ISOLASI SENYAWA ALKALOIDA DARI BIJI BUAH PALA (Myristica fragrans Houtt)
SKRIPSI
JHON FRANTA PELAWI NIM : 070822005
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMA PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
ISOLASI SENYAWA ALKALOIDA DARI BIJI BUAH PALA (Myristica fragrans Houtt)
SKRIPSI Diajukan unuk melengkapi skripsi dan memenuhi syarat mencapai gelar sarjana
JHON FRANTA PELAWI 070822005
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMA PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
2
PERSETUJUAN
Judul Kategori Nama Nomor Induk Mahasiswa Program Studi Departemen Fakultas
: ISOLASI SENYAWA ALKALOIDA DARI BIJI BUAH PALA (Myristica Fragrans Houtt) : SKRIPSI : JHON FRANTA PELAWI : 070822005 : SARJANA (S1) KIMIA EKSTENSI : KIMIA : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di Medan, Juni 2009
Komisi Pembimbing Pembimbing 2
( Sovia Lenny,SSi, MSi ) NIP 132258139
Pembimbing 1
( Drs. Phillipus H. Siregar, MSi ) NIP 130353142
Diketahui / Disetujui oleh Departemen Kimia FMIPA USU Ketua
( DR. Rumondang Bulan, MS ) NIP 131459466
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
3
PERNYATAAN
ISOLASI SENYAWA ALKALOIDA DARI BIJI BUAH PALA (Myristica fragrans Houtt)
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan,
Juni 2009
JHON FRANTA PELAWI 070822005
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
4
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kertas kajian ini berhasil diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Ds. Phillipus H Siregar, MSi dan Ibu Sovia Lenny, SSi, MSi selaku dosen pembimbing pada penyelesaian skripsi ini yang telah memberikan panduan dan penuh kepercayaan kepada saya untuk menyempurnakan kajian ini. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia Dr. Rumondang Bulan Nst, MS dan Drs. Firman Sebayang, MS. Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, para dosen pada departemen Kimia FMIPA USU khususnya pada dosen Kimia Bahan Alam, pegawai di FMIPA USU, serta kepada teman-teman stambuk 2007 Kimia Ekstensi, Rianto sebagai teman yang terus mendukung saya, Asisten Laboratorium Kimia Bahan Alam. Akhirnya ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada orang tua saya Bapak Johan Pelawi, Sp.d dan Ibu Serta Ulina br Sitepu serta adik-adik saya yang selama ini telah memberikan dukungan baik secara material dan moral serta doa kepada saya. Tuhan memberkati.
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
5
ISOLASI SENYAWA ALKALOID DARI BIJI BUAH PALA ( Myristica fragrans Houtt) INTI SARI
Isolasi senyawa alkaloida yang terkandung pada biji buah pala ( Myristica fragrans Houtt) dilakukan dengan tehnik maserasi dengan pelarut etanol. Ekstrak etanol yang dihasilkan dipekatkan dengan rotary evaporator lalu diekstraksi partisi dengan nheksana kemudian diasamkan dengan asam asetat glasial sampai pH 2. Dibasakan dengan amoniak pekat sampai pH 10-12. kemudian diekstraksi partisi dengan kloroform. Lapisan kloroform dipekatkan dengan rotary evaporator.Ekstrak kloroform pekat mengandung alkaloida yang dihasilkan dianalisa dengan kromatografi lapis tipis kemudian dipisahkan dengan kromatografi kolom dengan silika gel 60 G. dielusi dengan kloroform : Ethyl asetat (70:30 v/v) yang menghasilkan kristal berwarna kuning sebanyak 73 mg, titik lebur 80-82 oC. Kristal tersebut dianalisis degan menggunakan spektroskopi Infra Merah (FT-IR) dan spektroskopi resonansi magnetik inti proton (1H-NMR).
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
6
THE ISOLATION OF ALKALOIDA COMPOUNDS WHICH CONTAINED NUTMEG SEED ( Myristica fragrans Houtt ) ABSTRACT The isolation of alkaloida compound which contained nutmeg seed ( Myristica fragrans Houtt ) has been done with maceration tehnique with ethanol solvent. Ethanol extract then concentrated and then extracted partially with n-heksane then acidified with acetat acid glacial until pH = 4.Made basidified with amoniak until pH = 10-12 then partially with chloroform extract which alkaloida was analysed by using thin layer chromatography with as eluent chloroform : ethyl acetat (70:30 v/v).The produced the yellow crystal with the weigh of the purified crystal is 73 mg and melting point 80-82 oC. The purified crystal was identified by using Infra Red Spectroscopy (FT-IR) and Nuclear Magnetic Resonance Spectroscopy (1H-NMR).
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
7
DAFTAR ISI
Persetujuan Pernyataan Penghargaan Inti Sari Abstrak Daftar Isi Daftar Lampiran
Halaman 2 3 4 5 6 7 9
BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1.2. Permasalahan 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Manfaat Penelitian 1.5. Lokasi Penelitian 1.6. Metode Penelitian
10 10 11 11 11 11
BAB II Tinjauan Pustaka 2.1. Tanaman Pala 2.1.1. Morfologi Tanaman Pala 2.1.2. Nama Daerah 2.1.3. Khasiat dan kegunaan 2.1.4. Sistematika Tanaman Pala 2.1.5. Kandungan Kimia 2.2. Senyawa alkaloida 2.2.1. Sifat-Sifat Senyawa Alkaloida 2.2.2. Klasifikasi Senyawa Alkaloida 2.2.3. Biosintesis Senyawa Alkaloida 2.3. Identifikasi, Isolasi dan Pemurnian senyawa Alkaloida 2.3.1. Identifikasi Senyawa Alkaloida 2.3.2. Isolasi Senyawa Alkaloida 2.3.3. Pemurnian Senyawa Alkaloida 2.4. Tahapan-Tahapan Pengerjaan sampel dari Tumbuh-Tumbuhan 2.4.1. Isolasi 2.4.2. Pemekatan Larutan 2.4.3. Jumlah Komponen Senyawa 2.4.4. Pemisahan Komponen Kimia 2.4.5. Fraksi-fraksi 2.4.6. Penguapan Pelarut 2.4.7. Rekristalisasi 2.4.8. Identifikasi Senyawa dan Penentuan Struktur 2.5. Kromatografi 2.5.1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) 2.5.2. Kromatografi Kolom 2.6. Tehnik Spektroskopi 2.6.1. Spektrofotometer Infra Merah (FT-IR)
13 13 13 13 14 14 14 15 15 17 18 18 18 18 19 19 20 21 21 21 22 22 22 22 23 24 25 25
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
8
2.6.1.1. Vibrasi Regang N-H 2.6.1.2. Kegunaan Spektroskopi Infra Merah (FT-IR) 2.6.2. Spektrofotometer Resonansi Inti Proton (1H-NMR) 2.6.2.1. Efek Perisai 2.6.2.2. Pergeseran Kimia BAB III Metodologi Penelitian 3.1. Alat 3.2. Bahan 3.3. Prosedur Penelitian 3.3.1. Penyediaan sampel 3.3.2. Uji Pendahuluan 3.3.2.1. Uji Skrining Fitokimia 3.3.2.2. Uji Pendahuluan Kromatografi Lapis Tipis 3.3.3. Prosedur untuk Memperoleh Senyawa Kimia Ekstrak Biji Buah Pala 3.3.4. Pemisahan Senyawa Alkaloida dengan menggunakan Kromatografi Kolom 3.3.5. Pemurnian Kristal 3.3.6. Analisis Kristal Hasil Isolasi 3.3.6.1. Analisis Kromatografi Lapis Tipis 3.3.6.2. Uji Reaksi Warna Terhadap Kristal Hasil Isolasi Pereaksi Alkaloida 3.3.6.3. Penentuan Titik Lebur 3.3.6.4. Analisis Spektroskopi kristal 3.4. Bagan Penelitian
26 27 27 28 28
30 30 31 31 31 31 31 32 32 33 33 33 33 34 34 35
BAB IV Hasil dan Pembahasan 4.1. Hasil Penelitian 4.2. Pembahasan
36 37
BAB V Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan 5.2. Saran
39 39
DAFTAR PUSTAKA
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
9
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A
Determinasi Tanaman Pala
LAMPIRAN B
Hasil Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Etanol Biji Buah Pala
LAMPIRAN C
Hasil Kromatografi Lapis Tipis Hasil Isolasi
LAMPIRAN D
Hasil KLT Ekstrak Etanol Biji Buah Pala dan Hasil Isolasi
LAMPIRAN E
Spektrum FT-IR Hasil Isolasi Senyawa Alkaloida
LAMPIRAN F
Spektrum 1H-NMR Hasil Isolasi Senyawa Alkaloida
LAMPIRAN G
Spektrum FT-IR struktur pembanding
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
10
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia dikaruniai kekayaan alam yang penuh dengan keanekaragaman hayati yang bisa dimanfaatkan, antara lain tumbuh-tumbuhan sebagai sumber senyawa-senyawa baru yang perlu diselidiki, baik strukturnya maupun khasiat dari senyawa tersebut (Djauhariyah,E.2004). Tumbuhan merupakan gudang berbagai jenis senyawa kimia dan merupakan sumber senyawa Kimia Organik Bahan Alam Hayati dan lebih dikenal dengan “ Natural Product Chemistry”. Senyawa ini penting peranannya dalam rangka pemanfaatan zat-zat kimia berkhasiat yang terkandung bahan alam hayati. Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat merupakan warisan nenek moyang sejak dahulu kala dan telah digunakan dalam kurun waktu dalam yang cukup lama. Kebutuhan akan obat-obatan dalam hubungan mensukseskan program kesehatan adalah mendorong kita untuk mencari senyawa-senyawa kimia yang terkandung pada tumbuhan berkhasiat yang dapat digunakan untuk maksud tertentu. Sejalan dengan program pemerintah dibidang kesehatan, maka permasalahan obatobatan tradisional kini semakin mendapat perhatian.Hal ini merangsang adanya suatu usaha untuk meneliti secara ilmiah terhadap tumbuh-tumbuhan yang diperkirakan berkhasiat. Salah satu diantara tanaman berkhasiat tersebut adalah tanaman pala, dimana tanaman ini berguna untuk bahan obat-obatan (James B.Hendrikson,1965). Dari hal-hal tersebut diatas peneliti ingin mengisolasi senyawa bahan alam yang terkandung pada buah pala antara lain senyawa piperin. Senyawa
piperin
ini
adalah
merupakan
sumber
dari
asam
methilenedioxybenzoat dan juga sebagai sumber dari pada piperidin apabila piperin dioksida. Dimana senyawa piperin ini banyak dijumpai pada rempah-rempah antara lain lada putih, lada hitam dan juga buah pala (Setiawan,D.1999). 1.2. Permasalahan Bagaimana cara mengisolasi senyawa Alkaloida yang terkandung pada buah pala (Myristica fragrans Houtt).
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
11
1.3. Tujuan Penelitian Untuk mengisolasi senyawa Alkaloida yang terdapat pada buah pala ( Myrystica fragrans Houtt )
1.4. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu sumber informasi ilmiah dalam bidang kimia bahan alam dengan penggunaan senyawa alkaloida dari buah pala ( Myristica fragrans Houtt )
1.5. Lokasi penelitian Sampel yang digunakan diambil secara acak yang diperoleh dari Pajak Pancur Batu. Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Kimia Bahan Alam FMIPA USU dan identifikasi kristal akan dilakukan di Laboratorium Dasar Bersama FMIPA UNAIR, Surabaya.
1.6. Metodologi Penelitian Pengambilan sampel buah pala dilakukan secara acak random di pajak Pancur Batu dan sampel dalam penelitian ini digunakan sebanyak 2000 gr kering dan halus. Langkah awal yang dilakukan adalah skrining fitokimia terhadap sampel buah pala dengan menggunakan pereaksi-pereaksi alkaloida.Buah pala yang kering dan halus dimasukkan sebanyak 100 gr kedalam beaker glass ditambahkan pelarut etanol sampai sampel tersebut terendam. Sampel dibiarkan terendam selama 24 jam lalu disaring untuk mendapatkan larutan ekstrak dari buah Pala ( Myristica fragrans Houtt ). Kemudian larutan ekstrak ditest dengan pereaksi-pereaksi fitokimia untuk senyawa-senyawa alkaloida. Amati hasil reaksi yang terbentuk. Tahap isolasi yang dilakukan adalah : -
Ekstraksi Maserasi
-
Ekstraksi Partisi
-
Analisa Kromatografi Lapis Tipis
-
Analisa Kromatografi Kolom
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
12
-
Analisis kristal hasil isolasi dianalisis dengan kromatografi lapis tipis, pengukuran titik lebur dan identifiksi dengan menggunakan Spektrofotometer Infra Merah, Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR ).
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
13
BAB II I.TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Pala ( Myristica fragrans Houtt ) Tanaman pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan jenis tanaman yang dapat tumbuh baik di daerah tropis.
2.1.1. Morfologi Tanaman Pala Tanaman ini jika pertumbuhannya baik dan tumbuh dilingkungan terbuka, tajuknya akan rindang dan ketinggiannya dapat mencapai 15-18 meter. Tajuk pohon ini bentuknya meruncing keatas dan puncak tajuknya tumpul. Daunnya berwarna hijau mengkilap dengan ukuran 10-15 cm dan panjang tangkai daun sekitar 1-1,5 cm. Buahnya berbentuk bulat, berwarna kuning, jika sudah masak secara otomatis akan terbelah menjadi dua bagian karena mempunyai alur pembelahan seperti buah durian. Garis tengah atau diameter buah jika sudah tua mencapai sekitar 9 cm. Daging buah tebal dan rasanya asam. Biji buah berbentuk agak bulat dengan diameter sekitar 2,5 cm. Kulit biji berwarna coklat agak kehitam-hitaman dan mengkilat. Selaput biji atau sering disebut fuli atau bunga pala berwarna merah menyala atau merah agak gelap tetapi ada juga yang berwarna putih kekuning-kuningan. Sedangkan kernel (endosperm) biji berwarna putih keabu-abuan (Hatta Sunanta,1993). 2.1.2. Nama Daerah Nias : Falo, Minangkabau : Palo, Sangir dan Talaud : Palang, Lampung : Pahalo, Bima : Kapala, Sulawesi Utara : Para, Timor : Pal, Halmahera : Gosora
2.1.3. Khasiat dan Penggunaannya Tanaman Pala mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Sementara ini batang atau kayu pohon pala yang disebut dengan kino hanya dimanfaatkan sebagai kayu bakar. Kulit batang dan daun tanaman pala mengandung minyak atsiri yang tidak berwarna dan encer sekali, bau dan rasanya enak seperti muskaat.Minyak atsiri dari fuli dapat dihasilkan dengan cara menyuling fuli.Minyak fuli ini digunakan sebagai penyedap perbagai makanan saus dan bahan makanan awetan dalam botol
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
14
atau kaleng. Minyak fuli juga dapat dipakai sebagai obat rubefacien dan minyak gosok dan balsem untuk penghangat kulit. Dikalangan pemakai jamu tradisional, fuli yang tidak memenuhi standart kualitas karena tidak utuh dan cacat, dikeringkan untuk dibuat teh. Teh dari fuli ini merupakan jamu mujarab bagi penderita sesak didaerah lambung dan rasa kembung dalam perut.Rumphius mengatakan bahwa pala itu sesungguhnya dapat meringankan semua rasa sakit dan rasa nyeri yang disebabkan oleh kedinginan dan masuk angin dalam lambung dan usus. Disamping itu, biji pala sangat baik untuk obat pencernaan yang terganggu, obat muntah-muntah. Dikalangan peracik jamu tradisional, biji pala digunakan dengan bijaksana sebagai analgesik pencegah
nyeri
perut
mulas
yang
bisa
timbul
karena
masuk
angin
(Setiawan,D.1999). 2.1.4. Sistematika Tanaman Pala (Myristica fragrans Houtt) Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Myristicales
Famili
: Myristicaceae
Genus
: Myristica
Spesies
: Myristica fragrans Houtt
2.1.5. Kandungan Kimia Tanaman Pala Buah pala mengandung zat-zat : minyak terbang (myristin, pinen, kamfen (zat membius), dipenten, pinen safrol, eugenol, iso-eugenol, alkohol), gliseda (asammiristinat, asam- oleat, borneol, giraniol), protein, lemak, pati gula, vitamin A, B1 dan C. Minyak tetap mengandung trimyristin.
2.2. Senyawa Alkaloida Alkaloida adalah senyawa organik yang mengandung nitrogen ( biasanya berbentuk siklik ) dan bersifat basa.Senyawa ini tersebar luas dalam dunia tumbuhtumbuhan dan banyak diantaranya yang mempunyai efek fisiologis yang kuat.Karena
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
15
banyaknya senyawa alkaloida serta keterkaitannya dengan bidang lain seperti Farmasi, sebenarnya dunia alkaloida memerlukan satu bidang tersendiri. Hampir semua alkaloida mengandung paling sedikit sebuah atom nitrogen yang merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Hampir semua alkaloida yang ditemukan dialam mempunyai keaktifan fisiologis tertentu. Ada yang sangat beracun dan ada pula yang berguna dalam pengobatan, misalnya kuinin, morfin dan striknin adalah alkaloida yang terkenal dan mempunyai efek fisiologis dan psikologis (Rangke,L.Tobing,1989). Alkaloida dapat dibedakan dari beberapa sebagian besar komponen tumbuhan lain berdasarkan sifat basanya dan biasanya terdapat dalam tumbuhan sebagai garam dengan berbagai asam organik. Garam ini merupakan senyawa padat berbentuk kristal tanpa warna, meskipun ada juga yang berwarna, contohnya berberina dan serpentina berwarna kuning (Trevor,1995).
2.2.1. Sifat-sifat Senyawa Alkaloida Secara umum, golongan senyawa alkaloida mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : 1. Biasanya merupakan kristal tak berwarna, tidak mudah menguap, tidak larut dalam air, larut dalam pelarut-pelarut organik seperti etanol, eter dan kloroform. Beberapa alkaloida ( seperti koniin dan nikotin ) berwujud cair dan larut dalam air. Ada juga alkaloida yang berwarna, misalnya berberin ( kuning ). 2. Bersifat basa, pada umunya berasa pahit, bersifat racun, mempunyai efek fisiologis serta optik aktif. 3. Dapat membentuk endapan dengan larutan asam fosfowolframat, asam fosfomolibdat, asam pikrat, kalium merkuriiodida dan lain sebagainya. Dari endapan ini, banyak juga yang memiliki bentuk kristal yang khusus sehingga sangat bermanfaat dalam identifikasinya.
2.2.2. Klasifikasi Senyawa Alkaloida A. Senyawa- senyawa alkaloida berdasarkan Gugus Fungsi Pengklasifikasian senyawa alkaloida berdasarkan gugus fungsi adalah yang paling umum dan praktis. Berdasarkan gugus fungsi dapat dibagi menjadi : 1. Alkaloida Fenil etil amin, misalnya Efedrin
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
16
2. Alkaloida Pirolidin, misalnya higrin dan koka 3. Alkaloida Piridin, misalnya nikotinat 4. Alkaloida perpaduan Pirolidin dan Piridin, misalnya nikotin 5. Alkaloida Kuinolin, misalnya kuinin 6. Alkaloida Isokuinolin, misalnya papaverin 7. Alkaloida Fenantren, misalnya emerin 8. Alkaloida Indole yang dapat digolongkan menjadi : a. Alkaloida sederhana, misalnya Triptamin b. Alkaloida Ergot, misalnya Serotonin c. Alkaloida Harmala, misalnya β-karbolin d. Alkaloida Yohimbe, misalnya reserpin e. Alkaloida
Strichnos,
misalnya
brusin
dan
strknin
(Rangke,L.Tobing,1989).
B. senyawa- senyawa Alkaloida berdasarkan biogenetiknya Berdasarkan biogenetiknya, senyawa-senyawa alkaloida dapat diklasifikasikan menjadi : 1. Alisiklik alkaloida terdiri dari : - Lupinin Alkaloida - Pirolizidin Alkaloida - Tropane Alkaloida 2. Fenilalamin Alkaloida terdiri dari : - Papaverin - Morfin - Amarillis Alkaloida 3. Indole Alkaloida terdiri dari : - Caly canthin - Quinin - Vindolin - Mitraphilin - Reserpin - Ibogaine
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
17
- Strychinine (James.B.H.1965). Dari klasifikasi diatas dapat disimpulkan bahwa belum ada keseragaman dalam pengklasifikasian senyawa alkaloida. Sistem klasifikasi alkaloida dapat dikelompokkan sebagai berikut : Banyak usaha untuk mengklasifikasi alkaloida. Sistem klasifikasi yang paling banyak diterima, menurut Hegnauer, alkaloida dikelompokkan sebagai : 1. Alkaloida sesungguhnya merupakan kelompok alkaloida yang bersifat racun, memiliki aktivitas psikologis yang luas, bersifat basa; mengandung atom nitrogen pada cincin heterosikliknya dan diturunkan dari prekursor asam amino. Contohnya ; kolkhisin, asam aristolokhat. 2. Protoalkaloida merupakan amina yang relatif sederhana dimana pada cincin heterosikliknya tidak mengandung atom nitrogen. Contoh; meskalin, ephedrin. 3. Pseudoalkaloida merupakan alkaloida yang tidak diturunkan dari prekursor asam amino, bersifat basa. Ada dua seri alkaloida yang penting dalam kelas ini, yaitu alkaloida steroidal (contoh konessin) dan alkaloida purin (contoh kaffein) (Sastrohamidjoo.1996).
2.2.3. Biosentesis Senyawa Alkaloida Prekusor alkaloida yang paling umum adalah asam amino, meskipun sebenarnya, biosintesis alkaloida lebih rumit. Secara kimia, alkaloida merupakan suatu golongan heterogen. Ia berkisar dari senyawa sederhana seperti koniin yaitu alkaloida utama. Conium maculatum, sampai ke struktur pentasiklik seperti strikhnina yaitu racun kulit strychnos. Amina tumbuhan ( misalnya meskalina) dan basa purina dan pirimidina (misalnya kafeina) kadang-kadang digolongkan sebagai alkaloida dalam arti umum (Manito,1992). Banyak alkaloida bersifat terpenoida dan beberapa diantaranya ( misalnya solanina, alkaloida-steroida kentang, Solanum tuberosum ) sebaiknya ditinjau dari segi biosintesis sebagai terpenoida termodifikasi. Yang lainnya terutama berupa senyawa aromatik ( misalnya kolkhisina, alkaloida-tropolon umbi ) yang mengandung gugus basa sebagai gugus rantai samping. Nama alkaloida sering kali diturunkan dari sumber tumbuhan penghasilnya, misalnya alkaloida Atropa atau alkaloida tropana dan sebagainya (Harbone,1978).
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
18
2.3. Identifiksi, Isolasi dan Pemurnian Senyawa Alkaloida 2.3.1. Identifikasi Senyawa Alkaloida Metode yang
banyak
digunakan
untuk
mendeteksi tanaman
yang
mengandung alkaloida yaitu prosedur Wall, yang meliputi ekstraksi sekitar 20 gram bahan kering yang direfluks dengan etanol 80 %. Kumpulan filtrat diuapkan, residunya dilarutkan dengan air, disaring kemudian diasamkan dengan HCl 1 %.Lalu diuji dengan pereaksi Meyer atau dengan silikotungstat. Bila hasil positif, larutan tersebut dibasakan dan diekstraski dengan pelarut organik dan diekstraksi kembali kedalam larutan asam. Jika larutan asam ini menghasilkan endapan dengan pereaksi alkaloida berarti tanaman ini mengandung alkaloida. Fasa berair juga halus diteliti untuk menentukan adanya alkaloida kuartener. Sebagai basa, alkaloida biasanya diekstraksi dari tumbuhan dengan pelarut alkaloida yang bersifat asam encer (HCL 1M atau asam asetat 10 % yang kemudian diendapkan dalam amonium pekat). Pemisahan pendahuluan demikian dari bahan tumbuhan lainnya dapat diulangi atau pemurnian selanjutnya dilaksanakan dengan ekstraksi pelarut. Adanya alkaloida pada ekstrak nisbi kasar yang kemudian dapat diuji dengan menggunakan berbagai pereaksi alkalida (Harbone,1987).
2.3.2. Isolasi Senyawa Alkaloida Ekstraksi jaringan tumbuhan ( daun, bunga, buah, kulit dan akar ) yang telah dikeringkan dan dihaluskan secara maserasi dengan asam asetat 5% sampai pH 2( 15-20 bagian), lalu saring ekstrak itu. Panaskan sampai 700C dan tambahkan amonia pekat tetes demi tetes sampai pH 10-12. Aduk ekstrak, didiamkan hingga terbentuk endapan lalu saring, larutan bening dibuang. Endapan dicuci dengan NH4OH 1% dan aduk lagi. Kumpulkan, keringkan dan timbang alkaloida kasar yang diperoleh. Alkaloida yang diperoleh direkristalisasi berulang-ulang dengan metanol mendidih hingga diperoleh kristal murni (Harbone, J.B. 1987 ).
2.3.3. Pemurnian Senyawa Alkaloida Ekstrak alkaloida kompleks yang masih kotor dipisahkan menjadi komponenkomponennya. Sejumlah metode konvensional dipakai untuk memurnikan campuran alkaloida, hal ini tergantung pada campuran alkaloida yang diperoleh.
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
19
- Kristalisasi langsung Meskipun cara ini cukup sederhana, tetapi jarang memberikan hasil yang memuaskan untuk pemisahan alkaloida murni, kecuali bila suatu alkaloida yang terdapat dalam bahan tidak larut. Beberapa kombinasi pelarut yang sering digunakan untuk kristalisasi alkaloida meliputi metanol, etanol berair, metanol- kloroform, metanol- eter, metanol- aseton dan etanol- aseton. - Metode gradien pH Metode ini ditemukan oleh Svodoba untuk mengisolasi alkaloida anti leukimia Catharantus roseus. Cara ini didasarkan pada kenyataan bahwa alkaloida indol dengan struktur yang bervariasi yang terdapat pada tanaman mempunyai sifat basa yang berbeda. Campuran alkaloida kotor dilarutkan dalam larutan asam tartarat 2% dan diekstraksi dengan benzena atau etil asetat. Fraksi I akan mengandung alkaloida netral atau bersifat basa lemah. Kemudian pH larutan dinaikkan dengan bilangan 0,5 lalu pH dinaikkan hingga 9,0 dan diekstraksi dengan pelarut organik. Perbedaan pH memungkinkan pemisahan secara bertahap antara alkaloida basa lemah dan alkaloida basa kuat dari media basa. Alkaloida yang bersifat basa kuat diekstraksi terakhir kali.
2.4. Tahapan- Tahapan Pengerjaan Sampel Dari Tumbuh- Tumbuhan 2.4.1. Isolasi Beberapa metode isolasi senyawa organik bahan alam yang dikenal dapt dibagi atas proses industri dan proses laboratorium yang berbeda dalam penerapannya. 1. Pengempaan Metode ini digunakan banyak dalam proses industri seperti pada isolasi CPO dari buah kelapa sawit dimana proses ini tidak menggunakan pelarut organik. 2. Perkolasi Proses melewatkan pelarut organik pada sampel sehingga pelarut akan membawa senyawa organik bersama- sama pelarut. Tetapi efektivitas dari proses ini hanya akan lebih besar untuk senyawa organik yang sangat mudah larut dalam pelarut yang digunakan.
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
20
3. Destilasi Uap Proses destilasi lebih banyak digunakan untuk senyawa organik yang tahan pada suhu yang cukup tinggi, yang lebih tinggi dari titik didih pelarut yang digunakan. Pada umumnya lebih banyak digunakan untuk minyak atsiri. 4. Ekstraksi Kontinue Menggunakan soklet dengan pemanasan dan pelarut akan dapat dihemat karena terjadinya sirkulasi yang selalu membasahi sampel. Proses ini sangat baik untuk senyawa-senyawa yang tidak terpengaruh oleh panas. 5. Maserasi Perendaman sampel dengan pelarut organik yang digunakan pada temperatur kamar. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam, karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara didalam dan diluar sel dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan. Pemilihan pelarut yang digunakan untuk proses maserasi akan memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut tersebut. Secara umum pelarut metanol merupakan pelarut yang paling banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa bahan alam.
2.4.2. Pemekatan Larutan Hasil isolasi dalam jumlah pelarut yang cukup banyak didapat, dipekatkan dengan menggunakan evaporator rotari dan penggunaan metode tersebut adalah untuk menghindari penggunaan temperatur pada proses pemekatan yaitu dapat digunakan pompa vakum dengan pengaliran air, sehingga dalam alat akan terjadi pengurangan tekanan dan pelarut akan menguap pada temperatur dibawah titik didihnya. Keuntungan dengan menggunakan kondisi vakum adalah untuk menghindari agar senyawa metabolit sekunder tidak akan terdegradasi selama proses pemekatan atau pengurangan pelarut karena tidak menggunakan panas. Hasil yang diperoleh berupa ekstrak kasar yang mana seluruh senyawa bahan alam yang terlarut dalam pelarut yang digunakan akan berada pada ekstrak kasar ini.
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
21
Setelah pemekatan akan dipisahkan berdasarkan kepolaran komponen dengan menggunakan corong pisah, yang ekstrak dengan menambahkan pelarut non polar, semipolar atau menambahkan kepolaran dengan aquadest, dan perlu diperhatikan ekstraksi banyak kali (n kali) dengan jumlah pelarut sedikit akan lebih baik dibandingkan dengan ekstraksi 1 kali dengan penambahan pelarut dengan jumlah yang besar (jumlah pelarut = n kali ekstraksi yang dilakukan).
2.4.3. Jumlah Komponen Senyawa Penentuan sejumlah komponen senyawa dapat dideteksi dengan mengunakan kromatografi lapis tipis (KLT/TLC) dengan menggunakan plat KLT yang sudah siap pakai dan pada umumnya digunakan plat KLT lapisan silika gel. Pemilihan eluen yang cocok sebagai pengelusi maka akan terdeteksi jumlah komponen yang berbeda dalam ekstrak kasar, yang terpisah berdasarkan Rf dari masing-masing senyawa. Pemilihan eluen sebaiknya dimulai dari pelarut organik yang tidak polar seperti heksana dan peningkatan kepolaran dengan etil asetat atau pelarut yang lebih polar lainnya tergantung perbandingan dari kedua pelarut tersebut.
Perlu
diperhatikan bahwa penggunaan pelarut organik untuk eluen harus bebas air, karena dengan adanya air akan mengganggu kepolaran masing-masing pelarut, dan untuk itu akan lebih baik menggunakan pelarut organik yang telah didestilasi.
2.4.4. Pemisahan Komponen Kimia Terjadinya pemisahan komponen-komponen pada KLT dengan Rf tertentu dapat dijadikan sebagai panduan untuk memisahkan komponen-komponen kimia tersebut dengan menggunakan kolom kromatografi dan sebagai fase diam dapat digunakan silika gel dan eluen yang digunakan berdasarkan hasil yang diperoleh pada KLT.
2.4.5. Fraksi-Fraksi Penampungan pelarut dengan jumlah volume tertentu akan menghasilkan fraksi-fraksi yang hanya terdiri dari satu komponen senyawa kimia dan dapat dideteksi dengan KLT.
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
22
2.4.6. Penguapan Pelarut Penguapan pelarut dari masing-masing fraksi akan diperoleh komponen yang murni baik dalam bentuk padatan ataupun tidak dalam bentuk padatan yang kemurniannya dapat diuji kembali dengan menggunakan KLT dengan bermacammacam eluen. Terdeteksi satu noda pada KLT menandakan komponen yang telah diisolasi mempunyai kemurnian yang tinggi.
2.4.7. Rekristalisasi Prinsip kemurnian dari senyawa, dimana komponen pengganggu tidak larut dalam pelarut organik yang digunakan sedangkan komponen kimia utama akan terlarut dalam keadaan panas. Dengan penyaringan maka komponen utama akan terpisah dari komponen pengganggu yang tidak larut dan tertinggal diatas kertas saring.Dan dalam masa pendinginan larutan akan muncul kembali kristal yang jauh lebih murni.
2.4.8. Identifikasi Senyawa dan Penentuan Struktur Suatu senyawa bahan alam hasil isolasi akan diidentifikasi berdasarkan sifat kimia, fisika dan identifikasi dengan spektroskopi ( UV, 1H-NMR, FT-IR dan MS ) (Sanusi Ibrahim,2000).
2.5. Kromatografi Kromatografi adalah suatu tehnik pemisahan tertentu dengan menggunakan dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fasa ini. Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fasa gerak, yang dapat berupa zat padat atau zat cair.Jika fasa tetap berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan dan jika zat cair maka kromatografi tersebut dikenal dengan kromatografi partisi. Kromatografi mencakup berbagai jenis proses berdasarkan distribusi dari penyusunan cuplikan antara dua fasa. Satu fasa tetap tinggal pada system (fasa diam), fasa lainnya dinamakan fasa gerak, memperkolasi melalui celah-celah fasa diam. Gerakan fasa menyebabkan perbedaan migrasi dari penyusunan cuplikan.
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
23
Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fasa yaitu satu fasa tetap (Stationary) dan yang lain fasa bergerak ( Mobile ), pemisahan-pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fasa ini ( sastrohamidjojo, 1985 ). 2.5.1. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi Lapis Tipis merupakan salah satu metode pemisahan yang cukup sederhana yaitu dengan menggunakan plat-plat kaca yang dilapisi silika gel dan menggunakan pelarut tertentu (Harbone,J.B,1987). Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dapat dipakai dengan dua tujuan. Yang pertama, dipakai selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif dan preparatif. Kedua, dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi. Ini merupakan pemisahan komponen-komponen berdasarkan adsorbsi atau partisi oleh fasa diam dibawah gerakan pelarut pengembang atau pelarut pengembang campuran. Pemilihan pelarut pengembang atau pelarut pengembang campuran sangat dipengaruhi oleh macam polaritas zat-zat kimia yang dipisahkan. Fasa diam yang umum dan banyak dipakai adalah silika gel yag dicampur dengan CaSO4 untuk menambah daya lengket partikel silika gel. Ada tidaknya air dalam penyerap kromatografi atau penyangga sangat penting. Lapisan silika gel atau alumina yang akan dipakai untuk penyerapan harus sesedikit mungkin mengandung air. Jika tidak air kan menempati semua titik penyerapan sehingga tidak ada linarut yang melekat. Lapisan yang mengandung air itu akan diaktifkan dan dilakukan pemanasan pada suhu 1000C. Jika pemanasan jauh diatas 1000C, akan terjadi dehidrasi yang tak bolak balik pada penyerapan dan menyebabkan pemisahan yang kurang efektif. Beberapa contoh penyerap yang digunakan untuk pemisahan-pemisahan dalam kromatografi Lapis Tipis adalah sebagai berikut : Zat padat
Digunakan untuk memisahkan
- Silika Gel
- asam-asam amino, alkaloida, gula, lipid,
asam-asam
lemak,
sterol,
terpenoid, minyak esensial
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
24
- Alumina
- alkaloida, zat warna, fenol,steroid, vitaminn-vitamin, karoten, asam-asam amino
kieselguhr
- gula, asam-asam dan basa-basa, asamasam lemak, steroid, asam-asam amino
- bubuk selulosa
-
asam-asam
amino,
alkaloida,
nukleotida - pati
- asam-asam amino
2.5.2. Kromatografi Kolom Kromatografi kolom dapat berupa pipa gelas yang dilengkapi dengan kran dan gelas penyaring didalamnya. Meskipun kolom-kolom dapat dibuat secara sederhana dari tabung gelas, kadang-kadang buretpun digunakan. Ukuran kolom tergantug pada banyaknya zat yang akan dipisahkan. Untuk menahan penyerap yang diletakkan didalam kolom dapat digunakan gelas wool atau kapas (Gritter,1992). Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita bagian atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca. Kolom kromatografi atau tabung untuk pengaliran karena gaya tarik bumi atau sistem bertekanan rendah. Pemilihan pertama dari pelarut untuk kromatografi kolom ialah bagaimana sifat kelarutannya. Tetapi lebih baik untuk memilih suatu pelarut yang bergantung pada kekuatan elusinya sehingga zat-zat elusi yang lebih kuat dapat dicoba. Yang dimaksud dengan kekuatan elusi ialah daya penyerapan pada penyerap dalam kolom. Biasanya pada penyerap-penyerap yang polar seperti alumina dan silika gel, maka kekuatan penyerap baik dengan naiknya polaritas zat yang diserap. Menurut TRAPPE, kekuatan elusi dari deret-deret pelarut untuk senyawa-senyawa elusi dalam kolom dengan menggunakan silika gel akan diturunkan dalam urutan sebagai berikut: Air murni, metanol, etanol, propanol, aseton, etil asetat, dietil eter, kloroform, metilena klorida, benzena, toluena, trikloroetilena, karbon tetaklorida, sikloheksana, heksana.
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
25
2.6. Teknik Spektroskopi Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisa kimia-fisika yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ada dua macam instrumen pada tehnik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer. Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang fokus disebut sebagai spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer (Muldja,1995). Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe-tipe dari adanya gugus fungsi dalam satu molekul. Resonansi Magnet Inti yang memberikan informasi tentang bilangan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Ini juga memberikan informasi yang menyatakan tentang alam serta lingkungan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Kombinasinya dan data yang kadang-kadang menentukan struktur yang lengkap dari molekul yang tidak diketahui (Pavia,1979).
2.6.1. Spektrofotometer Infra Merah (FT-IR) Spektrum infra merah suatu senyawa memberikan gambaran mengenai berbagai gugus fungsional dalam sebuah molekul organik, tetapi hanya memberikan petunjuk mengenai bagian hidrokarbon molekul. Sinar Infra Merah ialah bagian spektrum elektromagnet yang berada diantara daerah tampak dan daerah makro. Bagi kimiawan organik, sebagian besar kegunaanya terbatas pada frekwensi antara 4000 dan 666 cm-1. Daerah radiasi spektroskopi infra merah atau infra red spektroscopy (IR) berkisar pada bilangan gelombang 12800-10 cm-1 atau pada panjang gelombang 0,78-1000 m. Umumnya daerah radiasi IR terbagi dalam daerah : - IR dekat (12800-4000 cm-1 ; 3,8-1,2 x 1014 Hz; 0,78-2,5 m) - IR tengah (4000-200 cm-1 ; 0,0121-6 x 104 Hz; 2,5-50 m) - IR jauh (200-10 cm -1; 3 x 1011 Hz; 50-1000 m) Daerah yang paling banyak digunakan untuk berbagai keperluan praktis adalah daerah IR tengah.Sinar infra merah yang frekuensinya kurang dari 100 cm
-1
diserap oleh sebuah molekul organik yang diubah menjadi energi putaran molekul. Penyerapan tersebut tercantum, namun spektrum garis tampak bukan sebagai garisgaris melainkan berupa pita-pita. Hal itu disebabkan perubahan energi getaran
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
26
tunggal selalu disertai dengan sejumlah perubahan energi putaran. Pita energi putaran yang penting terletak antara 4000-600 cm-1. Untuk menganalisa suatu senyawa yang belum diketahui, perhatian harus dipusatkan pada penentuan ada atau tidaknya beberapa gugus fungsional utama seperti C=O, C-H, C-O, C=C dan NO2. Beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam menafsirkan sebuah spektrum infra merah : a. Spektrum haruslah cukup terpisah dan mempunyai kuat puncak yang memadai b. Spektrum harus dibuat dari senyawa yang cukup rumit c. Spektrofotometer harus dikalibrasi sebagai pita akan teramati pada kerapatan atau
panjang gelombang yang semestinya. Kalibrasi yang benar dapat
dilakukan dengan baku-baku yang dapat dipercaya, misalnya polistiren. d. Metode penanganan cuplikan (Silverstein,1984).
2.6.1.1. Vibrasi Regang N-H Vibrasi regangan N – H juga dipengaruhi oleh ikatan hidrogen, tetapi pengaruhnya terhadap pergeseran frekuensi vibrasi lebih kecil. Pada amin tersier, tidak mungkin terjadi ikatan hidrogen. Pada amin primer puncak serapan berupa doublet yang disebabkan regang N – H tak simetris dan regang N – H simetris. Kedua doublet ini terpisah satu sama lain sebesar 100 cm-1 dan besarnya pemisahan ini tidak tergantung pada konsentrasi. Serapan vibrasi regang N – H dalam amin sekunder pada umumnya hanya memberikan satu puncak tunggal, kecuali bila terjadi ikatan hidrogen intra atau antar molekul. Salah satu puncak dari amin sekunder itu berasal dari N – H bebas dan N – H yang melakukan ikatan hidrogen. Puncak yang berasal dari N – H yang berikatan hidrogen akan hilang, bila konsentrasi larutan diperkecil. Jadi dalam larutan sangat encer, puncak serapannya singlet atau tunggal, dan frekuensi vibrasinya jauh lebih besar dari frekuensi vibrasinya dalam larutan pekat. Puncak doublet juga akan terjadi bila gugusan N – H atau O – H suatu molekul jumlahnya masing-masing dua. Vibrasi lentur N – H dari amin primer biasanya memberikan puncak serapan antara 1580 – 1650
cm-1 (Noerdin,1999).
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
27
2.6.1.2. Kegunaan Spektroskopi Infra Merah ( FT-IR) Ada dua kegunaan dari spektroskopi infra merah sebagai peralatan analitik, yaitu : a. Pengenalan gugus fungsi secara umum Identifikasi senyawa melalui perbandingan spektrum dengan spektrum sampel asli. Banyak senyawa yang bentuk spektrum infra merahnya unik, khususnya pada daerah 1350 – 750 cm-1, yang kadang-kadang disebut “daerah sidik jari (fingerprint region)” dan banyak laboratorium organik mempunyai katalog-katalog spektrum referensi. Kesamaannya, gugus fungsi dalam isolasi atau dalam kombinasi memberikan serapan karakteristik dalam spektrum dari senyawa yang tidak diketahui dan sebagainya sehingga dapat dikenali, walaupun mungkin membedakannya, seperti aldehid dan keton atau antara amin atau amida, yang data referensinya diperoleh dari senyawa contoh. Bagaimanapun spektrum infra merah dari senyawa yang paling sederhana pun sangat kompleks. 2.6.2. Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (1H-NMR) Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (Nuclear Magnetik Resonance-NMR) merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Tehnik ini memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul. Struktur NMR memberikan informasi mengenai lingkungan kimia atom hidrogen, jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap atom hidrogen (Cresswell,1982). Spektrum NMR suatu senyawa dapat dibuat secara langsung dari senyawa bentuk cairan murni. Namun apabila senyawa dalam bentuk padatan, maka spektrum ditentukan dalam bentuk larutan. Pelarut yang lazim digunakan dalam menentukan spektrum NMR adalah karbon tetraklorida, D2O, atau deuterokloroform. Untuk mempelajari proton-proton dalam suatu senyawa yang dianalisa, maka pelarut yang dipakai harus tidak mengandung proton karena dapat mengganggu analisis (Alan,1981).
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
28
2.6.2.1. Efek Perisai (Shielding Effect) Proton yang akan ditentukan dengan spektrometer RMI berada didalam lingkungan atom-atom yang lain. Momen magnet setiap inti didalam atom berbedabeda besarnya. Sebagai contoh µH > µF > µP. Agar terjadi resonansi pada ketiga atom tersbut maka atom P memerlukan Ho yang lebih besar. Demikian juga pengaruh elektron yang mengelilingi inti akan menghasilkan medan magnet sekunder yang menentang Ho. Seolah-olah elektron yang mengelilingi inti akan bertindak seperti perisai yang melindungi medan magnet inti terhadap pengaruh Ho. Sebagai contoh CH4 yang keempat protonnya lebih terlindungi oleh awan elektron, sedangkan Htidak mempunyai awan elektron. Karena setiap proton didalam molekul zat organik beranekaragam, maka setiap proton didalam molekul zat organik memberikan tetapan perisai (σ) yang berbeda. Ada dua hal yang sangat berpengaruh terhadap tetapan perisai (σ) yang menunjukan kerapatan elektron terhadap proton yaitu adanya efek polar dan efek induksi.
2.6.2.2. Pegeseran Kimia Spektroskopi NMR dalam kimia tidak didasarkan pada kemampuannya untuk membeda-bedakan unsur dalam suatu senyawa, tetapi didasarkan pada kemampuan untuk mengetahui inti tertentu dengan memperlihatkan lingkungannya dalam molekul. Frekuensi resonansi individu inti dipengaruhi oleh distribusi elektron pada ikatan kimia dalam molekul, dengan demikian harga frekuensi resonansi suatu inti tertentu tergantung pada struktur molekul. Untuk memberikan gambaran NMR sebagai gambaran inti adalah proton, sebagai benzil asetat akan menghasilkan tiga sinyal NMR yang berbeda yaitu masing-masing untuk satu proton fenil, metilen dan gugus metil. Hal ini dihasilkan oleh pengaruh lingkungan kimia yang berbeda-beda pada suatu proton tersebut dalam molekul, keadaan ini dikenal dengan pergeseran kimia frekuensi resonansi atau lebih sederhana sebagai pergeseran kimia. Tidak adanya skala energi mutlak mempersulit perbandingan spektrum resonansi magnetik inti, jika kesepakatan tidak bisa dicapai terhadap frekuensi yang bersifat universal.
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
29
Tetrametilsilan (TMS) merupakan senyawa yang memenuhi persyaratan yang dimaksud. Sinyal TMS sengat jelas dan pergeseran kimianya berbeda terhadap kebanyakan resonansi proton lain. Sehingga sinyal resonansi cuplikan jarang teramati saling tindih dengan TMS. Senyawa TMS memiliki sifat inert, mudah menguap, merupakan pelarut yang baik untuk senyawa organik sehingga mudah dipisahkan setelah cuplikan selesai dibuat spektrum. Jadi skala δ resonansi magnetik proton didasarkan pada standart ini (TMS). Resonansi Magnetik Inti memiliki kegunaan yang besar karena tidak setiap proton dalam molekul beresonansi pada frekuensi yang identik sama. Ini disebabkan oleh kenyataan bahwa berbagai proton dalam molekul dikelilingi elektron dan menunjukkan sedikit perbedaan lingkungan elektronik dari satu proton dengan proton
lainnya.
Proton-proton
ini
dilindungi
oleh
elektron-elektron
yang
mengelilinginya. Didalam medan magnet, perputaran elektron-elektron valensi dari proton menghasilkan medan magnet yang melawan medan magnet yang digunakan, hingga setiap proton dalam molekul dilindungi dari medan magnet yang digunakan yang mengenainya dan besarnya perlindungan ini tergantung pada kerapatan elektron yang mengelilingi inti, maka makin besar pula medan magnet yang dihasilkan melawan medan magnet yang digunakan. Akibat secara keseluruhan adalah inti / proton merasakan adanya pengurangan medan yang mengenainya. Karena inti merasakan medan magnet yang dirasakan lebih kecil, maka ia akan mengalami presesi pada frekuensi yang lebih rendah. Setiap proton dalam molekul mempunyai lingkungan kimia yang sedikit berbeda dan mempunyai perlindungan elektron yang sedikit berbeda yang akan mengakibatkan dalam frekuensi resonansi sedikit berbeda (Muldja,1995).
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
30
BAB III ALAT, BAHAN, DAN PROSEDUR PERCOBAAN 3.1. Alat- alat - Neraca analitik - Rotary evaporator vakum - Corong - Beaker glass - Gelas ukur - Kromatografi kolom - Labu Erlenmeyer - Oven - Melting Point Apparatus - Lampu UV - Tabung reaksi - Rak tabung reaksi - Plat KLT - Penangas air - Indikator universal - Labu alas - Tabung maserasi - Corong pisah - Spatula - Spektroskopi Infra Merah - Spektroskopi 1H-NMR 3.2. Bahan-bahan - Biji buah pala - Etanol - Asam Asetat glacial - Amoniak - Aquadest - Kloroform - Pereaski Meyer - Pereaksi Wagner - Pereaksi Bouchardat - Pereaksi Dragendorf - Silika Gel 60 G - Ethyl Acetat
( p.a.E.Merck ) ( p.a.E.Merck ) ( p.a.E.Merck )
(E.Merk Art. 7734) ( p.a.E.Merck )
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
31
3.3. Prosedur Penelitian 3.3.1. Penyediaan Sampel Sampel yang diteliti adalah biji buah pala ( Myristica Fragrans Houtt ). Biji buah pala dibersihkan dari pengotor kemudian dihaluskan sampai diperoleh serbuk biji buah pala sebanyak 2000 gram.
3.3.2. Uji Pendahuluan 3.3.2.1. Uji Skrining fitokimia Pengujian pendahuluan terhadap biji buah pala ( Myristica Fragrans Houtt ). Apakah mengandung suatu senyawa alkaloida dilakukan dengan uji skrining fitokimia yaitu serbuk biji buah pala ditimbang sebanyak 100 gram, dimaserasi dengan 200 ml etanol, disaring dan filtrate yang diperoleh dibagi menjadi 4 bagian, yaitu : Filtrat I
: Ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer ternyata terbentuk endapan warna putih kekuningan, hal ini menunjukkan adanya senyawa alkaloid.
Filtrat II
: Ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorf ternyata terbentuk endapan warna jingga, hal ini menunjukkan adanya senyawa alkaloida.
Filtrat III
: Ditambahkan 2 tetes pereaksi Wagner ternyata terbentuk endapan warna coklat, hal ini menunjukkan adanya senyawa alkaloida.
Filtrat IV
: Ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat ternyata terbentuk endapan warna coklat, hal ini menunjukkan adanya senyawa alkaloida.
3.3.2.2. Uji Pendahuluan Kromatografi Lapis Tipis ( KLT ) Pengujian pendahuluan terhadap biji buah pala apakah mengandung suatu senyawa alkaloid dilakukan melalui analisa kromatografi lapis tipis, yaitu serbuk biji buah pala ditimbang sebanyak100 gram dimaserasi dengan etanol 200 ml selama 48 jam, disaring dan filtratnya dianalisis secara kromatografi lapis tipis dengan menggunakan silika gel 60 G dan fasa gerak yang digunakan adalah kloroform 100% dan campuran
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
32
Kloroform : Etil Asetat dengan perbandingan ( 9:1 v/v, 8:2 v/v, 7:3 v/v, 6:4v/v ), Kemudian diamati dibawah lampu UV. Prosedur : Kedalam bejana kromatografi dimasukkan 10 ml larutan fasa gerak Kloroform 100%. Ekstrak pekat etanol biji buah pala ditotolkan pada plat KLT. Plat dimasukkan kedalam bejana yang berisi pelarut-pelarut yang telah dijenuhkan, kemudian ditutup rapat dan dielusi. Plat yang telah dielusi dikeluarkan dari bejana dan dikeringkan. Warna bercak yang timbul diamati dibawah lampu UV dan harga Rf-nya dihitung. Perlakuan yang sama dilakukan terhadap ampuran Kloroform-Etil Asetat dengan perbandingan ( 9:1 v/v, 8:2 v/v, 7:3 v/v, 6:4v/v ). Kemudian diamati dibawah lampu UV dan hasil yang lebih baik diberikan pada fase gerak Kloroform:Etil Asetat (7:3 v/v).
3.3.3. Prosedur Untuk Memperoleh Senyawa Kimia Ekstrak Biji Buah Pala Isolasi senyawa alkaloida yang terkandung pada biji buah pala ( Myristica fragrans Houtt) dilakukan dengan tehnik maserasi dengan pelarut etanol. Ekstrak etanol yang dihasilkan dipekatkan dengan rotary evaporator lalu diekstraksi partisi dengan
n-heksana kemudian diasamkan dengan asam asetat glasial sampai pH 4.
Dibasakan dengan amoniak pekat sampai pH 10-12. kemudian diekstraksi partisi dengan kloroform. Lapisan kloroform dipekatkan dengan rotary evaporator. Ekstrak kloroform pekat mengandung alkaloida yang dihasilkan dianalisa dengan kromatografi lapis tipis kemudian dipisahkan dengan kromatografi kolom dengan silika gel 60 G. dielusi dengan Kloroform : Etil Asetat (70:30 v/v) yang menghasilkan kristal berwarna kuning sebanyak 73 mg. 3.3.4. Pemisahan Senyawa Alkaloida Dengan Menggunakan Komatografi Kolom Terhadap 73 mg ekstrak alkaloid kasar dilakukan isolasi senyawa alkaloida dengan kromatografi kolom. Fasa diamnya silika gel 60 G (E.Merk Art. 7734) dan fasa geraknya adalah Kloroform : Etil Asetat (70:30 v/v ). Prosedur : Peralatan untuk kromatografi kolom dirangkai, kemudian silika gel 60 G (E.Merk Art. 7734) sebanyak 70 gram dibuburkan dengan kloroform, diaduk sampai homogen
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
33
dan dimasukkan kedalam kromatografi kolom, lalu dielusi dengan Kloroform 100% hingga bubur silika gel padat dan homogen. Ekstrak alkaloid kasar biji buah pala sebanyak 73 mg dibuburkan dengan silika gel sebanyak 10 gram dan dimasukkan kedalam kromatografi kolom yang telah berisi silika gel. Sampel dibiarkan turun dan terserap dengan baik pada silika gel dipuncak kolom. Kemudian fasa gerak Kloroform 100% ditambahkan secara berlahan-lahan. Eluan ditampung dengan botol vial lalu diuapkan. Selanjutnya fasa gerak dinaikkan kepolarannya dengan fasa gerak Kloroform : Etil Asetat (70:30 v/v). Hasil yang diperoleh, pelarutnya diuapkan sampai terbentuk Kristal alkaloida.
3.3.5. Pemurnian Kristal Kristal yang diperoleh dari hasil 3.3.4. direkristalisasi sebagai berikut : Kristal yang diperoleh dilarutkan dalam pelarut Kloroform dan dipanaskan sampai kristal tersebut larut dan pekat. Diamkan selama 1 malam. Dari hasil pendiaman 1 malam ini sebagian pelarut menguap dan terbentuk kristal jarum berwarna kuning.
3.3.6. Analisis Kristal Hasil Isolasi 3.3.6.1. Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Terhadap Kristal yang diperoleh dilakukan analisis secara kromatografi lapis tipis dengan menggunakan plat kromatografi lapis tipis dan fasa gerak yang digunakan adalah Kloroform 100% dan campuran Kloroform : Etil Asetat ( 70:30 v/v ). Prosedur : Kedalam bejana kromatografi dimasukkan 10 ml larutan fasa gerak Kloroform 100%. Kristal yang telah dilarutkan dengan etanol ditotolkan pada plat KLT. Plat dimasukkan kedalam bejana yang berisi pelarut-pelarut yang telah dijenuhkan, kemudian ditutup rapat dan dielusi. Plat yang telah dielusi dikeluarkan dari bejana dan dikeringkan. Warna bercak yang timbul diamati dibawah lampu UV dan harga Rf-nya dihitung.
3.3.6.2. Uji Reaksi Warna Terhadap Kristal Hasil Isolasi Pereaksi Alkaloida Larutan Kristal dari percobaan 3.3.6.1. dibagi dalam 4 tabung reaksi :
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
34
Filtrat I
:
Ditambahkan 2 tetes pereaksi mayer ternyata terbentuk endapan
warna putih kekuningan, hal ini menunjukkan adanya senyawa alkaloid. Filtrat II
:
Ditambahkan 2 tetes pereaksi dragendorf ternyata terbentuk
endapan warna jingga, hal ini menunjukkan adanya senyawa alkaloida. Filtrat III
:
Ditambahkan 2 tetes pereaksi wagner ternyata terbentuk endapan
warna coklat, hal ini menunjukkan adanya senyawa alkaloida. Filtrat IV
:
Ditambahkan 2 tetes pereaksi bouchardat ternyata terbentuk
endapan warna coklat, hal ini menunjukkan adanya senyawa alkaloida.
3.3.6.3. Penentuan Titik Lebur Kristal hasil isolasi yang telah murni diletakkan diatas plat melting point apparatus, dihidupkan dan diatur temperaturnya. Lalu diamati temperature sampai Kristal melebur. Titik lebur Kristal yang diperoleh 80-82 oC.
3.3.6.4. Analisis Spektroskopi Kristal Hasil Isolasi Analisis Kristal hasil isolasi dengan alat spektrofotometer FT-IR di badan pengujian sampel Bea cukai Belawan dan spektrofotometer
1
H-NMR diperoleh dari
laboratorium Dasar Bersama FMIPA UNAIR Surabaya dengan menggunakan pelarut CDCl3.
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
35
3.4. Bagan Penelitian 2 kg Serbuk kering biji buah pala diskrining fitokimia dimaserasi dengan Etanol selama 48 jam disaring Residu
Ekstrak Kasar Etanol dipekatkan dengan rotary evaporator Ekstrak pekat Etanol diekstraksi partisi dengan n-Heksana
Lapisan ekstrak Etanol
Lapisan n-Heksana
diasamkan dengan Asam Asetat glasial sampai pH 2 Ekstrak Etanol-Asam pH 2 dibasakan dengan Amoniak pekat Sampai pH 10-12 Ekstrak Basa pH 10-12 diekstraksi dengan Kloroform didiamkan selama 1 malam Lapisan Kloroform
Lapisan Basa dipekatkan dengan rotary evaporator
Ekstrak pekat Kloroform dianalisis dengan KLT fasa gerak Kloroform 100% , CHCl3 : Ethyl Asetat (9:1v/v,8:2 v/v,7:3 v/v,6:4 v/v) Pemisahan dengan kromatografi kolom dengan fasa diam silika gel dielusi dengan CHCl3 : Ethyl Asetat ( 70:30 v/v) ditampung setiap fraksi kedalam botol vial sebanyak 5 ml dianalisis KLT digabung franksi dengan Rf yang sama
Fraksi I 1 - 86
Fraksi III 105-200
Fraksi II 87-104 diskrining
dihitung harga Rf
fitokimia
diuapkan direkristalisasi
Hasil Analisis (-)
diskrining fitokimia
Hasil Analisa (-)
Kristal kuning diukur titik lebur dianalisis KLT dianalisis spektroskopi FT-IR, 1H-NMR Hasil Analisis
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Hasil skrining fitokimia terhadap ekstrak etanol dari biji buah pala dengan menggunakan pereaksi-pereaksi alkaloida, menunjukkan bahwa dalam biji buah pala mengandung senyawa alkaloida. Hasil analisa kromatografi Lapis Tipis dengan menggunakan silika gel 60 G sebagai absorben, dapat diketahui bahwa fasa gerak yang baik untuk mengisolasi senyawa alkaloida dari biji buah pala adalah pada perbandingan Kloroform : Etil Asetat ( 70:30 v/v). Hasil isolasi biji buah pala dengan pengasaman untuk menggaramkan senyawa alkaloid kemudian membasakannya untuk membebaskan kembali senyawa alkaloida yang kemudian dipisahkan dengan kloroform, diperoleh Kristal kuning berbentuk jarum sebanyak 73 mg dengan titik lebur 80 – 82 oC. Tabel 4.1. Hasil analisa dengan menggunakan spektrofotometer FT-IR pada Kristal hasil isolasi menghasilkan pita-pita serapan pada daerah bilangan gelombang sebagai berikut : Frekwensi pita absorbsi (cm-1) dan intensitas
Keterangan dari gugus fungsi
3479,55 cm-1 pita serapan sedang
NH
3077,30 cm-1 dan 1590,77 cm-1 pita serapan CH pada H-(C-N+) tajam 2925,04 cm-1 dan 2853,86 cm-1 pita serapan CH3 pada
-C-CH3
tajam 1633,44 cm-1 pita serapan tajam
H-(C-COO-)
1463,61 cm-1 dan 1429 cm-1 pita serapan sedang
CH pada -CH-CH-
1376,28 cm-1 pita serapan sedang
OH pada C-OH
823,99 cm-1 pita serapan tajam
CH aromatis
720,86 cm-1 pita serapan sedang
CH aromatis
Spektrum infra merah komponen senyawa hasil isolasi dapat dilihat pada lampiran E Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
37
Hasil analisis spektroskopi resonansi magnetic inti proton (1H-NMR) senyawa hasil isolasi dengan menggunakan pelarut CDCl3 dan TMS sebagai standart memberikan signal-signal pergeseran kimia sebagai beikut : Pergeseran kimia (1H-NMR) senyawa hasil isolasi ( ppm ) : •
0,879 menunjukkan puncak singlet
•
1,264 menunjukkan puncak singlet
•
2,299 menunjukkan puncak singlet
•
3,803 – 3,834 menunjukkan puncak doublet
•
5,853 menunjukkan puncak singlet
•
5,123 – 5,135 menunjukkan puncak doublet
•
6,331 – 6,761 menunjukkan puncak multiplet
Spektrum magnetic inti proton komponen senyawa hasil isolasi dapat dilihat pada lampiran F.
4.2. Pembahasan Isolasi pemisahan dan pemurnian kristal untuk senyawa-senyawa alkaloida sudah banyak dilakukan terhadap ekstrak tumbuh-tumbuhan. Dari hasil penelitian yang kami lakukan terhadap isolasi senyawa alkaloida dari biji buah pala dengan menggunakan metode J.B Harbone dengan menggunakan absorben silika gel 60 G dan dielusi dengan Kloroform : Etil Asetat (70:30 v/v ). Kemudian dipekatkan dan residu yang diperoleh direkristalisasi dengan kloroform murni sehingga kristal berbentuk jarum, mempunyai titik lebur 80-82oC. Elusidasi struktur dengan data spektrofotometer infra merah pada daerah bilangan tertentu dan spesifik serta data spektrum magnetik inti proton (1H-NMR) dengan menggunakan pelarut CDCl3 dan standart TMS bahwa pergeseran-pergeseran kimia dari kristal yang spesifik adalah sebagai berikut : 1. Pada pergeseran kimia 0,879 ppm terdapat puncak singlet yang menunjukkan adanya gugus -CH dari gugus -CH-CH-. Ini didukung oleh data spektrum FTIR pada bilangan gelombang 1463,61 cm-1 dan 1429,02 cm-1 yang menunjukkan karakteristik molekul CH. 2. Pada pergeseran kimia 1,264 ppm terdapat puncak singlet yang menunjukkan adanya gugs -CH3 dari gugus
-C-CH3. Ini didukung oleh data spektrum FT-
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
38
IR pada bilangan gelombanog 2853,86 cm-1 dan 2925,09 cm-1 yang menunjukkan karakteristik molekul CH3. 3. Pada pergeseran kimia 2,299 ppm terdapat puncak multiplet yang menunjukkan adanya gugus -CH dari gugus H-(C-COO-). Ini didukung oleh data spektrum FT-IR pada bilangan gelombang 1633,44 cm-1 yang menunjukkan karakteristik molekul CH. 4. Pada pergeseran kimia 3,803 – 3,834 ppm terdapat puncak doublet yang menunjukkan adanya gugus -CH yang terikat pada gugus H-(C-N+). Ini didukung oleh data spektrum FT-IR pada bilangan gelombang 1590,77 cm-1 dan 3077,30 cm-1 yang menunjukkan karakteristik molekul N+H. 5. Pada pergeseran kimia 5,853 ppm terdapat puncak singlet yang menunjukkan adanya gugus –OH dari gugus C-OH. Ini didukung oleh data spektrum FT-IR pada bilangan gelombang 1376,28 cm-1 yang menunjukkan karakteristik molekul OH. 6. Pada pergeseran kimia 5,123 – 5,135 ppm terdapat puncak doublet yang menunjukkan adanya gugus =CH dari gugus CH=CH. Ini didukung oleh data FT-IR pada bilangan gelombang 720,86 cm-1 dan 823,99 cm-1 yang menunjukkan karakteristik molekul CH 7. Pada pergeseran kimia 6,331 – 6,761 ppm terdapat puncak multiplet yang menunjukkan adanya gugus -CH yang terikat pada -NH-CH. Ini didukung oleh data spektrum FT-IR pada bilangan gelombang 3479,55 cm-1 yang menunjukkan karakteristik molekul NH. Berdasarkan analisa data spektrofotometer infra merah (FT-IR) dan data spektrum magnetik inti proton (1H-NMR) bahwa kristal yang diisolasi adalah senyawa alkaloida
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
39
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Hasil isolasi yang diperoleh dari 2000 gram biji buah pala (Myristica fragrans Houtt) adalah kristal berwarna kuning berbentuk jarum dengan titik lebur 80-82 oC sebanyak 73 mg yang merupakan senyawa alkaloida.
5.2. Saran Perlu dilakukan isolasi biji buah pala dengan menggunakan metode lain dan terhadap hasil isolasi dilakukan dengan analisis spektroskopi yang lain seperti spektroskopi MS sehingga diperoleh data-data yang lebih mendukung untuk kebenaran struktur senyawa alkaloida hasil isolasi.
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
40
DAFTAR PUSTAKA
Alan, S. W., (1981), Organic Chemistry, New York : Harper & Row Publisher. Cresswell, C. J. dan Runguist dan Campbell., (1982), Analisis Spektrum Senyawa Organik, Edisi kedua, Bandung, Penerbit ITB.Hal. 100-101 Dalimunthe Setiawan., (1999), Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid I, Trubus Agriwidya, Jakarta. Djauhariyah E., (2004), Tumbuhan Sebagai Obat, Seri Agrisehat, Penebar Swadaya, Jakarta.Hal 7-8 Gritter,, R. J., (1992), Pengantar Kromatografi, Terjemahan Kosasih Padmawinata, Edisi kedua, Itb, Bandung.Hal.110 Harbone, J. B., (1987), Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan, Terbitan kedua, Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, Bandung: penerbit ITB.Hal.238-240 Hendrikson, J. N., (1965), The Molecular of Nature, W. A. Benjamin, Inc. New York.Hal.143-177 Ir. Hatta Sunanta, BSC. MS., Budidaya Pala, Cetakan Pertama, Penerbit Konisius, Yogyakarta. James B. Hendrikson., (1965), The Molecules Of Nature, W. A. Benjamin Inc. New York. Hal. 37-129 Manito, P., (1992), Biosintesis Produk Alami, Semarang ; Cetakan Pertama-IKIP. Muldja, M. H., (1955), Analisis Instrumental, Surabaya : Airlangga Universitas Press.Hal.223-228 Noerdin., (1999), Elusidasi Struktur Senyawa Organik, Bandung : Penerbit Angkasa.Hal.111-112 Pavia, L. D., (1979), Introduction to Spektroscopy A Guide for Students of Organic Chemistry, Philladelphia, Sounder College. Sanusi Ibrahim., (2000), Workshop Pengembangan SDM Kimia Organik Bahan Alam Hayati, Padang. Sastrohamidjojo, H., (1996), Sintesis bahan Alam, Cetakan Pertama, yogyakarta: Penerbit UGM.Hal.131-133
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
41
Sastrohamidjojo, H., (1985), Kromatografi, Yogyakarta : Penerbit Liberty. Hal.15-30 Silverstein, R. M., (1984), Penyidikan Spektrometri Senyawa Organik, Terjemahan A. J. Hartomo dan Amny Victor Purba, Edisi keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta.Hal.94-96 Tobing, L. Rangke. MSc., (1989), Kimia Bahan Alam, Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Proyek Pembangunan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Jakarta. Trevor, R., (1995), Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Penerjemah Kosasih Padmawinata, Bandung :Penerbit ITB.
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
42
LAMPIRAN A. Determinasi Tanaman Pala
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
43
LAMPIRAN B. Hasil Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Etanol Biji Buah Pala
No Fase Gerak 1 Kloroform 100 % 2 Kloroform : Ethyl asetat (90:10 v/v) 3 Kloroform : Ethyl asetat (80:20 v/v) 4 Kloroform : Ethyl asetat (70:30 v/v) 5 Kloroform : Ethyl asetat (60:40 v/v)
Jumlah Noda 1 1
Warna Noda Biru Biru
Rf 0,95 0,70
1
Biru
0,74
1
Biru
0,88
1
Biru
0,94
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
44
LAMPIRAN C. Hasil Kromatografi Lapis Tipis Hasil Isolasi
No 1
Fase Gerak Kloroform : Ethyl asetat (70:30 v/v)
Jumlah Noda 1
Warna Noda Biru
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
Rf 0,85
45
LAMPIRAN D. Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Etanol dan Hasil Isolasi Biji Buah Pala
1
2
3
E
E
E
4
E
5
6
E
H
Keterangan : E : Ekstrak Etanol Biji Buah Pala dengan fasa diam silika gel 60 G H : Hasil Isolasi Ekstrak Etanol dengan fasa diam silika gel 60 G 1 : Hasil KLT Ektsrak Etanol dengan fasa gerak Kloroform 100% 2 : Hasil KLT Ektsrak Etanol dengan fasa gerak Kloroform : Etil Asetat (90:10 v/v) 3 : Hasil KLT Ektsrak Etanol dengan fasa gerak Kloroform : Etil Asetat (80:20 v/v) 4 : Hasil KLT Ektsrak Etanol dengan fasa gerak Kloroform : Etil Asetat (70:30 v/v) 5 : Hasil KLT Ektsrak Etanol dengan fasa gerak Kloroform : Etil Asetat (60:40 v/v) 6 : Hasil Isolasi Ekstrak Etanol dengan fasa gerak Kloroform : Etil Asetat (70:30 v/v)
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
46
LAMPIRAN E
S
Spektrum FT-IR Hasil Isolasi Senyawa Alkaloida
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
47
LAMPIRAN F
Spektrum 1H-NMR Hasil Isolasi Senyawa Alkaloida
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
48
LAMPIRAN G
Spektrum FT-IR Struktur Pembanding
Jhon Franta Pelawi : Isolasi Senyawa Alkaloida Dari Biji Buah Pala (Myristica fragrans Houtt), 2010.
49