Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
ISOLASI SOLASODIN DARI BUAH Solanum khasianum SEBAGAI BAHAN AKTIF PEMBENTUK PROGESTERON (Isolation of Solasodin from Fruit of Solanum khasianum as an Active Substance for Progesteron Production) UMI ADIATI, D.A. KUSUMANINGRUM, T. HARYATI dan T. KOSTAMAN Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRACT Genetic resources of plant containing precursor of hormone need to be explored their potential to improve reproductivity and productivity of livestocks. Diasgenin an solasodin are known as the major sources in producing steroidal hormones such as progesterone. The solasodin sources are obtained from some solanaseae plants such as S. tuberosum (potato), S. melongena, S. ningrum, S. mamosum L, S. jasminoides, S. seafothianum, S. auriculatum, S. capsicoides, S. indicum L, and S. khasianum. These solanaceae plants are grown abundantly in Indonesia. The present study was undertaken to investigate the potency of S. khasianum in producing progesteron. The plant was extracted with an organic solvents to get an active compound of progesteron. The extraction was using ethanol and aquadest, and purification was carried out by crystalisation using s coloum apparatus. Results showed that glycoalkaloids extracted with 70% ethanol was higher than aquadest (6.39 vs 57.25 gram), but the presence of solasodin was not significantly different (P > 0.05) between 70% ethanol and water (86.41 ± 2.30% and 84.98 ± 2.52% subsequently). It is concluded that the extraction of S. khasianum in water is better than ethanol. Key Words: Solanum khasianum, Solasodin, Extraction ABSTRAK Keanekaragaman sumberdaya genetik tanaman yang mengandung precursor hormon yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi reproduksi (seperti hormon progesteron), perlu digali potensinya untuk tujuan peningkatan efisiensi produktivitas ternak. Diosgenin dan solasodin merupakan bahan baku utama dalam produksi hormon steroid progesteron. Sumber solasodin yang ada di Indonesia berasal dari beberapa jenis solanum antara lain adalah S. tuberosum (kentang), S. melongena (terong), S. nigrum (leunca), S. mammosum L (terung susu), S. jasminoides, S. seafothianum, S. auriculatum, S. capsicoides, S. capsicastrum, S. Indicum L dan S. khasianum. Penelitian ini bertujuan untuk menggali potensi progesteron dalam tanaman Solanum khasianum dengan cara melakukan ekstraksi untuk mendapatkan bahan aktif solasodin sebagai bahan pembentuk progesteron. Untuk mengisolasi dan mengekstraksi solasodin dari buah Solanum khasianum digunakan 2 jenis pelarut yaitu etanol dan air, dan pemurnian solasodin dilakukan dengan cara kristalisasi yang dilakukan dengan menggunakan alat kolom dan untuk pencucian menggunakan metanol p.a. Hasil ekstraksi (berupa gliko-alkaloida) menggunakan pelarut etanol 70% lebih banyak dibandingkan dengan pelarut air (639 vs 57,25gram), akan tetapi bahan aktif (solasodin) yang diperoleh tidak berbeda nyata (P > 0,05) antara pelarut etanol 70% dan air yaitu sebesar 86,41 ± 2,30% dan 84,98 ± 2,52%. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa untuk ekstraksi tanaman Solanum khasianum sebaiknya digunakan pelarut air sehingga biaya ekstraksi dapat dikurangi. Kata Kunci: Solanum Khasianum, Solasodin, Ekstraksi
PENDAHULUAN Keanekaragaman sumberdaya genetik tanaman yang mengandung precursor hormon yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
efisiensi reproduksi (seperti hormon progesteron), perlu digali potensinya untuk tujuan peningkatan efisiensi produktivitas ternak.
373
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Penggunaan hormon steroid progesteron komersil untuk penyerentakan berahi telah banyak dilakukan. Bahan ini digunakan terutama untuk ternak yang dikawinkan dengan teknologi Inseminasi Buatan (IB). Untuk menghindari ketergantungan dalam penggunaan hormon steroid impor maka sebaiknya digunakan bahan dasar yang dibuat sendiri dengan memanfaatkan berbagai sumber tanaman yang mengandung precursor hormon yang ada di Indonesia. Telah dikenal sejak lama bahwa sebagai bahan baku utama dalam produksi hormon steroid progesteron adalah diosgenin dan solasodin. Sumber diosgenin yang potensial untuk Indonesia berasal dari umbi tanaman Dioscorea sp, terutama D. composita, D. Deltiodea, D. Floribunda dan dari rimpang dan biji Costus speciosus (pacing), tetapi jenis-jenis ini di Indonesia kadar diosgeninnya rata-rata rendah (KAUFMAN, 1982; LUBIS, 1980; LUBIS, 1982). Sedangkan sumber solasodin berasal dari beberapa jenis solanum antara lain adalah S. tuberosum (kentang), S. melongena (terong), S. nigrum (leunca), S. mammosum L (terung susu), S. jasminoides, S. seafothianum, S. auriculatum, S. capsicoides, S. capsicastrum, S. Indicum L dan S. khasianum. Beberapa penelitian (INDRAYANTO et al., 1978; LUBIS dan SASTRAPRADJA, 1977; KHANNA dan MURTY, 1971) mengenai jenis-jenis tanaman sumber solasodin menunjukkan buah dari tanaman Solanum khasianum potensial sebagai bahan dasar sumber steroid progesteron dengan alasan: tinggi akan kandungan solasodin dan merupakan tanaman liar, sehingga tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan bahan aktif solasodin sebagai bahan dasar pembentuk progesteron dari tanaman Solanum khasianum. MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan di laboratorium Balitnak dan Balitro dengan menggunakan bahan sumber solasodin yaitu 10 kg buah Solanum khasianum segar setengah matang berwarna hijau ke kuningan dengan daging buah berwarna krem. Buah Solanum khasianum diperoleh dari daerah Jawa Tengah. Daging buah dan biji dikerok dipisahkan dari
374
kulitnya kemudian dilakukan isolasi dan ekstraksi. Percobaan yang dilakukan adalah membandingkan ekstraksi solasodin dari buah Solanum khasianum dengan dua (2) jenis pelarut yaitu air dan etanol 70%. Hasil ekstrak dibandingkan dengan uji solasodin standar dengan bantuan spektrofotometer. Ekstraksi sampel dengan pelarut etanol Sebanyak 5000 g buah Solanum khasianum ditimbang, kemudian biji dan lendirnya masukkan ke dalam panci stainlesteel dan ditambahkan etanol 70% dengan perbandingan 1 : 3. Bahan diaduk dengan pengaduk elektrik (kecepatan 800 rpm, 1 jam). Endapan disaring (filtrat 1) dan didiamkan selama 1 hari. Filtrat dimasukkan dalam labu didih dan diputar dengan rotavapor pada suhu 50 – 55°C, kemudian di oven pada suhu 40°C sampai kering. Endapan dimasukkan ke dalam beaker glass dan diberi amonia sampai mencapai pH 10 sehingga terbentuk glikoalkaloida. Glikoalkaloida yang terbentuk ditambahkan metanol dan direfluks selama 2 jam kemudian disaring (filtrat 2). Filtrat yang diperoleh ditambah asam khlorida pekat sampai konsentrasi 2 N, kemudian direfluk selama 2 jam pada suhu 70°C, didiamkan sampai terbentuk endapan, disaring dan dicuci dengan air panas sampai bebas khlorida sehingga diperoleh solasodin kasar. Ekstraksi sampel dengan pelarut air Sebanyak 5000 g buah Solanum khasianum ditimbang kemudian, dikeluarkan biji dan lendirnya masukkan ke dalam panci stainles lalu ditambah air dengan perbandingan 1 : 3, dipanaskan pada suhu 70°C sambil diaduk (kecepatan 800 rpm, 1 jam) kemudian disaring (filtrat 1). Filtrat dipanaskan kembali, diaduk kemudian ditambah amonia sampai mencapai pH 10 kemudian didiamkan sampai terbentuk endapan dan disaring. Endapan dioven pada suhu 50°C sampai kering sehingga terbentuk glikoalkaloida. Glikoalkaloida yang terbentuk kemudian ditambah metanol sebanyak 10 kali berat glikoalkaloida dan disaring (filtrat 2). Filtrat yang diperoleh ditambah asam khlorida pekat sampai konsentrasi 2 N, direfluk selama 2 jam pada suhu 70°C, didiamkan sampai
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
terbentuk endapan, disaring dan dicuci dengan air panas sampai bebas khlorida (solasodin kasar). Pemurnian solasodin Solasodin murni diperoleh dengan cara pencucian menggunakan alat coloum dengan metanol p.a. sebagai pelarut dan kristalisasi. Penyaringan dilakukan menggunakan coloum kaca yang dipasang pada statif dan didalamnya diisi berturut-turut dengan kapas yang dipadatkan dengan ketebalan ± 3 cm, kertas saring (berbentuk lingkaran), glasswool, kertas saring, silica gel (40 gram silica gel ditambah metanol p.a ± 200 ml) dan terakhir kertas saring. Hasil penyaringan ditampung menggunakan Erlenmayer. Sampel dimasukkan ke dalam beaker glass kemudian dilarutkan dengan metanol p.a dan dituangkan ke dalam coloum untuk proses pencucian. Larutan dicuci terus menerus sampai diperoleh filtrat yang tidak berwarna (bening). Filtrat direflux untuk mendapatkan larutan solasodin yang pekat, kemudian larutan dituangkan ke dalam mangkok kaca untuk proses kantasi (dienap tuangkan) sampai terbentuk kristal solasodin murni. Penyediaan kurva standar Masing-masing 0,2; 0,5; 1,0; 1,5 dan 2,0 ml larutan standar solasodin dimasukkan ke dalam corong pemisah yang telah berisi larutan buffer asetat pH 3,72 sebanyak 10 ml kemudian ditambahkan metanol p.a ke setiap corong pemisah sampai jumlah larutan menjadi 2 ml, kemudian ditambah 0,1 ml larutan bromocresol green dan 10 ml benzena, dikocok dan biarkan sampai larutan benzena memisah dan dipindahkan kedalam tabung reaksi yang telah diisi dengan kristal natrium sulfat anhidrat lalu diaduk sebentar dengan sentrifuse. Larutan kemudian diukur absorbensinya pada panjang gelombang 405 nm. Analisa kadar solasodin dalam solasodin kasar dan solasodin murni Sebanyak 0,05 g solasodin kasar dan solasodin murni masukkan ke dalam labu ukur
50 ml dan dilarutkan dengan metanol p.a sampai tanda garis. Sebanyak 2 ml larutan diambil, dimasukkan ke dalam corong pemisah 100 ml yang telah berisi 10 ml larutan buffer asetat pH 3,72 kemudian ditambahkan 0,1 ml larutan bromocresol green dan 10 ml benzena. Larutan dikocok selama ± 3 menit hingga larutan benzena terpisah. Buang larutan bagian bawah dan sisanya masukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi kristal natrium sulfat anhidrat secukupnya, diaduk dengan sentrifuse sebentar, kemudian diukur absorbensinya pada panjang gelombang 405 nm. Penghitungan konsentrasi solasodin Fp x C 106 % Solasodin =
X 100% Gram bobot contoh
dimana: Fp : faktor pengenceran C : konsentrasi dari solasodin dalam ug/ml yang diperoleh dari konversi pembacaan absorbensi pada kurva solasodin
Penetapan kadar air Sampel solasodin ditimbang dan dimasukkan dalam oven pada suhu 105oC selama 3 jam, dinginkan dalam eksikator selama 10 menit lalu ditimbang kembali. kehilangan bobot % Air =
X 100% bobot sampel
Data yang diperoleh dianalisa statistik menggunakan uji T test untuk mengetahui perbedaan dua jenis perlakuan yaitu pelarut. Parameter yang diukur adalah persentase solasodin dalam solasodin kasar dan solasodin murni serta kadar air. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ekstraksi dari 5000 gram buah Solanum khasianum segar diperoleh glikoalkaloida sebanyak 639 g bila buah diekstrak dengan pelarut etanol 70% dan 57,25 g dengan pelarut air (Tabel 1). Hasil ekstrak dengan pelarut etanol 70% jauh lebih banyak bila
375
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
dibandingkan dengan air karena pada pelarut etanol pemanasan yang dilakukan dalam keadaan tertutup (direfluk) yang berfungsi untuk menguapkan etanol, sehingga yang tertinggal endapan dan zat-zat lainnya, sedangkan pada pelarut air pemanasannya secara terbuka, sehingga kemungkinan besar banyak zat-zat lain yang mudah menguap ikut hilang sehingga endapan yang tertinggal hanya tinggal sedikit pada saat penyaringan. Tabel 1. Berat gliko-alkaloida, solasodin kasar dan solasodin murni yang dihasilkan dengan 2 jenis pelarut Pelarut Etanol 70%
Air
Buah S. khasianum basah (g)
5000
5000
Gliko-alkaloida (g)
639
57,25
Solasodin kasar (g)
13,23
12,15
Solasodin murni (g)
11,23
10,28
Pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa dari gliko-alkaloida yang dihasilkan maka diperoleh solasodin kasar sebanyak 13,23 g dan 12,15 g. Hasil ini tidak berbeda jauh jumlahnya setelah melalui proses pencucian dengan air panas sebanyak dua kali karena zat aktif solasodin tidak larut dalam air sehingga persentase solasodin yang tertinggal atau didapat kecil walaupun awalnya jumlah gliko-alkaloidanya jauh berbeda. Demikian pula dengan solasodin murni yang dihasilkan tidak berbeda jauh jumlahnya baik yang menggunakan pelarut etanol maupun pelarut air. Hasil ekstraksi dengan etanol 70% menghasilkan glikoalkaloida sebanyak 639 g, hasil ini jauh lebih banyak dibandingkan dengan penelitian TRINANDA (1984) yang menggunakan metoda Bakshi dan Hamid yaitu gliko-alkaloida yang diperoleh hanya sebanyak 85,06 gram, akan tetapi solasodin kasar dan solasodin murni lebih banyak yaitu 25,20 g dan 21,76 g. Hasil ekstrak dengan air untuk glikoalkaloida, solasodin kasar dan solasodin murni yang diperoleh tidak berbeda jauh bila dibandingkan dengan hasil penelitian TRINANDA (1984) yang menggunakan metoda OEY BAN LIANG yaitu gliko-alkaloida yang
376
diperoleh sebesar 58,31 gram, solasodin kasar 10,98 g dan solasodin murni 9,56 g. Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa hasil ekstraksi tanaman Solanum khasianum yang berupa bahan aktif pembentuk progesteron yaitu solasodin baik dalam bentuk solasodin kasar maupun solasodin murni yang diperoleh tidak berbeda nyata (P > 0,05) antara pelarut etanol 70% dan air. Tabel 2. Persentase kadar air, solasodin kasar dan solasodin murni dari 2 jenis pelarut Pelarut
Parameter
Etanol 70% Kadar air (%)
Air
3,63
4,14
Solasodin kasar (%)
66,39 ± 1,51a
66,30 ± 2,07a
Solasodin murni (%)
86,41 ± 2,30a
84,98 ± 2,52a
Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0,05)
Kadar solasodi kasar yang dihasilkan dengan pelarut air dari penelitian ini lebih tinggi (66,30%) dibandingkan dengan hasil penelitian RAUF (1984) sebesar 62,13% dengan konsentrasi asam yang sama yaitu 2N. Walaupun persentase solasodin murni tidak berbeda nyata (P > 0,05) antar perlakuan akan tetapi hasil yang didapat dengan pelarut etanol lebih tinggi (86,41%) daripada pelarut air yaitu sebesar 84,98%, dan angka ini diperoleh dengan cara menggunakan penghitungan absorbensi spektrofotometer dari kurva standar solasodin murni 99%. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa isolasi dan ekstraksi tanaman Solanum khasianum menghasilkan persentase kadar solasodin kasar 66,39% yang menggunakan pelarut etanol dan 66,30% pelarut air. Sedangkan kadar solasodin murni yang didapat sebesar 86,41% dengan pelarut etanol dan 84,98% pelarut air. Disarankan dalam melakukan isolasi dan ekstraksi tanaman Solanum khasianum sebaiknya digunakan pelarut air untuk menghemat biaya ekstraksi.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam penelitian ini, khususnya kepada Ibu ZULQOYAH LAYLA dan Ibu TJITJAH FATIMAH dari Balitro atas bantuan selama penelitian berlangsung, semoga mendapat limpahan pahala dari Yang Maha Kuasa, Amin. DAFTAR PUSTAKA INDRAYANTO, G., SANDRASWATI, EMA dan SUTARDJADI. 1978. Skrining kandungan solasodin dari beberapa jenis solanum. Bull. ISFI, Jatim tahun X no 4. KAUFMANN, S. 1982. Sapogenins as raw materials for steroid in Mexico. Seminar Nasional Produksi bahan-bahan kontraseptif oral, BKKBN, Jakarta. KHANNA, K.K. and MURTY, A.S. 1971. Effect of fruit stage and maturidy on the glucoalkaloid contents in Solanum khasianum. Planta Medica 21: 182 – 186.
LUBIS, I. dan S. SASTRAPRADJA. 1977. Jenis-jenis solanum Indonesia dan potensinya sebagai sumber bahan kontraseptif. Hasil simposium Tanaman Obat II. Bogor. LUBIS, I. 1980. Kemungkinan sumber baru bahan dasar obat-obatan kontraseptif; Biji pacing. Berita Ilmu Pengetahuan dan Teknologi LIPI (1): 33 – 39. LUBIS, I. 1982. Diosgenin and related steroid present state of research and development of Indonesian plant resources. Seminar Nasional Produksi bahan-bahan kontraseptif oral, BKKBN, Jakarta. RAUF, D. 1984. Pengaruh konsentrasi asam dan lama refluk pada salah satu tahap isolasi solasodin dari buah Solanum khasianum. Karya sarjana muda. Akademi Kimia Analisis, Departemen Perindustrian. TRINANDA, D. 1984. Penelitian metoda isolasi solasodin dari buah Solanum khasianum yang murah dengan hasil optimum. Karya Sarjana Muda. Akademi Kimia Analisis, Departemen Perindustrian.
377