ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DALAM EKSTRAK METANOL DAUN PECUT KUDA
JURNAL Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam mengikuti Ujian Sarjana Pendidikan
Oleh
ARDIANTI SYAHRIL NIM: 441 409 010
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA 2015
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING Jurnal yang berjudul: Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid Dalam Ekstrak Metanol Daun Pecut Kuda
Oleh Ardianti Syharil NIM. 441409010
Telah diperiksa dan disetujui oleh
Pembimbing I
Pembimbing II
Dra. Nurhayati Bialangi, M.Si NIP. 19620529 198602 2 002
Hendri Iyabu, S.Pd, M.Si NIP. 19800109 200501 1 002
Mengetahui : Ketua jurusan pendidikan kimia
Dr. Akram La Kilo, M.Si NIP : 19770411 200312 1 001
ii
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DARI EKSTRAK METANOL DAUN PECUT KUDA Ardianti Syahril1,
Nurhayati Bialangi2, Hendri Iyabu3
Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan IPA Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa flavonoid dalam daun pecut kuda. Senyawa diisolasi dengan cara ekstraksi maserasi, uji fitokimia, pemisahan dan pemurnian, serta diidentifikasi dengan spektroskopi UV-Vis dan IR. Sampel yang dimaserasi sebanyak 190 gr dan menghasilkan 20,17 gr ekstrak kental. Uji fitokimia dari ekstrak metanol menunjukkan bahwa daun pecut kuda positif mengadung senyawa flavonoid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa yang diperoleh dari daun pecut kuda berupa kristal jarum berwarna kekuningan. Uji KLT dua dimensi dengan dua perbandingan campuran eluen yaitu n-heksan : etil asetat (8:2) isolat E1dan n-heksan : aseton (9:1) isolat E2 menghasilkan noda tunggal dengan harga Rf 0,3 untuk elusi pertama (E1) dan 0,25 untuk elusi kedua (E2). Identifikasi spektroskopi UV-Vis memberikan 2 pita serapan pada panjang gelombang 348 nm dan 219 nm, yang didukung dengan hasil IR yaitu adanya gugus OH, C─H alifatik, C=O, C=C aromatik, tekuk O-H, C-O, C-H aromatik yang menyerupai gugus fungsi senyawa flavonoid. Kata kunci: Daun pecut kuda,. Flavonoid, Isolasi, Identifikasi, Spektrofotometer UV-Vis dan IR. PENDAHULUAN Indonesia memiliki banyak jenis tanaman yang dapat dibudidayakan karena bermanfaat dan kegunaannya besar bagi manusia dalam hal pengobatan. Dalam tanaman ada banyak komponen kimia yang dapat digunakan sebagai obat. Pada saat ini, banyak orang yang kembali menggunakan bahan-bahan alam yang dalam pelaksanaannya membiasakan hidup dengan menghindari bahan-bahan kimia sintesis dan lebih mengutamakan bahan-bahan alami. Ada banyak pengobatan dengan bahan alam yang dapat dipilih sebagai solusi mengatasi penyakit yang salah satunya ialah penggunaan ramuan obat berbahan herbal (Koirewoa, 2012). Tumbuhan merupakan salah satu sumber daya alam yang penting. Tumbuhan merupakan tempat terjadinya sintesis senyawa organik yang kompleks sehingga menghasilkan sederet golongan senyawa dengan berbagai macam struktur. Usaha pencarian senyawa baru terhadap tumbuhan yang belum banyak diteliti akan lebih menarik karena kemungkinan lebih besar menemukan senyawa baru (Copriady dkk, 2001).1 Tumbuhan obat mengandung bahan aktif penting terutama dari senyawa metabolit sekunder dengan struktur-struktur yang unik dan bervariasi, yang dikembangkan lebih jauh dengan meninjau hubungan gugus aktif senyawa dengan reseptor penyakit dalam tubuh. 1
Ardianti Syahril, NIM 441409010, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Pembimbing I Dra. Nurhayati Biaalangi, M.Si 3 Pembimbing II Hendri Iyabu, S.Pd, M.Si 2
1
Secara umum metabolit sekunder dalam bahan alam hayati berdasarkan sifat dan reaksi, khasnya dengan pereaksi tertentu yaitu alkaloid, terpenoid atau steroid, flavonoid, fenolik, saponin dan kumarin (Copriady dkk, 2001). Senyawa metabolit sekunder yang menjadi objek utama dalam penelitian ini adalah flavonoid. Flavonoid adalah suatu senyawa metabolit sekunder yang tersebar dalam dunia tumbuhan dan merupakan salah satu golongan senyawa fenol yang terbesar. Flavonoid terdapat dalam semua jenis tumbuhan hijau sehingga ditemukan juga dalam ekstrak tanaman. Flavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder, kemungkinan keberadaannya dalam daun dipengaruhi oleh adanya proses fotosintesis sehingga daun muda belum terlalu banyak mengandung flavonoid (Markham, 1988). Tanaman pecut kuda memiliki nama ilmiah Stachytarpheta jamaicensis [L.] Vahl dan merupakan famili Verbenaceae. Tanaman pecut kuda berasal dari Amerika derah tropis yang sekarang sudah banyak ditemukan dan di budidayakan di Indonesia sebagai tanaman herbal, selain itu tanaman ini juga bisa menyembuhkan kanker karena kandungan senyawa fitokimia yang terdapat didalamnya. Kandungan fitokimia dari tanaman pecut kuda tersebut adalah karbohidrat, glikosida, flavonoid, tannin, saponin, terpenoid, triterpenoid, dan alkaloid. Sedangkan Ekstrak etanol daun kering pecut kuda, menunjukkan anti infflamasi dan analgesik, pada tikus percobaan (Iptek, 2005). METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Gorontalo selama 3 bulan. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pipet tetes, seperangkat alat evaporator, gelas ukur 250 mL, corong, penyangga, klem, timbangan analitik, seperangkat alat kromatografi lapis tipis, seperangkat alat kromatografi kolom, botol-botol vial, botol semprot, labu dasar bulat, spatula,oven, toples, gelas kimia dan spektrofotometer UVVis, spektrofotometer infrared, lampu ultra violet. Bahan tumbuhan (sampel) yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun pecut kuda yang diperoleh dari Desa Lintidu, Kecamatan Paleleh, Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi Tengah sebanyak 1 kilogram dan Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah n-heksana, metanol, kloroform, aseton, aquades, silika gel, silika gel 60 (E. merk 70230 mesh), dan silika gel GF254 ( E. Merck), pereaksi fitokimia Mg-HCl, NaOH, dan H2SO4 pekat. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimental dengan tahapan kerja sebagai berikut yaitu penyiapan sampel atau bahan tumbuhan dari daun pecut kuda, isolasi kandungan kimia berdasarkan metode yang umum untuk isolasi senyawa bahan alam dari tumbuhan melalui tahap ekstraksi dan dilanjutkan dengan pemisahan dan pemurnian, uji fitokimia identifikasi senyawa dengan spektrofotometri UV-Vis dan IR.
2
Preparasi Sampel Sampel yang digunakan adalah daun pecut kuda. Daun pecut kuda dicuci sampai bersih, diranjang kecil-kecil kemudian diangin-anginkan di udara terbuka yang terlindung dari sinar matahari langsung selama satu malam, kemudian dihaluskan dengan cara diblender dengan menggunakan sedikit larutan metanol. Ekstraksi Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode maserasi. Sampel yang sudah halus dimaserasi dengan menggunakan metanol teknis, maserasi dilakukan selama 3 x 24 jam, dimana setiap 24 jam ekstrak disaring. Selain itu, dimaserasi kembali dengan metanol teknis yang baru kemudian ekstrak disatukan sehingga diperoleh filtrat dan residu. Filtrat metanol di evaporasi, dan diperoleh ekstrak kental metanol. Uji Fitokimia Uji fitokimia dilakukan terhadap ekstrak metanol meliputi uji flavanoid, uji alkaloid dan uji steroid. Uji Flavonoid Ekstrak kental metanol sebanyak 0,1 gr dilarutkan menggunakan 10 mL metanol. Setelah itu dibagi kedalam 4 tabung reaksi. Tabung reaksi yang pertama sebagai control, tabung reaksi kedua, ketiga dan keempat berturut-turut ditambahkan serbuk Mg-HCl, H2SO4 pekat, dan NaOH pekat. Warna yang terbentuk dari masing-masing tabung tersebut dibandingkan dengan kontrol. Jika terjadi perubahan warna menunjukkan adanya positif flavanoid. Uji Alkaloid Ekstrak kental metanol sebanyak 0,1 gr dilarutkan denga 10 mL kloroform amoniakal dan hasilnya dibagi kedalam dua tabung reaksi. Tabung reaksi pertama ditambahkan dengan larutan asam sulfat pekat (H2SO4) 2 N, dengan perbandingan volume yang sama. Lapisan atas dibagi menjadi 3 tabung reaksi dan masing-masing tabung dilakukan pengujian dengan menggunakan pereaksi Mayer, Dragendorf, dan Wagner. Bagian kedua dilakukan pengujiaan dengan pereaksi hager, jika terbentuk endapan menunjukkan adanya positif alkaloid. Uji Steroid Ekstrak kental metanol 0,1 gr dilarutkan dalam 10 mL etil eter. Bagian yang larut diteteskan pada plat tetes, ditambahkan 2 tetes asam asetat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Jika terbentuk warna hijau kebiruan menunjukkan adanya positif steroid. Pemisahan dan Pemurnian Ekstrak metanol dipisahkan dengan cara kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis menggunakan eluen yang berbeda. Isolat murni di identifikasi menggunakan kromatografi lapis tipis dengan berbagai eluen serta kromatografi lapis tipis dua dimensi. Identifikasi Senyawa Isolat hasil pemisahan dan pemurnian dari fraksi metanol yang telah di uji dengan kromatografi lapis tipis dan kromatografi kolom selanjutnya diidentifikasi menggunakan spektrofotometri inframerah dan spektrofotometri UV-Vis. Identifikasi menggunakan UVVis untuk mengetahui panjang gelombang maksimum isolat murni dan spektrofotometri Inframerah digunakan untuk mengetahui gugus-gugus fungsi dari suatu senyawa yang terkandung dalam daun pecut kuda.
3
HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap penelitian diawali dengan pengambilan sampel Daun pecut kuda dari desa Lintidu Kecamatan Paleleh Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi Tengah. Daun pecut kuda dibersihkan dengan cara dicuci sampai bersih, selanjutnya daun yang telah dicuci dipotong kecil-kecil agar dapat memudahkan proses ekstraksi, kemudian dikeringakan dengan cara diangin-anginkan pada ruangan terbuka yang tidak terkena sinar matahari. Pengeringan dilakukan di ruang yang bebas dari sinar matahari untuk mencegah rusaknya senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam daun. Tujuan pengeringan untuk menghilangkan/mengurangi kadar air. Sebanyak 190 gr daun pecut kuda yang sudah kering dimaserasi dengan pelarut metanol selama 3 x 24 jam. Setiap 1 x 24 jam hasil maserasi disaring dan ditampung dalam toples dan ekstrak kembali dimaserasi dengan metanol yang baru. Filtrat hasil maserasi yang diperoleh disatukan kemudian di evaporasi menggunakan pompa vakum pada suhu30-40o C. Diperoleh ekstrak kental sebanyak 20,17 gr yang berwarna hijau kehitaman. Terhadap ekstrak metanol dilakukan dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui kandungan senyawa yang ada dalam ekstrak metanol tersebut . Setelah diperoleh ekstrak kental metanol tumbuhan pecut kuda, selanjutnya diuji fitokimia untuk melihat senyawasenyawa yang terdapat dalam ekstrak tersebut. Uji fitokimia terhadap ekstrak kental metanol antara lain uji flavonoid, alkaloid dan steroid. Berdasarkan hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak kental metanol daun pecut mengandung senyawa-senyawa flavonoid dan steroid. Selanjutnya untuk mendapatkan senyawa yang positif terhadap uji fitokimia dilakukan tahap selanjutnya yaitu tahap pemisahan dan pemurnian. Pemisahan komponen-komponen kimia terhadap ekstrak metanol dapat dilakukan pemisahan dengan kromatografi kolom. Pada tahap pemisahan ini dilakukan kromatografi lapis tipis yang bertujuan untuk mendapatkan perbandingan eluen yang sesuai dengan fasa gerak dalam kromatografi kolom. KLT dilakukan menggunakan fase gerak berupa eluen secara bergradien berturut-turut dengan perbandingan eluen n-heksan : etil asetat (9:1), (8:2), (7:3), (6:4), (5:5), (4:6), (3:7), (2:8), dan (1:9). Hasil dari KLT secara bergradien dipilih eluen yang mempunyai jumlah spot/noda terbanyak dan jarak pemisahan antar noda terpisah secara teratur, maka eluen tersebut dapat digunakan untuk pemisahan kromatografi kolom selanjutnya. Setelah Kromatografi Lapis Tipis dan didapat eluen yang cocok selanjutnya dilakukan pemisahan dengan menggunakan kromatografi kolom dengan fasa gerak berupa n-heksan dan fasa diam menggunakan silika gel. Peralatan utama dari kromatografi kolom yaitu Kolom dan penampung eluen yang berupa gelas kimia/ botol vial dengan Panjang kolom 30 cm, berdiameter 3 cm. Kolom dilengkapi dengan kran untuk mengatur aliran pelarut. Di atas kran dipasang wol kaca (glass wool) tujuannya untuk menahan fasa diam. Fasa diam adalah fasa yang tetap pada tempatnya yang merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses pemisahan dengan kromatografi karena dengan adanya interaksi dengan fasa diamlah terjadi perbedaan waktu retensi dan komponen suatu senyawa analit. Fasa diam dapat berupa padatan atau porous (berpori) dalam bentuk molekul kecil atau cairan yang umumnya dilapiskan pada padatan. Pengisian fasa diam dilakukan dengan cara basah. Pada umumnya 4
cara basah lebih mudah dan sering digunakan pada silika gel. Silika gel sifatnya polar, pada saat campuran non polar dimasukkan maka senyawa-senyawa yang semakin polar akan semakin tertahan di fasa stasioner, dan senyawa-senyawa yang tidak kurang polar akan terbawa keluar kolom lebih cepat. Fasa diam berupa silika gel sebanyak 24 gr diaktifkan terlebih dahulu agar pada proses elusi lempengan silika gel dapat menyerap dan berikatan dengan sampel. Pengaktifan silika gel dilakukan dalam oven pada suhu 110O C selama 30 menit kemudian dilarutkan dengan n-heksan hingga terbentuk seperti bubur (slurry). Pelarut n-heksan dimasukkan ke dalam kolom dan slurry mulai dialirkan melalui dinding kolom secara perlahan dengan kran terbuka. Pelarut n-heksan dialirkan secara terus menerus minimal selama 3 jam hingga silika gel menjadi padat dan diatur sedemikian rupa untuk menghindari terjadinya patahan atau rongga udara. Perlakuan yang dilakukan selanjutnya adalah terhadap 2 gr ekstrak kental metanol dilarutkan dengan metanol hingga larut, kemudian ditambahkan silika gel sedikit demi sedikit hingga terbentuk seperti bubur, lalu campuran tadi diaduk hingga kering dan dimasukkan secara perlahan-lahan kedalam kolom. Setelah semua sampel campuran tadi telah masuk kedalam kolom lalu kemudian dialirkan n-heksan secara perlahan-lahan hingga tidak terbentuk patahan atau rongga udara. Selanjutnya fase gerak yang digunakan yaitu variasi eluen bergradien secara berturutturut perbandingan n-heksan:etil asetat (9:1), (8:2), (7:3), (6:4), (5:5), (4:6), (3:7), (2:8), dan (1:9) kemudian dilanjutkan dengan menggunakan fase gerak bergradien kembali secara berturut – turut dengan eluen etil asetat: metanol (9:1), (8:2), (7:3), (6:4), (5:5), (4:6), (3:7), (2:8), (1:9). Hasil pemisahan secara bergradien menghasilkan 157 fraksi. Fraksi-fraksi tersebut dianalisis dengan kromatografi lapis tipis dengan memilih perwakilan warna dari masing-masing fraksi Bercak noda dari hasil KLT dilihat dengan menggunakan lampu UV. Adapun pola noda dari fraksi-fraksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.
F1
F2
F3
F4
F5
F6
F7
Gambar 1. Hasil kromatografi kolom di-KLT dengan menggunakan campuran eluen n-heksan: etil asetat dengan perbandingan 8:2 Berdasarkan Gambar 1 fraksi F1-F7 merupakan gambaran senyawa yang dipisahkan pada plat KLT, dimana semakin besar fraksinya, jarak pemisahannya semakin kecil. Jarak pemisahan senyawa pada plat silika gel tergantung pada polaritasnya. Senyawa yang tidak polar dan sedikit polar bergerak paling jauh dari titik awal penotolan, sedangkan senyawa yang paling polar bergerak naik dengan jarak paling dekat dari titik awal penotolan tersebut. Hal ini dikarenakan senyawa polar akan lebih teradsorbsi pada plat silika gel dibandingkan senyawa non polar. Kekuatan adsorbsi pada plat silika gel tergantung pada kuat lemahnya 5
interaksi antara senyawa, pelarut, dan adsorben (Padmawinata, 1991 dalam Septianingsi, 2010). Hasil KLT di atas, fraksi yang memiliki harga Rf yang sama digabung (disatukan) dan didapatkan beberapa fraksi seperti pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Penggabungan fraksi hasil kromatografi kolom Fraksi F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7
Nomor botol vial 1-34 35-74 75-78 79-88 89-93 94-135 136-157
Harga Rf 0,975 ; 0,925 0,900 ; 0,875 ; 0,870 0.,850; 0,700 0,575; 0,425; 0,350; 0,325 0,300; 0,175; 0,150 0,050 -
Berdasarkan hasil KLT pada Gambar 1, dipilih fraksi F2 (vial 36 dan 38) terdapat kristal jarum berwarna hijau yang masih kotor. Untuk memurnikan kristal tersebut direklistalisasi menggunakan pelarut n-heksan hingga diperoleh kristal jarum berwarna kekuningan. Fraksi 2 (vial 36 dan 38) digabungkan selanjutnya di KLT kembali dengan eluen yang berbeda yaitu n-heksan : etil asetat (8:2), n-heksan : aseton (9:1) dan etil asetat : metanol (9:1). Pola noda dari hasil KLT tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini
(a) (b) (c) Gambar 2. Hasil KLT kristal isolat perbandingan eluen (a) n-heksan : etil asetat (8:2), (b) n-heksan : aseton (9:1) (c) etil asetat : metanol (9:1). Adapun bercak noda yang dihasilkan adalah noda tunggal yang diduga sebagai isolat murni seperti terlihat pada Gambar 2. Setelah didapatkan bercak noda, selanjutnya dihitung faktor retensinya. Faktor retensi (Rf) adalah jarak yang ditempuh komponen dibagi dengan jarak yang ditempuh eluen. Berdasarkan hasil KLT dengan menggunakan eluen berbeda-beda dihasilkan nilai Rf yang berbeda. Perbedaan itu didasarkan oleh perbedaan kepolaran eluen. Eluen yang mendekati polar akan memiliki nilai Rf yang lebih besar disebabkan oleh sifat dari plat KLT yang bersifat polar, sebaliknya eluen yang mendekati non polar maka Rf-nya kecil. Adapun nilai Rf yang diperoleh dari bercak noda isolat yaitu eluen (a) n-heksan : etil asetat (8:2), (b) n-heksan : aseton (9:1) dan (c) etil asetat : metanol (9:1) masing-masing adalah (a) 0,20, (b) 0,325, dan (c) 0,560. Analisis kemurnian terhadap isolat dilakukan dengan cara KLT dua dimensin dengan menggunakan silika gel GF254 dengan variasi perbandingan fasa gerak n-heksan : etil asetat (8:2) sebagai E1 dengan n-heksan : aseton (9:1) sebagai E2 . Gambar kromatogram hasil analisa Kromatografi Lapis Tipis isolat murni 2 dimensi dapat dilihat pada Gambar 3 berikut. 6
E2
E1
Gambar 3. Hasil KLT 2 dimensi menggunakan campuran eluen n-heksan : etil asetat (8:2) E1 dan n-heksan : aseton (9:1) E2. Berdasarkan hasil kromatografi lapis tipis 2 dimensi di atas, diperoleh nilai Rf perbandingan n-heksan : etil asetat (8:2) dan n-heksan: aseton (9:1) masing-masing yaitu 0,3 dan 0,25. Uji Fitokimia Isolat Murni Isolat murni hasil kromatografi kolom gravitasi selanjutnya dilakukan uji fitokimia. Hasil uji fitokimia isolat murni menunjukkan hasil positif pada uji flavonoid ditandai dengan adanya perubahan warna, sedangkan untuk uji alkaloid menunjukkan hasil negatif. Identifikasi Senyawa Isolat yang telah diuji kemurnian dengan kromatografi 2 dimensi dan telah diuji fitokimia selanjutnya diidentifikasi. Identifikasi senyawa dilakukan dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis dan spektrofotometer Inframerah. Isolat hasil kromatografi kolom gravitasi selanjutnya diidentifikasi dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Spektrofotometri UV-Vis adalah teknik analisis spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Gambar hasil spektrum UV-Vis pada isolat murni dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Hasil Analisis Data Spektrum Berdasarkan Gambar 4 di atas dapat dilihat bahwa pada isolat murni dalam pelarut metanol memberikan serapan pada panjang gelombang pita I pada panjang gelombang 348.00 nm dan pita II mempunyai panjang gelombang 219,00 nm. Isolat diduga adalah senyawa flavonoid yaitu ditandai dengan munculnya dua pita yang berdasarkan literatur mendekati serapan maksimum dari senyawa flavanoid, dimana spektrum senyawa flavanoid golongan flavon memberikan serapan panjang gelombang maksimum utama 330-350 nm (Markham, 1988). Adanya serapan kuat pada daerah UV diakibatkan adanya kromoform C=C dari gugus 7
aromatik yang terkonjugasi sehingga kromoform (zat pembawa warna) tersebut menyebabkan transisi n→π*. Transisi ini menyerap cahaya pada panjang gelombang 200-400 nm (Chreswell, dkk, 2005). Spektrum UV-Vis untuk golongan flavon mengandung inti aromatik benzena yang dapat mengalami transisi dalam suatu elektron π yaitu eksitasi elektron ke orbital π* (π→π*) yang berasal dari adanya ikatan rangkap dua dari inti aromatik benzena. Gugus karbonil akan menyebabkan ekitasi n→π* yaitu eksitasi elektron berasal dari elektron sunyi oksigen karbonil ke orbital inti anti ikatan rangkap gugus karbonil sendiri (Daniel, 2010). Spektrum inframerah dalam penelitian digunakan untuk mengidentifikasi gugusgugus fungsi yang terkandung dalam isolat. Spektrum inframerah dari isolat murni ditunjukan pada Gambar 5 di bawah ini.
Gambar 5. Spektrum Inframerah Isolat Murni Dari gambar 5 di atas data spektrum inframerah terlihat bahwa pola spektrum senyawa yang diperoleh menunjukkan adanya beberapa gugus fungsi. Hasil analisis isolat yaitu adanya serapan melebar dengan intensitas lemah pada daerah bilangan gelombang 3423.41cm-1 yang diduga adalah serapan uluran dari gugus O-H, sedangkan serapan uluran C-H alifatik yang tajam dan lemah muncul pada daerah bilangan gelombang 2927.74 cm-1 dan 2852.52 cm-1. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Than, dkk 2005 bahwa serapan pada bilangan gelombang 2928 cm-1 dan 2853 cm-1 menunjukkan vibrasi uluran C-H alifatik. Selanjutnya pada daerah bilangan gelombang 1741.6 menunjukkan adanya uluran C=O karbonil, hal ini juga tampak pada serapan panjang gelombang dari Than, dkk 2005 yakni 1717 cm-1 dan Daniel, 2010 yakni 1728,22 cm-1. Pada daerah bilangan panjang gelombang 1666.38 cm-1 dan 1463.87 cm-1 menunjukkan adanya serapan uluran C=C aromatik. Hal ini didukung dengan penelitian Than, dkk 2005 yaitu munculnya C=C Aromatik pada bilangan gelombang 1649 cm-1 dan 1465 cm-1 dan pustaka Silverstein 1667-1640 cm-1 dan 1465 cm-1. Tekuk O-H muncul pada serapan panjang gelombang 1170.71 cm-1. Serapan C-O alkohol dengan bentuk pita yang tajam dan intensitasnya kuat muncul pada daerah bilangan gelombang 1045.35 cm-1 dan serapan C-H aromatik dengan bentuk pita tajam dan intensitas lemah terbaca pada panjang gelombang 628.75 cm-1
8
Tabel 2. Interpretasi Spektrum inframerah (Bilangan gelombang, bentuk pita, intensitas dan penempatan gugus fungsi) dari isolat. Pustaka Silverstein (1984) 3550-3200 2830-2695
Fesenden, (1986)
Daniel (2010)
Bentuk Pita
Intensitas
Kemungkinan Gugus Fungsi
3423.41 2927.74 2852.52
Than, dkk (2005) 3414 2928 2853
3000-3700 2800-3000 2800-3000
Lebar Tajam Tajam
Lemah Lemah Lemah
Ulur O-H Ulur C-H Alifatik Ulur C-H Alifatik
1741.6 1666.38 1463.87 1170.71
1717 1649 1465 1181
1870-1540 1667-1640 1420 -
1735-1750 1600-1700 1400-1650 -
3387,00 2924,09 2854,65 1728,22 1604,77 1458,18 1118.71
Tajam Lebar Tajam Tajam
Kuat Lemah Kuat Lemah
Ulur C=O karbonil Ulur C=C Aromatik Ulur C=C Tekuk OH
-
1260-1000 650-1000
1050-1260 -
-
Tajam Tajam
Kuat Lemah
Ulur C-O Alkohol C-H Aromatik
Isolat
1045. 35 628.75
Berdasarkan data interprestasi yang peroleh menunjukkan bahwa gugus-gugus fungsi yang ditentukan dari hasil panjang gelombang IR hasil penelitian isolat murni merupakan gugus-gugus fungsi yang terdapat ada senyawa flavonoid. Dengan daerah spektra yang terbaca berkisar antara 3000-500 cm-1 dan termasuk dalam IR tengah. Sehingga isolat murni yang didapatkan pada hasil penelitian dapat diduga merupakan senyawa metabolit sekunder jenis flavonoid, yang ditandai dengan adanya gugus fungsi OH, CH, C=O, C=C aromatik, tekuk O -H, C-O alcohol dan CH aromatik. SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa Senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam daun pecut kuda dapat diisolasi dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol dan kromatografi kolom gravitasi. Hasil uji fitokimia terhadap isolat menunjukkan bahwa daun pecut kuda positif mengandung senyawa flavonoid. Identifikasi senyawa isolat hasil kromatografi kolom gravitasi menggunakan: (a) Spektroskopi UV-Vis menunjukkan bahwa isolat adalah senyawa flavonoid yang ditandai dengan munculnya dua pita pada serapan panjang gelombang pita 1 348.00 nm dan pita 2 219.00 nm; (b) Spektroskopi Inframerah menujukkan adanya gugus fungsi O-H, C-H alifatik, C=O, C=C aromatik, tekuk O-H, C-O alkohol dan C-H aromatik. SARAN Berdasarkan hasil penelitian bahwa isolat daun pecut kuda menunjukkan positif terhadap senyawa flavanoid, maka disarankan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan struktur dari isolat menggunakan metode GC-MS dan NMR. DAFTAR PUSTAKA Creswell, C.J., Runquist, O. A., Campbell, M. M. 2005. Analisis Spektrum Senyawa Organik. ITB. Bandung Copriady, J. Miharty dan Herdini. 2001. Gallokatekin : Senyawa Flavonoid Lainnya Dari Kulit Batang Rengas (Gluta rengas Linn). Jurnal Nature Indonesia. 9
Daniel. 2010. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid pada Fraksi Etil Asetat dari Daun Tumbuhan Sirih Merah. Mulawarman Scientifie. Universitas Mulawarman. Samarinda Harborne, J., B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. ITB. Bandung Iptek, 2005. Tanaman Obat Indonesia (Stachytarpheta jamaicensis) http://ipteknet.com. Diakses 20 November 2013. Koirewoa, Yohanes Adithya, Fatimawali, Weny Indayany Wiyono. 2012. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid Dalam Daun Beluntas (Pluchea indica L.). Manado: Universitas Samratulangi Markham, K.R. 1988. Techniques of flavanoid identification. London: Academic Septianingsih, U., Susanti, H., dan Widyaningsih, W. 2012. Penghambatan Aktivitas Xanthine Oxidase Oleh Ekstrak Etanol Akar Sambiloto (Andrographis Paniculata,Ness) Secara In Vitro. Universitas Ahmad Dahlan. Yogyakarta.
10