INTERERENSI FONOLOGIS DAN MORFOLOGIS BAHASA JAWA KE DALAM BAHASA INDONESIA PADA PROSES PEMBELAJARAN DI SD SE-KECAMATAN KRAMAT, KABUPATEN TEGAL Leli Triana Masuad Edy Santoso Universitas Pancasakti Tegal Abstrak Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan interferensi fonologis dan morfologis bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dan mendeskripsikan faktor-ektor penyebab terjadinya interferensi. Sumber data dalam penelitian ini adalah tuturan guru dalam proses pembelajaran, sedangkan datanya berupa penggalanpenggalan tuturan guru. Data penelitian dikumpulkan dengan teknik wawancara mendalam, teknik rekam, dan teknik catat. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik ganti intralingual. Penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode informal. Hasil penelitian tentang interferensi bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia di dalam proses pembelajaran di SD se-Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal menunjukkan bahwa terdapat interferensi yang berupa interferensi fonologis dan interferensi morfologis. Interferensi fonologis meliputi penggantian fonem, pelafalan fonem /k/, dan pengurangan fonem. Interferensi morfologis meliputi pembentukan kata dengan konfiks {ke-an}, pembentukan kata dengan prefiks nasal, pembentukan kata dengan sufiks {-e/ne}, dan pembentukan kata dengan sufiks {-an}. Dari hasil penelitian ini disarankan bahwa guru boleh menyisipkan kata bahasa Jawa demi efektifitas pembelajaran, karena dengan menggunakan intereferensi tersebut tujuan pembelajaran akan mudah tercapai. Sebagian siswa sekolah dasar di Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal berbahasa ibu bahasa Jawa, sehingga guru harus menyadari bahwa perbendaharaan kosakata siswa masih sangat terbatas. Kata Kunci: intererensi, fonologis, dan morfologis, bahasa jawa, bahasa indonesia PENDAHULUAN Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar dalam pendidikan. Karena kedudukan tersebut, maka proses pembelajaran di sekolah harus menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia yang digunakan di sekolah adalah bahasa Indonesia ragam baku yaitu bahasa Indonesia yang tidak terpengaruh oleh bahasa daerah. Penggunaan bahasa Indonesia ragam baku dalam proses pembelajaran,terutama di Sekolah Dasar (SD) kelas dua merupakan hal yang sulit, karena siswa di sekolah dasar mayoritas berbahasa ibu bukan bahasa Indonesia. Hal itu tentunya menyulitkan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Masyarakat Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal merupakan masyarakat dwibahasawan. Dalam berkomunikasi, mereka menggunakan bahasa Jawa (B1) dan bahasa Indonesia (B2). Dengan adanya kondisi seperti ini, memengaruhi mereka dalam berbicara pada saat menggunakan satu bahasa. Sengaja atau tidak, sering terjadi kesalahan dalam menggunakan bahasa tertentu, karena kebiasaan menggunakan dua bahasa atau lebih secara bergantian. Situasi tersebut dapat terjadi dalam proses pembelajaran di kelas. Karena guru menguasai dua bahasa, maka mereka sering menggunakan dua bahasa tersebut dalam satu peristiwa tutur. Apalagi, sebagian besar siswa berbahasa ibu bahasa Jawa, maka untuk memperoleh tujuan pembelajaran, guru sengaja menyisipkan kosa kata bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia. Di samping itu, siswa kelas satu SD sedang dalam tahap belajar bahasa kedua, sehingga kosa kata
bahasa Indonesia mereka masih sangat terbatas. Karena keterbatasan kosa kata tersebut, maka guru sengaja sering menyisipkan kosa kata bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran, agar siswa mudah memahami. Interferensi bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia sengaja dilakukan oleh guru di dalam kelas agar proses pembelajaran berlangsung efektif. Tujuan guru menggunakan interferensi bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia bukan untuk merusak kaidah berbahasa Indonesia yang baik dan benar, tetapi semata-mata agar siswa mampu memahami materi yang disampaikan oleh guru. Apabila guru hanya menggunakan bahasa Indonesia, maka siswa cenderung pasif, karena tidak memahami makna kata yang diucapkan guru. Dengan menyisipkan kosa kata bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia, maka akan terjadi interaksi antara guru dan siswa, sehingga pembelajaran yang efektif tercapai dan siswa menjadi aktif. METODE PENELITIAN Penelitian tentang Interferensi Bahasa Jawa ke dalam Bahasa Indonesia pada Proses Pembelajaran di Sekolah Dasar se-Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal sebagai Model Pembelajaran Efektif merupakan sebuah penelitian deskriptif analitis dengan dukungan data kualitatif. Penelitian ini menggunakan sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer berupa tekstual maupun non tekstual. Adapun sumber sekunder diperoleh hasil riset sebelumnya, dan dari berbagai
Jurnal Pendidikan OKTADIKA SMART Volume 4 Nomor 4, Nopember 2016 - 1
pustaka yang relevan. Studi pustaka merupakan langkah yang paling awal agar mendapatkan konsep, teori atau pun data-data awal yang sangat diperlukan dalam penelitian. Pencarian data dan hasil penelitian sebelumnya merupakan bagian dari studi pustaka. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain penggalian data primer yang berasal dari informan dari guru dan siswa SD kelas 2. Dalam rangka menggali informasi berkaitan dengan interferensi bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia pada proses pembelajaran di Sekolah Dasar se-Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal dilakukan observasi langsung. Observasi atau pengamatan bertujuan untuk memperoleh deskripsi yang lebih utuh mengenai interferensi bahasa Jawa. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tuturan guru dalam proses pembelajaran yang mengandung interferensi bahasa Jawa. Potret tersebut akan memperkaya sekaligus untuk mengetahui sejauh mana intensitas interferensi bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia pada proses pembelajaran di sekolah dasar. Data penelitian dikumpulkan dengan teknik wawancara mendalam, teknik rekam, dan teknik catat. Wawancara mendalam (depth interview) dilakukan untuk mengetahui, memahami, menginventarisasi, dan mendeskripsi interferensi bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia oleh guru SD pada proses pembelajaran. Penajaman pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan FGD (Focus Group Discussion). Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan yaitu metode analisis yang alat penentunya dari bahasa yang diteliti (Sudaryanto, 1991:15). Penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode informal yaitu berupa rumusan dengan kata-kata biasa (Sudaryanto, 1991:144-15). PEMBAHASAN Hasil penelitian tentang interferensi bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia di dalam proses pembelajaran di SD se-Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal menunjukkan bahwa terdapat interferensi yang berupa: interferensi fonologis dan interferensi morfologis. Interferensi fonologis meliputi penggantian fonem, pelafalan fonem /k/, dan pengurangan fonem. Interferensi morfologis meliputi pembentukan kata dengan konfiks {ke-an}, pembentukan kata dengan prefiks nasal, pembentukan kata dengan sufiks {-e/ne}, dan pembentukan kata dengan sufiks {-an}. Berikut pembahasannya. 1.Interferensi Fonologis Di dalam proses pembelajaran terdapat interferensi fonologis bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia yang berupa penggantian fonem, penambahan fonem, dan pengurangan fonem. Berikut uraiannya.
1.1 Penggantian Fonem Interferensi fonologis yang berupa penggantian fonem meliputi penggantian fonem /a/ bahasa Indonesia menjadi fonem /e/ dalam bahasa Jawa. Penggantian fonem tersebut terdapat pada suku kata terakhir. Berikut uraiannya. (1) Sahur jam berapa ya? Ada yang sahurnya jam enem? Pada tuturan di atas terdapat kata enem ‘enam’. Kata tersebut mengalami interferensi yang berupa perubahan fonem vokal dari /a/ menjadi /e/. Kata tersebut berasal dari bahasa Indonesia ‘enam ’ yang mengalami perubahan fonem /a/ menjadi /e/ dalam bahasa Jawa, sehingga menjadi enem. Menurut kaidah bahasa Indonesia baku tuturan tersebut seharusnya ‘sahur jam berapa ya? ada yang sahuranya jam enam?. Penggantian fonem /a/ menjadi /e/ juga tampak pada data berikut. (2) Puasa itu dari pagi sampai peteng. Pengaruh bahasa Jawa yang biasa mengucapkan fonem /e/ menjadi /a/ di akhir suku kata dapat ditemukan pada tuturan di atas. Pada tuturan tersebut terdapat kata ‘peteng’ yang berpadanan dengan kata bahasa Indonesia ‘petang’. Karena terinterferensi bahasa Jawa, maka kata tersebut menjadi ‘peteng’. Menurut kaidah bahasa Indonesia baku, tuturan tersebut seharusnya adalah ‘puasa itu dari pagi sampai peteng’. 1.2 Pelafalan Fonem /K/ Interferensi fonologis yang ditemukan adalah pelafalan fonem /k/ dengan jelas di akhir kata. Dalam pelafalan bahasa Indonesia baku, seharusnya fonem /k/ tersebut tidak diucapkan dengan jelas. Fonem /k/ dalam bahasa Indonesia di akhir kata diucapkan dengan /’/. Berikut pembahasannya. (3) Kalau puasa tidak boleh makan sama tidak boleh minum. Pada tuturan di atas terdapat kata tidak yang berarti ora. Ketika mengucapakan kata tersebut, guru melafalkan konsonan /k/ dengan sangat jelas. Pengucapan lafal /k/ dengan jelas merupakan interferensi bahasa Jawa dialek Tegal yang biasa melafalkan fonem konsonan /k/ di akhir suku kata dengan jelas. Seharusnya, dalam kaidah bahasa Indonesia baku, konsonan /k/ pada akhir kata tidak dilafalkan dengan jelas. Jadi, pelafalan yang betul adalah dengan menggunakan /’/. Kata tidak tersebut seharusnya diucapkan { t i d a ‘ }. Penggunaan kata tidak juga tampak pada data berikut. 1.3 Pengurangan Fonem Interferensi fonologis yang berupa pengurangan fonem ditemukan dalam proses pembelajaran. Dalam bahasa Jawa tidak ada dua konsonan vokal yang berdampingan dalam satu kata. Hal ini juga didapati pada tuturan guru, seperti tampak pada data berikut. (4) Sapa yang pergi ke desa?
2 – Jurnal Pendidikan OKTADIKA SMART Volume 4 Nomor 4, Nopember 2016
Kata sapa pada tuturan di atas merupakan interferensi bahasa Jawa yang berupa pengurangan fonem. Kata tersebut berasal dari kata bahasa Indonesia ‘siapa’. pada kata tersebut terdapat pengurangan fonem /a/, sehingga ‘siapa’ diucapkan dengan kata ‘sapa’. Jadi, tuturan di atas seharusnya adalah ‘siapa yang pergi ke desa? Pengurangan fonem juga terlihat pada data di bawah ini. (5) Di rumah blajar lagi ya Kata blajar pada tuturan tersebut mengalami interferensi bahasa Jawa yang berupa pengurangan fonem vokal /e/. Kata ‘blajar’ bahasa Jawa tersebut berasal dari kata bahasa Indonesia ‘belajar’ yang mengalami pengurangan fonem /e/ pada bahasa Jawa, sehingga diucapkan blajar. Menurut kaidah bahasa Indonesia baku tuturan tersebut seharusnya adalah ‘di rumah belajar lagi ya’. Gejala pengurangan fonem juga tampak pada data berikut. 2. INTERFERENSI MORFOLOGIS Interferensi morfologis bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran berupa pola pembentukan kata dengan konfiks {ke-an}, pembentukan kata dengan prefiks nasal, pembentukan kata dengan sufiks{–e/ne-}, dan pembentukan kata dengan sufiks {an}. Pembentukan kata dengan afiks-afiks tersebut adalah pembentukan kata dalam bahasa Jawa. Berikut uraiannya. 2.1 Pembentukan Kata dengan Konfiks {ke-an} Pembentukan kata dengan konfiks { ke-an} adalah pengaruh dari bahasa Jawa. Konfiks {ke--an} merupakan interferensi morfologis yang memiliki makna dapat di-, tidak sengaja, dan dalam keadaan. Berikut ini wujud interferensi morfologi bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia sebagai akibat penggunaan konfiks {ke-an}. (6) Tulisannya kelihatan dari belakang apa nggak? Bentuk kata kelihatan pada penggalan tuturan di atas merupakan interferensi bahasa Jawa yang terjadi pada bahasa Indonesia. Kata ini memiliki bentuk dasar lihat yang mendapat konfiks {ke/an}, sehingga menjadi kelihatan. Makna kata tersebut adalah dapat dilihat. Konfiks {ke/an} bahasa Jawa berpadanan dengan prefiks {ter-} bahasa Indonesia. Dalam bahasa Indonesia baku, kata kelihatan tersebut seharusnya adalah terlihat. Jadi tuturan tersebut seharusnya ‘tulisannya terlihat dari belakang apa nggak?’. 2.2 Pembentukan Kata dengan Prefiks Nasal Pembentukan kata dengan prefiks {N} beralomorf dalam bahasa Jawa berpengaruh terhadap pembentukan kata dalam bahasa Indonesia. Hal ini ditemukan dalam proses pembelajaran. Penggunaan prefiks nasal untuk menyatakan kata kerja aktif yang berpadanan dengan prefiks {me-} bahasa Indonesia sering dijumpai pada tuturan guru, seperti tampak pada data berikut.
(7) Nulise yang rapi ya Pada data di atas terdapat kata nulise. Interferensi bahasa Jawa tampak pada penggunaan fonem nasal /n/ di awal kata. Pada bahasa Indonesia baku, bentuk dasar tulis tersebut mendapat prefiks {me-} untuk menjadi kata kerja aktif. (8) Njawabnya jangan awagan, dibaca dulu Interferensi bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia pada tuturan di atas terlihat pada kata ‘ njawabnya’. Pada kata tersebut menggunakan nasal pada awal kata. Dalam pembentukan kata bahasa Indonesia, bentuk dasar ‘jawab’ harus bergabung dengan prefiks {me-} untuk menjadi kata kerja aktif. Kata tersebut dalam bahasa Indonesia baku adalah ‘menjawabnya’. 2.3 Pembentukan Kata dengan Sufiks {–e/ne-} Penggunaan sufiks {–e/ne} sering sekali dijumpai dalam tuturan guru. Penggunaan sufiks {–e/ne} terinterferensi oleh bahasa Jawa. Sufiks tersebut dalam bahasa Indonesia berpadanan dengan sufiks {–nya} yang bermakna penegasan. Sufiks {-e /-ne} dalam bahasa Jawa memiliki arti penegasan. Berikut pembahasannya. (9) Temene itu namanya dosa. Pada tuturan di atas terdapat kata ‘temene’ yang dibentuk dari bentuk dasar temen dan penambahan sufiks { –e}. Adanya sufiks {–e} tersebut terinterferensi oleh bahasa Jawa yang biasa menggunakan sufiks {–e} di akhir kata. Sufiks {–e} tersebut dalam bahasa Indonesia baku berpadanan dengan sufiks –nya. Jadi, kata ‘temene’ tersebut dalam bahasa Indonesia baku adalah ‘temennya’. Penggunaan sufiks {-e} yang lain tampak pada data di bawah ini. 2.4 Pembentukan Kata dengan sufiks {–an} Pembentukan kata dengan sufiks {–an} ditemukan pada kata belajaran, seperti tampak pada data berikut. (10) Setelah kenyang belajaran puasa lagi. Kata ‘belajaran’ pada data di atas terinterferensi oleh bahasa Jawa yaitu pada penggunaan sufiks {–an}. Kata ‘belajaran’ dibentuk dari sufiks {– an} dengan bentuk dasar belajar. Sufiks {–an} pada kata tersebut digunakan untuk mempertegas kata belajar dan tidak memiliki makna gramatikal. Dalam bahasa Indoenesia baku, kata tersebut adalah belajar. Jadi tuturan tersebut seharusnya ‘di rumah belajar lagi ya.’ B. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Interferensi Bahasa Jawa terhadap Bahasa Indonesia dalam Proses Pembelajaran Masyarakat Tegal pada umumnya merupakan masyarakat merupakan masyarakat biligual, karena menguasai dua bahasa atau lebih. Pemakaian bahasa Jawa sebagai bahasa pertama (B1) dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua (B2) oleh guru dalam proses pembelajaran menimbulkan adanya kontak
Jurnal Pendidikan OKTADIKA SMART Volume 4 Nomor 4, Nopember 2016 - 3
bahasa. Hal ini disebabkan bahasa Jawa sebagai bahasa ibu sering digunakan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dalam berkomunikasi dengan siswa, sehingga terbawa dalam tuturan ketika mengajar. Sebagai bahasa pertama, bahasa Jawa sangat berepengaruh terhadap penggunaan bahasa yang dikuasai. Apalagi dalam berkomunikasi sehari-hari baik di lingkungan sekolah maupun luar sekolah, guru senantiasa menggunakan bahasa Jawa. Pengaruh tersebut meliputi semua aspek kebahasaan seperti pengaruh pengucapan, pembentukan kata, maupun penggunaan kata dari bahasa Jawa. Dalam proses pembelajaran, kontak bahasa antara bahasa Jawa dan bahasa Indonesia menimbulkan adanya intereferensi, karena guru banyak mendapat pengaruh dari bahasa Jawa sebagai bahasa pertama. Guru banyak memasukkan kata-kata dari bahasa Jawa dalam proses pembelajaran. Interferensi bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia memang sengaja dilakukan oleh guru, karena siswa di sekolah rendah pada umumnya belum dapat berbahasa Indonesia secara fasih. Hal itu disebabkan karena bahasa ibu (B1) siswa adalah bahasa Jawa. Guru sengaja memasukkan kata-kata tertentu dari bahasa Jawa untuk memudahkan pemahaman murid terhadap materi yang disampaikan. Apabila murid memahami tuturan guru, maka tujuan pembelajaran akan mudah tercapai. Adapun faktor faktor penyebab terjadinya interfernsi bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran oleh guru adalah sebagai berikut. 1. Kebiasaan pemakaian bahasa Jawa sebagai bahasa ibu dalam kehidupan sehari-hari guru. Daerah kecamatan Kramat merupakan wilayah pedesaan yang masyarakatnya berbahasa ibu bahasa Jawa terutama dialek Tegal. Demikian juga dengan guru yang mengajar di kelas dua sekolah dasar, pada umumnya mereka menggunakan bahasa ibu bahasa Jawa. Bahasa tersebut digunakan dalam berkomunikasi di sekolah maupun luar sekolah. Kebiasaan menggunakan bahasa Jawa juga terbawa ketika mengajar di dalam kelas. Apalagi sebagian besar murid juga berbahasa ibu bahasa Jawa. Hal ini menyababkan terjadinya interferensi bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonsia oleh guru. 2. Untuk memudahkan pemahaham siswa agar materi yang disampaikan mudah dipahami. Mayoritas murid sekolah dasar di Kecamatan Kramat berbahasa ibu bahasa Jawa. Dengan menggunakan bahasa yang sama dengan murid yaitu bahasa Jawa, maka bahasa yang digunakan oleh guru lebih dipahami siswa. Apabila siswa memahami bahasanya, maka materi yang disampaikan oleh guru juga mudah dipahami. untuk memudahkan pemahaman tersebut,maka guru banyak memasukkan unsur bahasa Jawa dalam bahasa Indonesia. Jadi, interferensi memang
sengaja dilakukan oleh guru demi tercapainya tujuan pembelajaran. 3. Menunjukkan ciri khas daerah Penggunaan bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia oleh guru di dalam proses pembelajaran sengaja dilakukan oleh guru untuk menujukkan ciri khas daerahnya yaitu bahasa Jawa. Guru merasa bangga menunjukkan jati diri sebagai orang Jawa, khususnya orang Tegal. Untuk menunjukkan jati diri tersebut yaitu dengan cara menggunakan bahasa Jawa di mana pun mereka berasa, tidak terkecuali di dalam kelas ketika mengajar. Jadi, guru sengaja memasukkan kata-kata tertentu dalam bahasa Jawa untuk menunjukkan identitas daerah yang tidak dimiliki oleh daerah lain di Indonesia. Identitas daerah itu antara lain dengan penggunaan bahasa. Hal ini dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran. 4. Terbatasnya kemampuan siswa dalam penguasaan bahasa Indonesia Pada umumnya siswa kelas rendah sekolah dasar belum dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Hal ini disebabkan karena siswa berbahasa ibu bukan bahasa Indonesia, sehingga pengusaan bahasa Indonesia oleh siswa masih sangat kurang. Perbendaharaan kosakata yang dimiliki oleh siswa masih sangat terbatas. Keterbatasan atau minimnya penguasaan kosakata bahasa Indonesia tentunya merupakan kendala untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk mengatasai hal tersebut, maka guru sengaja memasukkan unsur-unsur bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian tentang interferensi bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia di SD sekecamatan Kramat, Kabupaten Tegal dapat diambil simpulan sebagai berikut. 1. Interferensi bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran meliputi interferensi fonologis, interferensi morfologis, dan interferensi sintaksis. Interferensi fonologis berupa penggantian fonem, pelafalan fonem /k/, dan penguragan fonem. Interferensi morfologis berupa pembentukan kata dengan konfiks {ke-an}, pembentukan kata dengan prefiks nasal, dan pembentukan kata dengan sufiks {–e/ne}. 2. Faktor-faktor penyebab terjadinya interferensi bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut. a. Kebiasaan pemakaian bahasa Jawa sebagai bahasa ibu dalam kehidupan sehari-hari guru. b. Untuk memudahkan pemahaman siswa, agar materi yang disampaikan mudah dipahami. c. Menunjukkan ciri khas daerah.
4 – Jurnal Pendidikan OKTADIKA SMART Volume 4 Nomor 4, Nopember 2016
d.
Terbatasnya kemampuan penguasaan bahasa Indonesia.
siswa
dalam
Saran Saran yang dapat disampaikan berkaitan dengan hasil penelitian adalah sebagai berikut. 1. Interferensi bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia boleh dilakukan oleh guru demi efektifitas pembelajaran, agar siswa mudah memahami materi yang disampaikan. 2. Sebagian siswa sekolah dasar di Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal berbahasa ibu bahasa Jawa, sehingga guru harus menyadari bahwa perbendaharaan kosakata siswa masih sangat terbatas. DAFTAR PUSTAKA Alwasilah, Chaedar. 1983. Pengantar Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa. Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta. Rineka Cipta. Chaer, A. dan Agustina, L.2004. Sosiolinguistik Suatu Pengantar edisi revisi. Jakarta: Rineka Cipta. http://Wordpress.com/Interferensi dan Integrasi Bahasa.2011. Pusat Bahasa Al Ahzar.html. Kesuma, Tri Mastoyo Jati. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian Bahasa.Yogyakarta: Carasvatibooks. Julianto, Rio. 2012. http://sosiolinguistikc8.blogspot.com/2012 /06/rio-julianto-c8.html Lubis, Ibrahim. Pengertian Pembelajaran Efektif. Makalah. http://www.anekamakalah.com
/2014/03/pengertian-pembelajaranefektif.html. (diunduh 1 April 2015). Nababan, P. W. J. 1991. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sudaryanto, dkk. 1991. Aneka Metode dan Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Perss. Sumarsono dan Partana. P. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta. Sabda. Suprihati, Laila. 2013. “Interferensi bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa pada Karangan Siswa Kelas X SMA N 1 Mojotengah, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo Tahun Pelajaran 2012/2013”.http://kidunghijau.blogspot.co m/2013/01/interferensi-dan-integrasi.html Suwito. 1983. Pengantar Awal Sosiolinguistik Teori dan Praktik. Surakarta: Henary Offset. Tarigan, Henry Guntur. 1989. Pengajaran Kedwibahasaan suatu Penelitian Kepustaan. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti. Wahyudi, Mohammad. (2011). Interferensi Morfologis Ragam Ngoko Ke Dalam Ragam Krama Pada Teks Pidato Berbahasa Jawa Kelas IX SMP Negeri 2 PatebonKendal.http://uap.unnes.ac.id/skrip si/abstrak/ppt/interferensi_morfologis_raga m__2102407191.ppt
Jurnal Pendidikan OKTADIKA SMART Volume 4 Nomor 4, Nopember 2016 - 5