WP/12 /2014
WORKING PAPER
INTERBANK MARKET WITH DSGE BANK
Harmanta Aditya Rachmanto Fajar Oktiyanto Idham
Desember, 2014
Kesimpulan, pendapat, dan pandangan yang disampaikan oleh penulis dalam paper ini merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan penulis dan bukan merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan resmi Bank Indonesia.
INTERBANK MARKET WITH DSGE BANK Harmanta, Aditya Rachmanto, Fajar Oktiyanto, Idham
Abstrak Dalam penelitian ini dibangun model DSGE untuk perekenomian terbuka (small open economy) Indonesia yang telah dilengkapi dengan mekanisme interbank market (pasar interbank) untuk menggambarkan friksi keuangan dari sisi suplai bank. Dalam suplai tersebut terdapat mekanisme optimasi portfolio oleh bank, yaitu optimasi dalam menyalurkan kredit atau menyimpan dalam risk free asset (aset tanpa risiko). Sementara itu, financial friction yang terjadi di sisi demand dimodelkan dengan collateral constraint dan financial accelerator. Sektor perbankan dalam model juga didesain agar dapat melakukan simulasi bauran kebijakan moneter (BI rate dan nilai tukar) dan kebijakan makroprudensial (CAR requirement dan LTV ratio requirement). Hasil simulasi menunjukkan bahwa shock yang terjadi pada interbank market akan memengaruhi kondisi bank secara umum, terutama pada bank capital, CAR, dan loan to deposit ratio (LDR). Kondisi neraca bank tersebut akan mempengaruhi sektor riil. Model ini juga mampu menangkap prosiklikalitas dan financial accelerator yang terjadi akibat adanya financial frictions dalam perekonomian. GDP akan semakin tinggi saat fase ekspansi jika dibandingkan dengan kondisi tanpa financial frictions, demikian pula sebaliknya, PDB akan lebih rendah saat terjadi fase kontraksi. Kontraksi pada perekonomian akan direspons oleh bank dengan mengurangi tingkat penyaluran kreditnya, yang disebabkan oleh tingginya risiko yang dihadapi oleh bank, yang juga akan meningkatkan suku bunga kredit bank sehingga entrepreneur semakin sulit menerima pinjaman. Kondisi ini membuat bank semakin menekan penyaluran kredit untuk mencegah tergerusnya kapital bank. Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa shock berupa policy mix kebijakan moneter dan makroprudensial akan menghasilkan dinamika PDB dan inflasi yang cenderung lebih stabil dibandingkan jika hanya menggunakan satu instrumen kebijakan. Keywords
: monetary policy, DSGE macroprudential policy JEL Classification : E32, E44, E52, E58
with
banking
sector,
1
I. PENDAHULUAN
Krisis keuangan global yang berlangsung dewasa ini menggarisbawahi kebutuhan untuk mengembangkan model DSGE yang memiliki hubungan eksplisit antara sektor riil dan keuangan serta keberadaan sektor perbankan yang aktif. Model dengan kapasitas tersebut akan memungkinkan dilakukannya evaluasi empiris dari peran dan perilaku bank dalam mentransmisikan shock yang berasal dari sisi penawaran ataupun sisi permintaan. Namun, literatur mengenai permodelan DSGE yang digunakan untuk melakukan formulasi kebijakan sebagian besar mengabaikan sektor perbankan. Krisis finansial global yang terjadi memberikan pelajaran mengenai pentingnya hubungan antara sektor riil dan keuangan dalam model DSGE sebagai fokus perhatian. Di Indonesia penelitian empiris menemukan bahwa prosiklikalitas dari sektor keuangan di Indonesia tergolong cukup tinggi. Penelitian dari Agung (2010) menunjukkan bahwa pertumbuhan kredit riil lebih cepat dari PDB pada periode ekspansi. Sebaliknya, penurunan kredit rill yang jauh lebih besar dari penurunan PDB terjadi pada periode kontraksi. Tingginya prosiklikalitas sektor perbankan di Indonesia tersebut menuntut perlunya sinergi kebijakan moneter dan kebijakan makroprudensial untuk memitigasi fluktuasi ekonomi (business cycle) dan siklus keuangan yang berlebihan. Penelitian Harmanta et al. (2013) telah memodelkan prosiklikalitas sektor keuangan dengan menggunakan financial accelerator ala BGG (1999) pada agen entrepreneurs dan collateral contraints pada agen household. Penelitian itu telah memodelkan sektor yang didesain sesuai dengan kondisi Indonesia dan telah mampu melakukan simulasi kebijakan moneter (BI rate) dan nilai tukar serta kebijakan makroprudensial pada institusi keuangan, dalam hal ini perbankan, berupa simulasi perubahan CAR requirement dan LTV ratio requirement untuk household. Namun, penelitian tersebut masih menggunakan homogeneous agent untuk merepresentasikan sektor perbankan sehingga financial frictions dalam model baru terjadi pada satu sisi pasar kredit, yaitu sisi demand yang dimodelkan dengan mekanisme financial accelerator dan collateral contraints. Sementara itu, financial friction dari sisi suplai pasar kredit masih belum dimodelkan. Berbagai penelitian dalam literatur terkini menekankan pentingnya permodelan sisi suplai pasar kredit yang dapat memberikan informasi vital mengenai transmisi antarbank serta hubungannya dengan otoritas keuangan dan bank sentral. Lebih lanjut, 2
dalam masa krisis, sisi suplai pasar kredit memiliki peran penting dalam menyebarluaskan krisis yang terjadi. Paper
ini
melanjutkan
penelitian
Harmanta
et
al.
(2013)
dengan
pengembangan utama pada sisi supply pasar kredit. Dengan mempertimbangkan struktur
interbank market
di
Indonesia,
pengembangan
sektor
perbankan
dilakukan mengikuti Ali Dib (2009), yaitu terdapat dua heterogeneous agents pada sektor perbankan yang menawarkan jasa perbankan yang berbeda dan saling berinteraksi dalam suatu pasar yang dinamakan interbank market. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan model DSGE sektor perbankan dengan financial friction, baik collateral constraint maupun financial accelerator, serta menambahkan mekanisme interbank market untuk keperluan simulasi kebijakan moneter maupun macroprudential. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Sebagai salah satu alat bantu dalam melakukan formulasi bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang akan ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Sebagai salah satu langkah dalam competence building dalam mengembangkan model
DSGE
dengan
fitur
simulasi
bauran
kebijakan
moneter
dan
makroprudensial untuk kebutuhan pengembangan core model FPAS pada masa yang akan datang (sesuai dengan best practice dari advanced countries yang saat ini telah mengadopsi core model yang berbasis DSGE). Penelitian
ini
disusun
sebagai
berikut.
Bagian
1
mengutarakan
pendahuluan, tujuan, dan manfaat penelitian. Bagian 2 berupa ulasan singkat mengenai literatur terkait. Bagian 3 menjelaskan detail DSGE model yang dikembangkan. Bagian 4 perincian estimasi dan simulasi. Bagian 5 simpulan dan rencana pengembangan selanjutnya.
3
II. TINJAUAN LITERATUR
2.1
Permodelan Financial Friction dalam DSGE Model Dalam literatur upaya untuk memodelkan prosiklikalitas sistem keuangan
diantaranya dilakukan dengan memperkenalkan financial friction pada model DSGE. Untuk memodelkan friksi yang terjadi pada sisi demand dari pasar kredit, terdapat dua pendekatan utama yang diterima secara luas, yaitu collateral constraint dan financial accelerator. Asumsi
dasar
dari
pendekatan
financial
accelerator
pertama
kali
diperkenalkan oleh Bernanke, Gertler, and Gilchrist pada tahun 1999 (BGG), yaitu adanya information asymmetry antara peminjam dan yang meminjamkan sehingga menghasilkan external finance premium yang menggambarkan perbedaan biaya apabila melakukan peminjaman dibandingkan dengan apabila menggunakan dana sendiri. External finance premium ditentukan oleh besarnya net worth dari peminjam dan akan menentukan besarnya pinjaman yang dapat diterima. Sementara itu, pendekatan collateral constraint, seperti yang diperkenalkan Kiyotaki and Moore (1997), adalah pergerakan dari harga aset yang berinteraksi dengan ketidaksempurnaan market (adanya asimetri informasi antara kreditur dan debitur, misalnya kemampuan membayar debitur) membuat suatu proses yang memperbesar respons dari shocks. Namun, berbeda dengan pendekatan financial accelerator, assets dari peminjam secara langsung akan mempengaruhi besarnya pinjaman yang dapat diterima dan tidak melalui pengaruhnya terhadap external finance premium. Kekurangan dari financial frictions yang hanya menggunakan financial accelerator atau collateral constraint adalah keduanya hanya memodelkan satu sisi dari pasar kredit, yaitu sisi demand. Gertler dan Kiyotaki (2009) mengembangkan framework sektor perbankan yang menemukan bahwa adanya liquidity shock pada bank dapat mengakibatkan segmentasi pasar uang antarbank yang pada gilirannya akan memiliki spillover effect pada sektor riil. Atas dasar temuan itu, mereka berargumen bahwa interbank market seharusnya terdapat di dalam financial block model DSGE karena saat terjadi krisis keuangan, interbank market memiliki peran penting dalam menyebarluaskan krisis yang terjadi. Ali Dib (2009) mengembangkan fully micro–founded closed economy DSGE model yang menginkorporasikan hubungan eksplisit antara sektor riil dan sektor 4
finansial serta memiliki sektor perbankan yang aktif. Hal itu dicapai dengan memodelkan optimisasi banks dan kedua sisi pasar kredit (supply dan demand) secara eksplisit. Sisi demand dari kredit dimodelkan dengan menggunakan financial accelerator ala BGG (1999), sedangkan sisi supply dari pasar kredit dimodelkan dengan memperkenalkan asumsi bahwa terdapat dua tipe dari heterogenous banks, yaitu savings bank dan lending bank yang menawarkan jasa perbankan yang berbeda dan keduanya berinteraksi dalam pasar yang dinamakan interbank market.
Gambar 1. Skema Financial Intermediaries Ali Dib (2009)
Seperti pada skema di atas, Ali Dib memodelkan monopolistically competitive savings banks sebagai penerima deposit dari household workers dan membayarkan 𝐷 deposit interest rate, 𝑅𝑗,𝑡 . Dalam mengalokasikan portofolionya, savings bank
menentukan komposisi optimal antara meminjamkan melalui interbank market pada lending banks yang memberikan interest rate 𝑅𝑡𝐼𝐵 dan menginvestasikan pada risk-free assets government bond yang memberikan bunga sebesar 𝑅𝑡 . Pada setiap periode terdapat probabilitas lending banks mengalami default dan tidak dapat mengembalikan interbank borrowing-nya. Di sisi lain, ketika akan melakukan investasi pada risk–free assets, savings bank harus membayar asuransi premium (cost dari menggunakan risk–free assets). Monopolistically competitive lending banks dimodelkan meminjam dari savings bank melalui interbank market dan meminta bank capital dari bankers dengan membayar bank capital price 𝑄𝑡𝑍 . Setiap lending bank juga dapat menerima injeksi likuiditas dari bank sentral, 𝑚𝑗,𝑡 , serta finansial intermediasi Γ𝑡 .
5
Carrera dan Vega (2012) menggunakan pendekatan yang berbeda dalam memodelkan interbank market. Dalam papernya mereka mengasumsikan terdapat dua tipe bank, retail bank dan narrow bank. Dalam pendekatan ini hanya primary dealers yang diizinkan untuk berhubungan langsung dengan bank sentral sesuai dengan kondisi financial intermediaries yang terjadi di Amerika Serikat.
Gambar 2. Skema Financial Intermediaries Carrera dan Vega (2012)
Mekanisme
dalam
permodelan
tersebut
menggambarkan
retail
bank
menghimpun deposit dari households dan meminjam dari interbank market untuk disalurkan melakukan
ke
entrepreneur
penempatan
dalam
liquidity
bentuk dalam
loan,
sedangkan
interbank
market
narrow bank yang
sumber
penghimpunan dananya berasal dari penerbitan equity.
2.2
Karakteristik Perekonomian dan Sektor Perbankan Indonesia Ekonomi Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang konstan dalam satu
dekade terakhir, dengan rata-rata PDB sebesar 5,45% dari periode 2001–2013. Ekonomi terus tumbuh dengan puncaknya terjadi pada tahun 2011 dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 6,49% year on year. Pencapaian itu tergolong impressive apabila dibandingkan dengan negara-negara sekitar yang terkena krisis global 2007/2008. Pada sisi permintaan, ekonomi Indonesia ditopang oleh konsumsi swasta yang memiliki share 62,58% terhadap total PDB, diikuti oleh investasi sebesar 26,80%, lihat Tabel 2. Persistennya konsumsi domestik dan tingginya share ekspor
6
akibat tingginya permintaan negara-negara tujuan utama ekspor, seperti Cina dan India—terutama untuk barang komoditas dan tambang—memberikan kontribusi yang penting bagi pertumbuhan ekonomi. Meningkatnya share investasi dari tahun ke tahun membawa kemajuan perekonomian dengan penciptaan lapangan kerja dan pendapatan sehingga dapat menjaga tingkat konsumsi masyarakat. Pada sisi produksi, ekonomi Indonesia ditopang oleh industri pengolahan yang masih memiliki share terbesar terhadap PDB Indonesia yang diikuti oleh perdagangan,
hotel,
dan
restoran.
Meningkatnya
konsumsi
dalam
negeri
masyarakat dan permintaan komoditas ekspor oleh negara mitra ekspor telah mendorong pertumbuhan perekonomian di berbagai sektor.
Tabel 1. Pertumbuhan Komponen PDB Indonesia Keterangan PDB According to Sector - Pertanian - Pertambangan dan Penggalian - Industri Pengolahan - Listrik, Gas, dan Air Bersih - Bangunan - Perdagangan, Hotel dan Restoran - Pengangkutan dan Komunikasi - Keuangan, Persewaan dan Jasa - Jasa - jasa PDB According to Demand - Konsumsi Swasta - Investasi - Government - Ekspor - Impor PDB Total
3.26% 0.33% 3.30% 7.92% 4.58% 3.95% 8.10% 6.76% 3.24%
3.45% 1.00% 5.29% 8.94% 5.48% 4.27% 8.39% 6.70% 3.75%
3.79% -1.37% 5.33% 4.87% 6.10% 5.45% 12.19% 6.73% 4.41%
2.82% -4.48% 6.38% 5.30% 7.49% 5.70% 13.38% 7.66% 5.38%
2.72% 3.20% 4.60% 6.30% 7.54% 8.30% 12.76% 6.70% 5.16%
3.36% 1.70% 4.59% 5.76% 8.34% 6.42% 14.23% 5.47% 6.16%
3.47% 1.93% 4.67% 10.33% 8.53% 8.93% 14.04% 7.99% 6.44%
4.83% 0.71% 3.66% 10.93% 7.55% 6.87% 16.57% 8.24% 6.24%
3.01% 3.86% 4.74% 5.33% 6.95% 8.69% 13.41% 5.67% 6.04%
3.37% 1.39% 6.14% 4.82% 6.65% 9.17% 10.70% 6.84% 6.75%
4.20% 1.77% 5.74% 6.13% 6.81% 8.21% 9.98% 7.15% 5.30%
3.54% 1.34% 5.56% 5.58% 6.57% 5.93% 10.19% 7.56% 5.46%
3.49% 8.56% 7.56% 0.64% 4.18% 3.64%
3.84% -4.46% 12.99% -1.22% -4.25% 4.50%
3.89% 10.84% 10.03% 5.89% 1.56% 4.78%
4.97% 6.90% 3.99% 13.53% 26.65% 5.03%
3.95% 12.38% 6.64% 16.60% 17.77% 5.69%
3.17% 1.34% 9.61% 9.41% 8.58% 5.50%
5.01% 1.93% 3.89% 8.54% 9.06% 6.35%
5.34% 4.86% 4.74% 12.44% 2.43% 8.80% 10.43% 15.67% 0.32% 9.53% -9.69% 15.27% 10.00% -14.98% 17.34% 6.01% 4.63% 6.22%
4.71% 10.53% 3.20% 13.65% 13.34% 6.49%
5.28% 15.88% 1.30% 2.00% 6.66% 6.26%
5.28% 4.85% 4.87% 5.30% 1.21% 5.78%
3.96% 4.47% 2.21% 14.29% 7.07% 1.28% 15.85% 5.21% 6.42%
Pendapatan yang meningkat serta inflasi yang terjaga rendah dan suku bunga yang juga rendah ikut mendorong pertumbuhan sektor-sektor produksi, seperti bangunan dan pengangkutan. Sektor lainnya yang juga berkembang dengan pesat adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa, serta sektor jasa-jasa. Pertumbuhan sektor-sektor tersebut memberikan dampak kenaikan PDB total sebesar 6,23% pada tahun 2012.
7
Tabel 2. Share Komponen PDB Indonesia Keterangan PDB Menurut Lapangan Usaha - Pertanian - Pertambangan dan Penggalian - Industri Pengolahan - Listrik, Gas, dan Air Bersih - Bangunan - Perdagangan, Hotel dan Restoran - Pengangkutan dan Komunikasi - Keuangan, Persewaan dan Jasa - Jasa - jasa PDB Menurut Jenis Penggunaan - Konsumsi Swasta - Investasi - Government - Ekspor - Impor
15.60% 12.07% 27.75% 0.60% 5.51% 16.15% 4.68% 8.31% 9.34%
15.54% 11.68% 27.65% 0.63% 5.56% 16.20% 4.88% 8.56% 9.30%
15.39% 11.29% 27.86% 0.66% 5.61% 16.16% 5.06% 8.74% 9.23%
15.24% 14.92% 14.50% 14.21% 13.82% 13.67% 13.58% 13.17% 10.63% 9.66% 9.44% 9.10% 8.72% 8.28% 8.27% 8.09% 28.01% 28.37% 28.08% 27.83% 27.39% 26.78% 26.17% 25.80% 0.66% 0.66% 0.66% 0.66% 0.69% 0.72% 0.79% 0.78% 5.68% 5.82% 5.92% 6.08% 6.20% 6.29% 6.44% 6.48% 16.26% 16.37% 16.77% 16.92% 17.33% 17.47% 16.91% 17.30% 5.42% 5.85% 6.24% 6.76% 7.25% 7.97% 8.82% 9.42% 8.90% 9.12% 9.21% 9.21% 9.35% 9.55% 9.60% 9.55% 9.20% 9.23% 9.18% 9.24% 9.25% 9.27% 9.43% 9.41%
12.78% 7.70% 25.71% 0.77% 6.49% 17.74% 9.79% 9.58% 9.43%
12.51% 7.36% 25.59% 0.77% 6.57% 18.05% 10.14% 9.66% 9.35%
12.27% 7.06% 25.54% 0.77% 6.57% 18.09% 10.56% 9.82% 9.32%
61.07% 22.04% 6.47% 40.59% 30.17%
61.06% 23.11% 6.72% 39.47% 30.37%
61.56% 21.44% 7.38% 37.86% 28.23%
59.64% 22.16% 7.57% 37.37% 26.74%
55.63% 24.81% 8.23% 49.59% 38.27%
55.42% 27.44% 7.89% 47.87% 38.62%
62.58% 26.80% 7.77% 47.35% 36.72%
60.94% 23.06% 7.66% 41.31% 32.96%
59.33% 24.27% 7.65% 45.11% 36.36%
58.82% 23.64% 8.06% 47.42% 37.94%
59.20% 23.09% 8.03% 49.34% 39.66%
57.95% 24.13% 8.24% 50.22% 40.54%
57.39% 23.34% 9.00% 42.83% 32.55%
56.87% 24.03% 8.54% 46.71% 36.14%
Salah satu asumsi yang diterapkan dalam permodelan sektor perbankan dalam model DSGE oleh beberapa bank sentral adalah adanya market power dari bank dalam pasar penghimpunan atau penyaluran dana sehingga bank memiliki kekuatan dalam menentukan tingkat suku bunga DPK atau suku bunga kredit. Beberapa penelitian empiris di Indonesia menunjukkan simpulan yang sama. Salah satunya adalah Purwanto (2009) yang menyimpulkan bahwa dinamika spread suku bunga perbankan (didefinisikan sebagai perbedaan antara suku bunga penyaluran dana dikurangi dengan suku bunga penghimpunan dana) sebagian besar dipengaruhi oleh dinamika dari tingkat konsentrasi industri perbankan di Indonesia. Dalam penelitian tersebut, digunakan HerfindahlHirschman Index sebagai ukuran dari tingkat konsentrasi industri perbankan. Berdasarkan estimasi model empiris digunakan data bulanan individual bank (panel) mulai Januari 2002 sampai dengan April 2009. Simpulannya adalah bahwa penurunan spread suku bunga selama periode estimasi disebabkan oleh peningkatan kompetisi di sektor perbankan karena terjadinya peningkatan market share dari sebagian besar bank yang diikuti dengan penurunan market share dari bank dengan aset besar. Hal itu sejalan dengan penelitian yang menggunakan pendekatan
structure-conduct-performance
yang
menghubungkan
konsentrasi
pasar dengan kekuatan pasar (market power) dan perilaku penentuan suku bunga (Berger et al., 2004). Selain itu, dalam model DSGE yang dikembangkan berbagai bank sentral juga diasumsikan bahwa terdapat stickiness dalam suku bunga retail perbankan jika dikaitkan dengan dinamika dari suku bunga kebijakan. Dari sudut pandang 8
teoretis, bank dapat memandang bahwa adalah optimal untuk tidak terlalu sering mengubah suku bunga apabila permintaan konsumen bersifat inelastis dalam jangka pendek karena tingginya switching cost (Calem et al., 2006) atau karena adanya suatu fixed cost (menu cost) dalam melakukan perubahan tingkat suku bunga (Berger dan Hannan, 1991). Alasan teoretis lain yang juga dikemukakan oleh ahli ekonomi adalah adanya kepentingan bank untuk menjaga hubungan dengan konsumen sehingga bank melakukan interest rate smoothing untuk melindungi konsumen dari fluktuasi suku bunga pasar (kebijakan). Hal itu memungkinkan bank untuk menetapkan suku bunga yang tinggi di saat suku bunga kebijakan sedang rendah (Berger dan Udell, 1992). Secara sederhana respons jangka pendek yang rigid dari suku bunga retail perbankan terhadap dinamika suku bunga kebijakan telah dibahas dalam penelitian sebelumnya oleh Harmanta et al. (2012).
Analisis impulse response
dilakukan terhadap bivariate VAR system1 yang menunjukkan bahwa respons jangka pendek dari suku bunga retail bank terhadap perubahan dari BI rate cukup terbatas, terutama untuk suku bunga kredit konsumsi. Suku bunga deposito dan suku bunga kredit untuk perusahaan memiliki respons yang kurang lebih sama. Walaupun nilainya tidak sekecil respons dari suku bunga konsumsi, tingkat stickiness yang cukup tinggi tetap ditunjukkan. Dengan
adanya
evidence
bahwa
sektor
keuangan
di
Indonesia
menunjukkan prosiklikalitas yang tinggi, seperti yang tercermin dari pertumbuhan kredit riil yang mengikuti pertumbuhan PDB, dan pengalaman krisis keuangan global tahun 2008, ternyata menjaga inflasi saja tidaklah cukup untuk mencapai stabilitas ekonomi makro, Bank Indonesia mengadopsi flexible inflation targeting framework untuk dapat menjaga stabilitas sistem keuangan dengan lebih baik. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menggunakan pendekatan bauran
kebijakan
moneter
(conventional
policy)
dan
makroprudensial
(unconventional policy). Instrumen-instrumen dari kebijakan makroprudensial yang digunakan ini antara lain adalah loan to value ratio (LTV) dan reserve requirement (GWM).
1Masing-masing
VAR system juga terdiri atas variabel eksogen, yaitu besarnya reserve ratio untuk VAR dari suku bunga deposito; dan besarnya modal, bobot aset beresiko (ATMR dibagi total kredit), dan besarnya pinjaman yang disalurkan untuk VAR suku bunga pinjaman.
9
Untuk ketentuan LTV, Bank Indonesia, dengan mempertimbangkan bahwa kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB) tumbuh di atas rata-rata kredit, melalui SE No.14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012, yang mulai berlaku efektif tanggal 15 Juni 2012 lalu, Bank Indonesia memberlakukan LTV untuk KPR adalah maksimal 70%, lebih ketat jika dibandingkan dengan ratarata aktual berkisar 82,5%. Namun, untuk KKB aturannya dibedakan menjadi sebagai berikut: KKB roda dua, DP minimal sebesar 25% (atau LTV sebesar 75%); KKB roda empat, DP minimal sebesar 30% (kendaraan untuk keperluan nonproduktif) dan 20% (kendaraan untuk keperluan produktif); KKB angkutan umum, DP minimal sebesar 20%. Dengan demikian, sebelum diberlakukannya peraturan Bank Indonesia, rata-rata LTV (KPR dan KKB) adalah sekitar 85% dan berubah
lebih
ketat
menjadi
sekitar
72,5%
setelah
peraturan
tersebut
diberlakukan (Gambar 3).
40.0 %
%
90 85
30.0
80
20.0
75
10.0
70
0.0
65
Pert. Kredit Nominal
GWM Primer
LTV (average, rhs)
Gambar 3. Data Historis Pertumbuhan Kredit Nominal, GWM dan LTV
Sementara untuk GWM di Indonesia, dalam konteks hubungannya dengan siklus ekonomi, pada saat ekonomi dunia dan domestik terkontraksi pada tahun 2008–2009,
GWM
primer
ditetapkan
sebesar
5%.
Selanjutnya,
dengan
membaiknya kondisi perekonomian, yang diiringi dengan inflasi (dan juga ekspektasi inflasi) yang meningkat, Bank Indonesia memutuskan menaikkan GWM primer dari 5% menjadi 8%. Dengan adanya pengetatan pada kedua instrumen makroprudensial ini, terutama pada LTV ratio yang diturunkan menjadi rata-rata 72,5% (KKB dan KPR) pada semester II 2013, terlihat bahwa pertumbuhan kredit nominal di Indonesia mulai mengalami penurunan secara lebih gradual dari pola historisnya.
10
Adapun untuk pasar uang antarbank (interbank market) di Indonesia, dengan kondisi ekses likuiditas perbankan yang ada, suku bunga PUAB overnight pada umumnya berada pada kisaran koridor bawah Bank Indonesia yang dibatasi oleh deposit facility (DF).
Gambar 4. RED Desember 2014 – Overnight Interbank Rates
11
III. MODEL DSGE DENGAN SEKTOR PERBANKAN
3.1
Rumah Tangga (Households) dan Pengusaha (Entrepreneurs) Patient household memaksimalkan fungsi utilitasnya berdasarkan pilihan
tingkat konsumsi 𝑐𝑡𝑃 , waktu untuk istirahat (di luar waktu untuk bekerja 𝑛𝑡𝑃 ), dan kepemilikan aset perumahan 𝜒𝑡𝑃 dengan discount factor 𝛽𝑝 . max 𝑃 𝑃 𝑃
𝑐𝑡 ,𝜒𝑡 ,𝑛𝑡 (𝑖)
1−𝜎𝑐
𝑃 (𝑐𝑡𝑃 (𝑖)−𝜉𝑐𝑡−1 )
𝑡 ∑∞ 𝑡=0(𝛽𝑃 ) [
+ 𝜀χ,𝑡
1−𝜎𝑐
𝜒𝑡𝑃 (𝑖)1−𝜎𝜒 1−𝜎𝜒
− 𝜀𝑛,𝑡
𝑛𝑡𝑃 (𝑖)1+𝜎𝑛 ] 1+𝜎𝑛
........................ (1)
Parameter 𝜉 merupakan tingkat external habit formation dan 𝜀𝜒,𝑡 , 𝜀𝑛,𝑡 adalah shock intertemporal, housing preference, dan labour preference yang memiliki dinamika AR(1) dengan error yang i.i.d. Patient household mempunyai pendapatan yang berasal atas penyediaan 𝐷 )𝑑 tenaga kerja kepada pengusaha 𝑊𝑡 𝑛𝑡𝑃 , pendapatan deposito (1 + 𝑟𝑡−1 𝑡−1 , dividen
dari perusahaan yang dimilikinya Π𝑡𝑃 , dan pendapatan dari bunga obligasi pemerintah serta eksternal. Penghasilan ini digunakan untuk membayar pajak 𝑇𝑡𝑃 , membiayai pengeluaran konsumsi, membeli aset perumahan, dan menyimpan 𝑃 sisanya dalam bentuk deposito 𝑑𝑡 , obligasi pemerintah 𝐵𝑔,𝑡 , dan obligasi eksternal
𝐵𝑡∗ . Dengan demikian, budget constraint yang dihadapi oleh patient household adalah: 𝑃 (𝑖)) 𝐷 )𝑑 𝑃 𝑃𝑡 𝑐𝑡𝑃 (𝑖) + 𝑃𝜒,𝑡 (𝜒𝑡𝑃 (𝑖) − (1 − 𝛿𝜒 )𝜒𝑡−1 + 𝑑𝑡 (𝑖) + 𝐵𝑔,𝑡 + 𝑒𝑡 𝐵𝑡∗ = 𝑊𝑡 𝑛𝑡𝑃 (𝑖) + (1 + 𝑟𝑡−1 𝑡−1 (𝑖) − 𝑃 ∗ )𝑒 ∗ 𝑇𝑡𝑃 (𝑖) + Π𝑡𝑃 (𝑖) + (1 + 𝑟𝑡−1 )𝐵𝑔,𝑡−1 + 𝜌𝑡−1 (1 + 𝑟𝑡−1 𝑡 𝐵𝑡−1 ..............................................(2)
Dalam perumahan
budget
constraint,
masing-masing
variabel
dikalikan
pengeluaran dengan
konsumsi
tingkat
dan
harganya
aset untuk
mendapatkan bentuk nominalnya. Parameter 𝛿𝜒 merupakan tingkat depresiasi dari aset perumahan yang dimiliki oleh households. Dari fungsi tujuan dan budget constraint patient household di atas, didapatkan solusi persamaan yang dapat menjelaskan besarnya konsumsi patient household, yang dipengaruhi oleh besarnya suku bunga deposito, pajak atas bunga deposito, serta inflasi yang terjadi yang dapat dituliskan: 𝑃 (𝑐𝑡+1 − 𝜉𝑐𝑡𝑃 )−𝜎𝑐 (𝛽𝑃 (
𝑃 )−𝜎𝑐 (𝑐𝑡𝑃 − 𝜉𝑐𝑡−1 1 + 𝑟𝑡𝐷 (1 − 𝛼 𝑇𝐷 ) )) = 𝑃𝑡+1 𝑃𝑡
12
−𝜎𝑐
𝜆𝑡 =
𝑃 (𝑐𝑡𝑃 −𝜉𝑐𝑡−1 )
−𝜎𝑐
𝑃 −𝛽𝑃 𝜉(𝑐𝑡+1 −𝜉𝑐𝑡𝑃 )
𝑃𝑡
…………………………………………………………….…..(3)
sedangkan akumulasi kepemilikan housing dari patient household juga didapatkan dengan mencari solusi dari fungsi tujuan dan budget constraint yang dipengaruhi oleh pajak suku bunga deposito, inflasi, harga housing, serta ekspektasi harga housing pada masa depan yang dapat dirumuskan sebagai berikut. 𝑃 (𝑖) (𝑐𝑡+1 − 𝜉𝑐𝑡𝑃 )−𝜎𝑐 (
𝛽𝑃 𝑃𝜒,𝑡+1 (1 − 𝛿𝜒 ) 𝑃𝜒,𝑡 𝑃 )−𝜎𝑐 ( ) ) + 𝜀χ,𝑡 (𝜒𝑡𝑃 )−𝜎𝜒 = (𝑐𝑡𝑃 (𝑖) − 𝜉𝑐𝑡−1 𝑃𝑡+1 𝑃𝑡
𝜀𝜒,𝑡 (𝜒𝑡𝑃 )−𝜎𝜒 = 𝜆𝑡 𝑃𝜒,𝑡 − 𝛽𝑃 𝜆𝑡+1 (1 − 𝛿𝜒 )𝑃𝜒,𝑡 ……………………………………………………..…(4) Besarnya
deposito
yang
ditabung
oleh
patient
household
di
bank
dipengaruhi oleh profit yang didapatkan, return deposito periode sebelumnya, upah hasil penyaluran tenaga kerja, konsumsi, investasi housing yang dilakukan, return obligasi periode sebelumnya, serta return obligasi eksternal periode sebelumnya yang dapat dirumuskan sebagai berikut. 𝐷 𝐷 ) 𝑃 𝑑𝑡 = 𝑑𝑡−1 (1 + 𝑟𝑡−1 − 𝛼 𝑇𝐷 𝑟𝑡−1 − (𝛼 𝑇𝑊 𝑊𝑡 𝑛𝑡𝑃 + 𝛼 𝑇Π Π𝑡𝑃 ) + Π𝑡𝑃 − 𝑃𝜒,𝑡 (𝜒𝑡𝑃 − (1 − 𝛿𝜒 )𝜒𝑡−1 ) − 𝑃𝑡 𝑐𝑡𝑃 ∗ )𝑒 ∗ ∗ + 𝑊𝑡 𝑛𝑡𝑃 + (1 + 𝑟𝑡−1 )𝐵𝑔,𝑡−1 + 𝜌𝑡−1 (1 + 𝑟𝑡−1 𝑡 𝐵𝑡−1 − 𝐵𝑔,𝑡 − 𝑒𝑡 𝐵𝑡
𝜆𝑡 = 𝛽𝑃 𝜆𝑡+1 (1 + (1 − 𝛼 𝑇𝐷 )𝑟𝑡𝐷 )………………………………………………………………….…(5) sedangkan impatient household juga memiliki utility function yang memiliki variabel tidak berbeda dengan patient household, yaitu max𝐼 𝐼
𝑐𝑡𝐼 (𝑖),𝜒𝑡 (𝑖),𝑛𝑡 (𝑖),𝑏𝑡𝐼 (𝑖)
𝑡 ∑∞ 𝑡=0(𝛽𝐼 ) [
1−𝜎𝑐
𝐼 (𝑐𝑡𝐼 (𝑖)−𝜉𝑐𝑡−1 )
1−𝜎𝑐
+ 𝜀χ,𝑡
𝜒𝑡𝐼 (𝑖)1−𝜎𝜒 1−𝜎𝜒
− 𝜀𝑛,𝑡
𝑛𝑡𝐼 (𝑖)1+𝜎𝑛 ] 1+𝜎𝑛
....................(6)
Dalam membiayai pengeluarannya, selain berasal dari penghasilan penyedia tenaga kerja 𝑊𝑡 𝑛𝑡𝐼 , impatient household juga meminjam dari bank sebesar 𝑏𝑡𝐼 (𝑖). Oleh karena itu, impatient household juga memiliki kewajiban untuk membayar 𝐵𝐼 )𝑏 𝐼 pinjaman yang dilakukan pada periode sebelumnya sebesar (1 + 𝑟𝑡−1 𝑡−1 pada pos
pengeluarannya. Budget constraint impatient household adalah 𝐼 (𝑖)) 𝐵𝐼 )𝑏 𝐼 (𝑖) 𝑃𝑡 𝑐𝑡𝐼 (𝑖) + 𝑃𝜒,𝑡 (𝜒𝑡𝐼 (𝑖) − (1 − 𝛿𝜒 )𝜒𝑡−1 + (1 + 𝑟𝑡−1 = 𝑊𝑡 𝑛𝑡𝐼 (𝑖) + 𝑏𝑡𝐼 (𝑖) − 𝑇𝑡𝐼 (𝑖) ........(7) 𝑡−1
Dalam melakukan pinjaman untuk membiayai konsumsinya, total pinjaman yang dapat diperoleh impatient household dibatasi oleh harga aset bangunan yang dimilikinya dikalikan dengan syarat loan-to-value ratio, 𝑚𝑡𝐼 yang berlaku. (1 + 𝑟𝑡𝐵𝐼 )𝑏𝑡𝐼 (𝑖) ≤ 𝑚𝑡𝐼 𝐸𝑡 [𝑃𝜒,𝑡+1 (1 − 𝛿𝜒 )𝜒𝑡𝐼 (𝑖)] ....……………………………………………........(8)
13
Dari sisi mikroekonomi, nilai (1-𝑚𝑡𝐼 ) dapat diartikan sebagai proportional cost of collateral repossession bagi bank apabila terjadi default. Dari sisi makroekonomi, nilai 𝑚𝑡𝐼 menentukan jumlah pinjaman yang ditawarkan bank kepada households untuk nilai aset perumahan tertentu yang dimilikinya. Diasumsikan bahwa variasi dari rasio LTV ini tidak tergantung pada pilihan dari masing-masing bank tetapi merupakan suatu proses stokastik eksogen yang memungkinkan kita untuk mempelajari credit-supply restriction terhadap sektor riil dari ekonomi. Dari fungsi tujuan dan budget constraint impatient household di atas, didapatkan solusi persamaan yang dapat menjelaskan besarnya konsumsi impatient household, yang dipengaruhi oleh besarnya upah penyaluran tenaga kerja,
pinjaman
dari
bank,
inflasi,
suku
bunga
kredit
konsumsi,
harga
housing,serta stock housing yang dapat dirumuskan sebagai berikut. 𝑐𝑡𝐼 =
𝐼 𝐼 𝑃𝜒,𝑡 (𝜒𝑡𝐼 − (1 − 𝛿𝜒 )𝜒𝑡−1 ) 𝑊𝑡 𝑛𝑡𝐼 𝑏𝑡𝐼 𝛼 𝑇𝑊 𝑊𝑡 𝑛𝑡𝐼 𝑏𝑡−1 𝐵𝐼 ) + − − (1 + 𝑟𝑡−1 ( )− 𝑃𝑡 𝑃𝑡 𝑃𝑡 𝑃𝑡 𝑃𝑡 −𝜎𝑐
𝜆𝑡 =
𝐼 (𝐶𝑡𝐼 −𝜉𝐶𝑡−1 )
−𝜎𝑐
𝐼 −𝜉𝐶 𝐼 −𝛽𝐼 𝜉(𝐶𝑡+1 𝑡)
𝑃𝑡
sedangkan
akumulasi
………………………………………………………………….(9)
kepemilikan
housing
dari
impatient
household
juga
didapatkan dengan mencari solusi dari fungsi tujuan dan budget constraint, yang dipengaruhi oleh besarnya LTV rasio, harga housing, suku bunga kredit konsumsi, serta inflasi yang dapat dirumuskan sebagai berikut. 𝐼 )−𝜎𝑐 (𝑐𝑡𝐼 (𝑖) − 𝜉𝑐𝑡−1 (
𝑚𝑡𝐼 𝐸𝑡 [𝑃𝜒,𝑡+1 (1 − 𝛿𝜒 )] 𝑃𝜒,𝑡 − ) 𝑃𝑡 𝑃𝑡 (1 + 𝑟𝑡𝐵𝐼 )
𝐼 (𝑖) + (𝑐𝑡+1 − 𝜉𝑐𝑡𝐼 )−𝜎𝑐 ( −𝜎𝜒
+ 𝜀𝜒,𝑡 (𝜒𝑡𝐼 (𝑖))
𝛽𝐼 𝑃𝜒,𝑡+1 (1 − 𝛿𝜒 ) 𝑚𝑡𝐼 𝐸𝑡 [𝑃𝜒,𝑡+1 (1 − 𝛿𝜒 )] − 𝛽𝐼 ( )) 𝑃𝑡+1 𝑃𝑡+1
=0
𝜀𝜒,𝑡 (𝜒𝑡𝐼 )−𝜎𝜒 + 𝛽𝐼 𝜆𝑡+1 [(1 − 𝛿𝜒 ) −
𝑚𝑡𝐼 𝐸𝑡 [𝑃𝜒,𝑡+1 (1 − 𝛿𝜒 )] 𝑚𝑡𝐼 𝐸𝑡 [𝑃𝜒,𝑡+1 (1 − 𝛿𝜒 )] ] = 𝜆 [𝑃 − ] 𝑡 𝜒,𝑡 (1 + 𝑟𝑡𝐵𝐼 )2 (1 + 𝑟𝑡𝐵𝐼 ) …(10)
Besarnya pinjaman oleh impatient household dari bank dipengaruhi oleh besarnya LTV rasio, ekspektasi harga housing, stock housing, ekspektasi inflasi, serta suku bunga kredit konsumsi yang dapat dirumuskan sebagai berikut. 𝑏𝑡𝐼 =
𝑚𝑡𝐼 𝐸𝑡 [𝑃𝜒,𝑡+1 (1−𝛿𝜒 )𝜒𝑡𝐼 ] (1+𝑟𝑡𝐵𝐼 )
…………………………………………………………………………….(11)
14
Utility function dari pengusaha didasarkan oleh return on capital yang menentukan besarnya pemasukan dan pengembalian pinjaman kepada bank atau kreditur luar negeri sehingga besarnya realisasi profit entrepreneur dapat dirumuskan seperti berikut. ∞
𝐾 𝑉𝑡+1 = ∫𝜔 𝜔𝑅𝑡+1 𝑃𝑘,𝑡 𝐾𝑡𝑖 𝑓(𝜔)𝑑𝜔 − (1 − 𝐹(𝜔 ̅𝑡𝑖 )) (1 + 𝑟𝑡𝑏𝐸 )𝑏𝑡𝐸 …………………………………(12) ̅𝑖 𝑡
Terdapat variabel 𝜔 yang merupakan idiosyncratic shock pada entrepreneur dan 𝜔 ̅𝑡𝑖 merupakan threshold yang menentukan apakah entrepreneur tersebut default (bila 𝜔 < 𝜔 ̅𝑡𝑖 ) atau melakukan pembayaran (bila 𝜔 > 𝜔 ̅𝑡𝑖 ) dengan probabilitas default 𝐹(𝜔 ̅𝑡𝑖 ) lognormal. Financial contract antara bank dan entrepreneur akan terjadi ketika bank minimal mendapatkan expected return yang sama dengan opportunity cost-nya. Karena pada model ini yang berkaitan dengan pinjaman terhadap entrepreneur adalah loan unit, yang sudah memiliki target minimal loan rate dari saving unit, besarnya opportunity cost bank sama dengan funding rate yang ditetapkan oleh saving unit, yaitu sebesar interbank borrowing rate 𝑅𝑡 . Penetapan suku bunga dasar kredit oleh wholesale unit sudah termasuk mark up yang memperhitungkan stickiness serta besarnya peluang default entrepreneur, 𝐹(𝜔 ̅𝑡𝑖 ), berdasarkan ekspektasi bank mengenai return on capital entrepeneur. Apabila entrepreneur tidak dapat membayar kewajibannya sesuai dengan kontrak dan mengalami default, bank membayar monitoring cost dan menyita aset entrepreneur tersebut, dapat 𝐾 dituliskan sebagai (1 − 𝜇𝑚 )𝜔𝑅𝑡+1 𝑃𝑘,𝑡 𝐾𝑡𝑖 , sedangkan entrepreneur yang default tidak
mendapatkan apa-apa. Financial contract antara bank dan entrepreneur harus memenuhi hubungan berikut. ∞
𝐾 )𝑃 𝑖 𝑚𝑎𝑥 𝑉𝑡+1 = ∫𝜔 𝜔𝐸𝑡 (1 + 𝑅𝑡+1 ̅𝑡𝑖 )) (1 + 𝑟𝑡𝑏𝐸 )𝑏𝑡𝐸 ……………..……(13) 𝑘,𝑡 𝐾𝑡 𝑓(𝜔)𝑑𝜔 − (1 − 𝐹(𝜔 ̅𝑖 𝑡
Dengan subject to: ̅𝑖 𝜔
𝑘 (1 − 𝐹(𝜔 ̅𝑡𝑖 )) (1 + 𝑟𝑡𝑏𝐸 )𝑏𝑡𝐸 + (1 − 𝜇𝑚 ) ∫0 𝑡 𝜔𝐸𝑡 𝑅𝑡+1 𝑃𝑘,𝑡 𝐾𝑡𝑖 𝑓(𝜔)𝑑𝜔 = (1 + 𝑅𝑡𝑏 )𝑏𝑡𝐸 ……………(14)
Sisi kiri dari persamaan menunjukkan expected gross of return dari pinjaman ke entrepreneur dan sisi sebelah kanan merupakan opportunity cost bank. Parameter 𝜇𝑚 merupakan monitoring cost bank apabila terjadi default, yang nilainya akan meningkat seiring dengan adanya verifikasi oleh bank untuk memonitor project tersisa apabila terjadi default. Peluang default 𝐹(𝜔 ̅𝑡𝑖 ) dari
15
entrepreneur
merupakan
cummulative
distribution function,
sedangkan 𝑓(𝜔)
merupakan probability distribution function. 𝜔 ̅𝑡𝑖 merupakan expected threshold. Solusi dari permasalahan di atas adalah persamaan hubungan antara leverage perusahaan 𝑘𝑡 = 𝑠𝑡𝐸𝑖 =
𝐾 𝐸𝑡 (1+𝑅𝑡+1 )
(1+𝑅𝑡𝑏 )
𝑃𝑘,𝑡 𝐾𝑡
dan external finance premium 𝑠𝑡𝐸𝑖 =
𝑁𝑡 𝑃𝑘,𝑡 𝐾𝑡
= 𝑓(𝑘𝑡 ) = 𝑓 (
𝑁𝑡
),
𝐾 𝐸𝑡 (1+𝑅𝑡+1 )
(1+𝑅𝑡𝑏 )
.
𝑓 ′ (. ) > 0 ……………………………………………(15)
Peningkatan di expected discounted return to capital akan mengurangi expected peluang default sehingga entrepreneur dapat mengambil lebih banyak utang dan memperluas perusahaannya. Mekanisme tersebut dinamakan financial accelerator karena jika diberikan shock positif yang akan meningkatkan net worth perusahaan,
dengan
balance
sheet
yang
lebih
baik,
perusahaan
akan
meningkatkan investasinya untuk memperluas usahanya dengan external finance premium yang lebih kecil.
3.2
Produsen (Producers) Intermediate good producers bekerja dalam perfectly competitive market dan
memiliki fungsi tujuan untuk maksimisasi profit yang merupakan selisih dari produk yang terjual dengan biaya capital dan labour, yaitu sebagai berikut. 𝑠 𝑚𝑎𝑥 𝐸𝑡 ∑∞ 𝑠=0(𝛽𝑃 𝜃𝐹 ) {𝑃𝑤,𝑡+𝑠 (𝑗)𝑦𝑤,𝑡+𝑆 (𝑗) − (𝑤𝑝,𝑡+𝑠 (𝑗)𝑛𝑝,𝑡+𝑠 (𝑗) + 𝑤𝐼,𝑡+𝑠 (𝑗)𝑛𝐼,𝑡+𝑠 (𝑗) + 𝑝𝑡 (𝑗)
𝑧𝑡+𝑠 (𝑗)𝐾𝑡+𝑠 (𝑗))} ………………………………………………..…………………………………(17) 𝑃𝑤,𝑡 merupakan harga produk yang dihasilkan dan 𝑦𝑤,𝑡 merupakan produk intermediate homogen yang dihasilkan dengan menggunakan fungsi produksi sebagai berikut: 𝜇𝑙
1−𝜇𝑙 1−𝛼
𝑦𝑊,𝑡 (𝑖) = 𝐴𝑡 [𝑢𝑡 (𝑖)𝑘𝑡 (𝑖)]𝛼 ((𝑛𝑃,𝑡 (𝑖)) (𝑛𝐼,𝑡 (𝑖))
)
...……………………………….……(18)
𝐴𝑡 merupakan total factor productivity, 𝑢𝑡 𝜖[0, ∞) merupakan tingkat utilisasi capital, 𝑘𝑡 merupakan capital stock, 𝑛𝑃,𝑡 merupakan labour input dari patient household, dan 𝑛𝐼,𝑡 merupakan labour input dari impatient household. Terdapat tiga tipe produsen lain di dalam model, yaitu capital good producers, housing producers, dan final (consumption) goods producers. Capital good producers beroperasi pada perfectly competitive market dan menggunakan barang
16
konsumsi untuk menghasilkan barang modal. Selain itu, capital good producers juga menggunakan barang modal lama yang tidak terdepresiasi, (1 − 𝛿𝑘 )𝑘𝑡−1, untuk kemudian dijual kepada entrepreneur, dan dapat dituliskan menjadi berikut ini. 1
𝑘𝑡 = (1 − 𝛿)𝑘𝑡−1 + 𝜀𝑖,𝑡 (1 − 2 𝜅𝑘 (𝑖
2
𝑖𝑘,𝑡
𝑘,𝑡−1
− 1) ) 𝑖𝑘,𝑡 ... …………………………………………(19)
𝜀𝑖,𝑡 merupakan variabel shock yang memiliki dinamika AR(1) dengan error yang i.i.d. Barang modal lama dari entrepreneur langsung ditransformasi menjadi barang modal baru, sedangkan transformasi barang konsumsi menjadi barang kapital dikenakan fungsi adjustment cost 𝑆𝑘 = (𝑖
𝑖𝑘,𝑡
𝑘,𝑡−1
) yang memiliki karakteristik
sebagai berikut. 𝑆𝑘 (1) = 𝑆𝑘′ (1) = 0; 𝑆𝑘′′ (1) = 𝜅𝐾 > 0 ... …………………………………………………………(20) Artinya adalah bahwa dalam keadaan steady state, tidak akan terdapat adjustment cost dan semakin jauh tingkat penggunaan barang konsumsi dari steady, adjustment cost akan semakin mengingkat. Fungsi tujuan dari capital good producers adalah memaksimalkan profit sebagai berikut. 𝑠
𝑚𝑎𝑥 ∑∞ 𝑠=0(𝛽𝑝 ) (𝑃𝑘,𝑡+𝑠 𝑘𝑡+𝑠 − (𝑃𝑘,𝑡+𝑠 (1 − 𝛿)𝑘𝑡+𝑠−1 + 𝑃𝑡+𝑠 𝑖𝑘,𝑡+𝑠 )) …….……………………(21) 𝑘𝑡
Housing producers bertindak dengan perilaku yang serupa dengan capital good producer, yaitu 1
𝜒𝑡 = (1 − 𝛿𝜒 )𝜒𝑡−1 + 𝜀𝑖𝜒,𝑡 (1 − 2 𝜅𝜒 (𝑖
𝑖𝜒,𝑡
𝜒,𝑡−1
2
− 1) ) 𝑖𝜒,𝑡 ...…………………………..……………(22)
Fungsi adjustment cost-nya juga memiliki karakteristik yang sama dengan capital good producer, yaitu 𝑆𝜒 (1) = 𝑆𝜒′ (1) = 0; 𝑆𝜒′′ (1) = 𝜅𝜒 > 0 ... ………………………………………………………...(23) Fungsi tujuannya adalah memaksimalkan profit sebagai berikut. 𝑠
𝑚𝑎𝑥 ∑∞ 𝑠=0(𝛽𝑝 ) (𝑃𝜒,𝑡 𝜒𝑡 − (𝑃𝜒,𝑡 (1 − 𝛿𝜒 )𝜒𝑡−1 + 𝑃𝑡 𝑖𝜒,𝑡 )) ………………………………………(24) 𝜒𝑡
Final good producers merupakan agen yang menggabungkan barang dari retailer domestik 𝑦𝐻,𝑡 (𝑗𝐻 ) dan retailer barang impor 𝑦𝐹,𝑡 (𝑗𝐹 ) dengan model CES dan membuatnya menjadi satu produk final yang kemudian dijual di pasar yang
17
bersifat perfectly competitive. Fungsi produksi dari final good producers adalah sebagai berikut. 𝑦𝑡 = [𝜂
𝜇 1+𝜇
1 1+𝜇
𝑦𝐻,𝑡 + (1 − 𝜂)
𝜇 1+𝜇
1 1+𝜇
1+𝜇
...…………………………………………….……………(25)
𝑦𝐹,𝑡 ]
𝜂 adalah home bias parameter dan 𝜇 adalah parameter yang menentukan elasticity of substitution between domestic and foreign goods. Optimalisasi fungsi tujuan dari final good producers akan menghasilkan persamaan permintaan barang domestik (𝑦𝐻,𝑡 ), permintaan barang impor (𝑦𝐹,𝑡 ), dan harga (final) barang konsumsi (𝑃𝑡 ) sebagai berikut. 1+𝜇
𝑦𝐻,𝑡 =
− 𝑃 𝜇 𝜂 ( 𝑃𝐻,𝑡 ) 𝑡
..…………………………………………………………………………(26)
𝑦𝑡
1+𝜇
𝑃𝐹,𝑡 − 𝜇 ) 𝑃𝑡
𝑦𝐹,𝑡 = (1 − 𝜂) ( 𝑃𝑡
1 𝜇
−
−
= 𝜂(𝑃𝐻,𝑡 )
1 𝜇
𝑦𝑡 ...………………………………………………….………………..(27) −
+ (1 − 𝜂)(𝑃𝐹,𝑡 )
1 𝜇
..…………………………………………..………………(28)
Permintaan barang impor (𝑦𝐹,𝑡 ) dipengaruhi oleh harga impor relatif terhadap harga final goods, demikian pula besarnya permintaan barang domestik (𝑦𝐹,𝑡 ) dipengaruhi oleh harga domestik relative terhadap harga final goods, sedangkan harga final goods sendiri (𝑃𝑡 ) dibentuk oleh harga domestik dan harga impor.
3.3 Pengecer (Retailers) Pengecer yang terdapat dalam model terdiri atas pengecer domestik (domestic retailers), pengecer barang ekspor (exporting retailers), dan pengecer barang impor (importing retailers) yang seluruhnya berada dalam kondisi pasar yang monopolistic competition, yaitu pengecer memiliki market power dalam melakukan setting harga. Pengecer domestik membeli undifferentiated intermediate goods
dari
menjualnya
pengusaha, ke
final
mengubahnya
good
producers.
undifferentiated intermediate goods
menjadi Pengecer
differentiated barang
goods,
ekspor
lalu
membeli
dari pengusaha, mengubahnya menjadi
differentiated goods, lalu menjualnya di pasar internasional. Pengecer barang impor membeli undifferentiated goods dari pasar internasional, mengubahnya menjadi differentiated goods, lalu menjualnya ke final goods producers. Penentuan harga pada ketiga agen retailers itu didasari oleh sticky price model ala Calvo, yang 18
pada setiap periode, hanya sebagian dari retailers yang dapat melakukan reoptimisasi
harga,
sementara
sebagian
yang
lain
menyesuaikan
harga
berdasarkan tingkat inflasi yang terjadi di periode sebelumnya (backward looking). Untuk domestic retailers yang tidak melakukan reoptimasi, akan ditetapkan harga dengan fungsi 𝑃𝐻,𝑡 = 𝑃𝐻,𝑡−1 𝜋𝑡−1 . Dengan demikian, harga agregat pada saat t didapatkan dengan fungsi: 1
1−𝜀𝐻
𝑃𝐻,𝑡 = (𝜃𝐻 (𝑃𝐻,𝑡−1 𝜋𝐻,𝑡−1 )
1−𝜀𝐻 1−𝜀𝐻
+ (1 − 𝜃𝐻 ) (𝑃𝐻,𝑡 (𝑖))
)
.…………………………………(29)
Hasil log-linearisasi akhir dari first order condition (FOC) fungsi tujuan dari pengecer domestic menunjukkan persamaan New Keynesian Phillips Curve (NKPC) inflasi, yaitu harga domestic dipengaruhi oleh ekspektasi diri sendiri, baik backward maupun forward, selain dipengaruhi oleh harga intermediate goods, yang dirumuskan sebagai berikut.: 1
𝛽
𝑃 𝜋̂𝐻,𝑡 = (1+𝛽 ) 𝜋̂𝐻,𝑡−1 + (1+𝛽 (𝜋̂𝐻,𝑡+1 ) + ) 𝑃
𝑃
(1−𝛽𝑃 𝜃𝐻 )(1−𝜃𝐻 ) ̂W,t ) (P (1+𝛽𝑃 )𝜃𝐻
.…………………………………(30)
Untuk pengecer barang impor yang tidak melakukan reoptimasi, akan ditetapkan harga dengan fungsi 𝑃𝐹,𝑡 = 𝑃𝐹,𝑡−1 𝜋𝑡−1 . Dengan demikian, harga agregat pada saat t didapatkan dengan fungsi sebagai berikut. 1
1−εF
PF,t = (θF (PF,t−1 πF,t−1 )
1−εF 1−εF
+ (1 − θF ) (PF,t (i))
)
………………………………………(31)
Hasil log-linearisasi akhir dari FOC fungsi tujuan dari importing retailers adalah NKPC sebagai berikut. 1
β
π ̂F,t = (1+β ) π ̂F,t−1 + (1+βP ) (π ̂F,t+1 ) + P
P
(1−βP θF )(1−θF) (ŝt (1+βP )θF
∗ ̂F,t +P ) .………………………………(32)
Dari persamaan di atas terlihat bahwa inflasi harga impor
selain
dipengaruhi oleh ekspektasi dirinya sendiri, baik ekspektasi backward maupun forward, juga dipengaruhi oleh harga luar negeri. Pengecer barang ekspor membeli domestic undifferentiated goods, memberi ∗ brand dan menjualnya ke luar negeri dengan harga 𝑃𝐻,𝑡 , yang dinyatakan dalam
satuan mata uang asing. Diasumsikan bahwa harga adalah sticky dalam mata uang asing. Persamaan permintaaan untuk barang ekspor adalah sebagai berikut:
19
∗ 𝑦𝐻,𝑡
∗ 𝑃𝐻,𝑡
−(1+𝜇𝐻∗ ) 𝜇𝐻∗
= (𝑃 ∗ ) 𝐻,𝑡
∗ 𝑦𝐻,𝑡 ...……………………………………………………………………… (33)
𝑦𝐻∗ menunjukkan output dari retailer yang didefinisikan sebagai: ∗ 𝑦𝐻,𝑡
=
1 ∗ (∫0 𝑦𝐻,𝑡
1+𝜇𝐻∗ 1 ∗ ∗ 1+𝜇𝐻∗ (𝑗𝐻 ) 𝑑𝑗𝐻 )
...……………………………………………………………(34)
∗ dan 𝑃𝐻,𝑡 sebagai −𝜇𝐻∗
−1
1
∗ ∗ (𝑗 ∗ )𝜇𝐻∗ 𝑃𝐻,𝑡 = (∫0 𝑃𝐻,𝑡 𝑑𝑗𝐻∗ ) 𝐻
..……………………………………………..…………………(35)
Lebih jauh lagi, diasumsikan bahwa demand luar negeri diberikan oleh: −(1+𝜇𝐻∗ )
∗ 𝑦𝐻,𝑡
= (1
𝑃∗ − 𝜂 ∗ ) ( 𝑃𝐻,𝑡 ∗ ) 𝑡
𝜇𝐻∗
𝑦𝑡∗ ...…………………………………………………………..……(36)
Seperti halnya pengecer lainnya yang terdapat dalam model, penentuan harga dari pengecer barang ekspor mengacu pada skema standar Calvo. Peluang untuk mengubah harga adalah sebesar (1 − 𝜃) dan peluang untuk tidak melakukan reoptimasi harga adalah sebesar 𝜃. Untuk pengecer barang ekspor ∗ yang tidak melakukan reoptimasi, akan ditetapkan harga dengan fungsi 𝑃𝐻,𝑡 = ∗ ∗ 𝑃𝐻,𝑡−1 𝜋𝑡−1 . Dengan demikian, harga agregat pada saat t didapatkan dengan fungsi
sebagai berikut. 1
∗ 1−𝜀𝐻
∗ ∗ ∗ 𝑃𝐻,𝑡 = (𝜃𝐻∗ (𝑃𝐻,𝑡−1 𝜋𝐻,𝑡−1 )
∗ 1−𝜀𝐻 1−𝜀∗𝐻
∗ (𝑖)) + (1 − 𝜃𝐻∗ ) (𝑃𝐻,𝑡
)
...………………………………(37)
Hasil log-linearisasi akhir dari FOC fungsi tujuan dari exporting retailers menunjukkan bahwa inflasi harga ekspor selain dipengaruhi oleh ekspektasi diri sendiri, baik backward maupun forward, juga dipengaruhi oleh harga intermediate goods dan nilai tukar, yang dirumuskan sebagai berikut. 1
β
π ̂∗H,t = (1+β ) π ̂∗H,t−1 + (1+βP ) (π ̂ ∗H,t+1 ) + P
3.4
P
(1−βP θ∗H )(1−θ∗H ) ̂W,t (P (1+βP )θ∗H
− ŝt ) ...…………………………(38)
Bank Dalam model ini bank dibangun atas dua unit, yaitu saving unit, yang
mengumpulkan deposito dari patient household serta menjadi supplier pada interbank market; unit lainnya adalah lending unit yang menyalurkan pinjaman kepada entrepreneurs dan impatient household serta melakukan pembelian 20
government bond. Dalam mekanisme interbank market terdapat friksi dalam pasar uang yang disebabkan oleh adanya probability of default dari lending bank yang tidak mampu membayar kembali kepada saving bank.
Gambar 3. Bank's Financial Intermediation Process
Patient household melakukan penyimpanan deposito kepada saving unit yang sudah melakukan markdown deposit rate dari suku bunga interbank. Dana deposito sebagian disalurkan untuk pembelian risk free assets dan sisanya disalurkan dalam interbank market. Lending unit akan meminjam dana yang tersedia di interbank market untuk membiayai loan kepada impatient household dan entrepreneurs dengan markup loan rate dari cost of fund yang dimilikinya (interbank rate). Lending unit juga dapat melakukan pembelian risk free assets.
Gambar 4. Skema Blok Perbankan 21
3.4.1 Savings Unit Savings unit beroperasi dalam kondisi pasar yang monopolistic competitive dan mengumpulkan deposit, 𝐷𝑡 , dari household workers. Deposito diasumsikan seluruhnya tidak ada default atau seluruhnya dijamin. Bank menetapkan deposit 𝐷 interest rate, 𝑅𝑗,𝑡 , yang dibayarkan pada deposan dan menetapkan alokasi portfolio
̃𝑗,𝑡 = 𝑠𝑗,𝑡 𝐷𝑗,𝑡 , atau yang optimal antara penempatan di interbank market sebanyak 𝐷 𝑠𝑏 penempatan di risk free assets (government bond) sebanyak 𝐵𝑗,𝑡 = (1 − 𝑠𝑗,𝑡 )𝐷𝑗,𝑡 .
Setiap periode terdapat peluang default dari penempatan di interbank market dengan peluang default sebesar 𝛿𝑡𝐷 yang harus ditanggung oleh savings banks. Terdapat premi asuransi yang harus dibayar oleh savings banks saat melakukan penempatan di risk free assets (cost of holding risk free assets), yaitu 2 𝜒𝑠 ((1 − 𝑠 ) )𝐷 𝑗,𝑡 𝑗,𝑡 2
sebesar
Balance sheet savings unit:
Tabel 3. Balance Sheet's Savings Unit Assets
Liabilities
̃𝑗,𝑡 Interbank lending: 𝐷
Deposits: 𝐷𝑗,𝑡
𝑠𝑏 Government bonds: 𝐵𝑗,𝑡
Dalam
kondisi
monopolistic
competition
dan
imperfect
substitution
antardeposit, setiap savings bank menghadapi fungsi supply deposit seperti berikut. 𝑅𝐷
𝜐𝐷
𝐷𝑗,𝑡 = ( 𝑅𝑗,𝑡 𝐷) 𝑡
𝐷𝑡 ...…………………………………………………………………………………(39)
Dari fungsi di atas terlihat bahwa supply deposit akan meningkat seiring perubahan relative deposit interest rate di sepanjang periode. Variabel 𝐷𝑗,𝑡 merupakan supply deposit pada bank 𝑗, sedangkan 𝐷𝑡 merupakan total deposit dalam perekonomian. Terdapat quadratic adjustment cost atas perubahan deposit interest rate yang mengakibatkan munculnya rigiditas harga dan pada akhirnya menimbulkan interest rate spread yang bervariasi tiap periode:
22
𝐷
𝑅 𝐴𝑑𝑗,𝑡 =
𝜙𝑅𝐷 2
𝑅𝐷
2
(𝑅𝐷𝑗,𝑡 − 1) 𝐷𝑡 ...…………………………………………………………………….(40) 𝑗,𝑡−1
sehingga fungsi tujuan dari saving unit ini adalah: 𝐷 𝑡 𝑏 𝐷 max 𝐸0 ∑∞ 𝑡=0 𝛽𝑃 𝜆𝑡 {[(1 − 𝛿𝑡 𝑠𝑗,𝑡 )𝑅𝑡 − 𝑅𝑗,𝑡 ]𝐷𝑗,𝑡 −
𝐷} {𝑠𝑗,𝑡 , 𝑅𝑗,𝑡
2 𝜒𝑠 ((1 − 𝑠𝑗,𝑡 )𝐷𝑗,𝑡 ) 2
𝐷
𝑅 − 𝐴𝑑𝑗,𝑡 }……….…(41)
Subject to (39) dan (40). Dalam asumsi symmetry equilibrium, first order condition dari optimisasi ini adalah sebagai berikut. 𝑠𝑗,𝑡 = 1 −
𝛿𝑡𝐷 𝑅𝑡 𝜒𝑠 𝐷𝑡
1+𝜐𝐷 ) (𝑅𝑡𝐷 𝜐𝐷
(
...…………..………………………………………………………………………(42)
− 1) = (1 − 𝑠𝑡 𝛿𝑡𝐷 )(𝑅𝑡 − 1) − 𝜒𝑠 (1 − 𝑠𝑡 )2 𝐷𝑡 −
𝜙𝑅𝐷 𝜐𝐷
𝑅𝐷
𝑅𝐷
(𝑅𝐷𝑡 − 1) 𝑅𝐷𝑡 + 𝑡−1
𝑡−1
𝐷 𝛽𝑝 𝜙𝑅𝐷 𝑅𝑡+1 ( 𝜐𝐷 𝑅𝑡𝐷
−
𝑅𝐷
1) ( 𝑅𝑡+1 𝐷 )...…………………………………………………………………………………………(43) 𝑡
Persamaan dalam (42) menjelaskan alokasi penempatan yang dilakukan oleh savings banks ke interbank market. Alokasi yang ditempatkan dalam interbank market, 𝑠𝑗,𝑡 , akan menurun seiring dengan meningkatnya probability of default, 𝛿𝑡𝐷 dan peningkatan pada total deposito akan meningkatkan jumlah alokasi di interbank market. Sementara itu,
persamaan pada (43) di atas menjelaskan suku bunga
deposit, 𝑅𝑡𝐷 , yang merupakan markdown dari interbank rate, 𝑅𝑡 . Peningkatan resiko pada interbank market, 𝛿𝑡𝐷 , akan membuat saving banks mengurangi alokasi penempatan di interbank market dan menambah alokasi penempatan di risk free assets. Kenaikan pada interbank rate atau return rate on risk free assets akan membuat savings banks juga akan mengurangi supply dana pada interbank market. Demikian pula apabila terdapat kenaikan total deposit, interbank lending akan meningkat sehingga terjadi ekspansi credit supply. Framework yang terbentuk dari dua persamaan di atas menunjukkan dua channel transimisi perilaku supply credit dari savings banks memengaruhi real economy. Pertama, dengan penentuan deposit return rate, yang berada dalam kondisi nominal rigidity, savings banks memengaruhi intertemporal substitution of consumption sepanjang periode dan menyebabkan perilaku konsumsi yang smooth. Kedua, dengan membagi portfolio secara optimal, savings banks memengaruhi kondisi credit supply dengan mengembangkan dan memperketat kondisi pasar kredit. 23
3.4.2 Lending Unit Lending unit juga beroperasi dalam kondisi monopolistic competitive untuk menyediakan pinjaman pada entrepreneurs. Untuk menyediakan pinjaman kepada ̃𝑗,𝑡 ditambah entrepreneurs, lending unit j menggunakan interbank borrowing 𝐷 dengan suntikan likuiditas dari bank sentral (quatitative monetary easing) 𝑀𝑗,𝑡 , dan total market value dari bank capital-nya sendiri 𝑄𝑡𝑍 𝑍𝑗,𝑡 ditambah dengan likuiditas dari bank sentral 𝑥𝑗,𝑡 . Di sini diasumsikan bahwa bank menggunakan teknologi leontif untuk menghasilkan pinjaman sebagai berikut. ̃𝑗,𝑡 + 𝑀𝑗,𝑡 ; 𝐾𝑗,𝑡 (𝑄𝑡𝑍 𝑍𝑗,𝑡 + 𝑥𝑗,𝑡 ) } 𝜏𝑡 .…………………….……………………………(44) 𝑏𝑗,𝑡 = min{ 𝐷 Penggunaan
teknologi
leontif
untuk
menghasilkan
pinjaman
mengimplikasikan bahwa terdapat efek komplementer yang sempurna antara interbank borrowing dan bank capital. Lebih lanjut, marginal cost untuk menghasilkan pinjaman adalah jumlah dari marginal cost dari interbank borrowing dan cost untuk menghasilkan capital. Lending bank’s balance sheet pada periode t:
Tabel 4. Balance Sheet's Lending Unit Assets
Liabilities
Loans: 𝑏𝑗,𝑡 - 𝑥𝑗,𝑡
̃𝑗,𝑡 Interbank borrowing: 𝐷
𝑙𝑏 Government bonds: 𝐵𝑗,𝑡 = 𝑄𝑡𝑍 𝑍𝑗,𝑡 + 𝑥𝑗,𝑡
Bank Capital: 𝑄𝑡𝑍 𝑍𝑗,𝑡 Central bank’s money injection: 𝑚𝑗,𝑡 ̃𝑗,𝑡 + 𝑀𝑗,𝑡 ) Other terms: (𝜏𝑡 − 1)(𝐷
Seperti pada Gerali et al. (2009), adjustment cost terkait dengan perubahan 𝐿 pada prime lending rates, 𝑅𝑗,𝑡 dimodelkan a la Rotemberg (1982), yaitu sebagai
berikut. 𝑅𝐿 𝐴𝑑𝑗,𝑡
=
𝜙𝑅𝐿 2
𝐿 𝑅𝑗,𝑡
(𝑅 𝐿
𝑗,𝑡−1
2
− 1) 𝐿𝑡 .……………………………………….………………………………(45)
𝐿 𝐷 𝑍 Problem optimisasi dari lending bank adalah memilih 𝑅𝑗,𝑡 , 𝐾𝑗,𝑡 , 𝛿𝑗,𝑡 , 𝛿𝑗,𝑡 sehingga
problem maksimisasi lending banks dapat dijabarkan sebagai berikut.
24
max
𝐿 ,𝐾 ,𝛿 𝐷 ,𝛿 𝑍 } {𝑅𝑗,𝑡 𝑗,𝑡 𝑗,𝑡 𝑗,𝑡
𝜒𝛿𝐷 2
𝐷 ̃ 𝑗,𝑡 𝛿𝑗,𝑡−1 𝐷
(
𝜋𝑡
𝐿 𝐷 𝑍 𝑡 𝑏 𝐿 𝑍 ̃ 𝐸0 ∑∞ 𝑡=0 𝛽𝑏 𝜆𝑡 { 𝑅𝑗,𝑡 − (1−, 𝛿𝑗,𝑡 )𝑅𝑡 𝐷𝑗,𝑡 − 𝑅𝑡 𝑚𝑗,𝑡 − [(1 − 𝛿𝑗,𝑡 )𝑅𝑡+1 − 𝑅𝑡 ]𝑄𝑡 𝑍𝑗,𝑡 − 2
) −−
𝜒𝛿𝑍 2
(
𝐷 𝛿𝑗,𝑡−1 𝑄𝑡𝑍 𝑍𝑗,𝑡
𝜋𝑡
2
) +
2 ̅ −𝐾𝑗,𝑡 𝜒𝑘 𝐾 𝑍 ( 𝑄 𝑍 ) 𝑡 𝑗,𝑡 ̅ 2 𝐾
𝐿
𝐿 𝑅 − (𝑅𝑗,𝑡 − 𝑅𝑡 )𝑥𝑗,𝑡 − 𝐴𝑑𝑗,𝑡 }...……(46)
dengan 𝑏 ̃𝑗,𝑡 + 𝑚𝑗,𝑡 ; 𝜅𝑗,𝑡 (𝑄𝑡𝐾 𝐾𝑗,𝑡 𝑏𝑗,𝑡 = 𝑚𝑖𝑛{ 𝐷 + 𝑥𝑗,𝑡 )} 𝛤𝑡 ...…………………………………………………(47)
𝑅 𝐴𝑑𝑗,𝑡 =
𝜙𝑅𝑏𝐸
𝑅𝑏𝐼 𝐴𝑑𝑗,𝑡
𝜙𝑅𝑏𝐼
𝑏𝐸
=
2
2
(
𝑏𝐸 𝑅𝑗,𝑡−1 𝑏𝐼 𝑅𝑗,𝑡
𝑏𝐼 𝑅𝑗,𝑡−1
𝑏𝐼 𝑅𝑗,𝑡
2
− 1) 𝑏𝑡𝐼 ...……………………………………………………………………(49)
−𝜐𝐿𝐻
𝑏𝐼 )
𝑅𝑡
− 1) 𝑏𝑡𝐸 .……………………………………….……………………………(48)
𝑏𝑡𝐸 ...……………………………………………………………………………...(50)
𝑏𝐸 )
𝑅𝑡
𝐻 𝑏𝑗,𝑡 =(
2
𝑏𝐸 𝑅𝑗,𝑡
−𝜐𝐿𝐸
𝑏𝐸 𝑅𝑗,𝑡
𝐸 𝑏𝑗,𝑡 =(
(
𝑏𝑡𝐼 ...………………………………………………………………………………(51)
𝑏𝑡 = 𝑏𝑡𝐸 + 𝑏𝑡𝐼 .………………………………………………………………………………………(52) 𝑏 𝑏 𝐾𝑡𝑏 = (1 − 𝛿 𝑏 )𝐾𝑡−1 + 𝑤 𝑏 𝑗𝑡−1 ..………………………………………………………………..…(53)
Dalam asumsi symmetric equilibrium, seluruh bank mengambil keputusan yang sama, first order condition dari optimisasi ini, antara lain, menghasilkan persamaan stickiness dalam suku bunga pinjaman entrepreneur, 𝑅𝑡𝐿𝐸 , dan suku bunga pinjaman impatient household, 𝑅𝑡𝐿𝐼 , sebagai berikut. 𝑅𝑡𝐿𝐸 = 1 +
𝜐𝐿𝐸 (𝜁 (𝜐𝐿𝐸 −1) 𝑡
𝑅𝑡𝐿𝐼 = 1 +
𝜐𝐿𝐼 (𝜁 (𝜐𝐿𝐼 −1) 𝑡
− 1) − (𝜐
− 1) − (𝜐
𝜅𝐿𝐸 𝑅𝑡𝐿𝐸 ( 𝐿𝐸 𝐿𝐸 −1) 𝑅𝑡−1
𝜅𝐿𝐼 𝑅𝑡𝐿𝐼 ( 𝐿𝐼 𝐿𝐼 −1) 𝑅𝑡−1
𝑅𝐿𝐸
𝛽𝑝 𝜅𝐿𝐸
𝑡 − 1) 𝑅𝐿𝐸 + (𝜐 𝑡−1
𝑅𝐿𝐼
𝛽𝑝 𝜅𝐿𝐼
− 1) 𝑅𝐿𝐼𝑡 + (𝜐 𝑡−1
𝐿𝐸
𝐿𝐼
𝑅𝐿𝐸
𝑅𝐿𝐸
𝑡
𝑡
( 𝑡+1 − 1) 𝑅𝑡+1 𝐿𝐸 .…………………(54) −1) 𝑅𝐿𝐸 𝑅𝐿𝐼
( 𝑡+1 − 1) −1) 𝑅𝐿𝐼 𝑡
𝐿𝐼 𝑅𝑡+1 ...…………………(55) 𝑅𝑡𝐿𝐼
Persamaan pada (54) menjelaskan hubungan antara entrepreneur prime lending rate dan marginal cost dari loan dan keuntungan masa depan dari penyesuaian entrepreneur lending rate. Hal yang sama untuk persamaan (55) yang menjelaskan hubungan antara antara impatient household prime lending rate dan marginal cost dari loan dan keuntungan masa depan dari penyesuaian impatient household lending rate.
25
3.5
Pemerintah dan Bank Sentral Pemerintah dan bank sentral dalam model ini dapat digambarkan sebagai
berikut.
Banks
Impatient Households
Domestic Loan
Tax Patient Households
Government
Consumption
Final Goods Producers
Foreign Loan
ROW
Gambar 5. Skema Model Pemerintah dan Bank Sentral
Pemerintah menghimpun pajak dan meminjam di pasar domestik (melalui bank) dan di pasar luar negeri untuk membiayai pengeluarannya. Budget constraint pemerintah dalam perekonomian adalah: ∗ ∗ ∗ 𝑃𝑡 𝑔𝑡 + (1 + 𝑟𝐵,𝑡−1 + (1 + 𝑟𝑡−1 )𝑏𝐺,𝑡−1 = (𝑇𝑡𝑃 + 𝑇𝑡𝐼 ) + 𝑒𝑡 𝑏𝐺,𝑡 + 𝑏𝐺,𝑡 )𝑒𝑡 𝑏𝐺,𝑡−1
.……….…(60)
Dengan penjelasan 𝑔𝑡 merupakan pengeluaran pemerintah yang dimodelkan ∗ dengan dinamika AR(1), 𝑏𝐺,𝑡 merupakan pinjaman luar negeri pemerintah yang
juga dimodelkan sebagai AR(1), dan 𝑇 𝑃 serta 𝑇𝑡𝐼 adalah pajak yang dihimpun dari patient dan impatient households. Penetapan suku bunga kebijakan (𝑟𝑡 ) oleh bank sentral dimodelkan dalam bentuk persamaan taylor rule sebagai berikut. 1+𝑟𝑡−1 𝜙𝑅 ) 1+𝑟̅
(1 + 𝑟𝑡 ) = (
𝜋
𝜙𝜋 𝑦̃ 𝜙𝑦 1−𝜙𝑅 ( 𝑦̅̃𝑡 ) ) 𝜀𝑟,𝑡 𝑡
((𝜋̅𝑡 )
.………………………………………………… (61)
Dengan penjelasan 𝜙𝜋 dan 𝜙𝑦 merupakan bobot yang dikenakan terhadap inflasi dan output, 𝑟̅ merupakan suku bunga nominal steady state, dan 𝜀𝑡𝑟 merupakan shock i.i.d. terhadap kebijakan moneter dengan distribusi normal dan standar deviasi 𝜎𝑟 .
26
3.6. Market Clearing Condition Untuk menutup model, diperlukan persamaan market clearing condition untuk barang yang dihasilkan oleh final goods producers, barang yang diproduksi oleh
intermediate good producers
(intermediate homogeneous goods),
pasar
perumahan, balance of payment, dan definisi GDP di dalam model. Selain itu, karena ekonomi yang dimodelkan adalah ekonomi terbuka, perlu ditentukan spesifikasi persamaan dari risk premium yang merupakan fungsi dari rasio total utang luar negeri terhadap PDB (sesuai dengan Schmitt-Grohe and Uribe, 2003). Final Goods Producers Output −
𝜋̂𝑡 = 𝜂(𝑝𝐻 ) 𝑐 𝑐̂ 𝑦̃ 𝑡
=
1 𝜇
−
(𝜋̂𝐻,𝑡 + 𝑝̂𝐻,𝑡−1 ) + (1 − 𝜂)(𝑝𝐹 )
𝛾𝐼𝑐 𝐼 𝐼 𝑐̂𝑡 𝑦̃
+
𝛾𝑃 𝑐 𝑃 𝑃 𝑐̂𝑡 𝑦̃
+ 𝑅𝑛𝑌 ∗ 𝑁
1 𝜇
(𝜋̂𝐹,𝑡 + 𝑝̂𝐹,𝑡−1 )
..……………….…….……….(62)
………….……………………………….……………………..(63)
Intermediate Homogenous Goods Market 1
…………………….………………………….…………………(64)
1
∗ (𝑗)𝑑𝑗 = 𝑦𝑊,𝑡 ∫0 𝑦𝐻,𝑡 (𝑗)𝑑𝑗 + ∫0 𝑦𝐻,𝑡
Housing Market 𝛾 𝑃 𝜒𝑡𝑃 + 𝛾 𝐼 𝜒𝑡𝐼 = 𝜒𝑡
…………………….…………..……………….………………………….……(65)
Balance of Payment ∗ )𝜌 ∗ ∗ ∗ ∗ 𝑃𝐹,𝑡 𝑦𝐹,𝑡 + 𝑒𝑡 (1 + 𝑟𝑡−1 𝑡−1 𝑏𝑡𝑜𝑡,𝑡−1 = 𝑒𝑡 𝑃𝐻,𝑡 𝑦𝐻,𝑡 + 𝑒𝑡 𝑏𝑡𝑜𝑡,𝑡
…………………………….…….……(66)
Dengan penjelasan ∗ ∗ 𝑏𝑡𝑜𝑡,𝑡 = 𝑏𝐺,𝑡
…………………….…………………………………….………………………….……(67)
GDP ∗ ∗ 𝑃𝑡 𝑦̃𝑡 = 𝑃𝑡 𝑦𝑡 + 𝑒𝑡 𝑃𝐻,𝑡 𝑦𝐻,𝑡 − 𝑃𝐹,𝑡 𝑦𝐹,𝑡
…………………….……………..………….…………………(68)
Risk Premium (1 + 𝜌𝑡 ) = 𝑒𝑥𝑝 (−𝜚
∗ 𝑒𝑡 𝑏𝑡𝑜𝑡,𝑡
𝑃𝑡 𝑦̃𝑡
) 𝜀𝜌,𝑡
…………………….……………………….………………………(69)
27
IV. ESTIMASI DAN SIMULASI
Untuk keperluan estimasi, digunakan data triwulanan sejak triwulan I tahun 2001 sampai dengan triwulan IV tahun 2012. Data untuk sektor riil yang digunakan untuk estimasi adalah konsumsi swasta, investasi swasta, pengeluaran pemerintah, ekspor, impor, inflasi CPI, deflator impor, deflator ekspor dan nilai tukar. Untuk data disagregasi PDB, deflator ekspor, dan deflator impor digunakan data yang berasal dari publikasi PDB berdasarkan pengeluaran dari BPS. Untuk data nilai tukar dan inflasi CPI didapatkan dari database model ARIMBI/SOFIE. Untuk variabel sektor eksternal, digunakan data yang juga digunakan oleh model ARIMBI dan SOFIE, yaitu PDB dunia, inflasi USA, dan LIBOR, sedangkan untuk data transaksi di interbank market digunakan volume transaksi untuk setiap bank. Untuk sektor perbankan, data yang digunakan adalah suku bunga kebijakan (BI rate), suku bunga dan jumlah penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), modal bank, suku bunga, serta penyaluran kredit rumah tangga (kredit konsumsi), suku bunga, dan jumlah penyaluran kredit ke perusahaan (kredit investasi dan modal kerja), jumlah SBI (dan operasi moneter lainnya) yang dimiliki oleh bank, jumlah tagihan bank kepada pemerintah pusat (SBN), jumlah reserve (termasuk cash in vault) bank, dan non performing loan (NPL). Untuk komposisi neraca bank, data yang digunakan berasal dari neraca analitis bank umum. Data NPL didapatkan dari database model SOFIE.
4.1
Estimasi Dalam menentukan nilai steady state variabel sektor riil, digunakan data
realisasi selama periode estimasi (triwulan I 2001 s.d. triwulan IV 2012) sebagai acuan utama. Namun, kami juga mempertimbangkan nilai steady state yang digunakan pada model DSGE negara maju atau negara berkembang sebagai perbandingan. Untuk variabel disagregasi PDB, berdasarkan data selama periode estimasi yang telah diproses, digunakan HP filter dan didapatkan hasil seperti yang terlihat pada Gambar 6.
28
.7
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev.
.6 .5 .4
Consumption 0.589 0.590 0.620 0.553 0.021
Gov Investment Export Import 0.077309 0.220452 0.43901 0.340948 0.078438 0.220191 0.448076 0.356237 0.083718 0.247197 0.48653 0.374467 0.06537 0.196657 0.391218 0.286572 0.005743 0.01582 0.034335 0.032558
.3 .2 .1 .0 00
01
02
03 CRL_SS XRL_SS
04
05
06
GRL_SS MRL_SS
07
08
09
10
11 12
PMTBRL_SS
Gambar 6. Steady State Variabel Disagregasi PDB Berdasarkan Data
Berbeda dengan disagregasi yang dilakukan oleh BPS untuk variabel investasi (investasi bisnis dan investasi bangunan), di dalam model investasi dibagi menjadi dua, yaitu investasi perumahan dan investasi untuk barang modal. Untuk mendapatkan nilai steady state dari rasio investasi perumahan (housing) dari total PDB, kami mengalikan rasio nilai penyelesaian bangunan untuk kategori gedung (0,4) dengan rata-rata rasio investasi bangunan dari total investasi (0,83), kemudian kami kalikan lagi dengan rasio investasi terhadap PDB (0,22). Dengan menggunakan pendekatan tersebut (dan pembulatan), kami menetapkan nilai steady state untuk rasio investasi perumahan dari total PDB adalah sebesar 0,08.
Gambar 7. Rasio Nilai Penyelesaian Bangunan per Kategori dan Rasio Investasi Bangunan
Dengan menggunakan pendekatan yang sama, kita juga bisa mendapatkan nilai steady state untuk variabel komponen neraca bank. Namun, seperti terlihat pada Gambar 8, hasil HP filter untuk rasio variabel komponen neraca bank 29
terhadap total aset tidak menunjukkan kestabilan pada nilai tertentu. Selain menggunakan hasil HP filter yang ditampilkan pada gambar tersebut, digunakan pula hasil penelitian dari Gunadi dan Budiman (2011) mengenai optimalisasi komposisi portfolio bank di Indonesia untuk menentukan nilai steady state variabel neraca bank yang secara lengkap ditampilkan pada Tabel 5.
Gambar 8. Hasil HP Filter dari Rasio Variabel Komponen Neraca Bank terhadap Total Aset Tabel 5. Nilai Steady State Variabel Neraca Bank Assets
Liabilities
Total Loan
0,7
Deposit
0,9
SBI
0,12
Capital
0,1
Loan to Government (SBN)
0,08
Reserve
0,1
Nilai steady state variabel suku bunga kebijakan (BI rate) menggunakan nilai yang sama dengan yang digunakan oleh model ARIMBI. Apabila kita melihat Gambar 9 yang memperlihatkan hasil HP filter dari berbagai variabel suku bunga dalam model, terlihat bahwa spread antara BI rate dan suku bunga DPK tidaklah stabil. Pada saat BI rate tinggi, spread dengan suku bunga DPK juga besar, sedangkan pada saat BI rate rendah, spread dengan suku bunga DPK juga rendah. Karena kita menggunakan nilai steady state BI rate yang tergolong rendah, untuk konsistensi dengan data, digunakan spread yang juga rendah dalam menghitung steady state
suku
bunga DPK.
Dengan
menggunakan
metode
ini, kami 30
menetapkan nilai steady state suku bunga DPK sebesar 4,5%. Untuk menentukan nilai steady state suku bunga kredit konsumsi dan investasi, kami menambahkan rata-rata perbedaan antara kedua suku bunga tersebut dan BI rate selama periode estimasi sehingga didapatkan nilai steady state suku bunga kredit konsumsi sebesar 13,65% dan nilai steady state suku bunga kredit untuk perusahaan (modal kerja dan investasi) sebesar 11,4%. Untuk suku bunga LIBOR yang menjadi proksi dari suku bunga luar negeri, kami menggunakan angka yang sama dengan yang digunakan model ARIMBI, yaitu 3%.
20
16
12
8
4
0 2004
2005
2006
2007
BI_RATE_TREND R_DEP_TREND R_KE_TREND
2008
2009
2010
2011
LIBOR_TREND R_KK_TREND
Gambar 9. Hasil HP Filter dari Berbagai Variabel Suku Bunga dalam Model
Secara lengkap, nilai steady state untuk seluruh variabel yang digunakan oleh model terdapat pada Tabel 6.
31
Tabel 6. Nilai Steady State Seluruh Variabel Variables
Values
Consumption to GDP ratio
0,59
Capital investment to GDP ratio
0,19
Housing investment to GDP ratio
0,08
Government expenditure to GDP ratio
0,09
Import to absorption ratio
0,38
Export to output ratio
0,44
Loan to HH to GDP ratio
0,31
Loan to entrepreneur to GDP ratio
0,71
Deposit to GDP ratio
1,28
Importer’s profit margin
0,03
Exporter’s profit margin
0,026
Domestic retailer’s profit margin Rate on loan to HH* Rate on loan to entrepreneur* Rate on deposit* Foreign interest rate* CAR Bank’s profit to total asset ratio
0,18 14,98% 12,9% 4,5% 3% 0,14 0,025
Deposit to bank’s total asset ratio
0,9
Bank’s capital to total asset ratio
0,1
Loan to bank’s total asset ratio
0,7
Risk free asset to bank’s total asset ratio**
0,2
Reserve to total asset ratio
0,1
Interbank Volume to Total Asset
0,5267
Sebagian paremeter yang digunakan di dalam model dikalibrasi dengan menggunakan nilai yang digunakan oleh model yang pernah dikembangkan oleh Bank Indonesia dan hasil penelitian empiris terkait. Capital share dalam fungsi produksi ditetapkan sebesar 0,54 sesuai dengan hasil estimasi dari model MODBI 2012. Nilai dari home bias parameter ditentukan berdasarkan nilai HP filter dari import to absorption ratio Indonesia selama periode estimasi. Parameter yang menentukan elasticity of subtitution between domestic and foreign goods dan 32
elasticity of subtitution for export goods menggunakan nilai yang berasal dari penelitian Zhang dan Verikios (2006)2. Nilai parameter—untuk risk premium dan yang mengatur biaya untuk mengelola modal bank—didapatkan melalui hubungan steady state antara berbagai variabel yang terdapat dalam model. Calvo parameter untuk labor mengikuti hasil estimasi dari model BISMA (2009). Untuk parameter dari persamaan ad hoc yang menentukan dinamika dari bobot aset beresiko (persamaan 36) dan reserve yang dimiliki bank (persamaan 37–39) menggunakan hasil estimasi persamaan parsial berdasarkan data selama periode estimasi.
Tabel 7. Nilai Parameter Hasil Kalibrasi Parameters
Values
Mark-up parameter in labor market
𝜀𝑤
11
Depreciation rate of capital
𝛿𝑘
0,025
Depreciation rate of housing asset
𝛿𝜒
0,0125
Cost to managing bank’s capital
𝛿𝑏
0,1
Risk premium parameter
𝜌𝑏
0,11
Capital share in production function
𝛼
0,54
Home bias parameter
𝜂
0,62
Elasticity of subtitution between domestic and foreign goods
𝜇
0,63
Elasticity of subtitution for export goods
𝜇𝐻∗
0,45
Labour income share of unconstrained household
𝜇𝐿
0,67
𝜃𝑤𝑝 𝑑𝑎𝑛 𝜃𝑤𝑖
0,65
Reserve equation’s parameter
𝜌Γ
0,197
Excess reserve equation’s parameter
𝜌ε
0,632
The probability of given labor (from patient and impatient HH) is selected not to reoptimize its wage
Penentuan
prior
untuk
parameter
yang
diestimasi
menggunakan
pendekatan yang sama dengan penentuan parameter yang dikalibrasi, yaitu menggunakan nilai dari model yang pernah dikembangkan sebelumnya ataupun dari penelitian empiris terkait. Untuk parameter 𝜿𝒅 , 𝜿𝒃𝒆 , dan 𝜿𝒃𝒊 , prior ditentukan dengan menetapkan respons suku bunga retail bank terhadap shock suku bunga
Digunakan perhitungan parameter berdasarkan CES based estimation yang sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam model yang dikembangkan dalam penelitian ini. 2
33
kebijakan sesuai dengan hasil estimasi dari immediate pass-through yang dilakukan oleh Harmanta dan Purwanto (2012). Untuk Taylor rule parameter (𝝋𝒓 , 𝝋𝝅 , dan 𝝋𝒚 ), nilai dari prior ditetapkan sesuai dengan nilai yang digunakan oleh core model ARIMBI. Prior untuk parameter yang mengatur habit persistence dalam kegiatan konsumsi rumah tangga menggunakan hasil estimasi model BISMA (2009). Secara lengkap, prior distribution, jenis distribusi dan posterior distribution dari parameter hasil estimasi terdapat pada Tabel 8.
Tabel 8. Nilai Parameter Hasil Estimasi Parameters
Prior Distribution
Distributions
Posterior Distribution
Mean Std. Dev.
Mean
Inverse of intertemporal elasticity of substitution for housing
𝝈𝝌
normal
4
0,2
4,1670
Inverse of intertemporal elasticity of substitution for consumption
𝝈𝒄
normal
2
0,2
2,1274
Inverse of Frisch elasticity of labour supply
𝝈𝒏
normal
2
0,2
4,1417
Adjustment cost paremeter for deposit rate
𝜿𝒅
gamma
3,25
0,2
3,2675
Adjustment cost paremeter for entrepreneur loan rate
𝜿𝒃𝒆
normal
3,5
0,2
3,7420
Adjustment cost paremeter for household loan rate
𝜿𝒃𝒊
normal
8
0,2
8,1676
Adjustment cost paremeter for capital investment
𝜿𝒌
gamma
5
0,5
5,1631
Adjustment cost paremeter for housing investment
𝜿𝝌
normal
50
0,5
49,3372
Adjustment cost paremeter for bank’s CAR
𝜿𝒌𝒃 beta
1
0,05
0,9684
34
Tabel 8. (lanjutan) Parameters
Distributions
Prior Distribution
Posterior Distribution
Mean Std. Dev.
Mean
Calvo paremeter for import goods
𝜽𝒇
beta
0,7
0,05
0,6254
Calvo paremeter for domestic goods
𝜽𝐡
beta
0,4
0,05
0,3948
Calvo parameter for export goods
𝜽𝐡∗
beta
0,6
0,05
0,7898
4.2
Simulasi Pada bagian ini akan dipelajari dinamika dari impulse response yang
dihasilkan oleh model. Pembahasan akan difokuskan pada simulasi dari kebijakan moneter berupa shock pada BI rate dan simulasi dari kebijakan makroprudensial. Karena model yang dikembangkan ini mengasumsikan ekonomi yang bersifat terbuka (small open economy), akan dibahas pula transmisi dari shock nilai tukar. Lebih lanjut, sesuai dengan desain pengembangan model, pada bagian ini juga akan difokuskan pada pembahasan simulasi mekanisme financial acelerator dan shock yang berasal dari interbank market.
4.2.1 BI Rate’s Shock
Gambar 10. Impulse Response Shock BI Rate 35
Dalam literatur transmisi suku bunga kebijakan moneter bermula dari suku bunga kebijakan (BI rate) yang memengaruhi suku bunga simpanan dan suku bunga kredit. Pengaruhnya bermula melalui suku bunga jangka pendek dan berlanjut ke suku bunga jangka panjang. Dengan adanya kekakuan harga, perubahan suku bunga kebijakan tersebut akan berpengaruh pada suku bunga riil kredit modal kerja, investasi, dan konsumsi yang pada akhirnya akan berdampak pada variabel-variabel riil (akun-akun laba rugi dan neraca bank, perusahaan, dan rumah tangga). Dengan memperhatikan impulse response function model, seperti yang terlihat pada Gambar 10, kenaikan BI rate sebesar 1% akan ditransmisikan ke berbagai suku bunga yang ada di sektor perbankan, baik suku bunga deposit maupun suku bunga kredit. Besarnya kenaikan suku bunga itu disesuaikan dengan besarnya mark-up dan tingkat stickiness dari masing-masing suku bunga. Respons kenaikan BI rate paling cepat ditransmisikan ke suku bunga deposito yang langsung naik pada periode yang sama saat BI rate naik dan memiliki pola yang sama dengan BI rate jika dibandingkan dengan kenaikan pada suku bunga kredit. Hal tersebut disebabkan oleh suku bunga deposito yang memiliki tingkat stickiness yang lebih kecil dibandingkan oleh suku bunga kredit. Peningkatan suku bunga kredit akan menurunkan total pinjaman pada rumah tangga yang kemudian akan berdampak pada penurunan total konsumsi di perekonomian. Penurunan
permintaan
masyarakat
akan
mengakibatkan
producer
mengurangi produksi barang, yang terlihat dari menurunnya final good output dan pada akhirnya menurunkan PDB. Penurunan produksi output oleh producer juga mengakibatkan berkurangnya kebutuhan akan tenaga kerja sehingga terjadi penurunan supply tenaga kerja, baik dari patient household maupun dari impatient household. Penurunan kesempatan kerja akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan bagi rumah tangga sehingga konsumsi rumah tangga akan semakin tergerus. Menurunnya demand dari masyarakat akan menekan inflasi ke bawah. Kenaikan BI rate juga akan mengakibatkan terapresiasinya nilai tukar yang akan mengakibatkan turunnya ekspor karena berkurangnya daya saing yang pada akhirnya akan menurunkan PDB. Dari hasil simulasi di atas, terlihat bahwa propagasi shock suku bunga kebijakan memengaruhi variabel-variabel intermediate dan variabel-variabel riil dengan perilaku yang telah sesuai dengan teori ekonomi. Dengan demikian, model DSGE yang dikembangkan telah dapat menangkap dinamika transmisi suku 36
bunga kebijakan dengan baik. Selanjutnya, sesuai dengan salah satu tujuan pengembangan model DSGE ini, akan dilakukan simulasi mengenai dampak keberadaan financial accelerator dengan membandingkannya apabila model tidak dilengkapi dengan financial accelerator.
2.00E-03
1.00E-03
3.00E-04
BI Rate
1.50E-03
2.50E-04
Loan Rate to Household
2.00E-04 1.50E-04
1.00E-03
6.00E-04 4.00E-04
1.00E-04 5.00E-04
Loan Rate to Firm
8.00E-04
5.00E-05
2.00E-04
0.00E+00
0.00E+00 1
6
11 16 21 26 31 36
-5.00E-04
-5.00E-05
1
6
11 16 21 26 31 36
4.00E-03
Deposit Rate
pi_4
2.00E-03
1
-4.00E-03 -6.00E-03 6
6
11 16 21 26 31 36
-5.00E-04 1
6
11 16 21 26 31 36
1.00E-03
5.00E-04 0.00E+00
0.00E+00
-2.00E-03
1 -2.00E-04
-1.00E-04
9.00E-04 8.00E-04 7.00E-04 6.00E-04 5.00E-04 4.00E-04 3.00E-04 2.00E-04 1.00E-04 0.00E+00 -1.00E-04 1 -2.00E-04
0.00E+00
6
11 16 21 26 31 36
-1.00E-03 -1.50E-03 -2.00E-03 -2.50E-03
GDP
-3.00E-03 -3.50E-03
11 16 21 26 31 36
-8.00E-03
-4.00E-03
Black line – without financial accelerator Red Line – with financial accelerator
Gambar 11. Impulse Response Shock BI Rate with Financial Accelerator and Without Financial Accelerator
Efek dari adanya mekanisme financial accelerator akan mengakibatkan PDB semakin rendah pertumbuhannya pada saat perekonomian mengalami kontraksi, demikian pula saat perekonomian berada pada fase ekspansi, mekanisme financial accelerator akan menyebabkan PDB tumbuh lebih besar, seperti yang terlihat pada gambar di atas. PDB yang mengalami akselerasi akibat adanya mekanisme financial accelerator juga memberikan dampak pada terciptanya inflasi yang lebih volatile jika dibandingkan dengan kondisi tanpa adanya financial accelerator. Tingginya volatile pada variabel PDB dan inflasi yang tercipta di perekonomian akan mengakibatkan policy rate (BI rate) akan menjadi lebih tinggi saat terjadinya kontraksi dan lebih rendah saat terjadinya ekspansi, yang diikuti oleh pergerakan suku bunga perbankan lainnya.
37
Bahwa kebijakan yang dijalankan diasumsikan tidak hanya menggunakan BI rate, tetapi dikombinasikan dengan kebijakan countercyclical makroprudensial untuk menahan pertumbuhan kredit dengan menurunkan rasio LTV (garis merah). Hasil simulasi membuktikan bahwa shock berupa policy mix akan menekan pertumbuhan kredit lebih dalam jika dibandingkan dengan kondisi tanpa adanya shock LTV. PDB dan inflasi menurun, tetapi tidak berubah terlalu banyak jika dibandingkan dengan kondisi dengan hanya menggunakan kebijakan BI rate. Pada penggunaan policy mix, penurunan pada konsumsi tertutupi dengan penurunan pada impor sehingga PDB cenderung stabil. Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa policy mix selain menghasilkan pertumbuhan PDB dan inflasi yang stabil, juga mampu mengkontrol konsumsi sehingga demand untuk impor berkurang. Dengan ekspor yang stabil, penurunan pada impor akan memberikan dampak positif pada current account.
4.2.2 Households’ LTV Ratio Requirement’s Shock
Gambar 12. Impulse Response Shock Household's LTV
Kenaikan rasio loan to value yang bersifat ekspansioner secara teori ekonomi akan meningkatkan total loan yang dikeluarkan oleh perbankan dan meningkatkan leverage dari peminjam (perusahaan dan rumah tangga). Hal itu akan meningkatkan konsumsi yang pada gilirannya akan meningkatkan PDB. 38
Namun, peningkatan PDB akibat konsumsi yang meningkat akan memacu impor dan memperburuk neraca transaksi berjalan (current account) Simulasi di atas (Gambar 12) menunjukkan bahwa kenaikan LTV ratio requirement untuk pinjaman rumah tangga (kredit konsumsi) menyebabkan kenaikan volume kredit rumah tangga yang diakibatkan adanya insentif tingginya jumlah pinjaman yang dapat diberikan oleh bank atas jaminan yang dimiliki oleh rumah tangga. Dengan adanya kenaikan LTV, dengan nilai aset yang sama, rumah tangga mendapatkan pinjaman yang lebih banyak dari bank. Kenaikan volume kredit rumah tangga mendorong bank untuk mengatur portfolio asetnya dengan menurunkan volume kredit entrepreneur dan mengalihkannya pada kredit rumah tangga sehingga dalam gambar terlihat penurunan di kredit entrepreneur yang diiringi oleh kenaikan di kredit rumah tangga. Meningkatnya pinjaman terhadap rumah tangga akan meningkatkan konsumsi rumah tangga sehingga mendorong producer untuk meningkatkan final good output-nya. Peningkatan final good output yang tinggi membutuhkan peningkatan faktor produksi, yaitu peningkatan jumlah labor, baik yang berasal dari patient household maupun
dari
impatient
household
sehingga
pada
akhirnya
meningkatkan
pendapatan rumah tangga. Konsumsi yang meningkat tersebut pada gilirannya akan
meningkatkan
PDB.
Namun,
peningkatan
PDB
itu
mengakibatkan
meningkatnya impor dan menurunnya ekspor yang berakibat pada memburuknya current account (CA).Hal itu menunjukkan bahwa hasil simulasi model telah sesuai dengan teori ekonomi dan dapat menangkap propagasi shock LTV melalui variabelvariabel riil dan finansial utama yang menjadi fokus perhatian policy makers.
39
4.2.3 Interbank Market’s Shock
Gambar 13. Impulse Response Shock Interbank Market
Interbank market memiliki andil yang signifikan terhadap penyebarluasan krisis finansial yang terjadi dewasa ini, seperti yang terdokumentasikan dengan baik
dalam
literatur,
menyebabkan
peningkatan
realokasi
resources
risiko dari
dalam
interbank
interbank lending
market
menuju
dapat
risk-free
government bond. Sebagai sumber utama penyedia likuiditas bagi perbankan dalam penciptaan new loans, shock interbank market ini mengakibatkan jatuhnya supply
kredit
yang
tersedia
untuk
firm
dan
household
sehingga
dapat
menyebabkan resesi. Beberapa temuan studi empiris seperti pada Socio et al. (2011) mengonfirmasikan bahwa shock yang terjadi pada interbank market merupakan faktor yang signifikan dalam finansial krisis. Simulasi model ketika terjadi shock penurunan interbank market volume (Gambar 13) menunjukkan bahwa jumlah loan, baik ke rumah tangga maupun ke entrepreneur mengalami penurunan sehingga secara total bank akan mengalami penurunan
loan
to
deposit
ratio
(LDR).
Penurunan
total
loan
itu
akan 40
mengakibatkan bank mengalami penurunan profit sehingga capital bank juga akan ikut menurun karena capital bank merupakan akumulasi dari capital periode sebelumnya dan profit yang ditahan. CAR bank juga ikut menurun seiring dengan penurunan capital bank. Penurunan jumlah loan pada household dan firm yang terjadi
akan mengakibatkan penurunan total konsumsi. Dampak pelemahan
konsumsi itu kemudian menyebabkan penurunan pada PDB. Selanjutnya, otoritas moneter dengan adanya penurunan PDB itu akan merespons dengan menurunkan suku bunga kebijakan (BI rate) yang pada gilirannya akan berdampak pada terdepresiasinya nilai tukar. Dengan membandingkan perilaku propagasi shock interbank market yang digambarkan oleh simulasi model dan literatur, dapat disimpulkan bahwa transmisi shock yang terjadi dalam interbank market juga telah dapat ditangkap oleh model secara komprehensif. Fenomena utama seperti realokasi resources antara interbank lending dan risk-free government bond dalam interbank market yang memiliki peranan penting dalam penyebarluasan krisis yang terjadi juga dapat disimulasikan dengan baik.
4.2.4 Exchange Rate’s Shock
Gambar 14. Impulse Response Shock Exchange Rate
41
Hasil simulasi (Gambar 14) di atas menunjukkan depresiasi yang terjadi pada nilai tukar rupiah akan meningkatkan daya saing produk ekspor sehingga meningkatkan
volume
ekspor
dan
meningkatkan
produksi
barang-barang
intermediate. Peningkatan pada produksi intermediate goods akan menyebabkan peningkatan kebutuhan faktor produksi berupa labor, baik dari patient household maupun dari impatient household. Peningkatan produksi intermediate goods akan mendorong peningkatan pada final goods sehingga PDB juga akan meningkat. Peningkatan pada PDB akan mendorong naiknya income penduduk dan akan menciptakan tekanan demand terhadap kebutuhan barang dan jasa sehingga akan meningkatkan inflasi. Policy rate (BI rate) juga akan meningkat untuk meredam inflasi. Di sisi lain, terdepresiasinya nilai tukar rupiah juga akan menyebabkan penurunan impor akibat tingginya harga barang-barang impor yang pada akhirnya semakin meningkatkan PDB domestik. Seperti halnya simulasi variabel-variabel makroekonomi lainnya, dengan mengevaluasi IRF yang dihasilkan, dapat disimpulkan bahwa model DSGE ini secara baik dapat menangkap dinamika shock nilai tukar yang sesuai dengan teori ekonomi.
42
V. PENUTUP
5.1
Simpulan Dalam penelitian ini dibangun model DSGE untuk perkenomian terbuka
(small open economy) Indonesia dengan menambahkan mekanisme interbank market untuk melengkapi friksi yang sudah terjadi dalam pasar keuangan sebelumnya, yaitu financial frictions yang berupa collateral constraints dan financial accelerator. Sektor perbankan yang didesain sesuai dengan kondisi Indonesia. Analisis impulse reponse dari model menunjukkan transmisi dari kebijakan moneter dan kebijakan makroprudensial sebagai berikut. a) Peningkatan BI rate akan menyebabkan bank meningkatkan suku bunga retailnya terhadap rumah tangga dan entrepreneur sehingga mengurangi penyaluran pinjaman kepada rumah tangga yang pada akhirnya menurunkan konsumsi. Penurunan
demand
pada
rumah
tangga
akan
menurunkan
produksi
intermediate goods dan final good output. Hal itu kemudian akan menyebabkan turunnya PDB dan inflasi. Adanya mekanisme financial frictions berupa collateral constraint dan financial accelerator dalam perekonomian terlihat memberikan pertumbuhan lebih tinggi pada fase ekspansi jika dibandingkan dengan tanpa financial frictions. Demikian pula sebaliknya, saat perekonomian dalam kondisi kontraksi, PDB akan lebih rendah saat terdapat mekanisme financial frictions. b) Peningkatan LTV ratio requirement untuk kredit rumah tangga (konsumsi) yang bersifat ekspansioner menyebabkan meningkatnya volume kredit rumah tangga yang pada akhirnya akan meningkatkan konsumsi. Hal itu akan mendorong terjadinya peningkatan final good output yang juga meningkatkan faktor produksi labor, baik yang berasal dari patient household maupun dari impatient household.
Penguatan
konsumsi
tersebut
pada
gilirannya
juga
akan
meningkatkan PDB dalam perekonomian. Namun, peningkatan PDB akibat konsumsi yang meningkat itu akan meningkatkan impor dan memperburuk neraca transaksi berjalan (current account) c) Shock pada perbankan berupa penurunan likuiditas pada interbank market akan menyebabkan bank menurunkan penyaluran pinjaman, baik kepada household maupun kepada entrepreneur sehingga akan menurunkan LDR bank. Shock tersebut akan menurunkan capital dan CAR bank. Penurunan 43
jumlah loan pada household dan firm yang terjadi akan mengakibatkan penurunan total konsumsi. Dampak pelemahan konsumsi itu kemudian menyebabkan penurunan pada PDB dan inflasi. Selanjutnya, dengan adanya penurunan PDB dan inflasi ini, otoritas moneter akan meresponsnya dengan menurunkan suku bunga kebijakan (BI rate) yang pada gilirannya akan berdampak pada terdepresiasinya nilai tukar. d) Depresiasi nilai tukar akan memengaruhi peningkatan daya saing produk sehingga
akan
meningkatkan
ekspor
dan
PDB.
Kebutuhan
untuk
meningkatkan intermediate good akan meningkatkan kebutuhan labor dari patient dan dari impatient household oleh producer. Peningkatan labor akan meningkatkan
pendapatan
meningkatkan
konsumsi.
rumah Tingginya
tangga
yang
demand
akan
pada
akhirnya
akan
menyebabkan
inflasi
meningkat yang akan direspons oleh kenaikan policy rate (BI rate). Model
pada
penelitian
ini
telah
mampu
memenuhi
tujuan
pengembangannya, yaitu melakukan simulasi kebijakan moneter (BI rate) dan kebijakan makroprudensial (LTV requirement) serta simulasi shock yang terjadi pada pasar uang antarbank (interbank market), yaitu fenomena utama seperti realokasi resources antara interbank lending dan risk-free government bond dalam interbank market ketika terjadi krisis telah dapat disimulasikan dengan baik.
5.2
Rencana Pengembangan Berikutnya Berdasarkan analisis impulse response dan potensi penggunaan model
dalam kerangka FPAS Bank Indonesia, terdapat beberapa penyempurnaan yang dapat dilakukan pada model, yaitu sebagai berikut. a) Pengembangan model untuk mendukung aplikasi yang lebih luas terkait dengan
interaksi
antara
berbagai
kebijakan
moneter
dan
kebijakan
makroprudensial. Hal yang dapat dilakukan antara lain adalah pemodelan kebijakan
maroprudensial
secara
endogen,
misalnya
dengan
CAR
countercyclical rule. b) Pengembangan lebih lanjut sektor eksternal dari model untuk dapat melakukan simulasi shock variabel eksternal yang lebih luas, seperti shock terkait country risk premium dan capital inflow.
44
c) Pengembangan model yang digunakan tidak hanya sebagai model untuk kebutuhan simulasi, tetapi juga untuk kebutuhan proyeksi variabel makro atau variabel yang terkait dengan neraca dan kondisi sektor perbankan.
45
DAFTAR PUSTAKA
Adolfson, Malin & Laséen, Stefan & Lindé, Jesper & Villani, Mattias, 2005. "Bayesian Estimation of an Open Economy DSGE Model with Incomplete Pass-Through," Working Paper Series 179, Sveriges Riksbank (Central Bank of Sweden). Agung, Juda, 2010.”Mengintegrasikan Kebijakan Moneter dan Makroprudential: Menuju Paradigma Baru Kebijakan Moneter di Indonesia Pasca Krisis Global”. Bank Indonesia Working Paper No.WP/07/2010. Angelini, Paolo & Andrea Enria & Stefano Neri & Fabio Panetta & Mario Quagliariello, 2010. "Pro-cyclicality of capital regulation: is it a problem? How to fix it?", Questioni di Economia e Finanza (Occasional Papers) 74, Bank of Italy, Economic Research and International Relations Area. Angelini, Paolo & Stefano Neri & Fabio Panetta, 2011."Monetary and macroprudential policies", Temi di discussione (Economic working papers) 801, Bank of Italy, Economic Research and International Relations Area. Bank Indonesia, 2006, “General Equilibrium Model Bank Indonesia 2006,” Bank Indonesia Working Paper. Bank Indonesia .2009, “Bank Indonesia Structural Macromodel” Bank Indonesia Working Paper. Bernanke, Ben & Gertler, Mark & Gilchrist, Simon, 1999, “The Financial Accelerator in a Quantitative Business Cycle Framework”, Handbook of Macroeconomics, Elsevier, Edition 1, Volume 1, Number 1. BIS, 2010. “Macroprudential instruments and frameworks: A stocktaking of issues and experiences. Committee on The Global Financial System. Brzoza-Brzezina, MichaÅ‚ & Krzysztof Makarski, 2011, "Credit crunch in a small open economy," Journal of International Money and Finance, Elsevier, vol. 30(7), pages 1406-1428. Carrera, Cesar & Hugo Vega, 2012. “Interbank Market and Macroprudential Tools in a DSGE Model,” Working Papers Series, Banco Central de Reserva del Peru. De Walque, Gregory & Olivier Pierrard & Abdelaziz Rouabah, 2008. “Financial (in)stability, Supervision and Liquidity Injections: a Dynamic General Equilibrium Approach,” Central Bank of Luxembourg. Dib, Ali, 2009. “Banks, Credit Market Frictions, and Business Cycles,” Bank of Canada. Camilo E Tovar, 2008. "DSGE models and central banks," BIS Working Papers 258, Bank for International Settlements. Gerali, Andrea & Stefano Neri & Luca Sessa & Federico M. Signoretti, 2010,"Credit and banking in a DSGE model of the euro area,"Temi di discussione (Economic working papers) 740, Bank of Italy, Economic Research and International Relations Area. Gunadi, Iman & Advis Budiman ,2011, “Optimalisasi Komposisi Portfolio Bank di Indonesia”, Kajian Stabilitas Keuangan No. 17, September.
46
Harmanta & Nur Purwanto, 2012, “Stickiness Suku Bunga retail Perbankan di Indonesia “, Catatan Riset No. 14/ 39 /DKM/BRE/CR, Bank Indonesia, Desember. Harmanta & Nur Purwanto & Fajar Oktiyanto, 2012, “Sektor Perbankan dalam Model DSGE”, Bank Indonesia Working Paper No.WP/16/2012. Iacoviello, M. ,2005, “House Prices, Borrowing Constraints and Monetary Policy in the Business Cycle" American Economic Review, Vol. 95(3), pp. 739-764. Jan Vlcek & Scott Roger, 2012. "Macrofinancial Modeling at Central Banks: Recent Developments and Future Directions," IMF Working Papers 12/21, International Monetary Fund. Lawrence J. Christiano & Martin Eichenbaum & Charles L. Evans, 2005. "Nominal Rigidities and the Dynamic Effects of a Shock to Monetary Policy," Journal of Political Economy, University of Chicago Press, vol. 113(1), pages 1-45, February. Liu, Zheng & Pengfei Wang & Tao Zha, 2010. "Do credit constraints amplify macroeconomic fluctuations?", Working Paper 2010-01, Federal Reserve Bank of Atlanta. Vicek,
Jan & Scott Roger, 2012. "Macrofinancial Modeling at Central Banks: Recent Developments and Future Directions," IMF Working Papers 12/21, International Monetary Fund.
Zhang, X. & Verikios, G. ,2006, “A reington Parameter Estimation for a Computable General Equilibrium Model: A Database Consistent Approach”, Economics Discussion Working Papers No. 06–10, The University of Western Australia, Department of Economics. Zhang, Longmei, 2010, “Bank Capital Regulation, the Lending Channel and Business Cycles”, Discussion Paper Series 1: Economic Studies, Deutsche Bundesbank.
47
LAMPIRAN
Persamaan Nonlinear Patient Household 1+𝑟𝑡𝐷 (1−𝛼𝑇𝐷 ) )) 𝑃𝑡+1
𝜀
𝑃 (𝑐𝑡+1 − 𝜉𝑐𝑡𝑃 )−𝜎𝑐 (𝛽𝑃 𝜀𝑢,𝑡+1 (
𝑃 )−𝜎𝑐 𝑢,𝑡 = (𝑐𝑡𝑃 − 𝜉𝑐𝑡−1 ( 𝑃 ) .......(L.1) 𝑡
𝛽𝑃 𝜀𝑢,𝑡+1 𝑃𝜒,𝑡+1 (1−𝛿𝜒 )
𝜀𝑢,𝑡 𝑃𝜒,𝑡
𝑃𝑡+1
𝑃𝑡
𝑃 (𝑖) (𝑐𝑡+1 − 𝜉𝑐𝑡𝑃 )−𝜎𝑐 (
𝑃 )−𝜎𝑐 ) + 𝜀𝑢,𝑡 𝜀χ,𝑡 (𝜒𝑡𝑃 )−𝜎𝜒 = (𝑐𝑡𝑃 (𝑖) − 𝜉𝑐𝑡−1 (
) ....( L.2)
𝐷 𝐷 ) 𝑃 𝑑𝑡 = 𝑑𝑡−1 (1 + 𝑟𝑡−1 − 𝛼 𝑇𝐷 𝑟𝑡−1 − (𝛼 𝑇𝑊 𝑊𝑃,𝑡 𝑛𝑡𝑃 + 𝛼 𝑇Π Π𝑡𝑃 ) + Π𝑡𝑃 − 𝑃𝜒,𝑡 (𝜒𝑡𝑃 − (1 − 𝛿𝜒 )𝜒𝑡−1 )−
𝑃𝑡 𝑐𝑡𝑃 + 𝑊𝑃,𝑡 𝑛𝑡𝑃 .....( L.3) ∗
Πt = Π𝑡𝐵 + ΠtH + ΠtH + ΠtF .....( L.4) 1−εW π𝑊 1−εW −θP π𝑊 𝑃,𝑡 𝑃,𝑡−1
(1−𝛼𝑇𝑊 )(𝜀𝜔 −1)(
𝜀𝜔 𝛾
(1−θP ) 𝑃 −𝜎𝑛
)
𝜀𝜔 𝜎𝑛 +1 1−εW
𝑠
1+𝜎𝑛
𝜀
𝜔 𝑃 ∑∞ 𝑠=0(𝛽𝑃 𝜃𝑊,𝑃 ) 𝜀𝑢,𝑡+𝑠 [𝜀𝑛,𝑡+𝑠 ((𝜋𝑊,𝑃,𝑡+𝑠 ) 𝑛𝑡+𝑠 )
𝑊𝑃,𝑡
π𝑊𝑃,𝑡 = 𝑊
𝑃,𝑡−1
𝑃 𝜀𝜔 −1 𝑊𝑃,𝑡+𝑠 𝑛𝑡+𝑠
𝑠
∑∞ 𝑠=0(𝛽𝑃 𝜃𝑊,𝑃 ) 𝜀𝑢,𝑡+𝑠 [(𝜋𝑊,𝑃,𝑡+𝑠 )
𝑃𝑡+𝑠
′ 𝑈𝑐,𝑡+𝑠 ]=
] ....( L.5)
.....( L.6)
𝐷 𝑇𝑡𝑃 = 𝛼 𝑇𝑊 𝑊𝑡𝑃 𝑛𝑡𝑃 + 𝛼 𝑇𝐷 𝑟𝑡−1 𝑑𝑡−1 + 𝛼 𝑇Π Π𝑡𝑃 ......( L.7)
Impatient Household 𝑐𝑡𝐼 =
𝑊𝐼,𝑡 𝑛𝑡𝐼 𝑃𝑡
𝑏𝐼
+ 𝑃𝑡 −
𝛼𝑇𝑊 𝑊𝐼,𝑡 𝑛𝑡𝐼 𝑃𝑡
𝑡
𝐼 )−𝜎𝑐 (𝑐𝑡𝐼 (𝑖) − 𝜉𝑐𝑡−1 (
𝛽𝐼 𝜀𝑢,𝑡+1 (
𝐼 𝐼 𝑃𝜒,𝑡 (𝜒𝑡𝐼 −(1−𝛿𝜒 )𝜒𝑡−1 ) 𝑏𝑡−1 ) − 𝑃𝑡 𝑃𝑡
𝐵𝐼 ) − (1 + 𝑟𝑡−1 (
𝜀𝑢,𝑡 𝑚𝑡𝐼 𝐸𝑡 [𝑃𝜒,𝑡+1 (1−𝛿𝜒 )] 𝑃𝑡 (1+𝑟𝑡𝐵𝐼 )
𝑚𝑡𝐼 𝐸𝑡 [𝑃𝜒,𝑡+1 (1−𝛿𝜒 )] 𝑃𝑡+1
𝜀𝜔 𝛾
(1−θI ) 𝐼 −𝜎𝑛
𝑠
𝜀𝑢,𝑡 𝑃𝜒,𝑡 𝑃𝑡
𝐼 (𝑖) ) + (𝑐𝑡+1 − 𝜉𝑐𝑡𝐼 )−𝜎𝑐 (
−𝜎𝜒
)
𝑊𝐼,𝑡 𝐼,𝑡−1
𝑃𝑡+1
−
𝜀𝜔 𝜎𝑛 +1 1−εW
𝑠
∑∞ 𝑠=0(𝛽𝐼 𝜃𝑊,𝐼 ) 𝜀𝑢,𝑡+𝑠 [(𝜋𝑊,𝐼,𝑡+𝑠 ) 𝜀
1+𝜎𝑛
𝜔 𝐼 ∑∞ 𝑠=0(𝛽𝐼 𝜃𝑊,𝐼 ) 𝜀𝑢,𝑡+𝑠 [𝜀𝑛,𝑡+𝑠 ((𝜋𝑊,𝐼,𝑡+𝑠 ) 𝑛𝑡+𝑠 )
π𝑊𝐼,𝑡 = 𝑊
𝛽𝐼 𝜀𝑢,𝑡+1 𝑃𝜒,𝑡+1 (1−𝛿𝜒 )
= 0 ....( L.9)
)) + 𝜀𝑢,𝑡 𝜀𝜒,𝑡 (𝜒𝑡𝐼 (𝑖))
1−εW π𝑊 1−εW −θI π𝑊 𝐼,𝑡 𝐼,𝑡−1
(1−𝛼𝑇𝑊 )(𝜀𝜔 −1)(
−
.....( L.8)
𝐼 𝜀𝜔 −1 𝑊𝐼,𝑡+𝑠 𝑛𝑡+𝑠
𝑃𝑡+𝑠
′ 𝑈𝑐,𝑡+𝑠 ]=
] ......( L.10)
....( L.11)
48
𝑏𝑡𝐼 =
𝑚𝑡𝐼 𝐸𝑡 [𝑃𝜒,𝑡+1 (1−𝛿𝜒 )𝜒𝑡𝐼 𝛾 𝐼 ]
.....( L.12)
(1+𝑟𝑡𝐵𝐼 )
𝑇𝑡𝐼 = 𝛼 𝑇𝑊 𝑊𝑡𝐼 𝑛𝑡𝐼 ......( L.13)
Capital Good Producers 1 𝜅𝑘
1 𝑖𝑘,𝑡 2 𝑖𝑘,𝑡−1
−( (
2
− 1) +
𝑖𝑘,𝑡
(
𝑖𝑘,𝑡
𝑖𝑘,𝑡−1 𝑖𝑘,𝑡−1
1 2
− 1)) + 𝛽𝑝
𝑘𝑡 = (1 − 𝛿𝑘 )𝑘𝑡−1 + 𝜀𝑖,𝑡 (1 − 𝜅𝑘 (
𝑖𝑘,𝑡
𝑖𝑘,𝑡−1
𝑃𝑘,𝑡+1 𝜖𝑖,𝑡+1 𝑖𝑘,𝑡+1 𝑃𝑘,𝑡
𝜖𝑖,𝑡
(
𝑖𝑘,𝑡
2
𝑖
) ( 𝑘,𝑡+1 − 1) − 𝑖𝑘,𝑡
𝑃𝑡 𝜅𝑘 𝑃𝑘,𝑡 𝜖𝑖,𝑡
= 0..(L.14)
2
− 1) ) 𝑖𝑘,𝑡 .....( L.15)
Intermediate Good Producers 1−𝜇𝑙 1−𝛼
𝜇𝑙
𝑦𝑊,𝑡 (𝑖) = 𝐴𝑡 [𝑢𝑡 (𝑖)𝑘𝑡−1 (𝑖)]𝛼 ((𝑛𝑃,𝑡 (𝑖)) (𝑛𝐼,𝑡 (𝑖))
)
......( L.16)
𝑌 (𝑖)
𝑧𝑡 (𝑖) = 𝛼𝑘 𝑃𝑤,𝑡+𝑠 (𝑗) 𝐾𝑡 (𝑖)………(L.17) 𝑡
𝑅𝑡𝐾 =
𝑧𝑡 +(1−𝛿𝑘 )𝑃𝑘,𝑡 𝑃𝑘,𝑡−1
(1 − 𝛼)𝜇𝑙 𝑃𝑊,𝑡
…….(L.18)
𝑦𝑊,𝑡 𝑛𝑃,𝑡
= 𝑊𝑃,𝑡 .....( L.19)
(1 − 𝛼)(1 − 𝜇𝑙 )𝑃𝑊,𝑡
𝑦𝑊,𝑡 𝑛𝐼,𝑡
= 𝑊𝐼,𝑡 .....( L.20)
Housing Good Producers 1 𝜅𝜒
1
− (2 (𝑖
𝑖𝜒,𝑡
𝜒,𝑡−1
2
− 1) + 𝑖
𝑖𝜒,𝑡
𝜒,𝑡−1
(𝑖
𝑖𝜒,𝑡
𝜒,𝑡−1
− 1)) + 𝛽𝑝
𝜀𝑖𝜒,𝑡+1 𝑃𝜒,𝑡+1 𝑖𝜒,𝑡+1 𝜀𝑖𝜒,𝑡 𝑃𝜒,𝑡
(
𝑖𝜒,𝑡
2
𝑖
𝑃𝑡 𝜀 𝜒 𝑖𝜒,𝑡 𝑃𝜒,𝑡
) ( 𝜒,𝑡+1 − 1) − 𝜅 𝑖 𝜒,𝑡
=0
.....(L.21) 𝑃𝜒,𝑡
𝜋𝜒,𝑡 = 𝑃
𝜒,𝑡−1
.....( L.22) 1 2
𝜒𝑡 = (1 − 𝛿𝜒 )𝜒𝑡−1 + 𝜀𝑖𝜒,𝑡 (1 − 𝜅𝜒 (
𝑖𝜒,𝑡
𝑖𝜒,𝑡−1
2
− 1) ) 𝑖𝜒,𝑡 .....( L.23)
49
Entrepreneur ̅𝑡𝑎 ) − 𝜇𝐺(𝜔 ̅𝑡𝑎 ))𝐸𝑡−1 𝑅𝑡𝑘 𝑃𝑡𝐾 𝐾𝑡 = (1 + 𝑟𝑡𝑏𝐼 )𝑏𝑡𝐸 ……(L.24) (Γ(𝜔 𝑏𝑡𝐸 = 𝑃𝑡𝐾 𝐾𝑡 − 𝑁𝑡 ….(L.25) 𝑖 𝑞𝑡 𝐾𝑡+1
𝑘 𝐸𝑡 𝑅𝑡+1 = 𝑠(
𝜔 ̅𝑖 =
𝑘 𝐸𝑡 𝑅𝑡+1 𝑘 𝑅𝑡+1
𝑖 𝑁𝑡+1
𝐵𝑒 ) 𝑅𝑡+1 …..(L.26)
……(L.27)
̅ 𝑡𝑎 ) Γ′(𝜔
……(L.28)
𝜆𝑡 = Γ′(𝜔 ̅𝑎
̅ 𝑡𝑎 ) 𝑡 )−𝜇𝐺′(𝜔
𝑁𝑡 = 𝜈𝑉𝑡 …..(L.29) 𝑉𝑡 = (1 − 𝛤(𝜔 ̅𝑡𝑏 )) 𝑅𝑡𝐾 𝑃𝑡𝐾 𝐾𝑡 ……(L.30)
Importing Retailers 1 (1−θ (πF,t1−εF F
− θF πF,t−1
1−εF
))
1 1−εF
εF −1
k Et ∑∞ k=0(βP θF ) yF,t+k (πF,t+k )
𝑃∗ ε 𝑒 εF ∑∞ (βP θF )k yF,t+k (πF,t+k ) F 𝑡+𝑘 𝐹,𝑡+𝑘 E t k=0 εF −1 PF,t+k 𝑃𝐹,𝑡
𝜋𝐹,𝑡 = 𝑃
𝐹,𝑡−1
=
......( L.32)
......( L.33) 1+𝜇
𝑃𝐹,𝑡 − 𝜇 ) 𝑃𝑡
𝑦𝐹,𝑡 = (1 − 𝜂) (
𝑦𝑡 .....( L.34)
∗ ΠtF = (PF,t − 𝑒𝑡 𝑃𝐹,𝑡 )yF,t ......( L.35)
Domestic Retailers 1 (1−θ (πH,t1−εH H
− θH πH,t−11−εH ))
1 1−εH
ε P εH E ∑∞ (β θ )k yH,t+k (πH,t+k ) H PW,t+k......( εH −1 t k=0 P H H,t+k
𝜋𝐻,𝑡 =
𝑃𝐻,𝑡 𝑃𝐻,𝑡−1
εH −1
k Et ∑∞ k=0(βP θH ) yH,t+k (πH,t+k )
=
L.36)
......( L.37) 1+𝜇
𝑃𝐻,𝑡 − 𝜇 ) 𝑃𝑡
𝑦𝐻,𝑡 = 𝜂 (
𝑦𝑡 ......( L.38)
ΠtH = (PH,t − PW,t )yH,t ......( L.39) 50
Exporting Retailers 1 1−ε ∗ (1−θ∗ (π∗H,t H H ε H∗ εH∗ −1
− θ∗H π∗H,t−1
1−εH∗
))
1 1−εH∗
ε H∗
∗ ∗ k ∗ Et ∑∞ k=0(βP θH ) yH,t+k (πH,t+k )
εH∗ −1
∗ ∗ k ∗ Et ∑∞ k=0(βP θH ) yH,t+k (πH,t+k ) PW,t+k
∗ 𝑒𝑡+𝑘 𝑃𝐻,𝑡+𝑘
=
......( L.40)
𝑃∗
∗ 𝜋𝐻,𝑡 = 𝑃∗𝐻,𝑡 .......( L.41) 𝐻,𝑡−1
∗ 𝑃𝐻,𝑡
−(1+𝜇𝐻∗ )
∗ 𝑦𝐻,𝑡 = (1 − 𝜂 ∗ ) (𝑃∗ )
𝜇𝐻∗
𝐻𝑋,𝑡
𝑦𝑡∗ ......( L.42)
∗
∗ ∗ ΠtH = (𝑒𝑡 𝑃𝐻,𝑡 − PW,t )yH,t .......( L.43)
Final Good Producers 𝑃𝑡
1 𝜇
−
−
= 𝜂(𝑃𝐻,𝑡 )
1 𝜇
−
+ (1 − 𝜂)(𝑃𝐹,𝑡 )
1 𝜇
.....( L.44)
Banking System
Government and Central Bank Indonesia ∗ ∗ 𝑏𝑡𝑜𝑡,𝑡 = 𝑏𝐺,𝑡 ......( L.55) ∗ ∗ ∗ 𝑃𝑡 𝑔𝑡 + (1 + 𝑟𝐵,𝑡−1 + (1 + 𝑟𝑡−1 )𝑏𝐺,𝑡−1 = (𝑇𝑡𝑃 + 𝑇𝑡𝐼 ) + 𝑒𝑡 𝑏𝐺,𝑡 + 𝑏𝐺,𝑡 + )(1 + 𝜌𝑡−1 )𝑒𝑡 𝑏𝐺,𝑡−1
𝐼𝑛𝑐𝐺,𝑡 ......( L.56) (1 + 𝑟𝑡 ) =
𝜙𝑅 1+𝑟 ( 𝑡−1 ) 1+𝑟̅
((𝜋̅
𝜋𝑡+3 𝑡𝑎𝑟,𝑡+3
𝜙𝜋
)
1−𝜙𝑅 𝑦̃𝑡 𝜙𝑦 ( ̅̃ ) ) 𝜀𝑟,𝑡 .....( 𝑦
L.57)
Market Clearing and MISC Identities ∗ ∗ )(1 ∗ ∗ ∗ ∗ 𝑒𝑡 𝑃𝐹,𝑡 𝑦𝐹,𝑡 + 𝑒𝑡 (1 + 𝑟𝑡−1 + 𝜌𝑡−1 )𝑏𝑡𝑜𝑡,𝑡−1 = 𝑒𝑡 𝑃𝐻,𝑡 𝑦𝐻,𝑡 + 𝑒𝑡 𝑏𝑡𝑜𝑡,𝑡 ......( L.58)
𝑦𝑡 = 𝑐𝑡 + 𝑖𝑘.𝑡 + 𝑖𝜒,𝑡 + 𝑔𝑡 + 𝜓(𝑢𝑡 )𝑘𝑡−1 ......( L.59) ∗ ∗ ∗ 𝑃𝑡 𝑦̃𝑡 = 𝑃𝑡 𝑦𝑡 + 𝑒𝑡 𝑃𝐻,𝑡 𝑦𝐻,𝑡 − 𝑒𝑡 𝑃𝐹,𝑡 𝑦𝐹,𝑡 ......( L.60) 𝐸 (1+𝑟𝐵,𝑡 ) ∗ ) (1+𝜌𝑡 )(1+𝑟𝐵,𝑡
=
𝑒𝑡+1 𝑒𝑡
......( L.61)
51
𝜒𝑡 = 𝛾 𝑃 𝜒𝑡𝑃 + 𝛾 𝐼 𝜒𝑡𝐼 .....( L.62) 𝑐𝑡 = 𝛾 𝐼 𝑐𝑡𝐼 + 𝛾 𝑃 𝑐𝑡𝑃 ......( L.63) ∗ 𝑦𝐻,𝑡 + 𝑦𝐻,𝑡 = 𝑦𝑊,𝑡 ......( L.64)
Persamaan Linear (Log Linearize Equation)
Patient Household ̂P,t = Υ ̂P,t+1 + (1−𝛼𝑇𝐷 𝛽𝑃 ) 𝑟̇̂𝑡𝐷 − 𝜋̂𝑡+1 .....( L.65) Υ 𝜋 𝑃 )+𝜀̂ ̂P,t = − 𝜎𝑐 (𝑐̂𝑡𝑃 − 𝜉𝑐̂𝑡−1 Υ 𝑢,𝑡 .....( L.66) (1−𝜉) 𝛽𝑃 (1−𝛿𝜒 ) (1−𝛽𝑃 (1−𝛿𝜒 ))
̂P,t + 𝑝̃̂𝜒,𝑡 ....( [−(1 − 𝛼 𝑇𝐷 𝛽𝑃 )𝑟̇̂𝑡𝐷 + 𝐸𝑡 (𝜋̂𝑡+1 ) + 𝐸𝑡 (𝜋̂𝜒,𝑡+1 )] + 𝜀̂𝑢,𝑡 + 𝜀̂χ,𝑡 − 𝜎𝜒 𝜒̂ 𝑡𝑃 = Υ
L.67) 𝑑̃ ̂ 𝑑̃ 𝑦̃ 𝑡
=
(1−𝛼𝑇𝐷 )(1+𝑟 𝐷 ) 𝑑̃ 𝜋
(1 − 𝛿𝜒 ) ΠP P ̂t Π ̃ y
=
𝑦̃
𝜒𝑃 𝛾𝑃 𝑦̃
Π𝐵 ̃ y
𝑃
̃ Π ̂ 𝑃) − 𝜒 ̃ (𝑑̃̂𝑡−1 − 𝜋̂𝑡 + 𝑟̇̂̂𝑡𝐷−1 ) + (1 − 𝛼 𝑇Π ) ̃ (Π 𝑡 𝑦
𝑐 𝑃 (𝑝̃̂𝜒,𝑡 + 𝜒̂ 𝑡−1 )−
𝑃 𝑃 𝛾
𝑦̃
(𝑐̂𝑡𝑃 ) + (1 − 𝛼 𝑇𝑊 )
𝐻∗
𝐻
̃ 𝑃 𝑛𝑃 𝑤 𝑦̃
𝑃 𝑃 𝛾
𝑦̃
(𝑝̃̂𝜒,𝑡 + 𝜒̂ 𝑡𝑃 ) +
̂ 𝑃,𝑡 + 𝑛̂𝑡𝑃 ).....( L.68) ̃ (𝑤
𝐹
̂ 𝑡𝐵 + Π Π ̂ 𝑡𝐻 + Π Π ̂ 𝑡𝐻∗ + Π Π ̂ 𝑡𝐹 ......( L.69) Π ̃ ̃ ̃ y y y
̂ 𝑡𝐵 = 𝑗̂𝑡𝑏 .....( L.70) Π )(1−𝛽𝑃 𝜃𝑊,𝑃 ) Γ̂P,t 𝑊,𝑃 (𝜀𝜔 𝜎𝑛 +1)
(1−𝜃
𝜋̂𝑊,𝑃,𝑡 = (1+𝛽𝑊,𝑃 )𝜃 𝑃
(𝛽 )
𝑃 + (1+𝛽 𝜋̂ + ) 𝑊,𝑃,𝑡+1 𝑃
̂ 𝑊,𝑃,𝑡−1 𝜋 .....( (1+𝛽𝑃 )
L.71)
̂ 𝑃,𝑡 − Υ ̂P,t......( L.72) Γ̂P,t = 𝜀̂𝑢,𝑡 + 𝜀̂𝑛,𝑡 + 𝜎𝑛 𝑛̂𝑡𝑃 − 𝑤 ̃ ̂𝑃,𝑡 − 𝑊 ̂𝑃,𝑡−1 + 𝜋̂𝑡 .....( L.73) π ̂𝑊𝑃,𝑡 = 𝑊 𝑡̃ 𝑃 ̂𝑃 𝑡̃ 𝑦̃ 𝑡
= 𝛼 𝑇𝑊
̃ 𝑃 𝑛𝑃 𝑤 𝑦̃
𝑃
𝑑 ̃ ̃ Π ̂ 𝑃 .....( L.74) 𝐷 ̂ 𝑡𝑃 + 𝑛̂𝑡𝑃 ) + 𝛼 𝑇𝐷 𝑟 𝐷 𝑑 ((1+𝑟𝑑 ) 𝑟̂𝑡−1 ̃ ̃ − 𝜋̂𝑡 + 𝑑̃̂𝑡−1 ) + 𝛼 𝑇Π 𝑦̃ Π (𝑤 𝑡 𝑦̃𝜋 𝑟
Impatient Household 𝑐 𝐼 𝛾𝐼 𝐼 𝑐̂𝑡 𝑦̃
= (1 − 𝛼 𝑇𝑊 )
̃ 𝐼 𝑛𝐼 𝑤 𝑦̃
𝐼
̃ ̂ 𝐼,𝑡 +𝑛̂𝑡𝐼 ) + 𝑏 (𝑏̃̂𝑡𝐼 − (1+𝑟 ̃ (𝑤 𝑦̃ 𝜋
𝐵𝐼
)
𝐼
𝜒 𝛾𝐼 𝐼 𝐵𝐼 (𝑏̃̂𝑡−1 − 𝜋̂𝑡 + 𝑟̇̂𝑡−1 )) − 𝑦̃ (𝜒̂ 𝑡𝐼 + 𝑝̃̂𝜒,𝑡 −
𝐼 + 𝑝̃̂𝜒,𝑡 ))......( L.75) (1 − 𝛿𝜒 )(𝜒̂ 𝑡−1
52
𝑚𝐼 𝜋(1−𝛿𝜒 )
(
̂I,t + 𝑚 ̂I,t+1 ) + ) [Υ ̂ 𝑡𝐼 + 𝑝̃̂𝜒,𝑡+1 − 𝑟̇̂𝑡𝐵𝐼 + 𝜋̂𝑡+1 ] − 𝑝̃̂𝜒,𝑡 + 𝛽𝐼 (1 − 𝛿𝜒 )(1 − 𝑚𝐼 ) [Et (Υ
(1+𝑟 𝐵𝐼 )
𝑝̃̂𝜒,𝑡+1 −
𝑚𝐼 (1−𝑚𝐼 )
𝑚 ̂ 𝑡𝐼 ] = (
𝑚𝐼 (1−𝛿𝜒 ) − (1+𝑟 𝐵𝐼 )
1 + 𝛽𝐼 (1 − 𝛿𝜒 )(1 − 𝑚𝐼 )) (𝜀̂𝑢,𝑡 + 𝜀̂𝜒,𝑡 − 𝜎𝜒 𝜒̂ 𝑡𝐼 ) +
̂I,t ......(L.76) Υ 𝐼 )+𝜀̂ ̂I,t = − 𝜎𝑐 (𝑐̂𝑡𝐼 − 𝜉𝑐̂𝑡−1 Υ 𝑢,𝑡 .......( L.77) (1−𝜉) (1−θ )(1−𝛽𝐼 𝜃𝑊,𝐼 ) Γ̂I,t 𝐼 𝑊,𝐼 (𝜀𝜔 𝜎𝑛 +1)
I 𝜋̂𝑊,𝐼,𝑡 = (1+𝛽 )𝜃
(𝛽 )
𝐼 + (1+𝛽 𝜋̂ + ) 𝑊,𝐼,𝑡+1 𝐼
̂ 𝑊,𝐼,𝑡−1 𝜋 ......( (1+𝛽𝐼 )
L.78)
̂ 𝐼,𝑡 − Υ ̂I,t .......( L.79) Γ̂I,t = 𝜀̂𝑢,𝑡 + 𝜀̂𝑛,𝑡 + 𝜎𝑛 𝑛̂𝑡𝐼 − 𝑤 ̃ ̂𝐼,𝑡 − 𝑊 ̂𝐼,𝑡−1 + 𝜋̂𝑡 .......( L.80) π ̂𝑊𝐼,𝑡 = 𝑊 𝑏̂̃𝑡𝐼 = 𝑚 ̂ 𝑡𝐼 + 𝑃̂̃𝜒,𝑡+1 + π ̂ 𝑡+1 + 𝜒̂ 𝑡𝐼 − 𝑟̇̂𝑡𝐵𝐼 ......( L.81) ̂ 𝐼,𝑡 + 𝑛̂𝑡𝐼 ......( L.82) 𝑡̂𝑡𝐼 = 𝑤 ̃
Capital Producers 𝑖̂𝑘,𝑡 =
𝛽𝑝 𝑖̂ (1+𝛽𝑝 ) 𝑘,𝑡+1
+
1 𝑖̂ (1+𝛽𝑝 ) 𝑘,𝑡−1
+𝜅
1
𝑘 (1+𝛽𝑝 )
(𝑝̂ 𝑘,𝑡 + 𝜀̂𝑖𝑘,𝑡 )...... ( L.83)
𝑘̂𝑡 = (1 − 𝛿𝑘 )𝑘̂𝑡−1 + 𝛿𝑘 (𝜀̂𝑖,𝑡 + 𝑖̂𝑘,𝑡 ).....( L.84) ̂ 𝐼,𝑡 ......( L.85) ̃ (𝑝̃̂𝑊,𝑡 + 𝑦̂𝑊,𝑡 − 𝑛̂𝐼,𝑡 ) = 𝑤
Intermediate Goods Producers 𝑦̂𝑊,𝑡 = (𝐴̂𝑡 + 𝛼𝑘̂𝑡−1 + 𝜇𝑙 (1 − 𝛼)𝑛̂𝑃,𝑡 + (1 − 𝜇𝑙 )(1 − 𝛼)𝑛̂𝐼,𝑡 ).......( L.86) ̂𝑡−1 = 𝑃̃̂𝑊,𝑡 + 𝑌̂𝑊,𝑡 .....( L.87) 𝑧̃̂𝑡 + 𝐾 𝑅 𝐾 𝑃𝑘 (𝑅̂𝑡𝐾 + 𝑃̃̂𝐾,𝑡−1 ) = 𝑧𝑧̂𝑡 + (1 − 𝛿 )𝑃𝑘 𝑃̂̃𝐾,𝑡 .....( L.88) ̂ 𝑃,𝑡 ......( L.89) 𝑝̃̂𝑊,𝑡 + 𝑦̂𝑊,𝑡 − 𝑛̂𝑃,𝑡 = 𝑤 ̃ ̂ 𝐼,𝑡 ......( L.90) 𝑝̃̂𝑊,𝑡 + 𝑦̂𝑊,𝑡 − 𝑛̂𝐼,𝑡 = 𝑤 ̃
Housing Goods Producers 𝑖̂𝑥,𝑡 =
𝛽𝑝
𝑖̂ (1+𝛽𝑝 ) 𝑥,𝑡+1
+
1 𝑖̂ (1+𝛽𝑝 )𝜋𝜒 𝜋 𝑥,𝑡−1
+𝜅
1
𝑥 (1+𝛽𝑝 )𝜋𝜒 𝜋
(𝑝̂𝑥,𝑡 + 𝜀̂𝑖𝜒,𝑡 ).....( L.91)
53
𝜋̂𝜒,𝑡 = 𝑝̃̂𝜒,𝑡 − 𝑝̃̂𝜒,𝑡−1 + 𝜋̂𝑡 ......( L.92) 𝜒̂ 𝑡 = (1 − 𝛿𝜒 )𝜒̂ 𝑡−1 + 𝛿𝜒 (𝑖̂𝜒,𝑡 + 𝜀̂𝑖𝜒,𝑡 ).....( L.93)
Entrepreneur 𝜇𝐺 ̂𝑡𝑖 + Γ Γ̂(𝜔 𝐸𝑡−1 𝑟̇̂𝑡𝐾 + 𝑃𝑡𝐾 + 𝐾 ̅𝑡𝑎 ) − (Γ−𝜇𝐺) 𝐺̂ (𝜔 ̅𝑡𝑎 ) = 𝑟̇̂𝑡𝑏𝐼 + 𝑏̂ 𝐸𝑡 ......( L.94) (Γ−𝜇𝐺)
̂𝑡 ) − 𝑁𝑁 ̂𝑡 ......( L.95) 𝑏 𝐸 𝑏̂𝑡𝐸 = 𝑃𝐾 𝐾 (𝑃̂𝑡𝐾 +𝐾 𝑘 𝑠̂𝑡𝐸 + 𝑟̇̂𝑡𝐵𝐸 = 𝐸𝑡 𝑅̂̇ 𝑡+1 ......( L.96) 𝐾 𝐾 ̂ 𝑡+1 ̂𝑡𝑏 = 𝜔 ̂𝑡𝑎 + 𝑅𝑡+1 𝜔 ̅ ̅ − 𝐸𝑅 .....( L.97) ( Γ′ −𝜇𝐺 ′ ) 𝜇𝐺′
𝜆̂𝑡 = 𝐺̂ ′ (𝜔 ̅𝑡𝑎 ) − Γ̂′(𝜔 ̅𝑡𝑎 ).......( L.98)
̂𝑡 = 𝑉̂𝑡 .....( L.99) 𝑁 Γ 𝛤̂ (𝜔 ̅𝑡𝑏 )......( 1−Γ)
̂ 𝑉̂𝑡 = 𝑅̂𝑡𝐾 + 𝑃̂ 𝐾 𝑡 + 𝐾𝑡 − (
L.100)
Importing Retailers 1
β
π ̂F,t = (1+β ) π ̂F,t−1 + (1+βP ) (π ̂F,t+1 ) + P
P
(1−βP θF )(1−θF) (𝑠̂𝑡 (1+βP )θF
∗ + 𝑝̃̂𝐹,𝑡 ).....( L.102)
𝜋̂𝐹,𝑡 = 𝑝̃̂𝐹,𝑡 + 𝜋̂𝑡 − 𝑝̃̂𝐹,𝑡−1 .....( L.103) 𝑦̂𝐹,𝑡 = −
1+𝜇 𝑝̃̂𝐹,𝑡 𝜇
+ 𝑦̂𝑡 ......( L.104)
̂ F = 𝑝̃𝐹 𝑦𝐹 (𝑝̃̂ + 𝑦̂ ) − 𝑠̃ 𝑦𝐹 𝑝̃𝐹∗ (𝑠̃̂ + 𝑦̂ + 𝑝̃∗ )....( L.105) ̃ Π 𝐹,𝑡 𝐹,𝑡 𝑡 𝐹,𝑡 t 𝐹,𝑡 ̃𝐹 ̃𝐹 Π
Π
Domestic Retailers 1
𝛽
𝑃 𝜋̂𝐻,𝑡 = (1+𝛽 ) 𝜋̂𝐻,𝑡−1 + (1+𝛽 (𝜋̂𝐻,𝑡+1 ) + ) 𝑃
𝑃
(1−𝛽𝑃 𝜃𝐻 )(1−𝜃𝐻 ) ̂W,t ).....( (P (1+𝛽𝑃 )𝜃𝐻
L.106)
𝜋̂𝐻,𝑡 = 𝑝̂𝐻,𝑡 − 𝑝̂𝐻,𝑡−1 + 𝜋̂𝑡 .....( L.107) 𝑦̂𝐻,𝑡 = −
1+𝜇 𝑝̃̂𝐻,𝑡 𝜇
+ 𝑦̂𝑡 ......( L.108)
̂ H = p̃H yH (p̂̃ + ŷ ) − 𝑝̃𝑊 yH (𝑝̃̂ + ŷ ).....( L.109) ̃ Π H,t H,t 𝑊,𝑡 H,t t ̃𝐻 ̃𝐻 Π Π
54
Exporting Retailers 1
β
π ̂∗H,t = (1+β ) π ̂∗H,t−1 + (1+βP ) (π ̂ ∗H,t+1 ) + P
P
(1−βP θ∗H )(1−θ∗H ) ̂W,t (P (1+βP )θ∗H
− ŝt )......( L.110)
∗ ∗ ∗ 𝜋̂𝐻,𝑡 = 𝑝̂ 𝐻,𝑡 − 𝑝̂ 𝐻,𝑡−1 + 𝜋̂𝑡∗ ......( L.111) ∗ 𝑦̂𝐻,𝑡 =
1+𝜇𝐻∗
∗ ∗ − 𝑝̃̂𝐻,𝑡 (𝑝̃̂𝐻𝑋,𝑡 ) + 𝑦̂𝑡∗ .....( L.112)
𝜇𝐻∗
̂ H∗ = 𝑠̃ 𝑝̃𝐻∗ 𝑦∗𝐻∗ (𝑠̃̂ + 𝑝̃̂∗ + 𝑦̂ ∗ ) − p̃W𝑦∗𝐻∗ (p̃̂ ∗ ̃ Π ̂𝐻,𝑡 ).....( L.113) 𝑡 W,t + 𝑦 t 𝐻,𝑡 𝐻,𝑡 ̃H ̃H Π
Π
Final Good Producers −
𝜋̂𝑡 = 𝜂(𝑝𝐻 )
1 𝜇
−
(𝜋̂𝐻,𝑡 + 𝑝̂𝐻,𝑡−1 ) + (1 − 𝜂)(𝑝𝐹 )
1 𝜇
(𝜋̂𝐹,𝑡 + 𝑝̂𝐹,𝑡−1 )......( L.114)
Banking System
Government and Central Bank ∗ 𝑏𝑡𝑜𝑡 ∗ 𝑏̂𝑡𝑜𝑡,𝑡 𝑦̃
𝑔 𝑔̂ 𝑦̃ 𝑡
=
(1+𝑟)𝑏̃𝐺 𝑦̃𝜋
=
𝑡̃ 𝑃 ̂𝑃 𝑡̃ 𝑦̃ 𝑡
∗ 𝑏𝐺 𝑏̂ ∗ .......( 𝑦̃ 𝐺,𝑡
+
𝑡̃ 𝐼 𝑦̃
L.125)
̃ ̂ 𝑠̃ 𝑏̃∗ 𝑟𝑓 ∗ ̃𝑡 − (1+𝑟 𝑡̂̃𝑡𝐼 + 𝑦̃𝐺 (𝑠̃̂𝑡 + 𝑏̂̃𝐺,𝑡 ) + 𝑦̃ 𝑟𝑓
∗
∗ )(1+𝜌)𝑠̃ 𝑏̃𝐺
𝑦̃𝜋∗
∗ ∗ (𝑟̇̂𝑡−1 + 𝜌̇̂𝑡−1 + 𝑠̃̂𝑡 + 𝑏̂̃𝐺,𝑡−1 − 𝜋̂𝑡∗ ) −
̂ − 𝜋̂ )......( L.126) ̃ (𝑟̇̂𝑡−1 + 𝑟𝑓 𝑡 𝑡−1
𝑟̇̂𝑡 = 𝜙𝑅 𝑟̇̂𝑡−1 + 𝜙𝜋 (1 − 𝜙𝑅 )(𝜋̂𝑡+3 − 𝜋̅̂𝑡𝑎𝑟,𝑡+3 ) + 𝜙𝑦 (1 − 𝜙𝑅 )𝑦̂̃𝑡 + 𝜀̂𝑟,𝑡 .....( L.127)
Market Clearing and MISC Identities 𝑠̃ 𝑝̃𝐹 𝑦𝐹 𝑦̃
𝑠̃ 𝑏̃∗ 𝑠̃ 𝑦 ∗ 𝑝̃∗ ∗ ∗ ∗ +𝑦̂𝐹,𝑡 ) + 𝑦̃𝑡𝑜𝑡 (1 + 𝑟 ∗ )(1 + 𝜌) (𝑠̃̂𝑡 + 𝜌̇̂𝑡−1 + 𝑏̂̃𝑡𝑜𝑡,𝑡−1 − 𝜋̂𝑡∗ + 𝑟̇̂𝐵,𝑡−1 ) = 𝐻𝑦̃ 𝐻 (𝑠̃̂𝑡 + (𝑠̃̂𝑡 + 𝑝̃̂𝐹,𝑡
𝑠̃ 𝑏̃∗ ∗ ∗ ∗ 𝑝̃̂𝐻,𝑡 +𝑦̂𝐻,𝑡 )......( L.128) ) + ̃𝑡𝑜𝑡 (𝑠̃̂𝑡 + 𝑏̂̃𝑡𝑜𝑡,𝑡 𝑦
𝑦 𝑦̂ 𝑦̃ 𝑡
𝑐
= 𝑦̃ 𝑐̂𝑡 +
𝑖𝑘 𝑖̂ 𝑦̃ 𝑘.𝑡 ∗
+
𝑖𝜒
𝑖̂ 𝑦̃ 𝜒,𝑡
𝑔
+ 𝑦̃ 𝑔̂𝑡 .....( L.129)
∗
𝑦 𝑠̃ 𝑝̃ 𝑦 𝑠̃ 𝑝̃ 𝑦 ∗ ∗ ∗ 𝑦̂̃𝑡 = 𝑦̃ 𝑦̂𝑡 + 𝐻𝑦̃ 𝐻 (𝑠̃̂𝑡 + 𝑝̃̂𝐻,𝑡 + 𝑦̂𝐻,𝑡 + 𝑦̂𝐹,𝑡 )......( L.130) ) − 𝐹𝑦̃ 𝐹 (𝑠̃̂𝑡 + 𝑝̃̂𝐹,𝑡
𝜌̇̂𝑡 = 0.9𝜌̇̂𝑡 + 𝜀̂𝜌,𝑡 .....( L.131) ∗ ∗ 𝐸 𝑠̃̂𝑡 + 𝜋̂𝑡+1 − 𝑠̃̂𝑡+1 − 𝜋̂𝑡+1 = 𝜌̇ 𝑡 + 𝑟̇𝐵,𝑡 − 𝑟̇𝐵,𝑡 + 𝑒𝑆𝑡 ......( L.132)
55
𝜒 𝜒̂ 𝑦̃ 𝑡
=
𝑐 𝑐̂ 𝑦̃ 𝑡
=
𝛾 𝑃 𝜒𝑃 𝑦̃
𝜒̂ 𝑡𝑃 +
𝛾𝐼𝑐 𝐼 𝐼 𝑐̂𝑡 𝑦̃
𝑦𝐻 𝑦̂ 𝑦𝑊 𝐻,𝑡
+
𝛾 𝐼 𝜒𝐼
𝜒̂ 𝑡𝐼 .....( L.133)
𝑦̃
𝛾𝑃 𝑐 𝑃 𝑃 𝑐̂𝑡 𝑦̃
𝑛 𝑦
+ ̃ 𝑁...... L. (134)
𝑦∗
∗ + 𝑦 𝐻 𝑦̂𝐻,𝑡 = 𝑦̂𝑊,𝑡 .....( L.135) 𝑊
Γ̂t = 𝜌Γ Γ̂r,t + (1 − 𝜌Γ )𝜀Γ,t ….L(.136) Γ̂r,t = 𝜌Γ𝑟 Γ̂r,t−1 + 𝑒Γ̂r …..(L.137) 𝜀Γ,𝑡 = 𝜌𝜀Γ 𝜀Γ,𝑡−1 + (1 − 𝜌𝜀Γ )Γ̂r,t + 𝑒Γ̂ ......(L.138) 𝜀u,𝑡 = 𝜌𝜀u 𝜀u,𝑡−1 + 𝑒𝜀u,𝑡 ......(L.139) 𝜀χ,𝑡 = 𝜌𝜀χ 𝜀χ,𝑡−1 + 𝑒𝜀χ,𝑡 ......( L.140) 𝜀𝑛,𝑡 = 𝜌𝜀𝑛 𝜀𝑛,𝑡−1 + 𝑒𝜀𝑛,𝑡 ......( L.141) 𝑏𝐻 𝜀𝑡𝑏𝐻 = 𝜌𝜀𝑏𝐻 𝜀𝑡−1 + 𝑒𝜀𝑏𝐻 .....( L.142) 𝑡
𝜀𝐵𝐸,𝑡 = 𝜌𝜀𝐵𝐸 𝜀𝐵𝐸,𝑡−1 + 𝑒𝜀𝐵𝐸,𝑡 .....( L.143) 𝜀𝜌,𝑡 = 𝜌𝜀𝜌 𝜀𝜌,𝑡−1 + 𝑒𝜀𝜌,𝑡 .....( L.144) 𝜀𝑖,𝑡 = 𝜌𝜀𝑖 𝜀𝑖,𝑡−1 + 𝑒𝜀𝑖,𝑡 ......( L.145) 𝜀𝑖𝜒,𝑡 = 𝜌𝜀𝑖𝜒 𝜀𝑖𝜒,𝑡−1 + 𝑒𝜀𝑖𝜒,𝑡 .....( L.146) 𝜀𝐾𝐵,𝑡 = 𝜌𝜀𝐾𝐵 𝜀𝐾𝐵,𝑡−1 + 𝑒𝜀𝐾𝐵,𝑡 ......( L.147) 𝜀𝑑,𝑡 = 𝜌𝜀𝑑 𝜀𝑑,𝑡−1 + 𝑒𝜀𝑑,𝑡 .....( L.148) 𝑔𝑡 = 𝜌𝑔 𝑔𝑡−1 + 𝑒𝑔𝑡 …..(L.149) 𝐼 𝑚𝑡𝐼 = 𝜌𝑚𝐼 𝑚𝑡−1 + 𝑒𝑚𝐼 ......( L.150) 𝑡
∗ ∗ ∗ ....( L.151) 𝑟𝐵,𝑡 = 𝜌𝑟𝐵∗ 𝑟𝐵,𝑡−1 + 𝑒𝑟𝐵,𝑡 ∗ 𝑦𝑡∗ = 𝜌𝑦∗ 𝑦𝑡−1 + 𝑒𝑦𝑡∗ ......( L.152) ∗ 𝑃𝑡∗ = 𝜌𝑃∗ 𝑃𝑡−1 + 𝑒𝑃𝑡∗ .....( L.153)
𝜋̂𝑡𝑎𝑟,𝑡 = 𝜌𝜋̂𝑡𝑎𝑟 𝜋̂𝑡𝑎𝑟,𝑡−1 + 𝑒𝜋̂𝑡𝑎𝑟,𝑡 .....( L.154) A𝑡 = 𝜌𝐴 A𝑡−1 + 𝑒A𝑡 ......( L.155) 𝑣𝑏,𝑡 = 𝜌𝑣𝑏 𝑣𝑏,𝑡−1 + 𝑒𝑣𝑏,𝑡 .....( L.156)
56
∗ ∗ ∗ .....( L.157) 𝑝𝑓,𝑡 = 𝜌𝑃𝑓∗ 𝑝𝑓,𝑡−1 + 𝑒𝑃𝐹,𝑡 ∗ ∗ ∗ ......( L.158) 𝑝𝐻,𝑡 = 𝜌𝑃𝐻∗ 𝑝𝐻,𝑡−1 + 𝑒𝑃𝐻,𝑡
𝜋𝑡 = 𝑝𝑡 − 𝑝𝑡−1 .....( L.159) 𝜋4,𝑡 = 𝑝𝑡 − 𝑝𝑡−4 .....( L.160) ∗ 𝜋𝑡∗ = 𝑝𝑡∗ − 𝑝𝑡−1 ……(L.161)
𝑙𝑑𝑟𝑡 = 𝑏𝑡 − 𝑑𝑡 …..(L.162) 𝑐𝑎𝑟𝑡 = 𝐾𝑡𝑏 − 𝜔 𝑏𝑡𝑜𝑡 − 𝑏𝑡 …..(L.163) (𝑖𝑥,𝑡 + 𝑖𝑘,𝑡 )𝑖𝑡𝑜𝑡,𝑡 = 𝜒𝑡 𝑖𝑥,𝑡 + 𝑘𝑡 𝑖𝑘,𝑡 ……(L.164)
Prior – Posterior
57
58
59