Fauna Indonesia merupakan Majalah llmiah Populer yang diterbitkan oleh Masyarakat Zoologi Indonesia (MZI). Majalah ini memuat hasil pengamatan ataupun kajian yang berkaitan dengan fauna asli Indonesia, diterbitkan secara berkala dua kali setahun
ISSN 0216-9169
Redaksi Mohammad Irham Pungki Lupiyaningdyah Nur Rohmatin Isnaningsih Conni Margaretha Sidabalok
Sekretariatan Yulianto Yuni Apriyanti
Alamat Redaksi Bidang Zoologi Puslit Biologi - LIPI Gd. Widyasatwaloka, Cibinong Science Center JI. Raya Jakarta-Bogor Km. 46 Cibinong 16911 TeIp. (021) 8765056-64 Fax. (021) 8765068 E-mail:
[email protected]
Foto sampul depan : Meloidogyne incognita - Foto: Kartika Dewi
PEDOMAN PENULISAN
Redaksi FAUNA INDONESIA menerima sumbangan naskah yang belum pernah diterbitkan, dapat berupa hasil pengamatan di lapangan/ laboratorium atau studi pustaka yang terkait dengan fauna asli Indonesia yang bersifat ilmiah popular. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia dengan summary Bahasa Inggris maksimum 200 kata dengan jarak baris tunggal. Huruf menggunakan tipe Times New Roman 12, jarak baris 1.5 dalam format kertas A4 dengan ukuran margin atas dan bawah 2.5 cm, kanan dan kiri 3 cm. Sistematika penulisan: a. Judul: ditulis huruf besar, kecuali nama ilmiah spesies, dengan ukuran huruf 14. b. Nama pengarang dan instansi/ organisasi. c. Summary d. Pendahuluan e. Isi: i. Jika tulisan berdasarkan pengamatan lapangan/ laboratorium maka dapat dicantumkan cara kerja/ metoda, lokasi dan waktu, hasil, pembahasan. ii. Studi pustaka dapat mencantumkan taksonomi, deskripsi morfologi, habitat perilaku, konservasi, potensi pemanfaatan dan lain-lain tergantung topik tulisan. f. Kesimpulan dan saran (jika ada). g. Ucapan terima kasih (jika ada). h. Daftar pustaka. 5. Acuan daftar pustaka: Daftar pustaka ditulis berdasarkan urutan abjad nama belakang penulis pertama atau tunggal. a. Jurnal Chamberlain. C.P., J.D. BIum, R.T. Holmes, X. Feng, T.W. Sherry & G.R. Graves. 1997. The use of isotope tracers for identifying populations of migratory birds. Oecologia 9:132-141. b. Buku Flannery, T. 1990. Mammals of New Guinea. Robert Brown & Associates. New York. 439 pp. Koford, R.R., B.S. Bowen, J.T. Lokemoen & A.D. Kruse. 2000. Cowbird parasitism in grasslands and croplands in the Northern Great Plains. Pages 229-235 in Ecology and Management of Cowbirds (J. N.M. Smith, T. L. Cook, S. I. Rothstein, S. K. Robinson, and S. G. Sealy, Eds.). University of Texas Press, Austin. c. Koran Bachtiar, I. 2009. Berawal dari hobi , kini jadi jutawan. Radar Bogor 28 November 2009. Hal.20 d. internet NY Times Online . 2007.”Fossil find challenges man’s timeline”. Accessed on 10 July 2007 (http://www.nytimes.com/nytonline/NYTO-Fossil-Challenges-Timeline.html).
6.
Tata nama fauna: a. Nama ilmiah mengacu pada ICZN (zoologi) dan ICBN (botani), contoh Glossolepis incisus, nama jenis dengan author Glossolepis incisus Weber, 1907. b. Nama Inggris yang menunjuk nama jenis diawali dengan huruf besar dan italic, contoh Red Rainbowfish. Nama Indonesia yang menunjuk pada nama jenis diawali dengan huruf besar, contoh Ikan Pelangi Merah. c. Nama Indonesia dan Inggris yang menunjuk nama kelompok fauna ditulis dengan huruf kecil, kecuali diawal kalimat, contoh ikan pelangi/ rainbowfish.
7.
Naskah dikirim secara elektronik ke alamat:
[email protected]
KATA PENGANTAR
Fauna Indonesia edisi pertama di tahun 2013 menyambangi anda kembali dengan suatu perubahan, yaitu majalah ini bersatu dengan induknya, Masyarakat Zoologi Indonesia (MZI), bersama dengan majalah ilmiah Zoo Indonesia di website baru Masyarakat Zoologi Indonesia (www.MZI.or.id). Adanya publikasi Fauna Indonesia di dalam MZI berarti majalah ini kembali kepada akar organisasi yang akan menggeliat menggaungkan potensi dan konservasi fauna di Indonesia. Pembaca pun tidak hanya akan membaca artikel-artikel menarik dalam edisi ini namun akan mengetahui juga organisasi dan aktifitas MZI. Pada edisi ini ada tujuh artikel yang kami persembahkan kepada pembaca yang meliputi dunia herpetofauna, moluska, serangga dan cacing endoparasit. Hal yang menarik untuk diperhatikan pada sajian ini adalah sebagian memaparkan segi potensi pemanfaatan dari fauna lokal Indonesia. Artikel-artikel tentu saja akan membuka wacana yang baik bagi kita untuk menguak lebih jauh lagi tentang besarnya manfaat fauna yang berada di sekitar kita. Nilai-nilai ekonomis yang belum banyak terungkap dapat terinisiasi dari tulisan tersebut. Kita berharap bahwa semakin banyak tulisan yang dapat membuka potensi-potensi tersembunyi dari fauna Indonesia. Tentu saja ini akan memperkuat pemikiran bahwa mengapa konservasi satwa perlu dilakukan karena potensi pemanfaatannya baik untuk pangan, kesenangan dan servis ekologi sangat dibutuhkan manusia.
Selamat membaca.
Redaksi
i
DAFTAR ISI
PENGANTAR REDAKSI ......................................................................................................................
i
DAFTAR ISI ..............................................................................................................................................
ii
VOKALISASI ANAK BUAYA MUARA Crocodylus porosus ........................................................... Hellen Kurniati
1
INFORMASI BIOLOGI DAN PEMANFAATAN KERANG KEREK (Gafrarium tumidum) ................................................................................................................................. Muhammad Masrur Islami MOLUSKA BAKAU SEBAGAI SUMBER PANGAN ................................................................... Nova Mujiono
5
12
PELUANG EKSPLORASI KERAGAMAN KEONG DARAT DARI PULAU-PULAU KECIL DI INDONESIA............................................................................ Heryanto
17
MELOIDOGYNE INCOGNITA PADA KENTANG HITAM (SOLENOSTEMON ROTUNDIFOLIUS)........................................................................................... Kartika dewi & Yuni Apriyanti
22
KAJIAN BIOLOGI LEBAH TAK BERSENGAT (APIDAE : TRIGONA) DI INDONESIA ....................................................................................................................................... Erniwati
29
JENIS-JENIS KURA-KURA AIR TAWAR YANG DIPERDAGANGKAN DI BANTEN .............................................................................................................................................. Dadang Rahadian Subasli
35
ii
Fauna Indonesia Vol 12 (1) Juni 2013: 5-11
INFORMASI BIOLOGI DAN PEMANFAATAN KERANG KEREK (Gafrarium tumidum) Muhammad Masrur Islami UPT Balai Konservasi Biota Laut Ambon - LIPI Summary The clams Gafrarium tumidum are of edible ones and have both economical and ecological importances. The shells are thick and solid, short and high in shape, ovate-subquadrate to subtrigonal in outline, with various outer coloration of shell and the length about 3-5 cm. The distribution is in Indo-West Pacific, India, Sri Lanka, Japan, the Philippines, Indonesia, Mauritius and Seychelles to Melanesia, Australia and New Caledonia. Sexes are separated but no external differentiation. Annual sex ratio of male and female is deviated significantly from the 1:1 ratio with female being the dominant. Economically, the clams are exploited by people in coastal area as alternative food sources, which are proven to be high in nutrition especially in the protein, carbohydrate and fat. Ecologically, they can be used as bioindicator of metal contamination.
PENDAHULUAN
sebuah otot aduktor posterior, yang bekerja secara
Kerang merupakan kelompok Moluska yang memiliki ciri-ciri bentuk kaki seperti kapak, insangnya berlapis-lapis dan memiliki dua keping cangkang. Kerang tergolong fauna hidup di lingkungan akuatik,
antagonis dengan hinge atau engsel. Ketika otot aduktor rileks, ligamen berkerut maka kedua keping cangkang akan terbuka, demikian sebaliknya. Di bawah engsel terdapat gigi atau tonjolan pada salah satu keping yang berfungsi untuk mempererat sambungan keping cangkang, (Poutiers 1998).
baik di perairan tawar, estuari maupun laut (Brusca & Brusca 2003). Secara umum bagian tubuh kerang dibagi menjadi lima yakni 1) kaki (foot, byssus); 2)
Kerang telah dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, baik secara ekologi, ekonomi maupun kepentingan lainnya. Secara ekologi, kerang memiliki
kepala (head); 3) bagian alat pencernaan dan reproduksi (visceral mass); 4) selaput (mantle); dan 5) cangkang (shell). Pada bagian kepala terdapat organ-
peranan yang penting dalam suatu ekosistem dan menjadi salah satu elemen yang tak terpisahkan dari rantai makanan yang ada di perairan. Selain itu kerang
organ syaraf sensorik dan mulut. Bagian kaki merupakan otot yang mudah berkontraksi dan alat utama untuk pergerakan. Cangkang merupakan alat pelindung diri yang tersusun dari lapisan karbonat yang memiliki bentuk dan warna bervariasi (Setyono
juga dapat digunakan sebagai indikator dari suatu keadaan lingkungan. Secara ekonomi, kerang telah dikenal sebagai sumber makanan yang lezat dan bergizi. Selain itu, cangkangnya juga dapat digunakan untuk hiasan atau pernak-pernik (Kellogg dan Fautin 2002).
2006). Kedua keping cangkang pada bagian dalam ditautkan oleh sebuah otot aduktor anterior dan 5
Fauna IndonesiaVol 12 (1) Juni 2013: 5-11
Kerang kerek Gafrarium tumidum merupakan salah satu contoh kerang yang telah banyak dimanfaatkan baik untuk kepentingan ekologi, ekonomi maupun kepentingan yang lain. Tulisan ini membahas beberapa aspek biologi dan pemanfaatan kerang kerek dengan harapan dapat memberikan informasi yang mendukung pemanfaatannya secara lebih optimal.
Gambar 1. Morfologi cangkang Gafrarium tumidum (Poutiers 1998).
KLASIFIKASI DAN CIRI-CIRI MORFOLOGI gigi kardinal pada setiap cangkang. Selain itu, gigi lateral anterior berkembang dengan baik, satu di cangkang bagian kiri dan dua di cangkang bagian
Kerang kerek G. tumidum termasuk ke dalam famili Veneridae, kelas Bivalvia. Secara lengkap klasifikasi G. tumidum menurut Lamprell & Whitehead (1992) dan Poutiers (1998) adalah sebagai
kanan, dipisahkan oleh lekukan yang dalam. Ukuran cangkang maksimum mencapai 4 cm, namun ukuran rata-rata adalah 3 cm. Habitatnya di pantai berpasir
berikut: Fillum
: Mollusca
Kelas
: Bivalvia
dan berlumpur, di daerah intertidal dan sublitoral hingga kedalaman sekitar 30 meter (Poutiers 1998).
Subkelas : Heterodonta Ordo
: Veneroida
Famili
: Veneridae
Genus
: Gafrarium
HABITAT DAN DISTRIBUSI Kerang kerek memiliki sifat infauna atau semiinfauna yang mendiami habiat berpasir dan berlumpur di kawasan pesisir dan berperan sebagai penyusun komunitas makrozoobentos (Barnes 1991). Kerang G. tumidum merupakan salah satu jenis kerang yang
Spesies : Gafrarium tumidum Roding, 1798 Kerang kerek memiliki bentuk cangkang yang tebal dan garis pertumbuhan yang menonjol untuk
hidup di daerah intertidal dan litoral hingga kedalaman 30 cm (Poutiers 1998). Kerang ini hidup di
melindungi tubuhnya dari tekanan lingkungan dan gangguan predator (Kira 1981, Kurihara 2003).
permukaan substrat dasar perairan. Substratnya bisa berupa pasir berlumpur dan sedimen berlumpur
Kerang ini memiliki umbo yang tebal, rendah dan berbentuk bulat serta pallial sinus sangat dangkal (Gambar 1). Engsel yang ada biasanya kuat dengan 3
(Baron & Clavier 1992). Kerang Gafrarium pada umumnya membuat
Gambar 2. Distribusi kerang Gafrarium tumidum (Poutiers 1998). 6
Fauna IndonesiaVol 12 (1) Juni 2013: 5-11
lubang di pasir halus atau pun lumpur, namun tidak seluruh bagian tubuhnya masuk ke dalam lubang tersebut (Allan 1962). Kilburn (1999) menyatakan bahwa kerang ini hidupnya terbenam secara vertikal, namun terkadang bagian posteriornya muncul pada permukaan pasir atau lumpur. Umumnya kerang ini hidup di perairan yang dangkal dan kadang-kadang membentuk populasi yang padat. Distribusi kerang G. tumidum meliputi wilayah Indo-Pasifik, India, Sri Lanka, Jepang, Filipina, dan Indonesia (Gambar 2). Kerang ini juga dapat dijumpai di wilayah Mauritius dan Seychelles hingga Melanesia, Australia dan New Caledonia (Abbot & Dance 1990, Poutiers 1998).
REPRODUKSI DAN PERTUMBUHAN Kerang kerek G. tumidum memiliki kelamin
Gambar 3. Perkembangan embrio kerang kerek Gafrarium
jantan dan betina yang terpisah. Perbandingan kelamin individu jantan dan betina umumnya memiliki perbandingan 1:1 dengan individu betina
tumidum (Jagadis 2011).
Pertumbuhan
lebih dominan. Meskipun kelaminnya terpisah namun tidak terdiferensiasi secara eksternal. Pada awal perkembangan gonad, sel telur memiliki bentuk tidak
merupakan
proses
biologis
kompleks dimana banyak faktor mempengaruhinya. Secara umum ada dua faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi kerang laut yakni faktor dalam yang meliputi keturunan, seks,
beraturan (irregular) dengan ukuran rata-rata < 45 mm, sedangkan ketika memasuki awal matang gonad, kebanyakan sel telur berbentuk bulat namun masih ada yang tidak beraturan dengan ukuran 45 - 58 mm.
umur, penyakit serta parasit dan faktor luar yang bisa berupa makanan, variabilitas musim, temperatur, salinitas, derajat keasaman (pH) dan kadar kalsium (Effendie 2002, Morriconi et al. 2002). Temperatur merupakan salah satu faktor pembatas terkait proses
Bentuk akan menjadi bulat sempurna ketika memasuki tahap matang gonad dengan ukuran sekitar 72 mm (Jagadis & Rajagopal 2007). Jagadis & Rajagopal (2007) juga menyatakan bahwa berdasarkan pengamatan perkembangan
oogenesis. Kondisi temperatur rendah akan mengakibatkan rendahnya laju oogenesis kerang (Morriconi et al. 2002). Sedangkan makanan berperan
diameter sel gonad melalui gonad smear dan preparat histologi G. tumidum , maka didapatkan empat tahap kematangan gonad pada individu betina dan dua
penting terutama pada saat puncak pemijahan dan distribusi anakan (Khayat & Muhandai 2006). Pertumbuhan kerang memiliki ciri-ciri terletak pada tingkat variasi yang meliputi variasi tingkat perkembangan, variasi umur, dan kondisi lingkungan.
tahap kematangan gonad pada individu jantan. Menurut Jagadis (2011), embrio kerang kerek memiliki beberapa tahap perkembangan meliputi sel telur yang terfertilisasi, pembentukan polar tubuh, perkembangan menjadi dua sel, tahap trefoil,
Perubahan yang terjadi selama pertumbuhan pada kerang dapat dilihat dengan dua cara, yaitu pertama dengan melihat perubahan parameter pertumbuhan
perkembangan morula dan trochopore (Gambar 3). 7
Fauna IndonesiaVol 12 (1) Juni 2013: 5-11
yang hampir sama dengan kerang jenis lainnya yakni
kerang yang dihubungkan dengan tingkat variasi umur dan kedua dengan membandingkan tingkat pertumbuhan salah satu dimensi cangkang dengan
secara tipikal memiliki kandungan protein tinggi serta rendah lemak dan kolesterol. Jayabal dan Kalyani (1987) mengemukakan hasil analisis proksimat bagian tubuh Meretrix meretrix memiliki kandungan
dimensi lain (Wilbur 1984). Menurut Mariani et al. (2002), tingkat pertumbuhan setiap dimensi tubuh kerang cenderung tidak seragam dimana proporsi dimensi tubuh akan berubah seiring dengan
24,82% protein; 13,53% karbohidrat; dan 7,26% lemak. Babu et al. (2012) menyatakan bahwa komposisi biokimiawi seperti protein, lemak,
penambahan ukuran dimensi. Pertumbuhan pada kerang umumnya menyangkut pada tiga aspek meliputi pertumbuhan panjang yakni pertumbuhan cangkang dari posterior ke anterior, pertumbuhan
karbohidrat dan sebagainya pada kerang dipengaruhi oleh siklus reproduksi dan ketersediaan makanan. Akumulasi protein, lemak, dan karbohidrat umumnya tinggi pada masa proliferasi gonad. Persentasenya
tinggi yaitu pertumbuhan dari sisi dorsal sampai ventral, dan yang terakhir adalah pertumbuhan tebal yaitu pertumbuhan antara sisi luar cangkang bagian
akan meningkat seiring dengan kematangan gonad.
kanan dan kiri. PEMANFAATAN KERANG KEREK KOMPOSISI NILAI GIZI KERANG KEREK Tabel 1. Komposisi proksimat kerang kerek G. tumidum
Kerang-kerangan merupakan salah satu sumber makanan alternatif yang memiliki nilai gizi terutama mampu menyediakan protein kualitas tinggi, mencakup beberapa asam amino esensial yang dapat
Komposisi proksimat
dimanfaatkan oleh manusia. Kerang juga memiliki kandungan lemak 20 - 28% kalori, sehingga kerang tergolong sumber makanan yang rendah lemak namun
Protein (%)
Karbohidrat (%)
Lemak (%)
Mantel
20,56
9,02
4,12
Jaringan dalam (viscera)
24,82
13,53
7,26
Kaki
16,36
10,09
2,99
Total
61,74
32,64
14,37
kaya akan protein (King et al. 1990). Tabel 2. Komposisi asam amino esensial pada masing-
Kerang kerek mempunyai kandungan protein, karbohidrat maupun lemak yang berbeda-beda pada setiap bagian tubuhnya. Babu et al. (2012) menganalisis kandungan protein, lemak dan karbohidrat pada beberapa bagian tubuh kerang kerek
masing bagian tubuh kerang kerek G. tumidum (g asam amino/100 g protein).
meliputi mantel, jaringan dalam (viscera) dan kaki (Tabel 1). Bagian tubuh yang memiliki komposisi proksimat tertinggi terdapat pada bagian jaringan dalam. Selain itu, protein diketahui sebagai kandungan tertinggi dari kerang kerek tersebut dengan total komposisi mencapai 61,74% dari bagian tubuhnya. Komposisi protein yang ada meliputi asam amino esensial maupun non-esensial (Tabel 2), sedangkan lemak terdiri dari asam lemak jenuh maupun tak jenuh. Komposisi proksimat masing-masing bagian tubuh kerang kerek di atas memiliki kecenderungan 8
Asam amino esensial
Mantel (%)
Viscera (%)
Kaki (%)
Phenylalanine Threonine Valine Histidine Isoleucine
1,10 0,87 0,31 0,56 0,91
1,19 0,92 0,50 0,67 1,08
1,00 0,75 0,30 0,47 0,90
Methioneine Leucine Lysine
1,02 0,86 0,12
1,04 0,91 0,34
1,00 0,76 0,11
Proline Tryptophan Total
0,21 0,79 6,75
0,31 0,98 7,94
0,11 0,68 6,08
Fauna IndonesiaVol 12 (1) Juni 2013: 5-11
Kerang diketahui sebagai salah satu sumberdaya hayati laut yang telah lama dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan ekonomis dan komersil. Kerang
adalah di pesisir Passo, Teluk Ambon, di mana di kawasan ini terdapat ekosistem mangrove yang cukup luas dan merupakan habitat alami dari kerang kerek
umumnya digunakan sebagai sumber makanan untuk memenuhi kebutuhan protein, perhiasan, obat-obatan maupun manfaat lainnya baik dari daging maupun cangkangnya.
ini.
Kerang kerek G. tumidum juga memiliki manfaat yang cukup banyak. Penduduk kawasan pesisir di Cina, Jepang dan India memanfaatkan kerang ini sebagai penghasil protein produk makanan laut. Di Jepang kerang ini dikemas dalam beranekaragam makanan dan memiliki nilai jual tinggi. Selain untuk dikonsumsi, kerang ini juga dapat digunakan untuk campuran kosmetik, bahan perhiasan dan ornamen bahan bangunan (Baron & Clavier 1992, Thomas 2001).
Gambar 5. Kerang G. tumidum yang dipanen penduduk di pesisir Passo, Teluk Ambon, Maluku (dokumentasi pribadi, April 2012).
Selain manfaat ekonomis, kerang kerek juga memiliki manfaat ekologis terhadap komunitas maupun ekosistem di mana kerang itu berada. Kerang merupakan salah satu komponen rantai makanan di ekosistem yang berperan sebagai suspension feeder maupun filter feeder terutama di kawasan intertidal. Kerang juga berperan sebagai sumber makanan bagi makrozoobentos dan biota lainnya. Berkurangnya atau menurunnya komunitas kerang yang ada di suatu
Gambar 4. Harga kerang kerek G. tumidum tahun 2010 di Pulau Semakau, Singapura (Sumber gambar: http://hazelchewnature.blogspot.com/2010/01/living-intanks.html).
perairan tentunya akan mempengaruhi keseimbangan ekosistem yang ada. Kerang diketahui dapat digunakan pula sebagai bioindikator suatu fenomena yang terjadi di ekosistem
Di kawasan pesisir Maluku, kerang ini juga dimanfaatkan oleh penduduk sekitar sebagai salah satu sumber makanan alternatif selain ikan, terutama
perairan. Hedouin et al. (2006) mengemukakan hasil penelitiannya di New Caledonia bahwa kerang G. tumidum dapat digunakan sebagai indikator
pada saat musim ombak dimana ikan sulit didapat dan sebagai penggantinya maka penduduk lokal memanfaatkan kerang ini. Mereka mengambil kerang
pencemaran logam berat seperti Cadmium (Cd), Chromium (Cr), Tembaga (Co), Seng (Zn) dan Perak (Ag). Ukuran cangkang kerang memiliki hubungan dengan tingkat pencemaran yang ada. Pada
ini pada saat surut. Aktivitas tersebut biasa disebut dengan bameti. Salah satu area bameti kerang ini
unsur-unsur Cd, Cr, Co, dan Zn, semakin tinggi 9
Fauna IndonesiaVol 12 (1) Juni 2013: 5-11
west coast of New Caledonia. Aquat. Living Resour. Vol. 5: 99-105.
tingkat pencemaran maka ukuran cangkang semakin besar, sedangkan pada Ag, semakin tinggi tingkat kontaminasi maka ukuran cangkang menjadi semakin kecil. Namun secara keseluruhan diperlukan adanya program monitoring terhadap kadar kontaminasi dan
Brusca, R. C. and G. J. Brusca. 2003. Invertebrates 2nd edition. Sinauer Associates, Inc. Massachusetts: 965 pp.
ukuran cangkang agar didapatkan informasi yang akurat terutama terkait ambang batas dari pencemaran logam berat yang ada.
Effendie M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta: 163 p. Hedouin, L., M. Metian, J. L. Teyssié, S.W. Fowler, R. Fichez & M. Warnau. 2006. Allometric relationships in the bioconcentration of heavy metals by the edible tropical clam Gafrarium
KESIMPULAN Kerang kerek Gafrarium tumidum diketahui memiliki kondisi biologi dan ekologi terutama
tumidum. Science of the Total Environment 366: 154–163
distribusinya yang luas di kawasan Indo-Pasifik terutama di Indonesia. Nilai gizi yang tinggi serta manfaat lainnya baik dari segi ekonomi maupun
Jagadis, I. & S. Rajagopal. 2007. Reproductive biology of Venus clam Gafrarium tumidum
ekologi kerang ini merupakan poin penting dalam upaya pengelolaan yang berkesinambungan. Kajian yang lebih mendalam terutama terkait usaha budidaya
(Roding, 1798) from Southeast coast of India. Aquaculture Research. 38 , 1117-1122. Jagadis, I. 2011. Spawning, larval development and spat settlement in the Venus clam Gafrarium
dan konservasi kerang kerek ini sangat diperlukan agar stok di alam dapat terjaga dengan baik.
tumidum (Roding, 1798) from south-east coast of India. Indian J. Fish. 58(2): 1-5.
DAFTAR PUSTAKA
Kellogg, D. & D. G. Fautin. 2002. Class Bivalvia. Accessed on August 12, 2010 (http:// animaldiversity.ummz.umich.edu/site/ accounts/information/Bivalvia.html).
Abbot, R. T. & P. Dance. 1990. Compendium of Seashells. Crawford House Press. Australia: 411 pp.
Khayat, J. & M. Muhandai. 2006. Ecology and biology of the benthic bivalve Amiantis
Allan, J. 1962. Australia shells: with related animals living in the sea, in fresh water and on the land. Georgian House, Melbourne. Babu
umbonella (Lamarck) in Khor Al-Adaid, Qatar. Egyption J. Aquat. Res. Vol 32 (1): 419 - 430.
A, V. Venkatesan, S. Rajagopal. 2012.Biochemical composition of different
Kilburn, R. 1999. Family Veneridae in South-East Asia. Proceeding 10th Congress and Workshop.
body parts of Gafrarium tumidum (Roding, 1798) from Mandapam, South East Coast of India. African Journal of Biotechnology. Vol. 11 (7): 1700-1704.
Tropical Marine Molluscs Programme (TMMP). Ministry of Fisheries, Vietnam. King I, M. T. Childs, C. Dorsett, J. G. Ostrander & E. R. Monsen. 1990. Shellfish: proximate composition, minerals, fatty acids, and sterols.
Barnes. R. D. 1991, Invertebrate Zoology 6th edition. Blackwell Scientific Publication, Oxford. 1089 pp.
J. Am. Dietetic Assos. 90: 677-685. Kira, T. 1981. Coloured illustration of the shell of Japan. Hoikusha Publishing Co. Ltd. Japan:
Baron, J. & J. Clavier. 1992. Estimation of soft bottom intertidal bivalve stocks on the south10
Fauna IndonesiaVol 12 (1) Juni 2013: 5-11
Poutiers J. M. 1998. Bivalves (Acephala, Lamellibranchia, Pelecypoda), pp 123-362. Dalam: Carpenter, K.E & V.H. Niem. 1998.
240 pp. Kurihara, T. 2003. Adaptions of subtropic venus clam to predation and desiccation: endurance of Gafrarium tumidum and aviodance of Ruditapes variegatus. Mar. Biol. Vol. 143 (43): 1117 1125.
FAO Species identification guide for fishery purposes. The living marine resources of the Western Central Pacific 1. Seaweeds, Corals, Bivalves and Gastropods. Rome. 686 p.
Lamprell, K. & T. Whitehead. 1992. Bivalves of Australia Vol. I. Crawford House Press Pty
Setyono, D. E. D. 2006. Karakteristik Biologi dan Produk Kekerangan Laut. Oseana 31 (1) : 1–7.
Ltd. Bathurst, NSW: 182 pp.
Thomas, F. R. 2001. Mollusk habitat and fisheries in Kiribati: An assessment from the Gilbert Island. Pacific Science. 55 (1): 77 - 97.
Mariani S., F. Piccari & E. de Matthaeis. 2002. Shell morphology in Cerastoderma spp. (Bivalvia: Cardiidae) and its significance for adaptation to tidal and non-tidal coastal habitats. J Mar Biol
Wilbur K. M. 1984. The Mollusca vol 7: Reproduction. London (GB): Academic Press Inc. 450 p.
Ass UK.82: 483-490. Morriconi, E., B. J. Lomovasky, J. Calvo & T. Brey. 2002. The reproductive cycle of Eurhomalea exalbida (Chemnitz, 1795) (Bivalvia: Veneridae) in Ushuaia Bay, Beagle Channel (Argentina). Invert. Rep. Dev. Vol. 20 (10): 1 8.
Muhammad Masrur Islami UPT Balai Konservasi Biota Laut Ambon - LIPI Jl. Y. Syaranamual, Guru-Guru, Poka, Ambon 97233 Email:
[email protected] 11