Edisi Desember 2011
Ironi Air di Indonesia Menyikapi Potensi Perang Air Belajar Tentang Air dari Swedia
EDITORIAL & REDAKSI
Kebutuhan Air Bersih
SUSUNAN REDAKSI
Pada tahun 2003, Kementerian Pekerjaan Umum pernah memperhitungkan kebutuhan air bersih untuk Pulau Jawa yang diperkirakan mencapai 38 miliar meter kubik per-tahun. Na m u n, k ete r s ed i aa n a ir b er s i h h a n y a s e ki ta r 2 5 m i l ia r m et er k ub ik .
PENASEHAT / PELINDUNG Deputi Bidang Sarana & Prasarana, Bappenas
Dari angka tersebut, dapat kita lihat adanya kesenjangan antara jumlah air bersih yang dibutuhkan dengan yang tersedia sebesar lebih kurang 30%. Angka kesenjangan ini dari tahun ke tahun tentu akan makin tinggi karena kebutuhan air bersih sudah dapat dipastikan akan meningkat, sementara sumber-sumber yang dapat diandalkan ada kecenderungan menurun.
PENANGGUNG JAWAB Direktur Pengembangan Kerjasama Pemerintah & Swasta Bappenas
Kekurangan air bersih, tentu akan berpengaruh pada kualitas hidup, terutama dalam hal sanitasi dan kesehatan. Pada tingkat yang ekstrim, tidak adanya akses terhadap air bersih akan menyebabkan kematian. Satu dari delapan kematian di dunia, disebabkan karena tiadanya akses terhadap air bersih, dan jumlah itu menurut National Geographic mencapai 3,3 juta jiwa per-tahun. Oleh karena itu, penyediaan air bersih untuk masyarakat menjadi kewajiban negara yang sangat penting untuk diperhatikan bila mengharapkan kualitas penduduk yang meningkat. Dengan jumlah mencapai 402 Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di berbagai wilayah di tanah air, upaya menghadirkan air bersih untuk masyarakat dilakukan. Namun, persoalan yang dihadapi PDAM juga sangat banyak.
PEMIMPIN REDAKSI Jusuf Arbi DEWAN REDAKSI Delthy Sugriady Simatupang, Gunsairi, Rachmat Mardiana, Novie Andriani, Mohammad Taufiq Rinaldi, Ade Hendraputra REDAKTUR PELAKSANA B. Guntarto
Salah satu acuan dalam penyediaan air bersih di Indonesia adalah tuntutan dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang mematok angka 68% masyarakat harus mendapatkan akses terhadap air bersih.
REPORTER/RISET Sandra Kaunang, Agus Supriyadi Hidayat
Dalam edisi ini, majalah Sustaining PARTNERSHIP menghadirkan topik tentang ketersediaan air bersih, yang menyoroti tentang pengelolaan air di Indonesia, potensi konflik yang dapat muncul dalam pengelolaan sumber-sumber air, tentang pengelolaan air bersih oleh PDAM, serta belajar dari pengalaman Swedia dalam mengelola air bersih.
FOTOGRAFER Arief Bakri
Ada tiga proyek KPS tentang air bersih yang kami angkat, yaitu pengelolaan air bersih di Maros – Sulawesi Selatan, Umbulan di Jawa Timur, dan Jatiluhur di Jawa Barat. Untuk profil mitra KPS, kami mengangkat Kamar Dagang dan Industri (KADIN) yang perannya dalam memajukan infrastruktur di Indonesia sudah tidak perlu diragukan lagi. Dalam edisi ini, sosok yang kami tampilkan kali ini adalah Ketua Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) yang sangat kompeten bicara tentang air bersih di Indonesia. Sosok berikutnya adalah Direktur PDAM Palembang yang juga merupakan Ketua Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi). Selamat membaca. Redaksi
2
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi Desember 2011
DESAIN GRAFIS Indrie Soeharyo
ALAMAT REDAKSI Infrastructure Reform Sector Development Program (IRSDP) BAPPENAS Jl. Tanjung No.47 Jakarta 10310 websites: www.irsdp.org Tel. (62-21) 3925392 Fax. (62-21) 3925390
DAFTAR ISI
BERITA UTAMA
4
IRONI AIR DI INDONESIA
7
MENYIKAPI POTENSI PERANG AIR
BELAJAR TENTANG AIR DARI SWEDIA
13
MENDORONG KPS AIR MINUM, MEMBANGKITKAN PDAM
PROYEK KPS - SIAP DITAWARKAN PROYEK KPS Maros Water Supply
PROYEK KPS - POTENSIAL
Umbulan Water Supply
EDUKASI PROGRAM KPS PROFIL LEMBAGA KPS
10
Jatiluhur Water Supply
SOSOK
SEKILAS BERITA
Mekanisme KPS Penyediaan Air Kamar Dagang dan Industri Indonesia > Rachmat Karnadi, BPPSPAM Pelatihan Persiapan Proyek KPS Minum Berkualitas > H. Syaiful, PDAM Palembang Air Minum Di Jawa Timur
Edisi Desember 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
3
BERITA UTAMA
IRONI AIR DI INDONESIA “Indonesia merupakan negara nomor lima terbesar di dunia dalam ketersediaan air per kapita,” demikian dikatakan Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto, dalam berbagai kesempatan. Menteri PU memaparkan karunia alam yang tidak dimaksimalkan pemanfaatannya oleh bangsa Indonesia.
Indonesia memang tercatat mempunyai sumber daya air 3,22 triliun meter kubik per tahun, setara ketersediaan air per kapita sebesar 16.800 meter kubik per tahun. Ketika musim penghujan tiba misalnya, air meluap sampai jauh. Persoalannya, negeri ini kurang pintar mengelola air. Tidak menghargai apalagi mengkonservasi tiap tetes air. Maka jangan heran bila tiap tahun, di berbagai media muncul berita mengenai persoalan-persoalan kekeringan. Walaupun demikian, masalah kekurangan air, sebenarnya bukan masalah di Indonesia. Edisi khusus tentang Air dari National Geographic pada bulan April 2010 misalnya, mencatat satu dari delapan orang di dunia kekurangan akses terhadap air bersih. Bahkan, setiap tahun ada 3,3 juta orang meninggal akibat gangguan kesehatan karena tidak mendapat air bersih. Mirisnya, secara global tampak terjadi peningkatan angka fatalitas. Karena pada bulan Juli 2003, Majalah The Economist masih mengutip data World Health Organization, yang menegaskan bahwa tiap tahun sebanyak 2 juta orang meninggal akibat penyakit yang disebabkan karena kekurangan air bersih. Hal yang dianggap sederhana seperti mencuci tangan dengan air dan sabun, ternyata mampu mengurangi penyakit diare hingga sebesar 45%. Namun bagaimana mau mencuci tangan, bila air bersih saja tidak ada? Yang juga perlu diperhatikan adalah, Indonesia mengalami sedikitnya 120 juta kasus penyakit diare per tahun. Pertanyaannya, bukankah bumi ini didominasi air? Nah inilah faktanya. Dari 100% air yang ada di bumi, ternyata 97% rasanya asin berupa air di laut, dua persen air tawar terkunci dalam salju dan es, dan hanya satu persen yang dapat dikonsumsi.
4
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi Desember 2011
Dengan minimnya air tawar yang dapat dikonsumsi, tak heran bila National Geographic memprediksi hingga tahun 2025 ada 1,8 miliar orang yang bermukim di daerah yang langka air. Mulai dari Ethiopia di Afrika, negara bagian California di Amerika, kawasan-kawasan pertanian di Australia, pegunungan Everest di Tibet, hingga pedesaan di Gunung Kidul di Yogyakarta memang terancam oleh menipisnya ketersediaan air dari tahun ke tahun, dari dekade ke dekade. Namun inilah faktanya. Wilayah Indonesia tak terdiri dari gurun yang kering-kerontang. Namun di Gunung Kidul misalnya, untuk mencari air, penduduk setempat justru terpaksa harus memeras keringat. Minimnya penguasaan teknologi, membuat mereka tak mampu “menambang” air dari jaringan sungai bawah tanah. Hal serupa, juga dialami penduduk di Makarti Jaya, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Bermukim di tepi Sungai Musi, ternyata tidak menjamin mereka untuk mendapatkan pasokan air bersih yang melimpah-ruah. Padahal, ada adagium umum yang berlaku terkait pengelolaan air yang baik. Yakni, “kelola air dengan baik sehingga mampu menggelontorkan air bersih dalam volume melimpah dan dapat menyelesaikan tiga masalah utama dunia, yakni pangan, energi, dan air.” Campur tangan manusia dalam daur hidrologi, sebagai contoh dengan membangun waduk untuk menjamin ketersediaan air baku, memang punya fungsi utama sebagai penyuplai air bersih. Dampak positif lainnya adalah, untuk meningkatkan produktivitas tanaman serta menggerakkan pembangkit listrik untuk mengatasi permintaan akan energi.
PASOKAN AIR Kelemahan utama Indonesia, pertama-tama justru terletak pada tidak efektifnya pasokan air baku. Telah dipahami bersama, ada sungai-sungai raksasa yang mengular di tanah Kalimantan maupun Papua; tetapi di sisi lain, banyak daerah di Jawa kekurangan air. Sebagai ilustrasi, pada tahun 2003, Kementerian PU pernah menghitung kebutuhan air di pulau Jawa mencapai 38 miliar meter kubik. Akan tetapi, ketersediaan air hanya ada 25 miliar meter kubik. Sementara tahun 2020, diperkirakan kebutuhannya mencapai 42 miliar meter kubik. Tidak adanya jaminan tegas terhadap ketersediaan air baku, tergambar dari minimnya jumlah bendungan besar di Indonesia. Kini, tercatat ada 284 bendungan besar dengan total tampungan saat kondisi normal mencapai 12,4 miliar meter kubik. Kementerian PU mengelola 257 bendungan besar diantaranya, dengan total tampungan mencapai 6,1 miliar meter kubik. Bicara soal bendungan, Indonesia memang sangat tertinggal. Dengan hanya 280-an bendungan, tentu saja terpaut jauh dari Amerika dengan 6.000 bendungan, Jepang dengan 3.000 bendungan, India dengan 1.500 bendungan, belum lagi China dengan 20.000 bendungan. Andai Menteri PU Republik Rakyat China meresmikan satu bendungan dalam satu hari, maka dibutuhkan 54,5 tahun untuk meresmikan seluruh bendungan. Untung saja, Menteri PU China tidak menghabiskan waktunya sekadar untuk meresmikan bendungan.
Sebuah studi bahkan menunjukkan potensi pembangkit listrik tenaga air secara nasional di Indonesia diperkirakan mencapai 75.670 megawatt. Ini 19 kali lebih besar dari energi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Muria yang kontroversial itu. Taman Nasional Danau Sentarum di Kalimantan Barat merupakan ekosistem lahan basah terpenting di dunia. Danau ini merupakan kawasan konservasi dengan ekosistem yang unik dan langka, juga mempunyai fungsi hidrologi dan situs biodiversitas penting di dunia.
Edisi Desember 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
5
BERITA UTAMA
Diperlukannya bendungan, atau embung, empang, atau apalah namanya di Indonesia, juga terutama disebabkan karena perbandingan fluktuasi debit air sungai cukup tinggi antara musim kemarau dan musim hujan.
supaya mampu menghadirkan air minum ke tiap rumah tangga di negeri ini. Terlebih dari sekitar 380 PDAM di Indonesia, baru sekitar 140-an yang sehat. Hal ini tentu mempengaruhi kecepatan dalam perluasan jaringan.
Sungai Ciliwung misalnya, memiliki perbandingan 1:3.900. Artinya, bila saat kemarau debit air hanya 0,1 meter kubik per detik, sebaliknya pada saat musim hujan mencapai 390 meter kubik per detik.
Penanganan jangka panjang bersifat permanen, juga dikerjakan pemerintah dengan membangun Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di desa-desa rawan air. Pada tahun anggaran 2011, Ditjen Cipta Karya akan membangun SPAM Pedesaan di 153 desa rawan air dari 486 desa rawan air yang sebelumnya menderita dampak pada ketersediaan air minum.
Untung saja, kita mendengar kabar baik soal perhatian pemerintah terhadap ketersediaan air baku. Sinergi program antara Direktorat Jenderal Cipta Karya dengan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian PU, telah memastikan komitmen tersedianya anggaran dalam lima tahun (2010-2014) sebesar Rp 7 triliun. Diharapkan, Ditjen Cipta Karya mendapat bantuan air baku sebesar 11 meter kubik per detik. Belum lagi, ada upaya-upaya non-teknis di luar pembangunan infrastruktur yang diharapkan berperan besar dalam membentuk sikap dan tindakan masyarakat untuk lebih peduli permasalahan sumber daya air. Di Swedia misalnya, hukum yang ketat, pada akhirnya membuat masyarakat ikut mengkonservasi sumber air. Juga ada upaya untuk menghijaukan kembali hutan. Meski dikatakan Menteri PU, dampaknya baru akan dirasakan pada 5-15 tahun mendatang. Selain itu, diinisiasi cara-cara untuk membuka lahan tidak dengan cara drastis. Bila kepastia n pasoka n air baku tela h m am pu terkonfirmasi, maka langkah selanjutnya adalah dengan menyehatkan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Kerjasama antar negara bahkan juga dijalin untuk meningkatkan pelayanan air minum, terutama bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) melalui program water-grant Pemerintah Australia yang berbasis kinerja (ouput based aid) di 35 kota untuk air minum dan 5 kota untuk sanitasi. Lantas, partisipasi swasta perlu ditingkatkan menjadi lebih besar lagi dalam bentuk Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Hal ini mengingat, sebagaim ana disampaikan Menteri PU Djoko Kirmanto di dalam Singapore International Water Week (SIWW) 2011 pada bulan Juli 2011 lalu bahwa pemerintah Indonesia telah menyediakan dana untuk penyediaan air sebesar Rp 37 triliun, tetapi masih dibutuhkan Rp 28 triliun yang diupayakan dari swasta (public private partnership). Partisipasi swasta memang diharapkan karena target Millenium Development Goals untuk pemenuhan air minum pada tahun 2015 harusnya mencapai 68%, sementar a pada saat ini capaiannya bar u 47% . Kementerian PU pun berupaya serius merangkul swasta yang ditandai dengan diterbitkannya Peraturan Menteri P U No. 12/ 2010 tenta ng Pedo man Ker jasam a Pengusahaan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Dengan partisipasi swasta itu, harus diingat bukan berarti ada privatisasi dalam Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) bidang air minum. Oleh karena, skema yang ditempuh dapat saja berbentuk Build-Operate-Transfer (BOT), atau yang paling sederhana adalah menggaet swasta untuk mengatasi potensi kebocoran yang mencapai 35-40 persen di jaringan-jaringan perpipaan air minum kita.
Di Indonesia tercatat ada lebih dari 5.900 daerah aliran sungai yang digunakan untuk irigasi, bahan baku air minum, dan saluran pembuangan air hujan serta limbah.
6
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi Desember 2011
Marilah, kita kikis ironisme air di republik ini.(*)
BERITA UTAMA
MENYIKAPI POTENSI PERANG AIR Bagi aktivis lingkungan Vandana Shiva, ada dua akar konflik terkait air yang bila tidak didamaikan akan mewujud menjadi perang dalam beberapa dekade mendatang. Pertama, cara pandang air sebagai sumber daya komunal. Kedua, air sebagai komoditas. Lantas, mampukah persoalan ini didamaikan?
Dalam bukunya Privatization, Pollution and Profit, Vandana Shiva menegaskan, pihak-pihak pendukung pasar air selalu berargumentasi betapa krisis air dapat diatasi dengan privatisasi. Tarif air dapat menyeimbangkan permintaan, dan menggelontorkan air ke daerah minus air. Bahkan tarif yang lebih tinggi dapat menyumbang untuk konservasi air. Namun, di dalam bukunya, dengan telak Vandana Shiva menyodorkan kisah kelam privatisasi di Cochabamba, Bolivia. Pada tahun 1999, atas rekomendasi Bank Dunia, sistem air di Cochabamba diprivatisasi.
Subsidi pemerintah dicabut, sehingga saat itu, ketika upah minimum kurang dari US$ 100 per bulan, rata-rata tagihan air mencapai US$ 20. Sontak gelombang protes menggila, diimbangi dengan pembredelan media dan pembunuhan terhadap para demonstran. Shiva menyodorkan kisah lain, soal Laut Aral di Eropa yang enam kali lebih asin dari beberapa dekade lalu. Penyebabnya adalah, dialihkannya air untuk mengaliri kawasan pertanian. Tentu saja pertanian diuntungkan, tetapi perikanan buntung oleh karena kawasan perikanan Aral yang dulu menghasilkan 25 juta ton ikan per tahun, kini menjadi nol besar. Ketika menaiki kereta dari Delhi menuju Jaipur, untuk menghadiri seminar kekeringan, Shiva disodori air minum kemasan “Aquafina” - merek dagang yang dimiliki Pepsi. Shiva segera menyadari bahwa bakal ada konflik peradaban yang dapat memicu Perang Air. Menurut Shiva, tampaknya slogan “No Blood for Oil” tak lama lagi segera digantikan “No Blood for Water”. Digambarkannya, betapa konflik yang menyangkut air, akan segera melebar menjadi konflik etnis, dan bahkan konflik agama! Edisi Desember 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
7
BERITA UTAMA
Shiva pun kembali mengutip laporan Bank Dunia terkait sumber air the West Bank. Dimana dari sumber air tersebut, ternyata 80 persennya dimanfaatkan oleh Israel, sedangkan hanya 20 persennya oleh Palestina. Menjadi nyata bahwa, kemampuan mengontrol air sama halnya mengontrol hidup dan “kehidupan”. Dalam Majalah The Economist Edisi 19 th Tahun 2011, halaman 23-26, juga ditampilkan kisah tentang Danau Wular di Kashmir, India. Konflik mengemuka antara India, Pakistan, dan China; terkait penggunaan air dari Danau Wular yang menghilir melalui jaringan sungaisungai di sana. Persoalanpun mengemuka ketika aliran air “dibendung” oleh Bendungan Baglihar oleh India. Sampai-sampai, ekstrimis Pakistan, Abdur Rehman Makki, melontarkan kata-kata bahwa memblok air untuk Pakistan sama saja memicu sungai yang dipenuhi “darah”. Boleh jadi, konflik memang makin mengemuka. Terlebih, India menginginkan lebih banyak bendungan dan hydropower. Sekitar 60 proyek bendungan, telah disiapkan dokumennya, dengan perkiraan dapat menghasilkan energi sebesar 3.000 megawatt (MW). Pakistan pun mengeluhkan ancaman kekurangan air terhadap sekitar 600.000 orang petani. Akan tetapi, India tampaknya mempercepat pembangunan bendungan tersebut dari tahun 2018 menjadi rampung di tahun 2016. The Economist menuliskan, betapa kelangkaan air boleh jadi semakin parah di Asia Selatan. Dengan 1,5 miliar penduduk, dan dengan 1,7 persen pertumbuhan, akan ada tambahan 25 juta atau lebih mulut yang harus dipuaskan dahaganya. Yang sangat menyedihkan, sebagai sebuah contoh kasus termuktahir adalah, betapa tampak suramnya masa depan pasokan air di Asia Selatan. Terlebih ketika, gletser di Pegunungan Himalaya memperlihatkan fakta meleleh, dan meluruh. Ada dua cara mengatasi kelangkaan air. Pertama, meningkatkan kemampuan untuk mengelola sumber daya air, dan bekerja sama satu sama lain. Kedua, mencoba untuk menguras air lebih dahulu dari sumbernya. Lebih banyak, dan lebih cepat dari negara tetangga. Walau, konflik dipastikan bisa muncul dengan lebih dashyat.
8
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi Desember 2011
Sistem penyediaan air minum di Baron, Gunungkidul, Yogyakarta, yang disedot dari sungai bawah tanah.
KONFLIK DI INDONESIA Indonesia memang tercatat mempunyai sumber daya air 3,22 triliun meter kubik per tahun, setara ketersediaan air per kapita sebesar 16.800 meter kubik per tahun. Meski demikian, tidak setiap titik air teralokasikan dengan adil bagi setiap orang. Terbuka pula kemungkinan konflik mengingat dari 133 sungai di Indonesia, ternyata hanya sebanyak 13 sungai yang mengalir di satu kabupaten/ kota. Sebanyak 27 sungai lintas provinsi, 37 sungai dianggap sungai strategis nasional, dan 51 sungai lintas kabupaten/ kota. Bahkan, ada lima sungai yang mengalir antar negara. Sungai Benanain misalnya, mengalir di Nusa Tenggara Timur-Timor Leste; Sungai Noel Mina mengalir antara Nusa Tenggara Timur-Timor Leste; Sungai Sesayap mengalir di Kalimantan Timur-Serawak (Malaysia); Sungai Mamberamo mengalir di Papua-Papua Nugini; dan Sungai Einladen-Digul-Bikuma mengalir di Papua-Papua Nugini. Sungai lintas provinsi yang terkenal diantaranya, Sungai Musi (Sumatera Selatan-Bengkulu), Sungai Batanghari (Jambi-Sumatera Barat), Sungai Bengawan Solo (Jawa Timur-Jawa Tengah), Sungai Kampar (Riau-Sumatera Barat), dan Sungai Barito-Kapuas (Kalimantan SelatanKalimantan Tengah).
Sudah rawan konflik, sungai-sungai itu juga tidak menjamin ketersediaan air baku. Dari 100% sumber daya air di Jawa Tengah misalnya, sebanyak 65 miliar meter kubik (100%), yang terbuang ke laut sebanyak 37 miliar meter kubik (57%). Meski demikian, yang dimanfaatkan ternyata hanya 25 miliar meter kubiknya (38%). Di Jawa Barat, tercatat ada potensi air dari Sungai Cimanuk yang melintas Bendung Rentang, di Kabupaten Indramayu, rata-rata sebesar 4,3 miliar meter kubik per tahun. Akan tetapi, baru dimanfaatkan 28 persenny a saja. Sisany a, digelontor kan begitu saja ke laut. Setelah berpuluh tahun, rencana untuk membendung Sungai Cimanuk yang dibiarkan di laci, akhirnya kini ada titik terang. Dibangunlah Bendungan Jatigede, yang ditargetkan selesai dibangun pada tahun 2014. Nantinya, akan ada air baku sebanyak 3.500 liter untuk memenuhi kebutuhan air minum di wilayah Kabupaten Cirebon dan Indramayu, termasuk kawasan industri dan kilang minyak di Balongan, Indramayu. Akan tetapi, seperti halnya di pembangunan bendungan di India, selalu ada sisi lain yang patut diwaspadai dengan ketersediaan air baku. Bagaimana misalnya, dengan usaha tambak atau keramba apung di Sungai Cimanuk tatkala debit air diatur? Dari konflik mata air di Cipaniis di Desa Paniis, di kaki Gunung Ciremai, Kabupaten Kuningan, kita juga belajar betapa pemanfaatan air lintas batas dapat menuai persoalan. Sejak tahun 1830, Kota Cirebon sudah memanfaatkan air dari mata air Cipaniis; namun saat era otonomi daerah, Pemerintah Kuningan meminta kompensasi atas penggunaan mata air di wilayahnya. Konflik pun mengemuka pada November 2008. Kabupaten Kuningan mulai mengurangi penyaluran air ke Kota Cirebon yang berakibat sebagian wilayah kota tidak mendapat air bersih oleh karena tarif yang dirasa belum dibayar. Bukan sekedar masalah pembayaran tarif, sebab
Angkutan air di Kalimantan Barat yang diminati oleh masyarakat sebagai alternatif jalan darat.
ternyata Kuningan berniat mengoptimalkan Cipaniis bagi Kuningan sendiri. Selama bertahun-tahun, praktisi air di seluruh dunia mencoba memecahkan persoalan soal produksi dan distribusi air yang adil. Dan salah satu solusinya adalah dengan membentuk dan menekuni Integrated Water Resources Management (IWRM). Tentu saja IWRM bukanlah organisasi yang statis. IWRM bahkan sebuah organisme yang dikembangkan sesuai dengan pemangku kepentingan hingga profil dari sumber daya air tersebut. Sisi positif dari IWRM adalah, cara pandang secara holistik terhadap sebuah sumber air, bukan saja cara pemanfaatan tetapi juga hingga cara konservasi atas sumber daya air. Hari ini, mungkin saja, kita belum melihat “perang air” di depan mata. Namun pendirian perusahaan atau badan usaha mana pun, untuk memproduksi dan mendistribusi air hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip di dalam IWRM. Sebab itulah salah satu cara untuk meminimalisir kemungkinan “perang air”. (*)
Edisi Desember 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
9
BERITA UTAMA
BELAJAR TENTANG AIR DARI SWEDIA Di Swedia, jangankan membuang sampah di sungai dan danau yang satu lokasi dengan intake, pengambilan air minum. Berenang pun dilarang. Di banyak tempat, dapat dijumpai peta larangan berenang. Bukan karena berbahaya, tetapi perlindungan terhadap sumber daya air memang begitu tinggi. Padahal di Swedia dikenal hak dasar yang disebut allemansrätten, atau hak kebebasan bagi semua orang. Dengan allemansrätten, tiap individu punya akses ke alam, berenang hampir di seluruh perairan. Namun hak itu, tidak mengalahkan perlindungan terhadap air minum. Supaya ada akses lebih baik terhadap air, dan juga untuk lebih melindungi kualitas air, sejak tahun 1975 telah dilarang untuk membangun rumah baru dengan jarak 100 meter dari garis pantai. Orang Swedia pada umumnya memang memiliki rumah dan vila. Rumah untuk tinggal sehari-hari, vila dibangun dekat danau atau pantai untuk liburan musim panas. Tanpa adanya hukum yang mengatur izin mendirikan bangunan dekat perairan, maka dikhawatirkan akses terhadap air menjadi terbatas. Pembangunan yang tak dikendalikan, juga ditakutkan merusak kelestarian sumber daya air. Swedia juga mengajarkan sebuah konsistensi. Sejak 100 tahun lalu, Stockholm Water Company misalnya, menguasai Danau Bornsjön di selatan Stockholm dengan luas 5.500 hektar.
10
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi Desember 2011
Danau ini berfungsi sebagai sumber air cadangan bagi Kota Stockholm. Hukum dengan ketat membatasi “penjarahan” atas kawasan penyangga danau dari bangunan liar dan aktivitas manusia lainnya. Di Stockholm, tak bakal ada kisruh air seperti ketika tempo hari ada pintu air jebol di Kalimalang di Saluran Air Tarum Barat. Bagaimana pun, untuk sebuah negara dengan 100.000 lebih danau, sangat penting untuk menjaga kualitas air. Kita pun menyaksikan faktanya. Terbanglah ke Stockholm, ketika musim panas, penduduk beraktivitas di Danau Mälaren di tengah kota. Mereka berenang dan memancing. Mungkin agak berlebihan, tapi banyak orang menyatakan, kebersihan air di danau itu sangat terjaga karena nyaris setara dengan kualitas air minum. Dengan kualitas tinggi semacam itu, di perairan Gamla Stan, di pusat kota Stockholm, angsa putih berenang hilir-mudik. Ikan Salmon pun mudah untuk dipancing. Yang menarik, air dari tiap keran di Stockholm dan Swedia dapat langsung diminum. Jikalau anda menginginkan air yang berasa,
tinggal masukkan seiris buah-buahan ke dalam gelas. Dan yang terpenting, air minum di Swedia tidak dikemas dalam botol plastik, yan g me rug ikan ke lestarian ling kung an .
Raja Gustav Wasa telah memerintahkan tiap pemilik properti menyediakan 200 liter air dekat jalan raya. Tetapi, sebatas untuk pemadaman kebakaran.
Terjaganya kualitas air di Swedia, memang berada di bawah tanggung jawab Kementerian Pertanian dan the National Food Administration. Maka jangan heran bila proses produksi air m inum se tara d enga n p ro s es pro du ks i m a ka nan .
Wabah, pada akhirnya mendorong pembangunan besar-besaran infrastruktur air minum untuk langsung menjangkau masyarakat. Keterjangkauan air m inum tumbuh dengan pesat dan berkelanjutan hingga tahun 1970-an, sebelum akhirnya permintaan nyaris stagnan bahkan berkurang.
Lantas, bukan saja air selalu diambil dari sumber air bawah tanah, dengan temperaturnya yang rendah sehingga pasti minim bakteri. Namun kini dengan selalu melakukan penyempurnaan, air minum dengan kualitas tinggi tersebut, dapat diambil dari air permukaan dengan seminim mungkin campur tangan bahan-bahan kimia.
BELAJAR DARI SWEDIA Empat puluh tahun silam, air di Stockholm dan Swedia tidaklah sebersih hari ini. Tak seorang pun mau berenang di perairan Stockholm yang dikelilingi danau. Penduduk Stockholm, ketika itu, lebih menyukai berenang di kolam renang, seperti di Jakarta ini. Stockholm juga pernah mengalami saat-saat kelam, ketika kota bertumbuh tanpa dukungan infrastruktur air maupun sanitasi. Apa yang mendorong revolusi infrastruktur air dan sanitasi di Swedia? Wabah kolera di pertengahan abad ke-19, yang menewaskan sejumlah besar penduduk di Stockholm dan Gothenburg. Wabah serupa, yang juga pernah terjadi di Batavia. Sebelumnya, di kawasan perkotaan di Swedia, sebenarnya telah dirintis penyediaan air. Sejak pertengahan abad ke-16 bahkan
Pelajaran terpenting yang dicontohkan Kota Stockholm sejak puluhan tahun silam adalah pembangunan infrastruktur air minum, harus dibarengi penyediaan instalasi pengolahan air limbah. Air limbah yang dimaksud diantaranya, limbah rumah tangga, limbah padat dari perseorangan, hingga sekedar air hujan. Di Stockholm, penanganan limbah secara mekanikal sejak tahun 1950-an telah “dipertajam” dengan biological treatment. Lalu, diikuti penanganan dengan bahan kimia sejak tahun 1970-an. Inovasi terus dikerjakan, lalu pada akhirnya limbah hasil pengolahan dapat dibuang dengan aman ke sungai, danau, maupun laut lepas. Mengapa pembangunan instrastruktur air minum harus diselaraskan dengan pembuangan air limbah? Ternyata, supaya ada desain tata ruang yang terintegrasi dan tidak ada air limbah yang dibuang lebih ke arah hulu sungai, dari lokasi intake air minum. Saat ini, hampir seluruh bangunan di Swedia, terutama di perkotaan, sudah terhubungkan dengan jaringan air minum sekaligus pengolahan air limbah. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) takkan diterbitkan tanpa dua hal mendasar itu. Jaringan air minum, bahkan tidak hanya menggelontorkan air dingin tetapi juga air panas. Lantas, pusat pengolahan air limbah juga memproduksi gas pemanas, yang dihasilkan dari pengolahan limbah padat, ke tiap rumah saat musim dingin. Luar biasa. Di Indonesia, jaringan pengolahan air limbah terpusat hanya ada di Denpasar, Bali, dengan tajuk Denpasar Sewarage Development Project (DSDP). Jadi, bagaimana cara “menatar” penduduk, bila jaringannya masih harus dibangun dengan pinjaman luar negeri? Sungguh sulit. Nah, suplai air minum dan sanitasi, termasuk pengelolaan air limbah di Swedia, merupakan tanggung jawab dari pemerintah daerah maupun kota. Darimana pembiayaannya? Dua pertiga dari biaya pengelolaannya ditanggung renteng oleh si pengguna.
Perusahan Air Minum Stockholm mempunyai dua fungsi utama. Pertama, memproduksi dan mendistribusikan air minum bagi penduduk. Kedua, mengolah limbah air.
Edisi Desember 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
11
BERITA UTAMA
Di kota kecil, supaya tarifnya tak memberatkan, mereka disubsidi oleh pajak daerah. Investigasi mendalam menemukan fakta bahwa 252 pemerintah daerah/kota menempatkan urusan air, sanitasi, dan limbah, dalam unit tersendiri di dalam pemerintahan mereka. Sebanyak 39 Pemda/kota membentuk badan usaha milik daerah, sementara 8 institusi lainnya dimiliki oleh lintas pemda oleh karena beroperasi di perbatasan. Adapun 7 Pemda menyerahkan manajemen pengelolaan sektor tersebut kepada perusahaan swasta. Hal itu, kini sedang diperdebatkan dengan hangat di Swedia, mengingat urusan pasokan air minum menjadi salah satu isu utama. Inovasi tiada henti pun, terus dikerjakan. Teknologi dimanfaatkan untuk mengontrol operasional dari sektor air minum dan pengolahan limbah. Kini di seluruh Swedia, untuk mengurusi sektor ini hanya mempekerjakan 6.000 orang dimana sebanyak 2.000 orang adalah teknisi perairan, 2.000 orang bekerja di jaringan pipa, dan sisanya pekerja kantor. Padahal 10 tahun lalu, ada 10.000 pekerja. Diskusi hangat juga masih terus berlangsung, soal pembedaan kualitas air dengan berujung pada efisiensi. Ini didasarkan pada fakta konsumsi air per rumah tangga per hari, yakni untuk minum dan makan (10 liter), menyiram WC (40 liter), cuci piring (40 liter), cuci baju (30 liter), kebersihan diri atau mandi (70 liter). Mengingat hanya 10 liter air yang dibutuhkan per orang per hari, didiskusikan pemisahan pengolahan air berdasarkan kualitas. Dengan pertimbangan untuk meminimalisir biaya produksi, meskipun tentu saja akan ada resiko tercampurnya dua kualitas air yang berbeda.
KOTA AIR Hammarby Sjöstad di Stockholm, kini merupakan laboratorium hidup untuk men yempur nakan pendayagunaan sumber air, pengolahan air limbah dalam upa ya m enciptakan lingkungan y ang l ebih ba ik. Dibangun sebagai sebuah permukiman yang apik, sebuah habitat baru untuk masa depan, ketika rampung pada tahun 2008, Hammarby Sjöstad akan dihuni oleh 26.000 penduduk yang mendiami 11.500 apartemen. Air pun menjadi elemen utama dari permukiman itu, bukan sekedar untuk dijadikan elemen eksterior yang eksotis, tapi juga menjadi sarana transportasi dengan dermaga-dermaga kecilnya.
12
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi Desember 2011
Level lebih tinggi ditawarkan oleh Hammarby Sjöstad, dengan segala macam teknologi terbarunya. Ketika tiap penduduk Stockholm mengonsumsi 200 liter air per orang per hari, di Hammarby Sjöstad ditargetkan 100 liter air per orang per hari. Air baku dari Danau Mälaren lalu dijernihkan di Water Treatment Plant Norsborg, dan kemudian baru digelontorkan dengan pipa ke Hammarby Sjöstad untuk digunakan dengan penuh perhitungan. Ketika air itu akan digunakan dan menjadi limbah dari kamar mandi atau dapur, dipompa terlebih dahulu ke Hammarby District Heating Plant. Limbah cair “direbus”, lalu uap panasnya dipisahkan dari air. Uap panas kemudian dimanfaatkan untuk pemanas distrik di kala musim dingin. Sementara limbah padat diolah sehingga menghasilkan pupuk bagi pertanian dan kehutanan. Biogas dari pengolahan limbah padat, juga untuk menjalankan bus dan mobil ramah lingkungan. Pelajaran utama dari Hammarby Sjöstad, Stockholm, dan Swedia adalah, urusan pengelolaan air, sanitasi, dan pengolahan limbah juga merupakan sesuatu yang tidak boleh dipisah-pisahkan. Banyak pihak juga sudah lama mendiskusikannya dalam kerangka Integrated Water Resources Management. (*)
BERITA UTAMA
Foto: BPPSPAM
MENDORONG KPS AIR MINUM, MEMBANGKITKAN PDAM Ada senjata pamungkas baru di republik ini, untuk pembangunan infrastruktur air minum. Senjata itu berbentuk Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pedoman Kerjasama Pengusahaan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Tugasnya jelas, memberikan layanan air minum seluas-luasnya bagi seluruh masyarakat. Peraturan Menteri PU No. 12/2010 itu, ditandatangani pada bulan Oktober 2010, dan terdiri dari 4 bab dan 35 pasal. Di dalam Peraturan tersebut, diatur dengan tegas bentuk kerjasama, dukungan pemerintah, hingga hal-hal teknis lainnya.
Konsesi di Batam, bolehlah kita anggap sebagai kisah sukses. Bila tahun 1995, hanya mampu melayani 20 persen penduduk dengan air bersih, maka pada tahun 2008 meningkat menjadi 95 persen.
“Untuk mencapai target Millenium Development Goals (MDGs) sebesar 68% pada tahun 2015, dibutuhkan dana Rp 46 triliun. Akan tetapi, pemerintah hanya sanggup menyediakan Rp 20 triliun, sehingga sisanya harus dengan pendanaan swasta,” kata Sekretaris Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum atau BPPSPAM, Tamin M Zakaria Amin.
KPS juga kemudian dikenal di Jakarta. Sejak tahun 1998, secara imajiner, Jakarta dibagi dua menjadi Jakarta wilayah barat dan Jakarta wilayah timur, dimana masing-masing wilayah penyediaan air minumnya dikerjakan oleh PT Palyja dan PT Aetra.
Pendanaan dari swasta itu dikenal dengan nama Public Private Partnership atau Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Ini bukan bentuk kerjasama baru, tentu saja. Sudah sejak tahun 1992, pemerintah melaksanakan KPS di sub-sektor air dalam skala kecil. Diantaranya, pembacaan meter air, penagihan, dan pekerjaan pemeliharaan. Baru kemudian, menjalankan KPS pertama dengan serius di Bandung. Dan disusul dengan pemberian konsesi pelayanan air minum di Pulau Batam kepada PT Adhya Tirta Batam (ATB) pada tahun 1995.
Dari pemberian konsesi air minum di Jakarta inilah, pemerintah dituding telah “menjual” air ke swasta bahkan ke perusahaan asing. Dipertanyakan keberpihakan pemerintah terhadap sumber daya air, yang seharusnya dapat dimanfaatkan dengan gratis bagi seluruh rakyat. Benar kah isu pr iv atisasi dal am sekto r air minum ? “Tidak benar,” kata Tamin. Dia menunjukkan Pasal 40 ayat 4 dari UU No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air, yang menyatakan, “Koperasi, Badan Usaha Swasta, dan masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan dan pengembangan SPAM (Sistem Penyediaan Air Minum)”.
Edisi Desember 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
13
BERITA UTAMA
Kata “dapat berperan serta”, kata Tamin, diartikan, setelah kontrak atau konsesi berakhir maka pada akhirnya semua aset penyediaan air minum itu dijadikan aset pemerintah. Bahasa kerennya adalah, Build-Operate-Transfer (BOT). “Jadi tak ada itu SPAM yang diwariskan dari ayah ke anak ke cucu,” ujar dia. Dua kontrak lain seperti Build-Operate-Own (BOO) dan divestiture; tidak disarankan untuk diaplikasikan dalam kontrak dengan swasta karena lebih banyak muatan privatisasinya. Dengan gamblang, Tamin menjelaskan, betapa dalam KPS, p ih ak swa sta m em ang m eny edia ka n pe ngeta hu an , pengalaman, pendanaan, dan kemampuan dalam desain. Namun di sisi lain, tanggung jawab tetap berada di tangan pemerintah mulai dari pelayanan, penentuan jaringan, hingga penetapan tarif yang dilakukan bersama-sama antara pemerintah daerah dan DPRD. Penyangkalan terbesar terhadap isu privatisasi, digambarkan dengan betapa swasta dan pemerintah berbagi resiko dalam implementasi KPS. Jadi intinya, bila ada gejolak politik yang menyebabkan berhentinya operasional SPAM, atau adanya gempa bumi dashyat; maka tanggung jawab berada di tangan pemerintah. Sejauh ini, tercatat ada 25 proyek dengan skema KPS di sektor air minum. Dengan Peraturan Menteri PU No. 12/2010 itulah, diharapkan adanya akselerasi proyek dengan skema KPS. Implementasi KPS bisa berbeda-beda. Dimungkinkan, pihak swasta hanya “menambang” air, menjernihkannya, lalu urusan penjualan air diserahkan kepada PDAM atau dengan skema Build-Operate-Transfer (BOT) dengan jangka waktu operasional 15 tahun, atau dengan konsesi berjangka waktu 25 tahun. Pada umumnya, panitia tender dari proyek KPS air minum menawarkan Financial Internal Rate of Return (FIRR) sebesar
14
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi Desember 2011
17-18 persen. Sangat memungkinkan bila tidak tercapai kelayakan financial seperti yang diharapkan, maka supaya tetap layak sebagian infrastruktur dibangun swasta dengan uang dari pemerintah. Mungkin ada pertanyaan, mengapa FIRR begitu kecil? Inilah bisnis dengan resiko rendah sehingga untungnya pun rendah sesuai dengan adagium high risk, high profit. Dan bisnis air minum merupakan bisnis kebalikannya. Persoalannya, dalam investasi juga dikenal adanya diversifikasi resiko, maka bisnis air minum adalah perwujudan dari tidak menaruh seluruh uang dalam satu keranjang. Mengapa bisnis penyediaan air minum masuk dalam kategori bisnis dengan tingkat resiko rendah? Karena, ikatan dengan pelanggan pada umumnya terjadi seumur hidup pelanggan. Hal demikian berbeda dengan bisnis ritel yang pangsa pasarnya kerap tergerus. Resiko dalam pasokan air baku juga menjadi lebih rendah, dengan komitmen dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum untuk menggelontorkan Rp 7 triliun dalam beberapa tahun ke depan. Uang itu, akan digunakan untuk menjamin pasokan air baku. Pada tahun 2011 ini, Ditjen Sumber Daya Air akan membangun infrastruktur air baku dengan kapasitas 5.011 liter per detik, yang tersebar di 27 provinsi. Infrastruktur air baku tersebut, diprioritaskan dibangun di provinsi dengan akses rumah tangga terhadap air minum dibawah 47,63%, yang merupakan angka rata-rata nasional. Lalu, ada peran dari PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) untuk meningkatkan kelayakan kredit dengan menjamin bila ada resiko. Misalnya, bila pemerintah tidak mau menaikkan tarif secara bertahap dengan dampak kepada meruginya pihak swasta maka PT PII akan membayar kerugian itu terhadap swasta. Dan, PT PII yang s e la nju tn y a a k an m en ag ih ( h ak r eg re s) k e p em e r inta h . Untuk menyukseskan KPS, juga ada dukungan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Nantinya, PT SMI akan mendapatkan bagi hasil atau deviden jika berperan sebagai sponsor. Atau, mendapatkan bunga pinjaman bila berperan sebagai pemberi pinjaman (lender).
PENYEHATAN PDAM Bagaimana dengan pengembangan pelayanan air minum di kawasan yang sudah didirikan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)? Pertama-tama, PDAM tersebut harus disehatkan terlebih dahulu supaya kerjasama dengan pihak swasta mana pun menjadi ny a m an , s a l ing m en gu n tu ng ka n da n be r ke l a nju t an .
mengganti aset yang rusak, mengembangkan jaringan pipanisasi, hingga untuk biaya operasional darurat saat terjadi suatu gempa bumi di kawasan lain, misalnya. “Ketika gempa bumi melanda Padang, PDAM Kota Palembang dapat mengirim lima mobil tangki air dikarenakan PDAM Kota Palembang dalam kondisi sehat,” ujar Tamin. PDAM Palembang memang luar biasa sebab mampu menjangkau 92% warga.
PDAM yang sudah sehat, boleh menjalin kerjasama dengan swasta. BPPSPAM pun menargetkan seluruh PDAM berkondisi “sehat” keuangan pada tahun 2014. Kini, dari 383 PDAM di seluruh Indonesia baru 142 PDAM yang kondisi keuangannya sudah sehat.
Apa yang terjadi bila tarif PDAM di bawah harga pokok produksi senilai Rp 3.000 per meter kubik? Pertama, calon pelanggan dapat antre hingga 10 tahun, terjadi diskriminasi pelayanan antara pelanggan kaya dan miskin, dan menurunnya kualitas air minum.
Menurut Tamin, sebanyak 116 PDAM telah menyusun proposal untuk meminta keringanan hutang dan telah dikirimkan ke Kementerian Keuangan. “Sebanyak 68 proposal PDAM telah disetujui, dan sisanya masih diproses. Namun, ada 49 PDAM y an g bel u m m e nga ju ka n per m o h o nan ,” u jar Ta m in.
Supaya tetap memperoleh laba sehingga cakupan pelayanan meluas, PDAM juga harus memerangi kebocoran yang mencapai rata-rata nasional sebesar 33%. Walau ironisnya, kebocoran fisik akibat buruknya pipa hanya 20%, sedangkan kebocoran komersial (akibat pelanggan gelap, buruknya water meter) mencapai 7780%.
“Padahal kalau PDAM sulit menyusun Rencana Perbaikan Kinerja Perusahaan pasti dibantu BPPSPAM,” kata Tamin. Syarat untuk mendapat penghapusan utang dari Kemenkeu juga terkait penetapan tarif wajar di atas biaya produksi. Terkait tarif air minum yang terkadang terlampau rendah sehingga menyulitkan operasional PDAM, Peneliti Senior Jaringan Nasional Sumber Daya Air, Sudar D Atmanto mengatakan, hendaknya DPRD dan pemimpin daerah bersikap realistis dengan tidak menekan tarif air. Caranya kata Sudar, dengan menghadirkan jajaran direksi PDAM yang berani untuk mengedepankan pelayanan kepada masyarakat, dan tidak tunduk terhadap tekanan dari pemimpin daerah. “Bagusnya memang memilih direksi secara profesional,” ujar dia. Tarif PDAM harus di atas biaya produksi karena sedapat mungkin PDAM harus mampu mencetak laba. Laba dibutuhkan untuk
Dengan kebijakan keringanan bahkan penghapusan utang dari Kementerian Keuangan, dengan dukungan teknis dari Kementerian PU, sebenarnya tak ada yang mustahil bagi PDAM untuk m enyehatkan keuangannya. Yang dibutuhkan hany alah keberpihakan dari pemimpin daerah untuk memajukan PDAMnya. Ambil contoh misalnya PDAM Banjarmasin, yang cakupannya kini sudah mencapai 97%. Juga PDAM Malang, yang telah mampu melayani penduduk dengan air setara kualitas air minum yang sesungguhnya. Baik melalui peningkatan KPS di sektor air minum maupun dengan penyehatan PDAM, marilah kita berharap pada tahun 2015, dapat tercapai target MDGs. Ini penting, terlebih dari 47,71% penduduk yang telah dilayani oleh fasilitas air minum, ternyata hanya 26% yang terlayani dengan pipanisasi. (*)
Edisi Desember 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
15
PROYEK KPS - SIAP DITAWARKAN
Maros Water Supply: Proyek pengadaan air bersih (water supply) melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan makin serius digarap. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Maros melalui Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa, terus menjaring investor yang berminat terhadap proyek tersebut melalui tender terbuka. Dalam proses tender ini, Pemkab Maros akan memilih investor untuk membiayai proyek tersebut yang meliputi desain, konstruksi, pengoperasian dan pemeliharannya. Proyek Maros Water Supply ini menelan biaya Rp 103.5 miliar yang termasuk pembangunan seluruh jaringan distribusinya. Proyek ini dapat mendistribusi ke butu h an ai r ber s ih s eba ny a k 2 00 lite r pe r d etik .
Bupati Maros, Hatta Rahman berharap proyek yang menggunakan skema KPS ini dapat terlaksana dengan baik sehingga proyek ini dapat mendorong untuk menggerakkan perekonomian dan infrastruktur di Maros. Baginya, proyek pembangunan air bersih di Maros yang menggunakan skema KPS senilai Rp 103,5 miliar ini merupakan proyek dengan anggaran terbesar di kabupatennya.
Memang, proyek ini diupayakan bisa secepatnya terealisasi. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sendiri mendukung percepatan pembangunan infrastruktur di kabupaten ini yang memiliki luas wilayah 1.619,12 km² dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 320 ribu jiwa yang berada di 14 kecamatan dan 103 desa/kelurahan.
Tentang kurangnya sumber air baku di Maros, Hatta mendorong agar dilakukan penajaman kajian awal agar dapat diefektifkan bagi peningkatan sumber air bakunya. Oleh karena itu, pihaknya berharap agar konsultan dari Bina Asih yang menangani penajaman kajian awal tersebut, bisa melakukan kajian yang lebih baik dan mencapai sasaran yang diharapkan.
Proyek tersebut dibangun untuk memenuhi kebutuhan warga Maros yang belum mendapatkan layanan air bersih sebanyak 60 ribu orang. Berdasarkan kajian awal yang dilakukan Waseco, sumber air baku Maros memiliki potensi 1.275 liter per detik, namun kenyataan di lapangan hanya sekitar 600 liter per detik. Sementara distribusinya sudah melebihi sumber air baku yang ada, termasuk distribusi kepada sektor industri dan irigasi.
Untuk mematangkan perencanaan investasi dari proyek ini, PDAM Maros pun bersama Pemkab Maros telah didampingi konsultan yang difasilitasi oleh Bappenas. Konsultan ini akan bekerja selama tujuh bulan, dengan melakukan studi kelayakan. Selain itu, mempelajari kontrak kerja dengan pihak swasta sebagai investornya. “Sudah ada 11 peserta tender yang akan join dengan kita. Sekarang, tinggal menjajaki kerja samanya,” ujar Abdul Baddar, Direktur Utama PDAM Maros.
16
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi Desember 2011
Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Maros pada awal November lalu sudah merilis pengumuman hasil evaluasi akhir kualifikasi peserta tender yang ikut proyek KPS air bersih ini. Disebutkan berdasarkan Pengesahan Evaluasi Nomor: 06/KPSAB/MAROS/XI/2011 Tanggal 08 November 2011, maka panitia pengadaan unit ini mengumumkan bahwa Glendale Konsorsium dan Chec-Bosowa-Sound Konsorsium telah lulus dalam tender tersebut.
mengembangkan kapasitas IPA Bantimurung, mengingat pertumbuhan penggunaan air bersih yang semakin meningkat.
Kedua konsorsium yang dinyatakan lolos ini berkantor di Jakarta. Sementara, satu peserta lagi, yaitu PT Multi Engka Utama yang berbasis di Makasar dinyatakan tidak lolos. Hanya saja, konsorsium yang dinyatakan lolos ini harus mengikuti proses berikutnya, yaitu masa sanggah sebagai langkah berikutnya hingga benar-benar dinyatakan lolos untuk mengerjakan Maros Water Supply ini.
Menur ut Baddar, seka rang ini, PD AM Maro s seda ng memprioritaskan melayani calon pelanggan yang masuk daftar tunggu. Kurang lebih ada 20 ribu calon pelanggan baru yang masuk daftar tunggu, di antaranya masyarakat yang berada di empat kecamatan pesisir. Selain itu juga masyarakat di kawasan perumahan yang berada di Kecamatan Moncongloe dan Kecamatan Turikale.
POTENSI KONSUMSI AIR BERSIH DI MAROS
Kini, yang menjadi perhatian adalah bagaimana meningkatkan kapasitas air agar PDAM Maros dapat terus menberikan pelayanan kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air bersih. “Kami berharap pada tahun 2012 proyek pembangunan pengolahan air bersih KPS dengan kapasitas 200 ribu liter per jam sudah dapat difungsikan,” ujarnya berharap.
Untuk melihat seberapa menarik proyek Maros Water Supply ini bagi para investor, maka kita bisa melihat potensi penggunaan air bersih di Kabupaten Maros. Berdasarkan data PDAM Maros, jumlah pelanggan air bersih PDAM Maros, pelanggan tertingginya berasal rumah tangga sebesar 8.441 unit dengan jumlah air yang disalurkan 1.957.829 liter per detik. Selama ini, sumber air baku yang dimanfaatkan guna memenuhi kebutuhan air bersih di Maros berasal dari Instalasi Penjernihan Air (IPA) Bantimurung dan Bendungan Carangki. IPA Bantimurung memiliki kapasitas debit air 500 liter per detik, namun yang dapat diusahakan baru mencapai 70 liter per detik. Sedangkan Bendungan Carangki hanya dimanfaatkan 50 liter per detik, meskipun kapasitas IPA Carangki tersebut dapat mencapai lebih 1.000 liter per detik. Potensi air baku pada Bendungan Carangki sudah tidak dapat dikembangkan lagi karena sebagian besar potensinya diperuntukkan bagi memenuhi kebutuhan wilayah Kota Makassar dengan kapasitas terpasang 1.000 liter per detik. Oleh karena itu, PDAM Maros hanya dapat
Kendala yang dihadapi dalam pemanfaatan air baku untuk menjadi air bersih di Maros selama ini adalah masalah investasi yang tinggi, walaupun sebenarnya potensi sumber air baku di wilayah ini cukup banyak dan belum dimanfaatkan seperti sumber air Patontongan yang juga berlokasi di Kecamatan Bantimurung.
Yang pasti saat ini, tak hanya Pemerintah Maros yang berharap proyek pengadaan air bersih di kabupaten tersebut bisa teraliasi. Pihak Bappenas pun juga berharap Maros Water Supply bisa secepatnya rampung. Proyek tersebut merupakan bagian dari 13 proyek KPS yang ditawarkan pemerintah dalam showcase tahap kedua. Berdasarkan data Bappenas, dalam PPP Book 2011, setidaknya ada enam proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) senilai US$ 311,47 juta yang ditawarkan pada investor swasta dengan pola pembiayaan KPS. Rinciannya, yakni Bandar Lampung senilai US$ 38 juta, Jatiluhur US$ 189,3 juta, Pondok Gede US$ 22,43 juta, Surakarta US$ 6,74 juta, Tukad Unga US$ 43,50 juta, dan juga SPAM Maros senilai US$ 11,50 juta.(*)
Perusahaan Daerah Air Minum Maros.
Edisi Desember 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
17
PROYEK KPS
Umbulan Water Supply: Air di Kali Surabaya merupakan bahan baku dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang didistribusikan untuk masyarakat di Wilayah Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo. Namun, tingkat pencemaran air di Kali Surabaya semakin lama semakin meningkat, sehingga kualitas air yang ada menurun dan menyebabkan keterbatasan ketersediaan air bersih untuk masyarakat. Agar krisis air tidak semakin parah, Pemerintah Provinsi Jawa Timur berusaha mencari jalan keluar melalui pemanfaatan mata air Umbulan yang terdapat di Desa Umbulan, Kecamatan Winongan, Kabupaten Pasuruan. Mata air Umbulan dipilih karena mata air ini memproduksi 4.000 liter/detik dan dapat memenuhi kebutuhan air bersih untuk 1,8 juta jiwa. Rencana ini sendiri sudah terpikirkan sejak 40 tahun yang lalu. Namun, hingga saat ini proyek tersebut belum terealisasikan. Dana yang dibutuhkan untuk pembangunan proyek umbulan ini besarnya mencapai antara Rp 2,2 triliun hingga Rp 2,5 triliun. Dana ini sangat besar sehingga pembangunan proyek air Umbulan memerlukan anggaran dari pemerintah Provinsi Jawa Timur dan instansi terkait selain itu juga dibutuhkan adannya kerjasama dengan pihak swasta. Jika dilihat dari tingkat urgensinya, proyek ini sangat direkomendasikan untuk direalisasikan secepatnya karena air bersih merupakan masalah utama di Surabaya dan
18
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi Desember 2011
sekitarnya. Guna menyiasati kebutuhan bahan baku air, PDAM Surabaya melirik Umbulan sebagai alternatif pada tahun 2014. Untuk proyek itu, PDAM Surahaya siap mengucurkan investasi Rp 400 miliar untuk membangun Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) dari Umbulan menuju Kota Surabaya. Sebagai informasi, rencana distribusi pembagian air Umbulan adalah sebagai berikut, Kota Pasuruan mendapatkan suplai jatah 110 liter/detik, Kabupaten Pasuruan 420 liter/detik, untuk Kebutuhan Pasuruan Industrial Estate Rembang (PIER) 100 liter/detik, Sidoarjo 1.370 liter/detik, Surabaya 1. 000 l iter /d etik, da n Gres ik 1. 000 liter / detik . Kemudian dari perhitungan sementara, harga jual investor kepada Pengelola Daerah Air Bersih (PDAB) sekitar Rp 1.250-1.500/meter kubik. Nantinya, air Umbulan yang didistribusikan di lima daerah ini mampu mencukupi kebutuhan air bersih untuk sekitar 500.000 rumah tangga, atau sekitar 2 juta warga.
investor siap membangun dengan nilai investasi seperti yang dirancang sebelumnya sehingga pihak pemerintah tidak perlu mengeluarkan subsidi. Untuk itu, pemerintah berkomitmen untuk menggunakan skema KPS dalam proyek air minum ini dengan nilai investasi senilai US$ 200 juta. Direktur Pengembangan Air Minum, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum, Ir. Danny Sutjiono, mengungkapkan bahwa proyek Umbulan saat ini sudah memesuki proses penyusunan shortlist. “Sudah ada 5 perusahaan yang sudah terverifikasi, 2 dari Indonesia, 1 dari Cina, satu dari Jepang, dan satunya lagi dari Korea,” tambahnya. Instalasi penjernihan air.
Dalam pelaksanaan pembangunan proyek ini, Gubernur Jatim Soekarwo, memastikan Pemprov Jatim mendapat kewenangan penuh dalam proses tender air Umbulan. Pemerintah pusat sudah mendelegasikan Pemprov Jatim dalam mengurus tender air umbulan berkapasitas 4.500 liter/detik itu. Soekarwo mengatakan, sudah mengirimkan surat kepada Kementerian Keuangan terkait sikap Pemprov Jatim dalam tender air Umbulan. Pemprov menegaskan, bila proses tender diserahkan kepada daerah maka kewenangan dalam proses tender harus secara penuh. Pemprov tidak menginginkan jika kewenangan dari proses tender diberikan secara sepotongsepotong. Namun, jika pusat menghendaki untuk menarik kewenangan tender Pemprov Jatim juga tidak akan keberatan. Tidak hanya itu saja, Soekarwo menambahkan, biaya pembangunan transmisi Proyek Umbulan sebesar Rp 1 triliun sudah disanggupi pemerintah pusat melalui APBN. Sisanya Rp 750 miliar hingga Rp 800 miliar akan ditanggung pemerintah daerah (Kota Surabaya, Kab. Gresik, Kab. Sidoarjo, Kota Pasuruan, dan Kab Pasuruan), dan investor. Dengan pemberian subsidi pemerintah pusat senilai Rp 1 triliun, harga jual air ke PDAM akan lebih murah. Subsidi dari pemerintah pusat ini diharapkan mengurangi mahalnya harga jual air. Menurut Dirjen Cipta Karya, rencananya pembiayaan tersebut akan dibagi menjadi 50% pemerintah dan 50% swasta. Namun ketentuan ini dapat berubah apabila pihak
Menurut Kepala Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPP SPAM), Kementerian Pekerjaan Umum, Rachmat Karnadi, proyek Umbulan ini telah m endapat kepastian ja minan dari PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) sehingga bisa memberikan kepastian kenaikan tarif dan perubahan kebijakan lain. Lebih lanjut, Danny Sutjiono menyebutkan bahwa permasalahan yang harus disiapkan dari sekarang adalah masalah tarif. Danny berharap agar tarif yang nantinya dikeluarkan oleh PDAM Surabaya sebagai pengelola Sumber Air Minum Umbulan ini memberikan tarif yang serendahrendahnya supaya tidak membebani masyarakat banyak. Tindakan kerjasama yang dilakukan pemerintah dalam pembagian pembiayaan pembangunan proyek mata air Umbulan adalah tindakan yang tepat mengingat besarnya dana yang diperlukan dalam pembangunan proyek ini sehingga diperlukan peran serta swasta dalam pembiayaannya. Namun pemerintah harus tetap menjaga fungsi kontrolnya terhadap pihak swasta sehingga dalam pembangunan infrastruktur yang merupakan public service obligation dari Pemerintah, maka Pemerintah sebagai pelaksana pengemban amanat rakyat mampu memberikan pelayanan yang maksimal. Selain itu, mengingat air yang dalam hal ini termasuk ke dalam kategori tool goods, Pemerintah berkewajiban untuk menentukan standar minimum pelayanan agar kepentingan masyarakat terlindungi dan tidak dibebani dengan biaya yang tinggi. (*)
Edisi Desember 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
19
PROYEK KPS - POTENSIAL
Jatiluhur Water Supply: Permasalahan air bersih di Jakarta sudah mencapai taraf yang memprihatinkan. Awal September 2011, setelah Hari Raya Idul Fitri 1432 H, warga Jakarta kembali menghadapi masalah air yang serius. Air memang barang murah, tetapi dapat menjadi sangat mahal seiring dengan kualitasnya. Saat ini, Jakarta merupakan salah satu kota yang tidak memiliki instalasi air yang menjamin warganya bisa mendapatkan air dengan mudah, murah dan layak pakai. Masalah serius warga Jakarta adalah pemenuhan kebutuhan air bersih. Air tanah sebagai sumber alami jelas tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan warga Jakarta. Air tanah di Jakarta menjumpai masalah intrusi, yakni bercampurnya air darat dan air laut, yang menyebabkan air menjadi payau, bahkan tak jarang terasa asin. Sehingga sebagian warga Ibu Kota mengandalkan air dari perusahaan air minum, yang merupakan air permukaan hasil pengolahan air baku dari daerah lain.
menetapkan kelayakan proyek perpipaan air minum tersebut, baik dar i sisi eko nom i mau pun pendanaan,” ujarny a.
Melihat hal ini, pemerintah berencana mempercepat proses tender proyek air minum Jatiluhur-Jakarta setelah peristiwa jebolnya tanggul Kalimalang atau Saluran Induk Tarum Barat. Percepatan proyek air minum itu mendesak dilakukan untuk memenuhi permasalahan sekaligus sebagai cadangan persediaan air di Jakarta jika terjadi persoalan serupa.
Rachmat menjamin bahwa pembangunan perpipaan air minum dari Jatiluhur ke Jakarta bertujuan menambah pelayanan tanpa mematikan instalasi air yang sudah ada, seperti di Buaran, Pulogadung, dan Pejompongan. Keberadaan perpipaan air minum Jatiluhur-Jakarta justru akan membuat instalasi air minum yang sudah ada bisa memanfaatkannya untuk pengembangan layanan air minum ke kawasan yang lebih luas lagi.
Pemerintah sebelumnya memperkirakan proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Jatiluhur baru akan dilelang paling cepat Juni 2012, menyusul adanya rencana perubahan prioritas pembangunan SPAM Umbulan tahun ini. Rencana lelang proyek pemipaan itu sendiri mundur dari rencana semula yang direncanakan lelang pada Agustus 2011, sedangkan untuk pembangunan fisik ditargetkan mulai pada pertengahan 2013 dengan masa konstruksi selama 2 tahun anggaran.
Instalasi air minum Jatiluhur-Jakarta ditargetkan mampu memenuhi kebutuhan sekitar 2 juta konsumen atau sekitar 400 ribu sambungan rumah. Lelang proyek ini semula direncanakan pa da Agu stus 2011, tapi diundur kar ena pem erinta h memprioritaskan pembangunan proyek air minum Umbulan. Proyek ini sendiri ditawarkan kepada swasta dengan skema KPS.
Rachmat Karnadi, Kepala Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) Kementerian Peker jaa n Um um , mengatakan Kem enter ia n P U akan mempercepat tenggat waktu penyelesaian studi kelayakan proyek tersebut dari akhir tahun menjadi November. “Hasil dari studi kelayakan itu akan dijadikan acuan oleh Kementerian PU untuk
20
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi Desember 2011
Hal senada diungkapkan oleh Direktur Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum, Danny Sutjiono. Ia mengutarakan bahwa saat ini pemerintah tengah berupaya untuk mempercepat proses persiapan lelang agar pelaksanaannya tidak meleset dari rencana.
Rachmat mengatakan, beberapa investor asing yang tertarik berasal dari Cina, Korea, Jepang, dan Eropa. Nilai proyek diperkirakan mencapai Rp 2 triliun. Bukan hanya investor asing yang berminat, investor lokal juga banyak yang berminat, namun terkendala soal p em biay a an. “ Ke rja sa m a d enga n s was ta s ejak 2009 perkembangannya sangat lambat,” kata Racmat.(*)
EDUKASI PROGRAM KPS
Pembangunan infrastruktur untuk mendapatkan air minum yang berkualitas merupakan salah satu proyek yang diprioritaskan dalam skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS).
Mekanisme KPS Penyediaan Air Minum Berkualitas Hal ini termaktub dalam Peraturan Presiden No. 67/2005 sebagaimana telah dirubah melalui Perpres No. 13/2010 dan perubahan terakhir melalui Perpres No. 56/2011 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Dalam Perpres ini disebutkan jenis infrastruktur air minum meliputi bangunan pengambilan air baku, jaringan transmisi, jaringan distribusi, dan instalasi pengolahan air minum. Wajar bila infrastruktur air minum menjadi prioritas dalam KPS. Pasalnya, air minum adalah salah satu kebutuhan primer masyarakat. Namun di sisi lain, anggaran yang dibutuhkan untuk membangun infrastruktur air minum tidaklah sedikit. Apalagi kalau mengacu pada kesepakatan Millennium Development Goals (MGDs) yang hingga tahun 2015, harus diupayakan terjadi peningkatan akses aman air minum sampai 68,87 persen dan tambahan sebanyak 8,5 juta sambungan rumah. Dana yang dibutuhkan untuk proyek tersebut mencapai Rp 46 triliun. Sementara anggaran yang disediakan pemerintah melalui APBN hanya sekitar Rp 11,8 triliun. Sehingga untuk mewujudkan berbagai proyek air minum diperlukan peran swasta untuk mendukung program tersebut malalui skema KPS. Dana sebesar Rp 46 triliun itu diperlukan untuk membiayai 11 proyek air bersih di berbagai wilayah di Indonesia. Proyek tersebut di antaranya: Jatigede
Regional Water Supply dengan investasi US$ 380 juta, Western Semarang City Water Supply (US$ 82,4 juta), Karian-Serpong Water Coveyance (US$ 690 juta) dan Sistem Penyediaan Air Umbulan Jawa Timur sebesar Rp 2 triliun. Pem erintah s endir i sa ngatla h ser ius untuk mewujudkan proyek yang mengarah pada perbaikan kualitas air minum dengan menyiapkan sejumlah perangkat aturan yang lebih spesifik. Misalnya kebijakan yang mengatur tentang infrastruktur air minum diatur dalam UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, dan Perpres No.16/2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Inti dari kedua peraturan itu menyebutkan bahwa suatu badan usaha dapat memperoleh konsesi untuk penyediaan air minum untuk daerah yang tidak dilayani oleh perusahaan daerah air minum. Penunjukan badan usaha untuk melakukan layanan ini harus dilaksanakan berdasarkan proses tender. Government Contaracting Agency (GCA) akan menetapkan tarif dan mengatur persyaratanpersyaratan bagi badan usaha. Pemer intah sendiri telah membentuk Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BP P SPAM ) y ang a kan mem bantu pemerintah daerah dalam pengembangan sistem penyediaan air minum melalui skema KP S.
Edisi Desember 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
21
EDUKASI PROGRAM KPS
Keseriusan lain dari pemerintah dalam proyek KPS air minum ini adalah dengan memberikan jaminan dan subsidi suku bunga oleh pemerintah pusat dalam rangka percepatan penyediaan air minum sebagaimana diatur dalam Perpres No. 29/2009 dan PMK No. 29/2009. Disebutkan dalam Perpres tersebut bahwa dalam rangka percepatan air minum bagi penduduk dan untuk mencapai MDGs perlu diberikan akses pembiayaan bagi Perusahaan Daerah Air Mimum (PDAM) untuk memproleh kredit investasi dari perbankan nasional. Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah pusat dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara dapat memberikan: pertama, jaminan atas pembayaran kembali kredit PDAM kepada bank. Kedua, subsidi atas bunga yang dikenakan oleh bank. Jaminan pemerintah pusat adalah 70% dari jumlah kewajiban pembayaran kembali investasi PDAM yang telah jatuh tempo. Sedangkan sisanya sebesar 30% menjadi risiko bank yang memberikan kredit investasi. Jaminan sebesar 70% itu diberikan karena proyek air minum masuk dalam kategori proyek KPS kurang dari target atau viability gap fund (VGF). Kebijakan VGF akan diberikan secara selektif, yakni hanya untuk proyek infrastruktur tertentu. Beberapa kriteria proyek yang mendapat VGF antara lain untuk proyek yang memiliki multiplier effect di sektor pembangunan dan kurang diminati investor. Memang pembahasan kebijakan VGF ini harus dilakukan dengan cermat lantaran dana yang dikeluarkan pemerintah tidak sedikit. Terkait kebijakan VGF ini, pemerintah akan mengalokasikan dana maksimal 40% dari total nilai proyek yang ditawarkan seperti untuk proyek air minum. Namun ada juga beberapa proyek kategori VGF yang mendapatkan suntikan dana lebih besar dari pemerintah akibat yang belum banyak dilirik investor, yaitu proyek sanitasi dan pengolahan sampah yang akan diberikan 6 0 % s a m p a i 7 0 % d a r i to ta l n il a i p r o y ek . Tentu saja jaminan pemerintah ini akan diberikan setelah melalui kajian dari PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia/PII. Lembaga ini memang bertugas untuk
22
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi Desember 2011
mengawal proses pengadaan proyek KPS yang menjadi kepanjangan tangan dari pemerintah. Tak lupa peran BPPSPAM juga sangatlah penting. Tugas BPPSPAM sendiri adalah mendukung dan memberikan bantuan dalam rangka mencapai tujuan pengaturan pengembangan sistem penyediaan air minum guna memberikan manfaat yang maksimal bagi negara dan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Untuk memperjelas kondisi di lapangan tentang mekanisme KPS untuk water supply ini, kita ambil contoh Proyek Air Minum Umbulan, Jawa Timur. Proyek ini akan membangun transmisi air bersih dan mata air Umbulan di Pasuruan untuk 5 PDAM di Jawa Timur, yaitu Kabupaten dan Kota Pasuruan, Sidoarjo, Surabaya dan Gresik. Adapun kapasitas proyek ini adalah 4.000 liter per detik, dengan nilai investasi Rp 2 triliun. Perkembangan yang terjadi saat ini, pemerintah akan mengu cur kan bantuan sebesar 40% dar i to tal in v e s ta s in y a s et el a h i nv e s to r m e n y e l es a i k a n pembangunan proyek ini. Namun seperti diungkap Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto, proyek Umbulan ini masih terkendala dengan masalah tumpang tindihnya kewenangan antara pemerintah daerah Jawa Timur dengan PT SMI. Dengan melihat kondisi itu, Kementerian PU akan menjembatani antara kedua lembaga pemerintah tersebut. Dengan cara itu menurutnya sudah cukup, sehingga untuk merealisasikan pencairan dana bantuan tersebut, pemerintah tidak perlu membuat payung hukum baru. Pasalnya, semuanya sudah diatur pada Perpres No. 56/2011 tentang Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha untuk Pembangunan Proyek Infrastruktur. Dari kasus proyek Umbulan ini, bisa diambil pelajaran: terkadang proyek yang sudah direncanakan dengan matang masih terkendala di lapangan sehingga harus dicari solusinya. Namun juga terlihat, pemerintah sendiri sejak awal sudah memagarinya dengan membuat sejumlah kebijakan, ter masuk kebijakan untuk pengembangan KPS water supply. (*)
PROFIL LEMBAGA KPS
KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA
Untuk menjamin pertumbuhan pembangunan yang berkelanjutan di Indonesia, dibutuhkan sinergi serta integrasi yang kuat antara unsur masyarakat, pemerintah, dan swasta. Sebagai salah satu jalan untuk mencapai integrasi antar unsur tersebut, maka keberadaan badan yang memayungi tiap unsur, akan dapat meningkatkan peran masing-masing. Sebagai payung unsur swasta, para pengusaha di Indonesia terwadahi dalam Kamar Dagang Industri Indonesia. “Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia merupakan organisasi bagi kita semua, menjadi payung bagi dunia usaha Indonesia. Melalui UU No.1 tahun 1987, Kadin Indonesia menjadi satu-satunya organisasi yang mewadahi para pengusaha Indonesia, bergerak dalam bidang perekonomian,” ujar Suryo Bambang Sulisto, Ketua Umum Kadin Indonesia dalam situs resmi Kadin. Munculnya Kadin sebagai induk organisasi sektor swasta di Indonesia sendiri tidak terlepas dari keinginan para pengusaha Indonesia yang menyadari bahwa dunia usaha nasional yang tangguh merupakan tulang punggung perekonomian nasional yang sehat dan dinamis. Pengusaha Indonesia memiliki peran dalam mewujudkan pemerataan, keadilan dan kesejahteraan rakyat, serta memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dalam upaya meningkatkan ketahanan nasional dalam percaturan perekonomian regional dan internasional. Sejarah Kadin dimulai sejak zaman Belanda. Organisasi pengusaha ini disebut Kamers van Koophandel en Nijverheid in Nederland Indie. Di negara-negara Barat, dikenal sebagai
Chamber of Commerce. Kedua istilah itu artinya adalah Kamar Dagang. Kadin Indonesia pertama kali dibentuk 24 September 1968, dan diakui pemerintah melalui Keppres No. 49/1973. Posisi Kadin sebagai organisasi pengusaha Indonesia semakin kuat dengan lahirnya UU No. 1/1987 tentang Kamar Dagang dan Industri. Kadin merupakan wadah dan wahana pembinaan, komunikasi, informasi, representasi, konsultasi, fasilitasi dan advokasi pengusaha Indonesia. Dengan latar belakang seperti itu, Kadin menjadi organisasi yang kuat dan menjadi penyeimbang dan memiliki posisi tawar terhadap pemerintah. Dengan adanya Kadin, pola hubungan yang dibangun antara pengusaha dengan pemerintah, bersifat saling menguntungkan. Pengusaha menjadi mitra untuk menggaet investor, sebaliknya pengusaha juga membutuhkan proyek-proyek pemerintah. Di masa kepemimpinan Suryo Bambang Sulisto, ia mengusung visi “Kadin Bangkit, Indonesia Menang”. Tidak hanya itu saja, Kadin saat ini juga akan lebih fokus untuk membina dan mengembangkan kemampuan, kegiatan, dan kepentingan pengusaha Indonesia di bidang
Edisi Desember 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
23
PROFIL LEMBAGA KPS
usaha Negara (BUMN), usaha koperasi, dan usaha swasta dalam kedudukannya sebagai pelaku-pelaku ekonomi nasional. Lebih lanjut, Suryo berharap agar pengurus dan anggota Kadin akan memainkan peran baru, sebagai pengusaha dan entrepreneur sejati sehingga tidak terbenam pada beban sejarah masa lalu. Sehingga, Kadin menjadi lembaga nasional yang mewakili kepetingan bisnis dan ekonomi nasional, memiliki komitmen nasionalisme yang kuat, demokratis, memberi kesempatan pengusaha Indonesia mengembangkan bisnisnya sehingga mampu bersaing di pasar internasional.
Dalam konteks Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) atau Public Private Partnership (PPP), Kadin juga diharapkan mampu menjadi jembatan bagi pemerintah dan dunia usaha untuk bekerja sama menggerakkan pertumbuhan ekonomi. “Kami ingin menjadi mitra utama pemerintah dalam pembangunan. Kami akan membangkitkan kembali peran Kadin Indonesia,” tutur Suryo dalam acara pengukuhan pengurus Kadin Indonesia periode 2010-2015. Menurutnya, pemerintah dan pengusaha harus bekerja sama menghilangkan hambatan-hambatan bisnis yang harus diakui sampai sekarang masih banyak, terutama di daerah. Pemerintah dan pelaku usaha bisa bersama-sama merumuskan kebijakan insentif dan stimulus pada sektor-sektor usaha yang berpotensi berkembang. Lebih jauh Suryo mengungkapkan, ada tiga sektor yang harus menjadi prioritas pemerintah dalam r angka meningkatkan kemitraan pemerintah dan swasta. Pertama, sektor energi, karena lebih banyak dipasok ke luar negeri. “Indonesia yang memiliki beragam jenis energi dengan jumlah yang melimpah, namun belum dapat secara mandiri mencukupi kebutuhan energinya. Ini karena sebagian besar produksi energi Indonesia diekspor ke luar negeri,” katanya. Kedua, sektor pangan. Ini karena kenyataannya Indonesia hingga kini masih mengimpor kacang kedelai, gula, jagung,
24
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi Desember 2011
dan jenis pangan lain dalam jumlah besar. Padahal sebenarnya bisa diproduksi di dalam negeri. “Indonesia memiliki tanah yang luas dan subur, namun kenapa harus mengimpor p r o d u k p a ng a n d a l a m ju m l a h be s a r,” u j a r n y a . Sedangkan ketiga, sektor infrastruktur, yang merupakan sektor prioritas untuk dikembangkan. “Infrastruktur menempati prioritas utama dalam perencanaan pembangunan di Indonesia saat ini,” katanya. Salah satu bentuk dukungan untuk pem bangunan infrastruktur Indonesia melalui skema KPS adalah berupa penyelenggaraan ajang tahunan The Indonesia International Infrastructure Conference & Exhibition (IIICE) 2011. Dalam ajang tersebut, Kadin merupakan penggerak utama dan didukung oleh berbagai sektor pemerintah. Dari ajang ini, Kadin berharap akan muncul pengusahapengusaha, baik pengusaha dalam negeri maupun asing, yang tertarik dengan proyek pembangunan di Indonesia. Selain itu, dalam IIICE 2011 ini juga para pengusaha akan dipertemukan dengan pemerintah dan diajak untuk berkomunikasi. Ajang ini diharapkan dapat menjadi wadah pertemuan antara pelaku usaha termasuk para pelaku usaha di daerah dan pemerintah untuk menindaklanjuti komitmen bersama dalam pembangunan infrastruktur Indonesia. Selain itu, dalam pertemuan bulanan Kadin Indonesia Bidang Tenaga Kerja, Pendidikan dan Kesehatan pada November 2011, Kadin siap membantu pemerintah dalam meningkatkan fasilitas dan jasa kesehatan di Indonesia. Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Tenaga Kerja, Pendidikan dan Kesehatan, James T. Riady mengatakan, selama ini Indonesia merupakan market yang bagus untuk industri kesehatan, terutama bagi rumah sakit yang berada di Top 4 Player, yaitu Malaysia, India, Singapura dan Korea Selatan. Untuk itu ke depan, rumah sakit di Indonesia perlu untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas agar memenangkan persaingan dalam pelayanan kesehatan khususnya di kawasan Asia Tenggara. “Perlu dibangun Public Private Partnership dengan semangat Indonesia Incorporated guna mampu memenangkan persaingan untuk salah satu jalan membangun bangsa, dalam hal ini di bidang kesehatan. Maka tidak ada jalan lain selain modal swasta harus masuk,” tuturnya.(*)
SOSOK
MOHAMAD RACHMAT KARNADI Ketua BPPSPAM.
Partisipasi Sektor Swasta Harus Didorong Pengembangan sumber daya air yang berkualitas bagi masyarakat, saat ini menjadi perhatian utama dari Mohamad Rachmat Karnadi. Maklum, pria kelahiran Jakarta pada 1953 ini dipercaya menjadi Ketua Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) pada Kementerian Pekerjaan Umum. Tugas BPPSPAM adalah mendukung dan memberikan bantuan dalam rangka mencapai tujuan pengaturan pengembangan sistem penyediaan air minum guna memberikan manfaat yang maksimal ba g i n e ga r a d a n s eb es a r - b es a r ke m a k m u r a n r a k y a t. Menurut Rachmat, upaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat diwujudkan dengan melayani penyediaan air minum dan prasarana yang memadai. Selama ini, masalah yang timbul dalam pengelolaan air minum adalah kelangkaan kuantitas air mentah, dan rendahny a cakupa n l aya na n air m inum. Untuk menghadapi tantangan masalah air minum, pihaknya terus menyusun kebijakan yang melibatkan masyarakat, lembaga, dan sektor swasta. “Partisipasi sektor swasta harus didorong untuk mengurangi kesenjangan dalam pelayanan dan mendapatkan air minun yang sehat dan sanitasi limbah, sehingga mencapai target Millenium Development Goals (MDGs),” ungkap peraih gelar Magister Studi Pembangunan dari Institut Teknologi Bandung ini. Partisipasi sektor swasta ini didorong dengan memberikan informasi dan kesempatan bagi mereka untuk menjadi investor dalam penyediaan air berkualitas di Indonesia. Ia berpandangan, untuk mencapai target MDGs di tahun 2015 tersebut diperlukan sedikitnya Rp 46 triliun. ”Anggaran yang bisa disediakan oleh pemerintah melalui APBN sekitar Rp 11,8 triliun. Sehingga diperlukan sumber pendanaan lain dari KPS dan pinjaman bank sebesar Rp 34,2 triliun,” katanya menghitung. Untuk mencapai target MDGs itu masih tersedia waktu tiga tahun, sehingga paling tidak diperlukan dana Rp 11,4 triliun setiap tahunnya. Itu sebabnya alasan diperlukannya investasi di luar pemerintah karena keterbatasan investasi pemerintah, pertimbangan efisiensi,
pertimbangan adanya teknologi baru yang digunakan swasta, dan mempercepat peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan publik. Menurut mantan Direktur Perkotaan dan Perdesaan Wilayah Tengah, Direktorat Jendral Tata Perkotaan dan Perdesaan ini, tujuan proyek kerjasama pemerintah dan swasta adalah untuk m encukupi kebutuh an pendanaan ya ng berkelanjutan, meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan melalui persaingan yang sehat, meningkatkan kualitas pengelolaan dan pemeliharaan infrastruktur. Pasalnya, saat ini akses air minum secara nasional baru mencapai 47,71%, sehingga masih perlu kerja keras untuk mencapai target MDGs 2015 dengan cakupan layanan 68,87%. Cakupan pelayanan air minum perpipaan untuk tingkat nasional 25,56%, perkotaan 43,96% dan perdesaan 11,56%. Sementara tingkat kehilangan air rata-rata nasional mencapai 32,86% (Data BPKP 2009), dan tekanan air di jar ingan distr ibusi juga m asih rendah . Selain menyusun kebijakan yang pro terhadap penyediaan air berkualitas, Rachmat juga terus meningkatkan kualitas di internal BPPSPAM. Salah satunya adalah pelaksanaan reformasi birokrasi. Sosialisasi kegiatan ini sudah dilakukan dengan semangat mendukung pelaksanaan reformasi birokrasi Kementerian Pekerjaan Umum yang direncanakan akan menerapkan road map reformasi birokrasi di tahun 2012. Namun menurutnya, ada satu kewenangan yang kurang dari BPPSAM, yaitu menjadi lembaga yang bisa mengatur dan mengevaluasi tarif air minum secara nasional. “Jadi peran kami tak hanya pasif, sekedar mendampingi para penyelanggara air minum tapi seharusnya bisa mengatur dan mengevaluasi tarif,” kata mantan Direktur Perkotaan dan Perdesaan Wilayah Tengah, Dirjen Tata Perkotaan dan Perdesaan, Kementerian PU ini, mengungkap obsesinya. Rachmat sendiri sedang berupaya agar kewenangan itu bisa dimiliki lembaganya.(*)
Edisi Desember 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
25
SOSOK
DR. IR. H. SYAIFUL, D.E.A. Direktur PDAM Tirta Musi Palembang
Sukses Merestrukturisasi PDAM Tirta Musi Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Indonesia selama ini dianggap sebagai beban negara. Dari data tahun 2010, jumlah PDAM di seluruh Indonesia yang berjumlah 402. Dari jumlah tersebut, sebanyak 272 di antaranya belum melaksanakan pelaporan keuangan sesuai ketentuan sehingga menimbulkan berbagai masalah. Namun ada salah satu perusahaan yang terlihat menonjol yaitu PDAM Tirta Musi Palembang. Perkembangan PDAM yang dipimpin oleh Dr. Ir. H. Syaiful, D.E.A. mencapai kemajuan yang cukup signifikan mulai dari perubahan perilaku pegawai, perubahan manajerial, dan mekanisme kerja. Hal ini diakui oleh Direktur Pengembangan Air Minum Dirjen Cipta Karya, Danny Sutjiono, yang menyatakan bahwa kinerja PDAM Tirta Musi merupakan salah satu PDAM yang terbaik di Indonesia. Dalam kilas baliknya, Syaiful yang juga Ketua Umum Perpamsi (Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia) ini menggambarkan bahwa dahulu kondisi PDAM Tirta Musi cukup memprihatinkan. Pola birokrasi yang kental serta rendahnya tingkat kinerja pegawai membuat PDAM ini nyaris mengalami kesulitan. Perubahan pun dilakukan dengan merubah pola-pola yang menjadi bumerang bagi kemajuan PDAM. “Sebagai contoh adalah mengevaluasi jumlah dan tingkat profesionalisme pegawai. Bagi pegawai yang sudah tidak produktif, ditawarkan pola Pensiun Dini dengan kompensasi yang cukup memadai,” ujar Syaiful. Tingginya tingkat kehilangan air menjadi salah satu prioritas pembenahan PDAM Tirta Musi. Kerugian yang dialami akibat kehilangan ini cukup besar sehingga
26
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi Desember 2011
diperlukan solusi untuk pemecahannya. Langkah yang diambil adalah dengan menertibkan sambungan yang tidak resmi, percepatan penanggulangan kehilangan air, efisiensi penagihan yang terus ditingkatkan, dan menerapkan penindakan bagi pegawai PDAM yang mel akukan sam bungan tidak resm i (ilegal ) d an penyelewengan rekening dari pelanggan. Khusus untuk penertiban sambungan ilegal, PDAM Tirta Musi bekerjasama dengan Kepolisian Daerah Sumatera Selatan untuk bersama-sama melaksanakan sweeping secara langsung ke lapangan. “Hal ini dilakukan untuk melakukan shock therapy dan efek kesadaran bagi masyarakat yang melakukan sambungan ilegal,” jelasnya. Tidak hanya itu saja, Syaiful juga merupakan sosok yang mendukung penuh kerjasama pemerintah dengan swasta untuk pengadaan air bersih di Indonesia. “Walaupun kerjasama dengan swasta (KPS) dijalankan di Indonesia sejak beberapa tahun yang lalu, hanya sedikit sektor nasional yang sudah menerapkannya yaitu, untuk sektor tenaga listrik, transportasi, dan komunikasi. Jasa dasar yang lain seperti air bersih, pembuangan limbah cair, dan pembuangan limbah padat masih dikerjakan oleh pemerintah daerah dan perusahaan milik pemerintah daerah,” katanya. Syaiful menilai, meskipun subsidi yang besar dari pemerintah pusat selama tiga dekade terakhir, tiga sektor di atas dalam keadaan yang memprihatinkan dalam hal pengelolaan, keuangan dan penyelenggaraan. “Akibatnya, partisipasi sektor swasta sangat diperlukan untuk memperbaiki struktur bisnis dan pengelolaan, untuk menambah modal, dan memperbaiki kualitas dan kuantitas,” tegas Syaiful. (*)
SEKILAS BERITA
Dalam materi paparan tentang KPS Sektor Air Minum, antara lain dibahas mengenai identifikasi risiko untuk BOT Air Minum. Pada umumnya, risiko dapat dikelompokkan menjadi delapan kategori atau jenis. Pertama, Risiko Lokasi. Ini menyangkut masalah pembebasan tanah, kesulitan pada kondisi lokasi yang tak terduga, dan situasi lingkungan proyek.
Nara sumber dari direktorat PKPS Bappenas dalam Pelatihan Persiapan Proyek KPS Air Minum, di Surabaya.
Direktorat Pengembangan Kerjasama Pemerintah Swasta, Bappenas belum lama ini mengadakan “Pelatihan Persiapan Proyek KPS Air Minum” terutama untuk Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Krabyakan, Jawa Timur. Pelatihan diadakan di Hotel Tunjungan dan diikuti oleh pejabat PDAM setempat, Bappeda Ja w a Tim u r, D ina s E SD M , d a n un da ng an l a inn y a . Pelatihan dibuka oleh Dr. Ir. Bastary Pandji Indra, Direktur PKPS Bappenas dan berlangsung selama dua hari. Dalam sambutannya, Direktur PKPS antara lain menyampaikan bahwa proyek-proyek infrastruktur yang akan dilaksanakan melalui skema KPS harus menjalani sejumlah prosedur termasuk feasibility study (studi kelayakan). Kalau sangat feasible, tentu akan dibantu dalam penyiapan proses selanjutnya agar proyek tersebut bisa terlaksana dengan baik. Namun karena kemampuan di pusat untuk memberikan pelatihan seperti ini juga sangat terbatas, maka kegiatan seperti ini tidak bisa dilakukan di semua propinsi. Materi yang diberikan dalam pelatihan tersebut di antaranya adalah tentang Pengantar KPS di Indonesia; Perencanaan KPS; Pra-Studi Kelayakan (dengan empat sub tema: Umum, dan Analisis Hukum; Analisis Teknis; Analisis Biaya Manfaat, Analisis Keuangan, Jaminan/Dukungan Pemerintah; Lingkungan dan Sosial); Pengantar Project Finance; Simulasi Pengelolaan Risiko; Pertimbangan Khusus Sektor Air Minum; Studi Kasus; dan Pembahasan Proyek di Kabupaten Lamongan. Beberapa narasumber dalam pelatihan tersebut berasal dari Direktorat PKPS Bappenas, seperti Ir. Gunsairi, Ir. Lukas Hutagalung, M.Sc., kemudian Kepala BPPSPAM Ir. Rachmat Karnadi, serta beberapa nara sumber lain.
Kedua, Risiko Desain dan Konstruksi yang mencakup desain itu sendiri, penyelesaian pengerjaan konstruksi, dan kenaikan biaya konstruksi. Ketiga, Risiko Finansial yang terdiri atas kegagalan mencapai financial close, fluktuasi nilai tukar, mata uang asing yang tidak dapat dikonversi dan direpatriasi, inflasi, risiko suku bungan, kebangkrutan, dan risiko asuransi. Keempat, Risiko Operasional berupa tidak tersedia atau buruknya layanan, kegiatan operasional, pemeliharaan, menurunnya kualitas dan kuantitas air baku. Kelima adalah Risiko Pendapatan, dalam bentuk perubahan volume output proyek atau permintaan, pelanggan akhir yang gagal bayar, dan penyesuaian tarif periodek terlambat atau tidak mencukupi. Keenam, Risiko Jaringan dan Interface, di mana pemerintah tidak membangun atau memelihara jaringan sebagaimana mestinya sehingga output proyek tidak dapat diserap/terbuang/tercemar. Ketujuh, Risiko Politik seperti ekspropriasi, perubahan regulasi baik yang umum maupun yang diskriminastif serta spesifik, risiko parastatal, terminasi akibat default PJPK, dan perencanaan, serta utilitas. Terakhir adalah Risiko Keadaan Kahar (force majeur), berupa kejadian tidak terduga yang tertentu saja dan sangat serius (baik alami maupun buatan) yang tidak dapat dikendalikan kedua belah pihak dan tidak dapat diasuransikan. (*)
Tanya jawab peserta pelatihan dengan nara sumber. Edisi Desember 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
27
Pintu Air Kanal Banjir Timur di kawasan Marunda, Jakarta Utara.