ISOLASI, KARAKTERISASI DAN UJI AKTIVITAS BIOLOGIS SENYAWA STEROID DARI TERIPANG SEBAGAI APRODISIAKA ALAMI
KUSTIARIYAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
ISOLASI, KARAKTERISASI DAN UJI AKTIVITAS BIOLOGIS SENYAWA STEROID DARI TERIPANG SEBAGAI APRODISIAKA ALAMI
KUSTIARIYAH
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
2
© Hak cipta milik Kustiariyah, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
3
Judul Tesis
: Isolasi, Karakterisasi dan Uji Aktivitas Biologis Senyawa Steroid dari Teripang sebagai Aprodisiaka Alami
Nama
: Kustiariyah
NIM
: F351020211
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, M.ADev. Ketua
Dr. Ir. Khaswar Syamsu, M.Sc Anggota
Dr. Ir. Kaseno, M.Eng Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dr. Ir. Irawadi Jamaran
Tanggal Ujian : 3 Mei 2006
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.
Tanggal Lulus:
4
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Isolasi, Karakterisasi dan Uji Aktivitas Biologis Senyawa Steroid dari Teripang sebagai Aprodisiaka Alami“ adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2006 Kustiariyah NIM F351020211
5
ABSTRAK KUSTIARIYAH. Isolasi, Karakterisasi dan Uji Aktivitas Biologis Senyawa Steroid dari Teripang sebagai Aprodisiaka Alami. Dibimbing oleh E. GUMBIRA SA’ID, KHASWAR SYAMSU dan KASENO. Teripang (Holothurian) merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Umumnya diperdagangkan dalam bentuk kering (beche-de-mer). Bioaktif dari teripang, yang umum disebut holothurin, menarik untuk diteliti karena spektrum aktivitas biologisnya yang luas, yaitu sebagai antibakteri, antikapang (antifungi), cytotoxic, haemolytic dan antiinflamasi. Salah satu holothurin, yaitu senyawa steroid, sebagai aprodisiaka alami belum banyak diteliti. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah (1) Mendapatkan isolat senyawa steroid dan mengetahui kandungan steroid dalam jeroan dan daging teripang basah dan kering, (2) Mengetahui karakteristik ekstrak senyawa steroid dari teripang, (3) Mengetahui aktivitas biologis senyawa steroid dari teripang sebagai aprodisiaka alami, dan (4) Menguji coba membran nanofiltrasi untuk purifikasi awal senyawa steroid dari teripang. Teripang yang digunakan dalam penelitian ini adalah teripang pasir (Holothuria scabra) yang diperoleh dari Balai Budidaya Laut (BBL), Lampung. Senyawa steroid diperoleh dengan proses ekstraksi menggunakan aseton sebagai pelarut. Fraksinasi dengan kromatografi lapis tipis diperoleh dua fraksi yang diidentifikasi sebagai kolesterol dan testosteron, yaitu dengan Rf masingmasing 0.96 dan 0.91. Purifikasi awal senyawa steroid dilakukan dengan proses filtrasi menggunakan membran keramik dengan MWCO 1000 dalton. Untuk mengamati aktivitas biologis senyawa steroid yang diperoleh, digunakan anak ayam (DOC) jantan sebagai hewan percobaan. Parameter yang diamati adalah absorpsi N, bobot badan, jengger, testis, kadar kolesterol dan testosteron serum darah anak ayam. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa teripang dapat digunakan sebagai salah satu sumber aprodisiaka.
6
ABSTRACT KUSTIARIYAH. Isolation, Characterisation and Biological Activity Test of Sea Cucumber Steroid Compound as Natural Aphrodisiac. Under direction of E. GUMBIRA SA’ID, KHASWAR SYAMSU and KASENO. Sea cucumber (Holothurian) is one of fisheries commodities which has a high economic value. Generally sea cucumber is traded in the dried form (bechede-mer). Bioactive of sea cucumber, commonly known as holothurin, has drawn attention because of its wide spectrum of biological effects namely antibacterial, antifungal, cytotoxic, haemolytic and anti-inflammation. One of holothurins, steroid compounds, as natural aphrodisiac have not been observed yet. Therefore, the aims of this study were (1) to isolate steroid compounds of sea cucumber and their contents, (2) to characterise the compounds, (3) to know biological activity of the compounds as aphrodisiac, and (4) to do experiment of nanofiltration membrane for initial purification of steroid compounds. Steroid compounds of Holothuria scabra have been originally isolated from Holothurian of Lampung waters using acetone as a solvent. Six steroid fractions were found through thin layer chromatography (TLC) and two fractions have been identified as cholesterol and testosterone with Rf 0.96 and 0.91, respectively. Initial purification used ceramic membrane with MWCO 1000 dalton for filtration process. To better understand biological activity of the steroid, day old chicken (DOC) was used as a test organism. Parameters observed were N absorption, body weight and cap, testes, cholesterol and testosterone concentrations of blood serum. The results clearly demonstrated that sea cucumber Holothuria scabra could be used as a source of aphrodisiac.
7
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tesis ini berjudul “Isolasi, Karakterisasi dan Uji Aktivitas Biologis Senyawa Steroid dari Teripang sebagai Aprodisiaka Alami”. Penelitian ini merupakan bagian dari Hibah Penelitian Tim Pasca (HPTP) yang didanai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada para personalia di bawah ini: 1. Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, M.ADev., Dr. Ir. Khaswar Syamsu, M.Sc., dan Dr. Ir. Kaseno, M.Eng selaku ketua dan anggota komisi pembimbing, yang dengan penuh kesabaran membimbing penulis mulai dari penyusunan proposal sampai penulisan tesis ini. 2. Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS, Kepala Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL-IPB), atas dukungan dan motivasinya. 3. Dr. Ir. Linawati Hardjito, MSc, selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan (THP-IPB), atas dukungannya. 4. Dr. Ir. Etty Riani, MS, selaku Penguji atas masukan dan sarannya. 5. Drs. Handoko Dwi Putro dari Balai Budidaya Laut Lampung, untuk penyediaan teripangnya. 6. Prof. Dr. Ulrike Lindequist, Direktur Institute of Marine Biotechnology-Greifswald, Jerman, atas motivasi dan dukungannya. 7. Dr. Gudrun Mernitz, Frau Beate Cuypers dan Nadine Ruderish atas masukan dan sarannya. 8. Dr. Nuttawut Saelim, Martha Aznury, MSi, Agung B. Santoso, MSi dan Tung Chau Thanh Nguyen, MSc, untuk motivasi, kritik dan sarannya. 9. Meydia, AMd, rekan-rekan di PKSPL dan THP-IPB, serta rekan-rekan di TIP-IPB atas dukungan dan persahabatannya. 10. Kedua orang tua dan keluarga di Malang atas doa dan dukungannya. Harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat menjadi amal shaleh bagi penulis.
Atas masukan dan saran yang bersifat
membangun penulis ucapkan terima kasih. Bogor, Juni 2006 Penulis
8
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Malang pada tanggal 18 Agustus 1975 dari keluarga Bapak Tarman dan Ibu Musannah. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis
menyelesaikan
pendidikan
di
SDN
Karangnongko
II,
Poncokusumo-Malang pada tahun 1988, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 01 Poncokusumo-Malang pada tahun 1991 dan Sekolah Menengah Atas di SMAN 01 Tumpang-Malang pada tahun 1994.
Pada tahun tersebut penulis
diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan tahun 1995 penulis memilih Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan IPB.
Penulis memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
program studi tersebut pada tahun 1999. Sejak lulus pada tahun tersebut hingga tahun 2001 penulis menjadi asisten dosen pada matakuliah Bioteknologi Hasil Laut dan sejak tahun 2000 penulis menjadi staf peneliti pada Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPLIPB). Pada tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikan magister pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana IPB.
Tahun 2005
penulis mengikuti training Bioteknologi Industri yang diselenggarakan oleh Internationale Weiterbildung und Entwicklung gGmbH (InWEnt) di Jerman selama satu tahun. Terhitung sejak bulan Januari 2005 penulis diterima sebagai staf pengajar pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.
9
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................................. v DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... vii 1. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 A. B. C. D.
Latar Belakang ......................................................................................... Tujuan Penelitian ..................................................................................... Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ Hipotesis Penelitian .................................................................................
1 2 2 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 3 A. B. C. D.
Teripang ................................................................................................... 3 Hormon Steroid ........................................................................................ 9 Ekstraksi Steroid ...................................................................................... 14 Teknologi Membran ................................................................................. 15 1) Klasifikasi Membran ............................................................................ 16 2) Filtrasi Membran .................................................................................. 18 E. Teknologi Membran pada Filtrasi Steroid ................................................ 19 F. Ayam sebagai Hewan Percobaan ............................................................ 19 G. Aprodisiaka .............................................................................................. 20 3. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................ 22 A. Tempat Penelitian .................................................................................... 22 B. Bahan dan Alat ........................................................................................ 22 C. Prosedur Penelitian .................................................................................. 22 1) Ekstraksi Steroid.................................................................................. 22 2) Identifikasi Keberadaan Steroid........................................................... 23 3) Filtrasi Steroid dengan Membran Nanofiltrasi ..................................... 24 4) Pengukuran Kadar Testosteron dan Kolesterol dari Serum Darah ..... 24 5) Analisis Kadar N Bahan Contoh (Bubuk Teripang dan Feses) ........... 25 6) Analisis Serapan N pada Anak Ayam.................................................. 25 7) Analisis Kadar Lemak pada Bubuk Teripang ...................................... 26 8) Karakterisasi Senyawa Steroid dari Ekstrak Teripang ........................ 26 9) Uji Aktivitas Biologis/Bioassay pada Anak Ayam Jantan (Alwir 2001) 27 D. Rancangan Penelitian .............................................................................. 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................... 31 A. B. C. D.
Bahan Baku ............................................................................................. 31 Analisa Proksimat Daging dan Jeroan Teripang ...................................... 32 Ekstraksi Steroid ...................................................................................... 32 Identifikasi dan Karakterisasi Steroid Hasil Ekstraksi .............................. 34 1) Uji Warna ............................................................................................. 34 2) Kromatografi Lapis Tipis/KLT (Thin Layer Chromatography/TLC) ...... 35 3) Karakteristik Steroid Teripang ............................................................. 35 E. Purifikasi Awal dengan Membran Nanofiltrasi.......................................... 36 F. Bioassay pada Anak Ayam Jantan........................................................... 39 1) Serapan N Pakan secara In Vivo dan Pengaruhnya terhadap Bobot
10
Badan .................................................................................................. 39 2) Pengaruh Ekstrak Teripang terhadap Bobot Hati, Limpa dan Bursa Fabrisius .............................................................................................. 41 3) Pengaruh Ekstrak Teripang terhadap Kadar Kolesterol dan Testosteron .......................................................................................... 45 4) Pengaruh Ekstrak Teripang terhadap Panjang, Lebar, Tinggi dan Bobot Jengger ..................................................................................... 47 5) Pengaruh Ekstrak Teripang terhadap Bobot Testis............................. 51 5. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 54 A. Kesimpulan .............................................................................................. 54 B. Saran ........................................................................................................ 54 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 56 LAMPIRAN .......................................................................................................... 62
11
DAFTAR TABEL Halaman 1. Produksi teripang di Indonesia pada tahun 2001 ........................................... 6 2. Perkembangan produksi teripang di Indonesia .............................................. 6 3. Paten bahan alami dari teripang .................................................................... 8 4. Hormon steroid pada manusia ....................................................................... 11 5. Karakteristik teripang dari perairan Teluk Lampung ....................................... 31 6. Hasil analisa proksimat daging dan jeroan teripang ....................................... 32 7. Rendemen ekstraksi steroid dari teripang pasir ............................................. 33 8. Hasil identifikasi keberadaan steroid dalam teripang ..................................... 34 9. Nilai Rf dari ekstrak teripang dan standar ...................................................... 35
12
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Morfologi teripang ........................................................................................... 3 2. Penampang melintang teripang ..................................................................... 4 3. Kerangka inti steroid (cyclopentanoperhydrophenanthrene) .......................... 10 4. Struktur kolesterol (A) dan hormon kelamin, B. Testosteron, C. Estron, D. Estradiol dan E. Estriol .............................................................................. 13 5. Konversi kolesterol menjadi hormon kelamin ................................................. 14 6. Kerangka kerja penelitian ............................................................................... 29 7. Teripang pasir yang digunakan dalam penelitian ........................................... 31 8. Perbandingan kualitatif kandungan steroid pada ekstrak aseton (A dan B), metanol (C), heksan (D) dan etil asetat (E) .................................................... 33 9. Agar diffusion assay pada C. maltosa ............................................................ 36 10. Proses filtrasi dengan menggunakan memran nanofiltrasi........................... 37 11. A. Ekstrak sebelum proses filtrasi, B. Permeat setelah proses filtrasi........ 38 12. Busa terbentuk selama proses filtrasi........................................................... 38 13. Anak ayam jantan sebagai hewan percobaan (umur 31 hari) ...................... 39 14. Kandungan N pada feses anak ayam jantan ............................................... 40 15. Perkembangan bobot badan anak ayam jantan selama percobaan ............ 41 16. Rataan bobot hati anak ayam jantan ............................................................ 42 17. Rataan bobot limpa anak ayam jantan ......................................................... 43 18. Rataan bobot bursa fabrisius anak ayam jantan .......................................... 44 19. Rasio bobot bursa fabrisius dan bobot badan anak ayam jantan................. 45 20. Kadar kolesterol dan testosteron pada serum anak ayam jantan ................ 46 21. Perkembangan panjang jengger anak ayam jantan selama percobaan ...... 47 22. Perkembangan lebar jengger anak ayam jantan selama percobaan ........... 48 23. Perkembangan tinggi jengger anak ayam jantan selama percobaan........... 49 24. Salah satu anak ayam jantan sebagai kontrol positif (A) dan kontrol negatif (B) ..................................................................................................... 49 25. Rataan bobot jengger anak ayam jantan...................................................... 51 26. Rataan bobot testis anak ayam jantan ......................................................... 53
13
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Pengukuran panjang, lebar dan tinggi jengger anak ayam jantan ................. 62 2. Analisis keragaman pengaruh ekstrak teripang terhadap lebar jengger ........ 62 3. Analisis keragaman pengaruh ekstrak teripang terhadap panjang jengger ... 63 4. Analisis keragaman pengaruh ekstrak teripang terhadap tinggi jengger ........ 63 5. Uji lanjut pengaruh ekstrak teripang terhadap panjang jengger ..................... 64 6. Uji lanjut pengaruh ekstrak teripang terhadap lebar jengger .......................... 64 7. Uji lanjut pengaruh ekstrak teripang terhadap tinggi jengger ......................... 65
14
1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan memiliki sekitar 17.504 pulau dan garis pantai lebih dari 81.000 km, Indonesia mempunyai potensi sumberdaya laut dengan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega-biodiversity).
Sumberdaya laut tersebut
memiliki berbagai macam kegunaan dan manfaat, di antaranya untuk makanan, farmasi dan kosmetik. Ada berbagai organisme laut diantaranya adalah mikroorganisme, blue green algae, green algae, brown algae, red algae, sponges, coelenterates, bryozoans, moluska dan teripang (echinodermata) yang merupakan sumber bahan aktif yang sangat potensial.
Biota laut tersebut dapat menghasilkan
berbagai bahan alami yang bermanfaat, antara lain untuk industri farmasi (seperti antitumor, antikanker, antibiotik, anti-inflamasi), bidang pertanian (fungisida, pestisida, growth stimulator), industri kosmetik dan makanan (seperti zat pewarna alami dan biopolisakarida). Disamping itu juga dapat dihasilkan protein serta bahan diet sebagai sumber makanan sehat seperti asam lemak tidak jenuh omega-3, vitamin, asam amino, dan berbagai jenis gula rendah kalori (Dahuri 2003). Di antara berbagai organisme tersebut, teripang merupakan komoditi perikanan yang bernilai ekonomis tinggi dan umumnya diperdagangkan dalam bentuk kering.
Teripang mengandung zat-zat aktif yang bermanfaat dalam
bidang farmasi dan kesehatan. Penelitian tentang bahan alami yang dihasilkan oleh teripang telah dilaporkan oleh beberapa peneliti terdahulu. Kaswandi et al. (2000) dan Lian et al. (2000) melaporkan bahan aktif yang dihasilkan oleh Holothuria sp. sebagai antibakteri dan antikapang. Beberapa penelitian teripang yang telah dilakukan umumnya mengenai bahan aktif sebagai antibakteri atau anti-inflamasi, sedangkan penelitian tentang kandungan bahan aktif yang dapat digunakan sebagai senyawa biofarmasi (biopharmaceutical substances) seperti aprodisiaka (penambah vitalitas laki-laki) belum banyak dilaporkan. Pemisahan senyawa bioaktif, seperti steroid selama ini umumnya dilakukan dengan teknik kromatografi. Namun teknik pemisahan tersebut sulit diterapkan pada skala industri karena mahalnya biaya operasional dan produktivitasnya yang rendah. Teknik pemisahan dengan membran merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan pada isolasi senyawa bioaktif skala
15
industri. Untuk memisahkan steroid yang mempunyai bobot molekul 300 Da dapat digunakan membran nanofiltrasi. Membran nanofiltrasi adalah membran yang mempunyai selektivitas pemisahan pada kisaran bobot molekul partikel 200-1000 Da.
Dengan demikian, teknologi membran dapat digunakan untuk
pemurnian produk, sehingga merupakan teknologi alternatif yang menarik untuk menggantikan proses konvensional yang telah ada. B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Mendapatkan isolat senyawa steroid dan mengetahui kandungan steroid dalam jeroan dan daging teripang basah dan kering
2.
Mengetahui karakteristik ekstrak senyawa steroid dari teripang
3.
Mengetahui aktivitas biologis senyawa steroid dari teripang sebagai aprodisiaka alami
4.
Menguji coba membran nanofiltrasi untuk purifikasi awal senyawa steroid dari teripang
C. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Isolasi senyawa steroid dari jeroan dan daging teripang
2.
Karakterisasi ekstrak senyawa steroid dari teripang
3.
Uji aktivitas biologis senyawa steroid yang dihasilkan
4.
Uji coba membran nanofiltrasi dalam purifikasi awal senyawa steroid dari teripang
D. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Teripang mengandung senyawa steroid yang dapat digunakan sebagai aprodisiaka alami
2.
Membran nanofiltrasi dapat digunakan untuk purifikasi awal senyawa steroid dari teripang
16
2. TINJAUAN PUSTAKA A. Teripang Teripang atau yang juga disebut dengan ketimun laut, merupakan hewan tidak bertulang belakang yang termasuk dalam famili Holothuridae dan Stichopodidae.
Terdapat
sebanyak
2000
spesies
teripang
di
dunia
(www.gamatemas.dumei.com). Penyebaran hidup teripang sangat luas dan paling banyak ditemukan di wilayah Indo-Pasifik Barat. Panjang teripang sekitar 5-40 cm dan pada saat hidup bobotnya dapat mencapai 500 g (Wibowo et al. 1997), sedangkan menurut Bandaranayake dan Fosher (1999) panjang teripang dapat mencapai 60 cm dengan bobot 2 kg.
Adapun morfologi dan anatomi
teripang dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2. Teripang umumnya menempati ekosistem terumbu karang dengan perairan yang jernih, bebas dari polusi, air relatif tenang dengan mutu air cukup baik. Habitat yang ideal bagi teripang adalah air laut dengan salinitas 29-33‰ yang memiliki kisaran pH 6,5-8,5, kecerahan air 50-150 cm, kandungan oksigen terlarut 4-8 ppm dan suhu air laut 20-25ºC (Wibowo et al. 1997).
Tentakel Kaki tabung
Mulut yang dikelilingi Tentakel
Tubuh berkulit
Gambar 1 Morfologi teripang (Sumber: http://www.enchantedlearning.com)
17
Gambar 2 Penampang melintang teripang (Hegner dan Engemann 1968) Klasifikasi teripang menurut Wibowo et al. (1997) dan Martoyo et al. (2000) adalah sebagai berikut: Filum Sub Filum Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus
Spesies
: Echinodermata : Echinozoa : Holothuroidea : Aspichitotecea : 1. Aspidoochirota 2. Dendrochirota : Aspidochirotae : 1. Holothuria 2. Stichopus 3. Thelonota 4. Actinopyga 5. Muelleria : 1. Holothuria a. H. nobilis J. b. H. scabra J. 2. Stichopus variegatus J. 3. Thelonota ananas J. 4. Actinopyga a. A. lecanora J. b. A. miliaris c. A. Echinites 5. Muelleria lecanora
18
Menurut Martoyo et al. (2000) teripang yang terdapat di perairan Indonesia adalah dari genus Holothuria, Muelleria dan Stichopus. Dari ketiga genus tersebut ditemukan 23 spesies, diantaranya baru lima spesies yang sudah dimanfaatkan dan mempunyai nilai ekonomis penting, yaitu Holothuria scabra (teripang putih atau pasir), Holothuria edulis (teripang hitam), Holothuria vacabunda (teripang getah atau keling), Holothuria vatiensis (teripang merah) dan Holothuria marmorata (teripang coklat). Teripang ditemukan dengan berbagai warna, ada yang berwarna hitam, putih, abu-abu, belang dan lain-lain. Tetapi menurut Ibrahim (2003), spesies teripang yang benar-benar asli dan bermutu tinggi serta paling berkhasiat adalah yang berwarna kuning keemasan. Di Malaysia dikenal dengan sebutan Gamat Emas (Stichopus horrens). Teripang telah dikenal sebagai makanan yang lezat sejak beberapa ribu tahun yang lalu, terutama di Asia. Pada beberapa negara, telah ada industri pengolahan teripang, terutama di RRC.
Berbeda halnya dengan sejarahnya,
baru sedikit data ilmiah yang telah dikumpulkan. Hal ini dimungkinkan karena studi ilmiah di beberapa negara belum dianggap begitu penting, karena jumlah tangkapan alami cukup besar dan tidak ada ancaman terhadap kelangsungan pasokannya (Bandaranayake dan Fosher 1999). Potensi teripang dari perikanan tangkap di Indonesia cukup besar, yaitu 3.517 ton pada tahun 2001 (DKP 2003).
Daerah penghasil utama teripang
adalah perairan pantai Sulawesi Tengah (1.134 ton) kemudian diikuti oleh perairan pantai NTT (433 ton) dan Sulawesi Selatan (327 ton). Potensi teripang di Indonesia selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.
19
Tabel 1 Produksi teripang di Indonesia pada tahun 2001* Daerah
Jumlah (Ton)
Sumatera Utara Sumatera Barat Bengkulu Bangka Belitung Jawa Timur NTB NTT Kalimantan Timur Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Maluku Maluku Utara Papua Jumlah * DKP 2003
42 68 75 202 3 79 433 53 327 304 54 1.134 205 233 305 3.517
Sejak dasawarsa terakhir produksi teripang di Indonesia cenderung meningkat dengan rata-rata peningkatan pada tahun 2000-2001 sebesar 5,06% (DKP 2003). Perkembangan produksi teripang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Perkembangan produksi teripang di Indonesia* Tahun
Jumlah (Ton)
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
2.465 2.113 2.364 3.132 2.562 2.442 3.138 3.058 2.617 3.041 3.517
* DKP 2003
Saat ini perdagangan teripang telah meluas, terutama di Hongkong dan Singapura, yang merupakan dua negara pusat perdagangan ekspor teripang dunia. Teripang kering telah diolah dan diperdagangkan di USA, Kanada, Eropa, Taiwan, Republik Korea, China, Australia, Malaysia, Thailand dan beberapa negara lain. Pada tahun 1994, Indonesia mengekspor teripang ke Malaysia senilai 732.612 RM. Pada waktu yang sama Indonesia juga mengekspor ke
20
China yang dapat memenuhi 37% kebutuhan teripang China (Baine dan Forbes 1997). Teripang adalah hewan detritus yaitu makan secara menyapu pasir ke dalam mulut. Pergerakan teripang yang lambat menyebabkannya perlu mempunyai mekanisme pertahanan tubuh yang efisien, yaitu mengeluarkan holothurin yang toksik dan dapat melumpuhkan hewan kecil.
Holothurin
dikeluarkan oleh kelenjar khusus yang disebut sebagai kuvier (Michael 2003). Penelitian tentang holothurin telah dimulai sejak awal tahun 1920an dan mulai intensif pada tahun 1950an. Salah satu jenis holothurin utama dari teripang yang berkhasiat dalam penyembuhan luka, perawatan sehabis bersalin dan sebagai antifungi adalah saponin (www.gamatemas.dumei.com). Bahan bioaktif di dalam teripang juga dikenal sebagai antioksidan yang membantu mengurangi kerusakan sel dan jaringan tubuh. Kandungan antibakteri dan antifungi teripang dapat meningkatkan kemampuannya untuk tujuan perawatan kulit.
Teripang juga diketahui mempunyai efek antinosiseptif
(penahan
dan
sakit)
anti-inflamasi
(melawan
radang
dan
mengurangi
pembengkakan) (Wibowo et al. 1997). Penelitian yang telah dilakukan di beberapa daerah terutama di Malaysia terhadap penduduk di Kudat, Semporna, Setiu, Kuantan, Pekan dan Pulau Pangkor membuktikan khasiat teripang sebagai agen anti-hipertensi (www.gamatemas.dumei.com). Kaswandi et al. (2000) dan Lian et al. (2000) melaporkan bahan aktif yang dihasilkan oleh Holothuria sp. sebagai antibakteri dan antifungi.
Dari hasil
penelitian tersebut disimpulkan bahwa bahan aktif dari teripang Holothuria tubolosa tersebut dapat menghambat pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae. Disamping mengandung antibakteri, teripang juga dilaporkan mengandung berbagai asam lemak tak jenuh seperti linoleat, oleat, eikosa pentaenoat (EPA), dan docosaheksaenoat (DHA) (Fredalina et al. 1999). Beberapa kajian juga menunjukkan potensi teripang sebagai anti-tumor dan memberi khasiat positif terhadap penyakit AIDS (Scheuer 1995; http://cybermed.cbn.net.id). Cairan dan tubuh teripang mengandung protein lebih dari 44%, karbohidrat antara 3-5% dan lemak 1,5% (Ibrahim 2003), sedangkan Dharmananda (1998) menyebutkan kandungan protein teripang sebesar 55%. Menurut Martoyo et al. (2000) kandungan gizi teripang kering adalah protein 82%, lemak 1,7%, air 8,9%, abu 8,6% dan karbohidrat 4,8%.
21
Komponen-komponen lain yang dikandung teripang adalah asam amino esensial, kolagen, vitamin E, zat-zat mineral seperti khromium, ferum, kadmium, mangan, nikel, kobalt dan seng. Kandungan asam lemak penting seperti EPA dan DHA turut memainkan peranan penting sebagai agen penyembuh luka dan antithrombotik yaitu untuk mengurangi pembekuan darah di dalam saluran darah. Hal ini dapat mengurangi resiko penyakit stroke dan jantung. Kedua asam di atas juga dapat membantu memperlambat proses degenerasi sel disamping juga memperlambat proses penuaan (www.gamatemas.dumei.com).
Saat ini telah
terdapat sembilan paten berkaitan dengan bahan alami dari teripang seperti disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Paten bahan alami dari teripang* No. Paten
Tanggal
Judul
US05519010
12/05/1996
Sulfated polysaccharide, pharmaceutically acceptable salt thereof, process for preparing same and medicament containing same as effective component
US05770205
23/06/1998
Tissue fractions of sea cucumber for the treatment of inflammation
US05876762
02/03/1999
Process for obtaining medically active fractions from sea cucumbers
US05985330
16/11/1999
Inhibition of angiogenesis by sea cucumber fractions
US05989592
23/11/1999
Inhibition of complement pathway by sea cucumber fractions
US05888514
30/03/1999
Natural composition for treating bone or joint inflammation
US06055936
02/05/2000
Sea cucumber carotenoid lipid fractions and process
US06399105
04/06/2002
Sea cucumber carotenoid lipid fraction products and methods of use
US06541519
01/04/2003
Methods and compositions for treating lipoxygenase-mediated disease states: Purification of sea cucumber derived 12-MTA
* US Patent online [8 Januari 2006]
22
B.
Hormon Steroid Hormon adalah senyawa biologis aktif, bekerja dalam konsentrasi yang
kecil, yang dibentuk dalam jaringan atau organ tertentu dari organisme hewan dan manusia, melalui aliran darah mencapai organ sasaran dan memperlihatkan kerja spesifik (Schunack et al. 1990). Hormon juga merupakan senyawa yang secara normal dikeluarkan oleh kelenjar endokrin atau jaringan tubuh dan dilepaskan ke peredaran darah, menuju jaringan sasaran, berinteraksi secara selektif dengan reseptor khas dan menunjukkan efek biologis (Siswandono dan Soekardjo 1995). Secara kimiawi hormon dapat digolongkan menjadi tiga kelompok berdasarkan bahan pembentuknya (Siswandono dan Soekardjo 1995), sebagai berikut: 1.
Hormon peptida: mempunyai residu asam amino 3-200, meliputi semua hormon hypothalamus dan pituitary, insulin dan glukagon pada pankreas
2.
Hormon amina: kecil, dapat larut dalam air, mengandung grup amina, meliputi adrenalin pada medulla adrenal dan hormon tiroid
3.
Hormon steroid: dapat larut dalam minyak, meliputi hormon adrenal cortical, androgen (hormon seks jantan) dan estrogen (hormon seks betina) Steroid merupakan hormon turunan kolesterol yang mengandung 27 atom
karbon dan dihasilkan oleh testis, ovarium, korteks adrenalis dan placenta. Steroid mempunyai bobot molekul sekitar 300 Da (Bischof dan Islami 2003). Hormon steroid dibagi dalam tiga kelompok di bawah ini (Nogrady 1992). 1.
Estrogen; merupakan hormon kelamin betina, diproduksi oleh ovarium, plasenta dan korteks adrenalis. Terdapat tiga tipe hormon dalam kelompok ini, yaitu estron, estradiol dan estriol.
2.
Progesteron (Gestagen); merupakan hormon kelamin betina yang menjaga kehamilan, diproduksi oleh korpus luteum dan plasenta.
3.
Testosteron; merupakan hormon kelamin jantan, diproduksi oleh testis, dan dalam jumlah yang lebih kecil oleh korteks adrenalis dan ovarium Hormon steroid merupakan turunan kolesterol, dengan struktur inti berupa
cincin siklopentana dengan nama perhydrocyclopentanophenanthrene (Gambar 3) (Dorfman dan Ungar 1965, Litwack dan Schmidt 2002).
23
Gambar 3 Kerangka inti steroid (cyclopentanoperhydrophenanthrene) (Turner dan Bagnara 1976; Litwack dan Schmidt 2002)
Hormon steroid dibentuk dari jaringan tertentu di dalam tubuh dan dibagi ke dalam dua kelas yaitu hormon adrenal dan hormon seks (testosteron, esterogen dan progesteron) (Litwack dan Schmidt 2002).
Hormon steroid
memiliki molekul yang berukuran kecil sehingga dapat masuk ke seluruh sel, tetapi hanya sel-sel sasaran yang memiliki reseptor khusus yang dapat mengikat hormon, yang selanjutnya akan terjadi sintesis protein baru.
Beberapa jenis
hormon steroid pada manusia dapat dilihat pada Tabel 4. Respon biologis dari suatu organ target terhadap suatu hormon ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya konsentrasi hormon, konsentrasi reseptor dan afinitas dari interaksi hormon reseptor. Fungsi dari reseptor adalah untuk mengenal suatu hormon tertentu di antara banyak molekul yang ditemukan dalam waktu tertentu dan setelah berikatan dengan hormonnya akan memberikan tanda-tanda yang dihasilkan oleh suatu respon biologis. Umumnya hormon ada dalam sirkulasi darah dengan konsentrasi yang sangat rendah (Schunack et al. 1990). Fungsi
androgen
adalah
menstimulasi
tahap
akhir
dari
proses
spermatogenesis, juga meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas ekskresi dari organ kelamin pelengkap, pemeliharaan dan kelamin sekunder dan sexual behaviour. Hormon steroid androgen dihasilkan oleh testis dan berfungsi dalam maskulinisasi atau pertahanan (Ganong 1995).
24
Tabel 4 Hormon steroid pada manusia* Hormon
Sekresi dari
Tanda sekresia LH
Fungsi
Progesteron
Corpus luteum
Pemeliharaan endometrium (dengan estradiol); diferensiasi kelenjar susu Wanita: Pengaturan sekresi gonadotropin pada siklus ovari; pemeliharaan endometrium (dengan progesteron); diferensiasi kelenjar susu. Pria: Inhibitor umpan negatif dari sintesis testosteron oleh sel Leydig Pria: Setelah dikonversi menjadi dihydrotestosterone (DHT), produksi protein sperma dalam sel Sertoli; karakteristik kelamin sekunder
17ß-Estradiol
Folikel ovarium; Corpus luteum; Sel Sertoli
FSH
Testosteron
Sel Leydig testis; kelenjar adrenal, Ovarium
LH
Dehydroepiandrosterone
Sel retikularis
ACTH
Pertahanan tubuh; androgen lemah; dapat diubah menjadi estrogen; pengaturan koenzim NAD+
Cortisol
Sel fasciculata
ACTH
Aldosteron
Sel glomeru-losa dari korteks adrenal
Angiotensin II/III
1,25Dihydroxyvitamin D3
Vitamin D meningkat setelah iradiasi pada sel kulit dan kemudian terbentuk hidroksilasi dalam hati dan ginjal, sehingga ada dalam bentuk hormon aktif
PTH
Adaptasi terhadap stress dengan ekspresi fenotipik seluler; peningkatan glikogen hati; pada dosis tinggi dapat membunuh sel T tertentu; meningkatkan tekanan darah Pengambilan ion natrium melalui saluran penghubung; selama stress konsentrasinya lebih tinggi; meningkatkan tekanan darah; meningkatkan volume cairan Memfasilitasi absorpsi Ca2+ dan fosfat oleh sel epitel usus; mempengaruhi protein pengikat kalsium intraseluler
* Litwack dan Schmidt (2002) a
LH: luteinizing hormone; FSH: follicle-stimulating hormone; ACTH: adrenocorticotropic hormone; PTH: parathyroid hormone
25
Androgen ada yang terbentuk secara alami seperti testosteron, 11αketotestosteron serta dihydrotestosteron dan ada pula yang disintesis seperti 17α-metiltestosteron dan testosteron propionate. Menurut (Schunack et al. 1990),
hormon
androgen
terdiri
dari
androstanedion,
androstenedion,
androstenediol dan trans-hidrosterin. Testosteron dalam kelas steroid dikenal sebagai androgen.
Dalam
sirkulasi darah, testosteron berikatan dengan α-globulin untuk ditransformasikan, 77-99% dari testosteron yang bersirkulasi terikat dengan globuli proteinnya, sisa testosteron yang bebas dapat memasuki sel target dimana suatu enzim dalam sitoplasma
dapat
merubah
testosteron
menjadi dihydrotestosteron
seterusnya dapat bereaksi dengan reseptor pada inti. reseptor
memasuki
inti
sel
dan
menstimulasi
yang
Kompleks hormon-
sintesis
RNA,
akhirnya
meningkatkan biosintesis protein (Schunack et al. 1990). Sebagai hormon steroid, testosteron merupakan hormon yang bersifat anabolik dan androgenik. Dari kedua sifat itu yang lebih menonjol adalah sifat androgenik karena sangat berpengaruh pada pertumbuhan organ reproduksi, organ seksual sekunder dan kelenjar aksesoris kelamin, sedangkan untuk sifat anabolik, berpengaruh pada pertumbuhan jaringan dan sel-sel seperti otot, eritrosit serta pertumbuhan tulang (Rath et al. 1996). Testosteron disintesis dari prekursor utamanya yaitu kolesterol (Gambar 4).
Pada tahap awal kolesterol dikonversi menjadi Δ5-Pregnenolon, yang
merupakan senyawa antara dalam sintesis semua hormon steroid.
Δ5-
Pregnenolon ini dapat diubah langsung menjadi progesteron atau menjadi 17ßestradiol dengan dehydroepiandrosterone sebagai perantara.
Selanjutnya
progesteron diubah menjadi testosteron, yang merupakan produk utama sekresi sel Leydig pada testis dan mengalami konversi menjadi dihydrotestosterone sebelum terikat oleh reseptor androgen (Litwack dan Schmidt 2002). Konversi kolesterol menjadi hormon kelamin selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5.
26
A
B
D
C
E
Gambar 4 Struktur kolesterol (A) dan hormon kelamin, B. Testosteron, C. Estron, D. Estradiol dan E. Estriol (Montgomery et al. 1993)
27
Kolesterol (C-27)
Δ5-Pregnenolon (C-21)
Dehydroepiandrosterone (DHEA)
Progesteron (C-21)
Testosteron (C-19)
17ß-Estradiol
Dihydrotestosterone
Gambar 5 Konversi kolesterol menjadi hormon kelamin (Litwack dan Schmidt 2002) Sintesis testosteron pada tubuh hewan jantan terjadi dalam suatu jaringan yang merespon androgen sehingga terbentuk metabolit androgenik yang berperan dalam pengaturan tanda-tanda seks sekunder. Dalam hal ini, hipofisa anterior mensekresi Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) dimana LH mengatur aktivitas sel-sel leydig testis dalam memproduksi testosteron, sementara FSH merangsang spermatogenesis di dalam tubuli seminiferi. Proses ini terjadi pada pejantan yang telah mencapai kematangan seksual (Litwack dan Schmidt 2002). C. Ekstraksi Steroid Ekstraksi adalah pemisahan suatu komponen dengan menggunakan pelarut (Austin 1986 seperti dikutip Heryani 2002). Ekstraksi dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu dengan metode maserasi, refluks (soxhlet) dan perkolasi. Pada metode maserasi bahan didiamkan pada suhu rendah, sedangkan pada metode refluks bahan dilarutkan dengan pelarut dan menggunakan suhu yang lebih tinggi dari suhu kamar.
28
Pelarut yang digunakan pada ekstraksi tergantung dari sifat komponen yang akan diisolasi.
Salah satu sifat yang penting dalam pemilihan pelarut
adalah sifat polaritas bahan.
Polaritas bahan harus sama dengan polaritas
pelarut agar bahan dapat larut pada pelarut yang digunakan.
Ada tiga jenis
pelarut yaitu pelarut polar (metanol, etanol dan air), pelarut semi polar (kloroform, dietil eter dan etil asetat) dan pelarut non polar (heksan, sikloheksan dan toluen) (Houghton dan Raman 1998). Beberapa penelitian telah berhasil mengekstraksi senyawa steroid dari senyawa alam dengan metode yang berbeda.
Metode yang digunakan
Touchtone dan Kasparow yang dikutip Riris (1994), berhasil diterapkan untuk mengekstraksi steroid dari kerang hijau (Riris 1994), lintah laut Discodoris sp (Ibrahim 2001), dan lintah laut Eunice siciliensis (Alwir 2001), sedangkan metode yang digunakan oleh Bahti et al. (1985) untuk mengekstraksi steroid dari daun kamboja juga telah berhasil diterapkan untuk mengekstraksi steroid dari tabat barito dengan beberapa modifikasi (Heryani 2002).
Pada metode yang
digunakan oleh Touchtone dan Kasparow (1970) dalam Riris (1994), pelarut yang digunakan adalah aseton dengan cara maserasi, sedangkan pada metode yang digunakan oleh Bahti et al. (1985), pelarut yang digunakan adalah metanol dengan menggunakan soxhlet. Metode yang digunakan oleh Stonik et al. (1998) dan Ponomarenko et al. (2001) pada ekstraksi sterol bebas dari teripang, pelarut yang digunakan adalah etanol dengan cara maserasi pada suhu ruang, kemudian dilanjutkan dengan kloroform menggunakan soxhlet. sebagai pelarut.
Ekstraksi berikutnya menggunakan aseton
Metode ekstraksi yang lain untuk mengisolasi steroid dari
teripang adalah menggunakan metanol pada suhu ruang (Moraes et al. 2004), D. Teknologi Membran
Membran adalah suatu selaput semipermeabel yang berupa lapisan tipis, dapat memisahkan dua fasa dengan menahan komponen tertentu dan melewatkan komponen lainnya melalui pori-pori (Osada dan Nakagawa 1992). Dalam teknologi pemisahan, membran adalah bahan yang dapat memisahkan dua komponen dengan cara yang spesifik yaitu menahan atau melewatkan salah satu komponen lebih cepat dari komponen lainnya (Wenten 1999).
1) Klasifikasi Membran
29
Membran dapat diklasifikasikan berdasarkan material asal, morfologi, bentuk dan fungsinya (Wenten 1999). Berdasarkan material asal, membran dibedakan menjadi dua golongan, yaitu membran alamiah dan membran sintetis. Membran alamiah merupakan membran yang terdapat pada sel tumbuhan, hewan dan manusia. Membran ini memiliki perbedaan dasar dalam struktur dan fungsi dari membran sintetis. Membran ini berfungsi untuk melindungi isi sel dari pengaruh luar dan membantu proses metabolisme organisme dengan sifat permeabelnya. Membran sintetis merupakan membran yang dibuat sesuai dengan kebutuhan dan sifatnya disesuaikan dengan membran alamiah.
Membran
sintetis dibagi lagi menjadi membran organik dan membran anorganik. Membran sintetis ada yang terbuat dari polimer seperti selulosa asetat, selulosa triasetat, polipropilen, polietilen, poliamida, polisulfon, polietersulfon, juga ada yang terbuat dari keramik, gelas dan logam (Wenten 1999). Berdasarkan morfologinya, membran dibagi menjadi dua golongan, yaitu membran asimetrik dan simetrik (Wenten 1999). Membran asimetrik merupakan suatu membran yang struktur porinya tidak seragam. Membran dengan struktur asimetrik memiliki dua lapisan yaitu: (1) lapisan penyangga atau pendukung yang memiliki ketebalan sebesar 20-100 um dan memiliki rongga pori yang makin ke bawah makin besar, (2) lapisan aktif memiliki ketebalan 0,2-1,0 µm, ukuran pori 1,0-10 µm dan memiliki pori yang rapat serta lapisan ini mengadakan kontak langsung dengan larutan. Membran asimetrik dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu membran inverse fasa dan membran komposit. Kedua membran di atas memiliki perbedaan pada jumlah membrannya, dimana membran inverse fasa terdiri dari satu jenis membran sedangkan membran komposit terdiri dari dua jenis membran dengan perbandingan tertentu. Membran simetrik merupakan suatu membran yang memiliki struktur pori yang seragam. Pembuatan membran dilakukan pada ruangan tertutup dan jenuh dengan non pelarut. Agar konsentrasi pelarut dapat berlangsung tetap maka penambahan non pelarut dilakukan selambat mungkin sehingga struktur membran yang diperoleh memiliki keseragaman dan homogen (Wenten 1999). Berdasarkan bentuknya, membran dibagi menjadi dua golongan, yaitu membran datar dan tubular (www.osmonics.com). Membran datar memiliki bentuk melebar dan penampang lintang yang besar. Beberapa macam membran datar, antara lain: (1) membran datar yang terdiri dari satu lembar, (2) membran datar bersusun, terdiri dari beberapa lembar yang disusun bertingkat dengan menempatkan pemisah di antara dua membran yang berdekatan, dan (3)
30
membran spiral bergulung, yaitu membran yang disusun bertingkat dan digulung dengan pipa sentral membentuk spiral. Membran tubular terdiri dari tiga macam, yaitu: (1) membran serat berongga (diameter < 0,5 mm), (2) membran kapiler (diameter 0,5-5,0 mm), dan (3) membran tubular (diameter > 5 mm). Berdasarkan fungsinya membran dibedakan seperti dijelaskan di bawah ini (www.osmonics.com). 1) Membran mikrofiltrasi, dimana proses pemisahan antar partikel (bakteri dan ragi) dan berfungsi untuk menyaring makromolekul > 500,000 g/mol atau partikel berukuran 0,1-10 µm. Tekanan yang digunakan 0,5-2 atm. Tekanan osmotik diabaikan dan tidak memperhitungkan adanya polarisasi konsentrasi. Membran ini memiliki struktur simetrik dan asimetrik. 2) Membran ultrafiltrasi, yaitu proses pemisahan antar molekul dan berfungsi untuk menyaring makromolekul > 5000 g/mol atau partikel berukuran 0.0010.1 µm. Tekanan yang digunakan 1,0-3,0 atm. Tekanan osmotik diabaikan dan tidak memperhitungkan adanya polarisasi konsentrasi. Membran di atas memiliki struktur asimetrik. 3) Membran nanofiltrasi, mempunyai ukuran pori sekitar 1 nm.
Banyak
diterapkan pada pemisahan garam dari air dan fraksinasi garam dan molekul yang kecil di berbagai industri. Selektif untuk partikel dengan bobot molekul 200-1000 Da. 4) Membran osmosa balik (reverse osmosis/RO), berfungsi untuk menyaring garam-garam organik > 50 g/mol atau partikel berukuran 0,0001-0,001 µm. Tekanan yang digunakan adalah antara 8,0-12,0 atm. 5) Membran dialisis, berfungsi untuk memisahkan larutan koloid yang mengandung elektrolit dengan bobot molekul kecil. Zat terlarut pada larutan yang konsentrasinya tinggi akan menembus membran kearah larutan yang konsentrasinya rendah. 6) Membran elektrodialisis, berfungsi untuk memisahkan larutan dengan membran melalui pemberian muatan listrik, atau gaya gerak listrik sebagai pendorong.
2) Filtrasi Membran Filtrasi adalah pemisahan material dengan mengalirkan umpan melalui suatu membran dimana molekul yang lebih besar akan tertahan pada permukaan membran. Proses filtrasi merupakan proses pemisahan dua atau lebih komponen dalam suatu aliran fluida. Proses ini digunakan untuk memisahkan padatan, komponen tidak terlarut dan partikel lain yang tidak dikehendaki dalam suatu
31
cairan. Proses filtrasi dengan menggunakan membran sering digunakan untuk memisahkan padatan yang tidak terlarut dalam produk cair. Proses filtrasi diklasifikasikan berdasarkan ukuran molekul dari komponen yang tertahan oleh media filter. Filtrasi dibagi menjadi dua bagian yaitu filtrasi partikel konvensional (dead-end filtration) dan proses filtrasi membran (cross-flow filtration) (Eykamp 1997). Pemisahan partikel besar yang tersuspensi berukuran lebih dari 10 μm dapat menggunakan filtrasi partikel konvensional, sedangkan untuk memisahkan zat berukuran kurang dari 10 μm menggunakan filtrasi membran (Wenten 1999). Wenten (1999) menyatakan bahwa terdapat beberapa perbedaan antara filtrasi partikel konvensional dan filtrasi membran, sebagai berikut: 1) Media filtrasi yang digunakan pada proses konvensional berstruktur terbuka dan tebal, sedangkan pada membran tergantung ukuran pori dan tipis 2) Tekanan filtrasi membran yang digunakan adalah daya pendorong untuk pemisahan dan pada filtrasi konvensional tekanan digunakan untuk mempercepat proses
3) Desain proses. Aliran umpan pada filtrasi konvensional tegak lurus media penyaring dan dilakukan pada sistem terbuka, sedangkan filtrasi membran menggunakan desain silang atau aliran tangensial dan dilakukan pada sistem tertutup.
4) Derajat pemisahan. Pada filtrasi konvensional, material yang tersuspensi dapat dipisahkan secara sempurna dari cairan.
Filtrasi membran hanya
dapat memekatkan material yang tertahan dalam jumlah kecil terhadap cairan semula.
E. Teknologi Membran pada Filtrasi Steroid Teknologi membran telah digunakan dalam proses penanganan air limbah yang mengandung hormon steroid. Hasil penelitian Nghiem et al. (2002) dan Schaefer et al. (2003) menunjukkan bahwa membran nanofiltrasi dan RO dapat digunakan untuk memisahkan estron dari air limbah. Pada penanganan air limbah secara konvensional masih dihasilkan air yang mengandung estrogen.
Konsentrasi steroid estrogen yang terdapat pada
32
air olahan (secondary effluent) ini masih cukup berbahaya bagi organisme perairan, khususnya ikan (Johnson dan Sumpter 2001 yang dikutip Nghiem et al. 2002).
Steroid yang terdapat pada air limbah tersebut berasal dari air limbah
rumah sakit dan air limbah rumah tangga. Steroid pada air limbah ini umumnya disebut endocrine disrupters, karena steroid tersebut dapat masuk dalam sistem endokrin dan menyerupai hormon, sehingga dapat memicu atau menghambat reseptor. Hal ini dapat mengganggu respon hormon pada manusia dan hewan (Nghiem et al. 2002). Oleh karena itu, diperlukan teknologi yang lebih baik untuk memenuhi persyaratan yang ketat dalam penanganan air limbah, seperti penggunaan membran nanofiltrasi dan RO untuk menghilangkan steroid estrogen dari air limbah. F. Ayam sebagai Hewan Percobaan Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dimanfaatkan sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik (Malole dan Pramono 1989).
Ayam
merupakan salah satu hewan yang sering digunakan dalam percobaan aprodisiaka. Ha lini disebabkan ayam jantan memberikan respon yang sangat cepat terhadap perlakuan hormon testosteron, selain itu ayam juga merupakan hewan yang cepat berkembang, mudah dipelihara dalam jumlah banyak serta sifat anatomis dan fisiologisnya terkarakterisasi dengan baik. Pubertas atau dewasa kelamin merupakan suatu periode dalam kehidupan makhluk jantan dan betina, dimana proses-proses reproduksi mulai berlangsung (Hafez 1992).
Periode tersebut ditandai dengan kemampuan
hewan untuk memproduksi benih pertama kali dan kemampuan untuk melakukan perkembangbiakan. Birahi merupakan kegiatan fisiologis pada hewan yang dimanifestasikan dengan munculnya gejala keinginan untuk melakukan aktivitas kawin.
Pada
hewan betina, pada kondisi birahi, folikel akan tumbuh dan berkembang menjadi folikel de Graf dan ovum mengalami perubahan-perubahan ke arah pematangan. Estradiol yang dihasilkan oleh folikel tersebut menyebabkan perubahan pada saluran reproduksi (Tolihere 1981). Pada hewan jantan kondisi birahi dipengaruhi oleh hormon jantan atau androgen terutama testosteron. Hormon tersebut dihasilkan oleh organ kelamin primer yaitu testis, yang juga memproduksi spermatozoa. Organ testis terdiri dari
33
tubulus seminiferus dan sel-sel interstitial seperti sel Leydig. Sel Leydig berperan dalam biosintesa hormon testosteron, sehingga memungkinkan berlangsungnya proses spermatogenesis di dalam testis (Turner dan Bagnara 1976). Hormon testosteron dapat menginduksi peningkatan anabolisme protein pada jaringan tubuh.
Selain mempengaruhi kondisi birahi, jika plasma
testosteron cukup dalam tubuh, maka daya retensi nitrogen sebagai protein tetap berlangsung sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan bobot organ tubuh (McDonald 1980). Hasil penelitian Riani (1990) menunjukkan bahwa pemberian hormon metil testosteron dan ekstrak gonad jantan ikan mas pada anak ayam jantan yang berusia tujuh hari, memperlihatkan munculnya ciri-ciri seksual sekunder yang sangat dini, berupa munculnya jengger, munculnya taji pada kaki serta munculnya sifat-sifat kejantanan seperti suara berkokok dan munculnya keinginan untuk berlaga. G. Aprodisiaka Aprodisiaka (aphrodisiac) berasal dari bahasa Yunani, Aphrodite yaitu salah satu nama dewa dalam kepercayaan Yunani, Dewi Cinta.
Aprodisiaka
adalah bahan, baik berupa obat ataupun makanan yang dapat meningkatkan gairah seksual atau merangsang libido (Wikipedia 2004). Walker dalam Smith (2006) menyebut makanan sehat yang dapat meningkatkan libido di atas dengan ‘nutridisiac’. Aprodisiaka dalam tubuh dapat menyebabkan pelebaran pembuluh darah atau
bersifat
vasodilator,
sehingga
terjadi
pembendungan
darah
yang
menyebabkan rangsangan lebih baik. Testosteron sebagai hormon steroid dapat dijadikan bahan aktif aprodisiaka pada laki-laki.
Di dalam tubuh manusia,
hormon steroid tersebut selain mengatur pertumbuhan organ kelamin juga dapat meningkatkan libido. Schoeder et al. (2003) menyatakan bahwa pemberian hormon jantan atau androgen yaitu testosteron juga dapat meningkatkan kekuatan dan massa otot. Kadar testosteron dalam tubuh menurun seiring dengan pertambahan usia. Pemberian testosteron pada laki-laki lanjut usia juga dapat meningkatkan kekuatan otot, hal ini karena pemberian testosteron dapat meningkatkan sintesis protein otot rangka (Urban et al. 1995). Saat ini telah dikenal beberapa sumber penghasil senyawa alami yang dapat dijadikan sebagai aprodisiaka, baik dari tumbuhan maupun hewan seperti ginseng dan kuda laut. Ginseng merupakan salah satu tumbuhan yang sejak
34
lebih dari 2000 tahun digunakan dalam pengobatan Cina. Selain dimanfaatkan sebagai tonik, komponen aktif ginseng juga bermanfaat sebagai antikanker, antiaging, dan anti-stress.
Hal ini karena ginseng mengandung ginsenoside,
polisakarida, peptida, polyacetylenic alcohol dan asam lemak (Gillis 1997 yang dikutip Lee et al. 2003). Selain tanaman obat, beberapa hewan laut juga digunakan sebagai aprodisiaka, diantaranya adalah kuda laut dan kerang. Minyak kura-kura atau yang biasa disebut minyak bulus juga dapat digunakan sebagai aprodisiaka (Hilterman dan Goverse 2005).
35
3. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Desember 2004 bertempat di Laboratorium Pengawasan Mutu, TIP-IPB; Balai Pengkajian Bioteknologi, Puspiptek-BPPT Serpong; Laboratorium Biokimia, THP-IPB; Laboratorium Biokimia, TPG-IPB; Laboratorium Terpadu, FKH-IPB; Kandang Percobaan, Fakultas Peternakan-IPB. Pada bulan Agustus sampai Oktober 2005 penelitian dilanjutkan di Institute of Marine Biotechnology-Greifswald, Jerman.
B. Bahan dan Alat Sampel yang digunakan adalah teripang yang didapat dari Balai Budidaya Laut (BBL), Lampung dan anak ayam jantan strain Ross 308 dengan nama dagang “Jumbo 747” dari PT. Cibadak Indah Sari Farm, Leuwiliang untuk bioassay. Bahanbahan lain yang digunakan adalah bahan-bahan untuk analisis kadar N, kadar lemak, testosteron dan kolesterol. Peralatan yang digunakan adalah membran nanofiltrasi dengan ukuran 1000 Da yang ada di Laboratorium Bioteknologi, Puspiptek, Serpong, Kromatografi Lapis Tipis (Thin Layer Chromatography/TLC), High Performance Liquid Chromatography (HPLC), water bath, sentrifuge, pH-meter, milimeter skrup dan peralatan gelas.
C. Prosedur Penelitian 1) Ekstraksi Steroid Ekstraksi steroid dilakukan berdasarkan metode yang dilaporkan oleh Touchstone dan Kasparow (1970) yang dikutip Riris (1994).
Sebanyak 20 g
daging atau jeroan teripang dalam kondisi beku dan kering yang telah dihomogenkan diblender, ditambahkan 45 ml aseton dingin, kemudian disimpan selama 24 jam dalam ruang dingin. Selanjutnya disentrifugasi pada 5000 rpm selama 15 menit. Endapan yang diperoleh dipisahkan dari fase cairnya. Fase cairnya kemudian diuapkan dalam penangas air (water bath) pada suhu 40oC. Residu yang diperoleh diekstraksi dua kali dalam larutan etil asetat, kloroform dan air (1:1:1) dengan menggunakan corong pemisah sehingga terbentuk dua lapisan. Pelarut pengekstrak kemudian diuapkan pada penangas air pada suhu 40oC.
Ekstrak tersebut kemudian digunakan untuk identifikasi keberadaan
steroid, fraksinasi dengan TLC dan filtrasi membran serta bioassay.
2) Identifikasi Keberadaan Steroid Identifikasi steroid dalam teripang dilakukan dengan uji LiebermanBurchard yaitu dengan penambahan beberapa tetes asam asetat anhidrat
36
dan 0,5 ml khloroform pada ekstrak teripang, kemudian diaduk. Selanjutnya ditambahkan satu tetes asam sulfat pekat. Jika terbentuk warna hijau berarti ekstrak tersebut mengandung steroid (Cook 1958; Bahti et al. 1983; Harborne 1987). Pemisahan steroid dilakukan dengan teknik TLC. Prosedur kerjanya adalah sebagai berikut: 1. Sampel, beberapa fraksi standar dan lempeng tipis silika gel 60 F254 katalog Art 5554 dengan ukuran panjang 10 cm dan lebar 5 cm disiapkan. Sampel dan semua fraksi standar diambil sedikit (0,35 g) kemudian dilarutkan kedalam 1,5 ml khloroform. 2. Eluen yang digunakan adalah etanol dan kloroform dengan perbandingan 3 : 7. Eluen dimasukkan ke dalam tabung kromatografi hingga 2 cm tingginya dari dasar tabung dan diletakkan dengan kertas saring kemudian ditutup rapat agar jenuh dengan uap eluen. 3. Larutan ekstrak sampel diteteskan dengan pipa kapiler pada lempeng silika gel. Penetesan dilakukan pada jarak 1 cm dari salah satu ujung lempeng tersebut. Di lain tempat diteteskan juga beberapa standar steroid yang disediakan. 4. Ujung lempeng yang terdekat pada tempat penetesan dicelupkan ke dalam tabung kromatografi yang sudah jenuh dengan eluen.
Kemudian ditutup
rapat dan dibiarkan pelarut naik sampai batas yang ditentukan. 5. Setelah dielusi pada batas tertentu, lempeng tersebut diangkat dan selanjutnya dikeringkan dalam oven selama beberapa menit. 6. Lempeng langsung dideteksi dengan sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.
3) Filtrasi Steroid dengan Membran Nanofiltrasi Ekstrak teripang yang didapat selanjutnya difiltrasi dengan membran nanofiltrasi yang mempunyai selektivitas untuk steroid. Permeat yang dihasilkan merupakan bioaktif target kemudian diamati kemurniannya secara kualitatif dengan uji Liebermann-Burchard. 4) Pengukuran Kadar Testosteron dan Kolesterol dari Serum Darah Pengukuran kadar testosteron dan kolesterol dalam serum darah anak ayam jantan dilakukan dengan menggunakan High Performance Liquid
37
Chromatography (HPLC).
Prosedur pengukuran dilakukan seperti berikut ini
(Kurečková et al. 2002). Prinsip prosedurnya didasarkan pada deteksi testosteron dan kolesterol sampel pada panjang gelombang 240-242 nm.
Analisis dilakukan dengan
menggunakan sistem HPLC yang terdiri dari beberapa peralatan, seperti: pompa LCP 4000 Ecom bertekanan tinggi (Praha, Republik Cekoslovakia), gradient programmer GP 5 Ecom, kolom pengaman C18, 4 mm L x 3 mm I.D. Phenomenex (Torrance, CA, USA). Prosedur pengukuran selengkapnya adalah sebagai berikut: 1. Dipersiapkan kolom HPLC analitik 125 x 4 mm dengan LiChrospher 100 RP18e 5 µm (Merck) dengan detektor UV pada panjang gelombang 240-242 nm. 2. Dipersiapkan tabung ke-A, B, C, D, E dan F serta duplonya untuk sampel serum darah yang akan dianalisis. 3. Dipipet 50 μl dari setiap sampel ke dalam tabung sampel yang telah ditentukan (sampel pertama ke dalam tabung pertama, sampel kedua ke dalam tabung kedua dan seterusnya). Masing-masing duplo. 4. Sebanyak 20 µl dari masing-masing sampel diinjeksikan. 5. Laju alir fase gerak adalah 0,7 ml/menit dan pemisahan dicapai dengan menggunakan gradien pemisah (sequence), yaitu pelarut yang digunakan adalah metanol-air dengan komposisi yang diatur dari 45:55 (v/v) sampai 85:15 (v/v) selama 15 menit. 6. Steroid dideteksi pada panjang gelombang 240 nm dan 242 nm.
5) Analisis Kadar N Bahan Contoh (Bubuk Teripang dan Feses) Analisis kadar N dilakukan dengan metoda makro-kjeldahl (Sudarmadji et al. 1984). Satu gram contoh (=x) ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu destruksi dan ditambahkan sebanyak 6 gram katalis (campuran selen) serta 25 ml H2SO4 pekat (teknis) dan dicampur sampai homogen. Campuran tersebut dipanaskan (mulai dengan nyala kecil) diatas nyala pembakar bunsen di dalam lemari asam. Bila tidak berbuih lagi, barulah nyala diperbesar. Sampel terus didestruksi hingga larutan jernih dan berwarna hijau.
38
Setelah itu labu destruksi didinginkan dan larutan dimasukkan ke dalam labu penyuling dan diencerkan dengan 300 ml air.
Selanjutnya ditambah
beberapa butir batu didih dan larutan dijadikan basa dengan menambahkan kirakira 100 ml NaOH 33%, labu dipasang dengan cepat ke alat penyuling. Sulingan (NH3 dan air) ditangkap dalam satu labu erlenmeyer yang terlebih dahulu telah diberi sejumlah H2SO4 dengan titrasi tetentu (misalnya 0,3 N) yang jumlahnya tergantung pada banyaknya N yang terikat dan 2 tetes indikator campuran. Penyulingan diteruskan, hingga semua N dari cairan tertangkap oleh H2SO4 yang ada dalam labu erlenmeyer (bila 2/3 dari cairan dalam labu penyuling telah menguap). Labu erlenmeyer berisi sulingan diambil dan dititar kembali dengan standar NaOH dengan titar tertentu (0,1 N) = Z ml. Perubahan warna dari biru ke hijau menandakan titik akhir. Selanjutnya nilai titar dibandingkan dengan titar blanko = Y ml. Kadar N =
( Y – Z ) x titar x 0,014 x 6.25
x 100%
Z
6) Analisis Serapan N pada Anak Ayam Analisis serapan N pada anak ayam dilakukan dengan metode makrokjeldahl (Sudarmadji et al. 1984). Sebelumnya ayam dipuasakan selama 12 jam. Pakan yang akan diberikan ditimbang dahulu.
Pakan ini diberikan untuk
konsumsi selama 24 jam. Selama 24 jam tersebut fesesnya ditampung, kemudian ditimbang. Dilakukan pengeringan dengan oven, kemudian digerus. Jumlah N yang terdapat dalam feses tersebut dianalisis seperti cara di atas. Serapan N =
%N Pakan - % N Feses
x 100%
% N Pakan
7) Analisis Kadar Lemak pada Bubuk Teripang Analisis kadar lemak dilakukan dengan metode yang dilaporkan oleh Sudarmadji et al. (1984).
Labu penyari dengan beberapa butir batu didih di
dalamnya, dikeringkan dalam alat pengering pada suhu 105-110ºC selama 1 jam. Selanjutnya labu penyari didinginkan dalam eksikator, kemudian ditimbang = a gram. Ditimbang sebanyak 5 gram contoh = X gram (banyak sedikitnya contoh yang ditimbang tergantung pada kadar lemak bahannya) lalu dimasukkan
39
ke dalam selongsong penyari (dapat juga digunakan kertas saring yang dibuat seperti kantong yang ditutup dengan kapas yang tidak berlemak). Selongsong penyari dimasukkan ke dalam alat soxhlet dan diekstrak dengan eter minyak tanah, etil eter atau kloroform di atas penangas air (water bath). Setelah ekstraksi selesai (24-48 jam sampai eter minyak tanah di dalam soxhlet jernih) labu penyari dibuka dan dikeringkan untuk menghilangkan eter minyak tanah secepat mungkin. Kemudian labu penyari dikeringkan dalam alat pengering pada suhu 105-1100C selama 1 jam. Selanjutnya labu penyari didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Pekerjaan mengeringkan dan menimbang diulangi, hingga tercapai bobot yang tetap (b gram). Perhitungan kadar lemak =
b
- a
x 100%
X
8) Karakterisasi Senyawa Steroid dari Ekstrak Teripang Karakteristik ekstrak steroid dari teripang yang diamati adalah warna, derajat keasaman (pH), kelarutan, stabilitas, antibakteri dan antifungi. Warna ekstrak diamati secara visual dan pH diukur dengan menggunakan pH-meter. Kelarutan ekstrak steroid diamati dengan menggunakan pelarut aseton, etil asetat, kloroform, metanol dan air. Pengujian stabilitas ekstrak steroid dari teripang dilakukan berdasarkan aktivitas antibakterinya setelah penyimpanan selama 10 bulan pada temperatur + 10oC. Pengujian aktivitas antibakteri dan antifungi dijelaskan seperti di bawah ini sebagaimana metode yang digunakan oleh Institute of Marine Biotechnology, Greifswald-Jerman. a. Antibakteri Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar (agar diffusion assay). Biakan bakteri uji diambil sebanyak dua ose kemudian disuspensikan pada larutan buffer sebanyak 2 ml. Sebanyak 200 µl dari suspensi bakteri uji tersebut dimasukkan ke dalam 20 ml media agar yang masih cair lalu digoyang secara perlahan agar homogen. Selanjutnya media agar tersebut dituangkan ke dalam cawan petri yang steril dan dibiarkan pada suhu kamar dalam keadaan aseptik sampai media agar membeku. Setelah agar membeku, diletakkan di atasnya paper disc yang telah ditetesi ekstrak steroid. Paper disc yang digunakan berdiameter 6 mm. Media agar yang telah membeku kemudian disimpan di refrigerator selama dua jam dengan posisi terbalik. Selanjutnya media agar diinkubasi selama 18 jam pada suhu 37oC dengan posisi terbalik. Setelah diinkubasi aktivitas bakteri dapat diamati yaitu dengan mengukur diameter hambatan yang terbentuk di sekeliling paper disc. Besarnya diameter hambatan yang terbentuk diukur dalam mili meter.
40
b. Antifungi (antikapang) Fungus (kapang) yang digunakan dalam uji aktivitas antikapang adalah Candida maltosa. Pengujian aktivitas antikapang dilakukan sebagaimana pengujian aktivitas antibakteri, hanya saja inkubasi dilakukan pada posisi tidak terbalik. 9) Uji Aktivitas Biologis/Bioassay pada Anak Ayam Jantan (Alwir 2001) Sebelum perlakuan, anak ayam jantan divaksinasi ND (New Castle Disease) secara tetes hidung dan ditimbang bobot badannya kemudian diukur panjang, lebar dan tinggi jengger. Anak ayam jantan diletakkan dalam kandang percobaan yang dilengkapi dengan lampu listrik 25 watt. Sebelum perlakuan, anak ayam jantan dibiarkan beradaptasi di dalam kandang selama seminggu. Dalam setiap kandang terdapat enam ekor anak ayam jantan yang masingmasing mendapat perlakuan yang sama. Pemberian perlakuan ekstrak steroid dan kontrol pada anak ayam jantan dilakukan secara oral setiap hari selama 18 hari pengamatan dimulai dari umur 10 hingga 27 hari. Selama beradaptasi dan pemberian pakan, masing-masing anak ayam diberi ransum yang sama dan air minum secara ad libitum (tidak terbatas). Pemberian ransum bebas sterol dan air minum ini dilakukan dengan cara menaruhnya dalam tempat-tempat yang diikatkan dalam kandang. Setiap hari anak ayam jantan ditimbang bobot badannya dan tiap dua hari sekali diukur panjang, lebar dan tinggi jenggernya. Proses pengukuran jengger hewan percobaan dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada hari ke-28 hingga ke-30 dilakukan pengamatan serapan N, dimana dua ekor anak ayam dari masing-masing perlakuan ditempatkan secara terpisah pada kandang yang dilengkapi dengan alas untuk menampung feses anak ayam tersebut. Pada hari ke-31, anak ayam disembelih dan diambil darahnya dari leher. Selanjutnya anak ayam dibedah dan diambil jengger, hati, limpa, bursa fabrisius dan testisnya, kemudian ditimbang. Serum darah dipersiapkan untuk pengukuran kadar kolesterol dan testosteron.
Secara garis besar, kerangka
kerja penelitian yang dilakukan diperlihatkan pada Gambar 6 berikut ini.
41
Teripang
Pemisahan Bagianbagian Teripang
Daging
Jeroan
Homogenisasi
Aseton
Ekstraksi I o ( suhu 4 C, 24jam)
Sentrifugasi o (5.000 rpm, suhu 4 C, 15 menit)
Presipitat
Supernatan (Diuapkan)
Kloroform, etil asetat, air (1:1:1)
Ekstraksi II (suhu 4oC, 24 jam)
Ekstrak (Fase bawah)
Bioassay
TLC/HPLC
Rafinat (Fase atas)
Filtrasi membran NF (1000 Da)
Gambar 6 Kerangka kerja penelitian (Modifikasi dari Alwir 2001)
42
D. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan pada tahap bioassay adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam perlakuan dan enam ulangan, dimana hewan uji yang digunakan adalah 36 ekor anak ayam jantan yang dianggap homogen.
Model matematis rancangan percobaan tersebut adalah
seperti di bawah ini (Steel dan Torrie 1995). Yij = µ + Pi + εij Keterangan: Yij
= Nilai pengamatan (respon) dari faktor perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ
= Nilai rata-rata yang sesungguhnya
Pi
= Pengaruh perlakuan ke-i
εij
= Pengaruh galat pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Percobaan dirancang untuk mendapatkan data pengaruh senyawa steroid
teripang terhadap bobot badan, serapan N, bobot testis, limpa, hati, kadar kolesterol dan trigliserida darah anak ayam jantan. Perlakuan yang dicobakan dijelaskan seperti di bawah ini (Modifikasi dari Alwir 2001). 1.
Pemberian ransum basal tanpa senyawa steroid dan dicekok 0,5 ml minyak jagung sebagai kontrol negatif setiap hari sekali
2.
Pemberian ransum basal dan dicekok 0,5 ml senyawa steroid teripang kering (ekstrak kasar) yang konsentrasinya 0,4 g/ml setiap hari sekali
3.
Pemberian ransum basal dan dicekok 0,5 ml senyawa steroid teripang basah (ekstrak kasar) yang konsentrasinya 0,4 g/ml setiap hari sekali
4.
Pemberian ransum basal dan dicekok 0,5 ml metil testosteron (Argent Laboratories Inc.) dengan konsentrasi 0,4 mg/ml setiap hari sekali sebagai kontrol positif (a)
5.
Pemberian ransum basal dan dicekok 0,5 ml aprodisiaka komersial (Levitra) dengan konsentrasi 0,4 mg/ml setiap hari sekali sebagai kontrol positif (b)
6.
Pemberian ransum basal dan dicekok 0,5 ml tepung teripang kering yang konsentrasinya 1 g/ml setiap hari sekali. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA (analysis of variance).
Jika terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil, yaitu untuk mengetahui perbedaan masing-masing perlakuan.
43
4. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Bahan Baku Teripang yang digunakan dalam penelitian ini adalah teripang pasir (Holothuria scabra) yang diperoleh dari Balai Budidaya Laut (BBL), Lampung. Teripang tersebut yaitu sebanyak 123 ekor merupakan hasil tangkapan dari alam, yakni perairan Teluk Lampung (Gambar 7).
Umur teripang yang
digunakan menurut peneliti BBL diperkirakan berkisar antara 1,5-2 tahun. Secara ringkas karakteristik teripang yang digunakan untuk penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.
Gambar 7 Teripang pasir yang digunakan dalam penelitian Tabel 5 Karakteristik teripang dari perairan Teluk Lampung Karakteristik Bentuk tubuh Warna Umur (tahun) Bobot (g) Panjang (cm)
Deskripsi Bulat panjang dengan permukaan tubuh kasar Abu-abu sampai kehitaman dengan garis melintang berwarna hitam 1,5-2 124,55-136,52 18,85-20,86
Proporsi antara daging dan jeroan adalah 2,6:1 (b/b).
Proporsi bobot
kering dan bobot basah (segar beku) daging teripang adalah 1:6, sedangkan proporsi bobot kering dan bobot basah jeroan teripang adalah 1:15.
44
B. Analisa Proksimat Daging dan Jeroan Teripang Hasil analisa proksimat pada daging teripang, baik daging segar maupun kering disajikan pada Tabel 6 berikut ini.
Analisa proksimat dilakukan untuk
mengetahui kandungan protein, lemak, air dan abu. Tabel 6 Hasil analisa proksimat daging dan jeroan teripang Komponen Protein Lemak Air Abu
Daging basah 8,37+0,77 0,87+0,01 80,72+0,22 9,18+0,50
Kandungan (%) Daging kering 34,13+5,62 2,17+0,03 3,07+0,03 42,57+0,65
Jeroan kering 2,39+0,10 1,52+0,01 2,93+0,02 53,87+0,07
Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa kandungan protein daging teripang tergolong sedang, yaitu mencapai 8,37 % (dengan kadar air 80,72 %) dan 34,13 % untuk daging kering.
Hasil analisa tersebut menunjukkan bahwa teripang
termasuk hasil perikanan berprotein sedang dan rendah lemak (kurang dari 5 %). Kandungan protein hasil perikanan umumnya mencapai 15-25 % dari total bobot daging (dengan kadar air 70-85 %) (Nurjanah et al. 2004). C. Ekstraksi Steroid Pemilihan aseton sebagai pelarut dalam ekstraksi mengacu pada metode yang digunakan oleh Touchtone dan Kasparow (1970) seperti dikutip Riris (1994). Namun demikian, karena bahan baku yang digunakan berbeda, yaitu antara kerang hijau dan teripang, maka memungkinkan steroid yang terkandung juga memiliki karakteristik yang berbeda. Oleh karena itu, selain aseton juga digunakan metanol dan air (pelarut polar), kloroform dan etil asetat (pelarut semi polar) serta heksan (pelarut non polar). Hasil pemilihan jenis pelarut tersebut menunjukkan bahwa secara kualitatif (visual) ekstrak aseton lebih banyak mengandung steroid dibanding dengan ekstrak-ekstrak lainnya (Gambar 8).
45
A
B
C
D
E
Gambar 8 Perbandingan kualitatif kandungan steroid pada ekstrak aseton (A dan B), metanol (C), heksan (D) dan etil asetat (E) Ekstraksi steroid selanjutnya dilakukan berdasarkan metode yang dilaporkan oleh Touchstone dan Kasparow (1970) seperti dikutip Riris (1994). Hasil ekstraksi dari 1 kg daging teripang kering diperoleh ekstrak kasar 8,16 g; dari 1 kg daging teripang basah diperoleh ekstrak kasar 12,96 g, sedangkan ekstrak kasar dari 1 kg jeroan kering diperoleh 17,96 g dan dari 1 kg jeroan basah diperoleh 21,28 g. Rendemen yang diperoleh dari proses ekstraksi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Rendemen ekstraksi steroid dari teripang pasir Bahan (1 kg) Daging kering Jeroan kering Daging basah Jeroan basah
Rendemen ekstrak kasar (g) 8,16+0,07 17,96+0,11 12,96+0,40 21,28+1,19
Persentase (%) 0,816 1,796 1,296 2,128
Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa daging dan jeroan teripang basah lebih banyak mengandung steroid dibandingkan sampel kering.
Data ini
diperkuat dengan hasil analisis kadar testosteron pada ekstrak teripang dengan HPLC.
Daging teripang basah mengandung testosteron 4,890 ppm, daging
kering 4,347 ppm, jeroan kering 5,388 ppm dan jeroan basah 6,124 ppm. Hal ini diduga karena sebagian senyawa steroid dalam sampel mengalami kerusakan
46
selama proses pengeringan yang diakibatkan oleh aktivitas bakteri.
Hal ini
sesuai dengan pernyataan Litwack (2006) yang menyebutkan bahwa senyawa steroid dapat terdegradasi karena proses enzimatis yang disebabkan oleh bakteri. Dalam hal ini bakteri diduga tumbuh dan berkembang selama proses pengeringan daging dan jeroan teripang berlangsung. Pada proses pengeringan jeroan, sejumlah bakteri juga berasal dari alat pencernaan. Kandungan steroid yang cukup tinggi (2,13 %) pada jeroan teripang basah merupakan bukti bahwa jeroan tersebut mempunyai nilai manfaat yang selama ini diabaikan. Dengan demikian, jeroan dari industri pengolahan teripang yang selama ini dibuang dapat dimanfaatkan sebagai sumber steroid sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dari teripang tersebut. D. Identifikasi dan Karakterisasi Steroid Hasil Ekstraksi Identifikasi keberadaan steroid dilakukan pada daging dan jeroan teripang. Sampel yang diuji adalah daging dan jeroan dalam keadaan segar (beku) dan kering. Uji yang dilakukan ini merupakan uji kualitatif steroid dalam daging dan jeroan teripang. 1) Uji Warna Hasil uji warna steroid dalam daging dan jeroan teripang yang dilakukan dengan uji Lieberman-Burchard menunjukkan bahwa ekstrak kasar daging dan jeroan teripang positif mengandung steroid.
Hal ini ditunjukkan dengan
terbentuknya warna hijau pada saat titrasi dengan asam sulfat pekat. Hasil uji warna tersebut dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini. Tabel 8 Hasil identifikasi keberadaan steroid dalam teripang Sampel
Kualitatif*
Daging basah
+
Daging kering
+
Jeroan basah
+++
Jeroan kering
++
* Jumlah tanda (+) menunjukkan intensitas warna hijau
Tabel 8 menunjukkan bahwa secara kualitatif (visual) jeroan basah mempunyai kandungan senyawa steroid yang lebih banyak dibandingkan dengan steroid pada jeroan kering dan daging basah serta daging kering.
Jeroan
teripang lebih banyak mengandung steroid dibandingkan dengan dagingnya. Hal
47
ini terkait dengan keberadaan testis sebagai penghasil utama hormon steroid di dalam jeroan.
2) Kromatografi Lapis Tipis/KLT (Thin Layer Chromatography/TLC) Fraksinasi dengan menggunakan TLC dan pengamatan dengan sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm mendapatkan enam fraksi dengan nilai Rf (Retardation factor) 0,61; 0,68; 0,71; 0,83; 0,91 dan 0,96. Nilai-nilai Rf tersebut menunjukkan bahwa ekstrak teripang diantaranya mengandung testosteron dan kolesterol dengan Rf secara berurutan 0,91 dan 0,96 (Tabel 9). Tabel 9 Nilai Rf dari ekstrak teripang dan standar Sampel Ekstrak daging kering Ekstrak jeroan basah Ekstrak jeroan kering Testosteron Kolesterol * Alwir (2001)
Rf 0,61; 0,68; 0,83; 0,91 dan 0,96 0,83; 0,91 dan 0,96 0,61; 0,71; 0,91 dan 0,96 0,91* 0,96*
Hasil fraksinasi pada Tabel 9 di atas juga menunjukkan bahwa ekstrak teripang selain mengandung testosteron dan kolesterol, juga mengandung senyawa lain yaitu dengan Rf 0,61; 0,68; 0,71 dan 0,83.
Senyawa-senyawa ini
diduga sebagai senyawa aktif yang memiliki kemampuan sebagai antibiotik, antiinflamasi atau antikanker. 3) Karakteristik Steroid Teripang Karakteristik ekstrak steroid dari teripang selain aktivitas biologisnya (androgenik) pada anak ayam jantan adalah sebagai berikut: a. Warna; warna ekstrak teripang berbeda antara ekstrak yang didapat dari daging dengan jeroan. Ekstrak daging teripang berwarna putih kehijauan, sedangkan ekstrak jeroan berwarna putih kecoklatan. b. Derajat keasaman (pH); pH ekstrak cenderung netral, yaitu pada kisaran 7,3-7,6. c. Kelarutan; senyawa steroid teripang lebih larut dalam pelarut bipolar (aseton), dibanding pada pelarut polar (air dan metanol) dan pelarut non polar (diklorometan/DCM). d. Stabilitas; secara kualitatif senyawa aktif pada ekstrak teripang tetap stabil setelah penyimpanan selama 10 bulan pada suhu rendah (+ -10oC). Stabilitas senyawa aktif tersebut diketahui dengan agar diffusion assay
48
yang menunjukkan bahwa ekstrak tersebut masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji (Staphylococcus aureus). e. Antibakteri; screening dengan bakteri uji menunjukkan bahwa ekstrak teripang bersifat antibakteri terhadap Staphylococcus aureus (bakteri gram positif).
Diameter zona bening yang terbentuk sebesar 14 mm.
Hasil uji menunjukkan bahwa ekstrak teripang tidak menghambat pertumbuhan E. coli, dan Pseudomonas aeruginosa (keduanya bakteri gram negatif). Hal ini menunjukkan bahwa senyawa steroid dari teripang mampu menghambat pertumbuhan bakteri gram positif tetapi tidak pada bakteri gram negatif. f.
Antikapang; ekstrak teripang bersifat menghambat pertumbuhan Candida maltosa.
Agar diffusion assay dengan ekstrak kasar (ekstrak aseton)
sebanyak 2 mg menghasilkan zona bening pada pertumbuhan C. maltosa dengan
diameter
15
mm,
sedangkan
ekstrak
metanol
hanya
menghasilkan zona bening sebesar 8 mm (Gambar 9). Hasil bioassay ini menunjukkan bahwa senyawa steroid dari teripang, selain mempunyai aktivitas
biologis
sebagai
aprodisiaka
juga
dapat
menghambat
pertumbuhan kapang.
15 mm
A
B 8 mm
Gambar 9 Agar diffusion assay pada C. maltosa A. Ekstrak aseton, B. Ekstrak metanol
E. Purifikasi Awal dengan Membran Nanofiltrasi
49
Senyawa steroid mempunyai bobot molekul sekitar 300 Da (Bischof dan Islami 2003). Bobot molekul ini cenderung sangat kecil dibandingkan dengan bobot molekul hormon dari golongan protein, yaitu lebih dari 5000 Da. Untuk proses purifikasi senyawa dengan bobot molekul kecil ini umumnya digunakan kromatografi kolom.
Metode ini telah lama digunakan dan cukup
efektif untuk memurnikan senyawa target. Namun metode ini sulit dipraktekkan pada skala yang lebih besar.
Oleh karena itu pada penelitian ini digunakan
membran nanofiltrasi dengan molecular weight cut-off (MWCO) sebesar 1000 Da (Gambar 10).
Penentuan ukuran membran nanofiltrasi yang digunakan ini
didasarkan pada bobot molekul steroid, yaitu sekitar 300 Da. Pertimbangan lain adalah untuk mengurangi potensi terjadinya retensi adsorpsi steroid pada membran (Schäfer et al. 2003).
Dengan demikian diharapkan terjadinya
penyumbatan (fouling) selama proses filtrasi dapat diminimalkan.
Dengan
spesifikasi membran nanofiltrasi ini maka senyawa steroid target didapat sebagai permeat, sedangkan senyawa pengotor sebagai retentat (yang tertahan).
Gambar 10 Proses filtrasi dengan menggunakan membran nanofiltrasi Pelarut yang digunakan dalam proses filtrasi ini sama dengan pelarut untuk proses ekstraksi, yaitu aseton. Aseton merupakan pelarut organik, karena itu membran yang digunakan adalah membran keramik. Penggunaan membran non keramik, misalnya membran polimer organik seperti selulose asetat, akan menyebabkan partikel membran terlarut.
Oleh karena itu, penentuan jenis
50
membran yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis pelarut yang digunakan. Proses filtrasi senyawa steroid ini dilakukan dengan tekanan 1,5 bar dan laju alir permeat 0,05 ml/dt untuk ekstrak dari daging teripang dan 0,08 ml/dt untuk ekstrak dari jeroan.
Setelah proses filtrasi warna larutan permeat baik
ekstrak dari daging maupun dari jeroan menunjukkan intensitas warna kuning kehijauan yang sama (Gambar 11).
A
B
Gambar 11 A. Ekstrak sebelum proses filtrasi, B. Permeat setelah proses filtrasi Selama proses filtrasi, pada larutan terbentuk busa yang cukup banyak (Gambar 12). Hal ini menunjukkan bahwa larutan tersebut mengandung saponin. Banyak peneliti terdahulu yang menyatakan bahwa teripang mengandung senyawa steroid saponin, diantaranya aktif sebagai antibakteri dan anti-inflamasi, serta cytotoxic (Idid et al. 2001; Popov 2002; Jha dan Zi-rong 2004).
51
Gambar 12 Busa terbentuk selama proses filtrasi
F. Bioassay pada Anak Ayam Jantan Bioassay dengan menggunakan anak ayam jantan bertujuan untuk mengetahui aktivitas biologis senyawa steroid dalam ekstrak teripang sebagai aprodisiaka alami.
Pengaruh senyawa steroid sebagai aprodisiaka alami
nampak dari perkembangan jengger anak ayam jantan sebagai hewan percobaan (Gambar 13). Selain itu dari bioassay ini dapat diketahui pengaruh negatif ekstrak teripang terhadap hewan percobaan, seperti penurunan bobot badan dan tanda-tanda keracunan.
1) Serapan N Pakan secara In Vivo dan Pengaruhnya terhadap Bobot Badan Pada percobaan serapan N pakan secara in vivo didapatkan hasil analisa kandungan N pada feses anak ayam seperti disajikan pada Gambar 14. Kandungan N tertinggi terdapat pada kontrol positif, yaitu sebesar 5,15 %, sedangkan kandungan terendah terdapat pada perlakuan dengan ektrak teripang kering, yaitu sebesar 3,09 %. Data ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak dari teripang tidak menghambat proses absorpsi N.
Gambar 13 Anak ayam jantan sebagai hewan percobaan (umur 31 hari)
52
6,00
5,15+0,14
5,03+0,38
5,00
4,18+0,28 4,26+0,28
3,87+0,28
N Kasar (%)
4,00
3,09+0,14
3,00 2,00 1,00 0,00
A
B
C
D
E
F
Perlakuan Gambar 14 Kandungan N pada feses anak ayam jantan Keterangan: A. Kontrol negatif, B. Ekstrak dari teripang kering, C. Ekstrak dari teripang basah, D. Kontrol positif, E. Aprodisiaka komersial, F. Tepung teripang kering
Seperti halnya pada hewan-hewan lain secara umum, efektif tidaknya serapan N dapat diketahui dari perkembangan bobot badan ayam.
Namun
demikian, pemberian senyawa obat pada hewan percobaan, dalam hal ini ayam juga dapat mempengaruhi (cenderung menurunkan) bobot badannya. Hal ini disebabkan beberapa jenis obat dapat menyebabkan metabolisme tubuh terganggu, seperti menurunkan absorpsi protein, beberapa vitamin dan zat gizi lainnya. Perkembangan bobot badan hewan uji pada penelitian ini disajikan pada Gambar 15.
Dari gambar tersebut diketahui bahwa rata-rata tertinggi
pertambahan bobot badan terjadi pada perlakuan yang diberi ekstrak dari teripang dalam bentuk kering, yaitu sebesar 57,62 gram. Nilai ini lebih tinggi dari pertambahan bobot badan kelompok kontrol, yaitu sebesar 56,43 gram. Sedangkan rata-rata terendah pertambahan bobot badan terdapat pada
53
perlakuan dengan tepung teripang kering, yaitu sebesar 50,48 gram. Pada kontrol positif, baik dengan metil testosteron maupun aprodisiaka komersial memperlihatkan pertambahan bobot badan yang cenderung rendah, yaitu masing-masing 52,38 gram dan 52,86 gram.
1050 900
Bobot Badan (g)
750 A B
600
C D
450
E F
300 150 0 0
5
10
15
20
Waktu (hari)
Gambar 15 Perkembangan bobot badan anak ayam jantan selama percobaan Keterangan: A. Kontrol negatif, B. Ekstrak dari teripang kering, C. Ekstrak dari teripang basah, D. Kontrol positif, E. Aprodisiaka komersial, F. Tepung teripang kering
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar testosteron yang tinggi, yaitu pada kontrol positif dapat menghambat perkembangan bobot badan hewan uji.
Hal ini disebabkan karena kadar testosteron yang tinggi dapat menurunkan
pertumbuhan bobot badan dengan jalan menghambat katabolisme lemak dan anabolisme protein yang terjadi di beberapa jaringan tubuh seperti otot, ginjal, hati dan lain-lain (Turner dan Bagnara 1976). 2) Pengaruh Ekstrak Teripang terhadap Bobot Hati, Limpa dan Bursa Fabrisius Pada penelitian ini selain diamati pengaruh ekstrak teripang pada bobot badan anak ayam juga dilihat pengaruhnya pada organ yang berperan dalam hal kekebalan tubuh. Untuk mengetahui respon organ-organ yang sangat berperan dalam pembentukan kekebalan tubuh hewan ini, diamati bobot hati, limpa dan
54
bursa fabrisius. Pada organ yang berperan dalam kekebalan, adanya senyawa asing yang diberikan, tidak dikenali oleh reseptor penerimanya. Dalam keadaan seperti ini maka senyawa asing tersebut akan dideteksi sebagai racun. Untuk senyawa yang dideteksi sebagai racun, maka senyawa tersebut akan dianggap sebagai senyawa yang membahayakan tubuhnya, sehingga dalam tubuh akan terjadi sistem perlawanan yang menyebabkan pembesaran atau pembengkakan hati, limpa dan bursa fabrisius. Hal yang sama juga terjadi pada saat dilakukan pemberian ekstrak teripang terhadap anak ayam uji. Pada Gambar 16 di bawah ini disajikan rataan bobot hati hewan uji. Nilai rataan tertinggi terdapat pada perlakuan dengan ekstrak kering, yaitu sebesar 29,48 gram, sedangkan nilai rataan terendah yaitu sebesar 23,59 gram terjadi pada kontrol positif, yakni pada pemberian metil testosteron. Berdasarkan perhitungan rasio bobot hati dengan bobot badan diketahui bahwa nilai rataan tertinggi pada perlakuan ekstrak kering, adalah 3,15. Nilai rasio terendah terdapat pada kontrol positif yaitu 2,78. Data ini menunjukkan bahwa konsentrasi steroid yang diberikan masih dalam batas yang dapat ditolerir oleh hati, sebagai salah satu organ yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh. 29,48+4,04
30
26,55+4,86
24,88+4,06 23,59+3,79
23,65+5,58
24,14+6,20
Bobot Hati (g)
25
20
15
10
5
0 A
B
C
D
E
F
Perlakuan
Gambar 16 Rataan bobot hati anak ayam jantan Keterangan: A. Kontrol negatif, B. Ekstrak dari teripang kering, C. Ekstrak dari teripang basah, D. Kontrol positif, E. Aprodisiaka komersial, F. Tepung teripang kering
55
Pada Gambar 17 disajikan rataan bobot limpa anak ayam jantan. Nilai rataan tertinggi terdapat pada perlakuan dengan ekstrak kering, yaitu sebesar 0,87 gram, sedangkan nilai rataan terendah pada perlakuan dengan tepung teripang kering, yakni sebesar 0,67 gram. Berdasarkan perhitungan rasio bobot limpa dengan bobot badan diketahui bahwa nilai rataan tertinggi pada kontrol positif adalah 0,10. Nilai rasio terendah terdapat pada kontrol negatif, aprodisiaka komersial dan perlakuan dengan tepung teripang kering, yaitu sebesar 0,08.
0,87+0,12
0,90
0,81+0,21 0,77+0,17
0,77+0,19
0,80
0,69+0,15
0,67+0,38
Bobot Limpa (g)
0,70 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 0,00 A
B
C
D
E
F
Perlakuan
Gambar 17 Rataan bobot limpa anak ayam jantan Keterangan: A. Kontrol negatif, B. Ekstrak dari teripang kering, C. Ekstrak dari teripang basah, D. Kontrol positif, E. Aprodisiaka komersial, F. Tepung teripang kering
Pada Gambar 18 disajikan rataan bobot bursa fabrisius hewan uji. Nilai rataan tertinggi terdapat pada perlakuan dengan aprodisiaka komersial, yaitu sebesar 2,13 gram, sedangkan nilai rataan terendah pada perlakuan dengan tepung teripang kering, yakni sebesar 1,64 gram. Nilai rataan bobot bursa fabrisius hewan uji menunjukkan bahwa bursa fabrisius anak ayam yang diberi perlakuan aprodisiaka komersial cenderung membengkak dan berukuran lebih besar. Hal ini merupakan salah satu bukti bahwa pemberian aprodisiaka komersial pada hewan percobaan menyebabkan pembengkakan pada organ yang berfungsi dalam pembentuk kekebalan tubuh,
56
yaitu bursa fabrisius. Dengan kata lain aprodisiaka komersial yang mengandung steroid sintetis yang dimasukkan ke dalam tubuh anak ayam dianggap sebagai benda asing yang membahayakan, sehingga memberikan indikasi yang kurang baik terhadap bursa fabrisius sebagai organ pembentuk kekebalan tubuh.
2,50
Bobot Bursa Fabricius (g)
2,06+0,46
2,13+0,30
2,07+0,57 1,80+0,37
2,00
1,65+0,46
1,64+0,35
1,50
1,00
0,50
0,00 A
B
C
D
E
F
Perlakuan
Gambar 18 Rataan bobot bursa fabrisius anak ayam jantan Keterangan: A. Kontrol negatif, B. Ekstrak dari teripang kering, C. Ekstrak dari teripang basah, D. Kontrol positif, E. Aprodisiaka komersial, F. Tepung teripang kering
Berdasarkan perhitungan rasio bobot bursa fabrisius dengan bobot badan ayam diketahui bahwa nilai rataan tertinggi terjadi pada perlakuan dengan aprodisiaka komersial, yaitu 0,24.
Nilai rasio terendah terdapat pada kontrol
positif yaitu 0,19 (Gambar 19).
57
0,24
0,25
0,23
0,22
0,21 0,20
0,19
Rasio Bursa/BB
0,20
0,15
0,10
0,05
0,00 A
B
C
D
E
F
Perlakuan
Gambar 19 Rasio bobot bursa fabrisius dan bobot badan anak ayam jantan Keterangan: A. Kontrol negatif, B. Ekstrak dari teripang kering, C. Ekstrak dari teripang basah, D. Kontrol positif, E. Aprodisiaka komersial, F. Tepung teripang kering
Hasil perhitungan rasio bursa fabrisius dengan bobot badan hewan percobaan menunjukkan bahwa perkembangan bursa fabrisius tergolong normal. Hal ini ditunjukkan dengan rasio antara bursa fabrisius dengan bobot badan yang tidak ada perbedaan menyolok antar perlakuan.
Artinya, pemberian ekstrak
teripang yang mengandung steroid tidak mengakibatkan perkembangan bursa fabrisius hewan uji tidak normal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ekstrak teripang aman untuk dikonsumsi sebagai aprodisiaka dan tidak menimbulkan efek samping yang berbahaya. 3) Pengaruh Ekstrak Teripang terhadap Kadar Kolesterol dan Testosteron Kadar kolesterol dan testosteron pada serum darah anak ayam disajikan pada Gambar 20. Kadar kolesterol tertinggi terdapat pada perlakuan dengan pemberian tepung teripang kering, yaitu sebesar 34,158 ppm, sedangkan kadar kolesterol terendah terdapat pada kontrol negatif, yaitu sebesar 19,751 ppm. Kadar testosteron dalam serum darah sangat terkait dengan kadar kolesterol, karena kolesterol merupakan prekursor bagi testosteron.
Hasil
pengukuran pada serum darah juga menunjukkan bahwa kadar testosteron tertinggi juga terdapat pada perlakuan dengan pemberian tepung teripang kering,
58
yaitu sebesar 16,427 ppm.
Pada perlakuan tersebut, kadar kolesterol dan
testosteron diduga juga disebabkan adanya sintesis senyawa-senyawa tersebut dari asam-asam lemak yang tidak terbuang karena proses ekstraksi. Di lain pihak, kadar kolesterol terendah terdapat pada kontrol negatif, yaitu sebesar 6,324 ppm. Hal ini merupakan indikasi bahwa pemberian ekstrak teripang selain menyediakan testosteron dalam tubuh anak ayam, juga merangsang terjadinya sintesis baru testosteron dari kolesterol, sehingga konsentrasi testosteron dalam tubuh anak ayam mencapai batas optimum dan cukup untuk mengubah perilaku anak ayam jantan menjadi anak ayam yang seolah-olah sudah dewasa kelamin.
Hal ini terlihat jelas dari tumbuh
kembangnya jengger anak ayam seperti pada ayam dewasa.
34,158
35
32,015
Konsentrasi (ppm)
30
27,008
26,527 23,871
25 19,751 20
16,427
15,553 12,991
15 10,492 8,123
10
6,324
5 0 A
B
C
D
E
F
Perlakuan Kolesterol
Testosteron
Gambar 20 Kadar kolesterol dan testosteron pada serum anak ayam jantan Keterangan: A. Kontrol negatif, B. Ekstrak dari teripang kering, C. Ekstrak dari teripang basah, D. Kontrol positif, E. Aprodisiaka komersial, F. Tepung teripang kering
59
4) Pengaruh Ekstrak Teripang terhadap Panjang, Lebar, Tinggi dan Bobot Jengger Secara umum, perkembangan jengger pada anak ayam jantan terkait dengan perkembangan atau kematangan secara seksual, karena jengger merupakan salah satu kelenjar aksesoris kelamin jantan.
Dengan demikian
maka hanya pada ayam dewasa terjadi pertumbuhan dan perkembangan jengger, sedangkan pada anak ayam secara alami tidak pernah terjadi pertumbuhan jengger.
Secara umum, tumbuhnya jengger pada ayam jantan
merupakan indikator bahwa ayam sudah dewasa kelamin, atau dengan kata lain ayam sudah dapat menghasilkan hormon kelamin jantan (testosteron). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak ayam yang diberi perlakuan pemberian testosteron baik alami maupun sintetis mengakibatkan terjadinya perkembangan jengger.
Adapun perkembangan panjang, lebar dan tinggi
jengger anak ayam uji dapat dilihat pada Gambar 21-23.
Perkembangan
panjang jengger tertinggi terdapat pada kontrol positif, yaitu sebesar 26,03 mm, dan terendah pada perlakuan dengan ekstrak kering, yaitu sebesar 23,80 mm. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak teripang yang mengandung hormon testosteron dikenal oleh reseptor-reseptor hormon yang terdapat pada tubuh anak ayam jantan uji.
Disamping itu, aktivitas biologis hormon testosteron
tersebut tidak rusak di dalam sistem pencernaan hewan uji. 30
Panjang (mm)
25 A
20
B C
15
D E F
10
5
0 0
5
10
15
20
Waktu (hari)
Gambar 21 Perkembangan panjang jengger anak ayam jantan selama percobaan Keterangan: A. Kontrol negatif, B. Ekstrak dari teripang kering, C. Ekstrak dari teripang basah, D. Kontrol positif, E. Aprodisiaka komersial, F. Tepung teripang kering
60
Satu sampai tiga persen testosteron dalam darah terdapat dalam bentuk bebas dan 10 % terikat dengan SHBG (sex hormone-binding globulin), sedangkan sisanya terikat dengan albumin. Protein inilah yang berperan dalam menjaga kadar hormon dalam sirkulasi darah dan mencegah dari metabolisme dan inaktivasi, karena itu testosteron tersebut tetap aktif.
Pada masa pubertas,
kadar SHBG pada jantan lebih sedikit dibanding pada betina, sehingga kadar testosteron bebas yang aktif secara biologis lebih banyak (Litwack dan Schmidt 2002). Sebagaimana perkembangan panjang jengger anak ayam jantan, perkembangan lebarnya tertinggi juga terdapat pada kontrol positif, yaitu sebesar 8,42 mm, dan terendah pada kelompok perlakuan dengan tepung teripang kering, yaitu 7,26 mm (Gambar 22).
9 8
Lebar (mm)
7 A
6
B
5
C D
4
E F
3 2 1 0 0
5
10
15
20
Waktu (Hari)
Gambar 22 Perkembangan lebar jengger anak ayam jantan selama percobaan Keterangan: A. Kontrol negatif, B. Ekstrak dari teripang kering, C. Ekstrak dari teripang basah, D. Kontrol positif, E. Aprodisiaka komersial, F. Tepung teripang kering
Pada Gambar 23 disajikan perkembangan tinggi jengger hewan uji. Perkembangan tinggi jengger terjadi sebagaimana perkembangan panjang dan lebarnya dimana perkembangan yang tercepat terdapat pada kontrol positif, yaitu sebesar 9,80 mm. Perkembangan terendah terdapat pada kontrol negatif, yaitu sebesar 8,60 mm (Gambar 24).
61
12
Tinggi (mm)
10
8 A B
6
C D
4
E F
2
0 0
5
10
15
20
Waktu (Hari)
Gambar 23 Perkembangan tinggi jengger anak ayam jantan selama percobaan Keterangan: A. Kontrol negatif, B. Ekstrak dari teripang kering, C. Ekstrak dari teripang basah, D. Kontrol positif, E. Aprodisiaka komersial, F. Tepung teripang kering
B
A
Gambar 24 Salah satu anak ayam jantan sebagai kontrol positif (A) dan kontrol negatif (B) Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 2-4) diketahui bahwa pemberian ekstrak teripang berpengaruh nyata (α=0,01) terhadap lebar dan tinggi jengger. Tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap panjang jengger (uji lanjut Duncan pada Lampiran 5-7).
62
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lebar jengger pada kontrol positif (metil testosteron) berbeda nyata dengan perlakuan lain (α=0,05). Tidak berbeda nyata pengaruh aprodisiaka komersial dan ekstrak teripang basah terhadap lebar jengger, akan tetapi berbeda nyata pengaruh kedua perlakuan ini dengan kontrol negatif. Artinya, senyawa steroid yang terdapat pada ekstrak teripang basah mampu mempengaruhi perkembangan lebar jengger sebagaimana aprodisiaka komersial. Secara umum pemberian ekstrak teripang, baik dari ekstrak teripang kering maupun teripang basah pada anak ayam jantan berbeda nyata dengan kontrol negatif (α=0,05). Akan tetapi tidak berbeda nyata di antara perlakuanperlakuan tersebut (Lampiran 5-7). Selain dari perkembangan panjang, lebar dan tingginya, pertumbuhan jengger juga dapat dilihat dari bobotnya.
Pada Gambar 25 disajikan rataan
bobot jengger hewan percobaan. Rataan bobot jengger hewan percobaan tertinggi terjadi pada kontrol positif, yaitu sebesar 0,59 gram, sedangkan rataan bobot terendah pada kontrol negatif, yaitu sebesar 0,41 gram. Rataan bobot jengger pada hewan percobaan yang diberi ekstrak dari teripang kering hampir sama dengan rataan bobot pada perlakuan dengan aprodisiaka komersial. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak teripang yang mengandung steroid mempengaruhi pertumbuhan bobot jengger anak ayam jantan. Hal ini sesuai dengan penelitian Dorfman dan Ungar (1965) yang menyatakan bahwa testosteron dapat meningkatkan pertumbuhan ciri-ciri kelamin sekunder dari berbagai hewan, seperti jengger pada ayam jantan.
63
0,59+0,09
0,60
0,54+0,07
0,53+0,08
0,49+0,09
0,48+0,13
0,50
Bobot Jengger (g)
0,41+0,12
0,40
0,30
0,20
0,10
0,00 A
B
C
D
E
F
Perlakuan
Gambar 25 Rataan bobot jengger anak ayam jantan Keterangan: A. Kontrol negatif, B. Ekstrak dari teripang kering, C. Ekstrak dari teripang basah, D. Kontrol positif, E. Aprodisiaka komersial, F. Tepung teripang kering
Hafez (1992) menyatakan bahwa jengger adalah ciri-ciri kelamin sekunder yang peka terhadap androgen.
Pertumbuhan jengger dapat
dirangsang oleh injeksi atau pemberian makanan yang mengandung androgen. Disamping itu, disebutkan bahwa derajat pertumbuhan jengger proporsional dengan dosis hormon yang diberikan. 5) Pengaruh Ekstrak Teripang terhadap Bobot Testis Testis
merupakan
kelenjar
yang
memproduksi
testosteron.
Perkembangan kelenjar di atas terkait dengan perkembangan hewan uji secara kelamin. Di dalam testis terjadi sintesis testosteron dari prekursor utamanya, yaitu
kolesterol.
Testosteron
ini
selanjutnya
disintesis
menjadi
DHT
(dihydrotestosterone).
64
Pada Gambar 26 diperlihatkan hasil penimbangan bobot testis hewan uji. Rataan bobot testis tertinggi terdapat pada kontrol positif, yaitu sebesar 0,22 gram. Rataan bobot testis terendah terdapat pada kontrol negatif, yaitu sebesar 0,16 gram.
Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kasar
steroid dari teripang, metil testosteron dan aprodisiaka komersial berpengaruh terhadap perkembangan testis hewan uji. Akan tetapi, steroid yang diberikan tersebut tidak berlebihan sehingga tidak sampai menimbulkan umpan balik negatif yang dapat menghambat perkembangan testis. Turner dan Bagnara (1976) menyatakan bahwa hormon testosteron yang berlebihan dapat menurunkan bobot testis. Penghambatan perkembangan testis terjadi sebagai akibat kadar testosteron dalam tubuh yang meningkat, sehingga akan memberikan umpan balik negatif pada hipothalamus.
Hipothalamus
tersebut selanjutnya akan menekan sekresi FSH dan LH. FSH dalam keadaan normal berperan merangsang reseptor LH, akibatnya respon sel Leydig terhadap LH akan meningkat.
Dengan demikian, adanya penurunan sekresi FSH
mengakibatkan kemampuannya untuk mempengaruhi LH berkurang. LH berperan dalam mengontrol atau mengatur pelepasan testosteron, yaitu merangsang pembentukan AMP (Adenosine Monophosphate). Akibatnya, pembentukan pregnenolon dari kolesterol berkurang dan testosteron yang disekresi dari sel Leydig pun menurun. Dengan adanya penghambatan terhadap sekresi LH, maka perkembangan testis juga menjadi terhambat. Berdasarkan data seksual sekunder dan data seksual primer anak ayam uji yang diberi perlakuan terlihat bahwa testosteron yang terdapat pada ekstrak teripang dapat dikenali oleh reseptornya.
Jumlah hormon dalam perlakuan
cukup untuk merangsang terjadinya perkembangan kedewasaan kelamin, walaupun tidak memberikan nilai yang tertinggi.
65
0,25
0,22+0,08 0,21+0,04 0,18+0,08
0,20
Bobot Testis (g)
0,16+0,04
0,20+0,09
0,17+0,03
0,15
0,10
0,05
0,00 A
B
C
D
E
F
Perlakuan
Gambar 26 Rataan bobot testis anak ayam jantan Keterangan: A. Kontrol negatif, B. Ekstrak dari teripang kering, C. Ekstrak dari teripang basah, D. Kontrol positif, E. Aprodisiaka komersial, F. Tepung teripang kering
66
5. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Hasil uji Liebermann-Burchard menunjukkan bahwa ekstrak teripang mengandung senyawa steroid. Secara kuantitatif, jeroan teripang basah lebih banyak mengandung senyawa steroid dibandingkan dengan daging dan jeroan kering. Ekstraksi dari 1 kg jeroan teripang basah menghasilkan 21,28+1,19 g (2,128 %) ekstrak mengandung senyawa steroid, sedangkan dari 1 kg jeroan kering, daging basah dan daging kering masing-masing adalah 17,96+0,11 g (1,796 %), 12,96+0,40 g (1,296 %) dan 8,16+0,07 g (0,816 %). Karakteristik ekstrak dari teripang yang mengandung senyawa steroid adalah larut pada aseton, ekstrak berwarna putih kehijauan (dari daging) dan kecoklatan (dari jeroan), dan pH berkisar antara 7,3-7,6. Fraksinasi dengan TLC dan sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm menghasilkan enam fraksi dengan nilai Rf 0,61; 0,68; 0,71; 0,83; 0,91 (testosteron) dan 0,96 (kolesterol). Senyawa steroid dari teripang mempunyai aktivitas biologis sebagai aprodisiaka.
Hal ini diketahui dengan tingginya konsentrasi kolesterol dan
testosteron dalam serum darah anak ayam jantan yang diberi ekstrak teripang, yaitu berturut-turut dengan kenaikan rata-rata 8,96+4,23 ppm dan 6,39+ 3,46 ppm.
Disamping itu, senyawa steroid tersebut tidak menimbulkan efek
samping yang membahayakan bagi hewan uji. Senyawa steroid dari teripang berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan lebar dan tinggi jengger hewan uji. Selain itu, senyawa steroid dari teripang juga mempunyai sifat antibakteri dan antikapang (aktif menghambat C. maltosa). Membran nanofiltrasi dengan MWCO 1000 Da dapat digunakan untuk purifikasi awal senyawa steroid dari ekstrak teripang.
Membran yang dapat
digunakan untuk ekstrak yang hanya larut dalam pelarut organik adalah membran keramik. B. Saran Sesuai dengan hasil penelitian, maka disarankan beberapa hal berikut ini: 1. Jeroan yang merupakan limbah dari industri pengolahan teripang kering sebaiknya tidak dibuang, tetapi dapat digunakan sebagai sumber steroid yang potensial.
67
2. Sampel yang digunakan seyogyanya adalah teripang basah, sehingga ekstrak steroid yang didapat lebih banyak. 3. Perlu dilakukan identifikasi bakteri yang terdapat pada sampel selama proses pengeringan, yang diduga sebagai bakteri pendegradasi steroid. 4. Penelitian sebaiknya dilanjutkan dengan uji kuantitatif kadar kolesterol dan testosteron pada jeroan dan daging teripang setelah proses filtrasi dengan membran, serta pengukuran tingkat kemurniannya. 5. Perlu dilakukan identifikasi dan karakterisasi lebih lanjut senyawa steroid dari teripang, seperti bobot molekul dan strukturnya.
68
DAFTAR PUSTAKA
ALWIR Y. 2001. ISOLASI, PENENTUAN KOMPOSISI KIMIA DAN UJI BIOLOGI SENYAWA PROGRAM STUDI STEROID DARI CACING LAUT, EUNICE SICILIENSIS. BIOTEKNOLOGI, TESIS PROGRAM PASCASARJANA IPB. BOGOR. BAHTI HH, TJOKRONEGORO R DAN DIMYATI YA. 1983. ISOLASI DAN IDENTIIKASI SENYAWA-SENYAWA STEROID DAN SENYAWA-SENYAWA YANG BERTALIAN DENGANNYA SERTA SENYAWA-SENYAWA ALKALOID DARI DAUN KEMBOJA (PLUMIERA ACUTIFOLIA POIR). BANDUNG: FMIPA UNIVERSITAS PADJADJARAN. BAINE M DAN FORBES B.
2004. THE TAXONOMY AND EXPLOITATION OF SEA CUCUMBERS IN MALAYSIA. HTTP://WWW.SIDSNET.ORG/PACIFIC/SPC/COASTFISH/NEWS/BDM/10/ 1BAINE.HTM. [12 APRIL 2004].
BANDARANAYAKE WM DAN ROCHER AD. 1999. THE ROLE OF SECONDARY METABOLITES AND PIGMENTS IN THE DIET, EPIDERMAL TISSUES, VISCERA, GUT CONTENT, AND RIPE OVARIES OF THE SEA CUCUMBER HOLOTHURIA ATRA. AUSTRALIAN INSTITUTE OF MARINE SCIENCE. Belter PA, Cussler EL dan Wei-Shou H. 1988. Bioseparations : Downstream processing for biotechnology. USA: A Wiley-Interscience Publication. Bischof P dan Islami D. 2003. Sexual Hormones. A. Campana (Ed.). http://www.gfmer.ch/Endo/Lectures_08/sexual_hormones.htm. [8 November 2003]. Cook RP. 1958. Cholesterol: Chemistry, Biochemistry and Pathology. New York: Academic Press Inc. Dahuri R. 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Orasi Ilmiah. Bogor: FPIK-IPB. DKP. 2003. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia, 2001. Jakarta: DKP. Dorfman RI dan Ungar F. 1965. Metabolism of Steroid Hormones. New York: Academic Press. Eykamp, W. 1997. Membrane separations in downstream processing. Dalam Handbook of Downstream Processing. E. Goldberg (Ed.). London: Blackie Academic & Professional. Fredalina BD, Ridzwan BH, Abidin AAZ, Kaswandi MA, Zaiton H, Zali I, Kittakoop P, dan Mat Jais AM. 1999. Fatty acid composition in local sea cucumber, Stichopus chloronatus, for wound healing. General Pharmacology 3:337-340.
69
Ganong GF. 1995. Review of Medical Physiology. Penerjemah: P. Andrianto. J. Oswari (Ed.). Jakarta: EGC. Hafez ESE. 1992. Febiger.
Reproduction in Farm Animal.
Philadelphia: Lea and
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Penerjemah: K. Padmawinata dan I. Soediro. Bandung: Penerbit ITB. Hawa, I, Tang CS, Hing HL, Shukri HI and Ridzwan BH. 2000. Microscopic features of spicules in Stichopus variegatus and Holothuria atra. 7th Asia Pacific Electron Microscopy Conf. 26—30 June Singapore. p. 258. Hegner RW dan Engemann JG. 1968. Invertebrate Zoology. 2nd edition. New York: Macmillan Publ. Co., Inc. Heryani H. 2002. Kajian fraksi aktif dan formulasi tabat barito (Ficus deltoidea Jack) sebagai anti mikroorganisme klinis. Disertasi Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Program Pascasarjana IPB. Bogor. Hilterman M dan Goverse E. 2005. A note on the illegal trade in stuffed turtles in South Java, Indonesia. Marine Turtle Newsletter, Juli 2005 (109). Hing HL, Rani MRM, Ridzwan BH, Bejo MH, Saad MZ, Kaswandi MA and Sahalan AZ. 2000. Role of electron microscopy on infectious diseases in Malaysia. The 5th Vietnam-Japan Conference & Exchange for EM in Biology & Medicine, Vietnam. 20—25 Nov 2000. Houghton PJ dan Raman A. 1998. Laboratory Handbook for the Fractionation of Natural Extracts. UK: Chapman & Hall. Ibrahim J. 2003. Gamat emas sasar perolehan RM 10 juta. http://sas7882.org/Documents/AlumniPress/SyidAyob-UtusanMalaysia 131003.pdf. [26 Februari 2004]. Ibrahim MN. 2001. Isolasi dan uji aktivitas biologi senyawa steroid dari lintah laut, Discodoris sp. Tesis Program Studi Biologi, Program Pascasarjana IPB. Bogor. Idid SZ, Jalaluddin DM, Ridzwan BH, Bukhori A, Hazlinah SN, Hood CC and Marthivarman LK. 2001. The Effect of two extracts from Stichopus badionotus Selenka upon induced pleurisy in rat. Pakistan journal of Biological Sciences. 4 (10) :1291-1293. Jamiah J, June F, Ismail H, Idid SZ and Ridzwan BH. 2000. The effect of ethanol extract from Stichopus variegatus Semper on the activity of adenosine deaminase and the level of serotonin in rats induced pleurisy. 15th Scien. Meeting of Malay. Soc. Pharmac. Physiol. 8th-9th, USM, Kota Bharu. Jha RK dan Zi-roung X. 2004. Biomedical compounds from marine organisms (review). Marine Drugs, 2 : 123-146.
70
Kaswandi MA, Lian HH, Nurzakiah S, Ridzwan BH, Ujang S, Samsudin MW, Jasnizat S and Ali AM. 2000. Crystal saponin from three sea cucumber genus and their potential as antibacterial agents. 9th Scientific Conference Electron Microscopic Society. 12-14 Nov. 2000, Kota Bharu, Kelantan. 273—276. Kurečková K, Maraliková B dan Ventura K. 2002. Supercritical fluid extraction of steroids from biological samples and first experience with solid-phase microextraction-liquid chromatography. J. of Chromatography B, 770: 8389. Lee YJ, Jin YR, Lim WC, Ji SM, Choi S, Jang S dan Lee SK. 2003. A ginsenoside-Rh1, a component of ginseng saponin, activities estrogen receptor in human breast carcinoma MCF-7 cells. J of Steroid Biochem. and Mol. Biol. 84:463-468. Lian HH, Weng SN, Yassin MSM, Kaswandi MA and Ridzwan BH. 2000. Antifungal activities of lipid extract from sea cucumber Holothuria tubolosa against Saccharomyces cerevisiae. 7th Asia Pacific Electron Microscopy Conf. 26—30 June, Singapore. p. 316. Litwack G. 2006. Personal communication. Litwack G dan Schmidt TJ. 2002. Biochemistry of hormones II: Steroid hormones. Dalam Devlin T.M (Ed.). Textbook of Biochemistry, with Clinical Correlations. 5th edition. New York: Wiley Liss, A John Wiley and Sons Inc. Publication. Malole MBM dan Pramono CSU. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di Laboratorium. Partadiredja M (Ed.). Bogor: PAU Bioteknologi IPB. Manitto P. 1981. Biosynthesis of Natural products. England: Ellis Harwood Ltd. Chichester. Martoyo J, Aji N dan Winanto Tj. 2000. Budidaya Teripang. Jakarta: Penebar Swadaya. McGregor W.C. 1986. Membrane Separations in Biotechnology. New York: Marcel Dekker, Inc. Michael S .http://tolweb.org/tree?group=Holothuroidea&contgroup= Echinodermata#TOC1 [14 Oktober 2003]. Montgomery R, Dryer RL, Conway TW, dan Spector AA. 1993. Biochemistry: A Case-oriented Approach. Edisi Indonesia: Biokimia: Suatu Pendekatan Berorientasi Kasus. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Moraes G, Norhcote PC, Kalinin VI, Avilov SA, Silchenko AS, Ditrenok PS, Stonik VA dan Levin VS. 2004. Structure of the major triterpene glycoside from the sea cucumber Stichopus mollis and evidence to reclassify this species into the new genus Australostichopus. Biochemical Systematics and Ecology 32:637-650.
71
Nghiem LD, Schäfer AI dan Waite TD. 2002. Adsorption of estrone on nanofiltration and reverse osmosis membranes in water and wastewater treatment. Water Science and Technology. Vol 46 No 4-5:265-272. Nogrady T. 1992. Medicinal Chemistry. Penerjemah: Rasyid R dan Musadad A. Bandung: Penerbit ITB. Nybakken JW. 1982. Marine Biology: An ecological approach. Harper and Row Pub. New York. 446 p. Nurjanah, Trilaksani W dan Kustiariyah. 2004. Teknologi Preparasi Hasil Perikanan. Departemen Teknologi Hasil Perikanan. FPIK-IPB. Bogor. Osada Y. dan Nakagawa T. 1992. Membrane Science and Technology. Marcell Dekker Inc. Ping LS, Noor I, Lian HH, Kaswandi MA, Nurzakiah S and Ridzwan BH. 2000. The effects of methanol extracts from sea cucumber Holothuria atra and Stichopus variegatus on wound healing in guinea pigs. 9th Scientific Conference Electron Microscopic Society. 12—14 Nov. 2000, Kota Bharu, Kelantan. 270—272. Ponomarenko LP, Kalinovsky AI, Moiseenko OP dan Stonik VA. 2001. Free sterols from the holothurians Synapta maculata, Cladolabes bifurcatus and Cucumaria sp. Comparative Biochemistry and Physiology Part B 128:53-62. Popov AM. 2002. A comparative study of the hemolytic and cytotoxic activities of triterpenoids isolated from ginseng and sea cucumbers. Biology Bulletin, Vol. 29 No.2:120-128. Rath NC, Huff WE, Balong JM dan Bayyari GR. 1996. Effect of gonad steroid on bone and other physiological parameters of male boiler chickens. Poultry Sci. 75:4. Riani E. 1990. Pengaruh ekstrak gonad ikan mas jantan terhadap ciri seksual primer dan sekunder anak ayam jantan. Tesis Program Pascasarjana IPB. Bogor. Riris ID. 1994. Steroid dalam kerang hijau. Tesis Program Pascasarjana IPB. Bogor. Sardjoko. 1991. Bioteknologi: Latar belakang dan beberapa penerapannya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Schäfer AI, Nghiem LD dan Waite TD. 2003. Removal of the natural hormone estrone from aqueous solutions using nanofiltration and reverse osmosis. Environ. Sci. Technol. 37:182-188. Scheur PJ. 1995. Marine Natural Products. Penerjemah: Koensoemardiyah. Semarang: IKIP Semarang Press.
72
Schoeder ET, Singh A, Bhasin S, Storer TW, Azen C, Davidson T, Martinez C, Sinha-Hikim I, Jaque SV, Terk M, dan Sattler FR. 2003. Effects of an oral androgen on muscle and metabolism in older, community-dwelling men. Am J Physiol Endocrinol Metab 284: 120-128. Schunack W, Mayer K dan Haake M. 1990. Senyawa Obat. Penerjemah: J.R. Wattimena dan S. Soebito. K. Padmawinata (Ed.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Siswandono dan Soekardjo B. 1995. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University Press. Smith TA. 2006. Sexual stimulants may be a myth, but some healthy foods can actually function as 'nutridisiacs'. http://www.metroactive.com/papers/ metro/02.08.96/aphrodisiac-9606.html. [30 Januari 2006]. Steel RGD dan Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Stonik VA, Ponomarenko LP, Makarieva TN, Boguslavsky VM, Dmitrenok AS, Fedorov SN dan Strobiin SA. 1998. Free sterol compositions from the sea cucumbers Pseudostichopus trachus, Holothuria (Microtele) nobilis, Holothuria scabra, Trochostoma orientale and Bathyplotes natans. Sudarmadji S, Haryono B dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty. Sukainah A. 2003. Penentuan kondisi proses hidrolisis protein cacing tanah dan operasi pemisahan asam amino menggunakan membran nanofiltrasi. Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Tesis Program Pascasarjana IPB. Bogor. Tan CL, Ridzwan BH dan Idid SZ. 2000. Antinociceptive effect of water extracts and coelomic fluid from several species of sea cucumbers in mice. 15th Scien. Meeting of Malay. Soc. Pharmac. Physiol. 8th-9th, USM, Kota Bharu. Tolihere MR. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Bandung: Penerbit Angkasa. Turner CD dan Bagnara JT. 1976. General Endocrinology. 6th edition. Philadelphia: WB Saunders Co. Urban RJ, Bodenburg YH, Gilkison C, Foxworth J, Coggan AR, Wolfe RR dan Ferrando A. 1995. Testosterone administration to elderly men increases skeletal muscle strength and protein synthesis. Am. J. Physiol. Endocrinol. Metab. Vol. 269:E820-E826. Wenten, IG. 1999. Teknologi Membran Industrial. Bandung: Teknik Kimia-ITB.
73
Wibowo S, Yunizal, Setiabudi E, Erlina MD dan Tazwir. 1997. Teknologi Penanganan dan Pengolahan Teripang (Holothuridea). Jakarta: IPPL Slipi. [Wikipedia] Wikipedia, the Free Encyclopedia. wiki/. [26 Februari 2004].
2004.
http://en.wikipedia.org/
http://www.enchantedlearning.com/subjects/invertebrates/ echinoderm/seacucumber/-printout.shtml [2 Maret 2003]. http://evpilot.stanford.edu/Research/membrane.html. Membrane Biotechnology. [14 Maret 2003]. http://cybermed.cbn.net.id/detil.asp?kategori=Health&news no=1526 [14 Maret 2003]. http://www.osmonics.com. [14 Maret 2003]. http://gamatemas.dumei.com/gamat.htm [26 Februari 2004].
74
LAMPIRAN
75
Lampiran 1. Pengukuran panjang, lebar dan tinggi jengger anak ayam jantan
Lampiran 2. Analisis keragaman pengaruh ekstrak teripang terhadap lebar jengger K Value 2 4 6 -7
Source
Degrees of Freedom
Sum of Squares
Factor A Factor B AB Error
5 7 35 240
21,915 1920,550 19,540 60,885
Total
287
2022.889
Mean Square 4,383 274,364 0,558 0,254
F Value
Prob
17,2768 0,0000 1081,4973 0,0000 2,2006 0,0003
Coefficient of Variation: 11.05% s for means group 2: y
0,,0727
Number of Observations: 48
s for means group 4: y
0,0839
Number of Observations: 36
s for means group 6: y
0,2056
Number of Observations: 6
76
Lampiran 3. Analisis keragaman pengaruh ekstrak teripang terhadap panjang jengger K Value
Source
Degrees of Freedom
Sum of Squares
2 4 6 -7
Factor A Factor B AB Error
5 7 35 240
11,756 5731,201 91,706 493,006
Total
287
6327,670
Mean Square
F Value
Prob
2,351 1,1446 0,3375 818,743 398,5716 0,0000 2,620 1,2755 0,1489 2,054
Coefficient of Variation: 7,48% s for means group 2: y
0,2069
Number of Observations: 48
s for means group 4: y
0,2389
Number of Observations: 36
s for means group 6: y
0,5851
Number of Observations: 6
Lampiran 4. Analisis keragaman pengaruh ekstrak teripang terhadap tinggi jengger K Value
Source
Degrees of Sum of Freedom Squares
2 4 6 -7
Factor A Factor B AB Error
5 7 35 240
30,971 1876,579 34,736 141,727
Total
287
2084,014
Mean Square
F Value
6,194 10,4894 268,083 453,9700 0,992 1,6806 0,591
Prob 0,0000 0,0000 0,0132
Coefficient of Variation: 13,51% s for means group 2: y
0,1109
Number of Observations: 48
s for means group 4: y
0,1281
Number of Observations: 36
s for means group 6: y
0,3137
Number of Observations: 6
77
Lampiran 5. Uji lanjut pengaruh ekstrak teripang terhadap panjang jengger Error Mean Square = 2,054 Error Degrees of Freedom = 240 No. of observations to calculate a mean = 48 Duncan's Multiple Range Test LSD value = 0,5763 s = 0.2069 at alpha = 0,050 x Original Order Mean Mean Mean Mean Mean Mean
1= 2= 3= 4= 5= 6=
19,15 18,78 19,21 19,36 19,40 19,13
Ranked Order A A A A A A
Mean Mean Mean Mean Mean Mean
5= 4= 3= 1= 6= 2=
19,40 19,36 19,21 19,15 19,13 18,78
A A A A A A
Lampiran 6. Uji lanjut pengaruh ekstrak teripang terhadap lebar jengger Error Mean Square = 0,2540 Error Degrees of Freedom = 240 No. of observations to calculate a mean = 48 Duncan's Multiple Range Test LSD value = 0,2027 s = 0,07274 at alpha = 0,050 x Original Order Mean Mean Mean Mean Mean Mean
1= 2= 3= 4= 5= 6=
4,239 D 4,433 CD 4,563 BC 5,085 A 4,678 B 4,343 D
Ranked Order Mean 4 = 5,085 A Mean 5 = 4,678 B Mean 3 = 4,563 BC Mean 2 = 4,433 CD Mean 6 = 4,343 D Mean 1 = 4,239 D
78
Lampiran 7. Uji lanjut pengaruh ekstrak teripang terhadap tinggi jengger Error Mean Square = 0,5910 Error Degrees of Freedom = 240 No. of observations to calculate a mean = 48 Duncan's Multiple Range Test LSD value = 0,3091 s = 0,1110 at alpha = 0,050 x Original Order Mean Mean Mean Mean Mean Mean
1= 2= 3= 4= 5= 6=
5,115 5,554 5,686 6,220 5,761 5,790
Ranked Order C B B A B B
Mean Mean Mean Mean Mean Mean
4= 6= 5= 3= 2= 1=
6,220 5,790 5,761 5,686 5,554 5,115
A B B B B C
79