INVENTARISASI EMISI BLACK CARBON, PREKURSOR OZON (CO, NOx, SPESI VOC) DAN PENENTUAN OZONE FORMATION POTENTIAL (STUDI KASUS : BANDUNG RAYA) EMISSION INVENTORY OF BLACK CARBON, OZONE PRECURSORS (CO, NOx, VOC SPESIES) AND QUANTIFYING OF OZONE FORMATION POTENTIAL (STUDY CASE : BANDUNG RAYA) 1
Novita Ambarsari, 2Puji Lestari, dan 3Asep Sofyan
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jl Ganesha 10 Bandung 40132 Email :
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak: Pencemaran udara diketahui berkaitan erat dengan perubahan iklim akibat perubahan komposisi gasgas di atmosfer terutama gas rumah kaca yang berperan dalam menyerap dan memancarkan energi radiasi. Selain GRK terutama CO2 yang memiliki waktu hidup yang panjang di atmosfer (Long Lived Greenhouse Gases) terdapat climate forcers yang memiliki waktu hidup singkat di atmosfer dan berperan dalam menyebabkan polusi udara dan terganggunya kehidupan manusia yang disebut sebagai Short Lived Climate Forcers (SLCFs). SLCFs yang utama adalah metana, ozon troposfer dan black carbon, ketiganya diketahui memiliki waktu hidup yang singkat di atmosfer tetapi berdampak buruk pada kesehatan manusia, pertanian dan ekosistem, dan reduksi ketiganya di atmosfer akan membatasi kecepatan peningkatan temperatur global selama dua hingga empat dekade yang akan datang. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan inventarisasi emisi prekursor ozon meliputi CO, NOx, dan VOC, serta Black Carbon sebagai SLCFs yang dominan dari beberapa sektor yaitu rumah tangga, industri, dan transportasi di wilayah Kota Bandung dan sekelilingnya menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG). Hasil penelitian menunjukkan sektor dominan yang berkontribusi pada emisi pencemar tersebut di Kota Bandung adalah sektor transportasi, rumah tangga, dan industri. Begitu juga di wilayah Kabupaten Bandung. Berdasarkan analisis spasial dengan GIS diketahui bahwa wilayah Kota Bandung bagian selatan merupakan penghasil emisi terbesar, sedangkan di Bandung Raya yang menghasilkan emisi terbesar adalah Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Subang, dan Kabupaten Purwakarta. Berdasarkan perhitungan OFP diketahui bahwa potensi pembentukan ozon terjadi di Kota Bandung akibat emisi pencemar yang tinggi terutama VOC. Kata kunci: inventarisasi emisi, prekursor ozon, black carbon, OFP. Abstract : Air pollution is known is closely related to climate change due to changes in the composition of gases in the atmosphere, especially the role of greenhouse gases absorb and emit radiation energy. In addition to greenhouse gases, especially CO2 which has a long life time in the atmosphere (Long Lived Greenhouse Gases, another climate forcers which has a short lifetime in the atmosphere and play a role in causing air pollution and disruption of human life which is referred to as Short Lived Climate Forcers (SLCFs). SLCFs main thing is methane, tropospheric ozone and black carbon, all three are known to have a short life span in the atmosphere but have a negative impact on human health, agriculture and ecosystems, and the third reduction in the atmosphere will limit the rate of increase in global temperature for two to four decades to come. This study aims to conduct an inventory of ozone precursor emissions include CO, NOx, and VOC, and Black Carbon as the dominant SLCFs from some sectors of the domestic, industrial, and transportation in Bandung City and the surrounding areas using Geographic Information Systems (GIS). The results showed that the dominant sector contributing to the pollutant emissions in the city of Bandung is the transportation sector, household, and industrial. So also in the area around Bandung. Based on spatial analysis with GIS in mind that the southern part of the city of Bandung is the biggest emitter, while the area around Bandung which produce the largest emissions are Bandung City, Bandung regency, Cimahi, Subang and Purwakarta. Based on the calculation of the OFP known that ozone formation potential occurred in the city of Bandung due to particularly high emissions of VOC pollutants. Keywords: emission inventory, ozone precursors, black carbon, OFP.
1
PENDAHULUAN Pencemaran udara saat ini menjadi masalah yang terjadi terutama di kota-kota besar. Level pencemaran udara di kota-kota besar di Asia menunjukkan kecenderungan stabil tetapi masih di atas level aman yang ditetapkan dari World Health Organization (WHO) (CAI-Asia Center, 2010). Pencemaran udara diketahui berkaitan erat dengan perubahan iklim akibat perubahan komposisi gas-gas di atmosfer terutama gas rumah kaca yang berperan dalam menyerap dan memancarkan energi radiasi. Gas rumah kaca (GRK) yang paling dominan adalah uap air (H2O), kemudian disusul oleh karbondioksida (CO2). CO2 memiliki waktu hidup yang panjang di atmosfer (Long Lived Greenhouse Gases) mencapai puluhan hingga ratusan tahun hingga dapat terakumulasi (BMKG, 2012). Selain GRK yang memiliki waktu hidup panjang, terdapat climate forcers yang memiliki waktu hidup singkat di atmosfer dan berperan dalam menyebabkan polusi udara dan terganggunya kehidupan manusia yang disebut sebagai Short Lived Climate Forcers (SLCFs). SLCFs yang utama adalah metana, ozon troposfer dan black carbon, ketiganya diketahui memiliki waktu hidup yang singkat di atmosfer tetapi berdampak buruk pada kesehatan manusia, pertanian dan ekosistem, dan reduksi ketiganya di atmosfer akan membatasi kecepatan peningkatan temperatur global selama dua hingga empat dekade yang akan datang [UNEP, 2011]. Indonesia yang termasuk wilayah Asia Tenggara diketahui memiliki level ozon troposfer yang tinggi dan terus meningkat sehingga diperkirakan mengakibatkan banyak pengaruh negatif terhadap kualitas udara, kesehatan, pertanian, dan iklim. Wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia diduga menjadi emiter terbesar untuk polusi udara dan senyawa lainnya yang menyebabkan perubahan iklim (UNEP, 2011). Penelitian ini akan difokuskan pada ozon troposfer dan BC sesuai program Near Term Climate Protection yang dilakukan oleh United Nation Environmental Protection (UNEP) pada tahun 2011 yang memfokuskan pada mitigasi polusi udara oleh SLCFs terutama ozon troposfer dan BC. Ozon troposfer terbentuk dari hasil reaksi antara prekursor (pembentuk) ozon yaitu VOC (Volatile Organic Compounds) dan Oksida nitrogen (NOx) (Kim., et.all, 2011) serta dipengaruhi juga oleh keberadaan karbon monoksida (CO) (Tie., et.all, 2010). Oleh karena itu, maksud dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan mengenai level beban emisi prekursor ozon (CO, NOx, VOC) dan Black Carbon (BC) serta potensi pembentukan ozon di Bandung Raya. Sedangkan tujuan utama penelitian ini adalah untuk menginventarisasi emisi prekursor ozon dan BC dari beberapa sektor dominan yaitu rumah tangga, industri, dan transportasi dengan metode Sistem Informasi Geografi (SIG) serta melakukan spesiasi VOC dan menentukan nilai Ozone Formation Potential (OFP).
METODOLOGI Wilayah studi yang dipilih adalah Bandung dan daerah sekitarnya yaitu Kab. Bandung, Kab. Bandung Barat, Cimahi, Sumedang, Subang, dan Purwakarta (Gambar 1). Hal ini disebabkan diperkirakan adanya pengaruh timbal balik pencemaran udara di Bandung ke wilayah sekitarnya dan sebaliknya. Oleh karena itu, wilayah inventarisasi emisi meliputi Bandung dan wilayah sekitarnya atau bisa disebut Bandung Raya. Inventarisasi emisi yang dilakukan meliputi emisi dari sektor penggunaan energi (transportasi dan rumah tangga) dan dari sektor industri proses. Metode estimasi beban emisi yang dilakukan dalam inventarisasi yaitu menggunakan pendekatan faktor emisi yang diambil dari USEPA AP-42, Permen LH No.12/2010, dan Atmospheric Brown Cloud Emission Inventory. Inventarisasi emisi dilakukan dalam skala kecamatan. Penelitian ini menggunakan bagan alir metodologi yang diperlihatkan pada Gambar 2.
2
Gambar 1. Lokasi Wilayah Studi.
Gambar 2. Bagan Alir Metode Penelitian. Penelitian ini diawali dengan pengumpulan data sekunder yang meliputi : data kependudukan, data aktivitas (penggunaan bahan bakar sektor rumah tangga, jumlah industri dan kapasitas produksi industri, data traffic counting), serta data panjang dan lebar ruas jalan di Bandung Raya. Sumber emisi yang diinventarisasi yaitu sektor energi mencakup konsumsi energi transportasi dan sektor rumah tangga, serta sektor industri proses (non-energi),. Secara umum perhitungan beban emisi diperoleh dengan mengalikan faktor emisi untuk setiap spesies polutan dengan data aktivitas pada setiap sektor sumber sesuai Persamaan 1 berikut (Zhao, 2012). 3
Em = ΣAktivitas x EF Dimana : ΣAktivitas EF
(1)
= jumlah aktivitas per sektor = faktor emisi spesifik untuk setiap sektor
Data aktivitas diperoleh dari badan pemerintahan dan badan usaha terkait untuk tahun 2011. Selain tabular dan grafik, penyajian data juga dilakukan secara spasial dengan menggunakan metode SIG (Sistem Informasi Geografis) dimana data emisi didistribusikan ke dalam peta geografis wilayah studi dalam format grid dengan resolusi 1 km x 1 km. Tabel 1. Rangkuman Inventarisasi Emisi.
Dari hasil inventarisasi emisi VOC, dilakukan spesiasi VOC berdasarkan jenis senyawa kimia penyusunnya didasarkan pada berbagai sumber profil dari sumber emisi yang diinventarisasi. Profil sumber yang digunakan berdasarkan pada beberapa penelitian yang dilakukan oleh Liu et.al (2008), Guo et.al (2004) dan C. Huang et.al (2011). Untuk mengevaluasi dampak dari spesi VOC pada pembentukan ozon, ditentukan nilai Ozone Formation Potential (OFP) untuk masing-masing senyawa spesi VOC yang dihitung dengan mengalikan emisi masing-masing senyawa dengan tetapan Maximum Increment Reactivity (MIR) (C. Huang et.all, 2011). Total OFP dari setiap sumber merupakan penjumlahan dari nilai OFP masing-masing senyawa seperti yang ditunjukkan pada Persamaan 2. OFPi = ∑ Eij x MIRj
(2)
Dimana OFPi adalah ozone formation potential dari sumber i, Eij emisi VOC dari sumber, MIRj adalah maximum incremental reactivity untuk spesi senyawa kimia j. Untuk mengetahui keakuratan hasil perhitungan emisi dan OFP, dilakukan pembandingan dengan data udara ambien hasil pengukuran BPLH Kota Bandung.
HASIL DAN PEMBAHASAN Inventarisasi emisi pencemar CO, NOx, VOC, dan BC di 30 kecamatan di Kota Bandung untuk tahun 2011 ditampilkan pada Gambar 3. Berdasarkan grafik dapat diketahui bahwa beban emisi tertinggi dihasilkan oleh kecamatan Bandung Kulon, Babakan Ciparay, Batununggal, dan Coblong dengan total emisi masing-masing sebesar 27900 ton/thn, 25055 ton/thn, 24288 ton/thn, dan 19074 ton/thn. Seluruh kecamatan di Kota Bandung menunjukkan karakteristik yang sama yang didominasi oleh emisi tertinggi dari CO dan VOC kemudian NOx dan BC dengan total emisi masing-masing sebesar 237176 ton/thn, 86960 ton/thn, 30224 ton/thn, dan 7838 ton/thn. Emisi CO berkontribusi terbesar terhadap beban emisi total Kota Bandung terutama berasal dari sektor transportasi dan industri. Gambar 4 menunjukkan 4
beban emisi di tiap kecamatan di wilayah sekeliling Bandung. Berdasarkan grafik dapat diketahui bahwa beban emisi tertinggi dihasilkan oleh kecamatan Plered, Tegalwaru, Darangdan, dan Bojong yang berada di kabupaten Purwakarta dengan total emisi masingmasing sebesar 47550 ton/thn, 38213 ton/thn, 30042 ton/thn, dan 15294 ton/thn dengan emisi dominan dari pencemar BC. Hal ini disebabkan di kabupaten Purwakarta terdapat sektor industri kertas dan logam yang dominan menghasilkan emisi BC.
Gambar 3. Beban Emisi VOC, BC, CO, dan NOx di Kota Bandung tahun 2011.
Gambar 4. Beban Emisi VOC, BC, CO, dan NOx di Wilayah Kabupaten Bandung tahun 2011. Gambar 5 (a) dan (b) menunjukkan kontribusi masing-masing sektor pada total emisi setiap pencemar di Kota Bandung dan wilayah sekitarnya. Emisi pencemar NOx di Kota Bandung menunjukkan kontribusi terbesar berasal dari sektor transportasi sebesar 80 %, 15 % dari industri, dan 5 % dari rumah tangga. Untuk pencemar CO dominan diemisikan dari sektor transportasi sebesar 59 %, dari rumah tangga 32 %, dan dari industri 9 %. Emisi pencemar BC dihasilkan paling banyak dari sektor industri sebesar 72 %, dari sektor transportasi dan rumah tangga masing-masing sebesar 15 % dan 13 %. Wilayah Kabupaten Bandung dan sekitarnya menunjukkan kontribusi masing-masing sektor hampir sama dengan Kota Bandung kecuali untuk BC yang sangat dominan dihasilkan dari sektor industri sebesar 95 %. Kontribusi CO dan NOx dari sektor industri juga lebih besar yaitu masing-masing 14 % dan 33 %. Akan tetapi untuk VOC, hanya sedikit yang dihasilkan dari sektor industri sebesar 4 %, sedangkan dari sektor rumah tangga dan transportasi masing-masing sebesar 47 % dan 49 %. Sektor industri menjadi penyumbang emisi yang lebih besar di wilayah Kabupaten Bandung dan sekitarnya karena jumlah industri di wilayah ini lebih banyak terutama industri kertas dan logam. 5
(a) Kota Bandung
(b) Kabupaten Bandung
Gambar 3. Kontribusi Sektor Sumber Terhadap Emisi Pencemar di a) Kota Bandung dan b) Kab. Bandung tahun 2011. Gambar 6 menunjukkan emisi spasial pencemar NOx, CO, BC, dan VOC di wilayah Kota Bandung.
(a) NOx
(b) CO
(c) VOC
(d) BC
Gambar 6. Emisi Spasial Dalam Grid 1 km x 1 km di Kota Bandung a) NOx, b) CO, c) VOC, dan d) BC tahun 2011. Gambar 6 menunjukkan emisi spasial di Kota Bandung yang telah ditampilkan dalam grid berukuran 1 km x 1 km dengan perangkat lunak ArcGis. Pemetaan emisi secara spasial ini digunakan untuk mengetahui sebaran beban emisi untuk setiap wilayah kecamatan sehingga dapat diketahui wilayah mana yang paling besar beban emisinya untuk dilakukan manajemen lebih lanjut. Beban emisi per kecamatan kemudian dibuat menjadi beban emisi 6
pergrid atau per kilometer persegi agar hasil perhitungan emisi dapat digunakan sebagai data masukan untuk model kualitas udara dan untuk meningkatkan resolusi data. Dari gambar dapat dilihat bahwa wilayah yang dominan menghasilkan emisi terbesar untuk seluruh pencemar yaitu di wilayah Kota Bandung bagian selatan. Hal ini disebabkan penduduk yang padat menyebabkan aktivitas transportasi, rumah tangga, dan industri yang cukup tinggi di wilayah tersebut. Untuk gambar 6 (d) yang menunjukkan emisi BC dapat terlihat wilayah Bandung Selatan yang banyak memiliki kegiatan industri menghasilkan emisi BC yang dominan dibandingkan wilayah yang lainnya. Gambar 7 menunjukkan emisi spasial pencemar NOx, CO, BC, dan VOC di wilayah Bandung Raya. Dari gambar diketahui bahwa wilayah yang dominan menghasilkan emisi tertinggi pencemar NOx, CO, dan VOC adalah Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Subang, dan Kabupaten Purwakarta. Sedangkan untuk emisi BC didominasi oleh wilayah Kabupaten Purwakarta, seperti halnya yang ditunjukkan pada gambar 4 akibat tingginya aktivitas industri di wilayah tersebut.
(a) NOx
(b) CO
(c) VOC
(d) BC
Gambar 7. Emisi Spasial Dalam Grid 1 km x 1 km di Bandung Raya a) NOx, b) CO, c) VOC, dan d) BC tahun 2011. Gambar 8 merupakan persentase emisi masing-masing spesi VOC dari setiap sumber. Terdapat 9 jenis spesi VOC yang dominan mempengaruhi proses pembentukan ozon yaitu 1,2,4-trimethylbenzene, ethylbenzene, mp-xylen, toluene, ethlyen, propylene, 1-pentene, isoprene, dan o-xylen (C. Huang et.all, 2011). Sifat spesi-spesi tersebut yang cenderung reaktif menyebabkan 9 senyawa ini lebih mudah bereaksi dan terlibat dalam proses pembentukan ozon. Dari gambar diketahui bahwa untuk ethylbenzene, mp-xylen, dan o-xylen dominan berasal dari industri kertas sebesar masing-masing 41 %, 42 % dan 60 %. Untuk 7
ethylene, toluene, dan 1-pentene dominan berasal dari industri kimia sebesar masing-masing 93 %, 42 %, dan 42 %. Transportasi berkontribusi pada senyawa mp-xylen, 1,2,4 trimethylbenzene, propylene, dan isoprene sebesar masing-masing 20 %, 36 %, 11 %, dan 11 %.
Gambar 8. Kontribusi Spesi VOC Berdasarkan Sumbernya (Liu et.al, 2008, Guo et.al, 2004 dan C. Huang et.al, 2011). Gambar 9 menunjukkan emisi masing-masing spesi VOC dan OFP di Kota Bandung dan Kabupaten Bandung. Berdasarkan gambar terlihat bahwa isoprene, 1,2,4 trimethylbenzene, mp-xylen, o-xylen, dan toluene menghasilkan emisi dan OFP yang sangat tinggi. Di Kota Bandung, OFP untuk masing-masing senyawa tersebut sebesar 209.655 ton/thn, 162.242 ton/thn, 144.654 ton/thn, 80.919 ton/thn, dan 47.165 ton/thn. Sedangkan di wilayah Kabupaten Bandung OFP masing-masing senyawa tersebut adalah 515.767 ton/thn, 248.351 ton/thn, 187.610 ton/thn, 77.972 ton/thn, dan 72.208 ton/thn. Hal ini berarti senyawa-senyawa tersebut yang dominan mempengaruhi pembentukan ozon di Kota dan Kabupaten Bandung. Nilai emisi dan OFP yang lebih besar di Kabupaten Bandung disebabkan luas wilayah studi yang lebih besar dibandingkan dengan Kota Bandung.
Gambar 9. Emisi Spesi VOC dan OFP di Kota dan Kabupaten Bandung tahun 2011. Gambar 10 (a) menunjukkan distribusi spasial total OFP di wilayah Bandung Raya. Dari gambar tampak bahwa Kota Bandung terutama wilayah Bandung selatan memiliki nilai OFP yang paling tinggi yaitu antara 5200 hingga 10.000 ton /thn. Sedangkan wilayah Kabupaten Bandung cenderung memiliki nilai OFP yang rendah. Hal ini sesuai dengan distribusi emisi pencemar yang lain yang berperan sebagai prekursor ozon yaitu NOx, VOC, dan CO yang memiliki nilai emisi yang tinggi juga di Kota Bandung. Sehingga emisi prekursor yang tinggi terutama VOC menyebabkan nilai OFP yang tinggi. Potensi pembentukan ozon terbesar berada di Kota Bandung akibat emisi prekursor terutama VOC 8
sehingga diperlukan pengelolaan kualitas udara untuk mencegah polusi yang disebabkan oleh ozon. Gambar 10 (b) menunjukkan perbandingan nilai OFP dengan konsentrasi ozon di udara ambien hasil pengukuran BPLH Kota Bandung. Berdasarkan gambar terlihat bahwa tidak semua lokasi yang memiliki nilai OFP tinggi menunjukkan konsentrasi ozon di udara ambien yang juga tinggi. Hal ini dikarenakan perhitungan OFP hanya memperkirakan potensi pembentukan ozon di suatu daerah dari nilai kereaktifan dan emisi spesi VOC, tanpa mempertimbangkan prekursor yang lain serta faktor meteorologi yang mempengaruhi konsentrasi ozon di udara ambien. Gambar 11 menunjukkan grafik perbandingan beban emisi CO (a) dan VOC (b) dengan data udara ambien. Dari 16 lokasi pengukuran terlihat pola yang menunjukkan beban emisi yang tinggi sebanding dengan tingginya konsentrasi di udara ambien kecuali untuk bunderan cibiru, terminal cicaheum, terminal ledeng, Elang, dan KPAD Sarijadi.
(a) OFP di Bandung Raya
(b) Perbandingan OFP dengan ozon ambien
Gambar 10. (a) OFP di Wilayah Bandung Raya (b) Perbandingan Nilai OFP Dengan Konsentrasi Ozon di Udara Ambien tahun 2011.
(a) CO
(b) VOC
Gambar 11. Perbandingan Hasil Inventarisasi Emisi dengan Data Udara Ambien (a) CO (b) VOC tahun 2011.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil perhitungan beban emisi di Kota Bandung maupun di wilayah sekeliling Bandung, emisi NOx, CO, dan VOC didominasi berasal dari sektor transportasi, sedangkan BC terutama berasal dari sektor industri. Dari perhitungan juga diketahui bahwa wilayah yang menghasilkan emisi tertinggi di kota Bandung adalah kecamatan Bandung Kulon, Babakan Ciparay, Batununggal, dan Coblong dengan total emisi masing-masing 9
sebesar 27900 ton/thn, 25055 ton/thn, 24288 ton/thn, dan 19074 ton/thn, sedangkan di wilayah sekeliling Bandung (Kab.bandung) adalah kecamatan Plered, Tegalwaru, Darangdan, dan Bojong yang berada di kabupaten Purwakarta dengan total emisi masing-masing sebesar 47550 ton/thn, 38213 ton/thn, 30042 ton/thn, dan 15294 ton/thn dengan emisi dominan dari pencemar BC. Berdasarkan analisis spasial dengan GIS diketahui bahwa wilayah Kota Bandung bagian selatan merupakan penghasil emisi terbesar, sedangkan di wilayah Bandung Raya yang menghasilkan emisi terbesar adalah Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Subang, dan Kabupaten Purwakarta. Terdapat 9 jenis spesi VOC yang dominan mempengaruhi proses pembentukan ozon yaitu 1,2,4-trimethylbenzene, ethylbenzene, mp-xylen, toluene, ethlyen, propylene, 1pentene, isoprene, dan o-xylen. Nilai OFP tertinggi terjadi di Kota Bandung akibat emisi prekursor terutama VOC sehingga diperlukan pengelolaan kualitas udara untuk mencegah polusi yang disebabkan oleh ozon. Daerah dengan nilai OFP yang tinggi tidak selalu sebanding dengan konsentrasi ozon di udara ambien, karena perhitungan OFP hanya mempertimbangkan kereaktifan dan emisi dari spesi VOC. Perbandingan beban emisi dengan data udara ambien menunjukkan bahwa wilayah yang memiliki beban emisi yang tinggi cenderung lebih terpolusi ditunjukkan dengan konsentrasi pencemar yang tinggi di udara ambien. Daftar Pustaka Asian Institute of Technology. 2008. Atmospheric Brown Cloud (ABC) Emission Inventory Manual. BMKG. 2012. Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara Indonesia. Jakarta. BPS Provinsi Jawa Barat. Bandung Dalam Angka. 2012 BPS Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Bandung Dalam Angka. 2012 BPS Provinsi Jawa Barat. Bandung Barat Dalam Angka. 2012 BPS Provinsi Jawa Barat. Cimahi Dalam Angka. 2012 BPS Provinsi Jawa Barat. Subang Dalam Angka. 2012 BPS Provinsi Jawa Barat. Sumedang Dalam Angka. 2012 BPS Provinsi Jawa Barat. Purwakarta Dalam Angka. 2012 CAI-Asia Center. 2010. Indonesia : Air Quality Profile. Philipine. Chow. J., Watson G. J., Lowenthal H. D. 2011. PM2,5 Source Profile for Black and Organic Carbon Emission Inventories, Atmospheric Environment. Huang. C., Chen. C. H., Cheng Z., et.all.. 2011. Emission Inventory of Antropogenic Air Pollutants and VOC Spesies in Yangtze River Delta Region, China. Atmospheric Chemistry and Physics, 11, 4105-4120. C. Huang, C.H Chen, L. Li, et al., 2011. Emission Inventory of Antropogenic Air Pollutant and VOC Species in The Yangtze River Delta Region, China. Atmos. Chem. Phys. 11. 4105 – 4120. Emission Factor and AP 42 (ESEPA AP 42) Emission Factor Data Base. 2009. (http://www.epa.gov/ttniche1/ap42/). Diakses tanggal 14 Maret 2013. Guo H. Wang T. Simpson I. J. 2004. Source Contribution to Ambient VOCs and CO at Rural Site in Eastern China. Atmospheric Environment 38. 4551-4560. Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2012. Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2012. (http://www.esdm.go.id/publikasi/handbook.html). Diakses tanggal 14 Maret 2013. Kim. S.W., McKeen. S. A., Frost. G.J. 2011.et.all. Evaluation of NOx and Highly Reactive VOC Emission Inventories in Texas and Their Implication fo Ozone Plume Simulation During the Texas Air Study. Liu Y., Shao M., Fu L., et all. 2008. Source Profile of Volatile Organic Compounds (VOCs) Measured in China : Part I. Atmospheric Environment 42. 6267-6240. Peraturan Pemerintah Kementrian Lingkungan Hidup Indonesia No. 12 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara. Tie. X., Brasseur G., Ying Z. 2010. Impact of Model Resolution on Chemical Ozone Formation in Mexico City : Application of the WRF-Chem Model. Atmos. Chem. Phys.. 10, 8983-8995. UNEP. 2011. Near Term Climate Protection and Clean Air Benefits. Zhang. J., Smith. R.K., Ma. Y., et al., 2000. Greenhouse gases and other airborne pollutants from household stoves in China: a database for emission factors. Atmospheric Environment 34. 4537-4549. Zhao. B., Wang. P., Ma. Z. J., et.all., 2012. A High Resolution Emission Inventory of Primary Pollutants for the Huabei region, China. Atmospheric Chemistry and Physics. 481-501.
10