RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No. 2 Oktober 2016, 214-232 Available Online at http://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/jret DOI: 10.22225/jr.2.2.282.214-232.
PROSES MORFOLOGIS PADA KULTUR BAHASA ETNIS SAMAWA Asmadi
Universitas Mataram
[email protected]
Abstrak
Etnis Samawa kini semakin lama semakin sedikit mendapat perhatian dari masyarakat pemiliknya, sehingga diperlukan kontribusi bahasa dan budaya dalam menjaga nilai-nilai kearifan lokal. Dengan demikian, untuk mengungkapkan dan memahami nilai-nilai yang dimiliki dalam etnis Samawa, perlu ditelusuri melalui pendekatan linguistik kebudayaan, dan salah satu kajian linguistik kebudayaan adalah morfologi kultural. Adapun teori yang digunakan yaitu teori morfologi, teori kebudayaan dan teori linguistik kebudayaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Dalam pengumpulan data, metode yang digunakan yaitu metode simak, metode cakap dan metode introspeksi. Dan untuk menganalisis data menggunakan metode padan dan metode distribusional. Hasil dan pembahasan dalam morfologi kultural bahasa etnis Samawa, ditemukan afiks kultural dan komposisi kultural yang mengandung nilai-nilai budaya dalam etnis Samawa, seperti: hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam. Kata kunci: morfologi, kultur, etnis
Abstract Ethnic Samawa now that as long as litle to gain atendence from the owner community, so to need contributions of language in maintaining the values of local creactive. Therefore, to reveal ,to understod the values held in the ethnic Samawa, so need to reseach trough a linguistic culture approac and linguistic toeries and one of previous the study linguistic culture is a culture morphology. As for the thery used is the theori of morphology, culture theori and linguistic theori. This research used approach method descriptife kualitatif. Techniques of data analysis, the method esed is the method refer or listening, interview method and introspection method. And to analysis data usefull frontier method and distributional method. The result of the discussionin the morphology ethnic language culture of Samawa, that to find out an afiks culture and containing composition values in ethnic Samawa culture, such as: relationship between god’s, relationship with the follow human beings and relationship human with nature. Keywords: mophology, culture, ethnic
1. PENDAHULUAN Sebagaimana
membedakan
budaya
dengan
ciptaan
etnis
Tuhan lainnya, tetapi melalui bahasa itu
manapun, posisi dan peran masyarakatnya
pula manusia mengkonseptualisasikan dan
sangat
menafsirkan dunia yang melingkupinya.
menentukan
budayanya. manusia
Salah yang
dalam
manusia
keberlangsungan
satu
sangat
hasil penting
budaya bagi
Selain sebagai alat komunikasi verbal lingual
manusia,
baik
secara
tertulis
keberadaan dan pemarkah keberadaannya
maupun lisan, bahasa juga dikenal sebagai
adalah bahasa. Melalui bahasa, manusia
bagian
tidak hanya mengekspresikan pikirannya,
menunjukkan tinggi rendahnya kebudayaan
yang
bangsa.
nota
bene
pikiran
itulah
yang
dari
kebudayaan
Peran
bahasa
yang bahkan
dapat bisa
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 215
menunjukkan tingkat kemajuan yang telah
semuanya baik, tetapi belum tentu dapat
dicapai
Dengan
diterima untuk semua orang pada semua
demikian, jika yang dibicarakan tentang
tempat termasuk oleh masyarakat etnis
identitas suatu etnis, mau tidak mau akan
Samawa.
oleh
suatu
bangsa.
dibicarakan kebudayaannya, dan jika yang
Dalam menyikapi hal itu, masyarakat
dibicarakan tentang kebudayaannya, mau
khususnya guyub tutur Samawa diharapkan
tidak mau akan dipersoalkan bahasanya.
mampu bersanding dan menerima nilai-nilai
Salah satu etnis di Indonesia yang
luar yang sesuai dengan kepribadian dan
terletak di Provinsi Nusa Tenggara Barat
sekaligus mampu menonjolkan nilai-nilai
adalah etnis Samawa yang berada di Pulau
luhur yang dimiliki etnis Samawa. Selain
Sumbawa. Struktur alam dan asal-usul
itu, dibutuhkan sumber daya manusia yang
penduduk Sumbawa sangat berpengaruh
mampu membangun dirinya sendiri untuk
pada pembentukan watak, kepribadian dan
diabdikan
budaya etnis Samawa. Pada awalnya, etnis
lingkungannya.
Samawa
memiliki
yang
budaya
terbentuk
dari
yang
bersendikan
adat-istiadat
budaya
leluhur
kepada
orang
lain
Sebagaimana
Samawa
yang
syara,
filosofi
Islami
syara
dan “Adat
bersendikan
berakulturasi dengan ajaran Islam yang
Kitabullah”, “Adat berlandaskan agama,
melahirkan
etnis
agama berlandaskan Quran” (Zulkarnain,
yang
2008).
Samawa.
pola
sikap
Patokan
budaya
tingkah
laku
bersumber dari sikap dan prinsip-prinsip
Etnis Samawa di samping tetap
hidup itulah yang diimani kebenarannya
mempertahankan nilai-nilai dasar yang
serta diyakini akan mampu menciptakan
bersifat
kebahagian hidup di dunia dan di akhirat.
pengalaman masyarakatnya, tetapi dalam
Akan tetapi, dewasa ini nilai-nilai
filosofis
beberapa
dan
sosiologis
aspek
serta
dibutuhkan
luhur yang diemban oleh etnis Samawa
perkembangannya terutama pada aspek-
sudah
dan
aspek yang tidak sesuai lagi dengan
globalisasi.
keadaan masyarakatnya. Setakat ini, ada
banyak
terhempas
tercecer,
bersama
tergerus
deru
Pengaruh tersebut di samping memberikan
nilai-nilai
peluang pengembangan bahasa, budaya,
diaplikasikan dan bahkan sejatinya menjadi
juga menjadi tantangan bagi etnis Samawa
rambu-rambu bagi setiap warga yang
untuk membangun diri, masyarakat dan
mengaku
kebudayaan sukunya sesuai dengan potensi
Samawa. Jadi, sebagai bentuk kepedulian
masyarakatnya
Bahkan
terhadap keberadaan etnis Samawa yang
menyebabkan
semakin lama semakin sedikit mendapat
kini,
arus
masing-masing.
globalisasi
yang
etnis
selalu
relevan
Samawa
yaitu
dapat
bahasa
terjadinya akulturasi budaya baru, karena
perhatian
pada
masyarakat Samawa diperlukan penyadaran
dasarnya
kebudayaan
di
dunia
dari
masyarakat
pemiliknya,
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 216
akan kontribusi bahasa dalam budaya yang
Metode pengumpulan data, yakni dengan
telah diturunkan oleh leluhur sejak zaman
menggunakan metode simak karena cara
dahulu hingga kini dalam menjaga nilai-
yang digunakan untuk memperoleh data
nilai kearifan budaya lokal. Kekayaan
dilakukan dengan menyimak penggunaan
kearifan lokal itu sejatinya terekam dalam
bahasa Samawa yang ada di Kecamatan La-
bahasa Samawa. Oleh karena itu, peniliti
pe.
akan mengkaji salah satu sisi kehidupan
pengumpulan data adalah untuk melakukan
etnis Samawa dengan menggunakan bahasa
percakapan dengan para informan. Dalam
sebagai tangga untuk mengungkapkan dan
pengumpulan data diperlukan adanya alat
memahami nilai-nilai yang dimiliki dalam
bantu
etnis Samawa. Melalui bahasa tersebut,
wawancara
diharapkan dapat ditelusuri nilai-nilai yang
tujuan penelitian dan berdasarkan teori yang
terdapat dalam kebudayaan etnis Samawa.
berkaitan dengan masalah yang diteliti.
Pendekatan
yang
digunakan
dalam
Metode
cakap
ditempuh
wawancara
Metode
yang
seperti disusun
introspeksi
dalam
pedoman berdasarkan
adalah
metode
penelitian ini adalah pendekatan diskriptif.
penyediaan data dengan memanfaatkan
Pendekatan diskriptif dilakukan semata-
intuisi kebahasaan peneliti yang meneliti
mata berdasarkan pada fakta-fakta atau
bahasa yang dikuasainya (bahasa Samawa)
fenomena yang secara empiris hidup pada
untuk menyediakan data yang diperlukan
penutur
bagi
bahasa
Samawa,
sehingga
mengharuskan peneliti terjun langsung ke lapangan
untuk
mengumpulkan
analisis
sesuai
dengan
tujuan
penelitiannya.
data
Data
yang
sudah
dikumpulkan
kebahasaan yang hidup di tengah kultur et-
dalam penelitian ini kemudian dianalisis
nis Samawa. Sumber data dalam penelitian
dengan
ini
metode ini digunakan dalam penganalisisan
dapat
ditentukan
dengan
memilih
menggunakan
sebagian dari populasi etnis Samawa. Untuk
data
itu,
berkenaan
peneliti
mengambil
lima
orang
sebagai
aktivitas
dengan
metode
padan,
mengurai
morfologi
data
kultural
informan dan satu wilayah pakai bahasa
dengan menggunakan metode, teknik, dan
Samawa yaitu Kecamatan Lape sebagai
alat penentu di luar unsur bahasa. Dalam
sampel penelitian. Adapun alasan peneliti
metode ini, digunakan teknik referensial
mengambil
dan teknik translasional. Teknik referensial
Kecamatan
Lape
sebagai
sampel penelitian, penutur wilayah ini
digunakan
masih
dalam etnis Samawa, sedangkan teknik
menggunakan
bahasa
Samawa
standar (dialek Sumbawa Besar) yang
translasional
dianggap sudah refresentatif sebagai wakil
wujud
wilayah pakai bahasa Samawa.
Samawa.
untuk
menerangkan
digunakan
nilai-nilai
budaya
Metode
untuk
budaya melihat
dalam
etnis
distribusional
menggunakan alat penentu dasar bahasa. Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 217
Metode
distribusional
alat
dalam penelitian ini, yaitu: morfologi
penentu di dalam bahasa etnis Samawa,
kultural, nilai budaya, dan etnis Samawa.
yaitu
Morfologi
proses
memakai
pembentukan
morfologi
kultural dalam etnis Samawa.
merupakan
kajian
yang
mengarah pada sifat dasar sistem bahasa
Fakta empiris morfologi kultural dapat
serta pada bahasa dan budaya manusia yang
ditemukan dalam budaya etnis Samawa
alami. Morfologi juga berperan untuk mem-
berdasarkan
di
peroleh pemahaman yang lebih baik tentang
lapangan, seperti beberapa contoh peru-
sifat dasar aturan-aturan linguistik berikut
bahan morfem dalam budaya etnis Samawa
dengan organisasi internal daripada gramat-
berikut ini.
ika bahasa-bahasa alamiah pada kultur
fenomena-fenomena
a. /Soroη/ ‘/dorong/’
prefiks {ñ-}
guyub tutur tertentu. Dengan demikian,
[ñoroη] ‘mengantar segala sesuatu untuk
morfologi kultural dalam bahasa etnis Sa-
keperluan perkawinan’ (morfem /soroη/
mawa didefinisikan sebagai studi fenomena
atau {ñ-} [ñoroη] merupakan pelekatan
bahasa Samawa, yaitu morfologi dalam et-
afiks yang digunakan dalam situasi so-
nis Samawa yang dimilikinya secara alami
sial atau hubungan antarpartisipan guyub
dalam bentuk morfem dan kemudian me-
tutur Samawa dalam prosesi perkawinan
nandai perubahan-perubahan dalam konteks
etnis Samawa).
dan kerangka interpretasi guyub tutur etnis
b. /Rempuk/ ‘/memukul dengan cara mem-
Samawa. Sebagaimana pendapat ahli, mor-
prefiks {ba-} [barempuk]
fologi kultural adalah studi fenomena mor-
‘saling memukul dengan menggunakan
fologi dalam sebuah budaya dan memiliki
seikat padi pada waktu panen’ (morfem /
bahasa alamiah yang kaya dengan variasi-
rempuk/ atau {ba-} [barempuk] merupa-
variasi dalam bentuk sebuah kata untuk me-
kan pelekatan afiks yang digunakan da-
nandai perubahan-perubahan dalam konteks
lam situasi sosial atau hubungan antar-
dan kerangka interpretasi (lihat Duranti,
partisipan guyub tutur Samawa dalam
1997:174).
babi buta/’
permainan rakyat etnis Samawa). Berdasarkan cuplikan contoh morfologi
Nilai budaya dalam kebudayaan etnis Samawa
sangatlah
penting,
maka
di atas, maka orientasi nilai budaya etnis
pemahaman tentang nilai budaya dalam
Samawa akan dapat ditelusuri melalui pros-
konteks pemahaman perilaku masyarakat
es morfologis pada kultur bahasa etnis
Samawa
Samawa tersebut.
menyampaikan sistem perilaku dan produk
dapat
digunakan
untuk
budaya yang dijiwai oleh sistem nilai
2. KONSEP DAN KERANGKA TEORI
masyarakat Samawa (lihat Mahsun (2000),
Ada beberapa konsep yang menjadi
Manca (1984). Jadi, nilai-nilai budaya yang
acuan dan pijakan serta perlu dijelaskan
dimaksudkan dalam etnis Samawa adalah
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 218
nilai-nilai yang terkandung dalam adat-
lokal (lihat Mbete, 2007). Apa yang ingin
istiadat yang terbentuk dari budaya leluhur
dinyatakan dari uraian di atas, ialah bahwa
berakulturasi dengan ajaran Islam yang
etnis (yang ditandai oleh pemakaian bahasa
melahirkan sikap budaya etnis Samawa.
lokal/bahasa ibu) merupakan komunitas
Patokan tingkah laku yang bersumber dari
terkecil yang dapat menjadi sasaran kajian
sikap dan prinsip-prinsip hidup itulah yang
dalam upaya menelusuri keasalan dan arah
diimani kebenarannya serta diyakini akan
migrasi manusia. Hal ini disebabkan setiap
mampu menciptakan kebahagian hidup di
etnis memiliki penanda identitas yang beru-
dunia dan di akhirat.
pa bahasa yang di dalamnya merekam sega-
Etnis Samawa adalah masyarakat yang
la jejak historis yang mereka alami, dalam
tinggal di wilayah Pulau Sumbawa bagian
hubungan mereka dengan sesama anggota
barat yang terdiri atas dua kabupaten yaitu
etnis (lihat Mahsun, 2014: 96–99).
Kabupaten
Sumbawa
dan
Kabupaten
Sumbawa Barat. Sejarah Sumbawa masa
Teori Morfologi
realitas
Pengertian morfologi telah banyak
masyarakat Sumbawa hari ini merupakan
dibicarakan oleh para linguis. Menurut
bentuk
latar
Crystal (1980:232–233), morfologi adalah
belakang ras, suku dan budaya (Depdikbud
cabang tata bahasa yang menelaah struktur
NTB, 1988). Pengertian suku Sumbawa
atau
adalah
penggunaan
lalu
memperlihatkan
asimilasi
kelompok
bahwa
dari
berbagai
dari
etnik-etnik
bentuk
kata,
utamanya
morfem.
Morfologi
melalui pada
(pendatang) yang telah membaur dengan
umumnya dibagi ke dalam dua bidang,
kelompok etnik (pendatang) yang lebih
yakni
dahulu mendiami sebagian Pulau Sumbawa,
morphology), dan telaah pembentukan kata
sehingga melahirkan suatu kesadaran akan
(lexical or derivational morphology) (lihat
identitas budaya sendiri yang dicirikan
Lieber,
dengan bahasa Sumbawa (basa Samawa)
Kridalaksana (1984). Definisi morfologi
sebagai bahasa persatuan antaretnik yang
juga dipertegas oleh Bauer (1983:33), yaitu
mendiami sebagian pulau tersebut dalam
membahas struktur internal bentuk kata.
wilayah
Dalam morfologi, analisis membagi bentuk
kesatuan
Republik
Indonesia
telaah
2009),
infleksi
(inflectional
bandingkan
dengan
kata ke dalam formatif komponennya (yang
(Kalimati, 2006:39). Sementara itu, ketika kita menyebut etnis
kebanyakan merupakan morf yang berujud
-etnis itu, maka yang melekat di dalamnya
akar kata atau afiks), dan berusaha untuk
adalah bahasa lokal yang mereka gunakan
menjelaskan kemunculan setiap formatif.
sebagai bahasa ibu mereka (bahasa daerah).
Morfologi dapat dibagi ke dalam dua
Dengan
cabang utama, yaitu morfologi impleksional
demikian,
secara
linguistik,
Indonesia tidak lain adalah bahasa-bahasa
dan
pembentukan
kata
yang
disebut
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 219
morfologi leksikal. Morfologi impleksional
(Sukri dan Nuriadi, 2010:23).
membahas
Sebagaimana
berbagai
bentuk
leksem,
para
linguistik
leksem-leksem baru dari basis tertentu.
fenomena morfologi, karena telah diketahui
Pembentukan kata dapat dibagi ke dalam
bahwa bahasa alamiah kaya dengan variasi-
derivasi dan pemajemukan (lihat Katamba,
variasi dalam bentuk sebuah kata untuk
1993), bandingkan dengan Ba’dulu dan
menandai
Herman (2005:1).
konteks dan kerangka interpretasi. Sebagai
morfologi
sebelumnya
Samawa,
perubahan-perubahan
studi
dalam
contoh, dalam banyak bahasa, fitur-fitur situasi sosial atau hubungan antar-partisipan
Mahsun (2006:29), dengan fokus kajian
dengan morfem-morfem tertentu yang dapat
yaitu
reduplikasi
menyatakan rasa hormat pada lawan bicara.
morfologi bahasa Sumbawa dialek Jereweh,
Morfem ini sering disebut dalam katagori
seperti: identifikasi morf-morf afiks dan
“honorific” (hormat) yang bisa saja berupa
reduplikasi yang diperkirakan ada dalam
kata atau afiks.
BSDJ,
dikemukakan
dalam
oleh
pada
telah
bahasa
tertarik
antropologi
sedangkan pembentukan kata membahas
Ihwal
sering
ahli
afiksasi
penentuan
dan
morf-morf
tersebut
sebagai morfem afiks dan reduplikasi, dan
Teori Budaya
menentukan fungsi serta makna tiap-tiap
Kebudayaan
adalah
morfem tersebut. Akan tetapi, morfologi
kebiasaan
yang dimaksudkan dalam penelitian ini
tercermin dalam pengetahuan, tindakan, dan
bukan hanya sebatas itu, melainkan kajian
hasil karyanya sebagai mahluk sosial yang
yang mengarah pada sifat dasar sistem
digunakan untuk memahami lingkungannya
bahasa serta pada bahasa manusia yang
dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya
alami. Sebagai contoh, morfologi sangat
untuk
jelas
struktur
kesejahteraan hidupnya (lihat Cassirer,
sudut
1987), Stokes (2003), Sibarani (2004:5).
paradigmatik.
Selain itu, banyak teori yang memberikan
Morfologi juga berperan untuk memperoleh
definisi dan penjelasan tentang budaya.
pemahaman yang lebih baik tentang sifat
Akan tetapi, menurut Duranti (1997:24–47)
dasar
berikut
ada beberapa teori budaya di mana bahasa
daripada
mempunyai peran yang sangat penting,
gramatika bahasa-bahasa alamiah tersebut.
yaitu: budaya sebagai sesuatu yang berbeda
Dengan demikian, dapat diketahui lebih
dengan
perihal arsitektur bangunan bahasa manusia
pengetahuan, budaya sebagai komunikasi,
serta perihal sifat dasar kreativitas yang
budaya sebagai sistem kebiasaan, budaya
bahasa
memperlihatkan mempunyai
sintagmatik
dengan
dan
aturan-aturan organisasi
bahwa dua
sudut
sudut,
linguistik internal
kelompok
keseluruhan
mencapai
alam,
masyarakat
kedamaian
budaya
yang
dan/atau
sebagai
ilmu
berdasar aturan dalam lingkup bahasa Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 220
sebagai sistem partisipasi, prediksi dan
Tidak ada materi bahasa, baik isi maupun
interpretasi).
bentuk
yang
tidak
dirasakan
sebagai
melambangkan makna yang dikehendaki, tanpa memperdulikan sikap apapun yang
Teori Linguistik Kebudayaan Teori linguistik kebudayaan menurut Palmer, imajeri tidak menjelaskan segala sesuatu tentang bahasa, tetapi penelitian
ditunjukkan oleh budaya lain (Wahab, 2008:37). Linguistik antropologi fokus terhadap
banyak
bahasa sebagai sumber-sumber simbol yang
yang
terjadi dan menjadi landasan dari struktur
menarik minat para pakar antropologi
sosial dan representasi individu dalam dunia
(Palmer,
yang
terhadap
perannya
penggunaan
dan
menerangi bidang
1996:3–4,
bahasa
dalam
Sukri
dan
memungkinkan.
Penelitian
di
Rusdiawan, 2008:53). Lebih lanjut, tema
antaranya tentang: dasar-dasar budaya dari
imajeri dalam bahasa memberikan dasar
konflik etnik, proses sosialisasi, kontak
untuk mengkaji topik-topik linguistik yang
budaya
membentang begitu luas. Topik imajeri
antropologi linguistik diartikan sebagai
dalam bahasa tidak hanya diterapkan pada
studi bentuk-bentuk linguistik sebagai unsur
narasi dan bahasa kias, tetapi juga pada
pembentuk kehidupan sosial, maka para
semantik kata dan konstruksi gramatikal
antropologi linguistik dituntut mengetahui
sampai wacana, dan bahkan pada fonologi
sebagaimana
(bunyi).
kebudayaan,
bentuk linguistik dalam satu guyub tutur
fonem didengar sebagai gambar verbal
dengan praktek-praktek budaya tertentu
yang
(Duranti, 1997).
Dalam
tersusun
kompleks;
linguistik dalam
kata-kata
kategori
kemudian
yang
dan
perubahan
sosial.
menghubungkan
Jika
bentuk-
disebut
morfem memperoleh makna yang berkaitan dengan skema imaji, dan pandangan dunia membawahi semuanya.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Pembentukan Morfologi Kultural Bahasa Etnis Samawa Proses pembentukan morfologis pada
seringkali
kultur bahasa etnis Samawa berdasarkan
dianggap sebagai ciri penting bagi jati diri
temuan data di lapangan yaitu ditemukan
(identitas)
orang
pada level afiksasi seperti prefiks dan
berdasarkan etnik (Sumarsono, 2013:13).
kombinasi Afiks, dan pada level Komposisi
Gagasan
dapat dijabarkan sebagai berikut.
Bagi
antropologi, bagi yang
bahasa
sekelompok menyatakan
bahwa
kandungan budaya tercermin dalam bahasa sudah lama dan sudah banyak diutarakan
oleh para pakar linguistik. Edward Sapir (1921), menyatakan
bahwa kandungan
setiap budaya terungkap dalam bahasanya.
A. Level Afiksasi Prefiks Morfem {ba-} berwujud sebagai alomorf {ba-} dan {bar-}
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 221
Morf {ba-} dan {bar-} memiliki kemiripan
empuan’ berubah menjadi bentuk da-
secara formal, di samping secara semantik
sar verba intransitif. Morfem /katoan/
menunjukkan
yakni
atau {ba-} [bakatoan] merupakan pel-
menyatakan makna aktif intransitif. Oleh
ekatan afiks yang digunakan dalam
karena
dapat
situasi sosial atau hubungan antar-
digolongkan sebagai morf yang sama.
partisipan guyub tutur Samawa dalam
Dalam pada itu, apabila dibandingkan
prosesi perkawinan masyarakat etnis
tingkat kesanggupannya untuk berdistribusi
Samawa. `
itu,
adanya kedua
pertalian morf
tadi
atau luasnya pendistribusian antara kedua
(c)
/Rempuk/
‘memukul
dengan cara
morf yang dimaksud, maka akan tanpak
membabi buta’ bentuk dasar verba
bahwa morf {ba-} lebih luas dibandingkan
transitif
dengan morf {bar-}, sehingga morf {ba-} di
dengan
sini ditempatkan sebagai morfem (prefiks)
[barempuk] ‘tarung bebas (saling
yang membawahi dua alomorf, yakni: {ba-}
memukul dengan menggunakan seikat
dan {bar-}. Masing-masing morf akan di-
padi pada waktu panen)’ berubah
jabarkan seperti pada temuan data di bawah
menjadi bentuk dasar verba intransitif.
ini.
Morfem
1) Morf {ba-} (a) /Guru/ ‘guru’ bentuk dasar nomina
[barempuk] merupakan pelekatan af-
jika dilekatkan dengan morf {ba-}
menjadi
[baguru]
‘pergi
menuntut ilmu terutama ilmu agama dan ilmu kebal’ berubah menjadi bentuk dasar verba. Morfem /guru/ atau {ba-} [baguru] merupakan pele-
katan afiks yang digunakan dalam situasi sosial atau hubungan antarpartisipan guyub tutur Samawa dalam konteks pergi merantau untuk mencari
morf
dilekatkan
{ba-}
/rempuk/
atau
menjadi
{ba-}
iks yang digunakan dalam situasi sosial atau hubungan antarpartisipan guyub tutur Samawa dalam permainan rakyat etnis Samawa. Secara
morfofonemik
prefiks
{ba-}
berbentuk {ba-} apabila dilekatkan pada morfem dasar berfonem (konsonan) awal / g/, /k/ dan /r/, dan setiap fonem awal mengalami pengekalan, seperti terlihat pada tabel berikut. Tabel 1. Prefiks {ba-} berbentuk {ba-}
ilmu tenaga dalam (batin). (b)
jika
/Katoan/ ‘tanya’ bentuk dasar verba transitif dengan
jika morf
{ba-}
dilekatkan menjadi
[bakatoan] ‘melamar atau meminang oleh pihak calon pengantin laki-laki kepada pihak calon pengantin per-
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 222
2) Morf {bar-} (a) /Apan/ ‘kejar’ bentuk dasar verba transitif
jika
Tabel 2. Prefiks {ba-} berbentuk {bar-}
dilekatkan
dengan morf {ba-} menjadi [barapan] ‘karapan kerbau’ berubah menjadi bentuk
dasar
verba
intransitif.
Morfem /apan/ atau {ba-} [barapan] merupakan
pelekatan
afiks
yang
digunakan dalam situasi sosial atau hubungan antarpartisipan guyub tutur Samawa dalam konteks permainan rakyat. (b)
Morfem
/Odak/ ‘lulur’ bentuk dasar nomina jika morf
{ba-}
dilekatkan
dengan
menjadi
[barodak]
{pa-}
berwujud
sebagai
alomorf {pa-} dan {paη-} Morf
{pa-}
dan
{paη-}
memiliki
‘memakai lulur dari beras yang sudah
kemiripan secara formal, di samping secara
dihaluskan, yang dicampur dengan
semantik menunjukkan adanya pertalian
daun sirih, gambir, kapur sirih, isi
yakni menyatakan makna berkelas nomina.
pinang muda, asam jawa atau jeruk
Oleh karena itu, kedua morf tadi dapat
nipis,
putih
digolongkan sebagai morf yang sama.
resepsi
Dalam pada itu, apabila dibandingkan
perkawinan’ berubah menjadi bentuk
tingkat kesanggupannya untuk berdistribusi
dasar verba. Morfem /odak/ atau {ba-
atau luasnya pendistribusian antara kedua
} [barodak] merupakan pelekatan af-
morf yang dimaksud, maka akan tanpak
iks yang digunakan dalam situasi so-
bahwa morf {pa-} lebih luas dibandingkan
sial atau hubungan antarpartisipan
dengan morf {paη-}, sehingga morf {pa-}
guyub tutur Samawa dalam prosesi
di
perkawinan masyarakat etnis Sama-
(prefiks) yang membawahi dua alomorf,
wa.
yakni: {pa-} dan {paη-}. Masing-masing
agar kulitnya
bercahaya
Secara
pada
morfofonemik
halus
waktu
prefiks
{ba-}
sini
ditempatkan
sebagai
morfem
morf akan dijabarkan seperti pada temuan
berbentuk {bar-} apabila dilekatkan pada
data di bawah ini.
morfem dasar berfonem (vokal) awal /a/
(1) Morf {pa-}
dan /o/, dan setiap fonem awal terjadi
(a)
/Olo/ ‘taruh’ bentuk dasar verba jika diletakkan dengan morf
pemunculan konsonan /r/ di antara prefiks dengan bentuk dasar yang dilekatinya,
{pa-}
seperti terlihat pada tabel berikut.
berupa sembako yang diantarkan oleh kaum
menjadi ibu-ibu
[pasolo] ke
rumah
‘barang calon
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 223
pengantin’berubah menjadi bentuk
morfem dasar berfonem (konsonan) awal /
dasar nomina. Morfem /olo/ atau {pa-
k/, dan setiap fonem awal mengalami
} [pasolo] merupakan pelekatan afiks
pengekalan, seperti terlihat pada tabel
yang digunakan dalam situasi sosial
berikut.
atau hubungan antarpartisipan guyub
Tabel 4. Prefiks {pa-} berbentuk {paη-}
tutur Samawa dalam prosesi perkawinan masyarakat etnis Samawa. Secara
morfofonemik
prefiks
{pa-}
berbentuk {pa-} apabila dilekatkan pada morfem dasar berfonem (vokal) awal /o/, dan setiap fonem awal terjadi pemunculan
Morfem {sa-} tetap berwujud sebagai
konsonan /s/ di antara prefiks dengan
alomorf {sa-}. Berdasarkan data yang
bentuk dasar yang dilekatinya, seperti
dijumpai di lapangan, morfem {sa-} dalam
terlihat pada tabel berikut.
morfologi kultural etnis Samawa hanya ber-
Tabel 3. Prefiks {pa-} berbentuk {pa-}
wujud morf {sa-}, seperti data berikut. (1)Morf {sa-} (a)
/Gěnit/ ‘benci’ bentuk dasar adjektiva jika dilekatkan dengan morf {sa-} menjadi
[sagěnit]
‘benda
yang
digunakan agar orang menjadi benci’ berubah menjadi bentuk dasar nomi(2)Morf {paη-} (a)
/Kenaη/ ‘pakai’ bentuk dasar verba jika
dilekatkan dengan morf
{paη-} menjadi [paηkenaη] ‘pakaian
pengantin yang digunakan oleh kedua pengantin saat resepsi perkawinan’ berubah
menjadi
bentuk
dasar
na.
Morfem
/gěnit/
atau
{sa-}
[sagěnit] merupakan pelekatan afiks yang digunakan dalam situasi sosial atau hubungan antarpartisipan guyub
tutur Samawa ketika masyarakat etnis Samawa merasa benci terhadap orang lain.
nomina. Morfem /kenaη/ atau {paη-}
Secara morfofonemik prefiks {sa-} tetap
[paηkenaη] merupakan pelekatan af-
berbentuk {sa-} apabila dilekatkan pada
iks yang digunakan dalam situasi so-
morfem dasar berfonem (konsonan) awal /
sial atau hubungan antarpartisipan
g/, dan setiap fonem awal mengalami
guyub tutur Samawa dalam prosesi
pengekalan, seperti terlihat pada tabel
perkawinan masyarakat etnis Sama-
berikut.
wa. Secara
morfofonemik
prefiks
{pa-}
berbentuk {paη-} apabila dilekatkan pada Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 224 Tabel 5. Prefiks {sa-} tetap berbentuk {sa-}
‘pergi mencari ikan ke sungai atau ke laut
pada
malam
hari
dengan
menggunakan lampu’ berubah menjadi bentuk dasar verba intransitif. Morfem /sulu/ atau {ñ-} menjadi Morfem
{N-}
ber wujud
sebagai
alomorf {ñ-} Morfem {N-} adalah sebuah
prefiks yang membawahi empat alomorf, yakni
{m-},
{n-},
{η},
dan
{ñ-}.
Pengelompokan morf {m-}, {n-}, {η}, dan {ñ-} sebagai refleksi dari morfem {N-} didasarkan pada beberapa pertimbangan, antara lain adanya kemiripan bentuk dan makna yang diemban oleh keseluruhan morf itu. Akan tetapi, berdasarkan data yang dijumpai di lapangan, maka hanya
[ñulu] merupakan pelekatan afiks yang digunakan dalam situasi sosial atau hubungan antarpartisipan guyub tutur Samawa dalam kegiatan mencari ikan. Data-data di atas, secara morfofonemik prefiks
{N-}
berbentuk
{ñ-}
apabila
dilekatkan pada bentuk dasar berfonem (konsonan) awal /s/ dan setiap fonem awal bentuk dasar luluh, seperti terlihat pada tabel berikut. Tabel 6. Prefiks {N-} berbentuk {ñ-}
morf /ñ/ yang akan dijabarkan berikut ini. (1) Morf {ñ-} (a)
/Soroη/ ‘dorong’ bentuk dasar verba transitif
jika
dilekatkan
dengan morf {ñ-} menjadi [ñoroη] ‘mengantar barang dan uang sejumlah yang disepakati oleh pihak calon pengantin
laki-laki
kepada
pihak
calon pengantin perempuan’ berubah menjadi
bentuk
dasar
verba
intransitif. Morfem /soroη/ atau {ñ-} [ñoroη] merupakan pelekatan afiks
(b)
Kombinasi Afiks
yang digunakan dalam situasi sosial
Sejauh data diperoleh dalam penelitian
atau hubungan antarpartisipan guyub
yang telah dilakukan, morfologi kultural
tutur Samawa dalam prosesi perkawi-
yang merupakan kombinasi afiks atau afiks
nan masyarakat etnis Samawa.
gabung yaitu sebagai berikut.
/Sulu/ ‘sinari’ bentuk dasar verba
A. Kombinasi
transitif
jika
dilekatkan
dengan morf {ñ-} menjadi [ñulu]
afiks
{ba}
+
{saN-}
berwujud sebagai morf {ba} + {sa-} dan morf {ba} + {saN-}
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 225
(1) Morf {ba} + {sa-}
[basamadaq] merupakan pelekatan
(a)
/Turin/ ‘turun’ bentuk dasar verba
afiks yang digunakan dalam situasi
transitif
sosial atau hubungan antarpartisipan
{ba-} + {sa-} {basa-} /
basaturin/
‘mengantarkan
sesajian
guyub tutur Samawa dalam prosesi
berupa makanan ke sungai atau ke
perkawinan masyarakat etnis Sama-
laut
wa.
dengan
cara
dihanyutkan’
berubah menjadi bentuk dasar verba
Data di atas, secara morfofonemik
intransitif. Morfem /turin/ atau {basa-
kombinasi afiks {ba-} + {saN-} berbentuk
} [basaturin] merupakan pelekatan
{basaN-} apabila dilekatkan pada bentuk
afiks yang digunakan dalam situasi
dasar berfonem (konsonan) awal /b/ dan
sosial atau hubungan antarpartisipan
setiap fonem awal terjadi pemunculan
guyub tutur Samawa dalam kegiatan
konsonan /m/ di antara kombinasi afiks
pertanian.
dengan bentuk dasar yang dilekatinya.
Secara morfofonemik kombinasi afiks
Tabel 8. Kombinasi afiks {ba} + {saN-}
{ba-} + {sa-} berbentuk {basa-} apabila dilekatkan pada bentuk dasar berfonem
(konsonan) awal /t/ dan setiap fonem awal mengalami pengekalan, seperti terlihat pada tabel berikut. Tabel 7. Kombinasi afiks {ba} + {sa-}
Berdasarkan
uraian
di
atas,
afiks
(morfologi) kultural yang ditemukan dalam bahasa etnis Samawa, sebagai berikut. Tabel 9. Morf-Morf Afiks dalam Morfologi Kultural Bahasa Etnis Samawa
(2) Morf {ba} + {saN-} (a)
/Badaq/ ‘beri tahu’ bentuk dasar verba transitif
{ba-} + {sa-N}
{basa-} /basamadaq/ ‘membicarakan segala sesuatu yang berkaitan dengan persiapan pernikahan salah seorang
anggota keluarga’ berubah menjadi bentuk Morfem
dasar /badaq/
verba atau
Adapun afiks-afiks (morfologi kultural) yang dijumpai dalam bahasa etnis Samawa, sebagai berikut. Tabel 10. Afiks-Afiks (Morfologi Kultural) Bahasa Etnis Samawa
intransitif. {basaN-}
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 226
B.
Komposisi
(membuang
Komposisi dalam morfologi kultural
menjadi
sial)’
bentuk
berubah
dasar
verba.
wujud Kata
bahasa etnis Samawa dapat dikemukakan
majemuk turin bendraη di atas, mengacu
sebagai berikut.
pada kegiatan (aktivitas) masyarakat
1. [Rajaη]V [basaq]A ‘[potong]V [basah]A’ /
etnis Samawa untuk membuang sial ke
di
sungai, bukan kegiatan (aktivitas) turun
tempat pesta’ berubah wujud menjadi
ke sungai untuk mandi atau mencari
bentuk dasar verba. Kata majemuk rajaη
ikan. Konstituen yang sebelah kiri dari
basaq di atas, mengacu pada kegiatan
kata
(aktivitas) masyarakat etnis Samawa
memodifikasi arti konstituen kepalanya.
rajaη
pada
acara
(aktivitas)
basaq/
pesta,
‘kegiatan
bukan
memotong
kegiatan
benda
yang
majemuk
ini
berfungsi
untuk
4. [Bulan]N [bao]A ‘[bulan]N [atas]A’ bulan
bao/
‘perhitungan
/ bulan
bersifat basah seperti air atau jenis cairan
berdasarkan tahun Hijeriah dalam Islam’
lainnya. Konstituen yang sebelah kanan
berubah wujud menjadi bentuk dasar
dari kata majemuk ini berfungsi untuk
nomina. Kata majemuk bulan bao di
memodifikasi arti konstituen kepalanya.
atas, mengacu pada perhitungan bulan
2. [Tokal]V
[keluarga]N
‘[duduk]V
berdasarkan bulan dalam tahun Hijeriah
/tokal
keluarga/
dalam perhitungan bulan Islam, bukan
[keluarga]N’
‘mengundang anggota keluarga untuk
menunjukkan
membicarakan berkaitan
bahwa
bulan
sesuatu
yang
berada di atas. Konstituen yang sebelah
pernikahan
salah
kanan dari kata majemuk ini berfungsi
segala
dengan
tempat
seorang anggota keluarganya’ berubah
untuk
memodifikasi
arti
konstituen
wujud menjadi bentuk dasar verba. Kata
kepalanya.
majemuk
tokal
keluarga
di
atas,
Secara morfologis, morfologi kultural
mengacu
pada
kegiatan
(aktivitas)
bahasa etnis Samawa sejauh penelitian ini
untuk
dilakukan, hanya dapat ditemukan morfem
mengundang anggota keluarga terdekat
(afiks dan kompositum). Dengan demikian,
seperti sahabat dan kerabat, bukan
morf-morf pembentuk morfologi kultural
kegiatan (aktivitas) duduk sekeluarga
dalam bahasa etnis Samawa, seperti terlihat
atau
pada tabel berikut.
masyarakat
etnis
duduk-duduk
Samawa
dengan
keluarga.
Konstituen yang sebelah kanan dari kata majemuk
ini
berfungsi
untuk
Tabel 11. Morf-Morf Pembentuk Morfologi Kultural Bahasa Etnis Samawa
memodifikasi arti konstituen kepalanya.
3. [Turin]V [bendraη]N ‘[turun]V [sungai]N’ /turin bendraη/ ‘mandi di sungai untuk mencuci seluruh tubuh Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 227
Makna Kultural yang Terkandung dalam Morfologi Bahasa Etnis Samawa Makna kultural yang dimaksud dalam penelitian ini berpatokan pada pandangan Palmer
(1996:4,
dalam
Sukri
dan
Rusdiawan, 2008:54). Dalam linguistik kebudayaan,
fonem
gambar
verbal
kategori
yang
didengar
yang
sebagai
tersusun
kompleks;
dalam
kata-kata
kemudian disebut morfem memperoleh makna yang berkaitan dengan skema imaji. Untuk
lebih
ditimbulkan
jelasnya, akibat
makna
proses
yang
morfologi
berdimensi kultural etnis Samawa, dapat dijabarkan secara berturut-turut sebagai berikut.
nis Samawa. 3. Barempuk Makna morfem {ba-} / rempuk/
‘memukul
dengan
cara
membabi buta’ menjadi [barempuk] ‘tarung bebas (saling memukul dengan menggunakan seikat padi pada waktu panen)’ yaitu kegiatan yang dilakukan saat panen raya sebagai wujud rasa syukur atas panen padi di sawah (sekarang sudah menjadi bagian dari pesta rakyat etnis Samawa). 4. Barapan Makna morfem {bar-} /apan/ ‘kejar’ menjadi [barapan] ‘karapan kerbau’ yaitu kegiatan barapan oleh seorang joki dengan menggunakan dua
1. Baguru Makna morfem {ba-} /guru/ ‘guru’
menjadi
[baguru]
‘pergi
menuntut ilmu (berguru), terutama ilmu agama dan ilmu kebal’ yaitu pergi atau melakukan
suatu
kegiatan
baguru
dengan meninggalkan kampung halaman (seperti pergi merantau) pada batas waktu tertentu hingga tujuan yang di-
inginkan tercapai. 2. Barempuk Makna morfem {ba-} / katoan/ ‘bertanya’ menjadi [bakatoan] ‘melamar atau meminang oleh pihak calon pengantin laki-laki kepada pihak calon
dari prosesi perkawinan masyarakat et-
pengantin
kegiatan
perempuan’
melakukan
lamaran
yaitu atau
pinangan oleh pihak keluarga laki-laki untuk memastikan apakah si perempuan atau keluarganya bersedia menerima lamaran atau pinangannya tersebut. Kegiatan ini merupakan bagian awal
kerbau untuk dikarapankan mengenai saka
‘pancangan’
yang
telah
dipancangkan sebelum menyentuh finis. Lebih khusus kegiatan ini dilakukan untuk menyambut musim bercocok tanam dengan maksud tanah yang dilalui
oleh
tersebut
kerbau-kerbau
menjadi
lunak
karapan (sekarang
barapan sudah menjadi bagian dari permainan
rakyat
masyarakat
etnis
Samawa). 5. Barodak Makna morfem {ba-} /odak/ ‘lulur’ menjadi [barodak] ‘memakai lulur dari beras yang sudah dihaluskan, yang dicampur dengan daun sirih, gambir, kapur sirih, isi pinang muda, asam jawa atau jeruk nipis, agar
kulitnya halus putih bercahaya pada waktu
resepsi
perkawinan’
yaitu
kegiatan penyucian diri calon pengantin,
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 228
baik jasmani maupun rohani. Kegiatan
masyarakat etnis Samawa. Banyak dan
ini juga dimaksudkan supaya calon
jumlah yang di-soroη biasanya menc-
pengantin lebih kelihatan bersahaja saat
erminkan tingkat kemampuan calon
prosesi perkawinan berlangsung.
pengantin laki-laki.
6. Pasolo Makna morfem {pa-} /olo/
10. Ñulu Makna morfem {ñ-} /sulu/ ‘sinari’
‘taruh’ menjadi [pasolo] ‘barang berupa
menjadi [ñulu] ‘pergi mencari ikan ke
sembako yang diantarkan oleh kaum ibu
sungai atau ke laut pada malam hari
-ibu ke rumah calon pengantin’ yaitu
dengan menggunakan lampu’ yaitu ikan
barang yang diperuntukkan sebagai
yang ada di sungai atau di laut bisa ter-
bantuan suka rela atau bantuan secara
lihat jelas, sehingga mudah ditangkap.
bergantian ketika salah seorang sahabat
11. Basaturin Makna morfem /turin/ ‘turun’
atau
kerabat
akan
melangsungkan
perkawinan.
menjadi {ba-} + {sa-} atau {basa-} / basaturin/ ‘mengantarkan sesajian beru-
7. Paηkenaη Makna morfem {paη-} /kenaη
pa makanan ke sungai atau ke laut
‘pakai’ menjadi [paηkenaη] ‘pakaian
dengan cara dihanyutkan’ yaitu sebagai
pengantin yang digunakan oleh kedua
upacara
pengantin saat resepsi perkawinan’ yaitu
masyarakat
mengacu pada jenis pakaian pengantin
menghilangkan hama atau penyakit padi
yang digunakan oleh kedua mempelai
di sawah (mereka beranggapan bahwa
saat resepsi perkawinan berlangsung.
dengan hanyutnya sesajian tersebut),
8. Sagěnit Makna morfem {sa-} /gěnit/
maka hamapun ikut terhanyut bersama
‘benci’ menjadi [sagěnit] ‘benda yang
adat
yang
etnis
dianggap
Samawa
oleh
dapat
penangkalnya tersebut.
digunakan agar orang menjadi benci’
12. Basamadaq Makna morfem /badaq/
yaitu mengacu pada benda keramat yang
‘beri tahu’ menjadi {ba-} + {sa-N} atau
diyakini
{basa-}
memiliki
kekuatan
magis.
/basamadaq/
‘membicarakan
Ketika akan digunakan, terlebih dahulu
segala sesuatu yang berkaitan dengan
dibacakan mantra atau syarat-syarat lain
persiapan pernikahan salah seorang ang-
yang telah ditentukan oleh dukunnya.
gota keluarga’ yaitu mengacu pada pros-
9. Ñoroη Makna morfem {ñ-} /Soroη/
esi perkawinan adat Samawa, sebelum
‘dorong’ menjadi [ñoroη] ‘mengantar
berlangsungnya perkawinan tersebut,
barang dan uang sejumlah yang disepa-
maka pihak calon mempelai laki-laki
kati oleh pihak calon pengantin laki-laki
datang
kepada pihak calon pengantin perempu-
mempelai wanita terlebih dahulu untuk
an’ yaitu sebagai penyerahan barang dan
membicarakan
uang untuk kebutuhan dan biaya selama
berkaitan dengan persiapan pernikahan
berlangsungnya
salah seorang anggota keluarga dan
prosesi
perkawinan
ke
rumah
segala
keluarga
sesuatu
calon
yang
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 229
memutuskan
rencana
perkawinan
kegiatan (aktivitas) turun ke sungai
bedasarkan kesepakatan bersama.
untuk mandi atau mencari ikan. Turin
13. Rajaη basaq Makna morfem /rajaη
bendraη
secara
kultural
dimaknai
basaq/ ‘kegiatan di tempat pesta’ yaitu
sebagai kegiatan dalam situasi sosial
kegiatan dalam situasi sosial atau hub-
atau hubungan antarpartisipan guyub
ungan antarpartisipan guyub tutur Sama-
tutur Samawa dalam melaksanakan ritu-
wa untuk bekerja (saling membantu)
al pembersihan diri.
pada sebuah acara yang akan dilang-
16. Bulan bao Makna morfem /bulan bao/
sungkan. Rajaη dianalogikan dengan
‘perhitungan bulan berdasarkan tahun
kegiatan
menebang,
Hijeriah dalam Islam’ yaitu perhitungan
mengupas dan sejenisnya, sedangkan
bulan berdasarkan bulan dalam kalender
basaq
basah
tahun Hijeriah, bukan menunjukkan
kuyup, bercucuran keringat, bekerja
tempat bahwa bulan berada di atas.
sungguh-sungguh dan lain-lain.
Bulan bao secara kultural dimaknai
memotong, dianalogikan
dengan
14. Tokal keluarga Makna morfem /tokal
sebagai
acuan
perhitungan
waktu
keluarga/ ‘mengundang anggota keluar-
berdasarkan perkembangan bulan di
ga untuk membicarakan segala sesuatu
langit dan diperbandingkan
yang berkaitan dengan pernikahan salah
hitungan kalender bulan dalam tahun
seorang anggota keluarganya’ yaitu
Hijeriah Islam.
dengan
kegiatan dalam situasi sosial atau hubungan antarpartisipan guyub tutur Samawa untuk membicarakan segala sesuatu yang berkaitan dengan pernikahan salah seorang anggota keluarganya. Adapun yang dibicarakan dalam tokal keluarga tersebut, rencana kapan akan berlangsungnya perkawinan, berapa biaya yang dibutuhkan, dan semua persiapan tersebut dimusyawarakan dengan sahabatkerabat yang diundang. 15. Turin bendraη Makna morfem /turin bendraη/
‘mandi
di
sungai
untuk
mencuci seluruh tubuh (membuang
sial)’
yaitu
masyarakat membuang
kegiatan etnis
sial
ke
(aktivitas)
Samawa
untuk
sungai,
bukan
Nilai-Nilai Budaya Morfologi Kultural Bahasa Etnis Samawa Nilai-nilai budaya morfologi kultural dalam bahasa etnis Samawa dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: hubungan
manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesasama manusia, dan hubungan manusia dengan alam, seperti uraian berikut ini. 1. Nilai Budaya Hubungan Manusia dengan Tuhan Hubungan manusia dengan Tuhan dalam budaya etnis Samawa tercermin dalam beberapa kegiatan ritual keagamaan dan kepercayaan
masyarakat
Sumbawa.
Sebagaimana diketahui bahwa mayoritas penduduk
masyarakat
etnis
Samawa
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 230
beragama Islam, meskipun demikian, tidak
calon pengantin laki-laki kepada pihak
dapat dipungkiri pula bahwa masih ada dari
calon pengantin perempuan’.
masyarakat
Sumbawa
yang
percaya
b. Tokal keluarga ‘mengundang anggota
terhadap budaya leluhur mereka secara
keluarga untuk membicarakan segala
turun-temurun, seperti budaya berikut:
sesuatu
a. Turin bendrang ‘mandi di sungai untuk
pernikahan
mencuci seluruh tubuh (membuang sial)’.
yang
berkaitan
dengan
seorang
anggota
salah
keluarga’. c. Rajaη basaq ‘kegiatan di tempat pesta’.
b. Basaturin ‘mengantar sesajian ke sungai atau ke laut dengan cara dihanyutkan’ Masyarakat
etnis
Samawa
3. Nilai Budaya Hubungan Manusia dengan
masih
Alam
meyakini dengan kegiatan tersebut di atas,
Nilai
budaya
berikutnya
adalah
dapat menyucikan diri dari sifat-sifat tercela
hubungan manusia dengan alam, nilai-nilai
dan terhindar dari kesialan. Selain itu,
hubungan manusia dengan alam dapat
dengan cara demikian mereka percaya
tercermin
bahwa
kultural berikut ini.
segala
kembali
sesuatunya
kepada
Sang
datang
dan
Pencipta-Nya
(Tuhan).
dalam
kandungan
morfologi
a. Barodaq ‘memakai lulur dari beras yang sudah dihaluskan, yang dicampur dengan daun sirih, gambir, kapur sirih, isi pinang
2. Nilai Budaya Hubungan Manusia dengan
muda, asam jawa atau jeruk nipis, agar
Sesama Manusia
kulitnya halus putih bercahaya pada
Selain hubungan manusia dengan Tuhan,
waktu resepsi pernikahan’.
tentu di dunia ini diperlukan adanya
b. Ñulu ‘pergi mencari ikan ke sungai atau
hubungan manusia dengan sesama manusia.
ke
Dalam budaya etnis Samawa, hubungan
menggunakan lampu’.
antar-sesama manusia banyak dijumpai
laut
c. Bulan
pada bao
dalam kegiatan sosial kemasyarakatan,
berdasarkan
seperti: dalam ranah perkawinan, kematian,
Islam’.
pertanian,
gotong-royong,
malam
hari
dengan
‘perhitungan
bulan
tahun
Hijeriah
dalam
sunatan,
permainan rakyat dan sebagainya.
4. PENUTUP
Contoh nilai-nilai budaya dalam morfologi
Berdasarkan data dan pembahasan di
kultural bahasa etnis Samawa yaitu sebagai
atas, maka hasil penelitian terhadap proses
berikut.
morfologis pada kultur bahasa etnis Sama-
a. Ñoroη ‘mengantar barang dan uang
wa disimpulkan sebagai berikut.
sejumlah yang disepakati oleh pihak
Proses pembentukan morfologis kultur bahasa etnis Samawa pada level afiksasi
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 231
ditemukan prefiks, seperti prefiks {ba-} berwujud sebagai alomorf {ba-} dan {bar-}, prefiks {pa-} berwujud sebagai alomorf {pa -} dan {paη-}, prefiks {sa-}, prefiks {N-}, dan kombinasi afiks seperti kombinasi afiks, yaitu kombinasi afiks {ba} + {saN-}. Sementara pada level komposisi ditemukan data seperti, [rajaη]V [basaq]A ‘[potong]V [basah]A’, [tokal]V [keluarga]N ‘[duduk]V [keluarga]N’, [turin]V [bendraη]N ‘[turun]V [sungai]N’,
[pangantan]N
[ηindriη]V
‘[penganten]N [giring]V’, [bulan]N [bao]A ‘[bulan]N [atas]A’ ‘[rumah]N
,
[tua]A’,
[dalam]N [bala]N
[loka]A
[kuning]A
‘[rumah]N [kuning]A’. Selain itu, dalam morfologi kultur bahasa etnis Samawa,
hanya dapat ditemukan morfem (afiks dan komposisi). Nilai-nilai budaya morfologi kultur bahasa etnis Samawa, yaitu terdapat nilai budaya hubungan manusia dengan Tuhan, nilai budaya hubungan manusia dengan sesama manusia, dan nilai budaya hubungan manusia dengan alam. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima
kasih
kepada Mitra Bebestari atas kritik dan masukan yang membangun untuk perbaikan artikel ini. DAFTAR PUSTAKA
Ba’dulu, Abdul Muis dan Herman. 2005. Morfosintaksis. Jakarta: Rineka Cipta. Bauer, L. 1983. The Linguistics Student’s Handbook. Edinburgh University Press. Cassirer, Ernst. 1987. Manusia dan Kebudayaan: Sebuah Esei Tentang Manusia (Diterjemahkan oleh Alois A. Nugroho, Seri Filsafat Atma Jaya: 6). Jakarta: Gramedia.
Crystal, David. 1980. A First Dictionary of Linguistics and Phonetics. London: Andre Deutsch. Depdikbud, NTB. 1988. Sejarah Daerah Nusa Tenggara Barat. Mataram: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah. Duranti, Alessandro. 1997. Linguistic Anthropology. New York: Cambridge University Press. Kalimati, Wahyu Sunan. 2006. Pilar-pilar Budaya Sumbawa. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sumbawa Barat. Katamba, Francis. 1993. Morphology. London: Macmillan Press Ltd. Kridalaksana, Harimurti. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia. Lieber, Rochelle. 2009. Introducing Morphology. Cambridge: Cambridge University Press. Mahsun. 2006. Kajian Morfologi Bahasa Sumbawa Dialek Jereweh. Yogyakarta: Gama Media. Mahsun. 2014. Genolinguistik: Kolaborasi Linguistik dengan Genetika dalam Pengelompokan Bahasa dan Populasi Penuturnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Manca, Lalu. 1984. Sumbawa pada Masa Lalu (Suatu Tinjauan Sejarah). Surabaya: Rinta. Mbete, Aron Meko. 2007. Bahasa Ibu, Fungsi Kondisi, Revitalisasi: Pemberdayaan Bahasa Indonesia dan Bahasa-Bahasa Nusantara sebagai Bahasa Ibu. Denpasar: Universitas Udayana. Palmer, Gary B. 1996. Toward a Theory of Cultural Linguistics. Austin: University of Texas Press. Sapir, Edward. 1921. Language: A n Introduction to the Study of Speech. New York: A Harvest Book, Harcourt, Brace & World, Inc. Sibarani, Robert. 2004. A ntropolinguistik (Antropoogi Linguistik, Linguistik Antropoogi). Medan: Poda. Stokes, Jane. 2003. How To Do Media and Cultural Studies, Panduan untuk Melaksanakan Penelitian dalam Kajian Media dan Budaya, Terbitan Sage Publications (Diterjemahkan oleh Santi Indra Astuti, 2006). Yogyakarta: Bentang Pustaka. Sukri, Muhammad dan Rusdiawan. 2008. Bahasa dalam Realitas Sosial: Memahami Kenyataan Bahasa dalam Dinamika Kemasyarakatan. Mataram: Cerdas Press.
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668
RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 232
Sukri, Muhammad. 2010. “Akuisisi Morfologi dalam Bahasa Ibu (Sasak)”. Makalah yang disampaikan pada Seminar Internasional Austronesia V Program Pascasarjana Universitas Udayana. Denpasar, 19 Juli 2010. Sumarsono. 2013. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Wahab, Abdul. 2008. Isu Linguistik Pengajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: Airlangga University Press. Zulkarnain, Raes. 2008. Karakteristik Kepemimpinan dalam Adat dan Rappang Tana Samawa. Sumbawa Besar: MGU.
Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668