IRF
INFO RISIKO FISKAL
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal - Badan Kebijakan Fiskal Edisi I Maret 2011
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
DAFTAR ISI KERJASAMA PEMERINTAH DAN SWASTA DALAM PROYEK INFRASTRUKTUR BERIKUT PENGUNGKAPAN RISIKONYA
4 Perlunya Peraturan Tambahan Dalam Realisasi Perpres Nomor 13 Tahun 2010
9
Mengapa Kredit Pada UMKM Perlu di jamin ?
13
Mengenal Fiscal Policy Analysis Units
17
Risiko Regulasi Bagi Perkembangan Industri Perbankan
24
Mencermati Risiko Fiskal Pada Subsidi Listrik tahun 2011
28
Risiko Fiskal Lifting Minyak
32
Urgensi Penerapan Asuransi Gempa Bumi di Indonesia
35
SEGENAP KELUARGA BESAR PUSAT PENGELOLAAN RISIKO FISKAL MENGUCAPKAN SELAMAT KEPADA Bapak Prof. Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, Ph.D. SEBAGAI Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan RI
2
Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
PENGANTAR REDAKSI
M
engawali Tahun 2011 puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dapat merampungkan buletin Info Risiko Fiskal (IRF) Edisi I Tahun 2011
dengan tulisan-tulisan update seputar isu-isu risiko fiskal, kebijakan dukungan dan
penjaminan pemerintah terhadap pembangunan infrastruktur. Dalam edisi kali ini kami memuat beberapa tulisan yang sedang berkembang saat ini, diantaranya tentang kerjasama pemerintah dengan swasta (KPS) dalam proyek infrastruktur dan pengungkapan risikonya, perlunya peraturan tambahan dalam realisasi Perpres No.13 Tahun 2010. Selain tulisan di atas, ada beberapa tulisan yang tidak kalah menarik dalam edisi kali ini yaitu, perlunya penjaminan risiko kredit pada UMKM, fiscal policy analysis units berikut beberapa contoh negara yang mempunyai unit khusus dalam bidang fiscal policy analysis, risiko regulasi bagi perkembangan industri perbankan, mencermati risiko fiskal pada subsidi listrik tahun 2011, risiko fiskal lifting minyak, serta buah pemikiran dari calon pegawai baru yang membahas tentang urgensi penerapan asuransi gempa bumi di Indonesia. Kami ucapkan terima kasih kepada para penulis, dimana dalam kesibukan rutinitas seharihari dapat meluangkan waktunya untuk ikut berpartisipasi dalam IRF edisi kali ini. Akhir kata kami berharap semoga apa yang disajikan dapat menjadi sumber inspirasi dan menambah wawasan. Kami senantiasa menerima saran dan kritik dari pembaca untuk peningkatan kualitas IRF ke depan. Selamat membaca dan bekerja !
SUSUNAN REDAKSI www. risiko.fiskal.depkeu.go.id Penanggung Jawab
:
Penyunting/Editor
:
Redaktur
:
Desain Grafis & Fotografer : Sekretariat
:
Freddy R. Saragih Pandu Patriadi Brahmantio Isdijoso Ragil Kuncoro Fajar Hasri Ramadhana Syahrir Ika Mohamad Nasir Sigit Purnomo Aan Rustandi David Rizkiawan Akhmad Yasin Moh. Kharis Syukron Krista Napitupulu
Redaksi menerima artikel untuk dimuat dalam buletin ini. Artikel ditulis dalam huruf Arial 11 spasi 1,5 maksimal 5 halaman. Artikel dapat dikirim ke
[email protected] . Isi buletin ini tidak mencerminkan kebijakan Badan Kebijakan Fiskal.
Alamat Redaksi : Gedung R.M. Notohamiprodjo, lantai 4 Jl. Dr. Wahidin No.1, Jakarta 10710, Telp. 021-3846785, Fax. 021-3452751
Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
3
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
KERJASAMA PEMERINTAH
DAN SWASTA DALAM PROYEK INFRASTRUKTUR BERIKUT PENGUNGKAPAN RISIKONYA Oleh : Pandu Patriadi LATAR BELAKANG Dukungan/Jaminan infrastruktur
Bentuk-bentuk Dukungan Pemerintah
merupakan bagian dari proyek pembangunan
adalah: a) Kontribusi Fiskal, dapat berupa
infrastruktur. Kerjasama pemerintah dan swasta
dukungan langsung, pemotongkan
(KPS)
penghasilan kena pajak (PKP) dan lain-lain; b)
dalam
proyek
infrastruktur
pendifinisiannya sejak tahun 2010 memakai
Non Fiskal, dapat berupa perizinan atau bentuk
Perpres Nomor 13 Tahun 2010 Tentang
lainnya. Kedua bentuk dukungan tersebut
Perubahan Atas Perpres Nomor 67 Tahun 2005
ditetapkan oleh Menteri/ Kepala Lembaga/
Tentang Kerjasama Pemerintah dengan
Kepala Daerah.Sedangkan Jaminan
Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.
Pemerintah merupakan kompensasi finansial
Dalam Perpres, dukungan pemerintah
dan/atau kompensasi dalam bentuk lain yang
merupakan kontribusi fiskal ataupun non fiskal
diberikan oleh Menteri Keuangan kepada
yang diberikan oleh Menteri/Kepala
badan usaha melalui skema pembagian risiko
Lembaga/Kepala Daerah dan/atau Menteri
untuk proyek kerjasama. Jaminan Pemerintah
Keuangan sesuai kewenangan masing-masing
diberikan dengan memperhatikan prinsip
berdasarkan peraturan perundang-undangan
pengelolaan dan pengendalian risiko
dalam rangka meningkatkan kelayakan
keuangan dalam APBN, serta dapat diberikan
finansial Proyek Kerjasama.
Menteri Keuangan melalui badan usaha penjaminan infrastruktur.
PERAN SWASTA DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
P
emerintah menetapkan bahwa
infrastruktur menjadi prioritas utama
dan memerlukan partisipasi swasta
untuk mengisi financing gap yang tidak bisa dipenuhi APBN. Perubahan peran Pemerintah dari sebelumnya sebagai penyedia pembiayaan (financier) menjadi hanya sebagai penjamin (guarantor). Sebagai dasar pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) atau Public Private Partnership (PPP), Pemerintah mengeluarkan Perpres Nomor
4
Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
67/2005 tentang KPS dalam Penyediaan
dalam periode tahun 2010 sd 2014 dengan
Infrastruktur, yang diubah dengan Perpres
rincian US $ 52 miliar berasal dari sektor swasta
Nomor 13 Tahun 2010.
non Kerjasama Pemerintah dengan Swasta
Proyeksi kebutuhan investasi infrastruktur tahun 2010 s.d 2014 adalah USD
(KPS) dan US $41 miliar dari sektor swasta dengan skema KPS (Bappenas, 2010).
$143 miliar atau setara dengan Rp.1.300 Triliun. Berdasarkan kebutuhan investasi tersebut,
Dalam
pelaksanaan
proyek
infrastruktur yang melibatkan dana pihak
Pemerintah diharapkan mengalokasikan
swasta, Pemerintah mengeluarkan Jaminan
belanja infrastruktur pada APBN sebesar USD
Pemerintah atas permintaan Investor dan
$50 miliar sehingga menimbulkan selisih yang
Lender. Permintaan penjaminan diantaranya
merupakan funding gap sebesar US $93 miliar
disebabkan kekhawatiran pihak swasta atas
(sekitar Rp 850 triliun). USD $93 miliar
transaksi yang dilakukan dengan Contracting
diharapkan dapat dibiayai oleh sektor swasta
Agencies (CA) dari pihak Pemerintah.
KEBIJAKAN MENARIK PEMBIAYAAN SWASTA Untuk memenuhi funding gap melalui sektor swasta, dan menarik swasta untuk bekerjasama dalam proyek KPS, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan beberapa fasilitas sebagai berikut : 1.
Land Fund, berupa land revolving fund (LRF) yang merupakan dana bergulir yang dipinjamkan kepada investor sebagai dana talangan untuk melakukan mengadakan tanah; dan land capping yang merupakan dukungan Pemerintah atas risiko kenaikan harga tanah dalam pembangunan jalan tol.
2.
Guarante Fund, bertujuan meningkatkan kelayakan kredit proyek infrastruktur dan melindungi APBN dari kewajiban tiba-tiba yang timbul akibat penjaminan Pemerintah dalam proyek infrastruktur dengan skema KPS.
3.
Infrastructure Fund, bertujuan membantu memberikan pembiayaan dan diharapkan dapat menjembatani ketersediaan dana domestik jangka pendek untuk pembiayaan infrastruktur yang berjangka panjang. Fasilitas-fasilitas yang dikembangkan Kemenkeu sejak tahun 2005 berkaitan dengan
pembangunan infrastruktur melalui skema KPS dapat digambarkan sbb: Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
5
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
FASILITAS PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR
GOVERNMENT
LAND FUND
GUARATEE FUND PT. PII
Land Acquisition & Clearence
Cost Recovery/ Policy Risk
Preparation
Bidding
Capital Market and Regulatory Reform
Cost Of Financing
Infrastruktur FUND PT. SMI-II
Project Financing
Constructions
Private Investor/ Lander
Refinancing
Operation
Sumber : PT.PII (Persero), 2010
Untuk mensinergikan dengan
meminimasi kelemahan atas penjaminan yang
kebutuhan pasar akan bentuk-bentuk
dilakukan selama ini maka pada akhir tahun
penjaminan Pemerintah maka pemberian
2010 Pemerintah telah mengeluarkan paket
Jaminan Pemerintah diusahakan sesuai
regulasi yaitu : Perpres Nomor 78 Tahun 2010
dengan kebutuhan sektor swasta untuk ikut
Tentang Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek
dalam proyek infrastruktur dengan skema KPS.
Kerjasama pemerintah dengan Badan Usaha
Untuk meminimasi kekhawatiran pihak swasta
yang dilakukan melalui BUPI, dan PMK Nomor
atas transaksi dengan Penanggung Jawab
260 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Proyek Kerjasama (PJPK) (dari K/L atau BUMN
Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek
yang mendapatkan amanat UU) serta untuk
Kerjasama pemerintah dengan Badan Usaha.
Proyek Infrastruktur dengan Skema KPS Sesuai Perpres 13/2010 Periode Tahun 2010 – 2014 Sektor
Nama Proyek
Ketenagalistrikan
Transportasi
Air
Central Java Power Plant -IPP PLTU Jawa Tengah
Nilai Proyek (Rp. Miliar) 30.000
Waste to Energy (WTE) Gede Bage-Bandung
935
Tana Ampo Port – Bali
337
Rail Link Soekarno Hatta – Manggarai
8.000
Umbulan – Jawa Timur
1.910
Tukad Unda – Bali Jabeka Water Suply Bandar Lampung Municipal Maros - Sulawesi Selatan
407 1.771 355 108 Sumber : Bappenas 2010
6
Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
Pengungkapan Risiko Fiskal atas Dukungan dan Jaminan Pemerintah pada Proyek Infrastruktur Komitmen Pemerintah dalam rangka
(NK) dan Rencana Anggaran dan
percepatan pembangunan infrastruktur
pendapatan Negara (RAPBN) Tahun
melalui APBN dapat berupa : Belanja
Anggaran (TA) 2008, pengungkapan risiko
Infrastruktur (dilakukan oleh Kementerian/
fiskal disampaikan Pemerintah kepada DPR
Lembaga (K/L)), Pembiayaan Infrastruktur
yang dicantumkan sebagai subbab
dan Dukungan/ Jaminan Pemerintah pada
mengenai risiko fiskal. Subbab ini memberikan
proyek infrastruktur. Untuk belanja dan
informasi mengenai risiko fiskal yang dihadapi
pembiayaan infrastruktur merupakan
oleh pemerintah pada TA yang bersangkutan,
mekanisme yang dapat dilihat pada pos akun
termasuk mencantumkan di dalamnya
APBN. Pemberian Dukungan/Jaminan
mengenai kewajiban kontinjensi. Subbab ini
Pemerintah dalam pembangunan
selanjutnya akan dicantumkan pada Nota
infrastruktur menimbulkan risiko fiskal sehingga
Keuangan TA berikutnya.
diperlukan pengungkapan atas risiko tersebut.
Tujuan pengungkapan risiko fiskal pada
Untuk mengantisipasi unsur-unsur risiko
dasarnya ada 2 (dua) yaitu : (1) transparansi,
yang menjadi dasar timbulnya kewajiban
pengungkapan risiko fiskal diperlukan untuk
Pemerintah dimasa mendatang (contingent
menciptakan keterbukaan tentang posisi
liabilities) terkait dengan pemberian
fiskal Pemerintah; (2) kesinambungan APBN,
Dukungan/ Jaminan Pemerintah pada proyek
untuk lebih menjamin terjaganya
infrastruktur maka disusun proyeksi dana
kesinambungan pendapatan negara,
cadangan risiko fiskal pada APBN. Fungsi
belanja negara, dan pembiayaan anggaran.
utama dari dana cadangan tsb. terutama
Dalam pengungkapan risiko fiskal, sumber-
sebagai bantalan bagi APBN apabila terjadi
sumber risiko fiskal harus dapat diidentifikasi
default. Pada saat pengeluaran Negara
terlebih dahulu, adapun risiko fiskal dapat
dipertahankan pada suatu level tertentu
bersumber dari : ekonomi (asumsi makro
sementara sumber-sumber penerimaan dan
ekonomi APBN), keuangan (utang
pembiayaan anggaran tidak dapat
Pemerintah, sektor keuangan, dan program
mencukupi maka dana cadangan risiko fiskal
pensiun), Sosial (bencana alam), Badan
dapat dipergunakan untuk menjaga target
Usaha Milik Negara (BUMN), dukungan
difisit tidak lebih besar dari yang diterapkan di
/jaminan pemerintah dalam pembangunan
dalam APBN.
infrastruktur, tuntutan hukum, keanggotaan
Mulai tahun 2007 pada Nota Keuangan
organisasi internasional, dan sebagainya.
RISIKO FISKAL DALAM NK/ RAPBN TA 2008 S.D. TA 2011 NK/ RAPBN 2008
NK/ RAPBN 2009
NK/ RAPBN 2010
NK/ RAPBN 2011
Sensitivitas Asumsi Ekonomi Makro
Sensitivitas Asumsi Ekonomi Marko
Analisis Sensitivitas a. Sensitivitas Asumsi Ekonomi Makro b. Sensitivitas Variabel Ekonomi Makro terhadap Risiko Fiskal BUMN
Analisis Sensitivitas a. Sensitivitas APBN terhadap Perubahan Asumsi Ekonomi Makro b. Sensitivitas Risiko Fiskal BUMN terhadap Perubahan Ekonomi Makro
Risiko Utang
Risiko Utang
Risiko Utang Pemerintah Pusat
Risiko Utang Pemerintah Pusat
Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
7
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
RISIKO FISKAL DALAM NK/ RAPBN TA 2008 S.D. TA 2011 NK/ RAPBN 2008 Proyek Pembangunan Infrastruktur
Proyek Pembangunan Infrastruktur
Badan Usaha Milik Negara
Badan Usaha Milik Negara
Program Pensiun dan Tunjangan Hari Tua (THT) Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Program Pensiun dan Tunjangan Hari Tua (THT) Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Bank Indonesia
Sektor Keuangan: a. Bank Indonesia b. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
8
NK/ RAPBN 2009
NK/ RAPBN 2010
NK/ RAPBN 2011
Kewajiban Kontinjen Pemerintah Pusat
Kewajiban Kontinjen Pemerintah Pusat
a. Proyek Pembangunan Infrastruktur
a. Proyek Pembangunan Infrastruktur
b. Program Pensiun dan Tunjangan Hari Tua (THT) Pegawai Negeri Sipil (PNS)
b. Program Pensiun dan Tunjangan Hari Tua (THT) Pegawai Negeri Sipil (PNS)
c. Sektor Keuangan:
c. Sektor Keuangan:
i. Bank Indonesia
i. Bank Indonesia
ii. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
ii. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
iii. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)
iii. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)
d. Tuntutan Hukum kepada Pemerintah
d. Tuntutan Hukum kepada Pemerintah
e. Keanggotaan pada Organisasi dan Lembaga
e. Keanggotaan pada Organisasi dan Lembaga Keuangan Internasional
Tuntutan Hukum kepada Pemerintah
Tuntutan Hukum kepada Pemerintah
Keanggotaan Organisasi Internasional
Keanggotaan pada Organisasi dan Lembaga Keuangan
Desentralisasi Fiskal
Desentralisasi Fiskal
Desentralisasi Fiskal
Risiko Fiskal dari Desentralisasi Fiskal
Lumpur Sidoarjo
-
-
-
Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
PERLUNYA PERATURAN TAMBAHAN DALAM REALISASI PERPRES NOMOR 13 TAHUN 2010 Oleh : Mohamad Nasir MENGAPA PERPRES NOMOR 13 TAHUN 2010 DITERBITKAN ? Pada tahun 2010, Pemerintah
kondisi infrastruktur di Indonesia tidak
Indonesia menerbitkan Perpres No. 16 Tahun
mendukung untuk itu. Kondisi listrik yang “byar
2010 tentang perubahan atas Peraturan
pet” telah mengganggu kesinambungan
Presiden nomor 67 tahun 2005 tentang
produksi bahkan dapat menimbulkan
kerjasama pemerintah dengan badan usaha
ketidakefisienan. Kalau sudah demikian, industri
dalam penyediaan infrastruktur. Terbitnya
akan kesulitan memenuhi order pelanggan
Perpres ini dilatarbelakangi oleh beberapa
tepat waktu dan dapat dipastikan industri akan
alasan fundamental seperti tingginya
tutup serta PHK pun di depan mata. Hal serupa
unemployment rate, buruknya infrastruktur
akan terjadi bila jala raya atau jalur
dan keterbatasan APBN.
penyeberangan dalam
Paska krisis ekonomi,
kondisi tidak memadai,
unemployment rate Indonesia
distribusi barang tidak
berkisar 5,5% di 1998, kemudian
berjalan dengan lancar
meningkat menjadi 6,3% di
“wasting time”, biaya tinggi,
1999. Selanjutnya, angka
dan kualitas barang akan
pengangguran
rusak karena termakan
terus
bertengger di atas 6% dalam
waktu di perjalanan.
periode
Sebagai contoh, kerugian
2000
s.d
2010
(Blomberg, 2011). Data terakhir
akibat kemacetan di
per
penyeberangan Merak-
31
Agustus
2010,
unemployment rate Indonesia mencapai
Bakauheni mencapai Rp 1,26 miliar per hari
7.14%. Untuk menyerap pengangguran
(Organda, 2011), belum termasuk kerugian
dibutuhan angka pertumbuhan ekonomi
sebagai akibat penurunan kualitas barang.
positip dan bisa dikatakan luar biasa, bahkan
Untuk membangun infrastruktur
Gustav F. Papanek (2010) berpendapat
dibutuhkan dana yang sangat besar yaitu
bahwa pertumbuhan 7% belumlah cukup
US$91,7 miliar untuk mencapai target
untuk menyerap pengangguran , Indonesia
pertumbuhan ekonomi sekitar 7%. Dari total
harus mencapai pertumbuhan ekonomi 8%. Untuk tumbuh, ekonomi butuh
dana tersebut, pemerintah hanya sanggup US$51,0 miliar atau 55,6%, sedangkan sisanya
infrastruktur seperti ketenagalistrikan, jalur
US$40,7 miliar dari swasta melalui pola
transportasi atau jalan, telekomunikasi, air
Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS).
minum dan lain sebagainya. Namun sayang,
Namun demikian pelaksanaan pola KPS, Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
9
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
dihadapkan pada permasalahan fundamental karena proyek-proyek infrastruktur yang
infrastruktur e-government;
² infrastruktur ketenagalistrikan, meliputi
seharusnya dikerjakan oleh Pemerintah pada
pembangkit, termasuk pengembangan
umumnya tidak memiliki tingkat pengembalian
tenaga listrik yang berasal dari panas bumi,
yang cukup menarik bagi investor, namun risikonya cukup besar. Oleh karena itu terbitnya
transmisi,atau distribusi tenaga listrik; dan
² infrastruktur minyak dan gas bumi, meliputi
Perpres No. 13 tahun 2010 diharapkan investor
transmisi dan/atau distribusi minyak dan
tertarik pada proyek-proyek infrastruktur yang
gas bumi.
ditawarkan pemerintah.
MUATAN PERPRES NO. 13 TAHUN 2010
Dalam Perpres ini pula dinyatakan bahwa proyek infrastruktur lainnya dapat pula diajukan melalui prakarsa badan usaha
Secara umum, Perpres mengatur hal-
dengan mekanisme yang berbeda
hal yang berkaitan dengan skema KPS yang
sebagaimana tercantum dalam Pasal 10 s.d. 14.
mencakup jenis infrastruktur, badan usaha,
Muatan kedua adalah tingkat
dukungan pemerintah, otoritas dan persyarat
pengembalian dan risiko. Terkait dengan hal
teknis dan administratif. Namun, penulis
ini, pemerintah:
memandang ada dua muatan penting yang
² menjamin tingkat kewajaran atas tingkat
tercantum dalam Perpres tersebut yaitu
pengembalian investasi melalui
proyek dan tingkat pengembalian investasi
penyesuaian tarif atau kompensasi
dan tingkat risiko. Pertama adalah jenis proyek infrastruktur.
sebagaimana diuraikan dalam pasal 15. ² Pemberian dukungan dan jaminan oleh
Proyek yang dapat dikerjasamakan dengan
pemerintah atas proyek infrastruktur
Badan Usaha sebagaimana termuat dalam
sebagaimana diatur dalam pasal 17A s.d. 17C.
pasal 4 mencakup:
² infrastruktur transportasi, meliputi
SIAPA YANG DIUNTUNGKAN DAN MENGAPA ?
pelayanan jasa kebandarudaraan, penyediaan dan/atau pelayanan jasa
Pemberlakuan Perpres 13 Tahun 2010
kepelabuhanan, sarana dan prasarana
tentunya diharapkan dapat diterapkan di
perkeretaapian;
seluruh wilayah Indonesia, namun nampaknya
² infrastruktur jalan, meliputi jalan tol dan jembatan tol;
² infrastruktur pengairan, meliputi saluran pembawa air baku;
² infrastruktur air minum yang meliputi
waktu dekat. Secara prakteknya, Jawa adalah daerah yang paling diuntungkan dibandingkan dengan daerah lainnya dengan beberapa alasan.
bangunan peng-ambilan air baku,
Desakan Kebutuhan
jaringan transmisi, jaringan distribusi,
Jawa merupakan daerah yang memiliki
instalasi pengolahan air minum;
² infrastruktur air limbah yang meliputi
10
agak sulit untuk diimplementasikan dalam
populasi yang terbanyak dan terpadat diantara daerah-daerah lainnya, bahkan
instalasi peng-olah air limbah, jaringan
merupakan pusat kegiatan ekonomi nasional.
pengumpul dan jaringan utama, dan
Kondisi demikian secara otomatis mendorong
sarana persampahan yang meliputi
kebutuhan akan infrastruktur di Jawa lebih
peng-angkut dan tempat pembuangan;
tinggi. Dari 8 jenis proyek, sebagaimana
² infrastruktur telekomunikasi dan informatika,
dicantumkan dalam Perpres No.13 Tahun
meliputi jaringan telekomunikasi dan
2010, keseluruhan proyek sangat dibutuhkan
Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
Sebagai contoh adalah pembangunan
di Jawa, terutama infrastruktur ketegalistrikan, jalan dan transportasi. Semakin padatnya
jalan tol. Demand jalan tol di Jawa lebih besar
penduduk dan besarnya aktivitas ekonomi
dibandingkan di luar Jawa. Jika proyek jalan tol
membutuhkan semakin panjang jalan,
akan dibangun di luar Jawa, maka pemerintah
banyak air minum, dan semakin besar KWH
akan memberikan dukungan baik berupa
listrik yang dibutuhkan. Bukti nyata bahwa
penjaminan atau dukungan langsung yang
desakan kebutuhan dapat mempengaruhi
lebih besar dibandingkan jika proyek dibangun
penempatan proyek infrastruktur adalah
di Jawa. Dengan mempertimbangkan kondisi
kemacetan parah di Jakarta. Kemacetan
seperti ini, tentunya pemerintah akan
telah mendorong pemerintah untuk
menghitung kemampuan APBN, dan ketika
membangun jalur rel kereta api Manggarai
kondisi APBN yang sedang buruk seperti saat ini
s.d. Bandara Soetta dengan skema KPS. dan
maka secara rasional Pemerintah akan
pembangunan power plant 10.000 MW, yang
cenderung membangun proyek tersebut di
sebagian besar kapasitasnya juga dibangun
Jawa.
di Jawa, dan dibangunnya Tol Trans Java. Bagaimana dengan luar Jawa?
Risk Appetite Pengambil Keputusan Risk appetite pemegang kuasa proyek
Kapasitas APBN Menanggung Risiko
juga menentukan di mana suatu proyek akan
Salah satu keberadaan Perpres 13 Tahun
dibangun. Logikanya, dalam proyek
2010 adalah memberikan penjaminan akan
infrastruktur risk appetite ini tidak muncul
kewajaran yield dan risiko. Pertanyaannya
karena infrastruktur merupakan kewajiban
adalah sebesar dan sejauhmana daya dukung
pemerintah sehingga kalau ada kerugian
yang dapat diberikan oleh APBN ? Tentunya di
sudah merupakan suatu kewajaran. Namun,
tengah keterbatasan APBN, daya dukung
pada prakteknya tidak lah demikian, bias
APBN terbatas. Keberadaan
definisi kerugian negara membuat pengambil proyek
dapat
keputusan berhati-hati, apalagi ditambah
berpengaruh terhadap besarnya yield dan
dengan gencarnya kegiatan pemberantasan
risikonya. maksudnya yield dan risiko proyek
tindak pidana korupsi dan lemahnya
yang dibangun di Jawa dan di luar Jawa
kepastian hukum.
dapat berbeda. Kondisi Jawa saat ini memiliki
Pembangunan infrastruktur di luar Jawa
jumlah penduduk yang lebih banyak dan daya
cenderung beresiko lebih besar. Akibatnya,
beli masyarakatnya yang lebih tinggi secara
karena takut dianggap korupsi Penguasa
otomatis memberikan yield yang lebih besar
proyek akan meminimalisir risiko yang
dan risk yang lebih kecil dibanding dengan
ditanggungnya, dan cara untuk meminimalisir
proyek yang dibangun di luar Jawa. Dari uraian
adalah dengan mengambil keputusan ,
ini, dapat disimpulkan bahwa pembangunan
membangun infrastruktur di Jawa karena
infrastruktur di luar jawa membutuhkan daya
memberikan
dukung APBN yang lebih besar dibandingkan
dibandingkan dengan luar Jawa.
risiko
yang
minimal
bila infrastruktur tersebut dibangun di Jawa. Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
11
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
PERLUNYA PERATURAN TAMBAHAN Eksodus urban dari daerah luar Jawa ke Jawa terutama Jakarta adalah bukti nyata bahwa pembangunan ekonomi di Indonesia tidaklah merata terutama dalam hal pembangunan infrastruktur. Kondisi akses jalan, listrik dan pendidikan di luar Jawa masih jauh di bawah Jawa. Di bidang infrastruktur, seharusnya Pemerintah memberikan perlakuan yang sama baik luar maupun Jawa, bahkan saat ini lebih memperhatikan luar Jawa agar kondisinya bisa mengejar kondisi Jawa, sehingga ekonomi dapat merata dan masyarakat tidak perlu lagi ke Jawa atau Jakarta. Masa lalu biarlah berlalu, namun dari masa lalu marilah kita belajar apa-apa saja yang perlu diperbaiki untuk di masa yang akan datang. Untuk percepatan pembangunan di luar Jawa khususnya proyek infrastruktur itu, penulis merasa Perpres 13 Tahun 2010 perlu didukung oleh peraturan tambahan untuk daerah luar Jawa, yaitu
peraturan yang memberikan
keistimewaan pada daerah tersebut sehingga proyek infrastruktur dapat dilakukan. Tujuan utama peraturan ini adalah (1) memberikan prioritas pembangunan pada daerah luar Jawa. Kondisi infrastruktur di luar Jawa yang cukup memadai diharapkan dapat menciptakan pemerataan pembangunan dan ekonomi, serta masyarakat luar Jawa tidak harus ke Jawa atau Jakarta dan merasa dianaktirikan. (2) pelaksana proyek dapat dengan tenang tanpa dikejar-kejar dengan isu “kerugian negara”.
12
Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
MENGAPA KREDIT UMKM PERLU DIJAMIN Oleh : Akhmad Yasin
langsung maupun tidak langsung dari
LATAR BELAKANG
Usaha menengah atau Usaha besar yang
Kemiskinan merupakan masalah klasik
memenuhi
yang dari jaman pemerintahan terdahulu
sebagaimana dimaksud dalam Undang-
hingga sekarang belum bisa teratasi. Oleh
Undang ini.
karena itu, misi pemerintah adalah
kriteria
Usaha
Kecil
3. Usaha Menengah adalah Usaha ekonomi
bagaimana jumlah penduduk miskin atau
produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan
angka kemiskinan bisa dikurangi. Salah satu
oleh orang perseorangan atau badan
dalam
Usaha yang bukan merupakan anak
menanggulangi kemiskinan adalah
perusahaan atau cabang perusahaan
program
pemerintah
dengan memberdayakan UMKM melalui
yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
program Kredit Usaha Rakyat (KUR), yaitu
baik langsung maupun tidak langsung
kredit yang diberikan oleh bank kepada
dengan Usaha Kecil atau Usaha besar
UMKM dalam bentuk pemberian modal
dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil
kerja dan investasi untuk usaha produktif
penjualan tahunan sebagaimana diatur
yang feasible dengan didukung oleh
dalam Undang-Undang ini.
fasilitas penjaminan dari pemerintah.
Sedangkan perbedaan diantara ketiga usaha UMKM tersebut terlihat dari jumlah asset
PENGERTIAN UMKM
bersih dan omsetnya, sebagaimana terlihat
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20
dari tabel di bawah ini:
Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang selanjutnya disebut dengan istilah UMKM adalah sebagai berikut: 1. Usaha Mikro adalah Peluang Usaha Produktif milik orang perorangan atau badan Usaha perorangan yang memenuhi
Jumlah Aset dan Omset UMKM NO 1 2 3
UMKM
ASET (JUTA Rp.)
Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah
50 50 - 500 500 - 10.000
OMSET (JUTA Rp.) 300 300 - 2.500 2.500 - 50.000
Sumber: UU No. 20 Tahun 2008
Dari tabel tersebut, dapat dipahami
kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur
bahwa jumlah aset dan omset menentukan
dalam Undang-Undang ini.
kriteria UMKM, dimana peluang Usaha Mikro
2. Usaha Kecil adalah Peluang Usaha
memiliki aset maksimal Rp 50 juta dan
ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
omsetnya maksimal Rp 300 juta/tahun, Usaha
yang dilakukan oleh orang perorangan
Kecil memiliki aset >Rp 50 juta-Rp 500 juta
atau badan Usaha yang bukan
dengan omset >Rp 300 juta-Rp 2,5
merupakan anak perusahaan atau bukan
miliar/tahun, Usaha Menengah memiliki aset >
cabang perusahaan yang dimiliki,
Rp 500 juta-Rp 10 miliar dengan omset >Rp 2,5
dikuasai, atau menjadi bagian baik
miliar -Rp 50 miliar/tahun. Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
13
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
PERAN UMKM TERHADAP PEMBANGUNAN NASIONAL Peran UMKM dalam pembangunan
Kalau melihat komposisi jumlah UMKM saat ini
ekonomi nasional antara lain sebagai: 1.
yang sebanyak 52 juta lebih yang tersebar di
Pemain utama dalam kegiatan ekonomi di
seluruh Indonesia, harusnya mampu
berbagai sektor, 2. Penyedia lapangan kerja
menghasilkan PDB yang lebih besar lagi, misal
terbesar, 3. Pemeran utama dalam
97% sementara jumlah usaha besar yang
pengembangan ekonomi lokal dan
hanya sekitar 4000 lebih, jumlah PDB nya
pemberdayaan masyarakat, 4. Sumber
hampir sama dengan PDB UMKM, rasanya
inovasi dan pelopor pasar baru, dan 5.
kurang adil. Harusnya sebagai unit usaha
Kontribusi terhadap neraca pembayaran
penyedia lapangan kerja terbesar, UMKM
melalui ekspor.
harus mampu secara signifikan mengurangi
Indikator pertumbuhan ekonomi
kemiskinan. Tapi kenyataannya tidak
adalah berapa besar PDB yang dicapai oleh
demikian, hal inilah yang dinamakan dengan
UMKM, dari tahun ke tahun sumbangan UMKM
pertumbuhan ekonomi semu, pertumbuhan
terhadap PDB selalu meningkat. Berikut tabel
ekonomi meningkat setiap tahun tapi jumlah
perbandingan PDB masing-masing usaha.
orang miskin masih banyak. Oleh karena itu,
TABEL PERBANDINGAN KOMPOSISI PDB MENURUT SKALA USAHA TAHUN 2005 DAN 2009 ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2000 (DALAM MILIAR RUPIAH) NO SKALA USAHA
2005
PANGSA PASAR
2009
PANGSA PASAR
PERTUMBUHAN
1
Usaha Mikro
-
0,%
682,462
33%
100%
2
Usaha Kecil
688,160
39%
225,478
11%
-67%
3
Usaha Menengah
291,342
17%
306,785
14%
5%
4 5
UMKM Usaha Besar
979,502 771,301
56% 44%
1,214,725 873,567
58% 42%
19% 12%
Sumber: Kemenkop dan UMKM, 2009
Dari tabel 2, menunjukkan bahwa
peran pemerintah dalam memberikan
UMKM mampu memberikan kontribusi
jaminan kepada UMKM sangat diperlukan
terhadap pertumbuhan ekonomi dengan
agar UMKM benar-benar berperan sebagai
jumlah
unit usaha yang penting dan strategis dalam
PDB
hampir
60%,
sisanya
disumbangkan oleh usaha besar sebesar 40%.
pembangunan ekonomi nasional.
PERKEMBANGAN UMKM DAN USAHA BESAR UMKM memiliki peranan yang sangat penting
pun ikut kuat karena sektor riil ikut bergerak
dalam perekonomian Indonesia. Sekitar 97,%
dan hajat hidup orang banyak dapat
tenaga kerja di Indonesia terserap di sektor
terpenuhi. Selain itu, UMKM merupakan
UMKM ini. Ini berarti bahwa UMKM dapat
kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam
menj a di s ektor us a ha y a ng ma mp u
perekonomian Indonesia. Dengan
menyediakan lapangan kerja yang cukup
pemberdayaan dan penumbuhkembangan
besar untuk tenaga kerja dalam negeri
UMKM diharapkan dapat memberikan
sehingga memberikan andil dalam
kontribusi yang nyata dalam peningkatan
pengurangan pengangguran. Jika UMKM
kesejahteraan masyarakat.
kuat, maka fundamental ekonomi Indonesia
14
Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
Ini berarti bahwa UMKM mempunyai
Grafik Jumlah Tenaga Kerja UMKM dan Usaha Besar Tahun 2005 dan 2009
peranan dan kontribusi yang cukup strategis dan siginifikan bagi perekonomian nasional.
96,211,332 83,586,616
Sedangkan usaha besar hanya mampu menyerap tenaga kerja sekitar 3% dari jumlah total tenaga kerja di tanah air. Pangsa pasar untuk unit usaha UMKM tersedia sekitar 99,99%
2,719,209
sisanya direbut oleh usaha besar sebesar 0,01%. Hal ini mencerminkan betapa besar
2,674,671
2005
2009 UMKM
peran UMKM dalam pembangunan nasional, khususnya dalam pengentasan kemiskinan
Sumber : Kemenkop dan UMKM
PANGSA PASAR UMKM DAN USAHA BESAR
dan pengurangan pengangguran. NO
JENIS USAHA
Perkembangan jumlah unit usaha UMKM pada tahun 2005 sebanyak 47 juta
1
UMKM
lebih, sedangkan jumlah unit usaha besar
2
USAHA BESAR
hanya 5.022. Kemudian pada tahun 2009 meningkat menjadi 52,7 juta, sedangkan jumlah unit usaha besar malah menurun menjadi 4.677. Hal ini menunjukkan bahwa sektor UMKM mempunyai potensi ekonomi yang sangat besar bagi pembangunan nasional dibandingkan dengan usaha besar yang sangat sedikit jumlahnya.
PANGSA PASAR UNIT USAHA JENIS USAHA 2005 2009 2005 2009 99,99% 99,99% 96,85% 0.01%
0.01%
3.15%
97,30% 2.70%
Sumber: Kemenkop dan UMKM
Dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa pangsa pasar yang berhasil dikuasai oleh UMKM baik dari unit usahanya maupun tenaga kerjanya, menunjukkan bahwa hampir semuanya dikuasai oleh UMKM, hanya sedikit yang diperoleh usaha besar. Pada tahun 2005, pangsa pasar unit usaha UMKM sebesar 99,99% dan masih tetap sama pada
Grafik Jumlah Unit Usaha UMKM dan Usaha Besar Tahun 2005 dan 2009 UMKM
Usaha Besar
Usaha Besar 52,764,603
tahun 2009, sedangkan sisanya dikuasai oleh usaha besar yang pada tahun 2005 hanya sebesar 0,01% dan pada tahun 2009 masih tetap sebesar 0,01%. Untuk sektor tenaga kerja
47,017,062
UMKM menguasai pangsa pasar sebesar 96,85% pada tahun 2005, sedangkan pada tahun 2009 meningkat menjadi 97,30%, sisanya dikuasai oleh usaha besar masingmasing sebesar 3,15% dan 2,70%. sedikit 5,022
2005
4,677
2009
Sumber : Kemenkop dan UMKM
KEMAMPUAN MEMBAYAR KREDIT PADA UMKM MASIH RENDAH
Jumlah tenaga kerja yang mampu
Hingga saat ini, pemerintah masih terus
diserap oleh UMKM untuk tahun 2005
berusaha menyelesaikan permasalahan yang
sebanyak 83,5 juta lebih orang, sedangkan
dihadapi oleh UMKM, mengatasi faktor-faktor
jumlah tenaga kerja untuk usaha besar untuk
utama yang menghambat perkembangan
tahun 2005 sebanyak 2,7 juta lebih orang.
UMKM sebagai usaha yang potensial dan
Pada tahun 2009 jumlah tenaga kerja di sektor
strategis dalam menopang pembangunan
UMKM meningkat menjadi 96,2 juta,
nasional. Masalah klasik yang biasa atau
sedangkan tenaga kerja di usaha besar
banyak terjadi di kalangan usaha UMKM
malah menurun hingga menjadi 2,6 juta (lihat
adalah kemampuan membayar kredit
tabel dan grafik berikut).
perbankan yang masih rendah. Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
15
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
KEMAMPUAN MEMBAYAR KREDIT PADA UMKM MASIH RENDAH Salah satu upaya pemerintah untuk mendorong UMKM agar berkembang adalah menggulirkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Sebagaimana program-program kredit rakyat yang pernah digulirkan pemerintah seperti kredit Bimas, KUT, dan lain-lain, KUR juga sering dinilai oleh masyarakat sebagai hadiah pemerintah (kredit program). Akibatnya debitur KUR tidak terlalu peduli dengan mengangsur tunggakan KUR-nya, hal seperti inilah yang menimbulkan terganggunya outstanding atau Non Performing Loan (NPL). Kementerian Koperasi dan UMKM menyebutkan bahwa NPL KUR per akhir Agustus 2009 sebesar 5,82%, naik dari 5,6% per
akhir Juli 2009. Rasio NPL meningkat karena sebagian besar kredit bermasalah belum diklaim ke pihak penjamin. Penyebab lainnya adalah masalah teknis di mana metode perhitungan NPL tiap bank penyalur berbeda. Statistik Perbankan Indonesia (SPI) Bank Indonesia (BI) mencatat, per November 2010 nominal kredit macet UMKM mencapai Rp26,62 triliun. Jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar Rp25,70 triliun, kredit macet tersebut naik 3,57%. Bahkan jika dihitung dari akhir 2009, angka kredit bermasalah ini melonjak Rp3,9 triliun atau 17,16% dari Rp22,72 triliun (Desember 2009), (lihat tabel).
Non Performing Loan UMKM Menurut Kelompok Bank (Miliar Rp) No.
Kelompok Bank
2009
2010
Nov
Des
Jan
Feb
Mart
April
Mei
Juni
Juli
Agst
Sep
11,401
9,784
7,508
7,969
8,674
8,996
9,882
9,069
9,418
9,716
9,474
9,890 11,770
Okt
Nov
1
Bank Persero
2
Bank Pembangunan Daerah
1,974
1,661
1,985
2,123
2,301
2,325
2,523
2,497
2,627
2,666
2,676
2,863
2,863
3
Bank Swasta Nasional
9,027
8,467
8,764
9,026
8,938
9,225
9,407
9,107
9,448
9,626
9,841
9,840
9,921
4
Bank Asing dan Campuran
2,392
2,809
5,441
5,630
5,834
2,881
3,014
2,854
2,743
3,024
3,453
3,111
2,069
JUMLAH
24,794 22,721
23,698 24,748 25,747 23,427 24,826 23,527 24,236 25,032 25,444 25,704 26,623
Selama ini jumlah kredit UMKM selalu meningkat dari tahun ke tahun, berdasarkan statistik Bank Indonesia pada tahun 2005 kredit
UMKM di semua sektor ekonomi mencapai Rp354,9 miliar dan pada tahun 2010 meningkat cukup drastis menjadi Rp9,07 triliun.
PENTINGNYA JAMINAN PEMERINTAH
16
semuanya dikuasai oleh UMKM, hanya
menghendaki adanya jaminan dari pemerintah sebagai
sedikitHidup matinya UMKM sangat tergantung dari
upaya mengurangi risiko kredit macet atau bermasalah.
pembiayaan untuk penguatan permodalannya.
Oleh karena itu, jaminan pemerintah sangat
Namun, akses untuk memperoleh pembiayaan ini selalu
dibutuhkan demi kemajuan dan pengembangan
menjadi kendala bagi UMKM dan pihak perbankan tidak
UMKM. Karena bila tidak ada jaminan pemerintah, maka
mau menanggung risiko yang sangat besar apabila
sulit bagi UMKM untuk bisa mengakses sumber
UMKM terlambat atau bahkan tidak mampu melunasi
pembiayaan sebagai tambahan modal. Disisi lain,
kreditnya. Risiko kredit macet yang tinggi selalu dihindari
pemerintah juga mempunyai kepentingan untuk
oleh pihak bank atau lembaga keuangan lainnya
melindungi UMKM ini, karena banyak tenaga kerja yang
dalam memberikan kreditnya kepada UMKM. Oleh
terlibat di usaha ini.
karena itu, pihak bank menerapkan prinsip kehati-hatian
pemerintah terhadap kredit UMKM ini, diharapkan peran
Dengan adanya jaminan
(prudent) dalam pencairan kredit ini. Salah satu bentuk
UMKM sebagai kekuatan ekonomi rakyat semakin
kehati-hatian perbankan antara lain dengan meminta
penting dan strategis, khususnya dalam pengentasan
jaminan kepada UMKM untuk pembiayaan yang
kemiskinan melalui penyerapan tenaga kerja yang
diajukan, disamping itu, pihak perbankan juga
besar dan penyediaan lapangan kerja yang banyak.
Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
Oleh : Syahrir Ika
FPUs
MENGENAL FISCAL POLICY ANALYSIS UNITS
B
anyak orang mungkin cukup mengenal peran Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Namun mungkin sedikit orang yang mengenal peran Badan Kebijakan Fiskal (BKF), yaitu unit eselon I di Kemenkeu yang berwenang 'melakukan analisis dan memberikan rekomendasi kebijakan fiskal'. Kebijakan fiskal tersebut mencakup kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Kebijakan Pendapatan Negara, Kebijakan Ekonomi Makro, Kebijakan Pengelolaan Risiko Fiskal, Kabijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral serta Kebijakan Kerja Sama Regional dan Bilateral. Kebijakan fiskal memiliki tiga tujuan utama, yaitu : (i) meningkatkan produksi nasional dan pertumbuhan ekonomi, (ii) memperluas lapangan kerja dan mengurangi pengangguran, serta (iii) menstabilkan harga-harga barang atau mengendalikan inflasi. Dengan demikian, BKF memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional. Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
17
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
Keuangan dan Moneter (BAKM) kemudian
FPUs DI BEBERAPA NEGARA Unit semacam BKF (FPUs) ini ada di hampir semua negara. Beberapa diantaranya adalah Fiscal Policy Institute (India), Office of Fiscal and Economic Affairs (Nikaragua). Research, Policy, and Planning Department, serta Tanzania Revenue Aothority (Tanzania). Selain itu, Instutute for Fiscal Studies (Spanyol), dan Center for Fiscal Policy (Federal Rusia). Sementara, di Amerika
berubah menjadi Badan Analisa Fiskal (BAF), kemudian berubah lagi menjadi Badan Pengkajian Ekonomi, Keuangan, dan Kerjasama Internasional (BAPEKKI), dan kini berubah menjadi BKF. Pada periode BAKM dan BAF, unit ini berperan juga menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kini, tugas penyusunan APBN ini dialihkan ke DJA, sehingga BKF hanya berperan melakukan
Fiscal Policy Institute (India) Office of Fiscal and Economic Affairs (Nikaragua) Research, Policy, and Planning Department (Tanzania) Tanzania Revenue Aothority (Tanzania) Instutute for Fiscal Studies (Spanyol) Center for Fiscal Policy (Federal Rusia) US Treasury (USA) Office of Management and Budget (USA)
Serikat, ada beberapa lembaga pemerintah
analisis kebijakan APBN.
yang mengelola urusan fiskal. Kebijakan fiskal
beberapa kali berganti nama, namun
disusun oleh US Treasury (termasuk juga
kedudukan BKF tetap di bawah Kemenkeu.
kebijakan penerbitan Surat Berharga Negara
APA ITU FPUs ?
dan sebagian kebijakan moneter. Catatan: AS tidak memiliki instrumen semacam SBI). Sedangkan pengelolaan budget dilakukan oleh Office of Management and Budget (OMB), mirip Ditjen Anggaran
(DJA) di
Indonesia. Perbedaannya adalah Ditjen Anggaran di Indonesia merupakan unit di bawah Kemenkeu, sementara OMB di AS merupakan unit di bawah Kantor Kepresidenan (White House), karena itu chiefnya dipilih dan dilantik Presiden bersamaan dengan pelantikan para Menteri. Informasi rinci mengenai FPUs di beberapa begara tersebut dapat dipelajari pada hasil studi
Definisi FPUs menurut USAID (Jorge Martinez et al., 2009) adalah sebagai berikut: 'An FPU is an entity, formed either inside or outside of government that assist the government in fiscal planning by providing quantitative fiscal reports and analysis and advising desicion makers on echieving broad policy goals'. Dengan demkian, FPU merupakan suatu lembaga yang berperan melakukan 'analysis kebijakan fiskal serta menyusun dan memberikan laporan mengenai pencapaian tujuan kebijakan fiskal' kepada para pengambil keputusan. Selain itu, FPU juga menyajikan 'economic and budget
Jorge Martinez-Vazquez and Eunice Heredia-
outlooks', baik untuk jangka pendek maupun
Ortiz, “Designing and Establishing Fiscal Policy
jangka panjang, serta melakukan pengkajian
Analysis Units : A Practical Guide”,
ekonomi dan hukum terkait dengan kebijakan
dipublikasikan oleh USAID, Mei 2009). FPUs Indonesia telah beberapa kali berganti nama, mulai dari
18
Walaupun sudah
Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
Badan Analisa
fiskal, serta mewakili pemerintah dalam diskusi atau
berdebatan publik mengenai isu-isu
kebijakan fiskal.
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
Berdasarkan peran tersebut, FPU menerbitkan
beberapa majalah yang diterbitkan secara
report secara reguler dan periodik, antara lain
reguler, antara lain Majalah IRF-Info Risiko Fiskal
'Monthly Bulletin' yang memuat inromasi
(di PPRF) yang diterbitkan setiap tiga bulan,
tentang: 'monthly data on taxes,
Kumpulan Hasil Penelitian (di PPRF) yang
outlays, and others significant
diterbitkan setiap tahun. Majalah reguler
economic series, as well as an
lainnya adalah Warta Fiskal (di Sekretariat
Annual Review/Report that
BKF)
yang
summerizes the fiscal and economic events
Kedepan,
that took place over the year'.
j u g a
Pada
diterbitkan setiap dua bulan. BKF sebaiknya memiliki Annual Review yang
dasarnya, BKF juga melakukan hal yang sama,
menrangkum kondisi
walaupun jenis, frekuensi, jumlah dan kualitas
ekonomi dan konsidi fiskal
publikasinya mungkin saja berbeda. Publikasi
pada tahun sebelumnya serta
reguler dari BKF antara lain : Jurnal Ekonomi
M o n t h l yBulletin yang memuat data-data
dan Keuangan (JKM) dan Kajian Eknomi dan
pokok yang menjadi dasar analisis kebijakan
Keuangan (KEK) yang diterbitkan setiap tiga
fiskal. Ini merupakan salah satu ciri BKF sebagai
bulan. Di Pusat-pusat Kebijakan, ada
center of excellence.
Model Institusionalisasi FPUs Studi Jorge Martinz et al. (USAID, 2009: 7-9) memetakan model kelembagaan FPUs ke dalam 4 kategori sebagai berikut : 1. Governmental vs. Non-governmental FPUs Susatu FPUs bisa dibentuk dan dilembagakan sebagai suatu 'government entity' atau 'inside of government' yang di-finance oleh pemerintah dan clientnya hanyalah pemerintah. Model ini hampir ada di semua negara. Lembaga pemerintah yang berinisiatif membentuk 'government FPUs' ini adalah Ministry of Finanance atau Ministry of Economy. FPUs model ini merupakan part of the executive branch of government, seperti Kantor Presiden (office of the President) atau Kantor Perdana Manteri (office of the Prime Minister) atau Kantor Gubernur (office of the Governoor) di level daerah/propinsi (subnational). Contohnya adalah 'the Office of Management and Budget (OMB)' di Amerika Serikat yang berperan mempersiapkan dan mensupervisi the Federal Government's Budget. Contoh lain adalah 'the Strategic Policy Analysis Unit, yang bertugas melayani Office of the President dan Cabinet Office di Republik Kenya. FPUs di Indonesia
(BKF-Badan Kebiajakan Fiskal) merupakan
'government entity (inside of government) yang berkedudukan di bawah Menteri Keuangan. Walaupun demikian, dalam melakukan kegiatan riset, beberapa proyek riset dilaksanakan berdasarkan contract basis ke lembaga non pemerintah, khususnya Perguruan Tinggi. Selain inside of government, FPUs bisa juga merupakan badan/lembaga non pemerintah (outside of government) yang berperan membantu pemerintah melakukan analisis fiskal berdasarkan kontrak (contract basis). FPUs non pemerintah ini melayani baik pemerintah maupun non pemerintah, baik di pusat maupun di daerah. Contoh FPUs yang contract basis adalah Center for Fiscal Policy (CFP) di Rusia yang diasistensi oleh USAID sejak tahun 2000. Dalam beberapa kasus, FPUs merupakan 'part of the legislative branch of government, seperti perlemen AS yang memiliki the U.S. Congressional Budget Office (CBO) yang berperan menyiapkan bahan analisis yang akan digunakan Congress dalam menetapkan keputusan anggaran (budgetary decisions). Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
19
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
2. Central vs. Subnational Government FPUs
sebagaimana yang
FPUs dapat menganalisis kebijakan fiskal
dipraktekkan di Bolivia (Bolivia's Unidad de
berdasarkan variasi level pemerintahan.
Analysis de Politicas Sociales y Economicas-
Analisis fiskal pada model FPUs yang
UDAPE) yang diasistensi USAID sejak tahun
centralized juga mencakup subnational
1983. UDAPE mempunyai reputasi tinggi
budget. Di Negara-negara Federal, FPUs-
karena didukung SDM yang ahli dan
nya secara spesifik menganalisis
profesional (UDAPE website: Hilderbrand
federal
budget issues. Di Georgia (negara bagian
and Grindel,1994).
AS), ada beberapa lembaga yang
FPUs yang hanya secara spesifik menganlisis
Sebaliknya, ada juga
melakukan analisis fiskal, yaitu : (i) Georgia
lebih dalam (detail) 'tax or budget issues'
Senate Budget and Evaluation Office, yang
sebagaimana yang dilakukan oleh FPOs
membantu Senat untuk mengevaluasi
Nikaragua (Office of Fiscal and Economic
program-program yang diusulkan
Affairs-OAFE) atau juga yang dilakukan oleh
pemerintah. (ii) Georgia State
University,
FPOs Tanzania (Tanzania's Tax Revenue
memiliki Fiscal Research Center yang
Authority-TRA) dan di Afrika Selatan (the Tax
berperan memberikan technical assitance
Policy Unit of the National Treasury).
di bidang tax dan expenditure. Unit seperti
Pendekatan FPOs yang dipilih Indonesia,
ini mirip dengan Universitas Indonesia (UI)
apakah 'comprehensive FPOs' ataukah
dan Universitas Gajah Mada (UGM) yang
'specialized FPOs' akan sangat tergantung
concern pada studi kebijakan fiskal. (iii)
pada seberapa luasnya kewenangan yang
mempunyai state fiscal economist yang
dimiliki Kementerian Keuangan, ada atau
Governanor's Office
tidak adanya kewenangan yang bersifat
untuk melakukan forcasting penerimaan
gray area dengan Kementerian/Lembaga
membantu Georgia
perpajakan dan meng-advise beberapa
lain, serta ketersedian dan tingkat
kebijakan fiskal kepada Gubenrnur.
profesionalitas SDM yang dimiliki.
Beberapa propinsi di India juga memiliki
Memperhatikan peran BKF saat ini, scope of
FPOs tersendiri yang berperan melakukan
work-nya bersifat comprehensive.
analisis fiskal untuk tingkat propinsi
Konsekuensinya bila BKF ingin menghasilkan
(subnational). Negara Bagian Karnataka
analisis dan rekomendasi kebijakan fiskal
misalnya memiliki Fiscal Policy Analysis Cell
yang lebih berkualitas, maka diperlukan
(FPAC), dimana lembaga ini dibangun atas
penambahan jumlah dan kompetensi SDM,
asistensi USAID melalui ''USAID's State Fiscal
khsusunya para peneliti, yang didukung
Management Reform Project' . Fokus USAID
oleh sistem informasi dan teknologi yang
di proyek ini adalah mendorong pejabat
handal. Selain itu, para pimpinan juga harus
daerah untuk meningkatkan disiplin fiskal
memiliki manajerial skill yang tinggi untuk
serta mempromosikan dialog-dialog antara
bisa me-manage tugas-tugas analisis
lembaga pemerintah mengenai lokasi
dengan lebih baik dan berhasil.
budget dan investasi. 3. Comprehensive vs. Specialized FPUs
20
government)
4. Congressional/Perlementary Budget Analysis Units
FPUs bisa juga dikategorikan dalam bentuk
Ada negara yang memiliki Perlementary
scope of analytic work. Dalam beberapa
Budget Analysis Units. Unit ini bertugas
kasus, suatu FPUs bertanggung jawab
membantu Congress untuk menilai secara
melakukan analisis ekonomi dan kebijakan
independen Annual Budget (RAPBN) yang
pada area yang luas (multiple areas of
diajukan Presiden ke Congress sehingga
Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
proses dialog dengan pemerintah menjadi
Badan Anggaran (BANGGAR), yang
lebih konstruktif dan efektif. Selain itu, unit ini
bereperan menggodok terlebih dahulu
juga bertugas mengevaluasi dan
rancangan Nota Keuangan dan RAPBN
mengusulkan perubahan setiap item
yang diajukan pemerintah sebelum di
budget yang diajukan pemerintah ke
bahas dalam Sidang Komisi XI dan Sidang
Congress. Unit seperti ini ada di AS (the U.S.
Paripurna DPR-RI.
Congressional Budget Office-CBO), juga di
Bila Pimpinan DPR-RI memahami juga
El Savador (the Legislative Assembly of El
model FPUs seperti ini (termasuk fiscal risk
Savador),
di Ukraina (Ukraine's Fiscal
managment unit-nya), maka mungkin saja
Analysis Unit), dan di Bangladesh yang
mereka tertarik untuk memiliki juga
memiliki Budget Analysis and Monitoring
Perlementary Budget Analysis Unit (PBAUs)-
Unit atau BAMU (lihat Galagher, 2008,
DPR RI, sehingga menjadi counterpart BKF
Buliding the Capacity of the Budget Analysis
dalam pembahasan APBN sehingga dapat
and Monitoring Unit of the Bangladesh
mempercepat proses pembahasan APBN
Parilament Secretariat, dalam Jorge
serta mengurangi ketegangan politik antar
Martinez et al., 2009). Di Indonesia, DPR-RI
lembaga negara. Mungkin BANGGAR DPR-
belum memiliki unit seperti ini, kecuali
RI tidak diperlukan lagi di masa mendatang.
FPUs Core Functions Walaupun FPUs dimiliki pemerintah di hampir semua negara, namun masing-masing FPUs memiliki core functions yang berbeda. Studi Jorge Martinez et al., (USAID, 2009) di sejumlah negara mengidentifikasi sekitar 5 (lima) core functions dari FPUs, yaitu : Ä Macroeconomic Analysis and Policy Mencakup : inflation, labor market, consumption and saving, housing, business investment, labor supply, productivity, wage-and price- settting, business cycles, and international trade. Ä Tax Policy Analysis and tax administration Mencakup : tax low on the economy, economic behavior, labor demand, setting tariffs and their impact on competitiveness, change in tax rates, tax base, and efficiency and equity effects of the tax system. Ä Revenue Forecasting Mencakup : future budget balances, contraints on expenditure, requirements for debt financing, and revenue sharing allocation. Ä Expenditure Planning and Analysis, including Medium Term Expenditure Framework (MTEFs) Mencakup : evaluation of programs, schemes, budget allocations, and other expenditure policies, and performance-based budgeting. Ä Debt Management Analysis Di beberapa FPUs, fungsi Debt Management Analysis dikonsolidasikan ke dalam Macroeconomic Analysis Function. Analisis mencakup : government's debt portfolio, cash flow projection regarding debt service, and develop an effective database of all budget and off-budget obligation. Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
21
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
Selain core function di atas, studi Jorge Martinez et al., (USAID, 2009) juga menemukan bahwa pemerintah di beberapa negara memberikan tambahan tugas (semacam non-core function) ke FPUs seperti : Ä Intergovernmental Fiscal Relation Di Indonesia (Kemenkeu), fungsi teknis dilakukan oleh Ditjen Perimbangan Keuangan, fungsi kenbijakan dilakukan oleh PKAPBN (BKF), dan risiko fiskal daerah seharusnya dilakukan oleh PPRF (BKF). Ä Treasury and Cash Management Di Indonesia (Kemenkeu), fungsi ini dilakukan oleh Ditjen Perbendaharaan Ä Audit and Control Di Indonesia (Kemenkeu), hingga saat ini belum ada unit khusus yang melakukan 'Audit Kebijakan Fiskal', kecuali audit kepatuhan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal. Ä Management and Legal Affairs Di Indonesia (Kemenkeu), fungsi ini dilakukan oleh Sekrteraiat Jenderal (Biro Hukum, Biro Bantuan Hukum, PUSHAKA). Kecuali di PPRF (BKF), ada satu bidang yang bertanggungjawab dalam fungsi penyusunan peraturan berbasis risiko fisksal, misalnya menyiapkan PMK tentang penjaminan infrastruktur dan PMK tentang pemberian pinjaman dalam rangka penugasan kepada PLN, dll. Ä Information Tecknology (IT) Di Indonesia (Kemenkeu), fungsi ini dilakukan oleh PUSINTEK di bawah koordinasi Sekretaris Jenderal Kemenkeu. Secara umum Fungsi ini tidak dilakukan oleh BKF, kecuali pembentukan database ekonomi makro yang dikelola oleh Pusat Kebijakan Ekonomi makro (PKEM) untuk menyediakan data secara real time pada dashboard BKF.
22
Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
Tidak ada model fungsi FPUs yang ideal
besar diantaranya adalah researcher/analist
di dunia, karena pilihan fungsi FPUs yang paling
dengan ragam kualifikasi dan ragam
baik akan tergantung kerpada concern
kompetensi. Studi Jorge Martinez et al., (USAID,
Menteri Keuangan dan tentunya juga Kepala
2009) memperilhatkan salah satu struktur
BKF (FPUs). Namun benchmarking peran FPUs di
organisasi FPUs yang sidebut mereka sebagai
dijadikan
'Long-Term FPU Organizational Structure'
pertimbangan Kemenkeu. Bila memperhatikan
seperti di bawah ini. Bila dibandingkan
beberapa
negara
bisa
arahan Menkeu – Agus Martowardojo- pada
dengan Indonesia (BKF), beberapa fungsi
pembukaan Rapat Kerja BKF akhir tahun 2010
telah diakomodir dalam struktur FPUs
lalu agar semua tugas yang berkaitan dengan
benchmarking, namun ada beberapa fungsi
perumusan kebijakan fiskal harus berada di
tambahan yang menjadi concern Menkeu
bawah koordinasi BKF merupakan salah satu
seperti 'Pengelolaan Risiko Fiskal, Kebijakan
terobosan yang dalam banyak hal cocok
Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral
dengan hasil benchmark di atas.
serta Kebijakan Kerja Sama Regional dan
Implementasinya memerlukan revisi terhadap
Bilateral'.
Selain itu, BKF tidak memiliki divisi
PMK Nomor : 184/PMK.01/2010 untuk
khusus seperti divisi Intergovernmental Fiscal
mengakomodir peran baru BKF (new BKF),
Relation, divisi Expenditure Modeling and
termasuk juga Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
Anlysis, dan divisi Management & Legal Affairs.
(PPRF) yang juga menjadi concern Menkeu
Bila merujuk pada strukrur FPUs bencmarking, maka perlu dipertimbangkan juga untuk
untuk diperkuat.
mengalihkan fungsi 'Debt Management FPU ORGANIZATIONAL STRUCTURE
Analysis' yang berada di DJPU ke BKF
Struktur organisasi FPUs di beberapa
disamping fungsi Kebijakan Perpajakan yang
negara dibuat ramping dan melibatkan sedikit
sudah lama direncanakan Menkeu untuk
pegawai administrasi, sedangkan sebagian
dipindahkan ke BKF.
DIRECTOR
Deputi Director
Macroeconomic Analysis
Tax Analysis and Revenue Forcasting
Debt Management Analysis
Expenditure Modeling and Analysis
Intergovernmental Relation
Projection Unit
Indiviudal Income Tax
Debt Analysis
Education
Expenditure Analysis
Financial Markets
Business Income Tax
Investment Analysis
Health & Human Resources
Revenue & Transfers
Fiscal Policy Studies Units
Indirect Taxes
Management & Legal Affairs
Debt Management
Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
23
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
Risiko Regulasi Bagi Perbankan Masa Lalu
K
risis keuangan tahun 2007 di Amerika
mortgage karena Bank Sentral Amerika
Serikat telah meluluh-lantakkan bukan
secara bertahap menaikkan suku bunga
hanya perusahaan besar seperti bank
pinjaman dari 1,75% menjadi 5,25%, maka
investasi sekaliber Lehman Brothers atau
terjadi kredit macet secara masal. Selanjutnya
perusahaan asuransi American International
regulasi keuangan di Amerika memungkinkan
Group (AIG) bahkan perekonomian dunia
munculnya produk derivatif keuangan yang
pun mengalami perlambatan. Krisis tersebut
menjadikan surat hutang subprime mortgage
berawal dari kebijakan perbankan Amerika
sebagai tanggungan atas surat-surat hutang
yang memberi kemudahan dalam
berikutnya sehingga kerugian gagal bayar
penyaluran kredit perumahan kepada
tersebut tidak hanya dialami oleh penerbit
masyarakat tidak layak menerima kredit atau
surat hutang subprime mortgage melainkan
yang dikenal dengan Subprime Mortgage.
juga dirasakan oleh seluruh pemegang surat
Ketika para debitur tidak mampu membayar
hutang derivatifnya.
bunga dan pokok pinjaman subprime
Risiko Regulasi Bagi Perkembangan Industri Perbankan Oleh : Novijan Janis
24
Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
Paket deregulasi perbankan yang dimulai
dalam kondisi normal, namun pada titik waktu
dari Paket Juni 1983 sampai dengan Paket
tertentu atau dalam kondisi tidak normal
Kebijaksanaan 29 Mei 1993 telah memberikan
regulasi tersebut dapat memberikan dampak
beberapa
negatif yang lebih besar. Hal ini menuntut
dampak
negatif
bagi
perkembangan perbankan di Indonesia.
pihak regulator agar senantiasa memantau
Diantaranya muncul persaingan antar bank
produk kebijakan yang telah diterbitkannya.
karena banyaknya jumlah bank saat itu (pada tahun 1997 berjumlah 243 bank). Hal tersebut
Kebijakan Perbankan Saat ini
juga menyebabkan lemahnya pengawasan
Dengan Peraturan Bank Indonesia no.
pada perbankan sehingga banyak pemilik dan
12/19/PBI/2010 tentang Giro Wajib Bank
atau pengelola bank menyalah gunakan bank.
Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah
Dalam kondisi perekonomian normal,
dan Valuta Asing, Bank Indonesia
banyaknya jumlah bank tidak mendatangkan
menetapkan perhitungan Giro Wajib
permasalahan secara umum, namun ketika
Minimum Loan Deposit Ratio (GWM LDR)
ketika terjadi tekanan pada perekonomian,
rupiah yang mengacu pada batas bawah
otoritas pengawas perbankan mulai kewalahan.
LDR Target sebesar 78% dan batas atas LDR
Pada saat mata uang rupiah
Target sebesar 100%. Ketentuan ini berlaku
terdepresiasi terhadap dolar Amerika,
mulai tanggai 1 Maret 2010. Selanjutnya
perbankan mengalami kesulitan likuiditas
industri perbankan di Indonesia berusaha
karena masyarakat membeli mata uang
untuk mencapai Loan to Deposit Ratio (LDR)
Amerika dalam jumlah yang banyak, bahkan
sebesar 78% namun tidak melebihi 100%. Pada
Pasar Uang Antar Bank (PUAB) pun mengalami
dasarnya kebijakan penetapan batas atas
kesulitan likuiditas. Kesulitan likuiditas
dan batas bawah angka LDR ini adalah positif
perbankan semakin bertambah berat ketika
baik ditinjau dari sisi penyaluran kredit (loan)
pemerintah mengambil kebijakan berupa
maupun dari sisi pengumpulan Dana Pihak
menaikkan suku bunga dan mengalihkan
Ketiga (DPK) atau deposit.
dana BUMN dari perbankan ke SBI karena hal
Dari sisi penyaluran kredit, Bank
tersebut menyebabkan suku bunga PUAB
Indonesia (BI) ingin menjamin berjalannya
meningkat sehingga penyaluran dana dari
fungsi intermediasi perbankan dengan baik
bank yang berkecukupan likuiditas kepada
sehingga dana yang terkumpul dari
bank yang kekurangan likuiditas semakin
masyarakat dikembalikan ke masyarakat
terhambat. Kesulitan likuiditas tersebut
melalui pinjaman dan tidak hanya
memicu hilangnya kepercayaan masyarakat
ditempatkan pada Sertifikat Bank Indonesia
pada industri perbankan dan penarikan dana
(SBI), Surat Utang Negara (SUN) atau bentuk
perbankan secara masal. Hal itu semua pada
investasi lainnya. Selanjutnya kebijakan ini
akhirnya menyebabkan fungsi sistem
dapat mencegah penyaluran kredit yang
pembayaran dan fungsi intermediasi di
melebihi jumlah DPK yang terkumpul sehingga
perbankan terganggu. Itulah puncak krisis
BI dapat menekan potensi angka kredit
moneter di Indonesia pada tahun 1997. Kedua fakta sejarah tersebut
bermasalah (Non Performing Loan/NPL). Dari sisi DPK, kebijakan ini dapat menahan laju
menunjukkan bahwa industri perbankan
pertumbuhan DPK yang berlebihan sehingga
memiliki risiko regulasi. Ada kalanya sebuah
persaingan tingkat suku bunga simpanan
regulasi memberikan dampak positif yang
yang ditawarkan antar bank dapat
lebih besar dalam kurun waktu tertentu atau
dikendalikan. Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
25
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
Selanjutnya dengan Surat Edaran no. 13/5/DPNP tanggal 8 Februari 2011 perihal
opsi kedua lebih tinggi seperti mengurangi jumlah
nasabah
deposan
atau
Transparansi Informasi Suku Bunga Dasar
mempertahankan jumlah kredit yang
Kredit, Bank Indonesia mewajibkan Bank
berbeda-beda jangka waktu pelunasannya.
Umum non Syariah untuk mempublikasikan
Pencapaian target LDR dengan opsi
informasi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK)
pertama dapat direalisasikan diantaranya
kepada masyarakat terhitung tanggal 31
dengan mempermudah persyaratan
Maret 2011. Dengan informasi ini masyarakat
pengajuan kredit atau dengan menurunkan
pengguna dana di perbankan dapat
suku bunga pinjaman. Pada dasarnya hal
mengetahui biaya dasar aktivitas perkreditan
tersebut dapat memunculkan risiko tertentu
yang sudah mencakup biaya overhead dan
pada bank :
profit yang ditetapkan bank dalam
1. Meningkatnya angka kredit bermasalah (NPL)
penyaluran kredit sehingga akan
memunculkan persaingan suku bunga
Penyaluran kredit yang mengurangi prinsip
pinjaman yang sehat diantara bank.
hati-hatian dengan mempermudah
Potensi Risiko Kebijakan Perbankan Saat ini
peluang diberikan kredit kepada calon
pengajuan kredit dapat memperbesar debitur yang tidak layak mendapat kredit.
Namun demikian perlu dicermati dampak sampingan dari regulasi diatas
Hal ini pada akhirnya dapat meningkatkan jumlah kredit bermasalah (NPL).
khususnya pada kemampuan perbankan untuk menghasilkan Net Interest Margin (NIM)
Adapun peningkatan penyaluran kredit
setelah munculnya kebijakan tersebut. Menyikapi
26
ketentuan
2. Menurunnya Net Interest Margin (NIM)
untuk
dengan cara menurunkan suku bunga
pencapaian LDR antara 78% - 100%,
pinjaman sama artinya dengan
perbankan mempunyai dua opsi yaitu
menurunkan NIM karena pendapatan
meningkatkan penyaluran kredit dengan
utama bank dari penyaluran kredit adalah
menghentikan pertumbuhan DPK atau
dari selisih suku bunga deposito dan suku
menurunkan besaran DPK dengan
bunga pinjaman.
mempertahankan jumlah kredit yang ada.
Penurunan jumlah NIM akan menjadi
Pada umumnya bank akan lebih memilih opsi
semakin buruk bilamana perbankan tidak
pertama karena tingkat kesulitan melakukan
dapat memperbaiki struktur DPK-nya.
Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
Pada umumnya DPK terbagi atas 3 komponen yaitu tabungan, giro dan deposito. Dimana tabungan adalah komponen dana yang paling murah dalam artian bank memberikan suku bunga simpanan terendah dibanding komponen lainnya sehingga industri perbankan lebih menyukai komponen tabungan dalam hal memaksimalkan besaran NIM.
dalam
6
tahun
terakhir,
pendapatan non operasional Bank Umum adalah 32,8% dari pendapatan operasional secara rata-rata dengan pertumbuhan sebesar 13,6% setahun dalam periode tahun 2005 – tahun 2010.
Berdasarkan data historis dalam 6 tahun terakhir,
Potensi risiko ini diperburuk
struktur DPK perbankan khususnya Bank Umum saat ini
oleh tingkat efisiensi perbankan
masih didominasi oleh deposito dengan kisaran
yang masih rendah yang
sebesar 46,75% secara rata-rata dalam 6 tahun
tergambar dalam rasio Biaya
sedangkan tabungan hanya sekitar 28,40%, maka
Operasional
dapat diartikan bahwa perbankan hanya dapat
Pendapatan Operasional (BOPO).
menghasilkan nilai interest margin secara maksimal
Untuk Bank Umum besaran BOPO
terhadap
adalah 86,98% secara rata-rata
dari 28,40% kredit yang disalurkannya.
dalam 6 tahun terakhir.
DPK dan Komponennya – Bank Umum
2005 DPK
2006
1.127.937 1.287.102
2007
2008
1.510.834 1.753.292
2009
2010
1.973.042
2.338.824
Giro
24,95%
26,26%
26,84%
24,53%
23,61%
22,91%
Deposito
50,09%
47,79%
44,13%
47,04%
45,70%
45,74%
Tabungan
24,96%
25,94%
29,03%
28,44%
30,69%
31,35%
Sumber : Bank Indonesia (diolah)
Risiko penurunan kinerja perbankan
profit perusahaan melalui usaha selain
dalam ukuran NIM juga dapat ditemukan
penyaluran kredit. Berdasarkan data tahunan
pada kebijakan perbankan tentang publikasi
dalam 6 tahun terakhir,
informasi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK).
Kesimpulan
Dengan dibukanya informasi SBDK
Regulasi perbankan saat ini dapat
masing-masing bank, masyarakat dan dunia
mendorong industri bank untuk fokus pada
usaha dapat memilih pinjaman dari bank
salah satu fungsi utama bank yaitu
yang bersedia memberikan suku bunga
intermediasi antara unit yang memiliki
pinjaman yang rendah.Hal ini akan
kelebihan dana dan unit yang membutuhkan
memunculkan persaingan diantara bank
dana. Namun potensi risiko dari regulasi
khususnya bagi bank yang sedang
tersebut yaitu tergerusnya profit bank dari
meningkatkan penyaluran kredit. Pada
perbedaan suku bunga simpanan dan suku
akhirnya bank yang menemui kondisi seperti
bunga pinjaman patut dipertimbangkan agar
ini akan bersedia memberikan suku bunga
industri perbankan tidak mengalami kesulitan
pinjaman yang rendah dibandingkan bank
dalam menghasilkan laba perusahaan yang
lainnya dengan konsekuensi NIM yang
pada akhirnya dapat mengganggu fungsi
dihasilkan menjadi semakin kecil. Namun
perbankan lainnya seperti fungsi pelaksana
demikian bank masih dapat memaksimalkan
sistem pembayaran. Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
27
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
Anggaran subsidi listrik tahun 2011 ditetapkan sebesar Rp40,7 triliun. Pembahasan antara Pemerintah dan DPR berjalan alot terutama terkait dengan tarik menarik kenaikan Tarif Tenaga Listrik di tahun 2011 untuk merasionalisasi tarif tenaga listrik saat ini yang dianggap masih terlalu rendah. Meskipun akhirnya disepakati TTL tahun 2011 tidak naik, namun anggaran subsidi yang disetujui oleh DPR tidak jauh dari usulan pembahasan awal RAPBN Rp41 triliun yang salah satu asumsinya adalah kenaikan TTL sebesar 15%. Oleh karena itu, terdapat risiko fiskal sebesar Rp12 triliun akibat hilangnya pendapatan PT PLN dari tidak disetujuinya kenaikan TTL 15%. Untuk menutup risiko fiskal tersebut, Pemerintah dan DPR menyepakati langkah mitigasi risiko fiskal melalui dua cara, yaitu (i) optimalisasi energi primer, (ii) efisiensi PT PLN serta (iii) menunda pembayaran kekurangan subsidi tahun 2009.
MENCERMATI RISIKO FISKAL PADA SUBSIDI LISTRIK TAHUN 2011 Oleh : Riza Azmi Rp2,3 triliun. Sehingga target maksimal penurunan BPP yang dapat dihemat dari optimalisasi energi primer sekitar 4,8 triliun. Permasalahan mengenai kebutuhan gas PT PLN merupakan masalah klasik yang terus
Optimalisasi Energi Primer
28
mengganggu komposisi dan efisiensi fuel mix
Pemerintah c.q. Kementerian ESDM bersama
PT PLN khususnya sejak melonjaknya harga
dengan DPR menargetkan tambahan
minyak dunia. Gas alam menjadi bahan bakar
pasokan gas dari lapangan Jabung, Singa
yang relatif lebih murah ketimbang BBM
dan Jambi Merang untuk menambah
semenjak harga BBM di atas USD40-
kebutuhan gas PT PLN. Dari tambahan gas
50/barrel.Hal ini disebabkan penentuan harga
tersebut diharapkan dapat menghemat
gas alam sudah ditetapkan pada awal
biaya bahan bakar minyak sekitar Rp2,5 triliun.
ekplorasi untuk jangka panjang sehingga
Kebijakan kedua adalah penyelesaian
harganya cenderung tidak fluktuatif,
termintal LNG/Floating Storage Regasification
meskipun untuk pembelian gas melalui PGN
Unit (FSRU) di Jawa Barat (konsorsium antara PT
harganya akan disesuaikan mengikuti harga
Pertamina dan PT PGN, Tbk) yang akan
minyak tiap tahunnya. Karena kebanyakan
digunakan untuk memasok gas ke
kontrak gas di Indonesia dibuat pada kondisi
pembangkit PT PLN dari lapangan gas
harga minyak masih cukup murah,maka
Bontang. Penyelesaian FRSU ini diperkirakan
Pemerintah lebih memilih menjual gas alam ke
akan menghemat pemakaian BBM sekitar
luar negeri mengingat keuntungan komparatif
Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
ekspor gas lebih besar daripada dipakai untuk
Disparitas harga gas yang tinggi antara
domestik. Sebagai contoh, harga ekspor gas
penjualan gas ke luar negeri dan domestik di
ke Singapura dari lapangan Grissik, Jambi
saat harga minyak mentah melambung tinggi
ditetapkan USD12,5/MMBTU sedangkan
menyebabkan kelangkaan pasokan gas
harga beli PGN hanya USD1,5/MMBTU. Namun dengan kenyataan tren harga minyak dunia terus bergerak ke titik tertingginya, keuntungan komparatif tersebut pun berubah menjadi kerugian/loss. Secara agregat, pemasukan Pemerintah dari ekspor gas lebih rendah daripada pengeluaran Pemerintah untuk subsidi listrik. Hal ini karena biaya BBM lebih besar ketimbang gas untuk digunakan menjadi bahan bakar pembangkit. Untuk melihat perbandingan antara efisiensi
untuk kebutuhan domestik dalam negeri. Tidak heran kebutuhan gas PT PLN tiap tahunnya sulit terpenuhi. Alhasil, PT PLN membakar BBM untuk menutupi kekurangan pasokan gas tersebut. Berdasarkan data PT PLN, kebutuhan bahan bakar gas untuk memasok pembangkit tahun 2009 dan 2010 masing-masing hanya terpenuhi 85% dan 80% saja. Artinya terjadi tren penurunan proporsi realisasi pasokan gas terhadap kebutuhan pembangkit. Meskipun volume delivery tahun 2010 mengalami peningkatkan dibandingkan tahun 2009.
penggunaan gas dan BBM terhadap biaya bahan bakar pembangkit PT PLN, Penulis
Upaya mitigasi Pemerintah dan DPR untuk
menyediakan beberapa skenario 3 harga beli
menambah pasokan gas bagi PT PLN dari
gas PT PLN yaitu USD3/MBTU untuk pembelian
ketiga lapangan gas tersebut memiliki
dari kontraktor gas, USD5/MBTU untuk
ketidakpastian untuk terpenuhi. Pengalaman
pembelian dari PGN dan USD12/MBTU harga
tahun 2010 menunjukkan bagaimana alokasi
ekspor gas dari lapangan Grissik ke Singapura
gas pembangkit Muaratawar berkurang
sebagai harga tertinggi. Dari perhitungan
sebanyak 50 MMSCF per hari karena
penulis terhadap ketiga harga beli gas
gangguan pasokan. Ketika pasokan gas bagi
tersebut, meskipun PT PLN membeli dengan
industri terganggu, maka alokasi bagi PLN
harga ekspor ke Singapura, efisiensi biaya
yang paling mudah untuk dikurangi
bahan bakar gas tetap lebih tinggi ketimbang
mengingat pengurangan pasokan gas bagi
BBM dengan harga saat ini.
industri terganggu, maka alokasi bagi PLN
Sumber : Berbagai Sumber Diolah, 2011
Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
29
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
yang paling mudah untuk dikurangi
Namun kekhawatiran seperti ini seharusnya
mengingat pengurangan pasokan gas
tidak muncul apabila standar ukuran efisiensi
kepada industri akan berdampak kepada
telah ditetapkan ketika penganggaran
turunnya produktivitas industri yang banyak
sekaligus berfungsi sebagai pengendalian
menyerap tenaga kerja. Oleh karena itu,
biaya subsidi. Apabila dalam dalam
sebagai bentuk manajemen risiko yang baik,
realisasinya manajemen PT PLN tidak berhasil
progress realisasi optimalisasi energi primer
mencapai standar efisiensi yang telah
baik tambahan pasokan dan penyelesaian
ditentukan tersebut, maka Pemerintah hanya
terminal gas harus terus dipantau oleh
membayar subsidi sesuai dengan standar
Pemerintah agar target mitigasi risiko dapat
efisiensi biaya yang ditentukan.
dicapai. Kita semua tidak ingin risiko fiskal
Untuk mendukung penentuan ukuran efisiensi PT
akibat tidak disetujuinya kenaikan TTL yang
PLN yang lebih terukur, PPRF sedang
pasti menambah subsidi sekitar Rp.12 triliun
mengembangkan kajian mengenai
ditutup dengan sesuatu yang tidak pasti.
penetapan ukuran efisiensi diantaranya standar
Tentunya hal ini bertentangan dengan prinsip-
penggunaan bahan bakar pembangkit, biaya
prinsip manajemen risiko yang baik dan
pemeliharaan pada jaringan transmisi dan
berlaku umum.
distribusi serta biaya administrasi.
Efisiensi Internal PT PLN Sementara itu, pihak PT PLN ditargetkan dapat melakukan efisiensi sekitar Rp2,6 triliun untuk menambil risiko fiskal di atas. Efisiensi internal tersebut diperoleh dari penghematan biaya pemeliharaan Rp0,8 triliun, biaya kepegawaian Rp0,3 triliun, biaya penyusutan Rp1 triliun dan biaya administrasi Rp0,5 triliun. Ukuran efisiensi internal PT PLN memang tidak dijelaskan secara gamblang dan seakan-akan terkesan hanya untuk menambal risiko fiskal saja.
Harga Energi Primer Faktor lainnya yang perlu dicermati oleh Pemerintah adalah risiko kenaikan harga energi primer. Sepanjang tahun 2011, harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan sekitar 30% dan harga batu bara di pasar internasional juga meningkat secara tajam sekitar 30% sebagai dampak bencana banjir di Australia. kenaikan harga kedua energi primer tersebut dan besarnya komposisi kedua bahan bakar dalam fuel mix PT PLN (total lebih dari 70%) memiliki pengaruh yang besar terhadap realisasi subsidi listrik. Namun apresiasi nilai tukar rupiah terhadap US Dollar di sisi lain memberikan efek positif terhadap risiko fiskal. Sampai bulan Maret 2011, posisi nilai tukar rupiah menguat sekitar Rp233/USD (3%) terhadap US Dollar bila dibandingkan akhir tahun 2010.
Penyelesaian Proyek TFP tahap 1 Salah satu asumsi yang digunakan dalam penyusunan proyeksi BPP listrik tahun 2011 adalah target Commercial Operation Date (COD) proyek FTP-1 yang diperkirakan akan terealisasi sebanyak 5.303 MW, diantaranya PLTU Indramayu (3 x 330 MW), PLTU Rembang
30
Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
(3 x 315 MW), PLTU Suralaya (660 MW), PLTU
pembangkit BBM untuk mengganti posisi PLTU
Paiton (620 MW), PLTU Teluk Naga (3 x 315 MW)
FTP-1 sebagai pemasok beban listrik dasar.
dan beberapa PLTU kecil di luar Pulau Jawa.
Pada akhirnya Pemerintah harus membayar
Rencana COD beberapa proyek pembangkit
subsidi yang jauh lebih besar.
tersebut sangat rentan mengalami keterlambatan dari target, sebagaimana juga terjadi pada tahun 2010. Sebagaimana diketahui progress penyelesaian proyek FTP-1 selama tahun 2010 meleset dari rencana awal yang berdampak pada konsumsi volume BBM meningkat lebih dari 1 juta kilo liter.
Mitigasi Risiko Agar langkah mitigasi risiko atas subsidi listrik tahun 2011 bisa berjalan dengan baik, maka Pemerintah harus menganut kepada prinsipprinsip dasar manajemen risiko. Salah satunya adalah tanggung jawab pengendalian risiko
Keterlambatan penyelesaian proyek FTP-1
diberikan kepada pihak yang paling bisa
akan mengakibatkan beban subsidi menjadi
mengendalikan risiko tersebut. Dalam contoh
membengkak karena untuk mengganti listrik
optimalisasi tambahan pasokan gas,
yang seharusnya dihasilkan dari pembangkit
Kementerian ESDM dan BP Migas harus
batu bara diganti dengan pembangkit BBM.
diberikan tanggung jawab untuk mengelola
Keseluruhan pembangkit FTP-1 dirancang
risiko tersebut dan melaporkan secara
menggunakan batu bara berkalori rendah
periodik progress delivery pasokan gas.
(3.900 - 4.200 kcal/kg) sehingga pembangkit
Demikian juga dengan penyelesaian proyek
yang memiliki biaya variabel paling rendah
FTP-1, risiko keterlambatan penyelesaian dari
diantara seluruh pembangkit thermal lainnya.
target RKAP 2011 adalah menjadi tanggung
Biaya variabel bahan bakar PLTU batu bara
jawab manajemen PT PLN.
FTP-1 (komponen C dalam struktur biaya pembangkitan) untuk per 1 KWh hanya
Kementerian Keuangan di satu sisi juga perlu
Rp220/Kwh. Sehingga dalam struktur
memantau faktor-faktor risiko di atas terutama
pembangkit, PLTU FTP-1 paling layak secara
yang memiliki eksposur yang paling besar
ekonomis untuk ditempatkan sebagai
seperti delivery tambahan pasokan gas,
pemasok beban dasar/base loader. Oleh
harga minyak, batu bara dan progress
karena itu, apabila target COD meleset dari
penyelesaian FTP-1. Untuk melengkapi analisis
rencana, maka bisa dibayangkan berapa
risiko subsidi listrik, berikut ditampilkan
tambahan biaya yang harus dikeluarkan dari
sensitivitas masing-masing faktor risiko.
NO
JENIS RISIKO
SENSITIVITAS
RISIKO FISKAL (KENAIKAN SUBSIDI)
1
Tidak terpenuhi 10%
Rp. 250 Milyar
Meleset 1 bulan
Rp. 575 Milyar
3 4
Delivery pasokan gas dari optimalisasi energi tidak sesuai target Keterlambatan Penyelesaian FSRU Jawa Barat Target COD FTP-1 Meleset Kenaikan Harga Minyak
Terlambat 100 MW bulan USD 10/barrel
Rp. 130 Milyar Rp. 2.577 Milyar
5
Kenaikan Harga Batu Bara
USD 10/ton
Rp. 3.404 Milyar
6
Depresiasi Nilai Tukar
Rp. 100/USD
Rp. 640 Milyar
2
Sumber : Kemenkeu, 2010
Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
31
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
Dalam Anggaran Pendapatan dan
meningkatnya potensi risiko fiskal. Ini yang
Belanja Negara Tahun 2011, lifting minyak
pertama. Penyebab meningkatnya potensi
diasumsikan sebesar 970 ribu barrel per day
risiko fiskal yang kedua adalah ketika angka
(bpd). Pertanyaannya adalah apakah target
realisasi lifting lebih kecil daripada yang
ini dapat tercapai mengingat pengalaman
ditargetkan dalam APBN. Dua potensi risiko fiskal
sebelumnya realisasi lifting minyak selama ini di
itulah yang menjadi inti bahasan dari tulisan ini.
bawah target yang telah ditetapkan.
Risiko fiskal
Berdasarkan analisis sensitivitas, apabila lifting
Dari Grafik di atas dapat diketahui
minyak kurang 10.000 bpd dari target, maka
bahwa terdapat trend yang makin menurun
akan menimbulkan risiko fiskal sekitar Rp3 triliun.
dalam hal penetapan target jumlah minyak yang dijual. Angka penurunan yang Target Lifting Minyak Dalam APBN 1.600
cukup signifikan terjadi antara tahun 2004 dan 2005. Pada APBN-P 2004 ditargetkan
1.500
1.400 1.075
ribu bpd
1.200
sebesar 1,5 juta bpd sedangkan pada 1.050 950
1.000
927
965
960
APBN-P Kedua 2005 hanya 1,075 juta bpd. Dengan demikian, terdapat gap sebesar
800 600
425 ribu bpd, suatu jumlah yang sangat
400
besar. Jumlah itu bisa menyebabkan
200
meningkatnya risiko fiskal sekitar 126 triliun 2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Sumber : Kemenkeu, 2010
32
rupiah. Dalam konteks ini, konsekuensinya
Oleh sebab itu, kecenderungan lifting
adalah diperlukan kerja keras dari instansi
minyak yang terus menurun dalam tujuh tahun
yang bertugas mengumpulkan pendapatan
terakhir (lihat Grafik) berakibat pada
negara (pajak dan PNBP) non migas untuk
Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
mengganti potential loss pendapatan sektor
realisasinya lebih kecil daripada yang telah
migas sebagai andalan APBN.
ditargetkan. Itu artinya hampir setiap tahun
Selanjutnya, pada kurun waktu tahun 2004 s.d. 2010, hal yang perlu dijadikan
(periode 2004 s.d. 2010) muncul risiko fiskal terkait lifting minyak, kecuali pada tahun 2008.
catatan di sini adalah ditetapkannya target
Selisih terbesar antara realisasi dengan
lifting minyak pada angka 927 ribu bpd pada
target lifting minyak terjadi pada tahun 2004
APBN-P 2008 (sebelumnya angka lifting
yaitu sebesar 463 ribu bpd (=1,5 juta minus
minyak pada APBN 2008 ditetapkan sebesar
1,037 juta). Berdasarkan analisis sensitivitas,
1.034 ribu bpd). Angka 927 ribu tersebut
jumlah sebesar itu menyebabkan potential
merupakan angka terendah sepanjang
loss APBN meningkat sekitar Rp138 triliun. Risiko
sejarah APBN.
fiskal terbesar kedua yang bersumber dari
Tentu saja hal ini cukup memprihatinkan
melesetnya angka realisasi lifting minyak
ditengah pernyataan optimis Menko
terjadi pada tahun 2006 dimana selisih antara
Perekonomian Hatta Rajasa bahwa perkiraan
angka realisasi dan targetnya mencapai 93
potensi produksi minyak mentah negara kita
ribu bpd (=1,05 juta minus 957 ribu). Tidak
masih sangat besar yaitu sekitar 9 s.d. 10 miliar
tercapainya target lifting minyak sebesar 93
bpd (Bisnis Indonesia, 12 April 2010). Oleh
ribu bpd akan meningkatkan risiko fiskal
karena itu, perlu dicarikan solusi segera terkait
sebesar Rp27 triliun lebih.
dengan rendahnya produksi minyak kita serta
Hanya pada tahun 2008 saja realisasi
bottle neck apa saja yang membuat iklim
produksi minyak lebih besar daripada yang
investasi sektor migas di Indonesia tampak
ditargetkan. Namun, yang perlu dicermati di
kurang menarik.
sini adalah target lifting minyak yang
Kemudian, terkait dengan potensi risiko
ditetapkan dalam APBN-P 2008 itu kelewat
fiskal yang kedua. Dari angka-angka target
rendah yakni 927 ribu bpd (sebelumnya,
APBN sebagaimana Grafik 1, lalu dibandingkan
dalam APBN 2008 ditargetkan sebesar 1,034
dengan angka realisasinya maka diperoleh
juta bpd yang berarti ada koreksi sebesar 107
angka-angka seperti yang dijelaskan pada
ribu bpd, suatu jumlah yang tidak sedikit).
Grafik 2. Dari Grafik 2 tersebut dapat diketahui
Untuk ke depannya, perencanaan lifting
bahwa ternyata sebagian besar angka
minyak seperti ini seharusnya dihindari agar
ribu bpd
Risko Fiskal Lifting Minyak 50 0 -50 -100 -150 -200 -250 -300 -350 -400 -450 -500
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Sumber : Kemenkeu, diolah
Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
33
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
Badan Pengatur Hulu Migas (BP Migas) dan
Pengelolaan migas yang transparan tentu
Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) bekerja
saja dapat menigkatkan public trust dan
lebih keras untuk mencapai produksi minyak
secara tidak langsung dapat mengarahkan
pada level produksi yang lebih wajar.
pengelolanya bekerja berbasiskan mitigasi
Peluang untuk itu sebenarnya sangat terbuka karena sejak diterbitkannya Undang
34
risiko fiskal. Kemudahan berinvestasi di sektor
undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak
migas perlu terus menerus didorong agar
dan Gas ternyata belum banyak investor
lifting minyak yang diharapkan bisa naik ke
yang masuk untuk menggarap potensi
level 1 juta bpd sebagaimana yang pernah
perminyakan di negara kita.
dinyatakan Menko Perekonomian benar-
Kita semua pasti berharap bahwa
benar terwujud. Kalaupun ada kendala teknis
potensi minyak di negeri ini dapat dikelola
seperti perpajakan, pelayanan birokrasi atau
dengan baik dan transparan sebagaimana
faktor lainnya, sudah saatnya harus dicarikan
tuntutan di era demokrasi seperti sekarang.
solusinya. There's a will, there's a way.
Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
URGENSI PENERAPAN ASURANSI GEMPA BUMI DI INDONESIA Oleh: Risyaf Fahreza, Windy Mitasari, Dian Mayasari, Okta Sarif, Marhaeni Tualay Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki kondisi geografis yang terletak pada pertemuan tiga lempeng aktif di dunia yaitu lempeng IndoAustralia di bagian selatan, lempeng Euro-Asia di bagian utara, dan lempeng pasifik di bagian timur. Kondisi geografis demikian menyebabkan wilayah Indonesia rawan terhadap bencana alam terutama gempa bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng aktif dunia tersebut atau biasa disebut dengan gempa.
Gambar di atas menunjukkan bahwa potensi gempa di Indonesia merupakan salah satu yang terbesar di dunia. Data 10 tahun terakhir menunjukkan bahwa di Indonesia selalu terjadi gempa yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, luka-luka, dan kerugian. Dalam mendukung program penanganan bencana alam, pemerintah telah memberikan alokasi dana sekitar empat triliun rupiah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, semakin seringnya bencana alam yang unpredictable seperti gempa bumi dan angin puyuh, disamping bencana yang predictable (banjir) membuat beban APBN dalam menangani bencana-bencana tersebut semakin berat. Oleh karena itu, diperlukan skema alternatif untuk bisa mengurangi atau membagi beban APBN dalam memitigasi dampak bencana secara finansial. Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
35
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
Dalam nota keuangan tahun 2011 disebutkan
harus meningkatkan jumlah pengeluaran
bahwa pemerintah perlu melakukan
untuk menanggulangi dampak gempa bumi
diversifikasi pembiayaan risiko yang salah
secara cepat dan tanggap. Potensi risiko fiskal
satunya adalah asuransi bencana.
dari kerugian akibat gempa bumi dan probabilitas terjadinya gempa bumi ini
Urgensi Mitigasi Risiko gempa
merupakan hal yang menjadi isu utama
Bencana alam khususnya gempa bumi
dalam menunjang kesinambungan fiskal. Jika
merupakan suatu kejadian yang sangat sulit
kondisi semacam ini terjadi sementara jumlah
diprediksi terkait potensi kejadian dan
penerimaan APBN tetap maka defisit
besarnya kerugian akibat dampak bencana.
anggaran akan meningkat dan berujung
Ketika suatu kejadian gempa bumi terjadi dan
pada ketidaksinambungan fiskal.
menimbulkan dampak yang sifatnya massive yang menelan korban jiwa, kerugian materiil
Studi/Skema Perbandingan Pembiayaan
masyarakat, dan rusaknya infrastruktur publik.
Gempa Bumi di Beberapa Negara
Aset pemerintah dan bangunan infrastruktur
Dalam penanggulangan bencana gempa
publik merupakan item yang harus di-cover
bumi, terdapat beberapa cara yang
oleh pemerintah. Jika pemerintah harus
dilakukan oleh negara-negara lain. Negara-
meng-cover kerugian tersebut maka
negara yang telah melakukan tindakan
jumlahnya akan sangat besar. Dana kontinjen dalam APBN 2011 yang dapat digunakan untuk meng-cover kerugian bencana pada keseluruhan jumlahnya hanya sebesar empat triliun rupiah. Padahal jika kita lihat kerugian aktual pada kejadian gempa seperti gempa Aceh pada tahun 2004 yang menghabiskan dana sebesar lima
preventif, dalam hal ini adalah asuransi untuk
triliun rupiah, jumlah ini tidak memadai. Potensi
menanggulangi risiko kerugian bencana
kerugian semacam ini dapat menjadi suatu
gempa bumi antara lain: Taiwan, Turki,
fiscal shock bagi APBN, di mana pemerintah
Meksiko, dan Jepang.
Uraian
Taiwan (TREIF)
Turki (TCIP)
Mexico (FONDEN)
Jepang (JER)
Tarif premi 0.85%o – 4.50%o (5 zona gempa bumi,3 jenis konstruksi and 2 kategori bangunan)
0.4%o – 5.0%o (berdasarkan 3 tipe konstruksi dan 5 zona gempa bumi)
Berdasarkan parameter trigger. (3 zona gempa, dengan kedalaman lebih dari atau sama dengan 200 km, dan 3 jenis (magnitude)
0.5%o – 3.55%o (berdasarkan 2 tipe konstruksi dan 4 zona gempa)Tarif dasar akan disesuaikan dengan tarif porongan mempertimbangkan umur dan klas bangunan.
Klaim
Hanya kerusakan total
Kerusakan ditanggung sampai nilai yang dipertanggungkan
Kerusakan ditanggung ketika parameter trigger Terpenuhi.
Kerusakan total, klaim dibayarkan 100 % Kerusakan sedang, klaim dibayar 50 % Kerusakan ringan, klaim dibayarkan 5 %
Jenis Skema
Indemnity Basis
Indemnity Basis
Parametric Method
Indemnity Basis
Sumber: Berbagai Sumber, diolah, 2011
36
Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
Perbandingan Skema Asuransi Parametric dengan Skema Indemnity Indemnity Basis Berdasarkan metode idemnity basis
lama untuk mendapatkan klaim karena harus pihak asuransi harus
mengidentifikasi
kerusakan akibat gempa pada tiap obyek. Pembayaran klaim tidak akan melebihi loss actual dari kerugian yang diderita obyek
pembayaran premi dihitung berdasarkan nilai
tertanggung. Namun loss coverage dari
obyek tertanggung dan zona dimana risiko
metode ini lebih sesuai dengan kerugian yang
berada. Pada gambar di bawah dapat dilihat
diderita.
bahwa Indonesia dibagi menjadi lima zona gempa, zona satu merupakan daerah yang
Parametric Insurance Method Metode
lebih aman terhadap gempa dengan suku
pembayaran
klaim
premi paling rendah dan zona lima
berdasarkan parameter pemicu terjadinya
merupakan zona yang paling rawan gempa
bencana alam gempa bumi. Pemicu (trigerrs)
dengan suku premi yang paling tinggi, seperti
ini dihitung berdasarkan tiga kriteria, yakni
yang dijabarkan pada tabel.
kedalaman pusat gempa dengan
Berdasarkan tabel zona gempa di atas,
permukaan laut, jarak pusat gempa dengan
pembayaran klaim dihitung secara
pemukiman, dan besarnya kekuatan gempa.
proporsional sesuai dengan bangunan obyek
Ketiga kriteria ini harus secara kumulatif
tertanggung. Klaim dibayarkan secara tunai
dipenuhi oleh obyek ketika mengajukan
dan tanpa dikenai potongan risiko sendiri
klaim.
(deductible expense). Dalam implementasi metode ini,
Melalui metode ini, klaim dapat dibayarkan lebih cepat karena kerugian yang
terdapat beberapa kesulitan antara lain,
diasuransikan sudah diukur diawal akad
dibutuhkan penghitungan nilai obyek
asuransi berdasarkan tiga kriteria. Benefit
pertanggungan yang lebih rinci karena luas
dalam mengimplementasikan metode ini
wilayah jaminan dengan karakter geografis
adalah insurer (obyek yang ditanggung) tidak
yang berbeda-beda dan diperlukan risk
perlu menghitung satu per satu nilai obyek
model yang tepat dan paling sesuai dengan
yang ditanggungkan. Penghitungan ini
kondisi suatu negara. Selanjutnya perlu waktu
dilakukan oleh lembaga independen. Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
37
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
Adapun parametrik trigerr yang digunakan oleh negara Meksiko dalam menentukan klaim pembayaran dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa trigerr digolongkan menjadi tiga zona yang memilki magnitude gempa berbeda-beda pada perbandingan kedalaman yang sama.
Sumber: MAIPARK, 2010
Parametric VS Indemnity Tabel dibawah ini membandingkan antara skema asuransi parametrik dengan skema asuransi tradisional indemnity. METODE
KARAKTERISTIK Administrasi
Lebih simple
Lebih rumit
Besar Premi
Sesuai dengan kesepakatan antara tertanggung dan penanggung
Sesuai dengan nilai aset yang dipertanggungkan dan rate zona gempa
Besar Klaim
Sesuai dengan parameter triger gempa: - Kedalaman - Jarak - Besaran gempa
Lebih obyektif sesuai dengan kerusakan obyek tanggungan
Metode Penghitungan Premi
Satu paket
Satu-persatu obyek tanggungan
Metode Penghitungan Klaim
Berdasarkan parameter yang tercapai
Satu-persatu kerusakan obyek tanggungan
Pencairan Klaim
Cepat
Lama
Negara yang Menerapkan
Meksiko dan Kepulauan Karibia
Jepang, Taiwan, dan Turki
Sumber: Berbagai sumber, diolah, 2011
38
INDEMNITY BASIS
PARAMETRIC METHOD
Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal
KILAS PERISTIWA
Seminar Urgensi Kenaikan Tarif Dasar Listrik Dalam Rangka Menjamin Kesinambungan Fiskal yang di selenggarakan oleh Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal, Badan Kebijakan Fiskal
Info Risiko Fiskal
Edisi I Maret 2011
39
IRF
INFO RISIKO FISKAL
Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal - Badan Kebijakan Fiskal