Aedeagusdr os ophi l i d
Fauna Indonesia merupakan Majalah llmiah Populer yang diterbitkan oleh Masyarakat Zoologi Indonesia (MZI). Majalah ini memuat hasil pengamatan ataupun kajian yang berkaitan dengan fauna asli Indonesia, diterbitkan secara berkala dua kali setahun
ISSN 0216-9169
Redaksi Mohammad Irham Pungki Lupiyaningdyah Nur Rohmatin Isnaningsih Conni Margaretha Sidabalok
Sekretariatan Yulianto Yuni Apriyanti
Alamat Redaksi Bidang Zoologi Puslit Biologi - LIPI Gd. Widyasatwaloka, Cibinong Science Center JI. Raya Jakarta-Bogor Km. 46 Cibinong 16911 TeIp. (021) 8765056-64 Fax. (021) 8765068 E-mail:
[email protected]
Foto sampul depan : Aedeagus drosophilid - Foto : Awit Suwito Aedeagus drosophilid - Foto: Awit Suwito
PEDOMAN PENULISAN
Redaksi FAUNA INDONESIA menerima sumbangan naskah yang belum pernah diterbitkan, dapat berupa hasil pengamatan di lapangan/ laboratorium atau studi pustaka yang terkait dengan fauna asli Indonesia yang bersifat ilmiah popular. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia dengan summary Bahasa Inggris maksimum 200 kata dengan jarak baris tunggal. Huruf menggunakan tipe Times New Roman 12, jarak baris 1.5 dalam format kertas A4 dengan ukuran margin atas dan bawah 2.5 cm, kanan dan kiri 3 cm. Sistematika penulisan: a. Judul: ditulis huruf besar, kecuali nama ilmiah spesies, dengan ukuran huruf 14. b. Nama pengarang dan instansi/ organisasi. c. Summary d. Pendahuluan e. Isi: i. Jika tulisan berdasarkan pengamatan lapangan/ laboratorium maka dapat dicantumkan cara kerja/ metoda, lokasi dan waktu, hasil, pembahasan. ii. Studi pustaka dapat mencantumkan taksonomi, deskripsi morfologi, habitat perilaku, konservasi, potensi pemanfaatan dan lain-lain tergantung topik tulisan. f. Kesimpulan dan saran (jika ada). g. Ucapan terima kasih (jika ada). h. Daftar pustaka. 5. Acuan daftar pustaka: Daftar pustaka ditulis berdasarkan urutan abjad nama belakang penulis pertama atau tunggal. a. Jurnal Chamberlain. C.P., J.D. BIum, R.T. Holmes, X. Feng, T.W. Sherry & G.R. Graves. 1997. The use of isotope tracers for identifying populations of migratory birds. Oecologia 9:132-141. b. Buku Flannery, T. 1990. Mammals of New Guinea. Robert Brown & Associates. New York. 439 pp. Koford, R.R., B.S. Bowen, J.T. Lokemoen & A.D. Kruse. 2000. Cowbird parasitism in grasslands and croplands in the Northern Great Plains. Pages 229-235 in Ecology and Management of Cowbirds (J. N.M. Smith, T. L. Cook, S. I. Rothstein, S. K. Robinson, and S. G. Sealy, Eds.). University of Texas Press, Austin. c. Koran Bachtiar, I. 2009. Berawal dari hobi , kini jadi jutawan. Radar Bogor 28 November 2009. Hal.20 d. internet NY Times Online . 2007.”Fossil find challenges man’s timeline”. Accessed on 10 July 2007 (http://www.nytimes.com/nytonline/NYTO-Fossil-Challenges-Timeline.html).
6.
Tata nama fauna: a. Nama ilmiah mengacu pada ICZN (zoologi) dan ICBN (botani), contoh Glossolepis incisus, nama jenis dengan author Glossolepis incisus Weber, 1907. b. Nama Inggris yang menunjuk nama jenis diawali dengan huruf besar dan italic, contoh Red Rainbowfish. Nama Indonesia yang menunjuk pada nama jenis diawali dengan huruf besar, contoh Ikan Pelangi Merah. c. Nama Indonesia dan Inggris yang menunjuk nama kelompok fauna ditulis dengan huruf kecil, kecuali diawal kalimat, contoh ikan pelangi/ rainbowfish.
7.
Naskah dikirim secara elektronik ke alamat:
[email protected]
KATA PENGANTAR
Fauna Indonesia edisi penghujung tahun 2013 ini menampilkan ulasan-ulasan menarik dari dunia fauna Indonesia. Sembilan topik ulasan yang disampaikan kepada pembaca meliputi hasil-hasil eksplorasi, eksperimenn dan kajian pustaka yang tentunya akan menambah wawasan tentang kekayaan hayati nusantara. Topik artikel kali ini sangat bervariasi mulai dari informasi biologis satwa-satwa yang unik seperti cumi-cumi kerdil dan siput ektoparasit pada ekosistem terumbu karang sampai kepada paparan fauna yang berpotensi ekonomi tinggi. Artikel-artikel pada edisi ini sangat relevan dengan kondisi keanekaragaman hayati dan program pemerintah Indonesia. Keanekaragaman hayati Indonesia yang tinggi masih banyak belum terungkap sementara itu laju kehilangannya jauh lebih cepat dari penemuan-penemuannya. Oleh karena itu, apapun hasil penelitian yang berbasis keanekaragaman hayati sangat penting bagi usaha konservasi dan pemanfaatannya. Studi-studi yang mendukung ketahanan pangan dan ekonomi rakyat menjadi salah satu aspek penting dalam penggalian potensi fauna nusantara. Dalam edisi ini tiga artikel menjabarkan potensi ekonomis dari satwa Indonesia, yaitu penangkaran kura-kura, serangga pada umbi taka dan Rusa Timor di tanah Papua. Jika ditilik lebih lanjut maka potensi fauna dapat terkait pada potensi sebagai satwa kesayangan, hama pada tanaman dan sumber protein. Hal-hal tersebut jika dikembangan dengan baik niscaya penilaian dan pandangan masyarakat terhadap keanekaragaman hayati Indonesia semakin positif. Semoga banyak pencapaian positif pada tahun 2013 bagi para pembaca Fauna Indonesia dan Selamat Tahun Baru 2014 semoga satwa kita semakin lestari dan termanfaatkan dengan bijak.
Selamat membaca.
Redaksi
i
DAFTAR ISI
PENGANTAR REDAKSI ......................................................................................................................
i
DAFTAR ISI ..............................................................................................................................................
ii
KAJIAN ULANG STATUS KODOK Rhacophorus bifasciatus van Kampen 1923 DAN Rachoporus poecilonotus Boulenger, 1920 ASAL SUMATRA.............................................................. Hellen Kurniati
1
KOMPOSISI DAN PATOFISIOLOGI BISA (VENOM) ULAR SERTA NILAI TERAPI DAN AKTIVITAS FARMAKOLOGISNYA ................................................................................... Aditya Krishar Karim
6
PERTUMBUHAN KURA-KURA DADA MERAH JAMBU Myuchelys novaeguineae schultzei (VOGHT,1911) DI PENANGKARAN (Bagian 2) ........................................................................... Mumpuni
24
ASPEK BIOLOGI DAN EKOLOGI SIPUT EKTOPARASIT FAMILI EPITONIIDAE (GASTROPODA: MOLLUSCA) ......................................................................................................... Ucu Yanu Arbi
29
Idiosepius STEENSTRUP, 1881 CUMI-CUMI KERDIL DARI PERAIRAN INDONESIA (CEPHALOPODA : IDIOSEPIIDAE) ................................................................................................ Nova Mujiono
38
KARAKTER SERANGGA PADA TANAMAN KECONDANG (TACCACEAE: Tacca leontopetaloides) DI KARIMUNJAWA, JAWA TENGAH ................. Erniwati
43
TEKNIK MENGGAMBAR SPESIMEN FAUNA SECARA DIGITAL.................................... Awit Suwito
52
PROFIL Rusa Timor (Cervus timorensis moluccensis Müller, 1839) YANG DIPELIHARA DI MANOKWARI ................................................................................................................................... Freddy Pattiselanno
ii
61
Fauna Indonesia Vol 12 (2) Desember 2013: 61-66
PROFIL Rusa Timor (Cervus timorensis moluccensis Müller, 1839) YANG DIPELIHARA DI MANOKWARI Freddy Pattiselanno Fakultas Peternakan Perikanan & Ilmu Kelautan (FPPK) Universitas Negeri Papua (UNIPA)
Summary Observation on morphological characteristics of Timor deer has carried out in Manokwari. Measurement of morphological characters was done to 14 deer consisting of seven males and seven females. The results showed that there was no significant difference in the length of the hind legs, ear length and ear width between stags and hints while, the leg length was different. The body weight, body length, height and length of the tail of stags and hints were significantly different. It was also found that there were differences in coloration characteristics between stags and hints. The animal’s age was range between 2-6 years, followed by varies morphological characteristics.
PENDAHULUAN
Hasil penelitian Duwila (2001) mengungkapkan bahwa memelihara rusa sebagai hewan ternak umum ditemukan di Manokwari, Oransbari dan Ransiki dengan tujuan pemeliharaan yang beragam. Pemeliharaan rusa di Manokwari saat
Rusa merupakan salah satu satwa lindung yang berpotensi untuk dikembangkan dan dibudidayakan karena memiliki nilai prospek ekonomi yang baik (Semiadi, 1986). Selain itu, rusa juga memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi karena dapat mengkonsumsi hampir semua jenis dedaunan dan
ini berkembang dengan pesat. Oleh karena itu, identifikasi karakterisitik morfologi yang merupakan ekspresi dari sifat genetik dan lingkungan perlu
rumput, tahan terhadap kekurangan air sehingga
dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang aktual profil rusa Timor yang dipelihara masayarakat. Hal ini akan menjadi data dasar untuk pengembangan usaha budidaya di tingkat masyarakat pada waktu mendatang.
mampu menyesuaikan dengan kondisi agroekosistem yang beragam (Schröder, 1976; Naipospos, 2003; Badarina, 1995). Survey yang dilakukan oleh Siregar, et al. (1984) merekomendasikan rusa (Rusa timorensis) sebagai salah satu species satwa yang memperlihatkan kemungkinan besar untuk dibudidayakan. Beberapa indikator yang memungkinkan pembudidayaan yaitu (1) hewan asli Indonesia, (2) dapat hidup di daerah
BAHAN DAN CARA KERJA Tempat dan Waktu Penelitian
beriklim kering/panas dan (3) mempunyai daya adaptasi yang tinggi (Simanjuntak dan Ariaji, 1984).
Penelitian dilakukan di lokasi sekitar kota Manokwari selama tiga bulan (Maret-Mei 2005). Pengukuran karakteristik morfologi dilakukan 61
Fauna Indonesia Vol 12 (2) Desember 2013: 61-66
Tabel 1. Jenis kelamin dan umur rusa Timor yang dipelihara responden
terhadap 14 ekor rusa (7 jantan dan 7 betina) yang dipelihara oleh delapan responden telah diukur karakter morfologinya di Amban, Fanindi, Kampung Ambon, Wosi dan Rendani.
No Lokasi
Metode Pengumpulan data di lapangan dilakukan melalui pengamatan langsung, pengukuran karakteristik morfologi rusa yang dipelihara serta wawancara langsung dengan peternak yang memelihara rusa.
1
Amban
2
Fanindi
3 4
Variabel pengamatan
Fanindi Kampung Ambon
Jumlah (ekor) 1 2
Betina
6
1 2
Jantan Jantan Betina
5 3 2
Jantan
3
Betina Betina Jantan Jantan
2,5 2 3 6
Betina Jantan Betina Jantan
2 4 6 6
5.
Brawijaya
3
6.
Wosi
1
7.
Wosi
2
8.
Rendani
2
Variabel pengamatan dalam penelitian ini yaitu umur, karakteristik morfologi dan pola warna rusa yang dipelihara. 1) Pendugaan umur rusa dilakukan dengan memperhatikan formula dan struktur gigi dengan mengacu pada Djanah (1984). 2) Pengukuran morfometri dilakukan terhadap 10 (sepuluh) karakter tubuh bagian luar yang dianggap mewakili karakteristik pengamatan dengan
Jenis Umur Kelamin (thn) Betina 2
menggunakan pita ukur, timbangan dan kaliper. Dalam pelaksanaannya rusa dimasukkan ke dalam
pemburu. Menurut Pattiselanno (2004), kondisi ini umum ditemukan di Papua, karena rusa yang dipelihara umumnya merupakan rusa dewasa hasil
kandang jepit mini yang didesain dari kayu dan dapat dipindahkan untuk memudahkan mengontrol pergerakan dan pengukuran karakteristik morfologi. Hasil pengamatan terhadap karakter morfologi jantan
buruan yang secara fisik masih baik atau memungkinkan untuk dipelihara dan anakan yang induknya menjadi korban. Dilihat dari komposisi umurnya, rusa yang dipelihara masih mempunyai rentang waktu cukup
dan betina dianalisa secara statistik dengan uji-t (Steel & Torrie, 1993). 3) Pengamatan pola warna bulu dilakukan untuk melengkapi pengamatan karakteristik morfologi yang lain.
panjang untuk bereproduksi, karena kemampuan reproduksi rusa berkisar antara 2-20 tahun (Wajo, 2001). Namun demikian dari semua hewan peliharaan yang diamati, belum ada rusa peliharaan yang beranak
HASIL DAN PEMBAHASAN
selama masa pemeliharaan. Hal ini dikarenakan jumlah rusa yang dipelihara terkadang hanya satu ekor atau jika sepasang jarang mendapatkan pasangan
Umur, Karakteristik Morfologi dan Pola warna Umur rusa berdasarkan jenis kelaminnya dengan mengacu pada formula dan struktur gigi
jantan dan betina. Jika dipelihara lebih dari satu ekor, biasanya hewan peliharaan sudah terlanjur dijual atau dipotong sebelum bereproduksi.
menurut Djanah (1984) disajikan pada Tabel 1. Bervariasinya umur rusa yang dipelihara adalah hal yang wajar, karena umur pada kepemilikan awal
Hasil pengukuran terhadap karakteristik morfologi rusa jantan dan betina yang dipelihara
rusa oleh peternak juga bervariasi, misalnya ada yang dipelihara sejak masih anakan karena induknya mati diburu, atau rusa dewasa yang diperoleh/dibeli dari
ditunjukkan dalam Tabel 2.
62
Fauna Indonesia Vol 12 (2) Desember 2013: 61-66
Tabel 2. Kisaran, standar deviasi dan rataan ukuran tubuh Rusa Timor ( Rusa timorensis). Parameter Ukuran Tubuh
Kisaran
Yang Diukur Berat Badan (kg) Panjang Badan (cm) Tinggi Badan (cm)
♂ (n=7) 40-53,6 67-82 78,8-89,4
♀(n=7) 30-35,7 61,7-65,3 76-84,5
Rata-rata ♂ (n=7) ♀(n=7) 46,47±4,84 33,21±2,29 73,66±5,6 63,20±1,35 84,31±3,60 78,64±3,03
Panjang Kaki Depan (cm) Panjang Kaki Belakang (cm) Lingkar Dada (cm) Panjang Ekor (cm)
48,8-58,5 52,5-64,5 92,4-102,6 22,2-29
45-54 50-58 73-90,2 17,5-24
53,50±3,53 57,87±4,6 96,86±3,40 25,99±2,88
48,60±3,59 53,54±3,03 80,43±7,04 19,96±2,37
Panjang Telinga (cm) Lebar Telinga (cm)
9-13,8 9,2-14,3
10-13,3 10,5-15
11,30±1,48 12,06±1,96
11,91±1,07 13,06±1,48
Karena hasil pengukuran yang dilakukan bervariasi, maka dilakukan dilakukan uji t guna
peliharaan bervariasi menurut lokasi pemeliharaan. Komposisi pakan yang dikonsumsi umumnya rumput
melihat perbedaan ukuran tubuh dari masing-masing individu jantan dan betina yang diamati dalam penelitian ini. Hasil analisis perbandingan rata-rata ukuran tubuh jantan dan betina tersebut tersebut
75%, sedangkan jenis daun lain merupakan pakan tambahan sekitar 25%. Hasil penelitian Arobaya et al. (2010) menunjukan bahwa jenis pakan rusa Timor di Manokwari adalah rumput lapangan, alang alang
disajikan pada Tabel 3. Bervariasinya tiap ukuran tubuh dari masingmasing individu yang diukur disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya umur, makanan dan lingkungan tempat hidupnya. Berdasarkan pengamatan selama
(Imperata cylindrica), rumput gajah (Penisetum purpureum), rumput raja (Penisetum purpureopoidhes) dan Melinis minutiflora serta dedaunan yang tumbuh di sekitar lokasi umbaran seperti daun pisang dan
pengambilan data di lapangan, pakan utama rusa
beluntas (Pluchea indica (L) Less).
Tabel 3. Perbandingan nilai rataan ukuran tubuh Rusa Timor (R. timorensis) jantan dan betina di Manokwari Parameter Ukuran Tubuh Yang
Kisaran Jantan
Perbedaan ukuran tubuh ♂ &♀ (nilai P) Betina
Berat Badan (kg) Panjang Badan (cm) Tinggi Badan (cm) Panjang Kaki Depan (cm)
40-53,6 67-82 78,8-89,4 48,8-58,5
30-35,7 61,7-65,3 76-84,5 45-54
0,000** 0,004** 0,013** 0,036*
Panjang Kaki Belakang (cm) Lingkar Dada (cm) Panjang Ekor (cm) Panjang Telinga (cm)
52,5-64,5 92,4-102,6 22,2-29 9-13,8
50-58 73-90,2 17,5-24 10-13,3
0,085 0,001** 0,002** 0,463
Lebar Telinga (cm)
9,2-14,3
10,5-15
0,339
Keterangan: Jantan, n=7 dan betina n=7, * = berbeda sangat nyata (P< 0,05), ** = berbeda sangat nyata (P<0,01) 63
Fauna Indonesia Vol 12 (2) Desember 2013: 61-66
Menurut Jalicouer & Mosimam (1960) ada dua komponen yang menghasilkan variasi pada tubuh
berpengaruh terhadap karakteristik morfologi tersebut. Selanjutnya parameter lainnya yang diukur
yaitu ukuran dan dan bentuk sedangkan bentuk merupakan hasil dari visualisasi genetik (Atchley, 1983). Masyud, et al. (2003) mendeskripsikan rusa Timor (Rusa timorensis) sebagai Indonesia dengan
(berat badan, panjang badan, tinggi badan, lingkar dada dan panjang ekor) mempunyai perbedaan yang sangat nyata, kecuali panjang kaki depan yang hanya berbeda nyata saja.
ukuran sedang. Selanjutnya dijelaskan bahwa Sambar (Cervus unicolor) memiliki postur tubuh lebih besar sebaliknya Bawean (Axis kuhlii) mempunyai postur tubuh yang relatif lebih kecil dibanding dua species
Data pembanding yang kami peroleh menunjukkan bahwa jantan mempunyai bobot badan yang lebih tinggi dibanding betina (Dryden, 2000). Secara normal, ternak muda cenderung memiliki bobot tubuh yang lebih kecil dibanding ternak dewasa, dan pertambahan bobot tubuh akan terjadi sejalan
lainnya. Pernyataan mana sejalan dengan pendapat Whitehead (1994), bahwa rusa Sambar (C. unicolor) merupakan rusa terbesar untuk daerah tropik dengan sebaran di Indonesia terbatas di Pulau Sumatera,
dengan bertambahnya umur. Oleh karena itu karakter morfologi termasuk beberapa ukuran statistik vital yang biasanya digunakan sebagai indikator performans seekor ternak lebih besar pada
Kalimantan dan pulau kecil sekitar Sumatera. Sedangkan menurut Semiadi et al., (2003) rusa Bawean (A. kuhlii) adalah jenis rusa yang kecil yang
ternak dewasa dibanding pada ternak muda. Hal yang
merupakan jenis endemik dari Pulau Bawean kurang lebih 150km dari Pulau Jawa.
sama ditunjukkan pada hasil penelitian Duwila (2001) rusa dewasa umumnya memiliki ukuran karakter morfologi yang lebih besar dibanding rusa dengan kondisi umur yang lebih muda.
Diantara paramater ukuran tubuh yang diukur ternyata bahwa panjang kaki belakang, panjang telinga dan lebar telinga antara jantan dan betina secara statistik tidak berbeda. Informasi ini memberikan
Perbedaan pola warna antara rusa Timor jantan dan betina yang dipelihara di Manokwari disajikan dalam Tabel 4.
pengertian bahwa berbedanya jenis kelamin tidak
Tabel 4. Pola warna bagian tubuh rusa jantan dan betina Bagian tubuh Dahi Dagu Leher depan (kerongkongan) Leher belakang Punggung
Warna Jantan Coklat gelap Coklat gelap Coklat gelap
Betina Coklat gelap Putih keabuan terang Putih keabuan terang
Coklat gelap Coklat gelap, garis-garis hitam memanjang Putih keabuan terang Coklat gelap di bagian tengah dan bagian lainnya lebih terang Coklat terang Coklat gelap di bagian luar dan putih keabuan terang di bagian dalam
Coklat gelap Coklat gelap, garis-garis hitam memanjang Coklat gelap Coklat gelap
Telinga dalam
Bulu panjang, putih keabuan terang
Bulu panjang, putih keabuan terang
Telinga luar
Coklat gelap
Coklat gelap
Perut Dada Kaki Ekor
64
Coklat gelap Coklat gelap di bagian luar dan putih keabuan terang di bagian dalam
Fauna Indonesia Vol 12 (2) Desember 2013: 61-66
Pola warna tubuh rusa secara spesifik merupakan penciri khusus yang dimiliki oleh masing-
DAFTAR PUSTAKA
masing jenis kelamin yang dapat digunakan digunakan sebagai pedoman dalam mempelajari morfologi rusa Timor yang dipelihara di Manokwari. Rusa betina cenderung memiliki pola warna yang lebih terang
Atchley, W.R. 1983. Some genetic aspecys of morphometric variation. Pages 346-363 in Numercial Taxonomy (J. Fesentein, Ed.). Springer-Verlag, Berlin, Heidelberg, West Germany.
dibanding jantan, khususnya di bagian kerongkongan, dagu, perut, dada dan kaki. Pola warna tubuh rusa yang diamati juga tidak terlalu berbeda dengan hasil penelitian Zein (1999) terhadap rusa Timor (Cervus
Arobaya, A.Y.S., D.A. Iyai, T. Sraun and F. Pattiselanno. 2010. Forage food of timor deer (Cervus timorensis) in Manokwari, West Papua. Animal Production 12 (2): 91-95.
timorensis timorensis) di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Sedangkan bila dibanding dengan dua jenis rusa asli Indonesia lainnya ( Rusa Sambar dan Rusa Bawean), Rusa Timor memiliki pola warna bulu
Badarina, I. 1995. Rusa “satwa harapan” sumber protein hewani masa depan. Ruminansia 4: 78.
kuning kecoklatan dibanding Rusa Sambar coklat kehitaman dan Rusa Bawean dengan pola warna kulit kekuning-kuningan (Masyud, et al. 2003).
Djanah, D. 1984. Menentukan umur ternak. CV Yasaguna Jakarta 34p. Dryden, G, McL. 2000. An overview of sub-tropical and tropical deer production systems (Introduction). Supp. Ed.: 62.
Asian-Aus.J.Anim.Sci. 13,
Duwila, R. 2001. Sistem Pemeliharaan dan ukuran statistik Rusa Timor (Cervus timorensis) di Kabupaten Manokwari. Skripsi Sarjana Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Cenderawasih Manokwari. (tidak dipublikasikan). Jolicouer, P. & J.E. Mosimann. 1960. Size and shape variation in the Painted Turtle: A principal component analysis. Growth 24: 339-354.
Gambar. Rusa Timor yang dipelihara di Manokwari
Masy’ud, B., M. Thohari, S. S. Mansjoer & C. Sumantri. 2003. Studi perbandingan karakteristik genetik antara Rusa Timor (Cervus timorensis), Sambar (Cervus unicolor) dan Bawean (Axis kuhlii). Media Konservasi
KESIMPULAN Secara visual, perbadaan antara rusa jantan dan betina dapat langsung diamati dengan tumbuhnya ranggah pada rusa jantan dan tidak ditemukan pada rusa betina. Bagian tubuh yang dapat membedakan
VII (3): 101-107.
karakteristik morfologi rusa jantan dan betina adalah berat badan, panjang badan, tinggi badan, panjang kaki depan, lingkar dada dan panjang ekor. Ada
Naipospos, T.S.P. 2003. Rencana strategis dalam pemanfaatan rusa sebagai usaha aneka ternak. Makalah dalam Lokakarya Pengembangan Rusa: Pendayagunaan rusa sebagai sumber
perbedaan pola warna antara rusa jantan dan betina yang diamati.
protein 65
hewani
alternatif
dalam
rangka
Fauna Indonesia Vol 12 (2) Desember 2013: 61-66
diversifikasi usaha ternak. Pengembangan Peternakan
Direktorat Direktorat
Siregar, A.P., P. Sitorus, P.A. Radjagukguk, Santoso, M. Sabrani, S. Soedirman, T. Iskandar, E. Kalsid, L.P. Batubara, H. Sitohang, A. Syarifuddin, A. Saleh & Wiloto. 1984.
Jenderal Bina Produksi Peternakan, Jakarta. Taman Mini Indonesia Indah, 11 September 2003. Pattiselanno, F., A.G. Murwanto, R. Maturbongs & J. Wanggai. 1999. Sistem perburuan satwa oleh
Kemungkinan Budidaya Satwa liar di Indonesia. Proceeding Seminar Satwa Liar. Pusat Penelitian dan Pengembangan
masyarakat lokal di Taman Nasional Laut Teluk Cenderawasih Irian Jaya. Irian Jaya Agro 6 (2): 1-6.
Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, Bogor 10 Agustus 1983.
Pattiselanno, F. 2003. Deer (Cervidae: Artiodactyla: Mammalia) wildlife potential with future
Steel, R.G.D. & J.H. Torrie. 1993. Principles and Procedures of Statistics, A Biometrical Approach. McGraw-Hill International Book Co., Tokyo.
expectations. Tigerpaper 30(3):13-16. Pattiselanno, F. 2004. Berburu rusa di hutan Papua, Majalah Pertanian Berkelanjutan SALAM 8: 33. Schröder, T. 1976.
Wajo, M.J. 2001. Karakteristik skrotum, testes dan kondisi spermatozoa Rusa Timor (Cervus timorensis). Thesis Program Pascasarjana UGM, Yogjakarta.
Deer in Indonesia. Nature
Conservation Department. Agricultural University, Wageningen, Netherland. 71 pp.
Whitehead, G.K. 1994. Encyclopedia of Deer. Shrewsbury: Swann Hill Press.
Semiadi, G. 1986. Beberapa tinjauan kemungkinan budidaya rusa. Bulletin Peternakan 1: 11-13.
Zein, M.S.A. 1999. Kajian karakteristik morfologi, hematologi dan kimia darah Rusa Timor (Cervus timorensis timorensis) di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Biota IV (2): 89-94.
Semiadi, G., K. Subekti, I.K. Sutama, B. Masy’ud & L. Affandy. 2003. Antler’s growth of the endangered and endemic Bawean Deer (Axis kuhlii Muller and Schlegel, 1842). Treubia 33 (1): 89-95. Simanjuntak, L. & B. Ariaji. 1984. Budidaya satwa liar. Proceeding Seminar Satwa Liar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, Bogor 10 Agustus 1983.
Freddy Pattiselanno Fakultas Peternakan Perikanan & Ilmu Kelautan (FPPK) Universitas Negeri Papua (UNIPA) Jl. Gunung Salju Amban Manokwari, 98314 Papua Barat Email:
[email protected] 66