INTERFERENSI TATARAN SINTAKSIS BAHASA DAERAH KE DALAM BAHASA INDONESIA PADA PEMAKAIAN BAHASA REMAJA DI KOTA PALU SYNTAX INTERFERENCE OF THE LOCAL LANGUAGE TOWARD INDONESIAN LANGUAGE ON THE LANGUAGE USAGE OF THE YOUTH IN PALU Tamrin Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Tengah Jalan Untad I, Bumi Roviga, Tondo, Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia Telepon (0451) 4705498; 421874 / HP. 085240066115 Faksimile (0451) 421843 Pos-el:
[email protected] (Makalah diterima tanggal 29 Feb 2016—Disetujui tanggal 10 Mei 2016) Abstrak: Salah satu fenomena kontak bahasa adalah interferensi. Proses interferensi dapat terjadi dalam segala tataran kehidupan, termasuk dalam interferensi tataran sintaksis pemakaian bahasa Indonesia oleh para remaja di Kota Palu. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan interferensi nonbahasa Indonesia ke bahasa Indonesia pada penggunaan bahasa para remaja di Kota Palu dalam tataran sintaksis. Metode yang digunakan adalah pendekatan sosiolinguistik dengan teknik simak, rekam, dan catat, kemudian diklasifikasikan berdasarkan jenis interferensi lalu dianalisis secara berstruktur. Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia oleh para remaja di Kota Palu terinterferensi pada tataran sintaksis yaitu adanya pemakaian preposisi yang tidak tepat dan penggunaan partikel-partikel yang berasal dari bahasa daerah. Hal-hal yang menyebabkan interferensi oleh pemakaian bahasa Indonesia oleh remaja di Kota Palu adalah faktor kedwibahasaan, tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima, prestise bahasa sumber dan gaya bahasa, dan terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu. Kata Kunci: interferensi, sintaksis, bahasa remaja, kontak bahasa Abstract: One of the languange contact phenomenon is interference. Interference process can be occured in every part of live, as in sintaxis level in the use of Indonesian for youth in Palu. The aim of this research is to describe non Indonesian interference to Indonesian of the youth language usage in Palu in syntaxis level. The method that used in this research is sociolinguistic approach by using listening, recording, and taking notes technique, then it was clasified based on the interference types then analyzed it structurally. Analizing result showed that the used of Indonesian language by the adolescent in Palu interfered on sintaxis level that were the used of unappropriate preposition and the vernacular particles. That interference in Indonesian language used by adolescent was caused by bilingual factor, the lack of fidelity in using language receiver, the prestige of source language and language style, and the habit of using their mother language. Keywords: interference, syntax, youth language, language contact
PENDAHULUAN Latar Belakang Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan
(bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. “Bahasa adalah sistem bunyi” (Kushartanti, et all, 2005:4). Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan
JURNAL BÉBASAN, Vol. 3, No. 1, edisi Juni 2016: 78—90
diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat. Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi. “Bahasa tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi tetapi juga medium untuk melakukan tindakan dan cerminan budaya penuturnya” (Oktavianus, 2006:1). Nababan menjelaskan bahwa bahasa dapat dibagi menjadi dua aspek, yaitu hakikat dan fungsinya. Secara garis besar bahasa adalah suatu sistem persyaratan yang terdiri dari unsur-unsur isyarat dan hubungan antara unsur-unsur itu. Unsur-unsur itu adalah kata, fonem, morfem, frasa, dan kalimat. Sedangkan fungsi bahasa secara umum yaitu komunikasi (1993: 38). Selanjutnya, Nababan juga membedakan empat golongan fungsi bahasa, yaitu fungsi kebudayaan, fungsi kemasyarakatan, fungsi perorangan, dan fungsi pendidikan (1993:38). Penggunaan bahasa oleh manusia selalu mengalami perkembangan dan perubahan. Hal tersebut menunjukan bahwa semakin maju kehidupan manusia, makin berkembang pula bahasanya. Kontak bahasa pada bidang politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya dapat menyebabkan suatu bahasa terpengaruh oleh bahasa yang lain.
79
Mengenai kontak bahasa Weinrich ( dalam Chaer, 2007:65) mengartikan kontak bahasa adalah pemakaian dua bahasa oleh seseorang secara bergantian. Jadi, dengan terjadinya kontak bahasa penutur secara tidak sadar telah menggunakan dua bahasa secara bergantian sehingga menyebabkan interferensi bahasa. Irwan (2006: 18) menyatakan dari segi sifatnya interferensi dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: (1) interferensi aktif, (2) interferensi pasif, dan (3) interferensi varisional. Inteferensi aktif adalah adanya kebiasaan dalam berbahasa daerah dipindahkan ke dalam bahasa Indonesia; yang bersifat pasif adalah penggunaan beberapa bentuk bahasa daerah oleh bahasa Indonesia karena dalam bahasa Indonesia tidak ada; interferensi varisional adalah kebiasaan menggunakan ragam tertentu ke dalam bahasa Indonesia. Interferensi bahasa yang satu dengan yang lain tidak bisa dihindarkan. Interferensi bahasa yang satu dengan yang lain dapat mengakibatkan perubahan bahasa. Menurut Pateda (2008:117) interferensi adalah pengaruh bahasa yang satu terhadap bahasa yang lain yang dapat saja berlaku dalam tataran bunyi atau tata bunyi, tata kata, tata kalimat, dan tata makna. Selain itu, Alwasilah (dalam Aslinda, 2010:66) mengatakan interferensi berarti adanya saling pengaruh antarbahasa. Pengaruh itu dalam bentuk yang paling sederhana berupa pengambilan satu unsur dari satu bahasa dan digunakan dalam hubungannya dengan bahasa lain. Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa interferensi adalah pengaruh bahasa yang terjadi akibat penggunaan dua bahasa secara bergantian, dan biasa terjadi pada
Interverensi Tataran Sintaksis … (Tamrin)
pengguna bahasa yang menguasai dua bahasa (dwibahasawan) atau lebih. Interferensi Sintaksis ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, dan frasa. (Ramlan, 2001: 18). Jadi, sintaksis adalah bagian dan tata bahasa yang mempelajari frasa, klausa, kalimat dalam suatu bahasa. Interferensi sintaksis terjadi karena struktur kalimat bahasa lain berpengaruh terhadap struktur kalimat BI. Suwito (1988:56) mengatakan interferensi sintaksis terjadi karena di dalam diri penutur terjadi kontak antara bahasa yang sedang diucapkannya (BI) dengan bahasa lain yang juga dikuasainya (bahasa daerah atau bahasa asing). Dengan demikian, penyimpangan itu dapat dikembalikan pada bahasa sumber. “Interferensi sintaksis dijumpai dalam struktur kalimat bahasa Indonesia. Oleh karena itu, interferensi ini dapat disebut dengan interferensi struktur” (Mustakim, 1994: 70). Menurut Suwito (1983:56), interferensi sintaksis terjadi apabila dalam struktur kalimat terserap struktur kalimat dari bahasa lain. Misalnya, (1) Rumahnya Amir sudah dijual dan (2) Payung itu sudah diambil oleh saya. Kalimat (1) dan (2) tersebut menyerap struktur kalimat dari bahasa lain (dalam hal ini bahasa daerah). Struktur kalimat yang benar dalam bahasa Indonesaia adalah (1) Rumah Amir sudah dijual dan (2) payung itu sudah saya ambil. Penyerapan struktur kalimat tersebut terjadi karena di dalam diri penutur terjadi kontak antara bahasa yang sedang diucapkan dengan bahasa lain yang dikuasai, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Demikian juga interferensi sintaksis bahasa daerah terhadap
bahasa Indonesia yang digunakan oleh remaja di Kota Palu. Ragam bahasa remaja memiliki ciri khusus, singkat, lincah dan kreatif. Kata-kata yang digunakan cenderung menyusupkan struktur bahasa daerah atau asing ke dalam bahasa Indonesia melalui proses sintaksis sehingga mengganggu stuktur dari bahasa Indonesia tersebut. Dengan penyusupan struktur bahasa daerah atau asing tersebut sering membuat pendengar yang bukan penutur asli bahasa Indonesia mengalami kesulitan untuk memahaminya. Penutur bahasa remaja dari kawasan geografis yang berbeda dari kelompok sosial yang berlainan akan cenderung memperlihatkan perbedaan-perbedaan sistematik. Kelompok-kelompok demikian dikatakan mempunyai dialek-dialek yang berbeda, misalnya, dialek Makassar, dialek Betawi, dialek Manado, dan dialek Palu dari bahasa yang sama, bahasa Indonesia. Perpindahan penduduk dari Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara ke Sulawesi Tengah membawa pengaruh terhadap bahasa yang digunakan oleh para remaja di Kota Palu. Selain itu, bahasa ibu mereka , yaitu bahasa Kaili, berpengaruh besar terhadap cara remaja menggunkan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, bahasa Indonesia yang digunakan para remaja di Kota Palu memiliki karakteristik tersendiri. Karekteristik bahasa Indonesia yang digunakan oleh remaja di Kota Palu dapat diamati dari segi fonologis, morfologis, leksikal, dan sintaksis. Namun dalam tulisan ini hanya dikaji pada tataran sintaksis. Penelitian tentang interfrensi linguistik bukan merupakan masalah baru bagi studi kebahasaan di Indoensia karena penelitian sejenis ini
80
JURNAL BÉBASAN, Vol. 3, No. 1, edisi Juni 2016: 78—90
sudah pernah dilakukan sebelumnya. Rusyana (1975), misalnya, telah melakukan penelitian tentang interfrensi morfologi pada pemakaian bahasa Indonesia anak-anak sekolah dasar yang berbahasa ibu bahasa Sunda. Taryono et al. (1981), juga melakukan penelitian tentang interfrensi bahasa Indonesia pada tulisan murid selain di Jawa Timur. Selain itu, Nantje Harijatiwidjaja et al. (1995), juga melakukan penelitian tentang pemakaian bahasa Indonesia dalam remaja Hai. Rumusan Masalah Sejalan dengan asumsi itu, permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimanakah interferensi tataran sintaksis dalam penggunaan bahasa oleh para remaja di Kota Palu? Tujuan dan Manfaat Penelitian Sejalan dengan permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan interferensi nonbahasa Indonesia ke bahasa Indonesia pada penggunaan bahasa para remaja di Kota Palu dalam tataran interferensi sintaksis. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai sumbangan bagi pengembangan khazanah keilmuan dalam kajian sosiolinguistik, khususnya dalam bidang pemilihan bahasa. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai rujukan dalam upaya kepedulian dan penguatan keberadaan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. KERANGKA TEORI Hadirnya alih kode dan campur kode merupakan akibat dari kemampuan anggota masyarakat berbahasa lebih dari satu. Selain itu, bila dua atau lebih
81
bahasa bertemu karena digunakan oleh penutur dari komunitas bahasa yang sama, maka akan terjadi bahwa komponen-komponen tertentu dapat ditransfer dari bahasa yang satu yakni bahasa sumber (saurce or donor language) ke bahasa lain, yakni bahasa penerima (recipient language). Akibatnya terjadi pungutan bahasa atau ”interference) sebagaimana diistilahkan oleh Wenreich (1970). Mackey (1970) membedakan antara campur kode dengan interferensi bahasa. Campur kode dikatakan sebagai interferensi, sedangkan yang kita namai interferensi disebut integrasi. Gejala interferensi dapat dilihat dalam tiga dimensi kejadian. Pertama dimensi tingkah laku berbahasa dari individuindividu di tengah masyarakat. Kedua dari dimensi sistem bahasa dari kedua bahasa atau lebih yang berbaur. Ketiga, dimensi pembelajaran bahasa. Dari dimensi tingkah laku individu penutur dengan mudah disimak dari berbagai praktik campur kode yang dilakukan penutur yang bersangkutan. Interferensi ini murni merupakan rancangan atau model buatan penutur itu sendiri. Salah satu akibat campur kode yang merugikan bahasa masing-masing adalah interferensi. Dengan kata lain, interferensi adalah pengaruh campur kode yang tidak menguntungkan. Interferensi merupakan suatu bentuk penyimpangan dalam penggunaan bahasa dari norma-norma yang ada akibat terjadinya kontak bahasa yang digunakan secara langsung oleh penuturnya (Weinrich,1970:1). Peristiwa penyimpangan serta pengaruh antara dua bahasa akan menimbulkan pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh positif akan memperkaya keberadaan suatu bahasa, sementara
Interverensi Tataran Sintaksis … (Tamrin)
pengaruh negatif akan mengganggu struktur serta kaidah dan norma suatu bahasa. Pengaruh inilah yangmenimbulkan terjadinya gejala interferensi. Hal ini terjadi akibat adanya peristiwa saling mempengaruhi antara bahasa sumber dan bahasa penerima atau sebaliknya. Peristiwa ini dapat juga terjadi secara timbal balik. Hougen (1972:90) berpendapat bahwa interferensi (pengaruh bahasa) sebagai akibat campur kode dalam bentuk yang paling sederhana terjadi berupa pengambilan satu unsur dari satu bahasa dan dipergunakan dalam bahasa lain. Selanjutnya, Mackey (dalam Fishman, editor, 1968:569) mengatakan bahwa interferensi adalah penggunaan unsur yang termasuk ke dalam satu bahasa ketika berbicara atau menulis dalam bahasa yang lain. Hudson (1984) mengemukakan bahwa interferensi adalah kesulitan yang timbul dalam proses penguasaan bahasa kedua dalam hal bunyi, kata, atau konstruksi sebagai akibat perbedaan kebiasaan dengan bahasa pertama. Lain halnya dengan Taryono et al. Berpendapat bahwa interferensi itu terjadi karena ada kecenderungan pada dwibahasawan untuk menyamakan unsur-unsur yang ada pada bahasa lain apabila dua bahasa itu berkontak. Sejalan dengan itu, Weinrich (1970:64-65) ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi, antara lain: (1) kedwibahasaan peserta tutur, (2) tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima, (3) tidak cukupnya kosakata bahasa penerima, (4) menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan, (5) kebutuhan akan sinonim, (6) prestise bahasa sumber dan gaya bahasa, dan (7) terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu.
Menurut Soewito (1983:59) interferensi dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah berlaku bolak-balik. Unsur bahasa Indonesia bisa masuk ke unsur bahasa daerah, begitu pula sebaliknya. Hal ini dapat pula berlaku bagi para remaja di Kota Palu. Bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu dan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua, maka dapat berlaku bolakbalik. Artinya unsur bahasa Indonesia dapat masuk ke dalam bahasa daerah, dan juga sebaliknya. Dengan demikian bahasa pertama dan bahasa kedua dapat saling bertukar unsur sintaksis. Penelitian ini menggunakan landasan teori sosiolinguistik yang membahas mengenai kontak bahasa seperti yang diutarakan oleh Weinrich (1970 : 1), bahwa kontak bahasa merupakan peristiwa pemakaian dua bahasa oleh penutur yang sama secara bergantian. Gejala interferensi ini dapat terjadi melalui peristiwa kontak bahasa yang dapat menimbulkan pemindahan unsur-unsur satu bahasa ke dalam bahasa lain. Weinrich (1970:22) menyatakan bahwa interferensi sintaksis merupakan suatu gejala yang terjadi dimana adanya penyusupan struktur bahasa sumber ke dalam bahasa penerima, sehingga mengganggu struktur bahasa penerima tersebut. Untuk kepentingan penelitian ini, data dianalisis menurut jenis interferensi fonologis, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Namun dalam penelitian ini hanya dikaji dari segi tataran sintaksis. Pada interferensi sintaksis terjadi penyusupan struktur bahasa sumber ke dalam bahasa penerima, sehingga mengganggu stuktur dari bahasa penerima tersebut (Weinrich,1970:22). Dalam penelitian ini ditemui adanya penyusupan struktur bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia sehingga
82
JURNAL BÉBASAN, Vol. 3, No. 1, edisi Juni 2016: 78—90
menyebabkan terganggunya struktur bahasa Indonesia yang diucapkan. Hal ini yang disebut dengan interferensi sintaksis bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia.
METODE PENELITIAN Penelitian ini berlokasi di Kota Palu Sulawesi Tengah. Berdasarkan jenis penelitian, penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan dengan pendekatan sosiolinguistik. Oleh karena itu, pengkajian dalam penelitian ini memakai pendekatan ilmu-ilmu sosial sebagaimana disarankan oleh Fasold, (1984:183) kajian sosiolinguistik melihat fenomena pemakaian bahasa sebagai fakta sosial yang menempatkan pemakaian suatu ragam bahasa sebagai sistem lambang (kode), sistem tingkah laku budaya yang berhubungan dengan pemakian bahasa dalam konteks yang sebenarnya. Penelitian ini juga dikategorikan sebagai penelitian deskriptif yaitu mendeskripsikan frekuensi interfrensi berdasarkan jenisnya. Selain itu, penelitian ini membandingkan faktorfaktor yang memungkinkan terjadinya interfrensi antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi (1) teknik simak, (2) teknik rekam, dan (3) teknik catat (Sudaryanto, 1991:126).Teknik pengolahan data dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut. 1. Data yang terkumpul dikartukan. Setiap kartu hanya memuat satu kalimat data. Kartu diberi kode menurut tempat terjadinya pemakaian bahasa dan identitas pemakai, yaitu jenis kelamin dan pendidikan.
83
2.
Setiap kartu data diperiksa dan bagian yang diduga merupakan interfrensi (kesalahan norma) digarisbawahi. 3. Kartu data yang telah diperiksa, kemudian diklasifikasikan berdasarkan jenis interfrensinya sehingga diperoleh kartu data yang berupa interfrensi sintaksis. 4. Kartu data yang telah diklasifikasikan berdasarkan jenis interferensi itu kemudian dianalisis. Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah bahasa ragam lisan pada remaja di Kota Palu. Data bahasa ragam lisan tersebut hanya diambil dari penggunaan bahasa remaja di tempat umum, di sekolah/perguruan tinggi, dan di media elektronik seperti radio dan televisi.
PEMBAHASAN Interferensi pada Tataran Sintaksis Interferensi sintaksis adalah masuknya unsur serapan ke dalam bahasa Indonesia yang melanggar kaidah gramatikal bahasa Indonesia pada tataran sintaksis. Interferensi tersebut terjadi pada pemakaian kata hubung -nya posesif bahasa Jawa dan Sunda, pemakaian penghubung antarkalimat dan pemakaian kata dari dan di mana. Berikut adalah penjelasannya. 1. Pemakaian posesif –nya Pemakaian posesif –nya dalam percakapan para remaja di Kota Palu, merupakan interferensi karena pengaruh dari bahasa daerah. Hal ini dimungkinkan karena pengaruh latar belakang bahasa ibu. Berikut adalah contoh pemakaian dalam percakapan. a.
-nya
Interverensi Tataran Sintaksis … (Tamrin)
•
Apalagi dorang yang tiap malamnya suka bagadang. (SMA/L/26/5/07)
‘Apalagi mereka yang tiap malamnya suka begadang.‘ (Apalagi bagi mereka yang setiap malam suka begadang.)
Pemakaian posesif –nya pada bentuk kalimat posesif untuk orang ketiga, bukan untuk orang pertama. Di dalam bahasa Kaili, ada pula bentuk posesif –na yang berarti –nya dalam bahasa Indonesia, seperti sapona ‘rumahnya‘ yang menyatakan posesif untuk orang ketiga. Oleh karena itu, kemungkinan pemakaian bentuk posesif -nya di dalam kalimat di atas karena pengaruh dari bahasa setempat, yaitu Bahasa Kaili. Pemakaian posesif –nya dalam penggunaan bahasa remaja di Kota Palu merupakan interferensi dari bahasa daerah. Ini dimungkinkan karena umumnya remaja di Kota Palu memiliki latar belakang bahasa ibu Kaili dan Manado. 2. Penghubung Antarkalimat Pemakaian penghubung antarkalimat yang dipakai oleh para remaja di Kota Palu tidak tepat bila digunakan dalam struktur kalimat bahasa Indonesia. Ketidaktepatan itu diduga karena adanya pengaruh bahasa daerah. Berikut adalah contoh pemakaiannya dalam kalimat.
•
‘Ujung-ujungnya selalu saya yang disalahkan.‘ (Akhirnya, saya yang selalu disalahkan.)
3) buntut-buntutnya •
•
Habisnya kamu selalu buat saya kesal (P/20/PT-23/4/07)
‘Habisnya kamu selalu buat saya kesal.‘ (Karena kamu selalu buat saya kesal.)
2) ujung-ujungnya
Buntut-buntutnya uang (P/20/PT- 29/4/07)
melulu.
‘Ekor-ekornya, uang melulu.‘ (Akhirnya uang melulu.)
4) soalnya •
Soalnya, uang yang saya pinjam sudah habis, makanya saya mau minta lagi sama kamu, boleh kan? (TU/SRJ/23/L/30/6/07)
‘Soalnya, uang yang saya pinjam sudah habis, makanya saya mau minta lagi sama kamu, boleh kan?‘ (Karena, uang yang saya pinjam sudah habis, untuk itu saya mau meminjam lagi sama kamu, boleh kan?)
5) Masalahnya •
Masalahnya, kita-kita kadang tidak ngerti apa yang diterangin sama Pak Arya. (Rdo/ 9/7/07)
‘Masalahnya kita-kita tidak mengerti apa yang diterangkan oleh Pak Arya.‘ (Masalah sebenarnya adalah kita kurang mengerti apa yang diterangkan oleh Pak Arya.)
6) akhirnya •
1) habisnya
Ujung-ujungnya selalu saya yang disalahin. (P/20/PT-29/4/07)
Akhirnya, aku bisa juga diterima di jurusan ekonomi. (Rdo/ 9/7/07)
‘Akhirnya, saya bisa diterima juga di jurusan ekonomi.‘ (Akhirnya, saya bisa diterima di jurusan ekonomi.)
7) masalahnya •
Masalahnya, banyak siswa yang tidak memahami pelajaran kimia. (Rdo/ 9/7/07)
84
JURNAL BÉBASAN, Vol. 3, No. 1, edisi Juni 2016: 78—90
‘Masalah yang dihadapi adalah banyak siswa yang tidak memahami pelajaran kimia.‘ (Masalah yang dihadapi adalah banyak siswa yang tidak memahami pelajaran kimia.)
8) soalnya •
Aku nggak bisa datang di pestamu soalnya, aku nganterin mamaku ke dokter. (Rdo/ 9/7/07)
‘Saya tidak bisa datang karena harus mengantar dokter.‘ (Saya tidak bisa datang karena harus mengantar dokter.)
ke pestamu, mamaku ke ke pestamu, mamaku ke
Pemakaian penghubung antarkalimat habisnya pada data kalimat di atas (1), ujung-ujungnya (2), buntutbuntutnya (3), soalnya (4), masalahnya (5), akhirnya (6), masalahnya (7) dan soalnya (8) tidak tepat dalam pola kalimat bahasa Indonesia. Pemakaian kata penghubung habisnya, ujungujungnya, buntutbuntutnya, soalnya,masalahnya, dan akhirnya diduga akibat pengaruh interferensi dari bahasa daerah, yaitu bahasa Sunda. Penghubung antarkalimat habisnya pada data kalimat dalam percakapan pertama di atas tidak tepat karena ada pengaruh interferensi dari bahasa daerah. Dalam bahasa Indonesia, kata penghubung itu berarti karena. Oleh karena itu, kalimat data pertama seharusnya menggunakan kata karena. Penghubung antarkalimat ujung-ujungnya dan buntutbuntutnya juga tidak tepat karena ada pengaruh interferensi dari bahasa daerah. Dalam bahasa Indonesia, kedua kata penghubung itu berarti akhirnya .Oleh karena itu, kalimat
85
data kedua dan ketiga seharusnya menggunakan kata akhirnya. Penghubung antarkalimat masalahnya dan akhirnya pada data (5,6,7) diduga interferensi yang berasal dari bahasa Sunda. Dalam bahasa Indonesia kata hubung masalahnya digunakan untuk menghubungkan induk kalimat dengan anak kalimat. Sebaiknya kata masalahnya diganti menjadi masalah. Penghubung antarkalimat soalnya pada data kalimat percakapan (4,8) di atas diduga interferensi yang berasal dari bahasa daerah yaitu bahasa Sunda. Dalam bahasa Indonesia kata hubung karena digunakan untuk menghubungkan induk kalimat dengan anak kalimat. Oleh karena itu, pemakaian kata hubung soalnya pada kalimat (4), yaitu sebagai kata penghubung antar kalimat, tidak tepat. Seharusnya, kata penghubung itu ada di antara dua klausa. Pemakaian Kata – dari dan di mana Pemakaian kata dari dan di mana yang digunakan oleh para remaja di Kota Palu tidak tepat bila digunakana dalam struktur bahasa Indonesia. Pemakaian kata tersebut diduga pengaruh yang berasal dari bahasa Inggris. Berikut adalah contoh penggunaannya dalam percakapan. 1) dari •
Yang jelas pelaku dari pencurian itu ada di sekitar kita. (TU/SRJ/23/L/30/6/07)
’Yang jelas pelaku dari pencurian itu ada di sekitar kita.‘ (Sudah pasti, pelaku pencurian itu ada di sekitar kita.)
2) dari
Interverensi Tataran Sintaksis … (Tamrin)
•
Alah, belum tentu dorang mengerti isi dari catatan itu. (TU/SRJ/23/L/30/6/07)
‘Alah, belum tentu mereka mengerti isi dari catatan itu.‘ (Alah, [penegas] belum tentu mereka mengerti isi catatan itu.)
3) di mana •
Ada-ada saja teman kita di kelas yang mendapat bocoran jawaban dari guru, di mana gurunya tak lain dari guru matematka kita sendiri. (SMA/P/24/6/07)
‘Ada-ada saja teman kita di kelas yang mendapat bocoran jawaban dari guru, di mana gurunya tak lain dari guru matematika kita sendiri.’ (Ada teman kita di kelas yang mendapat bocoran jawaban dari guru, gurunya tak lain dari guru matematka kita sendiri.)
Pengaruh bahasa asing dalam bidang sintaksis pun ada dalam pemakaian bahasa para remaja di Koata Palu. Pemakaian kata dari dan di mana diduga karena pengaruh dari bahasa Inggris. Dalam bahasa Indonesia, kata dari dan di mana merupakan preposisi yang menyatakan makna asal sedangkan kata di mana adalah kata-kata tanya yang menanyakan tempat. Oleh karena itu, pemakaian kata dari dan di mana dalam pemakaian kalimat pembicaraan lisan oleh para remaja di Kota Palu tidak tepat. Preposisi dari pada pemakaian kalimat pada pemakaian kalimat (1) dan (2) seharusnya Pemakaian penghubung antarkalimat habisnya pada data kalimat di atas (1), ujung-tidak digunakan. Kata di mana yang merupakan pengaruh dari bahasa Ingris where, tidak tepat penggunaannya dalam kalimat (3).
Pada kalimat data (3), penggunaan kata di mana dirasakan tidak tepat. Pada kalimat data tersebut, seharusnya tidak menggunaka kata di mana, karena kata di mana berarti menanyakan tempat, sementara konteks kalimat (3) tidak membutuihkan pertanyaan tempat. Pemakaian kata dari dan di mana yang ada pada kalimat (1—3) dalam pemakaian bahasa para remaja di Koata Palu tidak tepat bila digunakan dalam struktur kalimat bahasa Indonesia. Pemakaian kata dari dan di mana itu terjadi karena terjemahan dari bahasa Ingris. Para remaja dalam percakapan sehari-hari tidak menyadari bahwa kata-kata tersebut berasal dari struktur bahasa Inggris yang terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Penggunaan Partikel-Partikel Bahasa Daerah Partikel adalah sekelompok morfem akar yang tidak pernah mengalami proses morfemis. Dari segi arti, partikel tidak memiliki arti leksikal, tetapi memiliki tugas gramatikal (Muhajir, 1984:20). Partikel pada umumnya mengandung makna menegaskan pernyataan. Para remaja di Kota Palu dalam percakapan juga tidak luput dari penggunaan partikel.Partikel-partikel tersebut berasal dari bahasa daerah.Berikut adalah contoh penggunaannya. 1) deh •
Payah deh, teman kita yang satu itu sukanya over action. (TU/SRJ/23/P/28/6/07)
‘Payah deh, teman kita yang satu itu, suka kelebihan aksi.‘ (Payah deh, teman kita yang satu itu, suka beraksi yang berlebihan.)
86
JURNAL BÉBASAN, Vol. 3, No. 1, edisi Juni 2016: 78—90
(Adalah, rahasia dong, saya tidak mau memberitahukanmu.)
2) dong •
Jadi, aku harus gimana dong? (Rdo/23/7/07)
Jadi, saya harus [penegas]? (Jadi, saya harus [penegas]?)
8) pe
bagaimana
dong
bagaimana
dong
•
Kau pe motor bagus. (SMA/P/16/23/4/07)
pe
‘Kau punya motor bagus sekali.‘ (Bagus sekali motormu.)
3) koa? •
Kenapa koa? marah- marah 29/4/07)
dari tadi kok terus? (P/20/PT-
‘Kenapa koa? [penegas] dari tadi kok marah-marah terus? ‘ (Kenapa koa? [penegas] sejak tadi kok marah-marah terus.)
9) e-e do-do?-eh •
E-e do-do? eh, ngana so datang te kase kabar. (TU/P/SMA/24/ 23/6/07)
E-e do-do? eh, [penegas] kamu sudah datang tidak kasi kabar.‘ (E-e do-do? eh, [penegas] kamu sudah datang tidak memberi kabar.)
4) stauw •
Anak itu nda ada staw sana. (L/23/SRJ/TU/27/7/07)
di
‘Anak itu, tidak ada berangkali di sana.‘ (Anak itu berangkali tidak ada di sana.)
5) dang •
Ba apa ngana (L/20/PT- 10/5/07)
dang?
‘Kamu sedang apa dang(penegasan)? ‘(Kamu sedang apa dang [penegasan]di situ?)
6) lee •
Saya pulang saja lee, apa saya dipanggil sama bapakku. (SMA/L/17/27/6/07)
‘Saya pulang saja lee[penegas] karena saya dipanggil sama bapakku.‘ (Saya pulang saja lee [penegas], karena saya dipanggil oleh bapakku.)
7) no •
Ada no, rahasia dong, saya te mau kase tau. . (SMA/P/16/23/4/07)
‘Adalah, rahasia mau beri tahu.‘
87
dong,
saya
tidak
10) jo •
Nanti malam jo , kita ke rumahmu! (TU/SRJ/P?24/23/6/07)
‘Nanti malam ya , kita ke rumahmu!‘ (Sebentar malam ya, kita ke rumahmu!)
Pemakaian partikel oleh para remaja di Kota Palu sudah terpengaruh dari beberapa bahasa daerah, dan yang paling umum digunakan adalah penggunaan partikel dari bahasa Manado dan Kaili, selebihnya partikel dari bahasa Indonesia, bahasa daerah Jawa, Sunda, dan Betawi. Partikel adalah sekelompok morfem akar yang tidak pernah mengalami proses morfemis. Dari segi arti, partikel tidak memiliki arti leksikal, tetapi memiliki tugas gramatikal, Muhajair, (1984:20). Partikel deh dan dong pada contoh percakapan (1) dan (2) adalah interferensi dari bahasa Jawa dan Betawi. Partikel Koa? pada contoh percakapan (3), stauw pada contoh percakapan (4), dang pada contoh percakapan (5), lee pada contoh percakapan (6), no pada contoh percakapan (7), pe pada contoh
Interverensi Tataran Sintaksis … (Tamrin)
percakapan (8), e-e do-do?-eh pada contoh percakapan (9), dan jo pada contoh percakapan (10) adalah pertikel yang digunakan oleh para remaja di Kota Palu yang berasal dari bahasa Manado dan Kaili. Partikel-partikel tersebut pada umumnya mengandung makna menegaskan pernyataan. Misalnya partikel deh mengandung makna menegaskan perintah atau permintaan. Dengan partikel deh ini pun, penutur dapat secara eksplisit membujuk pendengar mempercayai apa yang dikatakannya. Selain itu partikel deh mengandung pernyataan yang menandakan cibiran gagasan dasar pembicaraan. Dalam hal ini, pembicara berasumsi bahwa pendengar akan percaya pada apa yang dikatakannya. Partikel dong digunakan dalam pernyataan yang secara kuat menyatakan bahwa apa yang dikatakan itu benar. Penutur secara eksplisit dan tegas meminta lawan bicara agar percaya dengan apa yang terjadi karena penutur memiliki alasan-alasan tertentu melihat setelah lawan bicara tidak peduli dengan pernyataan penutur. Partikel Partikel Koa?, staw, dang, no, pe, jo, dan ee- do-do?-eh berasal dari bahasa Manado dan Kaili. Partikel-partikel tersebut pada umumnya mengandung makna menegaskan pernyataan . Misalnya, partikel koa?, lee, dang adalah partikel yang mangandung makna penegasan, partikel lee misalnya, adalah pertikel yang menegaskan dan menunjukkan keakraban antara pendengar dan pembicara, begitu pun partikel dang adalah partikel yang menegaskan sekaligus mengandung makna keakraban antara kedua pembicara dan pendengar. Partikel jo dan no adalah partikel yang
menegaskan yang juga berarti lah atau ya dimana pembicara berusaha membujuk pendengar agar apa yang dikatakan oleh pembicara diakui atau diiyakan oleh pendengar. Partikel pe yang bermakna menegaskan dan juga berarti sangat. Pembicara berusaha meyakinkan pendengar agar pendengar takjubb dengan kata-kata yang diucapkan oleh pembicara. Partikel koa?, adalah partikel yang mengandung penegasan, sementara partikel ee-do-do?-eh adalah partikel yang menegaskan sekaligus menyindir pendengar agar pendengar merasa bersalah dan akhirnya menuruti permintaan pembicara. Partikel staw adalah partikel yang berarti mungkin, misalnya tidak ada staw ”tidak ada mungkin”. Pemakaian partikel yang sering digunakan oleh para remaja di Kota Palu dimaksudkan untuk menciptakan suasana santai atau untuk menciptakan suasana keakraban. Pemakaian partikel itu terjadi akibat adanya pengaruh interferensi dari bahasa daerah yang memiliki partikel untuk mengungkapkan perasaan atau emosi.
SIMPULAN Karakteristik bahasa Indonesia yang digunakan para remaja di Kota Palu pada tataran sintaksis dapat dilihat pada pemakaian preposisi pada yang tidak tepat. Pemakaian preposisi pada pada pemakaian bahasa para remaja di Kota Palu yang tidak tepat terjadi karena pengaruh dari bahasa daerah. Kesalahan dalam pemakaian preposisi ini disebabkan pula oleh pengaruh pemakaian bahasa seharihari, preposisi kepada cenderung disederhanakan menjadi pada. Demikian juga, pemakaian posesif –
88
JURNAL BÉBASAN, Vol. 3, No. 1, edisi Juni 2016: 78—90
nya dalam percakapan para remaja di Kota Palu, merupakan interferensi karena pengaruh dari bahasa daerah. Hal ini dimungkinkan karena pengaruh latar belakang bahasa ibu bahasa Bugis, Kaili, dan Jawa. Di samping itu, pemakaian partikel dan pemakaian penghubung antarkalimat pada pemakaian bahasa para remaja di Kota Palu tidak tepat. Ketidaktepatan itu diduga karena adanya pengaruh bahasa daerah. Pengaruh bahasa asing dalam bidang sintaksis pun ada dalam pemakaian bahasa para remaja di Koata Palu. Pemakaian kata dari dan di mana diduga karena pengaruh dari bahasa Inggris. Dalam bahasa Indonesia, kata dari dan di mana merupakan preposisi yang menyatakan makna asal sedangkan kata di mana adalah kata-kata tanya yang menanyakan tempat. Pemakaian partikel oleh para remaja di Kota Palu sudah terpengaruh dari beberapa bahasa daerah, dan yang paling umum digunakan adalah penggunaan partikel dari bahasa Manado dan Kaili, selebihnya partikel dari bahasa Indonesia, bahasa daerah Jawa, Sunda, dan Betawi.
DAFTAR PUSTAKA Chaer,
Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineke Cipta.
Fasold,
Ralph. 1984. The Sociolinguistic of Society. Oxford: Basil Blackwell.
Fishman, Joshua A. (Ed.). 1968. Reading in the Sociology of Language. Paris: Mouton. Haugen, Editor. 1972 “Problem Of Bilingualisme”. Dalam Anwar
89
S. Dil. Editor. The Ecologu of Language. Stanford, California: Standard University Press. Harijatiwidjaja, Nantje et al. 1995. Pemakaian Bahasa Indonesia dalam Majalah Remaja. Jakarta: Pusat Pembinan dan Pengembangan Bahasa. Hudson, R.A. 1984. Sosiolinguistics. Terjemahan oleh Rochayah dan Misbach Djamil, 1995. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Mackey, W.F. 1972. The Description of Bilingualism. Dalam Fishman (Ed). 1972. Reading in The Sociology of Language. The Hague : Mouton. Ratuhkore, dkk. 1991. Morfologi dan Sintaksis Bahasa Suhu. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Rusyana, Yus. 1975. Interfrensi Morfologi pada Pemakaian Bahasa Indonesaia oleh AnakAnak yang Berbahasa Pertama Bahasa Sunda Murid Sekolah Dasar di Propinsi Jawa Barat. Disertasi. Jakarta: Universitas Indonesia. Soewito. 1985. Pengantar Awal Sosiolinguistik: Teori dan Problema. Surakarta: Henary Cipta. Sudaryanto, dkk. 1991. Metode Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Suhaebah, Ebah et al. Pemahaman dan Penguasaan Siswa Kelas III SLTP DKI Jakarta terhadap Kalimat Bahasa Indonesia.
Interverensi Tataran Sintaksis … (Tamrin)
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Suwito. 1983. Pengantar Awal Sosiolinguistik.Surakarta: Henry Offset. Taryono et al. 1981. Interfrensi bahasa Jawa terhadap Bahasa Indonesia Tulis Murid Kelas IV SD Jawa Timur. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Weinreich, Uriel. 1970. Language in Contact: Finding and Probems. The Hague: Mouton.
90