ISSN 2252 - 4452 Volume. 5 | No.1 | Maret – Mei 2015
1. Hubungan Lingkungan Fisik Rumah Dan Perilaku Masyarakat Dengan Kejadian Malaria Di Desa Sidodadi Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang Kuat Sitepu, Jul Asdar Putra Samura ......................................................
1-15
2. Hubungan Sanitasi Dasar Dengan Vektor Lalat Pada Sekolah Menengah Pertama Di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Jul Asdar Samura, Irmayani ...................................................................... 16-30 3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pemeriksaan Kehamilan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Irmayani, Efrata........................................................................................... 31-51 4. Hubungan Perilaku Keluarga Dalam Penggunaan Air Sungai Dengan Kejadian Penyakit Diare Di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur Kota Tanjungbalai Efrata, Felix Kasim ..................................................................................... 52-66 5. Hubungan Lingkungan Fisik Rumah Dan Prilaku Keluarga Dengan Kejadian ISPA Di Dusun VI Desa Sidodadi Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang Felix Kasim, Diana Sinulingga ................................................................... 67-77 6. Hubungan Persepsi Pasien Pada Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Tentang Kemampuan Manajerial Dengan Mutu Pelayanan Kesehatan Di Poli Paru Rumah Sakit Tentara Kota Pematang Siantar Diana Sinulingga, Christine Vita Gloria Purba.......................................... 78-93 7. Hubungan Personal Hygiene Dan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Demam Tifoid Di DesaDalu Sepuluh – A Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Diana Sinulingga, Efrata ............................................................................ 94-106
ISSN : 2252 - 4452
KESMASTRA-NEWS JURNAL ILMIAH STIKes MEDISTRA LUBUK PAKAM Maret – Mei 2016
Volume : 5, No : 1
DAFTAR ISI 1. Hubungan Lingkungan Fisik Rumah Dan Perilaku Masyarakat Dengan Kejadian Malaria Di Desa Sidodadi Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang Kuat Sitepu, Jul Asdar Putra Samura ......................................................
1-15
2. Hubungan Sanitasi Dasar Dengan Vektor Lalat Pada Sekolah Menengah Pertama Di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Jul Asdar Samura, Irmayani ..................................................................... 16-30 3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pemeriksaan Kehamilan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Irmayani, Efrata .......................................................................................... 31-51 4. Hubungan Perilaku Keluarga Dalam Penggunaan Air Sungai Dengan Kejadian Penyakit Diare Di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur Kota Tanjungbalai Efrata, Felix Kasim ..................................................................................... 52-66 5. Hubungan Lingkungan Fisik Rumah Dan Prilaku Keluarga Dengan Kejadian ISPA Di Dusun VI Desa Sidodadi Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang Felix Kasim, Diana Sinulingga .................................................................. 67-77 6. Hubungan Persepsi Pasien Pada Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Tentang Kemampuan Manajerial Dengan Mutu Pelayanan Kesehatan Di Poli Paru Rumah Sakit Tentara Kota Pematang Siantar Diana Sinulingga, Christine Vita Gloria Purba ......................................... 78-93 7. Hubungan Personal Hygiene Dan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Demam Tifoid Di DesaDalu Sepuluh – A Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Diana Sinulingga, Efrata ............................................................................ 94-106
PENGANTAR REDAKSI Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan ridhoNya telah terbit Jurnal Ilmiah Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan MEDISTRA Lubuk Pakam dengan nama KESMASTRA-NEWS yang merupakan majalah ilmiah yang diterbitkan berkala setiap Tiga bulanan, yaitu periode Januari – Juni dan Juli – Desember. Kami mengharapkan untuk terbitan periode berikutnya para Peneliti / Dosen dapat meningkatkan kualitas maupun mutu dari tulisan ini, sehingga memungkinkan sebagai bahan rujukan dalam melakukan kegiatan penelitian. Dalam kesempatan ini Redaksi mengucapkan terima kasih kepada para Peneliti / Dosen dan semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penerbitan jurnal ilmiah ini. Semoga Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan MEDISTRA Lubuk Pakam, sukses dan maju.
Salam,
Redaksi
HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN MALARIA DI DESA SIDODADI RAMUNIA KECAMATAN BERINGIN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2015 Kuat Sitepu,Jul Asdar Putra Samura Stikes Medistra Lubuk Pakam ABSTRACT Malaria is caused by plasmodium in the mosquito Anopheles intermediaries . Malaria remains a public health problem in Indonesia because the morbidity and mortality are still high . Malaria is one of the indicators of the targeted Millennium Development Goals ( MDGs ) This is research is to know The Relation Physical of House Environment and Community behavior With The Incident Malaria Disease.Type of this research is correlation descriftive by Cross Sectional Study design. population research is where the population is all malaria suffering possitive and clinis desa Sidodadi Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang amount to 61 people Used a system random sampling method amount to 53 respondent. Statistic test that used by is chi square.The results showedthe Clinicalmalaria prevalence was 9 people (17.0%) while positive Malaria amount to 44 people (83,0%) in the past year.This variable research haves two, variable dependent and variable independent. This independent variable research is envvironment house physical and social envirinment. This dependent variable research is the incident malaria disease.. This is have relation between the relation environment house physical by statistic test (p = 0,025) and this is have relation community behavior with in the incident malaria disease by statistic test (p = 0,031).Recommended preventive efforts and expected to society conduct repair of house condition and conduct mutual assistance activity for environment cleansing of all place that enable of mosquito Anopheles be pilulated and promotif for behavior change is important. Keywords :physical ofHouse environment, Community behavior and Malaria Bibliography :22(2008 – 2011) ekonomi rata-rata 1,3% per tahun. Hal ini mengancam masyarakat keluarga miskin, masyarakat yang terpinggirkan, orangorang yang tidak mampu membayar pengobatan terhadap akses pelayanan kesehatan. Malaria menjadi salah satu penyebab penurunan kehadiran di sekolah dan tempat kerja (WHO, 2010). Malaria termasuk penyakit tropik yang paling penting yang sampai sekarang tersebar luas di daerah tropis ( Cina Daerah Mekong, Srilanka, Indonesia dan India) maupun subtropis (Korea Selatan Turki dan Mediterania). Menurut WHO setiap tahunnya sebanyak 600 juta penderita baru malaria dilaporkan dari seluruh dunia terutama pada anak-anak, perempuan hamil dengan angka kematian
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di sekitar 109 negara endemik malaria, 31 di antaranya tercatat sebagai ‘malaria-high burden countries’. Kira-kira ada 3,3 miliarseparuh penduduk dunia berada pada daerah yang berisiko terhadap malaria. Setiap tahun, kasus yang terjadi kira-kira 250 dan hampir satu juta kematian. Kasus terbanyak terdapat di Afrika dan beberapa negara Asia, Amerika Latin, Timur Tengah dan beberapa bagian negara Eropa (WHO, 2009). Pada negara dengan transmisi yang berat, malaria menyebabkan kerugian 1
lebih dari 3 juta jiwa, sebagian besar adalah anak balita berumur di bawah lima tahun selain itu malaria secara langsung menyebabkan anemia yang dapat menurunkan produktivitas kerja penderitanya (Soedarto, 2011). Berdasarkan kategori tingkat endemisitas malaria, kawasan Afrika adalah daerah endemis tinggi, kawasan Asia kategori moderat dan kawasan Amerika kategori endemis rendah terhadap Plasmodium falciparum (Hay SI, 2009). Selain itu, penduduk yang tinggal di daerah dengan berbagai tingkat risiko terhadap Plasmodium falciparum lebih banyak terdapat di kawasan Asia Tenggara (62,3%), Afrika (27,7%), Timur Tengah dan Eropa Timur (6,1%), Amerika dan Karibia (3,8%) (Snow, RW. dkk, 2008). Di daerah Asia Tenggara 70% dari jumlah penduduknya atau sekitar 1216 juta jiwa, bertempat tinggal di daerah endemis malaria. Sekitar 96% dari penduduk yang berisiko tertular malaria di daerah Asia Tenggara tinggal di Bangladesh, India, Indonesia, Myanmar dan Thailand menyebabkan 95% kasus-kasus malaria (baik yang sakit maupun yang meninggal dunia) di daerah tersebut (Soedarto, 2011). Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Secara nasional angka kesakitan malaria selama tahun 2005–2013 cenderung menurun yaitu dari 4,1 per 1.000 penduduk berisiko pada tahun 2005 menjadi 1,38 per 1.000 penduduk berisiko pada tahun 2013. Sementara target Rencana Strategi Kementerian Kesehatan untuk angka kesakitan malaria tahun 2013 <1,25 per 1.000 penduduk berisiko. Dengan demikian cakupan API 2013 tidak mencapai target Renstra 2013 (Kemenkes RI, 2014). Menurut Riskesdas 2013, insiden malaria berdasarkan diagnosis sebesar 0,35% atau 3,5 per 1.000 penduduk. Pada survei ini 3 provinsi dengan insiden tertinggi sama dengan hasil laporan rutin yaitu Papua (6,1%), Papua Barat (4,5%),
dan Nusa Tenggara Timur (2,6%). Sementara insiden malaria berdasarkan diagnosis/gejala sebesar 1,9% atau 19 per 1.000 penduduk (Kemenkes RI, 2014). Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2011 mencatat Annual Parasite Incidence (API) malaria menurut laporan catatan yang dikumpulkan dari 33 Provinsi, jumlah kasus dan angka kesakitan malaria pada tahun 2010 tercacat jumlah penderita malaria sebanyak 229.819 jiwa yang positif malaria dari 1.848.999 kasus suspek malaria yang diperiksa sediaan darahnya, dengan Annual Parasite Incidence 1,96/1.000 penduduk (Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2012). Di Indonesia telah diidentifikasi ada 90 spesies dan 22 (ada yang menyebutnya 16) di antaranya telah dikonfirmasi sebagai nyamuk penular malaria. Mereka yang penduduk yang habitatnya atau tinggal daerah terpencil seperti pegunungan, rawa-rawa, sawah, pantai atau mengunjungi daerah endemis memiliki risiko tinggi terkena malaria (Ahcmadi, 2011). Malaria menyebabkan 10-12 juta orang jatuh sakit setiap tahun dan membunuh lebih dari 30.000 orang Indonesia, 50 % penduduk yang beresiko terkena malaria adalah masyarakat perdesaan dan yang miskin Dari penderita yang hidup di daerah endemis malaria, bayi, anak kecil dan perempuan hamil adalah kelompok penduduk penduduk yang berisiko tinggi terserang malaria (Soedarto, 2011). Indonesia sebagai negara tropis termasuk negara yang rawan terhadap penularan malaria. Dari total 495 Kabupaten, sebanyak 396 Kabupaten (80%) masih merupakan daerah endemis malaria dan juga diperkirakan 45% penduduk Indonesia berisiko tertular malaria. Penduduk yang terancam malaria adalah penduduk yang umumnya tinggal di daerah endemik malaria, diperkirakan jumlahnya 85,1 juta dengan tingkat endemisitas rendah, sedang, dan tinggi. 2
Penyakit malaria 60 % menyerang usia produktif (Ma’ruf, 2011). Berdasarkan Hasil peneltian (Ernawati, 2011) Hubungan Faktor Risiko Individu dan Lingkungan Rumah dengan Malaria di Punduh Pedada Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung dengan jumlah sampel 414 orang dan 82 rumah tangga terdapat 52.2% prevalensi infeksi penyakit malaria disebabkan perilaku (pengetahuan, persepsi, pemakaian kelambu dan obat anti nyamuk). Sedangkan akibat dari kondisi perumahan (keadaan dinding yang memiliki lubang, ventilasi yang kurang, tidak ada kawat kasa dan langit-langit rumah) terdapat 53,1% prevalensi infeksi malaria. Hasil penelitian Siahaan (2008) menunjukkan bahwa tingkat pendidikan, pengetahuan dan sikap masyarakat serta sikap tokoh masyarakat mempunyai hubungan dengan perilaku masyarakat dalam pemberantasan penyakit malaria di Tanjung Balai. Penelitian Budarja (2001) juga mengungkapkan bahwa pendidikan rendah berpengaruh terhadap perilaku masyarakat dalam kejadian malaria sebesar 85,2% di Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur. Penyebaran malaria dipengaruhi karakteristik lokal wilayah, termasuk adanya perbedaan ekologis wilayah. Telah diketahui bahwa malaria diltularkan oleh nyamuk Anopheles dan setiap spesies mempunyai perilaku atau bionomik yang berbeda sesuai dengan lingkungan habitatnya. Lingkungan persawahan, perbukitan dan pantai yang dicirikan oleh berbedanya letak ketinggian, jenis vegetasi, jenis tempat perkembangbiakan nyamuk, dapat menentukan jenis spesies Anopheles dan pola penularan malaria yang berbeda (Susana, 2011). Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Sumatera Utara tahun 2011 sebanyak 67.314 warga Sumatera Utara ditemukan positif menderita malaria, untuk daerah yang paling banyak ditemukan penderita malaria
diantaranya Nias dengan jumlah 14.165 kasus, Deli Serdang 9.124 kasus, Mandailing Natal (Madina) 7.011 kasus Padang Lawas dengan 6.942 kasus, Labuhan Batu 6.263 kasus, Nias Selatan 4.692 kasus, Batu Bara 4.340 kasus, Tapanuli Tengah (Tapteng) 3.416 kasus, dan Padang Lawas (Paluta) sebanyak 2.622 kasus (Profil Dinkes SUMUT, 2011). Berdasarkan survey awal yang peneliti lakukan di desa Sidodadi Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang ditemukan kejadian penyakit malaria klinis sebanyak 166 orang, sementara yang positif sebanyak 61 orang (36%) selama tahun 2014. Dari observasi awal yang peneliti lakukan selain faktor Lingkungan Fisik Rumah yang masih memiliki dinding terbuat dari anyaman bambu, langit-langit yang berlubang serta ventilasi yang kurang memenuhi syarat juga ditemukan perilaku masyarakat tidak memakai kelambu pada saat tidur, serta sering kali mengunjungi daerah-daerah endemis. Oleh sebab itu penghuni rumah tersebut menderita penyakit malaria. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dan Perilaku Masyarakat dengan Kejadian Penyakit Malaria di Desa Sidodadi Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dan Perilaku Masyarakat dengan Kejadian Malaria di Desa Sidodadi Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui Hubungan Lingkungan Fisik dan Perilaku Masyarakat dengan Kejadian Malaria di Desa Sidodadi Ramunia
3
Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang tahun 2015. 2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui Lingkungan Fisik Rumah di Desa Sidodadi Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang. b. Untuk mengetahui Perilaku Masyarakat di Desa Sidodadi Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang. c. Untuk mengetahui Kejadian Malaria di Desa Sidodadi Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang. D. Manfaat 1. Bagi Penderita Malaria Sebagai bahan masukan kepada penderita malaria dan keluarganya untuk menjaga kebersihan lingkungan rumah dan perbaikan kondisi lingkungan fisik rumah serta perilaku guna mencegah penularan penyakit malaria. 2. Bagi Masyarakat Dapat menambah pengetahuan tentang tata cara penularan penyakit malaria dan dalam pencegahannya serta selalu dapat menjaga kebersihan lingkungan sekitar. 3. Bagi Institusi Pendidikan Untuk menambah bahan informasi atau referensi bagi perpustakaan STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam untuk data-data bagi mahasiswa/i dalam pengembangan program penelitian selanjutnya. 4. Bagi Peneliti Dapat menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman serta dapat diaplikasikan ilmu yang telah didapatkan selama perkuliahan di STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam Jurusan Kesehatan Masyarakat. 5. Bagi peneliti selanjutnya
Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang faktor – faktor lain yang terkait dengan kesehatan lingkungan dan hubungannya dengan kejadian penyakit malaria, sehingga dapat diketahui usaha apa yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit malaria. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode yang bersifat kuantitatif dengan desain penelitian deskriptif korelatif yaitu merupakan penelitian mencari hubungan antara satu keadaan dengan keadaan yang lain yang terdapat satu populasi yang sama atau untuk melihat hubungan antara variabel satu dengan yang lain (Saepudin 2011). Peneliti ingin memaparkan Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dan Perilaku Masyarakat dengan Kejadian Malaria. Penelitian ini dilakukan dengan Cross Sectional yaitu pendekatan observasi atau melakukan pengumpulan data sekaliguspada suatu saat bersamaan (Notoatmodjo, 2012). B. Lokasi Waktu dan Jadwal Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian dilakukan di Desa Sidodadi Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang. Alasan peneliti mengambil lokasi tersebut : karena kejadian malaria selalu ada setiap tahunnya di desa tersebut serta lokasi tersebut belum pernah dilakukan penelitian tentang Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Malaria kemudian wilayah ini mudah terjangkau oleh peneliti.Adapun data yang diperoleh yang terkena malaria sebanyak 61 orang. 2. Waktu Penelitian Waktu penelitian ini dijadwalkan akan dilaksanakan pada bulan Juli 2015.
4
3. Jadwal Penelitian Tabel 2.1 Jadwal Penelitian N o
Nama Kegiatan
Waktu Februari Maret April Mei Juni Juli 2015 2015 2015 2015 2015 2015 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengajuan 1. Judul Bimbingan Proposal Sidang 3. Proposal 4. Penelitian Bimbingan 2.
5.
Hasil Penelitian Sidang 6. Hasil Penelitian penomoran secara acak sampai banyaknya populasi kemudian hasil bagi anggota populasi dengan banyaknya sampel adalah kelipatan itulah yang dijadikan sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012). Rumus yang digunakan untuk menentukan besar sampel (Slovin, 2006) adalah
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi penelitian adalah sejumlah besar subjek yang mempunyai karakteristik tertentu. Subjek berupa manusia, hewan dan data laboratorium (Sastroasmoro, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita malaria klinis dan malaria positif di Desa Sidodadi Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli serdang berjumlah 61orang. 2. Sampel Populasi adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasinya (Sastroasmoro, 2010). Pengambilan sampel menggunakan tehnik sistematis random sampling, yaitu membagi jumlah atau anggota populasi dengan perkiraan jumlah sampel yang diinginkan. Pengambilan sampel menggunakan cara ini yaitumembuat
𝑛=
N 1 + N (d)2
Keterangan : N = Besar Populasi n = Besar Sampel d = derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan 5% (0,05). Diketahui : N = 61 d = 5 % (0,05) Maka,
5
61 1 + 61 (0,052 ) 61 𝑛= 1 + 61 (0,0025) 61 𝑛= 1 + 0,1525 61 𝑛= 1,1525 𝑛 = 53 Sampel Dengan rumus yang ada diatas maka didapatkan besar sampel yaitu 53 sampel menggunakan derajat penyimpangan d = 5% = 0.05 D. Metode Pengumpulan Data Alat yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan kuesionerdan observasi yang dibuat berdasarkan kerangka konsep dan dari tujuan penelitian. Adapun pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data primer Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama, baik dari individu atau perseorangan seperti hasil wawancara dan pengisian kuesioner yang biasa dilakukan peneliti. Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara kepada responden.Kemudian peneliti datang kerumah responden. Dilaksanakanobservasi langsung kerumah untuk melaksanakan pengukuran lingkungan fisik rumah (ventilasi, pencahayaan, kawat kasa, kelembaban dan dinding didalam rumah) serta pengisian
kuesioner pada Perilaku Masyarakat. 2. Data sekunder Data sekunder sering disebut juga metode penggunaan bahan dokumen, karena dalam hal ini peneliti tidak secara langsung mengambil data sendiri tetapi meneliti dan memanfaatkan data atau dokumen yang dihasilkan oleh pihak-pihak lain. Data sekunder berupa register penyakit malaria di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang
𝑛=
E. Variabel dan Defenisi Operasional 1. Variabel Variabel Penelitian adalah suatu karakteristik subjek penelitian yang berubah dari satu subjek ke subjek lain. Yang merupakan variabel adalah berat badan, jenis kelamin, tekanan darah (Notoatmodjo, 2012). a. Variabel independent (variabel bebas) pada penelitian ini adalah Lingkungan Fisik Rumah dan Perilaku Masyarakat. b. Variabel Dependent (variabel terikat) yaitu Kejadian Malaria. F. Defenisi Operasional Defenisi Operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan. Manfaat defenisi operasional ini untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen (alat ukur) (Notoatmodjo, 2010). Tabel 3.1 Defenisi Operasional variabel independen dan variabel dependen. Variabel DefinisiOperasional Alatdancara Hasilukur Skala Independen Lingkunganf Semuabenda-benda Observasi a. Memenuhi ordinal isikrumah mati yang ada di standar sekelilingpenghuni jikaskor>420 rumah b. Tidak memenuhi standarjikaskor< 420 6
Perilaku Masyarakat
Reaksi individu atau masyarakat terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dalam dirinya.
Dependen Penyakit yang Kejadianpen ditularkan oleh yakit malaria nyamuk anopheles dari orang sakit (terkena) ke orang yang sehat.
Kuesioner
Wawancara
Baik dengan skor 6 -10 Kurang baik 0 –5
a. b.
Ada (Positif) tidak ada (Klinis)
Nominal
Setiap komponen - komponen rumah diberi bobot penilaiannya 31. b. Perilaku Masyarakat Untuk mengetahui perilaku masyarakat dilakukan melalui kuesioner sebanyak 10 pernyataan dengan menggunakan skala Gutman yang terdiri dari 2 jawaban yaitu dilakukan dan tidak dilakukan. Jika responden menjawab ‘dilakukan’ maka nilainya 1. Jika jawabannya ‘tidak dilakukan’ maka nilainya 0. Maka nilai maksimal adalah 10 x 1 = 10, dan nilai minimum adalah 10 x 0 = 0, jadi interval untuk variabel independen perilaku masyarakat: 10 − 0 𝑖= =5 2
G. Metode Pengukuran Dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang berisi 10 pernyataan dan lembar observasi sebanyak 12 bentuk penilaian untuk variabel independensedangkan untuk variabel dependen sebanyak 1 pertanyaan. Untuk mempermudah menentukan interval kelas dan jawaban kuesioner maka digunakan rumus yaitu : R (Range) 𝑖= Jumlah Alternative Keterangan : R : skor tertinggi – skor terendah i : lebar interval kelas 1. Variabel independen a. Lingkungan Fisik Rumah Peneliti menggunakan skala Gutman dengan pengelompokan rantang skor. Menggunakan Observasi dan menggunakan skala ordinal.
Tabel 3.2skor 𝐢𝐧𝐭𝐞𝐫𝐯𝐚𝐥 𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐢𝐧𝐝𝐢𝐤𝐚𝐭𝐨𝐫 𝐯𝐚𝐫𝐢𝐚𝐛𝐞𝐥 𝐩𝐞𝐧𝐞𝐥𝐢𝐭𝐢𝐚𝐧 Perilaku Lebar internal masyarakat Baik 6 -10 Kurang
Ordinal
0 -5
7
2. Variabel dependen Diukur dengan menanyakan kepada penderita apakah menderita malaria kemudian kita kategorikan ada (Positif) atau tidak ada (Klinis).
responden. Kemudian dianalisis data dengan komputer, jenis data yang dilakukan adalah : 1. Analisa univariat Untuk dapat mengetahui gambaran distribusi dan proporsi dari masingmasing variabel yang diteliti baik variabel independen maupun dependen. 2. Analisa bivariat Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen dengan menggunakan program Computerisasi. Teknik analisis yang digunakan adalah Chi-sguare dengan tingkat kepercayaan 95% (P ≤ 0,05).
H. Pengolahan Data 1. Tahap persiapan Menyiapkan dan merancang kuesioner Pengetahuan, Sikap dan Tindakan a. Tahap pelaksanaan b. Menyebarkan Kuesioner 2. Mengumpulkan Data 3. Tahap penyelesaian Data yang diperoleh kemudian diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut: a. Editing Data yang sudah dikumpulkan diperiksa kembali untuk HASIL PENELITIAN mengetahui kelengkapan dan A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian kesalahannya. Desa Sidodadi Ramunia b. Coding Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Langkah kegiatan ini untuk Serdang berjumlah penduduk 12.782 merubah data dari bentuk orang, terdiri 17 dusun dimana luas huruf menjadi bentuk angka dusun ini adalah 24,38Ha memiliki atau bilangan untuk batasan-batasan wilayah antara lain mempermudah pengolahan. sebagai berikut c. Memasukkan Data 1. Sebelah utara berbatasan dengan Memasukkan kode jawaban Desa Karang Anyar responden pada program 2. Sebelah selatan berbatasan dengan pengolahan data. Desa Emplasmen kuala namu d. Pembersihan Data 3. Sebelah timur berbatasan dengan Sebelum di analisa data, data sungai ular tersebut perlu dilakukan 4. Sebelah barat berbatasan dengan pengecekan kelengkapan psr v kebun kelapa untuk memastikan kembali B. Deskripsi Karakteristik Responden bahwa data tersebut telah Karakteristik responden yaitu meliputi bersih dari kesalahan dalam umur, jenis kelamin, pendidikan dan pengkodean sehingga data pekerjaan. siap dianalisa. 1. Umur I. Metode Analisis Data Berdasarkan umur responden dapat Analisis data merupakan kegiatan dilihat pada tabel berikut ini setelah data terkumpul dari seluruh : Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Desa Sidodadi Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang 2015 No Umur Jumlah (f) Persentase (%) 1 20 – 30 4 7,5 8
2 3 4
31 – 40 41 – 50 >51 Jumlah
18 17 14 53
34,0 32,1 26,4 100,0
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa responden umur yang paling tinggi digambarkan secara umum terdapat pada umur (31-40) berjumlah 18 orang (34.0%), umur (41-50) berjumlah 17 orang (32.1%), umur (>51) berjumlah 14 orang (26.4%) dan yang terendah pada umur (20-30) berjumlah 4 orang (7.5%). 2. Jenis Kelamin Berdasarkan jenis kelamin responden dapat dilihat pada tabel be rikut ini : Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa SidodadiRamuniaKecamatanBeringin Kabupaten Deli Serdang 2015 No Jenis Kelamin Jumlah (f) Persentase (%) 1 LAKI-LAKI 26 49,1 2 PEREMPUAN 27 50,9 Jumlah 53 100,0 Berdasarkantabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa responden berjenis kelamin laki-laki berjumlah 26 orang (49.1%). Responden perempuan berjumlah 27 orang (50.9%). 3. Pendidikan Berdasarkan pendidikan responden dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan pendidikan di Desa Sidodadi Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang 2015 No Pendidikan Jumlah (f) Persentase (%) 1 SD 29 54,7 2 SMP 18 34,0 3 SMA 5 9,4 4 PT 1 1,9 53 100,0 Jumlah Berdasarkan tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa responden berpendidikan paling tinggi digambarkan secara umum yaitu PT berjumlah 1 orang (1.9%). SMA berjumlah 5 orang (9.4%), SMP berjumlah 18 orang (34.0%), Responden berpendidikan rendah yaitu SD berjumlah 29 orang (54.7%). 4. Pekerjaan Berdasarkanpekerjaan responden dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan pekerjaan di DesaSidodadi Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten DeliSerdang 2015 No Pekerjaan Jumlah (f) Persentase (%) 1 PNS 4 7,5 2 WIRASWASTA 17 32,1 3 PETANI 18 34,0 4 BURUH 4 7,5 5 NELAYAN 2 3,8 6 RUMAH TANGGA 8 15,1 9
53
Jumlah Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa responden pekerjan paling banyak yaitu petani berjumlah 18 orang (34.0%), WIRASWASTA berjumlah 17 orang (32.1%), RUMAH TANGGA berjumlah 8 orang (15.1%) BURUH dan PNS berjumlah sama 4 orang (7.5%),Responden paling sedikit yaitu NELAYAN berjumlah 2 orang (3.8%). C. Analisis Univariat Pada penelitian terdapat dua variabel yang akan diteliti yaitu Lingkungan Fisik No Lingkungan Fisik Rumah 1 Memenuhi Standar 2 Tidak Memenuhi Standar Jumlah
100,0
Rumah dan Perilaku Masyarakat (variable independen) dankejadian Penyakit Malaria (variable dependen). Dengan hasil penelitian seperti terlihat di bawah ini : 1. Lingkungan Fisik Rumah Tabel 4.5 distribusi frekuensi dan persentase Lingkungan Fisik Rumah di Desa Sidodadi Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang 2015 Jumlah (f) 22 31 53
Persentase (%) 41,5 58,5 100,0
Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat diketahui dari 53 orang responden bahwa lingkungan fisik yang memenuhi standar rumah sehat berjumlah adalah 22 orang (41.5%). Kemudian rumah yang tidak memenuhi standar berjumlah 31 orang (58.5%). 2. Perilaku Masyarakat Tabel 4.6 distribusi frekuensi dan persentase Perilaku Masyarakat di Desa Sidodadi Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang 2015 No 1 2
Perilaku Masyarakat Baik Kurang Jumlah
Jumlah (f) 13 40 53
Persentase (%) 24,5 75,5 100,0
Berdasarkan tabel 4.6 di atas dapat diketahui dari 53 orang responden bahwa perilaku masyarakat yang baik berjumlah 13 orang (24.5%). Kemudian perilaku yang kurang baik berjumlah 40 orang (75.5%). 3. Kejadian Malaria Tabel 4.7 distribusi frekuensi dan persentase Perilaku Masyarakat di Desa Sidodadi Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang 2015 No 1 2
Kejadian Malaria Malaria Positif Malaria Klinis Jumlah
Jumlah (f) 44 9 53
Persentase (%) 83,0 17,0 100,0
Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat diketahui dari 53 orang responden bahwa ada kejadian Malaria Positif yang berjumlah 44 orang (83.0%). Kemudian kejadian Malaria Klinis berjumlah 9 orang (17.0%). 10
(variabel dependen), dengan hasil D. Analisis Bivariat Analisa bivariat dilakukan untuk seperti tertera pada tabel di bawah ini : mengetahui hubungan antara 1. Hubungan Lingkungan Fisik lingkungan fisik rumah dan Perilaku Rumah dengan Kejadian Masyarakat (variabel independen) Malaria dengan kejadian penyakit malaria Tabel 4.8 Tabulasi silang Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Malaria di Desa Sidodadi Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang 2015 Kejadian Malaria P Lingkungan Fisik Value Positif Klinis Total Rumah F % f % Memenuhi 15 28,3 7 13,2 22 Tidak Memenuhi 29 54,7 2 3,8 31 0,025 Total 44 83,0 9 17,0 53 Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat diketahui bahwa dari 22 orang responden dengan lingkungan fisik rumah yang memenuhi standar diketahui 15 orang (28,3%) kejadian malaria Positif. Kemudian 7 orang (13,2%) kejadian malaria Klinis. Dari 31 orang responden lingkungan fisik rumah yang tidak memenuhi standar 29 orang (54,7%) ada
kejadian malaria Positif, 2 orang (3,8%) kejadian malaria Klinis. Hasil uji statistik dengan menggunakan korelasi uji chi-square diperoleh nilai probabilitas (p)=0,025<0,05, berarti bahwa terdapat hubungan perilaku dengan kejadian penyakit malaria Positif di desa sidodadi ramunia kecamatan beringin kabupaten deliserdang
2. Hubungan Perilaku Masyarakat dengan Kejadian Malaria Tabel 4.9 Tabulasi silang Perilaku Masyarakat dengan Kejadian malaria di Desa Sidodadi Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang 2015 Kejadian Malaria Perilaku P Total Positif Klinis Masyarakat Value f % f % Baik 8 15,1 5 9,4 13 Kurang 36 67,9 4 7,5 40 0,031 Total 44 83,0 9 17,0 53 Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat diketahui bahwa dari 13 orang responden dengan perilaku yang baik diketahui 8 orang (15,1%) ada kejadian Malaria Positif. Kemudian 5 orang (9,4%) kejadian Malaria Klinis. Dari 40 orang responden dengan perilaku yang kurang baik 36 orang (67,9%) ada kejadian malaria Positif, 4 orang (7,5%) kejadian malaria Klinis.
Hasil uji statistik dengan menggunakan korelasi uji chi-square diperoleh nilai probabilitas (p)=0,031<0,05, berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan ada hubungan perilaku dengan kejadian penyakit malaria Positif di desa sidodadi ramunia kecamatan beringin kabupaten deli serdang. PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 11
Jumlah responden yang di wawancarai sebanyak 53 orang. Responden tersebut pada kelompok umur 31-40 yang paling banyak yang terdiri dari 26 orang (49.1%) laki-laki dan 27 orang (50.9%) perempuan. Adapun tingkat pendidikan bervariasi terbanyak tamat SD dan SMP Masing-masing 54.7% dan 34.0%. yang paling sedikit tamat PT yaitu 1.9%. hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah pendidikan maka semakin besar risiko terkena Malaria Jenis Pekerjaan yang ditekuni sebagaimata pencarian adalah Bertani yang paling banyak 34.0% yang memiliki risiko lebih besar terkena malaria dibandingkan dengan kelompok pekerjaan lainnya. B. AnalisaUnivariat 1. Lingkungan Fisik Rumah Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa lingkungan fisik rumah tertinggi adalah rumah yang tidak memenuhi standar berjumlah 31 orang (58.5%). Lingkungan fisik yang memenuhi standar rumah sehat berjumlah 22 orang (41.5%). MenurutWadji (2006) factor lingkungan memegang peranan penting dalam penularan, terutama lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya. Manusia yang berpengaruh terhadap penularan penyakit malaria adalah konstruk sirumah, terutama jenis dinding, langit-langit dan penggunaan kasa.Pada daerah penelitian masih terdapat penduduk yang memiliki konstruksi rumah terbuat dari bahan yang memungkinkan nyamuk masuk kedalam rumah. Konstruksi dengan dinding rumah yang tidak tertutup rapat memungkinkan terjadinya penularan penyakit malaria. Kualitas dan konstruksi rumah mempunyai hubungan eratdengankejadian malaria (Yudhastuti, 2005). Menurut Harijanto dalam Yudhastuti (2005), penduduk dengan rumah yang dindingnya banyak berlubang
berisiko sakit malaria 18 kali lipat, dibandingkan dengan rumah penduduk yang berdinding rapat.Berdasarkan hasil penelitian Pamela (2009) menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara keberadaan langit-langit, kerapatan dinding, keberadaan parit atau selokan dengan kejadian malaria. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan Widiyanto (2007) tentang kajian manajemen lingkungan terhadap kejadian penyakit malaria di Kota Purwokerto dimana hasil penelitian menyatakan bahwa sebesar 46,8% lingkungan fisik rumah penduduk tidak sehat. Ini diamati dari ventilasi rumah, kelembaban udara, suhu, kepadatan hunian dan pencahayaan rumah. 2. Perilaku Masyarakat Berdasarkan penelitian yang diperoleh bahwa perilaku masyarakat yang baik berjumlah 13 orang (24.5%) dan yang perilaku yang kurang baik berjumlah 40 orang (75.5%). Hal ini diukur dari kebiasaan masyarakat yang merugikan kesehatan dan kurang memperhatikan kebersihan lingkungan seperti kebiasaan menggantung baju, kebiasaan membersihkan TPA, kebiasaan membersihkan halaman rumah, dan juga partisipasi masyarakat khususnya dalam rangka pembersihan sarang nyamuk, maka akan menimbulkan resiko terjadinya transmisi penularan penyakit malaria di dalam masyarakat. Hasil penelitian Siahaan (2008) menunjukkan bahwa tingkat pendidikan, pengetahuan dan sikap masyarakat serta sikap tokoh masyarakat mempunyai hubungan dengan perilaku masyarakat dalam pemberantasan penyakit malaria di Tanjung Balai. Penelitian Budarja (2001) juga mengungkapkan bahwa pendidikan rendah berpengaruh terhadap perilaku masyarakat dalam kejadian malaria sebesar 85,2% di Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur. Menurut Hasil Penelitian Maulana (2009) juga menyimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap masyarakat yang 12
rendah terbukti secara statistic berhubungan dengan angka kejadian malaria di Kecamatan Simeulue Timur Kabupaten Simeulue Propinsi Aceh. Hal ini berarti masyarakat dengan pengetahuan yang rendah tentang penularan, pencegahan, dan pengobatan Malaria mempunyai resiko menderita penyakit malaria. Melihat keberadaan pengetahuan dan sikap masyarakat dikaitkan dengan persepsi tentang penyakit malaria, maka masyarakat yang mempunyai persepsi yang baik akan merespon setiap program pemberantasan yang dilakukan. Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit, disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya vector nyamuk hamper diseluruh pelosok tanah air serta adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun. 3. Kejadian Malaria Berdasarkan penelitian yang diperoleh bahwa ada kejadian malaria Positif berjumlah 44 orang (83.0%) dan kejadian Malaria Klinis berjumlah 9 orang (17.0%). Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Widiyanto (2007) yang menyebutkan bahwa sebesar 52% terdapat kejadian penyakit malaria. Hal ini terjadi karena masyarakat belum mengetahui bagaimana pencegahan yang harus dilakukan untuk penyakit malaria.
menjadi vector penyebar penyakit malaria (Depkes RI,2006). C. Analisa Bivariat 1. Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Malaria Hasil penelitian yang menunjukkan dari 22 orang responden dengan lingkungan fisik rumah yang memenuhi standar diketahui 15 orang (28.3%) ada kejadian Malaria Positif. Kemudian 7 orang (13.2%) kejadian Malaria Klinis. Dari 31 orang responden lingkungan fisik rumah yang tidak memenuhi standar 29 orang (54.7%) ada kejadian malaria Positif, 2 orang (3.8%) kejadian malaria Klinis. Menurut Mukono (2009) yang menyatakan konstruksi rumah dengan dinding yang tidak tertutup rapat memungkinkan terjadinya penularan penyakit malaria dalam rumah. Menurut Prabowo (2008) pemasangan kasa nyamuk pada jendela dan ventilasi rumah merupakan salah satu upaya pencegahan dalam menghindari gigitan nyamuk malaria. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ernawati, 2011 Hubungan Faktor Risiko Individu dan Lingkungan Rumah dengan Malaria di Punduh Pedada Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung dengan jumlah sampel 414 orang dan 82 rumah tangga dimana hasil penelitian menyatakan bahwa sebesar 53,1% prevalensi infeksi malaria. .kondisi perumahan (keadaan dinding yang memiliki lubang, ventilasi yang kurang, tidak ada kawat kasa dan langit-langit rumah). Hasil uji statistic dengan menggunakan korelasi uji chi-square diperoleh nilai probabilitas (p)=0,025<0,05, berarti bahwa terdapat hubungan perilaku dengan kejadian penyakit Malaria Positif di desa sidodadi ramunia kecamatan beringin kabupaten deli serdang. 2. Hubungan Perilaku Masyarakat dengan Kejadian Malaria
Kejadian malaria di Puskesmas Besole selama tahun 2006 menghasilkan angka API (Annual Parasite Incidence) sebesar 0,76 Sedangkan di Puskesmas Watulimo didapatkan angka API sebesar1,55‰ dan tergolong dalam strata Desa MCI (Medium CaseIncidence). Adanya perbedaan strata desa di wilayah penelitian perlu mendapat perhatian dari Puskesmas Besuki danWatulimo. Karena malaria merupakan penyakit menular dimana kurang lebih 10 jenis (spesies)
13
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 13 orang responden dengan perilaku yang baik diketahui 8 orang (15.1%) ada kejadian Malaria Positif. Kemudian 5 orang (9.4%) kejadian Malaria Klinis. Dari 40 orang responden dengan perilaku yang kurang baik 36 orang (67.9%) ada kejadian Malaria Positif, 4 orang (7.5%) kejadian malaria Klinis. Menurut Lawrence Green (1993) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2011), dinyatakan bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu factor perilaku dan faktor di luar perilaku. Perilaku pula dibentukoleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi, factor pendukung dan factor pendorong. Faktor predisposisi (predisposing factors) ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial, ekonomi dan sebagainya. Faktor faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah (Notoatmodjo, 2011). Faktor pendukung (enabling factors) pula mencakup ketersediaan saranaprasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan. Manakala factor pendorong (reinforcing factor) pula merupakan sikap dan perilaku petugas yang memainkan peran dalam mempengaruhi perilaku masyarakat (Notoatmodjo, 2011).
transmisi penularan penyakit di dalam masyarakat. (Widiyanto, 2007). Penelitian di atas didukung juga oleh penelitian olehYahya, dkk (2005), tentang Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Terhadap Malaria pada Anak di Kecamatan Sungai Liat Kabupaten Bangka, menyimpulkan bahwa pengetahuan ibu yang rendah dan sikap ibu yang kurang merupakan factor terpenting dalam peningkatan kejadian malaria pada daerah tersebut, walaupun perilaku ibu tentang malaria termasuk kategori baik. Hasil uji statistic dengan menggunakan korelasi uji chi-square diperoleh nilai probabilitas (p)=0,031<0,05, berarti bahwa terdapat ada hubungan perilaku dengan kejadian penyakit Malaria Positif di desa sidodadi ramunia kecamatan beringin kabupaten deli serdang. PENUTUP Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dan Perilaku Masyarakat dengan Kejadian Malaria di Desa Sidodadi Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang diperoleh kesimpulan Sebagai Berikut : A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan dari penelitian ini sebagai berikut : 1. Lingkungan Fisik Rumah di Desa Sidodadi Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaaten Deli Serdang Lingkungan Fisik Rumah yang tidak memenuhi standar berjumlah 31 orang (58.5%) 2. Prilaku Masyarakat di Desa Sidodadi Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang Perilaku yang kurang berjumlah 40 orang (75.5%). 3. Kejadian Malaria di Desa Sidodadi Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang ada 44 orang (83.0%)
Kebiasaan masyarakat yang merugikan kesehatan dan kurang memperhatikan kebersihan lingkungan seperti kebiasaan menggantung baju, kebiasaan membersihkan TPA, kebiasaan membersihkan halaman rumah, dan juga partisipasi masyarakat khususnya dalam rangka pembersihan sarang nyamuk, maka akan menimbulkan resiko terjadinya 14
4. Ada hubungan Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Malaria. Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan uji Chi-square menghasilkan nilai probabilitas (p)=0,025<0,05, berarti bahwa terdapat hubungan Lingkungan Fisik Rumah dengan kejadiaan Malaria. Ada hubungan yang Perilaku Masyarakat dengan Kejadian Malaria. Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan uji Chi-square
Sastroasmoro, Sudigdo. Ismael, Sofyan. 2010. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta. Sagung Seto Snow RW, Guerra CA, Mutheu JJ, Hay SI. International funding for malaria control in relation to populations at risk of stable Plasmodium falciparum transmission S[serial on the internet]. Plos Medicine 2008 ; 5 (7) [cited 2009 Oct 29]. Available from: http://users.ox.ac.uk/~hay/1 07.pdf. Soedarto. 2011. Epidemiologi GlobalPlasmodium- Anopheles Penatalaksanaan Penderita Malaria. Jakarta Sagung Seto Susana, Dewi. 2011. Dinamika Penularan malaria. Jakarta :Universitas Indonesia Suyono. Budiman. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat DalamKonteks kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC World Health Organization (WHO). World malaria report [monograph on the internet]. Geneva: World Health Organization; 2008 [cited 2009 Oct 29]. Available from: http://www.who.int.
DAFTAR PUSTAKA Ahcmadi, UF. 2011. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah Seri Desentralisasi Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Universitas Indonesia Arifin, 2010. Syarat – syarat rumah sehat. http://www.infomedia.com. Diakses tanggal 02 maret 2015 Depkes RI – Ditjen PPM dan PL (2002) Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat. Harijanto, P.N. Nugroho, Agung dkk. 2010. Malaria dari Molekuler ke Klinis. Jakarta : EGC KepmenkesRINo. 829/Menkes/SK/VII/1999 ttg Persyaratan Kesehatan Perumahan Mubaraq, Wahit Iqbal. Cahyati, Nurul. 2009.Ilmu Kesehatan Masyarakat : Teori dan Aplikasi. Jakarta : Salem Medika Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta 2011. Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta :Penerbit Rineka Cipta Saepudin, Malik. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan Masyarakat. Jakarta : TIM
15
HUBUNGAN SANITASI DASAR DENGAN VEKTOR LALAT PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KECAMATAN TANAH JAWA KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2013 Jul Asdar Putra Samura,Irmayani Stikes Medistra Lubuk Pakam ABSTRACT School was acknowledged one of public facilities that many people may use, included it always services in health as well as according to basic sanitary standard. It has been recognized that a poorly basic sanitary shall influence to the existence of vector of fliesthat able to act either as mechanical vector and biological one by the illness that must be always viewed. Based on data from Puskesmas Tanah Jawa that the number of occurrences of diarrhea 166 cases in 2014.SMP school at Kecamatan Tanah Jawawas encouraged to keep care its environmental sanitary to prevent from disease vector. This study was aimed at determine the correlations of basic sanitary in school, in this point out to supply a drinking water, provide rubbish basin, existed sewage and public bathroom, with the vector flies noted on the school.Type analytic survey research with cross sectional design research.In this research, involved at least 13 SMP schools, in taking the sample with Total Sampling method. In taking the data, primary data gathered direct observation using there a check list observation paper. In this research, adopted Chi Square program with reliable rate of 95%. In the research obtained the result that total flied vector was noted lower of 53%, the highest 46%. In statistical evaluation, it has been obtained variable of supply drinking water with the rate (p = 0.231), there was not correlation significantly about the drinking water supply with the flied vector. Variable of rubbish basin got rate (p = 0.007), there was significant correlation with the flies vector, about variable of waste sewerage got the rate of (p = 0.014), there was significant correlation between waste sewerage with the total flies vector, and on variable of public bath-room it had rate of (p = 0.021), there was significant correlation with the flies vector. Based on the result of this study to expectedthe management of school and all student studying on SMP school at Kecamatan Tanah Jawa kindly to keep cleanness environment scholl as waste mangement, improvenment of waste sewerage, latrine for suppress breeding diseases vector Keywords : Supply Drinking Water Rubbish, Waste Sewerage,Bath-room, vector flies
Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan (UU RI,2009). Derajat kesehatan dipengaruhi 4(empat) faktor yaitu : lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan. Status kesehatan akan tercapai secara optimal bilamana keempat faktor ini secara bersama-sama mempunyai kondisi yang optimal pula (Sumantri,2010). Sanitasi lingkungan merupakan salah satu
PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya,sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. 16
dari keempat faktor yang mempengaruhi kesehatan, oleh sebab itu sekolah perlu diperhatikan sanitasi dasarnya dalam penekan pengembangbiakan vektor termasuk lalat. Keberadaan lalat sebagai pembawa dan penyebar penyakit pada manusia, melalui penularan secara mekanis ataupun menyebabkan myasis sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang mendukung penyediaan tempat perkembangbiakannya. Lalat dianggap menggangu karena kesukannya hinggap ditempat-tempat yang lembab dan kotor,seperti sampah. Selain hinggap lalat juga menghisap bahanbahan kotor dan memuntahkan kembali dari mulutnya jika hinggap di tempat berbeda. Jika makanan yang hinggapi lalat akan tercemar oleh mikroorganisme baik bakteri, protozoa, telur, larva, cacing. Atau bakteri yang dibawa dan dikeluarkan dari mulut lalat dan bila dimakan oleh manusia dapat menyebabkan penyakit (Andriani,2007) . Jika tingkat kepadatan lalat tinggi pada kantin sekolah tersebut, hal ini dapat menyebabkan terjadinya penularan penyakit yang disebabkan oleh lalat. Penyakit yang dapat ditularkan oleh vektor lalat antara lain diare, kolera, typus dan penyakit gangguan pencernaan lainnya (Chandra, 2007). Timbulnya penyakit pada masyarakat tertentu pada dasarnya merupakan hasil interaksi antara penduduk setempat dengan berbagai komponen di lingkungannya. Dalam kehidupan seharihari, masyarakat berinteraksi dengan pangan, udara, air serta serangga. Apabila berbagai komponen lingkungan tersebut mengandung bahan berbahaya seperti bahan beracun, ataupun bahan mikroba yang memiliki potensi timbulnya penyakit, maka manusia akan jatuh sakit dan menurunkan kualitas sumber daya manusia (Achmadi, 2010). Salah satu penyakit yang dapat menyebabkan manusia sakit yaitu diare. Data yang menunjukkan angka kematian akibat diare menurut Badan Kesehatan Dunia, World Health
Organization(WHO) Negara India sebanyak 122.270 jiwa, Nigeria 49.974 jiwa, Congo sebanyak 30.444 jiwa, Ethiopia sebanyak 27.424 jiwa, China sebanyak 27.349 jiwa, Pakistan sebanyak 19.933 jiwa, Afganistan sebanyak 17.992 jiwa, Bangladesh sebanyak 15.382 jiwa, Indonesia sebanyak 12.970 jiwa, Angola sebanyak 11.229 jiwa. WHO memperkirakan 4 miliyar kasus terjadi di dunia dan 2,2 juta diantaranya meninggal. Meskipun diare membunuh sekitar 4 juta orang pertahun di negara berkembang ternyata diare merupakan suatu masalah utama di negara maju. Di Amerika 7 – 15 episode diare terjadi (WHO,2009). Indonesia, pada tahun 2008 dilaporkan terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare di 15 provinsi dengan jumlah penderita sebanyak 8.443 orang, jumlah kematian sebanyak 209 orang atau Case Fatality Rate (CFR) sebanyak 2,48 % . Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu penduduk. Selama tahun 2006 sebanyak 41 kabupaten di 16 provinsi melaporkan KLB diare di wilayahnya (Buletin Jendela Data Informasi Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan data wilayah kerja Puskesmas Tanah Jawa angka kesakitan diare sebanyak 166 orang dari bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun 2014 (Puskesmas Tanah Jawa,2014). Hal tersebut utamanya disebabkan oleh rendahnya ketersediaan air bersih, sanitasi yang buruk , dan perilaku hidup tidak bersih (Profil Kesehatan Indonesia,2008). Sarana sanitasi dasar adalah sarana minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan pemukiman sehat yang memenuhi syarat kesehatan meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia (jamban), pembuangan air limbah dan pengelolaan sampah (tempat sampah). Sarana sanitasi dasar ini merupakan sarana pendukung untuk meningkatkan kesehatan lingkungan (Notoatmodjo,2010). Salah satu lingkungan yang harus diperhatikan adalah 17
lingkungan sekolah dimana di tempat tersebut terdapat anak-anak sekolah yang akan menjadi generasi penerus bangsa Salah satu upaya kesehatan tersebut adalah memelihara kebersihan lingkungan sekolah. Beberapa penelitian yang menunjang yaitu oleh Indriastuti menyebutkan bahwa sanitasi sekolah dari 36 sekolah dasar (SD) di wilayah Kecamatan Indramayu sanitasi yang belum memenuhi syarat sebesar 28% dan tingkat kepadatan lalat sebesar 58% (Indriastuti,2005). Ardhiana (2011) menyebutkan bahwa sarana sanitasi dasar dan tingkat kepadatan lalat di kantin SMA kecamatan Medan Barat Kota Medan masih belum memenuhi syarat, karena dari 8 kantin di 8 SMA, hanya satu yang memenuhi syarat dalam hal pengelolaan sampah. Penelitian Swandatitak (2008) juga menyebutkan bahwa sanitasi kantin di lingkungan Universitas Airlangga yang terdiri dari 12 kantin belum memenuhi syarat kesehatan. Dan indeks kepadatan lalat tertinggi adalah kantin FKM dengan nilai 18,8 dan termasuk dalam kategori populasi padat dan perlu dilakukan pengamanan. Berdasarkan survei awal yang dilakukan terdapat 13 (tiga belas) Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Tanah Jawa yang menjadi tempat proses belajar mengajar siswa/siswi,diketahui bahwa kondisi sanitasi dasar salah satu sekolah tersebut masih buruk dilihat dari keberadaan vektor lalat yang ada pada Sekolah Menengah Pertama. Kepadatan lalat pada salah satu Sekolah Menengah Pertama sebanyak 12,2. Jumlah lalat tersebut sudah dikategorikan padat dan perlu dilakukan pengendalian terhadap vektor lalat. Dari latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian “ Hubungan Sanitasi Dasar Dengan Vektor Lalat Pada Sekolah Menengah Pertama Di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2013”.
2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu apakah ada “ Hubungan Sanitasi Dasar Dengan Vektor Lalat Pada Sekolah Menengah Pertama Di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2013”. 3. Tujuan Penelitian 3.1.Tujuan Umum Untuk mengetahui “Hubungan Sanitasi Dasar Dengan Vektor Lalat Pada Sekolah Menengah Pertama Di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2013”. 3.2. Tujuan Khusus 3.2.1. Untuk mengetahui sarana penyedian air bersih dengan vektor lalat pada Sekolah Menengah Di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun tahun 2013. 3.2.2. Untuk mengetahui saluran pembuangan air limbah dengan vektor lalat pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun tahun 2013. 3.2.3. Untuk mengetahui sarana jamban dengan vektor lalat pada Sekolah Menengah Pertama Di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun tahun 2013. 3.2.4.Untuk mengetahui sarana penyediaan tempat sampah dengan vektor lalat pada Sekolah Menengah Pertama Di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun tahun 2013. 4. Manfaat Penelitian 4.1. Bagi Pihak Sekolah Sebagai bahan masukan bagi pihak sekolah mengenai bahaya keberadaan vektor lalat terhadap kesehatan,serta pengendalian vektor lalat dan upaya menjaga kebersihan lingkungan sekolah. 4.2. Bagi Siswa Sebagai pengetahuan untuk siswa/siswi Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Tanah Jawa akan pentingnya
18
sanitasi dasar agar dapat menjaga kebersihan lingkungan sekolah. 4.3. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan tambahan bacaan di perpustakaan STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam dalam menuntun kegiatan proses pembelajaran, serta sebagai bahan masukan untuk pengembangan penelitian dan ilmu pengetahuan yang baru kedepannya. 4.4. Bagi Peneliti Sebagai proses belajar bagi peneliti dalam mengimplementasikan berbagai teori yang telah diperoleh di bangku perkuliahan selama proses belajar di Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam.
Menengah Pertama di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun. 2.2. Waktu Penelitian Waktu penelitian akan dilaksanakan dari bulan Mei - Juli 2013. 3. Populasi dan Sampel 3.1. Populasi Populasi adalah wilayah generelisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Notoatmodjo,2010). Populasi penelitian ini adalah Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun. 3.2. Sampel Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Sampel penelitian ini adalah semua anggota populasi ( total populasi) yaitu 13 Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun. 3.3. Teknik Sampel Teknik sampel adalah teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel dengan sendirinya akan tergantung dari tujuan penelitian dan sifat-sifat dari populasi. Teknik sampel yang digunakan adalah Total Sampling yaitu semua populasi dijadikan sampel. 4. Metode Pengumpulan Data 4.1. Data Primer Data primer adalah data yang didapat secara langsung melalui metode wawancara menggunakan kuesioner di lapangan atau melakukan pengukuran. Dalam penelitian ini data primer diperoleh dengan cara : Pengamatan/Observasi dan wawancara dengan lembar observasi yang telah dipersiapkan peneliti. 4.2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang didapat secara langsung dari suatu instansi ataupun institusi,majalah ilmiah, atau hasil penelitian orang lain. Data sekunder diperoleh dari catatan dan dokumen profil kesehatan puskesmas Tanah Jawa. 5. Variabel dan Defenisi Operasional 5.1. Variabel
METODE PENELITIAN 1. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah peneitian yang bersifat observasional analitik yaitu bertujuan untuk mengetahui hubungan sanitasi dasar dengan vektor lalat pada Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun. Penelitian ini menggunakan desain penelitian Cross Sectional,Cross Sectional adalah rancangan penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat(point time approach) (Notoatmodjo,2010). 2. Lokasi dan Waktu Penelitian 2.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian akan dilakukan di Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun. Alasan penelitian mengambil lokasi tersebut sebagai lahan penelitian adalah: a. Karena kondisi sanitasi dasar sekolah masih kurang baik dilihat dari jumlah vektor lalat di Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun. b. Belum pernah dilakukan penelitian sejenis tentang hubungan sanitasi dasar dengan vektor lalat pada Sekolah
19
Variabel penelitian adalah ukuran atau timbulnya variabel dependen( terikat). atau ciri yang dimiliki oleh anggot-anggota Dalam penelitian ini yang menjadi variabel suatu kelompok yang berbeda dengan yang independen adalah sanitasi dasar. dimiliki oleh kelompok lain 5.1.2. Variabel Dependen (Notoatmojo,2010). Variabel penelitian ini Variabel dependen merupakan terdiri dari dua yaitu: variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi 5.1.1. Variabel Independen Variabel independen merupakan variabel dependen adalah vektor lalat. variabel yang menjadi sebab perubahan 5.2. Defenisi Operasional Tabel 3.2 Defenisi Operasional dan Aspek Pengukuran No Variabel Defenisi Alat Skala Hasil Ukur Operasional Ukur
1
2
3
4
V ariabel Independen Sanitasi dasar kantin Penyediaan Air bersih air bersih yang memenuhi syarat fisik; tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak keruh. Saluran Air sisa Pembuangan buangan dari Air Limbah kamar mandi yang tidak mencemari lingkungan, mengalir lancar dan tertutup. Jamban Fasilitas pembuangan kotoran/tinja manusia yang aman,nyaman, privasi,kuat an tidak mencemari sumber air bersih. Tempat Media
Lembar Check List
Ordinal
a.Tidak Memenuhi syarat b Memenuhi syarat
Lembar Check List
Ordinal
a.Tidak Memenuhi syarat
Lembar Check List
Ordinal
a.Tidak Memenuhi syarat b.Memenuhi syarat
Lembar
Ordinal
a.Tidak Memenuhi syarat
20
b. Memenuhi syarat
Sampah
5
Variabel Dependen Vektor Lalat
pengumpulan sampahyang memiliki tutup,kontruksi kuat. Vektor mekanis yang menularkan berbagai macam penyakit dan kepadatan lalat dihitung dengan menggunakan Fly Grill
Check List
Fly Grill
b.Memenuhi syarat
Rasio
a. 0-5 = Rendah b. 6-20 = Tinggi/Padat
Jika jawaban “Tidak” maka diberi skor “1” dan jika jawaban “Ya” maka diberi skor “0”. Untuk penilaian temat sampah yang memenuhi syarat ketika skor >3 dan tempat sampah yang tidak memenuhi syarat ketika skor < 2. 6.2. Vektor Lalat Untuk mengetahui tingkat kepadatan lalat yang dilakukan dengan pengukuran alat ukur Fly Grill. Fly Grill adalah alat yang digunakan untuk a. Letakkan Fly Grill pada tempat yang ditentukan pada daerah yang akan di ukur. b.Hitung jumlah lalat yang hinggap pada fly grill selama 3 detik c. Pada tiap lokasi pengukuran dilakukan 10 perhitungan. d.5 perhitungan yang tertinggi dibuat rataratanya dan dicatat sebagai angka kepadatan lalat. Interprestasi hasil pengukuran kepadatan lalat adalah sebagai berikut (Depkes,1992); (1) 0-5 : Rendah (2) 6-20: Tinggi/Padat 7. Analisis Data Data yang terkumpul diolah secara manual dan dilanjutkan dengan komputer, melalui tahapan editing, coding, entry, cleaning, procesing. Data dianalisis dengan komputer, jenis data yang digunakan adalah: 7.1. Univariat
6.Metode Pengukuran Data Merupakan cara untuk mengumpulkan dan meneliti sebelum melakukan pengumpulan data perlu dilihat alat ukur pengumpulan data agar dapat memperkuat hasil penelitian. Dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi dengan menggunakan lembar Check List sebagai alat ukur dalam pengumpulan data. 6.1. Kondisi Sanitasi Dasar 6.1.1. Penyediaan Air Bersih Jika jawaban “Tidak” maka diberi skor “1” dan jika jawaban “Ya” maka diberi skor “0”. Untuk penilaian penyediaan air bersih yang memenuhi syarat ketika skor >3 dan air bersih yang tidak memenuhi syarat ketika skor < 2. 6.1.2. Saluran Pembuangan Air Limbah Jika jawaban “Tidak” maka diberi skor “1” dan jika jawaban “Ya” maka diberi skor “0”. Untuk penilaian saluran pembuangan air limbah yang memenuhi syarat ketika skor > 2 dan saluran pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat ketika skor < 1. 6.1.3. Jamban Jika jawaban “Tidak” maka diberi skor “1” dan jika jawaban “Ya” maka diberi skor “0”. Untuk penilaian jamban yang memenuhi syarat ketika skor > 4 dan jamban yang tidak memenuhi syarat ketika skor < 3. 6.1.4. Tempat Sampah 21
Tujuan dari aanalisis univariat adalah untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik masingmasing variabel yang diteliti secara sederhana yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Pada analisis univariat akan diuji yaitu variabel independen dan variabel dependen untuk dapat mengetahui gambaran distribusi dan proporsi dari masing- masing variabel yang diteliti baik variabel independen maupun dependen. 7.2. Bivariat Analisis ini diperlukan untuk menjelaskan atau mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara variabel independen dengan dependen. Analisis data bivariat dilakukan setelah karakteristik masing-masing variabel diketahui. Data dianaisis untuk perhitungan bivariat dalam penelitian ini menggunakan Chi Square dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) dengan menggunakan komputerisasi. Pengujian ini dilakukan untuk mencari Hubungan Sanitasi Dasar Dengan Vektor Lalat Pada Sekolah Menengah di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2013. Jika p ≤ 0,05 Ho di tolak artinya ada Hubungan Sanitasi Dasar Dengan Vektor Lalat Pada Sekolah Menengah di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2013.
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanah Jawa, dengan luas wilayah Kecamatan Tanah Jawa ± yang terdiri dari 13 sekolah yaitu SMPN 1,SMPN 2, SMPN 3, SMPN 4, SMPN5, SMP Swasta Karya Bakti, SMP Swasta HKBP, Madrasah Sanawiyah, SMP Swasta Bina Guna, SMP Swasta Nusantara, dan SMP Swasta Murni,SMP Swasta Teladan,SMP Taman Siswa . Batas wilayah Kecamatan Tanah Jawa adalah sebagai berikut : a) Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Hatonduhan b) Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Bah Jambi c) Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Huta Bayu Raja d) Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Siantar Marihat Ulu Adapun jumlah siswa/siswi Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Tanah Jawa adalah sebanyak 9.040 siswa.
2. Analisis Univariat Dalam analisis univariat ini, masing – masing variabel independen dan dependen diuraikan masing masing yaitu sanitasi dasar yang meliputi penyediaan air bersih, tempat sampah, saluran pembuangan air limbah, jamban dan jumlah vektor lalat. 2.1. Penyediaan air bersih Berdasarkan hasil penelitian, HASIL PENELITIAN DAN penyediaan air bersih adalah sebagai PEMBAHASAN berikut: A. Hasil Penelitian Tabel 4.1. Distribusi Penyediaan Air Bersih Pada Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Tanah Jawa Kabuapten Simalungun Tahun 2013 No Kondisi Fisik Air Jumlah (sekolah) Persentase(%) 1 Memenuhi Syarat 10 76,9 Tidak Memenuhi 2 3 23,1 Syarat Jumlah 13 100,0 Tabel diatas menunjukan bahwa sekolah yang memiliki penyediaan air bersih yang memenuhi syarat yaitu 10 sekolah (76,9%) dan sekolah yang memiliki penyediaan air bersih tidak memenuhi syarat yaitu 3 sekolah (23,1%).
22
2.2. Tempat sampah Berdasarkan hasil penelitian, tempat sampah adalah sebagai berikut : Tabel 4.2. Distribusi Tempat Sampah Pada Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2013 No Tempat Sampah Jumlah (sekolah) Persentase(%) 1 Memenuhi Syarat 4 30,8 Tidak Memenuhi 2 9 69,2 Syarat Jumlah 13 100,0 Tabel diatas menunjukan bahwa sekolah yang memiliki tempat sampah yang memenuhi syarat yaitu 4 sekolah (30,8%) dan sekolah yangmemeiliki tempat sampah tidak memenuhi syarat yaitu 9 sekolah (69,2%). 2.3. Saluran pembuangan air limbah Berdasarkan hasil penelitian, saluran pembuangan air limbah adalah sebagai berikut : Tabel 4.3. Distribusi Saluran Pembuangan Air Limbah Pada Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2013 No SPAL Jumlah (sekolah) Persentase(%) 1 Memenuhi Syarat 5 38,5 Tidak Memenuhi 2 8 61,5 Syarat Jumlah 13 100,0 Tabel diatas menunjukan bahwa sekolah yang memiliki saluran pembuangan air limbah yang memenuhi syarat yaitu 5 sekolah (38,5%) dan sekolah yang memiliki saluran pembuangan air limbah tidak memenuhi syarat yaitu 8 sekolah (61,5%). 2.4. Jamban Berdasarkan hasil penelitian, jamban adalah sebagai berikut : Tabel 4.4. Distribusi Jamban Pada Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2013 No Jamban Jumlah (sekolah) Persentase(%) 1 Memenuhi Syarat 6 46,2 Tidak Memenuhi 2 7 53,8 Syarat Jumlah 13 100,0 Tabel diatas menunjukan bahwa sekolah yang memiliki jamban yang memenuhi syarat yaitu 6 sekolah (46,2%) dan sekolah yang memiliki jamban tidak memenuhi syarat yaitu 7 sekolah (53,8%). 2.5. Vektor lalat Berdasarkan hasil penelitian, jumlah vektor lalat adalah sebagai berikut : Tabel 4.5. Distribusi Jumlah Vektor Lalat Pada Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Tahun 2013 No Vektor Lalat Jumlah (sekolah) Persentase(%) 1 Rendah 8 61,5 23
2
Tinggi Jumlah
5 13
38,5 100,0
Tabel diatas menunjukan bahwa sekolah yang memiliki vektor lalat yang rendah yaitu 8 sekolah (61,5) dan sekolah yang memiliki vektor lalat tinggi yaitu 5 sekolah ( 38,5). 3. Analisis Bivariat 3.1. Hubungan Penyediaan Air Bersih Dengan Vektor Lalat Pada Sekolah Menengah Pertama Tabel 4.6. Tabel Silang Hubungan Penyediaan Air Bersih Dengan Vektor Lalat Pada Sekolah Menengah Pertama Vektor Lalat No PAB Rendah Tinggi Jumlah p-value f % f % f % 1
Memenuhi Syarat
10
76,9
0
0
10
77 0,231
2
Tidak Memenuhi 2 15,5 1 7,6 3 23 Syarat Total 12 92,4 1 7,6 13 100 Tabel di atas menunjukan bahwa diperoleh nilai probabilitas (p) = 0,231 > sekolah yang mempunyai kepadatan vektor 0,05, berarti bahwa tidak terdapat lalat rendah adalah sekolah dengan hubungan yang signifikan penyediaan air penyediaan air bersih yang memenuhi bersih dengan vektor lalat pada sekolah syarat 10 (77 %) dan tidak memenuhi menengah pertama di Kecamatan Tanah syarat 3(23 %) Jawa Kabupaten Simalungun. Hasil uji statistik dengan menggunakan korelasi uji chi-square 3.2. Hubungan Tempat Sampah Dengan Vektor Lalat Pada Sekolah Menengah Pertama Tabel 4.7. Tabel Silang Hubungan Sampah Dengan Vektor Lalat Pada Sekolah Menengah Pertama Vektor Lalat Tempat No Rendah Tinggi Jumlah p-value Sampah f % f % F % 1 2
Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Total
3
23,1 1
7,7
4
30,8 0,014
0
0
9
69,2
9
69,2
3
23,1
10
76,9
13
100
Tabel di atas menunjukan bahwa sekolah yang mempunyai kepadatan vektor lalat rendah adalah sekolah dengan tempat sampah yang tidak memenuhi syarat 9 ( 69,2%) dan memenuhi syarat 4 (30,8 %).
Hasil uji statistik dengan menggunakan korelasi uji chi-square diperoleh nilai probabilitas (p)=0,014 < 0,05, berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan tempat sampah dengan 24
vektor lalat pada sekolah menengah Kabupaten Simalungun. pertama di Kecamatan Tanah Jawa 3.3. Hubungan Saluran Pembuangan Air Limbah Dengan Vektor Lalat Pada Sekolah Menengah Pertama Tabel 4.8. Tabel Silang Hubungan Saluran Pembuangan Air Limbah Dengan Vektor Lalat Di Sekolah Menengah Pertama Vektor Lalat No SPAL Rendah Tinggi Jumlah p-value F % f % F % 1 2
Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Total
5
38,5
0
0
5
38,5 0,001
0
0
8
61,5
8
61,5
5
38,5
8
61,5
13
100
Tabel di atas menunjukan bahwa sekolah yang mempunyai kepadatan vektor lalat rendah adalah sekolah dengan saluran pembuangan air limbah yang memenuhi syarat 5 ( 38,5%) dan tidak memenuhi syarat 8 ( 61,5%). Hasil uji statistik dengan menggunakan korelasi uji chi-square
diperoleh nilai probabilitas (p)=0,001<0,05, berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan saluran pembuangan air limbah dengan vektor lalat pada sekolah menengah pertama di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun.
3.4. Hubungan Jamban Dengan Vektor Lalat Pada Sekolah Menengah Pertama Tabel 4.9. Tabel Silang Hubungan Jamban Dengan Vektor Lalat Pada Sekolah Menengah Pertama Vektor Lalat Tempat No Rendah Tinggi Jumlah p-value Sampah F % f % F % 1 2
Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Total
4
30,7
2
15,4
6
46,2 0,021
0
0
7
53,9
7
53,8
4
30,7
9
69,3
13
100
Tabel di atas menunjukan bahwa sekolah yang mempunyai kepadatan vektor lalat rendah adalah sekolah dengan jamban yang memenuhi syarat 6 ( 46,2%) dan tidak memenuhi syarat 7 (53,8 %). Hasil uji statistik dengan menggunakan korelasi uji chi-square
diperoleh nilai probabilitas (p)=0,021 <0,05, berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan jamban dengan vektor lalat pada sekolah menengah pertama di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun. B. Pembahasan 25
kesukaanya hinggap ditempat-tempat lembab dan kotor, seperti sampah. Jika makanan yang dihinggapi lalat rumah akan tercemar oleh mikroorganisme baik bakteri, protozoa, telur/larva cacing atau bahkan virus yang dibawa dan dikelurkan mulut lalat-lalat dan bila dimakan oleh manusia, maka dapat menyebabkan diare. 3. Saluran Pembuangan Air Limbah Hasil penelitian tentang saluran pembuangan air limbah bahwa mayoritas sekolah saluran pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat dan minoritas sekolah saluran pembuangan air limbah yang memenuhi syarat. Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat persentase sekolah yang saluran pembuangan air limbah yang memenuhi syarat ada sebanyak 5 sekolah (38,5%). Sedangkan saluran pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat ada sebanyak 8 sekolah (61,5%). Hasil pengamatan sebagian besar memiliki SPAL terbuka,hal ini menimbulkan bau yang tidak enak. Pembuangan air kotor (limbah dapur dan kamar mandi) tidak menimbulkan sarang serangga, jalan masuknya tikus dan dipelihara kebersihannya. Air buangan yang dibuang tidak saniter dapat menjadi media perkembangbiakan mikroorganisme pathogen, larva nyamuk ataupun serangga yang dapat menjadi media transmisi penyakit ( Sumantri 2010). 4. Jamban Hasil penelitian tentang jamban bahwa mayoritas sekolah jamban yang tidak memenuhi syarat dan minoritas sekolah jamban yang memenuhi syarat. Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat 45 persentase sekolah yang jamban yang memenuhi syarat ada sebanyak 6 sekolah (38,5%). Sedangkan jamban yang tidak memenuhi syarat ada sebanyak 7 sekolah (61,5%). Sekolah juga memiliki jamban lebih besar yang berbau dan mencemari karena kontruksi jamban yang tidak kuat dan tidak dilengkapi pintu dan kadang tidak disiram setelah selesai buang air
1. Penyediaan Air Bersih Hasil penelitian tentang penyediaan air bersih bahwa mayoritas sekolah penyediaan air bersih yang memenuhi syarat dan minoritas sekolah penyediaan air bersih yang tidak memenuhi syarat. Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat persentase terbesar pada penyediaan air bersih pada kondisi fisik air yang memenuhi syarat yaitu sebanyak 10 sekolah (76,9%) dan sekolah yang memiliki penyediaan air bersih tidak memenuhi syarat yaitu 3 sekolah (23,1%). Ini membuktikan bahwa penyediaan air bersih tidak mempunyai pengaruh yang besar terhadap keberadaan vektor lalat. Di beberapa sekolah masih ditemukan air yang masih berwarna walaupun jumlahnya sedikit hal ini di karenakan masih adanya sekolah yang menggunakan sumur sebagai sumber air bersih sehingga warna air sumur yang tidak menentu, kadang jernih namun apabila hujan menjadi agak keruh ditambah lagi dengan sikap pihak dari sekolah yang tidak memperhatikan kebersihan sumur sekolah (Permenkes No.416 Tahun 1990). 2. Tempat Sampah Permasalahan kesehatan lingkungan sekolah dapat di lihat dari permasalahan sampah. Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat persentase terbesar pada tempat sampah yang memenuhi syarat sebanyak 4 sekolah (30,8%) dan sekolah yangmemeiliki tempat sampah tidak memenuhi syarat yaitu 9 sekolah (69,2%). Sekolah yang memiiki tempat sampah yang kuat juga berjumlah sedikit sehingga menyebabkan sampah berceceran, selain itu juga sampah tempat sampah mudah bocor dan di buang di lapangan terbuka yang dapat menimbulknan bau disekitar tempat pembuangan sampah sekolah. Andriani (2007), menjelaskan salah satu penyebab diare adalah tercemarnya makanan dan minuman oleh bakteri yang dibawa oleh lalat rumah (Musca domestica) . Lalat dapat dianggap mengganggu karena 26
kecil maupun buang air besar yang menimbulkan bau tidak sedap. Menurut Slamet (2007), untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. Suatu jamban tersebut sehat jika memenuhi persyaratan-persyaratan seperti tidak mencemari air permukaan, tidak mencemari tanah, tidak menimbulkan bau, dan tidak dapat dijangkau serangga. 5. Hubungan Penyediaan Air Bersih Dengan Vektor Lalat Di Sekolah Menengah Pertama Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan uji Chi-square menghasilkan nilai probabilitas (p) 0,231 > 0,05 . Berarti data secara statistik menunjukkan bahwa penyediaan air bersih sekolah menengah pertama tidak ada hubungannya dengan vektor lalat di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun tahun 2013. Setelah dilakukan dengan pengamatan dengan menggunakan lembar check list beberapa sekolah ditemukan air yang berwarna walaupun jumlahnya sedikit hal ini dikarenakan karena masih ada sekolah yang menggunakan air dari sumur dan dilihat dari kondisi fisik air tidak memenuhi syarat tidak menjadi media perkembangbiakan lalat. Kepadatan lalat pada penyediaan air bersih ini sangat rendah 23%. 6. Hubungan Tempat Sampah Dengan Vektor Lalat Di Sekolah Menengah Pertama Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan uji Chi-square menghasilkan nilai probabilitas (p) 0,014 < 0,05 . Berarti data secara statistik menunjukkan bahwa tempat sampah sekolah menengah pertama ada hubungannya dengan vektor lalat di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun tahun 2013. Dari hasil pengamatan yang dilakukan peneliti ada beberapa sekolah kebisaan siswa
membuang sampah organik dan anorganik ditempat yang sama. Hal ini disebabkan karena tidak ada pemisahan sampah organik dan anorganik. Menurut Junias (2008), lalat menyukai tempat yang lembab dan berbau busuk seperti tempat penyimpanan sampah. Bau busuk yang berada di tempat sampah kemungkinan disebabkan karena sampah organik dan sampah anorganik yang dikumpulkan ditempat yang sama. Hal ini disebabkan sampah organik lebih cepat mengalami pembusukan sehingga membuat daya tarik vektor lalat (Musca domestica) menjadi tinggi. Selain itu, tempat sampah harus kuat yakni terbuat dari semen , yang memiliki penutup dan dibersihkan dari sisa bahan cair minimal seminggu dua kali. 7. Hubungan Saluran Pembuangan Air Limbah Dengan Vektor Lalat Di Sekolah Menengah Pertama Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan uji Chi-square menghasilkan nilai probabilitas (p) 0,001 < 0,05 . Berarti data secara statistik menunjukkan bahwa saluran pembuangan air limbah sekolah menengah pertama ada hubungannya dengan vektor lalat di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun tahun 2013. Penelitian Roro (2014), pada sekolah menengah pertama di Kecamatan Tumpaan menyebutkan SPAL yang terbuka yang tidak memenuhi syarat 75% dan tingkat kepadatan lalat sebesar 68%. Saluran air kotor, sampah, kotoran got yang membusuk, buah-buahan, sayuran busuk dan biji-bijian busuk menjadi tempat yang disenangi lalat. Dari pengamatan yang sudah dillakukan bahwa sekolah ini memiliki SPAL yang terbuka sehingga menimbulkan bau dan menjadi tempat perkembangbiakan vektor penyakit seperti lalat, tikus, dan kecoa. 8. Hubungan Jamban Dengan Vektor Lalat Di Sekolah Menengah Pertama Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan uji Chi-square menghasilkan nilai probabilitas (p) 0,021 < 27
0,05 . Dengan jamban yang memenuhi syarat 6 ( 46,2%) dan tidak memenuhi syarat 7 (53,8 %). Berarti data secara statistik menunjukkan bahwa jamban sekolah menengah pertama ada hubungannya dengan vektor lalat di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun tahun 2013. Sekolah juga memiliki jamban lebih besar yang berbau dan mencemari karena kontruksi jamban yang tidak kuat dan tidak dilengkapi pintu dan kadang tidak disiram setelah selesai buang air kecil maupun buang air besar yang menimbulkan bau tidak sedap. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Yeri,dkk (2008), bahwa ada hubungan yang signifikan jamban dengan diare. Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan pembuangan kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari
lingkungan terutama tanah dan sumber air. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain ; thypus, disentri, dan kolera. Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. Menurut Noatmodjo (2009), syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya, tidak mengotori air permukaan disekitarnya, tidak mengotori air dalam tanah disekitarnya, kotoran tidak boleh ada yang terbuka sehingga dapat dipakai sebagai tempat vektor bertelur dan berkembangbiak.
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai sanitasi dasar dengan vektor lalat pada Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1.1. Tidak terdapat hubungan yang signifikan penyediaan air bersih dengan vektor lalat pada Sekolah Menengah Pertama. Nilai (p) = 0,231 > (α) 0,05. 1.2. Terdapat hubungan yang signifikan tempat sampah dengan vektor lalat pada Sekolah Menengah Pertama. Nilai (p) = 0,014 > (α) 0,05. 1.3. Terdapat hubungan yang signifikan saluran pembuangan air limbah dengan vektor lalat pada Sekolah Menengah Pertama. (p) = 0,001 > (α) 0,05. 1.4. Terdapat hubungan yang signifikan jamban dengan vektor lalat pada Sekolah Menengah Pertama. (p) = 0,021 > (α) 0,05. 2. Saran 2.1. Bagi pihak sekolah untuk dapat menciptakan lingkungan sekolah yang
sehat melalui pembersihan lingkungan sekolah seperti penanganan sampah, perbaikan saluran pembuangan air limbah dan jamban untuk menekan perkembangbiakan vektor penyakit. 2.2. Bagi siswa agar tetap menjaga sanitasi kebersihan lingkungan sekolah agar tercipta lingkungan sekolah yang sehat. 2.3. Bagi Institusi Pendidikan agar dapat melakukan penyuluhan kepada pihak sekolah dan siswa dan siswi tentang kesehatan lingkungan mengenai sanitasi sekolah dan vektor penyakit. DAFTAR PUSTAKA Achmadi, U.F.,2010. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah, Rajawali Press, Jakarta. Andriani, 2007. Pemberantasan Serangga dan Penyebab Penyakit Tanaman Liar dan Penggunaan Pestisida. , Proyek Pembangunan Pendidikan Sanitasi Pusat. Pusdiknas Depkes RI. Ardhiana, R. 2011. Gambaran Sanitasi Dasar Kantin dan Tingkat Kepadatan Lalat Pada Kantin Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kecamatan Medan Barat Kota Medan Tahun 2011, 28
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.
ownload/profil/ PROFIL KES_PROVINSI_2012/02_Profil_K es_Prov.SumateraUtara_2012. pdf. Tanggal 3 Februari 2013 Indriastuti,V,N. 2005. Hubungan Kondisi Sanitasi Dengan Tingkat Kepadatan Lalat Pada Sekolah Dasar (SD) Di Wilayah Kecamatan Indramayu Kabupaten Indramayu Tahun 2005, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Semarang. Junias, M & Balelay, E. 2008. Hubungan Antara Pembuangan Sampah Dengan Kejadian Diare Pada Penduduk Di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang. Jurnal MKM Desember 2008. Vol 3, No 2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Diakses dari: http://www.depkes.go.id/resources/do wnload /pusdatin /profil-kesehatanindonesia/profil-kesehatan-indonesia2008.pdf. Tanggal 3 Februari 2013. Maryantuti, 2012. Bakteri Patogen Yang Disebabkan Oleh Lalat Rumah (Musca Domestica,L) di Rumah Sakit Kota Pekan Baru. Skripsi Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruaan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau, Pekan Baru. Diakses tanggal 6 Juni 2013. Mukono, 2011. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Airlangga University Press. Nida, Kotrun, 2014. Hubungan Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Terhadap Daya Tarik Vektor Musca Domestica ( Lalat Rumah) Dengan Resiko Diare Pada Baduta Di Kelurahan Ciputat Tahun 2013. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Notoatmodjo,S.2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Bandung
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta. Azwar, Asrul.2009, Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Mutiara Sumber Widya, Jakarta. Buletin Jendela Data Informasi Kemenkes RI, 2011. Http://googleweblight.com/lite_url=ht tp://www.Depkes.go.id/folder/view/01 /structure-publikasi-pusdatinbuletin.html&ei=HF0Gjp2p&lc=idID&s= 1&m=95&ts=1441205869&sig=APO NPFnnBG84ztLS01Teg4LAO2mNJd 1-CQ Chandra, Budiman 2007, Pengantar Kesehatan Lingkungan, EGC, Jakarta. Chusna,F .2012. Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Sarana Sanitasi Kantin Di Universitas Negeri Semarang Tahun 2012, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Semarang. Depkes RI, 1992. Petunjuk Teknis Tentang Pemberantasan Lalat,Direktorat Jenderal PPM dan PL,Jakarta. Http://www.google.co.id/searchredir_ esc=&edir_esc=&hl=in&client=ms=u nknown&source=depkes%20 RI%201992. ________, 1998. Pedoman P2D. Direktorat Jenderal PPM dan PL,Jakarta. ________, 2004. Kebiasaan Hidup Lalat. Jurnal Kesehatan. ________,2005.Manual Pengendalian Resiko Lingkungan. Direktorat Jenderal PPM dan PL,Jakarta. Dinas kesehatan Sumatera Utara. Profil Kesehatan Provinsi Sumetera Utara tahun 2012. Diakses dari: http://www.depkes.go.id/resources/d
Notoatmodjo,S.2010. Metodologi Penelitian, Rineka Cipta, Bandung.
29
Permenkes RI No. 416., 1990, Persyaratan Air Bersih. http:/permenkes.go.id/index_php?vw2 &pg= Persyaratan air bersih. Diakses pada tanggal 20 April 2013 Puskesmas Tanah Jawa, 2014. Laporan Bulanan. Tanah Jawa Rorong, L. 2014. Hubungan Sanitasi Dasar Kantin Dengan Tingkat Kepadatan Lalat Pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) Di Kecamatan Tumpaan Kabupaten Minahasa Selatan Tahun 2014, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi, Manado. Slamet, J S. 2007, Kesehatan Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Swandatitak, 2008. Gambaran Sanitasi Kantin dengan Tingkat Kepadatan Lalat di Lingkungan Universitas Airlangga Tahun 2008, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Surabaya. Sumantri, H A. 2010, Kesehatan Lingkungan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Undang-Undang RI, No 18 Tahun 2008. Pengelolaan Sampah. Http://googleweblight.com/?lie_url=ht tp://www.slideshare.net/mobile/masyri fahoo/undang-undang-nomor-18tahun-2008 &ei=veilHbPB&=idID&s=1&m=APONPFkA03s8cOlvlK CJlh0fLwDPJJT8VA. Diakses tanggal 5 juni 2013. Undang-Undang Kesehatan RI, 2009, UU Kesehatan RI No 36 Tahun 2009. Wahid & Nurul, 2009. Kesehatan Lingkungan, Rineka Cipta, Jakarta. Wijayanti, Putri Dianing. 2009. Hubungan Tingkat Kepadatan Lalat Dengan Kejadiaan Diare Pada Balita Yang Bermukim Di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Bantar Gebang Kota Bekasi. Skripsi: Universitas Indonesia. Widoyono, 2011. Penyakit Tropis. Jakarta: Erlangga.
World Health Organization (WHO), 2009. Pelaksanaan Diare dan Penggunaan Rehidrasi Oral. Jakarta: EGC. Yeri, Kurniawan, dkk. 2008. Laporan Penelitian: Faktor-Faktor Sanitasi Yang Berpengaruh Terhadap Timbulnya Penyakit Diare Di Desa Klopo Sepuluh Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoardjo. Fakultas Kedokteran. Wijaya Kusuma.
30
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGAR JATI KECAMATAN LUBUK PAKAM KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2014 Irmayani,Efrata Stikes Medistra Lubuk Pakam ABSTRACT Based on data Riskesdas 2010, approximately 61 % of women aged 20-50 years did four antenatal visits required during their last pregnancy . Most pregnant women ( 72 % ) in Indonesia, his first visit , but dropped out before the four visits recommended by the Ministry of Health . Prenatal care is influenced by parity, age, knowledge, distance of residence, husband's support . The purpose of this study was to determine whether the Factors Affecting Compliance Inspection Work Area Pregnancy In Jati subdistrict health center Fence Lubukpakam Deli Serdang regency in 2014 . Research type is descriptive analytic cross sectional design . The population is all pregnant women with kehamian age > 25 weeks of pregnancy to check the health workers with purposive sampling performed by 51 people in Puskesmas Teak Fence in October 2013 - February 2014 . Results of the study : there was no association between maternal age with compliance pregnant with Value ( 0.643 ) > (0,05). There is a relationship between maternal parity with compliance with Value ( 0.023 ) < (0,05). There is a relationship between knowledge of the compliance of pregnant women with Value ( 0,000 ) < (0,05). There is a relationship between the distance of pregnant women living with compliance with Value ( 0,000 ) < (0,05). There is a relationship between husband and compliance support pregnant women with Value ( 0.009 ) < (0,05) . Conclusion that there is influence of parity , knowledge , distance of residence, and compliance support with antenatal husband . Keywords
: Parity, Age, Knowledge, Distance Shelter, Support Pregnancy, Pregnancy Compliance Inspection
.....Husband,
Bibliography : 21 (2005-2013) sebulan sekali hingga usia 6 bulan, sebulan dua kali pada usia 7 - 8 bulan dan seminggu sekali ketika usia kandungan menginjak 9 bulan (Revina, 2013). Pemeriksaan kehamilan bertujuan memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi, meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu dan bayi, mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan, dan pembedaha (Jannah Nurul,2012). Dengan melakukan pemeriksaan kehamilan pada ibu dapat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang
Pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu tahapan penting menuju kehamilan yang sehat.Boleh dikatakan pemeriksaan kehamilan merupakan hal yang wajib dilakukan oleh para ibu hamil. Pemeriksaan kehamilan dapat dilakukan melalui dokter kandungan atau bidan dengan minimal pemeriksaan 4 kali selama kehamilan yaitu pada usia kehamilan trimester pertama, trimester kedua dan dua kali pada kehamilan trimester ke tiga, itupun jika kehamilan normal. Namun ada baiknya pemeriksaan kehamilan dilakukan 31
dapat dideteksi sedini mungkin sehingga diharapkan ibu dapat merawat dirinya selama hamil dan mempersiapkan persalinannya. Pentingnya pemeriksaan kehamilan alasannya karena setiap kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat. Itu sebabnya mengapa ibu hamil memerlukan pemantauan selama kehamilannya. Dalam SDKI 2012, ibu yang melahirkan anak hidup dalam lima tahun sebelum survei ditanya beberapa pertanyaan tentang perawatan kesehatan ibu dan anak. Untuk perawatan ibu hamil, menunjukkan bahwa 96 persen dari kelahiran terakhir dalam lima tahun sebelum survei, mendapatkan pemeriksaan kehamilan dari petugas medis terlatih. Ibu umur 20-34 tahun cenderung menerima pemeriksaan kehamilan dari tenaga profesional kesehatan lebih baik dibandingkan ibu umur lebih muda maupun ibu umur lebih tua. Cakupanpemeriksaan kehamilan lebih tinggi di daerah perkotaan dibanding perdesaan (masing-masing 98 persen dan 9ginya tingkat pendidikan, 64 persen untuk ibu tanpa pendidikan, menjadi 99 persen untuk ibu dengan pendidikan menengah atau lebih (SDKI, 2012). Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2010, pemeriksaan kehamilan dengan tenaga kesehatan sudah lebih baik, yaitu 84%. Akan tetapi masih ada 2,8% tidak melakukan pemeriksaan kehamilan, dan 3,2% masih memeriksakan kehamilan ke dukun. Selain itu diketahui akses k1 adalah 92,8% ibu hamil mengikuti pelayanan antenatal, akan tetapi hanya 61,3% selama kehamilan memeriksakan kehamilan minimal 4 kali (k4) (Riskesdas, 2010). Sekitar 61 persen perempuan usia 20-50 tahun melakukan empat kunjungan pelayanan antenatal yang disyaratkan selama kehamilan terakhir mereka. Kebanyakan perempuan hamil (72 persen) di Indonesia melakukan kunjungan pertama, tetapi putus sebelum empat kunjungan yang direkomendasikan oleh
Kementerian Kesehatan. Kurang lebih 16 persen perempuan (25 persen dari perdesaan dan 8 persen perempuan perkotaan) tidak pernah mendapatkan pelayanan antenatal selama kehamilan terakhir mereka. Target MDGs tahun 2015 untuk Angka Kematian Ibu adalah 110/100.000 KH. Target tersebut tampaknya masih sulit dicapai, karena AKI pada tahun 2008sebesar 228/100.000 KH.Angka tersebut bisa jauh lebih tinggi, terutama di daerah-daerah yang lebih miskin dan terpencil.Sebab di daerah terpencil akses pelayanan kesehatan masih rendah.Berbagai potensi kematian bisa dicegah apabila para ibu memperoleh perawatan yang tepat sewaktu persalinan.Kenyataannya, sekitar 60% persalinan di Indonesia berlangsung di rumah.Padahal Peraturan Kementerian Kesehatan mensyaratkan bahwa persalinan harus dilakukan di pelayanan kesehatan. Menurut Amiruddin (2007), penyebab kematian ibu cukup kompleks antara lain komplikasi selama kehamilan dan persalinan, penyebab obstetrik langsung perdarahan, eklamsi dan infeksi. Penyebab tidak langsung kematian ibu berupa kondisi kesehatan yang dideritanya misalnya kurang energi. Kronis (30%), anemia (Hb<11. 9% dan 40 % kardiovaskular, 90 % dapat dideteksi apabila ibu melakukan pemeriksaan kehamilan, pada dasarnya kejadian ini dapat diturunkan atau dicegah bila ibu melakukan pemeriksaan kehamilan untuk mengantisipasi sedini mungkin penyulit yang akan mengancam ibu dan janin. Antenatal care (ANC) adalah pelayanan kesehatan kesehatan bagi ibu hamil dan janinnya oleh tenaga professional meliputi pemeriksaan, minimal 4 kali pemeriksaan selama kehamilan, 1 kali pada trimester satu, 1 kali pada trimester kedua dan 2 kali pada trimester III. Dengan pemeriksaan Antenatal penyakit kehamilan dapat dicegah atau dapat diatasi. Pemeriksaan antenatal penting untuk deteksi dini 32
komplikasi kehamilan dan pendidikan tentang kehamilan, mengatakan ibu yang antenatal care yang tidak teratur memiliki resiko mengalami partus lama 3 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang iantenatal care teratur. Sementara hasil penelitian Djalaludin, 2003 ibu yang antenatal care tidak teratur beresiko 1,76 kali lebih besar mengalami partus lama dibandingkan ibu yang teratur (Amiruddin, 2007) Dilihat dari segi pendidikan ibu semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah menerima informasi, informasi kesehatan yang cukup pada ibu hamil mempengaruhi perilaku ibu hamil dalam melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan hal ini secara tidak langsung dapat memperkecil kematian ibu dan bayi (Amiruddin, 2007) Meningkatnya angka kematian ibu (AKI) disebabkan oleh ketidaktahuan pengetahuan kehamilan pada saat hamil. Dukungan suami dalam mendukung pemeriksaan kehamilan sangat diperlukan dalam mempersiapkan fisik mental dan memperhatikan kesehatan ibu hamil, pengetahuan pada saat hamil dalam pemeriksaan kehamilan. (Amiruddin, 2007) Pengetahuan ibu tentang pemeriksaan kehamilan sangat penting diantaranya pemenuhan nutrisi ibu hamil, jangan makan sembarangan saat hamil, utamkan kualitas makanan yang dimakan, bukan pada jumlah atau kuantitas, artinya bagi ibu hamil seringlah memakan makanan yang bervariasi sehingga dapat bermanfaat bagi ibu dan janin (Amiruddin. 2007). Beberapa hasil penelitian Faktor – faktor yang mempengaruhi pemeriksaan kehamilan antara lain faktor sosial ekonomi, faktor sosial budaya, pendidikan, penghasilan, dan dukungan suami/keluarga terhadap pemeriksaan kehamilan yang dilakukan di desa Bandar Sakti Puskesmas Rantau Laban Iota Tebing Tinggi 2007 menunjukkan ada pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap pemeriksaan kehamilan.
Di Indonesia, cakupan kunjungan k1 pada tahun 2011 sebanyak 92,7% dari target 100% dan cakupan k4 sebanyak 61,4% dari target 95%. Ini berarti masih terdapat ibu hamil yang tidak melakukan kunjungan ulang ke fasilitas kesehatan (k4) (Depkes RI, 2011) Menurut penelitian yang dilakukan Niken dan Dwi S. (2012), studi yang dilakukan di Puskesmas Banyumanik Kota Semarang menunjukkan bahwa sebesar 85,9% (55 responden) patuh melakukan pemeriksaan kehamilan secara berkala dan 14,1% (9 responden) tidak patuh melakukan pemeriksaan kehamilan secara berkala (Niken, dkk, 2012). Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Desi W. (2008), studi yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Kendal Provinsi Jawa tengah menunjukkan ibu hamil yang mempunyai anak kurang dari 3 orang memeriksakan kehamilannya sekitar 58,9% dan ibu hamil yang mempunyai anak 3 orang atau lebih memeriksakan kehamilannya sekitar 35,6%. Menurut laporan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, dalam catatan cakupan K4 dalam lima tahun terakhir di Provinsi Sumatera Utara menunjukkan halhal sebagai berikut pada tahun 2003 (68,32 %), tahun 2004 (63,64 %), tahun 2005 (67,76 %) tahun 2006 ( 60,48 % ) dan tahun 2007 (77,95) dari hasil di tersebut terlihat bahwa cakupan kunjungan K4 ibu hamil di Sumatera Utara dari tahun 2003 s/d 2005 mengalami penurunan yakni dari 68,32 % menjadi turun 67,76 %, tahun 2006 naik menjadi 80,48 % lalu kembali turun pada tahun 2007 menjadi 77,95 %. Bila dibanding dengan target Nasional 90%. Untuk wilayah Provinsi Sumatera Utara didapatkan data-data sebagai berikut kunjungan K4 ibu hamil tertinggi adalah Kota Sibolga(92,56%), tertinggi ke dua Kota Medan (92,08%), terendah adalah Kota Tanjung Balai(32,95 %), Nias (47,56%) dan Samosir (52,70%) (SyafeiChandra, 2009).
33
Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. 3. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan tehadap kepatuhan pemeriksaan kehamilan di wilayah kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang 4. Untuk mengetahui pengaruh jarak tempat tinggal tehadap kepatuhan pemeriksaan kehamilan di wilayah kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Informasi 5. Untuk mengetahui pengaruh dukungan tehadap kepatuhan pemeriksaan kehamilan di wilayah kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang 1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi responden Sebagai bahan masukan dan ilmu pengetahuan dalam melakukan pemeriksaan kehamilan. 2. Bagi pembaca Sebagai bahan masukan dan ilmu pengetahuan tentang bagaimana hubungan paritas dengan kepatuhan pemeriksaan kehamilan. 3. Bagi peneliti Memperluas wawasan dalam meningkatkan kemampuan dalam melakukan penelitian, serta mengembangkan ilmu pengetahuan yang diterima selama dibangku perkuliahan. 4. Bagi institusi pendidikan Dapat dijadikan bahan bacaan agar dapat mempermudah, menambah referensi perpustakaan, dan untuk Apakah Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pemeriksaan Kehamilan dan sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang ingin meneliti tentang hubungan paritas dengan kepatuhan pemeriksaan kehamilan.
Survey pendahuluan yang diperoleh dari data di Wilayah kerja Puskesmas Pagar Jati cakupan pemeriksaan kehamilan dalam 1 tahun terakhir pada K1 sebesar 100%, dan k4 sebesar 94%. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis di Puskesmas Pagar jati ditemukan bahwa dari 10 ibu hamil yang sedang melakukan pemeriksaan kehamilannya, beranggapan bahwa ibu merasa tidak terlalu penting melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur dan sesuai jadwal, dan juga dikarenakan pengalaman-pengalaman sebelumnya ibu tidak memeriksakan kehamilannya secara teratur, tidak terjadi masalah pada kehamilannya. Berdasarkan hal tersebut diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang Apakah Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pemeriksaan Kehamilan di Wilayah Kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014. 1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pemeriksaan Kehamilan di Wilayah Kerja Puskesmas Pagar Jati KecamatanLubuk Pakam KabupatenDeli Serdang Tahun 2014? 1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui Apakah Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pemeriksaan Kehamilan di Wilayah Kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam KabupatenDeli Serdang Tahun 2014. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui pengaruh Paritas tehadap kepatuhan pemeriksaan kehamilan di wilayah kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. 2. Untuk mengetahui pengaruh usia tehadap kepatuhan pemeriksaan kehamilan di wilayah kerja Puskesmas Pagar Jati 34
1 + 105 (0,1)2
METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif analitik, dengan rancangan Cross Sectionalyang bertujuan untuk mengetahui apakah faktor-faktor yang mempengaruhi pemeriksaan kehamilan terhadap Kepatuhan Pemeriksaan Kehamilan di Wilayah Kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang tahun 2014.
105 n... = 1 + 1,05 105 n... = 2,05 n..... = 51,21 51 orang.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
dibulatkan menjadi
Maka jumlah sampel yang digunakan adalah 51 orang. Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah non probability dengan pendekatan Purposivesampling yaitu tehnik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli serdang, dengan alasan bahwa Puskesmas tersebut merupakan salah satu Puskesmas dengan pelayanan pemeriksaan kehamilan pada ibu hamil yang cukup lengkap.
a. Kriteria inklusi Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili sampel dalam penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel. 1. Ibu hamil dengan usia kehamilan trimester III atau usia kehamilan >25 minggu 2. Ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan di wilayah kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam 3. Ibu hamil yang bersedia menjadi responden b. Kriteria eksklusi Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak dapat mewakili sampel penelitian karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian yang penyebabnya antara lain : 1. Ibu hamil yang mempunyai riwayat penyakit berat, seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit jantung. 2. Ibu hamil dengan risiko tinggi, dimana ibu teratur
3.2.2. Waktu penelitian
Waktu penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2013 sampai bulan Februari 2014. 3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2010, hal:173). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil dengan usia kehamilan >25 minggu yang memeriksakan kehamilannya ke petugas kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014 sebanyak 105 orang. 3.3.2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2010, 24 hal:174). Cara menentukan ukuran sampel yang praktis adalah menggunakan rumus slovin sebagai berikut (Nursalam, 2011): Keterangan: N = besar populasi n.... = besar sampel d = tingkat kepercayaan yang diinginkan d = 99% (0,1) 105 n... = 35
memeriksakan kehamilannya sehingga memungkinkan peneliti untuk karena kehamilan risiko tinggi melakukan observasi atau pengukuran secara 3.4. Definisi Operasional cermat terhadap suatu objek dan fenomena Definisi Operasional adalah (Hidayat, 2011, hal:87). mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteistik yang diamati, Tabel 1. Definisi operasional variabel penelitian No Variabel Defini Alat Ukur Skala Hasil Ukur Independen Operasional Ukur 1. Paritas Jumlah kelahiran Kuesioner Ordinal a. yang dialami - Jumlah anak <3 reponden - Jumlah anak >3 2. Lama waktu hidup Kuesioner Nominal - <20 tahun Usia sejak responden - 21-30 tahun dilahirkan sampai - >30 tahun dilakukan penelitian 3. ordinal - Baik = skor 10-12 pengetahuan Hasil tahu dari ibu Kuesioner hamil tentang - Buruk = skor 6-9 pemeriksaa kehamilan 4. rumah Kuesioner nominal - Dekat (<1/2 jam) Jarak tempat jarak responden dengan - Jauh (>1/2 jam) tinggal puskesmas 5. Dukungan yang Kuesioner nominal - Didukung apabila Dukungan diberikan suami didampingi suami suami dan keluarga dalam pada saat melakukan melakukan kunjungan knjungan Antenatal care pemeriksaan kehamilan, pemenuhan kebutuhan dari suami, informasi kehamilan - Tidak didukung apabila tidak didampingi suami saat melakukan kunjungan kehamilan 6. Kepatuhan ketaatan dan Kuesioner interval patuh apabila Pemeriksaan keteraturan ibu melakukan Kehamilan hamil dalam pemeriksaan berkunjung ke ≥4x tempat pelayanan K1 = 1 kali (Trimester kesehatan sesuai I) standar K4 ≥4 kali (1 kali pemeriksaan trimester I, 1 kali kehamilan yang trimester II, 2 kali dapat diukur pada trimester III). 36
6.
Kepatuhan Pemeriksaan Kehamilan
dengan melihat jumlah pemeriksaan kehamilan yang dilakukan oleh ibu hamil ketaatan dan Kuesioner keteraturan ibu hamil dalam berkunjung ke tempat pelayanan kesehatan sesuai standar pemeriksaan kehamilan yang dapat diukur dengan melihat jumlah pemeriksaan kehamilan yang dilakukan oleh ibu hamil
3.5. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan di Puskesmas Pagar Jati dan pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner dengan terlebih dahulu memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan penelitian, memberikan surat persetujuan menjadi responden, dan memberi kuesioner dan akan dikumpul kembali oleh peneliti untuk diperiksa kelengkapannya, kemudian dilakukan pengolahan data. Kuesioner sebelum digunakan sebagai instrument penelitian terlebih dahulu diuji validitas dan reabilitasnya pada objek yang memiliki karakter yang sama tetapi diluar sampel penelitian. 3.5.1. Uji coba Instrumen Penelitian Alat ukur atau instrument penelitian yang dapat diterima sesuai standart adalah alat ukur yang telah melalui uji validitas dan reabilitas data (Hidayat Azis, 2009, hal:105).
- tidak Patuh apabila pemeriksaan <4x
interval
patuh apabila melakukan pemeriksaan 28 ≥4x K1 = 1 kali (Trimester I) K4 ≥4 kali (1 kali trimester I, 1 kali trimester II, 2 kali pada trimester III). - tidak Patuh apabila pemeriksaan <4x
Uji validitas ini dapat menggunakan rumus Pearson Product Moment, sebagai berikut. Rumus pearson product moment: Keterangan : rxy : koefisien korelasi X : skor dari butir instrument Y : skor total dari butir instrument ∑X : jumlah skor dari butir instrument ∑Y : jumlah skor total butir instrument ∑ XY : jumlah produk dari skor butir dan skor total butir instrument : ∑ X2 jumlah dari kuadrat skor butir instrument : ∑ Y2 jumlah dari kuadrat skor total butir instrument Kriteria validitas instrument penelitian yaitu r hitung > r tabel maka butir instrument dinyatakan valid, jika t hitung < r tabel maka butir instrument dinyatakan tidak valid. Kuesioner/angket dikatakan valid jika memiliki nilai α minimal 0,341. 37
Berdasarkan uji validitas kuesioner melalui program SPSS didapatkan hasil berikut:
sebagai
Correlations jumlah apa tanda seorang ibu dikatakan hamil?
pengertian pemeriksaan kehamilan tujuan anc
kapan periksa kehamilan pertama kali manfaat imunisasi TT
tanda bahaya kehamilan kecuali merasa mudah ke pelkes
lama waktu tempuh ke pelkes dapat dukungan suami
suami mengantar periksa
suami beri biaya periksa
Pearson Correlation
Hasil
1
Sig. (2-tailed)
Valid
N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
30 -.028 .882 30 -.089 .640
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
.149 .431 30 -.022 .909 30 .168 .374 30 -.141 .457 30 -.161 .395 30 .050 .795 30 .105 .581 30 .105 .581 30
38
Valid
30
Valid
30
Valid Valid
Valid
Valid Valid
Valid
Valid
Valid
berapa x periksa 0-3 bulan Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N berapa x periksa 4-6 bulan Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N berapa kali periksa 7-9 Pearson Correlation bulan Sig. (2-tailed) N Menurut Arikunto (2010) uji reabilitas kuesioner menunjuk pada satu pengertian bahwa suatu instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument tersebut sudah baik. Instrument yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel akan menghasilkan
-.141 .457 30 .117 .539 30 -.162 .392 30
Valid
Valid 31
Valid
data yang dipercaya juga. Apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataannya, maka berapa kali pun diambil, hasilnya akan tetap sama (Arikunto, 2010, hal:221). Dengan demikian untuk menguji reabilitasnya butirbutir soal digunakan rumus Alpha Cronbach.
rI= Keterangan : rI : reliabilitas instrument k : banyaknya butir pertanyaan 2 σt : varians total 2 ∑σ b : jumlah varians butir Untuk menghitung varians digunakan rumus :
Hasil yang diterapkan dalam penentuan reabilitas instrument dalam penelitian ini adalah apabila r hitung > r tabel batas signifikan. Atau kuesioner/angket dikatakan reliabel jika memiliki nilai α minimal 0,6 (Handoko,2009, hal:156). Berdasarkan uji reabilitas kuesioner melalui program SPSS didapatkan 32hasil sebagai berikut : Item-Total Statistics Scale Scale Mean Variance if Corrected Cronbach's Hasil if Item Item Item-Total Alpha if Item Deleted Deleted Correlation Deleted apa tanda seorang ibu dikatakan hamil? pengertian pemeriksaan kehamilan
25.97
4.309
.387
.605
25.83
5.109
-.097
.747
39
Reabilitas
Reabilitas
tujuan anc kapan periksa kehamilan pertama kali manfaat imunisasi TT
25.83
4.902
.156
.624
Reabilitas
26.57
4.668
.064
.647
Reabilitas
26.10
4.231
.248
.600
Reabilitas
25.17
4.282
.205
.713
Reabilitas
26.67
5.333
-.245
.787
Reabilitas
4.185
.302
.786
Reabilitas
5.062
.000
.635
Reabilitas
4.769
.150
.622
Reabilitas
5.062
.000
.735
Reabilitas
berapa x periksa 0-3 bulan 24.30
3.321
.678
.654
Reabilitas
berapa x periksa 4-6 bulan 24.40
3.214
.510
.696
Reabilitas
4.861
.008
.753
Reabilitas
tanda bahaya kehamilan kecuali merasa mudah ke pelkes
lama waktu tempuh ke 26.23 pelkes dapat dukungan suami 26.80 suami mengantar 26.70 periksa suami beri biaya periksa 26.80
berapa kali periksa 7-9 bulan
3.6.
24.03
Pengolahan Data
2. Coding Coding adalah tahapan memberikan kode atau tanda-tanda setiap data yang telah terkumpul untuk memperoleh data dan memasukkannya kedalam tabel. 3. Tabulating Membuat tabulasi seluruh data dalam bentuk distribusi untuk mempermudah analisa data,
Data yang dikumpul kemudian dilakukan pengolahan dengan langkah sebagai berikut 1. Editing Melakukan koreksi kesalahan dalam pengisian atau dalam data.Pada tahap ini data yang diperoleh dilakukan pengecekan nomor responden dan memeriksa isi instrument pengumpulan data. 40
pengolahan data serta pengambilan kesimpulan. 4. Memasukkan data (data entry) atau processing Data entry yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan kedalam program atau “software” computer. 5. Pembersihan data (cleaning) Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkiankemungkinan adanya kesalahankesalahn kode, ketidak lengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. 3.7. Metode pengukuran Untuk menentukan kriteria pengetahuan dapat dilihat dari pertanyaan 1 – 6 pada kuesioner penelitian, namun terlebih dahuluu dicari interval untuk setiap kategori yaitu dengan: 1. Skor jawaban salah dikalikan 1, dengan jumlah soal sebanyak 5 pertanyaan. Jadi jumlah skor minimum 1 x 6 = 6 2. Skor jawaban benar dikali dua, dengan jumlah soal sebanyak 6 pertanyaan. Jadi jumlah skor maksimum adalah 2 x 6 = 12 (Arikunto, 2005, hal.89). Untuk menentukan rentang maka ditentukan rumus sebagai berikut: R = Xmax – Xmin = 12-6 = 6 Untuk menentukan panjang interval kelas maka ditentukan rumus sebagai berikut : Dengan panjang interval kelas diatas maka dapat diketahui kategori sebagai berikut : 1. Pengetahuan baik apabila mendapatkan skor 10 - 12 2. Pengetahuan buruk apabila mendapatkan skor 6 -9 3.8. Analisa Data
yang dirumuskan dalam tujuan penelitian, membuktikanhipotesis-hipotesis penelitian yang telah dirumuskan, memperoleh kesimpulan secara umum dari penelitian yang telah dilakukan. Analisa data suatu penelitian, biasanya melalui prosedur bertahap antara lain: 1. Analisis univariat (analisis deskripstif) Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel. Misalnya 34 distribusi frekuensi responden berdasarkan umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan sebagainya. 2. Analisis bivariat
Analisis bivariat yang dilakukan terhadap duavariabel yang diduga berhubungan atau korelasi. Analisis ini diperlukan untuk menjelaskan atau mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara variabel independent dengan variabel dependent. Data analisis untuk perhitungan bivariat pada penelitian ini menggunakan chisquare dengan derajat kepercayaan 95%. Suatu variabel dikatakan berhubungan ketika nilai ρ ≤ α(0,05). Pengujian ini dilakukan untuk membuktikan tingkat signifikan hipotesis apakah ada FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan PemeriksaanKehamilan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014.
HASIL PENELITIAN 1.1.
Gambaran Umum Puskesmas Pagar Jati
Puskesmas Pagar Jati merupakan Puskesmas pemerintah type C yang ada di Lubuk Pakam. Puskesmas 35 ini terletak di Jalan Medan – Siantar. Puskesmas Pagar Jati didirikan pada tanggal 7 April 1983. Puskesmas Pagar Jati terletak di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli
Tujuan dari analisa data adalah memperoleh gambaran dari hasil penelitian 41
1.2.
Serdang, merupakan puskesmas dengan kondisi bangunan yang relatif baik. Wilayah kerja Puskesmas Pagar Jati adalah seluruh wilayah yang ada di Puskesmas Pagar Jati yang terdiri dari 3 desa dengan 33 dusun dan 15 posyandu didalamnya. Pelayanan yang diberikan oleh pihak Puskesmas Pagar jati berupa rawat jalan yang meliputi pelayanan kesehatan spesialis seperti kebidanan, posyandu, poligigi, KIA, poliklinik.
Deskriptif responden
karakteristik
Responden dalam penelitian ini adalah ibu hamil dengan usia kehamilan >25 minggu atau termasuk kehamilan trimester III yang melakukan pemeriksaan kehamilan di wilayah kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan hal ini diperoleh jumlah responden sebanyak 51 responden yang digambarkan menurut paritas, usia, dan tingkat pendidikan.
1.3. Hasil 1.3.1. Analisis Data Univariat
Tabel 2 :Distribusi Paritas Ibu Hamil Melakukan Pemeriksaan Kehamilan dengan Usia Kehamilan > 25 Minggu di Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014 Paritas Jumlah anak <3 Jumlah anak >3 Jumlah
Persentase (%) 54,9 45,1 100
Jumlah (orang) 28 23 51
Berdasarkan Tabel 2 diatas dapat kita lihat bahwa dari 51 orang yang melakukan pemeriksaan kehamilan mayoritas ibu denganParitas yang memiliki jumlah anak < 3 sebanyak 28 orang (54,9 %) Jumlah Persentase Usia (%) (orang) Tabel 3: Distribusi Usia Ibu Hamil Melakukan Pemeriksaan Kehamilan < 20 tahundengan Usia Kehamilan 10 19,6di Puskesmas Pagar Jati > 25 Minggu 21 - 30 tahun 29 KecamatanLubuk Pakam Kabupaten56,9 Deli Serdang Tahun 2014 > 30 tahun 12 23,5 JumlahPakam Kabupaten Deli 51 100 Serdang Tahun 2014 Berdasarkan Tabel 3 diatas dapat kita lihat bahwa dari 51 orang yang melakukan pemeriksaan kehamilan mayoritas berusia 21-30 tahunsebanyak 29 orang (56,9 %). Pelayanan yang diberikan oleh pihak Puskesmas Pagar jati berupa rawat jalan yang meliputi pelayanan kesehatan spesialis seperti kebidanan, posyandu, poligigi, KIA, poliklinik. Distribusi Pengetahuan Ibu Hamil Melakukan Pemeriksaan Kehamilan dengan Usia Kehamilan > 25 Minggu di Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014 Pengetahuan Baik Buruk
Persentase (%) 78,4 21,6
Jumlah (orang) 40 11 42
Jumlah
51
100
Berdasarkan Tabel 4 diatas dapat kita lihat bahwa dari 51 orang yang melakukan pemeriksaan kehamilan mayoritas memiliki Pengetahuan Baik sebanyak 40 orang (78,4 %). Tabel 5:Distribusi tingkat pendidikan Ibu Hamil Melakukan Pemeriksaan Kehamilan dengan Usia Kehamilan > 25 Minggu di Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014 Pendidikan SD SMP SMA Perguruan Tinggi Jumlah
Jumlah (orang) 6 12 25 8 51
Persentase (%) 11,8 23,5 49,0 15,7 100
Berdasarkan Tabel 5 diatas dapat kita lihat bahwa dari 51 orang yang melakukan pemeriksaan kehamilan mayoritas ibu dengan tingkat pendidikan terakhir SMA 40 sebanyak 25 orang (49,0%). Tabel 6: Distribusi Jarak Tempat Tinggal Ibu Hamil Melakukan Pemeriksaan Kehamilan dengan Usia Kehamilan > 25 Minggudi Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014 Jarak Tempat Tinggal Dekat (< 1/2 jam) Jauh (> 1/2 jam) Jumlah
Jumlah (orang) 32 19 51
Persentase (%) 62,7 37,3 100
Berdasarkan Tabel 6 diatas dapat kita lihat bahwa dari 51 orang yang melakukan pemeriksaan kehamilan mayoritas dijumpai pada Jarak Tempat Tinggal Dekat (<1/2 jam) sebanyak 32 orang (62,7 %). Tabel 7:Distribusi Dukungan Suami Ibu Hamil Melakukan PemeriksaanKehamilan dengan Usia Kehamilan > 25 Minggu di PuskesmasPagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli SerdangTahun 2014 Dukungan Suami Di dukung Tidak di dukung Jumlah
Persentase (%) 74,5 25,5 100
Jumlah (orang) 38 13 51
Berdasarkan Tabel 7 diatas dapat kita lihat bahwa dari 51 orang melakukan pemeriksaan kehamilan mayoritas yang Didukung Suami sebanyak 38 orang (74,5 %). Tabel 8:Distribusi Kepatuhan Ibu Hamil Melakukan Pemeriksaan Kehamilan dengan Usia Kehamilan > 25 Minggu di PuskesmasPagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam KabupatenDeli SerdangTahun 2014
43
Jumlah (orang) 39 12 51
Kepatuhan Patuh Tidak Patuh Jumlah
Persenatse (%) 76,5 23,5 100
Berdasarkan Tabel 7 diatas dapat kita lihat bahwa dari 51 orang melakukan pemeriksaan kehamilan mayoritas yang Patuh sebanyak 39 orang (76,5 %). 1.3.2. Analisis Data Bivariat
Analisis data bivariat diperlukan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara variabel independent dengan variabel dependent. Data analisis untuk perhitungan bivariat pada penelitian ini menggunakan chi-square dengan derajat kepercayaan 95%. Suatu variabel dikatakan berhubungan ketika nilai ρ ≤ α(0,05). Tabel 9 :Tabulasi Silangpengaruh Usia Ibu Hamil dengan Kepatuhan Ibu Hamil Melakukan PemeriksaanKehamilan dengan Usia Kehamilan > 25 Minggu di PuskesmasPagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli SerdangTahun 2014 Kepatuhan Usia < 20 Tahun 21-30 Tahun > 30 Tahun
Patuh n 6 23 10
% 60 79,3 83,3
Jumlah Tidak Patuh % n 4 40 6 20,7 2 16,7
(orang) % n 10 100 29 100 12 100
pValue
0,643
Berdasarkan Tabel 9 diatas dapat patuh memeriksakan kehamilannya pada kita lihat bahwa dari 29 orang ibu hamil usia < 20 tahun sebanyak 4 orang (40,0%). melakukan pemeriksaan kehamilan dengan Hasil analisa menggunakan uji chiusia kehamilan > 25 minggudi Puskesmas square(X2) tidak menunjukkan adanya Pagar Jatidijumpai mayoritas yang patuh hubungan yang signifikan antara memeriksakan kehamilannya pada usia > Kepatuhan ibu hamil dengan Usia ibu 30 tahun sebanyak 10 orang (83,3 %) dan hamil dari 10orang ibu hamil melakukan melakukan pemeriksaan kehamilan dengan pemeriksaan kehamilan dengan usia usia kehamilan > 25 minggudi Puskesmas kehamilan > 25 minggudi Puskesmas Pagar Jati Lubuk Pakam yaitu dimana Pagar Jati dijumpai mayoritas yang tidak pValue 0,643 Tabel 10 :Tabulasi Silang pengaruh paritas Ibu Hamil dengan Kepatuhan Ibu Hamil Melakukan Pemeriksaan Kehamilan dengan Usia Kehamilan> 25 Minggu di Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014
Paritas <3 anak >3 anak
Kepatuhan Patuh n % 25 89,2 14 60,8
Tidak Patuh % n 3 10,8 9 39,1
Jumlah (orang) % n 28 100 23 100
pValue 0,023
Berdasarkan Tabel 10 diatas dapat kita lihat bahwa dari 28 orang ibu 44
hamil melakukan pemeriksaan kehamilan dengan usia kehamilan >25 minggu di Puskesmas Pagar Jati dijumpai mayoritas yang patuh memeriksakan kehamilannya pada paritas tahun sebanyak 25 orang (89,2 %) dan dari 23 orang ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan dengan usia kehamilan > 25 minggudi Puskesmas Pagar Jati dijumpai mayoritas yang tidak patuh memeriksakan kehamilannya pada paritas >3 anak sebanyak 23 orang (39,1 %). Hasil analisa menggunakan uji chi-square(X2) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara Kepatuhan ibu hamil dengan paritas ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan dengan usia kehamilan > 25 minggudi Puskesmas Pagar Jati Lubuk Pakam yaitu dimana pValue 0,023 Tabel 11: Tabulasi Silang pengaruh pengetahuan Ibu Hamil dengan Kepatuhan Ibu Hamil Melakukan Pemeriksaan Kehamilan dengan Usia Kehamilan > 25 Minggu di Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014 Kepatuhan Pengetahuan Patuh Baik Buruk
n 36 3
% 90 27,3
Jumlah Tidak Patuh % n 4 10 8 72,7
(orang) % n 40 100 11 100
pValue 0,000
Berdasarkan Tabel 11 diatas dapat kita lihat bahwa dari 40 orang ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan dengan usia kehamilan >25 minggu di Puskesmas Pagar Jati dijumpai mayoritas yang patuh memeriksakan kehamilannya dengan pengetahuan baik sebanyak 36 orang (90 %) dan dari 11orang ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan dengan usia kehamilan > 25 minggudi Puskesmas Pagar Jati dijumpai mayoritas yang tidak patuh memeriksakan kehamilannya dengan pengetahuan buruk sebanyak 8 orang (72,7 %). Hasil analisa menggunakan uji chi-square(X2) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara Kepatuhan ibu hamil dengan paritas ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan dengan usia kehamilan > 25 minggu di Puskesmas Pagar Jati Lubuk Pakam yaitu dimana pValue 0,000 Tabel 12 :Tabulasi Silang pengaruh jarak tempat tinggal Ibu Hamil dengan Kepatuhan Ibu Hamil Melakukan Pemeriksaan Kehamilan denga Usia Kehamilan > 25 Minggu di Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014 Jarak tempat tinggal <½ jam >½ jam
Kepatuhan Patuh
Tidak Patuh
Jumlah (orang)
n 32 7
n 0 12
n 32 19
% 100 36,8
% 0 63,1
% 100 100
pValue 0,000 44
Berdasarkan Tabel 12 diatas dapat kita lihat bahwa dari 32 orang ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan dengan usia kehamilan >25 minggu di Puskesmas Pagar Jati dijumpai mayoritas yang patuh memeriksakan kehamilannya dengan jarak tempat tinggal <1/2 jam sebanyak 32 orang (100 %) 45
dan dari 19 orang ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan dengan usia kehamilan > 25 minggudi Puskesmas Pagar Jati dijumpai mayoritas yang tidak patuh memeriksakan kehamilannya dengan jarak >1/2 jam sebanyak 12 orang (63,1 %). Hasil analisa menggunakan uji chi-square(X2) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara Kepatuhan ibu hamil dengan jarak tempat tinggal ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan dengan usia kehamilan > 25 minggudi Puskesmas Pagar Jati Lubuk Pakam yaitu dimana pValue 0,000 Tabel 13 :Tabulasi Silang pengaruh dukungan suami dengan Kepatuhan Ibu Hamil Melakukan Pemeriksaan Kehamilan dengan Usia Kehamilan> 25 Minggu di Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014 Kepatuhan Dukungan suami Didukung Tidak didukung
Patuh
Jumlah Tidak Patuh
(orang)
n 33
% 86,8
n 5
% 13,2
n 38
% 100
6
46,1
7
53,9
13
100
pValue 0,009
Berdasarkan Tabel 13 diatas dapat kita lihat bahwa dari 38 orang ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan dengan usia kehamilan >25 minggu di Puskesmas Pagar Jati dijumpai mayoritas yang patuh memeriksakan kehamilannya dengan didukung suami sebanyak 33 orang (86,8 %) dan dari 13orang ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan dengan usia kehamilan > 25 minggudi Puskesmas Pagar Jati dijumpai mayoritas yang tidak patuh memeriksakan kehamilannya dengan tidak didukung suami sebanyak 6 orang (46,1 %). Hasil analisa menggunakan uji chi-square(X2) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara Kepatuhan ibu hamil dengan dukungan suamimelakukan pemeriksaan kehamilan dengan usia kehamilan > 25 minggudi Puskesmas Pagar Jati Lubuk Pakam yaitu dimana pValue 0,009
46
Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Berdasarkan penelitian yang dilakukan, peneliti memperoleh hasil bahwa sebanyak 10 responden (19,6%) dengan usia <20 tahun, 29 responden (56,9%) dengan usia 21-30 tahun, dan sebanyak 12 responden (23,5%) dengan usia >30 tahun. Usia reproduksi optimal bagi seorang ibu adalah antara 20-35 tahun, dibawah dan diatas usia tersebut akan meningkatkan resiko kehamilan maupun persalinan. Pertambahan umur diikuti oleh perubahan perkembangan organ-organ dalam rongga pelvic. Pada wanita usia muda, dimana organ-organ reproduksi belum sempurna secara keseluruhan dan kejiwaan yang belum siap menjadi seorang ibu, maka kehamilan dapat berakhir dengan suatu keguguran, bayi berat lahir rendah (BBLR), dan dapat diserati dengan persalinan macet. Usia hamil pertama yang ideal bagi seorang wanita adalah 20 tahun, sebab pada usia tersebut rahim wanita sudah siap menerima kehamilan.
PEMBAHASAN 5.1.
Pengaruh Paritas terhadap Kepatuhan Pemeriksaan Kehamilan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, peneliti memperoleh hasil bahwa sebanyak 28 responden (54,9%) memiliki anak dengan jumlah <3 orang, dan sebanyak 23 responden (45,1%) memiliki anak dengan jumlah >3 orang. Paritas merupakan jumlah kehamilan yang berakhir dengan kelahiran bayi atau bayi telah mencapai titik mampu bertahan hidup. Titik ini dipertimbangkan dicapai pada usia kehamilan 20 minggu (atau berat janin 500 gram), yang merupakan batasan pada definisi aborsi. Para tidak dipengaruhi apakah janin lahir hidup atau lahir mati. Berdasarkan hasil tabulasi silang pada tabel 9, didapatkan hasil bahwa ρvalue 0,023 yang nilainya lebih kecil dari taraf kesalahan (α) 0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepatuhan ibu hamil dengan paritas ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan dengan usia kehamilan >25 minggu di wilayah kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014. Menurut asumsi peneliti, paritas pada ibu hamil dapat mempengaruhi ibu hamil dalam melakukan pemeriksaan kehamilan ke pelayan kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Pagar Jati. Sesuai dengan teori Ibu yang pernah melahirkan mempunyai pengalaman tentang pemeriksaan kehamilan, sehingga dari pengalaman yang terdahulu kembali dilakukan untuk menjaga kesehatan kehamilannya. 5.2.
Berdasarkan hasil tabulasi silang pada tabel 8, didapatkan hasil bahwa ρvalue 0,643 yang nilainya lebih besar dari taraf kesalahan (α) 0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kepatuhan ibu hamil dengan paritas ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan dengan usia kehamilan >25 minggu di wilayah kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014. Menurut asumsi peneliti, tingkat kematangan seseorang akan lebih di percaya daripada orang yang belum cukup tinggi kedewasaanya, jika kematangan usia seseorang cukup tinggi maka pola berfikir seseorang akan lebih dewasa.Ibu yang mempunyai usia produktif akan lebih berpikir secara rasional dan matang tentang
Pengaruh Usia terhadap Kepatuhan Pemeriksaan Kehamilan Diwilayah Kerja Puskesmas Pagar Jati
47
pentingnya melakukan pemeriksaan kehamilan. 5.3. Pengaruh pengetahuan terhadap Kepatuhan Pemeriksaan Kehamilan Diwilayah Kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang
kehamilan ke pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Pagar Jati. Sesuai dengan teori semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang maka semakin membutuhkan pusat-pusat pelayanan kesehatan sebagai tempat berobat bagi dirinya dan keluarganya. Dengan berpendidikan tinggi, maka wawasan pengetahuan semakin bertambah dan semakin menyadari bahwa begitu penting kesehatan bagi kehiduupan sehingga ibu hamil termotivasi untuk melakukan pemeriksaan kehamilan ke petugas kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014.
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mendapatkan hasil bahwa sebanyak 40 responden (78,4%) dengan pengetahuan baik, dan sebanyak 11 responden (21,6%) dengan pengetahuan buruk. Pengetahuan merupakan hasil dari tau, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman, juga bisa didapat dari informasi yang disampikan oleh guru, orangtua, buku dan surat kabar. Dalam hal pelayanan antenatal, pengetahuan tersebut berbentuk pengetahuan tentang manfaat pemeriksaan kehamilan, frekuensi periksa, gizi ibu hamil, dan apa saja asuhan yang dilakukan pada setiap kunjungan pemeriksaan kehamilan. Berdasarkan hasil tabulasi silang pada tabel 11, didapatkan hasil bahwa ρvalue 0,000 yang nilainya lebih kecil dari taraf kesalahan (α) 0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepatuhan ibu hamil dengan paritas ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan dengan usia kehamilan >25 minggu di wilayah kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014. Ketidakmengertian ibu dan keluarga terhadap pentingnya pemeriksaan kehamilan, berdampak pada ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya ke petugas kesehatan. Jika pengetahuan ibu baik tentang pemeriksaan kehamilan, maka ibu akan lebih siap dalam menghadapi persalinan. Menurut asumsi peneliti, pengetahuan dapat mempengaruhi ibu hamil dalam melakukan pemeriksaan
5.4.
Pengaruh Jarak Tempat Tinggal terhadap Kepatuhan Pemeriksaan Kehamilan Diwilayah Kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mendapatkan hasil bahwa menunjukkan bahwa dari 51 orang ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan sebanyak 32 responden ( 62,7%) memiliki jarak tempat tinggal yang Dekat (<1/2 jam), dan sebanyak 19 responden (37,3%) memiliki jarak tempat tinggal jauh (>1/2 jam). Pada penelitian ini, kemudahan menjangkau ke tempat pelayanan kesehatan dilihat dari lamanya waktu tempuh yang dibutuhkan dari tempat tinggal ke tempat pelayan kesehatan. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar responden merasa mudah menjangkau pelayanan kesehatan yang dalam hal ini adalah tempat pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas pagar jati kecamatan lubuk pakam kabupaten deli serdang dengan waktu tempuh yang dibutuhkan kurang dari setengah jam
Berdasarkan hasil tabulasi silang pada tabel 11, didapatkan hasil bahwa ρvalue 0,000 yang nilainya lebih kecil dari 48
taraf kesalahan (α) 0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepatuhan ibu hamil dengan paritas ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan dengan usia kehamilan >25 minggu di wilayah kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014.
dan keluarga sangat berpengaruh besar bagi ibu hamil dalam melakukan pemeriksaan kehamilan ke pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil tabulasi silang pada tabel 12, didapatkan hasil bahwa ρvalue 0,006 yang nilainya lebih kecil dari taraf kesalahan (α) 0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepatuhan ibu hamil dengan paritas ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan dengan usia kehamilan >25 minggu di wilayah kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014.
Menurut asumsi peneliti, jarak tempat tinggal dapat mempengaruhi ibu hamil dalam melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur ke pelayanan kesehatan.Dan kemudahan menjangkau tempat pelayanan kesehatan akan semakin mendukung ibu untuk memeriksakan kehamilannya secara teratur. Serta dibantu oleh transportasi yang mudah dan waktu tempuh yang tidak terlalu lama membuat ibu termotivasi dan mau untuk memeriksakan kehamilannya. 5.5. Pengaruh Dukungan Suami terhadap Kepatuhan Pemeriksaan Kehamilan Diwilayah Kerja Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang
Menurut asumsi peneliti, dukungan suami maupun keluarga dapat mempengaruhi ibu hamil dalam melakukan pemeriksaan kehamilan. Dalam penelitian ini, dukungan yang diberikan oleh suami berupa perhatian terhadap kondisi kesehatan ibu dan bayi serta pemeriksaan kehamilan, pemberian biaya untuk melakukan pemeriksaan kehamilan, serta meluangkan waktu untuk mengantar dan menemani ibu dalam melakukan pemeriksaan kehamilan.. Hal ini sesuai dengan pendapat Huswatun Hasanah (2013) mengatakan Dukungan sosial suami yang sangat diharapkan oleh sang istri antara lain suami mendambakan bayi dalam kandungan istri, suami menunjukkan kebahagiaan pada kelahiran bayi, memperhatikan kesehatan istri, mengantar dan memahami istrinya, tidak menyakiti istri, berdo’a untuk keselamatan istri dan suami menunggu ketika istri dalam proses persalinan.
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mendapatkan hasil bahwa dari 51 orang ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan dengan usia kehamilan >25 minggu didaptkan sebanyak 38 responden (74,5%) didikung oleh suami, dan sebanyak 13 responden (25,5%) tidak didukung oleh suami. Wanita hamil tidak hidup sendiri tetapi dalam lingkungan keluarga dan budaya yang kompleks atau bermacammacam. Pada kenyataannya peranan suami
1. Persentase Paritas yang memiliki jumlah anak < 3 sebanyak 28 orang (54,9 %), Usia 21-30 tahun sebanyak 29 orang (56,9 %), Pengetahuan yang baik sebanyak 40 orang (78,4 %), Jarak tempat tinggal yang dekat (<1/2 jam) sebanyak 32 orang (62,7 %), Dukungan suami yang di dukung suami sebanyak 38 orang (74,5 %) dan Kepatuhan
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Setelah dilakukan penelitian dari 51 orang ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan dengan usia kehamilan > 25 minggu di Puskesmas Pagar Jati Kecamatan Lubuk Pakam dapat diambil kesimpulan yaitu: 49
Pemeriksaan kehamilan yang patuh sebanyak 39 orang (76,5 %). 2. Hasil tabulasi silang antara pengaruh usia dengan kepatuhan pemeriksaan kehamilan didapatkan ρvalue 0,643 yang menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara usia dengan kepatuhan ibu hamil dalam melakukan pemeriksaan kehamilan. 3. Hasil tabulasi silang antara pengaruh paritas dengan kepatuhan pemeriksaan kehamilan didapatkan ρvalue 0,023 yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara paritas dengan kepatuhan ibu hamil dalam melakukan pemeriksaan kehamilan. 4. Hasil tabulasi silang antara pengaruh pengetahuan dengan kepatuhan pemeriksaan kehamilan didapatkan ρvalue 0,000 yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara usia dengan kepatuhan ibu hamil dalam melakukan pemeriksaan kehamilan. 5. Hasil tabulasi silang antara pengaruh jarak tempat tinggal dengan kepatuhan pemeriksaan kehamilan didapatkan 52 ρvalue 0,000 yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara usia dengan kepatuhan ibu hamil dalam melakukan pemeriksaan kehamilan. 6. Hasil tabulasi silang antara pengaruh dukungan suami dengan kepatuhan pemeriksaan kehamilan didapatkan ρvalue 0,006 yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara usia dengan kepatuhan ibu hamil dalam melakukan pemeriksaan kehamilan. 6.2 Saran 1. Bagi Ibu Hamil Agar dapat meningkatkan pengetahuan ibu dan menyadari tentang pentingnya melakukan pemeriksaan kehamilan dan mempunyai motivasi yang tinggi untuk melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan. 2. Bagi Institusi Pendidikan Agar dapat menjadi bahan masukan dalam pengembangan keilmuan khususnya ilmu kesehatan reproduksi, agar mahasiswa/i PSIKM Medistra
Lubuk Pakam dapat mengetahui perannya sebagai seorang kesehatan masyarakat. 3. Bagi Petugas Kesehatan Agar seluruh petugas kesehatan yang bertugas di wilayah kerja Puskesmas selalu memberikan penyuluhan kepada ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin. Dan hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan evaluasi ketercapaian kunjungan pemeriksaan kehamilan terutama cakupan K1 sampai dengan K4 serta peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. 4. Bagi Peneliti Diharapkan agar dapat mengembangkan penelitian ini dengan memperhatikan faktor lain yang 53 mempengaruhi kepatuhan pemeriksaan kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto Suharsimi, (2010). Prosedur penelitian. Jakarta. Rineka Cipta. Arikunto Suharsimi, (2005). Metodelogi penelitian. Jakarta. PT. Rineka Cipta. Amiruddin, Ridwan, (2009). Studi Pemanfaatan Pelayanan Antenatal TerhadapKelainan kesehatan Pada Ibu Hamil yang dibuka pada www//http.studipemanfaatan go.id. dibuka qpada tanggal 27 mei 2009 Asrinah, dkk, (2010).AsuhanKebidananMasaKeh amilan.Yogyakarta.Grahailmu. Handoko, (2009). Statistik Kesehatan. Jogjakarta. Mitra Cendekia Press. Hidayat Azis, (2011). Prosedur penelitian. Yogyakarta. Fitra maya. Kusmiyati Yuni, (2009). Perawatan Ibu Hamil (asuhan Ibu Hamil). Yogyakarta. Fitramaya.
50
Jannah Nurul, (2012). Buku Ajar Asuhan Kebidanan: Kehamilan. Yogyakarta. CV.Andi offset. Niken, Dwi S., (2012).Hubungan pengetahuan ibu hamil tentang Antenatal Care Terhadap perilaku kunjungan kehamilan pada website http://jks.fkik.unsoed.ac.id/index.p hp/jks/article/view/402 yang diakses pada tanggal 14 November 21.05 Wib Nursalam, (2011). Metode penelitian kebidanan dan teknik analisis data. Jakarta. Salemba Medik Revina, (2012). Pemeriksaan kehamilan Pada website http://bidanku.com/pemeriksaankehamilan diakses padatanggal 13 November 2013 pukul 20.15wib Rachmaningtyas Ayu, (2013). Data SDKI 2012, angka kematian ibu melonjak pada website http://nasional.sindonews.com/read /2013/09/25/15/787480/data-sdki2012 \-angka-kematian-ibumelonjak diakses pada tanggal 1 Januari 2014 pukul 05.15 wib Rasmini, (2012). Gambaran Karakteristik Ibu Hamil Yang Melakukan Pemeriksaan Kehamilan (Antenatal Care) Di Bp Y. Sri Subiyarti Pakem 55 Sleman Yogyakarta pada website ejournal.respati.ac.id/.. ./Jurnal%20Ni%20Wayan%20... diakses pada tanggal 23 Desember 2013 pukul 21.35 wib (2010). Laporan nasionalRiset kesehatan dasar (riskesdas 2010) pada website www.litbang.depkes.go.id/..riskesd as2010/Laporan_riskesdas_ 2010.pdf diakses pada tanggal 13 November 2013 pukul 21.05 wib. (2012). Survei demogfrafi dan kesehatan Indonesia 2012. Jakarta. Diakes pada website fkm.unej.ac.id/publikasi/lain.../8laporan?...sdki-2012 pada tanggal 15 februari 2013 pukul 21.00 wib.
Sutanto, (2011). Statistik Kesehatan. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. Sudjana, (2005). Metode Statistik. Bandung, Tarsito. Syafei Chandra, (2009).Cakupan pemeriksaan kehamilan di Sumatera Utara Pada website http://www.yipd.or.id/main/readne ws/12906 diaksespadatanggal 11 November 2013 pukul 11.00wib. Unicef Indonesia, (2012). Ringkasan Kajiasn Kesehatan Ibu dan Anak. Pada website http://www.unicef.org/indonesia/id/ A5_-_B_Ringkasan_Kajian Kesehatan_REV.pdf di akses pada tanggal 1 Januari 2014 pukul 05.20 wib. Wijaya Awi, (2011). Beberapa data (proxy) kesehatan indonesia tahun 2010 pada website http://www.infodokterku.com/com ponent/content/article/ 25data/data-kesehatan/172-beberapadata-proxy-kesehatan-indonesiatahun-20102011 diakses pada tanggal 4 Januari 2014 pukul 20.00 wib. Varney, (2007).AsuhanKebidanan. Jakarta. EGC
51
HUBUNGAN PERILAKU KELUARGA DALAM PENGGUNAAN AIR SUNGAI DENGAN KEJADIAN PENYAKIT DIARE DI KELURAHAN SEMULA JADI KECAMATAN DATUK BANDAR TIMUR KOTA TANJUNGBALAI TAHUN 2015 Efrata,Felik Kasim Stikes Medistra Lubuk Pakam ABSTRACT Diarrhea is common health problemin development country. The rate of morbidity of diarrhea has increased every year.It connects with sanitation which spreadin by water. The Asahan-Tanjungbalai river which has contaminated by rubbish from activity who done the people.So that it can cause diarrhea to famly who lived around of the river in Semula Jadi village. To know a correlation of The families behavior Using The River Water with Diarrhea in Semula Jadi Village Datuk Bandar Timur District Tanjungbalai City in 2014. This research method was analytic with a sample size of 62 the families leader. Data were collected with give the kuesioner. To get the sample used simple random sampling.The behavior families leader using the river water most of are good.(77,4%). There was a significant correlation of the families behavior using the river water with diarrhea with p value=0.007.It is concluded that there was a significant correlation of the families behavior using the river water with diarrhea. Information about using the river water and cleaning in river need frequent continuously to improving health behavior. Keywords:Diarrhea, Behavior Pustaka: 13 books (2007-2013) 2 journals (2009-2013) timbulnya penyakit contoh penyakit diare dan masalah lainnya (Kusnaedi, 2010). Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan sendiri. Demikian pala pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya, tapi harus dilihat dari segisegi yang ada pengaruhnya terhadap masalah ‘sehat-sakit’ atau kesehatan tersebut. Banyak faktor yang mempengaruhi keehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat (Notoatmojo, 2011). Di Negara maju seperti Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang praktek dokter, sementara itu di Indonesia kasus diare akut karena infeksi menduduki peringkat pertama sampai keempat diantara pasien-pasien yang berobat ke rumah sakit. Untuk Negara berkembang lainnya di Asia terutama Asia
PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Derajat kesehatan masyarakat sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang saling mendukung satu sama lain mulai dari lingkungan, perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan hingga genetika yang ada di masyarakat. Kondisi lingkungan alam memang sangat mempengaruhi pola perilaku masyarakat dalam kehidupan sosialnya. Lingkungan alam dan masyarakat adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan keduanya saling mempengaruhi dalam pola pemanfaatannya maupun dalam sisi pemberdayaan lingkungannya. Perilaku masyarakat adalah subjek yang paling dominan untuk memanfaatkan dan merusak alamnya akan tetapi semua yang dilakukan oleh masyarakat dalam pemanfaatan alam selalu menimbulkan konsekuensi logis terhadap kehidupan sosialnya seperti pencemaran lingkungan,
52
Selatan dan Tenggara, Amerika Selatan dan Afrika, kejadian diare masih tinggi, walaupun usaha WHO untuk mengantisipasi hal tersebut sampai saat ini telah menunnjukkan perbaikan dari tahun ke tahun(WHO, 2010). Data yang menunjukkan angka kematian akibat diare di Negara India sebanyak 122.270 orang, Nigeria 49.974 orang, DR Congo sebanyak 30.444 orang, Ethiopia sebanyak 27.424 orang, China sebanyak 27.349, Pakistan sebanyak 19,933, Afganistan sebanyak 17.992, Bangladesh sebanyak 15.382, Angola sebanyak 11.229 balita dan Nigeria sebanyak 10.884 jiwa. Hal yang menyebabkan mudah terserang penyakit diare adalah perilaku hidup masyarakat yang kurang baik dan sanitasi lingkungan yang buruk. Diare dapat berakibat fatal apabila tidak ditangani secara serius karena tubuh sebagian besar terdiri dari air, sehingga bila terjadi diare sangat mudah terkena dehidrasi. Di Indonesia, hasil survei yang diperoleh angka kesakitan diare untuk tahun 2000 sebesar 301 per 1.000 penduduk, angka ini meningkat bila dibandingkan dengn hasil survey yang sama pada tahun 1996 sebesar 280 diperoleh angka kesakitan diare sebesar 27,97 per 1000 penduduk, jauh menurun jika dibandingkan 12 tahun sebelumnya. Pada tahun 2002 jumlah penderita pada KLB diare tersebar pada 2 Kabupaten/kota denagn 4 Kecematan dan 4 desa dengan jumlah penderita sebanyak 54 penderita kematian. Sedangkan tahun 2003, jumlah penderita pada KLB diare tersebar pada 13 kabupaten/kota dengan 21 kecamatan dan 27 desa dengan jumlah penderita sebanyak 1.156 penderita dengan 45 kematian. Dan untuk jumlah kejadian penderita dan kematian akibat diare cenderung menurun pada tahun 2004. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Cahyaning,dkk (2009) di bantaran sungai Siak Kota Pekanbaru dibuktikan bahwa mutu lingkungan dengan pemeriksaan metode NCF-WQI
untuk 9 parametersudah berada dalam kondisi buruk. Hal ini berhubungan denagn keberadaan penduduk yang sangat padat terutama Kelurahan Meranti Pandak yang wilayah terdapat di Kecamatan Rumbai Pesisir (2902 jiwa/km) yang menggunakan air sungai untuk keperluan mandi,cuci, kakus. Beberapa penyakit infeksi seperti diare dan penyakit kulit masih merupakan masalah kesehatan yang perlu ditangani di Kecamatan Rumbai Pesisir dengan peningkatan penyakit diare tahun 2004 yakni 1118 kasus dan tahun 2006 menjadi 1533 kasus diare ( Cahyaning, N, dkk. 2009). Pada tahun 2012 di kota Tanjungbalai masih ada masyarakat menggunakan penampungan air hujan dan air sungai sekitar 366 (2,11%). Pada tahun 2011 jumlah kasus diare sebesar 4.744 kasus penderita diare ditangani sebesar 4.723 (101%). Pada tahun 2012 jumlah perkiraan kasus diare sebesar 5.025 dan yang ditangani sebanyak 4.844 (96,40%) dan insidens rate diare sebesar 3.08% (Profil Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai, 2012). Hal ini akibat pengetahuan penduduk yang tidak memperhatikan cara hidup bersih dan sehat yang bisa menimbulkan penyakit seperti diare. Serta perilaku dan kesadaran masyarakat Kelurahan Semula Jadi dalam penggunaan air bersih dan pengolahan sampah yang dibuang ke aliran air sungai yang mengakibatakan ketidaktahuan masyarakat perilaku terebut dapat menjadi salah satu faktor terjadinya penyakit diare. B. Rumusan Masalah. Rumusan masalah penelitian ini adalah apakah ada hubungan perilaku keluarga dalam penggunaan air sungai dengan kejadian diare di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur Kota Tanjungbalai? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui apakah ada hubungan perilaku keluarga dalam penggunaan air sungai 53
dengan kejadian diare di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur Kota Tanjungbalai tahun 2015. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mmengetahui pengetahuan keluarga dalam penggunaan air sungai di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur Kota Tanjungbalai tahun 2015. b. Untuk mengetahui sikap keluarga dalam penggunaan air sungai di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur Kota Tanjungbalai tahun 2015. c. Untuk mengetahui tindakan keluarga dalam penggunaan air sungai di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur Kota Tanjungbalai tahun 2015. d. Untuk mengetahui kejadian diare pada keluarga di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur Kota Tanjungbalai tahun 2015. D. Manfaat Penelitian a. Bagi Keluarga Agar pengetahuan tentang penggunaan air sungai pada keluarga dapat ditingkatkan, serta keluarga dapat menjaga kebersihan lingkugan sungai dan tidak mencemari air sungai karena air sungai digunakan untuk keperluan MCK(mandi,cuci,kakus) b. Bagi Puskesmas Sebagai bahan masukan agar pihak puskesmas dapat melakukan evaluasi dan memperhatikan keluarga yang menggunakan air sungai sebagai keperluan rumah tangganya
c. Bagi Peneliti Sebagai mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan di Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Kesehatan MEDISTRA Lubuk Pakam dan sebagai bahan masukan untuk penelitian selanjutnya. Khususnya pada Hubungan Perilaku Keluarga Dalam Penggunaan Air Sungai Dengan Kejadian Penyakit Diare. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik dengan tujuan untuk mengetahui Hubungan Perilaku Keluarga Dalam Penggunaan Air Sungai Dengan Kejadian Penyakit Diare di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur Kota Tanjungbalai. 2. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian Cross Sectional dimana pengambilan data dilakukan dengan melihat secara bersamaan antara variabel dependent dan independent. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kelurahan Semula Jadi Kota Tanjungbalai. Alasan penulis mengambil lokasi tersebut sebagai lahan penelitian adalah karena masyarakat di Kelurahan Semula Jadi berada di pinggiran sungai AsahanTanjungbalai menggunakan air sungai tersebut untuk melakukan aktivitas MCK (Mandi Cuci Kakus) serta masyarakat membuang sampah,tinja dan lain-lain di pinggiran sungai.Ditemukan adanya penderita diare 554 kasus di Kelurahan Semula Jadi Kota Tanjungbalai yang disebabkan oleh empat lingkungan penggunaan air sungai pada masyarakat yang digunakan untuk MCK (Mandi Cuci
54
Kakus) serta perilaku masyarakat yang sangat buruk dalam sanitasi lingkungan. yang menyebabkan air sungai tercemar serta juga tidak mengetahui apa saja yang dapat membahayakan jika air yang dipergunakan tercemar menimbulkan penyakit yaitu salah satunya penyakit diare. 2. Waktu Penelitian Penelitian dimulai dari bulan Februari – April 2015. C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan objek peneliti atau objek yang diteliti (Notoadmodjo, 2010 ). Populasi dalam penelitian ini adalah Kepala keluarga yang menggunakan air sungai untuk keperluan MCK(Mandi Cuci Kakus) yang berada di Kelurahan Semula Jadi sebanyak 385 kepala keluarga. 2. Sampel Penelitian Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan subyek yang diteliti dandianggap mewakili seluruh populasi (Notoadmodjo, 2011). Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian kepala keluarga yang menggunakan air sungai di Kelurahan Semula Jadi Kota Tanjungbalai Tahun 2015. Menurut Besar sampel minimal yang dibutuhkan ditentukan dengan rumus Lameshow dikutip oleh Rachmad (2011) sebagai berikut: 𝑁. 𝑍1 2 − 𝛼⁄2. 𝑝. 𝑞 𝑛= 2 𝑑 (𝑁 − 1) + 𝑍 21 − 𝛼⁄2. 𝑝. 𝑞 Keterangan: n : Besar sampel N : Besar populasi p : Proporsi populasi dengan karakteristik tertentu q : Derajat kesalahan Z : Nilai Statistik hitung α : Tingkat Kemaknaan d :Data presisi absolut atau largin of error yang diinginkan diketahui
sisi proporsi 5% (Rachmad, 2011). Berdasarkan rumus di atas, maka besar sampel pada penelitian ini adalah: 385. (1,96)2 . 0,95.0,05 𝑛= 0,052 (385 − 1) + (1,96)2 . 0,95.0,05 385(3,8416)0,95.0,05 𝑛= 2 0,05 (385 − 1) + (1,96)2 . 0,95.0,05 385(3,8416)0,0475 𝑛= 0,052 (385 − 1) + (1,96)2 . 0,95.0,05 385(0,182476) 𝑛= 2 0,05 (385 − 1) + (1,96)2 . 0,95.0,05 70,25326 𝑛= 0,052 (385 − 1) + 0,182476 70,25326 𝑛= 0,96 + 0,182476 70,25326 𝑛= 1,142476 𝑛 = 61,49 𝑛 = 62 Jadi sampel yang diambil sebanyak 62 kepala keluarga 3. Metode Pengambilan Sampel Teknik sampling merupakan suatu proses seleksi sampel yang digunakan dalam penilaian dari populasi yang ada sehingga jumlah sampel akan mewakili keseluruhan populasi yang ada (Sasroasmoro, 2011). Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan Simple Random Sapling yaitu metode sampling secara acak dimana masing-masing populasi mempunyai peluang yang sama besar untuk terpilih sebagai sampel(Notoatmodjo,2011). D. Metode Pengumpulan Data 1. Data Primer Data primer merupakan data yang didapat dari sumber yang pertama, baik dari individu atau perseorangan seperti hasil pengisian lembar kuesioner yang biasa dilakukan peneliti. Penelitian ini menggunakan data primer yang berasal dari kuesioner yang berisikan pernyataan tentang perilaku keluarga dalampenggunaan air sungai dengan kejadian penyakit diare. Selanjutnya kuesioner dibagikan pada setiap Ibu 55
sebagai perwakilan keluarga yang ini adalah perilaku keluarga mengurus keluarga yang ada di Kelurahan dalam penggunaan air sungai. Semula Jadi Kota Tanjungbalai. b. Variabel Dependent Adalah kejadian penyakit diare 2. Data Sekunder Data sekunder diperoleh atau di pada keluarga yang bermukim kumpulkan peneliti dari berbagai sumber disekitar kelurahan Semula yang telah ada berupa data kejadian diare Jadi. pada masyarakat di Kelurahan Semula 2. Defenisi Operasional Jadi. Disini data sekunder di dapat dari Defenisi operasional merupakan catatan dan dokumen dari Profil penjelasan semua variabel dan istilah yang Puskesmas Semula Jadi di Kelurahan akan digunakan dalam penelitian secara Semula Jadi Kota Tanjungbalai. oparesional sehingga akhirnya E. Variabel dan Defenisi Operasional mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian 1. Variabel a. Variabel Independent (Sugiono,2009). Yang menjadi variabel independent dalam penelitian Tabel 3.2 Tabel Defenisi Operasional No Variabel Defenisi Alat Ukur Skala Hasil Ukur Operasiona l 1. Pengetahuan Segala Kuesioner Ordinal a. Pengetahun sesuatu baik , jika yang responden diketahui mendapat oleh skor 6-10 keluarga b. Pengetahuan tentang tidak baik, penggunaan jika air sungai responden mnedapat skor 0-5 1. Sikap Reaksi Kuesioner Ordinal a. Sikap baik , keluarga jika terhadap responden 1. penggunaan mendapat air sungai skor 6-10 b. Sikap tidak baik, jika responden mnedapat skor < 5 3.Tindakan Sesuatu Kuesioner Ordinal a. Tindakan yang baik,jika dilakukan responden keluarga mnedapat dalam skor 0-5 penggunaan b.Tindakan air sungai tidak baik, jika 56
2.
Kejadian Diare
responden mendapat skor < 5 a. Terjadi diare b. Tidak terjadi diare
Buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal
negatif. Pengukuran data dilakukan dengan memberikan skor masing-masing kuesioner sesuai dengan jawaban responden. Dengan menggunakan skala gutman. Untuk pernyataan positif, jika jawaban responden “setuju” akan diberi skor 1 dan jika jawaban responden “tidak setuju” akan diberi skor 0. Dan untuk pernyataan negatif, jika jawaban responden “tidak setuju” akan diberi skor 1 dan jika jawaban responden “setuju” akan diberi skor 0. Maka ditetapkan interval yang digunakan untuk data sikap yaitu sikap reponden baik, jika responden memperoleh skor 6-10 dan sikap kurang baik, jika responden memperoleh total skor 0-5. c. Tindakan keluarga terhadap penggunaan air sungai Untuk penentuan tindakan keluarga dalam penggunaan air sungai berdasarkan pernyataan. Peneliti membagi kategori menjadi dua kategori, antara lain: baik, tidak baik. Pada kuesioner tentang tindakan keluarga dalam penggunaan air sungai jumlah pernyataan ada sebanyak 10 butir pernyataan negatif. Pengukuran data dilakukan dengan memberikan skor masing-masing kuesioner sesuai dengan jawaban responden dengan menggunakan skala gutman. Untuk pernyataan bila dijawab “Ya” diberi skor 0 dan bila dijawab “Tidak” diberi skor 1maka ditetapkan interval yang digunakan untuk dataTindakan yaitu baik,jika responden memperoleh skor 6-10 dan tidak baik, jika responden memperoleh total skor 0-5. 2. Variabel Dependent a. Kejadian Diare
F. Metode Pengukuran Pengukuran ini menggunakan skala interval yaitu skala yang menunjukkan jarak antara satu dengan data yang lainnya yang memiliki bobot yang sama tidak mempunyai nol mutlak dan skala ordinal yaitu skala yang menunjukkan jarak antara satu data dengan data lainnya yang memiliki bobot yang sama mempunyai nol mutlak (Arikunto, 2010). 1. Variabel Independent a. Pengetahuan keluarga tentang penggunaan air sungai Untuk penentuan pengetahuan dinilai berdasarkan pertanyaan. Peneliti membagi kategori menjadi dua kategori, antara lain : baik, tidak baik. Pada kuesioner pengetahuan keluarga tentang penggunaan air sungai jumlah pertanyaan adalah sebanyak 10 butir pertanyaan dengan memilih salah satu jawaban yang benar. Pengukuran dapat dilakukan dengan memberikan skor 1 jika menjawab “a” dan jika menjawab “b” akan diberi skor 0. Jika jawaban benar 6-10 maka pengetahuan responden baik, dan jika 0-5 jawaban benar maka pengetahuan tidak baik. b. Sikap Keluarga tentang penggunaan Air Sungai Aspek pengukuran yang digunakan adalah menggunakan skor terhadap pernyataan yang diberikan kepada responden. Setelah itu peneliti akan menentukan kategori masing-masing responden. Peneliti membagi kategori menjadi 2 kategori, antara lain: baik, tidak baik. Pada kuesioner tentang sikap keluarga terhadap penggunaan air sungai jumlah pernyataan ada sebanyak 5 butir pernyataan positif, dan 5 butir pernyataan 57
Untuk penentuan kejadian diare dinilai berdasarkan pertanyaan tentang keluhan yang dirasakan. Peneliti membagi kategori menjadi dua kategori antar lain : terjadi diare, tidak terjadi diare. Maka ditetapkan interval yang digunakan untuk data kejadian diare yaitu : 1. Terjadi 2. Tidak terjadi G. Pengolahan Data Data yang telah terkumpul, maka dilakukan pengolahan data yang meliputi: a. Editing Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah dikumpulkan, karena kemungkinan data yang masuk (raw data) atau data terkumpul itu tidak logis dan meragukan. Tujuan editing adalah untuk menghilangkan kesalahan yang terdapat pada pencatatan yang ada di lapangan dan bersifat koreksi. b. Coding Coding adalah usaha mengklasifikasi jawabanjawaban para responden menurut macamnya. Klasifikasi ini dilakukan dengan menandai atau memberi kode pada setiap jawaban para responden. c. Entry Entry, yaitu memasukkan data untuk diolah menggunakan komputer. d. Tabulating Pada tahap ini diperlukan ketelitian dan kehati-hatian agar tidak terjadi kesalahan khususnya dalam tabulasi silang. Tabel tabulasi dapat berbentuk tabel pemindahan,
tabel biasa, dan tabel analisis. Tabulatingmerupakan pengorganisasian data sedemikian rupa agar dengan mudah dapat dijumlah, disusun, dan ditata untuk disajikan dan dianalisis. H. Analisis Data a. Analisis Univariat
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN I. HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur
Kantor Lurah Semula Jadi terletak di Jalan Putri Malu No.3 Kota Tanjungbalai. Luas wilayahKelurahan Semula Jadi sebesar 14,57 Km2 dengan jumlah penduduk 1465 orang penduduk
Analisis univariat dilakukan terhadap semua variabel dari hasil tiap penelitian. Analisis univariat dilakukan untuk mendiskripsikan tiap-tiap variabel penelitian yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi yaitu tabel distribusi frekuensi pengetahuan, sikap, tindakandankejadiandiare.
b.
58
Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hubungan variabel independen dan variabel dependen dengan menggunakan uji statistik chi square (χ2) untuk mengetahi hubungan yang signifikan antara masing-masing variabel independent dengan variabel dependent. Uji chi square dilakukan dengan mengunakan bantuan perangkat lunak komputer yaitu SPSS dengan tingkat kesalahanα ≤ 0,05 (taraf kepercayaan 95%). Dasar pengambilan keputusan dengan tingkat kepercayaan 95%, yaitu: 1) Jika nilai sig p>0,05 maka hipotesis penelitian ditolak. 2) Jika nilai sig p≤0,05 maka hipotesis penelitian diterima
dari385 kepala keluarga.Kelurahan Semula Jadi terdiri dari 6 lingkungan. Adapun batas - batas wilayah Kelurahan Semula Jadi adalah sebagai berikut: 1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Tanjungbalai Selatan 2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Simpang Empat Asahan 3. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Datuk Bandar.
4. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sei.Kepayang Asahan B. Karakteristik Responden Sampel dalam penelitian ini adalah Kepala keluarga di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur Kota Tanjungbalai Tahun 2015sebanyak 62 kepala keluarga dengan karakteristik sebagai berikut 1. Umur Berdasarkan umur responden dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umurdi Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur KotaTanjungbalai Tahun 2015 No
Kelompok Umur
1 2 3
17-25 26-40 41-64 Jumlah
Jumlah (f) 1 25 36 62
Persentase (%) 1,6 40,3 58,1 100,0
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa dari 62 kepala keluarga yang paling banyak adalah berusia 41-64 tahun yaitu sebanyak 36 responden (58.1%), selebihnya yang berusia 26-40 tahun yaitu sebanyak 25 responden (40,3%) dan yang berusia 17-25 tahun yaitu sebanyak 1 responden (1,6%). 2. Jenis Kelamin Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin adalah sebagai berikut: Tabel 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur Kota Tanjungbalai Tahun 2015
No
Jenis Kelamin
1 2
Laki-Laki Perempuan Jumlah
Jumlah (f) 53 9 62
Persentase (%) 85,5 14,5 100,0
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa dari 62 kepala keluargaterdapat 53 kepala keluarga (85,5%) yang berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak 9 kepala keluarga (14,5%) yang berjenis kelamin perempuan. 3. Pendidikan Karakteristik responden berdasarkan Pendidikan adalah sebagai berikut: Tabel 4.3Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur Kota Tanjungbalai Tahun 2015 No
Pendidikan
Jumlah 59
Persentase
1 2 3 4 5
(f) 13 16 27 3 3 62
SD SMP SMA PT NON PENDIDIKAN Jumlah
(%) 21,0 25,8 43,5 4,8 4,8 100,0
Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa dari 62 kepala keluarga terdapat 27 kepala keluarga (43,5%) mayoritas berpendidikan SMA dan 3 kepala keluarga (4,8%) minoritas PT dan Non pendidikan sebanyak 3 kepala keluarga (4,8%). 4. Pekerjaan. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan adalah sebagai berikut: Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur Kota Tanjungbalai Tahun 2015 No
Pekerjaan
1 2 3
Nelayan Wiraswasta PNS Jumlah
Jumlah (f) 28 32 2 62
Persentase (%) 45,2 51,6 3,2 100,0
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa dari 62 kepala keluargaterdapat 32 kepala keluarga (51,6%) mayoritas bekerja sebagai wiraswasta dan minoritas sebanyak 2 kepala keluarga (3,2%) yang bekerja sebagai PNS.
C. Analisis Univariat 1. Pengetahuankepala keluarga dalam penggunaan air sungai Distribusi penilaianpengetahuan kepala keluarga dalam penggunaan air sungai di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur sebagai berikut: Tabel 4.5Distribusi Pengetahuankepala keluarga dalam penggunaan air Sungai di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur Kota Tanjungbalai Tahun 2015 No
Pengetahuan
1 2
Baik Tidak baik Jumlah
Jumlah (f) 45 17 62
Persentase (%) 72,6 27,4 100,0
Berdasarkan Tabel 4.5 diketahui bahwa dari 62 kepala keluarga yang telah mengisi kuesioner di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur tahun 2015 mayoritas kepala keluarga berpengetahuan baik dalam penggunaan air sungai yaitu 45 kepala keluarga 45 (72,6%). 2. Sikap Kepala Keluarga dalam penggunaan air sungai 60
Distribusi penilaian Sikap kepala keluarga dalam penggunaan air sungai di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur sebagai berikut: Tabel 4.6 Distribusi Sikapkepala keluarga dalam penggunaan air sungai di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur Kota Tanjungbalai Tahun 2015 No
Sikap
Jumlah Persentase (f) (%) 1 Baik 25 40,3 2 Tidak baik 37 59,7 Jumlah 62 100,0 Berdasarkan Tabel 4.6 diketahui bahwa dari 62 kepala keluarga yang telah mengisi kuesioner di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur tahun 2015 mayoritas kepala keluarga memiliki sikap tidak baik dalam penggunaan air sungai yaitu 37 kepala keluarga (59,7%). 3. Tindakan Kepala Keluarga dalam penggunaan air sungai Distribusi penilaian Tindakan kepala keluarga dalam penggunaan air sungai di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur sebagai berikut:
Tabel 4.7 Distribusi Tindakankepala keluarga dalam penggunaan air sungai di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur Kota Tanjungbalai Tahun 2015 No
Tindakan
1 2
Baik Tidak baik Jumlah
Jumlah (f) 21 41 62
Persentase (%) 33,9 66,1 100,0
Berdasarkan Tabel 4.7 diketahui bahwa dari 62 kepala keluarga yang telah mengisi kuesioner di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur tahun 2015 mayoritas kepala keluarga memiliki tindakan tidak baik penggunaan air sungai yaitu 41 kepala keluarga (66,1%).Tindakan dalam penelitian ini mayoritas kepala keluarga memiliki tindakan tidak baik yang berpengaruh pada pengetahuan kepala keluarga, meskipun pengetahuan keluarga sudah baik namun praktek belum tentu baik karena adanya pengaruh orang lain, sehingga menghasilkan praktek tidak baik. 4. Perilaku Kepala Keluarga dalam penggunaan air sungai Distribusi penilaian Perilaku kepala keluarga dalam penggunaan air sungai di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur sebagai berikut: Tabel 4.8 Distribusi Perilaku kepala keluarga dalam penggunaan air sungai di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur Kota Tanjungbalai Tahun 2015 61
No
Perilaku
1 2
Baik Tidak baik Jumlah
Jumlah (f) 48 14 62
Persentase (%) 77,4 22,6 100,0
Berdasarkan Tabel 4.8 diketahui bahwa dari 62 kepala keluarga yang telah mengisi kuesioner di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur tahun 2015 mayoritas perilaku kepala keluarga sudah baik dalam penggunaan air sungai yaitu 48 kepala keluarga (77,4%). Berdasarkan dari distribusi perilaku tersebut bahwa keluarga sudah memiliki perilaku yang baik, berarti keluarga sudah memahami tentang penggunaan air sungai secara baik. 5. Kejadian Diare Distribusikejadian diare di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur sebagai berikut Tabel 4.9 Distribusi Kejadian Diare di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur Kota Tanjungbalai Tahun 2015 No
Kejadian Diare
1 2
Tejadi Tidak tejadi Jumlah
Jumlah (f) 36 26 62
Persentase (%) 58,1 41,9 100
Berdasarkan tabel 4.9 diketahui bahwa dari 62 kepala keluarga mayoritas yang mengalami kejadian diare adalah36 keluarga (58,1%). D. Analisis Bivariat Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji Chi square(χ²). Adanya hubungan dengan kejadian diare pada keluarga ditunjukkan dengan nilai p ≤ 0,05.Pengujian secara statistik antara variabel perilaku kepala keluarga dalam penggunaan air sungai dengan kejadian diaredi Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur Tahun 2015 adalah sebagai berikut: Tabel4.10 Hubungan Peilaku Kepala Keluarga dalam Penggunaan Air Sungai denganKejadian Diare di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur Kota Tanjungbalai Tahun 2015.
No Perilaku keluarga 1. 2.
Baik Tidak baik Total
Kejadian Diare Tidak Terjadi terjadi N % n % 25 40,3 23 37,1 1 1,6 13 21,0 26 41,9 36 58,1
Jumlah n 48 14 62
% 77,4 22,6 100,0
P
0,007
Berdasarkan Tabel 4.10 diketahui bahwa perilaku keluarga yangtidak baik dalam penggunaan air sungai sebanyak 14 kepala keluarga (22,6%) dengan terjadinya diaresebanyak 13 kepala keluarga (21,0%) dan tidak terjadinya kejadian diare sebanyak 1 kepala keluarga (1,6%). Sedangkan perilaku keluarga yang baik dalam penggunaan air sungai terdapat sebanyak 48 kepala keluarga (77,4%) dengan tidak terjadinya diare sebanyak 25 kepala keluarga (40,3%) dan terjadinya diaresebanyak 23 kepala keluarga (37,1%). 62
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi square(χ²) diperoleh bahwa nilai pvalue = 0,007< 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa Ha diterima, berarti ada hubungan antara perilaku keluarga dalam penggunaan air sungai dengan kejadian diare di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur Kota Tanjungbalai Tahun 2015. maupun dari media cetak. Hal ini akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. B. Sikap Kepala Keluarga Hasil penelitian tentang sikap kepala keluarga dalam penggunaan air sungai menunjukan bahwa mayoritas responden mempunyai sikap yang tidak baik pada penggunaan air sungai, selebihnya responden mempunyai sikap yang baik. Berdasarkan pada Tabel 4.6 Diperoleh sebagian besar kepala keluarga memiliki sikap tidak baik sebanyak 37 kepala keluarga (59,7%) dan memiliki sikap baik sebanyak 25 kepala keluarga (40,3%). Asumsi penulis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sikap responden mayoritas tidak baik, dikarenakan adanya faktor yang memperngaruhi responden tersebut misalnya sebagai alasannya responden masih bersikap tidak baik dan tertutup dalam memilih dan menggunakan air bersih sehingga, air sungai masih dijadikan sebagai sumber air bersih meskipun keadaan air sungai tersebut sudah tercemar dari berbagai kotoran maupun sumber-sumber sampah domestik rumah tangga. Seharusnya bila pengetahuan seseorang sudah baik otomatis responden tersebut bersikap positif untuk menilai objek tersebut. Dalam penentuan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi akan memegang peranan penting. Setelah seseorang mengetahui objek atau stimulus, proses selanjutnya adalah memliki atau bersikap terhadap stimulus atau objek tersebut (Notoatmodjo, 2007). Semakin banyak berbagai aspek positif yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek. Dan sebaliknya semakin banyaknya pengaruh orang lain yang
II. PEMBAHASAN A. Pengetahuan Kepala Keluarga Hasil penelitian tentang pengetahuan kepala keluarga bahwa mayoritas responden berpengetahuan baik tentang penggunaan air sungai sebanyak 45 kepala keluarga (72,6%). Jika dihubungkan dengan pendidikan responden, mayoritas responden berpendidikan SMA sebanyak 27 kepala keluarga (43,5%) berarti jenjang pendidikan yang diperoleh responden sudah cukup baik sehingga pengetahuan responden sudah cukup baik. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, sebab dari pengalaman dan hasil penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari dengan pengetahuan (Notoadmodjo, 2011). Asumsi penulis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan keluarga sudah sangat baik dalam memahami dan mengetahui air bersih serta mengetahui bagaimana ciri-ciri air yang dapat digunakan untuk kehidupan seharihari. Dan dilihat dari kuesioner, pendidikan yang diperoleh responden mayoritas tamat pendidikan dasar 12 tahun atau SMA. Sehingga pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan semangkin tingginya pendidikan yang diperoleh orang tersebut maka semakin luas pula pengetahuannya dalam memahami segala sesuatu untuk kualitas hidupnya maupun kesehatan orang tersebut. Serta Pengetahuan yang baik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sumber informasi dan faktor pendidikan serta faktor lingkungan. Semakin banyak seseorang mendapatkan informasi baik dari lingkungan keluarga, tetangga 63
negatif maka akan menimbulkan sikap negatif meskipun pengetahuannya sudah baik,karena pengaruh orang lain sangat dianggap penting dalam perubahan sikap contohnya meskipun responden mengetahui bahwa membuang sampah ke badan sungai tidak baik, namun tetangga ataupun anggota keluarga lainnya tetap membuang sampah, itu juga akan menjadi pengaruh besar bagi seseorang dalam merespon objek yang dilihat meskipun masih tertutup. C. Tindakan Kepala Keluarga. Hasil penelitian tentang tindakan kepala keluarga dalam penggunaan air sungai menunjukkan bahwa mayoritas responden mempunyai tindakan tidak baik pada penggunaan air sungai. Berdasarkan Tabel 4.7 diperoleh tindakan tidak baik sebanyak 41 kepala keluarga (66,1%) dan memiliki tindakan baik sebanyak 21 kepala keluarga (33,9%). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Maka untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung. Tindakan merupakan realisasi dari pengalaman dan sikap menjadi perbuatan nyata. Tindakan juga merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati oleh orang lain (Notoatmodjo, 2011). Asumsi penulis dalam penelitian ini menunjukkan sebagian responden memiliki tindakan tidak baik. Berdasarkan pengisian kuisoner dan dilihat dari tindakan yang dilakukan oleh responden, anggota keluarga masih menggunakan air sungai sebagai sumber air bersih serta untuk MCK dan digunakan untuk mencuci alat-alat dapur sehingga kemungkinan besar air yang juga digunakan untuk mencuci sayur maupun ikan dapat terinfeksi bakteri ataupun bibit penyakit yang masuk ke dalam bahan makanan tersebut sehingga menimbulkan penyakit, serta pada alat-alat dapur juga bisa terinfeksi. Jadi tindakan tersebut sangat mempengaruhi keadaan kesehatan
sesorang meskipun sebagian responden berpengetahuan baik namun ada juga sebagian responden yang berpengetahuan tidak baik D. Perilaku Kepala Keluarga Hasil penelitian tentang perilaku kepala keluarga dalam penggunaan air sungai menunjukkan bahwa mayoritas responden mempunyai perilaku baik pada penggunaan air sungai. Perilaku merupakan reaksi individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Perilaku juga merupakan hasil dari proses adaptasi seseorang terhadap faktor lingkungannya (Notoatmodjo, 2011). Berdasarkan Tabel 4.8 perilaku baik dalam penggunaan air sungai yaitu 48 kepala keluarga (77,4%) dan perilaku tidak baik dalam penggunaan air sungai yaitu 14 kepala keluarga (22,6%). Berdasarkan dari penelitian ini bahwa keluarga memiliki perilaku yang baik dilihat dari reaksi dan respon keluarga dalam memahami dan menilai pentingnya air bersih dan menjaga kelestarian air sungai, sehingga membuat perilaku seseorang tersebut menjadi lebih baik. E. Hubungan Perilaku Keluarga dalam Penggunaan Air Sungai Dengan Kejadian Diare di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur Kota Tanjungbalai Tahun 2015 Hasil analisis data secara statistik dengan menggunakan uji Chi square(χ²) menunjukkan bahwa ada hubungan antara perilaku keuarga dalam penggunaan air sungai dengan kejadian diare di kelurahan semula jadi kecamatan datuk bandar timur kota tanjungbalai tahun 2015, dimana p (0,007) < (0,05). Dari 62 kepala keluarga yang telah dilakukan pengisian kuesioner di Keluarahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur Kota Tanjungbalai tahun 2015, terdapat lebih banyak perilaku keluarga yang baik dibandingkan dengan perilaku keluarga yang tidak baik yaitu sebanyak 48 kepala keluarga (77,4%) dengan perilaku keluarga yang tidak baik. 64
Meskipun perilaku keluarga sudah baik, namun masih saja terjadi diare sebanyak 36 kepala keluarga (58,1%) karena masih adanya perilaku kepala kelurga tidak baik sebanyak 14 kepala keluarga (22,6%) sehingga kemungkinan besar pasti masih ada terjadi kejadian diare dari akibat sebagian kepala keluarga yang berperilaku tidak baik. Perilaku merupakan faktor yang mempengaruhi kesehatan, dilihat dari hasil yang didapat masih ada anggota keluarga yang mengalami kejadian diare, meskipun pengetahuan keluarga baik, namun sikap dan tindakan keluarga masih tidak baik. Dimana faktor pendukungnya adalah faktor lingkungan yaitu penyediaan air bersih yang tidak baik, sarana pembuangan air limbah pada setiap rumah tangga yang tidak ada dan kondisi lingkungan disekitar rumah responden tidak baik setelah dilihat mealui observasi yang dilakukan oleh penulis. Sebagian besar responden belum menggunakan atau memperoleh air PDAM, sehingga air sungailah yang menjadi sumber air bersih bagi keluarga meskipun sebagian tidak digunakan untuk air minum. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Febriadi (2013) yang melakukan penelitian hubungan perilaku ibu dalam penggunaan air sungai dengan kejadian diare di Siantan Hilir Tahun 2013 dengan hasil penelitiann adanya hubungan perilaku ibu dalam penggunaan air sungai dengan kejadian diare Dalam penelitian juga yang telah dilakukan oleh Cahyaning,dkk (2009) bahwa ada pengaruh antara pemanfaatan air sungai siak terhadap penyakit diare pada masyarakat pinggiran sungai siak Kecamatan Rumbai Pesisir Pekan Baru tahun 2009 dengan p = 0,040. Jadi faktor utama yang dialami oleh masyarakat di Kelurahan Semula Jadi adalah penyedian air bersih yang belum diterapkan oleh pemerintah Kota Tanjungbalai dan belum masuknya Sumber air PDAM ke masyarakat sehingga masyarakat tidak dapat
memperoleh air bersih yang telah distandartkan oleh pemerintah daerah setempat. KESIMPULAN & SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang hubungan perilaku keluarga dalm penggunaan air sungai dengan kejadian diare di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur Kota Tanjungbalai tahun 2015 dapat disimpulkan bahwa: 1. Mayoritas kepala keluarga berpengetahuan baik dalam penggunaan air sungai yaitu 45 kepala keluarga 45 (72,6%). 2. Mayoritas kepala keluarga memiliki sikap tidak baik dalam penggunaan air sungai yaitu 37 kepala keluarga (59,7%). 3. Mayoritas kepala keluarga memiliki tindakan tidak baik penggunaan air sungai yaitu 41 kepala keluarga (66,1%) 4. Mayoritas perilaku kepala keluarga sudah baik dalam penggunaan air sungai yaitu 48 kepala keluarga (77,4%). 5. mayoritasyang mengalami kejadian diare adalah36 keluarga (58,1%). 6. Ada hubungan perilaku keluarga dalm penggunaan air sungai dengan kejadian diare di Kelurahan Semula Jadi Kecamatan Datuk Bandar Timur Kota Tanjungbalai tahun 2015dengan p = 0,007 B. Saran Berdasarkan hasil penelitian maka penulis menyarankan: 1. Kepada Pemerintah Kota Tanjungbalai agara tegas terhadap hukum yang berlaku, agar ditindak pelaku pencemaran air di pinggiran sungai tanjungbalai-asahan dan tidak memanfaatkan sebagai sumber air minum maupun air bersih atau aktivitas MCK. Dan 65
pemerintah daerah setempat hendaknya memasukkan saluran air PDAM ke daerah tersebut sehingga masyarakat memperoleh air bersih yang baik digunakan untuk keperluan sehari-hari. 2. Dan kepada setiap kepala keluarga yang berperan penting mempengaruhi setiap anggota keluarganya harus memiliki kesadaran untuk menjaga lingkungan agar tetap bersih terutama air sungai yang masih digunakan sebagai sumber kehidupan sehari-hari, agar peningkatan terjadinya penyakit akan semakin berkurang dari hasil peningkatan kebersihan lingkungan pada air sungai akibat sampah maupun kotoran-kotoran di badan sungai. 3. Dan kepada puskesmas hendaknya rutin mengadakan penyuluhan tentang pentingnya mengunakan air bersih untuk mencegah terjadinya penyakit kepada kepala keluarga serta bias mengubah pengetahuan,sikap dan tindakan setiap keluarga dalam meningkatkan kesehatan menjadi lebih baik DAFTAR PUSTAKA Arikunto Suharsimi, 2010. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Depkes RI. 2010. Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa(Pedoman Epidemiologi Penyakit). Jakarta : Direkrat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinkes Provinsi Sumatera Utara. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012. Medan I Gusti Bagus Arjana. 2012. Geografi Lingkungan. Jakarta :PT Raja Grafindo Persanda Kusnaedi. 2010. Mengolah Air Kotor Untuk Air Minum. Jakarta : Penebar Swadaya
Machfoedz, I. 2008. Menjaga Kesehatan Rumah Dari Berbagai Penyakit Bagian dari Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Masyarakat, Sanitasi Pedesaan Dan Perkotaan. Yogyakarta : Fitramaya Maryunani, A. 2010.Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta : CV. Trans Info Media. Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. 2011. Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta Nurhayati, N. 2013. Pencemaran Lingkungan. Bandung : CV. Yrama Widya. Proverawati, A dan Eni Rahmawati. 2012. Prilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS). Yogyakarta : Nuha Medika. Rachmad, M. 2011. Buku Ajar Biostatistika : Aplikasi Pada Penelitian Kesehatan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Sastroasmoro, S. Dan Ismael, S. 2011. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta : Sagung Seto Sofwan, R. 2010. Cara Cepat Atasi: Diare Pada Anak.Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer. Sugiono. 2009. Statistik Untuk Penelitian. Bandung : Alfalta Suharyono. 2012. Diare Akut Klinik dan Laboratoriu. Jakarta: Rineka Cipta. Sumantri. 2013. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika. Dofi Febriadi. 2013. Hubungan Perilaku Ibu Dalam Penggunaan Air Sungai Dengan Kejadian Diare Pada Keluarga Yang Bermukim di Sekitar Sungai Kapuas Kelurahan Siantan Hilir Tahun 2013. Pontianak: Universitas TanjungPura.
66
HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DAN PRILAKU KELUARGADENGAN KEJADIAN ISPA DI DUSUN VI DESA SIDODADI KECAMATAN BERINGIN KABUPATEN DELI SERDANG 2013 Felix kasim,Diana Sinulingga Stikes Medistra Lubuk Pakam ABSTRACT Acute Respiratory Infections (ARI) is an acute infectious process which lasted 14 days, caused by microorganisms and attack the one part, and or more of the airway from the nose (upper line) to aveoli (bottom line), including network adneksanya such as sinuses, middle ear and pleural cavity. And if left ISPA will continue to lower tract respiratory infection pneumonia. ARI can occur due to contamination of the air quality outside and inside the room, the environment hold important role in the transmission, particularly the home environment are not eligible. The home environment is one factor that gives a major influence on the health status of its inhabitants.Research carried out is the kind of analytic survey with cross sectional design. The population in this study were all heads of family were in the hamlet village VI Sidodadi District of Golkar as many as 110 people. The sample size is 86 people, data collection using questionnaires and observation sheets. Data were analyzed using Chi-Square test with a 95% confidence level α (0.05).Based on the analysis ofunknown no significant relationship between the variables of family behavior on the incidence of ARI. From the research conducted to 86 respondents 22 people (25.6%) having good behavior and as many as 64 people (74, 4%) who had bad behavior. Where p value less than 0.029 significant price 95% there is a relationship of physical environment and the behavior of the family house with ARI. Keywords : The physical environment of the home and family behavior with events ARI. Bibliography : 9 Book ( 2009- 2012) masyarakat Hidup Sehat dan Besih pemerintah telah menyusun berbagai program dalam bidang kesehatan antara lain kegiatan pembrantasan Penyakit Menular (P2M) baik yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif di semua aspek lingkungan kegiatan pelayanan kesehatan Untuk dapat mengukur derajat kesehatan masyarakat di gunakan beberapa indikator salah satunya adalah angka kesakitan dan kematian balita. Menurut Blum, derajat kesehaatan masyarakat di pengaruhi oleh 4 faktor yaitu lingkungan, prilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan. Disamping berpengaruh langsung pada kesehatan juga saling berpengaruh satu sama lainnya, status kesehatan masyarakat akan tercapai secara optimal. Bilamana ke empat faktor tersebut sacara bersama - sama
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan yang telah tercantum pada sistem Kesehatan Nasional adalah suatu upaya penyelenggaran kesehatan yang dilaksanakan oleh bangsa indonesia guna mendapatkan kemampuan hidup sehat bagi setiap masyarakat agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal yang mana dikatakan bahwa peningkatan derajat kesehatan masyarakat di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lingkungan pelayanan kesehatan tindakan serta bawaan (congenital).Hidup sehat merupakan hak yang oleh setiap manusia yang ada di dunia ini akan tetapi diperlukan berbagai cara untuk mendapatkannya. Sebagai upaya untuk mewujudkan visi Milenium Development Goals 2013 yaitu 67
mempunyai kondisi yang optimal. Lingkungan segalah sesuatu yang ada di luar diri host (penjamu) baik benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semua elemen – elemen termasuk host yang lain. Rumah adalah sebuah tempat tujuan akhir dari manusia, rumah menjadi tempat berlindung dari cuaca dan kondisi lingkungan sekitar, menyatuhkan sebuah keluarga, meningkatkan tumbuh kembang kehidupan setiap manusia, dan menjadi bagian dari gaya hidup manusia (Wicaksono, 2009). Pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan utama di dunia, khususnya dinegara berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara diperkotaan dan pedesaan. Di banyak kota, terutama di negara – negara sedang berkembang yang urbanisasinya tumbuh pesat, pencemaran udara telah merusak sistem pernapasan, khususnya bagi orang yang lebih tua, lebih muda, para perokok dan mereka yang menderita penyakit – penyakit kronis saluran pernapasan. Secara umum terdapat tiga faktor risiko terjadinya ISPA, yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak serta faktor perilaku. Faktor lingkungan meliputi: pencemaran udara dalam rumah (asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi yang tinggi), ventilasi rumah dan kepadatan hunia, Faktor individu anak meliputi: umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A dan status imunisasi. Faktor perilaku meliputi perilaku pencegahan dan penanggulangan ISPA pada bayi atau peran aktif keluarga/masyarakat dalam menangani penyakit ISPA. Kejadian ISPA bisa terjadi karena pencemaran kualitas udara di luar maupun di dalam ruangan. Sumber pencemaran udara di luar ruang antara lain pembakaran untuk pemanasan, lalu lintas transportasi, pembangkit listrik dan lain – lain sedangkan pencemaran udara dalam
ruangan bersumber dari bahan sintesis dan dari bahan – bahan alamiah yang dipergunakan untuk karpet, busa, pelapis dinding dan prabot rumah tangga. Penyakit ISPA merupakan salah satu penyakit dengan angka kesakitan dan angka kematian yang cukup tinggi sehingga dalam penanganannya diperluhkan kesadaran yang tinggi baik dari masyarakat maupun petugas. World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada golongan usia balita. Menurut WHO ± 13 juta anak balita didunia meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di negara berkembang dan ISPA merupakan salah satu penyebab utama kematian dengan membunuh ± 4 juta anak balita setiap tahun (WHO, 2011). Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2012, penyakit pernapasan dari akut sampai dengan kronis telah menyerang 400 – 500 juta orang di negara berkembang sedangkan data terbaru dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2013 memperkirakan insiden Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15 % - 20 % pertahun (Kemenkes, 2014). Selama bertahun – tahun infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan yang menyita banyak perhatian para praktisi kedokteran dan kesehatan masyarakat.Penangan dini terhadap penyakit ispa terbukti dapat menurunkan angka kematian, ISPA juga sangat erat berhubungan dengan sanitasi lingkungan dan prilaku hidup bersih, terutama budaya cuci tangan.Oleh sebab itu, upaya intervensi yang berupa kegiatan penyuluhan dan promosi kesehatan harus didorong untuk pencegahan penyakit ini. Di pedesaan atau pedalaman pencemaran udara terjadi karena eksploitasi sumber 68
daya alam, baik secara tradisional maupun modren.Industri batu alam merupakan salah satu kegiatan di pedesaan yang kontribusinya terhadap pencemaran udara cukup besar.Pencemaran lingkungan seperti asap yang berasal dari sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman kesehatan terutama ISPA. Perubahan iklim terutama suhu, kelembaban dan curah hujan merupakan beban ganda dalam pemberantasan penyakit ISPA, oleh karena itu upaya untuk tercapainya tujuan pemberantasan penyakit ISPA ialah dengan memperhatikan atau menanggulangi faktor risiko lingkungan Berdasarkan prevalensi ISPA tahun 2010 di Indonesia telah mencapai 25% dengan rentang kejadian yaitu sekitar 17,5 % 41,4 % dengan 16 provinsi diantaranya mempunyai prevalensi di atas angka nasional. Prevalensi ISPA tertinggi pada balita (>35%) sedangkan terendah pada kelompok umur 15 - 24 tahun.Prevalensi cenderung meningkat lagi sesuai dengan meningkatnya umur. Prevalensi antara laki-laki dan perempuan relatif sama dan sedikit lebih tinggi diperdesaan.Prevalensi ISPA cenderung lebih tinggi pada kelompok dengan pendidikan dan tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita lebih rendah (Depkes, 2010). Menurut laporan sepanjang tahun 2012 cakupan penemuan kasus ISPA di Sumatera Utara masih rendah, dari 148. 431 perkiraan kasus ISPA ; yang di temukan dan ditangani hanya 17. 443 atau 11. 74 % ; angka ini mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2011 yaitu 22, 442 atau 15,56 %. Dari 33 kabupaten / kota, terdapat 3 kabupaten / kota yang melaporkan 0 ( nol) kasus yaitu Kabupaten Nias Utara, Batubara dan Kota Binjai. Kabupaten dengan jumlah penderita kasus ditemukan dan ditangani terbanyak adalah Kabupaten Simalungun yaitu 32, 44 % disusul dengan Kota Medan sebesar 25, 50% dan Kabupaten Deli Serdang sebesar 21,53% (Profil Kesehatan Dinkes Sumut, 2012).
Desa sidodadi memiliki jumlah penduduk 13330, menurut profil kesehatan puskesmas Karang Anyar terdapat 10 penyakit terbesar di desa sidodadi periode 2014, penyakit ISPA menduduki peringkat ke 2. Kasus kesakitan akibat ISPA di Desa Sidodadi tercatat 1485 penderita (Profil Kesehatan Desa Sidodadi, 2014).Secara umum ada 3 (tiga) faktor risiko terjadinya ISPA yaitu fakto lingkungan faktor individu anak serta faktor perilaku.Faktor lingkungan meliputi pencemaran udara dalam rumah kondisi fisik rumah dan kepadatan hunian rumah.Faktor individu anak meliputi umur anak berat badan lahir status gizivitamin A dan status imunisasi. Penyakit ISPA merupakan salah satu penyakit dengan angka kesakitan dan angka kematian yang cukup tinggi sehingga dalam penanganannya di perluhkan kesadaran yang tinggi baik dari masyarakat maupun petugas rumah yang kurang mempunyai jendela menyebabkan perputaran udara tidak dapat berlangsung dengan baik akibatnya asap dapur dan asap rokok dapat berkumpul di dalam rumah.Faktor prilaku seperti kebiasaan merokok keluarga dalam rumah sangat berpengaruh karena semakin banyak penderita gangguan kesehatan.Lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor risiko sebagai sumber penularan berbagai penyakit.Pernafasan Akut (ISPA) yang merupakan penyebab kematian terbanyak kedua eratkaitannya dengan kondisi sanitasi perumahan yang tidak sehat.Kontruksi rumah yang tidak sehat merupakan penyebab dari rendahnya kesehatan jasmani dan rohani yang memudahkan terjangkitnya penyakit. Penyakit atau gangguan saluran pernapasan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang buruk.Lingkungan yang buruk tersebut dapat berupa kondisi fisik perumahan yang tidak mempunyai syarat seperti ventilasi kepadatan penghuni penerangan dan pencemaran udaradalam rumah.Lingkungan perumahan sangat 69
berpengaruh terhadap terjadinya ISPA (Ranuh,2012).
Dapat memberikan informasi dan masukan bagi puskesmas terutama penanggung jawab program penanggulangan penyakit menular dalam menuyusun startegi untuk menurunkan angka kejadian ISPA. 3. Bagi Peneliti Menambah pengetahuan dan pengalaman yang sangat berharga dalam mengaplikasi ilmu yang didapat . 4. Bagi Peneliti Lain Agar melanjutkan pengembangan penelitian tentang hubungan lingkungan fisik rumah dan prilaku keluarga dengan kejadian ISPA di dusun VI desa sidodadi kecamatan beringin . METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survei analitik yaitu untuk mengkaji determinan dari suatu fenomena yang bersifat sebab akibat dengan tujuan untuk mengetahui Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dan Prilaku Keluarga dengan Kejadian ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut ) di Dusun VI Desa Sidodadi Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang . 2. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian cross sectionalyaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor – faktor dengan efek cara pendekatan observasi, dimana pengambilan data dilakukan dengan melihat secara bersamaan antara variabel dependent dan independen. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Dusun VI Desa Sidodadi Kecamatan Beringin, alasan peneliti mengambil lokasi tersebut sebagai lahan penelitian adalah karena tingginya
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah ada Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dan Prilaku Keluarga dengan Kejadian ISPA di Dusun VI Desa Sidodadi Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dan Prilaku Keluarga dengan Kejadian ISPA di Dusun VI Desa Sidodadi Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian ISPA di Dusun VI Desa Sidodadi Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013. b. Untuk mengetahui Prilaku Keluarga dengan Kejadian ISPA di Dusun VI Desa Sidodadi Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang Tahun2013. c. Untuk mengetahui Kejadian ISPA di Dusun VI Desa Sidodadi Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang Tahun2013. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Masyarakat Dapat memberikan informasi kepada masyarakat betapa pentingnya kesehatan dan memelihara kebersihan lingkungan. 2. Bagi puskesmas
70
kejadian ISPA di Dusun VI Desa Sidodadi tersebut. 2. Waktu Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan April2013.
Dengan rumus yang ada diatas maka didapatkan besar sampel yaitu 86 sampel menggunakan derajat penyimpangan d = 5% = 0.05. E. Metode Pengumpulan Data Alat yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan kuesioner dan observasi yang dibuat berdasarkan kerangka konsep dan dari tujuan penelitian.Adapun pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 3. Data primer Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama, baik dari individu atau perseorangan seperti hasil wawancara dan pengisian kuesioner dan lembar obesrvasi yang biasa dilakukan peneliti. Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara kepada responden. 2. Data sekunder Data sekunder sering disebut juga metode penggunaan bahan dokumen, karena dalam hal ini peneliti tidak secara langsung mengambil data sendiri tetapi meneliti dan memanfaatkan data atau dokumen yang dihasilkan oleh pihak-pihak lain. Data sekunder berupa register penyakit ISPA di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang. E. Variabel dan Defenisi Operasional 1. Variabel Variabel Penelitian adalah suatu karakteristik subjek penelitian yang berubah dari satu subjek ke subjek lain. Yang merupakan variabel adalah berat badan, jenis kelamin, tekanan darah (Notoatmodjo, 2012). c. Variabel independent (variabel bebas) pada penelitian ini adalah Lingkungan Fisik Rumah dan Perilaku Keluarga d. Variabel Dependent (variabel terikat) yaitu Kejadian ISPA 2. Defenisi Operasional
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah sejumlah besar subjek yang memiliki karakteristik tertentu (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini adalah seluruh Kepala Keluarga yang menderita ISPA di Dusun VI Desa Sidodadi sebanyak 110 orang . 2. Sampel Populasi adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasinya (Sastroasmoro, 2010). Pengambilan sampel menggunakan tehnik sistematis random sampling, yaitu membagi jumlah atau anggota populasi dengan perkiraan jumlah sampel yang diinginkan. Pengambilan sampel menggunakan cara ini yaitu membuat penomoran secara acak sampai banyaknya populasi kemudian hasil bagi anggota populasi dengan banyaknya sampel adalah kelipatan itulah yang dijadikan sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012). Rumus yang digunakan untuk menentukan besar sampel (Slovin, 2006) adalah: N 𝑛= 1+N (d)2 Keterangan : N = Besar Populasi n = Besar Sampel d = derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan 5% (0,05). Maka, 110 𝑛= 1 + 110 (0,052 ) 110 𝑛= 1 + 110 (0,0025) 110 𝑛= 1 + 0,275 110 𝑛= 1,275 𝑛 = 86 Sampel 71
Defenisi Operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan. Manfaat defenisi operasional ini untuk mengarahkan kepada
pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen (alat ukur) (Notoatmodjo, 2010).
Tabel 3.2 Defenisi Operasional variabel independen dan variabel dependen. Variabel Definisi Alat dan Hasil ukur Skala Operasional cara Independen Lingkungan Semua benda-benda Observasi c. Memenuhi ordinal fisik rumah mati yang ada di standar jika skor sekeliling penghuni 1 baik rumah d. Tidak memenuhi standarjika skor 2 buruk Perilaku Keluarga
Reaksi individu atau stimulus yang Kuesioner berasal dari luar maupun dalam dirinya.
Dependen Kejadian penyakit ISPA
Penyakit infeksi Wawancara akut yang menyerang salah satu bagian dari saluran pernafasan
F. Metode Pengukuran Dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang berisi 10 pernyataan dan lembar observasi sebanyak 6 bentuk penilaian untuk variabel independen sedangkan untuk variabel dependen sebanyak 1 pertanyaan. Untuk mempermudah menentukan interval kelas dan jawaban kuesioner maka digunakan rumus yaitu : R (Range) 𝑖= Jumlah Alternative Keterangan : R : skor tertinggi – skor terendah i : lebar interval kelas 4. Variabel independen c. Lingkungan Fisik Rumah
Baik dengan skor 6 -10 Kurang baik 0 -5
c. d.
ada tidak ada
Ordinal
Nominal
Peneliti menggunakan skala Gutman dengan pengelompokan skor.Menggunakan Observasi dan menggunakan skala ordinal.Setiap komponen komponen rumah diberi bobot penilaian. d. Perilaku Keluarga Untuk mengetahui perilaku masyarakat dilakukan melalui kuesioner sebanyak 10 pernyataan dengan menggunakan skala Gutman yang terdiri dari 2 jawaban yaitu dilakukan dan tidak dilakukan.Jika responden menjawab ‘dilakukan’ maka 72
nilainya 1.Jika jawabannya ‘tidak dilakukan’ maka nilainya 0. Maka nilai maksimal adalah 10 x 1 = 10, dan nilai minimum adalah 10 x 0 = 0, jadi interval untuk variabel independen perilaku keluarga . 2. Variabel dependen Diukur dengan menanyakan kepada penderita apakah menderita ISPA kemudian kita kategorikan ada atau tidak ada. G. Teknik Pengelolahan Data 1. Tahap persiapan Menyiapkan dan merancang kuesioner Pengetahuan, Sikap dan Tindakan a. Tahap pelaksanaan b. Menyebarkan Kuesioner 2. Mengumpulkan Data 1. Tahap penyelesaian Data yang diperoleh kemudian diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut: a. Memasukkan Data Memasukkan kode jawaban responden pada program pengolahan data. b. Pembersihan Data Sebelum di analisa data, data tersebut perlu dilakukan pengecekan kelengkapan untuk memastikan kembali bahwa data tersebut telah bersih dari kesalahan dalam pengkodean sehingga data siap dianalisa. H. Metode Analisis Data Analisis data merupakan kegiatan setelah data terkumpul dari seluruh responden Kemudian dianalisis data dengan komputer, jenis data yang dilakukan adalah : 3. Analisa univariat Untuk dapat mengetahui gambaran distribusi dan proporsi dari masingmasing variabel yang diteliti baik 1. Frekuensi Lingkungan Fisik Rumah
variabel independen maupun dependen. 4. Analisa bivariat Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen dengan menggunakan program Computerisasi. Teknik analisis yang digunakan adalah Chi-sguare dengan tingkat kepercayaan 95% (P ≤ 0,05). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN I. Hasil Penelitian A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Geografis Wilayah Desa Sidodadi terletak di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang yang berbatasan dengan: a. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kebun Kelapa b. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pantai Cermin c. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Karang Anyar d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kualanamu 2. Demografi Jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki terdiri 6664 orang (52,1%) dan jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan 6118 (47,9 %) orang. Pada umumnya penduduk dusun VI desa Sidodadi menganut agama Islam. Mata pencaharian penduduk adalah bertani, buruh lepas, karyawan, pegawai negeri dan wiraswasta.Berdasarkan suku bangsa terdiri dari suku jawa, batak, melayu dan minang. B. Hasil Analisis Univariat Penilaian lingkungan fisik rumah, prilaku keluarga dan kejadian Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Masyarakat Disajikan Pada tabel Berikut ini:
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi responden berdasarkan lingkungan fisik 73
rumah Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Di Dusun VI Desa Sidodadi Kecamatan Beringin N o 1. 2.
Pengetahu an Baik Buruk Total
Pernafasan Akut (ISPA) di Dusun VI Desa Sidodadi Kecamatan Beringin Tahun 2013 N Kejadian Juml P o Lingku ISPA ah (si ngan g) Tida Terja fisik k di rumah terja di N % n % N % 1 Baik 5 5, 7 8, 1 14 0,0 . 8 1 2 ,0 02 2 Buruk 4 4, 7 81 7 86 . 7 0 ,4 4 ,0 10 7 89 8 10 Total 9 ,5 7 ,5 6 0
Jumla Persenta h (n) se (%) 12 14,0 74 9 86,0 86 100
Dari Tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa berdasarkan lingkungan fisik rumah maka mayoritas responden memiliki lingkungan fisik rumah yang buruk sebanyak 74 rumah (86,0%) yang memiliki lingkungan fisik rumah yang baik sebanyak 12 rumah (14,09%). 2. Frekuensi Prilaku Keluarga Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi responden berdasarkan Prilaku Keluarga Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA ) Di Dusun VI Desa Sidodadi Kecamatan Beringin N o 1. 2.
Pengetahu an Baik Buruk Total
Tabel 4.3Berdasarkan jumlah skor masing- masing pada tabel diatas kemudian dilakukan analisa uji statistik dengan menggunakan metode uji Chi Squere menunjukan bahwa pValue (=0,002) < α (0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa ho ditolak yaitu ada hubungan lingkungan fisik rumah dengan kejadian ISPA di dusun VI desa sidodadi kecamatan beringin Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013.
Jumla Persenta h (n) se (%) 14 16,3 72 83,7 86 100
Dari Tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa berdasarkan prilaku keluarga maka mayoritas responden yang buruk sebanyak 72 kepala keluarga (83,7%) yang memiliki prilaku keluarga yang baik sebanyak 14 kepala keluarga (16,3%).
2. Prilaku Keluarga dengan Kejadian ISPA Variabel Hubungan Prilaku Keluarga Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.4 DistribusiHubungan Prilaku Keluarga Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Dusun VI Desa Sidodadi Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013.
C. Hasil Analisa Bivariat 1. Lingkungan Fisik Rumah terhadap Kejadian ISPA Variabel Hubungan lingkungan fisik rumah dengan kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dapat dilihat pada tabel berikit ini: Tabel 4.3 Distribusi Hubungan lingkungan fisik rumahdenganKejadian Infeksi Saluran 74
2. Buruk 4 4,7 Kejadian ISPA Jumlah P (sig) Prilaku 10 10,5 Total Tidak terjadi Terjadi Keluarga N % n % N % 1. Baik 6 7,0 8 9,3 14 14,0 0,001 Tabel 4.4 di atas menunjukan udara di luar maupun di dalam ruangan . bahwa dari 14 orang (16,3%) yang Ventilasi rumah dan kepadatan hunian . memiliki prilaku keluarga baik ternyata B. Hubungan Prilaku Keluarga Dengan mayoritas tidak terjadi ISPA. Dari 72 Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan orang (83,7%) yang memiliki Prilaku Akut (ISPA) di Dusun VI Desa Sidodadi Keluarga buruk ternyata mayoritas terjadi Kecamatan Beringin Kabupaten Deli ISPA. Berdasarkan hasil Uji Statistik Serdang Tahun 2013. dengan menggunakan uji Chi Squere Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa pValue (=0,001) < α didapatkan bahwa dari 14 orang (16,3%) (0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa ho yang memiliki prilaku keluarga baik ditolak yaitu ada hubungan prilaku ternyata mayoritas tidak terjadi ISPA. Dari keluarga dengan kejadian ISPA di dusun 72 orang (83,7%) yang memiliki Prilaku VI desa sidodadi kecamatan beringin Keluarga buruk ternyata mayoritas terjadi Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013. ISPA. Berdasarkan hasil Uji Statistik dengan menggunakan uji Chi Squere II. Pembahasan menunjukan bahwa pValue (=0,001) < α A. Hubungan Lingkungan Fisik Rumah (0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa ho Dengan Kejadian Infeksi Saluran ditolak yaitu ada pengaruh prilaku Pernafasan Akut (ISPA) di Dusun VI keluarga dengan kejadian ISPA di dusun Desa Sidodadi Kecamatan Beringin VI desa sidodadi kecamatan beringin Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013. Berdasarkan hasil uji penelitian Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013. didapatkan bahwa dari 74 rumah (86,0%) Kejadian ISPA bisa terjadi karena lingkungan fisik rumah yang buruk faktor, prilaku merupakan reaksi individu ternyata mayoritas mengalami ISPA. Dari terhadap stimulus yang berasal dari luar 12 Rumah (14,0%) lingkungan fisik rumah maupun dari dalam dirinya. Prilaku juga yang baik ternyata mayoritas tidak merupakan hasil dari proses adaptasi mengalami ISPA. Berdasarkan hasil Uji seseorang terhadap lingkungannya, banyak Statistik dengan menggunakan uji Chi faktor yang mempengaruhi kesehatan. Squere menunjukan bahwa pValue Baik kesehatan individu maupun kesehatan (=0,002) < α (0,05). Maka dapat masyarakat, terjadinya pencamaran udara disimpulkan bahwa ho ditolak yaitu ada di dalam rumah terjadi akibat adanya pengaruh lingkungan fisik rumah dengan polutan dalam rumah yang kosentrasi kejadian ISPA di dusun VI desa sidodadi dapat berisiko gangguan kesehatan kecamatan beringin Kabupaten Deli penghuni rumah. Pencemaran dalam Serdang Tahun 2013. rumah terjadi akibat prilaku penghuni Ada banyak faktor yang rumah yang tidak sehat . mempengaruhi kejadian penyakit ISPA KESIMPULAN DAN SARAN baik secara langsung maupun tidak A. Kesimpulan langsung. Menurut Sutrisna (2009), ada Berdasarkan hasil uji statistik dan pun faktor – faktor yang mempengaruhi pembahasan tersebut diatas bahwa dapat ISPA yaitu faktor lingkungan yang disimpulkan ada hubungan lingkungann meliputi : pencemaran udara dalam rumah fisik rumah dan prilaku keluarga dengan ( asap rokok dan asap hasil pembakaran kejadian penyakit Infeksi Saluran bahan bakar untuk memasak dengan Pernapasan Akut (ISPA ) di Dusun VI kosentrasi yang tinggi ) dan pencemaran Desa Sidodadi Kecamtan Beringin Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013 : No
75
68 76
1. Dari 74 rumah (86,0%) lingkungan fisik rumah yang buruk ternyata mayoritas mengalami ISPA. Dari 12 Rumah (14,0%) lingkungan fisik rumah yang baik ternyata mayoritas tidak mengalami ISPA. 2. Dari 14 orang (16,3%) yang memiliki prilaku keluarga baik ternyata mayoritas tidak terjadi ISPA. Dari 72 orang (83,7%) yang memiliki Prilaku Keluarga buruk ternyata mayoritas terjadi ISPA. 3. Ada hubungan lingkungan fisik rumah dengan kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut ( ISPA) nilai p =0,002 (p < 0,05). 4. Ada hubungan prilaku keluarga dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) nilai p =0,001 (p <0,05). 5. Ada hubungan kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut ( ISPA) nilai p=0,002 (p <0,05). B. Saran 1. Bagi Masyarakat Dapat memberikan informasi kepada masyarakat betapa pentignya kesehatan dan memelihara kebersihan lingkungan 2. Bagi Puskesmas Dapat memberikan informasi dan masukan bagi puskesmas terutama penanggung jawab program penanggulangan penyakit menular dalam menuyusun startegi untuk menurunkan angka kejadian ISPA. 3. Bagi Peneliti Menambah pengetahuan dan pengalaman yang sangat berharga dalam mengaplikasi ilmu yang di dapat . 4. Bagi Peneliti Lain Agarme lanjutkan pengembangan penelitian tentang hubungan lingkungan
fisik rumah dan prilaku keluarga dengan kejadian ISPA di dusun VI desa sidodadi kecamatan beringin DAFTAR PUSTAKA Arifin, 2010.Rumah Sehat .http : // whiteboardjournal .com/ focus / 5211 /rumah – sehat intinyana /. (Diaskes hari senin pukul 20:00) Ariyani, 2011. http://www.depkes.go.id.prilaku keluarga.http://bahaya kesehatan /. (Diaskes hari senin pukul 20:00) Citra ,2012..http://www.depkes.go.id.bahayakes ehatan,(Diaskes hari kamis , pukul 15 : 45 wib Dwi Rahmawati H, 2012. Hubungan Sanitasi Rumah Tinggal Dengan Kejadian Penyakit pneumonia, Unhalu, Kendari. Depkes, RI, 2009. Profil Kesehatan Indonesia. http;//www.depkes.go.id(Diaske s hari kamis , 22 februari pukul 15 : 45 wib Direktorat PPM dan PLP : Jakarta Dinkes, 2013 .Profil Kesehatan Dinkes Sumut http ://www.depkes .go.id. (Diaskes hari rabu , pukul 11:00) , Lubuk Pakam . Depkes, RI.Dinkes. 2009. Profil Kesehatan Kabupaten Deli Serdang.http ://www.depkes .go.id. (Diaskes hari rabu , pukul 11:00), Lubuk Pakam. Dinkes, 2014.Profil Kesehatan Puskemas Karang Anyar. Sidodadi (Diaskes hari senin , pukul 10: 00 ). Lubuk Pakam Dinkes, 2011.World Health Organization (WHO) http ://www.depkes.go.id. (Diaskes hari senin , pukul 14: 45 .Jakarta). Edy, 2013.Infeksi Saluran Pernapasan Akut http ://www.depkes .go.id. ( Diaskes hari selasa, pukul 10:12.) Ircham, Mc. 2009. Manajemen Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta. 76
Notoatmodjo Soekidjo, 2007. Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku, Jakarta : Rineka Cipta . Nursalam,2008. Metode Penelitin ,Jakarta Rineka Cipta . Hapsara, 2009.Indonesia Sehat 2010, http;//www.ptkas.com/index.php?option=com content&view=article&id=437:i ndonesia-sehat 2010&catid=1:latestnew&Itemid=50 (10 maret 2013, pukul 21 : 50 wib). Sastroasmoro,2010Populasi dan sampel, jakarta Rineka Cipta . Silalahi, Levi. 2006 .ISPA dan Pneumonia, Tempo Interaktif : Jakarta. =article&id=437:indonesia-sehat 2010&catid=1:latest-
new&Itemid=50 (10 maret 2013, pukul 21 : 50 wib). Safwan, 2010.Infeksi Saluran Pernapasan ,http:www.com.Rineka Cipta Ranuh, 2012.Prilaku.http : // www. P2kp.org/ wartadetil.asp?mid=3049&catid =2&. (Diaskes hari senin pukul 20:00) RI 2007. Pedoman Program Pembrantasan Penyakit ISPA .http://www.depkes.go,id (Diaskes hari rabu, 2 april pukul 16:30 wib Dirjen P2M dan PLP.Jakarta). Wikasono, 2009.Intrumen Rumah Sehat. http ://publichealth – journal .helpingpeopleideas.com/ intrumen- rumah sehat .
77
HUBUNGAN PERSEPSI PASIEN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN KESEHATAN (BPJS) TENTANG KEMAMPUAN MANAJERIAL DENGAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN DI POLI PARU RUMAH SAKIT TENTARA KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2012 Diana Sinulingga,Christine Vita Gloria Purba Stikes Medistra Lubuk Pakam ABSTRAK Quality health services certainly use management approach so that its management to be effective, efficient and productive. Government health services in the county or city level, hospitals must continue to function in accordance with the policy revitalized health reform. This study aims at examining the relationship between the perception patient Social Security Administratror (BPJS) members on the managerial skill and the quality of health service at Lung Poly Army Hospital Pematangsiantar City, through research employing survey method and analytic correlation cross sectional design. Total sample of 40 individuals was determined by pusposive sampling technique. The results of this study show that: the perception relation of patient BPJS members on the managerial skill which is categorized as good is 25 people (62,5%), fair is 13 people (32,5%) and not satisfactory is 2 people (2%) while the health service which is categorized as good is 26 people (65%), fair is 11 people (27,5%) and not satisfactory is 3 people (7,5%). The results of the chi-squer test show that: there is a perception relation of patient BPJS members on managerial skill with respect to the quality of health service (ρ Value = 0,000 < α = 0,05). Based on patient demographic data occupation and education level are factors that most influence the respondents perception about the quality of health service at lung poly army hospital. In order that the perception on the managerial skill and the quality of health service become better, then there should be a training program from the Departemen of Health or the relevant instance. Key Words Bibligraphy
: Managerial skill, quality of health service : 36 (2001-2012)
Indonesia Sehat 2012 yang diharapkan adalah bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, berpatisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat, serta mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu (Depkes, 2010). Rumah sakit merupakan tempat penyelenggara layanan kesehatan menyeluruh yang dipadukan dengan penggunaan penemuan teknologi kedokteran dan keperawatan terkini. Dengan demikian, rumah sakit merupakan
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) ditegaskan bahwa tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia adalah masyarakat, bangsa dan negara yang di tandai dengan penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, dan mempunyai kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata dalam wilayah kesatuan Negara Indonesia yang kuat. Gambaran masyarakat dimasa depan dapat dicapai dengan landasan visi, “Masyarakat yang Mandiri untuk Hidup Sehat” dalam INDONESIA SEHAT 2012. Perilaku masyarakat 78
tumpuan harapan manusia untuk dapat hidup sehat. (Pohan, 2013). Pelayanan kesehatan masyarakat di rumah sakit akan diapresiasikan oleh masyarakat luas selaku pengguna layanan jika pelayanan tersebut bermutu. Pelayanan kesehatan yang bermutu pasti menggunakan pendektan manajemen sehingga pengelolahannya menjadi efektif, efisiensi, dan produktif. Sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan pemerintah ditingkat kabupaten atau kota, fungsi rumah sakit memang perlu terus direvitalisasi sesuai dengan kebijkan reformasi kesehatan. Untuk itu Direktur rumah sakit harus dikembangkan perannya agar mampu menjadi motor penggerak (primer mover). Dokter tidak saja berperan sebagai medicus practicus, tapi juga sebagai pimpinan unit kerja pelayanan kesehatan. Untuk itu, ia dituntut mengembangkan manajerialship dan leadershipnya sehingga tugas pokok dan fungsi rumah sakit berkembang efektif, efisiensi, produktif (Muninjaya, 2013). Dalam wilayah Asia, Singapura merupakan negara kecil dengan penduduk sekitar 4,5 juta jiwa. Pada tahun 2007 tercatat sekitar 410 ribu pasien Internasional yang datang ke Singapura untuk mendapatkan pelayanan medis terbaik. Pasien Indonesia merupakan pasien ke tiga paling banyak yang berobat ke Singapura. Maka pada tahun 2010 World Health organization (WHO) menobatkan Singapura sebagai negara yang menpunyai sistem Pelayanan Kesehatan yang baik di Asia dan ke enam terbaik di dunia (Hardiani, 2010). Indonesia, Era pasar bebas ASEAN (AFTA) tahun 2003 dan China ASEAN (AFCTA) tahun 2010 diduga akan semakin memicu persaingan pasar tenaga kesehatan.
Untuk mengantisipasi dampak pengembangan kedua lingkungan strategi tersebut, pemerintah memberikan kebijakan untuk penempatkan dokter dan paramedis Pegawai Tidak Tetap (PTT). Tujuan penempatan tenaga kesehatan di daerah harus diarahkan untuk mendukung kebutuhan peningkatan mutu pelayanan kesehatan, terutama di rumah sakit (Muninjaya, 2013). Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di rumah sakit diberikan kepada masyarakat termasuk kepada pasien BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan sosial) yang terdiri dari : Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya, Pensiunan beserta keluarganya, dan badan usaha lainnya ataupun rakyat biasa. BPJS merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk BPJS Kesehatan mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2011. BPJS sebelumnya bernama Askes (Ansuransi Kesehatan), yang dikelolah oleh PT Askes Indonesia (PERSERO), namun sesuai UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, PT. Askes Indonesia (ASKES) berubah menjadi BPJS Kesehatan sejak tanggal 1 Januari 2011. (Samman, 2011). Pada survei tahap awal di Poli Paru rumah sakit Tentara Kota Pematangsiantar menunjukan bahwa dari 10 pasien BPJS terdapat 7 pasien: menyatakan pelayanan di Poli Paru rumah sakit Tentara Kota Pematangsiantar cukup memprihatinkan. Hal ini diungkapkan dalam bentuk keluhan mengenai mutu pelayanan yang telah diberikan seperti: pelayanan yang berbelit-belit dan terkesan lambat, prosedur pelayanan yang panjang dan pasien 79
marasa dipimpong, ribetnya masalah administrasi yang wajid dibayar setiap bulannya, waktu menunggu giliran pemeriksaan yang lama, waktu pemeriksaan sekilas hanya sekitar 1-3 menit saja, kurang mendapatkan perhatian dari pihak medis/para medis, pelayanan kesehatan yang diberikan seadanya saja, obat-obatan yang diberikan terlihat hampir sama setiap penyakit, obat murahan dan terbatas, pesien dianggap rendah karena peserta BPJS merupakan asuransi rendah dibandingkan dengan asuransi swasta lainnya. Untuk melayani pasien BPJS pelayanan kesehatan di rumah sakit harus dikelolah secara efektif, efesien, produktif dan bermutu. Untuk mencapai hal tersebut organisai kesehatan memerlukan kemampuan manajerial yang baik. Kemampuan manajerial semakin dibutuhkan oleh pasien BPJS karena tuntutan era globalisasi dan pengetahuan pasien terhadap kesehatan semakin meningkat. Kemampuan manajerial yang baik akan dapat menjalankan program-program kesehatan yang ada di rumah sakit sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan (Muninjaya, 2013). Strategi pelayanan kesehatan tidak hanya sekedar memenuhi harapan pasien BPJS tetapi perlu melakukan pengkajian kemampuan manajerial untuk memfokuskan pelayanan kesehatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pasien BPJS sehingga mutu pelayanan kesehatan di Poli Paru Rumah Sakit Tentara Kota Pematangsiantar akan lebih baik. Keseluruan penjabaran di atas menimbulkan keinginan peneliti untuk mengetahui hubungan persepsi pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tentang kemampuan manajerial dengan mutu pelayanan
kesehatan di Poli Paru Rumah Sakit Tentara Kota Pematangsiantar. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan dalam penelitian ini adalah Apakah ada Hubungan Persepsi Pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tentang Kemampuan Manajerial dengan Mutu Pelayanan Kesehatan di Poli Paru Rumah Sakit Tentara Kota Pematangsiantar Tahun 2011? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan persepsi pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tentang kemampuan manajerial dengan mutu pelayanan kesehatan di Poli Paru Rumah Sakit Tentara Kota Pematangsiantar Tahun 2011. 2 Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui persepsi pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tentang kemampuan manajerial di Poli Paru Rumah Sakit Tentara Kota Pematangsiantar Tahun 2011. b. Untuk mengetahui mutu pelayanan kesehatan di Poli Paru Rumah Sakit Tentara Kota Pematangsiantar Tahun 2011. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Rumah Sakit Sebagai bahan masukan bagi Rumah Sakit kota Pematangsiantar untuk meningkatkan kemampuan manajerial dalam mengadakan pelayanan yang diberikan kepada Pasien. 2. Bagi pemberi pelayanan kesehatan (Pegawai/petugas Kesehatan) Untuk menegtahui mutu pelayanan yang telah diberikan apakah sesuai dengan harapan atau tidak bagi pasien BPJS. 3. Bagi pasien BPJS
80
Dapat merasakan perbaikan pelayanan kesehatan dimasa yang akan datang. 4. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai referensi atau bahan masukan bagi pembaca yang akan mengadakan penelitian selanjutnya. 5. Bagi Peneliti Menambah ilmu pengetahuan di bidang Administrasi khususnya mengenai manajemen kesehatan.
belum pernah dilakukan penelitian dengan judul yang sama ditempat tersebut dan waktu yang diperlukan dapat digunakan seefisien mungkin sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan 2. Waktu Penelitan Waktu penelitian dilakukan oleh peneliti mulai dari bulan Agustus – Oktober 2012. C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitiaan Populasi adalah kumpulan dari keseluruhan pengukuran, objek, atau individu yang sedang dikaji (Notoatmojdo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien BPJS yang melakukan pengobatan di Poli Paru Rumah Sakit Tentara Kota Pematangsiantar dari bulan MeiSeptember 2011 dengan rata-rata kunjungan sebanyak 156 orang perbulan. 2. Sampel Penelitian Sampel dalam penelitian ini diambil dari metode Non Random sampling dengan teknik Porposive Sampling yaitu teknik yang berdasarkan ciri-ciri atau sifat tertentu yang diperkirakan oleh peneliti yang sudah diketahui sebelumnya. Ada pun spesifik yang ditentukan adalah usia sampel diatas 15 tahun, minimal lebih dari 2 kali melakukan pengobatan atau kunjungan ke Poli Paru.
METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis Penelitian ini adalah penelitian analitik kolerasi yang bertujuan untuk mengetahui hubungan persepsi pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tentang kemampuan manajerial (kemampuan teknis, kemampuan manusiawi, kemampuan konsepsi) dengan mutu pelayanan kesehatan (Keandalan, daya tangkap, jaminan, empati, bukti fisik) di Poli Paru Rumah Sakit tentara Kota Pematangsiantar Tahun 2011. 2. Desain Penelitian Desain penelitian ini merupakan studi cross sectional dimana data yang menyangkut variabel bebas dan variabel terikat akan dikumpulkan dalam waktu bersamaan yang bertujuan untuk mengidentifikasikan hubungan persepsi pasien badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) tentang kemampuan manajerial dengan mutu pelayanan kesehatan di Poli Paru Rumah Sakit Kota Pematangsiantar Tahun 2011. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Poli Paru Rumah Sakit Tentara Kota Pematangsiantar. Alasan memilih tempat penelitian ini karena
n=
N 1 + N (d2)
Keterangan : N = Besar Populasi N = Besar Sampel d = Tingkat kepercayaan 95 % di tetapkan (0,05) N d 81
= 156 = 0,05
Maka :
n=
N ` 1 + N (d2)
n =
156 1 + 156 (0,052 )
n=
156 3,925 n = 40
No 1.
2. Metode Pengolahan Data Data yang dikumpulkan diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Proses Editing Hasil wawancara, angket, atau pengamatan dari lapangan harus dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Secara umum editing adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan formulir atau kuesioner tersebut (Notoatmodjo, 2010). b. Proses Coding Setelah semua kuesioner diedit, selanjutnya dilakukan peng”kodean” atau “coding, yaitu mengubah dan membentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Misalnya jenis kelamin: 1 = laki-laki, 2 = perempuan. Pekerjaan ibu: 1 = tidak bekerja, 2 = bekerja selain ibu rumah tangga. Koding atau pemberian kode ini sangat berguna dalam measukan data (data entry) (Notoatmodjo, 2010). c. Proses Tabulasi Yakni membuat tabel-tabel data, sesuai dengan tujuan penelitian yang diinginkan oleh peneliti (Notoatmodjo, 2010). d. Proses Scoring Proses pemberian penilaian terhadap item-item yang perlu diberi penilaian atau scor (Suyanto, 2009).
Jadi jumlah yang akan diambil sebagai subjek penelitian sebanyak 40 orang. Besar sampel pada penelitian ini tercapai sesuai dengan rencana besar sampel. D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Metode Pengumpulan Data a. Data primer Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dan observasi dengan responden berpedoman kepada kuesioner penelitian. b. Data sekunder Data sekunder diperoleh dari hasil pencatatan data-data dan laporan yang dibutuhkan dari Poli Paru Rumah Sakit Tentara Kota Pematangsiantar. c. Mengumpulkan data dari lembaga tempat penelitian dan lembaga terkait yang mendukung penelitian. Data dikumpulkan oleh peneliti dari Rumah Sakit Kota Pematangsiantar untuk memperoleh data keadaan geografi, demografi, sarana, tenaga kesehatan dan identitas responden. E. Variabel dan defenisi Operasional Tabel 3.2 Variabel, Defenisi operasional, Alat Ukur, Skala Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Tolak ukur Persepsi pasien Tanggapan pasien BPJS Kuesioner 1. Baik, apabila tentang mengenai kemampuan pertanyaan sangat Kemampuan manajerial baik dalam sesuai dengan manajerial kemampuan teknis, kenyataan dan mampu kemampuaan manusiawi, menjawab pertanyaan 82
Skala Ordinal
kemampuan konseptual oleh petugas Poli Paru Rumah Sakit Tentara Kota Pematangsiantar.
2.
3.
4.
Mutu pelayanan Harapan pelayanan kesehatan Kuesioner kesehatan bagi pasien BPJS yang meliputi keandalan, daya tanggap, jaminan, empati, bukti fisik,
1.
2.
3.
dengan skor 35-45. Cukup, apabila pertanyaan ada benar dan ada tidak benarnya dan mampu menjawab pertanyaan dengan skor 25-34. Kurang, apabila pertanyaan tidak sesuai dengan kenyataan dan mampu menjawab pertanyaan dengan skor 15-24 Baik, apabila Ordinal pertanyaan sangat sesuai dengan kenyataan dan mampu menjawab pertanyaan dengan skor 35-45 Cukup, apabila pertanyaan ada benar dan ada tidak benarnya dan mampu menjawab pertanyaan dengan skor 25-34. Kurang, apabila pertanyaan tidak sesuai dengan kenyataan dan mampu menjawab pertanyaan dengan skor 15-24.
mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu kejadian dimana terdapat tiga pilihan jawaban Baik diberi skor 3, Cukup diberi skor 2, Kurang diberi skor 1. Maka nilai tertinggi adalah 45 dan nilai terendah adalah 15 kemudian dibagi menjadi 3 interval kelas jawaban dengan menggunakan rumus Range (R) i= Jumlah alternatif jawaban
F. Metode Pengukuran Data Metode pengukuran yang digunakan adalah instrumen penelitian berupa kuesioner. Dalam setiap lembar kuesioner memuat pertanyaanpertanyaan mengenai kemampuan manajerial dan mutu pelayanan kesehatan di poli Paru rumah sakit Tentara Kota Pematangsiantar Tahun 2011. 1. Pengukuran Kemampuan Manajerial. Variabel kemampuan manajerial diukur dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari 15 pertanyaan dengan menggunakan Skala Likert yaitu skala yang digunakan untuk
Keterangan :
83
Range : Skor tertinggi – Skor terendah I : Lebar interval kelas Maka, 45-15 I= 3 = 10 Dari rumus diatas, maka untuk menentukan persepsi pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tentang kemampuan manajerial dengan melihat skor adalah sebagai berikut : Baik : 35-45 Cukup : 25-34 Kurang : 15-24 2. Pengukuran Mutu Pelayanan Kesehatan Variabel Mutu Pelayanan Kesehatan diukur dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari 15 pertanyaan dengan menggunakan Skala Likert yaitu skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu kejadian dimana terdapat tiga pilihan jawaban Baik diberi skor 3, Cukup diberi skor 2, Kurang diberi skor 1. Maka nilai tertinggi adalah 45 dan nilai terendah adalah 15 kemudian dibagi menjadi 3 interval kelas jawaban dengan menggunakan rumus : Range (R) i = Jumlah alternatif jawaban
Dari rumus diatas, maka untuk menentukan tingkat kepuasan kerja pegawai dengan melihat skor adalah sebagai berikut : Baik : 35-45 Cukup : 25-34 Kurang : 15-24 G. Metode Analisis Data Dalam analisis data penelitian menggunakan analisis univariat yaitu analisis yang dilakukan dengan melihat hasil perhitungan frekuensi dan persentase. Hasil dari penelitian nantinya akan digunakan sebagai tolak ukur pembahasan dan kesimpulan. Untuk menghitung nilai persentase hasil penelitian yang digunakan adalah: 1. Univariat Analisas yang digunakan peneliti adalah analisa univariat. Tujuan dari analisa univariat adalah untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti secara sederhana yaitu meliputi variabel independen (persepsi pasien badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) tentang kemampuan manajerial) dan variabel dependen (mutu pelayanan kesehatan) serta karakteristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendidikan terakhir. Analisa ini ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi dan persentase dari tiap-tiap variabel dengan menggunakan rumus menurut Arikunto (2006), sebagai berikut: 𝑃 F = 𝑁 x 100% Keterangan : P = Persentase F = jawaban N = Jumlah pertanyaan 2. Bivariat Untuk menguji ada tidaknya hubungan variabel independen dan
Keterangan : Range : Skor tertinggi – skor terendah i : lebar interval kelas Maka, 45-15 i= = 10 3 84
dependen, penulis menggunakan uji Chi-Squer (X2) dengan taraf signifikan 5% (0,05%). Apabila nilai ρ ≤ 0,05 maka terdapat hubungan persepsi pasien badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) tentang kemampuan manajerial dengan mutu pelayanan kesehatan di Poli Paru Rumah Sakit Kota Pematangsiantar Tahun 2011.
sebagai kepala rumah sakit Mayor CDM dr. Suroyo, kemudian pada tahun 2007 dirubah menjadi “Rumah Sakit Tentara” dengan kepala rumah sakit dr. Mhd. Nasir Tarigan. Rumah sakit ini dilengkapi dengan sebagai prasarana yang terdiri yang terdiri dari Instalasi rawat jalan, Instalasi rawat inap, Instalisai Gawat Darurat, Instalasi Bedah. Poli spesialis penyakit dalam Rumah Sakit melayanin penyakit yang berkaitan dengan penyakit kardiologi, obstetri dan gynekologi, saraf, THT, jiwa, gigi dan mulut, paru-paru,gizi, mata, kulit, dan kelamin. Dokter di rumah sakit Tentara kota Pematangsiantar ada sebanyak 38 orang, dimana dokter umum ada 11 orang dan dokter spesialis 27 orang (Bedah, kandungan, gigi, dll). Pelayanan di RS tentara Pematangsiantar menerima pasien anggota (TNI-AD, PNS keluarga), Umum , BPJS. Sumber biaya dari PBJS (pemerintah) dan biaya sendiri.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN I. Hasil Penelitian A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian diadakan di Poli Paru Rumah Sakit Tentara Kota Pematangsiantar yang berada di jalan Gn. Simanuk Manuk No. 6 Pematangsiantar dengan luas wilayah 4.620 m2. Rumah sakit ini adalah Rumah Sakit kelas B, sesuai dengan keputusan Kementrian Kesehatan No. YM.02.04.32.4544, Rumah sakit ini merupakan milik TNI. AD yang didirikan pada tahun 1949. Pada awalnya rumah sakit ini didirikan dengan nama “Hospital Militer”dan B. Tabulasi Univariat 1. Karakteristik Responden Tabel 4.1: Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden Di Poli Paru Rumah Sakit Tentara Kota Pematangsiantar Tahun 2011 No
1
2
3.
Karakteristik Responden Umur 15-25 Tahun 26-35 Tahun 35-45 Tahun >46 Tahun Jumlah Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Jumlah 2. Pendidikan Terakhir SD SMP 3.SMA 85
Jumlah Frekuensi (f) Persentase (%) 7 5 11 17
17,5 12,5 27,5 42,5
40
100
32 8
80 20
40 8 8 17 7
100 20 20 42,5
Perguruan Tinggi
4.
17,5
Jumlah Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil Wiraswasta Ibu Rumah Tangga Pelajar Petani
40
100
6 15 4 5 10
15 37,5 10 12,5 25
Jumlah
40
100
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat karakteristik responden yaitu : umur responden 15-25 tahun sebanyak 7 orang (17,5%), 26-35 tahun sebanyak 5 orang (12,5%), 35-45 tahun sebanyak 11 orang (27,5%), dan >45 tahun sebanyak 17 orang (42,5%). Jenis kelamin responden laki-laki sebanyak 32 orang (80%) dan perempuan sebanyak 8 orang (20%). Pendidikan terkhir responden yang berpendidikan SD sebanayak 8 orang (20%), SMP sebanyak 8 orang (20%), SMA sebanyak 17 orang (42,5%) dan Perguruan tinggi sebanyak 7 orang (17,5%). Pekerjaan responden sebagai Pegawai Negeri Sipil sebanyak 6 orang (15%), Wiraswasta sebanyak 15 orang (37,5%), Ibu Rumah Tangga sebanyak 4 orang (10%), Pelajar sebanyak 5 orang (12,5%), Petani sebanyak 10 orang (25%). 2. Identifikasi Persepsi Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tentang Kemampuan Manajerial di Poli Paru Rumah Sakit Tentara Kota Pematangsiantar Tahun 2011 Tabel 4.2 Distribusi frekuensi dan persentase persepsi peserta BPJS tentang kemampuan manajerial di Poli Paru Rumah Sakit Tentara Kota Pematangsiantar tahun 2011 No
Persepsi peserta BPJS tentang Frekuensi (f) Persentase (%) kemampuan manajerial 1 Baik 25 62,5 2 Cukup 13 32,5 3 Kurang 2 5 Total 40 100 Berdasarkan tabel di atas, dari 40 responden didapatkan mayoritas persepsipasien BPJS tentang kemampuan manajerial dikategorikan baik sebanyak 25 responden (62,5%) dan minoritas persepsi pasien BPJS tentang kemampuan manajerial di kategorikan kurang sebanyak 2 responden (5%). 3.Identifikasi Persepsi Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tentang Mutu Pelayanan Kesehatan di Poli Paru Rumah Sakit Tentara Kota Pematangsiantar Tahun 2011 Tabel 4.3 Distribusi frekuensi dan persentase mutu pelayanan kesehatan di Poli Paru rumah sakit Tentara Kota pematangsiantar Tahun 2011 No Persepsi peserta BPJS tentang Frekuensi (f) Persentase (%) 86
1 2 3 Total
Mutu Pelayanan Kesehatan Baik Cukup Kurang
26 11 3 40
65 27,5 7,5 100
Berdasarkan tabel di atas, dari 40 responden didapatkan mayoritas persepsipasien BPJS tentang mutu pelayanan kesehatan dikategorikan baik sebanyak 26 responden (65%) dan minoritas persepsi pasien BPJS tentang mutu pelayanan kesehatan di kategorikan kurang sebanyak 3 responden (7,5%). C. Tabulasi Bivariat Tabel 4.4 Hubungan persepsi pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tentang kemampuan manajerial dengan mutu pelayanan Kesehatan di Poli Paru Rumah Sakit Tentara Kota Pematangsiantar Tahun 2011. Kemampuan Manajerial Baik Cukup Kurang Total
Baik N 24 2 0 26
Mutu Pelayanan Kesehatan Cukup Kurang % N % N % 96 1 4 0 0 15,4 10 76,9 1 7,7 0 0 0 2 100 65 11 27,5 3 7,5
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa dari 25 orang dengan persepsi pasien BPJS tentang kemampuan manjerial yang baik menghasilkan mutu pelayanan kesehatan mayoritas dikaegorikan baik sebanyak 24 responden (96%) dan minoritas dikategorikan Kurang sebanyak 0 responden (0%). Sedangkan dari 13 responden persepsi pasien BPJS tentang kemampuan manajerial yang cukup menghasilkan mutu pelayanan mayoritas dikategorikan cukup sebanyak 10 responden (76,9%) dan minoritas dikategorikan kurang sebanyak 1 responden (7,7%). Dari 2 responden yang persepsi pasien BPJS tentang kemampuan manajerial kurang menghasilkan mutu pelayanan mayoritas dikategorikan kurang sebanyak 2 responden (100%) dan minoritas dikategorikan cukup dan baik masing masing sebanyak 0
Total n 25 13 2 40
% 100 100 100 100
ρ. Value
0,000
responden (0%). Hasil uji statistik didapatkan nilai signifikan ρ Value (=0,000) < α (=0,05), artinya hipotesa pada penelitian diterima berarti ada hubungan antara kemampuan manajerial dengan mutu pelayanan kesehatan di Poli Paru rumah sakit Tentara kota Pematangsiantar. Dalam penelitian ini juga dilihat karakteristik responden yang dapat mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan dengan kemampuan manajerial yaitu : umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir dan pekrjaan. Berdasarkan karakteristik demografi yang ada tersebut diperoleh gambaran bahwa sebagian besar responden berumur >45 tahun sebanyak 17 orang (42,5%), dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 32 orang (80%), dengan tingkat pendidikan terakhir SMA sebanyak 17 orang (42,5%) dan pekerjaan 87
mayoritas sebagai Wiraswasta sebanyak 15 orang (37,5%). II. Pembahasan A. Persepsi Pasien Badan Penyelenggara Jaminanan Sosial (BPJS) tentang Kemampuan Manajerial Di Poli Paru Rumah Sakit Tentara Kota Pematangsiantar
Walaupun sebagian besar persepsi pasien BPJS tentang kemampuan manajerial menyatakan baik namun masih terdapat 2 responden (5%) yang menyatakan kurang terhadap kemampuan manajerial hal ini diungkapkan oleh pasien dalam bentuk keluhan seperti prosedur pelayanan yang panjang, pasien BPJS merasa dipimpong, banyak persyarataan administrasi dan waktu mengunggu giliran yang lama. Hal in sama dengan hasil penelitian sebelumnya PPATRS bahwa waktu tunggu mendapatkan pelayanan administrasi 10 sampai 30 menit dengan presentase sebesar 49,17% dan 8,20% membutuhkan waktu tunggu selama 60 menit. Menurut Muninjaya (2013), seorang manajer (pemimpin) rumah sakit perlu memiliki pengetahuan praktis dan keterampilan manajerial antara lain: keterampilan melakukan analisis masalah program kesehatan masyarakat, terampil mendelegasi wewenang dan membagi tugas pokok kepada staf, terampil mengembangkan motivasi staf dan terampil mengukur sejauh mana kemajuan yang sudah dicapai oleh staf dalam menjalankan tugas pokok organisasi dan keterampilan untuk mengevaluasi produktivitas yang sudah dicapai, sehingga dengan kemampuan ini maka kemampuan mengatur ketepatan waktu pemeriksaan di Poli Paru Rumah Sakit Tentara Kota Pematangsiantar dapat menjadi lebih baik. Ketepatan waktu merupakan kemampuan rumah sakit memberikan pelayanan yang sesuai dengan yang dijanjikan, yaitu meliputi kecepatan dan ketepatan petugas didalam memberikan pelayanan meliputi: ketepatan dalam prosedur penerimaan pasien, pendaftaran, waktu menunggu, waktu diperiksa dan didiagnosa penyakit serta kesembuhan penyakit. Hasil penelitian ini sejalan dengan
Persepsi pasien BPJS tentang kemampuan manajerial mencakup dalam kemampuan teknis, kemampuan manusiawi dan kemampuan konseptual. Hasil penelitian yang diperoleh dari responden sebagai berikut: menjawab dengan kategori baik sebanyak 25 responden (62,5%), kategori cukup sebanyak 13 responden (32,5%), dan kategori kurang sebanyak 2 responden (5%). Berdasarkan hasil tersebut maka persepsi pasien BPJS tentang kemampuan manajerial secara keseluruan di rumah sakit Tentara kota Pematangsiantar pada penelitian ini di identifikasi dengan nilai yang baik. Hal ini dikarenakan petugas kesehatan selalu memberikan motivasi kepada pasien tentang kesembuhan penyakit yang dideritanya dan dokter atau perawat dianggap selalu memahami kebutuhan mereka sebagai pasien, selain itu petugas rumah sakit selalu menyampaikan informasi akurat baik tentang jadwal dokter maupun tentang hasil pemeriksaan. Kemampuan manajerial yang baik harus mampu memberikan informasi yang jelas tentang apa, siapa, dimana, kapan, dan bagaimana layanan kesehatan itu akan dan/atau telah dilaksanakan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Muchlasin (2004), yaitu ada pengaruh antara persepsi pasien tentang penyampaian informasi dengan kemampuan manajerial rawat jalan di rumah sakit Batang Semarang.
88
yang dilakukan oleh Bintangsahala (2009) yang menunjukan bahwa ada hubungan antara persepsi pasien tentang ketepatan pelayanan dokter dengan kemampuan manajerial. Menurut Richard. E, Boyatzit dalam Moenir (2005) ada 5 dimensi untuk tetap terus meningkatkan kemampuan manajerial yang terdiri dari kemampuan teknis, kemampuan manusiawi, dan kemampuan konseptual sehingga mutu pelayanan menjadi lebih baik. yaitu: 1. Dapat menanamkan perasaan mampu melaksanakan tugas pekerjaan bagi orang lain. 2. Dapat membagi kepercayaan terhadap pekerja 3. Dapat menguasai sistem ikaatan kerja sama dengan menetralisir sistem ikatan persaingan yang ada 4. Dapat menyelesaikan perhatian melalui musyawarah secara sepihak dan memuaskan 5. Dapat menumbuhkan dan meningkatkan pemikiran serta sikap yang berorientasi pada pencapaian. Rumah sakit Tentara Kota Pematangsiantar telah mengklasifikasikan atau melaksakan 5 dimensi menurut Richard E.Boyatzit (2005) tersebut hal ini dilakukan agar tetap meningkatkan kemampuan manajerial dan menghasilkan mutu yang lebih baik lagi. B. Mutu Pelayanan Kesehatan Di Poli Paru Rumah Sakit Tentara Kota Pematangsiantar Mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Tentara Kota Pematangsiantar dinilai melalui 5 (lima) dimensi penelitian yang mencakup : keandalan (reliahility), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), empati (empathy), bukti fisik (tangiables). Berdasarkan hasil penelitian ini, mutu pelayanan kesehatan rumah sakit terlihat dari hasil penelitian
kuesioner dimana responden yang merasa mutu pelayanan mayoritas dikategorikan dengan baik sebanyak 26 responden (65%), dan minoritas dikategorikan kurang sebanyak 3 responden (7,5%). Mutu yang dirasakan pasien ini menunjukan bahwa mutu pelayanan kesehatan di Poli Paru Rumah Sakit Tentara Kota Pematangsiantar telah dapat memenuhi harapan-harapan pasien akan pelayanan yang bermutu dan berkualitas baik dalam segala keperluan atau kebutuhan yang diperlukan oleh pasien, baik dari segi pelayanan, kesediaan dalam mendengarkan keluhan/permasalahan pasien dan kesediaan membantu mengatasi permasalahan tersebut. Mutu pelayanan yang baik merupakan hal mutlak yang harus dipenuhi oleh petugas kesehatan sebagai salah satu indikator jaminan mutu suatu Rumah Sakit. Meskipun sebagian besar pasien menyatakan baik dengan mutu pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan, tetapi masih terdapat 3 responden (7,5%) yang menyatakan kurang terhadap mutu pelayanan rumah sakit. Kekurangn ini dikarenakan kesan pertama pertemuan antara pasien dengan petugas kesehatan/pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan yang diinginkan pasien. Hal ini dibuktikan dengan adanya pernyataan pasien yang menyatakan kurang mendapatkan perhatian dari pihak para medis, kurangnya keramah tamaan petugas kesehatan terhadap pasien. Agar pelayanan menjadi lebih baik menurut Gaspersz dalam Sianipar (2005) bahwa yang perlu diperhatikan adalah waktu pendaftaran, waktu tunggu dan pelayanan petugas kesehatan. Kekurangan yang paling sering ditemukan erat kaitanya dengan sikap dan perilaku petugas kesehatan RS, antara lain: sikap, perilaku, lambatnya 89
pelayanan yang diberikan oleh petugas/dokter, serta kesulitan untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan sehingga pasien mencari pelayanan kesehatan lainnya yang lebih baik lagi. Secara keseluruhan dari hasil-hasil yang sejenis dapat memberikan gambaran mengenai pentingnya mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit dalam upaya memberikan kepuasan pada pasien. Bagi rumah sakit, adanya mutu pelayanan yang baik membuat rumah sakit menjadi mampu bersaing dan tetap eksis dalam masyarakat. Menurut Gaspersz dalam Sianipar (2005) menyatakan bahwa, manajer Rumah Sakit harus bertanggung jawab dalam menanganin keluhan dan pengobatan sehingga dengan demikian dokter harus pertindak dengan cepat dan tepat. Hasil tersebut di dukung oleh pendapat James (2013) yang menayatakan ketanggapan dan kepekaan petugas kesehatan terhadap kebutuhan pasien akan meningkatkan mutu pelayanana kesehatan di rumah sakit. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian dari Rasheed (2011) di Delhi india yang menyatakan mutu pelayanan kesehatan dari segi ketanggapan mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kepuasan pasien. Manurut Pohan (2007) dalam Triwibowo (2013) menyatakan mutu pelayanan kesehatan yang dirasakan pasien merupakan keluaran (outcome) dan merupakan salah satu tujuan dari peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Mutu yang baik akan pelayanan yang diberikan oleh pihak penyediaan jasa (rumah sakit) akan meningkatnya kepercayaan pasien terhadap kinerja dan kualitas/mutu rumah sakit tersebut. Hal ini akan mendorong pengunaan yang berulang fasilitas tersebut atau akan menjadi pilihan utama pasien untuk meminta bantuan medis.
C. Hubungan Persepsi Pasien Badan Penyelenggar Jaminan Sosial (Bpjs) Tentang Kemampuan Manajerial Dengan Mutu Pelayanan Kesehatan Di Poli Paru Rumah Sakit Tentara Kota Pematangsiantar Mutu pelayanan kesehatan sangat berkaitan erat dengan kemampuan manajerial yang diterapkan oleh rumah sakit dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Dapat dilihat bahwa dari 25 orang dengan persepsi pasien BPJS tentang kemampuan manjerial yang baik menghasilkan mutu pelayanan kesehatan mayoritas dikaegorikan baik sebanyak 24 responden (96%) dan minoritas di kategorikan Kurang sebanyak 0 responden (0%). Sedangkan dari 13 responden persepsi pasien BPJS tentang kemampuan manajerial yang cukup menghasilkan mutu pelayanan mayoritas dikategorikan baik sebesar 2 responden (15,4%), dan minoritas dikategorikan kurang sebanyak 1 responden (7,7%). Dan dari 2 responden yang persepsi pasien BPJS tentang kemampuan manajerial kurang menghasilkan mutu pelayanan mayoritas dikategorikan Kurang sebanyak 2 responden (100%) dan minoritas dikategorikan Cukup dan kurang masing-masing sebanyak 0 responden (0%). Hasil uji statistik didapatkan nilai signifikan ρ Value (=0,000) < α (=0,05), artinya hipotesa pada penelitian diterima berarti ada hubungan antara kemampuan manajerial dengan mutu pelayanan kesehatan di Poli Paru rumah sakit Tentara kota Pematangsiantar. Untuk tetap meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi pasien BPJS perlu memperbaiki kemapuan manajerial dari pelayanan kesehatan yang ada di Poli Paru Rumah Sakit Tentara Kota Pematangsiantar, baik kemampuan teknis, kemampuan manusiawi maupun kemampuan konseptual dengan jalan
90
membuat pelatihan-pelatihan yang mendukung kegiatan manajerial. Hasil analisis bivariat menunjukan bahwa ada hubungan antara persepsi pasien BPJS tentang kemampuan manajerial dengan mutu pelayanan kesehatan di Poli Paru rumah sakit Tentara kota Pematangsiantar dengan nilai ρ = 0,000 < 0,005. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ester Nunuk (2009) di Rumah Sakit Umum Putri Asih Salatiga bahwa kemampuan manajerial ada hubungan signifikan dengan mutu palayanan. Penelitian ini sama seperti yang dilakukan oleh Edwin (2012) di RSUD Pariamanta yang menyatakan kemampuan manajerial sangat pengaruh signifikan dengan mutu pelayanan kesehatan. Dengan demikian semakin tinggi atau baik persepsi pasien BPJS tentang kemampuan manajerial maka semakin baik pula mutu pelayanan kesehatan dan sebaliknya apabila persepsi pasien BPJS tentang kemampuan manajerial buruk maka mutu pelayanan kesehatan juga buruk. Pelayanan kesehatan di rumah sakit akan diapresiasikan oleh masyarakat/pasien luas selaku pengguna layanan jika pelayanan tersebut bermutu. Pelayanan kesehatan yang bermutu pasti menggunakan pendektan manajemen sehingga pengelolahannya menjadi efektif, efisiensi, dan produktif. Sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan pemerintah ditingkat kabupaten atau kota, fungsi rumah sakit memang perlu terus direvitalisasi sesuai dengan kebijkan reformasi kesehatan. Untuk itu Direktur rumah sakit harus dikembangkan perannya agar mampu menjadi motor penggerak (primer mover). Dokter tidak saja berperan sebagai medicus practicus, tapi juga sebagai pimpinan unit kerja pelayanan kesehatan. Untuk itu, ia dituntut mengembangkan manajerialship dan leadershipnya sehingga tugas pokok
dan fungsi rumah sakit berkembang efektif, efisiensi, produktif (A.A. Gde Muninjaya, 2013). KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan yaitu semakin baik persepsi pasien BPJS tentang kemampuan manajerial maka semakin baik pula mutu pelayanan kesehatan di Poli Paru Rumah Sakit Tentara kota Pematangsiantar dan sebaliknya apabila persepsi pasien BPJS tentang kemampuan manajerial buruk maka akan menghasilkan mutu pelayanan kesehatan juga buruk juga. B. Saran 1. Bagi Rumah Sakit Tentara Kota Pematangsiantar dan Pemberi Pelayanan Kesehatan (Pegawai/Petugas Kesehatan) Rumah Sakit Tentara Kota Pematangsiantar diharapkan lebih meningkat kelengkapan fasilitasfasilitas kesehatan dan pelayanan yang ada di rumah sakit terutama Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada seperti perawat, dokter dan pelaksana penunjang medis lainnya dengan cara mengadakan pelatihanpelatihan khusus/pengembangan ilmu pengetahuan tentang kemampuan manajerial petugas kesehatan 2. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat dilanjutkan di fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dengan memperbesar jumlah sampel dan menambah variabel penelitian yang sejenis agar penelitian ini menjadi lebih baik lagi. DAFTAR PUSTAKA Alex, Sobur. 2003. Psikologi umum. Bandung:Pustaka setia. Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. 91
Azwar, A. 2010. Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi Ketiga,184. Jakarta: Bina Rupa Aksara. Azwar, Azrul. 2007. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Sinar Harapan Jakarta. Bintangsahala, (2009). Analisis Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Keperawatan RS. Bogor. Jurnal Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Diakses 17-032012 Pukul 21.45 Wib. Depkes RI, (2010), Pembangunan Kesehatan di Indonesia. Diakses pada tanggal 26-09-2011 Pukul 15.01 Wib. Edwin, 2012. Hubungan Dimensi Mutu Pelayanan Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Di ruang Rawat Jalan RSUD Parimantan. Tesis. Padang Universitas Andalas. Diakses 17-03-2012 Pukul 20.55 Wib. Effendi, Usman. 2011. Asas manajemen. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Ester Nunuk, 2009. Analisis Pengaruh Persepsi Mutu Pelayanan Asuhan Keperawatan Terhadap Kepuasan Klien Rawat Inap Di RSU Putri Asih Salatiga. Tesis. Semarang. Universitas Diponogoro. Diakses 17-03-2012 Pukul 20.36 Wib. Hardiani, Yunita Efelyn. 2010. Analisa Tingkat Kepuasan Pasien Berdasarkan Dimensi Kualitas Jasa Dan Hubungan Dengan Keinginan Memanfaatkan Kembali Pelayanan Di Bagian Rawat Inap RS Bogor Medical Center Tahun 2010. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat. Universitas Inonesia. Diakses 03-12-2011 Pukul 12.02 Wib. Herlambang, Susatyo. 2013. Pengantar Manajemen.Yogyakarta: Pustaka Baru.
James Ndambuki, (2013). Analisa Harapan dan Kepuasan Pasien Terhadap Mutu Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Kartasura II Tahun 2013. FKM. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses 17-03-2012 Pukul 22.00 Wib. Kartono, Kartini, 2005. Psikologi Sosial Untuk Manajemen, Perusahaan dan Industri. Jakarta: PT. Raja Krafindo Perseda. Kurniawan, Arif Rachman, 2013. Panduan Lengkap Manager dan Supervisor. Yogyakarta: Gramedia. Manahan P.Tampubolon, 2008. Perilaku Keorganisasian, Organization Behavior, Perspektif Organisasi BisnisEdisi Kedua, Jakarta: PT Ghalian Indonesia Manullang, M Drs. 2009. Dasar-Dasar manajemen. Jakarta: Ghadia Indonesia. Muchlasin, (2004). Analisis Pengaruh Kompetensi Interpersonal Perawat Terhadap Persepsi Pasien Rawat Inap Dirumah Sakit Umum Daerah Batang. Tesis. Semarang: program Studi Magister Manajemen Program Pasca Sarjana Universitas Diponogoro. Diakses 17-03-2012 Pukul 22.25 Wib. Muninjaya, A.A Gede. 2012. Manajemen Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC. Moenir, W, Glynn. 2005. Kepemimpinan Kerja Peranan, Tehnik, dan Keberhasilannya. Jakarta: Airlangga. Noor, Azlina, (2013), Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Agro Media Pustaka. Notoadmodjo, 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Pidarta. M. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Rashed. N. Arya S, 2012. Analisis Pengaruh Persepsi Pasien Tentang Mutu Pelayanan Dokter Spesialis Dengan manajemen Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati 92
Cirebon. Jurnal Unpad. Diakses 17-03-2012 Pukul 18.07 Wib. Robbins, Stephen P. 2004. Organizatiunal Behavior, Ahli Bahasa. Jakarta: Gramedia. Rosita, (2011), Mengukur kepuasan Pelanggan.http://hadirosita.fadla.or .id/mengukur-kepuasan-pelanggan. Diakses pada tanggal 10-10-2011 Pukul 20.00 Wib. Shaleh, Abdul Rahman. 2009. Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam. Jakarta: Kencana. Siagian, Sondang P. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi aksara. Sianipar, JPG. 2005. Manajemen Pelayanan Masyarakat. Jakarta: Lan RI. Stenberg, J Robert. 2008. Psikologi Kognitif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Subkhi, Akhmad dan Mohammad Jauhar. 2013. Pengantar Teori & Perilaku Organisasi. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Suyanto, 2009. Metode Penelitian. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Thoha, Miftah, 2004. Kepemimpinan dalam Manajemen Suatu Pendekatan Perilaku. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Balai Pustaka. Tridarwati, Sri Endang. 2011. BPJS (Badan Penyelenggara Jaminana sosial). Jawa Tengah: PT. ASKES. Triwibowo, A, S. 2013. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: EGC. Wijono, D, (2001), Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Surabaya: Airlangga University Pres.
93
HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DAN SANITASI LINGKUNGAN DENGANKEJADIAN DEMAM TIFOID DI DESA DALU SEPULUH-A KECAMATAN TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2013 Diana Sinulingga,Efrata Stikes Medistra Lubuk Pakam ABSTRACT The typhoid fever is a kind of disease that caused by Salmonella typhibacterial infection. This disease is still be a public health problem especially in development countries. It is firmly related with poor practice of personal hygiene and the unhealthy environmental sanitation. The occurrence of typhoid fever in DaluSepuluh-A village KecamatanTanjungMorawa with 43 cases. The purpose of this study was to determine the relationship among personal hygiene, and environmental sanitation with the occurrence of typhoid fever in DaluSepuluh-A Village KecamatanTanjungMorawaKabupaten Deli Serdang in 2013. This study used a cross sectional approach. The population of this study are all of Typhoid Fever patients on January-December 2012, based on medical record of GL Tobing PTPN II TanjungMorawa Hospital. The sampels of this study are 43 person. The research instruments are questionnaires, observation sheets and rollmeter. Data were analyzed by using chi-square method. The result showed that there is a relationship between personal hygiene (p=0,004), environmental sanitation (p=0,003) with the occurrence of typhoid fever. The advice of this research, the society is expected to keep the environment clean and improve their personal hygiene behavior in their daily life for the purpose of preventing typhoid fever. Key Word Literature
: Typhoid Fever, Personal Hygiene, Environmental Sanitation. : 23 Book, 6 Journal. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat, menurut Hendrik L. Blum ada empat faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan yaitu lingkungan, perilaku, keturunan dan pelayanan kesehatan. Menurut Slamet dalam Sajida (2012) kurangnya air bersih khususnya untuk menjaga kebersihan diri, dapat menimbulkan berbagai penyakit salah satunya yaitu demam tifoid. Penduduk yang kurang sarana air bersih akan beresiko terkena demam tifoid 4 kali lebih besar dibanding penduduk yang memiliki sarana air air bersih yang cukup. Personal hygiene yang buruk seperti tidak mencuci tangan setelah buang air besar dengan menggunakan sabun dan kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan, pemakaian ulang daun-daun dan pembungkus makanan yang sudah dibuang
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan mempunyai peranan yang sangat penting karena pada dasarnya kesehatan berkaitan erat dengan peningkatan sumber daya manusia yang merupakan modal dasar pembangunan. Pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan selama ini telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara cukup bermakna, walapun masih dijumpai berbagai masalah dan hambatan. Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan sendiri. Pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya sendiri, tapi harus dilihat dari segi-segi yang ada pengaruhnya terhadap masalah ‘sehat-sakit’ atau kesehatan tersebut (Notoadmodjo, 2009). 94
ke tempat sampah, sayur-sayur yang dimakan mentah, penggunaan air sungai untuk berbagai kebutuhan hidup (mandi, mencuci bahan makanan, mencuci pakaian, berkumur, gosok gigi, yang juga digunakan sebagai kakus), dan penggunaan tinja untuk pupuk sayuran, meningkatkan penyebaran penyakit demam tifoid yang menyerang sistem pencernaan (Soedarto dalam Artanti, 2013). Demam tifoid merupakan infeksi akut pada usus halus yang disebabkab oleh Salmonella typhi. Gejala penyakit ini ditandai dengan demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella typhi dan hanya didapatkan pada manusia. Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Oswari, 2012). Di United State, tifoid merupakan ancaman yang sangat nyata dari reemerging disease, sangat dibutuhkan ahli kesehatan yang dengan pengetahuannya kemudian dapat mengidentifikasi penyakit, pengobatan segera, dan pelaopran kasus. Sedangkan di Indonesia, demam tifoid merupakan penyakit endemik (penyakit yang selalu ada di masyarakat sepanjang waktu walaupun dengan angka kejadian kecil) dan termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 1962, tentang wabah (Machfoedz, 2008). Menurut data WHO tahun 2009, diprediksikan sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan angka insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010 jumlah kejadian demam tifoid dan paratifoid di Rumah Sakit adalah 41.081 kasus pada penderita rawat inap dan jumlah pasien meninggal dunia sebanyak 276 jiwa (Depkes RI,2010). Tahun 2010 kasus KLB demam Tifoid dengan attack rate sebesar 1,36% yang menyerang 1 kecamatan dengan 1
desa dan jumlah penderita 26 jiwa (Dinkes Prop Jateng, 2010). Berdasarkan Profil Kesehatan Propinsi Sumatera Utara tahun 2008, kasus demam tifoid yang dirawat inap di rumah sakit Sumatera Utara menempati urutan ke-2 dari 10 penyakit terbesar yaitu sebanyak 1.276 penderita dari 11.182 pasien rawat inap dengan proporsi 11,4 %. Tingginya angka kejadian demam tifoid dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu personal hygiene dan sanitasi lingkungan. Pada penelitian Naelannajah Alladany (2010) mendapatkan hasil bahwa sanitasi lingkungan dan perilaku kesehatan yang merupakan faktor risiko kejadian demam Tifoid adalah kualitas sumber air bersih, kualitas jamban keluarga, pengelolaan sampah rumah tangga, praktek kebersihan diri, pengelolaan makanan dan minuman rumah tangga. Hal ini sehubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh Artanti tahun 2013 ada hubungan antara sarana pembuangan tinja dengan p = 0,047, kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dengan p = 0,006. Data yang diperoleh dari rekam medik rawat inap dan rawat jalan Rumah Sakit GL. Tobing PTPN II Tanjung Morawa menunjukkan bahwa kasus Demam Tifoid selalu terjadi setiap bulannya dan merupakan penyakit yang sering terjadi dalam jumlah yang besar. Angka kasus Demam Tifoid di Rumah Sakit GL. Tobing PTPN II Tanjung Morawa tercatat masuk dalam 10 besar penyakit Rumah Sakit GL. Tobing PTPN II Tanjung Morawa. Pada tahun 2014 angka kasus demam tifoid ditemukan sebesar 312 penderita, khusus di Kecamatan Tanjung Morawa kasus demam tifoid sebanyak 215 penderita. Pada tahun 2014 Desa Dalu Sepuluh-A merupakan desa yang mengalami kasus demam tifoid yaitu sebanyak 43 penderita. Berdasarkan obeservasi yang saya lakukan di Desa Dalu Sepuluh-A pada 10 penderita demam tifoid diperoleh hasil 7 diantaranya 95
menggunakan sumber air berasal dari sumur bor yang jarak sumur bor dengan septik tank <10 meter sehingga memungkin terjadi cemaran air. Berdasarkan permasalahan dari latar belakang diatas, maka penulis tertarik ingin melakukan penelitian mengenai “Hubungan Personal Hygiene Dan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Demam Tifoid Di Desa Dalu Sepuluh-A Kecamatn Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013”. B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang dapat diambil dari latar belakang masalah diatasadalah apakah ada hubungan personal hygiene dan sanitasi lingkungan dengan kejadian demam tifoid di Desa Dalu Sepuluh-A Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang tahun 2013 ? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan personal hygiene dan sanitasi lingkungan dengan kejadian demam tifoid di Desa Dalu Sepuluh-A Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang tahun 2013. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui personal hygiene di Desa Dalu Sepuluh-A Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang tahun 2013. b. Untuk mengetahui sanitasi lingkungan di Desa Dalu Sepuluh-A Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang tahun 2013. c. Untuk mengetahui adanya hubungan antara personal hygiene dengan kejadian Demam Tifoid di Desa Dalu Sepuluh-A Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang tahun 2013. d. Untuk mengetahui adanya hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian Demam Tifoid di Desa Dalu
Sepuluh-A Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang tahun 2013. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi Masyarakat Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang personal hygiene dan sanitasi lingkungan yang mempengaruhi kejadian Demam Tifoid sehingga masyarakat dapat melakukan upaya pencegahan kasus DemamTifoid. 2. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan tambahan bacaan di perpustakaan STIKes Medistra Lubuk Pakam dan sebagai bahan acuan bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian selanjutnya. 3. Bagi Puskesmas Sebagai bahan masukan agar pihak puskesmas lebih giat lagi dalam meningkatkan promosi kesehatan terutama tentang personal hygiene, dan sanitasi lingkungan yang mempengaruhi kejadian Demam Tifoid sehingga dapat dijadikan dasar dalam pengambilan kebijakan dan penanggulangan Demam Tifoid di Desa Dalu Sepuluh-A Kecamatn Tanjung Morawa. 4. Bagi Peneliti Menambah pengetahuan dan pengalaman baru dalam melakukan penelitian serta mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah dengan keadaan di masyarakat khususnya pada Hubungan Personal Hygiene Dan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Demam Tifoid Di Desa Dalu Sepuluh-A Kecamatan Tanjung Morawa. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survei analitik dengan tujuan untuk mengetahui Hubungan Personal Hygiene dan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Demam Tifoid Di Desa Dalu Sepuluh-A Kecamatan Tanjung Morawa. 2. Rancangan Penelitian 96
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian Cross Sectional dimana pengambilan data dilakukan dengan melihat secara bersamaan antara variabel dependent dan independent. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Dalu Sepuluh-A Keacamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang dengan memiliki total VII dusun. Alasan pemilihan lokasi ini karena berdasarkan observasi pendahuluan ditemukan kasus Demam Tifoid dan sepengetahuan peneliti belum pernah dilakukan penelitian tentang hubungan personal hygiene dan sanitasi lingkungan dengan kejadian demam tifoid di Desa tersebut. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan selama lima bulan dimulai bulan Maret sampai dengan bulan Juni2013. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan objek peneliti atau objek yang diteliti (Notoadmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita Demam Tifoid di Desa Dalu Sepuluh-A Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang berjumlah 43 orang. 2. Sampel Sampel merupakan populasi yang akan di teliti atau sebagian jumlah dari karateristik yang dimiliki populasi. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik total sampling, yaitu teknik penentuan pengambilan sampel dengan mengambil populasi sebagai sampel (Arikunto,2010). Dengan demikian, maka peneliti mengambil sampel dari seluruh penderita Demam Tifoid di Desa Dalu Sepuluh-A yaitu sejumlah 43 orang. Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel Definisi No Penelitian Operasional
D. Metode Pengumpulan Data: 1. Data Primer Data primer berupa personal hygiene dan sanitasi lingkungan penduduk di Desa Dalu Sepuluh-A di dapat melalui kuesioner dan observasi. 2. Data Sekunder Data sekunder di dapat dari rekam medik rawat jalan dan rawat inap Rumah Sakit GL. Tobing PTPN II Tanjung Morawa dan data kependudukan dari Kantor Kepala Desa Dalu Sepuluh-A Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang E. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel a. Variabel Independen Variabel independen dalam penelitian ini adalah personal hygiene dan sanitasi lingkungan yang dilihat dari kebiasaan mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar, kebiasaan mencuci tangan sebelum makan, sarana air bersih dan sarana pembuangan tinja. b. Variabel Dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian demam tifoid. 2. Definisi Operasional Defenisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya memper mudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Sugiyono,2010).
Alat Ukur 97
Kategori
Skala
Independent 1.
Personal Hygiene
2.
Sanitasi Lingkungan
Kebersihan pribadi seorang individu yang sangat berpengaruh terhadap kesehatannya Pengawasan lingkungan fisik yaitu sarana air bersih, dan sarana pembuangan tinja.
Kuesioner
a.Baik : ≥ 100 b.Tidak baik : < 100
Ordinal
Observasi
a.Baik : ≥ 100 b.Tidak baik : < 100
Ordinal
diagnosis dokter yang diperkuat dengan hasil laboratorium uji widal pada penderita demam tifoid.
Rekam Medik
a. Ya : ≥ 5 b. Tidak : < 5
Ordinal
Dependent 3.
Kejadian demam tifoid
kebiasaan mencuci tangan setelah buang air besar, kebiasaan mencuci tangan sebelum makan. 3. Pengukuran Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat rollmeter untuk pengukuran jarak septik tank dengan sarana air bersih, dan pengukuran tinggi bibir sumur. G. Metode Pengukuran Data Pada penelitian ini jumlah pertanyaan di dalam kuesioner ada 25 soal yang terdiri dari 5 soal kejadian demam tifoid, 10 soal personal hygiene dan 10 sanitasi lingkungan. 1. Variabel Independen a. Personal Hygiene Personal hygiene responden diukur berdasarkan jawaban dari pertanyaan yang terdapat pada lembar kuesioner. Peneliti membagi personal hygiene atas dua, yaitu
F. Instrumen Pengukuran Instrumen penelitian adalah perangkat atau alat yang digunakan untuk pengumpulan data (Arikunto, 2010). Adapun instrumen yang digunakan adalah meliputi: 1. Rekam Medik dari Rumah Sakit GL. Tobing PTPN II Rekam medik rawat jalan dan rawat inap di Rumah Sakit GL. Tobing PTPN II berupa buku pasien untuk mengumpulkan data tentang identitas, alamat dan diagnosis pasien demam tifoid. 2. Kuesioner Kuesioner ini bertujuan untuk mendapatkan data untuk menjaring responden dengan mengetahui riwayat penyakit demam tifoid dalam keluarga dan sanitasi peralatan makan dan minum pada rumah tangga, serta untuk mendapatkan data variabel yang akan diteliti yaitu 98
kebiasaan mencuci tangan setelah buang air besar dan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan.. Untuk penilaian kebiasaan mencuci tangan setelah buang air besar setiap jawaban yang diberikan responden dikalikan 25. Jika responden menjawab ”A” dikalikan 0, menjawab “B” dikalikan 1, menjawab “C” dikalikan 2, menjawab “D” dikalikan 3, menjawab “E” dikalikan 4. Maka nilai maksimal 25 X 4 = 100, dan nilai minimal 25 X 0 = 0, maka interval untuk variabel independentkebiasaan mencuci tangan setelah buang air besar adalah 1) Baik : ≥ 50 2) Tidak baik : < 50 Penilaian kebiasaan mencuci tangan sebelum makan setiap jawaban yang diberikan responden dikalikan 25. Jika responden menjawab ”A” dikalikan 0, menjawab “B” dikalikan 1, menjawab “C” dikalikan 2, menjawab “D” dikalikan 3, menjawab “E” dikalikan 4. Maka nilai maksimal 25 X 4 = 100, dan nilai minimal 25 X 0 = 0, maka interval untuk variabel independent kebiasaan mencuci tangan sebelum makan adalah 1) Baik : ≥ 50 2) Tidak baik : < 50 b. Sanitasi Lingkungan Penentuan sanitasi lingkungan dinilai berdasarkan kuesioner atau form penilaian rumah sehat yang telah ditetepkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Peneliti membagi sanitasi lingkungan atas dua, yaitu sarana air bersih dan sarana pembuangan tinja. Untuk penilaian sarana air bersih setiap jawaban yang diberikan responden dikalikan 25. Jika responden menjawab ”A” dikalikan 0, menjawab “B” dikalikan 1, menjawab “C” dikalikan 2, menjawab “D” dikalikan 3, menjawab “E” dikalikan 4. Maka nilai maksimal 25 X 4 = 100, dan nilai minimal 25 X 0 = 0, maka interval untuk variabel independent sarana air bersih adalah 1) Baik : ≥ 50 2) Tidak baik : < 50
Penilaian sarana pembuangan tinja setiap jawaban yang diberikan responden dikalikan 25. Jika responden menjawab ”A” dikalikan 0, menjawab “B” dikalikan 1, menjawab “C” dikalikan 2, menjawab “D” dikalikan 3, menjawab “E” dikalikan 4. Maka nilai maksimal 25 X 4 = 100, dan nilai minimal 25 X 0 = 0, maka interval untuk variabel independent sarana pembuangan tinja adalah 1) Baik : ≥ 50 2) Tidak baik : < 50 2. Variabel Dependent a. Kejadian Demam Tifoid Penelitian ini menggunakan skala Guttman dengan nilai skor bila menjawab ya = 1 dan skor jawaban tidak = 0. Untuk mengetahui kejadian demam tifoid dilakukan melalui kuesioner sebanyak 9 pertanyaan dengan menggunakan skala guttman yang terdiri dari 2 jawaban yaitu ya atau tidak. Jika responden menjawab “Ya” maka nilainya 1 dan jika reponden menjawab “Tidak” maka nilainya 0. Maka nilai maksimal adalah 9 x 1 = 9, dan nilai minimal 9 x 0 = 0. Maka interval kejadian demam tifoid adalah sebagai berikut : 1) Tingkat pertama :0-3 2) Tingkat kedua :4-6 3) Tingkat Tifoid :7-9 H. Pengolahan Data 1. Tahap Persiapan Menyiapkan dan merancang kuesioner personal hygiene dan sanitasi lingkungan. 2. Tahap Pelaksanaan Menyebarkan kuesioner dan Mengumpulkan data. 3. Tahap Penyelesaian Data yang diperoleh kemudian diolah melalui beberapa tahapan sebagai berikut : a. Pengecekan data Data yang sudah dikumpulkan lalu diperiksa kembali untuk mengetahui kelengkapan dan kesalahannya. b. Pengkodian data (Coding)
99
Langkah ini merupakan kegiatan merubah data dari bentuk huruf menjadi angka
atau bilangan untuk memudahkan pengolahannya. c. Memasukkan data (entry)
Yaitu memasukkan kode jawaban responden pada program pengolahan data. d. Pengecekan kembali (Cleaning) Sebelum analisa terhadap data, data yang sudah di masukkan perlu dilakukan pengecekan kelengkapanuntuk memastikan
kembali bahwa data telah bersih dari kesalahan dalam pengkodian maupun dalam membaca kode data siap dianalisa. e. Pengolah data (Processing) Pengolahan menggunakan komputerisa
I. Metode Analisa Data 1. Analisa Univariat Analisa data dengan mendistribusikan variabel personal hygiene dan sanitasi lingkungan di Desa Dalu Sepuluh-A yang disajikan dalam bentuk tabel dan distribusi frekuensi. 2. Analisa Bivariat Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan dari masing-masing variabel independen yaitu personal
hygiene dan sanitasi lingkungan dengan variabel dependen kejadian demam tifoid. Uji analisa dengan menggunakan uji chisquare pada taraf kepercayaan 95% (α = 0,05) dengan menggunakan komputerisasi sehingga diketahui hubungan antar variabel penelitian. Jika p ≤ 0,05 maka Ho di tolak artinya terdapat hubungan yang bermakna antara variabel independent dengan variabel dependent. Kecamatan Tanjung Morawa adalah sebagai berikut :
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN I. Hasil Penelitian A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian yang berjudul hubungan personal hygiene dan sanitasi lingkungan dengan kejadian demam tifoid di desa Dalu Sepuluh-A Ke camatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang tahun 2013, dengan responden yang terdiri dari 43 orang. Penelitian ini dilaksanakan di desa Dalu Sepuluh-A Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang yang mempunyai luas wilayah sebesar 530 Ha dengan jumlah penduduk 7.298 jiwa, dan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 1.887 KK. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 3.666 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 3.632 jiwa.Adapun batasbataswilayah desa Dalu Sepuluh-A
Berdasarkan data laporan Demam Tifoid yang diperoleh dari Rumah Sakit GL. Tobing PTPN II Tanjung Morawa Tahun 2013 diketahui bahwa jumlah kasus demam tifoid desa Dalu Sepuluh-A Kecamatan Tanjung Morawa tahun 2012 sebanyak 43 kasus. Hasil observasi sanitasi lingkungan, masih terdapat sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Sedangkan hasil observasi tentang personal hygiene, masih banyak warga yang kurang memerhatikan kebersihan dirinya seperti kebiasaan mencuci tangan setelah buang besar dan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan sehingga penularan dan penyebaran peyakit demam tifoid dapat terjadi di masyarakat
100
B. Analisa Univariat 1. Personal Hygiene Distribusi hasil penelitian mengenai personal hygiene di Desa Dalu Sepuluh-A Kecamatan Tanjung Morawa (Tabel 4.1). Tabel 4.1 Distribusi responden berdasarkan personal hygiene No. Personal Hygiene Frekuensi (orang) Persentase (%) 1. Tidak Baik 28 65,1 2. Baik 15 34,9 Total 43 100.0 Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa responden yang mempunyai personal hygiene tidak baik sebanyak 28 orang (65,1%) dan responden yang mempunyai personal hygiene baik sebanyak 15 orang (34,9%). 2. Sanitasi Lingkungan Distribusi hasil penelitian mengenai sanitasi lingkungan di Desa Dalu Sepuluh-A Kecamatan Tanjung Morawa (Tabel 4.2). Tabel. 4.2 Distribusi responden berdasarkan sanitasi lingkungan No. Sanitasi Lingkungan Frekuensi ( orang ) Persentase 1. Tidak Baik 26 60,5 2. Baik 17 39,5 Total 43 100.0 Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa responden yang mempunyai sanitasi lingkungan tidak baik sebanyak 26 orang (60,5%) dan responden yang mempunyai sanitasi lingkungan baik sebanyak 17 orang (39,5%). B. Analisa Bivariat 1. Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Demam Tifoid Hasil uji Chi-square dari data penelitian tentang personal hygiene dengan kejadian demam tifoid, didapatkan hasil sebagai berikut (Tabel 4.3). Tabel 4.3 Distribusi responden berdasarkan hubungan personal hygiene dengan kejadian demam tifoid
Sanitasi No Lingkungan 1. 2.
Tidak Baik Baik Total
Kejadian Demam Tifoid Tingkat Tingkat Kedua Tifoid n % n % 4 9,3 24 55,8 9 20,9 6 14,0 34 30,2 30 69,8
Berdasarkan jumlah skor masing – masing dimensi pada tabel diatas kemudian dilakukan analisa uji statistik dengan metode Uji Chi-square artinya : Ho
Jumlah n 28 15 43
% 65,1 34,9 100.0
P (sig) 0.004
ditolak sehingga ada hubungan antara personal hygiene dengan kejadian demam tifoid di Desa Dalu Sepuluh-A Kecamatan
101
Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013. Interprestasi hasil yang lebih mudah yaitu dengan melihat indeks P Value sebesar = 0.004 dimana lebih kecil dari harga signifikan 95% ( 0,05) oleh karena
itu dapat ditarik kesimpulan bahwa Ho ditolak sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara personal hygiene dengan kejadian demam tifoid di Desa Dalu Sepuluh-A Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013.
2. Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Demam Tifoid Hasil uji Chi-square dari data penelitian tentang personal hygiene dengan kejadian demam tifoid, didapatkan hasil sebagai berikut (Tabel 4.4). Tabel 4.4 Distribusi responden berdasarkan hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian demam tifoid
Sanitasi No Lingkungan 1. 2.
Tidak Baik Baik Total
Kejadian Demam Tifoid Tingkat Tingkat Kedua Tifoid n % n % 3 7,0 23 53,5 10 23,3 7 16,3 13 30,2 30 69,8
Berdasarkan jumlah skor masing – masing dimensi pada tabel diatas kemudian dilakukan analisa uji statistik dengan metode Uji Chi-square artinya : Ho ditolak sehingga ada hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian demam tifoid di Desa Dalu Sepuluh-A Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013. Interprestasi hasil yang lebih mudah yaitu dengan melihat indeks P Value sebesar = 0.003 dimana lebih kecil dari harga signifikan 95% ( 0,05) oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa Ho ditolak sehingga terdapat hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian demam tifoid di Desa Dalu Sepuluh-A Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013. II. Pembahasan A. Univariat 1. Personal Hygiene di Desa Dalu Sepuluh-A Kecamatan Tanjung Morawa. Dari hasil penelitian di lapangan 27 responden (62,8%) memiliki personal hygiene yang tidak baik yaitu hanya mencuci tangan dengan menggunakan air
Jumlah n 26 17 43
% 60,5 39,5 100.0
P (sig) 0.003
dan sabun, 16 responden (37,2%) memiliki personal hygiene yang baik yaitu mencuci tamgan dengan air mengalir, sabun, dan menggosok sela-sela jari. Hal ini menyebabkan personal hygiene dalam penelitian ini merupakan faktor risiko kejadian Demam Tifoid di di Desa Dalu Sepuluh-A Kecamatan Tanjung Morawa. Bakteri Salmonella thypi penyebab penyakit demam tifoid ini dapat ditularkan melalui makanan dan minuman sehingga apabila seseorang kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan maka kuman Salmonella typhi dapat masuk ke dalam tubuh selanjutnya akan menyebabkan sakit (Zulkoni, 2010). Menurut Siti Fathonah (2005), menyatakan tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri atau virus patogen dari tubuh, feses atau sumber lain ke makanan. Oleh karenanya kebersihan tangan dengan mencuci tangan perlu mendapat prioritas tinggi, walaupun hal tersebut sering disepelekan Pencucian dengan sabun sebagai pembersih, penggosokkan dan pembilasan dengan air mengalir akan menghanyutkan partikel
102
kotoran yang banyak mengandung mikroorganisme. 2. Sanitasi Lingkungan di Desa Dalu Sepuluh-A Kecamatan Tanjung Morawa. Menurut Widoyono (2011), sarana air bersih merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian demam tifoid. Prinsip penularan demam tifoid adalah melalui fekal-oral, kuman berasal dari tinja atau urin penderita atau bahkan carrier (pembawa penyakit yang tidak sakit) yang masuk ke dalam tubuh melalui air dan makanan. Pemakaian air minum yang tercemar kuman secara massal sering bertanggung jawab terhadap terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB). Sarana pembuangan tinja merupakan faktor risiko terjadinya Demam Tifoid karena penyakit ini dari feses penderita dan lalat sebagai pembawa bakteri Salmonella Typhi. Hal tersebut dikarenakan sarana pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat dapat menjadi sumber penularan penyakit Dari hasil penelitian di lapangan didapatkan hasil bahwa 55,8%sanitasi lingkungan responden tidak baik dan 44,2% sanitasi lingkungan responden baik. Hal ini menyebabkan sanitasi lingkungan dalam penelitian ini merupakan faktor risiko kejadian Demam Tifoid di di Desa Dalu Sepuluh-A Kecamatan Tanjung Morawa. Beberapa alasan yang menjadi penyebab sarana air bersih pada penelitian ini tidak baik yaitu responden memiliki air sumur yang berwarna, tempat penampungan air yang terbuka, dan lantai retak. Sarana pembungan tinja sebagian besar yang dimiliki responden sudah baik yaitu responden menggunakan jamban leher angsa dan memiliki septic tank. B. Bivariat 1. Hubungan personal hygiene dengan kejadian demam tifoid di Desa Dalu Sepuluh-A Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang tahun 2013
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada hubungan antara personal hygiene dengan kejadian Demam Tifoid di Desa Dalu SepuluhA Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang. Hasil uji Chisquare diperoleh nilai p (0,004) > α (0,05). Sehingga Ho ditolak, artinya ada hubungan antara personal hygiene dengan kejadian demam tifoid di Desa Dalu Sepuluh-A Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang tahun 2013. Penelitian ini selaras dengan penelitian Aris Suyono (2006) di Puskesmas Bobotsari Kabupaten Purbalingga, yang meneliti tentang hubungan antara kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dengan kejadian Demam Tifoid, memperoleh hasil bahwa ada hubungan yang bermakna antara variabel kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dengan kejadian Demam Tifoid (p=0,001). Hasil penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian Arief Rakhman,dkk (2009) di Kabupaten Bulungan Kalimantan Timur yang meneliti tentang kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dengan kejadian Demam Tifoid memperoleh hasil bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dengan kejadian Demam Tifoid di Kabupaten Bulungan Kalimantan Timur dengan OR= 2,625 dan 95%CI=1,497-4,602 yang berarti bahwa responden yang tidak mencuci tangan sebelum makan mempunyai risiko 2,625 kali lebih besar terkena Demam Tifoid dibandingkan dengan responden yang mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum makan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Artanti (2013) di Wilayah kerja puskesmas Kedungmundu kota Semarang, yang meneliti tentang hubungan antara kebiasaan mencuci tangan setelah buang air besar dengan 103
kejadian Demam Tifoid, memperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel kebiasaan mencuci tangan setelah buang air besar dengan kejadian Demam Tifoid (p=0,107). Menurut teori yang dikemukakan oleh Arisman (2008), bahwa budaya cuci tangan yang benar adalah kegiatan terpenting. Setiap tangan yang dipergunakan untuk memegang makanan, maka tangan harus sudah bersih. Tangan perlu dicuci karena ribuan jasad renik, baik flora normal maupun cemaran, menempel ditempat 2. Hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian demam tifoid di Desa Dalu Sepuluh-A Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang tahun 2013. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian Demam Tifoid di Desa Dalu SepuluhA Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang. Hasil uji Chisquare diperoleh nilai p (0,003) > α (0,05). Sehingga Ho ditolak, artinya ada hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian demam tifoid di Desa Dalu Sepuluh-A Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang tahun 2013. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Dwi Yulianingsih (2008) di RSUD Kabupaten Temanggung, yang meneliti tentang hubungan kondisi jamban keluarga dengan kejadian Demam Tifoid, menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara variabel kondisi jamban keluarga dengan kejadian Demam Tifoid. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Naelannajah Alladany (2010) di Kota Semarang, menunjukkan hasil yang selaras bahwa terdapat hubungan antara sarana pembuangan tinja dengan kejadian Demam Tifoid diperoleh dari
tersebut dan mudah sekali berpindah ke makanan yang tersentuh. Pencucian dengan benar telah terbukti berhasil mereduksi angka kejadian kontaminasi dan KLB. Penularan bakteri Salmonella typhi salah satunya melalui jari tangan atau kuku. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya sepert mencuci tangan sebelum makan maka kuman Salmonella typhi dapat masuk ke tubuh orang sehat melalui mulut, selanjutnya orang sehat akan menjadi sakit (Zulkoni, 2010). p value = 0,002 (< 0,05) dan OR sebesar 3,917 yang berarti bahwa responden yang mempunyai sarana pembuangan tinja tidak memenuhi syarat mempunyai resiko untuk terkena Demam Tifoid 3,917 kali lebih besar daripada responden yang mempunyai sarana pembuangan tinja memenuhi syarat. Penelitian lain yang dilakukan oleh Artanti (2013) di Wilayah kerja puskesmas Kedungmundu kota Semarang, yang meneliti tentang hubungan antara sarana air bersih dengan kejadian Demam Tifoid, memperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel sarana air bersih dengan kejadian Demam Tifoid (p=0,234). PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil uji statistik dan pembahasan yang telah ada di bab sebelumnya dapat di simpulkan bahwa : 1. Berdasarkan hasil penelitian dari 43 responden bahwa personal hygiene tidak baik 27 orang, personal hygiene baik 16 orang, 2. Berdasarkan hasil penelitian dari 43 responden bahwa sanitasi lingkungan tidak baik 24 orang dan sanitasi lingkungan baik 19 orang. 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara personal hygiene dengan kejadian 104
demam tifoid di Desa Dalu Sepuluh-A Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang tahun 2013 dengan nilai p Value 0.004 < 0.05. 4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian demam tifoid di Desa Dalu Sepuluh-A Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang tahun 2013 dengan nilai p Value 0.029 < 0.05. B. Saran 1. Bagi Penderita Demam Tifoid Diharapkan untuk lebih meningkatkan kesadaran agar mempunyai personal hygiene yang baik serta menjaga sanitasi lingkungan untuk mencegah penyakit demam tifoid. 2. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan untuk memberikan kontribusi referensi untuk pengembangan pengetahuan dan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan penyakit demam tifoid. 3. Bagi Peneliti Lain Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan memperluas sampel penelitian dan variabel yang berbeda untuk lebih mengetahui faktor lain yang berhubungan dengan kejadian demam tifoid
Kedungmundu. Skripsi, Universitas Negeri Semarang, di unduh pada tanggal 28 Januari 2013, (http://lib.unnes.ac.id/18354/1/645 0408002.pdf). Budiman,C.2012.Pengantar Kesehatan Lingkungan, Jakarta : EGC. Depkes RI.2006. Pedoman Pengendalian Demam Tifoid, Jakarta: Direktorat Jendral PP & PL. _________.2007. Profil Kesehatan Indonesia. di akses pada tanggal 30 Januari 2013 (http//www.depkes.go.id.Jakarta) _________.2009. Profil Kesehatan Indonesia, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. di unduh pada tanggal 30 Januari 2013, (http:// depkes.go.id:8180//bitstream//F12345678 9//F1409%2F1//FBK2009-230210-A.pdf). _________.2010. Profil Kesehatan Indonesia, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. di unduh pada tanggal 30 Januari 2013 (http:// depkes.go.id//download.php//file//downloa d//pusdatin//profil-kesehatan indonesia//profil-kesehatan-indonesia2010.pdf). Fathonah,S.2005, Higiene dan Sanitasi M akanan, Semarang: UNNES Press. Haryono, R.2012, Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan,Yogyakarta : Gosyen Publishing. Isro’in, L dan Sulistyo Andarmoyo, 2012. Personal Hygiene Konsep, Proses dan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan, Yogyakarta: Graha Ilmu. Kodoatie, R dan Roestam Sjarief, 2010.Tata Ruang Air, Yogyakarta : C.V Andi. Machfoedz,I.2008.Menjaga Kesehatan Rumah Dari Berbagai Penyakit Bagian dari Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Masyarakat, Sanitasi Pedesaan Dan Perkotaan.Fitramaya: Yogyakarta.
DAFTAR PUSTAKA Addin, A.2009. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit, Bandung: PT. Puri Delco. Aliya,D.R.2008, Mengenal Teknik Penjernihan Air, Semarang: CV Aneka Ilmu. Arikunto, S.2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta Artanti,N.2012.Hubungan Sanitasi Lingkungan, Higiene Perorangan, dan Karakteristik Individu dengan Kejadian Demam Tifoid di Wilayah Puskesmas 105
(http://repository.usu.ac.id/bitstrea m/123456789/39011/cover.pdf) Slamet, J.2009. Kesehatan Lingkungan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Soedarto.2009. Penyakit Menular di Indonesia, Jakarta: CV Sagung Seto. Sugiyono.2010. Statistik Untuk Penelitian, Bandung : Alfalta Suyono, dan Budiman.2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat dalam Konteks Kesehatan Lingkungan, Jakarta : EGC. Tarwoto dan Wartonah, 2006, Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika. Waluyo, L.2009. Mikrobiologi Lingkungan, Malang : UMM Press. Widoyono, 2011, Penyakit Tropis:Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya, Jakarta: Erlangga. Winarsih, S.2008.Pengetahuan Sanitasi dan Aplikasinya, Semarang: CV Aneka Ilmu. Zulkoni, A.2010. Parasitologi, Yogyakarta: Nuha Medika.
Notoatmodjo,S.2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta: Rineka Cipta. _________.2010. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta. Oswari,E.2012. Penyakit dan Penanggulangannya, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pramitasari,O.2013. Faktor Risiko Kejadian Penyakit Demam Tifoid Pada Penderita yang Dirawat Di Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran,Jurnal Kesehatan Masyarakat volume 2, no. 1, hlm 110. Proverawati,A dan Eni Rahmawati.2012. Prilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS),Yogyakarta : Nuha Medika. Rampengan, T.H.2007, Penyakit Infeksi Tropik pada Anak, Jakarta: EGC. Sajida, A.2012. Hubungan Personal Hygiene dan Sanitasi Lingkungan dengan Keluhan Penyakit Kulit di Kelurahan Denai. Skripsi,Universitas Sumatera Utara, di unduh pada tanggal 28 Januari 2013,
106
107