Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 1001
ISOLASI BA CILLUSANTHRACIS PADA KASUS ANTRAKS DI BOGOR KOKO BARKAH
Balai Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata 30, PO Box 115 Bogor 11614
RINGKASAN Isolasi Bacillus anthracis pada kasus antraks di Bogor dikerakan di laboratorium bakteriologi Balai Penelitian Veteriner telah berhasil mendeteksi dan mengisolasi kuman Antraks dari sampel tanah bekas kambing yang dipotong paksa dan tanah bekas kuburan kambing mati . Yang diperiksa secara kultur bakteriologik dengan media agar darah domba 5% dan uji biologik dengan menyuntik hewan percobaan marmot menunjukkan hasil positif 4 dan hasil uji ascoli positif 3 dari sampel tanah. Dengan penggunaan teknih diagnosis konvesional melalui uji kultur bakteriologik dan uji biologik disarankan untuk bisa diterapkan di laboratorium endemik daerah antraks. Kata Kunci : Isolasi, antraks, di Bogor
PENDAHULUAN Penyakit antraks atau lebih dikenal sebagai penyakit radang limpa merupakan salah satu penyakit menular dan zoonosis yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis. Hewan ruminansia besar, ruminansia kecil dan kuda merupakan hewan yang sangat peka, sedangkan babi, kijang dan manusia tergolong peka terhadap serangan antraks. Di Indonesia penyakit ini telah lama dikenal sejak tahun 1885 (SOEMANAGARA, 1958) yang timbul secara sporadik di beberapa tempat di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Balai Penelitian Veteriner dalam menangani kasus antraks di wilayah Kabupaten dan Kotamadya Bogor dengan adanya pemberitaan baik dari media cetak maupun elektronik adalah dengan tujuan untuk mendiagnosa lebih terarah dan sempurna. Dari sampel yang diperoleh di daerah kasus berupa tanah bekas pemotongan hewan tersangka antraks, tanah kuburan hewan mati dan daging, tulang, kulit dari hewan yang mati tersangka antraks. Selain dari contoh sampel tersebut diatas juga swab kapas dari hidung, mulut dan anus leleran darah dari hewan domba yang mati tersangka antraks. Bogor yang merupakan daerah endemis antraks, berdasarkan dari data yang dikumpulkan diwilayah Kabupaten Bogor telah terjadi enam kali kasus penyakit antraks yang telah banyak menelan korban baik ternak maupun manusia. Kasus ini pertama kali teridentifikasi tahun 1965 di Desa Leuwi Nutug (sekarang Desa Hambalang), kasus kedua tahun 1978/1979 di Desa
176
Temu Teknis Fungsionat Non Penetiti 2001
Karadenan Kecamatan Cibinong, kasus ketiga tahun 1981 di Desa Cimandala Kecamatan Sukaraja. Kemudian tahun 1985 di Desa Bojong Kecamatan Jonggol, kasus kelima terjadi di desa Balekembang Kecamatan Jonggol tahun 1986 yang menelan korban manusia 23 orang . (keterangan yang dihimpun dari Media Cetak). Pada pertengahan bulan Nopember 2000 Kabupaten Bogor dihebohkan kembali adanya kasus penyakit antraks yang membawa korban ternak juga menelan korban manusia di Desa Hambalang Kecamatan Citerep dan di Desa Sentul Kecamatan Babakan Madang . Menjelang perayaan Idul Qurban di Kampung Pisang Desa Karadenan Kecamatan Cibinong terjadi kasus penyakit antraks yang menelan korban ternak dan manusia pada bulan Februari 2001 . Sedangkan wilayah Kotamadya Bogor terjadi kasus penyakit antraks dengan adanya hewan ternak domba yang sakit dan mati yang diduga terserang penyakit antraks di Kampung Ciburial Kelurahan Ciparigi Kotamadya Bogor yang sempat dagingnya terjual, sedangkan di Kampung Cimahpar Kecamatan Bogor Utara telah terjadi hewan domba yang mati secara mendadak dengan mengeluarkan darah dari seluruh lubang kumlah diduga terserang penyakit antraks . (Sumber informasi diperoleh langsung penulis dari dilapangan) BAHAN DAN CARA Sampel Jenis sampel yang diperoleh dari lapangan dan diproses di laboratorium Balai Penelitian Veteriner berupa tanah dari bekas hewan kambing yang sakit dan dipotong, sisa lemak dari hewan yang dipotong dan dikonsumsi, tanah dari kuburan hewan kambing yang mati tersangka antraks, potongan daging, kulit dan tulang dari kambing yang mati dikubur tersangka antraks . Selain dari sampel tersebut di atas diperoleh sampel dari domba yang mati tersangka antraks berupa swab kapas darah yang keluar dari hidung, mulut dan anus. Media dan Serum Ascoli Media yang digunakan untuk isolasi kuman antraks berupa media agar darah domba 5%, media Nutrient Agar (NA) dan media Nutrient Broth (NB) yang dibuat menurut metoda Supar dan Ibrohim (1981), NaCl fisiologis steril, aquadest steril, pewarnaan cepat Loeffler biru methylene . Serum ascoli digunakan untuk pemeriksaan serologik .
Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001
Bahan Desinfektan Peralatan Alat yang digunakan untuk memproses sampel yang dicurigai antraks berupa sarung tangan, gunting, pisau scalpel, pinset, gunting tulang, labu glas Erlenmeyer 250 ml, tabung reaksi ukuran 10 ml, magnit baar, magnetic stirer, centrifuge, alat alat gelas, rak, tabung, biohazard, tabung reaksi ascoli, pipet pasteur, kapas, mikroskop. CARA KERJA Bahan pemeriksaan berupa tanah yang dicurigai tercemar penyakit antraks yang diperoleh dari lapangan ditimbang sebanyak kira-kira 100 gram ditampung dalam labu glas erlemeyer ukuran 250 ml, ditambahkan aquadest steril sebanyak 100 ml, dimasukkan magnit baar steril ke dalamnya, pekerjaan ini dilakukan di dalam ruang biohazard. Gelas erlemenmeyer berisi sampel dan magnetic baar diletakkan diatas magnetic stirer untuk dikocok selarna 60 menit agar sampel tanah menjadi terkonsentrasi, dengan harapan kuman antraks yang ada dalam tanah bisa tensolasi. Setelah dikocok selama 60 menit sampel yang akan diperiksa dipismkan terlebih dahulu beberapa saat sampai terlihat adanya dua cairan atau endapan yang terpisah, dari cairan yang terpisah diambil sebanyak 1 sampai 2 ml ditampung dalam tabung reaksi untuk diputar dengan centrifuge kecepatan 3000 rpm selama 15 menit sehingga akan terlihat adanya sedimen endapan dari cairan yang pertama. Endapan atau sedimen ditampung dan cairan atau supernatan dibuang, sedimen diproses dengan menambahkan aquadest steril sebanyak 1 ml dan dikocok kembali beberapa saat sampai homogen. Selanjutnya dari cairan yang sudah dikocok dibagi dua bagian sama banyak, satu bagian untuk disimpan dalam suhu 4° C selama satu malam dan satu bagian dipanaskan direbus pada suhu 70° C selama 30 menit Perlakuan ini dimaksudkan agar kuman lain yang tidak berspora mati . Selanjutnya setelah diendapkan dan didinginkan suhunya, bagian dari supernatan ditanam di media agar darah domba 5% dan diinkubasikan pada suhu 37° C selama 24 jam sampai 72 jam dan koloni yang tumbuh diamati. Sedangkan sampel dari bagian yang disimpan dalam lemari es setelah 24 jam dilakukan proses yang sama seperti tersebut diatas . Proses perlakuan tersebut diatas dikerjakan berdasarkan metoda (HARDJOUTOMO et al 1995). Untuk sampel berupa potongan daging, kulit, tulang dan swab kapas darah dari domba yang mati tersangka antraks diproses dengan dipotong kecil-kecil dengan pisau scapel masing-masing sebanyak 5 sampai 10 gram, tambahkan larutan NaCl fisiologis steril sebanyak 5 ml. Hasil suspensi yang ditampung dalam tabung reaksi dikocok dan dipanaskan pada suhu 70° C selama 30 menit dalam penangas air (water bath) dan perlakuan selanjutnya sama seperti perlakuan diatas . Pertumbuhan koloni Bacillus anthracis diamati setelah 24 sampai 48 jam, dan koloni yang dicurigai dipisahkan dengan menggunakan kawat Ose 178
Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001
yang sudah dipanaskan dan dipisahkan untuk ditanam ulang pada media Agar darah 5% atau pada media Nutrient agar (NA) untuk selanjutnya dilakukan identifikasi berdasarkan sifat biologi biokimianya menurut metoda PESTI (1990) dan COWAN DAN STEEL (1974). Uji Biologik Hewan percobaan marmot atau mencit sering dipergunakan untuk pemeriksaan kearah antraks . Hewan-hewan percobaan tersebut dapat memberikan gambaran sifat keganasan (patogenitas) dari isolat-isolat antraks yang dapat diisolasi, hewan percobaan marmot lebih sering digunakan dalam pemeriksaan sampel yang dapat diisolasi karena hewan tersebut lebih peka terhadap antraks .
Gambar 1 . Hasil uji Biologik kuman antraks pada hewan percobaan marmot dengan bagian organ limpa yang membengkak Sebagian sisa dari supernatan yang sudah dipergunakan dijadikan sebagian bahan inokulum untuk diinokulasikan pada marmot dengan menyuntik pada bagian daging paha (intramusculer) dosis 0.,5 ml/ekor, pengamatan dilakukan 2 sampai 7 hari pasca penyuntikan . Marmot yang mati terinfeksi kuman antraks diperiksa seluruh organ tubuhnya melalui otopsi bedah bangkai (HARDJOUTOMO dan PURWADIKARTA, 1995). Dari bagianbagian tubuh yang mengalami perubahan (lihat gambar 1) dilakukan isolasi dengan ditanam pada media agar darah 5% menggunakan kawat Ose yang sudah dipanaskan, diinkubasikan suhu 37° C selama 24 sampai 48 jam untuk
179
7emu Teknis Fungsionnl Non Peneliti 2001
diamati pertumbuhannya dan dilanjutkan dengan identifikasi . Selain dilakukan isolasi dari organ-organ yang mengalami perubahan dibuat preparat ulas darah dan diwarnai dengan pewarnaan cepat Giemsa atau Loeffler biru metylene. Selanjutnya dilihat dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali pada lensa objektifdan 10 kali pada lensa okuler. Uji Ascoli Sampel setelah melalui proses digodok selama 60 menit pada suhu 100° C dan didinginkan dilakukan untuk uji ascoli dengan memakai serum ascoli . Cara melakukan uji ascoli ini dilakukan sebagai berikut : masukkan serum ascoli ke dalam tabung reaksi tersebut sebanyak 0,1 - 0,2 ml secara perlahan lahan dengan menggunakan pasteur pipet kemudian tambahkan supernatan dari masing-masing sampel yang akan diperiksa sebanyak 0,1 sampai 0,2 ml secara perlahan-lahan ke dalam tabung ascoli yang sudah terisi serum ascoli dengan menggunakan pipet pasteur, usahakan jangan sampai tercampur antara dua cairan tersebut sehingga terlihat adanya dua cairan yang terpisah . Uji ascoli dapat dibaca dalam waktu relatif singkat antara 5 sampai 10 menit, reaksi antara presipitinogen yang terdapat pada suspensi yang mengandung sel bakteri antraks sebagai antigen dengan presipitin yang terdapat pada antiserum ascoli sebagai antibodi dan membentuk satu ikatan komplek akan terlihat secara makroskopik adanya bentuk gelang cincin berwarna putih diantara dua cairan dan ini akan terlihat pada sampel positif(seperti telihat pada gambar 2) .
Gambar 2. Hasil uji ascoli dari sampel antraks, terlihat adanya bentuk gelang cincin diantara dua cairan
180
Temu Teknis Fungsionnl Non Peneliti 2001
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari kasus penyakit wabah antraks yang menyerang dan menghebohkan kawasan Bogor dan sekitamya, khususnya di Kabupaten dan Kotamadya Bogor dari beberapa macam sampel yang berhasil dikumpulkan oleh Balitvet berupa tanah bekas tempat pemotongan dari kambing yang sakit dipotong paksa, tanah kuburan dari kambing mati tersangka antraks, potongan daging, kulit, tulang dari kambing yang mati dikubur, sisa lemak dari kambing yang dipotong dan swab darah hidung, mulut dan anus (Tabel 1) dari domba yang mati tersangka antraks. Yang berhasil diisolasi dari sampel tanah bekas hewan kambing yang dipotong paksa dan tanah bekas kuburan kambing mati yang diperiksa secara kultur bakteriologik dan uji biologik menunjukkan hasil positif 4 dan hasil uji ascoli positif 3 (tiga) dari tanah bekas hewan sakit dipotong. (lihat Tabel 1). Tabel 1 . No . I
II
III
Hasil pemeriksaan dan isolasi sampel tersangka antraks dari hewan Domba dan Kambing yang mati dan dipotong paksa
Jenis Bahan Pemeriksaan Sisa lemak yang ditemukm Tanah bekas lempat pemotongan Kulit Daging yang mati dikubur Tulmg Tmah bekas tempat pemotongan kambing Tmah tempal kubum kambing Tanah bekas tempat pemotongan kambing (sudah disiram minyak unah dm dibakar) Wit Daging yang mati dibakar Swab darah hidung , mulut dan anus domba yang mati
Jumlah 1 1 1
Hasil Pemeriksaan uji uji
1 1
Kultur Bakto 1 -
I
I
1 I
I -
Hasil akhir
Negatif
1 -
1 I I 1
Asal sampel dari kampung Ciburial Kel . CiparigiKolamadya Bogor Tanggal 2102-2001
1 1
I 1 -
1
-
-
1 1
-
Asal sampel dari Kampung Pisang Desa Karadenan Kec. Cibinong Kabupaten Bogor Tanggal :2702-2001 A " sampe dari Kampung Cimahpar, Kec . Bogor Utara Kotamadaya Bogor Tanggal:403-2001 ~
Biologik I
Ascoli I
-
-
1 I I
Ket.
Positif
-
I I
-
1
I
-
1
11
4
3
~ 4 (36 .37)
I 7 (63 .63)
I
I
Sedangkan dari sampel-sampel yang lainnya hasil pemeriksaan kultur bakteriologik, uji biolog1k dan uji ascoli menunjukkan negatif antraks. Tingkat dari ketidak berhasilannya dari contoh sampel-sampel yang tidak dapat diisolasi kuman antraks diperkirakan antara lain:
Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001
a.
Informasi yang diperoleh dari lapang/peternak kurang jelas sejarah dari waktu kematian dan tempat asal hewan mati baik yang dikubur maupun yang dipotong paksa. b. Tanah yang diperoleh dari tempat bekas hewan mati sudah terlalu lama dan diperkirakan sudah tertimbun atau terbawa oleh arus air hujan. c. Diperoleh ketengan dari tanah pemilik ternak bekas hewan potong (sakit) sudah disiram minyak tanah dan dibakar setelah saat kejadian . d. Sampel dari daging, kulit dan tulang hewan domba yang mati dan dikubur dalam kondisi sudah busuk, sehingga pertumbuhan kuman antraks terhambat e. Sampel dari daging, kulit dan tulang hewan domba yang mati dan dikubur dalam kondisi sudah membusuk, sehingga pertumbuhan kuman antraks sangat dipengaruhi oleh kuman pembusuk lainnya seperti Pseudomonas sp. Bacillus sp. sejalan dengan pendapat CHRISTIE (1987) dan TITBALL et al (1991) bahwa kuman antraks dalam bentuk vegetatif dapat terbunuh dengan cepat oleh proses pembusukkan dalam organ tubuh hewan yang sudah mati. KESIMPULAN DAN SARAN Dalam mengungkap kasus antraks di wilayah Kabupaten dan Kotamadya Bogor pada ternak kambing dan domba, Balai Penelitian Veteriner telah berhasi mendeteksi dengan tehnik secara konvensional dan cara kultur bakteriologik menggunakan agar darah domba 5% dan menyuntik hewan percobaan marmot atau mencit dalam waktu 48 jam sampai 1 minggu dapat membunuh hewan percobaan sekaligus diketahui patogenitas dari kuman antraks tersebut, sedangkan uji ascoli merupakan teknik yang lebih cepat untuk mendiagnosa penyakit antraks . Dengan teknik dan cara tersbut diatas dalam mendiagnosa penyakit antraks dianjurkan supaya bisa diterapkan di aboratorium veteriner endemik antraks apabila prasarananya menunjang . UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Drs . M. Bhakti Purwadikarta, Bapak Drh. Suprodjo Hardjoutomo yang telah banyak membantu dalam peneyelesaian tulisan ini, juga tak lupa penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Sofian Sauri yang telah banyak membantu dilapangan dalam proses pengambilan sampel-sampel . DAFTAR BACAAN CHRISTIE, A.B. 1987. Infectius, Diseases : Epidemiology and Clinical Practise, 4`h eds . Edinburgh, Churchill Livingstone, pp.983-1003 .
182
Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 2001
COWAN, S.T. 1974. Manual of the Identification of medical Bakteriology 2`d. ed Cambridge University Press . Cambridge . HARDJOUTOMO, S. dan M.B. PURWADIKARTA . 1995. Antrak s Petunjuk Teknis Penyakit Hewan. Balai Penelitian Veteriner HARDJOUTOMO, S dan S. POERNOMO 1976. Reaksi Presipotasi Metoda Ascoli Disederhanakan untuk Mendiagnosa Antraks 1. Pembuatan Antigen Kokto. Bulletin LPP VIII (11-12) : 111-116 . PESTI, L . 1990 . Methods for the Diagnosis of Anthrax . In. G.G. Alton, G.R. Carter, A.C . Kibor and L. Pesti. Veterinary Diagnostic Bacteriology, A. Manual of Laboratory Procedures for Selected Diaseases of Livestock . FAO Animal Production and Health Paper. 81 : 74-77 . SUPAR dan IBROHIM 1981 . Kultur Media dan cara pembuatannya Balai Penelitian Veteriner . Penyakit Hewan. Pp. 12-26 . SOEMANAGARA, R.M.T. 1958 . Ikhtisar singkat dari penyakit radang limpa, penyakit ngorok dan radang paha di Indonesia . Hemera Zoa LXV, N.78. TITBALL, R.W., P.C.B. TURBULL and R.A. HUTSON . 1991 . The Monitoring and Detection of B. anthracis in the environment, Journal of Applied BacteriologySymposium Supplement, 70 : 9S-18S.