IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DALAM FASE n-BUTANOL DARI EKSTRAK METANOL DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) Ratna Djamil, Wiwi Winarti, Ernie Fakultas Farmasi Universitas Pancasila email@ratnadj_yahoo.com ABSTRAK Berdasarkan literatur dan penelitian yang telah dilakukan diketahui beberapa spesies tanaman familia Basellaceae yaitu Anredera scandens (L.) Moq, Basella rubra Linn. atau Basella alba Linn atau Basella cordifolia Lamk, Anredera cordifolia (Ten.) Steenis diketahui mengandung senyawa flavonoid. Namun belum ada data mengenai golongan dan jenis senyawa flavonoid yang terkandung dalam spesies tanaman tersebut. Hal ini mungkin disebabkan masih terbatasnya penelitian mengenai tanaman tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian terhadap salah satu spesies dari Basellaceae yaitu Anredera cordifolia (Ten.) Steenis. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui golongan dan jenis senyawa flavonoid yang terkandung dalam salah satu spesies Basellaceae yaitu tanaman anredera cordifolia (Ten.) Steenis. Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi pengumpulan dan penyediaan bahan, penapisan fitokimia, pemeriksaan pendahuluan senyawa flavonoid, isolasi golongan senyawa flavonoid dan identifikasi isolat menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet-cahaya tampak. Hasil penapisan fitokimia diketahui dalam fase n-butanol dari ekstrak metanol daun binahong terkandung senyawa flavonoid, saponin, triterpenoid, kumarin dan kuinon. Hasil penelitian identifikasi senyawa flavonoid diduga golongan dan jenis senyawa flavonoidnya adalah sebagai berikut isolat NB-VII diduga adalah senyawa flavonol dengan gugus OH pada posisi 3, 5, 7, 4’ dan terdapat O-diOH pada cincin A (6,7) atau (7,8) serta terdapat oksigenasi pada 6 atau 8. Isolat NB-VIII diduga adalah senyawa flavon dengan gugus OH pada 5, 7, 4’ dengan gugus prenil pada posisi 6 serta terdapat gugus O-diOH pada cincin A (6,7) atau (7,8) sedangkan Isolat NB-IX diduga adalah senyawa flavonol (3-OH tersubstitusi) dengan gugus OH pada posisi 5, 7, 4’ serta adanya gugus prenil pada posisi 6.
Keywords:
Identifikasi, flavonoid, daun binahong, Anredera cordifolia (Ten.) Steenis).
PENDAHULUAN Memasuki era globalisasi, teknologi pengobatan berkembang seiring dengan penyakit yang melanda masyarakat. Keanekaragaman penyakit yang ada, menuntut adanya cara pengobatan yang beragam dengan tujuan untuk menyembuhkan berbagai penyakit dengan tepat dan aman. Tetapi, tujuan tersebut seringkali menimbulkan efek samping yang cukup membahayakan bagi penderita terhadap pengobatan penyakit yang dilakukan misalnya: penggunaan obat modern seperti aspirin dalam jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan fungsi ginjal, penggunaan antibiotik dalam mengobati penyakit dewasa ini dapat menimbulkan resistensi, penggunaan sinar radiasi untuk terapi kanker seringkali menghambat pertumbuhan sel-sel normal dalam tubuh dan sebagainya (1,2). Oleh karena itu, saat ini pengobatan penyakit menggunakan tanaman obat menjadi pilihan utama. Salah satu tanaman obat yang saat ini menjadi pilihan dan sering digunakan adalah tanaman dari familia Basellaceae. Salah satu Spesies dari familia Basellaceae yang saat ini sering digunakan sebagai tanaman obat adalah Anredera cordifolia (Ten.) Steenis (3,4,5). Akan tetapi data mengenai spesies dari tanaman Basellaceae yakni Anredera cordifolia (Ten.) Steenis masih terbatas. Informasi yang diketahui yaitu bahwa batang, daun dan akar dari Anredera cordifolia (Ten.) Steenis dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit seperti: pegal linu, kanker serta diduga memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi dan berfungsi sebagai antivirus (8). Kemudian diketahui bahwa dalam ekstrak metanol daun binahong mengandung senyawa flavonoid, saponin, steroid-triterpenoid dan kumarin (9).Flavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder dalam tanaman yang tersebar terutama pada tumbuhan tingkat tinggi Angiospermae. Flavonoid memiliki berbagai macam efek farmakologi seperti antioksidan, antihipertensi, antivirus,
antikanker dan lain-lain. Sehingga data mengenai golongan dan jenis kandungan senyawa flavonoid dalam suatu tanaman merupakan informasi yang berharga. Namun demikian, belum ada data yang jelas mengenai golongan dan jenis senyawa flavonoid yang terkandung dalam spesies tersebut. Hal ini mungkin disebabkan masih terbatasnya penelitian yang dilakukan terhadap tanaman obat tersebut. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap tanaman binahong atau Anredera cordifolia (Ten.) Steenis Dalam penelitian ini penulis bermaksud ingin mengetahui jenis dan golongan senyawa flavonoid yang terkandung dalam ekstrak n-butanol dari ekstrak metanol daun Anredera cordifolia (Ten.) Steenis. Penelitian yang dilakukan meliputi pengumpulan dan penyediaan bahan. Selanjutnya dilakukan penapisan fitokimia, pemeriksaan pendahuluan senyawa flavonoid, isolasi golongan senyawa flavonoid secara kromatografi kertas dan identifikasi isolat menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet-cahaya tampak. BAHAN DAN METODE BAHAN Bahan yang digunakan adalah fase n-butanol dari ekstrak metanol daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) yang diperoleh dari penelitian sebelumnya. METODE 1. Penapisan fitokimia Penapisan fitokimia senyawa alkaloid, flavonoid, Saponin, tannin, kuinon. steroid dan triterpenoid, kumarin 2. Pemeriksaan Pendahuluan Senyawa Flavonoid Reaksi warna. Reaksi Warna dilakukan terhadap fase n-butanol untuk memastikan ada atau tidaknya senyawa flavonoid dalam fase tersebut.
Disampaikan pada Kongres Ilmiah XVII ISFI, 7-9 Desember 2009
285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I) maka isolat positif merupakan senyawa flavonoid dan selanjutnya dilakukan penambahan pereaksi geser seperti aluminium klorida, asam klorida, natrium hidroksida, natrium asetat dan asam borat lalu diamati pergeseran panjang gelombang maksimum sesudah dilakukan penambahan pereaksi geser. HASIL DAN DISKUSI 1. Penapisan Fitokimia Hasil penapisan fitokimiamenunjukkan bahwa dalam fase n-butanol daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) mengandung flavonoid, saponin, kumarin ,triterpenoid dan kuinon. 2. Reaksi Warna Hasil identifikasi senyawa flavonoid dengan reaksi warna menunjukkan hasil positif pada ketiga reaksi yakni reaksi Pew, Shinoda dan Wilson-Taobock. 3. Isolasi dengan Kromatografii Kertas Fase n-butanol yang sudah dilarutkan dengan metanol ditotolkan bentuk pita pada kertas Whatman No.3 kemudian dieluasi dalam bejana yang telah dijenuhkan dengan n-butanol-asam asetat glasial-air (BAA) dengan perbandingan 4:1:5 diperoleh 9 pita selanjutnya kromatogram diberi uap amoniadan diamati warna yang timbul sebelum dan sesudah diuapi ammonia menghasilkan Sembilan pita. Kesembilan pita yang diperoleh dipotong kecilkecil, lalu diekstraksi dengan metanol, kemudian kesembilan isolat dieluasi kembali dengan fase gerak kedua yaitu asam asetat 15% memberikan hasil 9 pita yang telah tunggal. 4. Identifikasi Isolat Isolat yang diperoleh dari hasil isolasi kemudian diidentifikasi menggunakan spektrofotometer ultraviolet-cahaya tampak. Dari hasil spektrum ternyata yang memberikan panjang gelombang serapan maksimum untuk flavonoid hanya 3 pita yakni pita yang berfluoresensi warna ungu muda (NB VII), pita yang berflouresensi warna ungu tua (NB VIII) dan pita yang berflouresensi warna kuning jingga (NB IX). Kemudian diamati pergeseran panjang gelombang sesudah penambahan pereaksi geser seperti natrium hidroksida, aluminium klorida, asam klorida, natrium asetat dan asam borat. Berikut adalah hasil identifikasi ketiga isolat. 2.00 A
Absorban (A)
Reaksi Pew. Sejumlah 1 ml larutan dari fase nbutanol diuapkan sampai kering ditambahkan 1-2 ml etanol 95%, 400 mg serbuk zink dan 2 ml asam klorida 2N, lalu didiamkan selama 1 menit, kemudian ditambahkan 0,5 ml asam klorida p. adanya flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah intensif 2-5 menit. Reaksi Shinoda. Sejumlah 1 ml larutan dari fase nbutanol diuapkan sampai kering. Sisa ditambahkan 1 ml etanol 95 %, 100 mg serbuk magnesium dan 0,5 ml asam klorida. Bila terbentuk warna merah jingga sampai warna merah ungu menunjukkan adanya senyawa golongan flavonoid. Bila berwarna kuning jingga menunjukkan adanya senyawa flavonoid golongan flavon, auron atau khalkon. Reaksi Wilson-Taubock. Sejumlah 1 ml larutan fase n-butanol diuapkan sampai kering, lalu ditambahkan aseton, asam borat dan asam oksalat. Diuapkan hatihati diatas tangas air. Sisa ditambahkan 10 ml eter, kemudian diamati dibawah sinar UV dengan panjang gelombang 366 nm. Jika terlihat pendaran warna kuning intensif menunjukkan adanya senyawa golongan flavonoid. Kromatografi kertas. pemeriksaan senyawa flavonoid dalam fase n-butanol dilakukan secara kromatografi kertas Whatman No.3 dengan fase gerag yang sesuai. diamati perubahan warna sebelum dan sesudah diuapi dengan ammonia. 3. Isolasi Senyawa Flavonoid Isolasi senyawa flavonoid dilakukan secara kromatografi kertas preparatif. Pertama-tama fase nbutanol yang berupa ekstrak kental ditambahkan dengan metanol secukupnya. Kemudian ekstrak tersebut ditotolkan dengan arah memanjang seperti pita pada batas awal eluasi pada kertas Whatman No.3 sampai jenuh. Selanjutnya kertas preparatif dieluasi menggunakan fase gerak pertama yaitu BAA (n-butanol-asam asetat glasial-air dengan perbandingan 4:1:5), setelah batas eluasi kertas preparatif diangkat dan dikeringkan. Kemudian masing-masing pita yang terbentuk digunting menjadi potongan-potongan kecil dan diekstraksi dengan metanol. Sebelum diidentifikasi dengan spektrofotometer ultraviolet-cahaya tampak senyawa yang diidentifikasi haruslah berupa senyawa murni. Untuk memastikan bahwa pita-pita yang diperoleh sudah merupakan pita tunggal, maka pita-pita yang sudah dilarutkan dalam metanol kemudian ditotolkan kembali pada kertas whatman No.3 dan dieluasi dengan fase gerak kedua. jika pita sudah tunggal pita tersebut diambil, digunting kecil-kecil dan diekstraksi dengan metanol dan selanjutnya diidentifikasi secara spektrofotometri uv-Cahaya tampak. 4. Identifikasi Identifikasi golongan dan jenis senyawa flavonoid dilakukanmenggunakan spektrofotometer ultravioletcahaya tampak. Mula-mula isolat murni yang mengandung senyawa flavonoid dilarutkan dalam metanol pa kemudian dilihat spektrumnya menggunakan spektrofotometer ultraviolet-cahaya tampak. Jika spektrumnya terlihat pada rentang 240-
(0,500 /div)
0,00 A 220,0 nm
(50/div)
550,0 nm
Panjang gelombang ()
Gambar 1. Spektrum Isolat NB-VII fase n-butanol dengan pereaksi geser Keterangan
: Metanol : NaOH
Tabel 2.
No
Panjang gelombang maksimum
Pereaksi Geser
1 2 3
Metanol Metanol+ NaOH Metanol+ NaOH 5’
4 5 6
Metanol+AlCl3 Metanol+AlCL3/ HCl Metanol+NaOAc
7
Metanol+NaOAc/H3BO3
Pergeseran
Pita 1 (nm)
Pita II Pita I Pita II (nm) (nm) (nm)
328,5 394,5 395
268,5 279,5 279
66 66,5
11 10,5
382 342 377
289,5 271,5 272
53,5 13,5 48,5
1 3 3,5
320,5
269,5
8
1
Hasil pemeriksaan pendahuluan terhadap isolat NB VII mengarah dugaan pada 5-OH flavon atau flavonol (tersulih pada 3-O dan mempunyai 4’-OH) atau 5-OH flavanon dan 4’-OH khalkon tanpa OH pada cincin B, hal ini didasarkan pada warna bercak lembayung lembayung gelap sebelum diberi uap amonia dan berwarna hijau setelah diberi uap amonia. Pada identifikasi spektrofotometer ultraviolet-cahaya tampak dalam pelarut metanol isolat memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 328,5 nm untuk pita I dan 268,5 untuk pita II. Hasil tersebut mengarahkan dugaan bahwa isolat adalah golongan flavon atau isoflavon serta isoflavon dengan 5-deoksi6,7-dioksigenasi. Pada penambahan natrium hidroksida puncak serapan pita I 394,5 berarti terjadi pergeseran batokromik sebesar 66 nm dan terjadi kenaikan kekuatan setelah 5 menit. Berdasar data ini kemungkinan terdapat gugus 4’-OH pada golongan flavon. Pada penambahan aluminium (III) klorida serapan maksimum pita I menjadi 382 nm dan berarti terjadi pergeseran batokromik sebesar 53,5 nm, hal ini menunjukkan adanya gugus 3-OH (dengan atau tanpa 5-OH). Hal ini menunjukkan dugaan bahwa isolat adalah golongan flavonol. Pada penambahan natrium asetat serapan maksimum pita II 272 nm atau terjadi pergeseran batokromik sebesar 3,5 nm, berdasar data ini diduga terdapat 7-OH dengan oksigenasi pada 6 atau 8 pada golongan flavon atau flavonol. Pada penambahan asam borat serapan maksimum pita I 320,5 nm atau terjadi pergeseran hipsokromik sebesar 8 nm bedasarkan data terdapat O-diOH pada cincin A (6,7) atau (7,8), sehingga memperkuat dugaan bahwa isolat adalah golongan flavonol. 3` 4`
O H
2` 1 O
8 H O
B
9
7 A
5`
2 6`
C 3
6 5 H O
1 0
4 O
O H
O H
Gambar 2. Struktur senyawa flavonol dengan gugus OH pada posisi 3, 5, 7, 4’ serta O-diOH pada cincin A (6,7) atau (7, 8)
Berdasarkan data diatas diduga bahwa isolat NB-VII adalah senyawa flavonol (denganatau tanpa gugus OH pada posisi 5 ) gugus OH posisi 3, 7, 4’ dan terdapat OdiOH pada cincin A (6,7) atau (7,8) serta terdapat oksigenasi pada 6 atau 8. 2.00 A
Absorban (A)
: NaOH 5` : AlCl3 : AlCl3/HCl : Na Asetat : Na Asetat + H3BO3 Pergeseran panjang gelombang maksimum isolat NB-VII
(0,500 /div)
0,00 A 200,0 nm
(50/div)
550,0 nm
Panjang gelombang ()
Gambar 3. Spektrum Isolat NB-VIII fase n-butanol dengan pereaksi geser Keterangan
: : : : : : :
Metanol NaOH NaOH 5` AlCl3 AlCl3/HCl Na Asetat Na Asetat + H3BO3
Tabel 3. Pergeseran panjang gelombang maksimum isolat NB-VIII Panjang gelombang Pergeseran maksimum No Pereaksi Geser Pita 1 Pita II Pita I Pita (nm) (nm) (nm) II(nm) 1 Metanol 329,5 269,5 2 Metanol+ NaOH 393,5 279,5 64 10 3 Metanol+ NaOH 5’ 395,0 279,5 65,5 10 4 Metanol+AlCl3 381,5 279,5 52 7 5 Metanol+AlCL3/ HCl 380,5 277,0 51 7,5 6 Metanol+NaOAc 380,0 278,5 50,5 9 7 Metanol+NaOAc 5’ 380,5 278,5 50,5 9 8 Metanol+NaOAc/H3BO3 322,5 269,5 7 1,5
Hasil pemeriksaan pendahuluan terhadap isolat NB VIII megarah dugaan pada flavon atau flavonol (tersulih pada 3-O dan mempunyai 5-OH tetapi tanpa 4’-OH bebas), beberapa 6- atau 8-OH flavon dan flavonol tersulih pada 3-O serta mengandung 5-OH; isoflavon, dihidroflavonol, biflavonil dan beberapa flavanon yang mengandung 5OH; Khalkon yang mengandung 2’ atau 6’-OH tetapi tidak mengandung 2- atau 4-OH bebas hal ini didasarkan atas perubahan warna bercak lembayung gelap sebelum diuapi amonia dan menjadi lembayung gelap setelah diuapi amonia. Pada identifikasi spektrofotometer ultraviolet-cahaya tampak dalam pelarut metanol isolat memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 329,5 nm dan 269,5 nm untuk pita II. Hal tersebut mengarahkan dugaan bahwa isolat adalah golongan flavon, Isoflavon dan bukan golongan flavonol maupun khalkon.
Pada penambahan natrium hidroksida puncak serapan pita I 393,5 berarti terjadi pergeseran batokromik sebesar 64 nm dan terjadi kenaikan kekuatan setelah 5 menit. Berdasar data ini diduga terdapat 4’-OH pada golongan flavon. Pada penambahan aluminium (III) klorida dan asam klorida serapan maksimum pita I menjadi 381,5 nm dan setelah penambahan HCl serapan maksimum pita I menjadi 380,5 nm berarti tidak terjadi pergeseran, hal ini menunjukkan kemungkinan adanya gugus OH pada posisi 5 dengan gugus prenil pada posisi 6. Pada penambahan natrium asetat serapan maksimum pita II 278,5 nm atau terjadi pergeseran batokromik sebesar 9 nm, berdasar data ini menunjukkan adanya gugus 7-OH sehingga memperkuat dugaan bahwa isolat adalah senyawa flavon. Pada penambahan asam borat serapan maksimum pita I 322,5 nm atau terjadi hipsokromik sebesar 7 nm, berdasar data ini kemungkinan terdapat gugus O-diOH pada cincin A(6,7) Atau (7,8). 3` 4`
O H
2`
8 H O (CH3)2C= CH-CH2
B
1 O 9
7 A
O H
5`
2 6`
C
6
3 5
1 0
H O
4 O
Gambar 4. Struktur flavon dengan gugus OH pada 5, 7, 4’ dan gugus prenil pada posisi 6 serta gugus O-diOH pada cincin A(6,7) atau (7,8 )
Berdasarkan data diatas diduga bahwa isolat NB-VIII adalah senyawa flavon dengan gugus OH pada 5, 7, 4’ dengan gugus prenil pada posisi 6 serta terdapat gugus O-diOH pada cincin A (6,7) atau (7,8).
Absorban (A)
2.00 A
(0,500 /div)
Tabel4. Pergeseran panjang gelombang NB-IX Panjang gelombang maksimum No Pereaksi Geser Pita 1 Pita II (nm) (nm) 1 Metanol 330,5 271,5 2 Metanol+ NaOH 393,5 279,5 3 Metanol+ NaOH 5’ 393,5 279,5 4 Metanol+AlCl3 336,5 274,5 5 Metanol+AlCL3/ HCl 337,0 275,5 6 Metanol+NaOAc 279,0 7 Metanol+NaOAc/H3BO3 271,0
maksimum isolat
Pergeseran Pita I (nm) 63 63 6,5 7 -
Pita II (nm) 8 8 2,5 4 7,5 0,5
Hasil pemeriksaan pendahuluan terhadap isolat NB IX mengarah dugaan pada flavonol yang mengandung 3-OH bebas mempunyai atau tak mempunyai 5-OH bebas kadang-kadang berasal dari dihidroflavonol. Hal ini didasarkan pada warna bercak flouresensi kuning jingga sebelum diberi uap amonia dan menjadi floresensi jingga setelah diberi uap amonia. Pada identifikasi spektrofotometer ultraviolet-cahaya tampakdalam pelarut metanol isolat memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 326,5 nmuntuk pita I dan 268,5 untuk pita II. Hasil tersebut mengarahkan dugaan bahwa isolat adalah golongan flavonol (3-OH tersubstitusi), isoflavon, flavon dan bukan golongan dihidroflavonol. Pada penambahan natrium hidroksida puncak serapan pita I 393,5 berarti terjadi pergeseran batokromik sebesar 63 nm dan tanpa kenaikan kekuatan setelah 5 menit. Berdasar data menunjukkan kemungkinan adanya gugus 4’-OH pada flavonol (3-OH tersubstitusi). Pada penambahan aluminium (III) klorida dan asam klorida serapan maksimum pita I menjadi 336,5 nm dan setelah penambahan HCl serapan maksimum pita I menjadi 337 nm berarti tidak terjadi pergeseran, hal ini menunjukkan kemungkinan adanya gugus OH pada posisi 5 dengan gugus prenil pada posisi 6 pada flavonol (3-OH tersubstitusi). Pada penambahan natrium asetat serapan maksimum pita II 279,0 nm atau terjadi pergeseran batokromik sebesar 7,5 nm, berdasar data ini kemungkinan terdapat gugus 7-OH. Pada penambahan asam borat serapan maksimum pita I tidak terdeteksi berdasarkan hal ini tidak terdapat data kemungkinan adanya gugus yang bersifat asam seperti O-diOH. 3` 4` 2` 1 O
0,00 A 220,0 nm
(50/div)
H O
550,0 nm
Panjang gelombang () (CH3)2C= CH-CH2
7
8
A
Metanol NaOH AlCl3 AlCl3/HCl Na Asetat Na Asetat + H3BO3
5`
2 6`
C 3 10 4
5 H O
: : : : : :
9
6
Gambar 5. Spektrum Isolat NB-IX fase n-butanol dengan pereaksi geser Keterangan
B
O H
O
Gambar 6. Struktur senyawa flavonol (3-OH tersubstitusi) dengan gugus OH pada posisi 5, 7, 4’ serta gugus prenil pada posisi 6
O H
Berdasarkan data diatas diduga bahwa isolat NB-IX adalah senyawa flavonol (3-OH tersubstitusi) dengan gugus OH pada posisi 5, 7, 4’ serta adanya gugus prenil pada posisi 6. KESIMPULAN 1. Pada pemerikssan penapisan fitokimia dalam fase nbutanol dari ekstrak metanol daun binahong menunjukkan adanya senyawa flavonoid, saponin, kuinon, triterpenoid dan kumarin. 2. Berdasarkan hasil identifikasi senyawa flavonoid menggunakan spektrofotometer ultraviolet-cahaya tampak dalam fase n-butanol dari ekstrak metanol daun binahong bahwa isolat NB-VII diduga adalah senyawa flavonol (dengan atau tanpa gugus OH pada posisi 5) serta gugus OH pada posisi 3, 5, 7, 4’ dan terdapat O-diOH pada cincin A (6,7) atau (7,8) serta terdapat oksigenasi pada 6 atau 8. Isolat NB-VIII diduga adalah senyawa flavon dengan gugus OH pada 5, 7, 4’ dengan gugus prenil pada posisi 6 serta terdapat gugus O-diOH pada cincin A (6,7) atau (7,8) sedangkan Isolat NB-IX diduga adalah senyawa flavonol (3-OH tersubstitusi) dengan gugus OH pada posisi 5, 7, 4’ serta adanya gugus prenil pada posisi 6. DAFTAR PUSTAKA Basellaceae. Diambil dari http://hua.huh.harvard.edu/ china/mss/volume05/Basllaceae.pdf. Diakses tanggal 14 Oktober, 2009; jam 17.55 wib. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Materia Medika Indonesia. Edisi VI. 1980. hal 171. Farnsworth NR. Biological and phytochemical screening of plant. Journal of Pharmaceutical, No.3. Vol.55. 1996. Harborne JB. Metode fitokimia. Penuntun cara modern menganalisis tumbuhan. Edisi II. Diterjemahkan oleh Padmawinata K. Bandung: ITB; 1987. hal 21-29 Kegunaan binahong. Diambil dari http//darfaherba.blogspot.com /2007.12.01:s.03 Diakses tanggal 6 Oktober, 2008; jam 20.35 wib. Lemmens RHMJ, Bunyapraphastara N. Plant Resources of South-East Asia. Bogor: PROSEA; 2003. hal. 72-3 Markham KR. Cara mengidentifikasi flavonoid. Diterjemahkan oleh Padmawinata. Bandung: ITB; 1988. hal 8-15,21-47,54-5. Paramita PD. Karakterisasi Farmakognosi dan Uji BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) dari Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) [skripsi]. Jakarta: Fakultas Farmasi Universitas Pancasila; 2007. hal.6-8. Penelitian pola resistensi bakteri enteropatogen (penyebab diare) terhadap antibiotik http://www.litbang.depkes.go.id/ aktual/diare/ resistensi.pdf. Diakses tanggal 14 Oktober, 2009; jam 16.50 wib.