WANASTRA Vol.I No.2 SEPTEMBER 2010
INTERFERENSI DALAM BAHASA INDONESIA PADA IKLAN TELEVISI Euis Meinawati ABA BSI Jakarta Jl. Kramat Raya 25 Jakarta
[email protected] /
[email protected]
ABSTRACT The use of slang language support increasingly more widespread and popular among the community, like in the language of advertisement which follows the language that can be understood quickly by the community, so that the target marketing of products a company can be reached. This study examines the use of Indonesian slang in advertisement on television in terms of phonological, morphological, syntactic aspects, and sentence patterns. Data are obtained from 100 television advertisement that has been randomly selected and transcribed in the form of written text. Sources of data in this study are television advertisements of one local television station in 2010. The research data obtained based on the process of observing, listening, recording and counting the advertisement show time on television. Then the data is analyzed the signs of interference in phonology, morphology, and syntax which then compared with the standard use of Bahasa Indonesia. The result shows that in terms of phonological interference there are reduction and change of letters; in morphological interference there are mistakes in using suffix and prefix; in syntactical interference there is borrowing from other languages such as English and local languages. The interference is also influenced by cultural, economic and social factors. Varieties of sentence patterns are also found in the advertisements, from phrases, single sentences, compound sentences to complex sentence. Keywords: interference with phonological, morphological, syntactic, sentence patterns, television ads.
I.
PENDAHULUAN Televisi merupakan salah satu hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melalui media ini manusia dapat memperoleh berbagai macam informasi penting dan tidak penting (hanya bersifat hiburan). Televisi memang berbeda dengan media lainnya. Karena televisi adalah media audiovisual yang mampu memiliki kekuatan visual dan suara. Sehingga televisi dianggap salah satu media yang sangat penting. Oleh karena itu, serigkali televisi digunakan oleh para pengusaha untuk mempromosikan produk-produknya. Mereka mengkemas bahasa iklan televisi dengan sangat menarik dan mirip dengan kehidupan masyarakat sehari-hari. Dengan demikian masyarakat akan tertark dan membeli produk yang diiklankan. Apalagi siaran di televisi disuguhkan selama 24 jam. Kekuatan dari penyajian iklan adalah bahasa. Karena terbukti bahasabahasa yang ada dalam iklan menjadi konsumsi masyarakat secara umum dan para remaja pada umumnya. Banyak terjadi
perubahan sosial masyarakat hasil dari penayangan iklan di televisi. Bagaimana tidak hal ini menjadi kekuatan? Informasi persuasif yang ada dalam bahasa iklan di televisi memberikan efek yang begitu dahsyat baik positif ataupun negatif. Apa yang disajikan dalam iklan menjadi trend kehidupan masyarakat, contohnya gaya hidup remaja yang bangga dengan penggunaan bahasa gaul mereka sebagai alat komunikasi. Bahkan menjadikan pengukuran untuk anak gaul bagi para anak dan remaja. Apalagi bahasa iklan yang ditayangkan lebih mengkiblat kepada kota Jakarta, yang selama ini menjadi kota impian semua masyarakat Indonesia. Pada dasarnya bahasa mempunyai kesamaan dalam tata bunyi, bentuk, makna, kalimat, dan kata. Seperti dalam bahasa Indonesia telah ada aturan baku yag baik dan benar. Akan tetapi karena keberagaman bahasa, latar belakang pendidikan, usia, daerah, dan sebagainya menjadikan bahasa menjadi tidak seragam. Makanya penggunaan bahasa Indonesia 144
WANASTRA Vol.I No.2 SEPTEMBER 2010
yang baik dan benar untuk mengurangi kesalahan dan ketidakpahaman atas bahasa suatu daerah tertentu. Sangat sayang sekali penggunaan bahasa Indonesia dalam iklan di televisi ternyata dipengaruhi oleh bahasa asing, bahasa daerah, bahasa gaul, dan sebagainya. Mungkin hal ini dipandang oleh pembuat iklan akan lebih mudah dan gampang diingat masyarakat. Penelitian yang sering ada adalah kajian pragmatik dan sosiolinguistik. Bukan hanya terjadi alih kode dalam bahasa iklan. Kita mampu melihat interferensi bahasa iklan dari kajian fonologi, morfologi dan sintaksis. Memang masih banyak sudut kajian yang bisa diteliti dalam penggunaan bahasa iklan di televisi. Banyak penelitian yang mengkaji tentang bahasa gaul, seperti : 1. Interferensi dan Integrasi Dalam Kolom-Kolom Edan Prie G S “Hidup Bukan Hanya Urusan Perut” Suatu Tinjauan Sosiolinguistik, oleh Ari Listiyoningsih. Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hasil penelitian memberikan kesimpulan : (1) Interferensi meliputi: interferensi fonologis; pengurangan huruf dan penggantian huruf, interferensi morfologis; kekeliruan dalam memberikan akhiran dan awalan. Interferensi sintaksis, dan interferensi semantis. Integrasi meliputi: integrasi audial, integrasi visual, integrasi penerjemahan langsung, dan integrasi penerjemahan konsep. (2) Ada dua faktor yang mempengaruhi pemakaian bahasa Prie G S yaitu faktor sosial dan faktor situasional. Bahasa yang paling mempengaruhi interferensi adalah bahasa Jawa. Sedangkan bahasa yang paling mempengaruhi integrasi adalah bahasa Inggris. (3) Prie memiliki kekhasan karya sastra yang menonjolkan aspek pengalaman sebagai acuannya. Kolom tersebut dibuat berdasarkan kejadian-kejadian dalam masyarakat modern yang tidak peka, tidak berperasaan, dan anti sosial. 2. Analisis Penggunaan bahasa Gaul Dalam Wacana Cerpen Remaja di Tabloid Gaul Edisi Bulan JanuariFebruari 2009, oleh Dewi Rosanti Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penggunaan bahasa gaul dalam cerpen remaja merupakan suatu kreatifitas. Namun harus diimbangi dengan penggunaan bahasa Indonesia yang benar. 3. Susilo, Wahyu Hastho. 2007. Pilihan Bahasa dalam Iklan Televisi. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Wujud pilihan bahasa dalam iklan televisi terdiri atas tunggal bahasa, alih kode, dan campur kode. Tunggal bahasa berupa bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, serta terdapat adanya ragam yaitu ragam usaha atau konsultatif dan ragam santai atau kasual. Wujud alih kode pada peristiwa tutur dalam iklan televisi yaitu berupa kalimat. Wujud Campur kode pada peristiwa tutur dalam iklan televisi dapat berupa kata dan frasa. Pilihan bahasa pada peristiwa tutur dalam iklan televisi dipengaruhi oleh beberapa faktor sosial. Faktor-faktor tersebut yaitu; (1) situasi tutur, (2) penutur, (3) tujuan tindak tutur, (4) produk yang diiklankan, dan (5) bintang iklan. Masih banyak lagi penelitian tentang hal ini. Berdasarkan pada latar belakang tersebut, penulis memberikan kontribusi untuk kajian interferensi bahasa pergaulan dalam iklan di televisi. Karena hal ini dianggap penting dan dapat memberikan gambaran tentang fenomena perkembangan bahasa yang digunakan dikalangan remaja, khususnya bahasa pergaulan yang digunakan sebagai alat komunikasi utama. Yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah interferensi bahasa pergaulan dalam iklan televisi yang meliputi kajian fonologi, morfologi dan sintaksis yang ada dalam peristiwa tutur bahasa dalam iklan di televisi; faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya interferensi; dan pola kalimat yang ada dalam bahasa iklan.
II. A.
TINJAUAN PUSTAKA Sosiolinguistik Sosiolinguistik adalah bagian dari ilmu lingustik yang mengkaji tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi variasi bahasa dan penggunaan bahasa karena adanya unsur interaksi dan perubahan dalam masyarakat. Jadi, sosiolinguistik berhubungan dengan penggunaan bahasa yang sebenarnya karena bahasa berfungsi sebagai sistem sosial dan 145
WANASTRA Vol.I No.2 SEPTEMBER 2010
alat komunikasi. Sehingga bahasa diamati sebagai gejala sosial. Maka dari itu, kejadian penggunaan bahasa gaul yang sekarang marak digunakan dikalangan remaja merupakan bagian dari gejala sosial. Bahasa gaul muncul karena adanya ketidaktepatan dalam pemakaian kalimat yang benar atau sesuai dengan ketetapan baku. Ada tujuh dimensi dalam penelitian sosiolinguistik yaitu identitas sosial dari penutur, identitas sosial pendengar, lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa tutur bahasa, analisis sinkronik dan diakronik, penilaian sosial tentang bentuk-bentuk ujaran, tingkatan variasi, dan penerapan praktis dari penelitian sosiolinguistik. B.
Ragam Bahasa Pada dasarnya bahasa Indonesia menumbuhkan banyak varian, yaitu varian menurut pemakaian yang disebut sebagai ragam bahasa dan varian menurut pemakai yang disebut sebagai dialek. Setiap bahasa mempunyai banyak ragam yang dipakai dalam keadaan dan keperluan atau tujuan yang berbeda. Harefa (2003:56) menjelaskan bahwa ragam bahasa adalah istilah untuk menunjuk suatu bentuk keaneragaman bahasa sesuai dengan pembedaan pemakaian sehingga akan timbul pemakaian bahasa yang sesuai dengan fungsi dan situasinya. Ada dua pandangan mengenai variasi atau ragam bahasa, yaitu: 1) Variasi atau ragam bahasa itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu, 2) Variasi atau ragam bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam. Dialek yaitu keseluruhan ciri bahasa seseorang. Sekalipun kita semua berbahasa Indonesia, kita masing-masing memiliki ciriciri khas pribadi dalam pelafalan, tata bahasa, atau pilihan dan kekayaan kata. Karena ragam bahasa Indonesia sangat banyak, ia dibagi atas dasar pokok pembicaraan, perantara pembicaraan, dan hubungan antar pembicara. Ragam bahasa lisan yang sekarang terjadi adanya penggunakan bahasa slang dikalangan remaja. C.
Interferensi Interferensi pada umumnya dianggap sebagai gejala tutur (speech parole), hanya terjadi pada dwibahasawan dan peristiwanya dianggap sebagai penyimpangan. Interferensi dianggap sebagai sesuatu yang tidak perlu terjadi
karena unsur-unsur serapan itu sudah ada padanannya dalam bahasa penyerap. Cepat atau lambat sesuai dengan perkembangan bahasa penyerap, interferensi diharapkan semakin berkurang atau sampai batas yang paling minim, (Kridalaksana, 2001:60) dalam Kamus Linguistik memberikan pengertian sebagai berikut bilingualisme Bilingualisme adalah pengunaan unsur bahasa lain oleh bahasawan yang bilingual secara individual dalam suatu bahasa, ciriciri bahasa lain masih kentara (berlainan dengan integrasi). Interferensi berbeda-beda sesuai dengan medium, gaya, ragam, dan konteks yang digunakan oleh orang yang bilingual tersebut. Menurut Chaer dan Agustina (2004:160-161) menyatakan bahwa interferensi yang terjadi dalam proses interpretasi disebut interferensi reseptif, yakni berupa penggunaan bahasa B dengan diresapi bahasa A. Sedangkan interferensi yang terjadi pada proses representasi disebut interferensi produktif. Interferensi reseptif dan interferensi produktif yang terdapat dalam tindak laku bahasa penutur bilingual disebut interferensi perlakuan. Interferensi perlakuan biasa terjadi pada mereka yang sedang belajar bahasa kedua, karena itu interferensi ini juga disebut interferensi belajar atau interferensi perkembangan. Istilah interferensi pertama kali digunakan untuk menyebut adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsurunsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual. Interferensi sebagai bentuk pengukuran terhadap kesalahan berbahasa yang disebabkan oleh terbawanya kebiasaan ujaran berbahasa atau dialek bahasa pertama terhadap kegiatan berbahasa. Interferensi yaitu penyimpangan dari normanorma bahasa dalam bahasa yang digunakan sebagai akibat pengenalan terhadap bahasa lain. Transfer dalam kontak bahasa dapat terjadi dalam semua tataran linguistik, baik fonologis, morfologis, sintaksis, semantis, maupun leksikon. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa interferensi adalah a) Merupakan suatu penggunaan unsur-unsur dari bahasa ke bahasa yang lain sewaktu berbicara atau menulis dalam bahasa lain, b) Merupakan penerapan dua sistem secara serempak pada suatu unsur bahasa, c) Terdapatnya suatu penyimpangan dari norma-norma bahasa masingmasing yang terdapat dalam tuturan dwibahasawan. (http://pkp.sfu.ca/harvester2/demo/index.php /record/view/546332). 146
WANASTRA Vol.I No.2 SEPTEMBER 2010
Gejala Interferensi Gejala interferensi dapat dilihat dalam 3 dimensi kejadian. Pertama, dimensi tingkah laku berbahasa dari individuindividu di tengah masyarakat. Kedua, dimensi sistem bahasa dari kedua bahasa atau lebih yang berbaur. Ketiga, dimensi pembelajaran bahasa. Dari dimensi tingkah laku berbahasa, penutur dengan mudah dapat disimak dari berbagai praktek campur kode yang dilakukan penutur yang bersangkutan. Interferensi ini murni merupakan rancangan atau model buatan penutur itu sendiri. Dari dimensi sistem bahasa, dikenal dengan sebutan interferensi sistemik yaitu pungutan bahasa. Sedangkan dari dimensi pembelajaran bahasa, dikenal dengan sebutan interferensi pendidikan. Dalam proses pembelajaran bahasa kedua atau asing, pembelajaran tentu menjumpai unsur-unsur yang mirip, atau bahkan mungkin sama dengan bahasa pertamanya (Paul Ohoiwutun, 2002:72-74).
bahasa yang digunakan. Penyerapan unsur kalimatnya dapat berupa kata, frase, dan klausa. Interferensi sintaksis seperti ini tampak jelas pada peristiwa campur kode. Contoh: mereka akan married bulan depan. karena saya sudah kadhung sama dia, ya saya tanda tangan saja.
D.
E.
Macam-macam Interferensi Chaer dan Agustina (2004:162165) mengidentifikasi interferensi bahasa menjadi tiga macam. 1. Interferensi Fonologis Interferensi fonologis terjadi apabila penutur mengungkapkan kata-kata dari suatu bahasa dengan menyisipkan bunyi-bunyi bahasa dari bahasa lain. Interferensi fonologis dibedakan menjadi dua macam, yaitu interferensi fonologis pengurangan huruf dan interferensi fonologis pergantian huruf. Contoh: slalu ? selalu adek ? adik ama ? sama rame ? ramai smua ? semua cayang ? sayang 2.
3.
Interferensi Morfologis Interferensi morfologis terjadi apabila dalam pembentukan katanya suatu bahasa menyerap afiks-afiks bahasa lain. Penyimpangan struktur itu terjadi kontak bahasa antara bahasa yang sedang diucapkan (bahasa Indonesia) dengan bahasa lain yang juga dikuasainya (bahasa daerah atau bahasa asing). Contoh: kepukul ? terpukul dipindah ? dipindahkan neonisasi ? peneonan menanyai ? bertanya Interferensi Sintaksis Interferensi sintaksis terjadi apabila struktur bahasa lain (bahasa daerah, bahasa asing, dan bahasa gaul) digunakan dalam pembentukan kalimat
F.
Iklan Televisi Menurut Rahayu (2004), iklan merupakan salah satu jenis wacana persuasif yang bertujuan mempengaruhi pendengar atau pembaca. Televisi adalah alat elektronik yang mampu menangkap siaran televisi yang disiarkan oleh stasiun televisi. Bila diuraikan penampakannya, iklan televisi adalah satu bentuk wacana persuasi yang terbentuk atas dua aspek, verbal dan nonverbal yang bersifat audiovisual (Wray, Jefkins, Bdk. Wilson, Wibowo dalam Santoso 2006). Secara umum iklan televisi adalah salah satu jenis wacana bisnis yang memiliki ciri-ciri kreatif secara verbal, seperti bahasa ringan, sederhana, menggunakan prinsip ekonomi kata yang telah diseleksi kata-kata yang bercitra positif, menghindari istilah-istilah teknis. Adapun, ciri-ciri kreatif secara nonverbal antara lain mencakup teknik, cara, dan dramatisasi penyampaian pesan, pemilihan bintang iklan beserta bahasa tubuhnya, penempatan produk yang baik di hati konsumen, penyajian story board, penyajian dan pemilihan setting, musik, soundtrack. Dari pengertian di atas dapat ditarik simpulan mengenai pengertian iklan televisi yaitu, berita pesanan atau pemberitahuan kepada khalayak yang ditayangkan melalui siaran stasiun televisi dalam bentuk paket audio visual yang menarik perhatian, ringan dan menghibur yang secara persuasif membujuk atau mempengaruhi pikiran atau perhatian penonton televisi agar tertarik pada barang atau jasa yang ditawarkan. G.
Peristiwa Tutur dalam Iklan Televisi Iklan televisi mempunyai unsur pembangun berupa tuturan. Tuturan dalam iklan televisi berbentuk tuturan langsung yang dilakukan oleh bintang iklan yang bersangkutan dan tuturan yang dinarasikan oleh naratornya dalam bentuk narasi suara atau Teks + Nr visual. Pada tuturan langsung terdapat kehadiran bintang iklan yang melakukan tindak tutur baik dalam bentuk dialog maupun monolog dengan mitra tuturnya. Dalam kaitan ini, mitra tutur dari bintang iklan yang melakukan tuturan 147
WANASTRA Vol.I No.2 SEPTEMBER 2010
langsung berupa dialog adalah bintang iklan lain yang berkedudukan sebagai mitra tutur dalam peristiwa tutur yang ada. Mitra tutur bintang iklan yang melakukan tuturan berbentuk monolog adalah para audien atau penonton yang menyaksikan paket iklan tersebut di televisi. H.
Kalimat dan Jenis-jenisnya Kalimat adalah gabungan dari dua buah kata atau lebih yang menghasilkan suatu pengertian dan pola intonasi akhir. Kalimat dapat dibagi-bagi lagi berdasarkan jenis dan fungsinya yang akan dijelaskan pada bagian lain. Contohnya seperti kalimat lengkap, kalimat tidak lengkap, kalimat pasif, kalimat perintah, kalimat majemuk, dan lain sebagainya. Berikut ini adalah contoh kalimat secara umum : 1. Joy Tobing adalah pemenang lomba Indonesian Idol yang pertama. 2. Pergi! 3. Bang Napi dihadiahi timah panas oleh polisi yang mabok minuman keras itu. 4. The Samsons sedang konser tunggal di pinggir pantai ancol yang sejuk dan indah. Setiap kalimat memiliki unsur penyusun kalimat. Gabungan dari unsur-unsur kalimat akan membentuk kalimat yang mengandung arti. Unsur-unsur inti kalimat antara lain : 1. SPOK : 2. Subjek / Subyek (S) 3. Predikat (P) 4. Objek / Obyek (O) 5. Keterangan (K) I.
Unsur Pembentuk Kalimat Kalimat merupakan satuan bahasa yang dibentuk oleh kata-kata. Kata-kata tersebut ada yang berupa kata, kelompok kata (frase atau klausa). Dalam ragam lisan, disamping terdiri atas kata-kata, kalimat dibentuk pula oleh intonasi, jeda, nada, dan tempo. 1. Klausa sebagai Unsur Pembentuk Kalimat Klausa merupakan kelompok kata yang terdiri atas subjek dan predikat. Klausa dibedakan menjadi dua macam, yaitu klausa utama dan klausa bawahan. a. Klausa utama adalah klausa yang bisa berdiri sendiri sebagai klaimat dan isinya sudah dapat kita pahami. Dlam kalimat majemuk bertingkat klausa ini menduduki inti kalimat.
b. Klausa bawahan adalah klausa yang belum lengkap isinya sehingga klausa ini tidak dapat berdiri sendiri. 2. Frase Sebagai Unsur Pembentuk Kalimat Frase adalah kelompok kata yang tidak melebihi batas fungsi, artinya frase tidak mengandung fungsi subjek, predikat, ataupun fungsi-fungsi lainnya. Frase masih mempertahankan makna aslinya dan tidak membentuk makna baru. 3. Jenis-jenis Kalimat Berdasarkan Jumlah Klausa Berdasarkan jumlah klausanya, kalimat dapat terbagi atas kalimat tunggal dan kalimat majemuk. a. Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa. b. Contoh: I love kecap sedap c. Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih. Kalimat majemuk masih dibedakan lagi atas kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. majemuk setara 1. Kalimat (koordinatif) adalah penggabungan dua klausa atau lebih yang masing-masing mempunyai kedudukan yang setara dalam struktur kalimat.Contoh: ibu dancow lactobacillus dengan double action kombinasi eksklusif prebiotik lactobacillus protectus dan prebiotik bantu jaga saluran pencernaan si kecil. 2. Kalimat majemuk bertingkat (subordinatif) yaitu menggabungkan dua klausa atau lebih sehingga terbukti kalimat majemuk yang salah satu klausanya menjadi bagian dari klausa yang lain. Contoh:. Saya tambah gemuk jadi pantang buat ngemil tapi perut suka perih 4. Konjungsi sebagai Penghubung di dalam Kalimat Majemuk Konjungtor yang digunakan untuk menggabungkan dua klausa di dalam kalimat majemuk setara adalah sebagai berikut: a. Konjungtor jumlah: dan, serta, baik-maupun. 148
WANASTRA Vol.I No.2 SEPTEMBER 2010
b. c.
Konjungtor pilihan: atau. Konjungtor pertentangan: tetapi, melainkan. Konjungtor yang digunakan untuk menggabungkan klausa subordinatif dengan klausa utama sebagai berikut a. Konjungtor waktu: setelah, sesudah, sebelum, sehabis, sejak, selesai, ketika. b. Konjungtor syarat: jika, kalau, jikalau, asal(kan), bila, manakala. c. Konjungtor pengandaian: andaikan, seandainya, andaikan, sekiranya. d. Konjungtor tujuan: agar, supaya, biar. e. Konjungtor konsesif: biarpun, meski(pun), sungguhpun, sekalipun, walaupun, f. Konjuntor perbandingan: seakanakan, seolah-olah, sebagaimana, seperti, sebagai, bagaikan, laksana, daripada, alih-alih, ibarat. g. Konjungtor sebab atau alasan: sebab, karena, oleh karena. h. Konjungtor hasil atau akibat: sehingga, sampai (-sampai). i. Konjungtor cara: dengan, tanpa. j. Konjungtor alat: dengan, alat.
III. METODE PENELITIAN Tulisan ini merupakan hasil dari penelitian sederhana, yaitu penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif dengan pendekatan sosiolinguistik. Dalam metode deskriptif, data yang terkumpul hanya dianalisis dan dipaparkan secara deskriptif. Seperti pendapat Arikunto (1990: 194) yang menyatakan bahwa penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji suatu hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan. Dalam penelitian ini, data yang terkumpul berupa kata-kata dan bukan dalam bentuk angka. Maka dari itu, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Alasan lain bahwa penelitian ini merupakan pendekatan kualitatif adalah (1) penyajian hasil penelitian ini berupa penjabaran tentang objek, (2) pengumpulan data dengan latar alamiah, (3) peneliti menjadi instrument utama. Pendekatan deskriptif kualitatif dalam penelitian ini adalah prosedur penelitian dengan hasil sajian data deskriftif berupa tuturan lisan dalam peristiwa tutur dan fenomena kebahasaan yang turut mempengaruhi interferensi bahasa gaul dalam iklan televisi.
SUMBER, TEKNIK PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA Data merupakan hal terpenting dalam penelitian, karena masalah timbul dalam penelitian disebabkan adanya penemuan data. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data adalah berupa tuturan bintang iklan televisi yang terdapat pada penayangan iklan di televisi yang telah dipilih secara acak dan telah ditranskrip dalam bentuk teks tertulis. Sumber data penelitian ini adalah iklan televisi yang ditayangkan di stasiun Televisi Swasta Nasional di Indonesia yaitu RCTI dalam kurun waktu tahun 2010. Perekaman dilakukan selama 1 minggu yaitu hari Rabu sampai Selasa, tanggal 20 – 26 Januari 2010. Penulis merekam klan-iklan yang ditayangkan di RCTI dengan menggunakan alat perekam kemudian ditranskrip dalam bentuk tulisan teks. Iklan yang diambil sebagai data sebanyak 10 iklan di televisi. Iklan tersebut merupakan promosi produk yang dikonsumsi oleh manusia. Data penelitian diperoleh berdasarkan pada proses pengamatan, mendengarkan, merekam dan mencatat penayangan iklan di televisi. Data yang diperoleh dari narasumber yaitu televisi ditranskrif dalam bentuk catatan dokumen pribadi. Kemudian data interferensi dikaji dengan metode pilah (bahasa penulis) yaitu mendeskripsikan kalimat-kalimat percakapan tersebut apakah terdapat perubahan gejala interferensi fonologi, morfologi, dan sintaksis. Setelah itu dibandingkan dengan penggunaan bahasa yang baku.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Wujud interferensi dari penggunaan bahasa Indonesia dalam iklan di televisi a. Interferensi Fonologi Interferensi fonologis terjadi apabila penutur mengungkapkan katakata dari suatu bahasa dengan menyisipkan bunyi-bunyi bahasa dari bahasa lain. Interferensi fonologis dibedakan menjadi dua macam, yaitu interferensi fonologis pengurangan huruf dan interferensi fonologis pergantian huruf. Peristiwa tutur yang ditemukan dalam iklan antara lain ; 1. Gak bisa makan tanpa kecap sedap. 2. Gak takut lagi. 3. Matanya tersenyum kian besar cinta ibu. 149
WANASTRA Vol.I No.2 SEPTEMBER 2010
4. 5.
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Asyik pool sekarang bisa nelpon gratis. Pagi…don’t forget tiba-tiba di Three bayar sekali nelpon gratis sepanjang hari. Aku cepet gede,ha…ha…. Saya tambah gemuk jadi pantang buat ngemil tapi perut suka perih. Si andi tambah gede. Orang-orang tambah gemes. Syukur gak gampang sakit. Kan dia terlindungi. Mah! Ini gak usah ya? Bawa aja deh! Ibu tau yang terbaik. BAB ku lancar.
Analisis Kalimat dari nomor 1 sampai 15 merupakan interferensi fonologi pengurangan dan pergantian huruf. Rincian data tersebut adalah : Interferensi fonologi pengurangan huruf : Kata Bahasa Baku Gak Tidak Nelpon Telepon Aja Saja Tau Tahu Ku Aku Interferensi fonologi pergantian huruf : Kata Bahasa Baku Pool Enak Cepet Cepat Gede Besar Tambah Manambah Gampang Mudah Mah Mama (Ibu) BAB Buang Air Besar b. Interferensi Morfologi Interferensi morfologis terjadi apabila dalam pembentukan kata suatu bahasa menyerap afiks-afiks bahasa lain. Penyimpangan struktur itu terjadi kontak bahasa antara bahasa yang sedang diucapkan (bahasa Indonesia) dengan bahasa lain yang juga dikuasainya (bahasa daerah atau bahasa asing). Interferensi morfologis meliputi kekeliruan dalam memberikan akhiran dan awalan. Peristiwa tutur yang ditemukan dalam iklan antara lain; 1. Bayi belum punya refleks berkedip sempurna. 2. Daripada itu mending beli susu buat anak.
3. 4. 5.
6. 7.
Saya pilih susu nestle ideal harganya terjangkau. Susu nestle ideal punya zat besi siap bantu anak jadi sehat. Tonikum Bayer formula baru dengan Fe2+ membantu atasi gejala kurang darah. Tonikum Bayer atasi kurang darah. Ibu dancow lactobacillus protectus dan prebiotik bantu jaga saluran pencernaan si kecil.
Analisis Kalimat dari nomor 1 sampai 7 terdapat kekeliruan dalam interferensi morfologi. Kalimat yang benar seharusnya adalah sebagai berikut : 1. Bayi belum mempunyai refleks berkedip sempurna. 2. Daripada itu mending membeli susu buat anak. 3. Saya memilih susu nestle ideal harganya terjangkau. 4. Susu nestle ideal mempunyai zat besi siap membantu anak menjadi sehat. 5. Tonikum Bayer formula baru dengan Fe2+ membantu mengatasi gejala kekurangan darah. 6. Tonikum Bayer mengatasi kekurangan darah. 7. Ibu dancow lactobacillus protectus dan prebiotik membantu menjaga saluran pencernaan si kecil. c.
Interferensi Sintaksis Interferensi sintaksis terjadi apabila struktur bahasa lain (bahasa Jawa, bahasa Inggris, bahasa Arab, dan bahasa Gaul) digunakan dalam pembentukan kalimat bahasa yang digunakan. Penyerapan unsur kalimatnya dapat berupa kata, frasa, dan klausa. Interferensi sintaksis seperti ini tampak jelas pada peristiwa campur kode. Peristiwa tutur yang ditemukan dalam iklan, antara lan ; 1. Beli hp esia online, tante. 2. Biar bisa facebook kan setiap saat. 3. I love kecap sedap. 4. Daripada itu mending beli susu buat anak. 5. Pagi..beibe! 6. Pagi…don’t forget tiba-tiba di Three bayar sekali nelpon gratis sepanjang hari. 7. Update status, upload foto Cuma 3000 seminggu.
150
WANASTRA Vol.I No.2 SEPTEMBER 2010
8.
GS, Esia free sender, email juga murah.
Analisis
Kalimat dari nomor 1 sampai 8 mengalami interferensi sintaksis. Katakata yang yang ditulis miring dipengaruhi oleh bahasa lain yaitu :
Tabel 1. Kata-kata serapan Kata
Asal Bahasa
Bahasa Indonesia
Online
Bahasa Inggris
Sambung jaring
Facebook
Bahasa Inggris
I Love
Bahasa Inggris
Dinding menyampaikan pesan lewat internet Saya suka
Mending
Bahasa sunda
Lebih baik
Beibe
Bahasa Inggris
Sayang
Don’t forget
Bahasa Inggris
Jangan lupa
Update, upload
Bahasa Inggris
mutakhir, mengunduh
Free sender
Bahasa Inggris
Bebas mengirim
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya interferensi penggunaan bahasa Indonesia dalam iklan di televisi Penggunaan bahasa Indonesia dalam iklan di televsi ternyata dipengaruhi oleh bahasa asing yaitu bahasa Inggris dan bahasa daerah yaitu bahasa Sunda. Selain itu juga dipengaruhi oleh bahasa gaul. Ternyata dari sini dapat disimpulkan bahwa bahasa dalam iklan begitu mudahnya dicerna oleh masyarakat dan ditiru. Karena kebanyakan mudah, santai, dan nyata menggunakan bahasa komunikasi sehari-hari yang tidak resmi. Keberadaan bahasa dalam iklan di televisi dipengaruhi oleh faktor sosial dan ekonomi masyarakat serta fakta-fakta yang sedang terjadi dikalangan masyarakat. 3.
Pola kalimat yang terdapat dalam bahasa iklan di televisi Kalimat yang dianalisis pada bagian ini hanya kalimat yang dianalisis dengan bentuk interferensi fonologi, morfologi, dan sintaksis dalam bahasa gaul yang digunakan didalam iklan. Kalimat-kalimat tersebut adalah : 1. 2.
makan tanpa Gak bisa S P (kata kerja) kecap sedap frase
3.
Gak (tidak) takut lagi. Frasa
4.
Matanya tersenyum kian S P
5. besar cinta ibu frasa 6.
Asyik pool sekarang bisa nelpon gratis. Frasa
7.
Pagi…don’t forget tiba-tiba di Three bayar sekali nelpon gratis sepanjang hari. Frasa
8.
Aku cepet gede,ha…ha… klausa tunggal
9.
Si Andi tambah gede. S P Kata sifat
10. Orang-orang tambah S P 11. gemes. Kt.sifat 12. Syukur gak gampang sakit. 151
WANASTRA Vol.I No.2 SEPTEMBER 2010
Frasa 13. Kan dia terlindungi. S P 14. Mah! Ini gak usah ya? S P 15. Bawa aja deh! frasa (Kalimat Perintah) 16. Ibu tau yang terbaik S P 17. BAB ku lancer Frasa 18. Bayi belum punya refleks berkedip sempurna S P 19. Daripada itu mending beli susu buat anak S P O 20. Saya pilih susu nestle ideal S P K
21. harganya terjangkau. kalimat tunggal
22. Susu nestle ideal punya zat besi siap bantu anak jadi sehat. S P O P O 23. Tonikum Bayer atasi kurang darah S P K 24. I love kecap sedap. S P O 25. Pagi..beibe! frasa
gejala kebahasaan yang ada dalam bahasa iklan seyogyanya di dalam iklan kita menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar agar mempunyai pengaruh yang positif untuk kehidupan sosial masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto. 1990. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia, cet. V. Chaer, Abdul. 2007. Kajian Bahasa: Struktur Internal, Pemakaian dan Pemelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Chaer, Abdul dan Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. Emzir. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan. Rajawali Pers, Jakarta. Harefa, Andrias. 2003. Agar MenulisMengarang Bisa Gampan. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia Hastho susilo, Wahyu. 2007. Skripsi : Pilihan Bahasa Dalam Iklan Televisi. Universitas Negeri Semarang Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik, Jakarta: PT. Gramedia, cet. V. Ohowiutun, Paul. 2002. Sosiolinguistik: Memahami Bahasa Dalam Konteks MAsyarakat dan Kebudayaan. Jakarta: Visipro Rahayu, Octy. 2004. Assosiati Pornografis pada Wacana Iklan di Televisi. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra UNNES, Semarang. Sumarmi. 2003. Alih Kode dan Campur Kode Pemakaian Bahasa Indonesia dalam Kolom Reboan. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
V.
KESIMPULAN Dalam tulisan ini dihasilkan bahwa penggunaan bahasa gaul dalam iklan di televisi ternyata mengalami interferensi fonologi, morfologi, dan sintaksis. Mungkin kalau diteliti lebih dalam akan ada gejala semantik. Selain itu, dalam pola-pola kalimatnya pun bervariasi. Ada yang hanya berbentuk frasa, kalimat tunggal, kalimat majemuk setara dan bertingkat, dan sebagainya. Meskipun pola kalimatnya banyak yang tidak mengikuti bahasa Indonesia yang baku. Akan tetapi, apapun 152