arsitektur.net
2008 vol. 2 no. 4
Anti-Blurred Zones: A Critique to
interstitial– and many different forms in the work that is presented here. Basically, the process of blurring introduces a third phase process considers site, program, and function, which are reality of what is required. Each of these can be seen as textual material design is based. The second kind of textual material comes from the interiority and the anteriority of architecture… …The text of function, site, program, and the texts of the interiority practice… The attempts to create a blurring require the introduction of other, third texts. These texts initially appear to be unmotivated by the traditional concepts of program, site, context, interiority, or anteriority. In one sense, these texts are both arbitrary and contingent, in that they both relate to and have the ability to alter the conditions of the traditional texts. (Eisenman, 2003: 8-9) It is obvious that Eisenman is a very conceptual architect. He often emphasizes the importance of process in designing an architectural project. We may understand that most of his works during one decade starts from 1989 until 1998, which is summarized in a book titled “Blurred Zones”, show us his consistency on following ‘the rules’ of design. The term of blurring used by Eisenman here is related to his you that the term of blurring is not suitable to be applied here. In this writing, my concern is about the essence of blurring concept itself. The concept of blurring, easy to be accepted as a generally appropriate method for several reasons. us a clearer vision in understanding Eisenman’s blurring concept. He divided the process of design into three straight phases, which I do not fully agree with. design, and some says it is a must. In my opinion, analyses on these parameters will bring an embryo, if we cannot say incomplete fragment. thought. Yes, the term interiority and anteriority is often used by Eisenman in many different cases as a reference. He noted that “interiority of architecture historical moment” (Eisenman, 2003: 8). We may conclude that these instruments –both interiority and anteriority – are, according to Eisenman, what will make an architecture known and recognized as architecture thing. Both of them are what will put further meaning in architecture. Interiority and anteriority produce a more 22
arsitektur.net
2008 vol. 2 no. 4
The phase of site, function and program recognition, and the phase of recalling interiority and anteriority are the traditional concepts. And if we stop on these phase, we would not reach the blurred condition. Blurring is needed to aim conceptual clarity as well as physical clarity. To reach this
a different arrangement of the process? Will that make any differences? Or can we be doubtless to accept that this process is the only right process? I have tried the phase to phase order. The idea is about making a water reservoir.
Figure 1. The image showing the development of physical form geometry on the
create a water reservoir. The results are two very common and boring forms, a
23
arsitektur.net
2008 vol. 2 no. 4
understanding that the manifestation of this phase can happen in different stages, a It is functioning. But the second form is more effectively functioning. This shape used. My intention is to say that every phase can be applied in a poor objective, a lot of more forces work. But here, the form has not been free from the basic rules of what is called a water reservoir. It still shows us that this water reservoir is still a water reservoir that is able to accommodate the water by its form. It has a form which gives us an understanding that it is a form having such a characteristic to be called as a water reservoir, like holding the water from falling to earth because of the gravitation. Simply, it is still a container – in its denotative meaning.
The third phase, denoted as a determining phase by Eisenman, is adopted here by creating a totally different form than the previous forms. Physically, it does mainly constructed by vertical plans that create a totally open curve if we slice it
Back to the problem, what would happen if we reformat the chronology? Now the
third phase.
24
arsitektur.net
2008 vol. 2 no. 4
combination There are 94 different combinations of number arrangement to attempt for the new process. Then now there should be many different possibilities to take these phases in a different way. There are no guarantees that all of the combinations can work and succeed. But, there are also no guarantees that Eisenman’s arrangement A strict decision that design process should pass some certain stages of phases is not truly right. Eisenman’s claim to produce a blurring condition, which he believed rigid and chronological phases, can be an incorrect argument. There is no need to follow the step one by one if we think we can obtain a better the concepts of blurring presented by Eisenman to different areas and dialectics. discussion. I do believe that there is no absolute right or wrong. Each of us has our own opportunity to choose. Arguing based on a critical thinking is better than References Eisenman, Peter (2003). Blurred Zones Investigations of the Interstitial Eisenman Architects 1989-1998. New York: The Monacelli Press.
25
arsitektur.net
2008 vol. 2 no. 4
Disorientasi dalam Arsitektur Tentang Blind Light Blind Light adalah salah satu instalasi yang diciptakan oleh Antony Gormley. Instalasi tersebut dapat dideskripsikan sebagai box atau ruangan berbentuk kubus yang dapat dimasuki oleh kurang lebih 25 orang. Uap air yang mengisi ruangan tersebut menghadirkan pengalaman yang menarik bagi orang-orang yang memasukinya. Uap air tersebut cukup tebal untuk membatasi pengelihatan orang-orang tersebut dimana ketika seseorang menjulurkan tangannya sendiri, dapat dikatakan mustahil baginya untuk dapat melihat tangannya sendiri. Dengan jelas dapat dilihat bahwa ada cahaya di dalam instalasi tersebut, namun kita tidak dapat melihat dimana sumber cahayanya. Uap air yang mengisi instalasi tersebut menyebabkan arah cahaya menjadi berbaur, seakan-akan ruangan tersebut berisi cahaya.
Instalasi Blind Light Sumber: www.telegraph.co.uk/blindlight.htm Menabrak batas ruangan tersebut, kira-kira itulah yang kebanyakan orangorang alami ketika berada di dalam instalasi ini. Dikarenakan tidak dapat melihat sekeliling termasuk tubuh sendiri, maka sebuah pengalaman disorientasi layaknya berada dalam kabut dirasakan oleh orang-orang yang berada di dalamnya. Salah satu ide dari instalasi ini bukanlah tentang “melihat”, melainkan tentang “tidak melihat”. Instalasi biasanya diciptakan untuk “dilihat”, dirasakan oleh manusia, namun tidak untuk instalasi Antony Gormley ini. Terdapat sebuah momen yang menarik ketika tubuh seseorang tiba-tiba terlihat ketika ia mulai meninggalkan atau keluar dari ruangan tersebut. Ketika berada di luar dari instalasi tersebut, kita dapat melihat telapak tangan atau kadang-kadang bagian tubuh lain dari orangorang yang berada di dalamnya berusaha untuk meraba-raba batas dari ruangan tersebut dan mencari jalan keluarnya, layaknya sebuah serangga yang terjebak dalam perangkap dan berusaha agar dapat bebas dari perangkapnya. Konsep lain dari Blind Light adalah space experience atau pengalaman manusia terhadap ruang di sekelilingnya. Dalam kehidupan, seorang manusia dapat merasakan adanya ruang dengan jelas, hal ini dikarenakan manusia dapat pula Namun di dalam Blind Light, kemampuan seorang manusia untuk merasakan ruang menjadi hilang. Seseorang tidak dapat lagi merasakan adanya batas-batas ketika berada di dalamnya, akibatnya persepsi manusia mulai beraksi. Tiap orang 26
arsitektur.net
2008 vol. 2 no. 4
akan mempunyai persepsi yang berbeda dengan yang lain tentang ruang tersebut. Ada yang berpersepsi bahwa ruang tersebut amat luas, namun juga ada yang akan berpersepsi sebaliknya. Antara Blind Light dan Arsitektur Organik Berada di dalam Blind Light memberikan perasaan bahwa kita tidak berada di dalam sebuah ruangan, melainkan berada di space yang tak terbatas, berada di alam bebas. Bila selama ini ruang-ruang yang memiliki batas yang jelas dan masif memberikan suasana terkurung, terbatas atau terkekang di dalamnya, maka Blind Light yang menyamarkan batas-batas tersebut akan memberikan suasana sebaliknya, yaitu suasana bebas. Blind Light memiliki persamaan makna dengan arsitektur organik sebagai arsitektur yang membebaskan, seperti yang dikatakan Frank Lloyd Wright, “By organic architecture I mean as an architecture that develops from within outward in harmony with the condition of it’s being as distinguished from one that is applied from without” (dalam Collins, 1965: 152). Arsitektur organik yang dimaksud Wright adalah arsitektur yang harmonis dengan tapak atau site, terbentuk dari dalam ke luar secara integral seperti tumbuhan, dan menghasilkan ruang-ruang yang mengalir dan mengutamakan perasaan bebas di dalam ruang seperti kebebasan yang ada di alam. Arsitektur Organik bertujuan menghasilkan bangunan yang “hidup”, bukan bangunan yang “mati”, yang hanya bisa bekerja dan memenuhi fungsinya. Walaupun Blind Light bukanlah sebuah ruang yang ditinggali layaknya ruang dalam arsitektur, instalasi tersebut juga mengajarkan bahwa ruang dapar diciptakan menjadi lebih “hidup” dalam artian lebih dapat memberikan pengalamanpengalaman terhadap manusia di dalamnya. Ruang tidak lagi dapat diciptakan namun bisa menjadi “objek hidup” yang turut memberikan pengalaman terhadap Yang membuat ruang dalam Blind Light “hidup” adalah karena ruang tersebut membuat orang-orang merasakan pengalaman lain –dalam hal ini adalah disorientasi- dibandingkan dengan ruang-ruang yang lain. Dan salah satu yang menyebabkan hal tersebut adalah uap air yang memenuhi instalasi Blind Light. Di dalam Blind Light, bentuk atau geometri menjadi tidak berarti. Andaikata bentuk ruang instalasi tersebut diubah, tetap tidak akan mengubah perasaan disorientasi yang dihasilkan uap air di dalamnya. Uap air tersebut menyebabkan manusia merasakan menyaru dengan lingkungan sekitarnya, tidak ada perasaan dibatasi karena pembatas itu sendiri menjadi bagian dari alam atau lingkungan. sebagai arsitektur yang dipandang setara dengan alam. “Architecture viewed as ‘like’ nature in that it is similar to a natural organism in its harmony, character, and unity, or because its shape and structure are based in natural forms and blend with nature, or imitate natural processes or outcomes –expecially the nature that organizes thing, react to environment forces, gravitational forces, seeding, then eventually decays only to start all over again- has been labeled organic architecture” (Johnson, 1994: 91)
27
arsitektur.net
2008 vol. 2 no. 4
Antara Blind Light dan Disoriented Movement Saya mengambil beberapa kata kunci dari data-data sebelumnya sebagai referensi bagi saya untuk menghasilkan bentuk baru dengan referensi yang sama. Kata kuncinya adalah space experience dan arsitektur organik. Bentuk dalam konsep melainkan bentuk yang tepat. Bentuk yang tepat tidak harus kotak atau tegak lurus, namun juga tidak berarti menolak geometri seperti yang dikatakan Franck (2000), “As in nature, where everything has its own order, where spontaneity, beauty, and even wilderness are based on biologic-mathematical system…” Saya mengambil bentuk kotak atau bujur sangkar sebagai bentuk dasar dari geometri saya, karena bentuk bujur sangkar adalah bentuk yang paling statis, netral, dan tidak mempunyai arah tertentu (Ching, 1993: 57). Walaupun karateristik tersebut berlawanan dengan kondisi alam, dimana alam adalah ruang tidak statis (terus berkembang), dan memiliki orientasi tertentu (bumi dan planet lain berputar dengan orientasi tertentu), namun saya ingin membuktikan bahwa alam tidak dapat dideskripsikan dengan bentuk tertentu, dan bahkan oleh bentuk bujur sangkar sekalipun pasti dapat dikatakan bentuk alam. disebabkan oleh natural forces. Agar mengalami sebuah perubahan layaknya alam, maka saya juga memberikan forces terhadap bentuk dasar geometri saya tersebut. Forces yang saya berikan adalah copying, moving, and rotating yang dilakukan secara vertikal. Saya memberikan forces tersebut agar membuat bentuk dasar ini tersusun menjadi sebuah kesatuan, dimana kesatuan hadir dalam beberapa cara, terutama melalui (Parker, 2003): 1. Harmoni atau persatuan beberapa elemen yang bekerja sama. 2. Keseimbangan dari elemen-elemen yang kontras atau bertentangan. sekuens dimana elemen-elemen berurutan menuju kepada suatu akhir atau hasil. Geometri dengan konsep organik ini harus memiliki kesatuan pada keseluruhan bentuk mulai dari hubungan antara ruang-ruang, bentuk massa, sampai pada penggunaan material, seperti yang diungkapkan Javier Senosiain pada karyanya rumah Kiesler (dalam Senosiain, 2003: 137), “… To take the observer through a series of sequences which prove that the house is an organic whole and to design a model of rhythm, effects, and ordered sequences…”
Proses pembentukan kesatuan
Pemberian gaya putar 28
arsitektur.net
2008 vol. 2 no. 4
Forces terakhir yang saya berikan pada kesatuan bentuk tersebut adalah movement. Saya memberikan gaya berputar pada kesatuan bentuk tersebut untuk memenuhi kata kunci yang pertama, yaitu space experiences. Dengan bentuk yang berputar akan menyamarkan geometrinya sendiri, dimana secara keseluruhan geometri tersebut terlihat seakan-akan terus berkembang. Dengan adanya force ini pula yang membuat manusia susah untuk merasakan batas dari bentuk tersebut. Tidak ada batas yang atau yang statis, semua batas bergerak sehingga manusia akan merasakan pengalaman ruang yang berbeda meskipun tetap berada di tempat yang sama. Kombinasi dari force inilah yang membuat geometri ini akan semakin “hidup” karena menghasilkan sebuah pengalaman ruang bagi manusia di sekitarnya. Daftar Pustaka Ching, F. D. K. (1993). Arsitektur, Bentuk, Ruang, dan Susunannya. Jakarta: Erlangga. Collins, P. (1965). The Changing Ideals in Modern Architecture 1750 – 1950. London: Faber & Faber. Franck, K. A, & Lepori, R. B. (2000). Architecture Inside Out. Great Britain: WileyAcademy. Johnson, P. A. (1994). The Theory of Architecture: Concepts, Themes, and Practices. New York: Wiley. Parker, D. H. (2003). The Principles of Aesthetics [online]. www.authorama.com Senosiain, J. (2003). Bio-Architecture. Burlington: Architecture Press.
29