eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2016, 4 (1) 211-220 ISSN 2477-2615, ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2016
INTERVENSI KEMANUSIAAN PBB DALAM MENANGANI PELANGGARAN HAM DI REPUBLIK AFRIKA TENGAH PADATAHUN 2013-2014 Titin Soekma Hermawati1 Nim. 1002045186 Abstract Since becoming President Francois Bozize serves Central African Republic and has failed to implement the agreements made so that it appears Seleka rebels who want a coup against in the Francois Bozize and have committed human rights violations against civilians in the Central African Republic are largely Christian. This makes Anti Balaka militia group made up mostly of Christians retaliated against Seleka groups and Muslims in the Central African Republic. Human rights violations committed against citizen of the Central African Republic made an internasional organization to act in a humanitarian intervention. One of them is the United Nations as an NGO capacity to conduct humanitarian intervention to reduce casualties and protect civilians in the Central African Republic. Keywords :UN humanitarian Intervension, Human Right Violations, Central African Republic Pendahuluan Pelanggaran HAM yang terjadi di Republik Afrika Tengah berawal dari pemberontak Seleka yang dipimpin oleh Michael Djotodia melakukan kudeta terhadap pemerintahan Francois Bozize dikarenakan telah gagal melaksanakan perjanjian Libreville. Hal ini kemudian pemberontak Seleka melakukan aksi pemberontakan hingga akhirnya penguasaan wilayah yang dilakukan Seleka untuk menguasai Bangui. Kemudian pada bulan Maret 2013 Francois Bozize berhasil dilengserkan dan Michael Djolodia mengangkat dirinya secara sepihak menjadi Presiden Republik Afrika Tengah. Selama 6 bulan setelah penggulingan terhadap Francois Bozize, keadaan di Republik Afrika Tengah semakin memburuk yang dimana pemberontak Seleka diketahui merupakan kelopmpok pemberontak muslim melakukan pelanggaran HAM. Hal ini berdampak pada perkembangan konflik yang meluas sehingga membuat konflik mengalami peralihan dengan factor agama yaitu Islam-Kristen. Dengan dasar tersebut, akhirnya sebagai reaksi dari apa yang dilakukan Seleka, kelompok Kristen kemudian membentuk milisi perlawanan yang dinamai Anti Balaka. 1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016: 211-220
Bentrokan pertama antara anti-Balaka dan Seleka terjadi pada 5 Desember 2013. Bertempat di ibukota Bangui, pasukan anti-Balaka melancarkan serangan-serangan secara sporadis dengan menargetkan tidak hanya anggota Seleka, melainkan warga sipil Muslim juga menjadi sasaran. Sebagai reaksi dari serangan yang dilakukan antiBalaka, Seleka pun membalas dengan menyerang balik sehingga pertumpahan darah terjadi di Bangui. Akibat dari pertempuran ini diperkirakan ribuan orang mati baik dari Kristen maupun Islam. Menurut laporan OHCR pada 3 Januari 2014, setengah dari penduduk Republik Afrika Tengah 935.000 orang adalah pengungsi, termasuk setengah dari penduduk Bangui 513.000 orang dengan 233.000 lainnya di negara-negara tetangga akibat pertempuran yang terjadi antara anti-Balaka denagan Seleka.Kemarahan antiBalaka atas perlakukan seleka terus berlanjut dengan melakukan serangan-serangan lain terhadap populasi sipil Muslim di Bouali, Boyali, Bossembele, Baoro, Bawi, Yaloke, Boda, dan Bocaranga. Selain menyebabkan dan kehancuran, serangan terhadap Muslim yang dilakukan anti-Balaka diketahui juga untuk mengeluarkan secara paksa populasi ini dari Republik Afrika Tengah. Selama konflik internal di Republik Afrika Tengah terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan oleh kelompok Seleka dan Milisi Anti balaka. Menurut United Nations High Commissioner of Refugees pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Milisi Anti Balaka aksi tersebut di perparah adanya pengusiran etnis muslim. Bedasarkan laporan dari United Nations High Commissioner of Refugees (UNHCR) pada bulan Maret 2014 lebih dari 319,603 pengungsi Republik Afrika Tengah ke negara tetangga, dan 16,581 pengungsi di dalam negeri Republik Afrika Tengah. Sebanyak 600 orang tewas dan 450 0rang tewas di ibu kota Bangui dan 160 orang lainnya tewas di berbagai daerah negeri bekas jajahan perancis ini. Melihat terjadinya kasus pelanggaran HAM terhadap warga sipil di Republik Afrika Tengah, hal ini menimbulkan keprihatinan dari pihak termasuk PBB. Dalam rangka untuk melindungi umat manusia dari ancaman perang. PBB selaku organisasi internasional melakukan tujuannya seperti yang tercantum dalam piagam PBB untuk menangani pelanggaran HAM atas kasus yang terjadi di Republik Afrika Tengah dengan cara melakukan intervensi kemanusiaan. Penelitian ini akan membahas proses intervensi kemanusiaan PBB dalam menangani pelanggaran HAM yang terjadi di Republik Afrika Tengah. Kerangka Dasar Teori Konflik Internal Konflik internal merupakan pertikaian politik yang diikuti dengan kekerasan yang dapat dilacak pada umumnya berasal dari faktor-faktor yang bersumber dari dalam negara (intrastate) daripada antar negara (interstate). Yang termasuk dalam konflik internal antara lain adalah: power struggle yang melibatkan pemimpin-pemimpin sipil atau militer, ancaman-ancaman organisasi criminal terhadap kedaulatan negara, dan pergerakan ideologi, konflik etnis dan juga kampanye-kampamye pemisahan diri suatu negara.
212
Intervensi PBB Menangani Pelanggaran HAM di Afrika Tengah (Titin Soekma H)
Konflik internal menurut Alexius Jemandu dapat disebabkan 4 faktor, yaitu: 1. Adanya Communal Content yaitu hubungan yang tidak harmonis antara kelompok identitas tertentu dengan negara. 2. Kegagalan dari pihak pemerintah untuk menyediakan kebutuhan dasar kemanusiaan sehingga terjadi kemiskinan sistematis. 3. Karakteristik pemerintah yang otoriter dan mengabaikan aspirasi dari akar rumput. 4. Internasional Linkages yaitu ketergantungan yang dialami negara terhadap pihak asing dalam sistem ekonomi global sehingga kepentingan pihak asinglah yang lebih diutamakan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan aatau mencabut Hak Asai Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar bedasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Pelanggaran HAM berat secara umum mencakup genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang. Kejahatan terhadap manusia merupakan salah satu bentuk pelanggaran terhadap HAM Organisasi Internasional Organisasi Internasional merupakan wadah negara-negara dalam menjalankan tugas bersama, baik dalam bentuk kerjasama yang sifatnya koordinatif dan ketika dalam menjalankan tugasnya tidak bertentangan dengan asas-asas yang ada dalam hukum internasional. Menurut Teuku May Rudy dalam bukunya “Administrasi & organisasi Internasional” menegaskan bahwa: “Organisasi Internasional adalah pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara, dengan didasari struktur organisasi yang jelas dan lengkap serta diharapkan atau diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanaskan fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan serta disepakati bersama, baik antara pemerintah maupun antara sesama kelompok non-pemerintah pada negara yang berbeda. Peranan organisasi internasional sendiri dapat dibagi ke dalam tiga kategori yaitu: sebagai instrumen, sebagai arena dan sebagai aktor independen. Dari tiga kategori diatas,eksplorasi dan analisi yang dilakukan oleh organisasi internasional akan menampilkan sejumlah peranannya yaitu sebagai inisiator, fasilitator, mediator, rekonsiliator dan determinator. Intervensi Kemanusiaan Intervensi kemanusiaan diartikan sebagai intervensi yang melintas batas negara oleh negara (atau kelompok negara) dengan penggunaan kekuatan yang bertujuan untuk mencegah atau mengakhiri pelanggaran hak asasi manusia dari suatu negara terhadap warganya sendiri, walaupun tindakan tersebut melanggar kedaulatan negara tersebut.
213
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016: 211-220
Menurut O’Brien menggolongkan Humanitarian Intervention dalam beberapa syarat: 1. Harus adanya ancaman terhadap HAM, khususnya bersifat massif 2. Intervensi harus dibatasi hanya untuk perlindungan atas HAM 3. Tindakan bukan berdasar pada undangan dari pemerintah setempat Dalam situasi ini, PBB sebagai badan tertinggi yang masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat internasional, berusaha untuk menjaga stabilitas politik dunia dari ancaman yang dapat meresahkan masyarakat dunia, disini PBB ingin secara langsung turun tangan dengan ikut serta intervensi kemanusiaan untuk menstabilkan situasi perdamaian dan mengangkat kembali harkat dan martabat menusia. Untuk itu PBB selalu megedepankan intervensi kemanusiaan sebagai bagian dari misi perdamaiannya di seluruh dunia. Intervensi Kemanusiaan mencakup tiga tindakan penting yaitu: 1. Peace-keeping: intervensi kemanusiaan dilakukan untuk menghentikan pertikaian yang terjadi sehingga menciptakan suasana damai. Dalam peacekeeping, karateristik utama yang terlihat adalah adanya aktivitas militer. 2. Peace-making: Intervensi dilakukan organisasi internasional dengan aktivitas politik dan diplomatik melalui negoisasi, mediasi, arbitrasi dan koalisi 3. Peace- buliding: Organisasi Internasional melakukan intervensi dalam proses membangun kembali sebuah Negara yang rusak akibat kekerasan yang terjadi Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam proposal penelitian ini adalah deskriptif, yaitu berupaya untuk menggambarkan intervensi kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam menangani pelanggaran HAM di Republik Afrika Tengah pada tahun 2013-2014. Hasil Penelitian Konflik Internal era Francois Bozize Sejak memperoleh kemerdekaan pada tahun 1960, hampir setiap pergantian kekuasaan negara di Republik Afrika Tengah dilakukan dengan cara kudeta militer. Kudeta militer keempat terjadi pada tahun 2003 ketika itu Republik Afrika Tengah masih dikuasai oleh kepemimpinan Francois Bozize sampai dengan tahun 2013, Francois Bozize berhasil naik menjadi penguasa baru Republik Afrika Tengah lewat kudeta militer dengan bantuan negara Chad, negara tetangga Afrika Tengah di utara. Keberhasilan Bozize menjadi penguasa negara bekas jajahan Prancis tersebut lewat jalur militer memunculkan penolakan dari sebagian penduduk Afrika Tengah. Penolakan tersebut semakin kuat menyusul adanya tuduhan bahwa rezim Bozize melakukan praktek KKN ( Korupsi, kolusi, nepotisme) dan mengeksploitasi tambangtambang berlian di Republik Afrika Tengah untuk memperkaya dirinya sendiri. Kondisi negara kembali mengkhawatirkan ketika pada tahun 2005 Bozize mendapat tantangan dari beberapa kelompok pemberontak yaitu, APRD (Popular Army for the Restoration of the Republic and Democracy) dibawah pimpinan Ndjadder Mounoumbaye, FDPC (Democratic Forces for Central African People) dibawah pimpinan Abdoulaye Miskine dan UFDR (Union of Democratic Forces for Unity) dibawah pimpinan Michael Djotodia.
214
Intervensi PBB Menangani Pelanggaran HAM di Afrika Tengah (Titin Soekma H)
Perang sipil antara kelompok pemberontak dan pemerintahan Bozizes berhenti pada Juni 2008 seiring dengan penandatanganan Perjanjian Perdamaian Komprehensif (Comprehensive Peace Agreement, CPA) antara ketiga kelompok pemberontak dan pemerintahan Bozize dengan isi perjanjian peluncutan senjata dan perekrutan perjuangan pemberontakan menjadi tentara negara. Namun, perjanjian CPA tersebut tidak adanya kelanjutan terhadap perjanjian yang telah disepakati akhirnya membuat kelompok-kelompok pemberontak bersatu dalam aliansi Seleka. Seleka yang dalam bahasa Sango berarti aliansi merupakan gabungan dari beberapa kelompok pemberontak yang memiliki keraguan terhadap pemerintahan Bozize dan menjadi oposisi baru untuk pemerintahan Bozizie. Pasca keberhasilan Seleka merebut kota Sibut pemerintah Francois Bozize menawarkan untuk melakukan perundingan bersama Seleka. Seleka mendatangani sebuah perjanjian perdamaian pada tanggal 11 Januari 2013 dengan pemerintahan Presiden Francois bozize di ibu kota Gabon, Libreville. Isi perjanjian tersebut tentang pihak-pihak yang bertikaian sepakat untuk meletakan senjata, para anggota Seleka akan direkrut menjadi tentara Republik Afrika Tengah, kemudian Francois Bozize tidak akan mencalonkan diri lagi pada pemilihan presiden berikutnya, komposisi pemerintahan akan dirombak ulang Perdana Menteri diangkat dari pihak oposisi. Dengan adanya perjanjian damai tersebut, pemberontakan bersenjata yang dilakukan Seleka pun berakhir untuk sementara waktu. Pada tanggal 22 Maret 2013, dengan alasan bahwa rezim Bozize gagal melaksanakan poin-poin perjanjian damai Libreville, pasukan Seleka secara mendadak memulai kembali pemberontakan bersenjatanya. Hanya dalam waktu singkat, pasukan Seleka sukses menduduki ibukota Bangui. keberhasilan Seleka untuk menguasai Bangui secara tidak langsung telah menimbulkan ancaman yang lebih serius terhdap Bozize. Kemudian Seleka berhasil menggulingkan rezim Bozize dan sebagai gantinya, Michael Djotodia yang juga pemimpin kelompok Seleka mengangkat dirinya secara sepihak menjadi Presiden Republik Afrika Tengah. Faktor-faktor terjadinya konflik di Republik Afrika Tengah 1. Faktor Struktual Faktor struktual terdiri atas lemahnya otoritas negara baik dalam lingkup nasional maupun internasional. Republik Afrika Tengah termasuk dalam negara yang lemah karena tidak mampu menjamin kesejahteraan masyarakatnya. Terbukti dalam United Nation Human Development Index,(UNDP:2012) negara ini berada pada peringkat 180 dari 186 negara yang masih berada dibawah garis kemiskinan, selain itu Republik Afrika Tengah masuk sebagai negara gagal saat pemerintah pusatnya tidak mampu lagi mengontrol atau menguasai seluruh wilayahnya. Ketidaksabilan yang terjadi dalam waktu yang lama. Kelompok-kelompok yang menentang pemerintah bukan hal yang baru. Sejak merdeka dari Prancis pada tahun 1960 Republik Afrika Tengah terus dilanda kemiskinan, bergantinya Presiden tidak mengubah keadaan tersebut. Kudeta yang sering terjadi terhadap Presiden membuat keadaan negara tersebut semakin memburuk. Republik Afrika
215
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016: 211-220
Tengah sangat kaya akan sumber daya alam seperti emas dan berlian, akan tetapi hal tersebut tidak dapat mensejahterakan masyarakatnya. Namun, kebanyakan pemimpin Afrika Tengah melakukan korupsi dan memperkaya diri sendiri. Mulai dari masa pemerintahan Presiden David Dacko hingga Francois Bozize, Republik Afrika Tengah tidak pernah lepas dari konflik. Adanya ketidakcocokan dan kepercayaan terhadap pemimpin membuat terjadinya kudeta yang dilakukan di negara ini. Negara dianggap gagal dalam mengatasi keluhan dan kebutuhan masyarakatnya. Tahun 2014 Republik Afrika Tengah masuk ke dalam negara paling korup di dunia, pada peringkat 150 dari 175 negara. Kebanyakan pemimpin di negara ini tidak berkonsentrasi untuk pembangunan akan tetapi memilih untuk memperkaya diri sendiri. Setelah menjadi presiden, keinginan untuk memperkaya diri sendiri sangatlah besar karena adanya sumber daya alam yang melimpah. Presiden yang menjabat memiliki kegelisahan untuk dikudeta dan diturunkan. 2.
Faktor Ekonomi Letak geografis Republik Afrika Tengah bukan negara yang minim akan sumber daya alam. Mereka mempunyai sumber daya alam bernilai tinggi, seperti uranium, emas dan berlian yang menjadi potensi ekspor utama di negara ini. Lemahnya campur tangan pemerintah dalam mengelolah dan mengawasi sumber daya alam tersebut mengakibatkan rakyat belum sejahtera, sehingga muncul ketimpangan ekonomi dan diskriminasi wilayah dalam pembangunan dan moderenisasi yang tidak meratanya pembangunan di wilayah pusat ibu kota pembangunan berjalan baik, sedangkan di wilayah utara pembangunan tidak merata dan akses transportasi sangat susah untuk dijangkau. Adanya diskriminasi ekonomi dapat memperparah kondisi yang ada dimana akses terhadap ekonomi yang berlandaskan pada peningkatan kesejahteraan tidak terbuka bagi semua individu atau kelompok. Bagian utara negara dihuni oleh umat Islam, yang ditetapkan sebagai kabupaten otonom dan dianggap dihuni oleh orang asing. Hal ini sudah terjadi sejak era kolonial Perancis dimana pendagang muslim mulai berdagang, ditambah lagi pendatang muslim dari Kamerun dan Chad yang menimbulkan ketegangan dan rasa takut bahwa negara sedang diserbu oleh orang-orang asing. Hal ini tidak lepas dari keadaan ekkonomi di wilayah tersebut, kebencian masyarakat terhadap muslim karena dianggap lebih baik daripada penduduk lain. Pengangguran merupakan masalah serius di Republik Afrika Tengah, karena dengan banyaknya pengangguran dan tingkat lapangan pekerjaan yang rendah menyebabkan mereka menyibukkan diri dengan mengikuti kelompok-kelompok bersenjata. Banyak pemuda pengganguran di wilayah utara memilih bergabung dengan Seleka dengan tujuan mereka memperoleh keuntungan dalam aksi pemberontakan tersebut. Rata-rata cara seperti inilah yang dilakukan sebagian masyarakat yang tertinggal di Republik Afrika Tengah untuk bertahan hidup.
216
Intervensi PBB Menangani Pelanggaran HAM di Afrika Tengah (Titin Soekma H)
3.
Faktor Politik Pembagian kekuasaan juga tidak merata karena banyak elite politik yang menguasai kursi pemerintahan, kelompok- kelompok di wilayah utara Republik Afrika Tengah merasa aspirasi mereka tidak didengar oleh pemerintah pusat. Diskriminasi yang etrjadi di Republik Afrika Tengah sudah terjadi sejak zaman kepemimpinan Andre kolingba diman mayoritas anggota FACA berasal dari etnis Yakoma. Dilanjutakan dengan kepemimpinan Patase yang memeotong dan memberhentikan karyawannya dan menggantinya dengan etnis Kaba. Pada kepemimpinan Bozizie mengutamakan etnis dan keluarganya sendiri di struktur pemerintahan. Bozize mencoba memusatkan kekuasaan politik di pemerintahan, dengan begitu akan mudah dalam melakukan praktek korupsi dan memperkaya diri sendiri. Sepuluh tahun berkuasa, rezim Presiden Francois Bozize berakhir sama dengan Presiden sebelumnya, dikudeta oleh kelompok pemberontak yaitu Seleka. Serangan terhadap kota Sibut dan Damara pada September 2012 merupakan awal kesulitan pemerintah, memutuskan untuk tidak bernegoisasi dan memilih opsi militer, serta berlanjutnya pemberontakan yang dilakukan Seleka.
Bentuk-Bentuk Intervensi Kemanusiaan PBB dalam menangani pelanggaran HAM di Republik Afrika Tengah 1. Peacekeeping : Menciptakan pasukan perdamaian /peacekeeping antara Pemberontak Seleka dan Milisi anti balaka dengan membentuk MISCA, MINUSCA). 1.1 The African-led Internaasional Support Mission to the Central Afican Republic (MISCA) Pada tanggal 5 Desember 2013 DK-PBB mengadopsi resolusi 2127 yang menyetujui penggelaran misi Uni Africa internasional support dan Perancis ke Republik Afrika Tengah (MISCA). Dengan mengirimkan MISCA pada sebagai sebuah misi khusus ke Republik Afrika Tengah, keterlibatan Uni Afrika dan Perancis sangat jelas. Beberapa dari personil MISCA antara lain gabungan dari anggota Uni Afrika dan perancis. Personel militer MISCA merupakan kontribusi dari berbagai negara regional yang merupakan anggota negara Afrika Tengah itu sendiri yaitu : Gabon, Kongo, Kamerun. Bedasarkan resolusi tersebut Perancis memberangkatkan sebanyak 400 tentara yang berbasis di ibukota Republik Afrika Tengah dan meningkatkan kekuatannya dibekas koloni Perancis menjadi 1.000 tentara. Pasukan Uni Afrika 2.500 tentara meningkatkan menjadi 3.600 tentara. Dalam misi dan mandat yang diberikan oleh DK-PBB kepada MISCA, MISCA bertugas untuk melindungi warga sipil, mendukung upaya reformasi dan menciptakan kondisi untuk bantuan kemanusiaan. Dalam bentuk kesuksesaannya pergerakan MISCA dan tentara Perancis mampu memberikan keamanan dan pencegahan dampak buruk. Sebagai hasilnya yaitu, mengawal konvoi ratusan Muslim untuk menjauh dari ancaman kekerasan di Bangui
217
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016: 211-220
1.2 United Nations Multidemensional Integrated Stabilization Mission In The Central African Republic(MINUSCA) Melalui sidang pada tanggal 10 April 2014, DK-PBB secara bulat mengeluarkan resolusi 2149 yang mengesahkan pembentukan MINUSCA, sebuah misi khusus PBB yang akan bertugas penjaga perdamain di Republik Afrika Tengah untuk periode awal sampai 30 April 2015. Pembentukan MINUSCA merupakan transfer kewenangan dari MISCA ke MINUSCA dalam misi di Republik Afrika Tengah pada tanggal 15 September 2014 oleh dewan keamanan PBB. Personel militer MINUSCA merupakan kontribusi dari negara yang tergabung oleh MISCA dan ditambah dari Pakistan,Sri Lanka, Indonesia, Maroko dan Bangladesh dalam misi kolektif ini disusun dan dijalankan oleh 10.000 personil militer termasuk 240 pengamat militer dan 200 staf perwira dan 1.800 personil Awal kesuksesan MINUSCA dalam melindungi warga negara ialah dengan membebaskan 67 sandera yang dilakukan oleh Milisi Anti Balaka dikarenakan dituduh menjadi penghianat karena menjual barang dipasar yang sebagian besar penduduknya adalah Muslim 2. Peacemaking: Mengupayakan penyelesaian damai di Republik Afrika Tengah 2.1 Kesepakatan damai Nairobi Pada tanggal 23 Juli 2014 Dewan keamanan telah menyambut baik penandatanganan kesepakatan penghentian permusuhan oleh para pihak di Republik Afrika Tengah dan menyoroti kebutuhan untuk menindaklanjuti ini dengan upaya rekonstruksi dan rekonsiliasi nasional. Perjanjian dimediasi oleh Presiden Republik Kongo, Denis Sassou Nguesso, ibukota Brazzaville menjadi tuan rumah forum untuk Rekonsiliasi Nasional dan Dialog Politik yang tujuannya adalah untuk menyepakati genjatan senjata dan memulai proses peluncutan senjata untuk semua faksi. Namun perjanjian tersebut dilanggar oleh Milisi Anti Balaka. Pertempuran itu berawal dari serangan milisi Anti Balaka ke wilayah Batangafo, utara ibu kota Afrika Tengah, Bangui serangan milisi Anti Balaka di Batangafo metargetkan markas-markas Seleka. Dalam pertempuran ini menyebabkan tewasnya 22 orang. Namun bukan kali ini saja milis Anti Balaka melanggar kesepakatan. Pada hari pertama setelah penandatangan kesepakatan pada 23 Juli Milisi Anti Balaka melakukan aksi penyerangan terhadap Seleka di Dekoa dan membakar mayat salah satu korban pembunuhan di Boda. Pada tahap negoisasi kedua kalinya Perjanjian perdamaian antara pemberontak Seleka dan Milisi Anti Balaka telah dilakukan dikota Nairoba, Kenya. Penandatanganan sebuah perjanjian perdamaian ini untuk menghentikan permusuhan dan membuka bab baru stabilitas politik negara. Perjanjian perdamaian yang ditandatangai terdiri dari 2 perjanjian yaitu perjanjian genjatan senjata dan penghentian permusuhan antara Seleka dan Milisi Anti Balaka serta perjanjian deklarasi kesetiaan kepada transisi perencanaan jangka panjang dari Republik Afrika Tengah.
218
Intervensi PBB Menangani Pelanggaran HAM di Afrika Tengah (Titin Soekma H)
3.
Peace Buliding: Membentuk delegasi khusus PBB untuk Republik Afrika Tengah (BINUCA) BINUCA (Bureau integre des Nations Unies pour la consolidation de la paix en Republique centrafricaine) BINUCA berdiri sebagai tanggapan atas ekalasi konflik skala tinggi yang terjadi di Republik Afrika Tengah yang berdampak pada instabilitas negara. BINUCA didirikan atas rekomendasi dari Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-Moon yang termuat didalam laporannya kepada Presiden Dewan Keamanan tanggal 5 Maret 2009 (S/2009/128). Secara resmi BINUCA berdiri tanggal 7 April 2009 bedasarkan pernyataan dari Presiden Dewan Keamanan (S/PRST/2009/5). 1. BNUCA berperan dalam dialog politik inklusif antara pemerintah Republik Afrika Tengah dan pasukan pemberontak 2. Mendukung peningkatan tata kelola negara di bidang peradilan, proses pemilihan, dan transisi kepimpinan 3. Mengadakan Koferensi bersama Uni Afrika dan ECCAS untuk mengadakan pusat operasi gabungan 4. Melaksanakan DDR (Disarmament, Demobilization And Reintegration) bersama UNDP 5. Melaksanakan SSR (Security Sector Reform)
4. Sebagai fasilitator bantuan kemanusiaan 4.1 Bantuan pangan dari WFP Program pangan dunia PBB mengirimkan pasokan makanan dari kamerun ke Republik Afrika Tengah melalui jalur udara dengan pesawat kargo menyusul krisis kelangkaan pangan di negara yang dilanda oleh konflik tersebut. Karena ketidakamanan sepanjang koridor jalan darat dari Kamerun ke Bangui WFP mengirimkan 100 ton makanan yang akan dibawa ke Republik Afrika Tengah dengan menggunakan sebuah jet jumbo dengan target menerbangkan 2.000 ton beras pada akhir bulan. Menurut PBB 1,3 juta orang penduduk Republik Afrika Tengah membutuhkan pangan terutama di kamp yang menampung lebih dari 800 ribu pengungsi yang menghindari kekerasan sektarian. Pesawat kargo WFP pertama membawa 80 ton beras yang tiba di Bangui pada tanggal 12 Febuari 2014.
4.2 Bantuan dari UNICEF UNICEF telah memperingatkan terjadinya bencana kemanusiaan di Republik Afrika Tengah yang dilanda perang bantuan ini untuk mencegah penyebaran penyakit yang berpotensi mematikan di kamp-kamp pengungsian karena banyaknya orang yang sakit, kurang air dan infrastruktur sanitai yang tidak memadai. UNICEF juga berupaya untuk menvaksinasi 210.000 anak-anak untuk menghentikan penyebaran penyakit yang berpotensi membahayakan. UNICEF mengirimkan 77 ton selimut, sabun, jerigen, obat, pasokan penjernih air, lembaran plastik,dan peralatan kesehatan ke ibu kota Republik Afrika Tengah, Bangui membawa melalui jalur udara.
219
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 1, 2016: 211-220
4.3 Bantuan Finansial Bantuan finansial yang ditujukan di Republik Afrika Tengah bukti nyata yang diterima dari pada tahun 2014. Uni Eropa dan Perserikatan Bangsa-Bangsa menggalang bantuan senilai hampir setengah miliar dolar AS untuk Republik Afrika Tengah dalam menanggapi situasi kemanusiaan yang memburuk. Uni Eropa menggalang dana 150 juta euro diperlukan untuk bagi bantuan kemanusiaan dan 200 juta euro untuk dana stabilisasi dan pembangunan. Kesimpulan Intervensi kemanusiaan PBB dalam menangani pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Republik Afrika Tengah pada tahun 2013-2014 merupakan upaya PBB melalui Dewan Keamanan untuk menangani sengketa internasional untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional turut serta dalam menyelesaikan sengketa tersebut. PBB mempunyai tanggung jawab utama dalam memelihara perdamaian dan keamanan internasional dalam menanggulain krisis kemanusiaan atas dasar dari piagam PBB dan Universal Decelaration of Human Right. Intervensi kemanusiaan yang dilakukan PBB dalam menangani pelanggaran HAM di Republik Afrika Tengah sepertinya membawa hasil yang positif. Hal ini terkait adanya genjatan senjata yang dilakukan oleh Pemberontak Seleka dan Milisi Anti Balaka untuk menghentikan permusuhan diantar kedua kelompok tersebut. Daftar Pustaka Buku Holzgrefe, J.L and Keohane, O. R. ( 2002). Humanitarian Intervention Ethical, Legal, and Political Dilemma. Durham Jemadu, Alexius. (2007). Analisis Konflik Internal dari Prespektif Ilmu Hubungan Internasional Transformasi dalam studi Hubungan Internasional: aktor, isu, metodologi. Bandung: Graha Ilmu. Ryan,Stephen. (1995). Ethnic Conflict and Internasional Relations, 2nd edition, England: Darmouth Publishing Company Limited Soekarno, Ari. Buku pintar 100 Negara-Negara anggota PBB. Jakarta : Penerbit Intimedia & Ladang Media Internet Agreements signed in Libreville to halt recent rebellion in Central Africa Republic, mengutip dari www.un.org/news/docs/2013/sc10879 doc htm. Central African Republic Situation UNHCR external regional, mengutip dari www.UNHCR.org/52fa46209. pdf (diakses 20 Maret 2014). Human Right Watch “Central African Republic State of Anarchy Rebellion and Abuses Against Civilians” hal 26 pdf Security Council Resolutions, mengutip dari http://www.un.org/en/sc/documents/resolutions/2013.shtml. (dikases 10 Oktober 2013)
220