April 2008. Tahun 2011 lulus akreditasi 16 pelayanan. Rumah Sakit Umum Deli Serdang Lubuk Pakam berada di kota Lubuk Pakam (Ibukota Kabupaten Deli Serdang) ± 29 km dari Kota Medan (Ibukota Propinsi Sumatera Utara). RSUD Deli Serdang mempunyai luas areal ± 2 Ha dengan luas bangunan ± 10.362 m2. Visi Rumah Sakit Umum Deli Serdang adalah pelayanan yang unggul dalam mutu, prima dalam pelayanan dan menjadi pusat rujukan pelayanan kesehatan yang paripurna dan proaktif untuk mewujudkan masyarakat sehat. Sedangkan misinya adalah memberikan pelayanan prima serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat, terwujudnya pelayanan kesehatan rujukan spesialis secara professional sesuai standar pelayanan medis dan mengembangkan sarana dan prasarana sebagai tempat pendidikan, penelitian dan pengembangan. Sarana dan prasarana pelayanan kesehatan di RSUD Delli Serdang terditi dari : (1) Instalasi Gawat Darurat, (2) Instalasi Bedah Sentral, (3) Instalasi Rawat Jalan, (4) Instalasi Rawat Inap, dan (5) sarana dan prasarana penunjang medic seperti Laboratorium, Apotik, Gizi, Rontgen Foto dan lain-lain. Instalasi Rawat Inap memiliki 186 tempat tidur dan terbagi dalam 14 ruang perawatan, 4 (dua) ruang perawatan VIP Anggrek atas, Anggrek bawah, Teratai atas dan Teratai bawah, 2 (dua) ruang perawatan anak dan bayi Kenanga dan Flamboyan, 2 (dua) ruang perawatan kelas I Dahlia dan Seroja,
2 (dua) ruang perawatan kelas II Mawar atas dan Mawar bawah, 1 (satu) ruang ICU, 1 (satu) ruang NICU dan 2 (dua) ruang perawatan kelas III Melur dan Melati. Untuk pasien Jamkesmas usia 15 tahun ke atas sesuai dengan ketentuan pelayanan kesehatan peserta Jamkesmas dirawat di kelas III dan ICU (kalau membutuhkan perawatan ICU). B. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 20 pasien pre operasi section caesarea di RSUD Deli Serdang Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016 mengenai hubungan tingkat kecemasan dengan pemenuhan istirahat tidur pada pasien pre operasi sectio caesarea maka didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Karakteristik Responden Tabel 4.1. Distribusi Responden Menurut Karakteristik Umum (Umur, Pendidikan dan Pekerjaan) di RSUD Deli Serdang Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016 N o
Karakteri stik ibu Umur 1. 18 - 24 2. tahun 3. 25 - 31 tahun 32 - 38 40
Frekue nsi
Persent ase (%)
9 3 8
45 15 40
independen) dan pemenuhan istirahat tidur pada pasien pre operasi sectio caesarea (variabel dependen). Dengan hasil penelitian seperti terlihat di bawah ini :
tahun
1. 2. 3. 4,
1. 2. 3. 4. 5.
Jumlah Pendidikan SD SMP SMA Sarjana Jumlah Pekerjaan IRT Karyawan PNS Buruh Petani Jumlah
20
100
2 4 10 4 20
10 20 50 20 100
5 6 4 3 2 20
a. Tingkat Kecemasan Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan di RSUD Deli Serdang Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016
25 30 20 15 10 100
N o
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa mayoritas kelompok umur responden adalah kelompok umur 18 – 24 tahun sebanyak 9 orang (45%), kelompok umur 32 – 38 tahun sebanyak 8 orang (40%) dan minoritas adalah kelompok umur 25 31 tahun sebanyak 3 orang (15%). Dari segi pendidikan mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan SMA berjumlah 10 responden (50%), sedangkan tingkat pendidikan SMP dan Sarjana berjumlah 4 responden (20%) dan mayoritas adalah SD berjumlah 2 responden (10%). Berdasarkan pekerjaan mayoritas responden adalah karyawan sebanyak 6 orang (30%), IRT sebanyak 5 orang (25%), PNS sebanyak 4 orang (20%), buruh sebanyak 3 orang (15%) dan minoritas responden adalah petani sebanyak 2 orang (10%). 2. Analisa Univariat Pada penelitian terdapat 2 variabel yang akan diteliti yaitu tingkat kecemasan (variabel
1. 2. 3. 4.
Tingkat kecemas an Ringan Sedang Berat Panik Jumlah
Frekue nsi (orang) 6 8 5 1 20
Persenta se (%) 30 40 25 5 100
Tabel 4.2 menunjukan bahwa mayoritas tingkat kecemasan responden adalah sedang sebanyak 8 orang (40%), tingkat kecemasan ringan sebanyak 6 orang (30%), tingkat kecemasan berat sebanyak 5 orang (25%) dan minoritas adalah tingkat kecemasan panik sebanyak 1 orang (5%). b. Pemenuhan Istirahat Tidur Pada Pasien Pre Operasi Sectio Caesarea Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Pemenuhan Istirahat Tidur Pada Pasien Pre Operasi Sectio Caesarea di RSUD Deli Serdang Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016
41
N o
Ganggu an tidur
Tidak tergangg u 2. Tergang gu Jumlah 1.
Frekuen si (orang) 13
Persenta se (%)
7
35
20
100
tidurnya. Dengan menggunakan uji statistik Rank Spearman Corelation (Rho) diperoleh nilai p value = 0,02 (p value < α = 0,05). Dengan demikian penelitian ini menemukan bahwa ada hubungan tingkat kecemasan dengan pemenuhan istirahat tidur pada pasien pre operasi sectio caesarea di RSUD Deli Serdang Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.
65
Tabel 4.3 menunjukan bahwa mayoritas pemenuhan istirahat tidur pada pada pasien pre operasi section caesaria adalah tidak terganggu berjumlah 13 orang (65%) dan minoritas adalah terganggu berjumlah 7 orang (35%).
II. Pembahasan A. Analisa Univariat 1. Tingkat Kecemasan Dari hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas tingkat kecemasan responden adalah sedang sebanyak 8 orang (40%), tingkat kecemasan ringan sebanyak 6 orang (30%), tingkat kecemasan berat sebanyak 5 orang (25%) dan minoritas adalah tingkat kecemasan panik sebanyak 1 orang (5%). Hal ini terjadi karena pasien pre operasi sectio caesarea sudah menyiapkan diri terlebih dahulu untuk menjalani operasi, walaupun mereka mempunyai kecemasan tapi masih dalam taraf hal yang wajar. Kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan, memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Kecemasan adalah respon terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar atau konfliktual. Kecemasan juga dapat diartikan sebagai respon emosi tanpa obyek yang spesifik yang secara subyektif dialami oleh dan dikomunikasikan secara interpersonal. Kecemasan
2. Analisa Bivariat Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan tingkat kecemasan dengan pemenuhan istirahat tidur pada pasien pre operasi sectio caesarea di RSUD Deli Serdang Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016, Berdasarkan data diketahui dari 6 orang responden dengan tingkat kecemasan ringan diketahui bahwa 6 orang (30%) yang tidak terganggu tidurnya dan tidak ada pasin yang terganggu tidurnya. Dari 8 orang responden dengan tingkat kecemasan sedang diketahui bahwa 7 orang (35%) yang tidak terganggu tidurnya dan 1 orang (5%) yang terganggu tidurnya. Dari 5 orang responden dengan tingkat kecemasan berat diketahui bahwa 5 orang (25%) yang terganggu tidurnya dan tidak ada yang tidak terganggu tidurnya. Dari 1 orang responden dengan tingkat kecemasan panik diketahui bahwa 1 orang (5%) yang terganggu tidurnya dan tidak ada yang tidak terganggu 42
adalah suatu kebingungan atau kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Suliswati, 2009). Hal ini sesuai dengan pendapat Atkinson (2009) yang mengatakan bahwa semua pasien pre operasi umumnya mengalami kecemasan walaupun tidak diungkapkan secara verbal. Tingkat kecemasan pasien pre operasi yang relatif sedang disebabkan operasi yang dilakukan adalah operasi elektif atau direncanakan dan pasien sudah terlebih dahulu diberitahu oleh tim medis bahwa akan dioperasi. Selain itu rendahnya tingkat kecemasan pasien pre operasi ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya pasien umumnya merasa pasrah terhadap prosedur medis yang dihadapinya, pasien dengan penyakit kronis yang akan melalui prosedur pembedahan merasa operasi adalah hal yang wajar, selain itu juga aspek spiritual pasien pre operasi meningkat sehingga lebih tenang menjalani operasi dan menganggap operasi sebagai cara terbaik dan pasien yakin kepada Tuhan. Hal ini sesuai dengan pendapat Atkinson (2009) yang mengatakan bahwa kemampuan seseorang berbeda dalam mengadapi situasi krisis dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor budaya, agama, dan sosial ekonomi. Tingkat kecemasan pasien pre operasi ini juga dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan pasien terhadap prosedur operasi dan kelanjutan pengobatan. Umumnya pasien mencemaskan hal ini dan juga ditemui adanya kecemasan yang
disebabkan oleh faktor biaya operasi yang dianggap mahal. Hal tersebut diketahui dari proses komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh peneliti dengan responden. 2. Pemenuhan Istirahat Tidur Pada Pasien Pre Operasi Sectio Caesarea Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas pemenuhan istirahat tidur pada pada pasien pre operasi section caesaria adalah tidak terganggu berjumlah 13 orang (65%) dan minoritas adalah terganggu berjumlah 7 orang (35%). Tidur adalah kebutuhan dasar manusia yang mana kebutuhan dasar tersebut harus terpenuhi sesuai dengan tingkat perkembangan dan usia pada tiap - tiap orang. karena tidur mempunyai fungsi protective, restorative, advice (segala sesuatu terlihat lebih baik setelah tidur malam yang sempurna). Pemenuhan kebutuhan tidur dapat terjadi karena adanya beberapa faktor yang menyebabnya diantaranya keadan fikiran, lingkungan yang kurang tenang (berisik), rasa nyeri, obat tidur, dan obat penenang serta obatobatan lainnya (Sikamat, 2008). Hasil penelitian tidak sejalan dengan penelitian sikamat tentang hubungan nyeri dengan pemenuhan kebutuhan tidur pada pasien post sectio cesarea hari ke-0 sampai ke-2 di Ruang Brawijaya RSD Kabupaten Malang yang menyatakan Pemenuhan kebutuhan tidur pasien post operasi Sectio Cesarea hari ke-0 sampai ke-2 dapat diketahui yaitu tidurnya tidak terpenuhi dengan prosentase 85 %, dan tidurnya kurang terpenuhi 15 %, tidur cukup terpenuhi 0 %, tidur terpenuhi 0 %. Hal ini dikarenakan adanya rasa
43
nyeri post operasi Sectio Cesarea yang nyeri bersifat akut menyerangnya sangat mendadak.
beradaptasi dengan lingkungan dan peran yang baru sesuai dengan kondisi sakitnya. Perubahan lingkungan dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Rumah sakit dan dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dapat menghambat seseorang untuk mendapatkan tidur yang adekuat. Menurut Agnew, dkk dalam Potter & Perry (2009) masalah tidur ini terjadi terutama pada pada hari pertama dirawat di rumah sakit, ditandai dengan bertambahnya jumlah waktu bangun, sering terbangun dan berkurangnya tidur REM serta jam tidur. Kecemasan meningkat karena penyakit dan hospitalisasi. Hal ini berhubungan dengan pemeriksaan dan operasi diagnosis dan dampak terhadap keluarga dan pekerjaan merupakan hal lain yang diidentifikasi sebagai penyebab gangguan tidur. Tindakan operasi sering menyebabkan kecemasan pada pasien. Menanggulangi atau menurunkan kecemasan pasien adalah salah satu tugas perawat. Salah satu caranya yaitu dengan komunikasi. Misalnya penjelasan tentang prosedur tindakan. Fenomena yang ada sekarang, bahwa komunikasi yang dilakukan perawat sebagai orang yang terdekat dan paling lama berada di dekat pasien cenderung mengarah pada tugas perawat dari pada mengenali kecemasan dan persepsi pasien tentang tindakan yang menyebabkan kecemasan (Ellis dkk, 2009).
B. Analalisa Bivariat Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Pemenuhan Istirahat Tidur Pada Pasien Pre Operasi Sectio Caesarea di RSUD Deli Serdang Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 6 orang responden dengan tingkat kecemasan ringan diketahui bahwa 6 orang (30%) yang tidak terganggu tidurnya dan tidak ada pasin yang terganggu tidurnya. Dari 8 orang responden dengan tingkat kecemasan sedang diketahui bahwa 7 orang (35%) yang tidak terganggu tidurnya dan 1 orang (5%) yang terganggu tidurnya. Dari 5 orang responden dengan tingkat kecemasan berat diketahui bahwa 5 orang (25%) yang terganggu tidurnya dan tidak ada yang tidak terganggu tidurnya. Dari 1 orang responden dengan tingkat kecemasan panik diketahui bahwa 1 orang (5%) yang terganggu tidurnya dan tidak ada yang tidak terganggu tidurnya. Berdasarkan uji statistik Rank Spearman correlation (Rho) didapatkan nilai P value = 0,02 (p < 0,05) sehingga disimpulkan bahwa terdapat hubungan tingkat kecemasan dengan pemenuhan istirahat tidur pada pasien pre operasi sectio caesarea. Hal ini sejalan dengan teori Potter & Perry (2009) pada saat seseorang mengalami masalah kesehatan dan harus mencari fasilitas pelayanan kesehatan untuk mengatasi masalahnya, maka pada saat orang tersebut masuk dan dirawat di rumah sakit, ia harus
44
ataupun kebijakan-kebijakan manajemen untuk peningkatan mutu pelayanan atau peningkatan derajat kesehatan pasien yang optimal. 3. Bagi Institusi Pendidikan Untuk menambah bahan informasi atau data-data bagi mahasiswa/i dalam pengembangan program penelitian selanjutnya dan sebagai sumber kepustakaan untuk perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan MEDISTRA Lubuk Pakam 4. Bagi Peneliti Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang faktorfaktor yang mempengaruhi kecemasan pada pasien pre operasi section caesarea dengan populasi yang lebih besar dan lokasi penelitian yang berbeda pula.
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Tingkat kecemasan pasien pre appendiks di RSUD Deli Serdang Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang adalah sedang sebanyak 8 orang (40%). 2. Gangguan tidur pada pasien pre operasi sectio caesarea di RSUD Deli Serdang Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang adalah tidak terganggu berjumlah 13 orang (65%). 3. Ada hubungan tingkat kecemasan dengan pemenuhan istirahat tidur pada pasien pre operasi sectio caesarea di RSUD Deli Serdang Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang (P value = 0,02 < α = 0,05). B. Saran 1. Bagi Pasien Disarankan kepada pasien yang akan menjalani operasi khususnya operasi sectio caesarea, agar tenang menghadapi operasi dan banyak mencari tahu tentang operasi sectio caesarea agar tidak cemas dalam menghadapinya. 2. Bagi RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam dan diharapkan kepada pihak Rumah Sakit dapat melakukan intervensi
DAFTAR PUSTAKA Asmadi, 2008. Tehnik prosedural keperawatan konsep dan aplikasi Kebutuhan Dasar Klien, penerbit Salemba Medika Jakarta. A.Aziz
Alimul. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Tehnik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika
. Berg, 2006. Jakarta:EGC
Obstetri
Operatif.
Budi, 2010. Asuhan Keperawatan Sectio Caesarea. www.
45
Budishmily.co.id februari 2011
tanggal 1
Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:Salemba Medika.
Carpenito, 2009. Sinopsis Psikiater Jilid I. Jakarta:Benarupa Remenika.
Potter, P. A. Dan A.G. Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta:EGC.
Depkes RI, 2009. Menuju Indonesia Sehat 2020. Jakarta
Sarmana, 2009. Gambaran Tingkat Kecemasan Peran Keluarga pada pasien Pre Operasi Sectio Caesarea di RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta. Suliswati, 2007. Komunikasi Interpersonal dalam Keperawatan. Jakarta:EGC
Hawari, 2007. Menejemen Stress, Cemas dan Depresi. Jakarta:Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hidayat, 2008. Hubungan Kecemasan Dengan Pemenuhan Pola Tidur pada pasien pre Operasi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. STIKes Muhammadiyah Jakarta.
Setiadi, 2008. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan . Yogyakarta: Graha Ilmu. Sugiono, Penelitian Alfabeta.
Iskandar, 2010. Asuhan Keperawatan Istirahat Tidur. www.Iskandar.co.id tanggal 25 maret 2016.
Metodologi Bandung:
Tarwoto, Wartonah, 2010. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan, Penerbit Salemba Medika Jakarta.
Kasdu, Dini, 2009. Operasi Caesar: masalah dan solusinya. Puspa Swara, Jakarta. Lukito, 2007. Asuhan Keperawatan Sectio Caesarea. Http://www.wordpress.com diakses tanggal 20 maret 2016.
Wiknyjosastro, Hanifah, 2007. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka. www. Repirostory. Usu. Ac. Id, Nia Desriva, 2011. Tingkat Kecemasan suami menghadapi sectio caesarea pada istri di RS Sembiring Medan, Skripsi Program DIV Bidan Pendidik, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara.
Long, 2006. Perawatan Medikal Pembedahan Jilid I. Bandung:Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Nursalam, 2011. Penerapan
2008. Bisnis.
Konsep dan Metodologi
46
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PUS DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE DI DESA KEBUN KELAPA KECAMATAN BERIGIN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2016
RAISHA OCTAVARINI PSKeb D.III AKBID Medistra Lubuk Pakam Gizi buruk dan gizi kurang merupakan salah satu masalah kesehatan anak yang harus ditanggulangi. Antisipasi yang dilakukan Dinas Kesehatan untuk mengatasi gizi buruk dan gizi kurang adalah mengeluarkan Pasangan Usia Subur (PUS). Namun penggunaan PUS sebagai alat monitor pertumbuhan dan Gizi Remaja kurang diperhatikan oleh para ibu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap remaja tentang PUS dengan status Gizi Remaja. Penelitian ini berupa penelitian survey analitik dengan pendekatan cross sectional dengan sampel sebanyak 90 ibu balita di Dusun VII Desa Kebun Kelapa Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang yang diambil secara simple random sampling. Analisa data menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pengetahuan ibu tentang PUS 55,6% baik, sikap ibu terhadap PUS 71,1% kurang baik dan status Gizi Remaja 73,3% baik. Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan status Gizi Remaja dengan p.value (0,001) < 0,05) dan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan status Gizi Remaja dengan p.value (0,82) > 0,05). Berdasarkan hasil penelitian tersebut diharapkan ibu-ibu balita dapat bekerja sama dengan kader atau petugas kesehatan dalam memanfaatkan PUS sehingga ibu dapat membantu petugas kesehatan dalam memantau pertumbuhan dan perkembangan serta Gizi Remaja.
Kata Kunci Kepustakaan
: Pengetahuan, Sikap, PUS, alat kontrasepsi intra uterine device : 26 (2008 – 2016)
47
pada 2015, yaitu 15,5 persen (Azrimaidaliza, 2016). Bila dibandingkan permasalahan gizi di Indonesia dengan negara di Asia Tenggara lainnya, Indonesia tertinggal dari Thailand, Philipina dan Malaysia bahkan Vietnam. Selain menghadapi permasalahan gizi kurang, Indonesia juga dihadapkan dengan permasalahan gizi lebih atau prevalensi gemuk mengalami peningkatan yaitu sebesar 14,2 persen. Sedangkan negara Asia Tenggara lainnya hanya dihadapkan dengan permasalahan gizi kurang, sementara kejadian gizi lebih memiliki prevalensi lebih rendah (Azrimaidaliza, 2016). Hasil Riskesdas 2011 menunjukkan bahwa provinsi Sumatera Utara memiliki prevalensi gizi buruk sebesar 7,8 persen dan gizi kurang 13,5 persen. Meski bukan angka tertinggi di Indonesia, angka ini cukup besar di wilayah Sumatera (Pramudiarja, 2016). Penyebab utama masalah gizi pada adalah kemiskinan sehingga akses pangan terganggu. Penyebab lain dari masalah gizi adalah ketidaktahuan orangtua tentang PUS. Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya pendidikan orangtua sehingga pengetahuan mereka tentang gizi rendah. Sikap dan pengetahuan orang tua khususnya pengetahuan PUStentang gizi di butuhkan untuk memperbaiki pola makan Remaja PUS agar kecukupan gizi Remaja PUS terpenuhi, dan dengan cara ini mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sehingga dapat mempengaruhi kesehatan dan PUS mereka (Anwar dan Mudjajanto, 2009).
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan Remaja PUS merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan yang saat ini terjadi di Negara Indonesia. Derajat kesehatan Remaja PUS mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab Remaja PUS sebagai generasi bangsa memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dalam meneruskan pembangunan bangsa (Hidayat, 2008). Salah satu masalah kesehatan Remaja PUS yang harus segera ditanggulangi adalah masalah gizi pada . Masa terutama pada usia dua tahun pertama merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dan tidak dapat terulang. Berbagai penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kematian bayi atau dengan kekurangan gizi. Apabila pada masa ini Remaja PUS mengalami kurang gizi maka akan berpengaruh kurang baik terhadap perkembangan fungsi otak dan pertumbuhannya (Kementerian Kesehatan RI, 2009). Badan kesehatan dunia (World Health Organization/WHO) menyatakan sebanyak 60 persen kematian di Negara berkembang disebabkan gizi buruk. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan 2010, menunjukkan prevalensi gizi kurang pada sebesar 18,4 persen dan 17,9 persen. Prevalensi gizi kurang yang sudah menunjukkan pernurunan tersebut masih di atas target Rencana Jangka Menengah Nasional tahun 2010 – 2014, yaitu 15 persen dan MDGs
48
Salah satu indikator PUS yang paling sensitif adalah kenaikan berat badan. Remaja PUS dengan gizi baik dan pertumbuhan normal apabila pertambahan umur diikuti dengan pertambahan berat badan sesuai standar tabel WHO – NCHS (World Health Organization – National Centre for Health Statistics) (Kementerian Kesehatan RI, 2009). Bila kenaikan berat badan Remaja PUS lebih rendah dari yang seharusnya, pertumbuhan Remaja PUS terganggu dan Remaja PUS berisiko akan mengalami kekurangan gizi. Sebaliknya bila kenaikan berat badan lebih besar dari yang seharusnya merupakan risiko kelebihan gizi (Menkes RI, 2010). Untuk mengetahui PUS dan mengenali apakah Remaja PUS tumbuh normal telah dikembangkan program penimbangan berat badan Remaja PUS dan penggunaan Pasangan Usia Muda (PUS) sebagai alat untuk mencatat dan mengamati perkembangan kesehatan Remaja PUS yang mudah dilakukan oleh para PUS(Supariasa, 2008). Pasangan Usia Muda (PUS) adalah kartu yang memuat kurva pertumbuhan normal Remaja PUS berdasarkan indeks antropometri berat badan menurut umur. Dengan membaca garis perkembangan berat badan Remaja PUS dari bulan ke bulan pada PUS, seorang PUSdapat menilai dan mengetahui lebih dini gangguan pertumbuhan atau resiko kelebihan gizi pada Remaja PUS sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan secara lebih cepat dan tepat sebelum masalahnya lebih berat (Menkes RI, 2010). IbuPUSdiharapkan selalu memantau pertumbuhan Remaja PUSnya. Oleh
karena itu, semua yang berhubungan dengan kesehatan Remaja PUS dari sejak lahir sampai berusia 5 tahun perlu dicatat dalam PUS. Selain itu PUS berisi pesan-pesan penyuluhan tentang penanggulangan diare, makanan Remaja PUS, pemberian kapsul vitamin A dan imunisasi. Semua PUSperlu memiliki PUS Remaja PUSnya dan selalu membawa PUS tersebut dalam setiap kegiatan gizi di Posyandu (Supariasa, 2008). Di Indonesia, PUS sudah cukup lama beredar yaitu sejak tahun 1970-an, akan tetapi penggunaannya sebagai alat monitor pertumbuhan dan gizi di masyarakat masih perlu dipertanyakan. Pada observasi di bangsal rawat inap Remaja PUS RSU Dr. Soetomo dan unit rawat jalan (1997-2007), sekitar 90 persen ibu-PUSpenderita malnutrisi menyatakan punya PUS akan tetapi tidak dibawa (Muslihatun, 2010). Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa pesentase Remaja PUS yang tidak pernah ditimbang pada kurun waktu 6 bulan terakhir adalah 23,8 persen dan presentase Remaja PUS yang mempunyai PUS dan dapat menunjukkannya adalah 30,5 persen, tertinggi di Yogyakarta (58,3 persen) dan terendah di Sumatera Utara (14,2 persen) (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Gizi Pangan dan Kesehatan Universitas Hasanuddin Makassar menunjukkan bahwa PUS yang mengerti tentang pembacaan PUS adalah 13 persen (Taslim, 2009). Survei awal yang dilakukan di Desa Kebun Kelapa Kecamatan
49
Berigin Kabupaten Deli Serdang diperoleh keterangan bahwa terdapat 116 orang PUSyang memiliki dimana 53 orang PUSmembawa nya untuk ditimbang pada kegiatan posyandu sedangkan 63 orang PUSlainnya tidak. Untuk 53 orang PUStersebut diketahui bahwa terdapat 21 orang PUSyang membawa PUS pada saat membawa nya ditimbang dan 32 orang PUSlainnya tidak membawa PUS dengan alasan lupa atau hilang. Untuk 21 orang PUStersebut yang mengetahui tentang PUS hanya 7 orang. Mereka dapat menyebutkan manfaat dari PUS dan sedikit memahami tentang grafik pertumbuhan pada PUS. Sedangkan 14 orang PUSlainnya tidak dapat menyebutkan manfaat dan grafik pertumbuhan pada PUS. Selain itu, terdapat 3 orang yang mengalami gizi kurang di dusun ini. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PUS DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE DI DESA KEBUN KELAPA KECAMATAN BERIGIN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2016.”
3.
4.
menunjukkannya 14,2 persen di Sumatera Utara PUS yang mengerti tentang pembacaan PUS adalah 13 persen Dusun VII Desa Kebun Kelapa Kecamatan Berigin terdapat 21 orang PUSyang membawa PUS dan 7 orang diantaranya mengetahui tentang PUS dan terdapat 3 orang yang mengalami gizi kurang.
C. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang diatas adalah 1. Bagaimana hubungan antara pengetahuan PUS dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Intra Uterine Device di Desa Kebun Kelapa Kecamatan Berigin Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016 . 2. Bagaimana hubungan antara sikap PUS tentang PUS dengan PUS di Desa Kebun Kelapa Kecamatan Berigin Kabupaten Deli Serdang. D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap pus dengan penggunaan alat kontrasepsi intra uterine device di desa kebun kelapa kecamatan berigin 2. Tujuan Khusus Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui pengetahuan pus
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasikan bahwa masalah yang terjadi adalah sebagai berikut: 1. Presentase Remaja PUS yang tidak pernah ditimbang pada kurun waktu 6 bulan terakhir adalah 23,8 persen 2. Presentase Remaja PUS yang mempunyai PUS dan dapat
50
dengan penggunaan alat kontrasepsi intra uterine device di desa kebun kelapa kecamatan berigin kabupaten deli serdang. b. Untuk mengetahui sikap pus dengan penggunaan alat kontrasepsi intra uterine device di desa kebun kelapa kecamatan berigin Kabupaten Deli Serdang
4.
5.
Bagi Institusi Pendidikan STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam Sebagai bahan bacaan di perpustakaan pendidikan dan masukan bagi mahasiswa/mahasiswi yang akan mengadakan penelitian selanjutnya. Bagi Peneliti Selanjutnya Sebagai bahan informasi dan referensi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
METODE PENELITIAN E. Manfaat Penelitian 1. Bagi PUS Sebagai bahan informasi dan menambah wawasan tentang pemantauan gizi dan Pasangan Usia Muda (PUS). 2. Bagi Pemerintah Desa Sebagai bahan informasi dan masukan bagi pemerintah desa dalam menetapkan kebijaksanaan dan mengembangkan suatu perencanaan program yang akan dilakukan mengenai peningkatan gizi di Desa Kebun Kelapa Kecamatan Berigin. 3. Bagi Tenaga Kesehatan di Posyandu Mawar Sebagai bahan masukan dalam upaya evaluasi dan pemantauan PUS dan dalam perencanaan program peningkatan gizi di Desa Kebun Kelapa Kecamatan Berigin.
A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian survey yang bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional. Jenis penelitian yang bersifat analitik adalah penelitian yang menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi, selanjutnya melakukan analisis dinamika korelasi atau hubungan antarfenomena tersebut (Sulistyaningsih, 2011). Pendekatan cross sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktorfaktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada waktu yang sama (Notoatmodjo, 2010). B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini di Desa Kebun Kelapa Kecamatan Berigin Kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan survei awal yang dilakukan di
51
tempat ini, diketahui bahwa terdapat 15 orang Pengetahuan PUS dengan alat kontrasepsi Intra Device Uterine , dari 10 orang Sikap PUS dengan alat kontrasepsi Intra Device Uterine
D = = = 0,000625 (dimana B : bound of error) Maka :
= 90,09
2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2015 – Januari 2016
dengan demikian sampel yang diambil adalah sejumlah 90 PUS atau responden (Nazir, 2009). Teknik sampling adalah teknik untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian (Sugiyono, 2010). Pengambilan sampel dilakukan dengan melakukan teknik simple random sampling yaitu pengambilan sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (Sugiyono, 2010).
C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti tersebut (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh PUS di Desa Kebun Kelapa Kecamatan Berigin Kabupaten Deli Serdang yaitu sebanyak 25 orang. 2. Sampel Penelitian Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2010). Jika besar populasi lebih kecil dari 10.000 maka untuk menentukan besarnya sampel yang akan di teliti adalah dengan menggunakan formula berikut ini:
Dimana jumlah sampel
D. Metode Pengumpulan Data 1. Data Primer Data primer, yaitu data yang diperoleh dari pengamatan yang dilakukan secara langsung oleh penulis atau peneliti pada objek tempat penelitian dilakukan (Sugiyono, 2010). Data primer dalam penelitian ini adalah data yang dikumpulkan langsung dengan wawancara dengan berpedoman pada kuesioner tentang hubungan pengetahuan dan sikap PUStentang PUS dengan
n = Besar atau N = 116 PUS(
Populasi) p =
proporsi
(0,5)
52
PUS di Desa Kebun Kelapa Kecamatan Berigin Kabupaten Deli Serdang. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh tidak secara langsung dari objek penelitian. Peneliti mendapatkan data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh pihak lain dengan berbagai cara atau metode (Sugiyono,2010). Data sekunder dalam penelitian ini di peroleh dari catatan dan dokumen dari posyandu tentang jumlah di Desa Kebun Kelapa Kecamatan Berigin Kabupaten Deli Serdang.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah PUS. 2. Definisi Operasional Definisi operasional adalah batasan variabel yang dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan. Definisi operasional ini penting agar pengukuran variabel atau pengumpulan data (variabel) itu konsisten antara sumber data (responden) yang satu dengan responden yang lain (Notoatmodjo, 2010). F. Metode Pengukuran Data 1. Variabel Independen a. Pengetahuan PUS Pengetahuan diukur berdasarkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada kuesioner. Pertanyaan berjumlah 12 pertanyaan dengan total skor 24. Adapun ketentuan pemberian skor yaitu: 1) Untuk pertanyaan nomor 1, 2, 3, dan 4 jika menjawab “a” diberi skor 0, jika menjawab “b” diberi skor 1 dan jika menjawab”c” diberi skor 2. 2) Untuk pertanyaan nomor 5, 6, 7, dan 8 jika menjawab “a” diberi skor 0, jika menjawab “b” diberi skor 2 dan jika menjawab”c” diberi skor 1.
E. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Variabel yang terdapat pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Variabel bebas (Independent Variable) Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan PUS tentang PUS dan sikap PUS tentang PUS. b. Variabel terikat (Dependent Variable)
53
3) Untuk pertanyaan nomor 9, 10, 11, dan 12 jika menjawab “a” diberi skor 2, jika menjawab “b” diberi skor 1 dan jika menjawab”c” diberi skor 0. Dari hasil pengukuran data, pengetahuan responden di bagi menjadi 3 kategori, yaitu 1) Pengetahuan baik 2) Pengetahuan kurang baik : 45% - 75% skor total (10,8 – 18) 3) Pengetahuan buruk
responden di bagi menjadi 3 kategori, yaitu 1) sikap baik : ≥ 75% skor total ( ≥ 22,5 ) 2) sikap kurang baik : 45% - 75% skor total ( 13,5 – 22,5 ) 3) sikap buruk : ≤ 45 % skor total (≤ 13,5 ) 2. Variabel Dependen Untuk mengetahui : ≥ 75% skor PUStotal di Desa ( ≥18Kebun ) Kelapa Kecamatan Berigin Kabupaten Deli Serdang dilakukan dengan melihat grafik BB/U WHO-NCHS : ≤ 45 % pada skor total PUS.(≤ 10,8 )
b. Sikap PUS Pengukuran sikap responden dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dengan alternatif jawaban “setuju” dan “tidak setuju”. Pertanyaan berjumlah 15 pertanyaan dengan total skor 30. Adapun ketentuan pemberian skor yaitu jika responden setuju diberi skor = 2 dan tidak setuju diberi skor = 0, untuk pertanyaan nomor 2, 4, 5, 6, 7, 10, 11, 13, 14 dan 15. Jawaban setuju diberi skor = 0 dan tidak setuju diberi skor = 2, untuk pertanyaan nomor 1, 3, 8, 9, dan 12. Dari hasil pengukuran data, sikap
G. Metode Analisa Data Sebelum melakukan analisa data maka yang dilakukan setelah pengumpulan data adalah melakukan pengolahan data dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Editing Hasil angket atau kuesioner yang diperoleh atau dikumpulkan perlu diedit terlebih dahulu. Jika ternyata masih ada data atau informasi yang tidak lengkap maka dilakukan pengambilan data ulang untuk melengkapi informasi atau data tersebut. 2. Coding Setelah semua kuesioner diedit, selanjutnya dilakukan pengkodean atau coding, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Pemeberian kode ini sangat berguna dalam memasukkan data. 3. Memasukkan Data (Data Entry)
54
Data berupa jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang sudah dalam bentuk kode dimasukkan ke dalam program komputer yang dapat digunakan untuk entri data. 4. Pembersihan Data (Cleaning) Apabila semua data telah selesai dimasukkan, perlu dilakukan pengecekan kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya, kemudian dilakukan koreksi (Notoatmodjo (2010). Setelah pengolahan data selesai dilakukan selanjutnya adalah melakukan analisis data. Pada penelitian ini, analisis data dilakukan secara bertahap yaitu: 1. Analisis Univariat Tujuan dari analisis univariat adalah untuk menjelaskan atau mendeskripsikan masing-masing variabel yang diteliti secara sederhana, baik dari variabel independen maupun dependen (Notoatmodjo, 2010) 2. Analisis Bivariat Analisis ini diperlukan untuk menjelaskan atau mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara variabel independen dan variabel dependen. Analisa bevariat dilakukan setelah karakteristik masing-masing variabel diketahui (Notoatmodjo, 2010). Analisa untuk perhitungan bevariat pada penelitian ini menggunakan uji statistik ChiSquare Test dengan tingkat kepercayaan 95% (α= 0,05). Sehingga dari hasil uji statistik ini akan dapat disimpulkan ada
atau tidak ada hubungan dua variable secara bermakna. Pengujian ini dilakukan untuk mencari hubungan pengetahuan dan sikap PUS tentang PUS dengan PUS di Desa Kebun Kelapa Kecamatan Berigin Kabupaten Deli Serdang tahun 2016.
HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Berigin Kabupaten Deli Serdang memiliki luas wilayah 52,69 km2 dan terdiri dari 11 desa, yaitu sebagai berikut: 1. Desa Bagan 11. Desa Pantai Serdang Labu Baru
55
2.
Desa Binjai Bakung
12. Desa Kebun Kelapa
3.
Desa Denai Kuala
13. Desa Perkebunan Ramunia
4.
Desa Denai Lama
14. Desa Ramunia I
5.
Desa Denai Sarang Burung
15. Desa Ramunia II
6.
Desa Durian
16. Desa Rantau Panjang
7.
Desa Kelambir
17. Desa Rugemuk
8.
Desa Kubah Sentang
18. Desa Sei Tuan
9.
Desa Paluh Sibaji
KELAPA KECAMATAN BERIGIN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2016 1. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita di Dusun VII Desa Kebun Kelapa yaitu sebanyak 90 orang. Karakteristik responden yang diamati meliputi umur, pekerjaan, pendidikan terakhir, jumlah anak dan jumlah balita berdasarkan jenis kelamin. Adapun hasil analisis data mengenai karakteristik responden tersebut disajikan pada tabel distribusi berikut ini :
19. Desa Tengah
10. Desa Pantai Labu Pekan Pelaksanaan penelitian berlokasi di Desa Kebun Kelapa yang memilki luas wilayah ± 4,04 km2 yang terdiri dari 854 KK dengan jumlah penduduk Desa Kebun Kelapa sebanyak ± 4262 orang. Desa Kebun Kelapa terdiri atas 7 dusun yaitu Dusun I, Dusun II, Dusun III, Dusun IV, Dusun V, Dusun VI dan Dusun VII. Adapun batas-batas wilayah Desa Kebun Kelapa adalah sebagai berikut: 1. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Pantai Labu Baru 2. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kubah Sentang 3. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Kelambir 4. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Regemuk Peneliti melakukan penelitian di Dusun VII Desa Kebun Kelapa yang memiliki luas wilayah ± 0,58 km2 dan terdiri dari 134 KK dengan jumlah penduduk sebanyak 542 jiwa. B. Analisis Univariat Analisis univariat yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis untuk melihat gambaran karakteristik, pengetahuan dan sikap responden tentang Pasangan Usia Subur (PUS) Balita serta status Gizi Remaja di Dusun VII Desa KEBUN 56
Tabel 4.1.
No 1
2
3
4
5
Distribusi Karakteristik Responden di Dusun VII Desa KEBUN KELAPA KECAMATAN Karakteristik Umur : a. 19-21 b. 22-24 c. 25-27 d. 28-30 e. 31-33 f. 34-36 g. 37-39 h. 40-42 Total Pekerjaan : a. IRT b. Wiraswasta Total Pendidikan Terakhir : a. Diploma b. SD c. SMA d. SMP Total Jumlah Anak : a. 1 Anak b. 2 Anak c. 3 Anak d. 4 Anak e. 5 Anak f. 6 Anak g. 7 Anak Total Jenis Kelamin Balita : a. Laki-laki b. Perempuan Total
BERIGIN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2016
N
% 2 19 10 24 15 9 8 3 90
2,2 21,1 11,1 26,7 16,7 10,0 8,9 3,3 100,0
85 5 90
94,4 5,6 100,0
1 42 23 24 90
1,1 46,7 25,5 26,7 100,0
15 28 29 13 3 1 1 90
16,7 31,1 32,2 14,5 3,33 1,1 1,1 100,0
44 48,9 46 51,1 90 100,0 Deli Serdang adalah sebagai berikut : berdasarkan umur responden yang tertinggi terdapat pada kelompok umur 28-30 tahun yaitu 24 orang (26,7%) dan terendah pada umur 19-
Tabel 4.1. dapat diketahui bahwa karakteristik responden di Dusun VII Desa Kebun Kelapa Kecamatan Pantai Labu Kabupaten 57
21 tahun yaitu 2 orang (2,2%), berdasarkan pekerjaan responden yang paling banyak adalah sebagai ibu rumah tangga yaitu sebesar 85 orang (94,4%) dan sisanya 5 orang (5,6%) adalah sebagai wiraswasta, berdasarkan pendidikan terakhir yang tertinggi memiliki latar belakang pendidikan di tingkat SD yaitu sebesar 42 orang (46,7%) dan paling rendah di tingkat diploma yaitu 1 orang (1,1%), berdasarkan jumlah anak yang tertinggi memiliki 3 anak yaitu sebesar 29 orang (32,2%) dan paling sedikit yang memiliki 6 anak yaitu 1 orang (1,1%) dan 7 anak yaitu 1 orang (1,1%), berdasarkan jenis kelamin balita yang tertinggi perempuan yaitu sebesar 46 orang (51,1%) dan 44 orang (48,9%) laki-laki. 2. Pengetahuan Responden Pengetahuan responden dapat diamati dengan menggunakan kuesioner yang berisi 12 pertanyaan yang diberikan kepada responden. Dapat diketahui bahwa pada pertanyaan no.1 sebagian besar responden yang berjumlah 70 orang (77,8%) menjawab c yaitu Pasangan Usia Subur (PUS) merupakan kartu yang digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak. Pada pertanyaan no.2 sebagian besar responden yang berjumlah 50 orang (55,6%) menjawab a yaitu mencatat imunisasi. Pada pertanyaan no.3 sebagian besar responden yang berjumlah 72 orang (80%) menjawab c yaitu grafik pertumbuhan, catatan tentang imunisasi, pemberian kapsul vitamin A, penanggulangan diare, pemberian makanan anak, rujukan ke puskesmas atau rumah sakit dan juga pesan-pesan penyuluhan kesehatan dan gizi. Pada pertanyaan no.4
sebagian besar responden yang berjumlah 90 orang (100%) menjawab c yaitu ya. Pada pertanyaan no.5 sebagian besar responden yang berjumlah 89 orang (98,9%) menjawab b yaitu ya. Pada pertanyaan no.6 sebagian besar responden yang berjumlah 88 orang (97,8%) menjawab a yaitu ya. Pada pertanyaan no.7 sebagian besar responden yang berjumlah 63 orang (70%) menjawab b yaitu 3 warna (hijau, kuning, merah). Pada pertanyaan no.8 sebagian besar responden yang berjumlah 50 orang (55,6%) menjawab b yaitu ya. Pada pertanyaan no.9 sebagian besar responden yang berjumlah 74 orang (82,2%) menjawab a yaitu garis pertumbuhannya berpindah ke pita warna diatasnya. Pada pertanyaan no.10 sebagian besar responden yang berjumlah 68 orang (75,6%) menjawab a yaitu garis pertumbuhan berada di garis warna merah atau mendatar selama 3 bulan berturutturut. Pada pertanyaan no.11 sebagian besar responden yang berjumlah 72 orang (80%) menjawab a yaitu menu makanan yang kurang mengandung unsur-unsur gizi yang diperlukan oleh anak, adanya penyakit infeksi dan pola asuh ibu yang tidak baik. Pada pertanyaan no.12 sebagian besar responden yang berjumlah 90 orang (100%) menjawab a yaitu membawa anak ke puskesmas atau rumah sakit Penilaian terhadap pengetahuan dilakukan dengan menghitung jumlah skor jawaban kuesioner responden dan dikategorikan berdasarkan standar yang telah ditetapkan dalam definisi operasional. Kategori tersebut
58
disajikan dalam bentuk tabel di bawah ini : Tabel 4.3. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Pasangan Usia Subur (PUS) di Dusun VII Desa No Pengetahuan 1 Baik 2 Kurang baik Jumlah Tabel 4.3. dapat diketahui bahwa 50 (55,6%) responden memiliki pengetahuan baik tentang Pasangan Usia Subur (PUS). Sementara itu, 40 (44,4%) responden memiliki pengetahuan kurang baik tentang Pasangan Usia Subur (PUS). 3. Sikap Responden Sikap responden dapat diamati dengan menggunakan kuesioner yang berisi 15 pernyataan yang diberikan kepada responden yang disajikan pada tabel distribusi berikut ini :
Tabel 4.4.
Distribusi Sikap Responden Tentang Pasangan Usia Subur (PUS) Berdasarkan Item Pernyataan Sikap di Dusun VII Desa KEBUN KELAPA KECAMATAN BERIGIN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2016
59
KEBUN KELAPA KECAMATAN BERIGIN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2016
n
% 50 55,6 40 44,4 90 100,0 Tabel 4.4. dapat diketahui bahwa dari 14 pernyataan tentang Pasangan Usia Subur sebagian besar reponden menjawab setuju pada pernyataan no.1 sebanyak 69 orang (76,7%), pada pernyataan no.2 sebanyak 90 orang (100%), pada pernyataan no.5 sebanyak 75 orang (83,3%), pada pernyataan no.6 sebanyak 90 orang (100%), pada pernyataan no.7 sebanyak 90 orang (100%), pada pernyataan no.9 sebanyak 80 orang (88,9%), pada pernyataan no.10 sebanyak 89 orang (98,9%), pada pernyataan no.11 sebanyak 90 orang (100%), pada pernyataan no.12 sebanyak 82 orang (91,1%), pada pernyataan no.13 sebanyak 89 orang (98,9%), pada pernyataan no.14 sebanyak 90 orang (100%), dan pada pernyataan no.15sebanyak 90 orang (100%). Penilaian terhadap sikap dilakukan dengan menghitung jumlah skor jawaban kuesioner responden dan dikategorikan berdasarkan standar yang telah ditetapkan dalam definisi operasional. dapat diketahui bahwa 64 (71,1%) responden memiliki sikap kurang baik tentang Pasangan Usia Subur (PUS). Sementara itu, 26 (28,9%) responden memiliki sikap
baik tentang Pasangan Usia Subur (PUS). Tabel 4.7. 4.
Status Gizi Remaja Status Gizi Remaja diperoleh dengan membandingkan berat badan balita dengan umurnya. Hasil perbandingan ini dikategorikan sesuai dengan tabel Baku Rujukan Penilaian Status Gizi Anak Perempuan dan Laki-laki Umur 0-60 bulan Menurut BB/U WHO-NCHS. Tabel 4.6. Distribusi Status Gizi Remaja di Dusun VII Desa KEBUN KELAPA KECAMATAN BERIGIN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2016
Hubungan Pengetahuan Responden Tentang Pasangan Usia Subur (PUS) Dengan Status Gizi Remaja di Dusun VII Desa KEBUN KELAPA KECAMATAN BERIGIN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2016
Status Gizi Remaja No Pengetahuan Gizi Kurang Gizi Baik n % n % 1 Baik 6 12 44 88 2 Kurang Baik 18 45 22 55 Jumlah 66 73,3 No Status Gizi Remaja n 24 %26,7 1 Gizi Kurang 24 26,7 Tabel 4.7. dapat diketahui 2 Gizi Baik 66 73,3 bahwa terdapat 50 responden yang Jumlah 90 100,0 memiliki pengetahuan baik, 44 responden (88%) diantaranya Tabel 4.6. dapat diketahui memiliki balita dengan status gizi bahwa 66 (73,3%) responden baik. Sementara itu, 6 responden memiliki balita dengan status gizi (12%) lainnya memiliki balita baik. Sementara itu, 24 (26,7%) dengan status gizi kurang. responden memiliki balita dengan Selanjutnya terdapat 40 responden status gizi kurang. yang memiliki pengetahuan kurang baik, 22 responden (55%) C. Analisis Bivariat diantaranya memiliki balita dengan Dilakukan untuk mengetahui status gizi baik. Sementara itu 18 hubungan antara variabel independen responden (45%) lainnya memiliki dan dependen, analisis bivariat yang balita dengan gizi kurang. dilakukan meliputi analisis hubungan Hasil uji statistik dengan pengetahuan responden tentang menggunakan uji chi-square Pasangan Usia Subur (PUS) dengan diperoleh bahwa nilai p-value = status Gizi Remaja dan analisis 0,001 dimana lebih kecil dari nilai hubungan sikap responden tentang signifikansi 95% (0,05). Maka dapat Pasangan Usia Subur (PUS) dengan di simpulkan bahwa Ho ditolak. status Gizi Remaja. 60
Sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Pengetahuan Ibu Balita Tentang Pasangan Usia Subur (PUS) Dengan Status Gizi Remaja Di Dusun VII Desa Kebun Kelapa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016.
Tabel 4.8.
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh bahwa nilai p.value = 0,82 dimana lebih besar dari nilai signifikansi 95% (0,05). Maka dapat di simpulkan bahwa Ho diterima. Sehingga tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Sikap remaja Tentang Pasangan Usia Subur (PUS) Dengan Status Gizi Remaja Di Dusun VII Desa Kebun Kelapa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016.
Hubungan Sikap Responden Tentang Pasangan Usia Subur (PUS) Dengan Status Gizi Remaja di Dusun VII Desa KEBUN KELAPA KECAMATAN BERIGIN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2016
PEMBAHASAN
A. Gambaran Karakteristik Pengetahuan dan Sikap PUS dengan ALat Kontrasepsi Intra Devince Uterine Desa Kebun Kelapa Kecamatan Berigin Kabupaten Deli Serdang Status Gizi Remaja Hasil penelitian menunjukkan Jumlah bahwa di No Sikap p-value Gizi Kurang Gizi Baik karakteristik ibu balita Dusun VII Desa Kebun Kelapa n % n Kecamatan % N % Berigin Kabupaten Deli 1 Baik 6 23,1 20 76,9 26 100 Serdang adalah sebagai berikut : 0,82 2 Kurang Baik 18 28,1 46 71,9 umur 64 responden 100 berdasarkan yang tertinggi Jumlah 24 26,7 66 73,3 terdapat 90 pada 100 kelompok umur 28-30 tahun yaitu 24 orang (26,7%) dan terendah pada umur 19Tabel 4.8. dapat diketahui 21 tahun yaitu 2 orang (2,2%), bahwa terdapat 64 responden yang berdasarkan pekerjaan responden memiliki sikap kurang baik, 46 yang paling banyak adalah sebagai responden (71,9%) diantaranya ibu rumah tangga yaitu sebesar 85 memiliki balita dengan status gizi orang (94,4%) dan sisanya 5 orang baik. Sementara itu, 18 responden (5,6%) adalah sebagai wiraswasta, (28,1%) lainnya memiliki balita berdasarkan pendidikan terakhir dengan status gizi kurang. yang tertinggi memiliki latar Selanjutnya terdapat 26 responden belakang pendidikan di tingkat SD yang memiliki sikap baik, 20 yaitu sebesar 42 orang (46,7%) dan responden (76,9%) diantaranya paling rendah di tingkat diploma memiliki balita dengan status gizi yaitu 1 orang (1,1%), berdasarkan baik. Sementara itu, 6 responden jumlah anak yang tertinggi memiliki (23,1%) diantaranya memiliki balita 3 anak yaitu sebesar 29 orang dengan status gizi kurang.
61
(32,2%) dan paling sedikit yang memiliki 6 anak yaitu 1 orang (1,1%) dan 7 anak yaitu 1 orang (1,1%), berdasarkan jenis kelamin balita yang tertinggi perempuan yaitu sebesar 46 orang (51,1%) dan 44 orang (48,9%) laki-laki. . Angkaangka tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar ibu yang memiliki balita di Dusun VII Desa KEBUN KELAPA KECAMATAN BERIGIN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2016 berumur 28-30 tahun, sebagai ibu rumah tangga,memiliki latar belakang pendidikan di tingkat SD, memiliki anak berjumlah 3 anak dan balita berjenis kelamin perempuan. Karakteristik PUS berupa umur, pekerjaan, pendidikan terakhir tersebut dapat mempengaruhi pengetahuan dan sikap remaja terhadap penggunaan Pasangan Usia Subur (PUS) sebagai alat untuk memonitor pertumbuhan Remaja tersebut. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Supariasa (2008) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi yaitu makanan yang dimakan dan keadaan kesehatan anak tergantung pada karakteristik ibu terhadap makanan dan kesehatan anak tersebut. Artinya kemampuan ibu untuk menyediakan makanan dan menjaga kesehatan anak tergantung kepada karakteristik ibu tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran pengetahuan ibu balita tentang Pasangan Usia Subur (PUS) 50 (55,6%) responden memiliki pengetahuan baik. Sementara itu, 40 (44,4%) responden memiliki pengetahuan kurang baik. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Fatimah (2011) yang menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang baik tentang Pasangan Usia Subur yaitu sebesar 51 (72,9%). Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar ibu yang memiliki balita di Dusun VII Desa KEBUN KELAPA KECAMATAN BERIGIN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2016 memiliki pengetahuan yang baik mengenai Pasangan Usia Subur (PUS). C. Gambaran Sikap Pasangan Usia Subur (PUS) di Desa KEBUN KELAPA KECAMATAN BERIGIN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2016 Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran sikap Pasangan Usia Subur (PUS) yang memiliki sikap kurang baik yaitu sebanyak 64 (71,1%). Sementara itu, 26 (28,9%) responden memiliki sikap baik terhadap Pasangan Usia Subur (PUS). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Juhairiyah (2010) yang menunjukkan bahwa sebanyak 21 (36,2%) responden memiliki sikap yang kurang baik tentang Pasangan Usia Subur. Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa di Desa KEBUN KELAPA KECAMATAN BERIGIN KABUPATEN DELI SERDANG
B. Gambaran Pengetahuan Ibu Balita Tentang Pasangan Usia Subur (PUS) di Dusun VII Desa KEBUN KELAPA KECAMATAN BERIGIN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2016
62
TAHUN 2016 memiliki sikap yang kurang baik terhadap Pasangan Usia Subur (PUS)..
dua kemungkinan perkembangan berat badan yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal.
D. Gambaran Pengetahuan PUS dengan Alat Kontrasepsi Intra Device Uterine di Desa KEBUN KELAPA KECAMATAN BERIGIN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2016
E. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Pus Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Intra Uterine Device Di Dusun Vii Desa Kebun Kelapa Kecamatan Berigin Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016 Hasil uji statistik uji chisquare menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu balita tentang Pasangan Usia Subur (PUS) dengan status Gizi Remaja dengan nilai pvalue = 0,001 dimana lebih kecil dari nilai signifikansi 95% (0,05). Pada Ibu yang memiliki pengetahuan baik, 88% balitanya dengan status gizi baik dan 12% lainnya memiliki balita dengan status gizi kurang. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Fatimah (2011) yang menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu tentang PUS dengan status Gizi Remaja. Hal ini dapat terjadi mengingat bahwa yang dimakan oleh anak dan keadaan kesehatan anak merupakan faktor yang mempengaruhi status Gizi Remaja selain itu status Gizi Remaja juga dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang ketahanan pangan di keluarga, pola asuh anak serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Supariasa (2008) bahwa status gizi anak pada dasarnya ditentukan oleh dua hal yaitu makanan yang dimakan dan keadaan
Hasil penelitian menunjukkan pus dengan Alat Kontrasepsi Intra Device Uterine yaitu sebanyak 66 (73,3%). Sementara itu, 24 (26,7%) responden memiliki balita dengan status gizi kurang. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Fatimah (2011) yang menunjukkan bahwa sebanyak 56 (80%) responden memiliki balita dengan status gizi baik. Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar ibu di Dusun VII Desa KEBUN KELAPA KECAMATAN BERIGIN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2016 balita dengan status gizi baik. Hal ini dapat dijelaskan bahwa balita dengan status gizi baik merupakan balita yang memiliki keadaan gizi dan pertumbuhan yang baik. Artinya keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin dimana berat badan balita berkembang mengikuti pertambahan umur. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Supariasa (2008) bahwa dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat
63
kesehatan. Kualitas dan kuantitas makanan seorang anak tergantung pada kandungan gizi makanan tersebut, daya beli keluarga dan karakteristik ibu tentang makanan dan kesehatan. Faktor lain yang mempengaruhi status Gizi Remaja adalah ketahanan pangan di keluarga, pola asuh anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketiga faktor ini saling berhubungan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan.
Remaja seperti yang diungkapkan oleh Supariasa (2008) bahwa status gizi anak pada dasarnya ditentukan oleh dua hal yaitu makanan yang dimakan dan keadaan kesehatan. Selain itu ketahanan pangan di keluarga, pola asuh anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan juga mempengaruhi status Gizi Remaja.
F. Hubungan Sikap remaja Tentang Pasangan Usia Subur (PUS) Dengan Status Gizi Remaja di Dusun VII Desa KEBUN KELAPA KECAMATAN BERIGIN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2016
A.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan analisis data dalam penelitian ini yang telah dilakukan maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengetahuan PUS tentang Pasangan Usia Subur (PUS) di Desa Kebun Kelapa Kecamatan Berigin Kabupaten Deli Serdang mayoritas memiliki pengetahuan baik yaitu sebesar 55,6 % dan minoritas memiliki pengetahuan baik yaitu sebesar 44,4 %. 2. Sikap remaja tentang Pasangan Usia Subur (PUS) di Desa Kebun Kelapa Kecamatan berigin Kabupaten Deli Serdang mayoritas memiliki sikap kurang baik yaitu sebesar 71,1 % dan minoritas memiliki sikap baik yaitu sebesar 28,9 %. 3. PUS di Desa Kebun Kelapa Kecamatan berigin Kabupaten Deli Serdang mayoritas memiliki status gizi baik yaitu sebesar 73,3 % dan minoritas memiliki status gizi kurang yaitu 26,7 %.
Hasil uji statistik uji chisquare menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sikap remaja tentang Pasangan Usia Subur Pasangan Usia Subur (PUS) dengan status Gizi Remaja dengan nilai p.value = 0,82 dimana lebih besar dari nilai signifikansi 95% (0,05). Pada Ibu yang memiliki sikap kurang baik, 71,9% balitanya dengan status gizi baik dan 28,1% lainnya memiliki balita dengan status gizi kurang. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Fatimah (2011) yang menunjukkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara sikap ibu tentang PUS dengan status Gizi Remaja. Hal ini dapat terjadi mengingat bahwa makanan yang dimakan oleh anak dan keadaan kesehatan anak merupakan faktor yang mempengaruhi status Gizi
64
4.
5.
Terdapat hubungan yang bermakna antara Pengetahuan Pasangan Usia Subur (PUS) Dengan alat kontrasepsi intra uterine device Desa Kebun Kelapa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016 dengan nilai p.value=0,001 (P < 0,05). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara Sikap Pasangan Usia Subur (PUS) Dengan alat kontrasepsi intra uterine device diDesa Kebun Kelapa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016 dengan nilai P.Value= 0,82 (P < 0,05).
4.
5.
B.
Saran Saran yang dapat peneliti berikan berdasarkan hasil penelitian yang ditemukan adalah sebagai berikut : 1. Bagi PUS Untuk PUS di Desa Kebun Kelapa Kecamatan berigin Kabupaten Deli Serdang diharapkan dapat bekerja sama dengan kader ataupun tenaga kesehatan dalam memanfaatkan Pasangan Usia Subur (PUS) seperti membawa Pasangan Usia Subur (PUS) ke puskesmas untuk memberikan informasi tentang penggunaan alat kontrasepsi uterine device. 2. Bagi Pemerintah Desa Perlu diprogramkan kerjasama penguluhan tentang Pasangan Usia Subur (PUS) dengan penggunaan alat kontrasepsi intra uterine device. 3.
kembali penggunaan alat kontrasepsi pada PUS . Bagi Institusi Pendidikan STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam Diharapkan institusi pendidikan dapat menambah bahan bacaan lain mengenai Pasangan Usia Subur (PUS) dengan penggunaan alat kontrasepsi sehingga dapat mempermudah kegiatan proses belajar mengajar. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan dapat melakukan penelitian selanjutnya mengenai pengetahuan Pasangan Usia Subur (PUS) dengan penggunaan alat kontrasepsi pada aspek yang lebih luas dan lengkap untuk menyempurnakan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Anwar, Faisal dan Eddy S. Mudjajanto. 2009. Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi Ibu Peserta Posyandu. Jurnal Gizi dan Pangan. vol. 4, no. 1 (hal.3341). Tanggal akses: 27 Nopember 2016. www.journal.ipb.ac.id Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Arisman. 2010. Gizi Dalam Daur Kehidupan : Buku Ajar Ilmu Gizi, Edisi 2. Jakarta: EGC
Bagi Tenaga Kesehatan Sebaiknya tenaga kesehatan dan kader lebih mengenalkan
65
Azrimaidaliza. 2016. Siklus Permasalahan Gizi yang Tidak Pernah Usai. Tanggal akses: 26 Nopember 2016. www.republika.co.id
Pasangan Usia Subur (PUS) Terhadap Status Gizi Remaja Di Posyandu I Kelurahan Manggarai Jakarta. HASIL PENELITIAN. Program Studi Sarjana Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta. www.library,upnvj.ac.id
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Riset Kesehatan Dasar. Tanggal akses: 20 Nopember 2016. www.litbang.depkes.go.id
Fitriani. 2011. Promosi Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2010. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Juhairiyah, dkk. 2010. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Ibu Terhadap Penggunaan Pasangan Usia Subur (PUS) Balita Di Desa Telok Selong Ilir Kecamatan Martapura Barat Kabupaten Banjar Tahun 2007. Jurnal Al’Ulum. vol. 43. no. 1 (hal 7-14). Tanggal akses: 27 Nopember 2016. www.alulum.baak.web.id
Departemen Kesehatan Republik Indonesia . 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Penggunaan Pasangan Usia Subur (PUS) bagi Balita. Tanggal akses: 21 Nopember 2016. www.gizikia.depkes.go.id . 2009. Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: Depkes RI
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Pasangan Usia Subur Model Baru Diluncurkan. Tanggal akses: 27 Nopember 2016. www.depkes.go.id
Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat, Depkes RI. 2008. Pasangan Usia Subur Untuk Balita (PUS-Balita). Tanggal akses: 27 Nopember 2016. www.gizidepkes.go.id
Llewellyn, Derek dan Jones. 2008. Setiap Wanita. Jakarta: Delapratasa Publishing
Fatimah, Mima. 2011. Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Ibu Balita Tentang
Maryunani, Anik. 2010. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta: TIM
66
Maulana, Heri D.J. 2009. Promosi kesehatan. Jakarta: EGC
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfbeta
Muslihatun, Wafi Nur. 2011. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya Nazir.
Sulistyaningsih. 2011. Metodologi Penelitian Kebidanan, Kuantitaif-Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu
2009. Metode Penelitian. Bandung: Ghalia Indonesia
Supariasa, dkk. 2008. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Syafruddin dan Yudhia, F. 2009. Promosi Kesehatan untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: TIM
Pramudiarja, AN Uyung. 2011. Nias Kantong Anak-Anak Bergizi Buruk. Tanggal akses: 21 Nopember 2016. www.health.detik.com
Taslim, Nurpudji A. 2009. Kontroversi Seputar Gizi Buruk. Tanggal akses: 28 Nopember 2016. www.gizi.net
Purwandari, Atik. 2008. Konsep Kebidanan: Sejarah dan Profesionalisme. Jakarta: EGC
67
HUBUNGAN KUALITAS PELAYANAN DENGAN KEPATUHAN IBU DATANG KE POSYANDU DI DESA FIRDAUS KECAMATAN SEI RAMPAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 2016
BASYARIAH LUBIS PSKeb D.III AKBID Medistra Lubuk Pakam
ABSTRACT Nyeri pinggang bawah atau low back pain merupakan rasa nyeri, ngilu, pegal yang terjadi di daerah pinggang bagian bawah. Latihan peregangan berupa senam lansia dapat dilakukan sebagai penanganan segera untuk mengatasi nyeri pinggang bawah. Latihan ini meningkatkan sirkulasi darah, juga memperkuat tulang belakang pasien yang dapat meringankan rasa sakit dengan baik dan meningkatkan fleksibilitas tulang belakang. Jenis penelitian adalah pra eksperimen (One group pre and post test design) dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh senam lansia terhadap penurnan skala nyeri pada penderita low back pain usia 60 – 70 tahunyang dilaksanakan di Desa Bakaran Batu Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdangpada bulan Oktober 2016 sampai dengan bulan Februari 2014 pada seluruh lansia yang mengalami low back pain berjumlah 40 orang dengan tehnik purposive sampling yaitu tehnik pengambilan sampel didasarkan pada kriteria sampel yang ditentukan oleh peneliti sendiri dan uji yang dipakai adalah Paired Samplest-test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh senam lansia terhadap penurnan skala nyeri pada penderita low back pain usia 60 – 70 tahun di Desa Bakaran Batu Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang dimana p value (= 0,046) < α (= 0,05). Terapi senam lansia berupa latihan peregangan dapat dijadikan sebagai alternatif pengobatan bagi penderita low back pain khususnya pada lansia usia 60 – 70 tahun setelah pengobatan farmakologi untuk kesehatan lansia dan mengurangin rasa nyeri karena low back pain. Kata Kunci Daftar Pustaka
: Senam Lansia, Skala Nyeri, Low Back Pain : 30 (2008 – 2011)
68
berbagaimacam penyakit yang mulai menyerang termasuk salah satunya adalahlow back pain (LBP). Nyeri pinggang bawah atau low back pain merupakan rasa nyeri, ngilu, pegal yang terjadi di daerah pinggang bagian bawah (Ismiyati, 2009). Nyeri pinggang bawah bukanlah suatu penyakit tapi merupakan gejala akibat dari penyebab yang sangat beragam (Hakim, 2010). Menurut Rice (2002) dalam Shocker (2009) menyebutkan penyebab yang paling sering ditemukan yang dapat mengakibatkan LBP adalah kekakuan dan spasme otot punggung oleh karena aktivitas tubuh yang kurang baik serta tegangnya postur tubuh. Selain itu berbagai penyakit juga dapat menyebabkan LBP seperti osteoarthritis, osteoporosis, fibromyalgia, scoliosis, dan rematik. Ismiyati (2009) menyatakan adanya kesalahan postural atau gerakan tubuh yang tidak proporsional dalam waktu lama dan terus menerus pada otot dan fascia akan menimbulkan nyeri kemudian terjadi spasme otot pinggang dan otot akan mengalami iskhemik. Lebih dari 355 juta orang lanjut usia di dunia ternyata pernah menderita LBP. Ituberarti, setiap enam orang di dunia ini satu di antaranya adalah penderita LBP.Namun, sayangnya pengetahuan tentang penyakit nyeri sendi belum tersebar secara luas.Sehingga banyak mitos yang keliru beredar di tengah masyarakat yang justrumenghambat penanganan penyakit itu. Hal yang perlu jadi perhatian adalah angka kejadian penyakit LBP ini yang relatif tinggi, yaitu 1-2 persen dari total populasidi Indonesia. Pada tahun 2008 lalu, jumlah pasien LBP ini mencapai 2 Juta orang,dengan perbandingan
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia membawaimplikasi bertambahnya jumlah lanjut usia. Bahkan ada yang menyatakanabad 21 ini merupakan abad lanjut usia (era of population aging). Dengandemikian lanjut usia perlu mendapatkan perhatian dalam pembangunannasional. Disisi lain, lanjut usia menjadi sumber daya manusia yangmempunyai pengalaman luas (Kemala Sari, 2010). Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia akan membawa dampakterhadap sosial ekonomi baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalampemerintah. Implikasi ekonomis yang penting dari peningkatan jumlahpenduduk adalah peningkatan dalam ratio ketergantungan usia lanjut (old ageratio dependency). Setiap penduduk usia produktif akan menanggung semakinbanyak penduduk usia lanjut. Wirakartakusuma (2009)memperkirakan angka ketergantungan usia lanjut pada tahun 2015 adalah6,93% dan tahun 2025 menjadi 8,74% yang berarti bahwa pada tahun 2015sebanyak 100 penduduk produktif harus menyokong 7 orang usia lanjut yangberumur 65 tahun ke atas sedangkan pada tahun 2025 meningkat menjadi 9orang usia lanjut. Ketergantungan lanjut usia disebabkan kondisi orang lanjutusia banyak mengalami kemunduran fisik maupun psikis, artinya merekamengalami perkembangan dalam bentuk perubahan-perubahan yangmengarah pada perubahan yang negatif. Kemunduran kemampuan fisik ini diakibatkan dengan adanya 69
pasien wanita tiga kali lebih banyak dari pria. Angka kejadian nyeri pinggang bawah atau dalam bahasa Inggris disebut Low Back Pain (LBP) pada lanjut usia, hampir sama pada semua populasi masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang (Elder LAM & Burdoff, 2003 dalam Shocker, 2009). Low Back Pain (LBP) sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, terutama di negara-negara industri. Diperkirakan 70-85% dari seluruh penduduk di negara-negara maju pernah mengalami penyakit ini selama hidupnya. Prevalensi tahunannya bervariasi dari 15-45%, dengan point prevalence rata-rata 30%. Sekitar 8090% pasien lansia yang mengalami LBP menyatakan bahwa mereka tidak melakukan usaha apapun untuk mengobati penyakitnya. Di Amerika Serikat keluhan Low Back Pain (LBP) ini menempati urutan kedua keluhan tersering setelah nyeri kepala (Setyohadi, 2009). Data epidemiologi mengenai LBP di Indonesia belum ada, namundiperkirakan 40% penduduk pulau Jawa Tengah berusia diatas 65 tahunpernah menderita nyeri pinggang, prevalensi pada laki-laki 18,2% danpada wanita 13,6%. Insiden berdasarkan kunjungan pasien ke beberaparumah sakit di Indonesia berkisar antara 3-17% (Sadeli, 2011). Latihan peregangan berupa senam lansia dapat dilakukan sebagai penanganan segera. Latihan ini meningkatkan sirkulasi darah, juga memperkuat tulang belakang pasien yang dapat meringankan rasa sakit dengan baik dan meningkatkan fleksibilitas tulang belakang. Latihan peregangan juga merupakan tindakan yang sangat praktis dan dapat
diaplikasikan dengan mudah. Melakukan peregangan sederhana setiap hari dapat mengatur tulang belakang menuju pemulihan dengan biaya yang tidak banyak seperti yang dikemukakan dalam sebuah jurnal yang dipublikasikan dalam Journal Watch General Magazine (2012). Dari penelitian Munns yang meneliti 40 orang lansia yang 20orang hanya sebagai pembanding saja dan yang 20 lagi benar-benardilatih, ternyata setelah 12 minggu maka 20 lansia yang dilatih mengalamiperbaikan hampir di seluruh persendiannya yaitu pada leher, bahu,pergelangan tangan, lutut, pinggul dan pergelangan kaki, sebanyak 8-48% (Margatan, 2009). Adanya nyeri membuat penderitanya seringkali takut untuk bergerak sehingga mengganggu aktifitas sehari-harinya dan dapat menurunkan produktifitasnya. Di samping itu, dengan mengalami nyeri, sudah cukup membuat pasien frustasi dalam menjalani hidupnya sehari-hari sehingga dapat mengganggu kualitas hidup pasien. Karenanya, terapi utama diarahkan untuk menangani nyeri ini (Potter & Perry, 2009). Penanganan nyeri dapat dilakukan dengan terapi farmakologi dan terapi nonfarmakologi. Terapi farmakologi dengan menggunakan siklooksigenase inhibitor (COX inhibitor) sering menimbulkan efek samping yaitu gangguan gastrointestinal (Kozier, 2008). Selain itu, penggunaan jangka panjangnya dapat mengakibatkan perdarahan pada saluran cerna, tukak peptik, perforasi dan gangguan ginjal (Daniel, 2010). Pedoman AHCPR (Agency for Health Care Policy and Research) untuk penatalaksanan nyeri akut menyebutkan bahwa intervensi 70
nonfarmakologis merupakan intervensi yang cocok untuk pasien yang tidak ingin menggunakan terapi obat dalam mengatasi nyerinya dan pasien yang merasa cemas karena masih merasakan nyeri setelah menggunakan terapi farmakologi. Stimulasi kutaneus, latihan peregangan (olaharaga), distraksi, relaksasi, imajinasi terbimbing dan hipnosis adalah contoh intervensi nonfarmakologis yang sering digunakan dalam keperawatan dalam mengelola nyeri (Potter & Perry, 2009). Berdasarkan sebuah studi yang dipublikasikan oleh The New England Journal of Medicine (2010), mengemukakan bahwa hal yang terbaik dilakukan untuk low back pain adalah latihan peregangan dan exercise daripada tindakan pembedahan, apalagi jika dilakukan dengan rutin akan membuat aktivitas normal kembali. Penelitian yang dilakukan oleh Suardana (2012) tentang pengaruh pemberian latihan peregangan terhadap penurunan nyeri pada lansia dengan spondilosis lumbalis di praktik pelayanan keperawatan latu usadha abiansemal badungterdapat pengaruh pemberian latihan peregangan terhadap nyeri pada lansia dengan spondilosis lumbalisdi Praktik Pelayanan Keperawatan Latu Usada Abiansemal, Badung dengan nilai p=0,000 < α=0,05 dan diyakini sebesar 95% bahwa latihan peregangan dapat menurunkan nyeri pada lansia dengan spondilosis lumbalis. Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Desa Bakaran Batu Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang pada bulan Oktober 2016 diperoleh jumlah
lanjut usia yang berumur 60 – 70 tahun sebanyak 148 orang. Dari 148 orang lansia terdapat 65 lansia yang menderita low back pain. Rata-rata lansia menderita low back pain jenis nyeri pinggang lokal, Melalui wawancara peneliti pada 10 orang lansia penderita low back pain, mereka mengatakan tidak pernah melakukan latihan peregangan untuk mengurangi nyeri. Biasanya mereka hanya menggunakan obat penghilang nyeri saja. Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh senam lansia terhadap penurunan skala nyeri pada penderita low back pain usia 60 – 70 tahun di Desa Bakaran Batu Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh senam lansia terhadap penurunan skala nyeri pada penderita low back pain usia 60 – 70 tahun di Desa Bakaran Batu Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014 ? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh senam lansia terhadap penurnan skala nyeri pada penderita low back pain usia 60 – 70 tahun di Desa Bakaran Batu Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui skala nyeri pada penderita low back pain usia 60 – 70 tahun sebelum dilakukan 71
senam lansia di Desa Bakaran Batu Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. b. Untuk mengetahui penurunan skala nyeri pada penderita low back pain usia 60 – 70 tahun sesudah dilakukan senam lansia di Desa Bakaran Batu Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. c. Untuk mengetahui perbedaan penurunan skala nyeri pada penderita low back pain usia 60 – 70 tahun sebelum dan sesudah dilakukan senam lansia di Desa Bakaran Batu Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.
dapat meningkatkan derajat hidup pada lansia. 3. Bagi Institusi Pendidikan Untuk menambah bahan informasi atau data-data bagi mahasiswa/i dalam pengembangan program penelitian selanjutnya dan sebagai sumber kepustakaan untuk perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan MEDISTRA Lubuk Pakam. 4. Bagi Peneliti Sebagai bahan untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang pengaruh senam lansia terhadap penurunan skala nyeri pada penderita low back pain usia 60 – 70 tahun.
METODE PENELITIAN D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penderita Low Back Pain (Nyeri Pinggang Bawah) Sebagai tambahan ilmu pada penderita low back pain dan keluarga menggunakan senam lansia sebagai alternatif teknik nonfarmakologi yang mudah untuk dilakukan tanpa efek yang membahayakan dalam memberikan intervensi dan asuhan keperawatan pada penderita. 2. Bagi Desa Bakaran Batu Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Masukan untuk masyarakat desa sebagai salah satu intervensi pada penderita nyeri, khususnya penderita yang mengalami nyeri LBP dalam rangka mempercepat proses penyembuhan sehingga
A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah kuantitatif. Desain penelitian adalah pra eksperimen (One group pre and post test design) yaitu penelitian yang menggunakan satu kelompok subyek, pengukuran dilakukan sebelum dan setelah perlakuan (Saryono, 2010), yaitu menganalisa pengaruh senam lansia terhadap penurunan skala nyeri pada penderita low back pain usia 60 – 70 tahun di Desa Bakaran Batu Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. Berikut ini adalah rancangan desain penelitian tentang pengaruh senam lansia terhadap penurunan skala nyeri pada penderita low back pain usia 60 – 70 tahun di Desa Bakaran Batu Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.
72
populasi adalah sebanyak 65 orang. 2. Sampel Penelitian Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2011). a. Tehnik Pengambillan Sampel Sampel dalam penelitian ini menggunakan metode nonprobability sampling yaitu metode pengambilan sampel dimana hanya individu atau objek tertentu saja pada suatu populasi yang dipilih menjadi sampel. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu tehnik pengambilan sampel didasarkan pada kriteria sampel yang ditentukan oleh peneliti sendiri. b. Besar Sampel Besar sampel pada penelitian ini adalah 56 orang diperoleh dengan rumus : N = 1 + N(d) 65 = 1 + 65 (0,05) n= 55,9 = dibulatkan menjadi 56 orang Keterangan : N = Besar Populasi n = Besar Sampel d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (tingkat kepercayaan 95%). Karena keterbatasan waktu meneliti dan keterbatasan responden seperti berhalangan hadir karena sakit, responden yang tidak berani melakukan
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Desa Bakaran Batu Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. Alasan peneliti memilih lokasi adalah : a. Karena di Desa Bakaran Batu Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang belum pernah diadakan penelitian tentang pengaruh senam lansia terhadap penurunan nyeri pada pasien low back pain usia 60 – 70 tahun. b. Diperoleh jumlah lanjut usia yang berumur 60 – 70 tahun sebanyak 148 orang. Dari 148 orang lansia terdapat 65 lansia yang menderita low back pain pada saat peneliti melakukan survey awal. c. Dari hasil wawancara peneliti pada 10 orang lansia penderita low back pain, mereka mengatakan tidak pernah melakukan latihan peregangan untuk mengurangi nyeri. Biasanya mereka hanya menggunakan obat penghilang nyeri saja. 2. Waktu Penelitian Waktu penelitian telah dilaksanakan pada bulan Desember 2015 – Januari 2016. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam hal ini adalah seluruh lansia yang mengalami low back pain di Desa Bakaran Batu Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang dalam hal ini diketahui jumlah 73
senam lansia karena memiliki tulang yang rapuh, peneliti hanya mendapatkan sampel sebanyak 40 orang. Jumlah sampel 40 orang peneliti sudah cukup untuk mewakili populasi yang ada jadi peneliti tidak membuat upaya yang lain untuk menambah jumlah sampelnya.
memenuhi kriteria inklusi tidak dapat diikiut sertakan dalam penelitian (Harun, 2010). Yang menjadi kriteria eksklusi penelitian ini adalah : a) Lansia yang tidak bersedia menjadi responden b) Lansia yang mempunyai tulang yang rapuh (osteoporosis). c) Lansia yang tidak boleh diberikan terapi senam peregangan karena indikasi tertentu. d) Lansia yang dapat melakukan senam, tetapi berhalangan hadir saat penelitian.
c. Kriteria Sampel Untuk membatasi karakteristik dari sampel, dilakukan kriteria pemilihan yaitu kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. 1) Kriteria inklusi Kriteria inklusi merupakan persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh subjek agar dapat diikutsertakan ke dalam penelitian (Sastroasmoro, 2010). Kriteria inklusi penelitian ini adalah : a) Bersedia menjadi responden penelitian dan menandatangani inform concent (lampiran 2)yang diberikan. b) Lansia yang menderita low back pain di Desa Bakaran Batu Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. c) Lansia yang belum menggunakan obat penghilang nyeri. 2) Kriteria eksklusi Kriteria eksklusi adalah keadaan yang menyebabkan subjek yang
D. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data primer Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama, baik dari individu atau perseorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa dilakukan peneliti. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan tehnik observasi untuk mendapatkan intensitas nyeri sebelum dan sesudah dilakukan penelitian. Langkah-langkah pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah : a. Tahap persiapan Pertama sekali yang dilakukan peneliti adalah memasukkan surat permohonan penelitian ke Kepala Desa Bakaran Batu 74
Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang, dan setelah mendapatkan balasan dari kepala desa, setelah mendapat izin, peneliti melakukan penelitian. Pada tahap ini juga, peneliti melakukan kolaborasi dengan kader kesehatan di tempat penelitian. b. Pemilihan responden Responden penelitian dipilih pada saat penelitian berlangsung. Selanjutnya peneliti memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan dari penelitian pada responden. Lalu peneliti mengajukan surat persetujuan untuk dilakukan penelitian pada responden dalam bentuk inform consent. Setelah mengisi inform consent, peneliti meminta persetujuan kepada keluarga yang turut bersama responden agar dapat berpartisipasi dalam penelitian ini. Pada penelitian ini, pertama pasien low back pain diamati nyeri yang dialaminya tanpa memberikan intervensi kemudian setelah itu pasien tersebut diberi terapi senam lansia dan diamati nyerinya kembali kemudian membandingkan dengan membuat perbedaan antara nyeri sebelum dan sesudah intervensi. 2. Data sekunder Data sekunder sering disebut juga metode penggunaan bahan dokumen, karena dalam hal ini peneliti tidak secara langsung mengambil data sendiri tetapi meneliti dan memanfaatkan data atau dokumen yang dihasilkan
oleh pihak-pihak lain. Data sekunder diperoleh dari rekam medis Puskesmas Bakaran Batu berupa jumlah pasien low back pain di Desa Bakaran Batu. E. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel adalah karakteristik yang diamati yang mempunyai variasi nilai dan merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat diteliti secara empiris atau ditentukan tingkatannya (Setiadi, 2009). Jenis variabel dalam penelitian ini adalah : a. Variabel Independen (bebas) adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lainnya (Nursalam, 2009). Variabel independen dalam penelitian ini adalah senam lansia. b. Variabel Dependen (terikat) adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain (Nursalam, 2009). Variabel dependent dalam penelitian ini adalah penurunan nyeri pada pasien low back pain. 2. Defenisi Operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variable dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan atau memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut (Notoatmodjo, 2010).
75
Tabel 3.2. Definisi Operasional dan Hasil Ukur Variabel Definisi Operasional Alat dan cara Hasil ukur Independen Senam lansia Serangkaian gerak nada yang teratur dan terarah serta terencana yang diikuti oleh orang lanjut usia yang dilakukan dengan maksud meningkatkan kemampuan fungsional raga Dependen Penurunan Terjadinya penurunan Skala nyeri 0 - 10 intesitas gambaran tentang bourbonis nyeri pada seberapa parah nyeri dan observasi penderita dirasakan oleh lansia LBP akibat penyakit LBP Keterangan : a. 0 : tidak nyeri b. 1 - 3 : nyeri ringan : secara obyektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik. c. 4 - 6 : nyeri sedang : secara obyektif pasien mendesis, menyeringai, dapat menunjukan lokasi nyeri, dapat mendiskripsikanya, dapat mengikuti perintah dengan baik. d. 7 - 9 : nyeri berat terkontrol : secara obyektif pasien tidak dapat mengikuti perintah, tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukan lokasi nyeri, tidak dapat mendiskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi, nafas panjang dan distraksi. e. 10 : nyeri berat tidak terkontrol : pasien tidak
F. Metode Pengukuran 1. Senam Lansia Senam lansia dilakukan dengan menggunakan tape recorder kemudian peneliti memperagakan senam lansia. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang dilakukan selama 20 - 30 menit, dengan menggunakan alat ukur checklist hasil yang diperoleh berupa data sebelum dan sesudah senam lansia. 2. Nyeri Pada Pasien low back pain Pengukuran dilakukan menggunakan lembar observasi dengan skala intensitas nyeri bourbonis 0 – 10.
76
Skala -
Rasio
dapat berkomunikasi, memukul.
1. Analisa univariat Tujuan dari analisis univariat adalah untuk menjelaskan atau mendiskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti secara sederhana yang meliputi umur, jenis kelamin, dan pekerjaan yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
H. Pengolahan Data Data yang sudah dikumpul diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Proses Editing Dilakukan pengecekan data yang telah terkumpul, bila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam pengumpulan data maka diperbaiki dengan memeriksa kembali dan dilakukan pendataan ulang. 2. Coding Coding merupakan kegiatan pembagian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. 3. Tabulating Untuk memperoleh analisa data, pengolahan data serta pengambilan kesimpulan data dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi. 4. Cleaning Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan – kemungkinan adanya kesalahan – kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembenahan atau koreksi. I. Analisa Data Data yang terkumpul diolah secara manual dan dilanjutkan dengan computer, melalui tahapan editing, coding, entry data dan cleaning. Data dianalisis dengan komputer, jenis data yang dilakukan adalah :
2. Analisa bivariat Analisis ini diperlukan untuk menjelaskan ata menggunakan paired samplet-test dengan derajat kepercayaan sebesar 95%. Suatu variabel dikatakan berhubungan atau berpengaruh ketika nilai p ≤ α (0,05). Pembuktian ini dilakukan untuk membuktikan hipotesa pengaruh senam lansia terhadap penurunan skala nyeri pada penderita low back pain usia 60 – 70 tahun di Desa Bakaran Batu Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. Tabel 3.3. Analisis Bivariate Variabel Variabel Uji Independent Dependent Statistik Skala nyeri pada Penurunan Uji t penderita low skala nyeri dependen back pain usia 60 pada (paired – 70 tahun penderita low sample t sebelum back pain test) dilakukan senam usia 60 – 70 lansia tahun sesudah dilakukan senam lansia
77
Darmojo 2009. Buku Ajar Geriatric, Ilmu Kesehatan Usia Lanjut, Edisi 3. Jakarta : FKUI
DAFTAR PUSTAKA
AHCPR, 2009. Panduan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta. Pusdiknakes. www.pusdiknakes.go.id. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2016
Depkes, 2010. Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut bagi Petugas Kesehatan. Jakarta : Depkes Hakim, 2010. Farmakologi Obatobat Anti-inflamasi Non Steroid. makalah disajikan pada Seminar Sehari di Aula FKUI. Jakarta
Arifin, 2009. Pengaruh Latihan Gerak Pinggul ( Stretching ) Terhadap Tingkat Nyeri Punggung Bawah Pada Lansia (Suatu Studi di Sanggar Senam Bagas Desa Mangunrejo Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang). Skripsi tidak diterbitkan. Program DIII Keperawatan FIKES Universitas Muhammadiyah Malang
Harsono, 2010. Gangguan Muskuloskeletal pada Usia Lanjut. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2016. http://www.tempo.co.id Hidayat, 2011. Metode penelitian dan teknik analisis data. Jakarta : Salemba Medika
Arikunto, 2010. Manajemen Penelitian. Edisi revisi. Jakarta: PT Rineka Cipta
Ismiyati, 2009. Patofisiologi dan Penatalaksanaan Nyeri Punggung Bawahdalam Towards Mekanism-Based pain Treatment tht Recent Trends and Current Evidens, Pokdi Nyeri Perdossi
Bandiyah, 2009. Lanjut Usia. Jakarta : Bumi Aksara Brunner dan Suddarth, 2009. Keperawatan medical medah. Jakarta : Penerbit EGC Better
Health Channel, 2011. Stretching-Revised Edition. California: Shelter Publications
Daniel,
2010. Stretching-Revised Edition. California: Shelter Publications
Journal Watch General Magazine, 2012. Postoperative Pain Control. London: Blackwell Scientific Publications Kemala Sari, 2010. Management Nyeri Muskuloskeletal. Makalah disajikan dalam Temu Ilmiah Tahunan Fisioterapi XV. Semarang Markam, 2011. Buku Ajar BoedhiDarmojo Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta: Balai Penerbit 78
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Yogyakarta Fitramaya
:
Penerbit
Notoatmodjo, 2010. Metodologi Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta
Smeltzer, S.C bare B.G, 2009. Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : EGC
Nugroho, 2010. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Edisi ke-3. Jakarta : EGC
Setiadi, 2009. Konsep – Konsep Penulisan Riset Keperawatan. Jakarta : Graha Ilmu
Nursalam, 2009. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Setyohadi, 2009. Nyeri sendi. Http://www.unimus.ac.id. Diunduh tanggal 02 Oktober 2016
Potter & Perry, 2009. Buku ajar fundamental keperawatan. Jakarta : EGC
Shocker, 2009. Low Back Pain Syndrome; Second Edition. Philadelphia: F. A Davis Company
Poweell, 2009. Simple Guide: Nyeri Punggung. Jakarta: PT Erlangga
Tamsuri, 2008. Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC
Santosa, 2010. Penatalaksanaan Nyeri Sendi. Http://www.unimus.unpvj.ac.i d. Diakses tanggal 10 Oktober 2016
Wirakartakusuma, 2009. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Graha Ilmu Zatzick, 2008. Learning to care in the operating departemen. Jakarta : EGC
Saryono, 2010. Statistika Bidang Kesehatan, Keperawatan, Kebidanan, Kedokteran.
79
PENGARUH TERAPI MEDITASI TERHADAP PENURUNAN STRESS FISIK DAN PSIKOSOSIAL PADA PASIEN RAWAT INAP YANG KOOPERATIF DI RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM TAHUN 2016
Luci Riani Br. Ginting STIKes STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam
ABSTRACT Stress for many people become the main enemy in life. Stress was a stimulus in any form and from anywhere that can affect a person's thought processes and actions. Stress with high frequency and amount would cause either physical or psychological imbalance in the individual. The imbalance must be resolved through the fulfillment of requirements based on the type of stress. This type of research was pre experiment (One group pre and post test design) with the aim to determine the therapeutic effect of meditation on the decline of physical and psychosocial stress in patients hospitalized cooperative held at the General Hospital of Deli Serdang in February 2016 until July 2016 in hospitalized patients who experience physical and psychosocial stress of 20 people with purposive sampling technique sampling technique based on a sample criteria determined by researchers themselves and the test used was Paired Samples t-test. The results showed that there was a therapeutic effect of meditation on the decline of physical and psychosocial stress in patients hospitalized in the Hospital Deli Serdang cooperative LubukPakam where p value (= 0.05) = α (= 0.05). The use of meditation in the therapy will result in a squeeze relief to individuals. This was due to meditation naturally produce stress and pain reliever. Patients should meditate regularly and gradually improve the quality of life of patients when hospitalized. Stress can be controlled by doing breathing exercises regularly by means of exercises to concentrate. Keywords : Meditation, Physical and Psychosocial Stress, Cooperative Bibliography : 28 (2009 - 2016)
80
rata-rata stress pada lansia adalah 85 juta jiwa (13,5%) dengan perbandingan perempuan dan pria adalah 14,1 : 8,6. Sementara prevalensi stress pada lansia yang menjalani perawatan di RS dan panti jompo sebesar 188 juta–283 juta jiwa (30%-45%)(Dharmono, 2010). Prevalensi stres di Indonesia diperkirakan 2–3 juta (10%-15%) dari populasi lanjut usiamenderita stres, sehingga gejala stres yang muncul seringkali dianggap sebagai bagian dari proses menua (Soejono, 2010). Studi epidemologis tentang stres di antara lansia yang ada di Indonesia melaporkan tingkat yang sangat bervariasi dari 2 sampai 44% tergantung pada kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan stres dan metode yang digunakan untuk mengevaluasi hal tersebut. Gejala-gejala stres ini sering berhubungan dengan penyesuaian yang terlambat terhadap kehilangan dalam hidup dan stressor-stressor, misal pensiun yang terpaksa, kematian pasangan dan penyakitpenyakit fisik (Stanley & Beare, 2010). Stress, meskipun bukan bagian dari penuaan normal, adalah yang paling umum terjadi pada lansia. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya stress pada lansia yaitu faktor demografis, biologis, psikososial, ekonomi dan religiusitas. Faktor psikososial yang signifikan diantaranya adalah kehilangan yang disebabkan oleh kematian orang yang dicintai, hilangnya fungsi dan peran sosial, kehilangan status sosial dan pengalaman traumatic di masa lalu serta kurangnya dukungan emosional (Miller, 2009). Salah satu pengelolaan penderita hipertensi adalah
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stres bagi banyak orang menjadi musuh utama dalam menjalani kehidupan. Stres adalah rangsangan dalam bentuk apapun dan dari manapun yang dapat mempengaruhi proses pikir dan tindakan seseorang. Stres dengan frekuensi dan jumlah yang tinggi akan menimbulkan ketidakseimbangan baik fisik ataupun psikis pada individu. Ketidakseimbangan tersebut harus segera diselesaikan melalui pemenuhan kebutuhan berdasarkan jenis stresnya (Agusdwi, 2009). Menurut World Health Organization (WHO) stress mempengaruhi 24 orang diseluruh dunia, mempengaruhi 7 per 1000 populasi dewasa, sebagian besar pada kelompok umur 15 – 35 tahun. Lebih dari 50% pasien stres tidak mendapatkan pengobatan yang tepat dan 90% diantaranya terdapat pada negara berkembang.Hasil studi WHO di sembilan negara didapatkan penderita di negara berpendapatan rendah menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara di Amerika Utara dan Eropa (Ibrahim, 2011). Snowden, Steinman, & Frederick (1989, dikutip oleh Stinson, 2009) mengungkapkan bahwa stress merupakan masalah kesehatan utama penduduk lansia dan memiliki kontribusi yang besar. Perkiraan prevalensi stress pada lansia di dunia dalam beberapa tahun terakhir telah mencapai lebih dari 62 juta–250 juta jiwa (10-40%) dari jumlah lansia 629 juta jiwa (Blazer, 2003, dikutip dari Knight, 2009). Hasil metaanalisis dari berbagai Negara di dunia diperoleh prevalensi
81
menggunakan pengobatan non farmakologis yaitu menciptakan keadaan rileks dengan berbagai cara seperti meditasi, yoga yang dapat mengontrol sistem syaraf yang akhirnya menurunkan tekanan darah (Knight, 2011). Menurut Suryani (2009), secara umum latihan relaksasi meditasi dapat menurunkan tekanan darah tinggi sistolik lebih dari 20 mmHg dan diastolik 10-15 mmHg.Relaksasi menjadikan efek obat hipertensi lebih efektif, jika penderita yang sedang melaksanakan pengobatan farmakologis.Sedangkan menurut Brunner & Suddart (2009), berdasarkan beberapa penelitian, pendekatan non farmakologis termasuk relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada terapi hipertensi. Walsh, Orntein, dan Maupin (dalam Subandi dkk, 2012) dalam penelitian terhadap lansia yang menderita hipertensi diperoleh hasil bahwa meditasi dapat menurun tekanan darah pada lansia sebanyak 20 mmhg turun pada systole dan 10 mmhg pada diastole. Suatu penelitian yang dilakukan oleh Goleman& Gurin (1993) tentang sekelompok orang yang menggunakan meditasi untuk kesehatannya menunjukan hasil rekaman gelombang otaknya sangat teratur, yang disebut sebagai gelombang alfa.Ternyata secara mental orang tersebut tidak mudah terserang stress, tidak mudah tersinggung, mempunyai rasa percaya diri yang besar, sabar dan mempunyai sikap positif lainnya.Secara fisik, tidak dijumpai penyakit disfungsional (Atmaja, 2013). Penelitian yang dilakukan Susanti (2013) tentang pengaruh terapimeditasi terhadap perubahan tekanan darah pada pasien hipertensi
di Kelurahan KarangsariKabupaten Kendal diperoleh hasil uji statistik menunjukkan nilai p value tekanan darah sistole sebelum dan sesudah diberikan terapi meditasi (0,001) lebih kecil darinilai α (0,05), p value tekanan darah diastole sebelum dan sesudah diberikan terapi meditasi(0,001) lebih kecil dari nilai α (0,05), sehingga Ho ditolak. Penelitian lain yang juga dilakukan oleh Sudiarto (2011) tentang pengaruh terapi relaksasi meditasi terhadap penurunan tekanandarah pada lansia dengan hipertensi di Wilayah Binaan Rumah SakitEmanuel Kelompok Banjarnegara menunjukan rata-rata tekanan darah sistolik sebelum relaksasi meditasi sebesar 147,3 mmHg, sedangkan diastoliknya 90,7 mmHg, setelah melakukan relaksasi meditasi sistoliknya dapat diturunkan sebesar 7,67 mmHg, sedangkan diastoliknya 0,67 mmHg. Berdasarkan hasil uji statistic dengan menggunakan uji t-test menunjukan Ada perbedaan secara statistic pada penurunan tekanan darah sistolik sebesar 7.67 mmHg dengan nilai P (0.003), setelah melakukan terapi relaksasi meditasi.Untuk tekanan diastolik setelah melakukan terapi relaksasi meditasi ada penurunan sebesar 0.67 mmHg dengan nilai P (0.161) yang berarti lebih besar dari nilaia (0.05). Latihan meditasi dapat menduplikasi perubahan fisiologis.Meditasi telah berhasil digunakan dalam perawatan dan pencegahan tekanan darah tinggi (hipertensi), penyakit jantung, dan stroke. Telah terbukti pula bahwa meditasi dapat mengurangi pikiran yang obsesif, kecemasan (stres), stress dan permusuhan. Meditasi dilakukan untuk membersihkan
82
pikiran dari hal-hal yang mengaggu dan mencapai keadaan yang tenang (Hastuti, 2012). Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di RSUD Deli Serdang pada bulan April 2016 diperoleh jumlah pasien yang mengalami stress fisik dan psikososial selama 3 bulan terakhir sebanyak 120 orang. Melalui wawancara peneliti pada 10 orang pasien yang mengalami stres diketahui bahwa 6 orang meningkat tekanan darahnya diakibatkan oleh stress fisik dan psikososial. Dari 10 orang pasien tersebut ternyata belum pernah menggunakan terapi meditasi untuk mengatasi stress fisik dan psikososial tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh terapi meditasi terhadap penurunan stress fisik dan psikososial pada pasien rawat inap yang kooperatif di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh terapi meditasi terhadap penurunan stress fisik dan psikososial pada pasien rawat inap yang kooperatif di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2016 ?
2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui stress fisik dan psikososial pada pasien rawat inap yang kooperatif sebelum dilakukan terapi meditasi di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam. b. Untuk mengetahui stress fisik dan psikososial pada pasien rawat inap yang kooperatif sebelum dilakukan terapi meditasi di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam. c. Untuk mengetahui perbedaan stress fisik dan psikososial pada pasien rawat inap yang kooperatif sesudah dilakukan terapi meditasi di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Rumah SakitDeli Serdang Lubuk Pakam Penelitian ini diharapkan memberi masukan pada rumah sakit untuk menginformasikan manfaat terapi meditasi dan mengajarkan terapi meditasi sebagai terapi untuk mengintervensi stress fisik dan psikososial pada pasien. 2. Bagi Pasien Rawat Inapdi RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan memberi wawasan yang ilmiah mengenai terapi meditasi terhadap penurunan stress fisik dan psikososial pada pasien rawat inap.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh terapi meditasi terhadap penurunan stress fisik dan psikososial pada pasien rawat inap yang kooperatif di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2016.
83
Pre test Perlakuan Post test
3. Bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan MEDISTRA Lubuk Pakam Penelitian ini memperkaya ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan khususnya terapi non farmakologi untuk dimanfaatkan sebagai sumber belajar. 4. Bagi Peneliti Menambah wawasan, pengetahuan serta pemahaman tentang pengaruh terapi meditasi terhadap penurunan stress fisik dan psikososial pada pasien rawat inap dan meningkatkan keilmuan peneliti dalam penelitian selanjutnya.
01
X
02
Gambar 3.1. Desain Penelitian Keterangan : x 01 : Observasi pertama (pre test) untuk melihat stress fisik 03 rawat 04 inap yang pada pasien kooperatifsebelum perlakuan denganterapi meditasi 02 : Observasi pertama (pre test) untuk melihat stress psikososial pada pasien rawat inap yang kooperatifsebelum perlakuan denganterapi meditasi X: Perlakuan yang diberikan denganterapi meditasi 03 : Observasi kedua (post test) untuk melihat penurunan stress fisik pada pasien rawat inap yang kooperatifsesudah perlakuan denganterapi meditasi. 04 : Observasi kedua (post test) untuk melihat penurunan stress psikososial pada pasien rawat inap yang kooperatifsesudah perlakuan denganterapi meditasi.
METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah kuantitatif.Desain penelitian adalah pra eksperimen (One group pre and post test design) yaitu penelitian yang menggunakan satu kelompok subyek, pengukuran dilakukan sebelum dan setelah perlakuan (Saryono, 2010), yaitu menganalisa pengaruh terapi meditasi terhadap penurunan stress fisik dan psikososial pada pasien rawat inap yang kooperatif di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam.Berikut ini adalah rancangan desain penelitian tentang pengaruh terapi meditasi terhadap penurunan stress fisik dan psikososial pada pasien rawat inap yang kooperatif di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2016.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam. Alasan peneliti memilih lokasi adalah : a. Pada bulan April 2016 diperoleh jumlah pasien yang mengalami stress fisik dan psikososial selama 3 bulan terakhir sebanyak 120 orang. Melalui wawancara peneliti pada 10 orang pasien rawat inap diketahui bahwa 6 orang
84
meningkat tekanan darahnya diakibatkan oleh stress fisik dan psikososialpada saat peneliti melakukan survey awal. b. Dari hasil wawancara peneliti pada 10 orang pasien tersebut belum pernah menggunakan terapi meditasi untuk mengatasi stress fisik dan psikososial. 2. Waktu Penelitian Waktu penelitian telah dilaksanakan pada bulan Desember 2015 - Januari 2016.
individu atau objek tertentu saja pada suatu populasi yang dipilih menjadi sampel.Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu tehnik pengambilan sampel didasarkan pada kriteria sampel yang ditentukan oleh peneliti sendiri. b. Besar Sampel Besar sampel pada penelitian ini adalah 36 orang diperoleh dengan rumus : N = 1 + N(d) 40 = 1 + 40 (0,05) n= 36,4 = dibulatkan menjadi 36 orang Keterangan : N = Besar Populasi n = Besar Sampel d = Tingkat kepercayaan/ketepata n yang diinginkan (tingkat kepercayaan 95%). Karena keterbatasan waktu peneliti dan terbatasnya jumlah pasien rawat inap yang kooperatif maka peneliti hanya mendapatkan sampel sebanyak 20 orang. c. Kriteria Sampel Untuk membatasi karakteristik dari sampel, dilakukan kriteria pemilihan yaitu kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. 1) Kriteria inklusi Kriteria inklusi merupakan persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh subjek agar dapat diikutsertakan
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam hal ini adalah seluruh pasien rawat inap yang mengalami stress fisik dan psikososial di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam dalam hal ini diketahui jumlah populasi dalam 3 bulan terakhir adalah sebanyak 120 pasien rawat inap yang mengalami stress fisik dan psikososial.Maka jumlah ratarata populasi perbulan adalah sebanyak 40 pasien. 2. Sampel Penelitian Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2011). a. Tehnik Pengambillan Sampel Sampel dalam penelitian ini menggunakan metode nonprobability sampling yaitu metode pengambilan sampel dimana hanya
85
ke dalam penelitian (Sastroasmoro, 2010). Kriteria inklusi penelitian ini adalah : a) Bersedia menjadi responden penelitian dan menandatangani inform concent (lampiran 2)yang diberikan. b) Pasien rawat inap yang mengalami stress fisik dan psikososial di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam. c) Pasien rawat inap yang kooperatif. d) Pasien rawat inap yang sudah dirawat selama 3 hari. 2) Kriteria eksklusi Kriteria eksklusi adalah keadaan yang menyebabkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian (Harun, 2010). Yang menjadi kriteria eksklusi penelitian ini adalah : a) Pasien rawat inap yang tidak bersedia menjadi responden b) Pasien rawat inap yang mempunyai penyakit low back pain. c) Pasien rawat inap yang mengalami sesak nafas. D. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data primer Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama, baik dari individu atau perseorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa dilakukan
peneliti. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan tehnik kuesioner untuk mendapatkan tingkat stress pada pasien sebelum dan sesudah dilakukan penelitian. 2. Data sekunder Data sekunder sering disebut juga metode penggunaan bahan dokumen, karena dalam hal ini peneliti tidak secara langsung mengambil data sendiri tetapi meneliti dan memanfaatkan data atau dokumen yang dihasilkan oleh pihak-pihak lain. Data sekunder diperoleh dari rekam medis RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam berupa jumlah pasien yang mengalami stress fisik dan psikososial. E. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel adalah karakteristik yang diamati yang mempunyai variasi nilai dan merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat diteliti secara empiris atau ditentukan tingkatannya (Setiadi, 2009). Jenis variabel dalam penelitian ini adalah : a. Variabel Independen (bebas) adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lainnya (Nursalam, 2011). Variabel independen dalam penelitian ini adalah terapi meditasi. b. Variabel Dependen (terikat) adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain (Nursalam, 2011). Variabel dependent dalam penelitian ini adalah penurunan stress fisik dan
86
psikososial pada pasien rawat inap yang kooperatif. 2. Defenisi Operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variable dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan atau memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut (Notoatmodjo, 2010).
1. Proses Editing Dilakukan pengecekan data yang telah terkumpul, bila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam pengumpulan data maka diperbaiki dengan memeriksa kembali dan dilakukan pendataan ulang. 2. Coding Coding merupakan kegiatan pembagian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. 3. Tabulating Untuk memperoleh analisa data, pengolahan data serta pengambilan kesimpulan data dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi. 4. Cleaning Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan – kemungkinan adanya kesalahan – kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembenahan atau koreksi.
F. Metode Pengukuran 1. Terapi Meditasi Terapi Meditasi dilakukan di ruangan yang tenang.Pengukuran dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang dilakukan selama 10 menit, dengan menggunakan alat ukur checklist hasil yang diperoleh berupa data sebelum dan sesudah terapi meditasi.
2. Stress fisik dan psikososial pada pasien rawat inap yang kooperatif Pengukuran stress menggunakan skala holmes terdapat 36 butir berbagai pengalaman dalam kehidupan seseorang, yang masingmasing diberi skor. dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui tingkat stres responden, yaitu : a. Tidak ada gejala stress jika skor < 300 b. Stress ringan jika skor 300 – 400 c. Stress berat > 400.
I. Analisa Data Data yang terkumpul diolah secara manual dan dilanjutkan dengan computer, melalui tahapan editing, coding, entry data dan cleaning. Data dianalisis dengan komputer, jenis data yang dilakukan adalah : 1. Analisa univariat Tujuan dari analisis univariat adalah untuk menjelaskan atau
H. Pengolahan Data Data yang sudah dikumpul diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut :
87
mendiskripsikan karakteristik berada di kota Lubuk Pakam (Ibukota masing-masing variabel yang Kabupaten Deli Serdang) ± 29 km diteliti secara sederhana yang dari Kota Medan (Ibukota Propinsi meliputi umur, jenis kelamin, Sumatera Utara). RSUD Deli Serdang dan pekerjaan yang disajikan mempunyai luas areal ± 2 Ha dengan dalam bentuk tabel distribusi luas bangunan ± 10.362 m2. frekuensi. Instalasi Rawat Inap memiliki 2. Analisa bivariat 186 tempat tidur dan terbagi dalam 14 Analisis ini diperlukan untuk menjelaskan ruang perawatan, atau mengetahui 4 (dua) apakahruang ada pengaruh atau per menggunakan paired sampletperawatan VIP Anggrek atas, testdengan derajat kepercayaan Anggrek bawah, Teratai atas dan sebesar 95%. Suatu variabel Teratai bawah, 2 (dua) ruang dikatakan berhubungan atau perawatan anak dan bayi Kenanga berpengaruh ketika nilai p ≤ α dan Flamboyan, 2 (dua) ruang (0,05).Pembuktian ini dilakukan perawatan kelas I Dahlia dan Seroja, untuk membuktikan hipotesa 2 (dua) ruang perawatan kelas II pengaruh terapi meditasi Mawar atas dan Mawar bawah, 1 terhadap penurunan stress fisik (satu) ruang ICU, 1 (satu) ruang dan psikososial pada pasien NICU dan 2 (dua) ruang perawatan rawat inap yang kooperatif di kelas III Melur dan Melati. RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 20 HASIL PENELITIAN DAN pasien rawat inap yang mengalami PEMBAHASAN stress fisik dan psikososial di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 4.1 Hasil Penelitian Rumah Sakit Umum Deli 2016 mengenai pengaruh terapi Serdang Lubuk Pakam didirikan pada meditasi terhadap penurunan stress tahun 1958, pertama sebagai rumah fisik dan psikososial pada pasien sakit pembantu, pada tahun 1979 rawat inap yang kooperatifmaka menjadi Rumah Sakit Umum Kelas D didapatkan hasil sebagai berikut : sesuai dengan SK Menteri Kesehatan 1. Analisa Univariat RI. No. 51/Menkes/SK/II/1979, pada a. Karakteristik Responden tahun 1987 menjadi Rumah Sakit mayoritas kelompok umur Umum Kelas C sesuai dengan SK responden adalah kelompok umur 30 Menteri Kesehatan RI. No. - 39 tahun sebanyak 9 orang (45%), 303/Menkes/SK/IV/1987, tahun 2002 kelompok umur 20 – 29 tahun menjadi Lembaga Teknis Daerah sebanyak 7 orang (35%) dan berbentuk Badan berdasarkan minoritas adalah kelompok umur 40 Keputusan Bupati Deli Serdang No. - 49 tahun sebanyak 4 orang (20%). 264 tanggal 01 Mei 2002, dan tahun Berdasarkan jenis kelamin 2008 menjadi Rumah Sakit Umum mayoritas responden adalah Kelas B Non Pendidikan sesuai perempuan sebanyak 11 orang dengan Keputusan Menkes RI. No. (55%), dan minoritas responden 405/Menkes/SK/IV/2008 tanggal 25 adalah perempuan sebanyak 9 orang April 2008. Tahun 2011 lulus (45%). akreditasi 16 pelayanan. Rumah Sakit Umum Deli Serdang Lubuk Pakam
88
Tabel 4.3 menunjukan bahwa mayoritas pasien tidak mengalami stress sebanyak 18 orang (90%) dan minoritas pasien mengalami stress ringan sebanyak 2 orang (10%).
b. Stress Fisik Dan Psikososial Pada Pasien Rawat Inap Yang Kooperatif Sebelum Dilakukan Terapi Meditasi Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Stress Fisik Dan Psikososial Pada Pasien Rawat Inap Yang Kooperatif Sebelum Dilakukan Terapi Meditasidi RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2016 No
Stress fisik dan psikososial 1. Stress 2. ringan Stress berat Jumlah
n
Persentase (%)
17 3
85,0 15,0
20
100,0
2. Analisa Bivariat Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh terapi meditasi terhadap penurunan stress fisik dan psikososial pada pasien rawat inap yang kooperatif di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2016 fisik dan psikososial pada pasien rawat inap sebelum dilakukan terapi meditasisebesar 1.1500. Rata rata stress fisik dan psikososial pada pasien rawat inap sesudah dilakukan terapi meditasisebesar 1.9000. Selisih penurunan rata – rata stress fisik dan psikososial pada pasien rawat inap sebelum dan sesudah intervensi adalah 0,75. Dengan menggunakan uji statistikPaires Samples T Test diperoleh nilai p = 0,05 (p value = α). Dengan demikian penelitian ini menemukan bahwa ada pengaruh terapi meditasi terhadap penurunan stress fisik dan psikososial pada pasien rawat inap yang kooperatif di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam.
Tabel 4.2 menunjukan bahwa mayoritas pasien mengalami stress ringan sebanyak 17 orang (85%) dan minoritas pasien mengalami stress berat sebanyak 3 orang (15%). c. Stress Fisik Dan Psikososial Pada Pasien Rawat Inap Yang Kooperatif Sesudah Dilakukan Terapi Meditasi Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Stress Fisik Dan Psikososial Pada Pasien Rawat Inap Yang Kooperatif Sesudah Dilakukan Terapi Meditasi di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2016 No
Stress fisik dan psikososial 1. Stress 2. ringan Tidak ada stress Jumlah
n
Persentase (%)
2 18
10,0 90,0
20
100,0
a. Pembahasan A. Analisa Univariat 1. Stress Fisik Dan Psikososial Pada Pasien Rawat Inap Yang Kooperatif Sebelum Dilakukan Terapi Meditasi di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas pasien mengalami stress ringan sebanyak 17 orang (85%) dan minoritas pasien mengalami stress berat sebanyak 3 orang (15%).Pada responden dengan
89
tingkat stres berat disebabkan karena responden mengalami kesulitan dalam menerima penyakitnya diantaranya pasien stress karena penyakitnya tidak kunjung sembuh, pasien stress bila terus-terusan harus minum obat, hingga pasien stress karena takut mati disebabkan oleh penyakitnya. Alasan-alasan di atas menjadi masalah yang tidak dapat diatasi oleh masing-masing responden. Mekanisme koping yang kurang baik mengakibatkan stres yang dialami terus-menerus ada. Responden dengan tingkat stres berat bahkan telah mengalami penurunan daya tahan tubuh yang ditandai dengan adanya gastritis, diare, dan ada yang mengalami thipoid. Seseorang yang berada dalam frekuensi yang didominasi gelombang otak beta berada dalam kondisi terjaga atau sadar penuh dan didominasi oleh logika. Saat seseorang berada di gelombang ini otak kiri sedang aktif digunakan untuk berpikir, berkonsentrasi, dan sebagainya. Sehingga gelombangnnya meninggi.Gelombang tinggi ini merangsang otak mengeluarkan hormon kortisol dan norepinefrin yang menyebabkan cemas, khawatir, marah, dan stres.Akibat buruknya, beberapa gangguan penyakit mudah datang jika otak terlalu aktif dalam gelombang ini (Haruyama, 2011). Responden yang memiliki tingkat stres ringan memiliki mekanisme koping yang lebih baik dari pada mahasiswa dengan tingkat stres berat. Salah satu mekanisme koping yang dilakukan adalah dengan meningkatkan ibadah, melakukan hal-hal menyenangkan dan bila mengalami kesulitan responden lebih banyak bertanya
kepada perawat atau dokter yang dianggap mampu membantu mereka menyelesaikan masalahnya namun demikian mereka tetap mengalami stres karena mekanisme koping yang dilakukan belum sepenuhnya membantu menyelesaikan permasalah yang dihadapi. Pada responden yang mengalami tingkat stres ringantidak ada yang mengalami gangguan kesehatan sebagaimana yang dialami oleh responden dengan katagori berat. Hasil penelitian ini didukung oleh pendapat Saam & Wahyuni (2012), bila seseorang tersebut sanggup mengatasi stres yang ditujukan dengan tidak adanya gangguan pada fungsi organ tubuh, maka seseorang tersebut tidak mengalami stres namun, bila yang terjadi sebaliknya maka seseorang tersebut mengalami distres.Hasil penelitian dari Januarti, R. (2009), diperoleh bahwa kendala-kendala yang biasa dihadapi pasien ketika rawat inap adalah kendala internal yang meliputi takut mati sebesar (40%), motivasi untuk sembuh rendah sebesar (26,7%), bosan minum obat sebesar (6,7%), sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan rumah sakit sebesar (6,7%). 2. Stress Fisik Dan Psikososial Pada Pasien Rawat Inap Yang Kooperatif Sesudah Dilakukan Terapi Meditasi di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas pasien tidak mengalami stress sebanyak 18 orang (90%) dan minoritas pasien mengalami stress ringan sebanyak 2 orang (10%). Relaksasi untuk meditasi bertujuan untuk melatih tubuh dengan mengatur irama
90
pernafasan secara baik dan benar sehingga pemusatan pikiran dan penghayatan akanlebih cepat mempercepat penyembuhan dan menghilangkan stres (depresi) atau memelihara dan meningkatkan kesehatan. Proses relaksasi dapat memusatkan pikiran (imajinasi pikiran) sehingga pembuluh darah dapat menjadi lebih elastis. Pada saat ini sirkulasi/aliran darah akan lebih lancar sehingga tubuh menjadi rileks dan hangat, kerja jantung akan terasa lebih ringan yangtentunya berpengaruh terhadap kerja organ tubuh lainnya. Relaksasi juga dapat dikatakan sebagai meditasi penenangan dengan nafas yang dikonsentrasikan untuk tingkat pengembalian kondisi (kebugaran) tubuh menjadi lebih baik. Relaksasi akanmencapai ketenangan pikiran, perasaan, kejiwaan serta terbentuknya ketahanan mental selain ketahanan fisik. Relaksasi dengan olah nafas juga sebenarnya merupakan meditasi dengan memusatkan konsentrasi pada irama pernafasan yang teratur, dinamis, dan harmonis (Handoyo, 2010). Tujuan orang melakukan meditasi cukup beragam, dalam tradisi keagamaan tertentu, meditasi digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan kehidupan rohani, mendekatkan diri pada Tuhan atau mencapai mistik atau penyatuan mistiktransendental dengan Tuhan. Selanjutnya menurut Soegoro (1996) dalam Prawitasari (2012) tujuan meditasi adalah keadaan meditative yaitu suatu keadaan dimanaseseorang dapat melihat dengan cara baruyang sangat berbeda dengan sebelumnya misalnya, dalam keadaan biasa kita sedang sibuk kita akan merasa tergesa-gesa dan tegang akan tetapi
dalam kedaan meditative kita menjadi lebih tenang, lebih santai seolah-olah segala sesuatu berjalan tanpa ada tekanan apapun. Meditasi menghadirkan ketenangan dan kedamaianlahir dan batin.Relaksasi akan membuat individu lebih mampu menghindari stres yang berlebihan karena adanya stres. Penelitian Dewi (2012) menunjukkan bahwa relaksasi dapat menurunkan ketegangan pada siswa sekolah penerbangan.Masalahmasalah yang berhubungan dengan stres seperti hipertensi, sakit kepala, insomnia dapat dilakukan dengan relaksasi.Penelitian Karyono (2011) menunjukkan bahwa relaksasi dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik pada penderita hipertensi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Walsh (2003) dalam Prawitasari (2012) menyebutkan beberapa efek meditasi terhadap fisik. Antara lain bahwa meditasi dapat menurunkan kadar kolesterol dan cukup efektif untuk penderita asma dan hipertensi. Manfaat dari olah nafas diantaranya yaitu : media mencegah penyakit, mengobati penyakit dalam tubuh salah satunya hipertensi, meningkatkan kemampuan fisik, meningkatkan keseimbangan tubuh dan pikiran, meningkatkan kepekaan dan pengendalian diri (Handoyo, 2010). B. Analisa Bivariat Pengaruh Terapi Meditasi Terhadap Penurunan Stress Fisik Dan Psikososial Pada Pasien Rawat Inap Yang Kooperatif di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2016 Berdasarkan hasil Uji paired samples t testdiperoleh nilai p = 0,05
91
(p value = α). Dengan demikian penelitian ini menemukan bahwa ada pengaruh terapi meditasi terhadap penurunan stress fisik dan psikososial pada pasien rawat inap yang kooperatif di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam.Penggunaan meditasi dalam terapi akan menghasilkan perasan lega pada individu. Ini disebabkan meditasi secara alami menghasilkan pereda stres dan rasa sakit. Selain itu peningkatan aliran darah ke otak yang merupakan akibat fisiologis dari proses relaksasi terkait dengan kesehatan tubuh dan suasana hati yang positif. Sebaliknya, suasana hati dan ekspresi tertekan menghasilkan penurunan aliran darah ke otak. Pada akhirnya hal ini dapat mengakibatkan penyakit fisik yang sebenarnya (Noverina & Olivia, 2011). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Penelitian dari Purnawan (2011), yang berjudul Pengaruh Terapi Meditasi terhadap Penurunan Stres Psikososial pada Usia Lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelaksanaan terapi terhadap stres psikososial pada usia lanjut, sebelum dan sesudah dilakukan terapi meditasi. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional dan experimental. Hasil penelitian menunjukan menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dalam pemberian terapi meditasi terhadap stres psikososial. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Aprianti (2009), tentang pengaruh terapi meditasi terhadap stres psikososial pada usia lanjut di Karang Werda “Ngudi Mukti” Kelurahan Kartoharjo Kecamatan Nganjuk Kabupaten Nganjuk Jawa
Timur. Hasil Uji paired t-test menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan yaitu p = 0,000 pada hasil post test dengan nilai p = 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 18 orang (90%) mengalami penurunan dan hanya dua orang (10%) yang tidak mengalami penurunan tingkat stres psikososial dan menyimpulkan ada pengaruh pemberian terapi meditasi terhadap stres psikososial pada usia lanjut di Karang Werda “Ngudi Mukti” Kelurahan Kartoharjo, Kecamatan Nganjuk, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timar 2009. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa dan interpretasi data maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Stress fisik dan psikososial pada pasien rawat inap yang kooperatif sebelum dilakukan terapi meditasi adalah stress ringan sebanyak 17 orang (85%). 2. Stress fisik dan psikososial pada pasien rawat inap yang kooperatif sebelum dilakukan terapi meditasi adalah stress berat sebanyak 3 orang (15%). 3. Ada pengaruh terapi meditasi terhadap penurunan stress fisik dan psikososial pada pasien rawat inap yang kooperatif di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam dimana pvalue (= 0,05) =α (= 0,05).
92
5.2 Saran 1. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Bagi RSUD Deli Serdang disarankan memasukkan terapi meditasi ke dalam prosedur tetap penanganan stress fisik dna psikososial dalam konteks asuhan keperawatan padaintervensi keperawatan mandiri serta menjadikan terapi meditasi sebagai terapimodalitas dalam asuhan keperawatan pada pasien rawat inap yang mengalami stress. 2. BagiPasien Rawat Inap Hendaknya pasien melakukan meditasi secara rutin danbertahap dapat meningkatkan kualitas hidup pasien ketika dirawat inap. Stress dapat dikendalikan denganmelakukan latihan pernapasan secara teraturdengan cara latihan melakukan konsentrasi. 3. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian dapat menjadi salah satu sumber referensi dan sebagai sumberinspirasi bagi proses pendidikan keperawatan. 4. Bagi Penelitian Selanjutnya Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang efektifitas terapi meditasopada pasien laindengan lokasi penelitian yang berbeda dan populasi yang lebih besar pula.
Desa Tulangan Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah, dilihat 11Mei 2016,http://skripsistikes.com Arend dkk, 2009.Ilmu Medis dan Meditasi.Jakarta :PT Gramedia Pustaka Utama Arikunto, 2010.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta Atmaja, 2013.5 Langkah Mudah Belajar Meditasi Untuk Meringankan Stres. Http://www.unpvj.ac.id. Diakses tanggal 20 Mei 2016 Badan Pusat Statistik, 2010. Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler.Jakarta Brunner & Suddart, 2009.Keperawatan medical medah.Jakarta : Penerbit EGC Budianas, 2013.Depresi Pada Lansia. Diakses tanggal 1 Juni 2016.http://www.depsos.go.i d Bureau of The Census USA, 2009. Lecture Notes Kardiologi, edk 4,trans. A Agoes, A Dwi, Jakarta:Erlangga Dharmono, 2010.Ilmu Medis dan Meditasi; PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
DAFTAR PUSTAKA Efendi, 2010.Meditasi Kesehatan. Jakarta :PT Elex Media Komputindo Hawari, 2012.Manajemen stres, cemas dan depresi.Jakarta : FKUI
Agusdwi, 2009. Pengaruh Pemberian Teknik Relaksasi terhadap Penurunan Hipertensi di
93
Hidayat, 2011.Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika
Stanley & Beare, 2010.Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC Subandi dkk, 2012.Psikoterapi, Pusataka Pelajar, Yogyakarta
Hurlock, 2009. Psikologi Manusia. Jakarta : EGC Knight, 2011.Jantung Kuat Bernapas Lega, Penerjemah, Panjaitan, M. & Lina Limanto. Indonesia Publishing House Indonesia
Sudiarto, 2011.Pengaruh Terapi Relaksasi Meditasi Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi Di Wilayah Binaan Rumah Sakit Emanuel Klampok Banjarnegara.Jurnal Keperawatan Soedirman(The Soedirman Journal ofNursing), Volume 2, No.3, November 2007. Diihat 1 September 2012.
Notoatmodjo, 2010.Metodologi Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta Nursalam, 2011.Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.Jakarta : Salemba Medika
Suryani, 2009.Menemukan Jati Diri Dengan Meditasi, Jakarta : Elex Media Komputindo
Rice, 2010.Manajemen Stres. Alih bahasa Palupi Widyastuti.Jakarta : EGC
Susanti.2013. Pengaruh Pemberian Teknik Relaksasi terhadap Penurunan Hipertensi di Desa Tulangan Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah, diakses 11Mei 2016.http://skripsistikes.word press.com/2009/05/03/ikpiii9 7/
Saryono, 2010.Statistika Bidang Kesehatan, Keperawatan, Kebidanan, Kedokteran. Yogyakarta : Penerbit Fitramaya Sastroasmoro, 2010.Dasar-dasar metodologi penelitian klinis.Jakarta : Binarupa Aksara Setiadi, 2009.Konsep – Konsep Penulisan Riset Keperawatan. Jakarta : Graha Ilmu Soejono, 2010.Penatalaksanaan Awal Jantung Berdasarkan Paradigma Sehat. http://www.infokes.com, 14 Mei2016
Widagdo, 2012.Kendalikan Stres Anda. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Wijayakusuma, 2010.Pedoman Terapi Diet dan Nutrisi Edisi II.Jakarta : Penerbit Hipokrates.
94
PENGARUH TERAPI MUSIK KLASIK MOZART TERHADAP PENURUNAN NYERI ANAK PRASEKOLAH (3-6 TAHUN) YANG MENJALANI PENUSUKAN INTRAVENA UNTUK PEMASANGAN INFUS DI RUANG KENANGA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DELI SERDANG TAHUN 2016
Elfrida Simanjuntak STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam ABSTRACT The precence of venous puncture procedure in intravenous fluid drugs application may occur some anxiety feelings, anxiousness, and painful feeling for child. One known method to overcome pain is ‘pain management’ which is done by distraction technique. The effective distraction technique which can give the most impact both in the short term is music. Mozart classical music has a liberating force, treat, and cure effect. The purpose of this research was to observe the effect of classical mozart music therapy to decrease pain preschoolaged who underwent insertion of an intravenous fluid drugs application in kenanga rooms general hospital regional Deli Serdang 2016. This type of research is a quantitative research. This study used a quasi-experimental research design nonequivalent control group design study, measurements were performed in both groups (control group and intervension group).The population in this study were all patients hospitalized preschool-aged children (3-6 years old) in the general hospital regional Deli Serdang. The sampling technique used a nonprobability sampling technique by way accidental sampling. Then, the sample of this research were 10 people (5 people in the control group and 5 people in the intervension group). The data was collected by observation using the Wong Baker’s Faces Pain Rating Scale. Music therapy was given for 10 minutes before and after the intravenous fluid drugs application. Data analysis using the T Test. The results showed that the mean of pain in patient which given Mozart classical music therapy is lower compared with patients who were not given therapy. The T Test result showed = 0,001 (< 0,05) which confirm the significant value that Ho rejected. This confirms that there is a significant relationship between Mozart classical music therapy with pain reduction in preschool-aged children undergoing intravenous insertion for intravenous fluid drugs application . Based of the result of this research suggested hospital institution that plays Mozart classical music therapy in nursing care for children. Keywords : Mozart classical music therapy, Pain.
95
penerus rasa sakit adalah sama, sehingga para dokter menggunakan musik sebagai terapi (Musbikin, 2009). Semua jenis musik sebenarnya dapat digunakan sebagai terapi musik, namun anjurannya adalah memiliki lagu dengan tempo sekitar 60 ketukan/menit yang bersifat rileks, karena apabila terlalu cepat maka secara tidak sadar stimulus yang masuk akan membuat kita akan mengikuti irama tersebut, sehingga keadaan istirahat yang optimal tidak tercapai. Tetapi yang paling sering digunakan adalah musik klasik, karena musik klasik memiliki tanda-tanda dengan frekuensi tinggi, rentang nada begitu luas dan tempo yang dinamis (Musbikin, 2009). Musik klasik Mozart muncul 250 tahun yang lalu. Diciptakan oleh Wolgang Amadeus Mozart. Musik klasik Mozart memberikan ketenangan, memperbaiki persepsi spasial dan memungkinkan pasien untuk berkomunikasi baik dengan hati maupun pikiran. Musik klasik Mozart juga memiliki irama, melodi, dan frekuensi tinggi yang dapat merangsang dan menguatkan wilayah kreatif dan motivasi di otak. Musik klasik Mozart memiliki efek yang tidak dimiliki komposer lain. Musik klasik Mozart memiliki kekuatan yang membebaskan, mengobati dan menyembuhkan (Musbikin, 2009). Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa musik bisa meredakan stres dan bahkan rasa nyeri. Sebelumnya, sebuah penelitian di Cleveland Clinic telah membuktikan bahwa mendengarkan musik selama 1 jam/hari bisa
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prosedur yang dilakukan pada anak yang dirawat di rumah sakit bermacam-macam.Salah satu tindakan yang dilakukan adalah pemasangan infus. Prosedur pemasangan infus merupakan prosedur invasif yang sering dilakukan pada perawatan anak di rumah sakit. Adanya prosedur penusukan vena dalam pemasangan infus dapat menimbulkan rasa cemas, takut, dan nyeri pada anak (Wang, 2008, dalam Maryam, 2012). Salah satu metode untuk menanggulangi nyeri adalah manajemen nyeri dengan cara nonfarmakologi yang dapat dilakukan dengan metode distraksi. Tekhnik distraksi yang efektif dan yang dapat memberi pengaruh paling baik dalam jangka waktu yang singkat yaitu musik, dapat menurunkan nyeri fisiologis, stres (Purwati,2010). Musik digunakan sebagai salah satu terapi pegobatan untuk menurunkan kecemasan terutama pada pasien dalam kondisi kritis. Implementasi dari terapi musik dapat mengurangi kecemasan yang akhirnya berkaitan dengan proses pemulihan yang lebih cepat. Musik yang memiliki tempo lambat dan menenangkan bisa menjadi terapi yang dapat diartikan sebagai pengobatan. Musik memiliki aspek terapeutik, sehingga musik banyak digunakan untuk penyembuhan, menenangkan, dan memperbaiki kondisi fisik dan fisiologis pasien maupun tenaga kesehatan, karena berdasarkan penelitian ditemukan bahwa saraf penerus musik dan saraf
96
meredakan nyeri hingga 20 persen pada penderita nyeri punggung (Pramudiarja, 2010). Penelitian terkait lainnya dilakukan oleh Gousie (2001) yang telah meneliti aplikasi dari musik dalam pengaruhnya pada rasa sakit dan trauma saat injeksi. Penelitian ini menemukan bahwa musik dapat menurunkan trauma pada anak usia 6-9 tahun, sebagai catatan, penelitian ini menemukan perbedaan yang signifikan antara rasa sakit dan trauma. Whitehead-Pleaux (2006), juga meneliti efek terapi musik pada anak dengan luka bakar pada saat penggantian balutan. Hasilnya, grup kontrol musik terapi menunjukkan tingkat trauma yang lebih tinggi dan lebih banyak kecemasan. Berdasarkan rekomendasi dari hasil penelitian sebelumnya Whitehead-Plaux (2007), melakukan penelitian kembali tentang efektifitas terapi musik dalam mengurangi kecemasan dan rasa sakit selama prosedur medis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa musik efektif dalam mengurangi kecemasan dan rasa sakit selama prosedur medis. Peneliti mengatakan bahwa musik merupakan salah satu cara yang efektif untuk membantu anak-anak dalam menghadapi tindakan/prosedur medis. Penelitian juga dilakukan oleh Klassen (2008), hasil dari penelitian menunjukkan bahwa musik efektif dalam mengurangi kecemasan dan rasa sakit selama proses klinikal pada anak dan balita. Salah seorang pioner terapi musik yaitu dr.Ralph Spint seorang ahli anastesi di rumah sakit olahraga Hellersen di Ludenscheid, Jerman menciptakan salah satu jenis terapi
musik yang mempergunakan alat berupa CD yang disebut Pain Relief, yang dapat membantu menghilangkan atau meringankan berbagai rasa sakit. Meredakan nyeri akibat suatu penyakit, nyeri punggung, rematik arthritis, luka bakar, luka kecelakaan, nyeri penderita kanker, nyeri persendian, nyeri pasca operasi dan nyeri lainnya. Alat ini diperdengarkan minimal 30 menit setiap hari sampai semua rasa sakit yang dikeluhkan hilang. Jika diputar saat rasa sakit muncul, maka rasa sakit akan berkurang atau hilang sepenuhnya (Ryo Jeo, 2010). Anak usia prasekolah dan usia sekolah rentan terkena penyakit, sehingga banyak anak pada usia tersebut yang harus dirawat di rumah sakit dan menyebabkan populasi anak yang dirawat di rumah sakit mengalami peningkatan yang sangat dramatis (Wong, 2009). Di Indonesia 30% dari 180 anak antara 3 sampai 12 tahun mempunyai pengalaman dengan rumah sakit (Smetz cit Luthfi, 2007 dalam Maharani, 2013). Rata-rata anak mendapat perawatan selama enam hari. Selain membutuhkan perawatan yang spesial dibanding pasien lain, anak sakit juga mempunyai keistimewaan dan karakteristik tersendiri karena anak-anak bukanlah miniatur dari orang dewasa atau dewasa kecil. Dan waktu yang dibutuhkan untuk merawat penderita anak-anak 2045% lebih banyak daripada waktu untuk merawat orang dewasa (Aidar, 2011). Selain itu, di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa penelitian terkait yang telah dilakukan. Penelitian yang dilakukan
97
oleh Subandi, Januari 2012 di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Cilacap melalui observasi terhadap 13 pasien anak umur 3-6 tahun di Ruang Catleya dan terhadap perawat Ruang Catleya. Dari hasil observasi didapatkan data bahwa terdapat 10 (76,92 %) pasien anak tidak kooperatif terhadap tindakan seperti saat perawat datang untuk pengukuran tanda-tanda vital, pemasangan infus dengan spalk yang tidak bermotif, pemberian obat injeksi intravena, dan pengambilan darah untuk cek laboratorium. Hasil penelitian Purwati, 2010 tentang penurunan tingkat nyeri anak prasekolah yang menjalani penusukan intravena untuk pemasangan infus melalui terapi musik mengatakan bahwa dari 32 responden anak prasekolah yang dilakukan pemasangan infus terdapat 18,8 % anak yang merasakan nyeri lebih banyak, 31,2 % anak merasakan nyeri secara keseluruhan, dan 50 % anak merasakan nyeri sekali dan menangis. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam pada tanggal 25 - 26 April 2016 didapatkan hasil bahwa Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam memiliki 1 ruang perawatan anak yang terdiri dari kelas I, II, dan III. Dalam 4 bulan terakhir (Januari – April 2016) terdapat 270 pasien anak yang dirawat. Usia anak yang dirawat di ruang tersebut bervariasi, dari 1 bulan hingga 12 tahun, dan anak usia prasekolah yang dirawat sebanyak 69 anak (25,55%) dengan rata-rata lama rawat 3 – 7 hari. Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap
5 anak usia prasekolah yang dirawat menunjukkan respon cemas dan takut pada perawat yang datang serta pada prosedur tindakan yang akan dilakukan terutama tindakan invasif. Anak menangis, menjerit, menghentak-hentakkan kaki, menolak perawat, dan tidak kooperatif. Dari uraian di atas peneliti merasa tertarik sehingga mengambil judul Pengaruh Terapi Musik Klasik Mozart Terhadap Penurunan Nyeri Anak Prasekolah (3-6 tahun) yang Menjalani Penusukan Intravena untuk Pemasangan Infus di Ruang Kenanga RSUD Deli Serdang Tahun 2016. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian tersebut adalah “Apakah ada pengaruh terapi musik klasik Mozart terhadap penurunan rerata nyeri anak prasekolah (3-6 tahun) yang menjalani penusukan intravena untuk pemasangan infus di Ruang Kenanga RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam tahun 2016 ? ” 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh terapi musik klasik Mozart terhadap penurunan rerata nyeri anak prasekolah (3-6 tahun) yang menjalani penusukan intravena untuk pemasangan infus di Ruang Kenanga RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam. 1.3.2. Tujuan Khusus 1.3.2.1.Untuk mengidentifikasi rerata nyeri anak prasekolah (3-6 tahun) yang menjalani penusukan intravena
98
untuk pemasangan infus pada kelompok kontrol. 1.3.2.2.Untuk mengidentifikasi rerata nyeri anak prasekolah (3-6 tahun) yang menjalani penusukan intravena untuk pemasangan infus pada kelompok intervensi. 1.3.2.3.Untuk mengetahui perbedaan rerata nyeri anak prasekolah (3-6 tahun) yang menjalani penusukan intravena untuk pemasangan infus pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi.
penelitian Quasi eksperimental dengan rancangan penelitian nonequivalent control group design,pengukuran dilakukan pada kedua kelompok (kelompok kontrol dan kelompok intervensi). 3.2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam, yaitu Ruang Kenanga. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut adalah : a. Di lokasi tersebut belum pernah dilakukan penelitian tentang pengaruh terapi musik klasik Mozart terhadap penurunan rerata nyeri anak prasekolah (3-6 tahun) yang menjalani pemasangan infus. b. Ruang Kenanga di rumah sakit tersebut merupakan ruang rawat inap anak. Di ruangan tersebut anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang dirawat dan dilakukan pemasangan infus cukup banyak. c. Lokasi penelitian merupakan salah satu wahana praktik peneliti selama menjalani pendidikan di STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam. d. Lokasi penelitian dekat dengan kampus dan tempat tinggal peneliti sehingga mempermudah peneliti melakukan penelitian.
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Aplikasi 1.4.1.1. Bagi Lahan/Tempat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dalam penerapan asuhan keperawatan pada anak usia prasekolah serta dapat dijadikan Prosedur Tetap Rumah Sakit untuk tindakan pemasangan infus pada anak usia prasekolah. 1.4.1.2.Bagi Perawat Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat terutama dalam melaksakan asuhan keperawatan pada anak usia prasekolah yang dirawat di rumah sakit, sehingga nyeri akibat tindakan/prosedur pemasangan infus dapat berkurang. 1.4.1.3. Bagi Pasien Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat positif bagi anak, terutama dalam menghadapi sensasi nyeri serta meningkatkan kemampuan koping anak. METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Penelitian ini menggunakan
99
kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai konteks penelitian (Notoatmodjo, 2010). Maka, sampel pada penelitian ini sebanyak 10 orang (5 orang pada kelompok kontrol dan 5 orang pada kelompok intervensi). Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti, sedangkan kriteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang tidak memenuhi kriteria inklusi dari studi karena pelbagai sebab. (Nursalam, 2011). Kriteria inklusi pada sampel penelitian ini adalah : a. Anak usia prasekolah (3-6 tahun) b. Akan dilakukan pemasangan infus c. Anak mampu berkomunikasi d. Orang tua/keluarga bersedia apabila anak menjadi responden penelitian. Kriteria eksklusi pada sampel penelitian ini adalah : a. Kondisi anak tidak memungkinkan (lemah, gangguan mental, gangguan kesadaran, gangguan pendengaran) b. Orang tua/keluarga tidak kooperatif.
3.3. Waktu Penelitian Dalam bagian ini diuraikan langkah-langkah kegiatan mulai dari menyusun proposal penelitian, sampai dengan penulisan laporan hasil penelitian, beserta waktu berjalan atau berlangsungnya tiap kegiatan tersebut (Notoatmodjo, 2010).Kegiatan pada penelitian ini akan dilakukan mulai dari bulan Desember 2015 hingga bulan Januari 2016. 3.4. Populasi dan Sampel 3.4.1. Populasi Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien anak rawat inap usia prasekolah (3-6 tahun) di RSUD Deli Serdang. Dalam empat bulan terakhir (Januari – April 2016) jumlah pasien anak usia prasekolah yang dirawat di ruang Kenanga sebanyak 69 pasien. 3.4.2. Sampel Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tekniknon probability sampling dengan cara accidental sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan dengan mengambil
3.5. Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah sesuatu yang bervariasi
100
(Saryono, 2011). Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independentvariable) dan variabel terikat (dependent variable). 3.5.1. Variabel Bebas (Independent Variabel) Variabel bebas (independent variable) adalah variabel yang merangsang Defenisi atau No. Variabel menstimulasiOperasional variabel target (Saryono, 2011). 1. Independen : Suatu tindakan Variabel bebas dalam Terapi musik penelitian memperdengar ini adalah klasik Mozart kan musik terapi musik klasik Mozart. klasik Mozart pada anak usia saat 3.5.2. Variabel prasekolah Terikat dilakukan (Dependent Variabel) Variabel pemasangan terikat (dependent infus selama 10 menit sebelum variable)adalah dan sesudah variabel yang timbul pemasangan akibat dari efek penelitian infus. (Saryono, 2. Dependen : Rasa sakit yang 2011). Variabel terikat Rerata nyeri dirasakan anak dalam penelitian ini usia prasekolah adalah tingkat nyeri akibat yang anak prasekolah menjalani penusukan penusukan intravena saat intravena untuk pemasangan pemasangan infus di infuse RSUD Ruang Kenanga Deli Serdang Lubuk Pakam. 3.6. Defenisi Operasional Variabel Definisi operasional dibuat untuk memudahkan pengumpulan data dan menghindarkan perbedaan interpretasi serta membatasi ruang lingkup variabel (Saryono, 2011). Setiap
variabel harus dirumuskan secara operasional untuk memudahkan pemahaman dan pengukuran setiap variabel yang ada dalam penelitian. Adapun definisi operasional dari penelitian ini sebagai berikut : Tabel 3.2. Defenisi Operasional Variabel Alat & Cara Ukur Observasi
Wong Baker’s Faces Pain Rating Scale
101
Hasil Ukur 1 = Perawat memberikan terapi musik 2 = Perawat tidak memberikan terapi musik
0-5
Skala Nominal
Ratio
3.7. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik sehingga
lebih mudah diolah (Saryono, 2011). Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar observasi. Wong-Baker’s Faces Pain Rating Scale, Music Player, dan Headset.
Data sekunder diperoleh dari Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam. Data sekunder yang diperlukan adalah jenis kelamin anak, usia, diagnosa penyakit, jumlah pasien anak rawat inap (Januari-April 2016),
3.8. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data merupakan cara peneliti untuk mengumpulkan data dalam penelitian. Sebelum melakukan pengumpulan data, perlu dilihat alat ukur pengumpulan data agar dapat memperkuat hasil penelitian (Hidayat, 2009). Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 3.8.1. Data Primer Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama, baik dari individu atau perseorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner. Dalam penelitian ini peneliti melakukan pengumpulan data dengan menggunakan lembar observasi Wong-Baker’s Faces Pain Rating Scaleuntuk menilai nyeri anak.
3.9. Prosedur Pengumpulan Data a. Pengumpulan data diperoleh dari penelitian yang dilakukan di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam setelah mendapat ijin dari Direktur RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam, Kepala instalasi rawat inap dan Kepala ruang rawat Kenanga. b. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan serta bagaimana proses pelaksanaannya kepada kepala ruangan terkait. c. Peneliti meminta kepada kepala ruangan untuk bisa menunjuk 6 orang perawat (2 orang setiap shifnya) sebagai asisten peneliti guna membantu proses penelitian dan menghindari bias, dengan kriteria tingkat pendidikan minimal Diploma III Keperawatan, terlatih melakukan pemasangan infus. d. Setelah asisten peneliti ditentukan, peneliti melakukan sosialisasi terkait penelitian yang akan dilakukan dengan menjelaskan maksud dan tujuan, bagaimana proses pelaksanaan penelitian tersebut, serta menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan kuesioner dan
3.8.2. Data Sekunder Data sekunder sering disebut juga metode pengumpulan bahan dokumen karena dalam hal ini peneliti tidak secara langsung mengambil data sendiri tetapi meneliti dan memanfaatkan data atau dokumen yang dihasilkan oleh pihak-pihak yang lain.
102
e.
1)
2)
3)
4)
penggunaan Wong-Baker’s Faces Pain Rating Scale. Sebelumnya peneliti memberikan contoh terlebih dahulu kepada asisten peneliti guna menyamakan persepsi, dengan langkah sebagai berikut : Memilih responden yang memenuhi kriteria inklusi untuk dipilih menjadi sampel. Memberikan penjelasan kepada responden dan orang tua/keluarga tentang maksud dan tujuan dari penelitian ini, dengan terlebih dahulu memperkenalkan diri. Kemudian peneliti memberikan penjelasan tentang prosedur pelaksanaan penelitian, manfaat dan resikonya bahwa apa yang akan dilakukan tidak akan membahayakan anak. Setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti, responden atau orang tua/keluarga diberi kesempatan untuk memberikan persetujuan atau menolak berpartisipasi dalam penelitian. Peneliti memberikan lembar informed consent sebagai bentuk persetujuan dengan orang tua responden, dan meminta orang tua responden untuk memberikan tanda tangannya pada lembar persetujuannya tersebut. Peneliti menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan pada resonden dan orang tua/keluarga, serta menanyakan kepada orang tua/keluarga responden apakah ingin mendampingi
5)
6)
7)
f.
g.
h.
103
anak saat dilakukan pemasangan infus diruang tindakan. Peneliti melakukan distraksi dengan memperdengarkan musik klasik Mozart menggunakan headseat, sementara asisten peneliti mencari area pemasangan infus. Musik diperdengarkan selama 10 menit, kemudian asisten peneliti melakukan pemasangan infus, sedangkan peneliti melakukan observasi pada respon wajah responden. Musik diperdengarkan sampai 10 menit setelah selesai pemasangan infus. Peneliti memberikan reinforcement positif pada responden dan keluarga atas keterlibatannya, serta kepada asisten peneliti. Setelah memberikan contoh, peneliti melanjutkan langkahlangkah prosedur penelitian. Peneliti atau asisten peneliti menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan pada responden/keluarga (terapi musik dan pemasangan infus pada kelompok intervensi, pemasangan infus pada kelompok kontrol). Responden diminta untuk menginformasikan langsung nyeri yang dirasakan dengan cara menunjuk pada gambar yang sudah disiapkan (WongBaker’s Faces Pain Rating Scale). Bagi responden yang tidak mau menunjuk gambar, maka peneliti atau asisten peneliti dapat mengobservasi respon wajah responden.
i.
j.
Memberikan pujian pada seluruh responden dan keluarga atas keterlibatannya dalam penelitian. Untuk menghindari terjadinya bias pada hasil penelitian ini, maka prosedur penelitian umumnya dilakukan oleh asisten peneliti. Namun demikian peneliti selalu mengevaluasi proses yang sudah dilakukan oleh asisten peneliti.
data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Misalnya jenis kelamin : 1 = laki-laki, 2 = perempuan. Pemberian kode ini sangat berguna dalam memasukkan data (data entry). 3.10.3. Entry Data Data, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden dalam bentuk “kode” dimasukkan ke dalam program atau software komputer. Software komputer ini bermacam-macam, masingmasing mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Salah satu paket program yang paling sering digunakan untuk “entri data” penelitian adalah paket program Statisticfor Window. Dalam proses ini juga dituntut ketelitian dari orang yang melakukan “data entry” ini. Apabila tidak maka akan terjadi bias, meskipun hanya memasukkan data saja.
3.10. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan setelah proses pengumpulan data selesai dilakukan. Menurut Notoatmodjo (2010) langkahlangkah dalam memproses data terdiri dari : 3.10.1. Editing Hasil wawancara, angket, atau pengamatan dari lapangan harus dilakukan editing terlebih dahulu. Secara umum editing adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner. Apabila ada jawaban-jawaban yang belum lengkap, kalau memungkinkan perlu dilakukan pengambilan data ulang untuk melengkapi jawaban tersebut. Tetapi apabila tidak memungkinkan, maka pertanyaan yang jawabannya tidak lengkap tersebut tidak diolah.
3.10.4. Cleaning Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya. Kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. Proses ini disebut pembersihan data (data cleaning). Setelah pembersihan data selesai, selanjutnya mulai proses analisis data.
3.10.2. Coding Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan peng”kodean” atau “coding”, yakni mengubah
104
menjadi Rumah Sakit Umum Kelas D sesuai dengan SK Mentri Kesehatan RI. No. 51/Menkes/SK/II/1979. Pada tahun 1987 menjadi Rumah Sakit Umum Kelas C sesuai dengan Sk Mentri Kesehatan RI. No. 303/Menkes/SK/IV/1987. Pada tahun 2002 menjadi Lembaga Teknis Daerah berbentuk Badan berdasarkan keputusan Bupati Deli Serdang NO. 264 tanggal 01 Mei 2002, dan pada tanggal 25 April 2008 menjadi Rumah Sakit Umum Kelas B Non Pendidikan sesuai dengan surat Keputusan Menkes RI. 405/Menkes/SK/IV/2008. Kedudukan Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah sebagai Pelaksana Teknis Daerah. Dalam melaksanakan tugas pokoknya Rumah Sakit ini memiliki tugas pokok yaitu: (1). Menyelenggarakan Pelayanan Medis, (2). Menyelenggarakan Pelayanan Penunjang Medis, (3). Menyelenggarakan Pelayanan Asuhan Keperawatan, (4). Menyelanggarakan pendidikan dan pelatihan, (5). Menyelanggarakkan Administrasi Umum dan Keuangan. Dalam melaksanakan tugas dan fungsi, Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam dipimpin oleh seorang Direktur, dibantu oleh
3.11. Analisis Data 3.11.1. Analisis Univariat Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini akan diketahui distribusi frekuensi mengenai karakteristik jenis kelamin, kehadiran orang tua/keluarga selama prosedur pemasangan infus, tindakan terapi musik yang diberikan, serta trerata nyeri responden. 3.11.2. Analisis Bivariat Analisis bivariat merupakan analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini menggunakan uji T (ttest)dengan nilai ≤ 0,05 dan dibantu dengan menggunakan program komputerisasi. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN I. HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian diadakan di ruang Kenanga Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam. Rumah Sakit Umum Daerah Lubuk Pakam didirikan pada tahun 1958, pertama sebagai Rumah sakit pembantu, pada tahun 1979 105
seorang Sekretaris dan 3 (tiga) orang Kepala Bidang, 13 (tiga belas) Sub Bidang dan didukung oleh tenaga Dokter spesialis, Dokter Umum, Dokter Gigi, Paramedis, Perawat dan Non Perawat, serta tenaga Non Medis lainnya. Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam berada di Kota Lubuk Pakam (Ibu Kota Babupaten Deli Serdang) 29 km dari Kota Medan (Ibu Kota Propinsi Sumatra Utara) RSUD Deli Serdang mempunyai luas 2 Ha dengan luar bangunan 10.352 m2. Visi Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam adalah pelayanan yang unggul dalam mutu,prima dalam pelayanandan menjadi pusat rujukan pelayanan kesehatan yang paripurna dan proaktif untuk mewujudkan masyarakat sehat 2010. Sedangkan misinya adalah: 1. Memberikan pelayanan prima serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. 2. Terwujudnya pelayanan kesehatan rujukan spesialis secara profesional sesuai standar pelayanan medis. 3. Mengembangkan sarana dan prasarana sebagai temat pendidikan, penelitian dan pengembangan. Sarana dan prasarana pelayanan kesehatan di RSUD Deli Serdang terdiri dari: Instalasi Gawat Darurat,
Instalasi Bedah Sentral, Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Inap, serta sarana dan prasarana penunjang medis seperti Apotek, Gizi, Rontgen Foto dan lain-lain. 4.2 Analisa Univariat Tujuan dari analisis ini adalah menjelaskan atau mendeskripsikan setiap karakteristik variabel penelitian. Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Ruang Kenanga Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam. Kelom Kelom Jenis pok pok N Kelami Kontr Interve o n ol nsi (n=5) (n=5) f f % % Laki4 2 1 laki 80 40 2 Perem 1 3 puan 20 60 5 5 Total 100 100 Tabel 4.1 menunjukkan bahwa jumlah responden berdasarkan jenis kelamin pada kelompok kontrol sebanyak 4 anak berjenis kelamin laki-laki (80%) dan 1 anak berjenis kelamin perempuan (20%). Pada kelompok intervensi sebanyak 2 anak berjenis kelamin laki-
106
laki (40%) dan 3 anak berjenis kelamin perempuan (60%). Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia di Ruang Kenanga Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam.
Tabel 4.3 Distribusi Berdasarkan Kehadiran Orang Tua Saat Dilakukan Pemasangan Infus di Ruang Kenanga Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam. No. 1. 2.
Hadir Tidak Hadir Total
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa kehadiran orang tua pada kelompok kontrol dan intrvensi sebanyak80% kehadiransaat dilakukan tindakan pemasangan infus. kelompok kontrol yang mengalami nyeri pada skala nyeri 4 sebanyak 3 anak (60%) dan pada skala nyeri 5 sebanyak 2 anak (40%). Pada kelompok intervensi yang mengalami nyeri pada skala nyeri 2 sebanyak 2 orang (40%) dan pada skala nyeri 3 sebanyak 3 orang (60%).
Kelompo Kelompok k Kontrol Intervensi (n=5) (n=5) f f % % 1. 3 1 2. 4 2 3. 5 0 1 4. 6 1 20 2 2 0 4 1 0 2 2 0 40 2 40 5 5 Total 100 100 Tabel 4.2 menunjukkan bahwa jumlah responden berdasarkan usia pada kelompok kontrol sebanyak 1 anak berusia 3 tahun (20%), 1 anak berusia 4 tahun (20%), 1 anak berusia 5 tahun (20%), 2 anak berusia 6 tahun (40%). Pada kelompok intervensi sebanyak 1 anak berusia 4 tahun (20%), 2 anak berusia 5 tahun (40%), dan 2 anak berusia 6 tahun (40%). N o.
Keadiran
Usia (tahu n)
4.3 Analisa Bivariat Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui Pengaruh Terapi Musik Klasik Mozart Terhadap Penurunan Nyeri Anak Prasekolah (3-6 tahun) yang Menjalani Penusukan Intravena Untuk Pemasangan Infus Di Ruang Kenanga Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2016, dengan hasil tertera pada tabel dibawah ini :
107
usia tertentu yang lebih khas terlihat pada usia yang berbeda. Anak-anak dengan alam perasaan yang baik tampak menunjukkan nyeri yang lebih sedikit dibandingkan yang sebenarnya mereka alami.
Tabel 4.5 Pengaruh Terapi Musik Klasik Mozart Terhadap Penurunan Nyeri Anak Prasekolah (3-6 tahun) yang Menjalani Penusukan Intravena Untuk Pemasangan Infus
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa hasil uji T (Independent-Samples T Test) menunjukkan < 0,05. Dengan demikian Ho ditolak. Dari hasil penelitian ini dapat dibuktikan adanya pengaruh yang signifikan antara terapi musik klasik Mozart dengan penurunan nyeri pada pasien anak prasekolah yang menjalani penusukan intravena untuk pemasangan infus di Ruang Kenanga RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam.
4.5 Terapi Musik SE n pValue Hasil penelitian menunjukkan bahwa 0,245 rerata nyeri 0,548 5 pada responden 0,001* dalam kelompok kontrol adalah 4,40 dan rerata nyeri pada responden dalam 0,245 kelompok5 intervensi adalah 0,548 2,60 (skala nyeri = 0-5). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Musbikin, 2009 yang menyatakan bahwa Pemberian intervensi terapi musik klasik membuat seseorang menjadi rileks, menimbulkan rasa aman dan sejahtera, melepaskan rasa gembira dan sedih, melepaskan rasa sakit dan menurunkan tingkat stres, sehingga dapat menyebabkan penurunan kecemasan (Musbikin, 2009). Hal tersebut terjadi karena adanya penurunan Ardenal Corticotropin Hormon (ACTH) yang merupakan hormon stres (Djohan, 2009).
II. PEMBAHASAN 4.4 Karakteristik Demografi Berdasarkan jenis kelamin responden, terdapat 60% responden yang berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan usia responden, responden termasuk ke dalam usia anak prasekolah. Hal ini sesuai dengan teori yang dijelaskan oleh Wong (2009) yaitu respons perilaku anak terhadap nyeri berubah sejalan dengan pertambahan usia dan mengikuti tren perkembangan. Akan tetapi, anak-anak sangat bervariasi dalam responsnya terhadap nyeri dan dapat menunjukkan perilaku pada
4.6 Nyeri Anak Prasekolah Hasil penelitian menunjukkan bahwaresponden dalam kelompok kontrol yang mengalami nyeri pada skala nyeri 5 sebanyak 2 anak (40%) dan pada skala nyeri 4 sebanyak 3 anak (60%). Pada kelompok intervensi yang mengalami nyeri pada skala nyeri 2 sebanyak 2 orang (40%) dan pada skala nyeri 3 sebanyak 3 orang (60%). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Wang, 2008, dalam Maryam, 2012 yang menyatakan bahwa Adanya prosedur penusukan vena dalam pemasangan infus dapat
Mean
Skala Nyeri
Kelompok Intervensi
2,60
Kelompok Kontrol ∗ ≤ 0,05
4,40
SD
108
menimbulkan rasa cemas, takut, dan nyeri pada anak.
yang diperoleh adalah 2,60 pada kelompok intervensi dan 4,40 pada kelompok kontrol. Sehingga didapat bahwa tidak ada pasien yang dilakukan pemasangan infus yang tidak merasakan nyeri (skala nyeri = 0) dan nyeri dirasakan sedikit saja (skala nyeri = 1). Hasil uji statistik T Testmenunjukkan nilai signifikansi = 0,001 (< 0,05) yang menegaskan bahwa Ho ditolak.Hal ini menjelaskan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara terapi musik klasik Mozart dengan penurunan nyeri anak prasekolah yang menjalani penusukan intravena untuk pemasangan infus di Ruang Kenanga RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam.
4.7 Pengaruh Terapi Musik Klasik Mozart Terhadap Penurunan Nyeri Anak Prasekolah Dalam penelitian ini menggunakan uji statistik T Test. Hasilnya, terdapat pengaruh yang signifikan antara terapi musik klasik Mozart dengan penurunan nyeri anak prasekolah yang dilakukan pemasangan infus dengan nilai signifikansi = 0,001 (< 0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh antara terapi musik klasik Mozartdengan penurunan nyeri anak prasekolah yang dilakukan pemasangan infus di Ruang Kenanga Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam. Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Purwati (2010) tentang penurunan tingkat nyeri anak prasekolah yang menjalani penusukan intravena untuk pemasangan infus melalui terapi musik mengatakan bahwa dari 32 responden anak prasekolah yang dilakukan pemasangan infus terdapat 18,8 % anak yang merasakan nyeri lebih banyak, 31,3 % anak merasakan nyeri secara keseluruhan, dan 50 % anak merasakan nyeri sekali dan menangis.
5.2 Saran Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dalam penerapan asuhan keperawatan pada anak serta dapat dijadikan Prosedur Tetap Rumah Sakit untuk tindakan pemasangan infus pada anak usia prasekolah.Disarankan peneliti selanjutnya melakukan penelitian sejenis dengan pendekatan yang berbeda. Dengan adanya penelitian tersebut, secara otomatis dapat menambah referensi terkait penanganan nyeri yang tepat.
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
5.1 Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata nyeri pada pasien yang diberikan terapi musik klasik Mozart lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang tidak diberikan terapi musik klasik Mozart. Rerata nyeri
Aidar, N. 2011.Hubungan Peran Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Anak Usia Sekolah (6-12 Tahun) yang Mengalami Hospitalisasi di Ruang III Rumah Sakit Umum Dr. 109
Pirngadi Medan. Skripsi, Universitas Sumatera Utara. http://repository.usu.ac.id/ handle /123456789/27095. Djohan. 2009. Psikologi Musik. Yogyakarta: Best Publisher. Elfira, E. 2011. Pengaruh Terapi Bermain dengan Tehnik Bercerita Terhadap Kecemasan Akibat Hospitalisasi pada Anak Pra Sekolah di Ruang Perawatan Anak di RSUP H. Adam Malik Medan. Skripsi, Universitas Sumatera Utara. http://repository.usu.ac.id/ handle/123456789/24484. Hidayat, A.A. 2008. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika. Jeo, Ryo. 2010. Tiga Manfaat Musik untuk Kesehatan. http://scribd.com.tehnikdis traksi. Diakses pada tanggal 09 April 2016. Kozier & Erb. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5. Jakarta: EGC. Kushariadi. 2010. Konsep Terapi Musik. http://bandtrocx.webs.com . Diakses pada tanggal 28 Maret 2016. Mahanani, Anjar. 2013. Durasi Pemberian Terapi Musik Klasik Mozart Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Anak. Skripsi. Purwokerto: Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Jurusan Keperawatan
Universitas Jenderal Soedirman. Maryam dan Widodo, Sri. 2012. Pengaruh Guided Imagery Terhadap Tingkat Nyeri Anak Usia 7-13 Tahun Saat Dilakukan Pemasangan Infus di RSUD Kota Semarang.Skripsi. Semarang: Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah. Musbikin, I. 2009. Kehebatan Musik untuk Mengasah Kecerdasan Anak. Jogjakarta: Power Books (IHDINA). Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Istrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Potter, P. A. & Perry, A. G. 2009. Buku Ajar Fundamental Keperawatan (Konsep, Proses, dan Praktik), Edisi 7. Jakarta: EGC. Pramudiarja. 2010. Terapi Musik untuk Menghilangkan Nyeri. http://www.terapimusik.co m. Diakses pada tanggal 30 Maret 2016. Purwati, N. H. 2010. Pengaruh Terapi Musik Terhadap Tingkat Nyeri Anak Usia Prasekolah yang
110
Dilakukan Pemasangan Infus di Rumah Sakit Islam Jakarta. Tesis. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saryono. 2011. Metodologi Penelitian Keperawatan. Purwokerto: UPT. Percetakan dan Penerbitan UNSOED. Subandi, Ahmad. 2012. Pengaruh Pemasangan Spalk Bermotif Terhadap Tingkat Kooperatif Anak Usia Prasekolah Selama Prosedur Injeksi Intravena di Rumah Sakit Umum Wilayah Cilacap.Tesis. Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Sumanto. 2016. Psikologi Perkembangan: Fungsi dan Teori. Yogyakarta: CAPS. Wong, D. L., Eaton, M. H., Wilson, D., Winkelstein, M. L., Schwartz, P. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: EGC. ___________.Numeric Rating Scale.www.physiotherapytreatment.com. Diakses pada tanggal 05 Mei 2016. ___________.Visual Analog Scale/VAS.www.hospicep atients.org. Diakses pada tanggal 05 Mei 2016.
111
PENGARUH MINUMAN JAHE TERHADAP KURANGNYA EMESIS GRAVIDARUM PADA IBU HAMIL TRIMESTER I DI KLINIK NINING PELAWATI AMKeb LUBUK PAKAM KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2016
JUNI MARIATI STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam ABSTRACT HiperemesisGravidarumrepresent queasy occurence and abundant puking so that bother pregnant mother activity. GravidarumHiperemesis often happened in the early pregnancy among/between pregnancy age 8-12 week. GravidarumHiperemesis if not handle better will cause komplikasi even death of foetus and mother. HiperemesisgravidarumPrevalensi among/between 1-3% or 520 case per 1000 pregnancy.This research aim to to know influence of ginger beverage to less his of gravidarum emesis at pregnant mother of I trimester in Clinic of NiningPelawatiAMKeb Deep Hollow of LubukPakam Sub-Province of Deli Serdang. this Type Research is Eksperimental with device of pretest-posttest design by using technique analyse data of univariate and of bivariate with test dependent t-test sample / t paired test with population entire/all pregnant mother of queasy natural I trimester and puking which take care of road;street in Clinic of NiningPelawatiAMKeb Deep Hollow of LubukPakam Sub-Province of Deli Serdang with amount of population 27 people with technique of purposive sampling and use level of signifikan 95% (α ≤ 0,05).Result of this research indicate that the existence of difference which is signifikan among/between is queasy of puking before ( pretest) and after ( posttest) in giving ginger beverage at pregnant mother of I trimester with value of pValue and level of signifikan95% (α ≤ 0,05) is 0,001 ≤ 0,05.Pursuant to result of research expected to officer of researcher and health can comprehend influence of ginger beverage to lack of gravidarum emesis at pregnant mother of I trimester in Clinic of NiningPelawatiAMKeb Deep Hollow of LubukPakam Sub-Province of Deli Serdang.
Keywords :Beverage Ginger, Emesis Gravidarum, Ms. Pregnancy.
112
persalinan. Kemungkinan 1:8 ibu meninggal di Asia Selatan akibat kehamilan atau persalinan selama hidupnya di Negara Asia Afrika 1:4. Sedangkan di Negara Amerika Utara 1:6 lebih dari 50% kematian terjadi di Negara berkembang (Saifuddin, 2005). Menurut World Health Organitation (WHO) mencatat pada tahun 2012 tiap tahunnya lebih dari 300 hingga 400 per 100.000 kelahiran hidup, perempuan meninggal yang disebabkan oleh perdarahan 28%, eklampsia 12%, abortus 13%, sepsis 15%, partus lama 8% dan penyebab lain-lain 2%, sedangkan angka kematian ibu di Indonesia pada tahun 2010 lebih tinggi di Negara-negara ASEAN yaitu 226 per 100.000 kelahiran hidup dibandingkan Filipina 170 per 100.000 kelahiran hidup, Thailand 44 per 100.000 kelahiran hidup, Malaysia 41 per 100.000 kelahiran hidup dan Singapura hanya 6 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2013). Berdasarkan hasil penelitian di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2009 menjelaskan bahwa lebih dari 80% perempuan hamil mengalami rasa mual dan muntah sedangkan untuk perempuan hamil yang mengalami kondisi Hyperemesis Gravidarum sekitar 5 dari 1.000 perempuan hamil. Hal ini bisa menyebabkan perempuan menghindari makanan tertentu dan biasanya membawa resiko baginya dan janin (Dinkes Palembang, 2010). Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2012 jumlah kematian ibu berkisar 121 orang, dimana 70% untuk terjadi karena ibu-ibu yang
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan wanita yang memiliki embrio atau fetus didalam rahimnya yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Proses kehamilan yang normal terjadi selama 40 minggu antara waktu menstruasi terakhir dan kelahiran (38 minggu dari pembuahan). Istilah medis untuk wanita hamil adalah gravid. Sedangkan calon manusia yang terdapat di dalam rahim disebut fetus pada minggu-minggu awal kehamilan dan kemudian disebut janin sampai proses kelahiran. Seorang wanita yang hamil untuk pertama kalinya disebut primigravida atau gravid 1. Sedangkan wanita yang tidak pernah hamil disebut gravid 0 (Bobak, dkk, 2005). Proses kehamilan akan menimbulkan berbagai perubahan pada seluruh sistem tubuh seperti sistem kardiovaskuler, sistem pernafasan maupun sistem gastrointestinal. Perubahan terjadi akan menunjang proses pertumbuhan dan perkembangan janin didalam rahim. Setelah bayi lahir, perubahanperubahan tersebut akan kembali seperti keadaan semula secara perlahan. Pada dasarnya, perubahan sistem tubuh wanita hamil terjadi karena pengaruh berbagai hormone kehamilan seperti HCG (Hormon Chorionic Gondotropin) (Errol & John, 2006). Menurut pengamatan WHO (World Health organization) memperkirakan pada tahun 1996 lebih dari 585.000 pertahun ibu meninggal akibat langsung dari komplikasi kehamilan dan
113
anemia dan 19,7% untuk mereka yang non anemia. Sedangkan data dari Rumah Sakit Bhayangkara Makassar tahun 2012 jumlah hiperemesis gravidarum 72 (8.07%) dari 1028 pasien yang berkunjung. Menurut penelitian dapat dijelaskan bahwa distribusi kejadian Hiperemesis gravidarum di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar Periode Januari s.d. Desember 2012 yaitu, berdasarkan umur ibu, kejadian hiperemesis gravidarum terbanyak pada kelompok risiko rendah (20 – 35 tahun) sebanyak 56 (77,78%) orang, sedangkan berdasarkan paritas terbanyak pada kelompok risiko tinggi (paritas 2-3) yaitu 42 (53,33%) orang, dan berdasarkan umur kehamilan kejadian terbanyak pada risiko rendah (kehamilan <10 minggu dan >12 minggu) yaitu 60 (83,33%) orang. Ibu hamil pada trimester I sering mengalami emesis, mual, dan muntah yang berlebihan. Sebagian ibu hamil tidak dapat mengatasi mual muntah, sampai terjadi hiperemesis gravidarum yang berkelanjutan, mengganggu kehidupan sehari-hari, sehingga menimbulkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit (Hidayati, 2011). Berdasarkan data Medical Record di Instalasi Kebidanan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang, angka kejadian ibu yang mengalami Hyperemesis gravidarum pada tahun 2011 terdapat 158 orang (6,24%) dari 2.531 ibu hamil sedangkan pada tahun 2012 terdapat 157 orang (4,83%) dari 3.248 ibu hamil
(Medical Record Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang, 2012). Mual dan muntah yang berlebihan menyebabkan cairan tubuh berkurang, sehingga darah menjadi kental (hemokonsentrasi) dan sirkulasi darah ke jaringan terhambat. Jika hal ini terjadi, maka konsumsi O2 dan makan ke jaringan juga ikut berkurang. Kekurangan makanan dan O2 ke jaringan akan menimbulkan kerusakan jaringan yang dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan perkembangan janin yang dikandungnya. Perasaan mual dan muntah sering dialami ibu yang sedang hamil muda. Angka kejadian mual muntah terjadi pada 60-80% primigravida dan 40-60% multigravida (Hidayati, 2011). Dalam dunia medis, mual dan muntah pada ibu hamil dikenal dengan nama emesis gravidarum atau “morning sickness”. Menurut Tiran (2008), istilah “morning sickness” adalah tidak benar. Bagi beberapa wanita, gejala dapat berlangsung sepanjang hari, atau mungkin tidak terjadi sama sekali pada saat bangun tidur di pagi hari. Hiperemesis Gravidarum merupakan kejadian mual dan muntah yang berlebihan sehingga mengganggu aktivitas ibu hamil. Hiperemesis gravidarum sering terjadi pada awal kehamilan antara umur kehamilan 8-12 minggu. Hiperemesis gravidarum apabila tidak tertangani dengan baik akan menyebabkan komplikasi bahkan kematian ibu dan janin. Prevalensi hiperemesis gravidarum antara 1-3% atau 5-20 kasus per 1000 kehamilan (Simpson et.al, 2001).
114
Sebagian ibu hamil merasakan bahwa mual dan muntah merupakan hal yang biasa terjadi selama kehamilan. Sebagian lagi mersakan bahwa mual dan muntah merupakan suatu hal yang tidak nyaman dan mengganggu aktivitas sehari-hari bahkan banyak dari wanita hamil yang harus mengkonsumsi obat-obatan atau tindakan alternatiflain untuk mengatasi mual dan muntah. Obatobtan yang sering diberikan pada wanita hamil yang mengalami mual muntah adalah obat yang mengandung efek anti mual seperti vitamin B6. Namun bahan-bahan ini dilaporkan memiliki efek samping seperti sakit kepala, diare dan mengantuk (Laura, 2009). Disamping itu, ramuan tradisional pun bisa digunakan dengan meminum secangkir wedang jahe hangat. Di India, jahe dibuat sebagai minuman untuk mengatasi rasa mual pada wanita hamil. Jahe dapat dikonsumsi dalam berbagai bentuk seperti minuman, permen, atau manisan. Tetapi wanita hamil tidak boleh mengkonsumsi jahe secara berlebihan karena jahe dapat merangsang uterus. Oleh karna itu, ibu hamil yang pernah mengalami keguguran tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi jahe karena dapat meningkatkan resiko keguguran (Dechacare, 2009). Dari survei awal yang diperoleh dari Klinik Nining Pelawati AMKeb Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang, terdapat 446 pasien yang mengalami Emesis Gravidarum tahun 2013, Ibu Hamil Trimester I yang mengalami Emesis Gravidarum sebanyak 223
orang, Ibu Hamil Trimester II & III sebanyak 223 orang. Dan untuk pasien Emesis Gravidarum tahun 2016 dari bulan Januari ke Maret adalah pasien Ibu Hamil Trimester I yang mengalami Emesis Gravidarum sebanyak 27 orang, dan pasien Ibu Hamil Trimester II & III sebanyak 197 orang. Berdasarakan uraian tersebut diperkirakan masih banyak pasien Emesis Gravidarum yang tidak terdeteksi disebabkan karena petugas yang bersangkutan tidak memeriksanya. Berdasarkan studi pemaparan diatas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui “Pengaruh Minuman Jahe Terhadap Kurangnya Emesis Gravidarum Pada Ibu Hamil Trimester I Di Klinik Nining pelawati AMKeb Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang ”. B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada Pengaruh Minuman Jahe Terhadap Kurangnya Emesis Gravidarum Pada Ibu Hamil Trimester I Di Klinik Nining Pelawati AMKeb Lubuk Pakam Tahun 2016”. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui “Pengaruh Minuman Jahe Terhadap Kurangnya Emesis Gravidarum Pada Ibu Hamil Trimester I Di Klinik Nining Pelawati AMKeb Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016”.
115
Minuman Jahe Terhadap Kurangnya Emesis Gravidarum Pada Ibu Hamil Trimester I Di Klinik Nining Pelawati AMKeb Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016”.
2. Tujuan Khusus a. Untuk mengidentifikasi perubahan mual muntah pada ibu hamil. b. Untuk mengidentifikasi perubahan mual muntah sebelum diberikan minuman jahe. c. Untuk mengidentifikasi perubahan mual muntah sesudah diberikan minuman jahe. d. Untuk mengidentifikasi perbedaan sebelum dan sesudah diberikannya minuman jahe pada ibu hamil trimester I. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Klinik Nining Pelawati AMKeb Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan pada pasien Emesis Gravidarum. 2. Bagi Ibu Hamil Trimester I Dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan bahan pelajaran serta menambah pengetahuan Ibu Hamil Trimester I khususnya untuk menangani masalah mual muntah. 3. Bagi Instansi Pendidikan Untuk menambah bahan informasi atau data–data bagi Mahasiswa/i dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan sebagai bahan referensi perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Medistra Lubuk Pakam. 4. Bagi Peneliti Menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengalaman peneliti tentang “Pengaruh
METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah usaha untuk menjawab permasalahan , membuat suatu yang masuk akal, memahami peraturan, dan memprediksikan keadaan dimasa yang akan dating (Setiadi, 2007). A. Design Dan Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian “Eksperimental” yang merupakan penelitian yang memberikan perlakuan kepada objek yang dapat mengendalikan variabel dan secara tegas menyatakan adanya hubungan atau pengaruh sebab akibat (Hidayat, 2009). Adapun rancangan dalam penelitian ini adalah “Quasy eksperiment” yang menggunakan rancangan pretest-posttest desaign (pengamatan awal) terlebih dahulu sebelum diberikan intervensi, setelah itu diberikan intervensi, kemudian dilakukan posttest (pengamatan akhir). Gambar 3.1 : Skema Rancangan Desain Penelitian Pretes-Posttes Design. Keterangan : 01 : Pengukuran rasa mual dan mutah
116
32
X
02
02-01
sebelum diberikan minuman jahe. Perlakuan tindakan pemberian minuman jahe terhadap kurangnya mual dan muntah. Pengukuran rasa mual dan muntah sesudah diberikan minuman jahe. Perbedaan rasa mual dan muntah sebelum dan sesudah diberikan minuman jahe.
penelitian oleh para peneliti lain. 2. Waktu Penelitian Waktu penelitian ini direncanakan mulai bulan Desember 2015 – Januari 2016 C. Populasi Dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya: Klien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Arikunto 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Ibu Hamil Trimester I yang mengalami mual dan muntah yang rawat jalan di Klinik Nining Pelawati AMKeb Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang tahun 2016, dari bulan Januari sampai Maret 2016 adalah: pasien Ibu Hamil Trimester I sebanyak 27 orang, dan pasien Ibu Hamil Trimester II & III dirawat sebanyak 197 orang. 2. Sampel Penelitian Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2008). Adapun sampel pada penelitian ini adalah seluruh Ibu Hamil Trimester I yang memenuhi kriteria yaitu : mual dan muntah, tidak memiliki komplikasi, suka minum jahe, dan bersedia menjadi responden di Klinik Nining Pelawati AMKeb Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016. Teknik Pengambilan Sampel (Sampling).
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian akan dilaksanakan di Klinik Nining Pelawati AMKeb Lubuk pakam Kabupaten Deli serdang. Alasan peneliti mengambil lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian adalah karena belum pernah dilakukan sebelumnya penelitian tentang minuman jahe terhadap kurangnya emesis gravidarum pada ibu hamil trimester I, dan berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh peneliti pada lokasi tersebut pasien Hiperemesis Gravidarum yang rawat jalan masih cukup tinggi (± hampir sekitar 4,80%) angka prevalensinya, berdasarkan data yang didapat dari Klinik Nining Pelawati AMKeb Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. Di samping itu lokasi tersebut dekat dengan tempat tinggal peneliti dan lokasi tersebut sering dijadikan sebagai tempat
117
Sampling adalah pemilihan sejumlah subjek penelitian sebagai wakil dari populasi sehingga dihasilkan sampel yang mewakili populasi dimaksud (Arikunto, 2010). Pada penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Total sampling dengan pendekatatan teknik Purposive Sampling yaitu cara pengambilan sampel yang di tentukan oleh peneliti berdasarkan kriteria yang di tetepkan oleh peneliti (Sugiyono, 2008). Pemilihan sampel pada penelitian ini ditentukan berdasarkan kriteria inklusi danekslusi. 1. Kriteria Inklusi Kriteri inklusi adalah kriteria atau ciri–ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel. Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini adalah: a. Ibu hamil trimester I yang mengalami emesis gravidarum. b. Ibu hamil trimester I yang tidak memiliki komplikasi. c. Ibu hamil yang dapat mengkonsumsi jahe. d. Ibu hamil yang tidak mengkonsumsi obat-obatan untuk mengurangi emesisnya. e. Bersedia menjadi responden, dan menandatangani surat persetujuan menjadi responden. 2. Kriteria Ekslusi Kriteria ekslusi adalah ciri–ciri anggota populasi yang
tidak dapat diambil sebagai sampel. Adapun kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah: a. Ibu hamil trimester I yang tidak mengalami emesis gravidarum. b. Ibu hamil trimester I yang mengalami komplikasi. c. Ibu hamil yang tidak dapat mengkonsumsi jahe. d. Ibu hamil yang mengkonsumsi obat-obatan untuk mengurangi emesisnya. e. Tidak bersedia menjadi responden. D. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data merupakan cara penelitian untuk mengumpulkan data dalam penelitian. Sebelum melakukan pengumpulan data, perlu dilihat alat ukur pengumpulan data agar dapat memperkuat hasil penelitian (Arikunto, 2010). Metode pengumpulan data dapat dilakukan dengan: wawancara, angket, dan observasi. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dilakukan dengan cara observasi. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data primer dimana peneliti melakukan observasi secara langsung terhadap berkurangnya rasa mual dan muntah pada Ibu Hamil Trimester I dan data skunder yaitu data yang di dapatkan dari Buku Kunjungan Klinik Nining Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. Observasi dilakukan sebelum
118
(pre test) dan setelah (post test) pemberian minuman jahe pada ibu hamil untuk mengurangi rasa mual dan muntah pada pasien emesis gravidarum. Observasi dilakukan sendiri oleh peneliti dengan memberikan penjelasan kepada responden atau keluarga responden tentang maksud dan tujuan penelitian dan perlakuan apa yang diberikan. E. Variabel Dan Defenisi Operasional 1. Variabel penelitian Variabel adalah karekteristik yang diamati yang mempunyai variasi nilai dan merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat diteliti secara empiris atau ditentukan tingkatannya (Setiadi, 2007) Variabel independen adalah variabel yang nilainya dapat menentukan variabel lain (Nursalam, 2011). Variabel independen pada penelitian ini adalah pemberian ekstra jahe. Variabel dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain (Nursalam, 2011). Variabel dependen dalam penelitian ini adalahkurangnya emesis gravidarum pada ibu hamil trimester I. 2. Defenisi Operasional Defenisi operasional adalah mendefenisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu
objek atau fenomena. Defenisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian. Sedangkan pengukuran merupakan cara dimana variabel dapat diukur dan ditentukan karakteristiknya (Hidayat, 2009). Tabel 3.2. Variabel dan Defenisi Operasional, Alat Ukur, Hasil Ukur, Skala Pengukuran.
F. Metode Pengukuran Data Metode pengumpulan data merupakan cara peneliti untuk mengumpulkan data dalam penelitian. Sebelum melakukan pengumpulan data, perlu dilihat alat ukur pengumpulan data agar dapat memperkuat hasil penelitian (Aziz, 2009). G. Pengolahan data Pengolahan data dilakukan dengan maksud agar data memiliki sifat yang jelas. Adapun teknik pengolahan data dalam penelitian ini adalah dilakukan pengolahan data secara komputerisasi. Menurut Notoadmojo (2010) pengolahan data secara komputerisasi adalah sebagai berikut : a. Editing Hasil wawancara, angkat, atau pengamatan dari lapangan harus dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Secara umum editing adalah merupakan bagian untuk
119
mengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner tersebut. b. Coding Melakukan pengkodean terhadap beberapa yang akan diteliti, dengan tujuan untuk mempermudah pada saat melakukan analisa data dan juga mempercepat pada saat entry data. c. Memasukkan data (data entry) atau processing Data, yakni jawabanjawaban dari masingmasing responden yang dalam bentuk “code” (angka atau huruf) dimasukkan dalam program atau “ software” computer. d. Pembersihan data (Cleaning) Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan dan kesalahan-kesalahan kode, ketidak lengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. H. Analisa Data Analisa data suatu penelitian, dapat melalui prosedur bertahap (Notoatmodjo, 2010). Analisa data dilakukan untuk menjawab atau membuktikan diterima atau ditolak hipotesa yang telah ditegakkan (Suyanto, 2011). Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Analisa data univariate
Analisa data univariate dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan persentase kurangnya mual muntah, tiap variabel yang akan diteliti yaitu mual muntah yang dialami pasien Emesis Gravidarum sebelum dan setelah diberikanMinuman Jahe pada Ibu Hamil Trimester I. 2. Analisa data bivariate Analisa bivariat yang digunakan untuk melihat perbedaan nilai mual dan muntah saat pre-test dan post-test antara kelompok kontrol dan eksperimen serta perbedaan mual muntah saat pre-test dan post-test pada kelompok eksperimen adalah uji T. berdasarkan uji normalitas diketahui hasil P value < α (0,05) dan terlihat bahwa data berdistribusi tidak normal sehingga syarat penggunaan uji T tidak terpenuhi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN I.
120
Hasil Penelitian Pada bab ini akan diuraikan hasil – hasil penelitian tentang pengaruh minuman jahe terhadap kurangnya emesis gravidarum pada ibu hamil trimester I di Klinik Nining Pelawati AMKeb Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016.
Gravidarum, Tidak Mengalami Emesis Gravidarum, Pengaruh sebelum dan sesudah diberikan minuman jahe. Tabel 4.1 : Distribusi frekuensi responden sebelum dan sesudah diberikan Minuman jahe Berdasarkan analisa data diatas sebelum diberikan minuman jahe bahwa responden yang mengalami emesis gravidarum sebanyak 17 orang (63,0%), tidak mengalami emesis gravidarum sebanyak 10 orang (37,0%), dan sesudah diberikan minuman jahe bahwa responden yang mengalami emesis gravidarum sebanyak 9 orang (33,3%), tidak mengalami emesis gravidarum sebanyak 18 orang (66,7%). C. Distribusi Frekuensi dan Persentase Pengaruh Berdasarkan Pemberian Minuman Jahe Sebelum dan Sesudah Diberikan Minuman Jahe Table 4.2 : Distribusi rata-rata, standart deviasi, lower, upper dan pValue
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Klinik Nining Pelawati AMKeb JL. T Fachruddin Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang dibuka pada tahun 2008, sesuai dengan SK Mentri Kesehatan RI. No. 51/Menkes/SK/III/2008. Visi Klinik Nining Pelawati adalah pelayanan yang unggul dalam mutu, prima dalam pelayanan. Sedangkan misinya adalah memberikan pelayanan prima serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat, terwujudnya pelayanan kesehatan rujukan spesialis secara professional sesuai standar pelayanan medis dan mengembangkan sarana dan prasarana sebagai tempat pendidikan, penelitian dan pengembangan. Sarana dan prasarana pelayanan kesehatan di Klinik Nining Pelawati AMKeb terdiri dari : (1) Ruang Rawat Inap, (2) Ruang Bersalin, (3) Menerima pasien asuransi dan lain-lain. B. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Pengaruh Pemberian Minuman Jahe Sebelum dan Sesudah Diberikan Minuman Jahe Pada Ibu Hamil Trimester I Responden dalam penelitian ini adalah penderita penyakit Emesis Gravidarum di Klinik Nining Pelawati Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. Dikarenakan waktu penelitian yang terbatas maka peneliti hanya mendapatkan jumlah responden sebanyak 27 responden yang Mengalami Emesis
pValue Upper 0,32
0,30
Table 4.3 : Distribusi rerata antara sebelum dan sesudah diberikan minuman jahe
121
Varia bel
Mea n
Sebelu m & Sesuda
1,37
Stand art Devias i 492
1,67
480
pVal ue
N
2 7 0,30 2
h
7
sebelum dan sesudah diberikan minuman jahe di Klinik Nining Pelawati AMKeb Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016. Hasil analisis rata - rata emesis gravidarum pada ibu hamil trimester I sebelum diberikan minuman jahe sebesar 1,37. Rata - rata emesis gravidarum pada ibu hamil trimester I sesudah diberikan minuman jahe sebesar 1,67. Hiperemesis Gravidarum merupakan kejadian mual dan muntah yang berlebihan sehingga mengganggu aktivitas ibu hamil. Hiperemesis gravidarum sering terjadi pada awal kehamilan antara umur kehamilan 8-12 minggu. Hiperemesis gravidarum apabila tidak tertangani dengan baik akan menyebabkan komplikasi bahkan kematian ibu dan janin. Prevalensi hiperemesis gravidarum antara 1-3% atau 520 kasus per 1000 kehamilan (Simpson et.al, 2001). Disamping itu, ramuan tradisional pun bisa digunakan dengan meminum secangkir wedang jahe hangat. Di India, jahe dibuat sebagai minuman untuk mengatasi rasa mual pada wanita hamil. Jahe dapat dikonsumsi dalam berbagai bentuk seperti minuman, permen, atau manisan. Tetapi wanita hamil tidak boleh mengkonsumsi jahe secara berlebihan karena jahe dapat merangsang uterus. Oleh karna itu, ibu hamil yang pernah mengalami keguguran tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi
Hasil analisis rata-rata sebelum diberikan minuman jahe 1,37 dengan standart deviasi (SD) 492 dan sesudah diberikan minuman jahe didapatkan rata-rata 1,67 dengan standart deviasi (SD) 1,67 terlihat perbedaan nilai mean antara observasi sebelum dan sesudah 2,96 dengan standart deviasi (SD) 669. Hasil uji statistik didapatkan nilai pValue 0,30 maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara pemberian minuman jahe terhadap kurangnya emesis gravidarum pada ibu hamil trimester I. II. Pembahasan Pada bab ini akan diuraikan pembahasan tentang Pengaruh Minuman Jahe Terhadap Kurangnya Emesis Gravidarum Pada Ibu Hamil Trimester I Di Klinik Nining Pelawati AMKeb Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 201. A. Analisa Univariat 1. Emesis Gravidarum Sebelum Diberi Minuman Jahe Hasil penelitian pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 27 responden rerata pengukuran emesis gravidarum pada responden sebelum dan sesudah intervensi adalah 2,96 (95% CI : 5,61 – 0,32 dengan standar deviasi (SD) 669. Dapat disimpulkan bahwa 95% CI diyakini rerata pengukuran sebelum dan sesudah intervensi adalah 5,61 – 0,32. B. Analisis Bivariat 1. Perbedaan Emesis Gravidarum Pada Ibu Hamil Trimester I 122
jahe karena dapat meningkatkan resiko keguguran (Dechacare, 2009). Hasil analisis rata - rata emesis gravidarum pada ibu hamil trimester I sebelum diberikan minuman jahe sebesar 1,37. Rata - rata emesis gravidarum pada ibu hamil trimester I sesudah diberikan minuman jahe sebesar 1,67. Berdasarkan hitungan matematis selisih penurunan rata – rata emesis gravidarum pada ibu hamil trimester I sebelum dan sesudah intervensi adalah 2,96. Dengan menggunakan uji statistik Paires Samples T Test diperoleh nilai p = 0,30 (p < 0,05). Dengan demikian penelitian ini menemukan bahwa ada pengaruh minuman jahe terhadap kurangnya emesis gravidarum pada ibu hamil trimester I di Klinik Nining Pelawati AMKeb Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. Dari hasil rata – rata skala nyeri pertama 3,95 dengan standar deviasi (SD) 0,911 pada pengukuran kedua didapatkan rata-rata skala nyeri 1,95 dengan standar deviasi (SD) 0,848, terlihat nilai mean antara pengukuran pertama dan kedua 2,000 dengan standard deviasi (SD) 0,745. Hasil uji statistic didapatkan nilai p=0,001 (p< 0,05). Dengan demikian penelitian ini menemukan bahwa ada pengaruh masase pada kaki dengan menggunakan minyak esensial lavender terhadap penurunan rasa nyeri pada pasien rheumatoid arthritis di
RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam. Tanaman jahe telah lama dikenal dan tumbuh baik di Negara kita. Jahe merupakan salah satu rempah penting. Rimpangnya sangat luas dipakai, antara lain sebagai bumbu masak, minuman, serta permen, dan juga digunakan dalam ramuan obat tradisonal, yang berfungsi sebagai stimulansia, karminativa, diaforetika, mengatasi kolik dan batuk kering (Rukmana, 2007). KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh maka ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Rerata skala pengukuran Emesis Gravidarum pada responden sebelum intervensi adalah 1,37, dengan standar deviasi(SD) 4,92. 2. Rerata skala pengukuran Emesis Gravidarum pada responden sesudah intervensi adalah 1,67, dengan standar deviasi (SD) 4,80. 3. Ada pengaruh minuman jahe terhadap kurangnya emesis gravidarum pada ibu hamil trimester I di Klinik Nining Pelawati AMKeb Tahun 2016 (P value = 0,30 dengan α = 0,05). B. Saran 1. Bagi Ibu Hamil Trimester I Dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan bahan pelajaran serta menambah pengetahuan Ibu Hamil Trimester I khususnya untuk menangani masalah mual muntah.
123
2. Bagi Klinik Nining Pelawati AMKeb Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan pada pasien Emesis Gravidarum. 3. Bagi Instansi Pendidikan Untuk menambah bahan informasi atau data–data bagi Mahasiswa/i dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan sebagai bahan referensi perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Medistra Lubuk Pakam. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengalaman peneliti tentang “Pengaruh Minuman Jahe Terhadap Kurangnya Emesis Gravidarum Pada Ibu Hamil Trimester I Di Klinik Nining Pelawati AMKeb Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016”.
Kehamilan. Yogyakarta : Nuha Medika. Budhwaar, Vikaas, 2006. Khasiat Rahasia Jahe dan Kunyit. Jakarta. PT Bhuana Ilmu Populer. Fauziyah, Yulia, 2012. Obstetri Patologi Untuk Mahasiswa Kebidanan dan Kperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Hidayat, A.A.A, 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. Hidayati, Ratna, 2009. Asuhan Keperawatan pada Kehamilan Fisiologis dan Patologis. Jakarta: Salemba Medika.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad J. Ramadhan, 2013. Aneka Manfaat Ampuh Rimpang Jahe Untuk Pengobatan . Yogyakarta Diandra Pustaka Indonesia. Arikunto, Suharismi, 2010. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Ayu, Ida, dkk, 2012. Buku Ajaran Patologi Obstetri untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta : EGC. Aziz Alimun Hidayat, 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta. Salemba Medika. Bandiyah, Siti, 2009. Kehamilan, Persalinan & Gangguan
124
Mangkuji, Betty, dkk, 2013. Asuhan Kebidanan 7 Langkah SOAP. Jakarta: EGC. Notoatmodjo, Soekidjo, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi Cetakan 1, Jakarta: Rineka Cipta. Setiadi, 2007. Konsep Dan Penulisan Riset Keperawatn. Edisi 1, Yogyakarta: Graha Ilmu. Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta, Bandung. Nursalam, 2011. Konsep Dan Penerapan Metodologi penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Edisi 3, Jakarta: Salemba Medika.
125
HUBUNGAN TEHNIK PEMASANGAN INFUS DAN SIKAP PERAWAT DALAM PERAWATAN INFUS DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DELI SERDANG LUBUK PAKAM TAHUN 2016
RAHMAD GURUSINGA STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam
ABSTRACT Nurses have a professional duty to recognize and prevent things related to the occurrence of complications in patients with IV therap . Nurses are responsible for the installation and handling of IV therapy. Therefore, to minimize the risk of infection, nurses need to be aware of and recognize further what were the factors that contribute to the incidence of phlebitis dominant. This type of research was an analytic survey with the aim to determine the relationship infusion techniques and attitudes of nurses in the care of the incidence of infusion phlebitis held at General Hospital Deli SerdangLubukPakamin October 2013 and February 2016 all nurses on duty in the ER and Inpatient room and all patients treated in inpatient areas amounted to 30 persons each with accidental sampling technique was a sampling technique which happened to be available in the room or inpatient areas during the study lasted for 7 days study and test used was Chi – Square. The results showed that there was a correlation with the incidence of infusion techniques phlebitis where p value = 0.016 ( p> 0.05 ) and no relationship attitudes of nurses in the care of the incidence of infusion phlebitis in General Hospital Deli SerdangLubukPakamwhere p value = 0.039 ( p > 0 , 05 ). Nurses should obtain information about intravenous therapy is appropriate standard operating procedures (SOP) so that nurses have a comprehensive understanding of intravenous therapy and the presence of SOP from the hospital on site selection, care and use of standards and the use of plaster or gauze phlebitis scale . Keywords : Mechanical Installation Infusion, Attitude, Nurse, phlebitis Bibliography : 28 (2008 - 2013)
126
432 pasien. Sekitar 20 juta dari 40 juta pasien dirawat di rumah sakit di Amerika Serikat telah dilaporkan menerima pengobatan IV. Angka phlebitis karena kateterisasi IV dilaporkan sebanyak 8.360.000 orang(41,8%) oleh Maki dan Ringer (2005),12.940.000 orang (64,7%) oleh Kocaman dan Sucuoglu (2006),12.400.000 orang (62%) oleh Lundgren, Jorfeldt, dan Ek (2007); 13.440.000 orang (67,2%) oleh Karadeniz, Kutlu, Tatlisumak, dan Ozbakkaloglu (2008), dan 13.760.000 orang (68,8%) oleh Selimen, Kilic, dan Toker (2009) (Zarate, 2009).. Penelitian yang dilakukan di Singapura oleh Zavareh dan Ghorbani Tahun 2007 didapatkan dari hasil penelitian kejadian phlebitis yang terpasang pada ekstremitas atas yaitu 76,9% dan di ekstremitas bawah yaitu 23,7%. Untuk hubungannya dengan pemasangan infus dari 60 responden, pada vena metacarpal 41,7% dan 8,3% didapatkan kejadian phlebitis pada lokasi pemasangan infus di vena sefalika. Jumlah kejadian phlebitis menurut Distribusi Penyakit Sistem Sirkulasi Darah Pasien Rawat Inap, Indonesia Tahun 2008 berjumlah 744 orang (17,11%), (Depkes, RI, 2008). Kejadian phlebitis di ruang rawat penyakit dalam di RSCM Jakarta.Sebanyak 109 pasien yang mendapat cairan intravena. Ditemukan 11 kasus phlebitis, dengan rata-rata kejadian 2 hari setelah pemasangan, area pemasangan di vena metacarpal, dan jenis cairan yang digunakan adalah kombinasi antara Ringer Laktat dan Dekstrosa 5% (Pujasari, 2009).
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemasangan infus digunakan untuk mengobati berbagai kondisi penderitadisemua lingkungan perawatan di rumah sakit dan merupakan salah satu terapiutama. Sebanyak 600 pasien(60%) dari 1000 pasien yang dilakukan rawat inap mendapatkan terapicairan infus. Sistem terapi ini memungkinkan terapi berefek langsung, lebihcepat, lebih efektif, dapat dilakukan secara kontinue dan penderita pun merasalebih nyaman jika dibandingkan dengan cara lainnya. Tetapi karena terapi inidiberikan secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang lama tentunyaakan meningkatkan kemungkinan terjadinya komplikasi dari pemasanganinfus, salah satunya adalah phlebitis (Hinlay, 2009). Phlebitis merupakan masalah yang serius tetapi tidak menyebabkan kematian karena dapat merugikan pasien dengan menambah kesakitan pada pasien dan semakin tingginya biaya karena lamanya perawatan di rumah sakit.Phlebitis dapat menyebabkan thrombus yang selanjutnya menjadi trombophlebitis, perjalanan penyakit ini biasanya jinak, tapi walaupun demikian jika thrombus terlepas kemudian diangkut dalam aliran darah dan masuk kejantung maka dapat menimbulkan gumpalan darah seperti katup bola yang bisa menyumbat atrioventrikular secara mendadak dan menimbulkan kematian (Sylvia, 2009). Penelitian di Brigman Young University tahun 2008 menunjukan tingkat kejadian phlebitis 5,79% dari
127
Angka kejadian phlebitis di RSU Mokopido Tolitoli pada tahun 2008 mencapai 784 orang (42,4%) dari 1850 pasien. Penelitian lain yang dilakukan di RS DR. Sarjito Yogyakarta ditemukan 774 orang (27,19%) kasus phlebitis pasca pemasangan infus dari 2850 pasien yang terpasang infus (Baticola, 2009). Penelitian Widianto (2009) menemukan kasus phlebitis sebanyak 861 orang (18,8%) dari 4580 pasien di RSU Dr. Pirngadi Medan tahun 2008 dan tahun 2009 ditemukan kejadian phlebitis sebanyak 1537 orang (26,5%) dari 5800 pasien (Saryati, 2010). Phlebitis dapat diklasifikasikan dalam 3 tipe : bakterial, kimiawi, dan mekanikal (Campbell, 2009). Adapun faktorfaktor yang berkontribusi terhadap kejadian phlebitis ini termasuk : tipe bahan kateter, lamanya pemasangan, tempat insersi, jenis penutup (dressing), cairan intravena yang digunakan, kondisi pasien, teknik insersi kateter, dan ukuran kateter (Oishi, 2010). Nichols, Barstow & Cooper (1983) juga mengidentifikasi peran penting perawat dalamperkembangan phlebitis.Mereka menggarisbawahi pengetahuan dan kualitas pengkajian keperawatan merupakan faktor yang penting dalam pencegahan dan deteksi dini phlebitis (Asrin, 2011). Perawat mempunyai tugas profesional untuk mengenali dan mencegah hal-hal yang berhubungan dengan terjadinya komplikasi pada pasien yang dilakukan terapi IV.Tindakan yang dilakukan adalah untuk mencegah dan meningkatkan kesehatan individu pasien dan klien.Perawat bertanggung jawab
dalam pemasangan dan penanganan terapi IV. Oleh karenaitu untuk meminimalkan resiko infeksi,perawat perlu menyadari dan mengenali lebih jauh faktor-faktor apa saja yang dominan berkontribusi terhadap kejadian phlebitis (Hindley, 2009). Hasil penelitian Pasaribu (2010), di Rumah Sakit Haji Medan menyimpulkan bahwa yang paling dominan menimbulkan kejadian phlebitis adalah sikap perawat yang kurang baik pada saat melaksanakan pemasangan infus (OR=2.771). Pemberian obat melalui wadah cairan intravena merupakan cara memberikan obat dengan menambahkan atau memasukan obat ke dalam wadah cairan intravena yang bertujuan untuk meminimalkan efek samping dan mempertahankan kadar terapeutik dalam darah. Sikap merupakan penentu dari perilaku karena keduanya berhubungandengan persepsi, kepribadiaan, perasaan, dan motivasi. Sikap merupakankeadaan mental yang dipelajari dan diorganisasikan melalui pengalaman,menghasilkan pengaruh spesifik pada respon seseorang terhadap orang lain,objek, situasi yang berhubungan. Sikap menentukan pandangan awal seseorang terhadap pekerjaan dan tingkat kesesuaian antara individu dan organisasi (Ivancevich, 2008). Perawat profesional yang bertugas dalam memberikan pelayanan kesehatan tidak terlepas dari kepatuhan perilaku perawat dalam setiap tindakan prosedural yang bersifat invasif seperti halnya pemasangan infus.Pemasangan infus dilakukan oleh setiap perawat.Semua
128
perawat dituntut memiliki kemampuan dan keterampilan mengenai pemasangan infus yang sesuai standar operasional prosedur (SOP).Berdasarkan hasil penelitian Andares (2009), menunjukkan bahwa perawat kurang memperhatikan kesterilan luka pada pemasangan infus.Perawat biasanya langsung memasang infus tanpa memperhatikan tersedianya bahanbahan yang diperlukan dalam prosedur tindakan tersebut, tidak tersediahandscoen, kain kasa steril, alkohol, pemakaian yang berulang pada selang infus yang tidak steril. Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam pada bulan Oktober 2013 diperoleh jumlah data bahwa pasien yang memakai infus dari bulan Juli – September 2013 sebanyak 3986 orang. Dari 3986 pasien yang memakai infus terdapat 195 orang (5%) yang mengalami phlebitis.Dari hasil observasi phlebitis terjadi karena banyak faktor, tetapi faktor yang paling banyak menyebabkan phlebitis adalah teknik aseptik pemasangan infus dan sikap perawat dalam pemasangan infus tersebut. Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan tehnik pemasangan infus dan sikap perawat dalam perawatan infus dengan kejadian phlebitis di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam. B. Rumusan Masalah Diperoleh jumlah data pasien yang memakai infus di RSUD Deli Serdang dari bulan Juli – September 2013 sebanyak 3986 orang.Tetapi karena terapi inidiberikan secara terus-menerus dan dalam jangka
waktu yang lama tentunyaakan meningkatkan kemungkinan terjadinya komplikasi dari pemasanganinfus, salah satunya adalah phlebitis.Dari 3986 pasien yang memakai infus terdapat 195 orang (5%) yang mengalami phlebitis.Permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan tehnik pemasangan infus dan sikap perawat dalam perawatan infus dengan kejadian phlebitis di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2016.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan tehnik pemasangan infus dan sikap perawat dalam perawatan infus dengan kejadian phlebitis di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2016. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui teknik aseptik pemasangan infus sesuai SOP di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam b. Untuk mengetahui sikap perawat dalam perawatan infus di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam c. Untuk mengetahui angka kejadian phlebitis di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam. d. Untuk mengetahui hubungan teknik pemasangan infus dengan kejadian
129
phlebitis di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam. e. Untuk mengetahui hubungan sikap perawat dalam perawatan infus dengan kejadian phlebitis di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam.
pengembangan program penelitian selanjutnya dan sebagai sumber kepustakaan untuk perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan MEDISTRA Lubuk Pakam. 5. Bagi Peneliti Sebagai bahan untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang hubungan tehnik pemasangan infus dan sikap perawat dalam perawatan infus dengan kejadian phlebitis di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak rumahs akit, khususnya bagi bidang keperawatan mengenai pentingnya pencegahan phlebitis pada pasien dengan memperhatikan lama pemasangan infus, lokasi pemasangan, jenis cairan, jenis obat yang dimasukan melalui infus dan perawatan infus sesuai prosedur rumah sakit 2. Bagi Pasien Memberikan masukan bagi pasien bahwa phlebitis dapat terjadi dari berbagai factor agar dapat mencegah terjadinya phlebitis. 3. Bagi Perawat Memberikan masukan bagi perawat pentingnya melakukan pemasangan infus dengan teknik aseptic yang sesuai SOP di rumah sakit dan sikap yang baik dalam perawatan guna mencegah terjadinya phlebitis. 4. Bagi Institusi Pendidikan Untuk menambah bahan informasi atau data-data bagi mahasiswa/i dalam
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis Penelitian dalam penelitian ini adalah survei analitik yaitu penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi (Notoatmodjo, 2010).Penelitian ini mencoba menggali hubungan tehnik pemasangan infus dan sikap perawat dalam perawatan infus dengan kejadian phlebitis di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2016. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam.Alasan peneliti memilih lokasi adalah a. Data yang diperoleh jumlah data pasien yang memakai infus dari bulan Juli – September 2013 sebanyak 3986 orang.
130
Dari 3986 pasien yang memakai infus terdapat 195 orang (5%) yang mengalami phlebitis. b. Di lokasi ini belum pernah diadakan penelitian tentang hubungan tehnik pemasangan infus dan sikap perawat dalam perawatan infus dengan kejadian phlebitis. 2. Waktu Penelitian Waktu penelitian telahdilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai dengan bulan Januari 2016. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2010).Populasi pada penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu : a. Seluruh perawat yang bertugas di IGD dan Ruang Rawat Inap di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam tahun 2016 yang berjumlah 250 orang. b. Seluruh pasien yang dirawat yang menggunakan infus selama terpasang di Ruang Rawat Inap RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam saat penelitian berlangsung. 2. Sampel Penelitian Besar sampel pada penelitian sebanyak 30 orang perawat dan 30 orang pasien. Rincian
sampel dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu : a. Perawat Pengambilan sampel dilakukan dengan kriteria perawat sebagai berikut : 1) Perawat yang bertugas di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam saat penelitian berlangsung 2) Bersedia menjadi responden 3) Perawat yang bertugas di IGD dan di ruangan rawat inap 4) Perawat yang sedang memasang infus. b. Pasien Pengambilan sampel dilakukan dengan kriteria pasien sebagai berikut : a. Pasien yang bersedia menjadi responden b. Pasien yang baru masuk saat penelitian berlangsung c. Pasien yang akan dilakukan pemasangan infus. 3. Teknik Sampling Sampel dalam penelitian ini menggunakan metode nonprobability sampling yaitu metode pengambilan sampel dimana hanya individu atau objek tertentu saja pada suatu populasi yang dipilih menjadi sampel.Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
131
adalah accidental sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang kebetulan ada atau tersedia di Ruang Rawat Inap RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam selama penelitian berlangsung. Dikarenakan keterbatasan waktu untuk meneliti selama 5 hari, dan jumlah perawat di ruang rawat inap yang ketika meneliti jarang melakukan tindakan infus maka jumlah sampel yang ditemukan hanya sebanyak 30 orang perawat dan 30 orang pasien. D. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data primer Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama, baik dari individu atau perseorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa dilakukan peneliti.Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan tehnik observasi dan kuesioner.Langkah-langkah pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah : a. Prosedur Administrasi Prosedur administrasi terdiri dari prosedur surat menyurat dari institusi pendidikan ke tempat penelitian. Langkah – langkahnya antara lain : 1) Peneliti mengajukan surat permohonan melalui peneliti
kepada Ketua STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam 2) Peneliti mengajukan surat permohonan ijin melalui pengambilan data di tempat penelitian yang ditujukan kepada Direktur RSUD Deli Serdang. b. Prosedur Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini adalah : 1) Peneliti mengajukan permohonan izin secara lisan kepada Direktur RSUD Deli Serdang 2) Meminta persetujuan dari Direktur RSUD Deli Serdang 3) Peneliti mendatangi responden ke tempat kerjanya untuk memberikan lembar observasi. Observasi berupa pernyataan tertentu yang harus dijawab oleh respoden dan pernyataan tertentu untuk teknik pemasangan infus dan kuesioner tentang sikap perawat terhadap perawatan infus. Dalam lembar kuesioner juga terdapat data demografi responden yang terdiri dari umur, pendidikan, jenis kelamin dan lama kerja responden.
132
4) Sebelum mengobservasi terlebih dahulu peneliti meminta persetujuan responden untuk suka rela menjawab menjadi responden dalam penelitian ini. 5) Setelah responden menandatangai lembar persetujuan responden, peneliti mengobservasi responden 6) Setelah peneliti selesai mengisi lembar observasi, peneliti mengucapkan terima kasih kepada responden atas waktu yang telah diberikan serta telah bersedia menjadi responden 7) Peneliti menganalisa lembar observasi yang telah diisi dan memberikan skor. 2. Data sekunder Data sekunder sering disebut juga metode penggunaan bahan dokumen, karena dalam hal ini peneliti tidak secara langsung mengambil data sendiri tetapi meneliti dan memanfaatkan data atau dokumen yang dihasilkan oleh pihak-pihak lain. Data sekunder diperoleh dari RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam berupa data jumlah perawat yang bertugas di ruang rawat inap. E. Definisi Operasional Defenisi Operasional adalah suatu definisi yang diberikan
kepada suatu variable dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasikan kegiatan atau memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut (Notoatmodjo, 2010).Berikut ini akan diuraikan tentang variabel, definisi, alat ukur, skala ukur dan scoring. F. Metode Pengukuran 1. Teknik Pemasangan Infus Pengukuran teknik pemasangan infus dengan menggunakan 29 buah butir – butir pernyataan dalam bentuk observasi sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) pemasangan infus dengan ketentuan jawabanya diberi nilai 1 dan tidak diberi nilai 0. Maka nilai maksimal adalah 29 dan nilai minimal adalah 0, maka digunakan rumus yaitu ;
=
nilai tertinggi − nilai terendah 2
29 − 0 2 p = 14,5 dibulatkan menjadi 15 Kemudianselanjutnya hasil observasi dikategorikan menjadi : a. Tepat bila perawat melakukan pemasangan infus sesuai SOP dengan skor 29. b. Tidak tepat bila perawat tidak melakukan salah satu pemasangan infus sesuai SOP dengan skor < 29. 2. Sikap Perawat Pengukuran sikap dengan menggunakan butir – butir pertanyaan dalam bentuk kuesioner dengan 10 pertanyaan
133
=
dengan menggunakan skala likert dengan ketentuan jawaban jika menjawabsangat setuju diberi nilai 4, setuju diberi 3, tidak setuju diberi nilai 2 dan sangat tidak setuju diberi nilai 1. Maka total skor adalah 40. Maka nilai maksimal adalah 40 dan nilai minimal adalah 10, maka digunakan rumus yaitu ; =
Dilakukan pengecekan data yang telah terkumpul, bila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam pengumpulan data maka diperbaiki dengan memeriksa kembali dan dilakukan pendataan ulang. 2. Coding Coding merupakan kegiatan pembagian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. 3. Tabulating Untuk memperoleh analisa data, pengolahan data serta pengambilan kesimpulan data dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi. 4. Cleaning Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan – kemungkinan adanya kesalahan – kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.
nilai tertinggi − nilai terendah 2
40 − 10 2 p = 15 Kemudianselanjutnya sikap dikategorikan menjadi : a. Baik bila skor 26 - 40. b. Tidak baik bila skor 10 - 25. 2. Kejadian Plebitis Pengukuran kejadian phlebitis dilakukan dengan cara observasi pada pasien setelah dipasang infus dan diberi obat melalui selang infus selama 2 hari apakah terjadi phlebitis atau tidak dengan menggunakan Visual Infusion Phlebitis score. Kemudianselanjutnya hasil observasi dikategorikan menjadi : a. Ada kejadian apabila dijumpai salah satu dari tanda dan gejala phlebitis dengan skor 1 - 15. b. Tidak ada kejadian apabila tidak dijumpai tanda-tanda phlebitis. =
H. Analisis Data Data yang terkumpul diolah secara manual dan dilanjutkan dengan computer, melalui tahapan editing, coding, entry data dan cleaning. Data dianalisis dengan komputer, jenis data yang dilakukan adalah : 1. Analisis univariat Tujuan dari analisis univariat adalah untuk menjelaskan ataumendiskripsikan
G. Pengolahan Data Data yang sudah dikumpul diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Proses Editing
134
karakteristik masing-masing variabel yang ditelitisecara sederhana yang meliputi variabel independent (teknik pemasangan infus dan sikap perawat) dan variabel dependent (kejadian plebitis). 2. Analisis bivariat Analisis ini diperlukan untuk menjelaskan atau mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen.Analisis bivariat dilakukan setelah karakteristik masing-masing variabel diketahui.Data dianalisis untuk perhitungan bivariat pada penelitian ini menggunakanChiSquaredengan derajat kepercayaan sebesar 95%. Suatu variabel dikatakan berhubungan ketika nilai p ≤ α (0,05). Pengujian ini dilakukan untuk membuktikan hipotesa hubungan tehnik pemasangan infus dan sikap perawat dalam perawatan infus dengan kejadian phlebitis di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2016.
51/Menkes/SK/II/1979, pada tahun 1987 menjadi Rumah Sakit Umum Kelas C sesuai dengan SK Menteri Kesehatan RI. No. 303/Menkes/SK/IV/1987, tahun 2002 menjadi Lembaga Teknis Daerah berbentuk Badan berdasarkan Keputusan Bupati Deli Serdang No. 264 tanggal 01 Mei 2002, dan tahun 2008 menjadi Rumah Sakit Umum Kelas B Non Pendidikan sesuai dengan Keputusan Menkes RI. No. 405/Menkes/SK/IV/2008 tanggal 25 April 2008. Tahun 2011 lulus akreditasi 16 pelayanan. Tahun 2016 rumah sakit dalam proses akreditasi menjadi rumah sakit pendidikan dan masih dalam proses menjadi rumah sakit BLUD (Badan Lembaga Keuangan Daerah). Rumah Sakit Umum Deli Serdang Lubuk Pakam berada di jl. Thamrin kota Lubuk Pakam (Ibukota Kabupaten Deli Serdang) ± 29 km dari Kota Medan (Ibukota Propinsi Sumatera Utara). RSUD Deli Serdang mempunyai luas areal ± 2 Ha dengan luas bangunan ± 10.362 m2 . Visi Rumah Sakit Umum Deli Serdang adalah pelayanan yang unggul dalam mutu, prima dalam pelayanan dan menjadi pusat rujukan pelayanan kesehatan yang paripurna dan proaktif untuk mewujudkan masyarakat sehat.Sedangkan misinya adalah memberikan pelayanan prima serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat, terwujudnya pelayanan kesehatan rujukan spesialis secara professional sesuai standar pelayanan medis dan mengembangkan sarana dan prasarana sebagai tempat pendidikan, penelitian dan pengembangan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Deli Serdang Lubuk Pakam didirikan pada tahun 1958, pertama sebagai rumah sakit pembantu, pada tahun 1979 menjadi Rumah Sakit Umum Kelas D sesuai dengan SK Menteri Kesehatan RI. No.
135
Instalasi Rawat Inap memiliki 250 tempat tidur dan terbagi dalam 14 ruang perawatan, 4 (dua) ruang perawatan VIP Tulip, Anggrek, Anyelir dan Teratai, 2 (dua) ruang perawatan anak dan bayi Kenanga dan Flamboyan, 2 (dua) ruang perawatan kelas I Dahlia dan Seroja, 2 (dua) ruang perawatan kelas II Akasia dan Mawar, 1 (satu) ruang ICU, 1 (satu) ruang NICU dan 2 (dua) ruang perawatan kelas III Melur dan Melati.
di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2016 N o
Teknik pemasang an infus 1. Tepat 2. Tidak tepat Jumlah
Frekue nsi
Persent ase (%)
22 8
73,3 26,7
30
100,0
Tabel 4.1 menunjukan bahwa mayoritas teknik aseptik pemasangan infus sesuai SOP adalah tepat sebanyak 22 orang (73,3%) dan minoritas teknik aseptik pemasangan infus sesuai SOP adalah tidak tepat sebanyak 8 orang (26,7%). b. Sikap Perawat Dalam Perawatan Infus
B. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 30 perawat dengan rincian 3 orang dari Ruang IGD, 2 orang dari Ruang Melur, 2 orang dari Ruang Seroja, 2 orang dari Ruang Mawar, 2 orang dari Ruang Akasia, 2 orang dari Ruang Anggrek, 2 orang dari Ruang Tulip, 2 orang dari ruang Teratai, 2 orang dari ruang Anyelir, 2 orang dari Ruang Kenanga, 2 orang dari Ruang Melati, 2 orang Dari Ruang Flamboyan, 2 orang dari Ruang ICU dan 1 orang dari Ruang NICU, dan 30 pasien di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2016 mengenai hubungan tehnik pemasangan infus dan sikap perawat dalam perawatan infus dengan kejadian phlebitismaka didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Sikap Perawat Dalam Perawatan Infus di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2016 No
Sikap perawat 1. Baik 2. Tidak baik Jumlah
1. Analisa Univariat a. Teknik Aseptik Pemasangan Infus Tepat dan Tidak Tepat Pada Perawat Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Teknik Aseptik Pemasangan Infus Tepat dan Tidak Tepat Pada Perawat
Frekuensi 21 9
Persentase (%) 70,0 30,0
30
100,0
Tabel 4.2 menunjukan bahwa mayoritas sikap perawat dalam perawatan infus adalah baik sebanyak 21 orang (70%), dan minoritas sikap perawat dalam perawatan infus adalah tidak baik sebanyak 9 orang (30%). c. Angka Kejadian Phlebitis Pada Pasien
136
dengan teknik pemasangan infus yang tepat diketahui 3 orang (13,6%) pasien yang mengalami phlebitis, dan 19 orang (86,4%) pasien yang tidak mengalami phlebitis. Dari 8 orang perawat dengan teknik pemasangan infus yang tepat diketahui 5 orang (62,5%) pasien yang mengalami phlebitis, dan 3 orang (37,5%) pasien yang tidak mengalami phlebitis. Karena p value = 0,016 (p < α = 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa hipotesa dalam penelitian ini diterima yaitu ada hubungan teknik pemasangan infus dengan kejadian phlebitis di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam. dari 21 orang perawat dengan sikap perawat dalam perawatan infus yang baik diketahui 1 orang (4,8%) pasien yang mengalami phlebitis, dan 20 orang (95,2%) pasien yang tidak mengalami phlebitis. Dari 9 orang perawat dengan sikap perawat dalam perawatan infus yang tidak baik diketahui 7 orang (77,8%) pasien yang mengalami phlebitis, dan 2 orang (22,2%) pasien yang tidak mengalami phlebitis. Karena p value = 0,039 (p < α = 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa hipotesa dalam penelitian ini diterima yaitu ada hubungan sikap perawat dalam perawatan infus dengan kejadian phlebitis di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam. 4.2 Pembahasan A. Analisa Univariat 1. Teknik Aseptik Pemasangan Infus Sesuai SOP Hasil penelitian menunjukan mayoritas teknik aseptik pemasangan infus sesuai SOP adalah tepat sebanyak 22 orang (73,3%) dan minoritas teknik aseptik pemasangan infus sesuai SOP adalah tidak tepat
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Angka Kejadian Phlebitis di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2016 N o
Angka kejadia n phlebiti s Ada 1. 2. kejadia n Tidak ada kejadia n Jumlah
Frekuen si
Persenta se (%)
8 22
26,7 73,3
30
100,0
Tabel 4.3 menunjukan bahwa mayoritas pada responden adalah tidak ada kejadian sebanyak 22 orang (73,3%), dan minoritas adalah ada kejadian sebanyak 8 orang (26,7%). 2. Analisa Bivariat Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan tehnik pemasangan infus dan sikap perawat dalam perawatan infus dengan kejadian phlebitis di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2016, dengan hasil seperti tertera pada tabel di bawah ini : Tabel 4.4. Tabulasi Silang Hubungan Tehnik Pemasangan Infus Dengan Kejadian Phlebitis di Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2016 Berdasarkan tabel 4.4 diketahui dari 22 orang perawat 137
sebanyak 8 orang (26,7%). Dari hasil kuesioner tentang teknik pemasangan infus diperoleh 6 orang perawat (20%) yang tidak melakukan pada pelaksanaan di poin “j” yaitu bersamaan dengan jarum menusuk kulit rendahkan sedikit sampai hampir sejajar dengan kulit, 8 orang perawat (26,7%) tidak melakukan pada pelaksanaan di poin ”n” yaitu perhatikan bahwa cairan masuk ke vena dengan baik, tidak ada kebocoran yang terlihat sebagai edema subkutan di daerah insersidan 6 orang perawat (20%) tidak melakukan pada pelaksanaan di poin “p” yaitu atur kecepatan tetesan dengan menggerakkan grid pengatur tetesan pada selang infus. Rumah sakit merupakan suatu tempat dimana orang yang sakit dirawat dan ditempatkan dalam ruangan yang berdekatan atau antara satu tempat tidur dengan tempat tidur lainnya.Di tempat ini pasien mendapatkan terapi dan perawatan untuk dapat sembuh, dimana 60% pasien yang di rawat di Rumah Sakit menggunakan infus.Penggunaan infus terjadi disemua lingkungan keperawatan kesehatan seperti perawatan akut, perawatan emergensi, perawatan ambulatory dan perawatan kesehatan dirumah (Schiffer, At.All, 2009). Menurut Priharjo (2008) Pemasangan infus merupakan prosedur invasif dan merupakan tindakan yangsering dilakukan di rumah sakit. Tindakan pemasangan infus akan berkualitas apabila dalam pelaksanaannyaselalu mengacu pada standar yang telah ditetapkan, sehingga kejadian infeksiatau berbagai permasalahan akibat
pemasangan infus dapat dikurangi, bahkantidak terjadi. Hasil penelitian yang sejalan dengan penelitian tersebut adalah yang dilakukan oleh Nurjanah (2011) tentang hubungan lokasi penusukan infus dengan kejadian phlebitis di Ruang Rawat Inap Desa RSU Tugurejo Semarang menunjukan hasil ketepatan lokasi penusukan infus yang dilakukan perawat sebesar 60%. Hal ini berarti ditemukan perawat sebanyak 60% yang tepat dalam melakukan pemasangan infus pada pasien. 2. Sikap Perawat Dalam Perawatan Infus Hasil penelitian menunjukkan mayoritas sikap perawat dalam perawatan infus adalah baik sebanyak 21 orang (70%), dan minoritas sikap perawat dalam perawatan infus adalah tidak baik sebanyak 9 orang (30%). Dari data diatas dapat dilihat bahwa perawat yang sikapnya baik lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak baik.Ini terbukti dari hasil jawaban pernyataan dalam kuesioner yang dijawab sehingga berdampak pada sikap responden itu sendiri. Berdasarkan hasil kuesioner diperoleh bahwa lebih dari 50% responden sangat setuju dengan beberapa poin seperti prinsip aseptik sangat diperlukan ketika melakukan tindakan yang berhubungan dengan infus untuk menghindari terjadinya plebitis, mengganti kasa steril penutup luka setiap 24 – 48 jam merupakan tindakan yang sangat penting untuk diperhatikan, perawat perlu terus menerus mengecek infus dalam selang waktu yan teratur, perawat perlu memelihara laju infus karena berkaitan dengan
138
keseimbangan cairan tubuh pasien, daerah tusukan infus harus dipantau untuk memastikan tidak adanya tanda-tanda infeksi dan kanula harus tetap berada pada tempatnya dan tidak tersumbat, jika selang infus terjadi penyumbatan atau kerusakan maka harus segera diganti dan perawat harus sering memperhatikan pasien selama perasat dijalankan. Hal ini mengakibatkan sikap responden menunjukan sikap yang baik terhadap perawatan infus untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Menurut Azwar (2009), adanya informasi baru mengenai suatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila cukup kuat akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu. Untuk dapat memperoleh sikap yang baik, dipengaruhi oleh pengalaman pribadi (baik langsung maupun tidak langsung), kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan, serta faktor emosi dalam diri individu itu sendiri yang kemudian akan memberikan bentuk dan struktur terhadap apa yang dilihat dan diketahui, sehingga menimbulkan kecenderungan bersikap dan bertindak. Berdasarkan tabel 4.2 juga terlihat bahwa setengah dari responden (70%) memiliki sikap yang baikdalam perawatan infus.Ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi prilaku bagaimana orang berprilaku dalam situasi
tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaan ini membentuk sikap seseorang akan dicerminkan dalam bentuk tendensi prilaku terhadap objek(Cahyonoputro, 2009). Dari hasil penelitian ditemukan bahwa perawat yang mempunyai sikap tidak baik sebanyak 9 orang (30%).Hal ini disebabkan kelalaian dari perawat dalam perawatan infus pasien, misalnya ketika melakukan penyuntikan, masih ada udara pada spuit yang tertinggal, hal ini tentu dapat menyebabkan phlebitis pada pasien. 3. Kejadian Phlebitis Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas pada responden adalah tidak ada kejadian sebanyak 22 orang (73,3%), dan minoritas adalah ada kejadian sebanyak 8 orang (26,7%). Phlebitis dapat terjadi karena berbagai faktor, salah satunya adalah teknik pemasangan infus yang tepat atau tidak tepat. Hasil penelitian yang menunjukan bahwa sebagian besar (73,3%) responden tidak ditemukan kejadian phlebitis. Hal ini dikarenakan teknik pemasangan infus yang tepat dan sikap perawat yang baik dalam perawatan infus. Dari penelitian tersebut ditemukan adanya pasien yang mengalami phlebitis sebanyak 26,7%.Hal ini disebabkan karena adanya perawat yang tidak tepat dalam melakukan teknik pemasangan infus dan masih ada perawat yang mempunyai sikap yang tidak baik dalam perawatan infus. Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurjanah (2011) tentang
139
hubungan lokasi penusukan infus dengan kejadian phlebitis di Ruang Rawat Inap Desa RSU Tugurejo Semarang. Hasil penelitian menunjukan responden tidak mengalami kejadian phlebitis sebesar 58,7%.
kemerahan, nyeri disepanjang vena. Hal ini sangat merugikan bagi pasien karena infus yang seharusnya dilepas setelah 72 jam kini harus dilepas sebelum waktunya karena disebabkan oleh alat-alat bantu yang digunakan untuk memasang infus tidak menggunakan teknik sterilisasi (Harry, 2009). Philips (2009) menyatakan bahwa kejadian phlebitis dapat meningkat karena teknik pemasangan dengan teknik aseptik yang buruk sehingga bakteri dapat masuk dan menyebabkan terjadinya inflamasi. Pada pemasangan yang tidak memperhatikan prinsip sterilitas, organisme pathogen akan mudah masuk dan organisme pathogen yang masuk akan menginvasi area pembuluh darah. Jika antigen terdeteksi, maka beberapa tipe sel bekerjasama untuk mencari tahu siapa mereka dan memberikan respon.Sel-sel ini memicu limfosit B untuk memproduksi antibodi, suatu protein khusus yang mengarahkan kepada suatu antigen spesifik yang membantu menghancurkan bakteri, virus, ataupun sel yang terinfeksi. Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan Yunus (2012) tentang hubungan lama pemasangan kateter intravena dengan kejadian plebitis pada pasien dewasa Di Ruang Rawat Inap Bangsal Menur Dan Bakung RSUD Wonosaridengan menggunakan analisa statistic chi - square, dengan derajat kemaknaan (α) 0,05, dan tingkat signifikan 95% diperoleh nilai p value 0,02, artinya ada hubungan lama pemasangan kateter intravena dengan kejadian plebitis pada pasien dewasa.
B. Analisa Bivariat 1. Hubungan Teknik Pemasangan Infus Dengan Kejadian Phlebitis di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Hasil analisis dengan menggunakan uji uji statistikchisquare diperoleh nilai p = 0,016 (p < α = 0,05, dimana dari bab terdahulu disebutkan bahwa suatu variabel dikatakan berhubungan ketika nilai p ≤ α (0,05). Nilai probability ditemukan bahwa p = 0,016, ini menunjukan bahwa adanya hubungan yang sangat erat antra teknik pemasangan infus dengan kejadian plebitis. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan teknik pemasangan infus dengan kejadian phlebitis di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2016. Infeksi dapat menjadi komplikasi utama dari terapi intra vena (I.V) terletak pada system infus atau tempat menusukkan vena (Darmawan, 2008).Teknik sterilisasi di Rumah sakit sangat berpengaruh dengan tingkat kejadian phlebitis misalnya kurang sterilnya pada saat melakukan tindakan keperawatan pada pasien yang sedang dirawat, misalnya pada teknik pemasangan infus. Apabila ada saat melakukan pemasangan infus alat-alat yang akan digunakan tidak menggunakan teknik sterilisasi akan mengakibatkan phlebitis seperti pembengkakan,
140
negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu (Purwanto, 2009). Hasil analisis statistik dengan uji Chi-Square yang dilakukan terhadap penelitian yang dilakukan di di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam menghasilkan nilai probabilitas = 0,039 (p < 0,05). Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan sikap perawat dalam perawatan infus dengan kejadian phlebitis, dimana dalam penelitian yang dilakukan di di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam dari 21 orang perawat dengan sikap perawat dalam perawatan infus yang baik diketahui 1 orang (4,8%) pasien yang mengalami phlebitis, dan 20 orang (86,4%) pasien yang tidak mengalami phlebitis. Menurut teori WHO (Notoatmojo, 2010) menyatakan bahwa sikap positif seseorang tidak otomatis terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, yaitu sikap akan terwujud dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu. Sikap juga akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman yang dimiliki oleh seseorang. Sikap juga di pengaruhi oleh nilai-nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam bermasyarakat. Hasil analisis tentang komponen-komponen sikap pada instrumen penelitianyang meliputi aspek kognitif, afektif, dan konatif menunjukkan bahwa dari ketiga aspektersebut, responden kurang dalam aspek kognitif sikap.Hal ini menunjukkan bahwauntuk aspek afektif dan konatifnya sendiri sudah
2. Hubungan Sikap Perawat Dalam Perawatan Infus Dengan Kejadian Phlebitis di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Hasil penelitian menunjukkan dari 21 orang perawat dengan sikap perawat dalam perawatan infus yang baik diketahui 1 orang (4,8%) pasien yang mengalami phlebitis, dan 20 orang (86,4%) pasien yang tidak mengalami phlebitis. Dari 9 orang perawat dengan sikap perawat dalam perawatan infus yang tidak baik diketahui 7 orang (77,8%) pasien yang mengalami phlebitis, dan 2 orang (22,2%) pasien yang tidak mengalami phlebitis. Karena p value = 0,039 (p < α = 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa hipotesa dalam penelitian ini diterima yaitu ada hubungan sikap perawat dalam perawatan infus dengan kejadian phlebitis di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam. Sikap merupakan suatu pandangan, tetapi dalam hal ini masih berbeda dengan suatu pengetahuan yang dimiliki oleh orang. Pengetahuan mengenai suatu obyek tidak sama dengan sikap terhadap suatu objek. Sikap mempunyai segi motivasi berarti segi dinamis menuju suatu tujuan berusaha mencapai suatu tujuan. Sikap dapat merupakan suatu pengetahuan, tetapi pengetahuan yang disertai kesediaan kecenderungan bertindak sesuai dengan pengetahuan itu. Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu, sedangkan dalam sikap
141
cukup baik sehingga yang harusdiperbaiki adalah dari aspek kognitif sikapnya. Untuk memperbaiki aspek kognitifsikapnya, maka hal ini berkaitan dengan aspek pengetahuan, dimana pengetahuanresponden akan mempengaruh sikap yang ia tentukan. Karena itu, pemberian informasiyang mendukung akan sangat membantu untuk kurangnya aspek kognitif ini. Apabilaperilaku didasari oleh pengetahuan, kesadaran serta sikap yang positif maka perilakutersebut akan bersifat langgeng (Notoatmodjo, 2010). Begitu pula dalam menerapkanstandar pencegahan infeksi nosokomial phlebitis, dengan didasari sikap yang positif makaperawat cenderung untuk mengikuti seluruh aturan dan anjuran dalam menerapkanstandar tersebut di rumah sakit.Untuk itu, agar program pencegahan infeksinosokomial, khususnya phlebitis, bisa berjalan dengan baik maka sikap perawat yang sedang bekerja di rumah sakit harus ditingkatkan dengancara meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang pencegahan infeksinosokomial phlebitis.
Lubuk Pakam adalah baik sebanyak 21 orang (70%). 3. Angka kejadian phlebitis di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam adalah tidak ada kejadian phlebitis pada pasien sebanyak 22 orang (73,3%). 4. Ada hubungan teknik pemasangan infus dengan kejadian phlebitis di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam dimana p value = 0,016 (p > 0,05). 5. Ada hubungan sikap perawat dalam perawatan infus dengan kejadian phlebitis di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam dimana p value = 0,039 (p > 0,05). B. Saran 1. Bagi Perawat Hendaknya perawat mendapatkan informasi tentang terapi intravena yang sesuai standar operasional prosedur (SOP) supaya perawat mempunyai pemahaman secara lengkap tentang terapi intravena dan adanya protap dari rumah sakit tentang pemilihan lokasi, perawatan dan standar pemakaian plester atau kasa dan penggunaan skala phlebitis. 2. Bagi Pasien Hendaknya pasien dapat membantu perawat dengan merawat infus dengan baik untuk mencegah terjadinya phlebitis sehingga perpanjangan lama rawat dan biaya tambahan perawatan pasien dapat dikurangi. 3. Bagi RSUD Deli Serdang Diperlukan adanya evaluasi secara rutin dengan standar operasional prosedur (SOP) serta adanya umpan balik sehingga
SIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil interpretasi dan analisis data maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Teknik aseptik pemasangan infus sesuai standar operasional prosedur (SOP) di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam adalah tepat sebanyak 22 orang (73,3%). 2. Sikap perawat dalam perawatan infus di RSUD Deli Serdang
142
perawat tahu keberhasilan dan kekurangan dalam tindakan keperawatan secara langsung pada pasien dalam teknik pemasangan infus. 4. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan hasil penelitian ini menambah bahan informasi atau data-data bagi mahasiswa/i dalam penelitian berupa buku, jurnal keperawatan dan akses internet di perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan MEDISTRA Lubuk Pakam. 5. Bagi Penelitian Selanjutnya Untuk penelitian selanjutnya diharapkan melakukan penelitian lebih lanjutmengenai pelaksanaan dan evaluasi terhadap pencegahan infeksi nosokomial flebitis di rumah sakit dengan populasi yang lebih besar dan lokasi penelitian yang berbeda pula.
health.co.id.Diakses pada tanggal 20 November 2013 Depkes, RI, 2008. Profil kesehatan Indonesia 2008.Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia Doenges dkk, 2009.Rencana asuhan keperawatan.Jakarta : EGC Hanskins, 2008.Pheriperal intravenous therapy management.Nursing standard. January 4. 2011. Nursing and allied source Hidayat, 2011.Metode penelitian keperawatan dan teknik analisa data.Jakarta : Salemba Medika Hinlay,
DAFTAR PUSTAKA Asrin,
2011.Gambaran Proses Pemasangan Infus di Ruang Bedah Umum Wanita, Gedung Jamkesmas RSUP Hasan Sadikin Bandung
2009.Hand Book Of Modern Office Management andAdministration Service. Mc Graw Hill Inc. New Jersey
INS, 2008.Nursing care of the sick : A guide for nurses working in small rural hospitals Ivancevich, 2008.Fundamentals OF Nursing Second Edition. Addison Wesley Publising Company. California-USA
Azwar, 2009.Sikap Manusia dan Pengukurannya.Edisi ke3.Yogyakarta :Pustaka Pelajar
Klikharry, 2009.InfeksiNosokomial.Diakses dari http://www.infokes.go.id. Diakses pada tanggal 15 desember 2013
Brunner dan Sudarth, 2009.Keperawatan medical medah.Jakarta : Penerbit EGC Darmawan, 2008.Penyebab dan Cara Mengatasi Plebitis.http://www.world-
Kusnanto, 2010.Manajemen keperawatan: manajemen
143
d. Di akses tanggal 02 April 2013
keperawatan di Ruang Rawat. Jakarta : Sagung Seto Muwarni, 2009.Keterampilan dasar praktek klinik keperawatan.Yogyakarta : Fitramaya
Saryati, 2010.Hubungan Tehnik Pemasangan Infus Dan Cara Pemberian Obat Dengan Kejadian Phlebitis di RSUD M.Yunus Bengkulu. Http://www.respository.unan d.ac.id. Diakses tanggal 01 April 2013
Notoatmodjo, 2010.Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta __________, 2010, Perilaku.Jakarta : Cipta Potter,
Ilmu Rineka
Setiadi, 2009.Konsep – Konsep Penulisan Riset Keperawatan. Jakarta : Graha Ilmu
2009.Buku ajar fundamental keperawatan.Jakarta : EGC
Sue Jordan, 2008. Farmakologi keperawatan.Jakarta : FKUI
Priharjo, 2008.Perawatan nyeri, pemenuhan aktivitas istirahat pasien.Jakarta : EGC
Sylvia, 2009.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep Dan Proses Keperawatan. Jakarta. Salemba Medik
PT Otsuka Indonesia, 2009.Ringer Lactase.Http://www.Ptotsuka.co.id. Diakses tanggal 03 Desember 2013
Uliyah,
Pujasari, 2009.Angka kejadian phlebitis dan tingkat keparahannya di Ruang Penyakit Dalam Sebuah Rumah Sakit Di Jakarta. Jurnal Keperawatan Indonesia
2009.air panas atau dingin?.http://www.kompas.c o.id. diakses tanggal 06 April 2013
Yunus, 2012. Hubungan Lama Pemasangan Kateter Intravena Dengan Kejadian Plebitis Pada Pasien Dewasa Diruang Rawat Inap Bangsal Menur Dan Bakung RSUD, Wonosari.Diakses dari http://www.repository.unand. ac.id. Diakses pada tanggal 15 Desember 2013
Rahmanto, 2010.Efektifitas Pemberian Kompres Panas Terhadap Penurunan Nyeri Plebitis Akibat Pemasangan Intravena Line Di RSU Aisyiyah Dr. Sutomo, Ponorgo. http://www.unimus.unpvj.ac.i
144
Zarate, 2009.Cleaning wounds with saline or tap water. Emergency Nurse. January 11 2011. Nursing and allied sour
145