ISSN: 2460-1144
Volume 1
Nomor 1
Juli 2015
Hesti Sadtyadi
Refleksi Evaluatif Pemahaman dan Pemotivasian Siswa Dalam Mencapai Pendidikan Bermutu
Hariyanto
Pengaruh Perhatian Peserta Didik Dalam Pembelajaran Terhadap Prestasi Belajar Pendidikan Agama Buddha Di Kabupaten Wonogiri Tahun 2014
Mujiyanto
Pengaruh Pelaksanaan Pembelajaran Humanisme di Lembaga Pendidikan Dhamma Sekha terhadap Kemantapan Anak Dalam Meyakini Agama Buddha
Lany Susanti, Hesti Sadtyadi
Pengaruh Kompetensi Profesional Guru Pendidikan Agama Buddha terhadap Prestasi Belajar Siswa Beragama Buddha (Penelitian Dilakukan pada Guru Agama Buddha di Kabupaten Wonogiri)
Santi Paramita
Telaah Kontrasepsi dalam Keluarga Berencana menurut Sila Agama Buddha
Sukodoyo, dkk
Hubungan Self Efficacy dan Solidaritas Kelompok terhadap Minat Pemuda Buddhis dalam Mengikuti Kegiatan Keagamaan di Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang
Sujiono, dkk
Pengaruh Penerapan Metode Bercerita Berdasarkan Gambar terhadap Keterampilan Berbicara (Penelitian Eksperimen di TK Wira Putra, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang) Penggunaan Media Gambar dalam Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha di SD Negeri 01 Kertosari
Ragil Erna Susanti, Hariyanto
Marjianto
Pengaruh Supervisi Kepala Sekolah dan Kompetensi Profesional Guru terhadap Kinerja Guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Jatiroto Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa Tengah
M. Chairul Basrun Umanailo
Agama Sebagai Komoditas Bernegara
Diterbitkan Oleh: Asosiasi Dosen Raden Wijaya Bekerjasama dengan Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Raden Wijaya Wonogiri Jawa Tengah
28
PENGARUH PELAKSANAAN PEMBELAJARAN HUMANISME DI LEMBAGA PENDIDIKAN DHAMMA SEKHA TERHADAP KEMANTAPAN ANAK DALAM MEYAKINI AGAMA BUDDHA THE EFFECT OF HUMANISM LEARNING IN DHAMMA SEKHA INSTITUTION TOWARD CHILDREN’S STEADINESS IN BELIEVING BUDDHISM Mujiyanto
[email protected] Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Raden Wijaya Wonogiri State Buddhist College of Raden Wijaya Wonogiri Jawa Tengah Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Pelaksanaan Pembelajaran Humanisme Terhadap Kemantapan Anak Dalam Meyakini Agama Buddha. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa: pelaksanaan pembelajaran humanisme berpengaruh terhadap kemantapan anak dalam meyakini ajaran agama Buddha. Keputusannya adalah menolak Hipotesis nol dan menerima Hipotesis alternatif. Kesimpulannya, bahwa pelaksanaan pembelajaran humanisme mempengaruhi kemantapan anak dalam meyakini ajaran agamanya sebesar 4,8%. Variabel pelaksanaan pembelajaran ini memiliki pengaruh lemah terhadap kemantapan anak dalam meyakini ajaran agamanya. Berdasarkan kesimpulan tersebut disarankan: (1) Pelaksanaan pembelajaran humanisme yang terjadi selama ini di Lembaga Pendidikan Dhammasekha Kecamatan Kaloran perlu diperbaiki lagi agar keyakinan anak dalam menganut ajaran agama buddha semakin baik. (2) Perlu pembinaan guru Dhammasekha agar kualitas gurunya semakin meningkat. (3) Perlu ada penelitian yang sejenis dengan tema yang berbeda untuk menguji berbagai teori-teori pembelajaran humanisme dan keyakinan, serta dengan memilih variabel lain untuk mengungkap variabel lain yang berpengaruh terhadap keyakinan anak menganut ajaran agamanya Kata Kunci: Pembelajaran, Humanisme, Keyakinan. Abstract This research aims to examine the effect of humanism learning toward children’s steadiness in believing buddhism. The result of regression analysis shows: humanism learning influences toward children’s steadiness in believing buddhism. The conclusion rejects null hypothesis and accepts alternative hypothesis. The conclusion is that humanism learning influences children’s steadiness in believing buddhism amounts 4,8%. This humanism learning variable has low effect toward children’s steadiness in believing their religious teaching. Based on those conclusions is suggested: (1) learning humanism that has been run so far in Dhamma sekha institution in Kaloran district needs to be revised in order to improve children’s believe in buddhism. (2) there should be a founding of Dhamma sekha teachers in order to improve their quality. (3) there should be some of kind researches with different themes to examine various theories of humanism learning and believe and by choosing other variables to reveal other variables that give effect toward children’s believe of their religous teaching. Key words: Learning, Humanism, Believe PENDAHULUAN Dewasa ini pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Untuk membangun suatu negara yang kokoh, pertama yang harus disiapkan adalah pendidikan para warga negaranya. Hal ini bertujuan agar dapat membangun dan mempertahankan negara dengan baik. Sejak jaman penjajahanpun, pendidikan sudah sangat diperhatikan,
khususnya pendidikan sekolah. Salah satu cara memperoleh pendidikan yang baik adalah dengan bersekolah. Pendidikan merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 Ayat 1 yang berbunyi “Setiap warga negara berhak
29
mendapat pendidikan” dan Ayat 2 “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya” (Ditjen Bimas Buddha: p. 2011). Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada BAB IV Bagian Kesatu dijelaskan, bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Sebagaimana termuat dalam pasal 7, yaitu bahwa orang tua mempuyai hak dan kewajiban, bahwa orang tua berhak berperan dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya. Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya. Mengingat pentingnya pendidikan bagi peradaban manusia, maka masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Sehubungan dengan pendidikan keagamaan, pemerintah menjamin sepenuhnya sebagaimana tersebut dalam BAB V Pasal 12, bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan: (a) berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama; (b) mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Mengingat pentingnya pendidikan bagi kehidupan manusia, sebagai umat Buddha yang merupakan bagian dari masyarakat Indonesia juga tidak kalah penting untuk memperoleh pemerataan pendidikan. Sampai saat ini di kalangan umat Buddha masih sangat ketinggalan dalam hal pendidikan bila dibandingkan dengan agama lain. Kita lihat saja agama Isalam begitu pesat dan banyak lembaga pendidikan baik formal maupun nonformal. Agama Kristen, Katolik begitu juga, lembaga pendidikannya cukup banyak dan maju. sampai saat ini dalam agama Buddha belum memiliki lembaga pendidikan formal dari tingkat dasar sampai menengah, yang ada hanya pendidikan nonformal. Hal tersebut termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Yaitu BAB III Pasal 42 ayat (1) Pendidikan keagamaan Buddha diselenggarakan oleh
masyarakat pada jalur pendidikan nonformal dalam bentuk program Sekolah Dari kenyataan tersebut sangat memperihatinkan, karena dalam agama Buddha tidak bisa berpacu memajukan pendidikan apalagi pengembangan agama. Yang terjadi hingga saat ini hanya berkutat pada persoalan pendidikan tinggi saja. Padahal disadari atau tidak, pendidikan dasar dan menengah memiliki peran besar dalam memajukan agama dan meningkatkan keyakinan penganutnya. Sejalan dengan hal tersebut, dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah nomor 55 Tahun 2007, maka Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian berinisiatif untuk menterjemahkan dan mengembangkan pendidikan nonformal dalam bentuk Dhamma Sekha. Dhamma Sekha adalah pendidikan keagamaan Buddha nonformal yang diselenggarakan oleh pemerintah bekerjasama dengan masyarakat, untuk memberikan pelayanan pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampa dengan tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA), baik siswa yang sudah mendapatkan pelayanan pendidikan agama di sekolah maupun siswa yang belum mendapatkan pelayanan pendidikan agama di sekolah, yang dilaksanakan setiap hari pada waktu siang hari (SK Dirjen Bimas Buddha: 2013). Keberadaan lembaga tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat dikalngan umat Buddha berupa: 1) Meningkatkan keyakinan umat Buddha, terutama dikalangan anak-anak yang masih rentan dengan pengaruh agama lain, sehingga dimungkinkan akan pindah keyakinan; 2) Meningkatkan kompetensi peserta didik dalam berbagai bidang, baik kompetensi akademik maupun kompetensi keterampilan yang telah dipelajari di bangku seolah, yang kelak dapat digunakan sebagai modal untuk kehidupan dirinya; 3) Mengembangkan ekonomi kreatif peserta didik; 4) Mengurangi batas perbedaan sekte, latar belakang sosial ekonomi. Sampai saat ini masih banyak kekurangan diberbagai segi, terbukti dengan masih terbatasnya jumlah lembaga sekolah Dhamma Sekha di seluruh Indonesia, kuantitas dan kualitas sumber daya manusia, yang akan
30
mengelola lembaga tersebut. Dari berbagai keterbatasan tersebut, dengan dasar semangat pelayanan dan pengembangan pendidikan agama Buddha, maka masyarakat didorong untuk mendirikan lembaga tersebut, yang salah satu tujuannya adalah untuk menyerap tenaga kerja lulusan dari Perguruan Tinggi Agama Buddha. Kabupaten Temanggung merupakan salah satu daerah di Jawa Tengah yang memiliki potensi umat Buddha yang cukup banyak, terutama dikalangan usia sekolah. Dan daerah tersebut telah didirikan lembaga pendidikan Dhamma Sekha, proses pembelajarannya sudah berjalan lebih kurang satu tahun. Oleh karena itu menurut penulis perlu adanya pembelajaran Dhamma Sekha yang sesuai dengan tingkat perkembangan psikoogi anak, dan diatur secara sistematis, melibatkan berbagai kalangan masyarakat, serta diurus oleh orang yang berkompeten dan profesional agar dapat memantapkan keyakinan umat Buddha. Dari uraian di atas dan kenyataan yang terjadi di Dhamma Sekha Kabupaten Temanggung, maka dibuat penelitian sejauh mana pengaruh atau efektivitas pembelajaran Dhamma Sekha terhadap keyakinan umat Buddha dengan judul “Efektivitas Pembelajaran pada Dhamma Sekha terhadap Kemantapan Anak dalam Menganut Agama Buddha Pada Dhamma Sekha Kabupaten Temanggung”. KAJIAN TEORI Pembelajaran Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Pembelajaran adalah pemberdayaan potensi peserta didik menjadi kompetensi. Kegiatan
pemberdayaan ini tidak dapat berhasil tanpa ada orang yang membantu. Menurut Dimyati dan Mudjiono (Syaiful Sagala, 2009) pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 20 dinyatakan bahwa Pembelajaran 11 adalah Proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Ditjen Bimas Buddha: 2011) Konsep pembelajaran menurut Corey (Syaiful Sagala, 2013: p. 12) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan. Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan nilai yang baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang ekonominya, dan lain sebagainya.kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran. Warsita (2008: p. 85) “Pembelajaran adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik”. Sudjana (2004: p. 28) “Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan sengaja untuk menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu antara peserta didik (warga belajar) dan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan membelajarkan”. Dimyati dan Mudjiono (1999: p. 297) “Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar”. Trianto (2010: p. 17) “Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat
31
dijelaskan”. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Pembelajaran dalam makna kompleks adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama dan karena adanya usaha. Komponen Pembelajaran Interaksi merupakan ciri utama dari kegiatan pembelajaran, baik antara yang belajar dengan lingkungan belajarnya, baik itu guru, teman-temannya, tutor, media pembelajaran, atau sumber-sumber belajar yang lain. Ciri lain dari pembelajaran adalah yang berhubungan dengan komponenkomponen pembelajaran. Sumiati dan Asra (2009: p. 3) mengelompokkan komponenkomponen pembelajaran dalam tiga kategori utama, yaitu: guru, isi atau materi pembelajaran, dan siswa. Interaksi antara tiga komponen utama melibatkan metode pembelajaran, media pembelajaran, dan penataan lingkungan tempat belajar, sehingga tercipta situasi pembelajaran yang memungkinkan terciptanya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Tujuan Pembelajaran Tujuan pembelajaran pada dasarnya merupakan harapan, yaitu apa yang diharapkan dari siswa sebagai hasil belajar. Robert F. Meager (Sumiati dan Asra, 2009: p. 10) memberi batasan yang lebih jelas tentang tujuan pembelajaran, yaitu maksud yang dikomunikasikan melalui peenyataan yang menggambarkan tentang perubahan yang diharapkan dari siswa. Menurut H. Daryanto (2005: p. 58) tujuan pembelajaran adalah tujuan yang menggambarkan pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan sikap yang harus dimiliki siswa sebagai akibat dari hasil pembelajaran yang dinyatakan dalam bentuk tingkah laku yang dapat diamati dan diukur.
B. Suryosubroto (2009) menegaskan bahwa tujuan pembelajaran adalah rumusan secara terperinci apa saja yang harus dikuasai oleh siswa sesudah ia melewati kegiatan pembelajaran yang bersangkutan dengan berhasil. Tujuan pembelajaran memang perlu dirumuskan dengan jelas, karena perumusan tujuan yang jelas dapat digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan dari proses pembelajaran itu sendiri. Tujuan pembelajaran tercantum dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). RPP merupakan komponen penting dalam kurikulum tingkat satu an pendidikan yang pengembangannya harus dilakukan secara profesional. Materi Pembelajaran Materi pembelajaran pada dasarnya merupakan isi dari kurikulum, yakni berupa mata pelajaran atau bidang studi dengan topik/sub topik dan rinciannya. Isi dari proses pembelajaran tercermin dalam materi pembelajaran yang dipelajari oleh siswa. Syaiful Bahri Djamarah, dkk (2006: p. 43) menerangkan materi pembelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar. Tanpa materi pembelajaran proses belajar mengajar tidak akan berjalan. Materi pembelajaran disusun secara sistematis dengan mengikuti prinsip psikologi. Agar materi pembelajaran itu dapat mencerminkan target yang jelas dari perilaku siswa setelah mengalami proses belajar mengajar. Materi pembelajaran harus mempunyai lingkup dan urutan yang jelas. Lingkup dan urutan itu dibuat bertolak dari tujuan yang dirumuskan. Materi pembelajaran berada dalam ruang lingkup isi kurikulum. Karena itu, pemilihan materi pembelajaran tentu saja harus sejalan dengan ukuran-ukuran yang digunakan untuk memilih isi kurikulum bidang studi yang bersangkutan. Harjanto (2005: p. 222) menjelaskan beberapa kriteria pemilihan materi pembelajaran yang akan dikembangka dalam sistem pembelajaran dan yang mendasari penentuan strategi pembelajaran, yaitu: 1) Kriteria tujuan pembelajaran. Suatu materi pembelajaran yang terpilih dimaksudkan untuk mencapai tujuan pembelajaran khusus atau tujuan-tujuan tingkah laku.
32
2)
3)
4)
5)
6)
Karena itu, materi tersebut supaya sejalan dengan tujuan-tujuan yang telah dirumuskan. Materi pembelajaran supaya terjabar Perincian materi pembelajaran berdasarkan pada tuntutan dimana setiap tujuan pembelajaran khusus yang dijabarkan telah dirumuskan secara spesifik, dapat diamati dan terukur. Ini berarti terdapat keterkaitan yang erat antara spesifikasi tujuan dan spesifikasi materi pembelajaran. Relevan dengan kebutuhan siswa Kebutuhan siswa yang pokok adalah bahwa mereka ingin berkembang berdasarkan potensi yang dimilikinya. Karena setiap materi pembelajaran yang akan disajikan hendaknya sesuai dengan usaha untuk mengembangkan pribadi siswa secara bulat dan utuh. Beberapa aspek di antaranya adalah pengetahuan sikap, nilai, dan keterampilan. Kesesuaian dengan kondisi masyarakat. Siswa dipersiapkan untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna dan mampu hidup mandiri. Dalam hal ini, materi pembelajaran yang dipilih hendaknya turut membantu mereka memberikan pengalaman edukatif yang bermakna bagi perkembanga mereka menjadi manusia yang mudah menyesuaikan diri. Materi pembelajaran mengandung segi-segi etik. Materi pembelajaran yang dipilih hendaknya mempertimbangkan segi perkembangan moral siswa kelak. Pengetahuan dan keterampilan yang bakal mereka peroleh dari materi pelajaran yang telah mereka terima di arahkan untuk mengembangkan dirinya sebagai manusia yang etik sesuai dengan sistem nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Materi pembelajaran tersusun dalam ruang lingkup dan urutan yang sistematik dan logis. Setiap materi pembelajaran disusun secara bulat dan menyeluruh, terbatas ruang lingkupnya dan terpusat pada satu topik masalah tertentu. Materi disusun secara berurutan dengan mempertimbangkan faktor perkembangan psikologi siswa. Dengan cara ini diharapkan sisi materi tersebut akan lebih mudah diserap siswa dan dapat segera dilihat keberhasilannya.
7) Materi pembelajaran bersumber dari buku sumber yang baku, pribadi guru yang ahli, dan masyarakat. Ketiga faktor tersebut perlu diperhatikan dalam memilih materi pembelajaran. Buku sumber yang baku umumnya disusun oleh para ahli dalam bidangnya dan disusun berdasarkan GBPP yang berlaku, Kendatipun belum tentu lengkap sebagaimana yang diharapkan. Dari berbagai pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa materi pembelajaran merupakan komponen pembelajaran yang sangat penting. Tanpa materi pembelajaran proses pembelajaran tidak dapat dilaksanakan. Oleh karena itu, materi pembelajaran yang dipilih harus sistematis, sejalan dengan tujuan yang telah dirumuskan, terjabar, relevan dengan kebutuhan siswa, sesuai dengan kondisi masyarakat sekitar, mengandung segisegi etik, tersusun dalam ruang lingkup yang logis, dan bersumber dari buku. Pengertian Dhamma Sekha Menurut kamus Buddhan Dhamma, Dhamma Sekha terdiri dai dua kata, yaitu Dharma berarti ajaran, kebenaran, kesunyataan, sedangkan Sekha artinya belajar atau latihan. Secara umum Dharma Sekha berarti belajar atau latihan ajaran Buddha dalam kehidupan sehari-hari untuk mendapatkan kecakapan haidup (life skill). Menurut Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama RI Nomor 485 Tahun 2011, Dhamma Sekha adalah Pendidikan nonformal yang diselenggarakan oleh Yayasan Pendidikan Agama dan Keagamaan Buddha yang rnemiliki tanah dan gedung sendiri atau tempat yang sesuai dan diperuntukkan khusus bagi penyelenggaraan Dhamma Sekha dalam rangka meningkatkan kualitas saddha dan bhakti; 1) Dhamma Sekha diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, o1eh, dan untuk masyarakat; 2) Dhamma Sekha adalah satuan pendidikan nonformal jenjang Taman Kanak- Kanak. Pendidikan Anak Usia Dini (TK/PAUD) yang bemama Nava Dhamma Sekha, jenjang Sekolah Dasar (SD) yang bemarna Mula Dhamma Sekha, jenjang Sekotah Menengah Pertama (SMP) yang bemama Muda Dhamma Sekha, jenjang Sekolahb Menengah Atas/Kejuruan (SMA/K) yang
33
bemama Uttama Dhamma-Sekha keagamaan Buddha yang menyiapkan siswa dalam penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama Buddha dan keterampilan untuk hidup mandiri; 3) Lama pendidikan di Dhamma Sekha adalah: a) Nava Dhamma Sekha ditempuh selama 1 (satu) sampai dengan 2 (dua) tahun; b) Mula Dhamma Sekha ditempuh selama 2 (dua) sampai 3 (tiga) tahun; c) Muda Dhamma Sekha ditempuh selama 2 (dua) tahun; d) Uttama Dhamma Sekha ditempuh selama 2 (dua) tahun. Dasar Pelaksanaan 1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; 2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen; 3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan; 4) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan; 5) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan; 6) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan; 7) Sistem Pengelolaan Dhamma Sekha – Ditjen Bimas Buddha – Kemenag RI 8) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010; 9) Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Nomor 485 tahun 2011 tentang Dhamma Sekha; 10) Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Nomor 486 tahun 2011 tentang Ijin Operasional Dhamma Sekha. Tujuan Dhamma Sekha Sesuai dengan rumusan Keputusan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kementerian Agama RI Nomor 485 Tahun 2011 dijelaskan tujuan pelaksanaan Dhamma Sekha sebagai berikut: 1) Dhamma Sekha bertujuan membentuk manusia yang memiliki kecakapan hidup,
keterampilan fungsional, sikap dan kepribadian profesional, dan mengembangkan jiwa wirausaha yang mandiri, serta kompetensi ~ntuk bekerja dalam bidang tertentu, danJatau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dalam rangka mewujudkan tujuan Pendidkan Nasional; 2) Dhamma Sekha memberikan bekal kemampuan dasar sebagai perluasan dan peningkatan pengetahuan, agama dan keterampilan yang bermanfaat bagi siswa untuk mengembangkan kehidupannya sebagai umat Buddha, anggota masyarakat, warga negara dan sesuai dengan tingkat perkembangannya serta mempersiapkan mereka untuk hidup dalam masyarakat; Keyakinan a. Pengertian Keyakinan Diri Keyakinan diri merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep keyakinan diri pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Keyakinan diri mengacu pada persepsi tentang kemampuan individu untuk mengorganisasi dan mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu (Bandura, 1986,) Pervin memberikan pandangan yang memperkuat pernyataan Bandura tersebut. Pervin menyatakan bahwa keyakinan diri adalah kemampuan yang dirasakan untuk membentuk perilaku yang relevan pada tugas atau situasi yang khusus (Smet, 1994). Berdasarkan persamaan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa keyakinan diri adalah perasaan individu mengenai kemampuan dirinya untuk membentuk perilaku yang relevan dalam situasi-situasi khusus yang mungkin tidak dapat diramalkan dan mungkin menimbulkan stres. b. Dimensi Keyakinan Diri Bandura (1997) mengemukakan bahwa keyakinan diri individu dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu : 1) Tingkat (level) Keyakinan diri individu dalam mengerjakan suatu tugas berbeda dalam tingkat kesulitan tugas. Individu memiliki keyakinan diri yang tinggi pada tugas yang mudah dan sederhana, atau juga pada tugas-tugas yang rumit dan membutuhkan kompetensi yang tinggi. Individu yang memiliki keyakinan
34
diri yang tinggi cenderung memilih tugas yang tingkat kesukarannya sesuai dengan kemampuannya. 2) Keluasan (generality) Dimensi ini berkaitan dengan keluasan individu terhadap bidang atau tugas pekerjaan. Individu dapat menyatakan dirinya memiliki keyakinan diri pada aktivitas yang luas, atau terbatas pada fungsi domain tertentu saja. Individu dengan keyakinan diri yang tinggi akan mampu menguasai beberapa bidang sekaligus untuk menyelesaikan suatu tugas. Individu yang memiliki keyakinan diri yang rendah hanya menguasai sedikit bidang yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu tugas. 3) Kekuatan (strength) Dimensi yang ketiga ini lebih menekankan pada tingkat kekuatan atau kemantapan individu terhadap keyakinannya. Keyakinan diri menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan individu akan memberikan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan individu. Keyakinan diri menjadi dasar dirinya melakukan usaha yang keras, bahkan ketika menemui hambatan sekalipun. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa keyakinan diri mencakup dimensi tingkat (level), keluasan (generality) dan kekuatan (strength). c. Sumber-Sumber Keyakinan Diri Bandura (1986) menjelaskan bahwa keyakinan diri individu didasarkan pada empat hal, yaitu: 1) Pengalaman akan kesuksesan Pengalaman akan kesuksesan adalah sumber yang paling besar pengaruhnya terhadap keyakinan diri individu karena didasarkan pada pengalaman otentik. Pengalaman akan kesuksesan menyebabkan keyakinan diri individu meningkat, sementara kegagalan yang berulang mengakibatkan menurunnya keyakinan diri, khususnya jika kegagalan terjadi ketika keyakinan diri individu belum benar-benar terbentuk secara kuat. Kegagalan juga dapat menurunkan keyakinan diri individu jika kegagalan tersebut tidak merefleksikan kurangnya usaha atau pengaruh dari keadaan luar. 2) Pengalaman individu lain
Individu tidak bergantung pada pengalamannya sendiri tentang kegagalan dan kesuksesan sebagai sumber keyakinan dirinya. Keyakinan diri juga dipengaruhi oleh pengalaman individu lain. Pengamatan individu akan keberhasilan individu lain dalam bidang tertentu akan meningkatkan keyakinan diri individu tersebut pada bidang yang sama. Individu melakukan persuasi terhadap dirinya dengan mengatakan jika individu lain dapat melakukannya dengan sukses, maka individu tersebut juga memiliki kemampuan untuk melakukanya dengan baik. Pengamatan individu terhadap kegagalan yang dialami individu lain meskipun telah melakukan banyak usaha menurunkan penilaian individu terhadap kemampuannya sendiri dan mengurangi usaha individu untuk mencapai kesuksesan. Ada dua keadaan yang memungkinkan keyakinan diri individu mudah dipengaruhi oleh pengalaman individu lain, yaitu kurangnya pemahaman individu tentang kemampuan orang lain dan kurangnya pemahaman individu akan kemampuannya sendiri. 3) Persuasi verbal Persuasi verbal dipergunakan untuk meyakinkan individu bahwa individu memiliki kemampuan yang memungkinkan individu untuk meraih apa yang diinginkan. 4) Keadaan fisiologis Penilaian individu akan kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas sebagian dipengaruhi oleh keadaan fisiologis. Gejolak emosi dan keadaan fisiologis yang dialami individu memberikan suatu isyarat terjadinya suatu hal yang tidak diinginkan sehingga situasi yang menekan cenderung dihindari. Informasi dari keadaan fisik seperti jantung berdebar, keringat dingin, dan gemetar menjadi isyarat bagi individu bahwa situasi yang dihadapinya berada di atas kemampuannya. Berdasarkan penjelasan di atas, keyakinan diri bersumber pada pengalaman akan kesuksesan, pengalaman individu lain, persuasi verbal, dan keadaan fisiologis individu. Keyakinan dalam agama Buddha a. Pengertian keyakinan (saddha) Kata saddha adalah sebutan dalam bahasa pali atau Sradha sebutan dalam bahasa
35
Sanskerta. Arti kata Saddha/Sradha ialah keyakinan atau kepercayaan Benar. Saddha dapat diartikan sebagai keyakinan yang telah mencakup pengertian percayaan di dalamnya. Jadi kata Saddha itu, dapat juga diartikan sebagai: 1) Keyakinan 2) Kepercayaan-benar 3) Keimanan dalam Bakti Salah seorang pujangga Buddhis yang terkemuka, yang hidup di abad ke IV bernama SANGA dan telah mengatakan bahwa Saddha itu mengandung tiga unsur: 1) Keyakinan kuat terhadap sesuatu hal; 2) Kegembimbiraan mendalam terhadap sifat-sifat yang baik; 3) Harapan memperoleh sesuatu di kemudian hari; Bedanya kepercayaan dengan Saddha 1) Persoalan kepercayaan akan timbul bilamana kita tidak dapat melihat sesuatunya dengan betul dan nyata. 2) Persoalan Saddha akan timbul bilamana kita dapat melihat sesuatunya dengan betul dan nyata. Tetapi haruslah diingat bahwa Saddha ini bukanlah suatu kepercayaan seperti yang dimengerti orang pada umumnya Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, karena data diperoleh dalam bentuk angka-angka yang kemudian di analisis. Dilihat dari cara pengumpulan data, penelitian ini termasuk penelitian ex post facto, sebab akan melihat seberapa besar pengaruh antar variabel dalam penelitian. Pengumpulan data penelitian ini diperoleh setelah semua kejadian yang dipersoalkan berlangsung atau lewat. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di lembaga pendidikan dhamma sekha Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung yang berjumlah 164 orang yang berasal dari berbagai desa, baik dari jenjang Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah Atas. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling. Penentuan ukuran sampel menggunakan rumus yang dekembangakan dari Issac Michael (Sugiyono, 2007: p. 69). Penelitian ini terdapat 2 (dua) variabel yang terdiri dari: 1 (satu) variabel independen dan 1 (satu) variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah
kegiatan pembelajaran (X), dan variabel dependennya adalah kemantapan anak dalam meyakini agama Buddha (Y). Adapun definisi operasional dari masing-masing variabel dalam penelitian ini sebagai berikut: a. Pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama dan karena adanya usaha. Pembelajaran pada Dhammasekha adalah pembelajaran pada pendidikan non formal yang diselenggarakan oleh Yayasan Pendidikan Agama dan Keagamaan Buddha, bertujuan membentuk manusia yang memiliki kecakapan hidup, keterampilan fungsional, sikap dan kepribadian profesional, dan mengembangkan jiwa wirausaha yang mandiri, serta kompetensi untuk bekerja dalam bidang tertentu, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dalam rangka mewujudkan tujuan Pendidkan Nasional. a. Keyakinan Keyakinan merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Keyakinan mengacu pada persepsi tentang kemampuan individu untuk mengorganisasi dan mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu. Dapat disimpulkan bahwa keyakinan diri adalah perasaan individu mengenai kemampuan dirinya untuk membentuk perilaku yang relevan dalam situasi-situasi khusus yang mungkin tidak dapat diramalkan dan mungkin menimbulkan stres. Adapun dimensi keyakinan meliputi: (a) tingkat (level), (b) keluasan (generality), (c) kekuatan (strength). Dalam hal ini keyakinan/kemantapan meyakini agama Buddha adalah keteguhan hati seseorang dalam bersikap terhadap konsep, ajaran atau doktrin, yang dapat menimbulkan sikap fanatik, sehingga tidak akan berpaling pada keyakinan lain. Hal tersebut ditandai dengan adanya: a) tidak mudah dipengaruhi; b) bergairah melaksanakan ajaran yang diyakini; c) adanya kesadaran penuh untuk mengembangkan ajaran yang diyakininya.
36
Validitas dan Reliabilitas Menurut Azwar (1998: p. 5) validitas berasal dari kata validity yang memiliki arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Uji validitas terhadap alat ukur dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi product moment dari pearson. Penghitungan validitas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan komputer dengan progran Statistical Packages for Social Sciences (SPSS) for Windows Realease 15.0. Uji coba reliabilitas instrumen dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui taraf kepercayaan kuesioner atau angket sebagai alat pengumpul data. Instrumen tentang tingkat penyesuaian diri, kualitas pelayanan pendidikan, dan motivasi belajar berbentuk angket atau kuesioner dengan skala likert, maka reliabilitasnya dapat ditujukan berdasarkan rumus alpha cronback (Black, 1999: p. 274). Teknik Analisis Data Analisis statistik deskriptif dilakukan untuk memberikan gambaran secara umum. Mengenai data penelitian statistik yang disajikan meliputi skor minimal, skor maksimal, rentang skor, rerata, median, modus, dan simpangan baku untuk masing-masing variabel penelitian. Analisis regresi ganda dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh seluruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap satu variabel terikat (Black, 1999: 678), atau untuk memprediksi besarnya variabel dependen (Y). Berdasarkan variabel independennya (X1 dan X2) untuk mengetahui signifikansi regresi tersebut digunakan uji F. Ketentuan yang digunakan, jika F hitung > F tabel, atau alpha < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh kedua variabel independen (tingkat penyesuaian, kualitas pelayanan pendidikan) yang diteliti secara bersama-sama terhadap variabel dependen (motivasi belajar) adalah signifikan. Dari analisis regresi ganda dapat disusun persamaan regresi: Ŷ = a + b1X1 + b2X2 + b3X3. Untuk analisis regresi ganda, pengujian uji F dan t harus dilkukan sendiri-sendiri untuk mengetahui signifikansi pengaruh variabel bebas (Ali Muson, 2005: 52). Nilai F tes dapat diketahui dari tabelAnova pada output SPSS,
jika nilai sig lebih kecil dari 0,05 berarti hipotesis nol ditolak. Pembahasan Hasil Penelitian Instrumen Pelaksanaan Pembelajaran Humanisme. Berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan, peneliti kemudian melakukan uji validitas dengan mengolah data menggunakan SPSS for windows versi 15.0. Dapat diketahui bahwa dari 50 daftar pertanyaan yang diberikan kepada 100 responden, semua memiliki validitas yang cukup baik, hal ini diketahui dari uji validitas yang menunjukkan tingkat signifikansi dibawah 5 % atau 0.05. Di bawah ini merupakan hasil uji Validitas dari 50 pertanyaan yang diujikan kepada 100 responden memiliki validitas yang baik dilihat dari nilai Corrected Item-Total Correlation lebih dari 0,2586 (r tabel). Berdasarkan data hasil uji instrumen keyakinan yang diperoleh dari lapangan, bahwa hasil uji Validitas dari 20 pertanyaan yang diujikan kepada 100 responden memiliki validitas yang baik dilihat dari nilai Corrected Item-Total Correlation lebih dari 0,1966 (r tabel). Dari output di atas bisa dilihat pada Corrected Item Total Correlation, inilah nilai korelasi yang didapat. Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai r tabel, r tabel dicari pada signifikansi 0,05 dengan uji 2 sisi dan jumlah data (n) = 100, maka didapat r tabel sebesar 0,1966 (r tabel dapat dilihat pada lampiran). Hal tersebut merupakan hasil uji instrumen dari 20 pertanyaan yang diujikan kepada 100 responden memiliki validitas yang baik, sebab nilai Corrected Item Total Correlation lebih besar dari r tabel, sehingga layak sebagai instrumen penelitian. Berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan, peneliti kemudian melakukan uji reliabilitas dengan mengolah data menggunakan SPSS for windows versi 15.0. Dapat diketahui bahwa dari 35 daftar pertanyaan yang diberikan kepada 58 responden, semua memiliki reliabilitas yang cukup baik, hal ini diketahui dari uji reliabilitas yang menunjukkan tingkat signifikansi dibawah 5 % atau 0.05. Berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan, peneliti kemudian melakukan uji reliabilitas terhadap pembelajaran humanisme dengan mengolah data menggunakan SPSS for windows versi 15.0. Dapat diketahui bahwa dari 35 daftar pertanyaan yang diberikan
37
kepada 58 responden, semua memiliki reliabilitas yang cukup baik, hal ini diketahui dari uji reliabilitas yang menunjukkan tingkat signifikansi dibawah 5 % atau 0.05. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, kemudian melakukan uji reliabilitas terhadap Keyakinan Ajaran Agama,menunjukkan bahwa dari 20 daftar pertanyaan yang diberikan kepada 100 responden, semua memiliki reliabilitas yang cukup baik dilihat dari nilai koefisien Cronbach's Alpha sebesar 0,921, diketahui juga dari uji reliabilitas yang menunjukkan tingkat signifikansi dibawah 5 % atau 0.05. Berdasarkan hasil pengujian yang telah diuraikan bahwa pelaksanaan pembelajaran humanisme (x1) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap keyakinan menganut ajaran agamanya (y). Besarnyapengaruh tersebut dapat dinyatakan oleh besarnya koefisien determinasi sebesar 4,8%. Hasil penelitian ini mendukung hipotesis penelitian yang dikemukakan pada Bab II bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara pelaksanaan pembelajaran humanisme di lembaga pendidikan Dhamma Sekha terhadap keyakinan anak menganut agama Buddha di Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung. Berdasarkan hasil analisis regresi ditemukannya besarnya pengaruh yang diberikan pelaksanaan pembelajaran humanisme terhadap keyakinan anak menganut agama Buddha di Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung dapat dilihat dari persamaan regresi. Dapat disimpulkan bahwa pengaruh antara pelaksanaan pembelajaran humanisme terhadap keyakinan anak menganut agama Buddha di Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung adalah positif dan signifikan, dengan persamaan regresi Y = a + b1x1; Y = 45,272 + 0,105x1, menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu unit skor pelaksanaan pembelajaran humanisme akan menyebabkan kenaikan skor anak menganut agama Buddha sebesar 0,105 unit pada konstanta 45,272. Berkaitan dengan hasil penelitian ini, maka pelaksanaan pembelajaran humanisme di lembaga pendidikan Dhammasekha Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung Jawa Tengah perlu ditingkatkan agar memberikan kontribusi yang lebih besar keyakinan anak menganut ajaran agamanya. Simpulan dan Saran
Berdasarkan analisis data dan pengujian hipotesis penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa: pelaksanaan pembelajaran humanisme di lembaga pendidikan Dhamma Sekha (x1) berpengaruh positif dan signifikan terhadap keyakinan anak dalam menganut agama Buddha di Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung. Besarnyapengaruh tersebut dapat dinyatakan oleh besarnya koefisien determinasi sebesar 4,8%. Variabel pelaksanaan pembelajaran humanisme ini memiliki pengaruh lemah terhadap keyakinan anak menganut agama Buddha di Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung. Berdasarkan hasil dan kesimpulan dalam penelitian ini, beberapa saran yang dapat dikemukakaan adalah sebagai berikut: 1. Pelaksanaan pembelajaran humanisme yang terjadi selama ini di Lembaga Pendidikan Dhammasekha Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung perlu diperbaiki lagi agar keyakinan anak menganut ajaran agama buddha semakin baik. 2. Perlu pembinaan guru Dhammasekha agar kualitas gurunya semakin meningkat. 3. Perlu ada penelitian yang sejenis dengan tema yang berbeda untuk menguji berbagai teori-teori pembelajaran humanisme dan keyakinan, serta dengan memilih variabel lain untuk mengungkap variabel lain yang berpengaruh terhadap keyakinan anak dalam menganut ajaran agamanya. Daftar Pustaka Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Rosda Karya. Jakarta. 2009. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha. Peraturan PerundangUndangan. Jakarta: Yanwreko. 2011. Syaiful
Sagala. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabet. Jakarta. 2013
Ambarita, I., Perbedaan Hasil Belajar dan Retensi Memori Jangka Panjang ..., Skripsi FMIPA, Unimed Medan. 2008. Dryden, Gordon: Revolusi Cara Belajar. Kaifa. Bandung. 2004.
38
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran. PT. Rineka Cipta. Jakarta. 1999. Joyce. Dalam Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Kencana. Jakarta. 2011. Sumiati dan Asra: Metode Pembelajaran. CV. Wacana Prima. Jakarta. 2009. Daryanto: Media Pembelajaran. Sejahtera. Bandung. 2011.
nurani
Suryobroto: Proses Belajar Mengajar di Sekolah. PT. Rineka Cipta. Jakarta. 2009. Harjanto: Perencanaan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. 2005. Syaiful Bahri Djamarah. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. Rineka Cipta. 2006. SK Dirjen Bimas Buddha Kemenag RI Nomor 485 Tahun 2011. Smet, Bart: Psikologi Kesehatan. Grasindo. Jakarta. 1994. Bandura: Self-Efficacy: The Exercise of Control. Freeman and Company. New York: W.H. 1997. Bandura: Self-Efficacy. (http//treep jkr. Multiply.com/reviews/item/22. Di download tanggal 10 Maret 2012). Sugiyono. Statistika Untuk Bandung: Alfabeta. 2007.
Penelitian.
Black. Sampling Purposive. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1999.
PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL UNTUK JURNAL PENDIDIKAN, SAINS SOSIAL DAN AGAMA
1. Jurnal Pendidikan, Sains Sosial dan Agama memuat hasil hasil penelitian, maupun kajian
yang terkait dengan hasil penelitian pengembangan, maupun penelitian penerapan dalam bidang pendidikan, ilmu sosial dan agama. Artikel yang dikirim ke redaksi belum pernah dipublikasikan dan dikemas kembali sesuai dengan format artikel jurnal. 2. Panjang naskah + 20 halaman A4, minimal 7000 kata, satu setengah spasi, Times New Roman, font 11, dan ditulis menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. 3. Artikel ditulis dengan ketentuan sebagai berikut: a. Judul maksimal 15 kata, dengan font 14. Peringkat judul disusun sebagai berikut: PERINGKAT SATU (HURUF BESAR SEMUA, TEBAL, font 14, di tengah-tengah halaman) PERINGKAT DUA (HURUF BESAR, TEBAL, di tengah-tengah) PERINGKAT TIGA (HURUF BESAR, TEBAL, di tengah-tengah) b. Nama penulis tanpa gelar ditulis di bawah judul: untuk Tim semua nama penulis dicantumkan c. Nama instansi ditulis di bawah nama: email ditulis di bawah nama instansi d. Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris, satu spasi, 100-200 kata, satu paragraf dan font 11. e. Kata kunci merupakan inti permasalahan, bisa satu kata atau lebih, ditulis miring di bawah abstrak dengan jarak satu spasi. f.
Batang tubuh artikel: artikel kajian terdiri dari Pendahuluan (permasalahan, kerangka pikir, dan atau kerangka analisis), sub-sub judul pembahasan, dan kesimpulan; sedangkan artikel hasil penelitian terdiri dari pendahuluan ( latar belakang permasalahan, dan landasan teori), metode penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, kesimpulan, dan saran.
4. Kutipan harus disebutkan nama pengarang, tahun ,dan p. nomor halaman. Contoh: (Triyatno, 2014, p.89). kutipan langsung (persis aslinya) lebih dari tiga baris ditulis satu spasi, rata kiri dan menjorok ke kanan 7 ketukan. 5. Artikel rangkap dua disertai soft copynya dikirim ke sekretariat redaksi Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan, penulis dari luar kota bisa mengirimkan artikel secara elektronik melalui email:
[email protected] 6. Daftar pustaka disusun dengan tata cara seperti beberapa contoh berikut dan diurutkan secara alfabetis nama pengarang. Tata cara yang tidak ada pada contoh merujuk pada APA style.