Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012 INVESTIGASI TINGKAT INOVASI USAHA PARA PENGUSAHA KERUPUK SANJAI BUKITTINGGI
Afifah Dosen Politeknik Negeri Padang Jurusan Administrasi Niaga email:
[email protected]
ABSTRACT Sanjai crackers are one of the specialties of Bukittinggi. Small and medium enterprises (SMEs) that produce food is pretty much, so that competition can not be avoided. To survive and thrive in these situations, attention to innovation is to be observed. This study aimed to explore the level of innovation effort crackers Sanjai Bukittinggi. The data collected will be analyzed primary and secondary. Primary data was collected through a questionnaire distributed to 52 respondents, interviews with relevant parties and make observations. Secondary data drawn from various relevant sources. Extracting a questionnaire containing information about the attempted innovation developed from research questionnaires Calantone, et al (2002) and Keskin (2006). Descriptive analysis showed that SMEs crackers Sanjai has to innovate in trying. Keywords: Sanjai crackers, Small and medium enterprises (SMEs), innovation
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kota Bukittinggi adalah salah kota tujuan wisata di Sumatera Barat, tercatat sekitar 358.875 wisatawan mengunjungi daerah ini di tahun 2011 (Antara, 8 Maret 2012). Daya tarik kota Bukittinggi terletak pada indahnya panorama alam, hasil kerajinan tangan masyarakat serta beraneka jenis penganan yang mengundang selera. Salah satu jenis penganan yang banyak dicari wisatawan adalah keripik/kerupuk. Di daerah Bukittinggi terdapat sejumlah usaha kecil menengah (UKM) yang memproduksi berbagai jenis kerupuk. Setiap tahunnya UKM kerupuk mengalami pertambahan jumlah unit usaha, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel Perkembangan Jumlah UKM Kerupuk Di Kota Bukittinggi. Dari sejumlah UKM kerupuk yang terdata oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bukittinggi sebahagian besar adalah UKM Kerupuk Sanjai, UKM yang memproduksi kerupuk dengan bahan dasar singkong. Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah UKM Kerupuk Di Kota Bukittinggi Periode Tahun 2007 – 2011 Tahun Jumlah Usaha Nilai Produk 2007 113 14.015.629 2008 131 15.168.089 2009 132 18.600.809 2010 155 23.074.679 2011 182 25.195.361 Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bukittinggi (2007 s/d 2011)
ISSN 1858–3717
90
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012 UKM Kerupuk Sanjai merupakan salah satu industri potensial di Bukittinggi. Wilayah penyebaran usahanya meliputi tiga kecamatan di Bukittinggi yaitu: Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh, Kecamatan Guguk Panjang dan Kecamatan Mandiangin Koto Selayan. Dari tiga kecamatan yang disebutkan, kecamatan Mandiangin Koto Selayan adalah kecamatan terbanyak memiliki UKM kerupuk Sanjai, (Disperindag, 2011). UKM kerupuk Sanjai mendapat perhatian besar tidak saja dari pemerintahan daerah Bukittinggi tetapi juga dari pemerintah pusat. Tahun 2010 Kementerian Koperasi dan UKM memilih UKM kerupuk Sanjai sebagai salah satu UKM yang mengikuti program one village one product (OVOP). Program OVOP adalah program pemerintah yang ditujukan untuk produk yang memiliki potensi pasar domestik maupun pasar ekspor. Produk tersebut juga sudah diusahakan secara turun-temurun oleh masyarakat dan menjadi bahagian kultur masyarakat setempat. Melalui program OVOP, Dirtjen UKM memberikan pembinaan pada pengusaha UKM berupa: pelatihan teknis produksi, perbaikan desain kemasan, bimbingan dan penerapan good manufacturing practices atau GMP, pendampingan tenaga ahli serta sertifikasi halal produk sentra, (Dirtjen IKM 2011). Program OVOP untuk UKM Kerupuk Sanjai yang telah terealisasi adalah pemberian bantuan alat-alat produksi seperti: alat penampung bahan baku, mesin pemotong ubi, alat pemasak cabai, pengaduk bumbu, blender, mesin molen dan alat packing/pengemasan, (observasi, April 2012). Program OVOP lain yang juga telah terwujud yaitu pembinaan kemasan kerupuk sesuai standar. Dimana kemasan yang terstandar mempunyai merek dagang, kode produksi, komposisi produksi serta label kesehatan, (bukittinggidisperindagkop.com Mei 2012). Bisnis UKM Kerupuk Sanjai berada pada kondisi persaingan yang semakin ketat. Hal ini ditandai dengan; (a) jumlah UKM yang setiap tahunnya mengalami pertambahan, (b) bertumbuhnya beberapa usaha kerupuk singkong di luar kota Bukittinggi dalam kawasan Sumatera Barat, (c) terdapat beberapa usaha kerupuk singkong di luar kota Bukittinggi dalam kawasan Sumatera Barat yang dikelola lebih professional sehingga menjadi tempat studi banding bagi daerah lain. Sebagai contoh Usaha Keripik Singkong Balado Christin Hakim di Padang yang menjadi Juara terbaik untuk kelompok UKM Pangan Award. Lebih lanjut, (d) UKM kerupuk sanjai juga menghadapi pesaing yang berasal dari luar Sumatera Barat dan berskala besar. Produk keripik singkong yang dihasilkan pesaing tersebut sudah dipasarkan diberbagai pasar modern seperti: supermarket dan hypermarket seluruh Indonesia. Dengan semakin kompleks dan tingginya persaingan yang dihadapi oleh UKM kerupuk sanjai membuat industri ini tidak dapat menggelak lagi dari tuntutan untuk melakukan inovasi. Perubahan atau inovasi yang dilakukan menjadi sangat penting untuk mengembangkan produk yang sesuai dengan harapan pelanggan serta menjadi sumber keunggulan dalam persaingan. Hal ini selaras dengan pendapat Tajeddinni dan Maatoofi (2011) bahwa inovasi merupakan keharusan bagi usaha komersial, inovasi tidak saja menangkap peluang baru tetapi juga untuk pengembangan produk yang dihasilkan dan mempertahankan keunggulan kompetitif. Oleh sebab itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengivestigasi sejauh mana inovasi sudah dilakukan oleh UKM Kerupuk Sanjai. Hasil investigasi tersebut menjadi salah satu pertimbangan penyusunan langkahlangkah pengembangan UKM kerupuk sanjai agar mampu menghadapi persaingan. Dengan demikian kesejahteraan pemilik UKM kerupuk akan meningkat serta UKM dapat menampung lebih banyak lagi tenaga kerja atau menjadi salah satu solusi mengatasi masalah pengangguran di Sumatera Barat, kota Bukittinggi khususnya. Batasan permasalahan penelitian ini terkait dengan objek penelitian. Pihak UKM kerupuk sanjai yang menjadi responden dibatasi hanyalah pengusaha kerupuk sanjai ISSN 1858–3717
91
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012 yang usahanya melakukan produksi. Penelitian ini relevan dengan kebijakan Pemerintah Indonesia untuk pemberdayaan industri kecil menengah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini juga relevan dengan kebijakan Pemerintah Kota Bukittinggi yang memprioritaskan usaha kerupuk sanjai sebagai produk program one village one product (OVOP). 1.2 LANDASAN TEORI 1.2.1 Inovasi (Inovation) Inovasi didefinisikan oleh banyak ahli diantaranya adalah: Thompson (1967) dalam Baker dan Singkula (2002) menyebutkan bahwa inovasi secara luas merupakan upaya menghasilkan, menerima dan mengimplementasikan ide-ide baru, proses, produk atau jasa. Definisi inovasi lain disampaikan oleh Hurley dan Hult (1998) dalam Verbess dan Meulenberg (2004), mereka mendefinisikan inovasi adalah gagasan tentang keterbukaan untuk ide-ide baru sebagai satu aspek dari budaya perusahaan. Definisi inovasi menurut Cooper (1984) dalam Espallardo dan Ballester (2009) adalah cara yang dilakukan untuk beradaptasi dengan lingkungan. Dari perbedaan pengertian inovasi yang disampaikan oleh para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa inovasi adalah salah satu cara beradaptasi atas perubahan lingkungan dengan terbuka atas ide-ide, proses atau teknologi yang baru. Inovasi tidak cukup hanya diciptakan tapi membutuhkan keberlanjutan pelaksanaannya, sehingga menjadi budaya bagi perusahaan. Keberlanjutan inovasi perlu untuk terus ditumbuhkembangkan karena lingkungan usaha terus berubah, persaingan tidak dapat dielakkan dan tuntutan perusahaan untuk bertahan dan keluar dari tekanan persaingan. Sejalan dengan itu, Coyne (2004) dalam Widi (2010). berpendapat bahwa perusahaan melakukan inovasi tidak saja ditujukan sebagai upaya menghadapi persaingan tetapi terdapat beberapa tujuan lain yang dapat dicapai oleh perusahaan. Tujuan inovasi lainnya menurut Coyne adalah: a) menurunkan tingkat biaya, b) meningkatkan efisiensi, c) menyampaikan kualitas yang baik pada harga yang sesuai, d) kemungkinan memperoleh profit dan pertumbuhan. 1.2.2 Klasifikasi Inovasi Inovasi sebagai upaya perusahaan untuk mencapai keunggulan bersaing dapat dilakukan diberbagai bidang. Inovasi dapat dilakukan di areal administrasi yang terkait dengan kegiatan administrasi serta manajemen perusahaan. Inovasi juga dapat dikaitkan dengan pembaharuan pada produk atau jasa yang dihasilkan serta bidang-bidang lainnya. Dengan luasnya bidang perusahaan yang dapat diinovasi, maka inovasi dapat diklasifikasikan berdasarkan areal yang mendapat pembaharuan dan tingkat pembaharuan yang dicapai selama proses adopsi. Penelitian yang dilakukan oleh Damapour (1991) mengklasifikasikan inovasi sebagai berikut: 1) administrative innovation, inovasi yang berhubungan dengan struktur organisasi dan proses administrasi. Inovasi yang secara tidak langsung berhubungan dengan aktivitas dasar pekerjaan dari sebuah organisasi dan berhubungan secara langsung dengan manajemen perusahaan; 2) technical innovation, inovasi yang berhubungan dengan teknologi produk, jasa, dan proses produksi; 3) product/service innovation, inovasi yang berkaitan dengan perkenalan produk atau jasa baru pada pengguna luar atau karena kebutuhan pasar; 4) process innovation yakni inovasi yang melingkupi perkenalan elemen baru pada sebuah produksi perusahaan atau operasi jasa, input bahan baku, spesifikasi tugas, pekerjaan, informasi serta peralatan yang digunakan untuk produksi sebuah produk atau membuat jasa pelayanan; 5) radical innovation merupakan nonroutine inovasi yang menunjukkan permulaan yang jelas dari sebuah pelaksanaan ISSN 1858–3717
92
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012 inovasi dan 6) incremental innovation, inovasi yang bersifat rutin, bervariasi dan instrumental. Radical innovation dan incremental innovation adalah klasifikasi inovasi dilihat dari tingkat perubahan yang dibuat perusahaan dalam pelaksanaan adopsi. 1.2.3 Pengukuran Tingkat Inovasi Tingkat inovasi UKM kerupuk sanjai diukur dengan 5 (lima) indikator, merujuk pada indikator pengukur yang digunakan oleh Calantone, et al (2002); Keskin (2006). Indikator pengukur tingkat inovasi adalah sebagai berikut: 1 Frekuensi perkenalan produk atau layanan baru UKM yang inovatif dapat dilihat dari frekuensi UKM memperkenalkan produk atau layanan baru ke pasar, semakin tinggi frekuensinya akan semakin tinggi tingkat inovasi UKM tersebut. 2 Ide-ide baru Keterbukaan untuk menerima atau menggali ide baru merupakan indikasi keinginan untuk berinovasi. 3 Cara baru untuk melakukan sesuatu, UKM yang inovatif akan selalu mencari cara baru dalam melakukan sesuatu, baik itu dari segi produksi, pemasaran atau pengelolaan usaha dan berbagai aspek lainnya. UKM tersebut berusaha menjadi berbeda dibandingkan pesaingnya. 4 Kreatifitas dalam metode operasi Kegiatan operasional disetiap UKM kerupuk sanjai pada dasarnya sama, tetapi kreatifitas dalam metode operasi menjadi nilai lebih dimata konsumen. Kreatifitas suatu UKM dalam beroperasi akan membawa UKM tersebut keluar dari keseragaman. Kreatifitas tersebut yang akan menjadi sisi menarik UKM dan kreatifitas merupakan salah satu langkah melahirkan sebuah inovasi. 5 Peningkatan perkenalan produk baru dalam 5 tahun terakhir. Perkenalan produk baru pada pasar sebaiknya dilakukan secara berkelanjutan. Setiap tahun sebaiknya UKM kerupuk Sanjai selalu memperkenalkan produk/layanan baru pada pasar. 2. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode survei dengan teknik analisis deskriptif yakni teknis menggambarkan dan menjelaskan variabel inovasi UKM Kerupuk Sanjai berdasarkan indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keinovasian usaha diambil dari konsep Calantone, et al (2002). Pada konsep ini inovasi yang dilakukan suatu usaha diukur dengan 5 (lima) indikator dari berbagai aspek. Data penelitian bersumber dari sumber primer dan sekunder. Sumber data primer adalah para pengusaha UKM Kerupuk Sanjai. Sedangkan sumber data sekunder berasal dari laporan perkembangan UKM Kerupuk Sanjai yang dibuat oleh Disperindag Kota Bukittinggi, berbagai buku dan karya ilmiah yang dipublikasikan secara elektronik maupun non elektronik. Data primer yang diambil dari pengusaha UKM Kerupuk Sanjai meliputi data: profil pengusaha kerupuk, profil usaha kerupuk, tanggapan pelaku usaha kerupuk terhadap variabel penelitian, informasi produk kerupuk yang dihasilkan, perkembangan usaha kerupuk dan informasi bagaimana pengusaha UKM kerupuk menjalankan usahanya serta menghadapi persaingan. Data sekunder yang didapat dari Disperindag Kota Bukittinggi meliputi: data jumlah tenaga kerja dan jumlah unit usaha UKM Kerupuk Sanjai. Data sekunder yang berasal dari buku dan artikel ilmiah adalah: data tentang perkembangan usaha dan peta wilayah penyebaran UKM kerupuk Sanjai. ISSN 1858–3717
93
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012 Teknik pengumpulan data penelitian baik yang bersifat primer maupun sekunder memiliki perbedaan. Data penelitian bersifat sekunder dikumpulkan dari data-data yang telah dimiliki oleh instansi dan membaca artikel ilmiah atau buku yang dipublikasi secara elektronik maupun non elektronik. Pengumpulan data primer pada penelitian ini menggunakan 3 (tiga) teknik yaitu: observasi, wawancara dan kuesioner. Kegiatan observasi sebagai teknik pertama dibagi atas dua yaitu: observasi awal dan observasi lanjutan. Observasi awal dilakukan dengan tujuan untuk mengali fenomena awal penelitian. Objek observasi adalah produk kerupuk Sanjai yang dihasilkan dan bagaimana pengusaha kerupuk menjalankan usaha. Observasi lanjutan dilakukan pada saat penyebaran kuesioner penelitian untuk mendokumentasikan: a) tahapan proses pembuatan kerupuk sanjai, b) bahan baku dan peralatan yang digunakan dalam produksi kerupuk sanjai. Teknik kedua melakukan wawancara, kegiatan wawancara dilakukan secara tidak terstruktur dengan beberapa pihak yaitu: pengusaha kerupuk dan pihak yang terkait dalam penanganan UKM kerupuk di Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Wawancara bertujuan untuk memperkuat argumentasi tentang inovasi. Teknik ketiga penyebaran kuesioner, dilakukan dengan memberikan sejumlah pernyataan tertulis pada pengusaha UKM kerupuk untuk mengetahui persepsi pengusaha terhadap variabel inovasi. Kuesioner penelitian disusun dalam 3 (tiga) kelompok yaitu : 1. Kelompok pertama (poin A) berisi butir pertanyaan yang bersifat tertutup ditujukan untuk mengungkap profil dari pengusaha UKM kerupuk. Pertanyaan pada poin A ini meliputi: umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan status. 2. Kelompok kedua (poin B) berisi butir pertanyaan yang bersifat tertutup ditujukan untuk mengungkap profil UKM kerupuk. Pertanyaan pada poin B ini meliputi: jumlah karyawan, lamanya menjalankan usaha, izin usaha yang dimiliki. 3. Kelompok ketiga (poin C) berisi butir pernyataan positif maupun negatif yang ditujukan untuk menggali tanggapan responden tentang variabel inovasi UKM kerupuk Sanjai. Teknik penyebaran kuesioner diawali dengan meminta kesediaan responden untuk mengisinya. Apabila responden bersedia, dilanjutkan dengan proses pengisian kuesioner dengan terlebih dahulu memberikan petunjuk singkat atau meminta responden untuk membaca petunjuk pengisian yang sudah tertera di lembar kuesioner. Proses pengisian kuesioner dapat dipandu (apabila responden meminta) atau dilakukan secara mandiri oleh responden. Waktu penyebaran kuesioner disesuaikan dengan waktu senggang dari responden dengan tujuan tidak mengganggu kegiatan usaha mereka. Kuesioner sebagai alat pengumpul data primer sebelum disebarkan terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitas instrumentnya. Uji validitas ditujukan untuk mengetahui sejauh mana instrumen penelitian dapat mengukur sasaran yang ingin diukur. Pengujian validitas instrument pada penelitian ini menggunakan teknik korelasi Pearson’s Produk Moment. Teknik pengujian validitas Pearson’s Produk Moment menghasilkan uji yang lebih baik dan paling sering digunakan pada berbagai penelitian sosial. Hal ini sesuai dengan pendapat Sekaran (2006) yang menyatakan bahwa disarankan menggunakan ukuran yang memiliki keandalan dan validitas yang lebih baik serta sering digunakan. Standar suatu instrumen dapat dikatakan valid belum diketahui ketetapannya akan tetapi secara umum koefisien korelasi minimal untuk instrument yang terkategori valid bernilai ≥ 0.3, Masrun (1979 dalam Sugiono 2003) dan Barker, Pistrang dan Elliot (2002). Pada penelitian ini batasan validitas minimal menggunakan nilai koefisien korelasi ≥ 0.3. Instrument penelitian juga diuji reliabilitasnya, pengujian ini berkenaan dengan stabilitas, equivalence dan internal consistency. Uji reliabilitas instrumen penelitian ini menggunakan Alpha Croanbach’s. Metode uji ini bertujuan ISSN 1858–3717
94
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012 untuk menguji reabilitas internal konsistensi dari instrumen. Pemilihan metode ini disebabkan data yang akan diuji berskala interval dan sesuai dengan pendapat Sekaran (2006) bahwa uji konsistensi antar-item yang paling popular dalam berbagai kasus penelitian serta memiliki keandalan adalah Alpha Croanbach’s. Guilford, (dalam Maman, Sambas dan Ating 2011) berpendapat bahwa instrumen yang dikategorikan handal adalah instrumen yang memiliki koefisien alpha (α) bernilai ≥ 0.5. Penelitian ini juga menggunakan standar minimal kehandalan yang sama yakni ≥ 0.5. Hasil pengujian validitas dan reabilitas, kuesioner yang digunakan dinilai valid dengan nilai minimal 0.372 dan kuesioner juga reliabel dengan nilai 0.794. Jumlah sampel penelitian ditentukan oleh batas minimum jumlah sampel yang harus terpenuhi dan kebutuhan alat analisis yang digunakan. Jumlah sampel minimum dihitung dengan menggunakan rumus Yamane dengan tingkat 10 %. Tingkat presisi 1% sampai dengan 10% tergolong tinggi untuk kuesioner yang menggunakan 5 (lima) skala pengukuran, Cooper dan Schinder (2006). Hasil perhitungan menggunakan rumus Yamane, minimal jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 48 sampel. Untuk mendapatkan hasil analisis yang lebih baik dan representatif terhadap populasi digunakan sampel sebanyak 52 sampel. Berikut rumus Yamane yang digunakan: =
ଶ + 1
dimana: n = Jumlah minimal sampel N= Ukuran populasi d = presisi yang digunakan (10%) 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Karakteristik Pengusaha Kerupuk Sanjai Karakteristik objek penelitian dijelaskan dengan 3 (tiga) kelompok karakteristik umum yaitu: karakteristik pengusaha, karakteristik usaha dan gambaran tentang produk kerupuk sanjai itu sendiri. Karakteristik pengusaha kerupuk sanjai dapat dilihat dari beberapa unsur demografi seperti: jenis kelamin, umur, pendidikan dan status pernikahan. Berdasarkan jenis kelamin, usaha kerupuk sanjai digeluti oleh semua gender (wanita dan pria). Jenis kelamin tidak menjadi faktor pembeda untuk berusaha kerupuk sanjai, walaupun usaha penganan ini dekat dengan aktivitas memasak yang biasanya banyak diminati wanita. Dari segi umur, umumnya pengusaha kerupuk sanjai mempunyai umur antara 36-51 tahun. Individu yang berada direntang usia tersebut mempunyai kemauan untuk mencapai kemapanan baik dari pekerjaan maupun bidang lainnya. Pendidikan terakhir pengusaha banyak ditingkat SMA/SMK dan mereka umumnya sudah menikah. 3.2 Karakteristik Usaha Karakteristik usaha kerupuk sanjai dapat digambarkan dari beberapa unsur yakni: jumlah tenaga kerja yang digunakan, perizinan usaha dan lamanya menjalankan usaha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja yang umum digunakan oleh UKM kerupuk sanjai antara 1-4 orang. Usaha ini sudah banyak yang mempunyai izin usaha, terbukti dari 52 usaha yang menjadi responden sebanyak 37 usaha sudah memiliki izin usaha. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran pengusaha kerupuk sanjai ISSN 1858–3717
95
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012 akan aturan hukum sudah tinggi. Bentuk perizinan lain yang dipunyai pengusaha kerupuk sanjai berupa: sertifikat halal dan sertifikat kesehatan makanan dari Dinas Kesehatan. Dari hasil investigasi juga diketahui usaha kerupuk sanjai didominasi oleh usaha yang sudah berjalan lebih dari 6 tahun, disusul dengan lama usaha 1-3 tahun dan 4-6 tahun. Dari data tersebut dapat disimpulkan usaha kerupuk sanjai merupakan usaha yang mampu bertahan dari berbagai tantangan usaha dan banyak juga usaha baru yang tertarik mencoba masuk dalam bisnis ini. 3.3 Gambaran Produk Kerupuk Sanjai Kerupuk sanjai merupakan kerupuk khas Bukittinggi yang terbuat dari umbi ketela pohon (singkong). Pada awalnya kerupuk sanjai diproduksi oleh para ibu rumah tangga untuk konsumsi keluarga. Kerupuk ini banyak diproduksi di Nagari Sanjai yang terletak di kelurahan Manggis Ganting Kecamatan Mandiangin Koto Selayan. Saat ini kerupuk sanjai tidak saja diproduksi untuk konsumsi keluarga tetapi sudah berkembang menjadi suatu usaha komersial. Kerupuk sanjai dibuat dan dijual untuk memenuhi kebutuhan konsumen kerupuk sanjai di Bukittinggi, dijual pada wisatawan yang datang berkunjung ke Bukittinggi dan dikirim ke luar daerah Bukittinggi. Dengan semakin luasnya pasar kerupuk sanjai maka kebutuhan bahan mentah singkong pun semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sebahagian besar lahan pertanian yang berada di sekitar Kota Bukittinggi ditanami singkong. Gadut sebagai daerah yang berdekatan dengan kota Bukittinggi menjadi salah satu contoh daerah penyupai bahan mentah singkong untuk produksi kerupuk sanjai, (Disperindag 2011). Singkong dari daerah ini mempunyai kualitas yang baik. Hal ini dapat disebabkan oleh kualitas tanah pertanian yang baik dan udara yang mendukung hasil pertanian. Selain itu transportasi dari daerah-daerah penyuplai bahan mentah singkong ke tempat usaha kerupuk sanjai juga tersedia dan tidak berbiaya tinggi. Pengusaha kerupuk sanjai sebahagian sudah bergabung dengan Assosiasi Pengusaha Kerupuk Sanjai. Anggota assosiasi yang tergolong anggota aktif berjumlah 20 orang, (Diskoperindag 2011). Anggota aktif tersebut diantaranya adalah: Sanjai Nina, Kerupuk Sanjai Ummi Family, Tungku Karupuak Sanjai Uni Nini, Sanjai Amak haji, Sanjai Nel dan Sanjai Ni Yus. Para anggota aktif ini sudah mendapat bantuan alat produksi dan juga mendapat pelatihan peningkatan kualitas produksi. Hasil wawancara dengan salah satu pengusaha di awal bulan September 2012, diketahui bahwa mereka mendapat pelatihan peningkatan mutu produksi kerupuk dan pengemasan produk. Untuk memenuhi kebutuhan konsumen, Kerupuk sanjai diproduksi dengan beberapa jenis rasa. Kerupuk Sanjai Tawar, merupakan jenis kerupuk sanjai dengan rasa original umbi ketela pohon yang digoreng. Dengan kata lain kerupuk ini belum diberi campuran rasa yang lain. Kerupuk dengan jenis rasa ini paling laku dipasaran dan paling banyak diproduksi. Sedikitnya 1.500 kg Kerupuk Sanjai Tawar diproduksi per bulannya, (Disperindag 2011). Kerupuk sanjai jenis rasa lainnya seperti: Sanjai Manih, Sanjai Balado, Sanjai Lidi, Sanjai Katam dan Sanjai Bumbu Barbeque. Kerupuk sanjai rasa terakhir adalah rasa kerupuk sanjai terbaru yang dikembangkan. Hasil observasi bulan September 2012 di salah satu pengusaha kerupuk sanjai menunjukkan bahwa proses pembuatan kerupuk sanjai terdiri atas beberapa tahapan. Tahap pertama adalah pengupasan singkong, proses ini masih dilakukan secara manual dengan alat utama pisau. Proses pengupasan ini menjadi bahagian proses yang mendapat perhatian khusus. Apabila terjadi kesalahan pada saat pengelupasan singkong akan mempengaruhi kualitas akhir produk singkong. Singkong yang telah dikupas, dicuci sampai bersih. Tahap kedua, tahap pemotongan Singkong. Proses pemotongan dilakukan biasanya dengan pisau, ketam dan mesin potong. Mesin pemotong dan ketam lebih banyak ISSN 1858–3717
96
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012 digunakan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik serta lebih mudah dalam mengerjakannya. Tahap ketiga, pemasakan atau penggorengan. Proses penggorengan biasanya ditangani pekerja yang sudah berpengalaman. Pekerja yang menggoreng harus tahu seberapa besar api yang tepat dipergunakan untuk menggoreng bagus karena akan mempengaruhi kematangan kerupuk. Tahap keempat, tahap terakhir proses pembuatan kerupuk sanjai adalah pemberian rasa. Pada tahap inilah tercipta kerupuk sanjai dengan berbagai rasa. Kerupuk sanjai dijual dengan dua pola penjualan yakni: a) Pengusaha kerupuk sanjai langsung menjual pada konsumen akhir. Pada pola ini pengusaha mempunyai dapur produksi kerupuk dan tempat menjual produk berupa toko atau outlet sendiri. Lokasi usaha yang strategis dan mudah disinggahi konsumen merupakan syarat utama yang harus dipenuhi agar penjualan kerupuk berjalan dengan baik. b) Pengusaha kerupuk sanjai menjual melalui pedagang perantara. Pola ini merupakan pola penjualan kerupuk sanjai dengan memanfaatkan pedagang perantara. Pengusaha kerupuk sanjai berkonsentrasi memproduksi kerupuk dan menjualnya pada pedagang lain dalam partai besar. Pedagang perantaralah yang menjualnya pada konsumen akhir. Pola ini sering menimbulkan masalah terutama masalah keterlambatan pembayaran oleh pedagang perantara pada pengusaha kerupuk sanjai, hal ini menganggu kegiatan produksi kerupuk. 3.4 Tingkat Inovasi Usaha Kerupuk Sanjai Tingkat inovasi pada UKM kerupuk sanjai digali dengan menggunakan kuesioner. Rancangan kuesioner didasarkan pada konsep teori inovasi. Indikator kuesioner meliputi: 1) Seringnya menjadi usaha pertama memperkenalkan produk dan layanan baru ke pasar, 2) Seringnya mencoba ide-ide baru, 3) Upaya menggunakan cara baru, 4) Usaha kreatif dalam metode operasi dan 5) Peningkatan perkenalan produk baru dalam 5 tahun terakhir. Indikator-indikator ini sebelumya sudah digunakan oleh Calantone dalam penelitiannya. Setiap indikator akan dikembangkan menjadi beberapa pernyataan. Seringnya menjadi usaha pertama memperkenalkan produk dan layanan baru ke pasar, merupakan indikator pengukur tingkat inovasi pertama. Indikator ini ditanyakan melalui dua item pernyataan yakni: seringnya usaha menjadi usaha pertama yang memproduksi kerupuk sanjai dengan rasa baru dan seringnya memperkenalkan model potongan terbaru kerupuk. Dari kedua item pernyataan tersebut responden menjawab 46.2% cukup setuju untuk pernyataan pertama dan 50% responden menjawab cukup sering untuk pernyataan kedua. Dapat disimpulkan bahwa memproduksi kerupuk sanjai dengan rasa baru dan memperkenalkan model potongan terbaru cukup sering dilakukan oleh para pengusaha kerupuk sanjai. Dari segi rasa kerupuk, pada awalnya kerupuk tawar (tanpa rasa) seiring dengan permintaan konsumen dan berkembangnya inovasi makanan ringan mulai dikembangkan kerupuk dengan berbagai rasa seperti: rasa pedas, rasa pedas manis dan berbumbu barbeque. Untuk bumbu barbeque terinspirasi dari makanan ringan modern buatan pabrikan. Tingkat penjualan untuk rasa ini memang belum setinggi kerupuk sanjai rasa lainnya. Model potongan kerupuk juga makin bervariasi seperti: persegi memanjang, bulat atau dipotong seperti lidi kecil. Umumnya konsumen menyukai bulat dan persegi memanjang, untuk potongan lidi kecil biasanya dikonsumsi oleh konsumen yang akan mengadakan pesta. Kerupuk dengan model potongan ini boleh dikatakan wajib ada disetiap hidangan pesta. Tiga model potongan ini juga bervariasi dari segi ketebalan dan ukuran. Indikator kedua adalah seringnya usaha kerupuk sanjai mencoba ide-ide baru. Indikator ini digali dengan 2 (dua) pernyataan. Pernyataan pertama mengungkap
ISSN 1858–3717
97
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012 kemauan usaha kerupuk sanjai mencoba setiap pembaharuan dalam memproduksi kerupuk sanjai. Hasil penelitian menunjukkan 51.9 % responden menyatakan setuju. Artinya responden mau mencoba setiap pembaharuan dalam memproduksi kerupuk sanjai. Pernyataan kedua mengungkap upaya mencari tahu perkembangan terbaru dalam usaha kerupuk. Hasil penelitian memperlihatkan 59.6% responden selalu berusaha mencari tahu perkembangan terbaru dalam usaha kerupuk sanjai. Dari dua pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa responden terbuka terhadap pembaharuan dan selalu mengikuti perkembangan terbaru. Hal ini terlihat dari keinginan konsumen untuk membuat kerupuk sanjai dengan rasa yang lebih modern (bumbu barbeque). UKM kerupuk sanjai juga melakukan pembaharuan dari segi kemasan, mereka mulai menggunakan kemasan plastik yang terbaik, menempatkan merek dan beberapa UKM sudah menggunakan dus yang juga mempunyai merek sama dengan kemasan kerupuk. Indikator ketiga mengukur tingkat inovasi adalah upaya menggunakan cara baru dalam berusaha. Indikator ini digali dengan mempertanyakan keinginan responden untuk belajar pada usaha kerupuk yang sudah sukses. Dari usaha tersebut dapat dipelajari berbagai hal baru dan baik untuk menjalankan usaha. Untuk pernyatan ini 38.5% responden menjawab sangat setuju, responden sangat antusias belajar dari usaha yang sudah sukses. Responden berharap melalui kegiatan tersebut ada perbaikkan bagi usaha mereka. Pengusaha kerupuk sanjai mau belajar dengan UKM daerah lain yang tidak memproduksi makanan jenis sama tetapi tetap di lini makanan ringan. Pembelajaran yang diambil seperti: pengelolaan usaha, cara produksi yang baik termasuk cara memasarkan yang tepat sasaran. Indikator keempat adalah usaha kreatif dalam metode operasi. Kreatifitas responden digali dari segi penggunaan mesin yang berteknologi dan pelayanan antar alamat bagi konsumen. Dari dua usaha kreatif tersebut responden pada umumnya menjawab cukup setuju. 59.6% responden menjawab cukup setuju apabila kegiatan produksi kerupuk sanjai mereka menggunakan mesin berteknologi. 32.7% responden menjawab cukup setuju memberikan pelayanan antar alamat bagi konsumen yang membeli kerupuk dalam jumlah banyak. UKM kerupuk Sanjai sudah terbuka dengan penggunaan mesin berteknologi dalam proses produksi karena dapat meringankan dan meningkatkan kualitas produksi. Mesin berteknologi yang digunakan seperti: mesin pemotong yang menjaga ketebalan hasil potongan sama dan mempercepat proses kerja, mesin blender bumbu, alat penggorengan yang sudah lebih modern. Awalnya penggorengan kerupuk mengandalkan kayu, sekarang ini sudah mulai menggunakan gas. Akan tetapi beberapa UKM masih bertahan menggunakan kayu dengan alasan hasil gorengan lebih enak dibandingkan menggunakan gas. Untuk kestabilan api kayu digunakan blower atau alat tiup yang dapat diatur kekencangan tiupannya. Indikator kelima, peningkatan perkenalan produk baru dalam 5 (lima) tahun terakhir. Perkenalan produk baru meliputi: menghasilkan produk sanjai yang baru dan memberikan berbagai bentuk pelayanan baru pada konsumen. Hasil penelitian menunjukkan, 40.4% responden menjawab setuju bahwa usaha mereka dalam 5 (lima) tahun terakhir sudah banyak memperkenalkan pembaharuan dari segi produk. 51.92% responden memberikan jawaban bahwa berbagai bentuk pelayanan baru dalam 5 (lima) terakhir sudah banyak dilakukan. Pembaharuan yang dilakukan dalam lima tahun terakhir dari segi keanekaan rasa, cara penjualan yang mulai memanfaatkan fasilitas internet, kemasan berkualitas baik dan proses produksi yang berteknologi. Dari kelima indikator pengukur inovasi usaha kerupuk sanjai dapat disimpulkan bahwa usaha ini sudah melakukan inovasi dalam menjalankan usaha. Terbukti dari jawaban responden yang berkisar antara setuju sampai cukup setuju mempunyai ISSN 1858–3717
98
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012 persentase lebih besar daripada jawaban tidak setuju atau kurang setuju. Persentase jawaban untuk semua pernyataan dapat dilihat pada gambar 3.1. __________________________________________________________________ Indikator 5 0
Indikator 3
52
40,4
32,7
59,6 38,5
60
52 46 50
Indikator 1 0
10
20 Pernyataan 2
30
40
50
60
70
Pernyataan 1
Sumber: Olahan data penelitian, 2012 ________________________________________________________________________________________
Gambar 3.1 Grafik Persentase Jawaban Responden Untuk Variabel Tingkat Inovasi 4. SIMPULAN DAN SARAN Untuk variabel inovasi, UKM kerupuk sanjai sudah melakukan inovasi dalam menjalankan usahanya. Dapat dilihat dari lima indikator yang dijadikan sebagai indikator pengukur tingkat inovasi, responden menjawab setuju dan cukup setuju. Jawaban cukup setuju ditujukan untuk indikator: seringnya menjadi usaha pertama memperkenalkan produk dan layanan baru ke pasar dan usaha kreatif dalam metode operasi. Jawaban setuju diberikan untuk indikator: seringnya mencoba ide-ide baru, upaya menggunakan cara baru, dan peningkatan perkenalan produk baru dalam 5 tahun terakhir. Untuk pengembangan penelitian disarankan agar penelitian selanjunya menggali variabel-variabel lain yang mempengaruhi inovasi UKM kerupuk sanjai. Variabel lain yang dapat diteliti berasal dari: faktor market stakeholder (seperti: tenaga kerja dan supplier bahan baku), sedangkan dari faktor non market stakeholder adalah variabel pemerintah dan lingkungan DAFTAR PUSTAKA Baker, W.E. & Sinkula, J.M. 2009. The Complementary Effects of Market Orientation and Entrepreneurial Orientation on Profitability in Small Businesses. Journal of Small Business Management. 47:443-464. Baker, C., Nancy, P., & Robert, E., 2002. Research Method in Clinical Psychology. 2nd edition. England: John Willey & Sons. Calantone, R. J. Cavusgil, S.T. Zhao, Y. 2002. Learning Orientation Firm Innovation Capability And Firm Performance. Industrial Marketing Management, Volume 31, Issue 6, September 2002, Pages 515-524 Cooper, Donald R. Schindler, Pamela S. 2008. Business Research Method. McGraw-Hill Tenth Edition. Damanpour, Fariborz. 1991. Organizational Innovation: A Meta-Analysis of Effects of Determinants and Moderators. The Academy of Management Journal.Vol. 34, No. 3 (Sep., 1991), pp. 555-590 Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bukittinggi. Perkembangan UKM Kota Bukittinggi Tahun 2007. Laporan. ISSN 1858–3717
99
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012 Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bukittinggi. Perkembangan UKM Kota Bukittinggi Tahun 2008 Laporan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bukittinggi. Perkembangan UKM Kota Bukittinggi Tahun 2009. Laporan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bukittinggi. Perkembangan UKM Kota Bukittinggi Tahun 2010. Laporan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bukittinggi. Perkembangan UKM Kota Bukittinggi Tahun 2011. Laporan Espallardo dan Ballester. 2009. Product Innovation In Small Manufacturers, Market Orientation And The Industry's Five Competitive Forces: Empirical Evidence From Spain. European Journal of Innovation Management, Vol. 12 Iss: 4, pp.470 – 491 Keskin, H. 2006. Market Orientation Learning Orientation and Innovation Capabilities in SMEs An Extended Model. European Journal of Innovation Management. 9:396-417. Maatoofi, A.R., Tajeddini, K. 2011. Effect of Market Orientation and Entrepreneurial Orientation on Innovation Evidence from Auto Parts Manufacturing in Iran. Journal of Management Research. 11:20-30 Maman, Abdurahman. Sambas, A.M. Ating, Somantri.2011. Dasar-Dasar Metode Statistika Untuk Penelitian. Pustaka Setia. Bandung. Sekaran, U. 2006. Research Methods For Business. Edisi 4. Jakarta:Salemba Empat. Sugiono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. ALFABETA Bandung Verbess, F. J.H.M. Meulenberg, Matthew T.G. 2004. Market Orientation, Innovativeness, Product Innovation and Performance in Small Firms. Journal of Small Business Management.42:134-154 Widi D. R., 2010, Pentingnya Strategi Inovasi Untuk Meningkatkan Keunggulan Bersaing, Jurnal Ilmiah Bisnis dan Ekonomi Asia, Vol 4 No 2 Juni 2010 Antara, 8 Maret 2012, Bukittinggi Dikunjungi 358.875 Wisatawan Selama 2011,
Diakses 6 April 2012 Jam 20.10 Anonimus, 2011, Kinerja Industri Agro Tahun 2010 Dan Program Kerja Tahun Anggaran 2011 Terkait Dengan Program Pengembangan Enam Kelompok Industri Prioritas, Disampaikan Pada Rapat Kerja Kementerian Perindustrian RI tanggal 28 Februari – 1 Maret 2011, Laporan ________, 2011, Ditjen IKM Departemen Perindustrian Gelar Kegiatan Di Bukittinggi, Diakses 29 Februari 2012, Jam 13.00
ISSN 1858–3717
100