ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA SAPONIN EKSTRAK METANOL DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) 1)
Arif Rachman1), Sri Wardatun2), Ike Yulia Weandarlina3) Program Studi Farmasi, FMIPA, Universitas Pakuan, Bogor.
ABSTRAK Daun binahong mengandung saponin, alkaloid, polifenol, flavonoid dan mono polisakarida yang termasuk dalam golongan L-arabinose, D-galaktose, L-rhamnose, D-glukosa. Penelitian ini untuk mengidentifikasi jenis saponin dari daun binahong (Anrederra cordifolia (Ten.) Steenis). Daun binahong diekstraksi dengan metanol lalu dipisahkan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) preparatif selanjutnya diisolasi dan dilihat serapannya pada spektrofotometri UV-Vis serta dianalisis gugus fungsinya dengan spektrofotometri IR. Saponin dinyatakan terkandung dalam daun Binahong dengan uji busa dan uji warna Liebermann Bourchard (LB) yang menghasilkan cincin warna coklat menunjukan adanya saponin triterpen. Isolasi menggunakan eluen kloroform : metanol : air (13:7:2) diperoleh bercak noda berwarna hijau pada lempeng silika gel dengan nilai Rf 0,625-0,715. Pada panjang gelombang maksimal 211 nm. Hasil spektrofotometri FTIR teridentifikasi adanya gugus O-H, CH, C-O. Kata Kunci : ekstrak daun binahong, saponin, triterpenoid.
ABSTRACT Binahong leaves contains saponins, alkaloids, polyphenols, flavonoids and mono polysaccharide belonging to the group of L-arabinose, D-galactose, L-rhamnose, D-glucose. This research is to identify the types of saponins from binahong leaves (Anrederra cordifolia (Ten.) Steenis). Binahong leaves were extracted with methanol and then separated by preparative Thin Layer Chromatography (TLC) subsequently isolated and viewed absorption in UV-Vis spectrophotometry and analyzed functional groups with IR spectrophotometry. Saponins expressed contained in the Binahong leaves by foam test and Liebermann Bourchard (LB) which produces a brown color ring showed the presence of triterpene saponins. Isolation using eluent chloroform: methanol: water (13: 7: 2) obtained green staining on silica gel plates with Rf value of 0.625 - 0.715. there is a maximum wavelength of 211 nm. The results of Fourier Transform Infra Red (FTIR) spectrophotometry identified the groups OH, CH, CO. Keyword : binahong leaf extract, saponin, triterpenoid
PENDAHULUAN Khasiat tanaman obat pada umumnya disebabkan oleh aktifitas senyawa minor yang terdapat pada tanaman tersebut. Senyawa ini dikenal dengan sebutan metabolit sekunder. Metabolit sekunder diproduksi tanaman sebagai salahsatu cara untuk mempertahankan keberadaannya atau sebagai alat pertahanan diri. Metabolit sekunder ada yang memang terkandung dalam tanaman, ada pula metabolit yang baru terbentuk pada saat tanaman mengalami serangan atau gangguan dari luar (Aviana, 2006). Salah satu tanaman yang berkhasiat adalah binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis). Binahong adalah tanaman obat potensial yang dapat mengatasi berbagai jenis penyakit. Tanaman ini berasal dari dataran Cina dengan nama asalnya adalah Dheng shan chi. Tanaman ini di Indonesia belum banyak dikenal, sedangkan di Vietnam tanaman ini merupakan suatu makanan wajib bagi
masyarakat di sana (BPPP, 2009). Kemampuan binahong untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit ini berkaitan erat dengan senyawa aktif yang terkandung di dalamnya. Tanaman binahong mengandung saponin, alkaloid, polifenol, flavonoid dan mono polisakarida yang termasuk dalam golongan L-arabinose, D-galaktose, L-rhamnose, Dglukosa (Rachmawati, 2008). Saponin merupakan suatu glikosida yaitu campuran karbohidrat sederhana dengan aglikon yang terdapat pada bermacam-macam tanaman (Kirk and Othmer, 1967). Saponin dibedakan berdasarkan hasil hidrolisisnya menjadi karbohidrat dan sapogenin, sedangkan sapogenin terdiri dari dua golongan yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid. Saponin banyak dipelajari terutama karena kandungannya kemungkinan berpengaruh pada nutrisi (Appeabaum and Birk, 1979). Saponin memiliki karakteristik berupa buih, sehingga ketika direaksikan dengan air dan dikocok
maka akan terbentuk buih yang dapat bertahan lama. Saponin mudah larut dalam air dan tidak tarut dalam eter, memiliki rasa pahit menusuk dan menyebabkan bersin serta iritasi pada selaput lendir. Saponin merupakan racun yang dapat menghancurkan butir darah atau hemolisis pada darah, bersifat racun bagi hewan berdarah dingin. Saponin yang bersifat keras atau racun biasa disebut sebagai sapotoksin (Prihatma, 2001). Saponin paling tepat diekstraksi dari tanaman dengan pelarut etanol 70-95% atau metanol. Ekstrak saponin akan lebih banyak dihasilkan jika diekstraksi menggunakan metanol karena saponin bersifat polar sehingga akan lebih mudah larut daripada pelarut lain (Harbone, 1987). Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi jenis saponin dari daun binahong (Anrederra cordifolia (Ten.) Steenis). Daun binahong diekstraksi dengan metanol lalu dipisahkan dengan KLT preparatif selanjutnya diisolasi dan dilihat serapannya pada spektrofotometri Uv-VIS serta dianalisis gugus fungsinya dengan spektrofotometri IR. METODELOGI PENELITIAN Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober 2015 bertempat di Laboratorium Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan dan Biofarmaka. Alat Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi timbangan digital, botol coklat, tabung reaksi, penangas air, oven , grinder, ayakan mesh 20, neraca analitik, alat-alat gelas meliputi rotary evaporator, erlenmeyer, gelas ukur, cawan petri, labu takar, pipet volume, KLT, Spektrofotometer UV-Vis, spektrofotometer FTIR. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun binahong, metanol, etanol 96%, asam klorida 2N, metanol p, eter, asam asetat, air suling, pereaksi Bouchardat, pereaksi Mayer, pereaksi Liberman, amonia, kloroform, asam klorida, natrium sulfat anhidrida, aquadest, besi klorida, plat KLT silica G60 F254. PROSEDUR KERJA Pembuatan Serbuk Simplisia Daun Binahong Daun binahong yang telah dikumpulkan, masingmasing dibersihkan dari kotoran-kotoran yang menempel (sortasi basah) kemudian dicuci dengan air mengalir sampai bersih, kemudian ditiriskan untuk menghilangkan air sisa-sisa pencucian. Daun binahong yang telah bersih dan bebas air pencucian dikeringkan di bawah sinar matahari sampai masingmasing tanaman kering, kemudian dibersihkan
kembali dari kotoran yang mungkin tidak hilang saat sortasi kering. Simplisia kering tersebut selanjutnya digrinder hingga menjadi simplisia serbuk kemudian diayak dengan ayakan mesh 20 lalu ditimbang untuk mendapatkan bobot akhir simplisia. Disimpan dalam wadah yang kering dan bersih. Uji karakteristik serbuk simplisia daun binahong a. Penetapan kadar air Prosedur penentuan kadar air simplisia dilakukan dengan menggunakan alat moisture balance, yaitu dengan cara menyalakan tombol on/off terlebih dahulu, kemudian pinggan diletakan di tengah dan penahan punch di atasnya. Kemudian di set program, akurasi dan temperatur sesuai dengan simplisia yang akan diuji, lalu ditara. Ditimbang simplisia sebanyak 1 gram (akurasi rendah) atau 5 gram (akurasi sedang), simplisia disimpan di atas punch, diratakan sampai menutupi permukaan punch lalu ditutup, setelah 10 menit proses selesai maka persen kadar air dari simplisia akan tertera secara otomatis (penentuan dilakukan duplo). Kadar air simplisia pada umumnya yaitu tidak lebih dari 5 %. b. Penetapan kadar abu Lebih kurang 2 g sampai 3 g zat yang telah digerus dan ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara. Dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, didinginkan, dan ditimbang. (DepKes RI, 1979) Kadar abu (%) (Bobot krus + abu simplisia) − Bobot krus kosong = x 100 Bobot sampel simplisia serbuk
Analisis Fitokimia a. Pemeriksaan Flavonoid Sebanyak 0,5 gram sampel ditambah dengan 10 ml metanol P, menggunakan alat pendingin balik selama 10 menit. Disaring panas melalui kertas saring berlipat, diencerkan filtrat dengan 10 ml air. Setelah dingin ditambahkan 5 ml eter minyak tanah P, dikocok hati-hati, didiamkan, diambil lapisan metanol, diuapkan pada suhu 40oC dibawah tekanan. Sisa dilarutkan dalam 5 ml etil asetat P, disaring. Diuapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan, sisa dilarutkan dalam 1 ml etanol 95% P, ditambahkan 100 mg serbuk magnesium P dan ditambahkan 10 ml asam klorida P, jika terjadi warna merah jingga sampai merah ungu, menunjukan adanya flavonoid. Jika terjadi warna kuning, jingga, menunjukan adanya flavon, kalkon dan auron (DepKes RI, 1979). b. Pemeriksaan Alkaloid Sebanyak 0,5 g ekstrak ditambah dengan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan kemudian disaring. Dipindahkan 3 tetes filtrat pada
kaca arloji, ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat LP. Jika pada kedua percobaan tidak terjadi endapan, maka serbuk tidak mengandung alkaloid. Jika dengan pereaksi mayer LP terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning yang larut dalam metanol dan dengan pereaksi Bouchardat LP terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam, maka ada kemungkinan terdapat alkaloid. Percobaan dilanjutkan dengan mengocok sisa filtrat dengan 3 ml amonia pekat P dan 10 ml campuran 3 bagian volume eter p dan 1 bagian volume kloroform P. Diambil fase organik, ditambahkan natrium sulfat anhidrat P, disaring. Filtrat diuapkan di atas penangas air, sisa dilarutkan dalam sedikit asam klorida 2 N. Percobaan dilakukan dengan keempat golongan larutan percobaan, ekstrak mengandung alkaloid jika sekurang-kurangnya terbentuk endapan dengan menggunakan dua golongan larutan percobaan yang digunakan (DepKes RI, 1979). c. Pemeriksaan Saponin Sebanyak 0,5 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan dan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik (jika zat yang diperiksa berupa sediaan cair, diencerkan 1 ml sediaan yang diperiksa dengan 10 ml air dan dikocok kuat-kuat selama 10 menit). Reaksi positif jika terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1 cm sampai 10 cm. Pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih tidak hilang (DepKes RI, 1979). d. Pemeriksaan Tanin Sebanyak 20 mg sampel yang telah dihaluskan, ditambah etanol sampai sampel terendam semuanya. Kemudian sebanyak 1 ml larutan dipindahkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 2-3 tetes larutan FeCl3 1%. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna hitam kebiruan atau hijau (Sangi dkk., 2008). e. Uji Warna Sampel sekitar 500 mg dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisikan kloroform 10 ml, dipanaskan selama 5 menit dengan penangas air sambil dikocok. Kemudian ditambahkan beberapa tetes pereaksi Liberman Bouchardat (LB). Jika terbentuk cincin coklat atau violet maka menunjukkan adanya saponin triterpen, sedangkan warna hijau atau biru menunjukkan adanya saponin steroid (Pratama, dkk., 2012). Isolasi Senyawa Saponin dengan KLT analitik Lempeng alumunium silica gel GF254 Merck disiapkan dengan ukuran panjang 10 cm dan lebar 3 cm. Ekstrak kental yang telah dilarutkan dengan alkohol 95% ditotolkan pada lempeng tepi bawah dan
diangin-anginkan beberapa saat. Lempeng dimasukkan ke dalam chamber yang berisi eluen yaitu campuran homogen lapisan bawah pelarut antara kloroform : metanol : akuades (13:7:2). Lempeng dibiarkan terelusi hingga eluen merambat sampai pada tanda garis tepi atas lempeng kemudian dikeluarkan dan dikeringkan di udara. Pengamatan noda menggunakan lampu UV 254 dan 366 nm. Lempeng juga disemprotkan dengan pereaksi LB dan dipanaskan pada suhu 110 oC selama 10 menit untuk memperjelas warna noda yang terbentuk (Pratama, dkk., 2012) Isolasi Senyawa Saponin dengan KLT Preparatif Lempeng preparatif silika gel 60 F254 Merck disiapkan dengan ukuran panjang 20 cm dan lebar 20 cm. Ekstrak kental yang telah dilarutkan dengan alkohol 96% ditotolkan sepanjang lempeng tepi bawah dan diangin-anginkan beberapa saat. Lempeng dimasukkan ke dalam chamber yang berisi eluen yang telah dijenuhkan yaitu campuran homogen lapisan bawah pelarut antara kloroform : metanol : akuades (13:7:2) Lempeng dibiarkan terelusi hingga eluen mencapai batas atas lempeng kemudian dikeluarkan dan dikeringkan di udara. Pengamatan noda menggunakan lampu UV 254 dan 366 nm. Lempeng juga disemprotkan pereaksi Liberman Bouchardat (LB) pada kedua bagian tepi dan bagian tersebut dikeringkan. Noda-noda yang terbentuk pada bagian tepi lempeng dihubungkan dengan garis dari tepi satu ke tepi lainnya. Bagian dalam garis dikerok dengan membuang bagian yang telah dipanaskan dan dilarutkan dengan alkohol 96% sebagai isolat (Pratama, dkk., 2012). Identifikasi Menggunaan KLT Dua Dimensi Isolat yang telah diperoleh kemudian ditotolkan pada lempeng KLT G60 F254, dielusi menggunakan 2 eluen dengan tingkat kepolaran dan arah yang berbeda. Hasil elusi diamati menggunakan penampak noda sinar ultra violet 254 nm. Hasil pengamatan yang menunjukkan satu spot/bercak tunggal menandakan senyawa isolat yang diperoleh merupakan senyawa kimia tunggal atau murni (Harborne, 1984). Identifikasi Senyawa Saponin dengan Spektrofotometri UV-Vis Isolat yang diperoleh dari hasil KLT preparatif diidentifikasi secara kualitatif dengan spektrofotometri UV-Vis. Isolat sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam kuvet spektrofotometer UVVis untuk diidentifikasi nilai absorbansi senyawa saponin pada panjang gelombang maksimal. Pengamatan dilakukan pada panjang gelombang 200800 nm (Pratama, dkk., 2012).
Identifikasi Gugus Fungsi Isolat dengan Spektrofotometri Inframerah Ditimbang 0,2 gram pelet KBr ditambah dengan 1 tetes yang diduga senyawa saponin, dikeringkan kemudian diidentifikasi dengan spektrofotometer FTIR dengan panjang gelombang 4000-400 cm-1 (Hayati, dkk., 2009). HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Tanaman Berdasarkan identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Lembaga Penelitian Biolagi-LIPI, identitas tumbuhan yang diperoleh dari kebun wisata ilmiah Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro) Cimanggu-Jawa Barat adalah (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis), suku Basellaceae. Kadar air dan Rendemen Hasil penetapan kadar air serbuk simplisia daun binahong sebesar 7,63%. Hasil ini sesuai dengan persyaratan bahwa kadar air dalam simplisia tidak lebih dari 10% (Herawati dkk., 2012). Penetapan kadar air bertujuan untuk memberikan batas minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air didalam bahan. Hal ini terkait dengan kemurnian dan adanya kontaminan dalam simplisia (DepKes RI., 2000). Rendemen serbuk simplisia daun binahong sebesar 8,64%. Hasil ini didapatkan dari daun binahong segar sebanyak 5 kg, setelah melalui proses pengeringan kemudian daun binahong tersebut di grinder. Serbuk yang telah di grinder kemudian diayak dengan ayakan Mesh 20. Hasil penggrinderan dari 496 g daun binahong kering diperoleh sebanyak 432 g serbuk daun binahong yang telah seragam. Kadar Abu Kadar abu yang terdapat dalam simplisia sebesar 7,5254%. Kadar abu simplisia perlu ditentukan untuk mengetahui atau mengidentifikasi banyak zat anorganik dan mineral yag biasa ditemukan dalam serbuk simplisia. Kadar abu yang diperoleh suatu simplisia menunjukkan adanya kandungan unsur-unsur logam dalam simplisia. Standar maksimal kadar abu total dalam simplisia menurut DepKes RI tidak lebih dari 15%. Pembuatan Ekstrak Daun Binahong Daun binahong sebanyak 100 g dimasukkan ke dalam botol coklat kemudian direndam dengan metanol sebanyak 600 ml. Botol coklat ditutup lalu didiamkan selama 3 hari dengan sesekali dikocok. Ekstrak disaring untuk memperoleh filtrat I dan residu simplisia. Residu simplisia diekstraksi kembali dengan metanol sebanyak 400 ml dan didiamkan selama 2 hari dengan sesekali dikocok. Hasil ekstrak
(filtrat II) dicampur dengan filtrat I, kemudian dievaporasi pada suhu 400C hingga diperoleh ekstrak kental. Uji Fitokimia Hasil uji fitokimia menunjukan bahwa ekstrak metanol daun binahong mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, saponin, dan triterpenoid. Hasil ini sesuai dengan penelitian Anasta dkk. (2013) yang menyatakan bahwa ekstrakmetanol daun binahong mengandung flavonoid, alkaloid, saponin, dan triterpenoid. Uji Warna Uji warna yang dilakukan secara berulang terhadap ekstrak metanol daun binahong menunjukkan bahwa saponin yang terkandung adalah saponin triterpen. Dalam uji warna yang dilakukan menghasilkan cincin coklat setelah simplisia yang dilarutkan dalam kloroform dan dipanaskan selama 5 menit sambil dikocok, ditambahkan pereaksi LB (Liberman Bouchardat). Berdasarkan penelitian Pratama dkk. (2012) tentang senyawa saponin yang menyatakan bahwa sampel setelah ditambahkan pereaksi LB akan menghasilkan cincin warna coklatungu yang menunjukkan adanya saponin triterpen. Isolasi Senyawa Saponin dengan KLT Analitik Kromatografi lapis tipis merupakan metode yang paling sering digunakan untuk memisahkan komponen-komponen senyawa yang terkandung dalam suatu zat. Pemisahan senyawa saponin dari ekstrak daun binahong dalam penelitian ini menggunakan metode KLT dengan eluen kloroform : metanol : air (13:7:2) (Harborne, 1987). Dari hasil yang didapat ketika KLT yang didapat dan diamati secara visual tidak terlihat bercak noda pada lempeng KLT yang telah ditotolkan dan telah terelusi oleh eluen. Saat kromatogram diamati dibawah sinar UV 254 nm, terlihat sebagai bercak noda gelap atau ungu dan memiliki nilai Rf 0,6250,715. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Pratama dkk. (2012) yaitu bercak noda gelap atau ungu.
Isolasi Senyawa Saponin dengan KLT Preparatif Setelah hasil KLT analitik menunjukkan hasil yang positif kemudian dilanjutkan ketahap berikutnya yaitu isolasi dengan KLT preparatif untuk memperoleh isolat yang diduga senyaawa saponin dengan eluen yang sama seperti proses pemisahan
dengan KLT analitik yaitu campuran pelarut kloroform : metanol : air : dengan perbandingan (13:7:2). Dalam proses ini digunakan lempeng silika gel 60 F254 Merch dengan ukuran 20 x 20 agar isolat yang diperoleh lebih banyak. Setelah lempeng terelusi higga tanda batas kemudian dilakukan pengamatan dibawah sinar UV 254 nm dan hasil yang diperoleh adalah noda gelap berwarna keunguan. Menurut penelitian Pratama dkk. (2012) hasil KLT elusi dan diidentifikasi di bawah sinar UV 254 menunjukan noda berwarna gelap. Untuk lebih meyakinkan reaksi warna dan yang terjadi sekitar 1 cm panjang plat KLT dikerok dan direaksikan menggunakan pereaksi LB (Liberman Bouchardat). Hasil yang diperoleh menunjukan reaksi berwarna coklat. Hal ini menunjukkan hasil yang sama saat uji warna yang telah dilakukan sebelumnya.
Identifikasi Menggunakan KLT dua Dimensi atau Dua Arah Hasil pemisahan KLT Preparatif selanjutkan diidentifikasi menggunakan KLT dua dimensi atau bias disebut KLT dua arah untuk mengetahui keberadaan isolat tunggal (Harborne, 1984). Hasil kromatografi dua dimensi yang diperoleh menunjukkan terbentuknya noda tunggal yang berarti hasil tersebut adalah noda tunggal yang didapat dari isolat.
Identifikasi Saponin dengan Spektrofotometri UV-Vis Pengukuran panjang gelombang maksimum dilakukan menggunakan alat spektrofotometri UV-
Vis dengan kisaran panjang gelombang 200-300 nm dilakukan terhadap isolat saponin dari ekstrak metanol daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) yang diperoleh dari hasil KLT preparatif. Tahap awal yang dilakukan untuk menentukan panjang gelombang maksimum adalah dengan melarutkan isolat yang didapat dengan menggunakan alkohol 96% sebanyak 100 ml, kemudian diambil 1 ml dan diencerkan dilabu ukur 100 ml menggunakan alkohol 96% hingga tanda batas. Setelah pengenceran 5 kali kemudian diperoleh nilai absorbansi tertinggi yaitu 0,713 pada panjang gelombang 211 nm. Hasil penetapan panjang gelombang maksimum tidak sama dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Fahrunida (2015) menyaatakan bahwa panjang gelombang maksimum saponin ada panjang gelombang 209 nm. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh perbedaan alat spektrofotometer.
Identifikasi Gugus Fungsi Isolat dengan Spektrofotometri Inframerah Hasil spektrofotometri FTIR terhadap isolat yang diduga senyawa saponin dari ekstrak metanol daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) memperlihatkan serapan yang lebar pada panjang gelombang 3443.40 cm-1 yang mempunyai indikasi adanya gugus O-H. Serapan pada panjang gelombang 2922.59 cm-1 dan 2853.37 cm-1 dengan mengindikasikan adanya gugus CH dengan intensitas medium. Selanjutnya pita serapan pada panjang gelombang 1737.44 cm-1 yang mengindikasikan adanya gugus C=O karena berada pada bilangan panjang gelombang 1750-1730 cm-1 dengan intensitas kuat. Selanjutnya pita serapan pada panjang gelombang 1090.87 cm-1, 1317,13 cm-1, 1339,86 cm-1 yang mengindikasikan adanya gugus C-O.
Hasil Analisis Gugus FTIR
No
Bilangan Gelombang cm-1
Daerah Bilangan Gelombang cm-1
Ikatan
1
3443,40
3500 – 3200
O-H
2
2922,59 2853,37
3000 – 2850
CH
3
1339,86 1317,13 1090,87
1300 – 1000
C-O
Kesimpulan 1. Hasil isolasi terhadap daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) dengan metode Kromatografi Lapis Tipis menunjukkan nilai positif terhadap saponin. 2. Hasil identifikasi dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis memiliki nilai absorbansi senyawa saponin sebesar 3,565 pada panjang gelombang maksimum 211. 3. Dari hasil isolat yang diduga senyawa saponin teridentifikasi mengandung gugus O-H, CH, C=O, dan C-O. Saran Perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk mengisolasi senyawa saponin menggunakan metode kromatografi kolom dan melakukan identifikasi gugus fungsinya menggunakan GCMS / NMR. DAFTAR PUSTAKA Appeabaum, S.W. and Birk Y. 1979 . Saponin didalam A Rosental. Herbevores. Academic Press. Hal. 539-561. Appeabaum, S.W. and Birk Y. 1979 . Saponin didalam A Rosental. Herbevores. Academic Press. Hal. 539-561. Anasta, P.Y., Mohammad B. dan Indra L. 2013 Skrining Fitokimia Metabolit Sekunder pada Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) untuk Uji In Vitro Daya Hambat Pertumbuhan Aermonas hydrophyla. EJournal.
Aviana, T. 2006. Isolasi Dan Identifikasi Struktur Molekul Senyawa Kimia Daun Binahong (Anredera cordifolia).Tesis. Program Pascasarjana. Program Studi Ilmu Kimia. Universitas Indonesia. Depok. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. 2009. Binahong (Anredera cordifolia) Sebagai Obat. Warta Penelitian Dan Pengenmbangan Tanaman Industri. Vol 15(1). Hal. 3-5. DepKes RI, 1979. Materia Medika Indonesia, Edisi III. Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Hal. 167, 170-171. ________. 2000. Parameter standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Hal. 1-2. Gritter, R.J., James M.B. and Arthur E.S. 1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit Institut Teknologi Bandung. Bandung. Hayati, E. K, A. Jannah, dan A. G. Fasya. 2009. Aktifitas Antibakteri Komponen Tanin Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Billimbi L) Sebagai Pengawet Alami, Penelitian Kompetitif Depag. Malang, UIN, Malang. Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terjemahan Padmawinata K, Soediro I, Niksolihin S. Terbitan Pertama. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Hal. 151. Herawati, D., Lilis N. dan Sumarto. 2012. Cara produksi simplisia yang baik. Seafast Center. Institut Pertanian Bogor. Hal. 11. Pratama, M.A., Hosea J.E., dan Jovie M.D. 2012 Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Saponin Dari Ekstrak Metanol Batang Pisang Ambon (Musa paradisiaca var. sapientum L.). Pharmacon. Vol. 1 (2). Hal. 86-92. E-Journal. Prihatna, K. 2001. Saponin untuk Pembasmi Hama Udang. Penelitian Perkebunan Gambung. Bandung. Rachmawati, S. 2008. Studi Makroskopik Dan Skrining Fitokimia Daun Anredera Cordifolia (Ten) Steenis. Tesis. Universitas Airlangga. Sangi, M., Max R.J.R., Herny E.I.S., Veronica M. A. 2008. Analisis fitokimia tumbuhan obat di Kabupaten Minahasa Utara. Chem. Prog. Vol. 1(1).