INTIK ENERGI DAN D ZAT GIZI PAD DA HARI S SEKOLAH DAN KOLAH DA ASAR DI K KOTA BOG GOR HARI LIBUR SISWA SEK
DIA ANA LESTA ARI
DEP PARTEMEN GIZI MA ASYARAK KAT FA AKULTAS EKOLOGI MANUSIIA INSTITUT P PERTANIA AN BOGOR R 2011
ABSTRACT DIANA LESTARI. Energy and Nutrient Intake on School Day and Free Day of Elementary School Student in Bogor. Under direction of SITI MADANIJAH. The objective of this observation was to study differences energy and nutrient intake on school day and free day of elementary school student in Bogor. The observation using the advantage of cross sectional study design. The location of this observation was in Lawanggintung 01 Public Elementary School and Cimanggu Kecil Public Elementary School. The observation was held between June 2009 and July 2010, by using questionaire and interview technic. Student energy and nutrient intake are energy 1961 ± 486 kcal/cap/day, protein 46,0 ± 11,6 g/cap/day, vitamin A 1085,3 ± 505,7 RE/cap/day, vitamin C 43,5 ± 72,2 mg/cap/day, calcium 506,2 ± 329,1 mg/cap/day, an iron 16,0 ± 17,1 mg/cap/day.Spearman correlation testing conclude that there are no significant relationship between energy, protein, vitamin A, vitamin C, calcium and iron intake to student’s nutrition knowledge. Although the amount of students who consume certain type of food is higher on free day compare to school day, but statistically there are not real differences for energy and nutrient intake between free day and school day, as well as between male and female student (p>0.05). This observation find a real differences on Vitamin A (p=0.028) and calcium (p=0.018) intake for third and fourth grade elementary school. Keyword : Energy and Nutrient Intake, School Day and Free Day, Elementary School Student
RINGKASAN DIANA LESTARI. Intik Energi dan Zat Gizi pada Hari Sekolah dan Hari Libur Siswa Sekolah Dasar di Kota Bogor. Dibawah bimbingan Siti Madanijah. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perbedaan intik energi dan zat gizi pada hari sekolah dan hari libur siswa Sekolah Dasar (SD) di Kota Bogor. Tujuan khusus yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah (1) mengkaji karakeristik siswa dan karakteristik keluarga, (2) mengkaji konsumsi pangan siswa, (3) mengkaji intik energi dan zat gizi siswa, (4) mengidentifikasi pengetahuan gizi siswa, (5) mengidentifikasi status gizi siswa, (6) menganalisis hubungan antara karakteristik siswa dan karakteristik keluarga dengan pengetahuan gizi siswa, (7) menganalisis hubungan intik energi dan zat gizi dengan pengetahuan gizi siswa, (8) menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan energi dan protein siswa dengan status gizi siswa, (9) menganalisis perbedaan intik dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi siswa pada hari sekolah dan hari libur, kelas 3 dan kelas 4, serta jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, dilakukan dengan memanfaatkan data sekunder dari penelitian “Pengembangan Model Pendidikan Makanan Jajanan Sehat Berbasis Sekolah untuk Tingkat Sekolah Dasar” yang dilakukan oleh SEAFAST Center – LPPM IPB. Tempat penelitian dilakukan di SDN Lawanggintung 01 dan SDN Cimanggu Kecil yang terpilih secara purposive sampling berdasarkan rekomendasi Dinas Pendidikan. Pengambilan data penelitian dilakukan pada Juni 2009 - Juni 2010 kemudian cleaning dan pengolahan data dilakukan pada April - Juni 2011. Contoh penelitian adalah 62 siswa, terdiri dari siswa kelas 3 dan kelas 4 yang dipilih secara purposive dengan absensi menggunakan simple random sampling. Keseluruhan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, meliputi: karakteristik siswa, karakteristik keluarga, pengetahuan gizi siswa, recall konsumsi pangan pada hari sekolah dan hari libur, serta gambaran umum sekolah. Cara pengumpulan data menggunakan teknik wawancara dan kuesioner, meliputi data: karakteristik siswa, karakteristik keluarga, dan konsumsi pangan siswa berupa recall. Data pengetahuan gizi diperoleh dengan memberikan 20 pertanyaan berganda terkait dengan gizi dan keamanan pangan. Data disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara statistik deskriptif (persentase, rata-rata dan simpangan baku) dan inferensia (korelasi Spearman dan uji beda Independent Sample t-test) menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16.0 for Windows. Hasil analisis secara deskriptif menunjukkan bahwa sebagian besar siswa kelas 3, baik laki-laki maupun perempuan berumur 8 tahun dengan persentase 50% dan 60% sedangkan siswa kelas 4 sebagian besar berumur 9 tahun yaitu laki-laki sebanyak 66,7% dan perempuan 53,3%. Sebanyak 64,5% siswa memiliki uang saku pada kisaran Rp.2.000 - Rp.4.800. Sebagian besar tingkat pendidikan orangtua siswa adalah SMA (ayah sebanyak 56,5% dan ibu sebanyak 53,2%). Kurang dari 30% orangtua siswa memiliki tingkat pendidikan perguruan tinggi (ayah sebanyak 29% dan ibu sebanyak 22,6%), dan selebihnya hanya menamatkan SMP atau SD. 37,1% pekerjaan ayah siswa adalah pegawai swasta, sedangkan lebih dari separuh ibu siswa merupakan ibu rumah tangga atau tidak bekerja yaitu sebesar 69,3%. Pendapatan orangtua yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendapatan ayah. Sebagian besar ayah siswa memiliki penghasilan dengan kisaran
Rp.500.000 – Rp.1.000.000. Lebih dari separuh (59,7%) keluarga siswa dalam penelitian ini termasuk dalam kategori keluarga kecil. Data pengetahuan gizi diperoleh dengan memberikan 20 pertanyaan berganda terkait dengan gizi dan keamanan pangan. Secara umum pengetahuan gizi siswa termasuk dalam kategori sedang, hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai pengetahuan terkait gizi 73,1 ± 17,5%, pengetahuan terkait keamanan pangan 70,3 ± 23,8%, dan pengetahuan gizi secara keseluruhan 71,7 ± 17,2%. Pengetahuan terkait gizi siswa sedikit lebih baik jika dibandingkan dengan yang lainnya, hal ini juga ditunjukkan dari sebaran pengetahuan terkait gizi siswa yang masuk dalam kategori baik mencapai 53,2%. Pengukuran status gizi dilakukan dengan metode antropometri melalui perhitungan indeks IMT/U dan TB/U dengan menggunakan software WHO Anthroplus 2007. Status gizi siswa berdasarkan indeks IMT/U menunjukkan bahwa sebagian besar siswa (69,4%) berada dalam status gizi normal. Begitu pula dengan status gizi siswa berdasarkan indeks TB/U, sebagian besar siswa (90,3%) memiliki tinggi badan dalam kategori normal. Data konsumsi pangan berupa jenis dan jumlah makanan dalam gram/URT dikonversi kedalam nilai zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan, kemudian dilakukan perhitungan tingkat kecukupan Energi dan gizi (protein, vitamin A, vitamin C, Ca dan Fe). Angka kecukupan zat gizi yang digunakan mengacu pada angka kecukupan gizi menurut WKNPG VIII tahun 2004. Secara umum jumlah siswa yang mengonsumsi jenis pangan tertentu seperti daging, ikan, telur, kacang-kacangan, serta sayur dengan masing-masing olahannya, lebih tinggi pada hari libur dibandingkan hari sekolah. Meskipun demikian total rata-rata konsumsi pangan (g/kap/hari) siswa hari sekolah lebih tinggi daripada hari libur. Rata-rata intik energi siswa sebanyak 1961 ± 486 kkal/kap/hari; protein 46,0 ± 11,6 g/kap/hari; vitamin A 1085,3 ± 505,7 RE/kap/hari; Vitamin C 43,5 ± 72,2 mg/kap/hari; kalsium 506,2 ± 329,1 mg/kap/hari; dan zat besi 16,0 ± 17,1 mg/kap/hari. Uji korelasi Spearman antara jenis kelamin, usia siswa, pendidikan ayah, pendidikan ibu, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu dan besar keluarga dengan pengetahuan gizi siswa menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan. Namun terdapat hubungan yang signifikan antara besarnya uang saku dengan pengetahuan terkait keamanan pangan (p=0,025; r=0,285). Terdapat juga hubungan yang signifikan antara pendapatan ayah dengan pengetahuan terkait keamanan pangan (p=0,000; r=0,546) serta pendapatan ayah dengan total pengetahuan gizi (p=0,000; r=0,465). Hasil uji korelasi Spearman juga menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara intik energi, protein, vitamin A, vitamin C, kalsium, dan zat besi dengan pengetahuan gizi siswa. Juga tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan status gizi siswa yang ditunjukkan dengan nilai p>0,05. Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada intik dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada hari sekolah dan libur, begitu pula dengan siswa laki-laki dan perempuan (p>0,05). Namun terdapat perbedaan yang nyata pada intik vitamin A (p=0,028) dan kalsium (p=0,018) pada siswa kelas 3 dan kelas 4 serta pada tingkat kecukupan vitamin A (p=0,045) dan kalsium (p=0,018) antara kelas 3 dan kelas 4.
INTIK ENERGI DAN ZAT GIZI PADA HARI SEKOLAH DAN HARI LIBUR SISWA SEKOLAH DASAR DI KOTA BOGOR
DIANA LESTARI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
LEMBAR PENGESAHAN Judul :
Intik Energi dan Zat Gizi pada Hari Sekolah dan Hari Libur Siswa Sekolah Dasar di Kota Bogor
Nama :
Diana Lestari
NRP
I14069002
:
Disetujui,
Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS NIP. 19491130 197603 2 001
Diketahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Disetujui :
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul ”Intik Energi dan Gizi pada Hari Sekolah dan Hari Libur Siswa Sekolah Dasar di Kota Bogor” ini berhasil diselesaikan. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Maka penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku pembimbing yang dengan penuh kesabaran meluangkan waktu dan pikiran, memberikan arahan, saran, kritikan, semangat dan dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji atas semua saran dan masukannya demi kesempurnaan skripsi ini. 3. Mama dan Babe yang selalu mendoakan, dan menberikan dukungan tanpa henti, bukan hanya dalam penyusuna tugas akhir tetapi juga dalam membesarkan dan mendidik penulis. 4. Penfen Fealty yang selalu memberikan bantuan, semangat dan dorongan kepada penulis hingga penulis menyelesaikan skripsi ini. 5. Nadya Bellatrix Paramita, terimakasih untuk kebersamaannya dalam suka dan duka selama menempuh perkuliahan di IPB, sejak TPB, THH dan GM. 6. Riksa, Aya, Tira, Diah, dan Mona. Terima kasih untuk pengalaman KKP yang tidak akan terlupakan. 7. Teman-teman satu bimbingan skripsi Nufi, Yulia, Jenny; teman-teman pembahas Ria, Aulia, Puput, Setya serta teman-teman S1 Mayor Ilmu Gizi angkatan 44 atas saran, dukungan, doa dan semangatnya kepada penulis. 8. Teman-teman S1 Mayor Teknologi Hasil Hutan yang selalu mendukung penulis dalam memilih jalan yang terbaik bagi penulis. 9. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Maka dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca. Bogor, September 2011 Diana Lestari
RIWAYAT HIDUP Diana Lestari dilahirkan di Kota Bekasi pada tanggal 17 Juli 1989 dari pasangan Inkanta dan Wachyuni Devi. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan dasarnya ditempuh di SD Mutiara 17 Agustus Bekasi dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTP Mutiara 17 Agustus Bekasi, lulus tahun 2003. Pendidikan menengah atasnya ditempuh di SMAN 3 Bekasi dan lulus pada tahun 2006. Kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan tingginya di Institut Pertanian Bogor melalui jalus SPMB. Pada tahun 2007 penulis diterima di Mayor Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Dan baru pada tahun 2008 penulis diterima di Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institiut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan
diantaranya
anggota
divisi
Pendidikan
KMB
(Keluarga
Mahasiswa Budhhis) IPB periode 2007-2008, anggota divisi Peningkatan Mutu Himasiltan IPB 2007-2008, dan Anggota Himagizi 2008-2011. Serta beberapa kepanitiaan diantaranya Koordinator konsumsi Vegetarian Day 2007, Seksi Konsumsi Makrab KMB IPB 2007, Seksi Konsumsi Dies Natalis KMB IPB 2007, Kepanitiaan Pengumpulan Cap 1000 tangan Indonesia World Heritage Youth Network (Indowyn) 2007, Seksi Dana Usaha Buka Bersama Departemen Hasil Hutan 2007, Seksi Konsumsi Forester Cup 2008, Seksi Konsumsi Dhammapada Reading Competition 2008, Seksi Acara Bakti Sosial KMB IPB 2009, serta Seksi Humas seminar nasional Senzasional 2010. Selain itu penulis pernah menjadi Asisten Mata Kuliah Agama Buddha pada semester ganjil tahun 2007. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Ciadeg, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor pada bulan Juni - Agustus 2010. Kemudian pada 21 Februari 2011 - 11 Maret 2011 penulis mengikuti Internship Dietetik (ID) di RS. Ciawi, Bogor.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................................ i DAFTAR TABEL .................................................................................................... iii DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................vi PENDAHULUAN ................................................................................................... 1 Latar Belakang ............................................................................................... 1 Tujuan ............................................................................................................ 2 Kegunaan ....................................................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 4 Anak Sekolah Dasar ....................................................................................... 4 Karakteristik Keluarga .................................................................................... 4 Karakteristik Anak........................................................................................... 7 Pengetahuan Gizi ........................................................................................... 7 Konsumsi Pangan .......................................................................................... 8 Penilaian Konsumsi pangan ........................................................................... 8 Tingkat Kecukupan Gizi................................................................................ 10 Status Gizi .................................................................................................... 14 KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................................... 16 METODE ............................................................................................................. 18 Desain, Tempat, dan Waktu ......................................................................... 18 Teknik Penarikan Contoh ............................................................................. 18 Jenis dan Cara Pengumpulan Data.............................................................. 18 Pengolahan dan Analisis Data ..................................................................... 19 Definisi Operasional ..................................................................................... 24 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 26 Gambaran Umum Sekolah ........................................................................... 26 Karakteristik Siswa ....................................................................................... 27 Pengetahuan Gizi ......................................................................................... 28 Status Gizi .................................................................................................... 30 Karakteristik Keluarga .................................................................................. 31 Konsumsi Pangan ........................................................................................ 33 Intik Energi dan Zat Gizi ............................................................................... 35 Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi ....................................................... 38
ii
Konsumsi Protein Siswa ............................................................................... 43 Hubungan Antar Variabel ............................................................................. 45 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 48 Kesimpulan ................................................................................................... 48 Saran ............................................................................................................ 49 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 50 LAMPIRAN .......................................................................................................... 54
iii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Kategori status gizi berdasarkan IMT/U ................................................. 15 Tabel 2 Jumlah sampel di kedua Sekolah Dasar ................................................ 18 Tabel 3 Variabel dan cara pengumpulan data..................................................... 19 Tabel 4 Pengkategorian variabel penelitian ........................................................ 20 Tabel 5 Angka kecukupan energi dan zat gizi bagi anak sekolah ....................... 22 Tabel 6 Sebaran siswa berdasarkan umur, kelas dan jenis kelamin................... 27 Tabel 7 Sebaran siswa berdasarkan besar uang saku ....................................... 27 Tabel 8 Sebaran siswa berdasarkan pengetahuan gizi....................................... 28 Tabel 9 Sebaran siswa berdasarkan pengetahuan gizi pada siswa kelas 3 dan 4...................................................................................................... 28 Tabel 10 Sebaran siswa berdasarkan jawaban yang benar untuk pertanyaan pengetahuan gizi dan keamanan pangan ............................................. 29 Tabel 11 Rata-rata berat badan dan tinggi badan siswa ..................................... 30 Tabel 12 Sebaran siswa berdasarkan status gizi (IMT/U) ................................... 31 Tabel 13 Sebaran siswa berdasarkan status gizi (TB/U) .................................... 31 Tabel 14 Sebaran siswa berdasarkan tingkat pendidikan orangtua siswa .......... 31 Tabel 15 Sebaran siswa berdasarkan pekerjaan orangtua siswa ....................... 32 Tabel 16 Sebaran siswa berdasarkan pendapatan orangtua siswa .................... 32 Tabel 17 Sebaran siswa berdasarkan besar keluarga siswa .............................. 33 Tabel 18 Jumlah siswa yang mengkonsumsi jenis pangan................................. 34 Tabel 19 Konsumsi jenis pangan siswa .............................................................. 35 Tabel 20 Intik energi dan zat gizi siswa berdasarkan hari konsumsi................... 36 Tabel 21 Intik energi dan zat gizi siswa berdasarkan jenis kelamin dan kelas.... 37 Tabel 22 Sebaran siswa berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan energi........ 38 Tabel 23 Sebaran siswa berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan protein....... 39 Tabel 24 Sebaran siswa berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin A ... 40 Tabel 25 Sebaran siswa berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin C... 41 Tabel 26 Sebaran siswa berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan kalsium ..... 42 Tabel 27 Sebaran siswa berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan zat besi ..... 43 Tabel 28 Konsumsi protein hewani siswa pada hari sekolah dan hari libur ........ 45 Tabel 29 Hubungan antara besarnya uang saku dengan karakteristik keluarga 46 Tabel 30 Hubungan antara karakteristik siswa dan keluarga dengan pengetahuan gizi ................................................................................... 46
iv
Tabel 31 Hubungan pengetahuan gizi dengan konsumsi pangan ...................... 47 Tabel 32 Hubungan antara tingkat kecukupan konsumsi dengan status gizi siswa...................................................................................................... 47
v
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi pangan anak ..... 17 Gambar 2 Konsumsi protein hari sekolah dan hari libur...................................... 43 Gambar 3 Konsumsi protein hewani siswa pada hari sekolah dan hari libur ...... 44
vi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Kuesioner penelitian ......................................................................... 55 Lampiran 2 Konsumsi pangan siswa pada hari sekolah dan hari libur................ 59 Lampiran 3 Konsumsi protein siswa pada hari sekolah dan hari libur................. 64
PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya manusia yang berkualitas, yaitu sumberdaya manusia yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima di samping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi (Atmarita & Fallah 2004). Agar tercipta sumberdaya manusia yang berkualitas, salah satu faktor yang harus diperhatikan adalah pangan dan gizi dengan salah satu indikatornya yaitu status gizi. Menurut Riyadi (2003) status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan utilisasi zat gizi makanan. Penilaian terhadap status gizi seseorang atau sekelompok orang akan menentukan apakah orang atau sekelompok orang tersebut memiliki status gizi yang baik atau tidak. Status gizi seseorang juga menunjukkan seberapa besar kebutuhan fisiologis individu tersebut telah terpenuhi. Keseimbangan antara kebutuhan gizi dan intik gizi sangat penting agar pertumbuhan optimal. Keseimbangan tersebut dapat dicapai jika makanan yang dikonsumsi mampu menyediakan zat gizi yang cukup yang diperlukan oleh tubuh. Intik energi dan zat gizi adalah banyaknya energi dan zat gizi yang dikonsumsi seseorang dalam satu hari yang berasal dari konsumsi pangan seseorang. Sedangkan konsumsi pangan sendiri menurut Hardinsyah & Martianto (1988) adalah jumlah pangan (tunggal dan beragam) yang dimakan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan tertentu. Dalam aspek gizi, tujuan memperoleh pangan adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh. Masa sekolah adalah masa pertumbuhan anak yang cepat dan dalam masa kegiatan fisik yang aktif. Meskipun laju pertumbuhan anak sekolah dasar lebih lambat dibanding pada waktu bayi dan prasekolah, namun anak sekolah dasar membutuhkan makanan dengan jumlah dan kualitas yang lebih tinggi dibanding orang dewasa. Seorang anak dalam masa ini memerlukan pengarahan dan teladan yang baik serta tepat dalam pengaturan makanan yang harus dikonsumsi. Pengetahuan gizi yang baik menjadi andalan yang menentukan konsumsi pangan. Individu yang memiliki pengetahuan gizi yang baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizinya dalam
2
pemilihan maupun pengolahan pangan, sehingga konsumsi pangan mencukupi kebutuhan (Nasoetion & Khomsan 1995). Konsumsi siswa pada hari sekolah identik dengan jajanan karena jajanan sangat mudah mereka temui baik di kantin sekolah maupun penjaja makanan di pinggir jajan, sehingga pada hari sekolah asupan makanan siswa diperoleh dari makanan rumah dan jajanan. Sedangkan hari libur merupakan hari keluarga, umumnya di hari libur keluarga berkumpul bersama baik dengan menghabiskan waktu bersama di rumah maupun pergi ke tempat-tempat rekreasi. Pada umumnya pada hari libur orangtua mengajak anak-anak mereka pergi dan makan di luar rumah pada hari libur. Hal ini terjadi terutama pada masyarakat perkotaan, sehingga diduga akan terdapat perbedaan konsumsi pangan anak pada hari libur dan hari sekolah. Perbedaan yang diduga terjadi yaitu kudapan yang biasa dibeli di lingkungan sekolah akan lebih sedikit jumlahnya dan digantikan oleh makanan rumah atau kudapan lain saat mereka pergi dan makan di luar rumah. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam intik energi dan zat gizi pada hari sekolah dan hari libur kaitannya dengan status gizi siswa sekolah dasar khususnya di Kota Bogor. Tujuan Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perbedaan intik energi dan zat gizi pada hari sekolah dan hari libur siswa Sekolah Dasar (SD) di Kota Bogor. Tujuan Khusus 1. Mengkaji karakteristik siswa SD di Kota Bogor dan karakteristik keluarga. 2. Mengkaji konsumsi pangan siswa SD di Kota Bogor. 3. Mengkaji intik energi dan zat gizi siswa SD di Kota Bogor. 4. Mengidentifikasi pengetahuan gizi siswa SD di Kota Bogor. 5. Mengidentifikasi status gizi siswa SD di Kota Bogor. 6. Menganalisis hubungan antara karakteristik siswa SD di Kota Bogor dan karakteristik keluarga dengan pengetahuan gizi siswa. 7. Menganalisis hubungan intik energi dan zat gizi dengan pengetahuan gizi siswa SD di Kota Bogor. 8. Menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan energi dan protein siswa SD di Kota Bogor dengan status gizi siswa.
3
9. Menganalisis perbedaan intik dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi siswa SD di Kota Bogor pada hari sekolah dan hari libur, kelas 3 dan kelas 4, serta jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Kegunaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai keragaan intik energi dan zat gizi pada hari sekolah dan hari libur siswa sekolah dasar di Kota Bogor. Kemudian bagi orangtua, diharapkan dapat memberikan gambaran intik energi dan zat gizi anak sehari-hari. Bagi Pemerintah Kota Bogor dapat dijadikan referensi dalam dalam menyusun suatu kebijakan terkait pangan dan gizi bagi siswa sekolah. Selain itu diharapkan hasil penelitian ini juga dapat menjadi rujukan untuk penelitian selanjutnya.
TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar Menurut Hurlock (1980) anak usia sekolah dikelompokkan ke dalam Late Childhood berdasarkan perkembangan psikologisnya. Usia sekolah dimulai pada usia 6 tahun dan berakhir pada saat individu menunjukkan kematangan seksualnya antara usia 13 sampai 14 tahun. Usia sekolah merupakan usia anak saat belajar bertanggung jawab atas sikap dan perilakunya. Aktivitas fisik menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari anak sekolah, seperti bermain, bersepeda, berjalan, melompat, melempar, dan lain-lain. Dengan melakukan berbagai macam aktivitas fisik, kemampuan motorik anak akan semakin bertambah. Anak usia sekolah dasar mempunyai sifat yang berubah-ubah terhadap makanan, selalu ingin mencoba makanan yang baru dikenalnya dan secara umum mereka tidak memiliki masalah dalam hal nafsu makan (Komalasari 1991). Pada usia ini ketergantungan kepada ibu mengenai makanan mulai berkurang. Mereka mulai mengenal lingkungan lain di luar keluarga dan lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah, Hal ini mengakibatkan mereka lebih mudah menjumpai aneka jenis dan bentuk makanan, baik yang dijual di sekitar sekolah maupun di lingkungan bermainnya. Kebutuhan zat gizi anak yang meningkat harus diimbangi dengan makanan yang dikonsumsi. Makanan yang dikonsumsi harus merupakan sumber yang baik akan semua zat gizi yang diperlukan. Pengaturan makan yang baik bagi anak adalah dengan memberikan makanan yang mengandung minimal tiga kelompok zat gizi, yaitu zat gizi sumber energi, sumber zat pembangun, dan sumber zat pengatur dalam jumlah yang cukup sehingga pertumbuhan dan perkembangan fisik tetap berjalan optimal (Nasoetion & Riyadi 1994). Karakteristik Keluarga Besar Keluarga Besar keluarga menurut BKKBN (1998), adalah keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak, dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama. Berdasarkan jumlah anggota keluarga, besar keluarga dikelompokkan menjadi tiga, yaitu keluarga kecil, keluarga sedang dan keluarga besar. Keluarga kecil adalah keluarga dengan jumlah anggota keluarga kurang dari atau sama dengan 4 orang. Keluarga sedang adalah keluarga
5
dengan jumlah anggota keluarga 5-7 orang, sedangkan keluarga besar adalah keluarga dengan jumlah anggota keluarga lebih dari atau sama dengan 8 orang. Besar keluarga dapat berpengaruh pada pendapatan per kapita dan pengeluaran untuk konsumsi pangan, sehingga akan membatasi pilihan pangan. Keluarga dengan banyak anak dan jarak kelahiran antar anak yang sangat dekat akan menimbulkan lebih banyak masalah. Pangan yang tersedia untuk satu keluarga, mungkin tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga tersebut tetapi hanya mencukupi sebagian dari dari anggota keluarga itu. Selain itu, Hartog et al. (2006) juga menyatakan bahwa besar keluarga akan mempengaruhi kebiasaan makan dan gizi, khususnya pada rumah tangga miskin yang bergantung pada pendapatan tunai untuk membeli bahan pangan. Menurut Suhardjo (1989) hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi sangat nyata pada masing-masing keluarga. Terutama pada keluarga yang sangat miskin, pemenuhan kebutuhan makanan akan lebih mudah jika yang harus diberi makan jumlahnya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga besar mungkin hanya cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut. Keadaan yang demikian jelas tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga besar. Anak-anak yang sedang tumbuh dari suatu keluarga miskin, adalah yang paling rawan terhadap gizi kurang diantara semua anggota keluarga. Pendidikan Orangtua Pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk perilaku lainnya di dalam lingkungan masyarakat dimana ia tinggal (Pranadji 1988). Tingkat pendidikan orangtua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak, dalam hal ini termasuk juga pemberian makan. Suhardjo (2003) menyatakan bahwa orang yang berpendidikan tinggi cenderung memilih makanan yang murah tetapi kandungan gizinya tinggi, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga kebutuhan gizinya dapat terpenuhi dengan baik. Tingkat pendidikan orangtua yang lebih tinggi akan memberikan stimulasi lingkungan (fisik, sosial, emosional, dan psikologis) bagi anak-anaknya dibanding dengan orangtua yang tingkat pendidikannya rendah.
6
Pekerjaan Orangtua Bekerja
adalah
kegiatan
melakukan
pekerjaan
dengan
maksud
memperoleh atau membatu memperoleh penghasilan atau keuntungan. Suhardjo (1989) menyatakan bahwa besar pendapatan yang diterima oleh individu akan dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang dilakukan. Tingkat pendidikan akan berhubungan dengan dengan jenis pekerjaan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan semakin besar. Pekerjaan atau mata pencaharian berperan penting dalam kehidupan sosial ekonomi dan terkait dengan faktor-faktor lain seperti kesehatan. Anakanak yang tumbuh dalam sebuah keluarga miskin paling rawan terhadap kekurangan gizi diantara seluruh anggota keluarga (Harper et al 1986). Pendapatan Orangtua Menurut hukum Engel, pada saat terjadinya peningkatan pendapatan, konsumen akan membelanjakan pendapatannya untuk pangan dengan porsi yang semakin mengecil. Sebaliknya bila pendapatan menurun, porsi yang dibelanjakan untuk pangan makin meningkat (Soekirman 2000). Dengan meningkatnya pendapatan perorangan, terjadilah perubahan-perubahan dalam susunan makanan. Akan tetapi, pengeluaran uang yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan. Kadang-kadang, perubahan utama yang terjadi dalam kebiasaan makan adalah pangan yang dimakan itu lebih mahal. Bukti menunjukkan bahwa kebiasaan makan cenderung berubah dengan naiknya pendapatan (Suhardjo 1989). Bennet
menemukan
bahwa
peningkatan
pendapatan
akan
mengakibatkan individu cenderung menigkatkan kualitas konsumsi pangannya dengan harga yang lebih mahal per unit zat gizinya. Pada tingkat pendapatan perkapita yang lebih rendah, permintaan terhadap pangan diutamakan pada pangan yang padat energi, terutama padi-padian. Apabila pendapatan meningkat pola konsumsi pangan akan semakin beragam, serta umumnya akan terjadi peningkatan konsumsi pangan yang lebih bernilai gizi. Peningkatan pendapatan lebih lanjut tidak hanya akan menigkatkan keanekaragaman konsumsi pangan dan penigkatan konsumsi pangan yang lebih mahal, tetapi juga terjadinya peningkatan konsumsi pangan di luar rumah (Soekirman 2000).
7
Karakteristik Anak Besar Uang Saku Uang saku merupakan bagian dari pengalokasian keluarga yang diberikan kepada anak untuk jangka waktu tertentu, seperti harian, mingguan, atau bulanan. Perolehan uang saku sering menjadi suatu kebiasaan, anak diharapkan untuk belajar megelola dan bertanggung jawab atas uang saku yang dimiliki (Napitu 1994). Anak usia sekolah biasanya diberi uang saku untuk keperluan jajan di sekolah. Hal ini terjadi pada anak dengan pendapatan orangtua pendapatan tinggi atau rendah. Faktor yang paling erat hubungannya dengan perilaku jajan anak adalah pendapatan keluarga dan besarnya uang saku. Besar kecilnya uang saku yang diberikan pada anak dipengaruhi besarnya pendapatan keluarga. Andrawulan et al. (2008) dalam Umardani (2011) menyebutkan bahwa semakin besar uang saku, maka semakin besar peluang anak untuk membeli makanan jajanan baik di kantin maupun di luar sekolah. Pengetahuan Gizi Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi, dan interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah. Pengetahuan dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal. Selain itu, juga dapat diperoleh dengan melihat, mendengar sendiri atau melalui alat komunikasi seperti membaca surat kabar dan majalah, mendengarkan radio dan menyaksikan siaran televisi atau melalui penyuluhan kesehatan/gizi (Suhardjo 2003). Engel et al. (1993) mendefinisikan pengetahuan sebagai informasi yang disimpan dalam ingatan yang menjadi penentu utama perilaku seseorang. Selain pendapatan, peningkatan pendidikan serta pengetahuan tentang pangan dan gizi diperlukan agar masyarakat dapat memperbaiki konsumsi pangan dan gizi sekaligus kesehatan mereka. Pengetahuan gizi yang baik menjadi andalan yang menentukan konsumsi pangan. Individu yang memiliki pengetahuan gizi yang baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizinya dalam pemilihan maupun pengolahan
pangan,
sehingga
konsumsi
pangan
mencukupi
kebutuhan
(Nasoetion & Khomsan 1995). Suatu pengetahuan gizi yang kurang akan
8
menimbulkan anggapan bahwa makanan yang baik adalah makanan yang mahal (Karyadi 1990). Riyadi (1996) menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi adalah banyakya informasi yang dimiliki oleh seseorang mengenai kebutuhan tubuh akan zat gizi, kemampuan seseorang untuk menerapkan pengetahuan ke dalam pemilihan pangan dan cara pemanfaatan pangan yang sesuai dan keadaan kesehatan seseorang. Konsumsi Pangan Menurut Suhardjo (1989), tubuh manusia harus memperoleh cukup pangan untuk memenuhi kebutuhan gizinya termasuk energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral dan air guna mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kebutuhan tubuh akan zat gizi ditentukan oleh banyak faktor, antara lain: tingkat metabolisme basal, tingkat pertumbuhan, aktivitas fisik, dan faktor yang bersifat relatif yaitu gangguan pencernaan (ingestion), perbedaan daya serap (absorption), tingkat penggunaan (utilization), dan perbedaan pengeluaran dan penghancuran (excretion and destruction) dari zat gizi tersebut dalam tubuh. Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan tertentu. Dalam aspek gizi, tujuan memperoleh pangan adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh (Hardinsyah & Martianto 1988). Menurut Undang-Undang Pangan No.7 tahun 1996, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman. Penilaian Konsumsi pangan Pengukuran konsumsi pangan adalah salah satu cara penentuan status gizi secara tidak langsung yang dapat dijadikan sebagai bukti awal akan terjadinya kekurangan gizi pada seseorang atau masyarakat. Penilaian konsumsi pangan dapat dilakukan secara kualitatif dan secara kuantitatif. Penilaian secara kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habits) serta cara memperoleh bahan makanan tersebut. Metode-metode
9
pengukuran konsumsi pangan yang bersifat kualitatif antara lain: metode frekuensi makanan (food frequency), metode dietary history, metode telepon, dan metode pendaftaran makanan (food list). Penilaian secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizinya. Metode-metode untuk pengukuran konsumsi secara kuantitatif antara lain: metode recall 24 jam, perkiraan makanan (estimated food record), penimbangan makananan (food weighing), metode food account, metode inventaris (inventory method), dan pencatatan. Beberapa pengukuran bahkan dapat menghasilkan data yang bersifat kualitatif maupun kuantitif, yaitu metode recall 24 jam dan metode (dietary history) (Supariasa et al 2001). Metode recall 24 jam adalah metode penelitian konsumsi pangan, yaitu pewawancara menanyakan apa yang telah dikonsumsi oleh responden. Wawancara dilakukan berdasarkan suatu daftar pertanyaan atau kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Ditanyakan dengan lengkap apa yang telah dikonsumsi ketika makan pagi, siang, malam dan selingan/makanan kecil di luar waktu makan, biasanya 1 – 3 hari dari waktu wawancara. Tanggal dan waktu makan serta besar porsi setiap makanan dicatat dengan teliti. Hasil pencatatan dan wawancara kemudian diolah, dikembalikan kepada bentuk bahan mentah dan dihitung zat-zat gizinya berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) yang berlaku. Jumlah masing-masing zat gizi dijumlahkan dan dihitung rata-rata konsumsi setiap hari (Sediaoetama 2000). Metode recall 24 jam mempunyai beberapa kelebihan yaitu: (1) mudah melaksanakannya, karena tidak terlalu membebani responden, (2) biaya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan tempat yang luas untuk wawancara, (3) cepat, sehingga dapat mencangkup banyak responden, (4) dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari. Kekurangan metode recall 24 jam adalah: (1)
kurang
dapat
menggambarkan
asupan
makanan
sehari-hari,
(2)
ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden, (3) the flat slope syndrome (kecenderungan bagi responden yang kurus untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak dan bagi responden yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit), (4) membutuhkan tenaga atau petugas yang terampil dalam menggunakan alat bantu seperti URT dan ketepatan alat bantu, (5) untuk
10
mendapatkan gambaran konsumsi makan sehari-hari recall jangan dilakukan pada saat panen, hari pasar, dan lain sebagainya (Supariasa et al 2001). Tingkat Kecukupan Gizi Kecukupan gizi seseorang dapat dihitung dengan mengacu pada Daftar Kecukupan Gizi (DKG), yaitu daftar yang memuat angka-angka kecukupan zat gizi rata-rata per orang per hari bagi orang sehat Indonesia. Angka kecukupan gizi (AKG) tersebut sudah memperhitungkan variasi kebutuhan Individu, sehingga kecukupan ini setara dengan kebutuhan rata-rata ditambah jumlah tertentu untuk mencapai tingkat aman. AKG dapat digunakan untuk menilai tingkat kecukupan zat gizi seseorang (Hardinsyah & Briawan 1994). Tingkat kecukupan gizi adalah perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein menurut Departemen Kesehatan (1996) adalah: (1) defisit tingkat berat (<70% AKG); (2) defisit tingkat sedang (70-79% AKG); (3) defisit tingkat ringan (80-89% AKG); (4) normal (90-119% AKG); dan (5) berlebih (≥ 120% AKG). Klasifikasi tingkat kecukupan vitamin mineral menurut Gibson (2005) yaitu (1) kurang (<77% AKG) dan cukup (≥ 77% AKG). Energi Energi merupakan suatu hasil metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu dan kegiatan fisik. Kelebihan energi disimpan sebagai cadangan energi dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi jangka pendek dan dalam bentuk lemak sebagai cadangan energi jangka panjang (Hardinsyah & Tambunan 2004). Pangan sumber energi adalah pangan sumber lemak, karbohidrat dan protein. Pangan sumber energi yang kaya lemak antara lain gajih/lemak dan minyak, buah berminyak (alpukat), biji berminyak (biji wijen, bunga matahari dan kemiri), santan, coklat, dan aneka pangan produk turunannya. Pangan sumber energi yang kaya karbohidrat antara lain beras, jagung, oat, serealia lainnya, umbi-umbian, tepung, gula, madu, buah dengan kadar air rendah (pisang, kurma dan lain-lain) dan aneka produk turunannya. Pangan sumber energi yang kaya protein antara lain daging, ikan, telur, susu, dan aneka produk turunannya (Hardinsyah & Tambunan 2004).
11
Protein Protein adalah suatu zat gizi yang berperan sebagai penghasil energi, pembetukan jaringan baru, dan mempertahankan jaringan yang telah ada. Protein dalam tubuh manusia, terutama dalam jaringan sel, bertindak sebagai bahan membran sel, dapat membentuk jaringan pengikat misalnya kolagen dan elastin, serta membentuk protein yang inert seperti rambut dan kuku. Disamping itu protein dapat bekerja sebagai enzim, bertindak sebagai plasma (albumin), membentuk antibodi, membentuk kompleks dengan molekul lain, serta dapat bertindak sebagai bagian sel yang bergerak (protein otot). Kekurangan protein dalam waktu lama dapat mengganggu berbagai proses dalam tubuh dan menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit (Winarno 1992). Menurut Almatsier (2006), protein berfungsi untuk pertumbuhan dan pemeliharaan, pembetuk ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air di dalam tubuh, memelihara netralitas tubuh, membentuk antibodi dan mengangkut zat-zat gizi, serta sebagai sumber energi. Protein memegang peranan esensial dalam mengangkut zat-zat gizi dari saluran cerna ke dalam darah, dari darah ke jaringan, dan melalui membran sel ke dalam sel-sel. Protein yang berperan sebagai pengangkut zat besi di dalam darah adalah transferin. Kekurangan protein dapat menyebabkan gangguan pada absorpsi dan transportasi zat-zat gizi termasuk zat besi (Fe). Sumber protein pada umumnya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok protein hewani dan nabati. Sumber protein hewani diantaranya adalah susu, telur, daging, unggas, ikan, dan kerang, sedangkan pangan sumber protein nabati adalah kedelai dan produk olahannya seperti tempe, tahu, dan kacangkacangan lainnya. Meskipun tidak begitu tinggi kandungan proteinnya namun karena dikonsumsi dalam jumlah besar, beras dan jagung juga penting peranannya sebagai sumber protein (Winarno 1993). Vitamin A Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Bentuk aktif vitamin A hanya terdapat dalam pangan hewani. Pangan nabati mengandung karoteid yang merupakan prekursor (provitamin) vitamin A. Sumber vitamin A adalah hati, telur, susu (di dalam lemaknya) dan mentega. Sumber karoten adalah daun singkong, daun kacang, kangkung, bayam, kacang panjang, buncis, wortel, tomat, jagung kuning, pepaya, nangka masak dan jeruk (Almatsier 2006).
12
Vitamin A berfungsi dalam penglihatan, diferensiasi sel, fungsi kekebalan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, pencegahan kanker, dan penyakit jantung. Selain itu, vitamin A juga berperan dalam pembentukan sel darah merah, kemungkinan melalui interaksi dengan zat besi (Fe) (Almatsier 2006). Menurut Wirakusumah (2006), fungsi vitamin A berhubungan dengan sistem visual. Retina pada manusia memiliki empat macam senyawa mengandung vitamin A yang berfungsi pada proses visual. Salah satu tanda kekurangan vitamin A adalah timbulnya penyakit buta senja. Vitamin A juga penting untuk pertumbuhan dan perkembangan. Dalam hal ini vitamin A berfungsi mempertahankan kesehatan dan struktur kulit, rambut dan gigi. Fungsi tubuh lain yang dibantu oleh vitamin A antara lain reproduksi, pembuatan dan aktivitas
hormon
adrenalin,
pembuatan
dan
aktivitas
hormon
thiroid,
mempertahankan struktur sel-sel syaraf dan berfungsinya sel-sel syaraf, kekebalan tubuh pada umumnya, serta pertumbuhan sel. Vitamin C Vitamin C merupakan vitamin yang paling labil, vitamin C mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena panas. Oksidasi dipercepat dengan kehadiran tembaga dan besi. Vitamin C tidak stabil dalam larutan alkali, tetapi cukup stabil dalam larutan asam.
Vitamin C
mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh, yaitu untuk mensintesis kolagen, karnitin, serotonin, noradrenalin, absorpsi kalsium, mencegah infeksi, mencegah kanker dan penyakit jantung (Almatsier 2002). Sumber utama vitamin C adalah buah dan sayuran segar. Biasanya sumber vitamin C dihubungkan dengan jeruk walaupun buah dan sayuran yang lain merupakan sumber yang baik (Setiawan & Rahayuningsih 2004). Menurut Wirakusumah (2006), kandungan vitamin C banyak terdapat pada buah seperti jambu biji, jeruk, tomat, mangga dan sirsak. Selain itu sayuran juga banyak mengandung vitamin C terutama brokoli, cabe, dan kentang. Kekurangan vitamin C yang berat akan mengakibatkan fungsinya pada sintesa kolagen terganggu dan akan tampak sebagai perdarahan terutama di jaringan lunak, seperti gusi, gejala ini disebut scurvy. Pada derajat yang lebih ringan, kekurangan vitamin C berpengaruh pada sistem pertahanan tubuh dan kecepatan penyembuhan luka. Asupan vitamin C yang tinggi akan meningkatkan risiko timbulnya batu ginjal karena meningkatknya produksi oksalat. Selain itu
13
pada beberapa orang dapat mengakibatkan gangguan lambung dan diare (Setiawan & Rahayuningsih 2004). Kalsium Tubuh kita mengandung lebih banyak kalsium daripada mineral lain, diperkirakan 2% berat badan orang dewasa atau sekitar 1,0-1,4 kg terdiri dari kalsium. Meskipun pada bayi kalsium hanya sedikit (25-30 g), setelah usia 20 tahun secara normal akan terjadi penempatan sekitar 1200 g kalsium dalam tubuhnya (Winarno 1992). Kalsium mempunyai dua fungsi di dalam tubuh yaitu: penyusunan dan pengaturaan. Hampir seluruh kalsium bersama fosfor, berperan sebagai komponen utama tulang dan gigi. Hanya sedikit sekali ditemukan dalam jaringan lunak dan cairan tubuh yang berperan dalam berbagai fungsi pengaturan seperti pengaturan metabolisme kloting darah, penghantar impuls saraf, produksi hormon, produksi dan aktivitas enzim, pengaturan permiabel membran, pengaturan siklus kontraksi dan relaksasi otot jantung serta pemeliharaan keseimbangan asam basa dan elektrolit (Soekatri & Kartono 2004). Menurut Winarno (1992) peran kalsium dalam tubuh umumnya yaitu membantu pembentukan tulang dan gigi serta mengukur proses biologis dalam tubuh. Kalsium yang berada dalam sirkulasi darah dan jaringan tubuh berperan dalam berbagai kegiatan, diantaranya untuk transmisi impuls saraf, kontraksi otot, penggumpalan darah, dalam proses penyerapan vitamin B12, pengaturan permeabilitas membran sel serta keaktifan enzim. Anak yang masih tumbuh dan berkembang memerlukan kalsium untuk pembentukan yang lebih banyak daripada orang yang sudah tua. Kebutuhan kalsium dapat tercukupi dengan mengkonsumsi bahan makanan sumber kalsium. Bahan makanan yang kaya akan kalsium adalah susu dan hasil olahannya (kecuali mentega) seperti keju dan es krim. Selain itu, ikan sarden, salmon, serealia, kacang-kacangan, tahu, tempe, serta sayuran hijau (Almatsier 2002). Kekurangan kalsium pada anak-anak dapat menyebabkan penyakit ricket, cacat tulang, dan pertumbuhan terhambat. Pada orang dewasa kekurangan kalsium menyebabkan osteomalacia atau pelunakan tulang. Kadar kalsium dalam darah yang sangat rendah dapat menyebabkan kekejangan otot atau keram kaki, tingginya tekanan darah, dan osteoporosis (Wirakusumah 2006).
14
Zat Besi Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Zat besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh, yaitu: sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringa tubuh (Almatsier 2002). Menurut Kartono & Soekantri (2004) dalam bentuk senyawa dengan protein zat besi membentuk hemoglobin sebagai pembawa oksigen dalam darah. Sekitar 85% besi dalam tubuh ada dalam senyawa dengan protein dan sekitar 5% ada dalam protein otot juga dalam sel. Semua senyawa ini sangat vital untuk pernafasan sel yaitu tempat oksigen dan karbondioksida bertukar. Kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia gizi besi yang ditandai dengan kulit pucat, lemah/ letih, dan nafasnya pendek akibat kekurangan oksigen (Kartono & Soekantri 2004). Kekurangan unsur besi dapat terjadi karena meningkatnya
kebutuhan,
menurunnya
intake
makanan,
berkurangnya
penyerapan dan penggunaan besi, kehilangan darah, serta kombinasi dari faktorfaktor tersebut (Wirakusumah 2006). Menurut Karyadi dan Muhilal (1996), zat yang menghambat penyerapan zat besi antara lain adalah asam fitat, asam oksalat dan tanin terdapat dalam serealia, sayuran, kacang-kacangan dan teh. Protein, terutama protein hewani dan vitamin C membantu penyerapan zat besi dalam tubuh. Pangan yang mengandung zat besi dalam jumlah yang cukup tinggi adalah hati, daging, makanan laut, buah kering, kacang-kacangan, sayuran hijau dan serealia. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan zat besi adalah asam organik (vitamin C), zat penghambat penyerapan (asam fitat, asam oksalat, tanin), tingkat keasaman lambung, faktor intrinsik, dan kebutuhan tubuh (Almatsier 2002). Status Gizi Gibson (2005) menyatakan bahwa status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilitas zat gizi makanan. Selanjutnya menurut Supariasa et al (2001) status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Penilaian gizi yang dilakukan secara langsung meliputi antropometri, biokimia,
15
klinis dan biofisik. Penilaian yang dilakukan secara tidak langsung seperti survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi. Setiap metode memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing. Cara pengukuran status gizi yang paling sering dilakukan di masyarakat dengan menggunakan metode antropometri. Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi anak dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa et al 2001). Berdasarkan Supariasa et al (2001) pengukuran status gizi dengan menggunakan metode antropometri memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangan dari metode ini adalah (a) tidak sensitif, (b) faktor di luar gizi (penyakit, genetik dan penurunan penggunanaan energi) dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran antropometri, (c) kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi dan validitas pengukuran antropometri gizi. Kelebihan dari metode antropometri adalah (a) relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, (b) metode ini tepat dan akurat, (c) dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau, (d) umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang dan gizi buruk, (e) dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu. Menurut WHO (2007) pengukuran status gizi pada anak usia 5 hingga 19 tahun direkomendasikan menggunakan indeks masa tubuh berdasarkan umur (IMT/U). Kategori status gizi berdasarkan IMT/U dapat dilihat pada Tabel berikut ini. Tabel 1 Kategori status gizi berdasarkan IMT/U Ambang batas (z-skor) z < -3 SD -3 SD ≤ z ≤ -2 SD -2 SD ≤ z ≤ +1 SD +1 SD ≤ z ≤ +2 SD z > +2 SD Sumber : Kepmenkes 2010
Kategori sangat kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas
KERANGKA PEMIKIRAN Anak sekolah merupakan investasi bangsa yang sangat berharga, karena anak
merupakan
generasi
penerus
bangsa
yang
diharapkan
mampu
memperbaiki keadaan suatu bangsa di masa yang akan datang. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan oleh kualitas anak-anak saat ini. Untuk itulah upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan secara sistemik dan berkesinambungan, yaitu dengan pengoptimalan tumbuh kembang anak. Salah satu indikator tumbuh kembang anak usia sekolah adalah status gizi. Status gizi anak dipengaruhi oleh tingkat konsumsi anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak tersebut. Kemudian tingkat konsumsi pangan dipengaruhi oleh kebutuhan gizi anak berdasarkan usia dan jenis kelamin serta intik energi dan zat gizi anak yang diperoleh dari konsumsi pangan anak yang meliputi jenis konsumsi dan jumlah konsumsi anak. Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan seseorang atau sekelompok orang. Konsumsi pangan anak diduga akan berbeda pada hari sekolah dan hari libur, oleh karena itu, akan dianalisis perbedaannya dan juga tingkat kecukupan energi dan zat gizi anak pada kedua hari tersebut. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi konsumsi pangan siswa antara lain: karakteristik siswa, pengetahuan gizi siswa, karakteristik keluarga, penyediaan pangan di rumah dan ketersediaan pangan atau jajanan di sekolah. Karakteristik siswa yang dapat mempengaruhi konsumsi pangan tersebut yaitu: usia, jenis kelamin, dan besarnya uang saku. Karakteristik keluarga meliputi: besar keluarga, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua dan pendapatan orangtua. Besarnya uang saku diduga juga dapat dipengaruhi oleh karakteristik keluarga. Selain itu pengetahuan gizi juga akan mempengaruhi konsumsi pangan siswa.
Pengetahuan
gizi
setiap
siswa
akan
berbeda-beda
tergantung
karakteristik siswa dan karakteristik keluarga dari siswa tersebut, sehingga diduga konsumsi pangan tiap individu akan berbeda. Ketersediaan pangan baik di rumah maupun di sekolah (kudapan) diduga juga akan mempengaruhi konsumsi pangan siswa baik jenis maupun jumlah. Namun pada penelitian ini penyediaan pangan dirumah, ketersediaan pangan atau kudapan di sekolah, dan penyakit infeksi tidak diteliti.
17
Pengetahuan Gizi Anak Sekolah Dasar Karakteristik Keluarga: • Besar keluarga • Pendidikan Orangtua • Pekerjaan Orangtua • Pendapatan Orangtua
Karakteristik siswa: • Usia • Jenis Kelamin • Besar Uang Saku
Ketersediaan pangan atau jajanan di sekolah
Konsumsi Pangan Anak: • Jenis Konsumsi • Jumlah konsumsi
Penyediaan Pangan di Rumah
Hari Libur
Hari Sekolah
Intik Energi dan Zat Gizi
Kebutuhan Gizi Berdasarkan AKG
Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi
Status Gizi Anak Sekolah Dasar
Penyakit Infeksi
Keterangan: : Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang dianalisis : Hubungan yang tidak dianalisis Gambar 1 Faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi pangan anak
METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional study dan berupa data survey. Penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan data sekunder yaitu yang merupakan bagian dari penelitian “Pengembangan Model Pendidikan Makanan Jajanan Sehat Berbasis Sekolah untuk Tingkat Sekolah Dasar” yang dilakukan oleh Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center – Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Institut Pertanian Bogor. Tempat penelitian dilakukan di dua SD yang terpilih di wilayah Kota Bogor. SD dipilih secara purposive sampling dan berdasarkan rekomendasi Dinas Pendidikan. SD yang menjadi lokasi penelitian adalah SDN Lawanggintung 01 dengan akreditasi A dan SDN Cimanggu Kecil dengan akreditasi B. Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan Juni 2009 sampai bulan Juni 2010, cleaning dan pengolahan data dilakukan pada bulan April 2011 sampai bulan Juni 2011. Teknik Penarikan Contoh Contoh penelitian adalah siswa kelas 3 dan kelas 4 yang dipilih secara purposive 62 siswa dengan absensi menggunakan simple random sampling. Siswa kelas 3 dan kelas 4 dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa pendidikan gizi seyogyanya dimulai sejak dini pada bangku formal sehingga siswa dipilih melalui stratified random sampling dengan berdasarkan jenis kelamin yaitu lakilaki dan perempuan serta siswa kelas 3 dan kelas 4 dengan pertimbangan bahwa siswa sudah dapat membaca dan mengisi kuesioner dengan dibimbing oleh enumerator, selain itu minimal usia 7 tahun sudah dapat menggunakan recall 1 x 24 jam. Berikut disajikan tabel jumlah siswa kelas 3 dan kelas 4 yang dijadikan sampel penelitian. Tabel 2 Jumlah sampel di kedua Sekolah Dasar Sekolah
Akreditasi
SDN Lawanggintung 01 SDN Cimanggu Kecil Total
A B
Kelas 3 L P 6 8 8 7 14 15
Kelas 4 L P 10 10 8 5 18 15
Jumlah 34 28 62
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Keseluruhan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data tersebut meliputi: karakteristik siswa, karakteristik keluarga,
19
pengetahuan gizi siswa, recall konsumsi pangan pada hari sekolah dan hari libur, serta gambaran umum sekolah dan absensi siswa. Cara pengumpulan data menggunakan teknik wawancara dan kuesioner untuk karakteristik siswa, karakteristik keluarga, dan recall konsumsi pangan siswa. Data pengetahuan gizi diperoleh dengan memberikan 20 pertanyaan berganda terkait dengan gizi dan keamanan pangan (Lampiran 1). Pengukuran langsung dilakukan untuk mengetahui data antropometri siswa menggunakan microtoise dan timbangan berat badan. Berikut variabel dan cara pengumpulan data yang dilakukan. Tabel 3 Variabel dan cara pengumpulan data No. 1.
2.
3.
4. 5.
6.
Variabel Karakteristik siswa: Usia Jenis kelamin Besar uang saku
Cara Pengumpulan Data
Alat
Wawancara dan mengisi kuesioner
Kuesioner
Karakteristik keluarga: Besar keluarga Pendidikan orangtua Pekerjaan orangtua Pendapatan orangtua
Wawancara dan mengisi kuesioner
Kuesioner
Konsumsi pangan jenis: Jumlah konsumsi Jenis konsumsi
Wawancara dan mengisi kuesioner
Kuesioner
Menjawab pertanyaan
Kuesioner
Wawancara dan mengisi kuesioner
Kuesioner
Pengukuran berat badan dan tinggi badan
Timbangan Berat Badan dan microtoise
Pengetahuan gizi Recall konsumsi pangan: Hari sekolah Hari Libur Antropometri: BB TB
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan cara pembersihan data (cleaning) dan melihat
distribusi
frekuensi
setiap
variabel.
Jika
ditemukan
kesalahan
pengkodean atau data-data yang belum lengkap dilakukan koreksi. Data yang telah diproses kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara statistik deskriptif (persentase, rata-rata dan simpangan baku) dan inferensia (uji korelasi Sperman dan uji beda Independent Sample t-test) menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16.0 for Windows. Kategori variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.
20
Tabel 4 Pengkategorian variabel penelitian No. Variabel A. Karakteristik siswa 1. Usia 2.
Jenis kelamin
3.
Besar uang saku
Pengkategorian Data • • • • • • •
7-9 tahun 10-12 tahun 1 = Laki-laki 2 = Perempuan Rendah < 2.000 Sedang 2.000-4.800 Tinggi > 4.800
B. Karakteristik Keluarga 1. Jumlah anggota • Kecil (≤ 4 orang) keluarga • Sedang (5-7 orang) • Besar (≥ 8 orang) 2. Pendidikan • Tidak tamat SD orangtua • SD • SLTP • SLTA • Perguruan Tinggi 3. Pekerjaan orangtua • PNS • TNI / POLRI • Pegawai Swasta • Petani / Buruh • Wiraswasta • IRT • Lain-lain 4. Pendapatan ayah • 1 = ≤500.000 • 2 = 500.001 – 1 juta • 3 = 1.000.001 – 2 Juta • 4 = > 2 juta C. Konsumsi Pangan Siswa Recall 1 x 24 Jam Dikonversi beratnya dalam gram dan dihitung kandungan gizinya D. Pengetahuan Gizi Siswa Pengetahuan gizi • Kurang, (skor <60%) • Sedang, (skor 60-80%) • Baik (skor > 80%) E. Tingkat kecukupan konsumsi Siswa Klasifikasi tingkat • defisit berat (<70% AKE) kecukupan energi • defisit sedang (70-79% AKE) dan protein • defisit ringan (80-89% AKE) • normal (90-119% AKE) • kelebihan (>120% AKE) Klasifikasi tingkat • Kurang (<77% AKG) kecukupan vit & min • Cukup (≥77% AKG) F. Status Gizi Siswa IMT/U • Sangat Kurus z < -3SD • Kurus -3SD ≤ z ≤-2SD • Normal -2 SD ≤ z ≤ 1SD • Gemuk 1SD ≤ z ≤ 2SD • Obesitas z > 2SD TB/U • Pendek < -2 SD • Normal -2SD ≤ z ≤ 2SD • Tinggi > 2 SD
Referensi AKG (2004)
Sebaran Siswa
Hurlock (1980)
Jenjang pendidikan formal Indonesia
Sebaran Orangtua
DKBM Khomsan (2000)
Depkes (1996)
Gibson (2005)
Kepmenkes (2010)
WHO (2007)
21
Data konsumsi pangan berupa jenis dan jumlah makanan dalam gram/URT dikonversi kedalam nilai zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan sehinggga dapat diketahui kandungan gizi masingmasing bahan pangan. Kemudian dilakukan perhitungan tingkat kecukupan gizi untuk energi, protein, vitamin A, vitamin C, kalsium, dan zat besi. Adapun rumus umum yang digunakan untuk mengetahui kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi adalah : KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan : KGij
= Penjumlahan zat gizi i dari setiap bahan makanan/pangan yang dikonsumsi
Bj
= Berat bahan makanan j (gram)
Gij
= Kandungan zat gizi i dari bahan makanan j
BDDj = % bahan makanan j yang dapat dimakan (Sumber : Hardinsyah & Briawan 1994) Faktor koreksi berat badan dilakukan untuk mengetahui kebutuhan energi dan protein anak sesuai dengan berat badan aktual anak, yaitu dengan membandingkan berat badan aktual dengan berat badan ideal dikalikan dengan angka kecukupan energi atau protein berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII tahun 2004. Faktor koreksi berat badan yang dilakukan pada penelitian ini hanya digunakan pada anak dengan status gizi normal yang diketahui berdasarkan indeks IMT/U (-2SD
= Berat badan aktual anak (kg)
BBi
= Berat badan ideal anak (kg)
AKGx = Angka kecukupan energi atau protein berdasarkan AKG (2004) Angka kecukupan energi dan zat gizi yang dianjurkan untuk anak usia sekolah berdasarkan AKG (2004) dapat dilihat pada Tabel 5.
22
Tabel 5 Angka kecukupan energi dan zat gizi bagi anak sekolah Umur (thn) Anak (7-9) Pria (10-12) Wanita (10-12)
BB (kg) 25 35 37
TB (cm) 120 138 145
Energi (kkal) 1800 2050 2050
Protein (g) 45 50 50
Vit. A (RE) 500 600 600
Vit. C (mg) 45 50 50
Kalsium (mg) 600 1000 1000
Zat besi (mg) 10 13 20
Pengukuran tingkat kecukupan zat gizi yaitu: energi, protein, vitamin A, vitamin C, kalsium, dan zat besi merupakan tahap lanjutan dari penghitungan konsumsi pangan. Tingkat kecukupan zat gizi merupakan persentase konsumsi aktual siswa dengan angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII tahun 2004 yang telah dikoreksi menggunakan faktor koreksi berat badan. Secara umum tingkat kecukupan zat gizi dapat dirumuskan sebagai berikut: TKGi = (Ki/AKGi) x 100% Keterangan: TKGi
= Tingkat kecukupan zat gizi i
Ki = Konsumsi zat gizi i
AKGi = Kecukupan zat gizi i yang dianjurkan (Sumber : Hardinsyah & Briawan 1994) Pengukuran status gizi dilakukan dengan metode antropometri melalui perhitungan indeks massa tubuh dibandingkan dengan umur (IMT/U) dan tinggi badan dibandingkan dengan umur (TB/U) dengan menggunakan software WHO Anthroplus 2007. Kemudian hasilnya disesuaikan dengan nilai yang telah ditentukan oleh Kepmenkes tahun 2010 untuk IMT/U dan WHO tahun 2007 untuk TB/U. Kemudian analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Analisis deskriptif meliputi : a. Karakteristik siswa meliputi: umur, jenis kelamin dan uang saku per hari. b. Karakteristik keluarga meliputi: besar keluarga, pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, dan pendapatan ayah. c. Pengetahuan gizi siswa. d. Konsumsi pangan siswa pada hari sekolah dan hari libur. e. Tingkat kecukupan energi, protein, vitamin A, vitamin C, kalsium, dan zat besi. f.
Status gizi siswa.
23
2. Uji korelasi Spearman digunakan untuk melihat variabel hubungan yaitu: a. Menganalisa hubungan besarnya uang saku dengan karakteristik keluarga (pendidikan ayah, pendidikan ibu, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, pendapatan ayah, besar keluarga) b. Menganalisa hubungan karakteristik siswa (jenis kelamin, umur dan uang saku) dan karakteristik keluarga (pendidikan ayah, pendidikan ibu, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, pendapatan ayah dan besar keluarga) dengan pengetahuan gizi siswa. c. Menganalisa hubungan pengetahuan gizi siswa dengan konsumsi pangan siswa (total zat gizi yang dikonsumsi). d. Menganalisa hubungan tingkat kecukupan energi dan protein dengan status gizi siswa. 3. Uji beda Independent Sample t-test digunakan untuk menguji perbedaan yaitu: a. Menguji perbedaan konsumsi pangan serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi siswa pada hari sekolah dan hari libur. b. Menguji perbedaan konsumsi pangan serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi siswa kelas 3 dan kelas 4. c. Menguji perbedaan konsumsi pangan serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi siswa laki-laki dan perempuan.
24
Definisi Operasional Anak sekolah dasar adalah anak dengan usia mulai dari 6 tahun hingga anak menunjukkan kematangan seksualnya antara usia 13 sampai 14 tahun. Siswa adalah anak sekolah dasar kelas 3 dan kelas 4 yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Besar keluarga adalah keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak, dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama. Pekerjaan orangtua adalah kegiatan yang dilakukan oleh orangtua siswa, baik dengan
bekerja
di
instansi
pemerintah,
swasta,
usaha
sendiri
(wirausaha), dan usaha lain dalam rangka menafkahi keluarganya. Pendidikan orangtua adalah jenjang pendidikan formal yang diselesaikan oleh orangtua dengan memperhitungkan lamanya tahun pendidikan yang pernah diikuti. Pendapatan ayah adalah total pendapatan (Rp/bln) yang diperoleh ayah responden setiap bulannya. Pengetahuan gizi adalah kemampuan kognitif serta pemahaman contoh tentang gizi seimbang. Pengetahuan gizi diukur dari kemampuan contoh dalam menjawab pertanyaan terkait gizi dan keamanan pangan. Pengetahuan terkait gizi pengetahuan siswa yang berkaitan dengan segala sesuatu tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal. Pengetahuan terkait keamanan pangan pengetahuan siswa mengenai pencegahan pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu atau membayakan kesehatan. Status gizi siswa adalah keadaan tubuh contoh yang diakibatkan karena intake zat gizi dan penyerapan yang diukur berdasarkan nilai z-skor indeks IMT/U. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Konsumsi pangan siswa adalah jenis dan jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan anak dalam waktu satu hari. Intik energi dan zat gizi adalah banyaknya energi dan zat gizi yang dikonsumsi siswa dalam satu hari.
25
Tingkat kecukupan gizi adalah total zat gizi yang dikonsumsi siswa dalam satu hari dibandingkan dengan angka kecukupan gizi menurut umur dan jenis kelamin berdasarkan WKNPG 2004. Kudapan adalah makanan selingan yang dibeli dan siap dikonsumsi (produksi pabrik) ataupun terlebih dahulu diolah oleh penjual jajanan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah Sekolah yang diteliti terdiri dari dua SD yang terletak di Kota Bogor. Sekolah yang pertama adalah SD Negeri Lawanggintung 01 yang berakreditasi A dan sekolah kedua SD Negeri Cimanggu Kecil yang berakreditasi B. Kedua sekolah ini memiliki kantin baik di dalam lingkungan sekolah maupun penjaja makanan di luar sekolah. SD Negeri Lawanggintung 01 adalah sekolah yang berada di Jalan Lawanggintung No.22, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, dan didirikan pada tahun 1966. Sekolah ini memiliki luas tanah 1593 m², yang terdiri dari bangunan seluas 865 m² dan halaman seluas 728 m². Jumlah pegawai sebanyak 31 orang, termasuk kepala sekolah, guru kelas sebanyak 15 orang, guru bidang studi 10 orang, pustakawan 1 orang, pegawai tata usaha 2 orang dan penjaga sekolah 2 orang. Jumlah siswa pada tahun 2008/2009 sebanyak 632 orang yang terdiri dari 306 laki-laki dan 326 perempuan, dengan jumlah kelas sebanyak 13 kelas. Kegiatan belajar disekolah ini yaitu masuk pagi dan siang, pagi dimulai dari pukul 07.00-13.00 WIB sedangkan siang dimulai dari pukul 13.00-17.00 WIB. Fasilitas yang tersedia terdiri dari ruang kelas, ruang komputer, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang penjaga, mushola, koperasi, kantin, serta WC guru dan WC murid. SD Negeri Cimanggu Kecil adalah sekolah yang beralamat di Jalan Cimanggu Kecil No. 35, Kelurahan Ciwaringin, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Letaknya berada agak dalam sehingga tidak begitu banyak kendaraan umum yang melaluinya. Sekolah ini berdiri sejak tahun 1977 dan mulai beroperasi pada tahun 1978. Sekolah ini memiliki luas tanah seluas 1660 m². Jumlah guru dan staf pegawai sekolah sebanyak 19 orang PNS dan 2 honorer. Jumlah siswa sebanyak 555 orang yang terdiri dari 276 laki-laki dan 279 perempuan, dengan jumlah kelas sebanyak 16 kelas. Sama halnya dengan SD Negeri Lawanggintung 01, kegiatan belajar di SD Negeri Cimanggu Kecil yaitu masuk pagi dan siang, pagi dimulai dari pukul 07.00-13.00 WIB sedangkan siang dimulai dari pukul 13.00-17.00 WIB. Fasilitas yang dimiliki sekolah yaitu ruang kelas, perpustakaan, mushola, kantin, koperasi sekolah, taman sekolah, lapangan olahraga, serta WC guru dan WC murid.
27
Karakteristik Siswa Umur dan Jenis Kelamin Siswa pada penelitian ini adalah siswa SD kelas 3 dan kelas 4 dengan kisaran umur 7-12 tahun. Rata-rata siswa berumur 8,6 ± 0,9 tahun. Sebagian besar umur siswa berada pada usia 8 dan 9 tahun. Sebaran siswa berdasarkan umur, kelas dan jenis kelamin dapat dilihat dalam Tabel 6. Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa kelas 3, baik laki-laki maupun perempuan berumur 8 tahun dengan persentase 50% dan 60% sedangkan siswa kelas 4 sebagian besar berumur 9 tahun yaitu laki-laki sebanyak 66,7% dan perempuan 53,3%. Tabel 6 Sebaran siswa berdasarkan umur, kelas dan jenis kelamin Kelas 3 Laki-laki Perempuan n % n % 3 21,4 1 6,7 7 50,0 9 60,0 4 28,5 5 33,3 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0 14 100,0 15 100,0 8,1 ± 0,6 8,1 ± 0,5
Umur (tahun) 7 8 9 10 11 12 Total Rata-rata ± SD
Kelas 4 Laki-laki Perempuan n % n % 0 0,0 0 0,0 3 16,7 4 26,7 12 66,7 8 53,3 2 11,1 1 6,7 1 5,6 1 6,7 0 0,0 1 6,7 18 100,0 15 100,0 9,0 ± 0,7 9,2 ± 1,1
Total n % 4 6,5 23 37,1 29 46,7 3 4,8 2 3,2 1 1,6 62 100,0 8,6 ± 0,9
Besar Uang Saku Uang saku merupakan bagian dari pengalokasian keluarga yang diberikan pada anak untuk jangka waktu tertentu, seperti harian, mingguan, atau bulanan. Perolehan uang saku sering menjadi suatu kebiasaan, anak diharapkan untuk belajar mengelola dan bertanggung jawab atas uang saku yang dimiliki (Napitu 1994). Tabel 7 Sebaran siswa berdasarkan besar uang saku Uang Saku < Rp. 2.000 Rp. 2.000 s/d Rp. 4.800 > Rp. 4.800 Total
Kelas 3 Laki-laki Perempuan n % n % 3 21,4 0 0,0 7 50,0 11 73,3 4 28,6 4 26,7 14 100,0 15 100,0
Kelas 4 Laki-laki Perempuan n % n % 1 5,6 0 0,0 11 61,1 11 73,3 6 33,3 4 26,7 18 100,0 15 100,0
Total n 4 40 18 62
% 6,5 64,5 29,0 100,0
Berdasarkan hasil penelitian, besar uang saku siswa berkisar antara Rp.1.500,- sampai Rp.10.000,-. Dapat dilihat pada Tabel 7, sebagian besar uang saku siswa berada pada kisaran Rp.2.000,- sampai Rp.4.800,- yaitu sebanyak 64,5%. Besar uang saku anak merupakan salah satu indikator sosial ekonomi keluarga, pada penelitian ini ditemukan bahwa besarnya uang saku anak sebanding dengan pendapatan ayah. Andrawulan et al (2008) diacu dalam
28
Umardani (2011) menyatakan bahwa semakin banyak uang saku, maka semakin besar peluang anak untuk membeli makanan jajanan baik di kantin maupun di luar sekolah. Pengetahuan Gizi Pengetahuan adalah informasi yang disimpan dalam ingatan yang menjadi penentu utama perilaku seseorang. Pengetahuan gizi yang baik menjadi andalan yang menentukan konsumsi pangan. Anak yang memiliki pengetahuan gizi yang baik akan mampu menerapkan pengetahuan gizinya didalam pemilihan bahan
makanan,
khususnya
makanan
jajanan
yang
akan
dikonsumsi.
Pengetahuan gizi siswa terbagi menjadi dua yaitu pengetahuan terkait gizi dan pengetahuan terkait keamanan pangan. Pengetahuan terkait gizi meliputi definisi dan kegunaan makanan bergizi, pangan sumber zat gizi, dan fungsi zat gizi. Pengetahuan terkait keamanan pangan meliputi definisi pangan yang aman, contoh jajanan sehat, perilaku hidup sehat, dan keamanan makanan jajanan. Tabel 8 Sebaran siswa berdasarkan pengetahuan gizi Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan Keamanan Pangan Keseluruhan n % n % n % 12 19,4 16 25,8 11 17,7 17 27,4 16 25,8 23 37,1 33 53,2 30 48,4 28 45,2 62 100,0 62 100,0 62 100,0 73,1 ± 17,5 70,3 ± 23,8 71,7 ± 17,2 Gizi
Kurang Sedang Baik Total Rata-rata ± SD
Menurut Khomsan (2000), kategori pengetahuan gizi bisa dibagi dalam tiga kelompok yaitu baik (skor > 80), sedang (60 ≤ skor ≤ 80) dan kurang (skor < 60). Tabel 8 menunjukkan bahwa pengetahuan gizi siswa termasuk dalam kategori sedang, hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai pengetahuan terkait gizi 73,1 ± 17,5 pengetahuan terkait keamanan pangan 70,3 ± 23,8 dan pengetahuan gizi secara keseluruhan 71,7 ± 17,2. Pengetahuan terkait gizi siswa sedikit lebih baik jika dibandingkan dengan yang lainnya, hal ini ditunjukkan dari sebaran pengetahuan terkait gizi siswa yang masuk dalam kategori baik mencapai 53,2%. Berikut merupakan sebaran siswa kelas 3 dan 4 berdasarkan pengetahuan gizi. Tabel 9 Sebaran siswa berdasarkan pengetahuan gizi pada siswa kelas 3 dan 4
Kurang Sedang Baik Total Rata-rata ±SD
Gizi Kelas 3 Kelas 4 n % n % 12 41,4 8 24,2 14 48,3 15 45,5 3 10,3 10 30,3 29 100,0 33 100,0 66,9 ± 17,3 78,5 ± 16,0
Keamanan Pangan Kelas 3 Kelas 4 n % n % 8 27,6 8 24,2 11 37,9 5 15,2 10 34,5 20 60,6 29 100,0 33 100,0 67,2 ± 18,6 71,0 ± 20,7
Keseluruhan Kelas 3 Kelas 4 n % n % 11 37,9 9 27,3 12 41,4 10 30,3 6 20,7 14 42,4 29 100,0 33 100,0 67,1 ± 14,5 75,8 ± 18,5
29
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pengetahuan gizi siswa kelas 4 lebih baik daripada siswa kelas 3. Hal ini dapat dilihat berdasarkan ratarata skor pengetahuan gizi baik pengetahuan terkait gizi, keamanan pangan maupun keseluruhan siswa kelas 4 lebih tinggi daripada kelas 3. Selain itu, juga dapat dilihat dari sebaran siswa yang masuk dalam kategori baik lebih tinggi pada siswa kelas 4. Hal ini dikarenakan siswa kelas 4 dianggap memiliki pengetahuan yang lebih banyak dibandingkan siswa kelas 3. Namun demikian, secara umum pengetahuan gizi siswa baik kelas 3 maupun kelas 4 termasuk dalam kategori sedang yaitu dalam kisaran 60-80%. Berikut ini disajikan pertanyaan yang ditanyakan kepada siswa serta jumlah siswa yang dapat menjawab dengan benar pada Tabel 10. Tabel 10 Sebaran siswa berdasarkan jawaban yang benar untuk pertanyaan pengetahuan gizi dan keamanan pangan No. A. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. B. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Pertanyaan Gizi Definisi makanan bergizi Kegunaan makanan bergizi Contoh anak sehat Kegunaan makanan yang cukup Waktu makan sehari Pangan sumber karbohidrat Pangan sumber protein hewani Pangan sumber vitamin Sayuran yang baik untuk kesehatan mata Kegunaan air minum Keamanan Pangan Definisi pangan yang aman Contoh jajanan sehat Minuman yang aman bagi tubuh Kebiasaan mencuci tangan Cara mencuci sayuran Ciri-ciri makanan yang aman Pengolahan daging (pangan hewani) Makanan kemasan Bungkus jajanan yang aman Makanan kaleng
n
%
49 53 56 35 44 35 44 52 58 27
79,0 85,5 90,3 56,5 71,0 56,5 71,0 83,9 93,6 43,6
42 54 58 32 41 44 57 48 23 37
67,7 87,1 93,6 51,6 66,1 71,0 91,9 77,4 37,1 59,7
Tabel 10 memperlihatkan bahwa hampir seluruh siswa (>90%) dapat menjawab dengan benar mengenai contoh anak yang sehat, sayuran yang baik bagi kesehatan mata, minuman yang aman bagi tubuh serta pengolahan pangan hewani yang baik. Namun hanya sedikit (<50%) siswa yang dapat menjawab dengan benar mengenai kegunaan air minum dan bungkus jajanan yang aman. Selebihnya sebagian besar siswa sudah dapat menjawab dengan benar mengenai definisi dan kegunaan makanan bergizi, kegunaan makanan yang cukup, pangan sumber zat gizi, definisi pangan yang aman, contoh jajanan
30
sehat, kebiasaan mencuci tangan, cara mencuci sayuran, ciri-ciri makanan yang aman, makanan kemasan dan makanan kaleng. Pertanyaan pilihan berganda mengenai pengetahuan gizi dapat dilihat pada Lampiran 1. Status Gizi Penentuan status gizi siswa didasarkan pada indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U) dan tinggi badan menurut umur (TB/U). Menurut WHO (2007), IMT/U dan TB/U adalah indikator yang direkomendasikan untuk menilai status gizi kurus, normal dan obesitas pada anak usia 5-19 tahun. Penentuan nilai status gizi ditentukan berdasarkan software anthroplus 2007. Sebelum membahas status gizi, berikut disajikan rata-rata berat badan dan tinggi badan siswa pada Tabel 11. Tabel 11 Rata-rata berat badan dan tinggi badan siswa BB (kg) TB (cm)
Kelas 3 24,9 126,8
Kelas 4 27,2 129,7
Laki-laki 25,8 128,6
Perempuan 26,5 128,1
Keseluruhan 26,1 128,3
Rata-rata berat badan dan tinggi badan siswa pada penelitian ini adalah 26,1 kg dan 128,3 cm. Dapat dilihat bahwa selain rata-rata berat badan dan tinggi badan siswa kelas 4 lebih tinggi dari kelas 3, rata-rata berat badan siswa pada jenis kelamin perempuan lebih tinggi dibandingkan jenis kelamin laki-laki, sedangkan untuk rata-rata tinggi badan siswa laki-laki lebih tinggi daripada siswa perempuan. Tabel 12 merupakan sebaran siswa berdasarkan status gizi dengan indeks IMT/U. Tabel 12 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa (69,4%) berada dalam status gizi normal, sedangkan kurus 16,1%, gemuk dan obesitas masing-masing 6,5%, dan sangat kurus 1,6%. Data Riskesdas Jawa barat tahun 2007 menyebutkan bahwa prevalensi kurus dan BB lebih anak usia sekolah (614 tahun) di Kota Bogor berdasarkan IMT/U adalah jenis kelamin laki-laki kurus 9,5% dan BB lebih 15,3% sedangkan jenis kelamin perempuan kurus 5,3% dan BB lebih 8,6%. Pada penelitian ini prevalensi kurus dan BB lebih untuk jenis kelamin laki-laki adalah 21,9% dan 15,7% sedangkan pada jenis kelamin perempuan 13,3% dan 10%.
31
Tabel 12 Sebaran siswa berdasarkan status gizi (IMT/U) Sangat kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas Total
Kelas 3 n % 0 0,0 5 17,2 22 75,9 1 3,4 1 3,4 29 100,0
Kelas 4 n % 1 3,0 5 15,2 21 63,6 3 9,1 3 9,1 33 100,0
Laki-laki n % 1 3,1 6 18,8 20 62,5 2 6,3 3 9,4 32 100,0
Perempuan n % 0 0,0 4 13,3 23 76,7 2 6,7 1 3,3 30 100,0
n 1 10 43 4 4 62
Total % 1,6 16,1 69,4 6,5 6,5 100,0
Bedasarkan tabel di atas, juga dapat dilihat bahwa dari 62 siswa yang dijadikan sampel, terdapat satu siswa yang mengalami status gizi sangat kurus berdasarkan indeks IMT/U yaitu anak laki-laki kelas 4. Begitupula siswa yang mengalami status gizi obesitas juga terutama terjadi pada siswa kelas 4 dengan jenis kelamin laki-laki. Pada penelitian ini terdapat kecenderungan bahwa siswa yang mengalami status gizi kurus dan sangat kurus berasal dari keluarga dengan pendapatan ayah menengah kebawah, sedangkan siswa dengan status gizi gemuk dan obesitas berasal dari keluarga dengan pendapatan ayah menengah keatas. Namun tidak terdapat hubungan yang signifikan antaran pendapatan ayah dengan status gizi anak (p=0,063). Tabel 13 Sebaran siswa berdasarkan status gizi (TB/U) Pendek Normal Tinggi Total
Kelas 3 n % 2 6,9 25 86,2 2 6,9 29 100,0
Kelas 4 n % 2 6,1 31 93,9 0 0,0 33 100,0
Laki-laki n % 0 0,0 32 100,0 0 0,0 32 100,0
Perempuan n % 4 13,3 24 80,0 2 6,7 30 100,0
Total n 4 56 2 62
% 6,5 90,3 3,2 100,0
Tabel 13 merupakan sebaran siswa berdasarkan status gizi dengan indeks TB/U. Tabel 13 menunjukkan bahwa sebagian besar siswa (90,3%) memiliki tinggi badan dalm kategori normal. Namun terdapat 6,5% siswa dalam kategori pendek dan 3,2% siswa lainnya dalam kategori tinggi. Karakteristik Keluarga Pendidikan Orangtua Pendidikan orangtua dibedakan atas pendidikan ayah dan pendidikan ibu. Tingkat pendidikan orangtua siswa disajikan dalam tabel berikut. Tabel 14 Sebaran siswa berdasarkan tingkat pendidikan orangtua siswa Tingkat Pendidikan Tidak tamat SD Tamat SD SMP SMA Perguruan Tinggi Total
Ayah n 0 3 6 35 18 62
Ibu % 0,0 4,8 9,7 56,5 29,0 100,0
n 0 3 12 33 14 62
% 0,0 4,8 19,4 53,2 22,6 100,0
32
Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa sebagian besar tingkat pendidikan orangtua siswa adalah SMA (ayah sebanyak 56,5% dan ibu sebanyak 53,2%). Kurang dari 30% orangtua siswa memiliki tingkat pendidikan perguruan tinggi (ayah sebanyak 29% dan ibu sebanyak 22,6%), dan selebihnya hanya menamatkan SMP atau SD. Pekerjaan Orangtua Tabel 15 menampilkan sebaran pekerjaan orangtua siswa. Sebagian besar pekerjaan ayah siswa adalah pegawai swasta yaitu sebanyak 37,1%. Pekerjaan ayah lainnya yaitu wiraswasta, TNI/POLRI, PNS, petani/buruh dan lainnya. Lebih dari separuh ibu siswa merupakan ibu rumah tangga atau tidak bekerja yaitu sebesar 69,3%, sedangkan sisanya bekerja sebagai PNS, pegawai swasta, wiraswasta dan lainnya. Tabel 15 Sebaran siswa berdasarkan pekerjaan orangtua siswa Pekerjaan PNS TNI/POLRI Swasta Petani/buruh Wiraswasta IRT Lain-lain Total
Ayah n 8 12 23 2 14 0 3 62
Ibu % 12,9 19,4 37,1 3,2 22,6 0,0 4,8 100,0
n 4 0 9 0 5 43 1 62
% 6,5 0,0 14,5 0,0 8.1 69,3 1,6 100,0
Pendapatan Orangtua Pendapatan orangtua yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendapatan ayah. Sebagian besar ayah siswa memiliki penghasilan dalam kisaran Rp.500.000 – Rp.1.000.000. Hal ini berarti sebagian besar siswa berasal dari keluarga menengah kebawah. Sebaran pendapatan ayah siswa disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Sebaran siswa berdasarkan pendapatan orangtua siswa Pendapatan < Rp.500.000 Rp.500.000 – Rp.1.000.000 Rp.1.000.000 – Rp.2.000.000 > Rp.2.000.000
Ayah n
% 4 24 17 17 62
6,5 38,7 27,4 27,4 100,0
Besar Keluarga Besar keluarga adalah keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak, dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama. Besar keluarga dapat mempengaruhi konsumsi zat gizi dan luas penghuni dalam suatu rumah tangga yang nantinya dapat mempengaruhi kesehatan anggota
33
keluarga lainnya (Sukarni 1989). Sebaran siswa berdasarkan besar keluarga disajikan pada Tabel 17. Jumlah anggota keluarga siswa berkisar antara 3-6 orang, yang kemudian dikelompokkan kedalam 3 kategori yaitu keluarga kecil, sedang dan besar. Tabel 17 menunjukkan bahwa lebih dari separuh (59,7%) keluarga siswa termasuk dalam kategori keluarga kecil. Tabel 17 Sebaran siswa berdasarkan besar keluarga siswa Besar keluarga Kecil Sedang Besar Total Rata-rata ± SD
n 37 21 4 62
% 59,7 33,9 6,4 100,0 4,5 ± 1,5
Konsumsi Pangan Menurut Khomsan (2002) pangan merupakan kebutuhan pokok manusia. Kebutuhan pangan perlu diupayakan ketersediaannya dalam jumlah yang cukup, layak, aman dikonsumsi dan mudah diperoleh dengan harga yang terjangkau. Pengukuran konsumsi pangan siswa dilakukan menggunakan metode food recall 24 jam. Metode ini memiliki beberapa kelebihan yaitu mudah dalam melaksanakannya, tidak membebani responden, biayanya murah dan cepat. Namun metode ini juga memiliki kekurangan yaitu kurang dapat menggambarkan asupan makan sehari-hari jika dilakukan satu hari dan ketepatannya tergantung dari daya ingat responden. Agar mendapatkan hasilnya yang lebih baik recall tentang makanan yang dikonsumsi siswa, sebaiknya setelah ditanyakan kepada siswa dapat ditanyakan kembali kepada orangtua (ibu). Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui bahwa, jumlah siswa yang mengkonsumsi jenis pangan daging, ikan, telur, kacang-kacangan, serta sayur dengan masing-masing olahannya, lebih tinggi pada hari libur dibandingkan hari sekolah. Jumlah siswa yang mengkonsumsi makanan pokok, susu buah dan jajanan sama besarnya antara hari sekolah dan hari libur, sedangkan ayam dan olahannya serta minuman lebih banyak siswa yang mengkonsumsi pada hari sekolah.
34
Tabel 18 Jumlah siswa yang mengkonsumsi jenis pangan
Makanan Pokok Daging dan olahannya Ayam dan olahannya Ikan dan olahannya Telur dan olahannya Susu dan olahannya Kacang-kacangan dan olahannya Sayur dan olahannya Buah dan olahannya Minuman Kudapan Total
Jumlah yang mengkonsumsi Hari Sekolah Hari Libur n % n % 62 100,0 62 100,0 13 21,0 14 22,6 29 46,8 28 45,2 25 40,3 29 46,8 40 64,5 41 66,1 35 56,5 35 56,5 12 19,4 21 33,9 26 41,9 39 62,9 18 29,0 18 29,0 20 32,3 12 19,4 48 77,4 48 77,4 62 100,0 62 100,0
Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memerhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan (BB) ideal. Adanya perubahan komposisi tubuh dan aktivitas fisik anak yang semakin banyak di luar rumah menyebabkan orangtua perlu memperhatikan asupan gizi seimbang pada anak (Soekirman et al. 2010). Tabel 19 merupakan konsumsi jenis pangan siswa, dapat dilihat bahwa jumlah jenis makanan pokok, ayam dan olahannya, ikan dan olahannya, serta kudapan yang dikonsumsi siswa pada hari sekolah sama banyaknya dengan hari libur namun rata-rata konsumsinya berbeda yaitu makanan pokok dan ayam serta olahannya lebih tinggi di hari sekolah, sedangkan ikan dan olahannya serta kudapan lebih tinggi di hari libur. Jenis pangan daging, telur, susu, kacang-kacangan dan masing-masing olahannya memilki jumlah jenis pangan yang lebih banyak pada hari sekolah namun demikian rata-rata konsumsinya tetap lebih tinggi pada hari libur. Jenis pangan sayur dan olahannya, buah dan olahannya serta minuman memiliki jumlah jenis pangan yang lebih tinggi pada hari libur dengan rata-rata konsumsi sayur dan olahannya serta minuman sedikit lebih tinggi pada hari sekolah, sedangkan rata-rata konsumsi buah dan olahannya lebih tinggi pada hari libur.
35
Tabel 19 Konsumsi jenis pangan siswa
Makanan pokok Daging dan olahannya Ayam dan olahannya Ikan dan olahannya Telur dan olahannya Susu dan olahannya Kacang-kacangan dan olahannya Sayur dan olahannya Buah dan olahannya Minuman Kudapan Total
Jumlah jenis pangan (n) Hari Hari Sekolah Libur 9 9 6 2 9 9 10 10 7 5 5 4 8 6 9 10 9 11 8 9 21 21
Rata-rata konsumsi (g/kap/hari) Hari Hari Sekolah Libur 609,6 567,3 13,7 20,2 40,2 32,3 27,7 37,5 40,9 41,2 40,5 60,3 10,5 20,9 55,1 54,4 42,9 46,6 36,9 34,5 32,3 52,3 975,4 967,5
% Konsumsi Hari Sekolah 62,4 1,4 4,1 3,0 4,2 4,7 1,1 5,6 4,4 5,8 3,3 100,0
Hari Libur 58,6 2,1 3,3 3,9 4,3 6,2 2,2 5,6 4,8 3,6 5,4 100,0
Menurut Soekirman et al. (2010) anjuran pembagian makanan sehari anak usia 6-9 tahun adalah nasi 3 porsi (300 g), daging 3 porsi (105 g), tempe 2 porsi (100 g), sayur 2 porsi (200 g), buah 3,5 porsi (75-105 g), minyak 3 porsi (15 g), gula 2 porsi (26 g), dan susu 1 porsi (4sdm = 20 g). Dapat dilihat pada Tabel 19 bahwa kategori nasi (dalam pembahasan ini adalah makanan pokok) dan sudah melebihi dari jumlah yang anjuran agar mencapai gizi seimbang, sedangkan daging (dalam pembahasan ini adalah daging, ayam, ikan, dan telur), tempe (dalam pembahasan ini adalah kacang-kacangan), sayur dan buah masih dibawah jumlah yang dianjurkan agar mencapai gizi seimbang. Rata-rata konsumsi susu siswa dalam penelitian ini merupakan campuran antara susu bubuk, cair, dan kental manis sehingga nilai rata-ratanya cukup tinggi, namun tidak berarti konsumsi siswa lebih baik dari pada nilai yang dianjurkan. Hal ini dikarenakan nilai yang dianjurkan adalah untuk susu bubuk, sehingga tidak dapat dibandingkan antara rata-rata susu yang merupakan campuran dengan susu bubuk saja. Dapat disimpulkan bahwa konsumsi pangan siswa belum seimbang, dimana konsumsinya cenderung ke konsumsi makanan pokok sedangkan konsumsi pangan lainnya masih kurang. Konsumsi pangan siswa secara lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 2. Intik Energi dan Zat Gizi Intik energi dan zat gizi siswa berdasarkan hari konsumsi dapat dilihat pada Tabel 20. Intik energi sehari siswa berkisar 1104 – 3244 kkal/hari dengan rata-rata 1961 ± 486 kkal/kap/hari. Rata-rata intik energi siswa pada hari sekolah (1969 ± 630 kkal/kap/hari) hampir sama dengan hari libur (1954 ± 649 kkal/kap/hari). Hasil uji beda Independent Sample t-test menunjukan tidak
36
terdapat perbedaan yang nyata antara intik energi pada hari sekolah dan hari libur (p=0,834). Sama halnya dengan intik energi, intik protein siswa pada hari sekolah juga hampir sama dengan intik protein siswa hari libur, yaitu dengan rata-rata intik protein hari sekolah 45,1 ± 15,5 g/kap/hari dan hari libur 46,9 ± 17,8 kkal/kap/hari. Intik protein harian siswa berkisar antara 26,9 – 81,8 g/hari dengan rata-rata 46,0 ± 11,6 g/kap/hari. Tidak terdapat perbedaan yang nyata (p=0,622) antara intik protein siswa hari sekolah dan hari libur. Berdasarkan Riskesdas (2007), rata-rata intik energi Kota Bogor sebesar 1672 kkal/kap/hari dan intik protein 58,6 g/kap/hari. Rata-rata intik energi siswa (1961 kkal/kap/hari) sudah berada diatas rata-rata intik energi Kota Bogor berdasarkan Riskesdas, namun rata-rata intik protein siswa masih dibawah ratarata intik protein Kota Bogor berdasarkan Riskesdas. Hal ini dikarenakan data dalam Riskesdas merupakan intik penduduk Jawa Barat secara umum (dewasa), sedangkan pada penelitian ini merupakan intik siswa sekolah dasar (anak) yang mendapatan tambahan konsumsi dari kudapan yang biasanya merupakan energi yang cukup tinggi namun proteinnya rendah. Tabel 20 Intik energi dan zat gizi siswa berdasarkan hari konsumsi Energi dan zat gizi Hari Sekolah Energi (kkal/kap/hari) 1969 ± 630 Protein (g/kap/hari) 45,1 ± 15,5 Vit A (RE/kap/hari) 1110,3 ± 674,4 Vit C (mg/kap/hari) 53,4 ± 134,2 Kalsium (mg/kap/hari) 492,8 ± 371,6 Zat Besi (mg/kap/hari) 16,8 ± 32,2
Hari Libur 1954 ± 649 46,9 ± 17,8 1060,2 ± 533,2 33,7 ± 51,5 519,7 ± 451,0 15,1 ± 9,4
p Total 0,834 1961 ± 486 0,622 46,0 ± 11,6 0,574 1085,3 ± 507,7 0,742 43,5 ± 72,2 0,538 506,2 ± 329,1 0,183 16,0 ± 17,1
Vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Oleh karena itu, vitamin harus diperoleh dari makanan. Secara umum rata-rata intik vitamin A siswa adalah 1085,3 ± 507,7 RE/kap/hari dengan kisaran 270,0 - 2886,5 RE/kap/hari. Rata-rata intik vitamin A pada hari sekolah adalah 1110,3 ± 674,4 RE/kap/hari, sedangkan pada hari libur 1060,2 ± 533,2 RE/kap/hari. Berdasarkan uji beda Independent Sample t-test tidak terdapat perbedaan yang nyata antara intik vitamin A hari libur dan hari sekolah (p=0,574). Intik Vitamin C siswa berkisar antara 0,4 – 511,7 mg/hari dengan rata-rata 43,5 ± 72,2 mg/kap/hari. Rata-rata intik vitamin C siswa pada hari sekolah (53,4 ± 134,2 mg/kap/hari) jauh lebih tinggi dibandingkan pada hari libur (33,7 ± 51,5 mg/kap/hari). Namun demikian hasil uji beda Independent Sample t-test
37
menunjukan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara intik vitamin C siswa pada hari sekolah dan hari libur (p=0,742). Hal ini dikarenakan standar deviasi yang tinggi pada vitamin C sehingga diduga terdapat pencilan yang membuat rata-rata intik vitamin C pada hari sekolah dan hari libur jauh berbeda. Secara umum rata-rata intik kalsium siswa adalah 506,2 ± 329,1 mg/kap/hari dengan kisaran antara 73,0 – 1630,1 mg/hari. Rata-rata intik kalsium hari sekolah sebesar 492,8 ± 371,6 mg/kap/hari sedangkan pada hari libur 519,7 ± 451,0 mg/kap/hari. Rata-rata intik kalsium siswa pada kedua hari tersebut belum dapat memenuhi kebutuhan kalsium anak-anak usia 7-9 tahun dan 10-12 tahun yaitu 600 dan 1000 mg/hari. Tidak terdapat perbedaan yang nyata (p=0,538) antara intik kalsium hari sekolah dan hari libur. Intik zat besi siswa berkisar antara 5,0 – 141,1 mg/hari dengan rata-rata 16,0 ± 17,1 mg/kap/hari. Intik zat besi siswa pada hari sekolah (16,8 ± 32,2 mg/kap/hari) hampir sama dengan intik pada hari libur (15,1 ± 9,4 mg/kap/hari). Secara statistik tidak terdapat perbedaan yang nyata (p=0,183) pada kedua hari tersebut. Tabel 21 Intik energi dan zat gizi siswa berdasarkan jenis kelamin dan kelas Energi dan zat gizi Energi (kkal/ kap/hari) Protein (g/kap/hari) Vit A (RE/kap/hari) Vit C (mg/ kap/hari) Kalsium (mg/kap/hari) Zat Besi (mg/kap/hari)
Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan 1951 ± 526 1973 ± 449 45,5 ± 12,8 46,5 ± 10,2 1071,5 ± 572,8 1100,0 ± 437,0 29,3 ± 36,7 58,7 ± 95,1 475,4 ± 325,5 539,1 ± 335,2 12,6 ± 4,5 19,5 ± 23,9
Kelas p 3 4 0,873 1999 ± 537 1928 ± 442 0,771 48,6 ± 13,3 43,7 ± 9,3 0,826 1240,4 ± 532,0 949,0 ± 459,4 0,104 58,6 ± 97,2 35,8 ± 37,7 0,603 616,1 ± 335,6 409,7 ± 295,5 0,271 18,2 ± 24,1 14,0 ± 6,5
p 0,595 0,100 0,028 0,104 0,018 0,397
Berdasarkan Tabel 21 dapat dilihat bahwa rata-rata intik energi, protein, dan vitamin A siswa hampir sama antara siswa laki-laki dan perempuan. Namun rata-rata intik vitamin C, kalsium dan zat besi cukup berbeda antara siswa lakilaki dan siswa perempuan. Rata-rata intik vitamin C siswa perempuan (58,7 ± 95,1 mg/kap/hari) jauh lebih tinggi dibandingkan siswa laki-laki (29,3 ± 36,7 mg/kap/hari). Begitu pula dengan kalsium, rata-rata intik kalsium siswa perempuan mencapai 539,1 ± 335,2 mg/kap/hari sedangkan siswa laki-laki 475,4 ± 325,5 mg/kap/hari. Intik zat besi siswa perempuan (19,5 ± 23,9 mg/kap/hari) juga lebih tinggi daripada intik siswa laki-laki (12,6 ± 4,5 mg/kap/hari). Perbedaan intik zat besi ini telah sesuai dengan kebutuhan gizi setiap jenis kelamin, yaitu zat besi pada anak perempuan (20 mg) lebih tinggi daripada anak laki-laki (13 mg). Meskipun demikian, tidak terdapat perbedaan yang nyata (p> 0,05) pada intik
38
energi, protein, vitamin A, vitamin C, kalsium dan zat besi antara siswa laki-laki dan siswa perempuan. Intik energi, protein, vitamin C dan zat besi siswa tidak memiliki perbedaan yang nyata antara kelas 3 dan kelas 4 yang ditunjukan dengan nilai p>0,05. Namun terdapat perbedaan yang nyata pada intik vitamin A (p=0,028) dan kalsium (p=0,018) antara siswa kelas 3 dan kelas 4. Rata-rata intik vitamin A pada kelas 3 sebanyak 1240,4 ± 532,0 RE/kap/hari dan pada kelas 4 sebanyak 949,0 ± 459,4 RE/kap/hari. Intik vitamin A kelas 3 lebih besar daripada kelas 4, hal ini dikarenakan pada kelas 3 banyak yang mengkonsumsi bayam dalam bentuk sayur bayam. Berdasarkan DKBM, vitamin A yang terkandungan dalam 100g bayam rebus mencapai 450 mg, sedangkan kebutuhan vitamin A anak usia 7-9 tahun dan 10-12 tahun adalah 600 RE dan 1000 RE. Sehingga dengan mengkonsumsi 110 g bayam dalam satu hari sudah dapat mencukupi kebutuhan vitamin A bagi anak usia 7-9 tahun dan 170 g bagi anak usia 10-12 tahun. Rata-rata intik kalsium kelas 3 sebanyak 616,1 ± 335,6 mg/kap/hari sedangkan kelas 4 sebanyak 409,7 ± 295,5 mg/kap/hari. Berdasarkan data yang telah diperoleh, diketahui bahwa pangan sumber kalsium yang banyak dikonsumsi oleh siswa adalah susu dan ikan tongkol, namun dikarenakan pada siswa kelas 4 banyak siswa yang tidak mengkonsumsi jenis pangan tersebut maka uji Independent Sample t-test intik kalsium kelas 3 dan kelas 4 menunjukkan perbedaan yang nyata. Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Kecukupan gizi (Recommeded Dietary Allowances) adalah jumlah masing-masing zat gizi yang sebaiknya dipenuhi seseorang agar hampir semua orang hidup sehat (Muhilal 1985). Tingkat kecukupan energi dan protein dibedakan menjadi: (1) defisit tingkat berat (<70% AKG); (2) defisit tingkat sedang (70-79% AKG); (3) defisit tingkat ringan (80-89% AKG); (4) normal (90119% AKG); (5) berkebihan (≥120% AKG) (Depkes 1996). Tabel 22 Sebaran siswa berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan energi Klasifikasi Tingkat Kecukupan Energi Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan
Hari Sekolah
Hari Libur
n
n
%
%
Kelas 3 n
Kelas 4
%
n
%
Laki-laki n
Perempuan
%
n
%
8
12,9
5
8,1
2
6,9
2
6,3
2
6,3
2
6,7
10
16,1
13
21,0
4
13,8
2
6,3
4
12,5
6
20,0
6
9,7
7
11,3
4
13,8
4
12,5
5
15,6
3
10,0
Normal
19
30,6
18
29,0
10
34,5
14
43,8
10
31,3
9
30,0
Berlebih Total
62
19 p
30,6 100,0
19
30,6
9
31,0
10
31,3
11
34,4
10
33,3
62
100,0
29
100,0
33
100,0
32
100,0
30
100,0
0,890
0,403
0,982
39
Energi dibutuhkan manusia untuk mempertahankan hidup menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Kekurangan maupun kelebihan energi dapat mengakibatkan gangguan dalam fungsi tubuh. Oleh karena itu, terpenuhinya kebutuhan energi diperlukan agar metabolisme tubuh berjalan baik. Rata-rata tingkat kecukupan energi siswa pada hari sekolah adalah 108,9 ± 39,1% sedangkan pada hari libur 107,9 ± 39,9%. Berdasarkan Tabel 22, sebaran tingkat kecukupan energi siswa pada hari sekolah menunjukan sebanyak 12,9% siswa mengalami defisit tingkat berat; 30,6% normal dan berlebih, sedangkan sebaran tingkat kecukupan energi siswa pada hari libur sebanyak 8,1% siswa mengalami defisit tingkat berat; 29,0% normal; dan 30,6% berlebih. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan energi siswa pada hari sekolah dan hari libur (p=0,890). Rata-rata tingkat kecukupan energi siswa kelas 3 adalah 109,7 ± 34,1% dan kelas 4 adalah 106,6 ± 24,4%. Sebagian besar siswa, baik kelas 3 (34,5%) maupun kelas 4 (43,8%) berada dalam tingkat kecukupan energi normal. Sebanyak 6,9% siswa kelas 3 dan 6,3% kelas 4 mengalami defisit tingkat berat serta 31% siswa kelas 3 dan 31,3% kelas 4 mengalami tingkat kecukupan energi yang berlebih. Sebagian besar siswa laki-laki (34,4%) dan siswa perempuan (33,3%) berada dalam tingkat kecukupan energi yang berlebih, dengan rata-rata tingkat kecukupan energi siswa laki-laki 108,3 ± 33,0% dan siswa perempuan 108,5 ± 32,0%. Sebanyak 6,3% siswa laki-laki dan 6,7% siswa perempuan mengalami defisit tingkat berat serta 31,3% siswa laki-laki dan 30,0% siswa perempuan mengalami tingkat kecukupan energi normal. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan energi siswa kelas 3 dan kelas 4 (p=0,403) serta siswa laki-laki dan perempuan (p=0,982). Tabel 23 Sebaran siswa berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan protein Klasifikasi Tingkat Kecukupan Protein Defisit tingkat berat Defisit tingkat sedang Defisit tingkat ringan
Hari Sekolah
Hari Libur
Kelas 3 n
Kelas 4
%
n
%
Laki-laki n
Perempuan
n
%
n
%
%
17
27,4
11
17,7
2
6,9
3
9,4
4
12,5
n 2
% 6,7
7
11,3
16
25,8
6
20,7
5
15,6
7
21,9
6
20,0
7
11,3
5
8,1
4
13,8
2
6,3
4
12,5
2
6,7
Normal
13
21,0
11
17,7
8
27,6
18
56,3
9
28,1
14
46,7
Berlebih
18
29,0
19
30,6
9
31,0
4
12,5
8
25,0
6
20,0
Total
62
100,0
62
100,0
29
100,0
33
100,0
32
100,0
30
100,0
p
0,508
0,088
0,922
Protein berfungsi untuk membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier 2003). Tabel 23 menunjukan bahwa rata-rata tingkat kecukupan protein siswa pada hari sekolah adalah 99,5 ± 37,1% sedangkan
40
pada hari libur 104,5 ± 45,2%. Sebaran tingkat kecukupan protein siswa pada hari sekolah sebanyak 27,4% siswa mengalami defisit tingkat berat; 21,0% normal; dan 29,0 % berlebih, sedangkan tingkat kecukupan protein siswa pada hari libur sebanyak 17,7% siswa mengalami defisit tingkat berat; 17,7% normal; dan 30,6% berlebih. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan protein siswa pada hari sekolah dan hari libur (p=0,508). Rata-rata tingkat kecukupan protein siswa kelas 3 adalah 106,7 ± 33,4% dan kelas 4 adakah 97,0 ± 20,2%. Sebagian besar siswa kelas 3 (31,0%) berada dalam tingkat kecukupan protein berlebih, sedangkan kelas 4 (56,3%) normal. Menurut Almatsier (2006) kelebihan asam amino yang disebabkan karena konsumsi protein yang berlebih akan memberatkan ginjal dan hati yang harus memetabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitrogen. Namun masih terdapat siswa yang mengalami defisit protein tingkat berat yaitu kelas 3 sebesar 6,9% dan kelas 4 mencapai 9,4%. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan protein siswa kelas 3 dan kelas 4 (p= 0,088). Rata-rata tingkat kecukupan protein siswa laki-laki adalah sebesar 101,6 ± 33,3% sedangkan perempuan 102,4 ± 29,0%. sebagian besar siswa laki-laki (28,1%) dan perempuan (46,7%) berada dalam tingkat kecukupan protein yang normal. Namun masih terdapat sebanyak 12,5% siswa laki-laki dan 6,7% siswa perempuan mengalami defisit protein tingkat berat. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan protein siswa laki-laki dan perempuan (p=0,922). Menurut Gibson 2005 tingkat kecukupan vitamin dan mineral dibedakan menjadi dua kategori yaitu: (1) kurang (<77% AKG) dan (2) cukup (≥ 77% AKG). Berikut disajikan tingkat kecukupan energi dan protein yang dibedakan berdasarkan hari konsumsi, kelas dan jenis kelamin. Tabel 24 Sebaran siswa berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin A Tingkat Kecukupan Vitamin A
Hari Sekolah n
%
Hari Libur n
%
Kelas 3 n
Kelas 4
%
n
%
Laki-laki n
Perempuan
%
n
%
Kurang
3
4,8
5
8,1
1
3,4
2
6,1
3
9,4
0
0,0
Cukup
59
95,2
57
91,9
28
96,6
31
93,9
29
90,6
30
100,0
Total
62
100,0
62
100,0
29
100,0
33
100,0
32
100,0
30
100,0
p
0,579
0,045
0,799
Berdasarkan Tabel 24, sebagian besar siswa baik pada hari sekolah dan hari libur, kelas 3 dan kelas 4, maupun laki-laki dan perempuan berada dalam kategori tingkat kecukupan vitamin A yang cukup. Hal ini dikarenakan semua siswa mengkonsumsi makanan yang digoreng. Minyak merupakan bahan
41
pangan sumber vitamin A dalam konsumsi sehari-hari siswa, 5 g minyak yang dikonsumsi siswa mengandung 400 RE vitamin A, sehingga dapat memenuhi kebutuhan 67-80% kebutuhan vitamin A siswa. Namun masih terdapat 4,8% siswa pada hari sekolah; 8,1% hari libur; 3,4% kelas 3; 6,1% kelas 4; dan 9,4% siswa laki-laki yang tingkat kecukupan vitamin A nya masih tergolong kurang. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan vitamin A pada hari sekolah dan hari libur (p=0,597), serta siswa laki-laki dan perempuan (p=0,779). Namun terdapat perbedaan tingkat kecukupan vitamin A yang nyata antara siswa kelas 3 da kelas 4 dengan rata-rata tingkat kecukupan vitamin A pada kelas 3 sebesar 216,3 ± 95,5 % dan pada kelas 4 sebesar 163,0 ± 78,6%. Namun demikian baik kelas 3 maupun kelas 4 keduanya sudah dapat memenuhi kebutuhan vitamin A sesuai dengan angka kecukupan gizi masing-masing. Tabel 25 Sebaran siswa berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin C Tingkat Kecukupan Vitamin C
Hari Sekolah n
%
Hari Libur n
%
Kelas 3 n
Kelas 4
%
n
Laki-laki
%
n
Perempuan
%
n
%
Kurang
44
71,0
44
71,0
17
58,6
23
69,7
24
75,0
16
37,2
Cukup
18
29,0
18
29,0
12
41,4
10
30,3
8
25,0
27
62,8
Total
62
100,0
62
100,0
29
100,0
33
100,0
32
100,0
p
0,781
0,254
30
100,0
0,104
Berdasarkan Tabel 25, rata-rata tingkat kecukupan vitamin C siswa berdasarkan hari konsumsi, kelas, dan jenis kelamin yaitu pada hari sekolah adalah 118,3 ± 298,3%; pada hari libur 74,2 ± 114,4%; kelas 3 sebesar 130,2 ± 216,%; dan kelas 4 sebesar 66,4 ± 79,3%; laki-laki 64,6 ± 81,4%; perempuan 130,0 ± 211,6%. Sebagian besar tingkat kecukupan vitamin C siswa masih berada dalam kategori kurang, yaitu pada hari sekolah (71,0%), hari libur (71,0%), kelas 3 (58,6%), kelas 4 (69,7%), laki-laki (75%), dan perempuan (37,2%). Dapat dilihat bahwa meskipun nilai rata-rata kecukupan vitamin C siswa pada hari sekolah, kelas 3 dan jenis kelamin perempuan sudah jauh melebihi 77% namun tetap saja sebagian besar siswa berada dalam tingkat kecukupan vitamin C yang kurang. Hal ini diduga karena terdapat nilai-nilai pencilan yang menyebabkan nilai rata-ratanya menjadi tinggi. Pencilan ini pula yang diduga menyebabkan nilai rata-rata tingkat kecukupan vitamin C menjadi jauh berbeda antara hari sekolah dengan hari libur, kelas 3 dengan kelas 4 dan antara laki-laki dengan perempuan, namun secara statistik tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan vitamin C siswa pada hari sekolah dan hari libur (p=0,781). kelas 3 dan kelas 4 (p=0,254), serta siswa laki-laki dan perempuan (p=0,104).
42
Kalsium sangat diperlukan pada masa anak-anak untuk pembentukan tulang dan gigi. Berdasarkan Tabel 26, sebanyak 50% siswa pada hari sekolah, 53,2% hari libur, 37,9% kelas 3, 63,6% kelas 4, 56,2% laki-laki dan 46,7% perempuan berada dalam tingkat kecukupan kalsium yang kurang. Kurangnya intik
kalsium
pada
masa
pertumbuhan
dapat
menyebabkan
gangguan
pertumbuhan, tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh. Hal ini berarti konsumsi pangan sumber kalsium perlu ditingkatkan lagi. Kalsium dapat diperoleh dari produk susu dan ikan yang dikonsumsi bersama dengan tulangnya seperti ikan teri dan sarden. Namun terdapat juga 50% siswa hari sekolah; 46,8% hari libur; 62,1% kelas 3; 43,8% kelas 4; siswa laki-laki 43,8%; dan siswa perempuan 53,3% yang tingkat kecukupan kalsium nya sudah tergolong cukup. Tabel 26 Sebaran siswa berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan kalsium Kelas 4
Laki-laki
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
Kurang
31
50,0
33
53,2
11
37,9
21
63,6
18
56,2
14
46,7
Cukup
31
50,0
29
46,8
18
62,1
12
36,4
14
43,8
16
53,3
Total
62
100,0
62
100,0
29
100,0
33
100,0
32
100,0
30
100,0
Tingkat Kecukupan Kalsium
Hari Sekolah
p
Hari Libur
0,583
Kelas 3
0,018
Perempuan %
0,603
Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan kalsium hari sekolah dan hari libur (p=0,583) dan siswa laki-laki dan perempuan (p=0,603). Namun terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan kalsium siswa kelas 3 dan kelas 4 dengan p=0,018. Tingkat kecukupan kalsium kelas 3 lebih tinggi daripada kelas 4 dengan rata-rata tingkat kecukupan kelas 3 sebesar 102,7 ± 55,9% dan kelas 4 sebesar 63,7 ± 48,5%. Pangan sumber kalsium yang dikonsumsi oleh siswa adalah susu dan ikan tongkol, siswa kelas 4 yang mengkonsumsi ikan tongkol dan susu lebih sedikit dibanding siswa kelas 3 sehingga lebih banyak siswa kelas 4 yang tingkat kecukupan kalsiumnya berada dalam kategori kurang. Zat besi mempunyai beberapa fungsi esensial didalam tubuh, salah satunya sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh. Berdasarkan Tabel 27, sebagian besar siswa baik pada hari sekolah dan hari libur, kelas 3 dan kelas 4, maupun laki-laki dan perempuan berada dalam kategori tingkat kecukupan zat besi yang cukup. Namun masih terdapat 29,0% siswa hari sekolah; 14,5% hari libur; 10,3% kelas 3; 18,2% kelas 4; 18,8% siswa laki-laki; dan 10% siswa perempuan yang tingkat kecukupan zat besinya masih tergolong kurang. Menurut Kartono & Soekantri (2004) Kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia gizi besi yang ditandai dengan kulit pucat, lemah/
43
letih, dan nafasnya pendek akibat kekurangan oksigen. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan zat besi hari sekolah dan hari libur (0,208), siswa laki-laki dan perempuan (p=0,167), serta siswa kelas 3 dan kelas 4 (p=0,326). Tabel 27 Sebaran siswa berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan zat besi Tingkat Kecukupan Zat Besi
Hari Sekolah
Hari Libur %
%
n
Laki-laki
%
n
Perempuan
Kurang
18
29,0
9
14,5
3
10,3
6
18,2
6
18,8
3
Cukup
44
71,0
53
85,5
26
89,7
27
81,8
26
81,2
27
90,0
Total
62
100,0
62
100,0
29
100,0
33
100,0
32
100,0
30
100,0
0,208
n
Kelas 4
%
P
n
Kelas 3
n
%
0,167
n
% 10,0
0,326
Konsumsi Protein Siswa Protein mempunyai fungsi sebagai bagian kunci semua pembentukan jaringan tubuh, yaitu dengan disintesis dari makanan. Pertumbuhan yang baik dapat terjadi bila protein cukup dikonsumsi. Setelah sebelumnya dijelaskan mengenai intik dan tingkat kecukupan protein siswa, berikut ini merupakan gambaran konsumsi protein siswa. Konsumsi protein siswa dalam penelitian ini berasal dari tiga sumber yaitu pangan protein nabati yang terdiri dari makanan pokok, kacang-kacangan, sayur, dan buah serta masing-masing olahannya; pangan protein hewani yang terdiri dari daging, ayam, ikan, telur, dan susu serta masing-masing olahanya; dan pangan lain-lain yang terdiri dari minuman dan kudapan. Berikut ditampilkan konsumsi protein siswa pada hari sekolah dan hari libur.
Hari Sekolah
Hari Libur
7%
7%
43%
45% 48%
50%
Protein Nabati Protein Hewani Lain‐lain
Protein Nabati Protein Hewani
Gambar 2 Konsumsi protein hari sekolah dan hari libur
44
Dapat dilihat dalam Gambar 2 bahwa baik hari sekolah maupun hari libur, setengah dari konsumsi protein siswa diperoleh dari protein hewani yaitu sebesar 50% di hari sekolah dan 48% di hari libur, sedangkan protein nabati memenuhi sekitar 43-45% dan lain-lain 7% dari konsumsi protein siswa. Protein nabati yang dikonsumsi siswa sebagian besar adalah jenis pangan makanan pokok, seperti: nasi, mie, roti maupun olahan tepung lainnya, sedangkan pangan sumber protein nabati seperti tahu, tempe dan kacang-kacangan jarang dikonsumsi siswa. Menurut Winarno (1993) meskipun tidak begitu tinggi kandungan proteinnya namun karena dikonsumsi dalam jumlah besar, beras dan jagung juga penting peranannya sebagai sumber protein. Konsumsi protein siswa secara lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 3. Pangan sumber protein hewani atau lebih dikenal dengan lauk hewani merupakan pangan yang cukup disukai oleh siswa karena rasanya yang lebih gurih daripada pangan sumber protein nabati akibat kandungan lemaknya yang lebih tinggi. Setelah ditampilkan jenis-jenis sumber protein yang dikonsumsi oleh siswa pada hari sekolah dan hari libur, berikut ini merupakan jenis-jenis protein hewani yang dikonsumsi oleh siswa pada hari sekolah dan hari libur. Konsumsi Protein Hewani pada Hari Sekolah
22%
26%
8%
Konsumsi Protein Hewani pada Hari Libur
17% 27%
6% 18%
26%
Ayam dan olahannya Telur dan olahannya susu dan olahannya daging dan olahannya ikan dan olahannya
27% 23% Ayam dan olahannya Telur dan olahannya susu dan olahannya daging dan olahannya ikan dan olahannya
Gambar 3 Konsumsi protein hewani siswa pada hari sekolah dan hari libur Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa pada hari sekolah protein hewani yang mendominasi adalah ayam, telur dan masing-masing olahannya. Sedangkan pada hari libur protein hewani yang mendominasi adalah Ikan, telur dan masing-masing olahannya. Daging dan olahannya merupakan
45
protein hewani yang paling sedikit dikonsumsi oleh siswa yaitu sebesar 8% pada hari sekolah dan 6% pada hari libur. Hal ini dikarenakan selain jumlah siswa yang mengonsumsi daging sedikit, jenis daging dan olahannya banyak dikonsumsi siswa adalah bakso yang memiliki kandungan protein hanya 4,1 g per 100 g bakso yang apabila dibandingkan dengan daging sapi memiliki 18,8 g protein per 100 g. Berikut ini ditampilkan rata-rata konsumsi protein hewani siswa pada hari sekolah dan hari libur pada Tabel 28. Tabel 28 Konsumsi protein hewani siswa pada hari sekolah dan hari libur Rata-rata Konsumsi (g protein/kap/hari) Hari Sekolah Hari Libur 5,9 3,9 5,8 6,1 4,1 5,2 1,8 1,2 5,1 6,1
Jenis Pangan Ayam dan olahannya Telur dan olahannya Susu dan olahannya Daging dan olahannya Ikan dan olahannya
Dapat dilihat dari Tabel 28 bahwa ayam, daging dan masing-masing olahannya lebih banyak dikonsumsi pada hari sekolah dibanding hari libur. sedangkan telur, susu dan ikan serta masing-masing olahannya lebih banyak dikonsumsi pada hari libur daripada hari sekolah. Hal ini dapat dikarenakan daging ayam merupakan jenis pangan yang mudah dipeloleh oleh ibu responden dan mudah diolah sehingga menjadi pilihan untuk diolah sehari-hari (hari sekolah), sedangkan jenis pangan ikan, dikarenakan pengolahannya yang sedikit lebih sulit maka kebanyakan ibu mengolahnya di hari libur. Lain halnya dengan ayam dan ikan, jenis pangan daging, diperoleh siswa dengan cara dibeli yaitu berupa bakso, sehingga jumlah konsumsinya dapat menjadi lebih tinggi di hari sekolah dibandingkan hari libur. Hubungan Antar Variabel Hubungan Besarnya Uang Saku dengan Karakteristik Keluarga Hasil uji korelasi Spearman menunjukan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara besarnya uang saku dengan pendidikan ayah (p=0,770; r=0,038), pendidikan ibu (p=0,251; r=-0,152), pekerjaan ayah (p=0,377; r=-0,117) pekerjaan ibu (p=0,126; r=-0,196), dan besar keluarga(p=0,821; r=-0,029). Namun terdapat hubungan yang positif dan signifikan (p=0,001; r=0,431) antara besarnya uang saku dengan pendapatan ayah, hal ini berarti semakin besar pendapatan ayah maka uang saku siswa akan semakin besar.
46
Tabel 29 Hubungan antara besarnya uang saku dengan karakteristik keluarga Karakteristik keluarga Pendidikan Ayah Pendidikan Ibu Pekerjaan Ayah Pekerjaan Ibu Pendapatan Ayah Besar Keluarga
r (Correlation Coefficient) 0,038 -0,152 -0,117 -0,196 0,413** -0,029
p (Sig. (2-tailed)) 0,770 0,251 0,377 0,126 0,001 0,821
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Hubungan
Karakteristik
Siswa
dan
Karakteristik
Keluarga
dengan
Pengetahuan Gizi Siswa Hasil uji korelasi Spearman pada Tabel 30 menunjukan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin, usia siswa, pendidikan ayah, pendidikan ibu, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu dan besar keluarga dengan pengetahuan gizi siswa (p>0,05). Namun terdapat hubungan yang signifikan antara besarnya uang saku dengan pengetahuan terkait keamanan pangan (p=0,025; r=0,285). Hal ini diduga dikarenakan dengan semakin tingginya uang saku maka akan semakin banyak pesan-pesan mengenai makanan jajanan yang diberikan orangtua kepada anak. Tabel 30 Hubungan antara karakteristik siswa dan keluarga dengan pengetahuan gizi Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan Gizi Keamanan pangan Keseluruhan r p r p r p Jenis Kelamin 0,150 0,244 0,242 0,058 0,241 0,059 Besar Uang Saku -0,032 0,806 0,285* 0,025 0,250 0,050 Usia -0,002 0,989 -0,111 0,391 -0,059 0,651 Pendidikan Ayah 0,004 0,976 0,182 0,158 0,106 0,413 Pendidikan ibu 0,976 0,582 0,158 0,215 0,413 0,452 Pekerjaan Ayah -0,070 0,460 -0,215 0,602 -0,152 0,185 Pekerjaan Ibu -0,060 0,627 -0,034 0,704 -0,004 0,627 Pendapatan Ayah 0,242 0,058 0,546** 0,000 0,465** 0,000 Besar Keluarga 0,154 0,233 0,072 0,581 0,166 0,196 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Karakteristik siswa dan Keluarga
Terdapat juga hubungan yang signifikan antara pendapatan ayah dengan pengetahuan terkait keamanan pangan (p=0,000; r=0,546) serta pendapatan ayah dengan pengetahuan gizi secara keseluruhan (p=0,000; r=0,465). Diduga pendapatan ayah yang tinggi diperoleh dari pekerjaan orangtua yang baik dengan pendidikan orangtua yang baik sehingga orang tua memahami makanan yang aman dan makanan yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan, dan pengetahuan ini juga diajarkan kepada anak sehingga
47
pengetahuan terkait keamanan pangan dan total pengetahuan gizi siswa menjadi baik. Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Intik Energi dan Zat Gizi Hasil uji korelasi Spearman pada Tabel 31 menunjukakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara intik energi dan zat gizi dengan pengetahuan gizi siswa, baik itu pengetahuan terkait gizi, pengetahuan terkait keamanan pangan maupun pengetahuan gizi secara keseluruhan.
Menurut Khomsan
(2000) seseorang yang memiliki pengetahuan gizi tidak berarti ia mau mengubah kebiasaan makannya. Mereka mungkin paham tentang protein, karbohidrat, vitamin dan zat gizi lainnya yang diperlukan tetapi mereka tidak mengaplikasikan pengetahuan gizi didalam kehidupan sehari-hari. Tabel 31 Hubungan pengetahuan gizi dengan konsumsi pangan Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan Gizi Keamanan pangan Keseluruhan
Intik energi dan zat gizi
r Energi Protein Vitamin A Vitamin C Kalsium Zat Besi
-0,029 -0,039 -0,067 -0,114 -0,090 0,117
p 0,826 0,761 0,604 0,378 0,486 0,367
r -0,039 0,030 -0,206 0,145 0,176 0,204
p
r
0,761 0,820 0,109 0,261 0,170 0,111
-0,053 0,034 -0,138 0,058 0,125 0,240
p 0,680 0,791 0,286 0,653 0,334 0,060
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Hubungan tingkat kecukupan energi dan protein dengan status gizi siswa Berdasarkan Tabel 32 dapat dilihat bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi dan tingkat kecukupan protein dengan status gizi siswa yang ditunjukan dengan nilai p>0,05. Hal ini dikarenakan banyak faktor yang dapat mempengaruhi status gizi seseorang. diantaranya yaitu penyakit infeksi, sanitasi lingkungan, berat badan saat lahir, konsumsi ASI dan lain sebagainya sehingga untuk melihat status gizi tidak dapat ditunjukkan dari intik energi dan zat gizi saja. Tabel 32 Hubungan antara tingkat kecukupan konsumsi dengan status gizi siswa Tingkat Kecukupan Energi Tingkat Kecukupan Protein
r (Correlation Coefficient)
p (Sig. (2-tailed))
-0,091 -0,112
0,483 0,385
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Contoh dalam penelitian ini adalah siswa SD kelas 3 dan kelas 4 berjenis kelamin laki-laki dan perempuan dengan kisaran umur 7-12 tahun. Siswa pada umumnya memiliki kisaran uang saku Rp. 2.000 sampai Rp. 4.800. Kemudian untuk karakteristik keluarga, lebih dari separuh sampel berada dalam keluarga kecil, dengan sebagian besar tingkat pendidikan orangtua baik ayah maupun ibu adalah SMA. Rata-rata ayah siswa bekerja sebagai pegawai swasta sedangkan ibu sebagai ibu rumah tangga. Pendapatan ayah siswa pada umumnya adalah Rp. 500.000 sampai Rp.1.000.000. Secara umum jumlah siswa yang mengkonsumsi daging, ikan, telur, kacang-kacangan, serta sayur dengan masing-masing olahannya, lebih tinggi pada hari libur dibandingkan hari sekolah. Meskipun demikian total rata-rata konsumsi pangan (g/kap/hari) siswa hari sekolah lebih tinggi daripada hari libur. Baik hari sekolah maupun hari libur konsumsi pangan siswa cenderung didominasi oleh makanan pokok. Pada hari sekolah jenis pangan ayam dan olahannya serta minuman sedikit lebih tinggi daripada hari libur, sedangkan pada hari libur persentase makanan pokok agak sedikit berkurang dan digantikan dengan pangan lain seperti susu dan olahannya, kudapan serta ikan dan olahannya. Rata-rata intik energi sebanyak 1961 ± 486 kkal; protein 46,0 ± 11,6 g; vitamin A 1085,3 ± 505,7 RE; vitamin C 43,5 ± 72,2 mg; kalsium 506,2 ± 329,1 mg; dan zat besi 16,0 ± 17,1 mg. Pengetahuan gizi siswa termasuk dalam kategori sedang, hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai pengetahuan terkait gizi 73,1 ± 17,5%, pengetahuan terkait keamanan pangan 70,3 ± 23,8%, dan pengetahuan gizi secara keseluruhan 71,7 ± 17,2%. Pengetahuan terkait gizi siswa sedikit lebih baik jika dibandingkan dengan yang lainnya, hal ini ditunjukkan dari sebaran pengetahuan terkait gizi siswa yang masuk dalam kategori baik mencapai 53,2%. Status gizi seseorang menunjukkan seberapa besar kebutuhan fisiologis individu tersebut telah terpenuhi. Pengukuran status gizi dilakukan dengan metode antropometri melalui perhitungan indeks IMT/U dan TB/U. Status gizi siswa berdasarkan indeks IMT/U menunjukkan bahwa sebagian besar siswa (69,4%) berada dalam status gizi normal. Begitu pula dengan status gizi siswa berdasarkan indeks TB/U, sebagian besar siswa (90,3%) memiliki tinggi badan dalam kategori normal.
49
Hubungan antara jenis kelamin, usia siswa, pendidikan ayah, pendidikan ibu, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu dan besar keluarga dengan pengetahuan gizi siswa menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan. Namun terdapat hubungan yang signifikan antara besarnya uang saku dengan pengetahuan terkait keamanan pangan (p=0,025; r=0285). Terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan ayah dengan pengetahuan terkait keamanan pangan (p=0,000; r=0,546) serta pendapatan ayah dengan total pengetahuan gizi (p=0,000; r=0,465). Hasil uji korelasi Spearman menunjukakan tidak terdapat hubungan yang signifikan intik energi, protein, vitamin A, vitamin C, kalsium, dan zat besi dengan pengetahuan gizi siswa. Juga tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi serta tingkat kecukupan protein dengan status gizi siswa yang ditunjukkan dengan nilai p>0,05. Hal ini dikarenakan untuk melihat status gizi tidak dapat hanya dilihat dari konsumsinya saja tetapi perlu juga diperhatikan mengenai penyakit infeksi, sanitasi lingkungan, berat badan saat lahir, konsumsi ASI dan lain sebagainya. Secara umum jumlah siswa yang mengonsumsi jenis pangan tertentu lebih tinggi pada hari libur dibandingkan hari sekolah, namun secara statistik tidak terdapat perbedaan yang nyata pada intik dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada hari sekolah dan libur begitu pula dengan siswa laki-laki dan perempuan (p>0,05). Namun terdapat perbedaan yang nyata pada intik vitamin A (p=0,028) dan kalsium (p=0,018) serta pada tingkat kecukupan vitamin A (p=0,045) dan kalsium (p=0,018) antara kelas 3 dan kelas 4. Saran Intik vitamin C dan kalsium siswa sebagian besar masih tergolong rendah, hal ini ditunjukkan dengan tingkat kecukupan vitamin C dan kalsium sebagian besar siswa tergolong kurang. Hal ini juga ditunjukkan dengan konsumsi sayur dan buah siswa yang masih dibaah anjuran untuk mencapai gizi seimbang.nSebaikknya anak dibiasakan mengkonsumsi beragam sayur dan buah sejak usia dini agar kebutuhan vitamin dan mineralnya dapat terpenuhi. Begitupula dengan susu, jika anak tidak dapat mengkonsumsi susu (lactose intolerance) sebaikknya diberi pangan sumber kalsium lain seperti ikan dan hasil olahannya.
DAFTAR PUSTAKA [BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1998. Gerakan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. Jakarta. [Depkes] Departemen Kesehatan. 1996. 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Kesehatan Keluarga. ___________________________. 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Provinsi Jawa Barat. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. [Kepmenkes] Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, Direktorat Bina Gizi, Kementrian Kesehatan RI. [WHO] World Health Organization. 2009. WHO Antroplus for Personal Computers Manual. Geneva: Departmen of Nutrition for Health and Development. [WKNPG] Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: LIPI. Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Andrawulan et al. 2008. Monitoring Verifikasi dan Profil Keamanan Pangan Makanan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasional tahun 2008. Seafast Center. Atmarita, Fallah TS. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Di dalam: Widyakarya Pangan dan Gizi VIII; Jakarta 17-19 Mei 2004. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Contento IR. 2007. Nutrition Education. Boston: Jones and Bartlett Publishers Engel, James F, Roger DB, Paul WN. 1993. Perilaku Konsumsi. Penerjemah Budijanto. Edisi ke enam. Jakarta: Binarupa Aksara. Gibson RS. 2005. Principal of Nutritional Assesment. Oxford: Oxford University Press. Hardinsyah, D. Briawan. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian IPB. _________, D Martianto. 1988. Menakksir kecukupan energi dan protein serta Mutu Gizi Konsumsi Pangan. Jakarta: Wirasari. _________, Tambunan V. 2004. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak dan Serat Makanan. Di dalam: Widyakarya Pangan dan Gizi VIII; Jakarta 1719 Mei 2004. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Handayani SP. 2006. Konversi Satuan Ukuran Rumah Tangga kedalam Satuan Berat (gram) pada Beberapa Jenis Pangan [Skripsi]. Bogor: Departemen
51
Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Harper, Deaton, Driskel. 1986. Pangan Gizi dan Pertanian. Penerjemah Suhardjo. Jakarta: UI press. Terjemahan dari: Food, Nutrition, and Agriculture. Hartog APD, WAV Staveren, ID Brouwer. 2006. Food Habits and Consumption in Developing Countries. Netherlands: Wageningen Academic Publisher. Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan Edisi kelima. Jakarta: Erlangga. Kartono D, Soekantri M. 2004. Angka Kecukupan Mineral: Besi, Iodium, Seng, Mangan, Selenium. Di dalam: Widyakarya Pangan dan Gizi VIII; Jakarta 17-19 Mei 2004. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Karyadi D, Muhilal. 1996. Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Jakarta: Gramedia. Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut pertanian bogor. Muhilal, Sulaeman A. Angka Kecukupan Vitamin Larut Lemak. Di dalam: Widyakarya Pangan dan Gizi VIII; Jakarta 17-19 Mei 2004. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Napitu N. 1994. Perilaku Jajan di Kalangan siswa SMA di Kota dan Pinggiran Kota DKI Jakarta [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Nasution A, A Khomsan. 1995. Aspek Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan pertanian. Makalah yang disajikan dalam Lokakarya Eksekutif dalam Rangka Training Integrasi Gizi dan Kesehatan dalam pembangunan Pertanian. Bogor. _______, Riyadi H. 1994. Gizi Terapan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Menegah Kejuruan. Nasoetion AH, Karyadi D. 1991. Pengetahuan gizi mutakhir Vitamin. Jakarta: Gramedia. Pranadji DK. 1988. Pendidikan Gizi (Proses Belajar dan Mengajar). Diktat Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Riyadi H. 1996. Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan Pertanian. Bogor: IPBPress. _______. 2003. Metode Penelitian status Gizi Secara Antropometri [diktat]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
52
Sanjur. 1982. Social and Cultural Perspectives in Nutrition. Engleworld Cliff, N. J. Prentice hall. Sediaoetama AD. 2006. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta: Dian Rakyat. Setiawan B, S Rahayuningsih. 2004. Angka Kecukupan Vitamin Larut Air. Di dalam: Widyakarya Pangan dan Gizi VIII; Jakarta 17-19 Mei 2004. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Soekatri M, D Kartono. 2004. Angka Kecukupan Mineral: Kalsium, Fosfor, Magnesium, Fluor. Di dalam: Widyakarya Pangan dan Gizi VIII; Jakarta 17-19 Mei 2004. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdiknas. Soekirman, N Afriansyah, J Erikania. 2010. Sehat dan Bugar Berkat Gizi Seimbang. Jakarta: Yayasan Institut Danone Indonesia. ________, Afriansyah N, Eri Kania J. 2010. Sehat Bugar Berkat Gizi Seimbang. Di dalam: Nakita: Panduan Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Yayasan Institut Danone, Kompas, Gramedia, Group of Magazine. Suhardjo.1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. _______. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara. Sukandar D. 2007. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, Gizi, dan Sanitasi Petani Daerah Lahan Kering di Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Sukarni. 1994. Kesehatan, Keluarga, dan Lingkungan. Yogyakarta: Kanisius. Supariasa IDN, B Bakri, I Fajar. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Syarifah NP. 2010. Kebiasaan Jajan serta Kontribusi Energi dan Zat Gizi Makanan Jajanan terhadap Kecukupan Gizi Siswa Sekolah Dasar [Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Umardani MR. 2011. Kebiasaan Jajan, Aktivitas Fisisk, Status Gizi, dan Kesehatan serta Hubungannya dengan Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar di Kota Bogor [Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Winarno FG. 1993. Pangan Gizi, Teknologi, dan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
53
Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta:Gramedia. Wirakusumah ES. 2006. Buah dan Sayur untuk terapi. Jakarta: Penebar Swadaya.
LAMPIRAN
55
Lampiran 1 Kuesioner penelitian
KUESIONER SISWA • •
Kuesioner diberika kepada responden dan diisi sendiri oleh responden. Sebelum responden mengisi kusioner, surveyor berkewajiban memandu dan membimbing responden dalam mengisi lembar kusioner.
1. Nama Siswa
:
2. Nama SD
:
3. Alamat SD
:
4. Nama Surveyor
:
Jalan Kab/Kota Provinsi No.Telp/Hp
: : : :
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. Tempat, Tanggal Lahir/ Usia (Tahun) 2. Kelas 3. Jenis Kelamin 4. Alamat Rumah
5. Nama Orang Tua Ayah Ibu 6. Pendidikan Terakhir Orang Tua
7. Pekerjaan Orang Tua
8. Jumlah Anggota Keluarga 9. Pendapatan Orang Tua Ayah Ibu
: : 1. Laki-laki Jalan Kab./Kota Provinsi No.Telp/Hp : : Ayah: 1. 2. 3. 4. 5. Lama : Ayah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. : : :
2. Perempuan : : : :
Ibu: Tidak tamat SD Tamat SD SMP SMA Perguruan Tinggi tahun PNS TNI/POLRI Swasta Petani/Buruh Tani Wiraswasta Lainnya, Sebutkan Orang
1. 2. 3. 4. 5. Lama : Ibu: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tidak tamat SD Tamat SD SMP SMA Perguruan Tinggi tahun PNS TNI/POLRI Swasta Petani/Buruh Tani Wiraswasta Lainnya, Sebutkan
56
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN 10. Besar Uang Saku 11. Alokasi Uang Saku
12. Tinggi Badan 13. Berat Badan
: 1. 2. 3. 4. 5. : :
Rp/hari Jajan Makanan/Minuman : Rp. Membeli Peralatan Sekolah : Rp. Transportasi (Ongkos Angkot) : Rp. Menabung : Rp. Lainnya, Sebutkan : Rp. cm kg
57
B. PENGETAHUAN TENTANG GIZI DAN KEAMANAN MAKANAN JAJANAN No A 1.
2.
3.
4.
Pertanyaan dibawah ini tidak berpengaruh terhadap nilai siswa di sekolah Lingkarilah (O) pilihan jawaban yang paling benar sesuai dengan pendapat sendiri! Pertanyaan GIZI Makanan bergizi adalah …. a. Makanan yang mengenyangkan b. Makanan yang menyehatkan c. Makanan yang member tenaga d. Tidak tahu Makanan bergizi akan membuat kita …. a. Sehat b. Bertenaga c. Tumbuh besar d. Tidak tahu Contoh gambar anak yang sehat yaitu …. a. b. c. d. Tidak tahu
7.
Kalau cukup makan kita akan …. a. Langsing b. Kurus c. Gemuk d. Tidak tahu Waktu makan secara teratur yaitu …. a. Makan satu kali sehari b. Makan dua kali sehari c. Makan tiga kali sehari d. Tidak tahu Makanan pokok (sumber karbohidrat) yang sering dimakan yaitu …. a. Tahu dan ikan b. Nasi dan roti c. Mangga dan apel d. Tidak tahu Gambar makanan yang mengandung protein yaitu ….
8.
a.Tempe b. Ayam Makanan Sumber vitamin terdapat pada ….
a. Jeruk b. Ikan c. Roti Contoh sayuran yang terkenal baik untuk mata ….
d. Tidak tahu
9.
a. Brokoli b. Wortel c. Tomat Anak sekolah butuh air minum untuk …. a. Pertumbuhan b. Menjaga suhu tubuh c. Meningkatkan kemampuan belajar d. Tidak tahu
d. Tidak tahu
5
6.
10.
c. Semangka
d. Tidak tahu
58
No B 11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
Pertanyaan KEAMANAN PANGAN Makanan yang amam biasanya …. a. Bewarna merah mencolok b. Menggunakan Penyedap rasa c. Bebas dari cemaran d. Tidak tahu Jajanan yang menyehatkan dan aman misalnya …. a. Sirop warna-warni b. Cireng pakai saos pedas c. Nasi uduk d. Tidak tahu Sehari-hari sebaiknya kitam minum …. karena lebih aman bagi tubuh. a. Es teh b. Air putih c. Es sirup d. Tidak tahu Sebelum dan sesudah makan sebaikknya …. a. Mengelap tangan b. Mencuci tangan c. Mencuci tangan dengan sabun d. Tidak tahu Sayuran sebaikknya dicuci dengan …. a. Air dari penampungan (ember) b. Air mengalir dari kran c. Air dari ember yang dipakai untuk cuci piring d. Tidak tahu Ciri-ciri makanan jajanan yang aman adalah …. a. Sedikit berjamur b. Terdapat rambut c. Bebas bahan pengawet berbahaya d. Tidak tahu Makan daging yang aman sebaikknya …. a. Dimasak sampai lama sekali b. Dimasak sampai matang c. Dimasak setengah matang d. Tidak tahu Roti yang dibungkus plastik harus diperhatikan …. a. Kelezatannya b. Berat rotinya c. Kemasan dan isinya d. Tidak tahu Bungkus jajanan gorengan yang aman yaitu …. a. Kertas polos / tidak bertinta b. Plastik c. Kertas koran d. Tidak tahu Makanan kaleng yang masih aman biasanya …. a. Bocor sedikit b. Kaleng tidak penyok c. Bentuk kaleng sudah kurang bagus d. Tidak tahu
59
Lampiran 2 Konsumsi pangan siswa pada hari sekolah dan hari libur
No. 1
2
3
Jenis pangan Makanan pokok Bihun Bubur ayam Mie ayam Mie instant Nasi putih Nasi goreng Nasi uduk Produk sereal Roti Subtotal Daging dan olahannya Bakso Daging Kikil Kornet Sate kambing Sosis Subtotal Ayam dan olahannya Ayam (bubur ayam) Ayam (mie ayam) Ayam (sop ayam) Ayam bakar Ayam goreng Ayam goreng tepung Ayam gulai Hati ayam goreng Nuget Sate ayam
Hari Sekolah Jumlah responden yg mengkonsumsi (N=62) g/kap/hari n %
% konsumsi
Hari Libur Jumlah responden yg mengkonsumsi (N=62) g/kap/hari n %
% konsumsi
6 5 5 38 60 20 5 3 16
9.7 8.1 8.1 61.3 96.8 32.3 8.1 4.8 25.8
2.7 16.1 4 55.2 416.9 76.6 21 1,5 17 69.6
0.3 1.7 0.4 5.7 42.7 7.8 2.1 0.1 1.7 62.4
14 7 2 34 58 23 4 1 19
22.6 11.3 3.2 54.8 93.5 37.1 6.5 1.6 30.6
4.5 22.6 1.6 50.1 377.4 78.2 11.3 0.4 21.1 567.3
0.5 2.3 0.2 5.2 39 8.1 1.2 0 2.2 58.6
7 1 1 1 1 4
11.3 1.6 1.6 1.6 1.6 6.5
6.9 0.2 0.8 1.3 1 3.6 13.7
0.7 0 0.1 0.1 0.1 0.4 1.4
15 0 0 0 0 3
24.2 0 0 0 0 4.8
17.2 0 0 0 0 3 20,2
1.8 0 0 0 0 0.3 2.1
4 5 3 1 17 1 1 0 3 3
6.5 8.1 4.8 1.6 27.4 1.6 1.6 0 4.8 4.8
1.6 2.7 0.9 0.9 18.7 0.9 3.5 0 5.4 5.5
0.2 0.3 0.4 0.1 1.9 0.1 0.1 0.6 0.6 0
7 2 2 2 20 0 0 1 1 1
11.3 3.2 3.2 3.2 32.3 0 0 1.6 1.6 1.6
2.7 0.8 1.6 2.7 19.9 0 0 1 1.3 0.4
0.3 0.1 0.2 0.3 2.1 0 0 0.1 0.1 0
60
No.
4
5
6
Jenis pangan Soto ayam Subtotal Ikan dan olahannya Cumi goreng Ikan asin Ikan bandeng goreng Ikan bawal goreng Ikan cue goreng Ikan gurame goreng Ikan Kembung goreng Ikan lele goreng Ikan mas goreng Ikan mujair goreng Ikan tongkol balado Ikan sarden Ikan tongkol goreng Udang goreng Subtotal Telur dan olahannya Telur (nasi goreng) Telur asin Telur balado Telur ceplok Telur dadar Telur orek Telur rebus Subtotal Susu dan olahannya Es susu Ice cream Keju Susu bubuk
Hari Sekolah Jumlah responden yg mengkonsumsi (N=62) g/kap/hari n % 0 0 0 40.2
% konsumsi 0 4.1
Hari Libur Jumlah responden yg mengkonsumsi (N=62) g/kap/hari n % 2 3.2 1.9 32.3
% konsumsi 0.2 3.3
1 0 0 1 0 1 0 3 10 1 3 1 6 1
1.6 0 0 1.6 0 1.6 0 4.8 16.1 1.6 4.8 1.6 9.7 1.6
1 0 0 1.6 0 1.6 0 1 9.7 0 2.6 1.9 7.1 1.2 27.7
0.1 0 0 0.2 0 0.2 0 0.1 1 0.1 0.3 0.2 0.7 0.1 3
0 2 1 3 2 0 1 4 14 2 4 0 2 0
0 3.2 1.6 4.8 3.2 0 1.6 6.5 22.6 3.2 6.5 0 3.2 0
0 0.7 1.6 6.5 1.3 0 0.8 7.1 13.5 1.6 3.1 0 1.3 0 37.5
0 0.1 0.2 0.7 0.1 0 0.1 0.7 1.4 0.2 0.3 0 0.1 0 3.9
14 1 1 11 15 0 4
22.6 1.6 1.6 17.7 24.2 0 6.5
10.2 0.5 0.9 12.5 12.2 0 4.4 40.9
1 0 0.1 1.3 1.3 0 0.5 4.2
16 0 0 17 16 1 4
25.8 0 0 27.4 25.8 1.6 6.5
7.7 0 0 17.7 11.9 0.3 3.5 41.2
0.8 0 0 1.8 1.2 0 0.4 4.3
0 2 1 27
0 3.2 1.6 43.5
0 3.8 0.1 19.2
0 0.4 0 2
1 0 0 21
1.6 0 0 33.9
0.2 0 0 17.9
0 0 0 1.8
61
No.
7
8
9
Hari Sekolah Jumlah responden Jenis pangan yg mengkonsumsi (N=62) g/kap/hari n % Susu cair 6 9.7 21.2 Susu kental manis 2 3.2 1.2 Total 45.5 Kacang-kacangan dan olahannya Bubur kacang hijau 1 1.6 1.6 Kacang atom 1 1.6 1.6 Kacang tanah 2 3.2 0.1 Tahu goreng 6 9.7 3.2 Tahu kecap 1 1.6 0.4 Tahu orek 1 1.6 0.3 Tempe bacem 0 0 0 Tempe goreng 6 9.7 4.4 Tempe orek 1 1.6 0.3 Subtotal 10.5 Sayur dan olahannya Sawi rebus 4 6.5 4.6 Sayut asem 2 3.2 1.4 Sayur bayam 18 29 27.7 Sayur bening wortel 1 1.6 0.5 Sayur daun singkong 0 0 0 Sayur katuk 1 1.6 1.6 Sayur lodeh 1 1.6 1.6 Sayur sop 4 6.5 9.7 Sayur toge 0 0 0 Tumis buncis 2 3.2 4.8 Tumis kangkung 2 3.2 3.2 Subtotal 55.1 Buah dan olahannya Alpukat 0 0 0 Anggur 1 1.6 0.8 Apel 5 8.1 6.3 Belimbing 1 1.6 1.3
% konsumsi 2.2 0.1 4.7
Hari Libur Jumlah responden yg mengkonsumsi (N=62) g/kap/hari n % 8 12.9 26.8 12 19.4 15.5 60.3
% konsumsi 2.8 1.6 6.2
0.2 0 0 0.3 0 0 0 0.4 0 1.1
1 0 5 2 0 0 1 8 2
1.6 0 8.1 3.2 0 0 1.6 12.9 3.2
1.6 0 2.1 6.4 0 0 0.8 9.2 0.8 20.9
0.2 0 0.2 0.7 0 0 0.1 1 0.1 2.2
0.5 0.1 2.8 0 0 0.2 0.2 1 0 0.5 0.3 5.6
13 4 14 1 1 3 1 9 2 0 3
21 6.5 22.6 1.6 1.6 4.8 1.6 14.5 3.2 0 4.8
8.4 5.6 19 0.5 0.8 2.4 0.8 12.9 1.1 0 2.8 54.4
0.9 0.6 2 0.1 0.1 0.3 0.1 1.3 0.1 0 0.3 5.6
0 0.1 0.6 0.1
1 0 8 0
1.6 0 12.9 0
1.6 0 11.9 0
0.2 0 1.2 0
62
No.
10
11
Jenis pangan Es campur Jambu Jeruk Kelengkeng Mangga Melon Pepaya Pir Pisang Rujak Salak Subtotal Minuman Es doger Es jeruk Es mambo Es teh (industry) Es teh (home made) Fanta Jelly drink Jus alpukat Jus jambu Jus mangga Minuman serbuk rasa jeruk Pop ice Sirup Subtotal Kudapan Home made Burger Agar-agar Brownies
Hari Sekolah Jumlah responden yg mengkonsumsi (N=62) g/kap/hari n % 1 1.6 2.9 0 0 0 9 14.5 9 0 0 0 3 4.8 7.3 1 1.6 3.1 0 0 0 2 3.2 9.5 2 3.2 2.7 0 0 0 0 0 0 42.9
% konsumsi 0.3 0 0.9 0 0.7 0.3 0 1 0.3 0 0 4.4
Hari Libur Jumlah responden yg mengkonsumsi (N=62) g/kap/hari n % 1 1.6 2.9 1 1.6 1.8 6 9.7 13.6 1 1.6 3.1 1 1.6 2.6 0 0 0 1 1.6 1.6 1 1.6 1.4 0 0 0 2 3.2 2.4 1 1.6 3.7 46.6
% konsumsi 0.3 0.2 1.4 0.3 0.3 0 0.2 0.1 0 0.3 0.4 4.8
0 1 1 14 6 0 1 0 0 0 3 5 2
0 1.6 1.6 22.6 9.7 0 1.6 0 0 0 4.8 8.1 3.2
0 1.6 1.6 33.2 9.7 0 1.6 0 0 0 0.7 2 6.5 56.9
0 0.2 0.2 3.4 1 0 0.2 0 0 0 0.1 0.2 0.7 5.8
2 0 2 2 0 1 2 1 1 1 0 0 1
3.2 0 3.2 3.2 0 1.6 3.2 1.6 27.4 1.6 0 0 1.6
3.2 0 4 9.2 0 4 3.2 3.2 1.8 2.6 0 0 3.2 34.5
0.3 0 0.4 1 0 0.4 0.3 0.3 0.2 0.3 0 0 0.3 3.6
4 4 2
6.5 6.5 3.2
4.8 4.4 2.9
0.5 0.4 0.3
1 1 0
1.6 1.6 0
1.3 1.5 0
0.1 0.2 0
63
No.
Jenis pangan Cireng Kue bolu kukus Cimol Pempek Kue lupis Macio Cakwe Keripik singkong Makaroni Rambut nenek Otak-otak Bakwan Batagor Donat Ketoprak Ketupat sayur Pisang goreng Siomay Pabrik Biskuit Bolu biskuat Chiki Momogi Permen Pilus Stick coklat Wafer Subtotal Total
Hari Sekolah Jumlah responden yg mengkonsumsi (N=62) g/kap/hari n % 1 1.6 2.3 1 1.6 1.9 4 6.5 1.6 1 1.6 1.6 1 1.6 1 2 3.2 1 1 1.6 0.3 1 1.6 0.3 1 1.6 0.2 1 1.6 0.2 1 1.6 0.2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 2 16 1 3 0 3 7
6.5 3.2 25.8 1.6 4.8 0 4.8 11.3
1.1 0.3 5.6 0.2 0.2 0 0.2 1.9 32.3 975.4
% konsumsi 0.2 0.2 0.2 0.2 0.1 0.1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.1 0 0.6 0 0 0 0 0.2 3.3 100
Hari Libur Jumlah responden yg mengkonsumsi (N=62) g/kap/hari n % 1 1.6 2.3 0 0 0 3 4.8 1.6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 3.2 1 2 3.2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1.6 0.8 2 3.2 4.8 1 1.6 2.9 1 1.6 0.8 1 1.6 4.8 2 3.2 4.8 3 4.8 7.3 10 1 19 1 6 3 5 8
16.1 1.6 30.6 1.6 9.7 4.8 8.1 12.9
4.7 0.3 5.9 0.2 0.7 1 1.3 3.4 52.3 967.5
% konsumsi 0.2 0 0.2 0 0 0 0.1 0.1 0 0 0 0.1 0.5 0.3 0.1 0.5 0.5 0.8 0.5 0 0.6 0 0.1 0.1 0.1 0.3 5.4 100
64
Lampiran 3 Konsumsi protein siswa pada hari sekolah dan hari libur Jenis Pangan Makanan pokok Daging dan olahannya Ayam dan olahannya Ikan dan olahannya Telur dan olahannya Susu dan olahannya Kacang-kacangan dan olahannya Sayur dan olahannya Buah dan olahannya Minuman Kudapan
Total Konsumsi Protein (g)
Rata-rata Konsumsi (g protein/kap/hari)
Hari Sekolah 1052,7
Hari Libur 17,0
Hari Sekolah 1048,8
Hari Libur 16,9
114,0 365,0
76,6 240,0
1,8 5,9
1,2 3,9
316,2 358,5 253,0
379,1 378,5 324,8
5,1 5,8 4,1
6,1 6,1 5,2
85,4
158,7
1,4
2,6
58,2 11,6 3,8 200,3
68,7 40,4 31,6 161,8
0,9 0,2 0,1 3,2
1,1 0,7 0,5 2,6
2818,7
2909,1
45,5
46,9