Aedeagusdr os ophi l i d
Fauna Indonesia merupakan Majalah llmiah Populer yang diterbitkan oleh Masyarakat Zoologi Indonesia (MZI). Majalah ini memuat hasil pengamatan ataupun kajian yang berkaitan dengan fauna asli Indonesia, diterbitkan secara berkala dua kali setahun
ISSN 0216-9169
Redaksi Mohammad Irham Pungki Lupiyaningdyah Nur Rohmatin Isnaningsih Conni Margaretha Sidabalok
Sekretariatan Yulianto Yuni Apriyanti
Alamat Redaksi Bidang Zoologi Puslit Biologi - LIPI Gd. Widyasatwaloka, Cibinong Science Center JI. Raya Jakarta-Bogor Km. 46 Cibinong 16911 TeIp. (021) 8765056-64 Fax. (021) 8765068 E-mail:
[email protected]
Foto sampul depan : Aedeagus drosophilid - Foto : Awit Suwito Aedeagus drosophilid - Foto: Awit Suwito
PEDOMAN PENULISAN
Redaksi FAUNA INDONESIA menerima sumbangan naskah yang belum pernah diterbitkan, dapat berupa hasil pengamatan di lapangan/ laboratorium atau studi pustaka yang terkait dengan fauna asli Indonesia yang bersifat ilmiah popular. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia dengan summary Bahasa Inggris maksimum 200 kata dengan jarak baris tunggal. Huruf menggunakan tipe Times New Roman 12, jarak baris 1.5 dalam format kertas A4 dengan ukuran margin atas dan bawah 2.5 cm, kanan dan kiri 3 cm. Sistematika penulisan: a. Judul: ditulis huruf besar, kecuali nama ilmiah spesies, dengan ukuran huruf 14. b. Nama pengarang dan instansi/ organisasi. c. Summary d. Pendahuluan e. Isi: i. Jika tulisan berdasarkan pengamatan lapangan/ laboratorium maka dapat dicantumkan cara kerja/ metoda, lokasi dan waktu, hasil, pembahasan. ii. Studi pustaka dapat mencantumkan taksonomi, deskripsi morfologi, habitat perilaku, konservasi, potensi pemanfaatan dan lain-lain tergantung topik tulisan. f. Kesimpulan dan saran (jika ada). g. Ucapan terima kasih (jika ada). h. Daftar pustaka. 5. Acuan daftar pustaka: Daftar pustaka ditulis berdasarkan urutan abjad nama belakang penulis pertama atau tunggal. a. Jurnal Chamberlain. C.P., J.D. BIum, R.T. Holmes, X. Feng, T.W. Sherry & G.R. Graves. 1997. The use of isotope tracers for identifying populations of migratory birds. Oecologia 9:132-141. b. Buku Flannery, T. 1990. Mammals of New Guinea. Robert Brown & Associates. New York. 439 pp. Koford, R.R., B.S. Bowen, J.T. Lokemoen & A.D. Kruse. 2000. Cowbird parasitism in grasslands and croplands in the Northern Great Plains. Pages 229-235 in Ecology and Management of Cowbirds (J. N.M. Smith, T. L. Cook, S. I. Rothstein, S. K. Robinson, and S. G. Sealy, Eds.). University of Texas Press, Austin. c. Koran Bachtiar, I. 2009. Berawal dari hobi , kini jadi jutawan. Radar Bogor 28 November 2009. Hal.20 d. internet NY Times Online . 2007.”Fossil find challenges man’s timeline”. Accessed on 10 July 2007 (http://www.nytimes.com/nytonline/NYTO-Fossil-Challenges-Timeline.html).
6.
Tata nama fauna: a. Nama ilmiah mengacu pada ICZN (zoologi) dan ICBN (botani), contoh Glossolepis incisus, nama jenis dengan author Glossolepis incisus Weber, 1907. b. Nama Inggris yang menunjuk nama jenis diawali dengan huruf besar dan italic, contoh Red Rainbowfish. Nama Indonesia yang menunjuk pada nama jenis diawali dengan huruf besar, contoh Ikan Pelangi Merah. c. Nama Indonesia dan Inggris yang menunjuk nama kelompok fauna ditulis dengan huruf kecil, kecuali diawal kalimat, contoh ikan pelangi/ rainbowfish.
7.
Naskah dikirim secara elektronik ke alamat:
[email protected]
KATA PENGANTAR
Fauna Indonesia edisi penghujung tahun 2013 ini menampilkan ulasan-ulasan menarik dari dunia fauna Indonesia. Sembilan topik ulasan yang disampaikan kepada pembaca meliputi hasil-hasil eksplorasi, eksperimenn dan kajian pustaka yang tentunya akan menambah wawasan tentang kekayaan hayati nusantara. Topik artikel kali ini sangat bervariasi mulai dari informasi biologis satwa-satwa yang unik seperti cumi-cumi kerdil dan siput ektoparasit pada ekosistem terumbu karang sampai kepada paparan fauna yang berpotensi ekonomi tinggi. Artikel-artikel pada edisi ini sangat relevan dengan kondisi keanekaragaman hayati dan program pemerintah Indonesia. Keanekaragaman hayati Indonesia yang tinggi masih banyak belum terungkap sementara itu laju kehilangannya jauh lebih cepat dari penemuan-penemuannya. Oleh karena itu, apapun hasil penelitian yang berbasis keanekaragaman hayati sangat penting bagi usaha konservasi dan pemanfaatannya. Studi-studi yang mendukung ketahanan pangan dan ekonomi rakyat menjadi salah satu aspek penting dalam penggalian potensi fauna nusantara. Dalam edisi ini tiga artikel menjabarkan potensi ekonomis dari satwa Indonesia, yaitu penangkaran kura-kura, serangga pada umbi taka dan Rusa Timor di tanah Papua. Jika ditilik lebih lanjut maka potensi fauna dapat terkait pada potensi sebagai satwa kesayangan, hama pada tanaman dan sumber protein. Hal-hal tersebut jika dikembangan dengan baik niscaya penilaian dan pandangan masyarakat terhadap keanekaragaman hayati Indonesia semakin positif. Semoga banyak pencapaian positif pada tahun 2013 bagi para pembaca Fauna Indonesia dan Selamat Tahun Baru 2014 semoga satwa kita semakin lestari dan termanfaatkan dengan bijak.
Selamat membaca.
Redaksi
i
DAFTAR ISI
PENGANTAR REDAKSI ......................................................................................................................
i
DAFTAR ISI ..............................................................................................................................................
ii
KAJIAN ULANG STATUS KODOK Rhacophorus bifasciatus van Kampen 1923 DAN Rachoporus poecilonotus Boulenger, 1920 ASAL SUMATRA.............................................................. Hellen Kurniati
1
KOMPOSISI DAN PATOFISIOLOGI BISA (VENOM) ULAR SERTA NILAI TERAPI DAN AKTIVITAS FARMAKOLOGISNYA ................................................................................... Aditya Krishar Karim
6
PERTUMBUHAN KURA-KURA DADA MERAH JAMBU Myuchelys novaeguineae schultzei (VOGHT,1911) DI PENANGKARAN (Bagian 2) ........................................................................... Mumpuni
24
ASPEK BIOLOGI DAN EKOLOGI SIPUT EKTOPARASIT FAMILI EPITONIIDAE (GASTROPODA: MOLLUSCA) ......................................................................................................... Ucu Yanu Arbi
29
Idiosepius STEENSTRUP, 1881 CUMI-CUMI KERDIL DARI PERAIRAN INDONESIA (CEPHALOPODA : IDIOSEPIIDAE) ................................................................................................ Nova Mujiono
38
KARAKTER SERANGGA PADA TANAMAN KECONDANG (TACCACEAE: Tacca leontopetaloides) DI KARIMUNJAWA, JAWA TENGAH ................. Erniwati
43
TEKNIK MENGGAMBAR SPESIMEN FAUNA SECARA DIGITAL.................................... Awit Suwito
52
PROFIL Rusa Timor (Cervus timorensis moluccensis Müller, 1839) YANG DIPELIHARA DI MANOKWARI ................................................................................................................................... Freddy Pattiselanno
ii
61
Fauna Indonesia Vol 12 (2) Desember 2013: 52-60
TEKNIK MENGGAMBAR SPESIMEN FAUNA SECARA DIGITAL
Awit Suwito Museum Zoologicum Bogoriense, Bidang Zoologi, Puslit Biologi – LIPI
Summary Qualified scientific drawings are not just pieces of scientific work with art value but are also of potential historical value such as Darwin’s and Audubon’s illustrations. A series of steps to produce digital scientific drawings will be briefly discussed in this paper. The line drawings are inked using Adobe Illustrator CS4 which producing vectors of lines, curves or shapes independent on picture resolution. Overall this paper will provide useful basic of digital scientific drawings to those working with taxonomy.
Sejak awal ilmu taksonomi yang berkaitan
tetapi hanya terbatas pada ciri-ciri yang dianggap sangat penting sebagai pembeda dengan jenis lainnya.
dengan pertelaan jenis baru, tidak terlepas dari gambar atau ilustrasi spesimen dari jenis bersangkutan. Kita maklumi bahwa keberadaan suatu ilustrasi sebagai pelengkap dari deskripsi jenis sangat penting, karena dari sebuah gambar dapat memberikan banyak informasi yang terdiri atas diungkapkan dalam kalimat.
ribuan
kata
Ilustrasi dalam sistematika merupakan bagian integral dari ilmu pengetahuan itu sendiri dan memberikan referensi visual yang berharga untuk bahan tekstual. Oleh sebab itu, keberadaannya tak terpisahkan dari setiap publikasi penelitian. Tanpa
bila
mereka, penggambaran spesies, genera, keanekaragaman hayati akan nyaris mustahil.
Pada awal-awal pertelaan jenis baru, deskripsi ciri-ciri morfologi dan gambar yang ditampilkan sangat sederhana. Hal ini memungkinkan terjadinya salah
atau
Proses pembuatan gambar dalam sistematik dapat dibilang gampang-gampang susah. Dibilang gampang, karena kita sudah begitu kenal dengan
penafsiran dan munculnya nama-nama sinonim dikemudian hari. Perkembangan tampilan pertelaan jenis baru semakin lengkap dan gambar yang
spesimen yang akan kita gambar. Bagian tersulit adalah bagaimana memindahkan detail yang terlihat di bawah mikroskop menjadi suatu goresan pena di
ditampilkan semakin akurat dengan tujuan untuk menghindari kesalahan persepsi pada saat orang memeriksa jenis yang sama dikemudian hari. Gambar atau ilustrasi yang ditampilkan belakangan ini, jarang
atas kertas. Mungkin diantara kita masih banyak yang beranggapan bahwa untuk menggambar tersebut hanya cocok untuk orang-orang yang berbakat ‘seni’ saja. Oleh sebab itu, beberapa bidang mungkin
menampilkan morfologi habitus secara keseluruhan, 52
Fauna Indonesia Vol 12 (2) Desember 2013: 52-60
membutuhkan seorang ilustrator untuk menjembataninya. Jika berhasil, interaksi memungkinkan para ilmuwan untuk menggambarkan apa yang mereka lihat dengan penekanan pada detail yang signifikan dan penghapusan karakteristik yang mengganggu atau tidak relevan dengan tujuan mereka. Ini membutuhkan kerjasama dan saling pengertian yang baik dan waktu yang lama. Dalam kesempatan ini, saya akan mencoba menguraikan beberapa teknik menggambar berdasarkan pengalaman pribadi, yang dapat diaplikasikan untuk taksa lain. Secara garis besar tulisan ini akan menjelaskan secara singkat
1. Klasik Teknik ini kita sebut saja secara klasik, karena kita menggambar secara langsung dari spesimen yang kita amati, baik di bawah mikroskop ataupun bukan. Kita harus memindahkan detail spesimen yang terlihat ke dalam bentuk sketsa di atas kertas secara akurat. Ini mungkin yang memunculkan pendapat perlu bakat seni untuk menggambar karena dirasakan sangat sulit. Oleh sebab itu, kita kadang membuat garis-garis
khayal untuk sumbu panjang dan lebar, untuk membantu dalam menentukan posisi garis yang kita buat. Penjiplakan habitus yang berbentuk simetris, tentang penggambaran secara konvensional, misal gambar kumbang dari dorsal, biasanya cukup menggunakan Camera lucida dan secara digital dengan kita buatkan gambar separuhnya saja. Gambar memanfaatkan perkembangan fotografi dan program utuhnya merupakan separuh jiplakan yang kita buat edit gambar Adobe Illustrator.
Dibuatkan garis bantu panjang, lebar dan garis tengah spesimen
Hasil akhir sketsa berdasar bentuk spesimen aslinya
Menggambar garis pinggiran spesimen dengan patokan garis bantu
a
Separuh gambar dicopy lalu digabung pada garis tengahnya
c
53
b
d
Fauna Indonesia Vol 12 (2) Desember 2013: 52-60
dengan gambar copynya. Mungkin di lain kesempatan akan saya uraikan dengan lengkap dan teknik lain yang
terpenting adalah garis yang dihasilkan utuh dan secara proporsional sesuai dengan tampilan di lensa okuler. Bila sketsanya telah selesai, kita jiplak menggunakan kertas kalkir atau kertas biasa dengan menggunakan pena hitam.
paling efisien dalam membuat jiplakan seperti gambar kumbang tersebut(Gb. 1). 2. Camera lucida
Proses penjiplakan biasanya dilakukan pada meja khusus beralaskan kaca dan di bawahnya dilengkapi dengan lampu TL. Sketsa tadi diletakkan pada kaca dan diatasnya kertas untuk menjiplak. Lampu
Untuk menggambar spesimen yang berukuran kecil atau bagian genital biasanya diamati di bawah mikroskop stereo atao compound. Ada alat khusus yang disebut drawing tube (Camera lucida) yang ditempelkan pada badan mikroskop, sehingga melalui lensa okuler kita dapat melihat spesimen dan bayangan pada bidang lain sebagai refleksi dari tube
dinyalakan, sehingga memberikan bayangan yang jelas tembus pada kertas di atasnya. Kita tinggal mengikuti garis yang terlihat dengan pena. Usahakan goresannya tidak terputus, kalau garis yang kita buat sedikit
tersebut (Gb. 2). Dengan menaikkan atau menurunkan pencahayaan kita dapat melihat dominansi antara kedua bayangan dihasilkan,
bergerigi jangan khawatir karena tidak akan kelihatan pada saat gambar tersebut diperkecil.
sebaiknya dipilih pencahayaan yang menghasilkan antara tampilan spesimen dan bayangan dari tube berimbang. Di bawah lensa tube diletakkan kertas bersih atur posisi tepat di tengah, ada baiknya tiap sudutnya di selotip biar tidak berpindah posisi selama sedang menggambar. Setelah bayangan spesimen fokus, kita mulai jiplak pinggiran yang terluar dengan menggunakan pinsil pada kertas tadi. Tidak usah khawatir bila gambar yang diperoleh bergerigi, toh nanti akan diperhalus lagi saat di jiplak ulang dengan pena. Yang
Gambar 3. Edit gambar dari hasil scan dengan menggunakan Adobe Photoshop
Gambar yang telah selesai selanjutnya discan, pilih model black and white dan resolusi yang tinggi (misal diatas 300 dpi.). File hasil scan (jpeg, bmp, TIFF atau
Gambar 2. Penjiplakan dengan cara menggunakan drawing tube (camera Lucida)Sumber: http:// e-book.lib.sjtu.edu.cn/iupsys/Proc/mont2/ mpv2ch05.html
PNG) kadangkala menghasilkan bayangan di salah satu sisinya, atau gambar yang dihasilkan agak kelabu, 54
Fauna Indonesia Vol 12 (2) Desember 2013: 52-60
dalam teknologi fotografi tradisional, maka kita perlu
sehingga perlu diedit fase kontras atau kecerahannya di Adobe Photoshop (Gb. 3). Kita juga dapat
mengambil foto beberapa kali sehingga diperoleh serial foto. Selanjutnya, serial foto tersebut diproses dengan software embeding gambar seperti Helicon focus atau software gratisan seperti CombineZP (http://
menghapus dan memperbaiki bagian-bagian garis yang salah pada saat proses penjiplakan. 3. Digital
hadleyweb.pwp.blueyonder.co.uk) dan gambar yang dihasilkan diharapkan memiliki fokus yang merata (Gb. 4). Proses penjiplakan dapat dilakukan dengan dua cara: pertama secara konvensional (seperti yang
Saat ini sudah banyak mikroskop, baik yang stereo maupun compound, yang dilengkapi dengan kamera. Kalaupun bila tidak ada kameranya, kita dapat menggunakan DinoLite Digital Microscope (2005) yang secara sederhana dan murah. DinoLite dipasang pada tube untuk lensa okuler kemudian dihubungkan dengan komputer atau laptop yang sudah diinstal
telah diterangkan sebelumnya) dan kedua secara digital.
drivernya. Kita bisa mengamati langsung spesimen yang kita periksa pada monitor komputer. Sehingga kita tidak perlu lagi menggambar sambil mengamati
Gambar hasil proses Helicon Focus/ CombineZP diedit di Helicon Filter atau Adobe
A. Penjiplakan secara konvensional
Photoshop, pengeditan terutama pada kecerahan dan kekontrasan gambar sehingga akan memudahkan dalam penjiplakan. Foto yang sudah diedit dicetak pada ukuran kertas A4. Proses penjiplakan sama dengan yang diterangkan sebelumnya, hanya saja
spesimen di bawah mikroskop. Cukup ambil gambar yang paling fokus, lalu dicetak dan selanjutnya tinggal menjiplak dengan cara yang telah diterangkan sebelumnya.
sekarang yang dijiplak berupa foto spesimen bukan berupa sketsa garis hasil dari camera lucida. B. b. b.
Namun karena mikroskop memiliki keterbatasan fisik depth-of-field atau distorsi optik yang melekat
Serial foto aedeagus drosophilid
Digabung dengan program Helicon
Gambar 4. Proses penggabungan gambar seri dengan program Helicon Focus atau Combine ZP sehingga dihasilkan gambar dengan ketajaman yang merata 55
Fauna Indonesia Vol 12 (2) Desember 2013: 52-60
gambar keseluruhan yang paling jelas kelihatan,
B.Penjiplakan secara digital
biasanya saya pakai ketebalan 1 point (ini sangat bergantung pada ukuran gambar) sedangkan garis penyokong lainnya atau garis yang tidak begitu jelas kelihatan dengan ketebalan 0.25 point atau berupa
Pada penjiplakan secara digital, kita tidak perlu mencetak foto yang akan digambar terlebih dahulu dan tidak menggunakan pena. Proses penjiplakan langsung dilakukan dalam program Adobe Illustrator, baik versi yang terbaru atau yang lebih lama. Dalam kesempatan ini saya menggunakan
garis putus-putus. Bila dirasakan sudah sesuai dengan gambar yang kita jiplak, maka semua garis pada layer 2 ini digabungkan dengan cara: pilih layer 2 yang menjadikan layer ini yang aktif. Klik Menu utama
Adobe Illustrator CS4 (baca Tutorial5 hari: Terampil Menggunakan Adobe Illustrator CS4. 2009)
Select, klik All in active Artboard maka semua garis akan dipilih berwarna merah. Kemudian klik Menu utama Object dan pilih Group, maka sekarang semua garis menjadi satu kesatuan (Gb. 6). Bila ingin
Kita siapkan gambar atau foto yang paling bagus dan sudah diberi skala ukuran, lalu buka di program Adobe Illustrator CS4. Misal, kita akan membuat gambar bagian epandrium dari jenis lalat drosophilid. Sengaja saya ambil contoh yang agak rumit untuk sekalian menjelaskan tentang teknik
merubah kondisi group ini tinggal pilih Ungroup. Setelah setiap bagian epandrium sudah dijiplak, selanjutnya kita lengkapi dengan bagian-bagian yang
pembuatan rambut halus, bristle dan duri (spine).
lebih detail. Permukaan epandrium ditutupi rambutrambut halus, bristle dan duri untuk itu kita coba untuk membuat pola rambut atau bristle terlebih dahulu.
Kemudian klik File Menu, buat file baru, isikan nama filenya, dengan ukuran A4 dan resolusi 300 dpi. Sorot file epandrium, copy lalu disalinkan pada file yang baru kita buat. Sehingga pada window artboard sekarang ada gambar epandriumnya, posisinya terletak pada layer 1. Lalu buatkan layer baru dengan cara mengklik ikon menu layer bagian bawah pada menu palet di sebelah sisi kanan layar. Klik ikon pensil pada toolbox sisi kiri layar untuk mengaktifkan alat pensil dan beri ketebalan satu pixel dengan memilih ikon stroke pada menu palet. Proses penjiplakan akan lebih mudah bila menggunakan pen tablet karena gerakan kursor akan lebih leluasa, tetapi kali ini kita coba menggunakan mouse biasa saja. Klik mouse sebelah kanan, tetap ditahan sambil digerakkan (drag) mengikuti pinggiran gambar epandrium terluar,
Gambar 5. Penampakan garis yang baru dibuat pada layer 2 (warna merah)
mulai dari pinggir paling atas sampai bawah. Garis yang terbentuk akan berwarna merah dengan banyak titik (anchor points), klik tanda panah putih (direct selection tool) pada toolbox sebelah kanan (Gb. 5). Kita bisa mengatur ulang posisi garis yang menyimpang dari gambar aslinya dengan cara menggerakkan titik tertentu atau menarik titik hitam (control handle) untuk mengatur kembali bentuk garisnya.
Gambar 6. Penggabungan semua garis yang dibuat pada layer 2
Garis yang terluar atau menjadi rangka 56
Fauna Indonesia Vol 12 (2) Desember 2013: 52-60
Cara pewarnaan ini sengaja kita pilih terutama pada saat kita akan membuat banyak bristle dengan posisi
Cara membuat rambut halus Pada file yang baru, klik ikon zoom sampai mentok. Klik ikon pensil, kemudian buatkan bentuk tetes air dengan ‘tapered stroke’, sehingga pada bagian
saling tumpang tindih.
ujung atas berbentuk runcing (Gb. 7). Klik ikon brushes pada menu palet, klik tanda segitiga sudut kanan atas dan pilih New brush. Pilih New ArtBrush,
Ketebalan stroke dapat kita rubah dengan mengklik Stroke pada menu palet, pada weight coba isikan angka 0.25 point, maka bristle yang baru kita buat berubah menjadi lebih ramping mendekati
klik arah panah yang ke atas sehingga efeknya bila kita apuskan kuas dengan pola ini maka bagian pangkal akan tebal dan meruncing pada bagian ujungnya.
bentuk rambut halus. Bila kita isikan angka yang lebih besar maka bentuknya akan makin tebal, mendekati bentuk duri (Gb. 8).
Sementara, informasi lainnya dibiarkan dalam bentuk defaultnya.
Gambar 7. Bentuk dasar dalam pembuatan pola brush untuk bristle
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah masalah pewarnaan dari pola brush tersebut. Perhatikan ikon Stroke dan Fill pada toolbox sisi kiri paling bawah, yang menunjukkan bahwa pola tersebut diisi dengan warna hitam dan pinggirannya dengan stroke putih.
Gambar 8. Pengaturan ukuran ketebalan brush
Setelah diklik OK, maka hasil pola ini akan muncul pada display bentuk-bentuk brush yang pernah dibuat lalu disimpan. Sekarang kita coba pola
Seandainya kita menginginkan bristle yang hanya kelihatan garis pinggirannya saja, sedangkan
ini, apakah sesuai dengan bentuk rambut atau bristle yang kita inginkan. Klik ikon PaintBrush, pilih pola brush yang telah kita buat. Drag kursor sekitar 5 cm,
bagian dalamnya putih. Caranya adalah dengan mengklik ikon palet warna, kemudian klik stroke dan pilih warna hitam, terus klik Fill dan pilih warna
maka akan dihasilkan seperti bristle dengan pangkal yang membulat dan runcing pada bagian ujungnya berwarna hitam penuh dan pinggirannya warna putih.
putih. Bristle yang terbentuk berubah menjadi garis pinggirannya saja yang berwarna hitam, sedangkan bagian dalamnya putih (Gb. 9). 57
Fauna Indonesia Vol 12 (2) Desember 2013: 52-60
nya. Contohnya pada saat menjiplak rambut-rambut pada bagian cercus yaitu keping yang membulat setengah lingkaran. Peletakan rambut mesti diperhitungkan benar-benar untuk memberikan kesan permukaan yang membulat. Sebagai gambaran pada gambar berikut diperlihatkan antar bagian cercus yang diisi dengan deretan rambut yang tertata rapi (A) dan cercus yang diisi dengan rambut-rambut yang sebarannya mengikuti bentuk setengah lingkaran (membulat) (Gb. 11). Permukaan cercus terkesan membulat diperlihatkan pada gambar B, sedangkan
Gambar 9. Pengaturan warna pada pola brush
pada gambar A terkesan rata. Bila pembuatan rambutrambut ini selesai, maka segera digroupkan dengan cara aktifkan layer 3, kemudian klik menu Select, klik Object dan pilih Brush Stroke rambut-rambut akan
Dari satu pola brush ini, dapat kita pakai untuk membuat rambut halus, bristle atau pun duri, caranya hanya dengan mengubah angka ketebalan dan panjang pendeknya garis yang dibuat. Namun,
terpilih dengan warna hijau dan kemudian klik menu Object dan pilih Group.
kadangkala pola brush itu tidak cocok untuk membuat spine, misal karena ujungnya terlalu runcing, sehingga kita perlu membuat pola brush baru dengan mengubah bagian ujung atasnya tidak runcing tetapi agak membulat. Setelah hasil sketsa pola brush ini sesuai dengan gambar aslinya, maka kita mulai membuat rambut-rambut halus dulu. Untuk memudahkan dalam menata masing-masing garis yang kita buat, maka semua rambut halus kita tempatkan pada layer baru (layer 3), garis-garis yang aktif akan ditandai dengan warna hijau.
Gambar 10. Pembuatan rambut-rambut halus
Gambar kita perbesar, sehingga rambutrambut halus kelihatan jelas, minimal pangkal rambutnya jelas kelihatan berupa titik. Klik paintbrush tool, pilih pola brush yang akan kita pakai dan tentukan besarnya ukuran stroke, misal 0.5 point, arah rambut dan panjangnya disesuaikan dengan gambar aslinya (Gb. 10). Kita harus pahami dan membayangkan bentuk 3Dimensi dari objek yang akan kita gambar ini. Sehingga pola sebaran rambutnya benar-benar mengikuti bentuk dari masing-masing permukaan keping atau bagian epandrium. Hindari membuat rambut yang berderet rapi dengan jarak dan
A
B
Gambar 11. Menentukan sebaran rambut berdasarkan
panjang yang seragam, karena gambar yang dihasilkan akan janggal, tidak menggambarkan kedalaman 3D-
bentuk permukaan cercus 58
Fauna Indonesia Vol 12 (2) Desember 2013: 52-60
Cara membuat bristle dan spine Tahapan membuat bristle mirip dengan membuat rambut-rambut halus, cuman karena ukurannya yang lebih panjang jadi terkesan lebih rumit. Pertama buat layer baru (layer 4), klik pola brush yang akan dipakai, misalkan kita pakai pola tanpa diisi warna hitam, dengan penebalan 1 point. Sebelum mulai membuat bristle, biasanya saya Gambar 13. Gambar hasil penjiplakan foto epandrium dengan Adobe Illustrator CS4
membuat bulatan kecil dengan kuas atau pencil sebagai pangkal bristle, beri stroke 0.5 atau 0.75 point. Ini sebagai patokan kita pada saat mendrag garis berawal
Gambar yang telah selesai dapat disimpan dalam Adobe Illustrator dengan ekstension file *.AI,
dari masing-masing pangkal bristle. Penjiplakan dimulai dari bristle dengan posisi paling bawah dan
tetapi bila ingin di simpan dalam bentuk *.jpeg atau *.TIFF maka pilih gambar tsb., dicopy dan disalinkan pada file baru di Adobe Photoshop.
sesuaikan panjangnya dengan gambar aslinya (Gb. 12).
Mudah-mudahan uraian di atas cukup jelas dan dapat dipahami sehingga dapat dipraktekkan sendiri. Pemahaman tentang dasar pembuatan garis dan pola brush perlu banyak latihan agar menghasilkan bentuk garis yang sesuai dengan yang kita inginkan. Proses penjiplakan disarankan memakai pen tablet karena akan tebih mudah dan cepat dari pada menggunakan mouse biasa.
Daftar Pustaka Gambar 12. Pembuatan bristle dan duri pada epandrium
Adobe System Inc. , 2008. Adobe Photoshop CS4, version 11.0.2 Adobe System Inc. , 2008. Adobe Ilustrator CS4,
Bila semua bristle sudah terjiplak, maka bagian selanjutnya adalah penjiplakan duri yang tahapan kerjanya sama dengan pembuatan rambut dan bristle. Pertama dibuatkan bulatan sebagai pangkal duri dengan kuas atau pensil, Untuk durinya, kita pakai
version 14.0.0 DinoLite Digital Microscope, 2005, AnMo Electronic Corporation, Taipei, Taiwan (www.anmo.com.tw) Hadley, A.2010. CombineZP: Image Stacking
pola brush yang diisi warna hitam. Seandainya dari gambar yang kita jiplak tidak begitu jelas mengenai bentuk dan jumlahnya, maka kita harus mengecek
Software (http:// hadleyweb.pwp.blueyonder.co.uk) Kolb, Bryan. 2009. Brain plasticity and behavioral
ulang spesimennya. Terakhir adalah membuat garis skala 0.1 mm. Layer gambar aslinya kita geser ke luar dari bidang Artboard, sehingga yang tinggal adalah sketsa hasil jiplakannya (Gb. 13).
change. Psychology: IUPsyS Global Resource (http://e-book.lib.sjtu.edu.cn/iupsys/Proc/ mont2/mpv2ch05.html) 59
Fauna Indonesia Vol 12 (2) Desember 2013: 52-60
Tutorial5 hari: Terampil Menggunakan Adobe Illustrator CS4. 2009. Ed. Dwi Prabantini. Wahana Komputer, Semarang. 256 pp.
Awit Suwito Bidang Zoologi, Puslit Biologi – LIPI Gd. Widyasatwaloka, Jl. Raya Jakarta – Bogor KM. 46 Cibinong 16911 Email:
[email protected] 60